1 PENGARUH PERILAKU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA KELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015 Rumondang Gultom Dosen S1 Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Tuberkulosis paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan peringkat ke 3 dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia. Di Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 2011 penemuan kasus tuberkulosis paru BTA (+) yaitu 16,298 kasus (76,57%) dari kasus baru 21.248 jiwa dan angka kejadian tuberkulosis di Puskesmas Helvetia Medanpada tahun 2010 sebanyak 92 kasus, tahun 2011 sebanyak 72 kasus terjadi penurunan akan tetapi kasus penyakit ini kembali meningkat pada tahun 2012 sebanyak 110 kasus dan pada tahun 2013 sebanyak 119 kasus sedangkan pada tahun 2015 mulai dari bulan Januari sampai dengan Juli sudah tercatat sebanyak 57 kasus. Faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis adalah kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat seperti : luas ruangan, ventilasi, kelembapan, lantai, dan pencahayaan di samping itu juga perilaku juga sangat berperan dalam terjadinya penyakit tuberkulosis ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku dan kondisi rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru.Jenis penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki salah satu anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru. Sampel berjumlah 57 orang yang positif menderita tuberkulosis paru. Metode pengumpulan data langsung dari responden dengan cara wawancara dan membagikan kuesioner pada responden, melakukan observasi dan melakukan pengukuran kerumah – rumah penderita serta di peroleh dari Puskesmas Helvetia. Hasil analisa statistik menunjukan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis adalah kelembapan (p value = 0,000; OR = 3,75), kemudian berturut – turut diikuti pencahayaan (p value = 0,000; OR = 0,44), ventilasi (p value= 0,004; OR = 0,12) dan perilaku (p = 0,173; OR = 0,1), yang artinya bahwa kelembapan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai peluang berisiko (3,75) lebih tinggi responden menderita penyakit tuberkulosis paru dibanding dengan kelembapan yang memenuhi syarat kesehatan, begitu juga pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai peluang berisiko (0,44) lebih tinggi responden menderita penyakit tuberkulosis paru dibanding dengan pencahayaan yang memenuhi syarat kesehatan. Ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai peluang berisiko (0,12) lebih tinggi responden menderita penyakit tuberkulosis paru dibanding dengan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan, perilaku yang yang buruk mempunyai peluang beresiko (0,1) lebih tinggi responden menderita penyakit tuberkulosis paru dibanding dengan perilaku yang baik. Kesimpulan hasil penelitian bahwa ada pengaruh perilaku dan kondisi rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru.Disarankan kepada keluarga agar dapat memperhatikan dan memperbaiki kondisi rumah yang kurang memenuhi syarat juga memperbaiki perilaku yang buruk menjadi prilaku yang baik.Kepada petugas kesehatan juga diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan terkait dengan faktor penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis paru. PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan, karena sebagian besar negara di dunia masih belum dapat mengendalikan penyakit ini. Penyakit tuberkulosis paru disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan namamycobacterium tuberkulosis.Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada saat penderita batuk, butir-butir air ludah berterbangan di udara dan terhisap oleh orang yang sehat, sehingga masuk ke dalam paru-parunya,yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (Sholeh S. Naga 2012). Tuberkulosis paru merupakan pembunuh no 1 diantara penyakit menular dan peringkat ke 3 dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia (Kesmas, 2009).Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013).
Palopo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kondisi rumah dengan kejadian tuberkulosis.
Penyakit tuberkulosis paru erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan rumah dan perilaku keluarga. Sanitasi lingkungan rumah sangat mempengaruhi keberadaan bakteri mycobacterium tuberculosis, dimana bakteri inidapat hidup selama 1–2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga bermingguminggu tergantung ada tidaknya sinar matahari, ventilasi, kelembaban, suhu, lantai dan kepadatan penghuni rumah (Achmadi, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Meirida Rumahorbo (2015) tentang pengaruh lingkungan fisik rumah dan status gizi keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru di Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai menunjukan bahwa ada pengaruh lingkungan fisik rumah dan status gizi terhadap kejadian tuberkulosis paru dengan (p value = 0,001).
