PANDUAN PRAKTIKUM
PET R O L O G I
Oleh: Dr. Agus Harjanto, ST, MT Dr. Ir. Sutanto, DEA Ir Firdaus Maskuri, MT Ir. FX. Suhartono, M. Si Ir. Joko Soesilo, MT Ir. RM. Basuki Rahmad, MT Staff Asisten Petrologi
: NA M A : N IM : PLUG L A B ORAT ORI U M BA H A N GA L I A N SI E . PE T ROL OGI JU RU SA N T E KN I K GE OL OGI FA KU LTA S T E KN OL OGI M I N E RA L U N I V E RSI TA S PE M BA N GU N A N N A SI ON A L “ V E T E RA N ” Y OGY A KA RTA 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan revisi Panduan Praktikum Petrologi ini. Penyusunan Panduan Praktikum Petrologi ini dimaksudkan agar dipergunakan sebagai
penuntun
bagi
para
praktikan
dan
diharapkan
praktikan
mampu
mengelompokkan, mendeskripsikan dan menamai batuan baik berupa sekepal batuan maupun suatu singkapan. Adapun tujuan utama adalah supaya praktikan dapat memahami batuan yang ada di bumi. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami selama proses penyelesaian buku Panduan Praktikum Pertologi ini. Dan tak lupa kami mengharapkan para pembaca untuk membantu kami dalam mengoreksi buku ini, sehingga pada massa yang akan datang dapat tercapai kesempurnaan dalam penyusunan buku Panduan Praktikum Petrologi ini.
Penyususn
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
…………………………………………………...
i
KATA PENGANTAR
…………………………………………………...
iii
DAFTAR ISI
…………………………………………………...
iv
BAB I. BATUAN BEKU 1. Pengenalan Magma
………….…………………………….......
2
2. Jenis Batuan Beku
……………………………………………
6
3. Struktur Batuan Beku ……………………………………………
8
4. Tekstur Batuan Beku ……………………………………………
8
5. Komposisi Mineral Batuan Beku
11
……………………………
BAB II. BATUAN PIROKLASTIK 1. Komponen Penyususn Batuan Piroklastik
……………………
19
2. Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik
……………………
21
3. Komposisi Mineral Batuan Piroklastik
……………………
22
BAB III. BATUAN SEDIMEN 1. Penggolongan dan Penamaan Batuan Sedimen 2. Pemerian Batuan Sedimen
……………
26
……………………………………
27
3. Pemerian Batuan Sedimen Non-Klastik
……………………
32
4. Pemerian Batuan Sedimen Karbonat
……………………
34
5. Pemerian Batuan Sedimen Karbonat Klastik ……………………
35
6. pemerian Batuan Sedimen Karbonan Non-Klastik
……………
BAB III. BATUAN METAMORF 1. Tipe-tipe Metamorfosa
……………………………………
39
2. Pemerian Batuan Metamorf ……………………………………
40
3. Komposisi Mineral Batuan Metamorf
……………………
43
4. Penamaan Batuan Metamorf ……………………………………
45
iv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
GAMBAR Gambar 1.1 Jenis-jenis intrusi……………………………………………………
1
Gambar 1.2 Skema differensiasi magma (Atlas of Volcanic USGS)…... 4 Gambar 1.3 Skema yang menunjukkan seri reaksi Bowen. …………………….. 7 Gambar 2.1 Ilustrasi terbentuknya partikel/butiran vulkanik hingga proses sedimentasi dan litifikasi………………………………………........ 20 Gambar 2.2 Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan Sekunder ............................................................................................. 24 Gambar 3.1 Derajat sortasi batuan
……………………………………………. 28
Gambar 3.2 Bangun Butiran Sedimen…………………………………………. 29 Gambar 3.3 Derajat Kebundaran Butiran ……………………………………... 29 Gambar 3.4 Bentuk bentuk lapisan sedimen ……………………………………. 31
TABEL Tabel 1.1 Pengenalan Mineral dan Sifatnya ......................................................... 13 Tabel 1.2 Diagram Alir Deskripsi Batuan Beku.…………………….
14
Tabel 1.3 Dasar Penamaan Batuan Beki Asam – Intermediet Berdasarkan Perbandingan K. Felspar Dengan Total Plagioklas……....................... 15 Tabel 1.4 Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek....................................... 17 Tabel 2.1 Kesetaraan penamaan batuan piroklastik, vulkanik epiklastik dan sedimen……………………………………………………………
20
Tabel 2.2 Matrik nama endapan dan batuan piroklastik berdasarkan ukuran Butirnya
………………………………………………………….
21
Tabel 3.1. Ukuran butir pada batuan Sedimen (Wentworth, 1922)…………
27
Tabel 3. 2 Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee&Weir, 1953) 32 Tabel 3.3. Pemerian Batu Pasir dari skala Wentworth
..............................
33
Tabel 3.4 Ukuran butir Batan Sedimen Karbonat Klastik
..............................
34
.....................................................
35
Tabel 3.6 Klasifikasi Batu Pasir menurut Pettijohn, (1973) ………………….
36
Tabel 3.5 Nama-nama Batuan Karbonat
v
Modul Praktikum Petrologi
BAB I BATUAN BEKU Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat cair liat , pijar, bersifat mudah bergerak yang kita kenal dengan nama magma. Penggolongan batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu 1. Berdasarkan genetik batuan, 2. Berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan 3. Berdasarkan susunan mineraloginya. Batuan beku dapat dibagi menjadi: A. Batuan Beku Ekstrusi Batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di atas permukaan bumi baik di darat maupun di bawah muka air laut. Pada saat mengalir di permukaan masa tersebut membeku relatif cepat dengan melepaskan kandungan gasnya. Oleh karena itu sering memperlihatkan struktur aliran dan banyak lubang gasnya (vesikuler). Magma yang keluar di permukaan atau lava setidaknya ada 2 jenis: Lava Aa dan Lava Pahoehoe. Lava Aa terbentuk dari masa yang kental sedangkan lava Pahoehoe terbentuk oleh masa yang encer B. Batuan Beku Intrusi Batuan hasil pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Ukuran mineralnya kasar, > 1 mm atau 5 mm.
Gambar 1. 1 Jenis-jenis intrusi
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
1
Modul Praktikum Petrologi 1. Berbentuk tidak teratur dengan dinding yang curam dan tidak diketahui batas bawahnya. Yang memiliki penyebaran > 100 km2 disebut batolith, yang kurang dari 100 km2 dikenal dengan stock sedangkan yang lebih kecil dan relatif membulat disebut boss. Ketiganya merupakan peristilahan dalam batuan plutonik. 2. Intrusi berbentuk tabular yang memotong struktur setempat (diskordan) disebut dyke/korok sedangkan yang konkordan disebut sill atan lakolit kalau cembung ke atas. 3. Intrusi berdimensi kecil dan membulat sering dikenal dengan intrusi silinder atau pipa.
