PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
A
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK Praktik Cerdas ini didukung oleh Proyek BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative pada tahun 2010-2013
Penulis Tim BASICS Penyunting Theresia Erni Penasehat Tim Babcock Kontributor Pemerintah Kota Bitung, Sulawesi Utara Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara Dicetak di Jakarta – Maret 2014 Publikasi ini didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) Canada melalui Proyek BASICS. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak dengan syarat disebarkan secara gratis dan mencantumkan sumbernya. Versi elektronik dokumen ini dapat diunduh dari situs internet www.basicsproject.or.id
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS
PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK Proyek BASICS mendefinisikan Praktik Cerdas sebagai beragam upaya yang berhasil dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat dalam menjawab tantangan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dan berkontribusi pada pencapaian SPM dan MDGs di bidang kesehatan dan pendidikan dasar. PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
i
ii
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
SEKILAH TENTANG PROYEK BASICS BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiatif kerjasama antara Pemerintah Kanada melalui Canadian International Development Agency (CIDA) dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta. Cowater International dipilih sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementation Plan (PIP) yang disepakati bersama. Proyek BASICS bekerja di 10 Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dalam rangka berkontribusi bagi percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan, dan Millennium Development Goals (MDGs). Lima kabupaten/kota Propinsi Sulawesi Utara terdiri atas: Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Siau Tagulang dan Biaro, dan Kab. Kepulauan Sangihe. Sedangkan lima kabupaten/kota Propinsi Sulawesi Tenggara meliputi Kota Baubau, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Konawe Selatan dan Kab. Kolaka Utara. Pada tahun 2014, Proyek BASICS menambah 4 kabupaten sebagai mitra kerja di Propinsi Sulawesi Utara (Kab. Kepulauan Talaud dan Kab. Minahasa Tenggara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kab. Bombana dan Kab. Konawe Utara). Proyek BASICS mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama adalah pengembangan kapasitas (Capacity Development) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para pihak (eksekutif, legislatif, dan organisasi masyarakat sipil) di daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, melalui: (1) peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam perencanaan dan penganggaran untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan; (2) penguatan kapasitas DPRD bersama Organisasi Masyarakat Sipil dalam mendukung dan mengawasi kinerja pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan di daerah; dan (3) pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. Komponen kedua adalah BASICS Responsive Initiative (BRI) yang merupakan dana hibah yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendukung inovasi atau praktik cerdas yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan untuk percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Informasi lebih lanjut tentang Proyek BASICS dapat dilihat pada www.basicsproject.or.id
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
iii
iv
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAKSI
vii ix
BAB I MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? A. Latar Belakang B. Tujuan C. Landasan Hukum D. Ruang Lingkup E. Pemanfaat
1 1 2 2 3 3
BAB BAB
7 7 7 8
II KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME A. Konsep Dasar dan Pengertian B. Strategi Penanganan C. Mekanisme Operasional III LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN A. Tahapan Persiapan 1. Pembentukan Tim Kerja Pendidikan 2. Pendataan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar 3. Rapat Koordinasi Pendidikan Tingkat Kabupaten 4. Pembentukan Kebijakan Daerah 5. Pencanangan Gerakan Pengetasan Putus Sekolah B.
Tahapan Pelaksanaan 1. Kunjungan Rumah
2. 3. 4. 5. 6.
Pemberian Bantuan Pembiayaan Pendidikan Pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin Penguatan Tim Kerja Pendidikan Mendorong Kemitraan dengan Masyarakat
13 13 13 13 15 16 16 17 17 17 18 18 19 19
D.
Pembiayaan Program
20
C.