Penelitian Hera.T.S. Batti dkk 2012-2013 tentang analisis pengaruh antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban udara, suhu, dan pencahayaan alami rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota
Penelitian Rahma Ghea (2011) tentang pengaruh perilaku penderita tuberkulosis paru dan kondisi rumah terhadap tindakan pencegahan potensi penularan tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Hasil penelitian menunjukkan dari lima variable independen, empat variabel yang mempunyai pengaruh yang bermakna dengan tindakan pencegahan tuberkulosis paruyaitu : Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh dengan tindakan pencegahan potensi penularan tuberkulosis paru pada keluarga mempunyai nilai p value paling kecil yaitu, P value = 0,000. Penelitian Imam Bachtiar dkk (2012) tentang pengaruh perilaku dan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di kota Bima Provinsi NTB menunjukkan hanya variabel tindakan yang berpengaruh dengan kejadian tuberkulosis paru
Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 23 juni 2015 oleh peneliti di Puskesmas Helvetia Medan didapatkan data bahwa penderita tuberkulosis paru pada tahun 2010 sebanyak 92 kasus, tahun 2011 sebanyak 72 kasus terjadi penurunan akan tetapi kasus penyakit ini kembali meningkat pada tahun 2012 sebanyak 110 kasus dan pada tahun 2013 sebanyak 119 kasus sedangkan pada tahun 2015 mulai dari bulan
2 Januari sampai dengan Juli sudah tercatat sebanyak 57 kasus dari 7 kelurahan yang dinaungi oleh puskesmas tersebut. pada survei lapangan terhadap 10 rumah penderita tuberkulosis paru diketahui bahwa rata-rata kondisi rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan, dimana luas rumah rata-rata ± 6 x 12 m, rumah kelihatan gelap/pengap dan udara tidak bebas keluar masuk, sehingga terasa panas, dimana jendela rumah hanya pada pada ruang depan ± 1,5 x 1 m dan ruang dapur ±1 x 1,5 m dan posisi rumah yang berdekatan atau antara rumah yang satu dengan yang lainnya saling berdempetan dan tidak adanya ventilasi untuk masuknya sinar matahari pada kamar tidur yang rata-rata mempunyai 2 kamar yang ukurannya ± 3 x 3 m, yang penghuninya rumah ± 4 orang, lantai rumah sebahagian besar sudah terbuat dari semen dan keramik tetapi masih ada dijumpai lantai semen yang pecah dilapisi dengan karpet pelastik dan sebahagian dibiarkan begitu saja dengan alasan tidak adanya uang untuk memperbaiki dan mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak mau memperbaiki karena status rumah tersebut masih dikontrakan, dan rumah lainnya masih dalam keadaan baik pada saat dilakukan wawancara, seluruhnya mereka mengetahui bahwa penyakit tuberkulosis paru ini dapat menular kepada orang lain, tetapi mereka tidak mengetahui bahwa kuman mycobacterium tuberkulosa dapat hidup bertahun-tahun pada semua rumah yang lembab, yang panas dan tidak adanya udara dan sinar matahari, yang dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lain, mereka beranggapan menularnya penyakit tuberkulosis paru tersebut kepada keluarga karena waktu bicara ludahnya dan dahaknya terkena pada anggota keluarga. Wawancara lebih lanjut mengenai prilaku penderita mengenai penyakit tuberkulosis didapatkan hasil dari 3 pertanyaan yaitu 8 warga mengatakan tidak terlalu memperdulikan tentang cara pencegahan penyakit tuberkulosis karena mereka beranggapan bahwa penyakit tuberkulosis itu tidak terlalu berbahaya, mereka juga mengatakan bahwa saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya dengan sapu tangan ataupun tisue dan masih ada diantara mereka yang membuang dahak (sputum) sembarangan tempat dan memiliki kebiasaan merokok, peneliti juga melihat bahwa masyarakat meletakkan barang-barang bekas seperti kardus,botol-botol aqua dan plastik untuk dijual di dalam rumah, setelah peneliti menanyakan mereka mengatakan tidak adanya tempat untuk meletakkan barang-barang tersebut dan mereka juga mengatakan bahwa mereka merasa takut barang tersebut hilang. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh prilaku dan kondisi rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015. A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil suatu rumusan masalah penelitian yaitu apakah ada pengaruh perilaku dan kondisi rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015?. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh prilaku dan kondisi rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan t ahun 2015 2. Tujuan Khusus - Mengetahui pengaruh perilaku terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015
