BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah (Tarigan, 2003). Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace & Borley, 2006). Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik merupakan dispepsia yang diketahui penyebabnya, misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis. Sedangkan dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003). Penelitian yang dilakukan Annisa pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan, didapat angka kejadian sindrom dispepsia sebesar 64,4 % dengan jenis keluhan terbanyak adalah nyeri epigastrium sebanyak 50,1 % dan keluhan yang paling sedikit adalah muntah sebanyak 6,8 %. Angka ini tergolong cukup besar, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua atau sebagian besar remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan mengalami sindrom dispepsia (Annisa, 2009). Hasil penelitian lain yang dilakukan Rahmawati (2009) menunjukkan
1 Universitas Sumatera Utara
2
bahwa terdapat 17 pasien (8,5 %) serta 11 keluarga (5,5 %) yang mengalami penyakit saluran pencernaan. Lebih dari 50 % pasien dengan penyakit saluran cerna mengalami dispepsia. Dispepsia dapat disebabkan oleh banyak hal (Harahap, 2010). Menurut Annisa (2009, dikutip dari Djojoroningrat, 2001), penyebab timbulnya dispepsia diantaranya karena faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi dan infeksi Helicobacter Pylori. Banyak penelitian yang dilakukan terkait dispepsia. Penelitian yang dilakukan Annisa (2009) pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan menjelaskan bahwa ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia. Besarnya angka kejadian sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makannya yang sebagian besar tidak teratur. Dalam ilmu gizi, tidak dianjurkan diet ketat dengan mengurangi frekuensi makan. Frekuensi makan tetap 3 kali sehari dengan diselingi makanan ringan diantaranya (Martini, 2011). Menurut Dewi (2011), jadwal makan yang ideal dijalankan agar mempunyai pola makan yang baik adalah 5 sampai 6 kali sehari, yaitu sarapan pagi, snack, makan siang, snack sore, makan malam, dan bilamana perlu boleh ditambah dengan snack malam. Sindroma dispepsia juga dipengaruhi oleh tingkat stres. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanti (2011), terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gejala dispepsia pada mahasiswa IPB. Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami dispepsia. Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis
Universitas Sumatera Utara
3 terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2009). Adanya rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan pengeluaran asam basal melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu penyebab ulkus peptikum (Price & Wilson, 2006). Menurut Susanti (2011), kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman, seperti makan pedas, asam, minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia. Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011). Pertumbuhan mahasiswa (remaja menuju dewasa) diiringi dengan meningkatnya partisipasi kehidupan sosial dan aktivitas dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang mereka makan (Mulia, 2010). Riwayat penyakit atau gangguan lambung erat kaitannya dengan frekuensi dispepsia. Mahasiswa yang memiliki riwayat gangguan lambung (gastritis atau tukak peptik) sebelumnya lebih beresiko mengalami dispepsia dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat (Susanti, 2011). Menurut Price (2005), gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
Universitas Sumatera Utara
4
yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal, sedangkan ulkus peptikum merupakan diskontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel (jaringan mukosa, submukosa dan lapisan otot saluran cerna bagian atas, dapat terjadi di esofagus, gaster, duodenum dan jejenum) yang disebabkan oleh asam lambung dan pepsin. Manifestasi klinis dari keduanya memberikan gambaran seperti gejala sindroma dispepsia. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Keperawatan di Universitas Sumatera Utara (USU) oleh Sebayang (2011), didapat bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai faktor penyebab timbulnya gastritis mayoritas dalam kategori tinggi yaitu 81 orang (92,0 %) dan minoritas dalam kategori rendah yaitu 3 orang (3,4 %). Perilaku pencegahan gastritis pada mahasiswa mayoritas dalam kategori kurang yaitu 61 orang (69,3 %) dan minoritas dalam kategori baik yaitu 10 orang (11,4 %). Mayoritas mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara adalah perempuan (Fakultas Keperawatan USU , 2011). Menurut Harahap (2009), kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insiden 2:1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tarigan (2001) di RSUP. Adam Malik Medan, diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9 %) dan perempuan sebanyak 13 orang (59,1 %). Menurut Kurnianingsih (2009, dikutip dari hasil penelitian Wharton et. Al, 2008) terhadap mahasiswa di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 5,6 % dari remaja putri yang berdiet dalam jangka waktu lama akan menimbulkan perilaku makan menyimpang.
Universitas Sumatera Utara
5
Hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang mahasiswa Fakultas Keperawatan USU, maka ditemukan dari 10 mahasiswa 7 diantaranya mengalami sindroma dispepsia. Angka ini terbilang cukup tinggi melihat bahwa Fakultas Keperawatan merupakan pendidikan di bidang kesehatan, sehingga pengetahuan tentang penyakit seharusnya
sudah dimiliki dan
pencegahan maupun penanggulangannya dapat dilakukan dengan baik. Hal inilah yang mendorong keinginan peneliti untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia terdiri dari tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum).
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah apakah faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU?
3. Hipotesis Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU (menolak hipotesa nol, H0)
Universitas Sumatera Utara
6
4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan umum : Untuk mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus
peptikum))
dengan
sindroma
dispepsia
mahasiswa
Fakultas
Keperawatan USU. 4.2 Tujuan khusus :
1. Untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat stres dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. 2. Untuk mengidentifikasi hubungan keteraturan makan dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. 3. Untuk mengidentifikasi hubungan makanan dan minuman iritatif dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. 4. Untuk mengidentifikasi hubungan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. 5. Untuk mengidentifikasi faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.
Universitas Sumatera Utara
7
5. Manfaat Penelitian
5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU dan faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia pada mahasiswa tersebut. Dan melatih berfikir logis dan sistematis serta mampu melakukan penelitian dengan metode yang baik dan benar.
5.2. Bagi Penelitian Keperawatan Mengembangkan penelitian dan melanjutkan penelitian terkait sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktik keperawatan. Dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan sindroma dispepsia. 5.3. Bagi Pelayanan Masyarakat Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala sindroma dispepsia. Sehingga masyarakat dapat mengatur pola hidup yang baik terkait pola makan dan stres untuk mencegah sindroma dispepsia dan akhirnya meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara