1. Latar Belakang
Pada rnasa kini,
salah
satu upaya
yang
dapat
dilakukan
untuk
mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan penyediaan bibit berkuaIitas tinggi meialui penerapan dan pengembangan bioteknologi reproduksi, antara lain teknologi Lnseminasi Buatan (IB) dan Transfer Embrio (TE). Hal ini terbukti dari telah didirikannya Balai Inseminasi Buatan di Lembang dan Singosari, yang diikuti dengan didirikannya Balai Ernbrio Ternak di Cipelang, Bogor pada tahun 1992.
Inseminasi Buatan dilakukan
sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah sel garnet jantan (spermatozoa) dari seekor pejantan unggul sehingga jumlah betina yang dapat dibuahi dapat ditingkatkan dan keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik.
Sedangkan TE ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sel
gamet baik dari induk jantan maupun induk betina terhadap proses produksi ternak, sehingga keturunan yang diperoleh akan rnendapatkan peningkatan mutu genetik dari kedua tetuanya. Didalam penerapan TE, embrio yang akan ditransfer dapat dihasilkan baik secara in vivo maupun in vitro, sehingga tersedianya garnet, terutama sel tetur (oosit) secara kesinambungan merupakan faktor utama yang hams terus diupayakan. Kriopresewasi oosit merupakan salah satu cara untuk rneningkatkan nilai tambah oosit sehingga dapat dipergunakan tanpa dibatasi oleh kendala waktu dan
jar&. Teknik kriopreservasi oosit merupakan suatu cara untuk menyimpan sampel dalam bentuk beku dengan tujuan untuk penyimpanan, pemeliharaan, menjamin
dan mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dengan teknik kriopreservasi daya tahan hidup (viabilitas) oosit dapat dipertahankan dengan cara mereduksi fungsifungsi dan aktivitas metabolik tanpa terjadinya kerusakan membran maupun organel sel sehingga fbngsi biologis, fisiologis dan imunologis tetap ada. Kemampuan untuk melakukan kriopreservasi oosit marnalia akan mernperpanjang daya tahan oosit dan secara efektif akan meningkatkan penerapan dan peranan TE serta kemampuan daya guna teknologi biologi reproduksi secara luas, antara lain kloning dan rekayasa embrio. Melalui
teknik
kriopreservasi,
oosit
dari
hewan
temak,
hewan
laboratoriurn maupun hewan liar dapat disimpan dalam keadaan beku tanpa batas waktu untuk aplikasi komersial ataupun keperluan penelitian di kemudian hari. Oosit dari betina yang bermutu genetik tinggi, termasuk species-species yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina teIah kehilangan fungsi fertilisasi secara normal atau bahkan telah mati; karenanya penyediaan oosit yang diperoleh dari hewan bermutu genetik tinggi atau memiliki nilai ekonomi dapat ditingkatkan dan dilakukan setiap saat setelah hewan dipotong atau mati mendadak. Keberhasilan kriopreservasi akan memungkinkan tersedianya oosit beku sehingga (a) dapat mempermudahkan pengaturan waktu didalam program produksi embrio in vifro berikut transfer embrio (atau program bayi tabung pada manusia) serta teknik konsepsi terkait lainnya (Rall, 1992), dan (b) secara umum merupakan upaya penyimpanan dan pemeliharaan pjasma nutfah (Wildt, 1989). Pada manusia,
kriopreservasi
oosit selain akan mempermudah melakukan
intervensi terbadap siklus reproduksi juga akan memungkinkan mengantisipasi
pada wanita yang kehilangan k n g s i gonadal akibat proses bedah atau kemo-terapi sehingga potensi reproduksi masih dapat dipertahankan serta mengantisipasi pertanyaan masalah etika dan legalitas sekitar penyimpanan embrio beku pada manusia. Sedangkan plasma nutfah dari betina yang berniIai mutu genetik atau ekonomi tinggi, serta species-species langka yang dilindungi (endangered species) dapat diselamatkan setelah hewan betina dipotong atau bahkan mati.
