TESIS METODE PEMBELAJARAN MASSED PRACTICE LEBIH MENINGKATKAN KOORDONASI MATA TANGAN DAN KETEPATAN SERVIS TENIS LAPANGAN DARI PADA METODE DISTRIBUTED PRACTICE PADA MAHASISWA PJKR SEMESTER VI UKAW KUPANG
JIMMY CHARTER ATTY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS METODE PEMBELAJARAN MASSED PRACTICE LEBIH MENINGKATKAN KOORDONASI MATA TANGAN DAN KETEPATAN SERVIS TENIS LAPANGAN DARI PADA METODE DISTRIBUTED PRACTICE PADA MAHASISWA PJKR SEMESTER VI UKAW KUPANG
JIMMY CHARTER ATTY NIM: 1190361019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
METODE PEMBELAJARAN MASSED PRACTICE LEBIH MENINGKATKAN KOORDONASI MATA TANGAN DAN KETEPATAN SERVIS TENIS LAPANGAN DARI PADA METODE DISTRIBUTED PRACTICE PADA MAHASISWA PJKR SEMESTER VI UKAW KUPANG
Tesis untuk memperoleh gelar magister pada program magister, program studi fisiologi olahraga program pascasarjana universitas udayana
JIMMY CHARTER ATTY NIM: 1190361019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 01 JULI 2013
Pembimbing I.
Pembimbing II.
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc, Sp. And NIP. 19440201 196409 1 001
Simson R. Kerihi, BA, S. Pd, M. Pd NIP. 19560824 198303 1 001
Mengetahui
Ketua Program Magister Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc, Sp. And. NIP. 19440201 196409 1001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 195902151985102001
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN TESIS Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal : 01 Juli 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 0940/UN14.4/HK/2013 Tanggal 11 Juni 2013
Ketua
: Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila,M.Sc, Sp. And
Anggota
:
1. Simson R. Kerihi, BA, S. Pd, M. Pd 2. Prof. Bagiada 3. Drs. Nurdin Usman Badu, M. For 4. Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M. Erg
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas tuntunan dan penyertaanNya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, sebagai Pembimbing I yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program pascasarjana, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesar - besarnya pula penulis sampaikan kepada Simson R. Kerihi, BA, S.Pd, M.Pd, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD. MHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program pascasarjana di Universitas Udayana.Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberkan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, Ketua Program Magister Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana. Kepada para penguji tesis Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, Drs. Nurdin U. Badu, M.For, Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, S.P, Biok, Simson Kerihi, S.Pd, M.Pd, Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M. Erg yang telah memberi masukan, saran, sangahan, dan korelasi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini, penulis ucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan disampaikan kepada seluruh dosen dan staf Program Pascasarjana Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana yang telah membimbing serta mengarahkan penulis selama pendidikan. Terima kasih juga disampekan kepada James K. Lika, selaku ketua program studi PJKR UKAW Kupang. Serta mahasiswa semester VI yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, maupun teman-teman dosen. Terima kasih kepada Papa dan Mama tercinta Danial Atty, S.Pd (alhum)
dan
Yohana
Atty-Buraen.
Yang
telah
mengasuh
dan
membesarkan penulis serta doa dan restu yang senantiasa diucapkan. kepada kaka Nikson, Ferderika, Ningsi, Angela, Dea, Roy, Yuningsi, Oris, Oma, Reshe, adik Andi, Nona, Mory, Feni, Sara, Brusli, Sitni, Wasti, Sepri serta semua keluarga Atty, Buraen, Tnunay, Muni, Tawa. Yang selalu mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama pendidikan Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada semua anakanak Tuhan, atas segala dukungan dan doanya, serta kepada kekasih tercinta Thirsa Neno, S.Pd yang memberikan motifasi, semangat, dukungan, yang senantiasa mendoakan penulis sehinga tesis ini dapat terwujud. Terima kasih juga kepada teman-teman seangkatan PPS Frans, Julian, Markus, Jhon, Beni, Salmon, Edu) dan saudara Ogen, Bati, Ayub, Nikson. Semoga Tuhan Yang Maha Esa slalu melimpahkan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Denpasar, Juni 2013 Penulis
Jimmy Charter Atty
ABSTRAK METODE PEMBELAJARAN MASSED PRACTICE LEBIH MENINGKATKAN KOORDINASI MATA TANGAN DAN KETEPATAN SERVIS TENIS LAPANGAN DARI PADA METODE DISTRIBUTED PRACTICE PADA MAHASISWA SEMESTER IV UKAW KUPANG Koordinasi mata tangan dan ketepatan servis merupakan salah satu bagian dari unsur biomotorik yang sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi dalam olahraga tenis lapangan. Penyebap pemain tenis tidak tampak berprestasi adalah masalah koordinasi mata tangan dan ketepatan servis karena dipengaruhi oleh metode pembelajaran. Pada penelitian ini menguji hipotesis, metode pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dari pada metode distirbuted practice. Perlakuan yang dilakukan adalah koordinasi mata tangan dengan perlakuan lempar tangkat bola dan perlakuan ketepatan servis dengan metode pembelajaran massed practice dan distributed practice. Jenis penelitin adalah experimen dengan rancangan penelitian “one group Pretest-posttest Design”. Jumlah sampel sebanyak 20 orang mahasiswa putra PJKR semester VI UKAW Kupang tahun 2012/2013 yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok 10 0rang. Lama pelatihan 8 minggu dengan frekuensi pelatihan 3 kali per minggu. Pengukuran dilakukan : 1).Sebelum perlakuan (pretest), 2).Setelah 8 minggu perlakuan (postest). Variabel tergantung yang diukur adalah koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dan variabel terikat yang diukur adalah pendekatan pembelajaran massed practice dan distributed practice. Analisis statistik dilakukan dengan analisis uji-t paired. Hasilnya adalah sebagai berikut: 1) Nilai rerata Pre test dan Post test KMT massed practice : 8,800 ± 3,120 dan rerata skor Pre test dan Post test KS massed practice : 5,300 ± 2,058, sedangkan rerata skor pre test dan Post test KMT distributed practice : 7,000 ± 4,243 dan rerata Pre test dan Post test KS distributed practice : 4,900 ± 2,726. Rerata kedua kelompk sebelum perlakuan memiliki nilai p lebih besar dari 0,05 (p 0,05), sedangkan sesudah perlakuan kedua kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p 0,05. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa metode massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dari pada metode distributed practice. Pembelajaran Massed Practice lebih meningkatkan kordinasi mata tangan dari pada perlakuan pembelajaran Distributed Practice sebesar 20,455 %, juga perlakuan pembelajaran Massed Practice lebih meningkatkan ketepatan servise sebesar 7,547 % dari pada perlakuan pembelajaran Distributed Practice. Kata kunci : massed, distributed, koordinasi, ketepatan servis
ABSTRACT
THE METHOD. OF MASSED PRACTICE STUDY IS MORE IMPROVING EYE HAND COORDINATION AND SERVICE ACCURACY OF TENNIS THAN THE METHOD OF DISTRIBUTED PRACTICE AT STUDENT 4TH SEMESTER UKAW KUPANG
Eye hand coordination and accuracy of service is one part of biomotoric element which is very required to reach achievement in tennis. The cause of tennis player do not look achievement is the problem of hand eye coordination and accuracy of service because influenced by approach of study. In this research test hypothesis, the method of massed practice study is more improve hand eye coordination and accuracy of service than the method of practice distirbuted. Treatment conducted is hand eye coordination with treatment catch and throw ball and treatment of accuracy of service with method of massed practice study and distributed practice. The type of research is experiment with research design "one group Pretest-Posttest Design". Number of sampel is 20 male students of PJKR 6th semester UKAW Kupang in year 2012/2013 which is divided into 2 groups, each group 10 people. It is conducted for 8 weeks with frequency 3 times per week. Measurement was conducted: 1)before treatment ( pretest), 2)after 8 weeks treatment ( postest). Variable depended measured is hand eye coordination and accuracy of service and variable tied measured is method of practice massed study and of distributed practice. Statistical analysis is conducted with t paired test analysis. Its result shall be as follows 1) Assess average of Pre test and Post test KMT massed practice : 8,800 ± 3,120 and score average of Pre test and Post test KS massed practice : 5,300 ± 2,058, while score average of pre test and Post test KMT distributed practice: 7,000 ± 4,243 and average of Pre test and Post test KS distributed practice: 4,900 ± 2,726. The average both of groups before treatment have value of p bigger than 0,05 (p>0,05), while after treatment both of group have value of p smaller than 0,05 (p<0,05). Result of this research proves that approach of massed practice is more improve hand eye coordination and accuracy of service than distributed practice method. Study of massed practice is more improve hand eye coordination than the treatment of distributed practice as 20,455 %, also treatment of massed practice study is more improve accuracy of service equal to 7,547 % than treatment of distributed practice study. Keyword : massed, distributed, coordination, accuracy of service.
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul .....................................................................................
i
Halaman Pengajuan .............................................................................
ii
Halamam Persetujuan ..........................................................................
iii
Halaman Pengesahan ...........................................................................
iv
Ucapan Terima kasih ...........................................................................
v
Abstract ...............................................................................................
vii
Abstrak ...............................................................................................
viii
Daftar Isi ............................................................................................
ix
Daftar Gambar ....................................................................................
x
Daftar Tabel ........................................................................................
xi
Daftar Singkatan ..................................................................................
xiv
Daftar Lampiran...................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................
1
1.2. Rumusam Masalah ........................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................
6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ............................................................
7
2.1. Keterampilan Tenis Lapangan .......................................
7
2.2. Hakikat Belajar Gerak ...................................................
22
2.3. Pembelajaran .................................................................
30
2.4. Pendekatan Pembelajaran Massed Practice ...................
38
2.5. Pendekatan Pembelajaran Distributed Practice..............
43
2.6. Koordinasi Mata Tangan ...............................................
48
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS..
55
3.1. Kerangka Berpikir .........................................................
55
3.2. Konsep ..........................................................................
58
3.3. Hipotesis Penelitian .......................................................
58
BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................
60
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................
60
4.1.1. Tempat Penelitian .......................................................
60
4.1.2. Waktu Penelitian ........................................................
60
4.2. Rancangan Penelitian ....................................................
60
4.3. Populasi Dan Sampel ....................................................
61
4.4. Variabel Penelitian ........................................................
62
4.5. Definisi Operasional Variabel .......................................
62
4.6. Instrumen Penelitian......................................................
63
4.7. Prosedur Penelitian........................................................
64
4.8. Prosedur Pengumpulan Data..........................................
65
4.9. Alur Penelitian ..............................................................
66
4.10. Teknik Analisis Data ...................................................
67
BAB V. HASIL PENELITIAN ............................................................
68
5.1.KarakteristikSubjek Penelitian .......................................
68
5.2. Karakteristik Lingkungan ..............................................
68
5.3. Analisis Normalitas .......................................................
70
5.4. Uji Homogenitas ...........................................................
72
5.5. Analisis Data Variabel Pembelajaran Massed Practice...................................................................
73
5.6. Analisis Data Variabel Pembelajaran Distributed practice .............................................................
73
5.6. Uji Perbedaan Efek Koordinasi Mata Tangan Dan Ketepatan Servis Atara Kelompok Sebelum dan Sesudah Pelatihan ..............................................................
73
5.7. Analisis Data Variabel Pembelajaran Massed Practice dan Distributed Practice .............................................................
74
BAB VI. PEMBAHASAN ...................................................................
75
6.1. Kondisi Subjek ..............................................................
75
6.2. Karakteristik Lingkungan penelitian .............................
75
6.3. Distribusi Normalitas ...................................................
76
6.4. Analisis Bada Antar Variabel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pembelajaran Massed Practice ..........................
77
6.5. Analisis Bada Antar Variabel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pembelajaran Distributed Practice......................
77
6.6. Analisis Bada Variabel Data Pembelajaran Pembelajaran Massed Practice dan Pembelajaran Distributed Practice ............................................................
77
6.7. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Terhadap Koordinasi Mata Tangan Dan Ketepatan Servis ...................
78
6.8. Perbedaan Efek Pendekatan Pembelajaran Antar Dua Kelompok Perlakuan ............................................................
80
6.9. Kelemahan Studi ...........................................................
82
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................
83
7.1. Simpulan ......................................................................
83
7.2. Saran .............................................................................
83
DAFTAR PUSTA ...............................................................................
85
LAMPIRAN .......................................................................................
89
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Western Forehand Grip ....................................................
11
Gambar 2.2. Eastern Forehand Grip ...................................................
12
Gambar 2.3. continental Forehand Grip ..............................................
13
Gambatr 2.4. model dasar pengelolaan informasi ................................
24
Gambar 2.5. konsep penelitian ...........................................................
58
Gambar 2.6. rancangan penelitian ......................................................