1.1 PENGENALAN MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobile, bersuhu antara 900 ° - 1200 °C atau lebih dan berasal dai kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas ( F.F. Grouts, 1947; Tumer dan verhogen 1960, H. Williams, 1962 ). Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari : a. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatil dan merupakan senyawa oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan mayor element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5. b. Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksifraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb. c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb. (Dally 1933, Winkler 1957, Vide W. T. Huang 1962) berpendapat lain yaitu magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
2
Modul Praktikum Petrologi (Bunsen 1951, W. T. Huang, 1962) mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis magma primer, yaitu basaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain. 1.2. EVOLUSI MAGMA Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut : Hibridasi : Pembentukan magma baru karena pencampuran dua magma yang berlainan jenisnya. Sinteksis : Pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan samping. A n at e k s i s : Proses pambentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar. Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi magma. Differensiasi magma ini meliputi semua proses yang mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.
Proses-proses differensiasi magma meliputi : x
Fragsinasi ialah pemisahan kristal dari larutan magma,karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau kristal-kristal pada waktu pendinginan tidak dapat mengikuti perkembangan. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba.
x
Crystal Settling/Gravitational Settling adalah pengendapan kristal oleh gravitasi dari kristal-kristal berat Ca, Mg, Fe yang akan memperkaya magma pada bagian dasar waduk. Disini mineral silikat berat akan terletak dibawah mineral silikat ringan.
x
Liquid Immisibility ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membeku membentuk bahan yang heterogen.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
3
Modul Praktikum Petrologi x
Crystal Flotation adalah pengembangan kristal ringan dari sodium (Na) dan potassium (K) yang akan memperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.
x
Vesiculation adalah proses dimana magma yang mengandung komponen seperti CO 2 , SO 2, S 2, Cl 2, dan H 2 O sewaktu naik kepermukaan membentuk gelembung-gelembung gas dan membawa serta komponen volatile Sodium (Na) dan Potasium(K).
x
Difussion ialah bercampurnya batuan dinding dengan magma didalam waduk magma secara lateral.
Gambar 1. 2 Skema differensiasi magma (Atlas of Volcanic USGS)
1.3 SERI REAKSI BOWEN DARI MINERAL UTAMA PEMBENTUK BATUAN BEKU Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
4
Modul Praktikum Petrologi Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu: 1. Golongan mineral berwarna gelap atau mafik mineral. 2. Golongan mineral berwarna terang atau felsik mineral. Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat. Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineralmineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen. Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksan merupakan pasangan ”Incongruent Melting”; dimana setelah pembentukkannya Olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukkan mineral berjalan sesuai dangan temperaturnya. Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk dalam temperatur yang rendah. Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anortite adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk peda suhu menengah dan terdapat batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albit, mineral ini banyak tersebar pada batuan asam seperti granit atau Riolite. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret : “Solid Solution” yang merupakan reaksi menerus, artinya kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini Anortite adalah jenis Plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Juga "Calcic Plagioklas", sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na ( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ). Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Felspar ke mineral Muskovit dan yang terakhir mineral Kuarsa, maka mineral Kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
5
Modul Praktikum Petrologi I.4. JENIS BATUAN BEKU A. Klasifikasi berdasarkan tekstur dan komposisi mineral. Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya , batuan beku dapat dibagi menjadi dua : yaitu Batuan beku volkanik dan Batuan beku plutonik. a. Batuan Beku Volkanik Batuan beku volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di dekat permukaan bumi (intrusi dangkal). Menurut Williams (1983), batuan beku yang berukuran kristal kurang dari 1 mm adalah kelompok batuan volkanik, terutama kehadiran masa gelas. b.Batuan Plutonik Batuan beku yang terbentuk pada kedalaman yang sangat besar dan mempunyai ukuran kristal lebih dari 1 mm.
B. Klasifikasi berdasarkan kimiawi Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi (Hughes , 1962 ), dan dibagi dalam empat golongan , yaitu : a. Batuan beku asam , bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66 % SiO2.Contoh batuan ini Granit dan Riolit. b. Batuan beku menengah atau Intermediet , bila batuan tersebut mengandung 52% -66% SiO2.Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit. c. Batuan beku basa , bila batuan tersebut mengandung 45% - 52% SiO2. Contoh batuan ini adalah Gabro dan Basalt. d. Batuan beku ultra basa , bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO2 . Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.
C. Klasifikasi berdasarkan kejenuhan silika (SiO2) Berdasarkan kejenuhan silika (SiO2) batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3 (Tiga), yaitu : a. Over saturated rock , bila batuan beku tersebut lewat jenuh silika. Contoh batuan tridimit. b.
Saturated rock , bila batuan beku tersebut jenuh silika.
Contoh batuan
mengandung feldspar , piroksen, amphibol bervariasi dengan mineral sphene, zirkon, apatit, dll. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
6
Modul Praktikum Petrologi c. Under saturated rock , bila batuan beku tersebut tidak jenuh silika. Contoh batuan yang non felspatoid yaitu batuan yang tidak muncul mineral felspatoid biasanya pada fase olivin magnesian.
Discontinuous Series Olivin 1200 C (Mg-Fe Silikat)
Continuous Series
0
Ultrabasa Anortit (Ca-Al Silikat) Basa
Piroksen (Ca-Mg-Fe-Na-Al-Ti Silikat)
Bitownit (Ca-Na-Al Silikat) Labradorit (Ca-Na-Al Silikat)
9000C Hornblende (Ca-Na-Mg-Fe-Al-OH Silikat)
Andesin (Na-Ca-Al Silikat) Intermediet
Biotit Albit (Na-Al Silikat) (K-Mg-Fe-Al-F-OH Silikat)
Oligoklas (Na-Ca-Al Silikat)
Asam
K-Felspar (K-Al Silikat) 6000C
Muskovit (K-Al-Cr Silikat)
Kuarsa (SiO2) Gambar 1.3. Skema yang menunjukkan seri reaksi Bowen.
Garis putus merupakan batasan golongan batuan yang ditandai dengan komposisi Mineral yang dominan dalam pembatasannya. Misalnya Kuarsa, Muskovit, Biotit, Kalium Felspar tergolong ke dalam Batuan Asam. Selanjutnya amati apakah batuan tersebut Plutonik atau Vulkanik, lalu perhatikan antara perbandingan Plagioklas dengan Kalium Felspar. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
7
Modul Praktikum Petrologi I. 5. STRUKTUR BATUAN BEKU Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti lava bongkah, struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Macam-macam struktur batuan beku adalah : a. Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya. b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu , yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk ini adalah umumnya 30 - 60 cm dan jaraknya bedekatan, khas pada vulkanik bawah laut . c. Joint, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak lurus arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing. d. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan lubanglubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan. e. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnnya). f.
Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineralmineral sekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam silika.
g. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang menerobos. h. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu sendiri.