Ditinjau dari fenomena fisik, ada dua metode kriopreservasi oosit, yaitu metode pembekuan w e e z i n g ) , termasuk kedalamnya adalah pembekuan lambat dan cepat (slow and rapid/ultra rapidfreezing) dan metode vitrifikasi. Perbedaan yang menyolok diantara kedua metode tersebut adalah pada metode pembekuan tejadi pemadatan cairan tetjadi melalui pembentukan kristal es, sedangkan pada vitrifikasi pemadatan cairan t ejadi tanpa melalui pembentukan kristai es (Rall dan Fahy, 1985). Adapun kerusakan fisik yang dapat ditimbulkan oleh kedua metode tersebut di atas adalah hampir sama. Saat ini metode vitrifikasi telah dipakai sebagai metode alternatif kriopreservasi embrio maupun oosit (Rall dan Fahy, 1985; Nakagata, 1989; Arav e f al., 1990). Pada proses vitrifikasi, pemadatan cairan terjadi melalui peningkatan
viskositas yang ekstrim pada masa pendinginan cepat (Fahy, el at.,1984). Bagian padat ini menyerupai kaca sehingga disebut vitreus, serta memiliki distribusi molekuler dan ionik dalam keadaan cair. Dengan demikian, efek yang merusak
dari kristal es ekstra dan intraseluler dapat menghidari atau diminimumkan -11 dan Fahy, 1985). Kelebihan lain dari metode vitrifikasi adalah sederhana, murah, mudah dan tidak memerlukan alat khusus penurun suhu
sehingga dapat
diterapkan di tempat-tempat seperti rumah sakit, laboratorium atau balai-balai ternak yang memiliki fasilitas kontainer nitrogen cair. Adapun kelemahan pada rnetode vitrifikasi adalah untuk meniadakan atau meminimunkan terbentuknya
krista1 es dibutuhkan
krioprotektan
dengan
konsentrasi tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya tekanan osmotik serta toksisitas krioprotektan terhadap oosit (Arav, et al., 1993).
Salah satu upaya
untuk menimimunkan pengaruh tekanan osmotik, dapat dilakukan dengan menambahkan krioprotektan ekstra seluler seperti sukrosa dengan konsentrasi bertingkat (Takahashi dan Kanagawa, 1990; Tada et al., 1994)
Sedangkan
pengaruh toksisitas dapat dirninimumkan dengan menggunakan krioprotektan dengan toksisitas rendah seperti etilen glikol.
Penambahan sukrosa ke dalarn
larutan ekuilibrasi embrio sebelum dan sesudah kriopreservasi telah dilaporkan dapat meningkatkan daya tahan hidup ernbrio maupun oosit setelah penghangatan kembali (warming)(Szell dan Shelton, 1986; Takahashi dan Kanagawa, 1990). Tada et al. (1994) mempergunakan larutan sukrosa untuk proses dehidrasi oosit mencit pada proses vitrifikasi untuk menghindari penggunaan krioprotektan intraseluler yang bersifat
toksik
bagi
oosit
dan
memfasilitasi
pengeluaran
krioprotektan intra-seluler pada masa pasca-penghangatan. Mengacu pada keberhasilan metode vitrifikasi embrio, vitrifikasi oosit telah dilaporkan pada mencit (Nakagata et d., 1989; Shaw et al., 1991; Shaw e f al., 1992; O'Neil, et al., 1998; Bautista, et al., 1998) dan beberapa hewan hewan ternak seperti sapi (Otoi, e f al., 1998; Vajta et al., 1999; Hyttel et al., 2000), babi (Arav et d , 1990; Isachenko et al., 1998) dan kuda (Hochi et al., 1996). Namun
demikian, sejauh ini keberhasilan yang telah dilaporkan masih sangat terbatas dan variatif. Dari berbagai kajian
tentang kriopreservasi oosit,
kajian terhadap