- Mengetahui pengaruh ventilasi terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015. - Mengetahui pengaruh kelembapan terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015. - Mengetahui pengaruh pencahayaan terhadap kejadian tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi keluarga Agar kondisi rumah tetap sehat dan memenuhi standart rumah sehat serta sebagai informasi tambahan untuk mengetahui pengaruh prilaku dan kondisi rumah mereka, agar mereka lebih peduli terhadap kesehatannya. 2. Bagi manajemen puskesmas Sebagai sumber informasi . Tinjauan Teoritis A. Tuberkulosis Defenisi tuberkulosis paru Defenisi dari tuberkulosis menurut Anugrah (2007) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis paru (mycobacterium tuberculosis) sedangkan menurut WHO tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis complex. Lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit penyakit tuberkulosis paru. Etiologi Tuberkulosis paru disebabkan oleh “mycobacterium tuberculosis” Kuman ini terdiri dari asam lemak sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (sistem pernafasan akibat infeksi, 2009). Karakteristik kuman mycobacterium tuberculosa mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). kumanmycobacterium tuberculosa dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Kuman bakteri Tuberkulosis ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau adanya pertukaran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008) Penularan penyakit tuberkulosis paru adalah melalui udara yang tercemar oleh mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh si penderita tuberkulosis paru saat batuk, bersin bahkan bicara Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar dari pasien tuberkulosis paru dengan BTA negatif. Setiap satu BTA
3 positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tubekulosis adalah 17%. Hasil studi Widoyono 2008 melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah). Ketika seorang penderita tuberkulosis paru batuk, bersin dan berbicara maka droplet nukleus akan jatuh dan menguap akibat suhu udara yang panas, maka bakteri tuberkulosis akan berterbangan di udara dan berpotensi sebagai sumber infeksi bagi orang sehat. Pencegahan Penyakit tuberkulosis paru agar jangan tertular kepada keluarga Pencegahan untuk penderita tuberkulosis paru agar keluarga tidak tertular antara lain : minum obat secara teratur sampai dengan selesai program pengobatan, menutup mulut waktu bersin dan batuk, tidak meludah di sembarang tempat (meludah di tempat yang terkena sinar matahari/dalam wadah tertutup yeng telah diisi dengan cairan sabun/lisol), jemur kasur bekas penderita secara teratur satu minggu satu kali, buka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, keluarga yang mempunyai gejala tuberkulosis paru sebaiknya memeriksakan diri ke puskesmas. Menurut Depkes (2002), terdapat sepuluh indikator yang meliputi tujuh indikator prilaku hidup bersih sehat dan tiga indikator gaya hidup sehat, yaitu : • Membuka jendela pada pagi hari sampai sore hari agar rumah mendapat sinar matahari dan udara yang cukup; • Menjemur kasur, bantal, dan guling secara teratur sekali seminggu; • Kesesuaian luas lantai dengan jumlah hunian; • Menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan sekitar rumah; • Lantai di semen atau dipasang kramik; • Bila batuk dan bersin mulut dututup; • Tidak meludah di sembarang tempat tapi menggunakan tempat khusus; • Istirahat cukup dan tidak tidur terlalu malam; • Makan makanan bergizi seimbang dan teratur; • Hindari polusi udara dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok. Pengertian perilaku Defenisi perilaku menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud di gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yamg sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak daat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010). Faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan (Notoatmodjo, 2010) adalah : Pendidikan, Usia, Pengalaman, Sumber Informasi, Penghasilan SIKAP Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang yang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : • Kepercayaan (keyakinan), ide konsep terhadap suatu objek
