Paguyuban Sisihkan Berbagi
Sopir Rezeki
UNAIR dengan
UNAIR NEWS – Bulan suci ramadan identik dengan bulan berbagi. Ramadan adalah momen yang tepat bagi siapa saja untuk berbagi, begitu pula dengan Paguyuban Sopir Universitas Airlangga. Jum’at sore (9/6) menjelang waktu berbuka puasa, Paguyuban Sopir UNAIR mengadakan acara bagi takjil di perempatan lampu merah sekitar kampus C UNAIR. Tahun
ini
adalah
tahun
ketiga
Paguyuban
Sopir
UNAIR
berinisiatif melakukan bagi takjil. Kepada UNAIR NEWS koordinator acara Didit Setiawan mengatakan, “Bagi Takjil” diadakan karena niat dari rekan-rekan sopir rektorat untuk berbagi di bulan ramadan. “Acara bagi takjil ini terselenggara berkat sumbangan dari rekan sopir rektorat dan warga sarpras,” ujar Didit kepada UNAIR NEWS. Ramadan tahun ini, Paguyuban Sopir UNAIR mengadakan bagi takjil sebanyak dua kali. Yang telah terselenggara pada Jumat lalu, dan akan diadakan lagi hari Jumat (16/6) mendatang. Pada Jumat lalu, panitia menyiapkan sebanyak 150 paket takjil yang habis sebelum masuk waktu berbuka. Menurut Didit, jumlah itu kemungkinan akan bertambah pada bagi takjil hari Jumat mendatang. Sebab, ada rekan-rekan sopir dari fakultas yang berkeinginan untuk turut serta. “Insyallah akan bertambah karena masih banyak rekan dari sopir fakultas yang juga ingin berpartisipasi di acara ini,” ujar Gaguk selaku bendahara paguyuban. Dalam kesempatan ini, Didit menyampaikan rasa bangganya kepada
rekan sopir sejawat. Sebab, mereka mau menyisihkan sebagian rezeki untuk berbagi di bulan ramadan ini. “Saya sangat senang dan bangga kepada semua rekan sopir yang telah rela memberi sumbangan demi suksesnya acara ini. Walaupun penghasilan mereka pas-pasan, tapi mereka masih mau menyisihkan sebagian rezekinya untuk berbagi,” kata Didit. Ia berharap, acara bagi takjil dapat mempererat kebersamaan dan jalinan silaturahmi antar sopir di lingkungan UNAIR. “Semoga acara ini bisa mempererat kebersamaan dan tali silaturahmi, tidak hanya antar sopir rektorat tapi juga dengan sopir fakultas,” katanya. Selain berbagi takjil, untuk mempererat tali silaturahmi, Paguyuban Sopir UNAIR melakukan buka puasa bersama di garasi kampus C UNAIR usai berbagi takjil. (*) Penulis : Agus Irwanto Editor
: Binti Q. Masruroh
Gagas Metode Penentuan Jenis Kelamin Burung UNAIR NEWS – Eduardus Bimo Aksono H. (Dr., M.Kes., drh.) adalah dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) yang selama ini menjadi peneliti di Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC). Dia bersama tim peneliti di TDDC, yang merupakan bagian dari Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR, tak pernah henti membuat terobosan yang aplikatif di masyarakat. Mereka selalu menyerap persoalan di akar rumput dalam segala bidang, lantas menciptakan solusi kongkret.
Salah satu karya Bimo dan kawan-kawan adalah pencetusan metode untuk melihat jenis kelamin pada unggas monomorfik (hewan yang sulit dibedakan hanya dari struktur anatomi dan morfologi). Setelah melakukan riset di rentang 2012-2014, TDDC sanggup memastikan, apakah seekor unggas berjenis betina atau jantan, hanya dengan mengamati sampel bulu. Bimo menjelaskan, riset tersebut berawal dari diskusinya dengan seorang peternak burung Cucak Rawa asal Wisma Mukti Sukolilo bernama Gunawan. Waktu itu, Gunawan mengeluhkan soal sulitnya mengetahui jenis kelamin burung. Kendala itu berimbas pada kesukaran mengawinkan pasangan. Yang kemudian berimplikasi pada kerumitan dalam upaya pengembangbiakan. Problem ini, kata Gunawan, tidak hanya menjadi masalah dirinya sendiri. Namun juga, menjadi persoalan bagi seluruh peternak Cucak Rawa. Dari hasil obrolan itu, kata Bimo, tim TDDC UNAIR bergerak untuk melakukan penelitian. Selain pengamatan lapangan, dibutuhkan pula pencarian sampel dari burung sebagai bahan untuk diamati di laboratorium. Awalnya, sempat terpikir untuk mengambil sampel DNA dari darah. Namun, burung Cucak Rawa rentan stress. Pengambilan darah bisa menyebabkan mereka tertekan bahkan tak mustahil lekas mati. Akhirnya, diputuskan untuk mengambil sampel berupa bulu. Dengan pertimbangan, gampang didapatkan dan relatif tidak mengganggu burung. Karena, bisa diperoleh dari jatuhan bulu di sekitar burung. Yang terpenting, di ujung bulu terdapat Kalamus yang mengandung kromosom pembawa jenis kelamin. Sampel itu kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati dengan metode PCR (kependekan dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction), yang merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dari sejumlah tahap pengamatan sampel kromosom yang dilakukan di TDDC bakal tampak jenis kelamin burung. Tak hanya Cucak Rawa, metode ini juga bisa melihat
