Pada Masa Itu … PROF. DR. GUIDO TISERA, SVD (1949 – 2011) Dosen Kitab Suci STFK Ledalero 1983-2004 Kecakapan akademisnya, keterlibatan pastoral, bimbingan rohani dan ketenangannya dalam melibatkan diri dalam memperjuangkan HAM, semuanya terpadu dalam kepribadian Guido yang serba rela-terbuka-sederhana.
Continuing our series on former academic staff members of STFK Ledalero who have made a marked contribution in their chosen field, we look back at Guido Tisera, the first lecturer to obtain a doctorate in biblical theology (1992) and one of the first two raised to the status of professor by the Minister of National Education (1 July 2009). But what is remembered is not only Guido’s teaching and his many accessible books and articles (see list of publications below), but above all his simplicity, his willingness to listen and to learn, and his ability to combine ongoing academic research with ever-widening engagement in the biblical apostolate (from local to global), his popularity as a retreat giver and his quiet advocacy in controversial human rights cases. The academic, the pastoral, the spiritual and the political combined not just in his work but in himself, such that Guido Tisera was recognized as a living Word, “our letter, written in our hearts, that everyone can read and understand; plainly a letter from Christ, written not with ink but with the Spirit of the living God, not on stone tablets but on the tablets of human hearts.” (2 Co 3:3)
Dari Awal hingga Akhir “Saya kira kunci dalam hidup dan karya Guido Tisera … adalah ‘keugaharian dan kerelaan untuk selalu belajar’”, tandas Eman Embu dari Puslit Candraditya. Eman lanjutkan, “Saya yakin Guido sendiri sangat sadar akan hal ini.” Sebagai contoh Eman mengingat kembali bagaimana Guido, dalam perayaan pesta perak imamatnya, mengulangi kata-kata yang pernah diucapkan kepadanya ketika ia baru kembali dari studi doktoralnya di Universitas Gregoriana, Roma (1988-1992), “tinggalkan gelar S3 itu dan mulai dari awal lagi.” Dan justru itu – “mulai dari awal lagi” - yang dijalankan Guido hingga akhir hayatnya. Dosen Kitab Suci STFK Ledalero 1983-2004 Setelah meraih licentiatnya di bidang tafsiran Kitab Suci dari Pontificium Institutum Biblicum, Roma (1979-1983), 1 Guido Tisera menjadi dosen Kitab Suci di STFK Ledalero, tugas yang diembannya selama enam belas tahun (1983-1988, 1993-2004). Awalnya gaya kuliahnya sama sekali tidak menarik. Simeon Bera Muda mengingat, “Ada yang keberatan tentang cara penyajiannya yang terasa kering. Saya secara pribadi lebih suka dan memuji dia karena isi 1
“The Letter to the Church in Sardis (Rev. 3:1-6): A Message of Renewal for a Church in Crisis?” Roma: Pontificium Institutum Biblicum,1983.
1
kuliahnya [tafsiran Kitab Wahyu dan Surat Ibrani].” Juga, Robert Mirsel, “Kesannya sangat kering, meski bahan yang disiapkan tertulis sangat bagus [Injil Mateus].” Robert menambahkan, “Ya, memang Guido adalah orang yang sangat halus dan tenang, bahkan bisa dianggap dingin.” Malah ada seorang rekan dosen yang menerangkan, “Saya tidak ada banyak kenangan akan Guido. Saya sendiri hanya bertemu dalam hidup sehari-hari dan itu agak dangkal. Selama ini, saya belum mempunyai suatu kesan yang kuat pada diri saya.” Komentar dosen senior, Paul Sabon Nama: “Saya mengenal Guido ada kadarnya, sekalipun sekian tahun saya mengenal dan mengajarnya. Itulah Guido untuk saya, dia tidak muncul untuk dikenal: pendiam, biasa, malah sangat biasa, yang membuat dia tidak muncul dari antara “khalayak ramai”. Paul Sabon tambah lagi: “Guido seorang yang pandai, tetapi kepandaiannya itu juga tidak muncul, dan ketika ia sudah menamatkan studi tinggi dan kembali menjadi dosen di STFK Ledalero, Guido masih tetap seperti itu, pandai, berilmu, tetapi juga tidak muncul benar, untuk dapat kita nilai diri dan kemampuan seluruhnya. Mungkin ini juga karena saya tidak mempunyai kesempatan untuk mengenal Guido lebih dekat, meskipun kami bersama adalah “orang Kitab Suci”. Tapi, satu dasawarsa kemudian ketika Guido Tisera kembali dari Roma (1988-1992) 2 berbekal dengan doktoratnya, 3 kesan para mahasiswa sudah sama sekali lain. Kuliahnya menarik dan skematik. Jelas, Guido sudah lebih percaya diri. Tapi bukan hanya itu; tampaknya alasan utama ialah karena Guido sungguh mencintai bidangnya dan tidak bekerja “asal-asalan” tapi selalu dengan serius menekuni tugas yang dipercayakan kepadanya. Guido berkembang sebagai seorang pribadi dan sekaligus sebagai seorang dosen. Dia bukan orang yang sekali jadi; dia sedang dan senantiasa menjadi: “tinggalkan gelar S3 itu dan mulai (sekali dan sekali lagi) dari awal.” Kenang Eman Embu, “Ia bertanya dan belajar. Sebagai sama saudara ia berkembang. Ketika usianya semakin tua ia semakin matang dan lebih gampang berkomunikasi dengan beliau.” Awalnya Guido agak malu-malu, tapi kemudian ia tampil secara meyakinkan mulanya di STFK, dan seterusnya pada tingkat Regio Gerejani Nusa Tenggara (NusRa) (1994-2004), di kalangan KWI (2000-2004), di Zona SVD Asia-Pasifik (1997-2004), dan pada tahun-tahun terakhir pada tingkat mondial dengan mendampingi pimpinan pusat SVD di Roma (2004-2009). Selain mencintai bidang keahliannya dan tekun mengajar, Guido adalah orang yang rendah hati. Biar sudah meraih doktoratnya dan bertumbuh sebagai salah satu dosen terbaik di STFK Ledalero, Guido tidak pernah segan bertanya pada rekan-rekannya dan minta pendapat mereka. Sebelum menerbitkan satu tulisan dia selalu memberi draftnya kepada orang lain untuk dikomentari. Masih ada alasan lain di balik kenyataan bahwa kuliahnya pada tahun 1980an yang “kaku dan kering” menjadi “akrab dan hangat” sepuluh tahun kemudian. Guido tidak lagi membatasi 2
Rencana awalnya Guido melanjutkan studinya di Catholic University of America (CUA), Washington, Amerika Serikat. Namun, karena CUA menuntut ia harus mengambil MA sebelum memulai program doktoralnya dan bahwa masa studi doktoral di CUA lebih lama dibandingkan di Roma, diputuskan bahwa Guido melanjutkan studi di Universitas Gregoriana, Roma. 3 Universalism According to the Gospel of Matthew [Europaische Hochschulschriften Reihe Xxiii, Theologie.] Frankfurt: Peter Lang, 1993. Tandas Lukas Jua, “Tentu saja ini bukan hanya sebuah tesis, tapi merupakan iman dan keyakinannya.”
2
kuliahnya pada tafsiran Kitab Suci murni (eksegese), tetapi lebih menekankan teologi biblis, teologi biblis kontekstual. Mungkin karena itu, Guido semakin sering diminta untuk menjadi pamong khalwad, membimbing retret yang bertitik tolak dari salah satu kitab dalam Perjanjian Baru (Injil Mateus, Injil Lukas, Kisah Rasul-Rasul, misalnya). Dan justru keterlibatan Guido di bidang kerasulan Kitab Suci dan sebagai pembimbing retret amat membantunya melepaskan kuliah-kuliah yang kaku-kering dan menyiapkan sajian yang semakin akrab-hangat. Dalam dirinya, kuliahnya, dan keahlian akademisnya, konteks masa kini dan penghayatan spiritualitas alkitabiahnya erat terpadu-terjalin. 4 Pantas, pengabdian Guido Tisera di dunia pendidikan, secara khusus di bidang teologi Kitab Suci, diakui dengan pengangkatannya sebagai Profesor oleh Menteri Pendidikan Nasional pada 1 Juli 2009. 5 Kerasulan Kitab Suci Pada bulan Mei 1994 Provinsi SVD Ende mendirikan Pusat Pelayanan Kerasulan Kitab Suci (PPKKS) St. Paulus, yang berkantor di Seminari Tinggi Ledalero. Guido Tisera diangkat sebagai direkturnya yang perdana. Kenang Simeon Bera, Direktur PPKKS sekarang: “Ia adalah Ketua PPKKS yang sangat teliti dan mengerti hal-hal yang dibutuhkan sehingga PPKKS melayani tepat sasar, entah kursus dasar, pendampingan, retret, dan berkerja sama dengan Gereja-Gereja Kristen Protestan di bidang Kitab Suci.” Dalam kedudukannya sebagai direktur, Guido semakin aktif melibatkan diri dalam kegiatan Kerasulan Kitab Suci (KKS) antar Keuskupan Provinsi Gerejani Nusa Tenggara (NusRa). Guido juga membina kontak dengan Catholic Biblical Federation (CBF), dan mendaftarkan PPKKS St. Paulus sebagai anggota CBF. Ia juga terlibat dalam kegiatan KKS di kalangan SVD dan berperan sebagai Koordinator KKS tingkat Zona SVD Asia-Pasifik (1997-2002). Insiden ini terjadi di Ruteng. Alkisah, untuk pertama kalinya Guido diminta mendampingi para agen kerasulan Kitab Suci se Regio NusRa (24-30 April 1995). Secara sangat serius Guido sudah menyiapkan sebuah “kuliah” setebal 30an halaman. “Ah, jangan membawa Ledalero ke sini”, tangkas Koordinator KKS Regio NusRa masa itu, “Kita mesti mendengar laporan-laporan dulu, baru kita tahu apa yang semestinya kita sampaikan.” Dengan tenang Guido melepaskan naskah tebalnya, dan setelah mendengarkan pengalaman dan pergumulan para agen kerasulan Kitab Suci di lapangan, ia mulai berbicara dengan bebas dan meyakinkan. Kenang Paul Sabon Nama: “Guido masuk ke dalam Komisi Kerasulan Kitab Suci dan pertemuan pertama dengan Guido dalam kapasitas ini terjadi di Ruteng. Sesudah menyampaikan materinya Guido “dikerjain” oleh kawan-kawan anggota Komisi Kerasulan Kitab Suci dengan cara yang lazim antara kami. Dia tersenyum agak canggung, dan akhirnya ke luar dari dirinya dan menjadi manusia seperti kami
4
Di samping tugas mengajar di STFK, tiga kali berturut-turut Guido terpilih sebagai anggota Dewan Rumah Komunitas Ledalero (1993-2002), dan menjadi salah satu utusan Provinsi SVD Ende ke Musyawarah Paripurna SVD ke-14 di Nemi, Roma (1994). Guido juga menjadi dosen tamu di berbagai perguruan tinggi lain, seperti di STKIP Ruteng (1993) dan di Pastoral Center Pago-Pago di Samoa Amerika (1994). 5 Karena alasan kesehatan, Guido tidak sempat mengucapkan pidato pengukuhan Profesoratnya di STFK Ledalero yang direncanakan pada tahun 2010.
