Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
FENOMENA ANAK PUTUS SEKOLAH DAN FAKTOR PENYEBABNYA DI KOTA PONTIANAK Oleh: DESCA THEA PURNAMA NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak. 2015. E-mail:
[email protected] ABSTRAK Dunia pendidikan memiliki pengaruh dalam capaian tingkat Indeks Pembangunan Manusia, jika pada bidang pendidikan angka putus sekolah tinggi jelas IPM pada sebuah wilayah juga akan menurun. Salah satu permasalahan pendidikan yang belum bisa dituntaskan secara efektif yaitu permasalahan anak putus sekolah . Jika dilihat wilayah perkotaan tidak mungkin menyimpan lagi masalah angka putus sekolah, namun tidak dipungkiri bahwa pada kawasan Kota Pontianak masih rentan adanya anak yang mengalami putus sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Fenomena Anak Putus Sekolah dan Faktor Penyebabnya di Kota Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi dua yaitu informan pangkal dan informan kunci yang ditentukan secara Purposive. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pontianak masih adanya fenomena masalah putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar dan sekolah Menengan Pertama. Sedangkan faktor penyebab anak putus sekolah di Kota Pontianak disebabkan oleh faktor psikologis, faktor sosial dan faktor ekonomi. Diantara ketiga faktor tersebut, faktor psikologis lebih mendominasi dalam terjadinya anak putus sekolah di Kota Pontianak. Kata-kata Kunci : Fenomena, Putus Sekolah, Faktor Penyebab
1 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
mengemukakan
PENDAHULUAN
konsep
Dunia pendidikan memiliki pengaruh
pendidikan
berbasis
pada
dalam
kerakyatan. Struktur sosial
harus
capaian
tingkat
Indeks
harus
dimana
Pembangunan Manusia, jika pada
dilihat dari lapisan paling bawah yang
bidang
putus
sering disebut masyarakat marginal,
sekolah tinggi jelas IPM pada sebuah
pendidikan berbasis kerakyatan ini
wilayah
bermaksud
pendidikan
juga
angka
akan
menurun.
agar
pendidikan
kita
Indonesia berada di peringkat 69 dari
mampu mengatasi masalah–masalah
127
Education
sosial yang bersinggungan dengan
Sementara,
otoritas kekuasaan. Kondisi yang
negara
dalam
Development
Index.
laporan Departeman Pendidikan dan
tidak
Kebudayaan , setiap menit ada empat
marginal yang serba kesulitan dalam
anak
pembiayaan kegiatan sekolah terasa
yang
putus
sekolah.
Data
pendidikan tahun 2010 menyebutkan bahwa 1,3 juta anak usia 7-15 tahun
berimbang
dimana
kaum
berat sekali. Salah satu penghambat dalam
terancam putus sekolah (Indonesia
pembangunan
Berkibar,
adanya permasalahan angka putus
yaitu
Melihat
bahwa
pendidikan
merupakan
hak
sekolah
fundamental
bagi
anak
dan
Pontianak.
pendidikan
merupakan
hak
asasi
perkotaan tidak mungkin menyimpan
dalam
lagi masalah angka putus sekolah,
piagam PBB (lampiran I). Paulo
namun tidak dipungkiri bahwa pada
Freire
kawasan Kota Pontianak masih rentan
manusia
2012).
pendidikan
yang
(dalam
tercantum
Sholeh,
2007)
yang Jika
terjadi dilihat
di
kota
wilayah
2 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
adanya anak yang mengalami putus
perkembangan
sekolah. Wilayah Kota Pontianak
Jika diamati pada tingkat SD dan
cukup tinggi dalam menyumbangkan
SMP cendrung terjadi angka putus
angka putus sekolah mulai pada
sekolah.
tingkat SD dan SMP, SMA. Kondisi
memfokuskan subjek penelitian ini
ini sangat memprihatinkan mengingat
pada tingkat SD dan SMP di Kota
Indonesia
Pontianak.