jenis kelamin pada unggas monomorfik (hewan yang sulit dibedakan hanya dari struktur anatomi dan morfologi) lainnya. “Dari bulu itu, kami akan melihat kromosom. Kalau kromosomnya heterozigot berarti betina. Jika kromosomnya homozigot berarti jantan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretars Pusat Informasi dan Humas UNAIR tersebut. Pengembangan teknologi yang diinisiasi oleh UNAIR itu sudah sukses menerobos banyak mitos. Selama ini, penentuan jenis kelamin Cucak Rawa sekadar mengacu pada kebiasaan. Misalnya, ada yang bilang kalau kepala burung besar, maka ia jantan. Atau, jika buntutnya pendek, ia betina. Perspektif itu nyaris seratus persen salah. Mungkin, kata Gunawan, yang paling mendekati benar hanya soal suara. Ada perbedaan suara antara burung jantan dan betina. Persoalannya, suara itu hanya dapat dideteksi oleh orang yang sudah lama bergelut di bidang ini. Problem kembali bertambah karena suara tersebut hanya terdengar saat burung birahi. Yang jadi masalah, ada burung jantan yang suka ikut-ikut suara betina. Jadi, telaah melalui aspek suara ini cukup rumit. Nah, ketidaksanggupan untuk menentukan jenis kelamin burung ini memiliki imbas turunan yang beragam. Mitos-mitos yang tak dapat dipertanggungjawabkan pun makin mengemuka. Contohnya, ada yang mengatakan kalau burung Cucak Rawa sulit diternak, gampang stress dan lain sebagainya. Padahal, kunci sukses ternak Cucak Rawa itu adalah mengetahui jenis kelamin. Kalau sudah dapat jenis kelamin, akan lebih mudah menjodohkan. Keuntungan ekonomisnya jadi jelas dan bisa diukur. Nah, di luar sana banyak yang masih pakai pendekatan tebak-tebakan. Jadi, satu kandang itu bisa diisi burung-burung homo atau lesbi. Otomatis tidak bisa bertelur dan berkembang biak. Bimo mengungkapkan, metode ini sudah terbukti bermanfaat di masyarakat. Dari segi ekonomi, sudah mampu menaikkan nilai
jual burung. Dengan demikian, sumbangsih kongkretnya dapat dirasakan langsung bagi peternak atau penghobi burung. Tak hanya di Surabaya, hasil penelitian ini juga sudah dirasakan masyarakat di daerah lain. Misalnya, Blitar, Jakarta, Semarang, dan lain sebagainya. (*) Editor: Nuri Hermawan
Dokter Lukman Hakim dan Semangat Mengembangkan Teknologi “Stem Cell” UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) tidak pernah miskin inovasi. Para peneliti dari kampus ini pun terus bermunculan. Regenerasi berjalan dengan baik dan melahirkan peneliti yang berkompetensi. Salah satunya, dokter Lukman Hakim, MD, MHA, Ph.D (Urol). Dosen dan peneliti di bidang stem cell ini telah banyak berkiprah di level global. Selain pernah mengenyam pendidikan maupun pelatihan di luar negeri, tak sedikit karya ilmiahnya yang menghiasi jurnal internasional. Tak hanya itu, pria yang aktif di sejumlah asosiasi tingtkat Asia Pasific ini juga tercatat sebagai reviewer di sejumlah jurnal. Baik terbitan Indonesia, maupun negara lain. Antara lain, di British Journal of Urology International (BJUI), Urologia Internasionalis Journal (Swiss), SQU Med Oman Journal (Oman), BMC Journal (Inggris), dan seterusnya. Disinggung soal peranan stem cell bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia kedokteran dan kesehatan, Lukman menyatakan, metode dan teknologi ini tidak hanya buat pengobatan. Lebih dari itu, stem cell bisa dipakai untuk pencegahan. Misalnya, untuk mencegah terjadinya efek negatif yang menjalar dan lebih besar dalam fase pengobatan atau perawatan pasien. Indonesia, dan UNAIR, memiliki sumber daya untuk terus mengembangkan stem cell. Fasilitas yang ada sudah mencukupi. Kalau pun ada yang belum komplit, akses untuk melengkapinya cenderung gampang. “Kalau sumber daya manusia, saya yakin sudah punya,” papar dia. Apalagi, permintaan terhadap teknologi ini juga selalu ada. Jumlah pasien yang membutuhkannya tak pernah habis. Saat ini pemerintah Indonesia mendukung terbentuknya Komite Sel Punca Nasional. Sel punca, adalah nama lain dari stem cell. Komite Sel