Monitoring dan Evaluasi
20
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
v
vi
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
KATA PENGANTAR
Proyek BASICS ikut mendukung pencapaian MDGs bidang pendidikan pada
tahun 2015 yang menargetkan pendidikan dasar untuk semua dengan memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Salah satu indikator keberhasilannya adalah meningkatnya Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs). Makin tinggi APM berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah. Selain putus sekolah, tentu saja masih ada faktor lain yang berkontribusi pada pencapaian APM, seperti jumlah anak yang tidak pernah bersekolah dan umumnya menjadi buta huruf. Salah satu upaya peningkatan APM pendidikan dasar yang didukung Proyek BASICS adalah melalui pengentasan anak putus sekolah, yang merupakan masalah klasik pendidikan Indonesia. Pendekatan multipihak dan multisektor dipilih dalam penanganan anak usia sekolah pendidikan dasar putus sekolah. Pendekatan ini sudah diterapkan di Kabupaten Minahasa Utara melalui Program Sumikolah (Kembali Sekolah), dan Kota Bitung melalui Program Basekolah (Ayo Sekolah). Kedua program yang didukung pendanaannya melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative selama tahun 2011-2013 ini telah berkontribusi pada meningkatnya jumlah anak putus sekolah yang kembali bersekolah dan dengan demikian berkontribusi pada percepatan peningkatan APM pendidikan dasar. Panduan ini disusun dalam rangka membagikan pengalaman dan pembelajaran yang didapat dari program penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah melalui pendekatan multipihak dan multisektor yang sudah dilakukan mitra kerja Proyek BASICS. Harapan kami semoga Buku Panduan ini dapat membantu memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan kelompok-kelompok masyarakat pemerhati pendidikan di daerah-daerah dengan permasalahan yang sama. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam pengembangan praktik cedas ini sekaligus menyampaikan apreasiasi kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan panduan ini. Maret 2014 Bill Duggan Project Director BASICS
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
vii
viii
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS viii PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
ABSTRAKSI
Permasalahan putus sekolah pendidikan dasar dan penanganannya merupakan tema utama yang diangkat dalam panduan ini. Panduan Penerapan Praktik Cerdas ini disusun sebagai upaya untuk mendokumentasikan proses penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kerjasama multipihak antara Pemerintah Daerah dan berbagai pemangku kepentingan pendidikan yang ada di daerah, mulai tingkat Kabupaten/Kota, sampai di tingkat desa/kelurahan. Dalam panduan ini dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dua daerah mitra kerja Proyek BASICS di Propinsi Sulawesi Utara, yaitu Kota Bitung dengan Program Basekolah dan Kabupaten Minahasa Utara dengan Program Sumikolah. Dua model inovasi tersebut merupakan sedikit dari banyak inovasi lain yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. Langkah-langkah yang dijabarkan dalam bagian ini selalu dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, masalah atau tantangan dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal yang sangat penting dalam mendukung keijakan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dasar di bidang pendidikan adalah komitmen dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan pendidikan baik unsur pemerintah maupun masyarakat.
ABSTRACT
The problem of school dropouts in primary education and some innovative steps taken to overcome this problem is the main theme in these guidelines. These guidelines on the ìsmart practiceî implementation was developed in an effort to document the process of handling the problems of drop out students in basic education through multi-stakeholder collaboration between the local government and various education stakeholders, from the district /city level to the community level. These guidelines explain the steps implemented by two BASICS Projectís partners in North Sulawesi, the city of Bitung with its ìBitung Basekolahî program and North Minahasa District with its ìSumikolahî program. The two models of innovation are just a few of the many other innovations that can be developed by local government according to the assets, opportunities, needs, challenges and potential problems or areas concerned. The most important thing to support governmentís policy to improve the basic services in education is the commitment and active involvement of education stakeholders, both from the government and the community levels.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
ix ix
x
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
SETIAP ANAK BERHAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRIBADINYA DAN TINGKAT KECERDASANNYA SESUAI DENGAN MINAT DAN BAKATNYA. (Undang-Undang Perlindungan Anak)
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
A
B
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
BAB I
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? A. Latar Belakang
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Salah satu hak anak, termasuk hak seluruh warga negara Indonesia, adalah memperoleh pendidikan. Mengapa pendidikan menjadi hal yang penting? Karena pendidikan dapat memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan tegas menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.1 Ditegaskan juga bahwa negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.2 Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar sembilan tahun. Program Wajib Belajar di Indonesia dimaknai sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan sampai jenjang yang pendidikan tertentu atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk SD/MI; (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SMP/MTs; dan (3) pendidikan untuk semua (education for all).
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Kebijakan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mewajibkan semua anak usia 7 sampai dengan 15 tahun untuk memperoleh pendidikan dasar, dan secara khusus diatur melalui Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali mencanangkan Wajib Belajar 12 tahun dengan target pada tahun 2020 semua warga Indonesia berpendidikan minimal SMA/SMK/MA. Kenyataannya, program Wajib Belajar Sembilan Tahun tidak benar-benar tuntas. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia terbilang masih tinggi. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa pada tahun 2007, dari 100% anak-anak yang masuk SD/MI, hanya 80% yang bisa belajar sampai lulus, sedangkan 20% lainnya putus sekolah. Lebih memprihatinkan lagi, dari 80 persen yang bisa lulus SD/MI, hanya 61% yang bisa melanjutkan ke SMP/MTs, dan dari jumlah itu hanya 48% yang bisa belajar sampai lulus SMP/MTs. Dari 48% yang lulus SMP, hanya 21% yang melanjutkan ke SMA/MA tetapi yang berhasil lulus hanya 10%. Data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas tahun 2012 bahkan menyebutkan ada sekitar 4,7 juta siswa pendidikan dasar yang terancam (beresiko tinggi) putus sekolah. 1
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2
Pasal 49 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
1
Dari jumlah itu sedikitnya 2,7 juta siswa tingkat SD/MI dan 2 juta siswa setingkat SMP/MTs. Melihat angka-angka tersebut, memang sungguh sangat memprihatinkan. Fenomena putus sekolah seakan menjadi masalah klasik yang sekian lama tidak berhasil dituntaskan oleh Pemerintah. Tampaknya faktor kesulitan ekonomi (kemiskinan) masih menjadi penyebab utama anak menjadi putus sekolah di Indonesia. Untuk megatasi hal tersebut, Pemerintah menggulirkan berbagai program bantuan pendidikan, antara lain: BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BSM (Bantuan Siswa Miskin), dan PKH (Program Keluarga Harapan). Meskipun masalah ekonomi merupakan penyebab utama, masih banyak faktor-faktor lain yang juga ikut berkontribusi pada tingginya anka putus sekolah di Indonesia. Beberapa faktor lain diantaranya: masalah keluarga, lingkungan pergaulan anak, situasi belajar mengajar di sekolah, kondisi psikologis anak, ketidakmampuan fisik dan mental, ketidaktersediaan akses ke sekolah, dan lain-lain. Mengingat kompleksnya permasalahan anak putus sekolah, maka penanganannya perlu dilakukan secara terpadu dan lintas sektor, dan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Harapannya agar faktorfaktor penyebab putus sekolah dapat ditangani secara efektif dan tuntas.