• •
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)
sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan Menerima, Merespon, Menghargai, Bertanggung Jawab Faktor sikap menurut Azwar (2013) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Pengalaman Pribadi, Pengaruh Orang lain, Pengaruh kebudayaan, Media Massa, Lembaga Pendidikan. . Pengertian Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Kondisi rumah Menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman (2011), perumahan yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah penularan penyakit, dan mencegah terjadinya kecelakaan Perumahan yang sehat harus memenuhi: Pencahayaan yang cukup, penghawaan (Ventilasi yang cukup), Adanya Kamar Mandi (WC), Adanya Kamar Tidur sesuai dengan Jenis dan Umur, Luas Kamar, Adanya Air Bersih, adanya tempat pembuangan sampah.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah diskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh perilaku dan kondisi rumah penderita tuberkulosis paru terhadap kejadian tuberkulosis pada keluarga.Pengambilan data penelitian dilakukan hanya satu kali, yaitu pada saat penelitian berlangsung. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Helvetia, Kec. Medan Helvetia.
kerja
Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015. Populasi penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki salah satu anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru berdasarkan data dari Puskesmas Helvetia pada bulan maret sampai dengan juli terdapat 57 orang yang positif menderita tuberkulosis paru. Sampel penelitian Sampel yang diteliti adalah seluruh keluarga penderita Tuberkulosis. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan caratotal sampling. sampel sebanyak 57 orang. Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh langsung dari responden dengan cara wawancara dan membagikan kuesioner pada responden, melakukan observasi dan melakukan pengukuran kerumah – rumah penderita. Data skunder di peroleh dari Puskesmas Helvetia.
4 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 Karakteristik
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Umur 19 – 35 tahun 36 – 55 tahun 56 – 65 tahun >70 tahun Total
29 14 9 5 57
50,9 24,5 15.8 8.8 100
Jenis kelamin Laki – Laki Perempuan Total Total
33 24 57 100
57,9 42,1 100.0 100
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Total
39 18 57
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelembapan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2015 Frekuensi Persentase Kelembapan Rumah 42 73.7 Memenuhi Syarat 15 26.3 Tidak Memenuhi syarat 57 100.0 Total dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki Kelembapan ruangan yang memenuhi syarat yaitu 42 orang (73,7 %).\ Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pencahayaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Kota Pencahayaan Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi syarat Total
68,4 31,6 100
DistribusiFrekuensiResponden Berdasarkan Kejadian Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan
Perilaku
Frekuensi
Persentase
Baik
24
42,1
Buruk
33
57,9
Total
57
100
Kejadian Tubercolosis
Frekuensi
Persentase
Positif
11
19.3
Negatif
46
80.7
57
100.0
Total
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden negative tubercolosis yaitu 46 orang (80,7 %). Tabulasi Silang Pengaruh PerilakuTerhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki perilaku yang buruk tentang pencegahan tuberkulosis paru yaitu 33 orang (57,9 %). Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan ventilasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Kota
Kejadian Tuberkulosis Paru No
Frekuensi 42 15
Persentase 73.7 26.3
1 2
100.0
dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki ventilasi ruangan yang memenuhi syarat yaitu 42 orang (73,7 %).
Positif Paru
Perilaku
Baik Buruk Total
57
Persentase 57.9 42.1 100.0
dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pencahayaan ruangan yang memenuhi syarat yaitu 33 orang (57,9 %).