Punca Nasional telah membuat kebijakan bahwa Indonesia terbuka terhadap aplikasi stem cells sebagai bagian help tourism. Komite Sel Punca Nasional memberi kesempatan untuk pengaplikasian stem cells di klinik-klinik yang sudah mengantongi izin. Stem cells memunyai karakter “magic”. Ia belum berdiferensiasi (undifferentiated), mampu memerbanyak diri sendiri (Self Renewal), dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (Multipoten/Pluripoten). Karakteristik dan kemampuan itu membuatnya unggul. “Proses penyembuhan terjadi karena sel-sel normal membelah diri yang dikenal dengan istilah healing process. Proses penyembuhan ini dapat dipercepat oleh stem cells,” ujar Lukman. (*) Editor: Nuri Hermawan
Pakar Akuntansi Berpulang
Publik
UNAIR NEWS – Suasana duka mengiringi kepergian akademisi sekaligus praktisi akuntansi, Drs. Ec. Edi Subyakto, Ak., M.Si. Salah satu dosen senior Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga tersebut berpulang pada usia ke-69 tahun. Almarhum yang dikenal ramah dan cerdas ini meninggal pada usia ke-69 tahun. Edi, sapaan akrabnya, meninggal dunia pada Senin (15/5) sekitar pukul 23.55 di Rumah Sakit Mitra Keluarga Waru. Saat dijenguk kolega dosen Departemen Akuntansi beberapa hari sebelumnya, kondisi almarhum sudah dibius untuk mengurangi rasa sakit. “Pada hari Minggu, saya menjenguk almarhum. Kondisinya sudah dibius dan tidak menyangka almarhum akan berpulang secepat ini,” kata Drs. Agus Widodo Mardijuwono, M.Si., Ak. Agus mengaku kehilangan sosok teman terbaiknya. Baginya, almarhum adalah teman yang baik, bersahabat, senang menolong, dan tidak pernah marah. Karakter khas mendiang yang mudah berbagi sudah ditanamkan sejak dulu, bahkan sejak masih menjadi mahasiswa. “Sejak kami masih kuliah, kami bersama-sama mengajarkan dan menularkan ilmu kepada adik-adik tingkat yang membutuhkan,” tutur Agus yang juga Ketua Departemen Akuntansi. Semasa hidup, almarhum dikenal sabar dalam membimbing mahasiswa-mahasiswanya. Sekitar tahun 1980, almarhum bersama Agus aktif menjadi tentor. Meskipun harus datang ke rumahrumah dengan mengendarai motor, semangat yang tinggi untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan tidak menyurutkan niat almarhum untuk mencerdaskan bangsa. Setelah lulus dari UNAIR dan menjadi dosen, almarhum tidak berhenti untuk mengembangkan potensi diri sebagai seorang akuntan, yaitu dengan menjadi praktisi sebagai akuntan publik. Ikhwal tersebut membuat almarhum dikenal sebagai akuntan yang luar biasa. “Sebagaimana seorang dokter, seorang akuntan akan terasa manfaatnya ketika dapat menjadi praktisi di lapangan,” jelas Agus. Dalam karirnya, Edy menjadi pengajar mata kuliah audit dan akuntansi keuangan sekaligus praktisi. Almarhum juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi D-3 Akuntansi dan Ketua Pusat Pengembangan Akuntansi FEB UNAIR. Di sisi lain, almarhum dikenal sosok ayah tauladan. Almarhum meninggalkan enam putra dan putri yang sebagian besar sudah sukses meniti karirnya. Almarhum kini telah berpulang. Keluarga, sahabat, kolega, dan mahasiswa-mahasiswa terpaku kelu mendengar salah satu putra bangsa mendadak dipanggil-Nya pulang. Selamat jalan Drs. Ec. Edi Subyakto, Ak. Msi, pahala untukmu akan terus mengalir lewat ilmu dan mahasiswa yang senantiasa berguna bagi nusa dan bangsa. Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Diah Arimbi Ph.D, Konsisten Lakukan Perjuangan Gender Melalui Kajian Sastra UNAIR NEWS – Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran perempuan begitu sentral. Sayangnya, sejarah tidak mencatat itu dengan apik. Lihatlah deretan nama pahlawan nasional. Dominasi laki-laki begitu kentara. Padahal, tidak mungkin mereka bisa mencapai cita-cita bangsa tanpa dukungan aktif dan totalitas Kaum Hawa. Apa yang disampaikan di atas sekadar salah satu potret dari banyak gambaran lain tentang belum tercapainya kesetaraan gender di negeri ini. Mungkin, secara regulasi, gagasan ini telah diakomodasi. Namun, pada aplikasi di lapangan, perempuan masih termarginalkan. “Saya pikir, perjuangan untuk equality and justice masih konsisten dijalankan. Melalui kajian sastra, saya menjalankan gender jihad ini,” ungkap Diah Ariani Arimbi MA., Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Budaya yang merupakan satu pakar kajian budaya dan sastra UNAIR.