59
Gambar 2.7. alur penelitian ................................................................
66
Gambar 2.7. Pelaksanaan pembelajaran..............................................
94
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. kelebihhan dan kelemahan pendekatan pembelajaran Massed practice ...................................................................
41
Tabel 2.2. kelebihhan dan kelemahan pendekatan pembelajaran distributed practice .............................................................
46
Tabel 5.1. Suhu Lingkungan Pelatihan ................................................
69
Tabel 5.2. Uji Normalitas Perlakuan Massed Practice ..........................
70
Tabel 5.3. Uji Normalitas Perlakuan Distributed Practice ....................
71
Tabel 5.4. Uji Normalitas Perlakuan Massed Practice dan Dributed Practice ..........................................................
71
Tabel 5.5. uji homogenitas ...................................................................
72
Tabel 5.6. Analisis Data Variabel Pembelajaran Massed Practice ........
73
Tabel 5.7. Analisis Data Variabel Pembelajaran Distributed practice ...
73
Tabel 5.8. Analisis Data Variabel Pembelajaran Massed Practice dan Distributed Practice .....................................................
74
DARTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan
Arti atau Kepanjangan
UKAW
Universitas kristen artha wacana
S
Sampel
R
Randomisasi
01
Pre tes kelompok eksperimen massed practice
02
Pre tes kelompok eksperimen distributed practice
03
Post tes kelompok eksperimen massed practice
04
Post tes kelompok eksperimen distributed practice
SD
Standar deviasi
µ1
Rata-rata kelompok 1
μ2
Rata-rata kelompok 2
MP
Massed Practice
DS
Distributed Practice
KMT
Koordinasi Mata Tangan
KS
Ketepatan Servis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. keadaan lingkungan penelitian .........................................
87
Lampiran 2. Hasil uji Normalitas pada kedua Kelompok Perlakuan ....
89
Lampiran 4. Hasil uji Normalitas dengan kolmogrov smirnov .............
89
Lampiran 5. Hasil Uji Homogenitas ....................................................
90
Lampiran 8. Analisis Beda Rerata Kecepatan dengan Uji t-Paired ......
92
Lampiran 10.Gambar pembelajaran massed practice............................
94
Lampiran 11.Gambar pembelajaran distributed practice ......................
95
Lampiran 12.Surat Ijin Penelitian .........................................................
96
Lampiran 13.Surat Keterangan Selesai Penelitian.................................
97
Lampiran 14.Daftar Hadir Subjek Penelitian ........................................
98
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Permainan tenis lapangan adalah suatu permainan dari salah satu cabang olahraga yang sampai saat ini masih digemari oleh masyarakat. Permainan tenis dimainkan di atas lapangan dengan alat bantu berupa raket, bola dan net, dengan bukti telah dibangunnya sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang kegiatan olahraga tersebut, dapat dijumpai pada sekolah-sekolah, perguruan tinggi, kantor-kantor serta instansi-instansi. Prestasi perguruan tinggi UKAW Kupang Pada saat sekarang dalam bidang olahraga tenis lapangan belum menampakkan hasil yang memuaskan dalam turnamen-turnamen baik lokal, nasional maupun internasional. Permainan tenis lapangan dapat dilaksanakan apabila, seorang pemain harus memiliki suatu keterampilan (skill) yang sempurna. Keterampilan (skill) yang baik apabila seorang pemain berlatih secara disiplin, teratur, berjenjang dan berkesinnambungan. Penguasaan teknik dasar servis merupakan unsur penting yang harus dikuasai oleh setiap petenis dalam permainan. Teknik pukulan servis merupakan kesempatan pertama untuk memperoleh angka maka sewajarnya pukulan servis dikembangkan secara efektif (Mulyono, 1999). Berdasarkan pengertian tersebut nampak jelas bahwa teknik servis perlu dan sangat penting untuk dikuasai dengan baik oleh setiap petenis. Teknik pukulan servis ditinjau dari treatment yang diberikan yaitu pembelajaran massed practice dan distributed practice dengan melihat
tingkat koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa Semester VI UKAW Kupang. Metode pembelajaran massed practice dan distributed practice adalah metode praktek yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan servis dalam tenis lapangan. metode pembelajaran massed practice adalah suatu cara/strategi mempelajari gerakan agar dapat dikuasai yang dilakukan secara terus-menerus tanpa diselingi istirahat. Massed Practice adalah praktek dalam sesi yang panjang, di mana praktek berkelanjutan tanpa ketetapan waktu istirahat (Drowatzky, 1981). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang akan dilakukan adalah ”Metode pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan dari pada metode distributed practice pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang” 1.2 Rumusam Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah metode pembelajaran massed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang? 2. Apakah metode pembelajaran distributed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang?
3. Apakah metode pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapang dari pada metode distributed practice pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang? 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Untuk mengetahui apakah metode pembelajaran massed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang.
2.
Untuk mengetahui apakah metode pembelajaran distributed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang.
3.
Untuk mengetahui metode pembelajaran mana yang lebih baik antara metode
massed
practice
dan
metode
distributed
practice
dalam
meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang. 1.4 Manfaat Penelitian
Setelah selesai penelitian ini, hasil yang diperoleh nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi guru atau pelatih, sebagai berikut: 1. Dari segi teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam dunia
pendidikan
terutama
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan
untuk
mengembangkan teknik-teknik pembelajaran yang cocok diterapkan sebagai inovasi pembelajaran sehingga menemukan teknik pembelajaran yang aktif, efektif, dan menyenangkan.
2. Dari segi pengetahuan dapat memberikan dan menambah wawasan serta pengetahuan keolahragaan bagi peneliti, guru olahraga, pelatih, tentang metode pembelajaran massed practice dan distributed practice dalam meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Tenis Lapangan Tujuan pemberian program pendidikan jasmani kepada
siswa
adalah agar menjadi terampil dalam melakukan aktivitas fisik olahraga. Siswa yang memiliki kemampuan individu dalam menggunakan gerakan otot atau gerakan tubuh akan mensukseskan pelaksanaan beberapa keterampilan dan tehnik olahraga secara tepat untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu sesingkat mungkin. Penguasaan gerak keterampilan seseorang semakin baik, maka pelaksanaannya akan semakin efisien, (Sudjarwo dan Sugiyanto, 1994). Permainan tenis lapangan keterampilan bermain sangat diperlukan oleh seorang petenis. Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berarti “cakap dalam menyelesaikan tugas; kecakapan”, dan “Keterampilan berarti kecakapan untuk menyelesaikan tugas; kecekatan”, (Rusli Lutan, 1988). Menjelaskan keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan suatu atau beberapa tehnik secara tepat, baik dari segi waktu, maupun situasi, (Smchidt, 1991) Memberikan batasan keterampilan sebagai kemampuan individu untuk memcapai tujuan dalam jangka waktu yang minimum. Pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa seorang yang mempunyai keterampilan yang baik akan lebih mudah untuk mempelajari dan mempraktekkan gerakan-gerakan, serta menguasai teknik bermain tenis lapangan yang diberikan kepadanya.
Keterampilan yang dibutuhkan dalam bermain tenis lapangan adalah keterampilan gerak, keterampilan gerak bisa diartikan sebagai suatu kemampuan melaksanakan tugas-tugas gerak tertentu dengan baik, (Magill dalam Sugiyanto, 1998). mengemukakan empat macam pendekatan untuk mengklarifikasi gerakan keterampilan yaitu: 1) Kecermatan gerakan. 2) Perbedaan titik awal dan akhir gerakan. 3) Stabilitas lingkungan. 4) Kontrol umpan balik. Gerakan keterampilan memerlukan efisiensi dalam pelaksanaanya, baik efisiensi mekanis maupun penggunaan tenaga. Individu yang terampil bisa melakukan gerakan tanpa adanya pemaksan kontraksi otot-otot yang tidak diperlukan untuk melakukan gerakan bersangkutan, dan tidak memboroskan tenaga untuk melakukan gerakan-gerakan yang tidak diperlukan. Efisien dalam melakukan gerakan, individu yang terampil mampu bergerak sesuai dengan kemampuannya atau bisa dikatakan efektif dalam bergerak. Mencapai gerakan yang efisien dipengaruhi oleh banyak faktor. (Drowatzky, 1975) dalam (Sugiyanto, 1999) mengemukakan tiga komponen utama yang mendukung gerakan yang efisien, yaitu: 1. kesegaran dan kemampuan gerak 2. kemampuan sensori 3. proses-proses perseptual
(Marion B dan Ronald Z, 1979) dalam (Sugiyanto, 1999). Mengatakan tentang faktor-faktor pendukung gerakan yang terampil ada tiga, antara lain: 1) Komponen fisik, meliputi: ketahanan, fleksibilitas, kekuatan, power otot, indera penglihatan, pendengar, peraba, pembau, kinestetik, waktu reaksi dan waktu gerak. 2) Komponen mental, meliputi: a) Kesadaran akan keadaan keterampilan. b) Kemampuan mengerti dengan cepat, membuat keputusan yang cepat untuk mengatasi problem gerak, menangkap hubungan spasial, menaksir obyek yang bergerak, menaksir lamanya waktu, menaksir tekanan dan intensitas, mengingat gerakan lampau, dan mengerti mekanika gerakan serta konsentrasi. 3) Komponen emosional, meliputi: a) Ketiadaan gangguan faktor emosional. b) Adanya kebutuhan atau keingiunan mempelajari atau melakukan gerakan. c) Memiliki sikap yang positif terhadap gerakan kontrol diri. Berkenaan dengan kualitas gerak, hal ini tidak terlepas dari potensi individu, yang merupakan modal utama untuk lebih berhasil dalam melakukan gerakan. Dalam mencapai keberhasilan dalam banyak aktivitas fisik dibutuhkan suatu potensi spesifik dan pengalaman pembelajaran yang direncanakan dengan tepat. Kebenaran gerak sebagai kriteria penilaian yang
merupakan penentu dasar bagi keberhasilan gerak. Kebenaran gerak yang dilakukan dengan baik pada setiap sub-sub gerakan memungkinkan dihasilkannya gerakan yang baik secara keseluruhan. 2.1.1 Teknik dasar tenis lapangan Teknik merupakan suatu proses gerakan yang memerlukan pembelajaran dalam suatu praktek dengan sebaik-baiknya. Prinsipnya teknik dasar merupakan suatu pondasi bagi seseorang untuk melakukan gerakan dari yang sederhana menuju pada gerakan kompleks sebelum individu mengenal permainan yang sebenarnya. “Teknik dasar permainan tenis lapangan ialah penguasaan teknik tingkat awal yang terdiri dari gerakan dari proses gerak, bersifat sederhana dan mudah dilakukan (Sudjarwo, 1993). Sedangkan (Suharno, 1985) mengemukakan bahwa “Teknik dasar ialah suatu teknik dimana proses gerak dalam melakukannya merupakan fundamen, gerakan dengan kondisi sederhana dan mudah. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam permainan tenis lapangan teknik dasar merupakan unsur penting di dalam permainan. Prinsipnya teknik dasar permainan tenis lapangan meliputi: Teknik pegangan raket, teknik gerak kaki dan teknik pukulan. 2.1.1.1. Teknik Pegangan Raket Unsur yang paling penting dan mendasar dari pukulan pada permainan tenis lapangan adalah bagaimana cara memegang raket. Grip akan mempengaruhi permukaan raket yang akan membentur bola, Grip
merupakan pokok permasalahan yang senantiasa diperdebatkan sejak lahirnya permainan tenis lapangan. Berbagai variasi tentang Grip digunakan oleh pakar tenis dan para mahasiswa terkenal sampai saat ini, menurut (Bey Magethi, 1999) dalam bukunya Tenis Para Bintang mengemukakan bahwa “Hanya ada tiga yang dapat disebutkan sebagai dasar, yaitu Grip Western, Eastern, dan Semi Continental ”. a)
Grip Western Teknik memegang Grip Western dengan meletakkan raket di lantai, kemudian peganglah raket pada pegangannya. teknik ini cukup mantap untuk memukul bola-bola tinggi, tetapi kemudian kesukaran dihadapi apabila akan melakukan perubahan pegangan. Maka bagi pemula tidak disarankan untuk menggunakan Grip jenis ini. Pegangan Western perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu: Memegang raket pada lehernya dengan tangan kiri, letakkan telapak tangan kanan di bawah pegangan raket dan bungkuskan jari-jari tangan mengelilingi pegangan raket.
Gambar 2.1. Western Forehand Grip (Bey Magethi, 1999)
b) Grip Eastern Grip Forehand Eastern disebut juga Grip jabat tangan. Pegangan dapat dilakukan dengan menempatkan permukaan raket tegak lurus dengan lantai, kemudian raket dipegang seperti kalau kita berjabat tangan. Unsur ini yang mempengaruhi pegangan Grip Eastern ideal untuk memukul bola pada ketinggian setinggi panggul. Mendapatkan
pegangan
Eastern
Forehand
Grip
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu: Pegang raket pada lehernya dengan tangan kiri (tangan yang tidak digunakan untuk memukul), tempatkan telapak tangan yang digunakan untuk bermain di belakang pegangan dan jari-jari ditempelkan melingkari pegangan raket.
