[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
AFIASI
Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu Physical Condition House with Genesis ARDs in Toddlers in Indramayu Tasirah, Tating Nuraeni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra Abstrak ISPAmerupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di Dunia maupun di Indonesia. Riskesdas menempatkan ISPA pada peringkat kedua sebagai penyebab kematian Balita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik deskriptif dengan desain cross sectional. Jumlah populasi 435 balita dengan jumlah sampel sebanyak 208 responden. Analisis statistik menggunakan chi square dan menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menujukkan kondisi lantai dengan nilaii pvalue (p=0,009 RR 2,452 CI=95%(3,03-1,66)) luas ventilasi (p=0,049 RR= 1,99 CI=95% (2,62-1,51)) kepadatan hunian (p=0,001 RR=2,36 CI=95% (3,22-1,74) dan asap dapur (p=0,000 RR=5,85 CI=95% (3,89-1,98)) dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis lantai rumah, ventilasi rumah,kepadatan hunian rumah dan asap dapur terhadap Penderita ISPA pada Balita. Kondisi lantai rumah,kondisi ventilasi, kondisi kepadatan hunian, dan asap dapur merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita. Disarankan bagi petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang rumah sehat dan penyakit menular. Kata kunci : Kondisi Fisik Rumah, ISPA pada Balita
smoke (p = 0.000, RR = 5.85 95% CI = (3.89 to 1 , 98)) with ISPA in Toddlers at Balongan village. This study concluded that there was a significant relationship between the type of floor of the house, home ventilation, and smoke density residential home kitchen to the patient ISPA in Toddlers. The condition of the house floor, ventilation conditions, the condition of residential density, and kitchen smoke is a risk factor of ISPA in Toddlers. Suggested for health workers to improve health education to the public about healthy homes and infectious diseases. Keywords: Physical Condition House, ISPA in Toddlers
Pendahuluan Kesehatan sebagai salah satu upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Salah satu indikator yang menunjukan terwujudnya derajat kesehatan yaitu menurunya angka kematian bayi dan balita. Salah satu strategi untuk menurunkan angka kematian yaitu dengan Millennium Development Goal’s (MDG’s) dengan tujuan untuk menurunkan 2 per 3 kematian balita pada rentang waktu antara tahun 1990-2015.1 Sampai saat ini, penyakit berbasis lingkungan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 2 ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. Tahun 2008 UNICEF dan WHO melaporkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian paling besar pada manusia, jika dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Kematian akibat ISPAini 99,9% terjadi pada negara-negara kurang berkembang seperti Sub Sahara Afrika dan Asia khususnya di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Kematian akibat ISPA lebih di dominasi balita usia 1-4 tahun yaitu lebih
Abstrak Acute Respiratory Infection is a very serious health problem both in the world and in Indonesia. Riskesdas adjust ISPA ranks second as a cause of death Toddlers in Indonesia. This study aims to look at the physical condition of the home environment relationship with ISPA in Toddlers rural districts Balongan Indramayu 2013. The research method used is descriptive analytic survey research with cross sectional design. Total population of 435 infants with a total sample of 208 respondents. Statistical analysis using chi square and use the method of random sampling. The results showed the condition of the floor with nilaii p-value (p = 0.009 RR 2.452 CI = 95% (3.03 to 1.66)) ventilation (p = 0.049 RR = 1.99 95% CI = (2.62 to 1 , 51)) residential density (p = 0.001 RR = 2.36 95% CI = (3.22 to 1.74) and kitchen
31
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
dari 2 juta kematian tiap tahunnya, ini juga berarti 1 dari 5 orang Balita di dunia meninggal setiap harinya.3 Dari seluruh kasus kematian balita usia 1-5 akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara, termasuk Indonesia yang menempati peringkat keenam dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus pertahun. Secara umum penemuan kasus ISPA di Indonesia sangat mencengangkan. Betapa tidak, selama 10 tahun (2000-2010) prosentase atas kasus ini berkisar antara 24,6%-35,9%. 3 Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia, kematian Balita 1-4 tahun pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5% atau sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara ratarata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA. Sehingga tidaklah mengherankan kemudian jika Riskesdas menempatkan ISPA pada peringkat kedua sebagai penyebab kematian Balita di Indonesia. 4 ISPA merupakan penyebab utama morbitas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun.2 Oleh karena itu, UNICEF menyebutkan bahwa ISPA