harus ingin S.S., salah
Perjuangan perempuan melalui sastra bukanlah hal baru. Bahkan, langkah ini sudah teruji waktu dan tergolong efektif. Lihatlah RA Kartini yang menyuarakan aspirasinya melalui kata-kata. Bertolak dari fakta itulah, Diah yakin kalau “Gender Jihad” yang diserukannya bakal membuahkan hasil. Meski memang, butuh proses yang panjang. Peraih gelar doktor dari University of New South Wales ini mengatakan, negara sekelas Amerika yang disebut-sebut mendewakan kesetaraan saja tampaknya belum bisa menerima pemimpin perempuan. Salah satu indikasinya, orang lebih banyak memilih Donald Trump daripada Hillary Clinton. Sedangkan bila ingin berkaca dari luar negeri, agaknya negeri-negeri
Skandinavia bisa menjadi contoh kongkret aplikasi kesetaraan gender. Misalnya, di Swedia dan Finlandia. “Di sana, cuti hamil dan melahirkan tidak hanya untuk perempuan. Tapi juga buat suami. Karena, peran menjaga bayi juga mesti dilakukan utuh oleh laki-laki,” terangnya. Meskipun belum sepenuhnya tercapai, cita-cita kesetaraan gender di Indonesia relatif menunjukkan tren positif. Betapa tidak, di usianya yang masih 72 tahun, negara ini sudah pernah memiliki presiden perempuan. Pemilihan umum juga sudah melibatkan perempuan secara aktif dengan nilai suara yang sama dengan laki-laki (one man one vote). Sementara di beberapa negara Eropa, untuk mencapai kesamaan ini, butuh waktu yang jauh lebih panjang. Tapi, “gender jihad” tetap mesti dikobarkan. Betapa tidak, masih ada banyak kekerasan rumah tangga yang korbannya mayoritas perempuan dan anak. Mereka termarginalkan dengan alasan-alasan kultural patriarkis. Yang dalam perjalanannya, justru lebih parah karena perempuan kapitalisme atau jadi komoditas.
makin
jadi
korban
Dalam hal ini, sejumlah perspektif mesti dibenahi. Tidak hanya sudut pandang yang berasal dari laki-laki dan lingkungan. Perempuan sendiri mesti bisa melihat dirinya dengan adil dan tidak termakan mitos kultural. (*) Editor: Nuri Hermawan
Ratih
Pusparini,
Alumnus
Pembawa Misi Perdamaian di Negara Konflik UNAIR NEWS – Menjadi perempuan pertama Indonesia yang dikirim ke medan perang sebagai pasukan keamanan menjadi salah satu kebanggaan tersendiri baginya. Ia merasa senang ketika ditunjuk oleh atasannya di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk diterjunkan langsung di daerah yang penuh pergolakan. Ia adalah Ratih Pusparini, alumnus S-1 Sastra Inggris Universitas Airlangga tahun 1994 yang bertugas sebagai pembawa misi perdamaian di negara konflik. Meski sudah empat tahun berselang, pengalaman yang ia dapatkan usai bertugas di negara konflik masih begitu jelas tersimpan dalam ingatannya. Tentang bagaimana peperangan antar suku, patroli tentara, dan bunyi timah panas yang berdesing di indera pendengarnya setiap hari. Tahun 2008 menjadi tahun bersejarah dalam karirnya. Pada tahun itu, Ratih pertama kali mengemban tugas sebagai military observer misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokratik Kongo. Ratih bercerita, suasana politik di Kongo kala itu amat dinamis. Penuh ketidakpastian. “Masih banyak pertempuran antar suku, antar kelompok-kelompok pemberontak yang tidak hanya berasal dari Kongo tapi juga dari negara-negara di sekitarnya, seperti dari Uganda, Rwanda dan Republik Afrika Tengah. Kami pernah harus tinggal di rumah selama tiga hari tidak diijinkan beraktivitas di luar pagar karena keamanan yang tidak terjamin,” kisah perwira TNI Angkatan Udara itu. Pada bulan Maret tahun 2012, ia kembali mendapatkan tugas ke Lebanon. Ia menjadi perwira siaga yang memonitor jalannya operasional United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Selang satu bulan berjalan, pada bulan April, ia mendapat
perintah dari Mabes TNI untuk bergabung dengan tim aju di Suriah sebagai military observer dan staf operasi di Markas Besar United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS). Namun, Ratih tak lama berada di Suriah, negeri yang kini diguncang keberadaan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Misinya diakhiri pada tiga bulan kemudian karena berbahaya bagi keselamatan pembawa misi perdamaian. Ia pun kembali ke Lebanon pada bulan September 2012 sebagai Shift Chief Joint Operation Centre UNIFIL. Kali ini, misinya berlangsung selama satu tahun. Di awal penugasan, suasana Lebanon cukup kondusif. Namun, sekitar awal tahun 2013, kontak senjata sempat terjadi di beberapa tempat karena iklim politik di negara tetangganya, Suriah, juga memanas. Perempuan, agen perdamaian dunia Mendapatkan mandat sebagai salah satu perempuan militer pertama yang ditugaskan ke negara bertikai menjadi tanggung jawab yang tak mudah bagi Ratih yang kini berpangkat letnan kolonel. Ia merasa bahwa tanggung jawab ini perlu ditunjukkan melalui reputasi yang baik kepada pimpinan, senior, dan junior. Di penugasan pertamanya di Kongo dan Suriah, ‘hanya’ sekitar 20 perempuan militer yang bertugas. Para perempuan itu berasal dari Indonesia (2 orang), Tiongkok, Afrika Selatan, India, Ghana, Kanada, Malawi, dan Uruguay. Lainnya adalah laki-laki militer yang jumlahnya mencapai 17 ribu pasukan berseragam militer, polisi, dan staf sipil. Namun, perihal perdamaian, persatuan dan kesatuan adalah tanggung jawab seluruh anak bangsa. Tak pandang laki-laki dan perempuan. Meski demikian, perempuan kelahiran Denpasar 48 tahun lalu ini memandang bahwa perempuan bisa dijadikan agen perdamaian di berbagai wilayah konflik. “Kita butuh kepercayaan dari mitra kerja kita yang notabene