I. 6. TEKSTUR BATUAN BEKU Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral dengan masa gelas yang membentuk masa yang merata pada batuan. Selama pembentukan tekstur dipengarui oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang kedua tergantung pada suhu, komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur tersebut merupakan fungsi dari sejarah pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur tersebut menunjukkan derajat kristalisasi (degree of crystallinity),
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
8
Modul Praktikum Petrologi ukuran butir (grain size), granularitas dan kemas (fabric), (Williams, 1982; Huang, 1962 ) 1. Derajat kristalisasi Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara masa kristal dan masa gelas dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu : a) Holokristalin : apabila batuan tersusun seluruhnya oleh masa kristal b) Hipokristalin : apabila batuan tersusun oleh masa kristal dan gelas c) Holohylalin : apabila batuan seluruhnya tersusum oleh masa gelas 2. Granularitas Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik. a. Afanitik Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang b. Fanerik Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuranukuran : - Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm - Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm – 5 mm - Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm – 30 mm - Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm 3. Kemas Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan. a. Bentuk kristal Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam : - Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang kristal yang sempurna - Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna - Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang tidak sempurna Secara tiga dimensi dikenal : Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
9
Modul Praktikum Petrologi - Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang. - Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi lain. - Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur. b. Relasi Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan dari ukuran dikenal : 1) Granularitas atau Equiqranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir yang relatif seragam, terdiri dari : Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri mineral-mineral yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan mengingat ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-mineral tersebut sampai membentuk kristal secara sempurna. Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat mineral terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak memadai untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara sempurna. Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan anhedral. Bentuk anhedral atau tidak beraturan sama sekali merupakan pertanda bahwa bahwa pada saat mineral-mineral penyusun ini terbentuk hanya dapat mengisi rongga yang tersedia saja. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral anhedral tersebut terbentuk paling akhir dari rangkaian proses pembentukan batuan beku. 2) Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama , antara lain terdiri dari :
Porfiritik , adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris) tertanam dalam masa dasar kristal yang lebih halus.
Vitroverik , apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
3) Tekstur khusus batuan beku Karakter tekstur ditentukan oleh bentuk kristal, struktur, relasi, atau karakter internal telah memberikan bentuk khusus. Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa detail dari suatu batuan tidak bisa ditentukan tanpa 10 Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
Modul Praktikum Petrologi menggunakan mikroskop. Selain tekstur menunjukkan bentuk dan relasi antar kristal juga menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral – mineral yang berbeda. Berikut beberapa tekstur khusus dari batuan beku : o Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, di sini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen. o Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam dalam masa dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir – butir piroksen, oksida besi dan aksesori mineral. o Intergranular adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar plagioklas ditempati oleh kristal – kristal piroksen, olivin atau biji besi.
I. 7. KOMPOSISI MINERAL Menurut Walker T. Huang (1962), komposisi mineral dikelompokkan menjadi tiga kelompok mineral yaitu : A. Mineral Utama Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya sangat menentukkan dalam penamaan batuan. 1. Mineral felsic ( mineral berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5 - 2,7 ), yaitu : - Kuarsa ( SiO2 ) - Kelompok felspar, terdiri dari seri felspar alkali (K, Na) AlSi3O8. Seri felspar alkali terdiri dari sanidin, orthoklas, anorthoklas, adularia dan mikrolin. Seri plagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesin, labradorit, biwtonit dan anortit. - Kelompok felspatoid (Na, K Alumina silika), terdiri dari nefelin, sodalit, leusit. 2. Mineral mafik (mineral-mineral feromagnesia dengan warna gelap dan densitas rata-rata 3,0 - 3,6), yaitu : - Kelompok olivin, terdiri dari fayalite dan forsterite - Kelompok piroksen, terdiri dari enstatite, hiperstein, augit, pigeonit, diopsid. - Kelompok mika, terdiri dari biotit, muskovit, plogopit. - Kelompok Amphibole, terdiri dari antofilit, cumingtonit, hornblende, rieberkit, tremolit, aktinolite, glaukofan, dll.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
11
Modul Praktikum Petrologi B. Mineral Sekunder Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil pelapukan, hidrotermal maupun metamorfisma terhadap mineral-mineral utama. Dengan demikian mineral-mineral ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma (non pirogenetik). Mineral sekunder terdiri dari : - Kelompok kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit), dapat terbentuk dari hasil ubahan mineral plagioklas. - Kelompok serpentin (antigorit dan krisotil), umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral mafik (terutama kelompok olivin dan piroksen). - Kelompok klorit (proktor, penin, talk), umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral kelompok plagioklas. - Kelompok serisit sebagai ubahan mineral plagioklas. - Kelompok kaolin (kaolin, hallosit), umumnya ditemukan sebagai hasil pelapukan batuan beku.
C. Mineral Tambahan (Accesory Mineral) Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma, umumnya dalam jumlah sedikit. Termasuk dalam golongan ini antara lain : -
Hematite, Kromit, Muscovit, Rutile, Magnetit, Zeolit, Apatit dan lain-lain.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
12
Modul Praktikum Petrologi Tabel 1.1 Pengenalan Mineral dan Sifatnya Nama Mineral
Warna
Olivin
Hijau
Piroksen
Hijau tua - Hitam
Amfibol
Biotit
Feldspar Alkali
Hitam - coklat
Hitam - coklat
Merah jambu/putih/hijau
Bentuk dan Perawakan
Belahan
Keterangan
Tidak sempurna
Kilap kaca
Prismatik pendek,
2 arah saling
Kilap kaca dan
massif, membutir
tegak lurus
permukaannya halus
Kristal Tidak teratur, membutir dan massif
Prismatik panjang, menyerat dan membutir Tabular, berlembar (memika)
2 arah membentuk
Kilap arang
sudut lancip 2 arah
Kilap kaca
2 arah
Kilap kaca/lemak
3 arah
Kilap kaca/lemak
1 arah
Kilap kaca/mutiara
3 arah
Kilap kaca/lemak
Prismatik, tabular panjang, massif, membutir Prismatik/tabular
Plagioklas
Putih susu, abu-abu
panjang. Massif, membutir
Muskovit
Putih transparan
Kuarsa
Tidak berwarna
Kalsit
Tabular, berlembar (memika) Tidak teratur, membutir dan massif
Tidak berwarna,
Rombohedral, massif,
putih
membutir
Sempurna
Kilap kaca, berbuih dengan HCl Umumnya pada batuan
Klorit
Hijau
Berlembar, memika
Sempurna
metamorfik dan lapukan batuan beku basa
Serisit
Asbes
Garnet
Tidak berwarna, putih Putih, abu-abu
Menyerat, masa fiber
kehijauan
asbestos
Coklat merah-hitam
Poligonal, membutir
Tidak berwarna, Halit
putih kekuningan, merah
Gypsum