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Kota
Ventilasi Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi syarat Total
Frekuensi 33 24 57
Tidak Tuberkulosis Paru N % 23 40,4
N 1
% 1,8
10
17,5
23
11
19,3
46
Total N 24
% 42,1
40,4
33
57,9
80,7
57
100, 0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Responden yang memiliki perilaku baik mayoritas tidak mengalami tuberkulosisparu yaitu 23 orang Sedangkan responden yang memiliki perilaku yang buruk mayoritas mengalami tuberkulosisparu yaitu 10 orang. hasil uji chisquare diperoleh nilai p = 0,017 yang artinya ada pengaruh perilaku terhadap kejadian tuberkulosis paru.
p value
0,01 7
5 Tabulasi Silang Pengaruh VentilasiTerhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
Analisis Multivariat Pengaruh Perilaku dan Kondisi RumahTerhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan HelvetiaTahun 2015
Kejadian Tuberkulosis Paru No
1 2
Ventilasi
Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Total
Total
Tidak Tuberkulosis Paru N %
Positif Paru N
%
4
7,0
38
7
12,3
11
19,3
p value
N
%
66,7
42
73,7
8
14,0
15
26,3
46
80,7
57
100,0
95% CI No
Variabel Penelitian
B
S.E.
Sig
OR Lowe r
Uppe r
0,004
Berdasarkan tabel diatas hasil chisquare diperoleh nilai p = 0,004 yang artinya ada pengaruh ventilasi terhadap kejadian tuberkulosis paru
Tabulasi Silang Pengaruh Kelembapan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015
1
Perilaku
1.351
.666
.0173
.1
.070
.956
2
Ventilasi
2.881
.673
.004
.12
4.768
66.73 8
3
Kelembapa n
1.524
.610
.000
3,7 5
.066
.721
4
Pencahayaa n
2.296
.659
.000
.04 4
.028
.366
Constant
5.143
1.938
.008
171 .18 0
Kejadian Tuberkulosis Paru No
1 2
Kelembapan
N
%
Tidak Tuberkulosis Paru N %
N
%
0
0
42
73,7
42
73,7
11
19,3
4
7,0
15
26,3
11
19,3
80,7
57
100,0
Positif Paru
Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Total
46
Total
Berdasarkan tabel chisquare diperoleh nilai p = 0,000 yang artinya ada pengaruh kelembapan terhadap kejadian tuberkulosis paru. Tabulasi Silang Pengaruh PencahayaanTerhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Kejadian Tuberkulosis Paru No
1 2
Pencahayaan
Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Total
n
%
Tidak Tuberkulosis Paru N %
1
1,8
32
56,1
33
10
17, 5
14
24,6
24
46
80,7
57
Positif Paru
11
19, 3
Total
N
p value
% 57, 9 42, 1
p value
0,000
Berdasarkan tabel diatas, variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru adalah variabel kelembapan (p value = 0,000; OR = 3, 75) yang artinya bahwa kelembapan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai peluang berisiko 3,75 lebih tinggi responden menderita penyakit tuberkulosis paru dibanding dengan kelembapan yang memenuhi syarat kesehatan. PEMBAHASAN Pengaruh Perilaku Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan hasil penelitian.dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki perilaku yang buruk tentang pencegahan tuberkulosisparu yaitu 33 orang (57,9 %). Dari kuesioner yang ada keluarga tidak menjemur tilam maupun bantal satu kali dalam seminggu , dan tidak adanya disiapkan keluarga tempat penampungan dahak dan kalau batuk ataupun bersin tidak menutup mulut dengan tissue ataupun saputangan , dan mayoritas keluarga berpendidikan SMP
0,000
100 ,0
Berdasarkan tabel diatas hasil uji chisquare diperoleh nilai p = 0,0000 yang artinya ada pengaruh pencahayan terhadap kejadian tuberkulosis paru
Pengaruh Ventilasi Terhadap KejadianTuberkulosis Paru Berdasarkan table 4.4. dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki ventilasi ruangan yang memenuhi syarat yaitu 42 orang (73,7 %). Ventilasi rumah berfungsi untuk mengeluarkan udara yang tercemar (bakteri, CO2) di dalam rumah dan menggantinya dengan udara yang segar dan bersih atau untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultra violet. Pengaruh Kelembapan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan table dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki Kelembapan ruangan yang memenuhi syarat yaitu 42 orang (73,7 %). Rumah dengan ventilasi kurang menyebabkan cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah mengakibatkan meningkatnya kelembapan dan suhu udara di dalam rumah. Dengan demikian kuman tuberkulosis paru akan tumbuh dengan baik dan dapat menginfeksi penghuni rumah,Seseorang yang tinggal di rumah dengan
6 kelembapan memenuhi syarat mempunyai peluang lebih besar untuk menderita tuberkulosisparu dibandingkan dengan orang yang tinggal di rumah dengan kelembapan yangtidak memenuhi syarat. suhu tetap memiliki peran dalam penularan tuberkulosisparu.