B. Tujuan Tujuan disusunnya Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah melalui Kerjasama Multipihak ini adalah sebagai berikut: a)
Memberikan pedoman bagi pengambil kebijakan di Pemerintahan Daerah dalam membuat kebijakan dalam rangka penuntasan masalah putus sekolah pendidikan dasar;
b)
Memberikan pedoman bagi SKPD teknis urusan pendidikan (termasuk Kantor Kementrian Agama) dalam merencanakan program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah;
c)
Memberikan pedoman bagi kelompok/lembaga/organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan dalam merencanakan program dan kegiatan terkait penanganan pendidikan anak putus sekolah melalui kerjasama aktif dengan pemerintah daerah;
C. Landasan Hukum Landasan hukum disusunnya Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar melalui Kerjasama Multipihak ini adalah sebagai berikut: a)
2
Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak;
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
d)
Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan;
e)
Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1992 tentang Peran Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional;
f)
Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
b) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; c) Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
g) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
i)
Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar;
j)
Peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan;
k)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
h)
D. Ruang Lingkup Panduan LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Ruang lingkup pembahasan dalam Panduan ini meliputi konsep dasar dan strategi serta langkah-langkah penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui pendekatan multipihak dan multisektor. Adapun isi panduan ini tidak bersifat kaku, tetapi disusun atas dasar pengalaman awal ujicoba pelaksanannya di wilayah kerja BASICS di Sulawesi dan dapat dan perlu disesuaikan dengan keadaan, potensi dan minat masyarakat dan pemerintah di setiap daerah.
E. Pemanfaat Panduan Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar Melalui Pendekatan Multipihak ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak sebagai berikut: 1.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam menyusun kebijakan pengentasan putus sekolah pendidikan dasar di daerahnya;
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
3
4
2.
SKPD teknis pendidikan termasuk Kantor Kementerian Agama yang terlibat dalam urusan pendidikan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam proses perencanaan program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui pendekatan multipihak dan multisektor;
3.
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa/Kelurahan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran untuk lebih memahami peran dan tugasnya dalam penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kemitraan aktif dengan pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan, baik instansi pemerintah maupun non pemerintah;
4.
Guru, Organisasi Profesi Guru, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang bergerak dalam bidang pendidikan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam memahami peran dan tugasnya dalam penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kemitraan bersama Pemerintah Daerah; dan
5.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam melakukan penganggaran untuk pendidikan dan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
NEGARA, PEMERINTAH, KELUARGA, DAN ORANG TUA WAJIB MEMBERIKAN KESEMPATAN YANG SELUAS-LUASNYA KEPADA ANAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN (Undang-Undang Perlindungan Anak)
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
5
6
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
BAB II
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME A. Konsep Dasar dan Pengertian Pendekatan multipihak yang dilakukan dalam penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar didasari atas konsep bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, keluarga, dan semua elemen dalam masyarakat. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam UndangUndang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Khusus mengenai kewajiban Pemerintah, dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga wajib menjamin tersedianya dana bagi terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun. Anaku putus sekolah yang dimaksud meliputi anak dalam kondisi normal dan anak berkebutuhan khusus (fisik maupun mental).
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Ruang lingkup penanganan anak putus sekolah dalam panduan ini adalah penanganan putus sekolah pada tingkat pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan awal selama sembilan tahun pertama masa sekolah, baik formal (SD/MI dan SMP/MTs) maupun non formal (Kelompok Belajar Paket A dan Paket B).
B. Strategi Penanganan Anak Putus Sekolah Secara umum, terdapat tujuh strategi penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah pendidikan dasar yang akan dibahas dalam panduan ini, yaitu: 1.