Anhidrit
Tabular, berlembar
Kubus, masif, membutir
Tidak berwarna,
Memapan, membutir,
putih
menyerat
Putih, abu-abu, biru pucat
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
Massif, membutir
Sempurna
Kilap kaca berukuran halus
Kilap lemak
Tidak ada
Kilap kaca/mutiara
Sempurna
Sebagai garam evaporite
Sempurna
Sempurna
Lembar-lembar tipis terjadi karena evaporasi Karena evaporasi
13
Modul Praktikum Petrologi DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif)
Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur
Granulitas/Besar butir
Halus < 1 mm Kasar 5 mm - 3 cm, Sedang 1 mm - 5 mm Fanerik
Afanitik Derajat Kristalisasi
Holokristalin
Holokristalin/Hipokristalin/Hipohyalin
Holohyalin
Keseragaman Butir/Kristal
Equigranular
Panidiomorfik Granular
Inequigranular
Hipidiomorfik Granular
Porfiritik/Vitrofirik
Alotriomorfik Granular
Fenokris
Komposisi Mineral : Kuarsa (%), ciri-cirinya, dll. (untuk % digunakan diagram perbandingan secara
Nama Batuan : Granitoid/Syenitoid/ Dioritoid, dll. (Gunakan diagram dari IUSGS)
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
14
Modul Praktikum Petrologi Tabel 1.2 . Dasar Penamaan Batuan Beki Asam – Intermediet Berdasarkan Perbandingan K. Felspar Dengan Total Plagioklas
Asam KF >2/3 Plagioklas
KF > 2/3< Plagioklas
KF< 1/3 Plagioklas
Vulkanik
Riolit
Riodasit
Dasit
Plutonik
Granit
Adamelit
Granidiorit
KF >2/3 Plagioklas
KF > 2/3< Plagioklas
KF< 1/3 Plagioklas
Vulkanik
Trachyt
Trachyandesit
Andesit
Plutonik
Syenit
Monzonit
Diorit
Intermediet
Pengelompokan berdasarkan Teksturnya Basa Vulkanik
Basalt
Plutonik
Gabro
Ultrabasa Plutonik
Peridotite dan Dunite
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
15
Modul Praktikum Petrologi
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
16
Modul Praktikum Petrologi Tabel 1. 3 Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek VARIABEL DASAR
ULTRABASA
BASA
INTERMEDIET
ASAM
SiO2
< 45%
45 – 52%
52 – 66%
>66%
Warna
Gelap Ultra mafik > 70%
Indeks warna Mineralogi
Hipermelanik (90% mafik)
Magma / lava
Gelap Abu-abu Terang Mafik (40 – Mafelsik (10 – Felsik ± 10% 70%) 40%) Melanokratik Mesokratik Leukokratik (60-90% (30% mafik) (30% mafik) mafik)
-
V O L K A N I K
Kecenderungan tekstur
-
Fenokris
Komposisi Mineral
Holohialin
Vesikuler (kand.gas sedang)
Vesikuler (kand. gas rendah) Gelas umumbanyak Porfiritik;vitrov erik Biotit;
Gelas umum Porfiritik
-
Olivin;piroksen; plagioklas basa;feldspatoid
Piroksen;horn blende;biotit; plagioklas
BASALT/BAS ANIT/TEPRIT/ SPILIT
ANDESIT/TR AKHIANDES DASIT/RIOLIT IT/TRAKIT
Olivin; piroksen;plagiokl as; spinel; hornblende
DUNIT, PERIDOTIT, HORNBLENDIT , SERPENTINIT
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
Hipokristalin
Afirik-porfiritik
Tekstur Nama
Holohipokristalin Vesikulerskoria (kand. gas tinggi) Tak ada-sedikit gelas
Kental
-
Nama
p L U T O N I K
Encer
Hornblende; piroksen<<; Olivin; plagioklas; piroksen;plagio biotit; klas basa feldspar; alkali; kuarsa<< Holokristalin GABRO; DIABAS/DOL ERIT
DIORIT, MONZONIT, SYENIT
Biotit; kuarsa; feldspar alkali; hornblende<
GRANIT, ADAMELIT,G RANODIORIT
17
Modul Praktikum Petrologi
CONTOH DISKRIPSI BATUAN BEKU Jenis Batuan
: Batuan Beku Asam Plutonik
Warna
: Coklat
Struktur
: Masif
Tekstur
: Derajat Kristalisasi : Holokristalin Derajat Granularitas : Fanerik Kasar ( 5mm – 30 mm ) Kemas :
Komposisi
- B. Kristal
: Euhedral
- Relasi
: Panidiomorfik Ganular
: Orthoklas
40%
Kuarsa
35%
Plagioklas
10%
Biotit
7%
Hornblende 6% Nama Batuan
: Granit
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
18
Modul Praktikum Petrologi
BAB II BATUAN PIROKLASTIK Batuan piroklastik adalah batuan volkanik klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi. Material penyusun tersebut terendapkan dan terbatukan / terkonsolidasikan sebelum mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es ( Williams, 1982). Pada kenyataanya batuan hasil kegiatan gunungapi dapat berupa aliran lava sebagaimana diklasifikasikan dalam batuan beku atau berupa produk ledakan (eksplosif) dari material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat dalam perut gunung. IL 1. KOMPONEN PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK. Fisher (1984) dan Williams, (1982) mengelompokkan material-material penyusun batuan piroklastik menjadi: A. Kelompok Material Esensial (Juvenil) Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma yang diletuskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Massa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, massa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikcnal dcngan batuapung (pumice). B. Kelompok material Asesori (Cognate) Yang termasuk dalam kelompok ini adalah biia materialnya berasal dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh volkanik yang lebih tua. C. Kelompok Asidental (Bahan Asing) Yang dimaksud dengan material asidental adalah material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua di bawah gunung api tersebut, terutama adalah batuan dinding di sekitar leher volkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku,endapan maupun batuan ubahan.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
19
Modul Praktikum Petrologi PIROKLASTIK Fragmentasi yg terbentuk akibat proses yg berhubungan dengan erupsi
AUTOKLASTIK
Fragmentasi scr insitu
EPIKLASTIK Fragmentasi hasil rombakan bat volkanik (akibat proses pelapukan & erosi)
Floating pumice
Fallout
Volcaniclastic grains
ic f l
Pyrocla stic
Py roc las t
fall
Volcano slope
Floating pumice Shards produced by attrition
Shards produced by attrition
ow Seco ndar y flo
Volcaniclastic Sedimen
Fallout into water
w
Flow from lan d
into
Floating pumice
Wat er
Pryoclastic fall deposit
BombsBlocks- Agglomerat ejected Ejected fluid Volcanic solid breccia 64 mm
Volcaniclastic flow deposit
2 mm 0.06 mm
Hyaloclastites: fragmented &
Gambar III.
Lapili Ash Dust
Lapilistone
Tuff
Vitric Lithic Cristal
Slum p
& flowArea of slumping Turbidity currents & mass flow
- ignimbrites (fluidized ash+ flows) - base surge deposits - mud flow (lahar deposit)
granulated basaltitic lava through contact with water
Illustrasi terbentuknya partikel/butiran volkanik hingga proses sedimentasi dan litifikasi
Gambar 2. 1. Ilustrasi terbentuknya partikel/butiran vulkanik hingga proses sedimentasi dan litifikasi
Tabel 2. 1 Kesetaraan penamaan batuan piroklastik, vulkanik epiklastik dan sedimen
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
20
Modul Praktikum Petrologi II. 2. STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK Seperti halnya batuan volkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai struktur vesikuler, skoria dan amigdaloidal. Jika klastika pijar dilemparkan ke udara dan kemudian terendapkan dalam kondisi masih panas, memiliki kecenderungan mengalami pengelasan antara klastika satu dengan lainnya. Struktur tersebut dikenal dengan pengelasan atau welded. 1. Ukuran Butir Pada Piroklastik Ukuran butiran pada piroklastika tersebut merupakan salah satu kriteria untuk menamai batuan piroklastik tanpa mempertimbangkan cara terjadi endapan piroklastik tersebut. Tabel 2. 2 Matrik nama endapan dan batuan piroklastik berdasarkan ukuran butirnya.
Ada tiga cara kejadian endapan piroklastik. Pengendapan yang dikarenakan gaya beratnya dikenal dengan piroklastik jatuhan. Jenis piroklastik ini umum terjadi di setiap gunungapi. Struktur dan teksturnya menyerupai batuan endapan. Dua kelompok piroklastik yang lain adalah piroklastik aliran dan piroklastik hembusan. 2. Derajat Pembundaran ( Roundness ) Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan Sedimen Klastik sedang dampai Kasar. Kebundaran dibagi menjadi: ¾ Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan cembung ( Ekuidimensional) Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
21
Modul Praktikum Petrologi ¾ Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar, ujungujung dan tepi butiran cekung. ¾ Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar. ¾ Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung yang tajam ¾ Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing dan tajam 3.