3
yang lain. Malah lebih dari kami, karena ia sungguh seorang yang berilmu, mantap dalam bidangnya, tetapi ilmunya sudah menjadi lebih manusiawi.” Guido berkembang dari pribadi yang halus dan malu-malu kemudian bisa tampil sebagai orang cakap yang rendah hati, orang sangat simpatik. Dia memperlihatkan kemampuannya berwawancara antar warta Kitab Suci dan konteks aktual zaman ini. Konon, dalam waktu singkat Guido tampil sebagai salah satu pendamping KKS yang paling sering dimintakan bantuannya dalam berbagai kesempatan. Sebagai anggota Catholic Biblical Federation, Guido Tisera mengikuti Musyawarah Paripurna CBF di Hongkong, Cina, (1996), dan di Dar es Salaam, Tanzania (2010). Sr. Emmanuel Gunanto OSU, Koordinator CBF untuk Asia Tenggara (CBF-SEA) mengenang Guido: “Orangnya serius dan lembut, dialah orang yang dapat diandalkan.” Rekan lain di CBF-SEA dari Filipina bercerita: “Guido sering serius, prihatin dan tekun ... orangnya dapat dipercaya; dia bekerja keras, tetap ramah, seorang pendengar, dan seorang pekerja.” Kemampuannya mendampingi para aktivis KKS diakui dengan pengangkatannya sebagai sekretaris Badan Pekerjaan Harian Lembaga Biblika Indonesia (BPH-LBI, 2000-2004). Dan Guido memilih untuk tidak hijrah ke kompleks LBI di Jakarta, tapi tetap tinggal dan mengajar di STFK Ledalero. Direktur Puslit Candraditya 2003-2004 Dari dosen muda yang menggumuli teks-teks Kitab Suci (eksegese murni) Guido sudah membiasakan diri membaca konteks aktual masyarakat dalam terang teks (teologi biblis/KKS). Lantas, tanpa mengabaikan tugas pokoknya sebagai dosen Kitab Suci dan pendamping para agen KKS, Guido menerima permintaan Provinsi SVD Ende untuk menjadi Direktur Pusat Penelitian Agama dan Kebudayaan (Puslit) Candraditya di Wairklau, Maumere. Kenang Eman Embu, sekretaris Puslit Candraditya: “Saya tak tahu pertimbangan di balik keputusannya untuk terima tugas sebagai Direktur Puslit Candraditya. Tetapi sesudah ada keputusan itu saya mengumpulkan bahan-bahan dari arsip dalam tiga bundelan untuk bantu beliau lebih memahami lembaga ini. Ketika saya mengantar bahan-bahan itu ke kamarnya di Seminari Ledalero ia kelihatan terkejut. 6 Membuka halaman-halaman dokumen itu sepintas, Guido katakan, ‘Nanti kita lihat sama-sama’. Dan betul, Guido tak memutuskan sendiri. Ia bertanya dan belajar. Terlebih dalam hal-hal di mana Lembaga Candraditya mesti memberikan respons atau tanggapan sosial.” Tambah Robert Mirsel: “Guido dengan gayanya yang halus coba hidup di antara kami di Wairklau yang memiliki gaya hidup masing-masing. Belum sempat mengarahkan Puslit Candraitya ke depan, ia sudah diangkat menjadi Koordinator KKS di Roma.”
6
Bundelan pertama, “Litania Keputusan dan Memo” (notulen pertemuan dan memo sekretaris, 1987-2003); Bundelan kedua, “Masih [Tetap] Sebatas Rancangan (1987-2003): Statuta, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Pedoman Kerja.” Bundelan ketiga, “[Eksperimen] Perencanaan Jangka Panjang (Rencana Umum 19972007) dan Pengadaandan Pengembangan Jaringan Komputer.”