Optimalisasi peran instansi pemerintah mulai dari tingkat desa/ kelurahan sampai kabupaten dan individu/kelompok/lembaga non pemerintah dalam penanggulangan pendidikan untuk anak usia sekolah putus sekolah;
2.
Penyediaan dan pemutakhiran data anak putus sekolah pendidikan dasar secara berkala;
3.
Sosialisasi program penanggulangan anak usia sekolah putus sekolah kepada seluruh komponen masyarakat dalam setiap kesempatan;
4.
Peningkatan kepedulian dan peran serta aktif semua komponen masyarakat dalam pelaksanaan program penanggulangan pendidikan untuk putus sekolah pendidikan dasar;
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
7
C.
5.
Penguatan peran sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap anak-anak putus sekolah yang kembali bersekolah dan dalam melakukan upaya pencegahan bagi anak yang terancam putus sekolah.
6.
Penyediaan anggaran yang memadai bagi pengembangan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
7.
Mekanisme pengawasan yang efektif terhadap program bantuan pembiayaan pendidikan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat agar benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat.
Mekanisme Operasional 1.
Mekanisme Integrasi Program penanggulangan pendidikan untuk anak putus sekolah dilaksanakan secara terpadu melalui penanganan secara menyeluruh di semua tingkat pemerintahan daerah yang mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan sampai Desa/Kelurahan, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan terhadap berbagai aspek yang menjadi penyebab utama terjadinya putus sekolah. Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan pendidikan adalah semua pihak, baik individu maupun kelompok yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan atau yang mempunyai kepedulian pada pendidikan. Program penanganan anak putus sekolah diintegrasikan dalam program dan kegiatan yang ada di masing-masing instansi pemerintah, kelompok/lembaga sehingga program tersebut merupakan bagian integral dari program-program yang relevan di berbagai instansi atau kelompok/ lembaga. Misalnya, Dinas Sosial mempunyai Program Keluarga Harapan yang salah satu sasaranya adalah membantu biaya pendidikan, bisa memprioritaskan anak-anak putus sekolah dari keluarga miskin sebagai penerima bantuan. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah bisa memprioritaskan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin yang anaknya putus sekolah. Demikian juga dengan Badan Pemberdayaan Perempuan yang mempunyai program pemberdayaan ekonomi perempuan, bisa memprioritaskan pada perempuan miskin yang anaknya putus sekolah. Dengan adanya sinergi antar instansi pemerintah ini, persoalan anak putus sekolah yang disebabkan karena kemiskinan bisa ditangani dengan lebih efektif.
2.
Mekanisme Pengelolaan Data Data anak putus sekolah yang digunakan sebagai acuan untuk perencanaan dan pelaksanakan program penanggulangan anak putus sekolah dikelola oleh Dinas Pendidikan Kabupaten (termasuk anak putus sekolah yang dikelola Kantor Kementerian Agama). Pengelolaan data anak
8
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
putus sekolah dilakukan pada bidang atau bagian yang relevan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga melalui Keputusan Kepala Dinas. MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
Sebagai acuan awal, data anak putus sekolah yang digunakan adalah data yang telah dikumpulkan oleh Tim Pengembang Pendidikan Kecamatan dan telah divalidasi oleh Dinas Pendidikan. Data anak putus sekolah pendidikan dasar yang dipakai sebagai acuan awal sekurangkurangnya memuat informasi mengenai nama, alamat tempat tinggal, nama orang tua atau wali/pengampu, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan alasan utama tidak dapat mengikuti/melanjutkan pendidikan. Ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin sangat penting sebagai bahan untuk melakukan analisa gender terkait penanganan pendidikan anak putus sekolah.
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Informasi lain dapat dikembangkan berdasarkan temuan di lapangan pada waktu dilakukan verifikasi data. Sebagai tambahan referensi adalah data-data yang telah dikumpulkan oleh instansi atau kelompok/ lembaga lainnya. Data anak putus sekolah wajib untuk dimutakhirkan setiap tahun.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
9
10
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
PENDIDIKAN ADALAH TIKET KE MASA DEPAN HARI ESOK DIMILIKI OLEH ORANG-ORANG YANG MEMPERSIAPKAN DIRI SEJAK DINI
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
11
12
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
Pada bagian ini akan dijelaskan langkah-langkah penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah pendidikan dasar dengan pendekatan multipihak yang dilakukan dua daerah mitra kerja Proyek BASICS. Langkah-langkah yang dijabarkan dalam bagian ini selalu dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, masalah atau tantangan dan potensi daerah yang bersangkutan.