Gambar 2.2. Eastern Forehand Grip (Bey Magethi, 1999)
c)
Grip Continental Grip ini sangat baik untuk mengatasi bola-bola yang rendah dan sangat efektif pula, apabila digunakan untuk mengambil bola yang setinggi panggul. Kesukaran muncul apabila menghadapi bola-bola yang memantul tinggi.
Mendapatkan Continental Forehand Grip yang mantap, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pegang raket pada leher di tangan kiri (tangan yang tidak digunakan untuk bermain), tempatkan bentuk seperti huruf ”V” antara ibu jari dan telunjuk pada bagian atas pegangan raket.
Gambar 2.3. Continental Forehand Grip (Bey Magethi, 1999) 2.1.1.2. Teknik dasar pukulan Permainan tenis lapangan mahasiswa yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan memiliki keterampilan harus dapat menguasai beberapa macam teknik pukulan. (Mulyono, 2000) menjelaskan bahwa, pukulanpukulan dalam permainan tenis dilakukan dengan tiga gerakan dasar, yaitu: a)
Gerakan mengayun, dilakukan pada pukulan-pukulan groundstroke forehand dan backhand.
b) Gerakan melempar, dilakukan pada pukulan servis atau smash. c)
Gerakan memukul adalah gerakan yang pendek dan tajam, dilakukan pada pukulan volley, baik forehand maupun backhand.
(Menurut Elliot dan Kilderry, 1983) dalam (Mulyono, 2000) memerinci pukulan-pukulan dalam permainan tenis lapangan sebagai berikut: forehand drive, backhand drive, service, return service, approach shot, volley,smash, lob, dropshot dan half volley. Berdasarkan kedua pendapat di atas, pada dasarnya hampir sama, yaitu pukulan dalam permainan tenis lapangan terdiri dari tiga macam, yaitu: Groundstroke, Volley, dan Overheadstroke. a)
Groundstroke Groundstroke baik forehand maupun backhand adalah pukulan yang sangat penting dalam permainan tenis. Jenis pukulan ini dimainkan dua kali lebih sering dari pada jumlah semua jenis pukulan lainnya. Pukulan servis merupakan kunci dari permainan yang dilakukan dari garis belakang dan bahkan paling tidak seorang mahasiswa harus melakukan satu kali pukulan groundstroke sebelum melakukan volley Groundstroke adalah satu-satunya pukulan dalam permainan tenis yang sama pentingnya baik pada waktu bertahan maupun menyerang. Teknik ini digunakan untuk menghasilkan angka dengan satu pukulan yang keras atau menempatkan bola dengan lembut dan terarah. Selain itu mampu dilakukan dengan rentangan kecepatan dan sudut yang lebar dari jenis pukulan yang lain.
b) Volley Pukulan volley adalah satu pukulan yang paling efisien di dalam olahraga tenis dan harus dipandang sebagai satu senjata penyerangan yang utama untuk melanjutkan serangan terhadap lawan. Volley dimainkan sebelum bola memantul ke lapangan dan harus dapat menentukan titik kontak yang tepat antara dengan bola. Ketinggian dari bola akan bervariasi dan hal ini sangat bergantung pada tembakan yang diarahkan. Volley ini terdiri dari volley forehand, backhand dan half volley. Kurangnya pengertian pada tindakan block, dan tindakan untuk volley sering menyebabkan titik kontak terlambat didapatkan. c)
Overhead stroke Overhead stroke merupakan jenis pukulan yang dilakukan untuk bola berada di smash di atas kepala. Jenis pukulan Overhead stroke ini berbentuk pukulan smash yang digunakan untuk membunuh lawan dan untuk memperoleh angka. Pukulan overhead sering dianggap sebagai tembakan serangan yang paling banyak dilakukan dalam tenis. Bola harus dipukul pada daerah pemukulan yang serupa dengan service. Perbedaan yang jelas adalah bahwa untuk pukulan ini petenis harus bergerak dengan cepat untuk mendapatkan titik kontak yang benar.
2.1.1.3. Teknik gerak kaki Meskipun dalam tenis lapangan hal yang paling pokok adalah pemilihan dan penggunaan raket, akan tetapi pergerakan kaki merupakan salah satu yang mempengaruhi suatu pukulan dalam tenis. Bergerak ke suatu posisi untuk memukul bola pada posisi siap, setelah mengetahui arah dan kecepatan bola, adalah satu langkah awal dan sebagai dasar dari sebuah pukulan yang berhasil. Langkah individu dan teknik berlari berubah dengan konstan di dalam sebuah permainan. Perpindahan yang cepat dan lancar diantara lapangan dari teknik-teknik tersebut, tergantung pada keadaan di lapangan dan kemampuan seorang atlet, serta reaksi dari seorang atlet. Mahasiswa yang baik dan berpengalaman menerapkan kombinasi dari berbagai macam pergerakan secara murni. Pengalaman juga mengantarkan seberapa jauh langkah yang diperlukan dibuat sebelum melancarkan pukulan, bahwa tidak seharusnya mengambil posisi permainan terlalu dini atau anda akan kesusahan untuk mengoreksi jarak pertemuan dengan bola dan bahwa anda harus selalu bergerak. unsur yang sangat penting untuk bergerak bebas dan fleksibel di lapangan. Jangan berdiri dengan kaki terpaku di tanah tapi tetap aktif pada setiap saat, bergerak di segala arah. Mahasiswa tenis butuh sampai dia dapat mengkoordinasikan footwork tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Gerakan memukul merupakan reaksi bersambung yang membutuhkan posisi kaki
yang stabil yang cocok untuk suatu jenis pukulan. Koordinasi gerakan bergantung pada posisi kaki ini. 2.1.2 Penguasaan teknik dasar servis pada cabang olahraga tenis lapangan 2.1.2.1
Arti penting teknik servis
Servis dalam permainan tenis lapangan merupakan pukulan yang penting dan harus dikuasai oleh setiap mahasiswa. Servis merupakan stroke yang tidak dipengaruhi oleh lawan dan merupakan satu-satunya pukulan dimana seorang mahasiswa mempunyai kontrol sepenuhnya bagaimana bola harus dipukul. Pentingnya servis tenis lapangan, (Mulyono, 1999) menyatakan, dalam permainan tenis lapangan, kesempatan pertama untuk memperoleh angka adalah dengan pukulan servis karena servis merupakan kesempatan pertama untuk memperoleh angka. Maka sewajarnya pukulan servis dikembangkan secara efektif. Menurut Brown (1996) menyatakan bahwa “setiap servis sangat penting, karena angka tidak akan diperoleh tanpa melakukan servis terlebih dahulu”. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa servis memiliki peran penting untuk memperoleh suatu angka. Selain bertujuan memperoleh angka, disisi lain pukulan servis merupakan cara untuk mendesak lawan agar bertahan. Secara psikologis, servis harus dipandang sebagai sarana untuk mendapat lawan bermain defensif (Rex Lardner, 1994). Teknik servis berperan penting untuk memperoleh angka dan memaksa lawan untuk bertahan, maka servis harus dilakukan seefektif mungkin agar lawan sulit untuk mengembalikan atau apabila dapat
mengembalikan
bolanya
tidak
sempurna
sehingga
mudah
untuk
mematikannya. Melakukan servis hendaknya tidak hanya melakukan satu jenis pukulan servis, tapi dapat dilakukan dengan berganti-ganti jenis pukulan servis, sehingga lawan akan kesulitan untuk memprediksinya. Dalam melakukan pukulan servis dibutuhkan gerakan yang harmonis dari seluruh anggota badan mulai dari kepala, tangan serta kaki dengan maksud untuk memperoleh kesempurnaan dalam melakukan teknik servis dan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi. 2.1.2.2
Jenis-jenis pukulan servis
Organisasi Tenis German (2000) mengemukakan bahwa “Servis tenis lapangan dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, slice servis dan topspin servis atau twist servis”. Dua jenis servis tersebut harus dikuasai oleh setiap mahasiswa tenis lapangan karena dengan menguasai teknik servis tersebut, seorang mahasiswa dapat menggunakannya sebagai senjata untuk mematikan lawan atau memenangkan pertandingan. Berikut ini diuraikan secara singkat masing-masing jenis servis sebagai berikut: a)
Slice Servis
Slice servis adalah servis dasar. Slice servis biasanya diajarkan untuk mahasiswa-mahasiswa pemula. Pelaksanaan slice servis yaitu, muka raket menyabet silang bagian bola yang terjatuh dari badan mahasiswa, daripada mengenainya langsung dari bagian belakangnya. Bola dilambungkan sedikit rendah serta lebih ke kanan daripada untuk servis slice biasa. Slice berat
digunakan untuk merubah tempo lawan, yang mengharapkan serve kebackhandnya tergeser dari keseimbangannya. Servis ini setelah mengenai tanah melompat rendah serta tajam keluar dan ke kanan receiver, dan bola sering meleset dari raket lawan, kecuali kalau cukup sabar untuk menunggu memukul sampai putaran bola sudah berkurang. Pelaksanaa akhir followthrough lengan kanan mengayun ke bawah lewat kaki kiri. Menurut (Barron, 2000) dalam pelaksanaan slice servis ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu : a)
Tenaga pendorong ke arah penerima servis harus diatur sedemikian rupa, sehingga bola dapat terbang melintasi jaring untuk dijatuhkan di atas atau dekat garis servis lawan, atau dekat jaring.
b)
Tenaga yang memutar bola harus cukup banyak agar bola dapat berputar kencang. Kalau bola tidak cukup berputar kencang, bola kurang dapat membelok ke kanan penerima servis dengan cepat, yang akan mengejutkan penerima servis dan selanjutnya memaksa penerima servis bergerak ke kanan.
b)
Topspin Servis
Servis topspin tersebut juga Americean Twist berbeda secara radikal dengan slice servis yang konvensional dan baru diajarkan kepada mahasiswa sesudah menguasai servis biasa. Twist servis mengandung banyak topspin sehingga memberikan sedikit kemungkinan memukul salah dibandingkan dengan servis lainnya. Bola melewati jaring menurut garis lengkung sehingga setinggi antara satu dan dua meter, namun masih jatuh ke dalam batas-batas ruang servis. Bola meninggalkan tali raket putaran topspin ditambah dengan sidespin.
Timingnya yang identik dengan yang lain, serve ini dalam semua segi berbeda dengan yang lain. Serve ini harus dipandang selaku senjata baru dan bukan sebagai pengganti kedua servis lain, slice servis juga jangan diabaikan. Grip yang dipakai pada twist servis ialah backgand-grip Eastern atau Continental. Dibandingkan dengan sikapnya pada serve biasa, mahasiswa berdiri lebih miring ke jaring, sehingga kedua kakinya berada sejajar dengan base-line. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang hebat jarang memukul keras lurus (flat hard serve). Mereka biasanya memukul servis dengan penuh tenaga dan kecepatan dengan gerak naik dan keluar sesegera baik sebelum raket mengenai bola atau sesudahnya (sedikit pelintiran saja). Servis topspin memberikan pamain kemungkinan salah yang sedikit,disebabkan pada servis model ini bola melewati net dengan kurve yang tinggi dan pantulan bolanya pun juga tinggi selepas menolak tanah. Semakin keras permukaan lapangan, maka semakin tinggi pula pantulan bolanya. Oleh sebab itulah servis model ini sangat efektif di lapangan tanah liat. 2.1.2.3
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan servis
Servis merupakan senjata dalam permainan tenis lapangan untuk mendapatkan angka atau memaksa lawan untuk bertahan. Oleh karena itu server harus mampu menerapkan taktik dan strategi dalam melakukan servis.
Pelaksanaan servis, server harus mampu melakukan servis yang kuat dan bervariasi dengan mengkombinasikan kecepatan, putaran dan ketepatan bola yang efektif. Hal ini untuk mencegah lawan menjadi terbiasa dengan serve tertentu, Dalam menghadapi serve yang berbeda-beda terpaksa receiver harus terus menerus menerka servis berikutnya. Servis dilakukan dengan kuat dan bervariasi, server harus memperhatikan beberapa hal yang dapat mendukung pukulan servis. (Yudoprasetio, 1981) menyatakan bahwa agar servis sesuai dengan kehendak server hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Memelihara keseimbangan badan. 2. Mengangkat berat badan (disebut masa) dalam ayunan raket. 3. Mengayun raket dengan wajar. 4. Memperhatikan bola yang akan dipukul, pada ketinggian yang tepat di jalan yang akan dilalui agar bola yang ditubruk raket yang diayunkan dengan mantap.