adalah lelaki. Mereka perlu memandang bahwa perempuan pun mampu melaksanakan tugas yang sama dengan yang mereka kerjakan karena sebelum para perempuan diberangkatkan dalam misi, mereka menjalani berbagai pelatihan dan persiapan yang memadai,” tegas Ratih yang semasa kuliah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati Putih. Sejak menjalani misi perdamaian di wilayah bertikai, Ratih yang juga peraih gelar master di Universitas Monash, Australia, diganjar penghargaan Women of Change dari Pemerintah Amerika Serikat tahun 2013. Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional saat ia menjalani misi di Lebanon. Ia juga mendapat tanda kehormatan berupa The United Nations (UN) Medal, UN Medal Syria, dan UN Peacekeeping Medal in Lebanon. Ratih yang menamatkan sekolah dasar hingga menengah atas di Jakarta itu terus melantangkan suaranya hingga ke tingkat forum PBB. Pada akhir Februari 2017 lalu, Ratih bersama Kristin Lund (mayor jenderal asal Norwegia yang juga komandan misi perdamaian PBB) berbicara dalam sesi forum United Nations Special Committee for Peacekeeping Operations di New York. Dalam forum itu, ia menyampaikan enam pokok pikiran mengenai keterlibatan perempuan dalam misi perdamaian PBB. “PBB harus membuat langkah-langkah afirmatif untuk menambah jumlah perempuan dalam misi PBB. Perlu ada perubahan kebijakan pro perempuan, dan reformasi budaya dan mindset,” cerita Ratih. “Adequate resources (sumber daya yang memadai) untuk meningkatkan peran perempuan dalam misi pemeliharan perdamaian, dan perlunya gender advisory network yang berisikan perempuan-perempuan pengambil keputusan untuk memastikan perspektif gender di semua tingkatan. Selain itu, perlu adanya penugasan perempuan di luar feminine duties seperti medis, logistik, dan administratif,” imbuh Ratih yang kini menjabat sebagai Kepala Sub Departemen Bahasa, Departemen Akademika, Akademi Angkatan Udara.
Ratih lantas bercerita, bahwa kesempatan perempuan untuk menjadi pembawa misi perdamaian sebenarnya terbuka lebar. Perempuan haruslah memiliki kondisi fisik dan mental yang baik, mampu berbahasa asing, dan kemandirian. Ada pula proses seleksi yang harus diikuti dan dilaksanakan terpusat di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI di Sentul, Bogor, Jawa Barat. “Peluang terbuka lebar bagi perempuan untuk bergabung dalam misi perdamaian PBB. Tak hanya militer dan polisi, warga sipil pun bisa bergabung. Kita punya banyak relawan PBB perempuan di berbagai misi. Kita punya banyak perempuan TNI dalam misi di Lebanon dan Sudan,” tutur Ratih. Secara pribadi, kesempatan yang
ia pun berharap agar perempuan diberi lebih luas untuk berperan aktif dalam
perdamaian dunia. Ia mengatakan, secara perlahan namun pasti, dunia akan menjadi kuat dan damai. Terkait dengan almamaternya, Ratih menuturkan bahwa keberhasilan UNAIR bertumpu pada sivitas akademika. “Kita harus punya kepedulian yang tinggi dari semua pihak. Baik itu rektorat, dekanat, dan mahasiswa. Ini untuk mendukung keberhasilan UNAIR menuju world class university,” pesannya. “Good luck, UNAIR!” pungkasnya. Penulis: Defrina Sukma S Editor
: Binti Q. Masruroh
Mahasiswa
UNAIR
Banyuwangi
Ajari PKK Olah Kulit Pisang Bernilai Ekonomis UNAIR NEWS – Di Kelurahan Boyolangu, salah satu sentra penghasil pisang terbesar di Kabupaten Banyuwangi, kulit pisang menjadi persoalan tersendiri. Dianggap sebagai limbah dan selayaknya harus dibuang. Padahal, ada banyak manfaat gizi yang cukup lengkap terkandung dalam kulit pisang, jika kita dapat mengolahnya. Karena itulah untk memanfaatkan benda yang seakan sudah tak berguna tadi, tim mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi, melakukan pelatihan bisnis mengolah kulit pisang menjadi produk bernilai ekonomis sebagai upaya meningkatkan pendapatan masyarakat, kepada Ibu-ibu PKK Kelurahan Boyolangu, Kabupaten Banyuwangi. Mahasiswa yang mengabdikan diri para pemberdayaan masyarakat tersebut adalah Tsania Ysnaini Mawardi (angkatan 2016, ketua tim), Dessy Rizky Putri (2016), Indah Oktavia Utami (2016), Tri Nur Afiyah Wulandari (2015), dan Rosalinda Mattylda (2014). Menurut Tsania Ysnaini, selaku Ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) UNAIR Banyuwangi, hasil pelatihan itu sekarang ibu-ibu rumah tangga anggota PKK di Kel. Boyolangu yang rata-rata tidak bekerja, kini terampil membuat produk minuman segar dari kulit pisang, keripik buah pisang, dan makanan lain yang terbuat dari pisang. “Kami menginisiasi segera terbentuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan menghasilkan produk untuk menopang penghasilan keluarga. Selain itu jumlah limbah kulit pisang yang cukup banyak akan teratasi menjadi produk yang miliki nilai jual dan
menguntungkan karena dimanfaatkan sebagai bahan pangan,” kata Tsania.