A. Tahapan Persiapan Pembentukan Tim Kerja Pendidikan
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
1.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Pembentukan Tim Kerja Pendidikan tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan ini merupakan salah satu bentuk kerjasama multipihak dalam penyelenggaraan pendidikan, dan secara khusus dalam hal ini untuk melakukan penanganan putus sekolah pendidikan dasar. Ada dua bentuk Tim Kerja Pendidikan yang dapat dibentuk, yaitu Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan (TPPK) dan Bina Keluarga Remaja (BKR). TPPK dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan bertugas melakukan koordinasi penanganan anak putus sekolah di tingkat kecamatan. TPPK terdiri dari unsurunsur pemerintah kecamatan, UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, komite sekolah, Dewan Pendidikan, lembaga pendidikan negeri dan swasta, dan organisasi/ kelompok lain yang memiliki kepedulian pada pendidikan di wilayah kecamatan bersangkutan. Tim BKR bekerja pada tingkat desa/kelurahan dengan memberikan penanganan langsung kepada keluarga yang memiliki anak putus sekolah. Tim BKR terdiri dari kader-kader remaja serta didukung oleh Kepala Desa/Lurah, kepala lingkungan, ketua dasawisma, ketua rukun tetangga, tokoh masyarakat dan agama. Tugas utama Tim BKR adalah memberikan konsultasi dan pembinaan pada anak putus sekolah dan orang tua/walinya. Pembinaan difokuskan pada masalah mental dan sosial anak yang bersangkutan yang seringkali menyebabkan anak malas kembali ke sekolah, walaupun telah diberi dukungan pembiayaan. 2.
Pendataan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar Pendataan anak putus sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, TPPK dan BKR dengan dukungan pemerintah kecamatan dan kelurahan. Sebagai tambahan referensi adalah data-data yang telah dikumpulkan oleh instansi atau organisasi
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
13
dan kelompok lainnya. Sasaran pendataan adalah anak putus sekolah usia pendidikan dasar 7 sampai 15 tahun. Pendataan dilakukan dengan survei langsung ke masyarakat dengan mendatangi setiap rumah penduduk yang diketahui mempunyai anak usia sekolah pendidikan dasar. Dalam proses pendataan anak putus sekolah pendidikan dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bersama Kantor Kemenetrian Agama bertugas untuk: a) menyiapkan anggaran; b) menyiapkan format-format yang dibutuhkan dalam pendataan; c) melakukan pelatihan bagi petugas pendataan; d) melakukan analisa hasil pendataan; dan e) melakukan pengelolaan data.
Data atau informasi yang dikumpulkan dalam pendataan ini adalah: a) identitas anak putus sekolah (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, alamat tempat tinggal, pekerjaan, kondisi fisik dan mental); b) identitas orang tua/wali anak putus sekolah (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat, jumlah anggota keluarga, kondisi ekonomi, bantuan yang pernah diterima); c) faktor-faktor penyebab anak putus sekolah (diusahakan untuk mengungkapkan faktor-faktor penting selain “alasan klasik” yaitu “kurang biaya” atau “anak perlu bantu-bantu orang tua”) karena data ini akan membantu mencari solusi yang paling tepat; dan d) intervensi atau penanganan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya untuk mengembalikan anak ke sekolah (oleh orang tua/wali, sekolah, pemerintah setempat, pihakpihak lain);
Hasil pendataan yang dilakukan di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan kemudian dikirimkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota untuk dilakukan analisa. Pengumpulan data anak putus sekolah sebaiknya dilakukan setiap tahun agar selalu didapatkan data yang mutakhir. Apabila diperlukan, pendataan dapat diperluas pada anakanak yang terancam (beresiko tinggi) putus sekolah. Data ini bisa didapatkan dari pihak sekolah, karena umumnya pihak sekolah mengetahui siswa yang sudah tidak lagi masuk sekolah selama kurun waktu tertentu sehingga dikhawatirkan akan putus sekolah.
Dari hasil pendataan yang dilakukan akan dapat diketahui dan dianalisa: a) jumlah seluruh anak putus sekolah di Kabupaten/Kota; b) faktor –faktor utama penyebab putus sekolah;
14
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
c) sebaran atau lokasi anak-anak putus sekolah, termasuk daerah-daerah yang merupakan “kantong putus sekolah”; dan
3.