APBN
telah
menganggarkan
sebanyak
20%
untuk
wilayah
Maka
dari
perkotaan.
itu,
penulis
TINJAUAN LITERATUR
pendidikan. Wajib belajar yang sudah
1. Konsep Pendidikan
ada serta kekuatan hukum dalam
Pendidikan diartikan sebagai suatu
pelaksanaan
kegiatan yang sistematis dan sistemik
pendidikan
masih
belum optimal. Pada kenyataannya
terarah
banyak anak-anak di Kota Pontianak
kepribadian
yang mengalami putus sekolah dan
(Tirtarahardja dan Sulo, 2005)
tidak kembali ke sekolah sehingga
Menurut
mereka melewati kesempatan untuk
Mobelos, 2013) pendidikan adalah
mengenyam pendidikan dasar dan
suatu proses pengalaman. Karena
pendidikan tingkat pertama.
kehidupan
Wilayah
Kota
Pontianak
pendidikan
kepada
terbentuknya
peserta
John
Dewey
adalah berarti
didik.
(dalam
pertumbuhan, membantu
memiliki angka putus sekolah yang
pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh
tidak begitu tinggi namun sangat
usia. Proses pertumbuhan ialah proses
memiliki
menyesuaikan pada tiap-tiap fase
dampak
pembangunan
pada
pendidikan
kualitas untuk
3 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
serta menambahkan kecakapan di
jenjang pendidikan berikutnya”. Hal
dalam perkembangan seseorang.
ini berarti, putus sekolah ditujukan kepada
sesorang
yang
pernah
bersekolah namun berhenti untuk bersekolah.
2. Tujuan pendidikan Menurut
Tirtarahardja
Sulo
Mc Millen Kaufman dan Whitener
(2005) tujuan pendidikan memuat
(dalam Idris, 2011) mendefinisikan
gambaran tentang nilai – nilai yang
bahwa anak putus sekolah adalah
baik, luhur, pantas, benar dan indah
murid
untuk kehidupan. Karena itu tujuan
menyelesaikan program belajarnya
pendidikan memiliki dua fungsi yaitu
sebelum waktunya selesai atau murid
memberikan arah kepada segenap
yang
kegiatan pendidikan pendidikan dan
program belajarnya.
merupakan sesuatu yang ingin dicapai
4. Faktor Penyebab Putus Sekolah
oleh segenap kegiatan pendidikan.
Terjadinya putus sekolah memiliki
3. Putus Sekolah
berbagai faktor, baik yang ada dalam
Gunawan (dalam Rasidah, 2012)
dirinya maupun yang diluar dari
menyatakan bahwa “putus sekolah
dirinya
merupakan predikat yang diberikan
alasan terjadinya putus sekolah.
kepada mantan peserta didik yang
Menurut Beder (dalam Titaley, 2012)
tidak mampu menyelesaikan suatu
menemukan adanya empat faktor
jenjang pendidikan, sehingga tidak
yang berperan sebagai alasan untuk
dapat
tidak
melanjutkan
dan
studinya
ke
yang
tidak
yang
tidak
tamat
menyelesaikan
berpeluang
mengikuti
dapat
sebagai
pendidikan
bagi
4 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
orang
dewasa,
yaitu
rendahnya
Oleh karena itu, sering terjadi konflik
persepsi mengenai kebutuhan untuk
kepentingan
terus sekolah, usaha yang dirasakan
Terdapat
berat untuk menyelesaikan sekolah,
pendekatan konflik menurut Collins,
tidak menyukai sekolah dan hambatan
yakni (1). Manusia hidup dalam dunia
yang bersifat situasional (yang berada
subjektif
diluar kendali subyek).
dengan sendirinya, (2). Manusia lebih
Mestinana (2013) menegemukakan
dari sekedar aktor individual mungkin
bahwa faktor penyebab putus sekolah
mempunyai
kekuasaan
untuk
yaitu adanya faktor dari internal yang
memengaruhi
pengalaman
subjek
meliputi : dari dalam diri anak,
aktor, (3). Manusia selalu berusaha
pengaruh teman dan adanya sanksi
untuk mengontrol pengalaman aktor,
karena mangkir sekolah sehingga
yang mendorong terjadinya konflik.
terjadi drop out. Sedangkan faktor
Randal
eksternal yaitu meliputi : keadaan
merupakan salah satu teori sosial
status ekonomi keluarga, perhatian
yang
orang tua dan hubungan orangtua
fenomena-fenomena tingkat makro
yang kurang harmonis.
dan mikro meskipun titik tekanannya
5. Teori Konflik (Randal Collins)
pada analisis tingkat mikro.