AFIASI
disebut sebagai pembunuh balita yang terlupakan. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor Instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian Air Susu Ibu (ASI), dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, maupun pengetahuan ibu. Peningkatan insiden ISPA dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu BBLR, polusi udara, kepadatan tempat tinggal ventilasi kurang memadai, membedong anak, tidak mendapat ASI memadai, imunisasi tidak memadai, gizi kurang, dan pemberian makanan tambahan terlalu dini.1 Kabupaten Indramayu merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Barat yang juga terdapat kasus ISPA yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kabupaten Indramayu tahun 2011, tercatat bahwa dari jumlah balita 94.302 Balita terdapat kasus ISPA pada balita sebanyak 24.754 balita (31.63%).
Tabel 1. Penderita ISPA Balita di UPTD Puskesmas Balongan Bulan Januari –April Tahun 2013 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Desa
Gelar Mandala Sukaurip Tegal Sembadra Sukareja Balongan Tegalurung Rawadalem Sudimampir Majakerta Sudimampir Lor Total Sumber Data Puskesmas
Jumlah Balita 120 438 325 286 435 394 283 533 360 519 3693
Jan 7 35 25 16 37 35 13 14 36 13 231
Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat jumlah penderita ISPA pada Balita bulan Januari-April Tahun 2013 di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu yaitu 165 Balita. Kondisi rumah dan lingkungan dapat mempengaruhi kejadian penyakit ISPA. Kontruksi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko penularan berbagai jenis penyakit berbasis lingkungan salah satunya ISPA.
Jumlah Penderita Feb Mar 9 9 40 43 30 33 18 19 42 48 40 43 16 14 18 18 16 43 41 18 270 288
April 6 32 26 13 38 35 11 14 35 14 224
Total 31 118 114 66 165 153 54 64 130 86 927
IR % 25.8 26.9 35.1 23.1 37.9 38.8 19.1 12.0 36.1 16.6 25.1
Di UPTD wilayah kerja Puskesmas Balongan memiliki cakupan rumah sehat pada Tahun 2011 sebanyak 60 % dan Tahun 2012 sebanyak (68,72%). Angka ini menujukan bahwa kesehatan lingkungan khususnya cakupan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Balongan masih kurang dan belum memenuhi target cakupan rumah sehat yang ingin di capai di Kabupaten Indramayu.
32
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
Berdasarkan permasalahan di atas perlu diadakan suatu penelitian tentang hubungan kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2013.
AFIASI
Balongan terdiri atas 4 Rukun Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT) a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk melihat deskripsi tiap-tiap variabel yang meliputi diskripsi frekuensi, baik terhadap variabel dependen maupun variabel independen yaitu melihat Gambaran deskripsi frekuensi kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Tahun 2013.
Metode Penelitian ini menggunakan metode survai analitik yaitu metode penelitian yang mengakibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Metode penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan di kumpulkan dalam waktu bersamaan.5 Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. Penelitian dilakukan di Desa Balongan kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Juni Tahun 2013. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.5 Populasi penelitian ini adalah seluruh Balita yang ada di Desa Balongan kecamatan Balongan. Jumlah balita yang ada di Desa Balongan 435 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah semua Balita yang ada di Desa Balongan. Teknik pengambilan sampelnya yaitu dengan cara Random sampling. Instrumen pada penelitian ini menggunakan lembar observasi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dikumpulkan cara observasi atau mencatat dari dokumen pencatatan data pelaporan yang ada di Dinas Kabupaten Indramayu dan Puskesmas Balongan. Proses pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi kepada semua responden, dimana responden ini merupakan ibu balita yang ada di Desa balongan.