Uraian di atas sangat penting dan harus diperhatikan dalam melakukan servis. Kesalahan gerakan servis atau teknik servis yang salah mengakibatkan bola akan mudah untuk dikembalikan lawan atau bahkan lawan langsung dapat mematikan. Pencapaian keberhasilan servis yang optimal, ada hal lain yang ikut mendukung keberhasilan tersebut, dan penting untuk dikuasai oleh setiap server yang di antaranya memberikan pembelajaran yang tepat pada unsurunsur fisik yang membantu keberhasilan dalam penguasaan servis. Unsur fisik tersebut di antaranya: power otot lengan, kelentukan dan persepsi kinestetik.
2.2 Hakikat Belajar Gerak Belajar gerak merupakan unsur yang paling penting dalam permainan tenis lapangan. Belajar gerak bertujuan untuk menguasai berbagai keterampilan gerak dan mengembangkannya agar keterampilan gerak yang dikuasai bisa dilakukan untuk menyelesaikan tugas-tugas gerak untuk mencapai sasaran tertentu. Belajar gerak dalam keolahragaan, atlet berusaha menguasai keterampilan gerak yang sesuai dengan macam cabang olahraganya dan kemudian memanfaatkannya agar keterampilan gerak tersebut bisa diterapkan dalam bermain, berlomba atau bertanding olahraga. (Singer, 1980) mengemukakan bahwa belajar gerak merupakan perubahan yang relatif permanen dalam performa atau yang berhubungan dengan perubahan perilaku
akibat pembelajaran atau
pengalaman
sebelumnya dengan situasi tertentu. Konteks yang hampir sama, (Siedentop, 1994) menegaskan bahwa belajar gerak sebagai perubahan yang relatif permanen atau melekat di dalam performa keterampilan gerak yang dihasilkan dari pengalaman atau pembelajaran. (Annarino, Anthony, Charles, Cowell, Haselton, dan Helen, 1980) mengemukakan bahwa salah satu pertanda seseorang telah belajar gerak adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi suatu kemampuan, baik yang bersifat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), psikomotor ataupun fisik (physical). Perubahan tingkah laku kognitif itu pada dasarnya terjadi pada aspek pikiran, atau
intelektual yang meliputi pengetahuan dan fakta, informasi, keterampilan dan kemampuan intelektual. Perubahan perilaku afektif berhubungan dengan perkembangan emosi dan tingkah sosial yang meliputi respon terhadap aktivitas jasmani perwujudan diri, harga diri dan konsep diri. Perubahan perilaku psikomotorik yang dituju adalah perubahan yang terjadi pada gerak, meliputi gerak perseptual, gerak dasar dan keterampilan olahraga serta lari. Sedangkan perubahan perilaku, berhubungan dengan perubahan pada aspek kemampuan fisik, meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan umum dan kelentukan. Proses belajar gerak terjadi karena adanya masukan yang diterima oleh indera penglihatan, pendengaran, rasa dan indera kinestetik. Masukan tersebut diteruskan ke sistem syaraf pusat untuk diproses yang kemudian ditafsirkan serta disimpan. Pada akhirnya masukan tersebut diterjemahkan dalam bentuk gerakan atau hasil. Masukan sensori berkaitan dengan penerimaan stimulus oleh organorgan sensori, yaitu stimulus dari luar tubuh dan yang terjadi di dalam tubuh. Masukan sensori ini kemudian diproses dalam sistem ingatan yang selanjutnya diteruskan ke penyimpanan jangka pendek atau sementara. Informasi persepsi ini hanya dapat bertahan dalam sistem penyimpanan untuk sementara, yang apabila tidak digunakan dalam waktu yang singkat akan dilupakan atau hilang. Penyimpanan jangka pendek ini masukan yang disimpan terbatas, sehingga apabila ada informasi berikutnya maka masukan
yang pertama akan hilang denga sendirinya apabila tidak ada penguatan untuk masukan tersebut. Masukan yang telah diproses dalam sistem penyimpanan jangka pendek diteruskan ke saluran konsentrrasi terbatas dan pada saluran konsentarsi terbatas ini, proses informasi seseorang hanya dapat menyelesaikan satu masalah saja dalam satu saat. Proses informasi yang telah diselesaikan dalam saluran konsentrasi terbatas kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan hasil belajar (penyimpanan jangka panjang). Semua proses informasi di atas adalah merupakan proses kegiatan kognitif yang belum tentu informasi tersebut dapat dilakukan atau diterjemahkan dalam bentuk gerakan.
Gambar 2.4 Model Dasar Pengolahan Informasi (Stallings, 1982)
Teorinya, (Fitts dan Posner dalam Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993) mengemukakan bahwa proses belajar gerak keterampilan terjadi dalam tiga fase, yaitu :
2.2.1 Fase kognitif atau fase awal
Fase
kognitif
merupakan
fase
awal
dalam
belajar
gerak
keterampilan. Fase awal ini disebut fase kognitif, karena perkembangan yang.menonjol terjadi pada diri pelajar adalah pelajar menjadi tahu tentang gerakan yang dipelaiari, sedangkan penguasaan geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba-coba gerakan. Fase kognitif, proses belajar diawali dengan aktif berpikir tentang gerakan yang dipelajari. Pelajar berusaha mengetahui dan memahami gerakan dan informasi yang diberikan kepadanya. Informasi bisa bersifat verbal atau bersifat visual. Informasi verbal adalah informasi yang berbentuk penjelasan dengan menggunakan kata-kata. Indera informasi yang dapat dinilai Informasi ini bisa berbentuk contoh gerakan atau gamhar gerakan. Pada tahap ini indera penglihat aktif berfungsi. Informasi yang ditangkap oleh indera kemudian diproses dalam mekanisme perseptual. Mekanisme perseptual berfungsi untuk menangkap makna informasi. Dari fungsi ini pelajar bisa memperoleh gambaran tentang gerakan yang dipelajari. Memperoleh gambaran tentang gerakan, maka gambaran tersebut diproses lagi ke dalam mekanisme pengambilan keputusan. Mekanisme ini pelajar mengambil keputusan apa yang akan diperbuat, apakah ia akan melakukannya atau tidak. Misalnya apabila gerakan yang diketahui itu ternyata sulit atau dirasa membahayakan dirinya, bisa jadi pelajar tidak ingin melakukannya karena takut, dan memutuskan untuk melakukannya
atau menolak untuk melakukannya, tetapi sebaliknya bila dan informasi tentang gerakan, pelajar merasa bisa atau berani melakukannya, maka ia memutuskan untuk mencoba melakukannya. Keputusan ini kemudian diwujudkan dalam bentuk rencana gerak. Selanjutnya, rencana gerak diproses dalam mekanisme pengerjaan. Mekanisme pengerjaan terjadi pengorganisasian respon untuk dikirim menjadi gerakan tubuh. Berdasarkan komando gerak tersebut terwujudlah gerakan-gerakan. Melalui proses semacam itulah pelajar mencoba melakukan atau mempraktekkan gerakan yang dipelajari. Mempraktekkan berulang-ulang gerakan demi gerakan penguasaan keterampilan melakukan gerakan menjadi meningkat. Fase kognitif pelajar belum bisa melakukan gerakan-gerakan dengan baik. Setelah mempraktekan berulang-ulang dan kemampuan melakukan gerakan-gerakan sudah menjadi lancar dan baik, maka pelajar berarti sudah meningkat memasuki fase belajar selanjutnya yaitu memasuki fase asosiatif. 2.2.2 Fase asosiatif atau fase menengah
Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan di mana pelajar sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat pelaksanannya. Mempraktekan berulang-ulang pelaksanaan gerakan akan menjadi semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya dan kesalahan gerakan semakin berkurang.
Meningkatkan penguasaan dan kebenaran gerakan pelajar perlu tahu kesalahan yang masih diperbuatnya. Ia bisa tahu kesalahan yang diperbuatnya melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinva, merasakan gerakan yang dilakukan atau melihat gambar rekaman pelaksanaan gerakan, dan ketahuannya tentang kesalahan gerakan yang dilakukan pelajar perlu mengarahkan perhatiannya untuk membetulkan selama mempraktekan. Mengenai kesalahan gerakan sangat diperlukan untuk peningkatan penguasaan gerak. Peningkatan penguasaan gerak diperlukan kesempatan yang leluasa untuk prakatek berulang-ulang. Fase asosiatif ini merangkai bagian-bagian gerakan menjadi rangkaian gerakan secara terpadu merupakan unsur penting untuk menguasai berbagai gerakan keterampilan. Setelah rangkaian-rangkaian gerakan bisa dilakukan dengan baik, maka pelajar segera bisa dikatakan memasuki fase yang disebut fase otonom. 2.2.3 Fase otonom atau fase akhir
Fase otonom bisa dikatakan sebagai fase akhir dalam belajar gerak. Fase ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis. Fase ini, dikatakan sebagai
fase
otonom karena
pelajar
mampu
melakukan
gerakan
keterampilan tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan berakan itu pelajar harus memperhatikan hal-hal lain selain gerakannya sendiri sudah bisa dilakukan secara otomatis. Contoh dari pencapaian fase otonom,
misalnya pada anak yang bclajar naik sepeda, setelah mencapai fase otonom, ia mampu mengendarai sepeda dan tidak jatuh walaupun dilakukan sambil menengok ke kanan dan ke kiri memperhatikan pemandangan disekelilingnya. Ia tidak lagi harus memikirkan bagaimana gerakan mengayuh atau bagaimana pegangan tangan agar keseimbangan terjaga, contoh lain misalnya pada pelajar tenis lapangan yang sudah mahir. Ia bisa melakukan semua tanpa memikirkan bagaimana gerakan langkah awalan, atau bagaimana meloncat agar bisa memukul bola. Ia bisa melakukan semua sambil memperhatikan sasaran karena bola harus dipukul agar tidak bisa dikembalikan oleh lawan. Mencapai fase otonom diperlukan praktek berulang-ulang secara efektif, setelah dicapai fase otonom kelancaran dan kebenaran gerakan masih dapat ditingkatkan namun peninakatannya tidak lagi secepat pada fase-fase belajar sebelumnya. Fase ini di mana gerakan sudah menjadi otomatis, untuk mengubah bentuk gerakan cukup sulit, untuk mengubahnya perlu ketekunan. Mengingat menjadi sulitnya mengubah bentuk gerakan setelah gerakan menjadi otomatis, maka perbaikan gerakan harus dilakukan pada fase belajar sebelumnya. Gerakan otomatis tidak sama dengan gerakan efisien atau gerakan yang terampil. Gerakan yang otomatis belum tentu efisien apabila gerakan tidak dilakukan berulang-ulang, sedangkan gerakan yang benar dan
dilakukan secara otomatis akan menjadi gerakan yang efisien apabila dilakukan berulang-ulang. Proses dalam belajar gerak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah kondisi belajar gerak itu sendiri. (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993) mengemukakan kondisi dalam belajar gerak, yaitu: 2.2.4 Kondisi internal
Kondisi internal adalah persyaratan yang harus ada dalam diri pelajar. Kondisi internal meliputi dua hal, yaitu: 1) Mengingat bagian-bagian gerakan. Mempelajari gerakan keterampilan baru, hanya dimungkinkan apabila pelajar memiliki modal berupa kemampuan melakukan gerakan - gerakan yang merupakan dasar terbentuknya gerakan yang baru. 2) Mengingat rangkaian gerakan. Gerakan keterampilan pada dasarnya merupakan rangkaian dari gerakan-gerakan. Apabila pelajar tidak bisa mengingat urutan rangkaian dari gerakan-gerakan, maka ia tidakan akan mampu melakukan gerakan keterampilan dengan baik. 2.2.5 Kondisi eksternal
Kondisi eksternal adalah persyaratan yang merupakan stimulus dari luar diri pelajar yang diperlukan agar terjadi proses belajar. Kondisi eksternal meliputi empat hal, yaitu: 1) Pemberian penjelasan gerakan atau instruksi verbal 2) Pemberian contoh gerakan atau instruksi visual 3) Instruksi mempraktikkan gerakan:
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan di dalam pengaturan kondisi praktek yang antara lain sebagai berikut : a). Prinsip pengaturan giliran praktek b). Prinsip Beban Belajar Meningkat c). Prinsip Kondisi Belajar Bervariasi d). Prinsip pemberian motivasi dan dorongan semangat 4) Pemberian umpan balik a) Umpan balik internal b) Umpan balik eksternal
2.3 Pembelajaran Pembelajaran dalam pendidikan dapat diartikan juga sebagai pengajaran, seperti yang dikemukakan oleh (Gino dkk, 2000) bahwa, "Istilah "pembelajaran" sama dengan "instruction" atau "pengajaran". Pengajaran mempunyai arti satu
cara (perbuatan)
mengajar
atau
mengajarkan." Dalam pembelajaran atau pengajaran tersebut terdiri dari beberapa unsur, hal ini seperti yang dijelaskan oleh (Gino dkk, 2000) bahwa, "Pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar yaitu guru dan ada yang diajar atau yang belajar yaitu siswa”. Sukintaka (2004) mengatakatan bahwa, ”Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi disamping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.
Pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis secara berulangulang dengan selalu memberikan peningkatan materi pembelajaran. Dengan pembelajaran
yang
sistematis
melalui
pengulangan
tersebut
akan
menyebabkan mekanisme susunan syaraf bertambah baik. Sesuai dengan prinsip
beban
belajar
meningkat
yaitu
penguasaan gerakan
keterampilan terjadi secara bertahap dalam peningkatannya. Berawal dari belum bisa menjadi bisa, dan kemudian menjadi terampil, dengan demikian hendaknya pengaturan materi belajar yang dipraktekkan dimulai dari mudah ke yang lebih sukar, atau dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Hasil nyata dari pembelajaran ini adalah gerakan-gerakan otomatis yang tidak terlalu membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf, sehingga gerakan otomatis yang terjadi akan mengurangi gerakan tambahan yang berarti penghematan tenaga. Penguasaan suatu ketrampilan tidak dapat dicapai dengan mudah, tetapi
diperlukan
proses
pembelajaran
yang
benar.
Pembelajaran
ketrampilan merupakan proses untuk mempelajari atau menguasai suatu jenis gerakan ketrampilan. Tujuan belajar ketrampilan adalah agar dapat melakukan suatu gerakan secara trampil, otomatis dan reflektif dengan gerakan yang benar. Kegiatan pembelajaran atau proses belajar
mengajar,
mengajar
merupakan suatu aspek dari pendidikan yang akan menghasilkan suatu derajat pengembangan diri yang tinggi dalam belajar. Mengajar adalah pemberian
informasi kepada seseorang dengan maksud menghasilkan
sesuatu perubahan akibat dari belajar. Pembelajaran sering diartikan sebagai pemberian ilmu dari guru kepada murid. Proses pembelajaran dengan baik perlu persiapan dengan baik pula. Pembelajaran bukan tugas yang mudah bagi guru, guru
yang berhadapan dengan sekelompok
orang atau
mahasiswa yang dalam hal ini mereka adalah mahluk hidup
yang
memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani ditentukan oleh orang yang menangani atau guru dan teori-teori ilmu olahraga sebagai penunjang. Keberhasilan interaksi antara teori dan praktek dalam pembelajaran akan membawa keberhasilan dalam penampilan olahraga. Untuk mencapai tujuan pembelajaran seorang guru pendidikan jasmani hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pengaturan pelaksanaan gerakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani yang benar sehingga akan menghasilkan peningkatan yang sempurna. Pengaturan pelaksanaan gerakan harus didukung oleh unsur lain, yaitu keadaan mahasiswa dalam melakukan proses belajar, prasarana dan sarana. Hubungan yang saling menunjang antara guru selaku pengelola proses pembelajaran dan siswa selaku sasaran pendidikan, serta prasarana dan sarana selaku alat untuk memproses kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah, dilaksanakan baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas, misalnya di lapangan, di kolam renang, dan lain-lain. Demikian dituntut adanya prasarana dan sarana pendidikan
jasmani yang beraneka ragam, sesuai dengan cabang olahraga yang diajarkan, dengan demikian diperlukan adanya pengelolaan khusus. Pengelolaan khusus yang dimaksudkan sebagai usaha penyediaan kondisi optimal dalam pembelajaran yang meliputi: pengaturan tentang penggunaan lapangan, perlengkapan dan peralatan, formasi anak didik, posisi guru, memperhatikan lingkungan (tidak menghadap matahari, tidak menghadap
jalan
raya),
memperhatikan
keselamatan,
pencegahan
kecelakaan atau bahaya yang dapat menimpa pada anak didik atau guru dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani (Soemanto dan Soedarwo, 1990). Faktor keselamatan dan rasa aman dapat terjamin sepenuhnya, baik bagi siswa maupun guru itu sendiri. Kegiatan pembelajaran keterampilan olahraga, dalam hal ini ketepatan servis dalam permainan tenis lapangan dapat terjamin dan terselenggara dengan lancar. Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani tidak lepas dari bergerak, karena belajar gerak merupakan salah satu sarana untuk memperoleh keterampilan gerak yang diperlukan dalam kegiatan pendidikan jasmani. (Sugiyanto, 1991) menerangkan, belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh atau bagian tubuh. Belajar gerak adalah mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola gerak yang dipelajari.
Intensitas keterlibatan kemampuan yang paling utama adalah unsur kemampuan psikomotor termasuk kemampuan fisik, hasil dari belajar gerak berupa kemampuan melakukan pola-pola gerak keterampilan tubuh. Pola-pola gerak keterampilan tubuh juga dipengaruhi oleh aspek perkembangan fisik individu. Pembelajaran dapat tercapai, pengajar harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam memberikan materi dalam pembelajaran teknik yang benar, beberapa prinsip penting yang perlu diingat dalam meningkatkan kualitas penguasaan gerak menurut (Sugiyanto, Sudjarwo dan Sunardi, 1994) adalah sebagai berikut : a. Materi belajar dimulai dari yang mudah ke yang sukar atau yang sederhana ke yang kompleks. b. Pola gerak yang diberikan lebih awal, sedapat mungkin dipilih yang bias menimbulkan transfer positif dalam mempelajari pola gerak yang berikutnya. c. Untuk menguasai suatu pola gerak diperlukan jangka waktu tertentu, dan jangka waktu yang diperlukan itu tidak sama untuk setiap individu. d. Agar proses belajar gerak bisa berlangsung dengan baik, diperlukan beberapa kondisi belajar yang meliputi : 1) Kondisi Internal : a) mengingat bagian-bagian gerakan b) Mengingat rangkaian pelaksanaan bagian-bagian gerakan
2) Kondisi Eksternal : a) Instruksi verbal (penjelasan) b) Instruksi visual (penyajian model gerakan) c) Kesempatan mempraktekkan gerakan berulang-ulang d) Pemberian umpan balik e) Agar gerakan segera dapat dikuasai dengan baik, diperlukan keterlibatan individu secara total; fisik, mental, emosional dan sosial. Prinsip
tersebut
merupakan
pedoman
dalam
melakukan
pembelajaran ketrampilan teknik tenis lapangan, khususnya pembelajaran ketepatan servis. Melalui proses pembelajaran yang dilakukan secara intensif dengan berdasarkan pada prinsip yang benar, maka mahasiswa akan dapat menguasai ketepatan servis tenis lapangan. Kegiatan pembelajaran terdiri
dari
persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
beberapa tahap, yaitu; lanjut.
Dari tahap-tahap
kegiatan tersebut, dapat diketahui hasil belajar dan diketahui pula pendekatan pembelajaran yang digunakan telah sesuai atau belum melalui prestasi anak didik. Pencapaian hasil yang optimal, maka program atau bentuk pembelajaran disusun hendaknya mempertimbangkan kemampuan dasar individu mahasiswa, dengan memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip atau azas-azas latihan. Tiga bentuk metode dasar mengajar
untuk
mengajarkan keterampilan olahraga, yakni (1) presentasi, (2) penguasaan gerak, dan (3) penyempurnaan gerak, (Harre, 1982) Presentasi merupakan seperangkat tindakan guru atau dosen untuk mengalihkan informasi tentang konsep gerak yang akan dipelajari mahasiswa, unsur tersebut dapat dilakukan dengan penjelasan secara verbal, kemudian dipertegas lagi dengan penjelasan secara visual berupa gambar-gambar atau contoh konkret dari guru tentang pelaksanaan keterampilan olahraga yang bersangkutan. Tahap pesentasi ini dapat diterapkan
metode
tanya-jawab
atau
diskusi
untuk
memperkuat
pemahaman siswa tentang tugas-tugas gerak yang dipelajarinya. Manakala konsep gerak itu telah dipahami oleh siswa atau mahasiswa, maka kegiatan belajar-mengajar beralih ke tahap penguasaan gerak, dalam tahap ini, guru memberikan peluang kepada mahasiswa untuk melakukan tugas gerak yang dipelajarinya secara berulang-ulang dalam kondisi tertentu. Pelaksanaan tugas gerak yang berulang-ulang dilakukan oleh siswa, guru mengamati dan membantu penampilan mereka dengan memberikan petunjuk praktis, koreksi dan umpan balik atas hasil penampilannya
berlangsung
keterampilan teknik olahraga mahasiswa.
terus
sampai
dengan
terbentuknya
yang bersangkutan dalam perilaku
Penguasaan gerak, kemudian kegiatan belajar mahasiswa dialihkan ke tahap penyempurnaan gerak. Tahap ini pada hakikatnya tak terpisahkan dengan tahap penguasaan gerak, dan metodenya tetap berpusat pada pendekatan pembelajaran. Penguasaan keterampilan olahraga yang mulamula masih kaku dan kasar koordinasinya, melalui pendekatan pembelajaran yang intensif lambat laun semakin efisien koordinasinya dan pada gilirannya akan mencapai taraf otomatis. Kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan di pendidikan pada umumnya mencakup tiga aspek tujuan pendidikan seperti yang dikemukakan oleh (Sugiyanto, 1991) yaitu, “kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan gerak). Pembelajaran keterampilan gerak tidaklah sama seperti pembelajaran pengetahuan dan sikap, disini seorang guru dituntut harus memberikan contoh dan memfokuskan pada segi keterampilan gerak si anak didik, berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu memperhatikan hal-hal yang mengenai strategi pembelajaran keterampilan gerak seperti yang dikemukakan oleh (Sugiyanto, 1997) yang perlu diperhatikan dalam mengatur kondisi belajar keterampilan gerak diantaranya : 1). Pengaturan waktu latihan 2). Pengaturan urutan materi belajar 3). Pengaturan lingkungan belajar 4). Metode mengajar gerak
keempat aspek di atas, dalam penelitian ini aspek metode mengajar gerak itulah yang diteliti dalam pembelajaran keterampilan gerak, strategi pembelajaran bisa berbentuk penerapan cara-cara mengajar agar proses belajar dapat berlangsung dengan baik dan tujuannya dapat tercapai. Metode
pembelajaran
keterampilan
ketepatan
servis
pada
penelitian ini, menggunakan metode pembelajaran massed practice dan distributed practice, dengan adanya dua jarak pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran ketepatan servis tenis lapangan, akan dibandingkan
antara metode pembelajaran massed practice dan
distributed practice. 2.4 Metode Pembelajaran Massed Practice Mencapai tingkatan kemampuan yang maksimal maka, seorang atlit sebaiknya melakukan pengulangan gerakan dengan frekuensi sebanyak- banyaknya. Melakukan gerakan yang dipelajari maka, akan terjadi otomatisasi gerakan yang efektif dan efisien. Pengaturan giliran praktek dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan penguasaan kemampuan gerakan yang telah dimiliki menjadi lebih baik dan otomatis. Seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program pembelajaran. (Drowatzky, 1981) bahwa Metode Massed Practice adalah suatu pembelajaran yang dilakukan dalam satu sesi yang panjang, dimana pembelajaran dilakukan bersifat kontinyu, tanpa ketentuan untuk istirahat. (Schmidt, 1988) juga mengungkapkan bahwa Massed Practice merupakan
sesi pembelajaran dimana jumlah waktu pembelajaran dalam sebuah percobaan lebih besar dari jumlah istirahat di antara percobaan, yang akhirnya mengarah pada kelelahan berbagai tugas. Berdasarkan teori diatas, maka yang dimaksud dengan metode massed practice adalah perencanaan penyajian pembelajaran yang disusun dengan mengunakan teknik melatih secara terus menerus, atau teknik melatih dengan memberikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan secara berkesinambungan, kesempatan untuk beristirahat tetap diberikan namun waktunya singkat bila dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tersebut. (Singer, 1975) mengungkapkan pengertian tentang metode massed practice yaitu mempraktekkan gerakan secara terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat, sedangkan (Magill, 1985) berpendapat bahwa Pembelajaran terus-menerus adalah pembelajaran dimana jumlah atau lamanya waktu istirahat yang diberikan di sela-sela pembelajaran sangat pendek atau tidak ada sama sekali, dengan kata lain bahwa pembelajaran tersebut secara relatif dilaksana terus-menerus. metode ini mengharuskan seseorang untuk berlatih mempraktekkan keterampilan aktivitas gerak secara terus menerus selama waktu pembelajaran. Mengalami kelelahan yang berarti maka, pembelajaran baru diakhiri atau pembelajaran tetap dilanjutkan walaupun sudah lelah sampai waktu pembelajaran yang diprogramkan habis.