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. Kesimpulan 1.
Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan table dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pencahayaan ruangan yang memenuhi syarat yaitu 33 orang (57,9 %).Lingkungan fisik intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi sayarat memungkinkan terjadinya penyakit tuberkulosisi paru.Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari Analisis Multivariat Berdasarkan hasil uji diatas, dapat dilihat bahwa perilaku yang buruk mempunyai peluang berisiko mengalami tuberkulosis paru 0,173 kali lebih besar dibanding dengan perilaku yang baik ,ventilasi yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang berisiko mengalami tuberkulosis paru 0,12 kali lebih besar dibanding dengan ventilasi yang memenuhi syarat dan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat mempunyai peluang berisiko mengalami tuberkulosis paru 0,044 kali lebih besar dibanding dengan intensitas pencahayaan yang memenuhi syarat. Penelitian ini di dukung oleh (Achmadi, 2001), yang mengatakan bahwa ada pengaruh kelembapan dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,004). Kelembapan udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 18ºC – 30ºC. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,dengan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembapan udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis. Menurut asumsi peneliti bahwa kelembapan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dengan kejadian tuberkulosis. Hal ini terjadi karena kondisi Suhu dan Kelembapan dalam rumah responden tidak optimal misalnya terlalu panas sehingga akan berdampak pada cepat lelah saat responden bekerja, bahkan dengan dengan kelembapan yang tidak memenuhi syarat akan mempermudah berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan penyakit pada responden seperti halnya penyakit tuberkulosis paru. Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruangan juga menghindari kelembapan yang tinggi sehingga dapat mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (18431910). Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. (Depkes RI, 1994). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/ VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung
2. 3. 4.
Ada pengaruh kelembapan dengan kejadian tuberkulosis paru dimana nilai (p = 0,000) dan OR 3,75 Ada pengaruh perilaku terhadap kejadian tuberkulosis paru (p = 0,017), dan OR 0,1 Ada pengaruh ventilasi terhadap kejadian tuberkulosis paru (p = 0,004), dan OR 0,12 Ada pengaruhpencahayaan terhadap kejadian tuberkulosis paru (p = 0,000), dan OR 0,044
Saran 1. Kepada kepala keluarga di Kecamatan Medan HelvetiaKota Medan agar dapat memperhatikan dan memperbaiki kondisi fisik rumah yang masih kurang memenuhi syarat, dan untuk mengatasi kelembapan rumah dapat dilakukan dengan : - Mengadakan ventilasi buatan ,dengan cara : membuat jendela dari kaca ,pintu kaca ,atap dengan kaca ( sisipan kaca diatap ),fan atau kipas angin - Mengadakan ventilasi alami dengan cara membuat jendela dan lubang angina serta menggunakan bahan –bahan untuk dinding yang berpori- pori ,dan luas jendela 10 % dari luas lantai 2. Kepada tenaga kesehatan juga agar dapat memberikan penyuluhan terkait dengan faktor penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis paru, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis paru tersebut terutama menyangkut kondisi lingkungan rumah. 3. Kepada peneliti selanjutnya supaya meneliti faktor lain yang mempengaruhi kejadian tuberculosis paru, misalnya : faktor gizi, ekonomi dan kepadatan hunian.