Teori Collins dimulai dengan asumsi
Struktur sosial yang dijelaskan dalam
bahwa
terma-terma
bersifat
manusia
secahara
iheren
sosial
selain
juga
mementingkan kepentingan dirinya.
diantara tiga
kerangka
yang
Collins
berusaha
berbagai
keduanya.
terkonstruksikan
dengan
demikian
mengintegrasikan
perilaku jenis
dasar
mengikuti
sumber
daya,
perubahan sosial yang berasal dari
5 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
perubahan sumber daya, dan konflik-
putus sekolah bukan dikarenakan
konflik
faktor ekonomi sebab pemerintah
Randal
sebelumnya. Collins
Perspektif
digunakan
untuk
telah mengalokasikan dana khusus
meneliti berbagai aspek kehidupan.
bagi pendidikan sehingga tidak ada
Sebagai contoh, studi yang dilakukan
lagi alasan untuk tidak bersekolah
Hafferty dan Castelani menunjukan
karena
bagaimana kesehatan masyarakat dan
Tetapi nyatanya masih ada anak yang
sistem
putus
pelayanan
kesehatan
tidak
mempunyai
sekolah
dan
uang.
sangat
merupakan hasil kompleks jaringan
disayangkan itu disebabkan karena si
konflik,
anak didik memiliki sifat malas
kompetisi
kepentingan perbedaan etnisitas,
yang
tujuan,
berdasarkan
pendapatan, pekerjaan,
dan
gender, pendidikan,
afilisasi politik, dan sebagainya. PEMBAHASAN 1. Hasil Pembahasan
untuk
bersekolah.
lingkungan
anak
Kedua yang
faktor
biasanya
memiliki teman sebaya mereka yang tidak besekolah sehingga pengaruh untuk putus sekolah lebih besar. Jika dilihat dari hasil wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan
kepada
seluruh
informan,
salah satu kepala sekolah menengah
penulis
pertama bapak Edhi, menyatakan
terjadinya
bahwa faktor yang lebih dominan
sekolah disebabkan karena adanya
dalam masalah putus sekolah ialah
faktor psikologis (berasal dari dalam
faktor yang berasal dari diri anak
diri peserta didik), faktor sosial dan
didik itu sendiri, rata-rata anak yang
faktor ekonomi. Tidak dipungkiri
menyimpulkan masalah
anak
maka bahwa putus
6 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
bahwa salah satu faktor itu memiliki
memaparkan bahwa penyebab mereka
hubungan atau berpengaruh terhadap
putus sekolah diutamakan karena rasa
muncul nya faktor lain. Berikut
minat untuk bersekolah yang tidak
pembahasan
ada (malas). Seperti yang diutarakan
lebih
dalam
terkait
faktor-faktor tersebut.
oleh AT, dimana dia mengalami putus
1.1. Faktor Psikologis
sekolah
Psikologis merupakan bagian dari
ditingkat SMP. Hal ini diungkapkan
perilaku manusia, dimana psikologi
oleh AT dalam sesi wawancara:
berkaitan
dengan
kejiwaan
mengenai
fungsi
mental
“Nak ngape lah kak sekolah,tadak gak dapat duet. Pelajaran sih paham pula Cuma tuh be tadak enak yak sekolah tuh malas nak ke sekolah, kamek biase ngumpol same kawan, same gak mereka pon tdak gak sekolah nyambong sikitlah. Biase dulu tuh habes balek sekolah dahlah kamek pegi tadak gak nak ngapengape. Sekarang kegiatan kamek sih maen atau bantu jadi tukang parkir” (Wawancara AT tanggal 07 Oktober 2014)
perilaku
individu.
atau dalam
Menurut
Woodworth (dalam Khodijah, 2014) psikologi ialah mengenai aktivitasaktivitas individu, mencakup aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional. Pada faktor psikologis inilah yang memiliki peluang dalam diri anak terhadap minat anak untuk tidak melanjutkan jenjang pendidikan. 1.1.1.