USAI pelatihan Banskin Business di Kel. Boyolangu, Banyuwangi. Mereka dilatih membuat makanan dari kulit pisang. (Foto: Dok PKMM) Di desa itu diakui banyak pohon pisang yang sengaja ditanam di sepanjang rel di seberang rumah warga. Secara tidak langsung pula menjadikan buah pisang sebagai makanan semi-pokok bagi warga setempat. Bahkan semua warung kopi menyediakan makanan dari pisang, misalnya pisang goreng, sale dan keripik. Ditambahkan, selama ini masyarakat awam tidak banyak mengetahui bahwa pisang, baik buah, daun, batang, jantung, dan kulitnya sekalipun, dapat dimanfaatkan. Menurut Basse (2000), porsi (volume) kulit pisang itu cukup banyak, mencapai sepertiga dari buah pisang sebelum dikupas. Kandungan gizi kulit pisang juga cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia. PKMM
“Banana
Skin
(Banskin)
Business”
ini
hadir
untuk
memberikan pelatihan bisnis. Tujuannya untuk mengubah mindset para mitra yang sebelumnya menganggap kulit pisang hanyalah limbah, padahal bisa dibuat menjadi suatu produk. Luaran lain yang diharapkan adalah terbentuknya UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) pada kader yang telah dilatih tersebut. Dari pre-test yang dilakukan pada kelompok ibu-ibu PKK di Kelurahan Boyolangu tersebut hampir semua ibu-ibu anggota PKK yang tidak bekerja, hanya menjadi ibu rumah tangga, bahkan sebagian besar hanya lulusan SD. Meski begitu, 50% dari mereka punya impian bisa buka suatu usaha di masa depan. Tim PKMM melakukan pelatihan bisnis Banskin Business sebanyak 4 kali. Tim bukan hanya mengajari bagaimana mengolah kulit pisang menjadi produk bernilai ekonomis, namun juga mengajarkan packaging, kandungan gizi, hingga perijinan perihal UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Tim juga menghadirkan pemateri dari UMKM dan Dinas Kesehatan Kab. Banyuwangi. (*) Editor: Bambang Bes
PKPB UNAIR Siap Menjalin Pertemuan Tiga Bulan Sekali UNAIR NEWS – Setelah dideklarasikan berdirinya secara resmi pada 20 Mei 2017 lalu, Paguyuban Karyawan Purna Bakti (PKPB) Universitas Airlangga (UNAIR), Minggu (11/6) petang kemarin berkumpul mengadakan buka puasa bersama, di Lantai III RM Agis Jl. Achmad Yani Surabaya. Tidak kurang dari 60-an anggota yang sementara terinfentarisir, hadir bersilaturahmi. Sambil ngabuburit sebelum masuk waktu berbuka puasa, dilaksanakan diskusi bersama yang dipimpin oleh “Lurah”
(Ketua) PKPB UNAIR Dra. Kusmawati, yang membahas tentang kegiatan organisasi PKPB kedepan. Diantara hasil kesepakatan tersebut, pertama, disepakati akan melaksanakan pertemuan rutin anggota setiap tiga bulan sekali. Pertemuan itu dilaksanakan secara bergilir ke rumah diantara anggota, dengan tujuan utama untuk silaturahmi. Pertemuan ini tidak menutup kemungkinan diminta oleh seorang anggota kala ia mempunyai suatu hajatan. Jadi waktunya diatur fleksibel saja. Kesepakatan kedua, dalam setiap pertemuan itu diadakan iuran dengan besaran sudah ditentukan. Komposisinya uang iuran itu, 50% sebagai dana pertemuan dan 50% untuk dana kas organisasi. ”Jadi dari iuran yang terkumpul, separo diberikan tuan rumah untuk biaya pertemuan, yang separo untuk kas organisasi. Kas ini dikeluarkan antara lain untuk bantuan bila ada anggota yang sakit atau kesusahan. Ini diluar bantuan secara pribadiperibadi,” kata Kusmawati kepada unair.news. Kesepakatan yang ketiga, setelah Hari Raya juga akan didakan silaturahmi Halal Bihalal anggota PKPB UNAIR, di rumah seorang anggota di kawasan Jl. Jojoran III. Kesepakatan keempat, akan terus dilakukan inventarisasi anggota karyawan purna tugas UNAIR yang belum bergabung. Masing-masing anggota yang sudah berhimpun dihimbau untuk memberitahukan kepada siapapun mantan tenaga kependidikan UNAIR untuk diajak bergabung. ”Sampai saat ini sudah tercatat 120-an anggota, separohnya kita komunikasi melalui grup WhatsApp (WA), sedang yang separo melalui HP dan SMS. Jadi kami akan terus mencari dan memberitahukan keberadaan organisasi ini kepada yang belum ketemu,” kata Bu Wati, sapaan akrabnya. Dalam waktu pasca-Lebaran juga akan dilaksanakan pertemuan yang akan membahas kelengkapan kepengurusan, yang unsur-unsur calon pengurusnya terdiri dari delapan inisiator pembentukan PKPB. Delapan inisiator tersebut adalah Kusmawati, Hadi Gunawan, Masugeng Sunaryo, Bambang Dwi, Aisyar Halim, Yitno