Rapat Koordinasi Pendidikan Tingkat Kabupaten
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Rapat Koordinasi Pendidikan tingkat Kabupaten dilakukan untuk membahas hasil analisa pendataan anak putus sekolah pendidikan dasar yang telah dilakukan dan merencanakan intervensi program dan kegiatan yang tepat sesuai dengan masalah- masalah yang ditemukan. Rapat koordinasi ini menghadirkan instansi terkait dari unsur pemerintah (Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/ Kelurahan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Pendidikan, Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan, dan pengurus Bina Keluarga Remaja, organisasi profesi pendidik, akademisi, dan pengelola lembaga pendidikan non formal baik pemerintah maupun swasta. Intervensi yang dilakukan dalam penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar ditujukan pada anak putus sekolah dan orang tua/wali. Intervensi yang dilakukan pada anak putus sekolah meliputi konseling dan pemberian bantuan biaya bagi yang akan melanjutkan pendidikan formal, penyediaan lembaga pendidikan non formal bagi anak yang akan melanjutkan pendidikan di jalur non formal, penyediaan lembaga pendidikan bagi anak dengan kondisi khusus.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Dalam semua upaya pengumpulan dan analisa data, mutlak perlu memperhatikan faktor gender dan faktor—faktor sosial lain, misalnya sejauh mana kelompok- kelompok marjinal tertentu (penyandang cacat, kelompok etnis tertentu, dll) berhalangan dalam melanjutkan pendidikannya. Menyangkut aspek kesetaraan gender, perlu diteliti sejauh mana terdapat ketimpangan dalam jumlah/proporsi anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah. Analisa gender membantu mencari akar masalah dan solusinya. Misalnya, di daerah pesisir pantai lebih banyak anak laki-laki putus sekolah karena diajak melaut oleh orang tuanya. Di desa terpencil lebih banyak anak perempuan putus sekolah karena dinikahkan pada usia muda. Dalam hal ini, intervensi yang dilakukan tidak hanya dengan memberikan bantuan biaya pendidikan tetapi juga pendekatan budaya kepada masyarakat serta menyediakan pendidikan alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi daerah.
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
d) efektivitas dari intervensi yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
15
Intervensi yang dilakukan kepada orang tua meliputi konseling dan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin. Pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin dilakukan bersama antara instansi pemerintah terkait dan swasta. 4.
Pembentukan Kebijakan Daerah Salah satu langkah strategis yang penting dilakukan dalam penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah adalah membangun komitmen Pemerintah Daerah. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mendorong lahirnya regulasi daerah, baik berupa Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah (Bupati/Walikota). Pelaksanaan Program Basekolah di Kota Bitung mendapat dasar hukum pelaksanaannya melalui Peraturan Walikota Bitung tentang Pedoman Umum Program Penanggulangan Anak Usia Sekolah Putus Sekolah dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga untuk teknis pelaksanaannya. Sementara Program Sumikolah di Kabupaten Minahasa Utara diatur melalui Peraturan Bupati tentang Pencegahan dan Penanganan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar.
5.
Pencanangan Gerakan Pengentasan Putus Sekolah Salah satu bentuk komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pengentasan anak putus sekolah adalah dengan pencanangan gerakan bersama yang melibatkan pemerintah dan berbagai komponen yang ada di masyarakat. Pencanangan program dengan pembacaan Ikrar Bersama untuk mengentaskan anak putus sekolah dilakukan bersama antara Kepala Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pencanganan program yang melibatkan berbagai organisasi/ kelompok masyarakat dan dunia usaha ini juga sekaligus untuk mensosialisasikan Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah (Bupati/Walikota) tentang pencegahan dan penanganan putus sekolah pendidikan dasar agar diketahui secara luas oleh masyarakat. Ikrar Bersama dalam pencanangan gerakan pengentasan putus sekolah ini dapat memberikan pengaruh luar biasa dalam memotivasi instansiinstansi pemerintah dan berbagai komponen masyarakat untuk bekerjasama mengatasi permasalahan anak putus sekolah sesuai peran masing-masing. Di Kabupaten Minahasa Utara, gerakan bersama ini disebut dengan Gerakan Sumikolah, sedangkan di Kota Bitung diberi nama Gerakan Bitung Basekolah.
16
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
B. Tahapan Pelaksanaan Kunjungan rumah Dari hasil pendataan dapat diketahui dengan pasti identitas dan lokasi anak-anak putus sekolah, maka tim yang terdiri dari Dinas Pendidikan (dan Kantor Kementerian Agama bila menyangkut anak putus sekolah madrasah), TPPK dan BKR melakukan kunjungan rumah didampingi oleh pemerintah desa/kelurahan setempat. Kunjungan rumah dilakukan untuk memberikan motivasi pada anak untuk kembali ke sekolah (baik melalui jalur formal maupun informal) dan kepada orang tua/wali untuk mendukung anak kembali ke sekolah.
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
1.
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Kunjungan rumah tersebut membahas permasalahan yang menyebabkan anak menjadi putus sekolah dan mendiskusikan intervensi yang tepat bagi anak maupun orang tua/wali. Tim akan membuat catatan dan usulan apabila diperlukan intervensi khusus seperti: anak membutuhkan konseling psikologis, atau anak mempunyai kondisi dan kebutuhan khusus (fisik dan mental) sehingga membutuhkan lembaga pendidikan khusus, dan lain-lain.