Rendahnya
Minat
Anak
Untuk Bersekolah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
sepuluh
pada
jenjang
pendidikan
“Kenapa harus sekolah kak, tidak juga mendapatkan uang. Pelajaran disekolah paham, tapi sekolah tidak enak jadi malas mau pergi ke sekolah, saya biasanya berkumpul sama teman, sama juga mereka juga tidak sekolah jadi sama. Biasanya setelah sekolah saya pergi tidak ada kegiatan apa-apa. Sekarang kegiatan saya hanya bermain atau membantu jadi tukang parkir.“ (Wawancara AT tanggal 07 Oktober 2014) Jika kita amati dari wawancara diatas
informan terlihat bahwa malasnya AT bukan 7
DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
hanya sekedar karena malas saja,
Menurut
Titaley
melainkan
kesadaran
siswa
memiliki
faktor
dapat
terwujud
melalui
itu terjadi yaitu pandangan akan hal
kesadaran
pendidikan yang sempit, dimana AT
mempengaruhi mereka untuk tetap
merasa
besekolah
sekolah
tidak
mereka,
tingkat
pendukung yang menyebabkan malas
bahwa
sikap
(2012)
siswa
tingkat sangat
atau bahkan memilih
menguntungkan secara finansial bagi
untuk berhenti atau tidak melanjutkan
dirinya, selain itu sekolah tidak
sekolahnya dimana tingkat kesadaran
memberikan rasa nyaman bagi dirinya
ini juga bersumber dari motivasi
untuk
siswa salam belajar.
menghabiskan
waktu
atau
melakukan aktivitas belajar, ditambah
Apabila
AT memiliki lingkungan pergaulan
kesadaran akan hal pendidikan tinggi
yang juga sama dengannya yaitu tidak
maka semakin tinggi pula motivasi
bersekolah dan aktivitas AT lebih
yang ada untuk bersekolah dan
kepada mencari keuntungan bagi
belajar, namun sebaliknya jika tingkat
dirinya secara finansial yaitu sebagai
kesadaran akan hal pendidikan itu
tukang parkir. Ketidakmauan AT
rendah maka motivasi bersekolah dan
untuk bersekolah bukan disebabkan
belajar juga rendah, tidak adanya rasa
oleh
melainkan
tanggungjawab atas apa yang harus
malasnya AT merupakan hasil dari
dia lakukan dan pada akhirnya siswa
sitem lainnya.
tidak
1.1.2.
malasnya
Tingkat
dia,
Kesadaran
Motivasi diri
dan
siswa
akan
memiliki
tingkat
melanjutkan
pendidikannya. 1.1.3. Ruang Lingkup Sekolah
8 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
Keadaan
suatu
ternyata
memiliki rasa takut kepada guru.
memiliki pengaruh terhadap minat
didik untuk pergi kesekolah dan rasa
peserta
minder terhadap lingkungan teman.
didik
sekolah
untuk
bersekolah.
Sekolah merupakan tempat peserta didik mendapatkan ilmu pengetahuan dan
melewati
pendidikan,
proses
jika
aktivitas
didalam
ruang
1.2. Faktor Sosial Faktor sosial menjadi
penyebab
lingkup atau lingkungan sekolah tidak
alasan peserta didik putus sekolah.
memiliki rasa nyaman dan aman jelas
Pada nyatanya manusia tidak akan
akan berdampak pada proses belajar
bisa terlepas dari sebuah lingkungan
peserta didik.
dimana
dia
Penyebab tidak adanya rasa nyaman
peserta
didik
didalam lingkungan sekolah bisa
masyarakat
dan
disebabkan karena pertama, adanya
komunitas
memiliki
pengaruh
salah
terhadap
pendidikan,
mengingat
satu
karakter
guru
galak
yang terhadap
memiliki
tinggal.