4
Sebagai orang utuh-integral, Guido menghubungkan peran Puslit Candraditya dengan tugasnya di bidang KKS. Lagi Robert Mirsel bercerita: “Dalam rangka kerasulan dan pastoral Kitab Suci, Guido pernah meminta kami di Puslit Candraditya untuk membuat riset kecil tentang Kitab Suci dalam kehidupan umat. Hasilnya kemudian dipakai untuk KKS oleh Guido dan kawankawannya.” Dan Kitab Suci bukan hanya soal bahan kuliah saja, karena spiritualitas serta nilai-nilai biblis mesti diperjuangkan dalam kenyataan sehari-hari. “Sebelum ke Roma”, kenang Robert Mirsel, “terjadi tragedi penembakan para petani Colol oleh polisi di Ruteng, Manggarai, pada tgl. 10 Maret 2004, yang menewaskan sejumlah orang sementara puluhan lainnya luka-luka dan cacat seumur hidup. 7 Hubert Thomas dan saya (Robert) atas izinan Guido dan pimpinan Provinsi SVD Ende berangkat ke Ruteng untuk membantu para korban dan keluarga mereka. Saya mengirim informasi mengenai keadaan korban tragedi tersebut di Rumah Sakit Umum di Ruteng kepada Rm. Ismartono SJ di Crisis Centre KWI di Jakarta dan meminta bantuan dana agar para korban yang dalam tubuhnya masih bersarang peluru dapat dioperasi di RSK St. Rafael Cancar. Saya juga menceritakan bahwa sampai saat itu pihak Gereja Katolik keuskupan Ruteng belum bertindak apa pun untuk membantu para korban. Hal terakhir ini menimbulkan kemarahan petinggi Gereja Keuskupan Ruteng sehingga dikeluarkan sebuah surat yang menegur saya dan bahkan menjelaskan kepada berbagai pihak bahwa informasi yang saya kirim itu menyesatkan dan bahkan mengingatkan agar pihak-pihak yang dimintai dana untuk membantu korban berhatihati jangan sampai dana itu disalahgunakan. Surat Uskup Ruteng dikirim kepada saya dan berbagai pihak, termasuk Direktur Puslit Candraditya, Guido Tisera. Guido menganggap serius surat itu lalu kami mendiskusikannya. Kami sepakat untuk menanggapi surat Uskup Ruteng dan Guido justru berperan untuk memasukkan aspek-aspek biblis ke dalam surat itu. Ia juga mengatakan bahwa sebaiknya surat itu ditujukan kepada Uskup Ruteng sebagai sama saudara SVD, dan karena itu, isinya harus sedikit mengungkapkan keprihatinan bersama sebagai sama saudara seSerikat.” Nyata, bahwa teologi, pastoral, spiritualitas dan politik menyatu dalam dirinya serta dalam keputusan-keputusannya. Lagi Paul Sabon: “Terakhir kali saya bertemu dengannya di Bandara Wai Oti, Guido baru saja kembali dari Larantuka, mendampingi sekelompok peziarah untuk Perayaan Semana Santa. Ia berusaha menyakinkan diri bahwa itu saya, demikian pun saya. Guido pada saat itu sudah sangat manusia, tersenyum, tapi lunak.” Koordinator Kerasulan Kitab Suci SVD sejagat 2004-2009 Melihat pengalamannya dalam KKS, pada akhir tahun 1995 Pimpinan Pusat SVD di Roma meminta agar Guido Tisera diangkat menjadi Koordinator KKS di Generalat SVD. Karena tenaganya sangat dibutuhkan di STFK Ledalero dan di jejaring KKS di Indonesia, Pimpinan Provinsi SVD Ende ketika itu enggan memenuhi permintaan tersebut. Provinsial Yan Bele menganjurkan agar Guido menimba lebih banyak pengalaman di Indonesia dan di tingkat AsiaPasifik sebelum diberi kepercayaan untuk menjalankan tugas yang lebih luas. Tahun berikutnya Guido diberi kesempatan mengikuti Kursus Dei Verbum di Nemi, Roma. 7
Lih. Eman J. Embu & Robert Mirsel, Gugat: Darah Petani Kopi Manggarai. Maumere: Penerbit Ledalero, 2004.
5
Sembilan tahun kemudian, tepat pada permulaan tahun 2004, sekali lagi datang permintaan dari Pemimpin Umum SVD, kini pada masa pengabdian Antonio Pernia, agar Guido Tisera dibebastugaskan dari STFK Ledalero dan Puslit Candraditya, serta dari kegiatan-kegiatannya yang lain di Indonesia, untuk “kepentingan yang lebih luas”, yaitu sebagai Koordinator Kerasulan Kitab Suci di Roma. Kali ini Provinsi SVD Ende “menyerah”. 8 Selama Guido bertugas di Roma, anggota Dewan Pimpinan Pusat SVD, Alfonso Berger, terkesan dengan keugahariannya, serta kerelaan Guido untuk selalu mendengarkan orang lain. “Saya menghargai kemampuannya memotivasi konfrater lain.” Lanjut Alfonso, “Kemampuannya bekerjasama secara mondial tampak ketika ia mengkoordinasi tim penyunting brosur Tahun Misionaris Sabda Allah Membaca Kitab Suci 9 (2005) dan brosur Dialog Profetis: Cerita, Image dan Wawasan Biblis (2007)”. 