Pembelajaran
yang
padat
akan
sangat
berguna
dalam
menyesuaikan kegiatan yang benar-benar berat dan sering harus dilakukan dalam keadaan lelah dan tekanan faktor external lainnya, atau keadaan yang menuntut melakukan gerakan-gerakan secara padat. Metode pembelajaran padat sangat cocok untuk pembelajaran pressure exercise, dengan pembelajaran padat ini akan cepat mengkondisikan tubuh di dalam menguasai suatu keterampilan gerak. Pengalaman dalam kondisi belajar yang bervariasi dan dengan kondisi tekanan (stressfull) akan membantu pencapaian keterampilan yang tinggi (Singer, 1980). Massed Practice merupakan metode pembelajaran dalam proses belajar yang digolongkan ke dalam pembelajaran padat. Pembelajaran padat yang berdasarkan pada beberapa penelitian ternyata kurang efektif didalam meningkatkan penguasaan gerak bila dibandingkan dengan metode pembelajaran yang diselingi istirahat. Faktor yang menyebabkan kurang efektifnya pembelajaran padat adalah faktor kelelahan. Intensitas kegiatan dalam pembelajaran padat itu tinggi dan tidak ada waktu untuk pemulihan atau recovery seperti yang terdapat dalam metode pembelajaran distributed. (Schmidt, 1988) menyatakan bahwa Kelelahan merupakan faktor penghambat bagi penguasaan suatu keterampilan olahraga. (Harsono, 1988) juga menambahkan bahwa apabila waktu pembelajaran berlangsung terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa atlit akan memandang setiap pembelajaran sebagai suatu siksaan, berarti
perilaku terampil yang telah dikuasai akan sulit ditampilkan secara ideal manakala pelakunya mengalami kelelahan dan tentu menjadi sebuah catatan penting mengapa massed practice ini menjadi penghambat dalam pencapaian penguasaan keterampilan, dikarenakan faktor kelelahan yang berdampak buruk selama proses pembelajaran tugas gerak tersebut dilakukan secara kontinyu sehingga performa gerakan juga dapat terpengaruh, namun semua metode tentunya mempunyai sisi kelebihan dan kekurangan, demikian juga metode ini. Kelebihan dan kekurangan metode ini dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Massed Practice (Schmidt 1988) Kelebihan Kekurangan 1. Berguna dalam menyesuaikan kegiatan yang benar-benar berat. 2. Cocok untuk pembelajaran pressure exercise. 3. Cocok untuk mempraktekkan skill yang sifatnya individu. 4. Cocok untuk pembelajaran yang benar-benar berat. 5. Program pembelajaran jangka pendek.
1. Kegiatan praktek terus menerus akan cepat mendatangkan kelelahan. 2. Sedikit, atau tidak ada waktu untuk recovery disaat kegiatan berlangsung. 3. Variasi belajar kurang, sehingga akan cepat mendatangkan kebosanan. 4. Cendrung kurang tertib karena menunggu giliran praktek.
Mengantisipasi kelemahan-kelemahan tersebut, yang mungkin dilakukan oleh para pelatih atau pengajar adalah memberikan motivasi pada atlit secara tepat dan menciptakan kondisi yang nyaman dalam proses pembelajarannya, misalnya kegiatan pembelajarannya dikompetisikan dengan maksud mendatangkan keriangan dan motivasi yang tinggi. Keinginan dan motivasi yang tinggi, besar kemungkinan tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai. Metode kompetisi menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan untuk peningkatan kemampuan dan mengontrol reaksi psikis yang menyertai persaingan dalam olahraga (Hadisasmita dan Syarifuddin, 1996). Pendapat di atas dapat disimpulakan, massed practice adalah mempraktekkan gerakan keterampilan secara terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat. Dalam hal ini atlit harus melakukan gerakan sesuai dengan instruksi dari pelatih atau pengajar sampai batas waktu yang telah ditentukan habis. Mengulang-ulang gerakan yang dipelajari merupakan ciri dari Pendekatan pembelajaran ini. Pembelajaran terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat akan berpengaruh terhadap kapasitas total paruparu dan volume jantung, hal ini disebabkan adanya rangsangan yang cukup berat terhadap sistem aerobik di dalam tubuh. Pembelajaran secara terus-menerus dapat mempertinggi kapasitas aerobik, karena bentuk pembelajaran tersebut memberikan pembebanan yang cukup berat terhadap sistem aerobik, sehingga dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesegaran aerobik (Jusnul Hairy, 1989), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya massed practice dapat meningkatkan daya tahan secara keseluruhan. Intensitas pembelajaran secara terusmenerus akan meningkatkan kemampuan kontrol gerakan pada saat pembelajaran sehingga akan tercipta otomatisasi gerak.
Ditinjau dari proses dan sistem memori, pembelajaran servis dengan metode massed practice termasuk sistem memori jangka panjang (long term memory). Dalam hal ini (Rusli lutan, 1988) berpendapat bahwa “Pembelajaran atau pengulangan akan semakin meningkatkan jumlah asosiasi dalam informasi yang telah dipelajari (misalnya semakin meningkat maknanya) sehingga kemudahan untuk mengingatkan kembali informasi yang diperoleh didukung oleh asosiasi tersebut. Tujuan pembelajaran teknik dalam olahraga ialah untuk menguasai keterampilan secara efisien dan keterampilan itu melekat selama waktu tertentu, hal ini erat
kaitannya
dengan
konsep
memori
jangka
panjang
karena
pengembangannya merupakan tujuan akhir dalam proses pembelajaran keterampilan motrik. Pembelajaran servis jika dipraktekkan secara terus menerus maka akan tersimpan sebagai informasi yang akan disalurkan dari penyimpanan jangka pendek ke penyimpanan jangka panjang, dimana informasi itu akan tersimpan secara permanen. 2.5 Pendekatan Pembelajaran Distributed Practice metode pembelajaran Distributed practice adalah pendekatan pembelajaran dengan memakai prinsip pengaturan pembelajaran berselang yang dilakukan dalam beberapa sesi pembelajaran yang dilakukan dalam beberapa sesi lebih pendek yang diselang-selingi dengan periode istirahat (Drowatzky, 1981). Pendapat yang sama dikatakan oleh (Schmidt, 1988) bahwa “Distributed practice, di sesi percobaan yang dilakukan terdapat
istirahat yang sama atau melebihi banyaknya waktu dalam percobaan, yang mengarah ke suatu urutan yang lebih santai”. Pembelajaran dan waktu istirahat saling berkaitan dan dapat diatur dengan berbagai cara, misalnya sesi pembelajaran yang panjang dengan masa istirahat yang tidak terlalau sering, atau sesi pembelajaran yang pendek dengan banyak selingan istirahat. Masa istirahat yang panjang atau pendek dan priode istirahat yang semakin lama atau semakin singkat merupakan prediksi yang jeli dari seorang pelatih didalam proses pembelajaran. Menjadi persoalan disini bukan hanya apakah perlu adanya priode istirahat selama proses pembelajaran, tetapi bagaimana hubungan terbaik yang dapat diciptakan antara rasio kerja dan interval istirahat didalam pembelajaran peningkatan ketepatan servis. (Singer, 1975) menyatakan bahwa Distributed practice adalah suatu bentuk kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut dibagi-bagi atau diselingi dengan beberapa kali waktu istirahat. Pendapat yang sama juga diungkapkan (Magill, 1985) yaitu Pembelajaran yang terbagi kedalam satu bentuk pembelajaran, dimana waktu istirahat diberikan disela-sela kegiatan pembelajaran. Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan diatas maka, yang dimaksud dengan metode distributed practice adalah pembelajaran yang disusun dengan menggunakan teknik membagi satu paket (tugas gerak) pembelajaran menjadi beberapa bagian, untuk pelaksanakan diantara bagian-bagian kegiatan diberikan waktu untuk berstirahat, yang
lamanya sama atau lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu bagian dari kegiatan tersebut. Tugas gerak dan selang waktu istirahat dapat dilakukan secara progresif maupun linier. Progresif adalah adanya peningkatan dari satu tugas gerak ke tugas gerak berikutnya, termasuk waktu istirahat diantara tugas gerak, sedangkan linier adalah tetap melaksanakan tugas gerak maupun waktu istirahatnya (Schmidt, 1991). metode distributed practice adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana tugas gerak yang harus dilakukan diberi waktu pelaksanaan istirahat di antara tugas-tugas gerak tersebut, waktu istirahatnya lebih lama atau sama dengan waktu pelaksanaan tugas gerak sebelumnya, maka dari itu pertanyaannya bukan hanya apakah periode istirahat harus diberikan selama pembelajaran, melainkan hubungan yang terbaik antara rasio kerja dan interval istirahat. waktu istirahat dalam pembelajaran ini bukan merupakan pemborosan waktu, tetapi merupakan bagian penting didalam proses pembelajaran ketepatan servis dalam mencapai pemulihan yang cukup. Metode ini pun memiliki kekurangan yang dalam pelaksanaannya jika keseimbangan antara rasio kerja dan interval istirahat tidak diperhatikan sehingga dapat mempengaruhi performa seorang atlit. Berikut adalah table kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran distributed practice.
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pemblajaran Distributed Practice (Schmidt 1988) Kelebihan Kekurangan 1. Pendekatan pembelajaran dangan 1. Perlu pengaturan waktu dan giliran selingan istirahat memberikan melakukan gerakan dengan aturan kesempatan pemulihan pada tubuh yang ketat dan sistematis agar (recovery). masing - masing memperoleh 2. Ada kesempatan untuk melakukan kesempatan yang sama. koreksi diri. 2. Karena terlalu seringnya waktu 3. Praktek akan lebih mudah untuk istirahat sehingga mengakibatkan dikuasai. peningkatan daya tahan fisik kurang 4. Mahasiswa dapat melakukan meningkat. gerakan teknik yang baik dan benar karena dalam kondisi yang tidak lelah. 5. Program pembelajaran jangka panjang
Metode distributed practice merupakan bentuk pembelajaran yang diselingi dengan waktu istirahat diantara waktu pembelajaran, berdasarkan hal tersebut maka, metode distributed practice ini memiliki kelebihan baik bagi para pelatih maupun mahasiswa itu sendiri. (Foss dan Keteiyan, 1998) mengemukakan ada dua hal yang menjadi keuntungan metode distributed practice yaitu : 1.
Program pembelajaran distributed practice dapat membuat para pelatih (coach) untuk lebih mengkhususkan program pembelajaran yang lebih teliti bagi para atlit, yang khusus pada sistem energi predominan untuk olahraga yang diberikan dan dilaksanakan pada tingkat tegangan fisiologis yang mengoptimalkan keberhasilan dalam penampilan.
2.
Program pembelajaran distributed practice pelaksanannya sama dari hari ke hari, sehingga mahasiswa dapat mengamati kemajuannya dan fleksibel pelaksanannya.