2.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Pendekatan terhadap anak dan orang tua/wali mungkin harus dilakukan beberapa kali sebelum anak yang bersangkutan setuju untuk kembali ke sekolah, baik melalui jalur formal maupun non formal. Kesediaan anak untuk kembali ke sekolah kemudian dituangkan dalam sebuah Surat Pernyataan yang ikut ditandatangani oleh orang tua/wali, kepala desa/lurah, kepala sekolah atau kepala lembaga pendidikan formal tempat anak akan melanjutkan pendidikannya, serta perwakilan TPKP dan BKR. Pembinaan selanjutnya akan dilakukan oleh BKR dengan dukungan pemerintah desa/kelurahan serta pihak sekolah dengan dukungan komite sekolah. Pemberian Bantuan Pembiayaan Pendidikan Tim dari Dinas Pendidikan dan TPPK membuat penilaian dan menentukan bentuk bantuan pembiayaan yang akan diberikan dengan melihat kebutuhan anak yang bersangkutan. Dinas Pendidikan menyusun rencana anggaran dan memastikan ketersediaan anggaran untuk bantuan pembiayaan pendidikan tersebut serta membuat mekanisme penyalurannya. Bantuan pembiayaan pendidikan diberikan bagi anak-anak dari keluarga miskin yang akan melanjutkan pendidikan baik di jalur formal maupun non formal, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang mengikuti jalur pendidikan khusus. Yang dimaksud dengan biaya pendidikan tidak hanya berupa pembebasan uang sekolah tetapi juga biaya transportasi menuju ke sekolah, biaya pembelian perlengkapan sekolah, dan biaya lain-lain yang menjamin keberlangsungan pendidikan anak tersebut sampai lulus.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
17
Perlu dipertimbangkan juga adanya bantuan biaya pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah pusat dalam bentuk dana BOS, BSM, dan PKH untuk menghindari tumpang tindih pembiayaan dan untuk mendukung adanya pemerataan pembiayaan pendidikan bagi semua anak dari keluarga miskin, baik yang sudah putus dan akan kembali ke sekolah, maupun yang terancam putus sekolah. 3.
Pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sangat mungkin terjadi, ada anak-anak putus sekolah yang ingin kembali bersekolah melalui jalur pendidikan non formal karena berbagai alasan. Diantaranya karena anak-anak tersebut masih ingin membantu ekonomi keluarga dengan bekerja, sudah terlalu lama putus sekolah sehingga malu untuk kembali ke sekolah formal, atau anak-anak perempuan yang menikah dini tetapi masih ingin menyelesaikan pendidikan dasarnya. Untuk menyikapi hal tersebut, Pemerintah Daerah melalui SKPD terkait perlu memperkuat peran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).3 Selain melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Kejar Paket A dan paket B) PKBM juga dapat memberikan keterampilan bagi warga belajarnya untuk mengembangkan usaha-usaha produktif. Hasil dari kegiatan usaha produktif tersebut dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan warga belajar sekaligus mendukung operasional PKBM.
4.
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin Kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga pada banyak daerah menjadi penyebab utama putus sekolah. Seringkali ditemukan kasus di lapangan bahwa bantuan beasiswa pendidikan yang diberikan oleh pemerintah maupun kelompok/organisasi swasta dipergunakan oleh orang tua/wali untuk membiayai kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya anak tetap putus sekolah. Untuk menghindari hal tersebut, pemberdayaan ekonomi keluarga (khususnya bagi keluarga miskin) merupakan salah satu intervensi yang harus dilakukan bersama- sama dengan pemberian bantuan pembiayaan pendidikan. Upaya pemberdayaan ekonomi keluarga miskin ini harus dilakukan lintas sektor di tingkat Pemerintah Daerah. Pola yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang mempunyai anak putus sekolah atau terancam putus sekolah ke dalam program dan kegiatan yang telah ada pada masing-masing instansi pemerintah.
3
18
Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Panduan Penerapan Praktik Cerdas Pengelolaan PKBM Mandiri dan Berkualitas, terbitan BASICS, 2014.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
5.
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
Instansi pemerintah daerah terkait (Dinas Sosial, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil mengenah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan, Badan Pemberdayaan Perempuan) melaksanakan program pemberdayaan ekonomi keluarga miskin dengan cara memprioritaskan orang tua/wali dari anak-anak putus sekolah di dalam program atau kegiatan yang relevan yang dibiayai oleh APBD maupun APBN, yang disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari masing-masing program atau kegiatan. Penguatan Tim Kerja Pendidikan
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME
Tim Kerja Pendidikan yang terdiri dari TPPK di tingkat Kecamatan dan BKR di tingkat desa/kelurahan merupakah perwujudan kerjasama multipihak dalam penanganan masalah pendidikan, khususnya penanganan anak putus sekolah. Untuk menjamin TPPK memiliki sistem, prosedur, dan dukungan anggaran yang dapat mendukung program kerjanya, Pemerintah Daerah melalui instansi teknis pendidikan perlu memjamin ketersediaan anggaran dalam APBD serta melakukan pembinaan dan pelatihan berkala untuk menguatkan manajemen organisasi TPPK.