Keberadaan
dalam
lingkungan
dalam
sebuah
siswa,
peserta didik tidak hanya hidup
sehingga siswa merasa segan untuk
dilingkungan sekolah saja melainkan
melakukan eksplorasi diri pada saat
peserta didik memiliki ruang yang
disekolah.
memiliki
lebih kecil dari bagian kehidupannya.
dampak bagi siswa dimana mereka
Lingkungan keluarga dan lingkungan
tidak memiliki rasa nyaman saat
sekitar tempat tinggal selalu memiliki
disekolah label galak pada guru
kontak sosial secara langsung dengan
melekat pada siswa menjadikan siswa
peserta didik, faktor sosial juga
Keadaan
ini
9 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
berkaitan dengan pandangan atau
1.3. Faktor Ekonomi
persepsi
terkecuali
Faktor ekonomi merupakan bagian
pandangan atau persepsi mereka pada
dari penyebab terjadinya masalah
pendidikan.
putus sekolah pada peserta didik.
mereka
Beberapa
tidak
informan
memiliki
Ketidakmampuan
secara
kehidupan keluarga yang tidak utuh,
meletakan
dimana orangtua mereka bercerai
kemiskinan, kebutuhan pokok dalam
sehingga sulit untuk masing-masing
pencapaiannya saja masih kurang,
anggota keluarga untuk menjalankan
apalagi
fungsi mereka. Pada kasus perceraian
walaupun
yang menjadi korban ialah sang anak
memberikan program bantuan itu
adanya
tidak bisa dijadikan penguat peserta
gangguan
psikologis
dan
mereka
ekonomi
dana
pada
untuk
pendidikan
pemerintah
didik
terjadinya pergeseran peran masing-
karena masih ada biaya diluar dari
masing dalam
tanggungan pemerintah yang harus
Menurut
Bumpass
sekolah
Rindfuss
dipenuhi. Penghasilan keluarga yang
(dalam Ihromi, 2004) menunjukan
pas-pasan untuk kebutuhan pokok
bahwa anak-anak dari orang tua yang
harus berkurang dalam pembiayaan
bercerai
pendidikan.
cenderung
dan
melanjutkan
telah
ketidakstabilan fungsi keluarga, serta
lingkungan sosial.
untuk
garis
mengalami
pencapaian tingkat pendidikan dan
Penuturan
salah
informan
kondisi ekonomi yang rendah serta
mengalami
putus
sekolah
mengalami
ekonomi keluarga yaitu SS:
ketidakstabilan
dalam
perkawinan mereka sendiri.
yang karena
“Saye putus sekolah karne orangtue saya tdak mampu untuk biaya nye, 10
DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
ekonomi keluarge tdak cukop buat sekolah buat kebutuhan makan yak pas-pasan agik pon dolok tdak ade bantuan kayak sekarang nih dan yang kerje pon hanye bapak yak buruh lepas klo mamak hanye ibu rumah tangga dan saye anak pertame pula, jadi masih banyak tanggungan buat adek tuh.” (Wawancara SS 02 Oktober 2014) “Saya putus sekolah dikarenakan ekonomi keluarga, karena tidak ada uang untuk membiayakan kebutuhan pendidikan sedangkan kebutuhan pokok saja pas-pasaan, lagipula pada saat dulu belum ada bantuan dari pemerintah seperti sekarang ini, ditambah ayah saya bekerja hanya sebagai buruh lepas sedangkan ibu sebagai ibu rumah tangga dan saya anak pertama lagipula masih ada adik yang harus ditanggung.” (Wawancara SS 02 Oktober 2014)
2.