Pembelajaran dan waktu istirahat sangatlah penting sebab memberikan waktu bagi para mahasiswa mengadakan pemulihan kembali atau recovery diantara pengulangan gerakan, recovery dilakukan setelah melakukan kerja atau pembelajaran dengan intensitas tinggi selama pembelajaran. Suharno (1985) manfaat adanya pemulihan adalah menghindari terjadinya overtraining dan memberikan kesempatan kepada organ atlit untuk beradaptasi terhadap beban pembelajaran sebelumnya. metode distributed practice dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan ketepatan pukulan servis dalam permainan tenis lapangan. Pelaksanaannya, yaitu pada satu sesi pembelajaran mahasiswa melakukan servis dengan berusaha untuk menempatkan bola pada sudut-sudut yang telah diberi tanda dengan nilai-nilai tertentu. Sesi pembelajaran selesai, mahasiswa di berikan waktu untuk istirahat dengan tujuan pemulihan kembali tenaga (recovery) gunanya untuk dapat mempersiapkan kondisi fisik dalam melanjutkan kembali pembelajaran pada sesi selanjutnya. Recovery tersebut diharapkan dapat membuat mahasiswa mengoreksi kembali jikalau terdapat kesalahan-kesalahan yang terjadi selama proses pembelajaran. Proses dan sistem memori pembelajaran pukulan servis dengan metode distributed practice termasuk sistem memori jangka pendek (short term memory). (Rusli lutan, 1988) berpendapat bahwa “short term memori merupakan suatu proses informasi yang diterima dalam waktu singkat dan dapat
hilang dengan cepat pula karena lamanya waktu. Dari pendapat tersebut maka, pembelajaran pukulan servis dengan metode distributed practice tidak akan bertahan lama pada memori seseorang dikarenakan terlalu seringnya waktu istirahat sehingga berdampak pada penguasaan gerak tersebut. Pengembangan tahap psikomotor belajar gerak dalam pendekatan ini pun tidak tercapai karena pengulangan gerakan yang sangat jarang sehingga pencapaian otomatisasi gerak pun akan membutuhkan waktu yang relatif lama, tetapi dengan pendekatan distributed practice resiko cedera akan terhindar dikarenakan seringnya interval istirahat serta pengkoreksian gerakan keterampilan pun akan sering dilakukan sebab banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam menganalisa sendiri, pada saat proses gerak terjadi. 2.6 Koordinasi Mata dan Tangan Pencapaiaan suatu teknik yang tinggi dan maksimal tidak terlepas dari aspek anatomis, fisiologis, mekanis dan psikologis sebagai dasar ilmiahnya. Teknik yang dimiliki harus selalu dikembangkan setiap saat melalui proses pembelajaran yang rutin sebab merupakan faktor penunjang dalam pencapaian prestasi yang maksimal. Potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu adalah koordinasi yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran khususnya, atlit pada cabang olahraga yang menuntut kepekaan tingkat koordinasi. Atlit tenis lapangan yang berlatih mengembangkan berbagai macam stroke yang dalam pengembanganya harus didukung oleh salah satu komponen yaitu koordinasi mata tangan (eye hand coordiation). Pengertian dari koordinasi menurut beberapa ahli
seperti (Suharno, 1993) bahwa ; Koordinasi adalah kemampuan atlet merangkai beberapa gerak menjadi satu gerak yang utuh dan selaras”. (Barrow dalam Harsono, 1988) juga memberikan batasan mengenai koordinasi yaitu; Kemampuan untuk memadukan berbagai macam gerakan kedalam satu atau lebih pola gerak khusus”. (Sajoto, 1995), Koordinasi adalah
kemampuan
seseorang
mengintegrasikan
bermacam-macam
gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif, dengan demikian dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat tersebut bahwa koordinasi mata tangan merupakan kemampuan dalam memadukan serta merangkai gerakan mata dan tangan menjadi satu gerakan yang memiliki pola gerak khusus, tanpa memiliki koordinasi mata tangan yang baik maka akan mempersulit kesesuaian dan keselarasan irama gerak pada saat melakukan servis dalam permainan tenis lapangan. Pengembangan
teknik
berarti
mengembangkan
kemampuan
mengkoordinasikan fungsi syaraf otot dan hakikat dari kemampuan mengkoordinasikan fungsi syaraf otot adalah ketepatan dan kecepatan (Giriwijoyo, 1992). Pendapat yang sama juga dikatakan oleh (Parno 1992) “Koordinasi adalah kemampuan seseorang untuk merangkaikan beberapa unsur gerak menjadi satu gerakan yang selaras sesuai dengan tujuannya, sehingga dapat disimpulkan dari dua pendapat diatas bahwa tingkat koordinasi gerak seseorang tercermin dari kemampuannya dalam melakukan suatu gerakan secara mulus, tepat dan efisien. Kemampuan koordinasi mata tangan seorang mahasiswa tenis lapangan yang
merupakan suatu aktualisasi komponen-komponen dalam bekerja sama yang meliputi sistem syaraf, kontraksi otot dan indera yang sanggup menghasilkan berbagai macam gerakan seperti dalam permainan tenis lapangan. Memiliki koordinasi yang baik maka, (Suharno, 1993) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu dalam pengembangan koordinasi : 1. Pengaturan syaraf pusat dan syaraf tepi, hal ini berdasarkan pembawaan atlet dan hasil pembelajaran-pembelajaran. 2. Tergantung tonus dan elastisitas otot yang melakukan gerakan. 3. Baik dan tidaknya keseimbangan, kelincahan dan kelentukan atlet. 4. Baik dan tidaknya koordinasi kerja syaraf, otot dan indera.
Pusat pengatur koordinasi di otak kecil (cerebulum), prosesnya yaitu ketika tubuh mendapat stimulus (rangsangan) maka respon berlangsung dari pusatsyaraf menuju ke syaraf tepi lalu ke indera dan terus ke otot untuk melaksanakan gerakan, artinya bahwa setiap gerakan yang dilakukan melibatkan semua atau sebagian besar otot-otot, sistem syaraf, dan persendian. Koordinasi diperlukan adanya keteraturan gerak dari beberapa anggota badan yang lainnya agar gerak yang dilakukan dapat harmonis dan efektif sehingga dapat menguasai pembelajaran yang diberikan. Seseorang yang memiliki tingkat koordinasi yang tinggi bukan hanya mampu melakukan gerakan yang sempurna tetapi, juga dengan mudah melakukan gerakan yang sifatnya baru serta mampu mengubah
pola gerak dan berpindah dengan cepat dari satu gerakan ke gerakan yang lain sehingga lebih efisien dalam penggunaan energi. Kualitas pukulan seorang mahasiswa tenis lapangan dapat dinilai mematikan ketika dia mampu melakukan berbagai macam stroke dalam bermacam-macam situasi, mati langkah adalah salah satu istilah dalam permainan tenis lapangan dimana seorang mahasiswa tidak memiliki waktu untuk mengubah posisi tubuh sehingga sulit untuk mengembalikan kembali bola dari pihak lawan. Peranan koordinasi mata tangan yang efektif karena, diharapkan mampu untuk menempatkan bola pada sudut yang dianggap sulit untuk dikembalikan oleh lawan. (Bompa, 1994) mengemukakan bahwa Koordinasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu koordinasi yang bersifat umum dan koordinasi yang bersifat khusus. Sage (1984), menjelaskan bahwa Koordinasi umum adalah kemampuan seluruh tubuh dalam menyesuaikan dan mengatur gerakan secara simultan pada saat melakukan suatu gerak, sedangkan Koordinasi khusus adalah koordinasi antara beberapa anggota badan yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah anggota badan secara simultan. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa koordinasi umum merupakan dasar untuk mengembangkan koordinasi khusus. Umumnya setiap teknik dalam cabang olahraga merupakan hasil dari perpaduan antara pandangan mata tangan (eye-hand coordination) dan keterampilan gerak kaki (footwork), oleh karena itu koordinasi khusus merupakan pengembangan dari koordinasi umum yang dikombinasikan
dengan kemampuuan biomotor yang lain sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Ciri-ciri yang memiliki koordinasi khusus yang baik dalam menampilkan setiap gerakan-gerakan teknik dapat secara harmonis, cepat, mudah, sempurna, tepat, dan luwes. Baik koordinasi umum maupun koordinasi khusus kedua-duanya sangat diperlukan dalam cabang olahraga sebab saling mempengaruhi satu sama lain. Gerakan-gerakan dalam permainan tenis lapangan sangatlah kompleks dan bervariasi, dengan memadukan serta merangkaikan gerakangerakan yang sifatnya simultan (ganda), maka akan mempercepat penguasaan servis dalam permainan tenis lapangan, dengan kata lain bahwa makin baik kemampuan koordinasi seorang atlit maka makin baik pula penguasaan gerakannya. Koordinasi mata tangan sangat penting dalam permainan tenis lapangan, adapun kegunaan koordinasi dalam olahraga menurut (Suharno, 1993) yaitu : 1. Mengkoordinasikan beberapa gerak agar menjadi satu gerak yang utuh dann serasi. 2. Efisien dan efektif dalam penggunaan tenaga. 3. Untuk menghindari terjadinya cedera. 4. Dapat memperkaya taktik dalam bertanding. 5. Kesiapan mental atlit lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.
Koordinasi gerak sangat penting dalam semua cabang olahraga, dimana didalamnya terdapat berbagai macam gerakan kompleks, termasuk dalam permainan tenis lapangan. Sehingga untuk menunjang pencapaian
prestasi yang optimal maka seseorang harus memiliki penguasaan koordinasi yang baik. Pembelajaran yang sistematis dan kontinyu akan meningkatkan kemampuan penguasaan gerakan seseorang. Koordinasi mata dan tangan adalah kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan gerakan mata dan tangan sehingga menjadi gerakan yang sifatnya tunggal dan efektif. Seseorang yang memiliki koordinasi baik maka akan mampu melakukan berbagai macam gerakan dengan efisien, lancar dan harmonis. Kemampuan koordinasi mata tangan merupakan salah satu unsur dasar dalam peningkatan kemampuan servia dalam permainan tenis lapangan. Kemampuan koordinasi merupakan dasar
yang baik bagi
kemampuan belajar yang bersifat sensomotorik, makin baik tingkat koordinasi, akan makin cepat dan efektif pula gerakan sulit dapat dipelajari (Iskandar.
Adisapoetra,
dkk,
1999).
Kecepatan
seseorang
dalam
mempelajari keterampilan gerak dipengaruhi oleh kemampuan koordinasi yang dimiliki. Permainan Tenis lapangan, koordinasi mata tangan merupakan perpaduan antara mata dan tangan dalam melakukan servis. Seseorang yang memiliki koordinasi mata dan tangan tinggi akan mampu melakukan servis dengan sempurna serta penempatkan bola pada berbagai macam sudut-sudut lapangan lawan akan semakin akurat serta, dapat memanfaatkan setiap peluang untuk melancarkan serangan dengan cepat dan tepat dibandingkan mahasiswa yang memiliki koordinasi mata tangan
yang rendah, dasar itulah mengapa koordinasi mata tangan memiliki peranan yang sangat penting dalam melancarkan setiap servis.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang akan dikemukakan dalam penelitian ini, berdasarkan pada teori yang berkaitan dengan variabel yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Metode pembelajaran servis tenis lapangan menggunakan massed practice dan distributed practice mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan
latihan
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran massed practice adalah: mahasiswa mempunyai kesempatan melakukan pengulangan gerakan sebanyak-banyaknya. Penguasaan pola gerakan keterampilan servis akan menjadi lebih cepat tercapai, dalam pembelajaran
ini
secara
terus-menerus
dan
berkelanjutan
dan
memungkinkan terhadap penyempurnaan pola gerakan yang cepat, dapat meningkatkan keterampilan sekaligus meningkatkan daya tahan fisik, meningkatkan kepekaan (feeling) terhadap bola. Kelemahannya adalah sebagai berikut: penguasaan teknik gerakan keterampilan servis kurang sempurna dalam gerakan terus-menerus akan menyebabkan kelelahan, hal ini akan berpengaruh terhadap kesempurnaan pola gerakan yang dilakukan, pengontrolan dan perbaikan gerakan yang dilakukan mengalami kesulitan karena tidak ada waktu istirahat,
mahasiswa cenderung melakukan gerakan teknik yang salah karena kondisi yang lelah, dimungkinkan akan terjadi kelelahan yang berlebihan. Kelebihan metode pembelajaran distributed practice antara lain: teknik keterampilan dapat dilakukan dengan baik, kesalahan teknik dapat diketahui sejak dini dan dapat segera dibetulkan sehingga penguasaan teknik keterampilan servis menjadi lebih baik. Kondisi fisik mahasiswa terhindar dari kelelahan yang berlebihan sehingga terhindar dari kemungkinan terjadinya over training, mahasiswa mendapat waktu istirahat yang cukup. Kelemahan dari metode pembelajaran distributed practice antara lain: penguasaan teknik gerakan agak lambat, karena seringnya waktu istirahat. Disebabkan pola gerakan yang sudah terbentuk akan berkurang lagi dalam istirahat. Pembelajaran ini kemungkinan mahasiswa akan lebih sedikit melakukan pengulangan gerakan, mahasiswa akan merasa lebih jenuh atau bosan karena sering istirahat jika waktu istirahat hanya digunakan untuk menungu giliran. Servis dalam permainan tenis lapangan merupakan pukulan yang penting dan harus dikuasai oleh setiap mahasiswa. Servis merupakan stroke yang tidak dipengaruhi oleh lawan dan merupakan satu-satunya pukulan dimana seorang mahasiswa mempunyai kontrol sepenuhnya bagaimana bola harus dipukul. Melakukan servis, koordinasi antara mata dan tangan sangat penting karena tangan akan melakukan gerakan memukul bola yang yang
telah dilempar ke udara sementara mata akan mengawasi perpindahan bola yang akan dipukul. Metode pembelajaran massed practice dan distributed practice dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan servis tenis lapangan. Salah satu faktor penunjang dalam melakukan servis adalah koordinasi mata-tangan. kedua metode pembelajaran di atas memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dimungkinkan akan ada pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dalam meningkatkan koordinasi mata-tangan dan keterampilan servis. Mahasiswa yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi akan mudah melakukan keterampilan servis tenis lapangan. Namun, dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat, mahasiswa yang memiliki koordinasi mata-tangan dan bisa melakukuan ketepatan servis dengan baik. Pengukuran koordinasi mata-tangan yang digunakan untuk tes koordinasi yaitu tes lempar tangkap bola tenis dan untuk pengukuran ketepatan servis adalah tes ketepatan servis dalam tes tenis lapangan.