Derajat Pemilahan ( Sorting ) Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan endapan /
sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut : x
Terpilah baik
(well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran
besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sediment. x
Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan sediment
yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung
hingga kerikil atau bahkan bongkah. x
Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.
II. 3. KOMPOSISI MINERAL BATUAN PIROKLASTIK A. Mineral-Mineral Sialis Mineral-mineral sialis terdiri dari :
Kuarsa (Si02), ditemukan hanya pada batuan gunungapi yang kaya kandungan silika atau bersifat asam.
Felspar, baik alkali maupun kalsium felspar (Ca)
Felspatoid, merupakan kelompok mineral yang terjadi jika kondisi larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh silika.
B. Mineral Ferromagnesian Merupakan kelompok mineral yang kaya kandungan Fe dan Mg silikat yang kadang-kadang disusul oleh Ca silikat. Mineral tersebut hadir berupa kelompok mineral Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
22
Modul Praktikum Petrologi
Piroksen, mineral penting dalam batuan gunung api
Olivin, merupakan mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin silika.
Hornblende, biasanva hadir dalam andesit
Biotit, merupakan mineral mika yang terdapat dalam batuan volkanik berkomposisi intermediet hingga asam.
C. Mineral Tambahan Yang sering hadir adalah ilmenit dan magnetit. keduanva merupakan mineral bijih. Selain itu seringkali didapati mineral senyawa sulfida atau sulfur murni.
D. Mineral Ubahan Dalam batuan piroklastik mineral ubahan seringkali muncul saat batuan terlapukkan atau terkena alterasi hidrotermal. Mineral tersebut seperti: klorit, epidot, serisit, limonit, montmorilonit dan lempung, kalsit.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
23
Modul Praktikum Petrologi
Gambar 2.2. Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan sekunder
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
24
Modul Praktikum Petrologi
CONTOH DISKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK Jenis Batuan
: Batuan Piroklastik
Warna
: Abu-abu
Struktur
: Masif
Tekstur
: - Ukuran butir
Komposisi
: Lapillus (0,04 – 2 mm)
- Derajat pembundaran
: Menyudut
- Derajat pemilahan
: Terpilah Buruk
- Kemas
: Terbuka
: - Mineral Sialis
: Kuarsa
- Mineral Ferromagnesia : Hornblende - Mineral Tambahan Nama Batuan
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
: Debu Halus
: Batulapili
25
Modul Praktikum Petrologi
BAB III BATUAN SEDIMEN Pengertian umum mengenai batuan endapan/sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat litifikasi bahan rombakan batuan asal atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme.. Dimuka bumi ini dibandingkan dengan batuan beku, batuan endapan sangatlah sedikit, ± 5% volume walaupun demikian penyebarannya di muka bumi menempati lebih dari 65% luasan. Oleh karena itu batuan endapan merupakan lapisan tipis di kulit bumi. Kenampakan yang paling menonjol dari jenis batuan sedimen adalah perlapisan, struktur internal dan eksternal lapisan, bahan rombakan yang tidak kristalin, mengandung fosil dan masih banyak lagi. Pada Sedimen yang Kristalin, umumnya monomineralik dan tergolong ke dalam batuan Sedimen Non Klastik seperti rijang, kalsit, gipsum dll
III. 1. PENGGOLONGAN DAN PENAMAAN Batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu Batuan Sedimen Klastik dan Batuan sedimen Non Klastik A.
Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali rombakan batuan asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan sedimen yang lebih tua. Adapun fragmentasi batuan asal dimulai dari pelapukan, baik mekanik maupun kimiawi, lalu tererosi, tertransportasi dan terendapkan pada cekungan pengendapan lalu mengalami proses Diagenesa yaitu proses perubahan-perubahan pada temperatur rendah yang meliputi Kompaksi, Sementasi, Rekristalisasi, Autigenesis, dan Metasomatisme, Klastik yang bersifat Silikaan ( Breksi, Konglomerat, Pasir, Lanau, Lempung ) Klastik yang bersifat Karbonatan ( Kalsirudite, Kalkarenite, Kalsilutite )
B. Batuan Sedimen Non Klastik Terbentuk dari Reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yaitu Kristalisasi atau reaksi Organik ( Penggaraman unsur – unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
26
Modul Praktikum Petrologi Nonklastik bersifat Silikaan ( Rijang ) Non Klastik bersifat Karbonatan ( Batu Gamping Nonklastik )
III. 2. PEMER1AN BATUAN SEDIMEN KLASTIK Pemerian batuan sedimen klastik meliputi : A. Tekstur Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya ( Pettijohn, 1975 ). 1. Ukuran Butir ( Grain Size ) Pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian besar butir yang disampaikan oleh Wentworth, 1922, seperti di bawah ini: Tabel 3.1. Ukuran butir pada batuan Sedimen (Wentworth, 1922)
2.
Pemilahan ( Sorting )
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan endapan / sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut : x
Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sediment.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
27
Modul Praktikum Petrologi x
Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan sediment yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.
x
Selain
dua
pengelompokan
tersebut
adakalanya
seorang
peneliti
menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.
Gambar 3.1 Derajat sortasi 3.
Kebundaran ( Roundness )
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran dibagi menjadi ¾ Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan cembung (Ekuidimensional.) ¾ Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar, ujungujung dan tepi butiran cekung. ¾ Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan ujungujung yang membundar. ¾ Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung yang tajam ¾ Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing dan tajam
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
28
Modul Praktikum Petrologi
Gambar 3.2 Bangun Butiran Sedimen
Gambar 3.3 Derajat Kebundaran Butiran 4. Kemas ( Fabric ) Kemas yaitu banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan Sedimen. Batuan sediment yang memiliki kemas tertutup memiliki sedikit ruang antar butir dan sebaliknya batuan sediment yang berkemas terbuka berarti bahwa banyak ruang atau rongga antar butir yang cendrung tertutup yang memilki ukuran butir pasir halus hingga lempung karena pada ukuran tersebut cendrung sekali memiliki ruang antar butiran.
B. Struktur Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Studi Struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijhon, 1975 ). Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu : 1. Struktur Sedimen Primer Terbentuk
karena
proses
sedimentasi,
dapat
merefleksikan
mekanisme
pengendapannya. Struktur sedimen primer antara lain : perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun dan lain-lain.
2. Struktur Sedimen Sekunder Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
29
Modul Praktikum Petrologi Terbentuk
setelah
Proses
sedimentasi,
sebelum
atau
setelah
diagenesa.
Menunjukkan keadaan lingkungan pengendapanmya. Contoh Struktur sedimen sekunder antara lain : Cetak beban, cetak suling dll. 3. Struktur Organik Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme seperti molusca, cacing atau binatang lainnya. Struktur organic antara lain : kerangka, laminasi pertumbuhan dan lainlain. Struktur batuan sedimen yang penting adalah perlapisan. Struktur ini umum terdapat pada batuan Sedimen Klastik yang terbentuknya disebabkan beberapa faktor antara lain: Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan adalah :
Adanya perbedaan warna mineral.