Berdasarkan penuturan SS terlihat
bagi semua warga negara untuk
bahwa alasan dia putus sekolah
menikmati pendidikan dasar.
dikarenakan ketidakmampuan biaya
Setelah program wajib belajar enam
pendidikan
keluarganya
tahun dilakukan pemerintah terus
ditambah dengan pekerjaan orangtua
melakukan perbaikan program yaitu
yaitu
dalam
yang
Pemerintah
Dalam
Menurunkan Angka Putus Sekolah Pergerakan dalam
upaya
pendidikan masalah
program
pemerintah
mengatasi
khususnya putus
masalah mengatasi
sekolah
terus
dilakukan. Pada tahun 1984 sampai 1993
pemerintah
mencetuskan
program wajib belajar pendidikan dasar enam tahun. Maksud tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kesempatan
hanya
bekerja
dengan munculnya program wajib
lepas
dengan
belajar sembilan tahun pada tahun
tetap,
1994. Pada wajib belajar sembilan
sehingga SS terpaksa berhenti dan
tahun sasarannya yaitu 95% ialah
memilih untuk mencari nafkah demi
mereka penduduk usia sekolah (7-15
membantu kebutuhan keluarga.
tahun) mereka wajib mendapatkan
sebagai
ayah
Upaya
buruh
penghasilan
yang
tidak
11 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
pendidikan
sampai
pada
Sekolah
Menengah
jenjang
menimbulkan
masalah
dimana
Pertama.
anggapan sebagian masyarakat jika
Pendidikan wajib belajar sembilan
adanya dana BOS maka pendidikan
tahun menghasilkan sebuah kebijakan
gratis seutuhnya.
pemerintah yaitu adanya program
.Program
BSM
adalah
bantuan dana sekolah yang disebut
Nasional
yang
bertujuan
untuk
dengan Bantuan Operasional Sekolah
menghilangkan
halangan
siswa
(BOS).
miskin
Adanya tujuan BOS yaitu untuk
bersekolah dengan membantu siswa
meringankan beban pembiayaan pada
miskin memperoleh akses pelayanan
masyarakat
pendidikan yang layak, mencegah
dalam
pendidikan
dalam
kebutuhan rangka
wajib
belajar 9 tahun. Hadirnya
berpartisipasi
Program
untuk
putus sekolah, menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu
BOS
agar
siswa memenuhi kebutuhan dalam
pembiyaan pendidikan bagi orangtua
kegiatan pembelajaran, mendukung
didik tidak begitu besar sehingga
program Wajib Belajar Pendidikan
permasalahan putus sekolah karena
Dasar
faktor ekonomi tidak lagi menjadi
hingga tingkat menengah atas), serta
penyebab utama dan dimaksudkan
membantu
agar
semua
bertujuan
Sembilan
Tahun
kelancaran
(bahkan
program
lapisan
masyarakat
sekolah. BSM hadir sebagai program
mendapatkan
pendidikan
dampingan untuk BOS sehingga tidak
yang layak bagi dirinya. Tetapi tidak
ada lagi permasalah ekonomi untuk
dipungkiri bahwa adanya BOS juga
hambatan
mampu
pendidikan.
Diharapkan
12 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
dengan ada BSM maka program
Penyebab
yang
pendidikan bagi peserta didik berjalan
dikarenakan
dengan berkelanjutan sesuai dengan
sosial ini berasal dari lingkungan
rencana, BSM telah resmi disalurkan
keluarga dan pergaulan peserta didik.
pada 17 maret 2014 hingga sekarang
Terakhir penyebab terjadinya putus
faktor
kedua
ialah
sosial,
faktor
sekolah yaitu dikarenakan ekonomi keluarga.
PENUTUP
Faktor
ekonomi
sebagai
masih
Berdasarkan hasil penelitian yang
menduduki
diperoleh dilapangan, maka dapat
terjadinya putus sekolah, kemampuan
disimpulkan secara umum mengenai
keluarga
fenomena anak putus sekolah dan
proses pendidikan peserta didik
jelas
penyebab
berpengaruh
atas
faktor apa saja yang menyebabkan anak putus sekolah di Kota Pontianak.