morfologi dan fingsi biologis oosit setelah vitrifikasi masih sangat terbatas (Niemann, 1991; Richardson dan Park, 1992; Aman dan Park, 1994; Lim et al., 1992; Otoi el al., 1992; Rayos, et aL, 1994). Oosit beku akan memiliki nilai tambah jika setelah kriopreservasi masih menunjukkan keadaan morfologi maupun struktur organel yang normal. Keadaan ini sangat berkait erat dengan perananannya didalarn menunjang dan menjalankan aktivitas hngsi biologis oosit, yaitu sebagai salah satu unsur utama pembentuk sigot pada proses fertilisasi disamping sebagai sarana atau tempat berlangsungnya proses fertilisasi dan perkembangan embrio (Hyttel et al., 1997). Dengan demikian, kuantitas serta kualitas dari organel ataupun bahan-bahan lain yang terkandung di dalam sitoplasma oosit akan sangat menentukan keberhasilan proses fertilisasi dan perkembangan embrio selanjutnya (Hyttel et al.,1997). Dibandingkan dengan sel tubuh lainnya, oosit mamalia memiliki ukuran yang relatif besar dengan diameter 120 pm, dan memiliki karakteristik morfologik serta fbngsional yang unik. Keadaan susunan morfologi berturut-huut dari Iuar adalah zona pelucida, membnrn plasma (oolemma) dan sitoplasma (ooplasma). Di bagian luar, zona pelucida dikelilingi oleh sel-sel granulosa yang berhubungan dengan membran plasma melalui g q junction. Sitoplasma oosit mengandung organel-organel seperti mitokondria, retikulum endopiasmik, butir-butir korteks
dan lemak, vakuoia, serta sitoskeleton. Disamping itu, perbedaan tahap
pematangan ataupun species telah dilaparkan pula menunjukkan
keadaan
perbedaan karakteristik rnembran maupun organel (Agca el al., 1997; Hyttel et al., 1997). Dengan demikian, sampai saat ini, kriopreservasi oosit masih menjadi tantangan terbesar bagi kriobiologis yang bekerja di bidang reproduksi. Kerusakan yang terjadi pada oosit yang mengalami kriopreservasi sangat variatif tergantung pada dua faktor utama yaitu karakteristik oosit dan metode yang dipergunakan sehingga penentuan metode yang akan dipergunakan serta kesesuaiannya dengan karakteristik sel &an sangat menentukan keberhasilan kriopreservasi.
Karenanya
setelah proses vitrifikasi, pemeriksaan morfologi serta keadaan struktur oosit secara mikroskopis dan imunositokimia adalah penting sekali. Dan keadaan ini perlu dibuktikan lebih lanjut dengan pengujian aktivitas fungsi biologis oosit melalui proses pematangan dan fertilisasi in vitro serta perkembangan embrio in vifro selanjutnya.
2. Tujuan dm Manfaat Penelitian
2. 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk rneningkatkan nilai tambah w s i t melalui proses kriopreservasi dalam rangka memproduksi oosit beku dan embrio secara in vitro. Sedangkan secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keadaan
morfologi dan h g s i biologis oosit domba setelah kriopreservasi dengan metode vitrifikasi.
2.2. Manfmt Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dengan dihasilkannya oosit beku melalui penelitian ini adalah: (1) Memberikan informasi dasar mengenai vitrifikasi oosit yang dapat diterapkan
pada hewan ternak lainnya ataupun hewan mamalia lainnya. (2) Memudahkan transportasi oosit. (3) Mendukung dan mernudahkan implernentasi kegiatan proses produksi embrio in vitro serta teknik terkait lainnya.
(4) Mendukung upaya pelestarian plasma nutfah melalui pembentukan bank gamet.
(5) Memperluas khasanah pengetahuan dasar mengenai kriopreservasi melalui diseminasi informasi pada berbagai kegiatan seminar ataupun publikasi.