Tabel 2. Distribusi Kondisi Lantai Rumah Responden di Desa Balongan Indramayu Kondisi Lantai Rumah Baik Tidak Baik T0TAL
Tidak ISPA
ISPA
Total
57 (27,40%) 34 (16,35%) 91 (43,75%)
52 (25%) 65 (31,25%) 117 (56,25%)
109 (52,40%) 99 (47,59%) 208 (100%)
Berdasarkan tabel 2 dari jumlah 208 Balita yang teliti di Desa Balongan hampir seperempat Balita yang terkena ISPA disebabkan karena kondisi lantai rumah yang tidak baik. Adapun kondisi lantai yang termasuk kriteria baik sebanyak 109 (52,40%) dan yang tidak baik sebanyak 99(47,59%) Tabel 3. Distribusi Ventiasi Rumah Responden di Desa Balongan Indramayu Ventilasi Rumah Baik Tidak Baik T0TAL
Tidak ISPA 31 (14,90%) 60 (28,84%) 91 (43,74%)
ISPA
Total
54 (25,96%) 63 (30,28%) 117 (56,25%)
85 (40,86%) 123 (56,13%) 208 (100%)
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari jumlah 208 Balita yang di teliti Desa Balongan hampir seperempat balita yang terkena ISPA di sebabkan kondisi ventilasi rumah yang tidak baik. Adapun yang termasuk kriteria baik sebanyak 85(40,86%) dan yang tidak baik sebanyak 123(43,74%).
Hasil Desa Balongan merupakan salah satu Desa yang terletak di kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, luas wilayah Desa Balongan adalah 511 Ha. Desa
33
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa dari jumlah 208 Balita yang ada di Desa Balongan hampir seperempat Balita yang terkena ISPA disebabkan karena asap dapur rumah yang tidak baik. Adapun asap dapur yang termasuk kriteria baik sebanyak 105(50,48%) dan yang tidak baik sebanyak103(49,51%).
Tabel 4. Distribusi Kepadatan Hunian Rumah Responden di Desa Balongan Indramayu Kepadatan Hunian Rumah Responden Baik Tidak Baik T0TAL
Tidak ISPA
ISPA
Total
56 (26,92%) 35 (16,82%) 91 (43,75%)
44 (21,15%) 73 (35,09%) 117 (56,25%)
100 (48,07%) 108 (51,92%) 208 (100%)
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Indramayu
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari jumlah 208 Balita yang di teliti Desa Balongan hampir seperempat Balita yang terkena ISPA di sebabkan karena padatnya hunian rumah yang tidak baik. Adapun kepadatan hunian rumah yang termasuk kriteria baik sebanyak 100 (48,07%) dan yang tidak baik sebanyak 108(51,92%)
ISPA 41 (19,71%) 76 (36,53%) 117 (56,25%)
No
Kondisi Balita
I 2
ISPA Tidak ISPA Jumlah
Frekuensi (F) 117 91 208
Presentasi (%) 56,25 43,74 100,00
Berdasarkan tabel 6. dari jumlah 208 balita yang di teliti Desa Balongan diperoleh informasi ibu balita yang memiliki balita hampir seperempat balita yang terkena ISPA sebanyak 117(56,25%) balita dan balita yang tidak terkena ISPA sebanyak 91(43,74%) balita.
Tabel 5. Distribusi Asap Dapur Rumah Responden di Desa Balongan Indramayu Asap Dapur Tidak ISPA 64 Baik (30,76%) 27 Tidak Baik (12,98%) 91 T0TAL (43,74%)
AFIASI
TOTAL 105 (50,48%) 103 (49,51%) 208 (100%
b. Analisa Bivariat
Hasil analisa bivariat melalui Uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (p = 0,05) dapat dilihat pada tabel 7,8 dan 9.