Ramli, Nono Subeno, dan Sumadi. ”Setelah terbentuk kelengkapan pengurus, kami juga ingin beraudiensi dengan Rektor, setidaknya untuk silaturahmi dan memberitahukan keberadaan organisasi PKPB UNAIR ini, nanti jadwalnya kita sesuaikan,” kata Kusmawati. Selesai bincang-bincang santai dengan anggota, dilanjutkan takjil bersama, salat magrib berjamaah dan makan buka puasa bersama. Setelah jeda sejenak, pertemuan diakhiri dengan pendokumentasian foto bersama anggota yang hadir. (*) Penulis: Bambang Bes
Mengapa Harus Kuliah di Kedokteran Hewan UNAIR? Berikut Penjelasannya! UNAIR NEWS – Ada 39 program studi S-1 yang dimiliki Universitas Airlangga, salah satunya S-1 Pendidikan Dokter Hewan. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan sekaligus koordinator prodi S-1 Pendidikan Dokter Hewan Prof. Dr. Pudji Srianto, drh., M.Kes bercerita kepada UNAIR NEWS tentang beragam hal menarik yang bisa mahasiswa dapatkan jika kuliah di prodi ini. 1. Salah Satu Program Studi Kedokteran Hewan Tertua di Indonesia FKH UNAIR berdiri sejak tahun 1972. Di Indonesia, hanya ada 11 perguruan tinggi yang memiliki jurusan kedokteran hewan. Secara usia, FKH UNAIR tertua keempat setelah Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Syiah Kuala. Dari 116 dosen yang dimiliki, ada 26 profesor
aktif yang dimiliki FKH. 2. Rumah Sakit Hewan Terbesar di Indonesia yang Dimiliki PTN Saat ini sedang dibangun Rumah Sakit Hewan yang terdiri dari enam lantai. Pembangunan RS diperkirakan selesai tahun 2017 ini. Sehingga, studi kedokteran hewan dapat dipraktikkan secara langsung di RS ini. Lantai satu RS ini, digunakan untuk penerimaan pasien, diskusi mahasiswa dan asistensi. RS ini sudah beroperasi sejak sejak tahun 2004. “Peneriman pasien hingga 100 ekor perhari. RS ini berhasil memasukkan hampir 1,5 miliar pertahun. Dokternya dosen sini juga. Mereka masuk dalam katagori pengmas,” ujar Pudji. Selain fasilitas Rumah Sakit Hewan, beragam fasilitas lain yaitu Taman Ternak Pendidikan, Unit Pengembangan & Penelitian Hewan Lab, Pelayanan Diagnostik Unit Penyakit Unggas, Laboratorium
Biologi
Molekuler,
Laboratorium Pakan Ternak, Laboratorium Invitro, Unit Produksi Semen Beku, dan BSL 3 (Biosafety Level 3). 3. Program Kelas Internasional Di UNAIR, ada lima kelas internasional yang dibuka. Program ini bisa diikuti mahasiswa mancanegara maupun mahasiswa Indonesia. Jika anda kuliah di FKH UNAIR, dengan mengambil program kelas internasional, tentunya kamu banyak memiliki teman dari mancanegara. Kamu bisa saling berjejaring dan bertukar pikiran. Tahun 2016 lalu, ada 12 mahasiswa macanegara yang berasal dari Malaysia. Jumlah ini adalah jumlah penerimaan mahasiswa asing di fakultas yang terbesar di Indonesia, 4. Berpeluang Menjadi Peneliti Zoonosis Saat ini, banyak infeksi yang ditularkan dari hewan ke manusia begitupun sebaliknya. Seperti rabies dan antraks yang barubaru ini menjadi kasus di Indonesia. Pudji mengatakan, topik
inilah yang banyak memiliki peluang besar untuk diteliti. Payung penelitian besar yang ada di FKH adalah bidang kesehatan masyarakat veteriner. Saat ini sedang menjadi tren konsep One Health yang memiliki misi untuk melawan penyakit zoonosis. “Jika ada sebuah penyakit yang disebabkan oleh hewan, kita bekerjasama dengan orang-orang dari kesehatan atau kedokteran. Mereka yang mengurusi manusianya, dan kita mencari tahu hewan yang menyebabkan penyakit tersebut,” katanya. Di FKH UNAIR, implementasi penelitian lebih banyak pada pembuatan kit diagnostik. Peneliti bisa membuat vaksin dan memproduksinya melalui pihak ketiga. Beberapa alat diagnostik telah diciptakan akademisi FKH, seperti Pudji dan tim yang memiliki peralatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi berahi hewan. 5. Memiliki Kelompok Minat Penyuka Binatang Ada fasilitas kelompok minat yang berada di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa FKH bernama Kelompok Minat Profesi Veteriner (KMPV). Peminatan ini cocok sekali bagi mahasiswa yang memiliki kecintaan terhadap bidatang. Seperti peminatan terhadap ubur, luwak, ternak besar, hewan liar, dan lain sebagainya. “Mereka kerjasama dengan komunitas. Yang paling bagus itu minat luwak. Di luar, luwak bisa buat kopi. Kalau mahasiswa, mereka bisa memelihara dan mengembangbiakkan luwak. Ada tiga luwak di sini, hampir mirip kebun binatang mini,” ujar Pudji. 6. Program Studi S-1 hingga S-3 Ada di FKH Sejak FKH berdiri, dari tahun ke tahun mahasiswa yang terdaftar semakin banyak. Tahun 2016 lalu, ada 288 mahasiswa baik nasional maupun internasional. Program studi yang disediakan baik jenjang S1 hingga S3 ada di sini. Jenjang S1