Adanya perbedaan ukuran besar butir.
Adanya perbedaan komposisi mineral.
Adanya perubahan macam batuan.
Adanya perubahan struktur sedimen
Adanya perubahan kekompakan
Macam - Macam Perlapisan : 1. Masif Bila tidak menunjukkan struktur dalam ( Pettijohn & Potter, 1964 ) atau ketebalan lebih dari 120 cm. ( Mc. Kee & Weir, 1953 ) 2. Perlapisan Sejajar Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar. 3. Laminasi : Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk dari suspensi tanpa energi mekanis. 4. Perlapisan Pilihan Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada arah vertikal. 5. Perlapisan Silang Siur Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
30
Modul Praktikum Petrologi
Pada Bidang Perlapisan Macam – macam yang penting antara lain : Gelembur gelombang, terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin Rekah kerut , rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses penguapan Cetak suling , cetakan sebagai akibat pengerusan media terhadap batuan dasar Cetak beban , cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis. Bekas jejak organisme , bekas rayapan, rangka, apun tempat berhenti binatang
Gambar 3.4 Bentuk bentuk lapisan sedimen
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
31
Modul Praktikum Petrologi Tabel 3. 2 Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee&Weir, 1953)
5. Komposisi Mineral Komposisi mineral dari batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi : 1. Fragmen Fragmen adalah bagian butiran yang berukuran lebih besar,
dapat berupa
pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang fosil dan zat organik. 2. Matrik (masa dasar) Matrik adalah butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan terletak diantaranya sebagai masa dasar. Matrik dapat berupa pecahan batuan, mineral atau fosil. 3. Semen Semen adalah material pengisi rongga serta pengikat antar butir sedimen, dapat berbentuk Amorf atau Kristalin. Bahan bahan semen yang lazim adalah : Semen karbonat (kalsit dan dolomit) Semen silika (kalsedon, kuarsit) Semen oksida besi (limonit, hematit dan siderit) Pada sedimen berbutir halus (lempung dan lanau) semen umumnya tidak hadir karena tidak adanya rongga antar butiran.
III. 3. PEMERIAN BATUAN SEDIMEN NONKLASTIK Pemerian batuan sedimen Non Klastik didasarkan pada : 1. Tekstur Tekstur dibedakan menjadi : Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
32
Modul Praktikum Petrologi a. Kristalin Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking. Untuk pemeriannya menggunakan skala Wenthworth dengan modifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.3. Pemerian Batu Pasir dari skala Wentworth Nama Butir
Besar Butir (mm)
Berbutir kasar
>2
Berbutir sedang
1/16 – 2
Berbutir halus
1/256 – 1/16
Berbutir sangat halus
< 1/256
b. Amorf Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau metamorf
2. Struktur Struktur batuan sedimen Non klastik terbentuk oleh reaksi kimia maupun aktifitas organisme. Macam-macamnya : a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil b. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat konsentrisdengan diameter kurang dari 2 mm. c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2 mm. d. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris. e. Cone in cone, strutur pada batu gamping kristalin berupa pertumbuhan kerucut per kerucut. f. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu . g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik. h. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri khasnya adalah adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang semua celah-celahnya terisi oleh mineral karbonat. i. Goode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal dapat berupa kalsit maupun kuarsa. j. Styolit, kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil pelarutan. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
33
Modul Praktikum Petrologi
3 . Komposisi Mineral Monomineralik Karbonat
III. 4. PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari mineral-mineral atau garam-garam karbonat, yang dalam praktek secara umum meliputi batugamping dan dolomit. Dalam praktikum, akan disajikan klasifikasi sebagai berikut : A. Batugamping Klastik : Adalah Batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus batu gamping asal. Contoh : Kalsirudit, Kalkarenit, Kalsilutit B. Batugamping Non Klastik Terbentuk dari proses kimia maupun aktifitas organisme dan umum monomineralik. Dapat dibedakan : Hasil biokimia
: bioherm, biostorm
Hasil larutan kimia
: travertin, tufa.
Hasil replacement
: batu gamping fosfat, batu gamping dolomit,batugamping silikat,dll.
III. 5. PEMERIAN KARBONAT KLASTIK Pemeriannya meliputi tekstur, struktur dan komposisi mineral. A. Tekstur Pemeriannya meliputi Tekstur, Struktur dan Komposisi Mineral.
Tabel 3.4 Ukuran butir Batan Sedimen Karbonat Klastik Nama butir
Ukurun butir (mm)
Rudite
>1
Arenit
0,062 –1
Lutite
< 0,062
B. Struktur Pemerian sama dengan batuan sedimen klastik. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
34
Modul Praktikum Petrologi C. Komposisi Terdapat pemerian fragmen, matrik dan semen hanya terdapat perbedaan istilah ( Folk, 1954 ), meliputi : a. Allochem : sama seperti fragmen pada batuan sedimen klastik. Macam – macam Allochem : x
Kerangka organisme (skeletal), berupa cangkang binatang atau kerangka hasil pertumbuhan.
x
Interclas , merupakan butiran – butiran dari hasil abrasi batugamping yang telah ada.
x
Pisolit , merupakan butiran-butiran oolit berukuran lebih dari 2 mm.
x
Pellet , Fragmen menyerupai oolit tetapi tidak menunjukkan struktur konsentris . b. Mikrit : Merupakan agregat halus berukuran 1-4 mikron, berupa kristal-kristal karbonat
terbentuk secara biokimia atau kimia langsung dari presipitisasi dari air laut dan mengisi rongga antar butir. c. Sparit : Merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan, berukuran halus (0,02-0,1 mm), dapat terbentuk langsung dari sedimentasi secara insitu atau rekristalisasi dari mikrit.
III. 6. PEMERIAN KARBONAT NON KLASTIK Pemeriannya sama dengan pemerian batuan sedimen Non Klastik lainnya hanya saja dalam jenis batuan memakai Karbonat Non Klastik Tabel 3.5 Nama-nama Batuan Karbonat
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
35
Modul Praktikum Petrologi
Tabel 3.6 Klasifikasi Batu Pasir menurut Pettijohn, (1973)
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
36
Modul Praktikum Petrologi
CONTOH DISKRIPSI BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Jenis Batuan
: Batuan Sedimen Klastik
Warna
: Coklat
Struktur
: Laminasi
Tekstur
: - Ukuran butir
Komposisi
: Pasir Halus ( 0,125 – 0,25 mm )
- Derajat pembundaran
: Rounded
- Derajat pemilahan
: Baik
- Kemas
: Tertutup
: - Fragmen
: Kuarsa
- Matrik
: Hornblende
- Semen
: Silika
Nama Batuan
: Batupasir Silikaan
CONTOH DISKRIPSI BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK
Jenis Batuan
: Batuan Sedimen Non Klastik
Warna
: Coklat
Struktur
: Masif
Tekstur
: Amorf
Komposisi
: Monomeneralik Silika
Nama Batuan
: Rijang ( SiO2 )
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
37
Modul Praktikum Petrologi
CONTOH DISKRIPSI BATUAN SEDIMEN KARBONAT KLASTIK Jenis Batuan
: Batuan Sedimen Karbonat Klastik
Warna
: Coklat
Struktur
: Masif
Tekstur
: - Ukuran butir
Komposisi
Nama Batuan
: Arenite ( 0,062 – 1 mm )
- Derajat pembundaran
: Rounded
- Derajat pemilahan
: Baik
- Kemas
: Tertutup
: - Allochem
: Interclast
- Mikrit
: Kalsit
- Sparit
: Karbonat
: Kalkarenite
CONTOH DISKRIPSI BATUAN SEDIMEN KARBONAT NONKLASTIK Jenis Batuan
: Batuan Sedimen Karbonat Non Klastik
Warna
: Coklat
Struktur
: Fossiliferous
Tekstur
: Amorf
Komposisi
: Monomeneralik Karbonat
Nama Batuan
: Batugamping Berfosil
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
38
Modul Praktikum Petrologi
BAB IV BATUAN METAMORF Batuan metamorf adalah batuan yang dihasilkan dari perubahan–perubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Proses metamorf terjadi dalam keadaan padat dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses– proses rekristalisasi, orientasi dan pembentukan mineral–mineral baru dengan penyusunan kembali elemen–elemen kimia yang sebenarnya telah ada. Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3 – 20km) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Proses metamorfosa suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami karena sulitnya menyelidiki kondisi di kedalaman dan panjangnya waktu. Proses perubahan yang terjadi di sekitar muka bumi seperti pelapukan, diagenesa, sementasi sedimen tidak termasuk ke dalam pengertian metamorfosa.