10 Tambah Konrad Keler, wakil pemimpin umum SVD, “kerelaan serta kemampuannya mendengarkan orang lain melampaui kesediaannya berbicara.” Pada tahun 2005, ketika Arlindo Pereira Dias masih bertugas sebagai Provinsial Brazil Tengah, Guido mengunjungi São Paulo. Tutur Arlindo, “Guido merasa harus mengunjungi semua komunitas formasi untuk mendorong para formandi agar melibatkan diri dalam matra-matra khas SVD. Guido mengunjungi Centro Biblico Verbo [yang menyelenggarkan banyak kursus dan menerbitkan banyak karya tercetak dan karya video/DVD] dan berjumpa dengan sama saudara dan rekan-rekan pekerja kita di situ.” Thomas Malipurathu mengenal Guido ketika mereka sama-sama mahasiswa teologi Kitab Suci pada tahun 1980an (tingkat S2) dan sekali lagi pada tahun 1990an (tingkat S3). Di kemudian hari mereka berdua menjadi rekan kerja di Collegio SVD Roma ketika Thomas bertugas sebagai Sekretaris Pembinaan dan Pendidikan dan Guido sebagai Koordinator KKS (2004-2009). Thomas bercerita, “Ketika masih studi Guido selalu tenang, dan menampilkan diri dalam komunitas apa adanya.” Dan sebagai rekan kerja di kemudian hari, “Guido sungguh berdisipin dan bekerja keras seperti dahulu. Dia selalu hadir pada waktunya dan angkat bicara dalam pertemuan hanya jika ia hendak menyampaikan sesuatu yang relevan dan berisi.” “Kembali ke Rumah” Guido Tisera lahir di Halilulik, Timor, 16 Juni 1949 dari pasangan Yakobus Tisera dan Anastasia Keke, anak keempat dari 12 bersaudara. Pendidikannya: SDK Halilulik (1955-1961), SMP dan SMA Seminari Menengah Lalian (1961-1968). Kemudian Guido masuk Novisiat SVD di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero pada tgl. 8 Desember 1968 dan mengikrarkan kaul pertama pada tgl. 6 Januari 1971. Selanjutnya, ia studi filsafat di STFK Ledalero (1971-1973), menjalankan TOP di Seminari Menengah Tuka, Bali (1973-1975), dan melanjutkan studi teologi
8
Surat pengangkatan Guido Tisera sebagai Koordinator KKS SVD di Roma tertanggal 12 Maret 2004. Disunting bersama Tim Lenchak dan Ludger Feldkämper (Roma 2005, 106 hlm.) 10 Guido menyuting tulisan dari 12 konfrater dari Amerika Latin (Brazil, Argentina dan Ecuador), Eropa (Jerman, Polandia dan Irlandia), Asia (Indonesia, Filipina dan India), dan Afrika (Kongo, Togo dan Mozambiq (Roma 2007, 112 hlm.). 9
6
di Ledalero (1975-1978). Pada tgl. 8 Januari 1978, Guido mengikrarkan kaul kekal di Ledalero dan ditahbiskan imam-Pewarta Firman di Halilulik pada tgl. 24 Juni 1978. Sejak masa novisiatnya, kesehatan Guido Tisera agak memprihatinkan. Ketika masih bertugas sebagai dosen di STFK Ledalero dokter di RKZ Surabaya sudah menemukan adanya kista kecil di ginjalnya dan karena itu setiap tahun Guido membuat check-up secara teratur. 11 Dalam checkup rutinnya pada tahun 2007 ditemukan bahwa kista di ginjalnya sudah berubah menjadi tumor ganas. Pada bulan September Guido menjalani operasi pengangkatan ginjal yang bertumor itu di Singapora. Sesudah kondisinya pulih, Guido kembali ke Roma. Ternyata dia masih harus menjalani empat operasi besar lagi baik di Roma pun di Singapora. Pada bulan Agustus 2009, Guido pergi ke Guangzhou, Cina, salah satu pusat pengobatan kanker terbaik di dunia karena menggabungkan pengobatan Barat dan terapi herbal Cina. Di sana, sama seperti di Singapora lebih dahulu, para dokter mengatakan bahwa kankernya sudah bersih. Namun pada bulan Desember 2010 Guido mulai demam dan ketika dibawa ke Singapora untuk check-up, ditemukan bahwa kanker ganas itu sudah muncul lagi dan menyebar ke seluruh tubuh: ginjal, tulang belakang, paru-paru dan kelenjar getah bening. Sejak penemuan kanker pada tahun 2007, Guido berjuang untuk hidup. Kenang Alfonso Berger, “Saya terkesan oleh usaha Guido untuk menghadap sakitnya (tumor) dengan iman.” Juga Konrad Keler, “Guido tidak pernah melepaskan sifatnya yang lemah lembut, tenang tenteram. Guido melanjutkan kegiatannya sehingga orang lain tidak tahu bahwa dia sakit.” Pada tahun 2009 Guido terpaksa meninggalkan tugasnya di Roma dan kembali ke Indonesia untuk menjalani perawatan lebih intens, termasuk dengan pengobatan alternatif. Untuk itu, Guido tinggal di Jakarta