SARAN
Dari sebelas informan penyebab putus
Mengingat faktor penyebab putus
sekolah yang lebih mendominasi
sekolah lebih didominasikan oleh
yaitu
faktor
faktor psikologis, maka perlunya
psikologis yang ada didalam diri
penanaman diri peserta didik dan
peserta
psikologis
pemberian motivasi diri yang dimulai
meliputi rendahnya minat peserta
dari lembaga keluarga. Fungsi dan
didik,
dan
kerjasama antara orangtua sangat
motivasi, trauma serta kemampuan
berpengaruh atas perkembangan anak
anak dalam penyerapan pelajaran.
dan
dikarenakan
didik.
adanya
Faktor
kurangnya
kesadaran
ditambah
dengan
kerjasama
dengan pihak sekolah. Menciptakan
13 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
hubungan harmonis antara pengajar dan peserta didik serta memberikan
Barnadib, I. (1996). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : ANDI. Freire, P. (1984). Pendidikan Sebagai
pemahaman akan pendidikan. Pengawasan
orangtua
Praktek Pembebasan. Jakarta : terhadap
kegiatan anak baik dalam rumah
PT. Gramedia Haryanto, S. (2013). Spektrum Teori Sosial. Jogjakarta : Ar-Ruzz
maupun keberadaan anak di sekolah dengan
menciptakan
hubungan
kerjasama dengan pengajar. Sehingga
Media. Ihromi, T.O. (2004). Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
aktivitas anak terkontrol dan anak mendapatkan
arahan
baik
dalam
Imron, A. (1996). Kebijaksanaan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
dirinya.
Khodijah, N. (2014). Psikologi Peningkatan
pelaksanaan
BOS
BSM
dan
harus
program adanya
pengontrolan lebih ketat lagi sehingga
Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :
program dengan
yang baik
dijalankan dan
tepat
sesuai sasaran.
Penambahan beasiswa atau bantuan
PT Remaja Rosdakarya. Muslikh. (2013). Buku Petunjuk Teknis Penyusunan Dana BOS, Jakarta. Kementrian Pendidikan
dana bagi mereka yang tidak mampu serta melakukan hubungan kerjasama lintas sektoral.
dan kebudayaan. Nurlaila, N. (2013). Kemiskinan Masyarakat di Perkotaan, Tinjauan structural Kemiskinan Pada Masyarakat Bantaran
DAFTAR PUSTAKA
Sungai Kapuas. Pontianak.
Sumber Buku :
14 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
Ritzer, G. (1980). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:CV. Rajawali. Rasyid, H. (2000). Penelitian Kualitatif Bidang Ilmu Sosial dan Agama. Pontianak: Kopma STAIN. Suyanto, B. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana. Sholeh, M. (2007). Cita – cita Realitas Pendidikan. Depok : IPE Sutirna. (2013). Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta : CV. Andi Offset Suryadi, A. (1999). Pendidikan Investasi, SDM dan Pembangunan. Jakarta : Balai Pustaka. Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Syaifurahman & Ujiati, T. (2012). Manajemen dalam Pembelajaran. Jakarta : PT Indeks. Tirtarahardja, U. & Sulo, S. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Wahono, F. (2001). Kapitalisme Pendidikan. Yogyakarta : INSIST Press Sumber Internet : Bappeda. (2013). Angka Putus Sekolah. Pontianak. Diakses 14 Maret 2014, dari http://bappeda.pontianakkota.go .id/index.php/sosbudmenu/124-