IV.1. TIPE-TIPE METAMORFOSA A. Metamorfosa Lokal
Metamorfisme Kontak (Thermal)
Panas tubuh batuan intrusi yang diteruskan ke batuan sekitarnya, mengakibatkan metamorfosa kontak dengan tekanan berkisar antara 1000–3000 atm dan temperatur 300– 8000C. Pada metamorfisme kontak, batuan sekitarnya berubah menjadi hornfels atau hornstone (batutanduk). Susunan batu tanduk itu sama sekali tergantung pada batuan sedimen asalnya (batulempung) dan tidak tergantung pada jenis batuan beku di sekitarnya. Pada tipe metamorfosa lokal ini, yang paling berpengaruh adalah faktor suhu disamping faktor tekanan, sehingga struktur metamorfosa yang khas adalah non foliasi, antara lain hornfels itu sendiri.
Metamorfisme Dislokasi/Dinamik/Kataklastik
Batuan ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti di sekitar sesar. Pergerakan antar blok batuan akibat sesar memungkinkan akan menghasilkan breksi sesar dan batuan metamorfik dinamik. B. Metamorfosa Regional
Metamorfisme Regional Dinamotermal
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
39
Modul Praktikum Petrologi Metamorfosa regional terjadi pada daerah luas akibat orogenesis. Pada proses ini pengaruh suhu dan tekanan berjalan bersama-sama.Tekanan yang terjadi di daerah tersebut berkisar sekitar 2000 – 13.000 bars ( 1 bar = 10
6
dyne/cm2), dan temperatur
berkisar antara 200 – 8000.C.
Metamorfisme Beban
Metomorfisme regional yang terjadi jika bauan terbebani oleh sedimen yang tebal di atasnya. Tekanan mempunyai peranan yang penting daripada suhu. Metamorfisme ini umumnya tidak disertai oleh deformasi ataupun perlipatan sebagaimana pada metamorfisme dinamotermal. Metamorfisme regional beban, tidak berkaitan dengan kegiatan orogenesa ataupun intrusi magma. Temperatur pada metamorfisma beban lebih rendah daripada metamorfisme dinamotermal, berkisar antara 400–450 oC. Gerak-gerak penetrasi yang menghasilkan skistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak, biasanya tidak hadir.
Metamorfisme Lantai Samudera
Batuan penyusunnya merupakan material baru yang dimulai pembentukannya di punggungan tengah samudera. Perubahan mineralogy dikenal juga metamorfisme hidrotermal (Coomb, 1961). Dalam hal ini larutan panas (gas) memanasi retakan-retakan batuan dan menyebabkan perubahan mineralogi batuan sekitarnya. Metamorfisme semacam ini melibatkan adanya penambahan unsur dalam batuan yang dibawa oleh larutan panas dan lebih dikenal dengan metasomatisme.
IV. 2. PEMERIAN BATUAN METAMORF Struktur Struktur dalam batuan metamorf dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : 1. Struktur Foliasi (schistosity) : Dimana mineral baru menunjukkan penjajaran mineral yang planar. Seringkali terjadi pada metamorfisme regional dan kataklastik. Struktur foliasi yang menunjukkan urutan derajad metamorfosa dari rendah ke tinggi : a.Slatycleavage Berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke metamorfik, sangat halus dan keras, belahannya rapat, mulai terdapat daun-daun mika halus, memberikan warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir. Umumnya dijumpai pada batuan sabak/slate. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
40
Modul Praktikum Petrologi b. Filitik/Phylitik Rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih mengkilap daripada batusabak, mineral mika lebih banyak dibanding slatycleavage. Mulai terdapat mineral lain yaitu tourmaline. Contoh batuannya adalah filit. c. Schistosa Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfose regional, sangat jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit dan mineral lain yang berserabut. Terjadi perulangan antara mineral pipih dengan mineral granular dimana mineral pipih lebih banya daripada mineral granular. orientasi penjajaran mineral pipih menerus d. Gneistosa Jenis ini merupakan metamorfosa derajad paling tinggi, dimana dimana terdapat mineral mika dan mineral granular, tetapi orientasi mineral pipihnya tidak menerus/terputus.
2. Struktur Non Foliasi : Dimana mineral baru tidak menunjukkan penjajaran mineral yang planar. Seringkali terjadi pada metamorfisme kontak/termal. Pada struktur non foliasi ini hanya ada beberapa pembagian saja, yaitu : a. Granulose/Hornfelsik Merupakan mozaik yang terdiri dari mineral-mineral equidimensional serta pada jenis ini tidak ditemukan tidak menunjukkan cleavage (belahan). Contohnya antara lain adalah marmer, kuarsit. b. Liniasi Pada jenis ini, akan ditemukan keidentikan yaitu berupa mineral-mineral menjarum dan berserabut, contohnya seperti serpentin dan asbestos. c. Kataklastik Suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo. d. Milonitik Hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih halus dan dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini sebagai salah satu ciri adanya sesar.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
41
Modul Praktikum Petrologi e. Filonitik Hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih halus lagi. f. Flaser Seperti struktur kataklastik, dimana struktur batuan asal berbentuk lensa tertanam pada masa dasar milonit. g. Augen Suatu struktur batuan metamorf juga seperti struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar, dalam masa dasar yang lebih halus.
TEKSTUR Mineral batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan bukan mengkristal dalam suasana cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos. Tekstur pada batuan metamorf dibagi menjadi 2, yaitu : a.Kristaloblastik Yaitu tektur pada batuan metamorf yang sama sekali baru terbentuk pada saat proses metamorfisme dan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan. 1.
Porfirobalstik Seperti tekstur porfiritik pada batuan beku dimana terdapat masa dasar dan fenokris, hanya dalam batuan metamorf fenokrisnya disebut porfiroblast.
2.
Granoblastik Tektur pada batuan metamorf dimana butirannya seragam.
3.