dan secara berkala mengadakan pemeriksaan dan perawatan di Singapura. Thomas Malipurathu jelaskan, “Ketika Guido sadar bahwa ia menderita penyakit ganas, ia menghadapinya dengan tabah dan keteguhan hati. Sewaktu perawatan lama dan meletihkan di Singapora, surat-suratnya ke pimpinan di Roma menunjukkan ketabahan hatinya serta kepasrahannya pada apa saja yang bakal terjadi.” “Untuk waktu cukup lama”, kenang anggota Dewan Pimpiman Pusat SVD, Gregory Pinto, “Guido sangka bahwa pada suatu saat nanti dia akan sembuh.” Ketika berobat di Jakarta Guido pernah membagi kerinduannya untuk sembuh dan kembali ke Komunitas Ledalero untuk mengajar, dan seadainya kesehatannya tidak mengizinkan, dia ingin menggunakan sisa waktu hidupnya untuk menulis komentar Kitab Suci. 12 Tutur Lukas Jua, “Beberapa hari sebelum kematiannya Guido ditanya: ‘Guido mau pulang ke rumah?’ Guido, yang sebelumnya sudah tidak bisa bicara jelas, menjawab: ‘Saya mau!’ Sesudah itu tampak perubahan sikapnya. Sebelumnya dia selalu berjuang melawan kanker dan kematian dengan harapan bisa sembuh, tapi ketika dia tahu bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke rumah dia mulai menerima keadaannya.” 13 Maka pada tgl. 2 Maret 2011 Guido diterbangkan dari Jakarta ke Atambua. Keesokan harinya di Halilulik, tempat kelahirannya, Guido Tisera
11
Tiga tahun “jalan salib” panjang ini dikisahkan kembali oleh Leo Kleden, Rektor Komunitas Ledalero, dalam kata sambutannya dalam Upacara Pemakaman di Nenuk, Timor, tgl. 3 Maret 2011. 12 Ada beberapa manuskrip berupa bahan retret dan komentar atas bacaan harian Kitab Suci yang belum rampung. 13 Dikisahkan Lukas Jua pada awal kotbahnya dalam Ekaristi Requiem di komunitas Collegio SVD Roma, 5 Maret 2011.
7
menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Marianum (SSpS). Dua hari kemudian ia dimakamkan di pekuburan SVD di Nenuk, Timor. Antonio Pernia, pemimpin umum SVD, menulis kepada SVD Timor dan keluarga Tisera di Halilulik, dan menutup suratnya demikian: “Guido, terima kasih atas waktu yang telah engkau lalui bersama kami di Roma. Terima kasih atas persahabatanmu dan terima kasih atas hidup dan pelayananmu bagi seluruh Serikat Sabda Allah [40 tahun sebagai biarawan misionaris dan 33 tahun sebagai imam-Pewarta Firman]. Engkau adalah seorang sahabat yang baik, seorang SVD sejati, seorang misionaris besar, seorang imam yang baik, dan seorang sahabat yang setia dari Sang Sabda. Kehadiranmu di antara kami telah memberi inspirasi kepada kami, para konfratermu, dan telah memperkaya Serikat kita.” Dan pakar Kitab Suci senior, Paul Sabon Nama mencatat: “Saya dengar tentang kepergiannya. Seorang teman dari ‘zaman Biblicum’ pernah berkata kepada saya: ‘A man of Scripture never dies’. Untuk Guido, sekurang-kurangnya dalam kenangan kita.” Juga Konrad Keler, “Relasi Guido dengan orang lain memantulkan pendekatannya pada Sabda Allah: lembut lagi hormat pada aneka kekayaan kepribadian orang. Dia menjunjung tinggi rupa-rupa konteks kultural, dan tak pernah memaksa kehendaknya, tapi selalu terbuka untuk mendengarkan orang dan menampung pokok pandangan mereka.” Dari Jakarta sobat akrab dan rekan pendidik, Sirilus Belen, mencatat: “Seumur hidupnya Guido tampil sebagai orang yang sangat konsisten, orang yang terfokus pada tugas-tugas yang diembannya. Bukan saja amat kompeten dalam pengajian Kitab Suci, tapi juga menjadi “Kitab Suci” itu sendiri dalam kepribadian dan tingkah lakunya.” Atau, dalam bahasa rasul Paulus: “ternyata kamu adalah surat Kristus, yang ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” (2 Kor 3:3) John Mansford Prior
Nota: Riwayat hidup Guido Tisera serta “jalan salib panjangnya” diperoleh dari Sekretariat Provinsi SVD Ende dan dari Provinsial Leo Kleden; kesan-kesan dari Simeon Bera Muda, Eman Embu, dan Robert Mirsel disampaikan lewat email; kesan-kesan Alfonso Berger, Gregory Pinto, Konrad Keler, Thomas Malipurathu, Arlindo Dias dan Lukas Jua, serta surat belasungkawa dari Antonio Pernia, pemimpin umum SVD, dilanjutkan oleh Lukas Jua dari Roma; kesan-kesan Sr. Emma Gunanto OSF dan Bp. Sirilus Belen diuduh dari situs dunia maya CBF-SEA; kenangan Paul Sabon Nama disampaikan secara pribadi.