kondisi-sosial-budaya-kotapontianak Candra, D. (2012). Faktor Penyebab Putus Sekolah dan Penanggulangannya. Diakses 04 Maret 2014, dari http://imadiklus.googlecode.com/files /7%20candra%20Penyebab%20 Anak%20anak%20Putus%20Sekolah %20dan%20Cara%20Penanggu langanya.pdf Choiriyah,N. Linuwih,S & Salamah, M. (2010). Karakteristik Siswa Putus Sekolah dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Diakses 05 April 2014, dari http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-9313karakteristik-siswa putussekolah-tingkat-sd-dan-smp-dikawasan-surabaya-utara.pdf Dewi,N. Zukhril, A & Dunia, I. (2014). Analisis faktor – faktor penyebab anak putus sekolah usia pendidikan dasar di kecamatan Grerokgak tahun 2012/2013. Diakses 05 april 2014, dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p hp/JJPE/article/view/1898 Deklarasi PBB. (2007). Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi. Diakses 16 November 2014, dari http://www.un.org/esa/socdev/unpfii/ documents/UNDRIP_Bahasa_I ndonesia.doc Dunia Psikologi. (2013). Penyebab Putus Sekolah. Diakses 04 April 2014, dari http://www.psychologymania.c 15
DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
om/2013/01/penyebab-putussekolah.html Independent,Wordpress.(2008). Konsep Pendidikan. Diakses 05 April 2014, dari http://nie07independent.wordpress.co m/konsep-pendidikan/ Indonesia Berkibar. (2012). Educational Facts. Dari http://indonesiaberkibar.org/en/educat ional-facts Idris. (2011). Anak Putus Sekolah. Diakses 04 April 2014 http://makalahcentre.blogspot.com/20 11/01/anak-putus-sekolah.html Khairul, I. (2013). Tiap Menit, Empat Siswa Putus Sekolah. Diakses 17 Juni 2014,Dari,id.linkedin.com/pub/i ssonkhairul/6b/288/3b1/ dailyqu
[email protected] Mestinana. (2013). Anak Putus Sekolah. Diakses 10 Juni 2013, dari http://mestinana.wordpress.com /2013/06/10/anak-putussekolah/ Mobelos. (2013). Pengertian Pendidikan. Diakses 05 April 2014, darihttp://mobelosblogspot.com /2013/10/pengertianpendidikan-definisi.html\ Nugroho. (2012). Hegemoni Dalam Pendidikan. Semarang. Diakses 15 November 2014, dari http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.p hp/en/12-artikel/211-hegemonidalam. Rosidah. (2012). Perhatian Orang Tua pada Pendidikan Anak di
Sekolah Dasar. Yogyakarta. Diakses 09 April 2014, dari http://eprints.uny.ac.id/9397/3/bab%2 02%20-10712251005.pdf Sindu,I. ( 2012 ). Pendidikan Dalam Analisis Teori. Diakses 08 April 2014, dari http://ikhsansindu.blogspot.com /2012/11/pendidikan-dalamanalisis-teori.html SD Negeri Medangasem. ( 2010 ). Tujuan Pendidikan. diakses 04 April 2014, dari http://sdnmedangasem03.blogspot.com/2 010/07/tujuan-pendidikansekolah dasar.html Titaley, M. (2012). Faktor-Faktor Penyebab Putus Sekolah Pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 dan SMP Taman Siswa Jakarta Pusat. Diakses 21 Oktober 2014, dari http://iin.ui.ac.id/file/file=digital/2031 4006-T%2031760-faktorfaktor-full%20text.pdf. Voa,I. (2013). Inflasi Kemiskinan Meningkat. Diakses 18 Maret 2014, dari http://www.voaindonesia.com/c ontent/bps-inflasi-kemiskinanmeningkat-pada2013/1822602.html WA, Rosidah. ( 2012 ). Perhatian Orang Tua pada Pendidikan Anak di Sekolah Dasar (Kasus Tingginya Angka Putus Sekolah. Diakses 05 April 2014, dari http://eprints.uny.ac.id/9397/3/b ab%202%20-10712251005.pdf
16 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak
Sociologique. Jurnal S-1 Vol 2 nomor 4 edisi Desember 2014 http://jurmafis.untan.ac.id
17 DESCA THEA PURNAMA, NIM. E51110006 Program Stud Sosiologi Fisip UNTAN Pontianak