Tabel 7. Tabulasi Silang Hubungan antara Kondisi Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Indramayu Kondisi Lantai Rumah Baik Tidak Baik Total
ISPA
Tidak ISPA
RR
P-value
52 (25%) 65 (31,25%) 117 (56,25%)
57 (27,40%) 34 (16,34%) 91 (43,75%)
2,25
0,009
Confidence Interval 95% Upper Lower
2,97
1,64
tidak baik dan beresiko yang terkena ISPA yaitu 2,254 kali lipat balita.
1. Analisis Hubungan antara Kondisi Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA Balita
Berdasarkan tabel 7 diperoleh nilai p-value = 0,009 pada = 0,05 karena nilai p-value 0,009 < 0,05 yang berarti menujukan bahwa ada hubungan kondisi lantai rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Nilai RR = 2,454 ; CI = 95% (3,036-1,669) yang berarti bahwa Balita di Desa Balongan yang kondisi lantai rumah yang
34
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
AFIASI
Tabel 8. Tabulasi Silang Hubungan antara Kondisi Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Indramayu Kondisi Ventilasi Rumah Baik Tidak Baik Total
ISPA
Tidak ISPA
RR
P-value
54 (25,96%) 63 (30,28%) 117 (56,25%)
31 (14,90%) 60 (28,84%) 91 (43,75%)
2,25
0,009
Confidence Interval 95% Upper Lower
2,97
1,64
dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan. Nilai RR = 1,99; CI = 95% (2,6211,516) yang berarti bahwa balita di Desa Balongan yang kondisi ventilasi rumah tidak baik dan beresiko terkena ISPA 2,25 Balita.
2. Analisis Hubungan Kondisi Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Dari hasil perhitungan statistik dengan Uji Chi Square diperoleh nilai p-value =0,049 karena nilai p-value 0,049 < 0,05 yang berarti menujunkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi rumah
Tabel 9.Tabulasi Silang Hubungan antara Kondisi Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Indramayu Kondisi Kepadatan Hunian Rumah Baik Tidak Baik Total
ISPA
Tidak ISPA
RR
p-value
44 (21,15%) 73 (35,09%) 117 (56,25%)
65 (31,25%) 35 (16,82%) 100 (48,07%)
2,37
0,001
Confidence Interval 95% Upper Lower
3,22
1,75
Balongan. Nilai RR = 2,36; CI = 95% (3,22-1,74) yang berati bahwa balita di Desa Balongan yang kepadatan hunian rumahnya tidak baik beresiko terkena ISPA pada balita sebanyak 2,37 lebih besar dari pada balita yang kepadatan hunian rumahnya baik
3. Analisis Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Dari hasil perhitungan statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p-value = 0,001. Karena nilai p-value 0,001 < 0,05 yang berarti menujukan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Tabel 10. Tabulasi Silang Hubungan antara Kondisi Asap Dapur Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Indramayu Kondisi Asap Dapur Rumah Baik Tidak Baik Total
ISPA
Tidak ISPA
RR
P-value
41 (19,71%) 76 (36,53%) 117 (56,25%)
64 (30,53%) 27 (12,98%) 91 (43,74%)
2,85
0,000
35
Confidence Interval 95% Upper Lower
4,02
2,03
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
4. Analisis Hubungan Asap Dapur dengan Kejadian ISPA Pada Balita
AFIASI
berlangsung selama 14 hari atau lebih. ISPA biasanya menyerang pada anak balita usia kurang dari 2 tahun. 7 ISPA adalah suatu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju yang juga merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 - 6 kali pertahun (ratarata 4 kali per tahun), artinya seorang Balita ratarata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. 8 Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi rumah yang jelek/buruk. Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.9 Menurut The American Public Health Association, rumah sehat adalah tempat kediaman/tempat tinggal dalam suatu keluarga yang dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik jasmani, rohani maupun sosial.10 Rumah merupakan salah satu persyaratan bagi kehidupan manusia, karena sebagian besar waktu kehidupan kita dihabiskan di rumah kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Sehingga persayaratan rumah sehat sangat penting karena selain memberikan rasa nyaman terhadap penghuninya juga dapat mencegah dari gangguan kesehatan. Oleh karena itu keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi, dan teratur sangat di perlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik bagi penghuninya.11 Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA serta hubungannya dengan kondisi perumahan adalah faktor lingkungan seperti keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan berupa kondisi lantai rumah, kepadatan penghuni, kelembaban, ventilasi kurang, kebisingan, pencahayaan yang tidak optimal, tidak ada pembagian kamarisasi, faktor perilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah, kegiatan memasak (asap dapur), faktor pelayanan
Rumah
Dari hasil perhitungan statistic dengan Uji Chi Square diperoleh nilai p-value = 0,000. Karena nilai p-value 0,000 < 0,05 yang berarti menujukan bahwa ada hubungan antara asap dapur rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Balongan. Nilai RR = 5,85 ; CI = 95% (3,89-1,98) yang berarti bahwa balita di Desa Balongan yang asap dapur rumah tidak baik dan beresiko terkena ISPA sebanyak 2,85 lebih besar dari pada yang tidak ada asap dapur. Pembahasan Balita adalah semua anak termasuk bayi baru lahir yang berusia 0 sampai menjelang tepat lima tahun (0-60 bulan). Menurut UU No 20 tahun 2003 anak balita sebagai masa emas (Golden Age) yaitu kelompok anak yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik.6 ISPA merupakan padanan dari Acute Respiratory Infections´ yang disingkat (ARI). ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut : a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ tubuh manusia yangdimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ aneksananya seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pluera. Dengan demikian secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk juga jaringan paru) dan organ aneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (Respiratory Tract). c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses infeksinya dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Jadi penyakit ISPAadalah suatu penyakit yang menyerang saluran pernafasan bagian atas yang
36
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.3 Desember 2015]
AFIASI
12. Nurhayati Nunung. 2012. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Wiralodara.
kesehatan seperti status imunisasi, ASI Ekslusif dan BBLR serta faktor keturunan.12 Kesimpulan Dari jumlah 435 balita ada di Desa Balongan peneliti hanya meneliti sebanyak 208 responden ibu balita dan rumah yang diteliti ternyata ada hubungan bermakna antara variabel bebas (dependen) dan variabel terikat (independen) yaitu a. Ada hubungan antara kondisi lantai rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. b. Ada hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. c. Ada hubungan antara tingkat kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Desa balongan Kecamatan Balongan Kabupaten indramayu. d. Ada hubungan antara asap dapur dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Balongan Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. Daftar Pustaka 1. Depkes RI. 2004. Pengertian ISPA dan Pneumonie. Direktorat Jenderal PPM & PLP: Jakarta. 2. Laurentz, Rampengan, 2003. Penyakit Infeksi Tropic pada Anak. EGC: Jakarta. 3. Depkes RI. 2010. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Direktorat Jenderal PPM & PLP: Jakarta 4. Sanropie. 2010. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Survei Demografi Kesehatan Nasional. Depkes RI. Jakarta 5. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Reneka Cita: Jakarta 6. Departemen Pendidikan Nasional, 2003. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas: Jakarta 7. Departemen Kesehatan RI. 2009 PedomanTatalaksana Pneumonia Balita. Depkes RI. Jakarta 8. Christine L. M.udge-Grout. 2002. Immunologic Disorders. Mosby Year Book. St.Louis. 9. Alfrida. 2003. Perumahan Sehat, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes R.I. Jakarta. 10. Gunawan, R. 2009. Rencana rumah sehat. Kansius: Yogyakarta 11. Hartono R. 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jakarta: Nuha Medika
37