6.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Demikian pula halnya dengan BKR, organisasi ini lebih sederhana dan aktif serta bergerak langsung di tengah-tengah masyarakat. Peningkatan kapasitas bagi BKR penting untuk dilakukan, misalnya dengan melakukan pelatihan pendataan anak putus sekolah, pelatihan pendampingan sebaya (agar dapat melakukan pendekatan individual secara efektif pada anak putus sekolah), pelatihan komunikasi dan fasilitasi (memudahkan dalam melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan di desa/kelurahan), dan dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi program pengentasan anak putus sekolah. Mendorong Kemitraan Dengan Masyarakat Pendidikan merupakan tanggung bersama antara pemerintah, keluarga dan masyarakat. Degan demikian, permasalahan pendidikan, termasuk putus sekolah merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, keluarga dan masyarakat. Karenanya perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemitraan degan masyarakat desa/kelurahan untuk bersama-sama menangani permasalahan anak putus sekolah. Saat ini semua sekolah telah mempunyai Komite Sekolah yang merupakan perwakilan masyarakat dalam mendukung pendidikan di sekolah. Komite Sekolah ini merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut jelas Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu perlayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
19
Salah satu upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap Komite Sekolah dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut, antara lain: a) Memfasilitasi pemerintah desa/kelurahan dalam melakukan pemetaan permasalahan putus sekolah yang ada di wilayahnya. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada permasalahan tetapi mengapresiasi setiap potensi yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk mendukung penanganan anak putus sekolah. b)
Mendorong disusunnya Peraturan Desa tentang Pendidikan. Peraturan desa ini dikeluarkan untuk menjamin anak-anak bersekolah dan mendorong peran unsur-unsur masyarakat yang ada di desa untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan.
C. Pembiayaan Program Sumber pembiayaan program penanganan pendidikan anak putus sekolah ini bisa berasal dari Pemerintah (melalui APBN), Pemerintah Daerah (melalui APBD), pihak swasta, dan usaha swadaya masyarakat. Alokasi pembiayaan program penanganan pendidikan anak putus sekolah ini antara lain diperuntukan bagi: 1. Kegiatan pendataan/survey anak putus sekolah; 2. Pertemuan koordinasi multipihak; 3. Pencangangan Gerakan Pengentasan Putus Sekolah; 4. Pembentukan TPPK dan BKR di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan; 5. Pelatihan-pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas TPPK dan BKR; 6. Pelaksanaan kunjungan rumah yang dilakukan TPPK dan BKR; 7. Bantuan pembiayaan pendidikan bagi anak putus sekolah dari keluarga miskin; 8. Stimulan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin; 9. Monitoring dan evaluasi berkala; 10. Biaya-biaya lain sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan daerah.
D. Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas program penanggulangan anak putus sekolah dilaksanakan di tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan sekolah. Monitoring dan pembinaan pada tingkat sekolah dilakukan oleh Kepala Sekolah, guru
20
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?
yang ditunjuk sebagai pembina siswa, dan Komite Sekolah. Monitoring pada tingkat desa/kelurahan dilakukan oleh pemerintah desa/kelurahan bekerjasama dengan BKR. Pada tingkat kecamatan, TPPK dan BKR mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas permasalahan yang ditemukan di lapangan dan kemajuan anak-anak yang telah kembali bersekolah yang dibina oleh BKR di tingkat desa/kelurahan. Pertemuan juga dilakukan dengan melibatkan kepala sekolah dan komite sekolah tempat siswa yang dibina belajar dan kelompok-kelompok pendidikan non formal yang terkait. Hasil monitoring dan pembinaan yang dilakukan tersebut kemudian dilaporkan kepada Dinas Pendidikan dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota.
KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
21
22
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Designed by
PT Ekselensi Kreasi Komunika (www.ekselensi.co.id) PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK
23
Permasalahan putus sekolah pendidikan dasar dan penanganannya merupakan tema utama yang diangkat dalam panduan ini. Panduan Penerapan Praktik Cerdas ini disusun sebagai upaya untuk mendokumentasikan proses penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kerjasama multipihak antara Pemerintah Daerah dan berbagai pemangku kepentingan pendidikan yang ada di daerah, mulai tingkat Kabupaten/Kota, sampai di tingkat desa/kelurahan. Dalam panduan ini dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dua daerah mitra kerja Proyek BASICS di Propinsi Sulawesi Utara, yaitu Kota Bitung dengan Program Basekolah dan Kabupaten Minahasa Utara dengan Program Sumikolah. Dua model inovasi tersebut merupakan sedikit dari banyak inovasi lain yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. Langkah-langkah yang dijabarkan dalam bagian ini selalu dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, masalah atau tantangan dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal yang sangat penting dalam mendukung keijakan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dasar di bidang pendidikan adalah komitmen dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan pendidikan baik unsur pemerintah maupun masyarakat.