7 Anugerah, D. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Penderita TB Paru dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu. Skripsi.
Dalam: Usman, S.,2008. Konversi BTA Pada Penderita Paru Kategori I dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan Berat Badan Normal yang Mendapakatkan Terapi Intensif. USU eRepository.
Achmadi, U.F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : Kompas Anggraeni, D. S. 2011. Stop tuberkulosis. Bogor : Bogor Publishing House.
Nurhidayah, I, dkk. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) Pada Anak Di Kecamatan Paseh Kabupaten Subang” (tesis). Bandung: UNPAD.
Azwar, S. 2009. Sikap Manusia, Pengukurannya. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Teori
dan
Notoatmodjo. 2010. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Edisi revisi. Rineka cipta : jakarta.
.. 2013. sikap manusia pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
teori dan Pelajar.
Putra, N. R. 2011. Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Solok. Skripsi
Bachtiar, I, dkk. 2012. Hubungan Perilaku dan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Bima Provinsi NTB. Skripsi. Crofton, J, dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes.
Prabu, P. 2008. Faktor Resiko TBC. URL:http://putraprab u. com/2008/12/16/tuberkul -osis-tbc/. [Accessed 20 Juli 2015] PDPI. 2006. Tuberkulosis. Jakarta. Rumahorbo, M. 2015. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Status Gizi Keluarga dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai. Tesis.
. 2007. Strategi Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta : Indonesia 2006 2010. . 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes. . 2008. Laporan riset kesehatan dasar 2007. Jakarta : Depkes Dinkes Provsu. 2011. Profil Kesehatan. Medan: Dinkes Fishman, J. Philadelphia.
A .
2002.
Myobacterial Infectoins.
Ghea, R. 2011. Hubungan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru dan Kondisi Rumah Terhadap Tindakan Pencegahan Potensi Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Skripsi Hera, T. S. B, dkk. 2012-2013. Analisis Hubungan Antara Kondisi Ventilasi, Kepadatan Hunian, Kelembaban Udara, Suhu, d an Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo. Skripsi. Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011. Stop TB Terobosan Menuju Akses Universal Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 – 2015. NOMOR 556/MENKES/PER/ III/2011. AvailablE from: http : // pppl. depkes. go. id/ asset/ regulasi/ STRANAS TB.pdf [Accessed 20 Juli 2015]
Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Suyono. 1985. Perumahan dan Pemukiman Sehat. Jakarta Suarni. 2009. faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penderita TB Paru di kecamatan Pancoran Mas Depok tahun, UI Sidhi, D. P. 2010. Riwayat Kontak Tuberkulosis sebagai Faktor Resiko Hasil Uji Tuberkulin Positif. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro. Semarang. Available from: http://www.eprints.undip.ac.id/28997/1/Dwi_Pu rnomo_Sidhi_Thesis.pdf [Accessed 20 Juli 2015] Sholeh. S. Naga. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogjakarta: Cetakan Pertama. Diva Press. Tobing, T. L. 2008. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara. [online]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /6656/1/09E01348.pdf. [diakses 20 Juli 2015].
Lulu,M. H. 2004. Buku Ajar Penyakit Paru. Surabaya : FK UNAIR
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
Leitch, AG. 2000. Tuberculosis: Pathogenesis, Epidemiology and Prevention. In: Seaton, A, Seaton, D, Leitch, G. editors. Crofton and Doughlas’s RespiratoryDiseases. 5th ed. London: Blackwell Science Ltd: 476-9.
World Health Organization (WHO). 2013. Combating Tuberculosis in Children. Available from: http://who.int/tb/challenges/childhood_tb_information sheet.pdf [Accessed 20 Juli 2015]