Pendidikan Kedokteran Hewan, Profesi Dokter Hewan, S2 Ilmu Biologi Reproduksi, Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Agribisnis Veteriner, Ilmu Vaksinologi dan Imunoterapetika, dan S3 Sains Veteriner. Enam prodi diantaranya telah terakreditasi A. 7. Sebaran Alumni Seluruh Indonesia Pudji mengatakan, perbedaan alumni dulu dan sekarang adalah minat karir mereka usai lulus kuliah. Jika dulu mahasiswa banyak yang berkeinginan untuk menjadi pegawai negeri, maka saat ini lulusan FKH banyak yang ingin mengembangkan bisnis dan berwirausaha. “Alumni kita tersebar sudah ke berbagai negara. Yang cukup menggembirakan, 33 provinsi di Indonesia hampir tiap provinsi ada. Di perbatasan juga ada,” ujarnya. Tiap tahun, ada reuni alumni yang memungkinkan mereka untuk berjejaring satu sama lain. “Aspek bisnis dan sirkulasi besar sekali. Tiap tahun ada gathering alumni. Bisa saling koordinasi satu sama lain,” tambahnya. Yang patut dicatat, lapangan kerja dari studi kedokteran hewan tidak selalu menjadi dokter hewan. Banyak pilihan lapangan kerja yang bisa digeluti, berwirausaha salah satunya. (*)
Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
Pendaftar Jalur Mandiri UNAIR Tembus 10.143 Orang UNAIR NEWS – Seleksi penerimaan mahasiswa baru merupakan peluang terakhir bagi lulusan sekolah yang ingin diterima program studi S-1 di Airlangga. Sampai Kamis (14/7) pukul 13.00 pendaftar jalur mandiri reguler mencapai 10.143
jalur mandiri menengah atas Universitas WIB, jumlah orang.
Pernyataan itu disampaikan oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, ketika ditemui di ruangan kerjanya. Dari jumlah tersebut, prodi S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR, tetap menjadi prodi favorit pendaftar. Jumlah pendaftar prodi S-1 Pendidikan Dokter mencapai 2.540 orang. Dari jumlah pendaftar keseluruhan, sebanyak 189 orang mendaftar jalur mandiri kelas internasional. Sekitar 22 orang diantaranya adalah warga negara asing. Pada seleksi jalur mandiri tahun 2015, WNA pendaftar kelas internasional didominasi dari Malaysia. Namun, untuk tahun 2016, data asal negara pendaftar masih belum diketahui. Terkait dengan kelas internasional, Prof. Nasih menginginkan agar WNA dari berbagai negara bisa menjalani aktivitas perkuliahan di UNAIR. Bidikmisi Pada tahun 2016, UNAIR membuka jalur mandiri khusus Bidikmisi. Prof. Nasih tidak menetapkan kuota Bidikmisi pada jalur mandiri. Menurutnya, kuota Bidikmisi UNAIR dari pemerintah sebanyak 550 mahasiswa sudah terpenuhi lewat jalur SNMPTN (373 orang) dan SBMPTN (293 orang). Namun, ia akan memperjuangkan pertambahan kuota Bidikmisi kepada pemerintah. Apabila permohonan pertambahan kuota tidak terpenuhi, maka peserta Bidikmisi jalur mandiri mendapatkan pembebasan biaya kuliah per semester.
“Kita di jalur mandiri pun menerima Bidikmisi. Mudah-mudahan, mereka yang secara ekonomi kurang mampu bisa bersaing di jalur mandiri,” tutur Prof. Nasih. Program vokasi Selain seleksi penerimaan mahasiswa baru sarjana jalur mandiri, UNAIR juga sedang membuka seleksi maba vokasi. Sampai Kamis (14/7) pukul 13.00 WIB, jumlah pendaftar program vokasi mencapai 3.471 orang. Dari jumlah tersebut, prodi D-3 Perpajakan dan D-3 Akuntasi menjadi pilihan favorit. Jumlah pendaftar D-3 Perpajakan mencapai 661 orang, sementara D-3 Akuntansi mencapai 552 orang. Kuota masing-masing prodi tersebut adalah 120 orang. Berbeda dari proses seleksi tahun lalu, tahun ini jadwal seleksi program vokasi dilaksanakan bebarengan dengan jalur mandiri. Dengan adanya kebijakan ini, lulusan SMA/sederajat diharapkan segera menetapkan pilihan untuk melanjutkan studi jenjang sarjana atau diploma. “Karena ini bukannya saatnya coba-coba. Daftar S-1 di jalur mandiri, kalau tidak diterima baru daftar ke vokasi. Jangan coba-coba lagi. Mulai dari sekarang harus menentukan pilihan. Kalau lulusan dari SMEA (sekolah menengah ekonomi atas) atau STM (sekolah teknik menengah), kita dorong ke D-3,” tutur Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR itu. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Bambang Bes.