Berbagai Terbitan oleh Prof. Dr. Guido Tisera Sepuluh Buku: Jemaat Kerajaan Sorga: Renungan dan Khotbah Injil Matius. Ende: Nusa Indah, 1991, 132 hlm. Universalism According to the Gospel of Matthew [Europaische Hochschulschriften Reihe Xxiii, Theologie.] Frankfurt: Peter Lang, 1993, 403 hlm. 8
Firman Telah Menjadi Manusia: Memahami Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius, 1992 (cek ke-2, 1994), 121 hlm. Salam Engkau yang Dikaruniai: Maria dalam Perjalanan Keselamatan. PPKKS St. Paulus Ledalero, 1997, 34 hlm. Cetakan ke-2 Malang: Dioma, 2006, 48 hlm. Seperti Apakah Kerajaan Allah itu: Nilai-Nilai Kerajaan Allah dalam Hidup dan Ajaran Yesus. Jakarta: Penerbit Obor, 2001, 89 hlm. Bercermin pada Jemaat Perdana: Membaca dan merenungkan Kisah para Rasul. Maumere: Penerbit Ledalero, 2002, 206 hlm. Syering Kitab Suci: “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” (Kis 8:30). Maumere: LPBAJ, 2002, vii-65 hlm. Yesus Sahabat di Perjalanan: Membaca & Merenungkan Injil Lukas. Maumere: Penerbit Ledalero, 2003, 194 hlm. Imamat Yesus Kristus, Imamat Kita: Refleksi tentang Imam di Zaman yang Berubah. Malang: Penerbit Dioma, 2003. Spiritualitas Alkitabiah. Spiritualitas Kontemplatif dan Keterlibatan. Malang: Penerbit Dioma, 2004.
Delapan Manuskrip: The Letter to the Church in Sardis (Rev. 3:1-6): A Message of Renewal for a Church in Crisis?, [Tesis Licentiat dalam tafsiran Kitab Suci.] Roma: Pontificium Institutum Biblicum,1983. Pengantar Kitab-Kitab Pentateukh: “… biarlah orang bertindak menurut Hukum Taurat” (Ezr 10:3). Diktat kuliah, STFK Ledalero: Pusat Pelayanan Kerasulan Kitab Suci (PPKKS) St. Paulus Ledalero, 40 hlm. Pengantar Umum Kitab Suci Perjanjian Baru: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” (Gal 4:4). Diktat kuliah, STFK Ledalero, 1998, 103 hlm. Berjuang Bersama Allah Menuju Kemerdekaan (Menurut Injil Lukas). PPKKS St. Paulus Ledalero, 1996, 47 hlm. Arus Balik: Menuju Masyarakat Allah [Merenungkan Kisah Yunus]. PPKKS St. Paulus Ledalero, 1998, 39 hlm. Jalan Menuju Pembaharuan dan Rekonsiliasi: Kitab Nabi Yehezkiel. PPKKS St. Paulus Ledalero, 1999, 40 hlm. Konflik dan Rekonsiliasi Menurut Kitab Nabi Yesaya. PPKKS St. Paulus Ledalero, 2001, 42 hlm. Komunitas Basis Pembawa Damai (Mat 5:9). [Minggu Kitab Suci Nasional 2001: Gagasan pendukung] Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2001. 53 hlm. 9
Penyunting Tujuh Buku: (bersama Gregorius Kedang), Berjuang Bersama Allah Menuju Kemerdekaan: Refleksi Iman dalam Rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka. Ende: Nusa Indah, 1995, 185 hlm. (bersama John Prior), Membangun Masyarakat Allah. [Kursus lanjutan Kitab Suci.] Ende: Nusa Indah, 2000, 94 hlm. (bersama Hendrikus Dori Wuwur & Amatus Woi), Kontekstualisasi Sabda dan Transformasi Masyarakat: Bunga Rampai 125 Tahun SVD. Maumere: Penerbit Ledalero, 2002, 241 hlm. Mengolah Konflik, Mengupayakan Perdamaian. Maumere: LPBAJ, 2002. 243 hlm. (penjer.) Ferdinando Baj, Jalan Salib dan Injil. Maumere: LPBAJ, 2002, 39 hlm. (bersama Tim Lenchak & Ludger Feldkämper), A Year of Divine Word Missionaries Reading the Bible. [Dialogue with the Word No.5.] Roma: SVD Generalate, 2005, 96 hlm. [Dialihbahasakan ke dalam banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia dengan judul: Tahun Misionaris Sabda Allah membaca Kitab Suci. Ende: Penerbitan SVD, 106 hlm. Dapat diakses dalam bahasa Jerman, Spanyol dan Portu pada situs www.svdcuria.org.] Prophetic Dialog: Biblical Stories, Images, and Perspectives. Dialogue with the Word No. 7. Roma: SVD Generalate, 2007, 95 hlm. [Dialihbahasakan ke dalam banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia dengan judul: Dialog Profetis: Cerita, Image dan Wawasan Biblis. Ende: Penerbitan SVD, 2007, 112 hlm. Dapat diakses dalam bahasa Jerman, Spanyol dan Portu pada situs www.svdcuria.org]. Tigapuluh Dua Artikel: “Kemerdekaan Taruhan Kita untuk Pelita”, Vox 19/2 (1972), 6-11. “Mengapa Sikap Tradisional?”, Vox 19/4 (1972), 3-8. “Menemukan Diri: Satu