Lepidoblastik Dicirikan dengan susunan mineral dalam batuan saling sejajar dan terarah, bentuk mineralnya tabular.
4.
Nematoblastik Di sini mineral-mineralnya juga sejajar dan searah hanya mineral-mineralnya berbentuk prismatis, menyerat dan menjarum.
5.
Idioblastik Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya berbentuk euhedral (baik).
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
42
Modul Praktikum Petrologi 6.
Hipidiobalstik Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya berbentuk subhedral (sedang).
7.
Xenobalstik Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya berbentuk anhedral (buruk).
b. Palimsest (Tekstur Sisa) 1.
Blastoporfiritik Sisa tektur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
2.
Blastofitik Sisa tektur ofitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
3.
Blastopsepit Tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari pasir (psepit).
4.
Blastopsamit Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir pasir (psemit).
5.
Blastopellit Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lempung (pelit).
IV. 3. KOMPOSISI MINERAL Berdasarkan bentuk kristal / mineralnya, dibagi menjadi : A. Mineral Stress Adalah mineral yang stabil dalam kondisi tertekan, dimana mineral ini berbentuk pipihatau tabular, prismatik. Mineral ini tumbuh memanjang dengan kristal tegak lurus gaya. Contohnya : Mika, Zeolit, Tremolit, Aktinolit, Glaukofan, Horblende, Serpentin, Silimanit, Kyanit, Antofilit. B. Mineral Antistress Adalah mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan, umumnya berbentuk equidimensional. Contohnya : Kuarsa, Garnet, Kalsit, Staurolit, Feldpar, Kordierit, Epidot. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
43
Modul Praktikum Petrologi Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral ini khas muncul pada jenis metamorfisme tertentu seperti : a.
Pada metamorfisme regional
Kyanit, Staurolit, Garnet, Silimanit, Talk, Glaukofan. b.
Pada metamorfisme termal
Garnet, Andalusit, Korondum.
IV. 4. PENAMAAN BATUAN METAMORF Penamaan batuan metamorfik dimaksudkan untuk mengenali dan memberikan informasi yang berarti pada batuan tersebut. Ada 5 kriteria utama dalam penamaannya, yaitu : 1. Asal batuan semula 2. Mineralogi batuan metamorf 3. Tektsur 4. Penamaan secara khusus 5. Tekstur dan mineralogi Istilah metabasit, metapelit adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku dan batuan sedimen, metasedimen, metabatupasir, metagranit, semua mengisyaratkan batuan semula. Skis, Gneis, Hornfels, filit adalah penamaan berdasarkan pada terktur batuan metamorf tersebut. Kuarsit, Serpentinit, adalah penamaan berdasarkan mineralogi. ¾ Slate adalah batuan metamorf derajad sangat rendah, disusun oleh mineral pilosilikat sangat halus tersusun membentuk orientasi kesejajaran yang memperlihatkan lembaran. ¾ Filit adalah bertektur skistose tetapi disusun oleh mineral pilosilikat yang halus (dalam ukuran 0,1-1 mm) ¾ Sekis ditandai dengan penjajaran mineral pipih berukuran >1 mm sehingga mudah dikenali dengan mata telanjang. Pada sekis tampak kehadiran mineral pipih lebih melimpah daripada mineral granular. ¾ Gneis berkristal sangat besar, dapat mencapai beberapa milimeter dan mineral tabularnya memperlihatkan foliasi. Batuan ini didominasi oleh mineral granular daripada mineral pipih (tabular/prismatik) yang menjajar. Istilah ortogenes dipakai untuk genes yang berasal dari batuan beku dan paragenes untuk genes yang berasal dari batuan sedimen. Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
44
Modul Praktikum Petrologi ¾ Milonit merupakan batuan metemorf kataklastik yang disusun oleh matrik antara 50 hingga 90 % dan sisanya berupa porfiroklas. Jika hampir keseluruhan terdiri dari matriks dan porfirokals kurang dari 10 % maka disebut ultra milonit. Pilonit adalah batuan metamorf kataklastik yang kaya akan mineral pilosilikat yang secara khas memperlihatkan seperti slate. Sedangkan batuan metamorfik yang bertekstur granoblastik di sekitar interusi dikenal dengan hornfels. Berikut adalah nama-nama batuan metamorf berdasarkan penamaan yang khas padanya: ¾ Sekis Hijau adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, berwarna hijau, berfoliasi, berderajad rendah, umumnya disusun oleh klorit, epidot, aktinolit. ¾ Sekis Biru adalah berasal dari batuan beku, berwarna gelap kebiruan, pada derajad sangat rendah, tekstur berfoliasi, warnanya berasal dari melimpahnya amfibol Na terutana glaukofan dan krosit. ¾ Amfibolit utamanya disusun oleh mineral hijau gelap, horblende dan plagioklas dengan ditambah berbagai mineral aksesori. ¾ Serpentinit adalah batuan berwarna hijau, hitam atau kemerah-merahan, disusun secara mencolok oleh serpentin. Batuan ini berasal dari batuan beku ultrabasa. ¾ Eklogit adalah batuan metamorf berkomposisi utama garnet dan amfasit (piroksen klino hijau rumput) tanpa plagioklas dengan sedikit mineral aksesori kuarsa, kyanit, amfibol, zeosit dan rutil. ¾ Granulit adalah batuan metamorf dicirikan dengan tekstur granobalstik, berukuran butir seragam bahkan membentuk kristal yang sempurna (poligonal) dan mineral penyusunnya terbentuk pada temperatur tinggi seperti feldpar, piroksen, amfibol. ¾ Magmatit adalah pencampuran batuan metamorf, skis atau gneis pada derajad tinggi berselang seling dengan urat-urat batuan beku berkomposisi granitik hasil anateksis.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
45
Modul Praktikum Petrologi DAFTAR PUSTAKA
1. Anthony Hall, 1989, Igneous Petrology, Longman Inc, New York, h 573. 2. Blatt, H. Middleton, dan G. Murray. R., 1979. Origin of Sedimentary Rock, Prince-Hall, Englewood, Dlifs. 3. Ehler,E.G., dan Blatt, H., 1982, Petrology Igneous, Sedimentary and Metamorphic, Freeman, Cooper & Company, United State of America, h 732. 4. Fisher, R.V. dan Scmincke, H.U, 1984, Pyroklastic Rocks, Springer Verlag, h 472 5. Huang, W.T., 1962, Petrology, Mc.Graw Hill Book Company, New York, San Fransisco, Toronto, London. 6. Jackson K.C., 1970, Text Book of Lithology, Mc. Graw Hill Book Company, New York. 7. Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik Geologi, ITB. 8. Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rock, Third Edition, Marker and Bow Publisher. 9. Williams, H, Turner, F.J dan Gilbert C.M., 1954, Petrography ; An Introduction to he study of rocks in thin section, 2st edition, W.H. Freeman and ompany, i. New York, h 626 10. Winkler H.G.F., 1975, Petrogenesis of Metamorphic Rocks, 2nd Edition, SpringVerlag, New York Inc. 11. Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis A Global Tectonic Approach, London : i. Depart of Earth Sciences, University of Leeds, h 466 12. Yardley B.W.D, 1989, An Introduction to Metamorphic Petrology, 1st Edition, John Willey and Sons Inc.
Laboratorium Petrologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2009
46