Cita-Cita Pembaharuan”, Vox 22/3 (1975), 7-10. “Catatan sekitar Organisasi Muda-Mudi Desa”, Vox 33/1 (1976), 22-26. “Pesta Pisah Melepas Bujang”, Vox 23/1 (1976), 46-47. “Duniaku Sehari-hari”, Rohani XXIII/6 (1976), 188-189. “Biarkan itu Terjadi”, Rohani XXXIII/8 (1976), 252-253. “Kegembiraan Marginal”, Rohani XXIII/11 (1976), 329-330. “Dia yang Santai dengan Kekuasaan”, Rohani XXIII/12 (1976), 370-372. “Apa yang Kamu Cari Putra-Putri Zaman Ini?”, Vox 23/2 (1976), 26-32. [dicetak ulang dalam Edisi Khusus Lustrum VIII, Vox 38/2 (1993), 45-47.] “Cita-Cita Kerakyatan dalam Masyarakat Dulu dan Sekarang”, Vox 23/4 (1976), 23-32. 10
“Bersama Michel Quoist : Doa dalam Sajak”, Vox 24/2 (1977), 32-33. “Tak Mungkin Ini Terjadi”, Rohani XXIV/ 2 (1977), 63-64. “Di antara Kebijaksanaan dan Keikhlasan”, Rohani XXIV/5 (1977), 155-157. “Alternatif dari Seberang Perbatasan”, Rohani XXIV/8 (1977), 247-249. “Gereja Ketiga”, Vox 25/1 (1978), 43-52. “Hidup Membiara di Bayang-bayang Harap dan Kenyataan”, Rohani XXV/1 (1978),14-21. “Hidup Memberi kepada Hidup”, Rohani XXV/3 (1978), 90-92. “Yesus: Kabar Pembebasan untuk Orang-Orang Miskin: Kemerdekaan menurut Yesus dan Ketiga Injil Sinoptik”, dalam Guido Tisera (ed.), Berjuang Bersama Allah Menuju Kemerdekaan: Refleksi Iman dalam Rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka. Ende: Nusa Indah, 1995, 105-140. “Pusat Pelayanan Kerasulan Kitab Suci Santo Paulus”, dalam Georg Kirchberger & John Mansford Prior (ed.), Sabda Allah Denyut Jantung Misi. Jilid II [Seri Verbum] Ende: Nusa Indah, 1998, 321-327. (bersama Timothy Lenchak) “The biblical Apostolate and SVD Formation in the Asia-Pacific Zone”, Verbum SVD 41/3 (2000), 395-405. Dicetak ulang dalam Heribert Bettscheider (ed.), Reflecting Mission, Practicing Mission: Divine Word Missionaries Commemorate 125 Years of Worldwide Commitment. Jilid I “Reflecting Mission”. [Studia Instituti Missiologici SVD Nr. 76/1.] Nettetal: Steyler Verlag, 2001, 285-294. “Biblical Apostolate as SVD Priority of Ende Province: Opportunity and Challenge”, dalam Heribert Bettscheider (ed.), Reflecting Mission, Practicing Mission: Divine Word Missionaries Commemorate 125 Years of Worldwide Commitment. Jilid II “Practicing Mission”. [Studia Instituti Missiologici SVD Nr. 76/2.] Nettetal: Steyler Verlag, 2001, 533-547. (sbg sekretaris DPH-LBI), “Rencana Kerja LBI 2000-2001”, Spektrum XXIX/4 (2001), 208-212. “Konflik, Kekerasan dan Rekonsiliasi menurut Perjanjian Lama”, dalam Guido Tisera (ed.), Mengolah Konflik, Mengupayakan Perdamaian. Maumere: LPBAJ, 2002, 9-34. “Peranan Gereja dalam Pencegahan dan Penyelesaian Konflik: Tinjauan Biblis-Teologis”, dalam Guido Tisera (ed.), Mengolah Konflik, Mengupayakan Perdamaian. Maumere: LPBAJ, 2002, 35-90. “Tanah dan Manusia: kerabat atau Musuh?”, Jurnal Ledalero 1/2 (2002), 5-17. “Tanah dan keadilan Sosial: Pandangan Kitab Suci”, Jurnal Ledalero 1/2 (2002), 70-84. “Metode dan Materi Pengajaran Perjanjian Baru dalam Konteks Sosial Politik Asia/Indonesia”, dalam Dori Wuwur Hendrikus et al. (ed.), Kontekstualisasi Sabda & Transformasi Masyarakat. Maumere: Penerbit Ledalero, 2002, 171-207. “Inspirasi Sabda Allah: Pastoral di Zaman yang Berubah”, dalam John Prior & Amatus Woi (ed.), Membaca Tanda Zaman pada Akhir Sebuah Zaman. Maumere: Puslit Candraditya, 2003, 111140. 11
“Perempuan di Tengah Dunia Lelaki”, Jurnal Ledalero 3/1 (2004), 5-19. “Syering Kitab Suci: Kisah-Kisah Alternatif bagi Gereja di Nusa Tenggara”, dalam Emanuel Embu & Amatus Woi (ed.), Berpastoral di Tapal Batas: Pertemuan Pastoral VI Konferensi Waligereja Nusa Tenggara. Maumere: Penerbit Ledalero & Puslit Candraditya, 2004, 63-79. “Kaum Perempuan dan Gerakan Pembebasan”, dalam Emanuel Embu & Amatus Woi (ed.), Berpastoral di Tapal Batas: Pertemuan Pastoral VI Konferensi Waligereja Nusa Tenggara. Maumere: Penerbit Ledalero & Puslit Candraditya, 2004, 131-139. Nota: Tulisan-tulisan dalam majalah Vox (1972-1978) dan Rohani (1976-1978) ditemukan oleh Yohanes Paulus Bhara Watu, SVD.
12