3.2. Konsep Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka konsep disusun sebagai berikut: Faktor Internal
Pembelajaran Faktor eksternal
Bagian-bagian gerakan Rangkaian
Metode Pembelajaran massed practice Metode pembelajaran
Instruksi Ferbal Instruksi Visual
Koordinasi Mata dan Tangan
Untuk Ketepatan Servis
Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berpikir dan konsep di atas, maka hipotesis penelitian disusun sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran massed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan; 2. Metode pembelajaran distributed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan; 3. Metode pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan dari pada metode distributed practice;
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Tenis LPMP Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. 4.1.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan selama 8 minggu. 4.2 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental one group pretestposttest design.
8 minggu 01
03
R
S
8 minggu 02
Gambar/Bagan 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan : S R O1 O2 O3 O4
= Sampel = Randomisasi = Pre Tes kelompok Eksperimen Massed Practice = Pre Tes kelompok Eksperimen Distributed practice = Post Tes kelompok Eksperimen Massed Practice = Post Tes kelompok Eksperimen Distributed practice
04
4.3 Populasi Dan Sampel 4.3.1
Populasi
Penelitian ini menggunakan populasi mahasiswa Penjasorkes putra semester 6 UKAW Kupang dengan jumlah 150 orang 4.3.2
Kriteria sampel sampel untuk penelitian ini didapatkan dari populasi yang ada dan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi 1. Mahasiswa PJKR semester 6 UKAW 2. jenis kelamin putra 3. Berbadan sehat menurut pemeriksaan dokter 4. Bersedia mengikuti penelitian sampai selesai penelitian b. Ktriteria Eksklusi adalah mereka yang memenuhi kriteria inklusi akan dikeluarkan dari kelompok sampel apabila mereka menderita sakit (cacat fisik) c. Kriteria Drop Out Sampel penelitian akan dikeluarkan apabila terjadi cedera pada saat pelaksanaan pelatihan
4.3.3
Besaran Sampel
Besaran sampel yang digunakan adalah mahasiswa
PJKR
semester 6 UKAW Kupang dan jumlah sampel dihitung menggunakan rumus (Pocock, 2008) n
2 2 f ( , ) ( 2 1 ) 2
Diketahui : μ1
= 16,1
μ2
= 20,7
σ
= 2,78
ƒ.(α.β) 2 x (2,78)² n=
Χ 10,5 = ( μ2-μ1)² 2 x 7,73 Χ 10,5
= (20,7-81,5)² 15,46
Χ 10,5
= 21,2 = 0,73 Χ 10,5 =
7,67 = 8. Dibulatkan menjadi 8 maka
n=8
Berdasarkan perhitungan rumus di atas diperoleh n =8. Seluruh sampel 10 x 2 kelompok = 20 orang. Pertimbangan bila ada yang gugur dalam
pembelajaran maka ditambahkan 20%., sehingga dalam pembelajaran digunakan sampel keseluruhan sebanyak 20 orang. 4.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari: a. Variabel Independent terdiri dari : 1)
Variabel Manipulatif a) Metode pembelajaran massed practice b) Metode pembelajaran distributed practice
2)
Variabel Atributif a) Koordinasi mata-tangan
b. Variabel dependen yaitu keterampilan ketepatan servis tenis lapangan 4.5 Definisi Operasional Variabel 4.5.1
Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis secara berulangulang dengan selalu memberikan peningkatan materi pembelajaran. 4.5.2
Metode pembelajaran massed practice
metode pembelajaran massed practice adalah suatu cara/strategi mempelajari gerakan agar dapat dikuasai yang dilakukan secara terusmenerus tanpa diselingi istirahat. 4.5.3
Metode pembelajaran distributed practice
Metode
pembelajaran
distributed
practice
adalah
suatu
cara/strategi mempelajari gerakan agar dapat dikuasai di mana dalam prakteknya diselingi dengan waktu istirahat pada setiap gerakan.
4.5.4
Koordinasi
kemampuan
seseorang
mengintegrasikan
bermacam-macam
gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif. 4.5.5
Koordinasi mata tangan
kemampuan dalam memadukan serta merangkai gerakan mata dan tangan menjadi satu gerakan yang memiliki pola gerak khusus dan menghasilkan skor, tanpa memiliki koordinasi mata tangan yang baik maka akan mempersulit kesesuaian dan keselarasan irama gerak pada saat melakukan servis dalam permainan tenis lapangan. 4.5.6
Ketepatan servis
Setiap bola yang dipukul dengan tangan ke depan baik forehand maupun backhand, bola bisa jatuh tepat pada lapangan di seberang jaring yang telah berisi nomor . 4.6 Instrumen Penelitian
4.6.1. Tes lempar-tangkap bola tenis Tujuan
: Untuk mengukur kemampuan koordinasi Mata-Tangan.
Perlengkapan
:
1. Bola tenis. 2. Sarung Tangan. 3. Sasaran Bundar yang berisi nomor dan berdiameter 30 cm. 4. Pita pengukur (sepanjang 3 meter dengan tingkat ketelitian hingga 1 cm). 5. Agar lebih efisien tester (Penguji) menyiapkan 2 atau 3 sasaran dan menugaskan di antara teste saling menilai, sedangkan tester mengawasi pelaksanaannya.
Prosedur : 1. Sasaran harus ditempatkan pada dinding dengan ujung bawah setingkat dengan tinggi bahu testee. 2. Beri tanda dengan sebuah garis ditanah atau di lantai berjarak 2,5 meter dari sasaran dengan menggunakan pita pembatas. 3. Testee berdiri di belakang garis tersebut. 4. Testee melempar bola dengan tangan yang disukai ke arah sasaran kemudian menangkap dengan tangan yang sama. Percobaan diperkenalkan sehingga teste memahami tugas tersebut dan telah dapat dirasakan (Feel for it) gerakan tersebut. 5. Bola harus dilempar dengan underarm dan tidak diperbolehkkan memantul dilantai sebelum ditangkap. 6. Tiap lemparan dianggap sah, apabila bola mengenai sasaran (bagian bola yang mana saja yang mengenai sasaran nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 dapat diterima) dan teste dapat menangkapnya. 7. Tangkapan dianggap sah, apabila bola ditangkap dengan “bersih” dan tidak mengenai tubuh. 8. Testee dapat diperbolehkan berdiri didepan garis batas pada waktu menangkap bola. 9. Tiap testee diberi kesempatan 10 kali untuk melempar dan menangkap dengan tangan yang disukai, kemudian diikuti dengan 10 kali kesempatan untuk melempar dengan tangan yang disukai dan menangkap dengan tangan yang lain. 10. Testee yang memakai kacamata diperkenankan memakai kacamata pada saat melakukan tes ini. Penilaian :
1. Tiap lemparan yang mengenai sasaran nomor satu dan tertangkap tangan memperoleh nilai satu. 2. Tiap lemparan yang mengenai sasaran nomor dua dan tertangkap tangan memperoleh nilai dua. 3. Tiap lemparan yang mengenai sasaran nomor tiga dan tertangkap tangan memperoleh nilai tiga. 4. Tiap lemparan yang mengenai sasaran nomor empat dan tertangkap tangan memperoleh nilai empat. 5. Tiap lemparan yang mengenai sasaran nomor lima dan tertangkap tangan memperoleh nilai lima. 6. Untuk dapat memperoleh nilai : a. Bola harus dilemparkan dengan underarm. b. Bola harus mengenai sasaran. c. Bola harus berhasil ditangkap tanpa terhalang oleh tubuh. d. Testee tidak beranjak atau berpindah ke depan garis batas untuk menangkap bola. e. Jumlahkan skor dengan hasil 10 kali lemparan.
Gambar 4.2. Pelaksanaan Tes koordinasi Mata Dan Tangan (M. Furqon H, 2002)
4.6.2. Tes ketepatan servis lapangan Tujuan
: Untuk mengukur ketepatan servis tenis lapangan
Pelengkapan : -
Lapangan tenis Lapangan
-
Raket tenis lapangan
-
Bola tenis sebanyak 10 buah
-
Kapur tulis
-
Pipa pembatas
-
Meteran
-
Kertas
-
Ball point
Pelaksanaan : Tester berdiri di belakang baseline di sebelah kanan titik tengah. 10 bola diservis ke arah sasaran di daerah servis. Yang dihitung bola yang melalui antara net dan jatuh pada sasaran. Bola-bola jatuh di luar kotak sasaran diulangi. Skor
: Setiap servis, mendaratnya bola ke sasaran servis yang sudah ditentukan dengan angka 1, 2, 3, 4, dan 5, mendapatkan skor sesuai dengan mendaratnya bola. Pukulan servis yang jatuh di luar garis, servis diskors 0.
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1
Cara penelitian Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Menentukan judul penelitian. 2) Mencari sumber data dan referensi. 3) Melakukan penelitian pendahuluan. 4) Menentukan sampel penelitian. 5) Mencatat nilai VAS sampel sebelum perlakuan. 6) Pelaksanaan perlakuan pembelajaran dengan metode
massed practice
dan distributed practice Bentuk pelaksanaan kegiatan setiap tatap muka diberikan dalam tiga tahap bentuk perlakuan, yaitu: Pendahuluan (warming up), Pembelajaran Inti, dan Penutup.
a.
Pendahuluan Pemanasan dan stretching diberikan pada awal setiap mulai Pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan tubuh agar berada dalam kondisi siap untuk melakukan Pembelajaran. Bentuk gerakan tersebut disesuaikan dengan gerakan teknik dalam permainan bola basket.
b.
Pembelajaran Inti Bentuk Pembelajaran yang dilakukan adalah Pembelajaran lempar tangkap bola dan ketepatan servis tenis lapangan, yang diberikan pada masing-masing kelompok Pembelajaran, yaitu kelompok dengan metode pembelajaran massed practice dan distributed practice.
c.
Penutup Pada rangkaian Pembelajaran, penutup merupakan tahap akhir dalam setiap pertemuan diberikan berupa gerakan ringan dan diakhiri dengan stretching yang ringan. Kedua kelompok Pembelajaran diberikan secara bersama-sama dalam bagian ini. Lama Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran pada masing-masing kelompok membutuhkan waktu:
a. Pemanasan 15 menit b. Pembelajaran inti 60-90 menit c. Penutup 15 menit Tempat dan Waktu Pembelajaran a. Kegiatan penelitian di lapangan Tenis LPMP Kupang b. Waktu penelitian: Petugas Pelaksana Pembelajaran
Untuk kelancaran pelaksanaan Pembelajaran, peneliti dibantu beberapa petugas pelaksana pembelajaran. Di mana para petugas ditugas untuk mengawasi dan mengontrol selama proses kegiatan pembelajaran pada masing-masing kelompok pembelajaran.
Program Pembelajaran Untuk kelancaran pelaksanaan Pembelajaran, perlu adanya suatu program
Pembelajaran yang sudah dirancang dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ada. Program Pembelajaran disusun berdasarkan jumlah perkali pertemuan, di mana jumlah pertemuan penelitian selama 8 minggu dengan 24 kali tatap muka. Materi Pembelajaran dalam program ini disamakan, yang membedakannya pada Pendekatan Pembelajaran massed practice tugas gerak dilaksanakan secara terusmenerus tanpa istirahat sedangkan pendekatan pembelajaran distributed practice tugas gerak dilaksanakan dengan diselingi waktu istirahat. Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Lempar Tangkat bola dan Ketepatan Servis Tenis Lapangan Materi Pembelajaran Massed practice
Distributed practice
Mahasiswa melakukan gerakan servis Mahasiswa bergantian melakukan dengan terus menerus tanpa diselingi waktu gerakan servis dengan teman dalam istirahat di antara servis tersebut kelompoknya setelah melakukan 1 kali servis
7) Mencatat nilai VAS sampel sesudah perlakuan. 8) Melakukan analisa data.
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan oleh orang lain yang terlatih, dengan tahapan sebagai berikut: 1)
Mengajukan permohonan ijin melakukan penelitian kepada pimpinan Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.
2)
Memilih personal administratif yang akan melakukan pencatatan pendaftaran dan pelaksanaan undian.
3)
Memilih personal olahraga yang akan melakukan pelaksanaan perlakuan, mulai dari awal sampai dengan evaluasi.
4)
Memberikan penjelasan kepada masing-masing personal pelaksana penelitian.
5)
Membuat inform concent tentang kesanggupan personal pelaksana untuk melakukan tugasnya sesuai dengan petunjuk.
6)
Mengumpulkan data.
4.9 Alur Penelitian Kelompok 1tes awal massed practice Kelompok 2 tes awal distributed practice
Tes awal melakukan lempar tangkap bola dan ketepatan servis pada pembelajaran massed practice dan distributed practice
Melakukan pengukuran untuk mendapatkan data kordinasi mata tangan dan ketepatan servise
Kelompok 1tes akhir massed practice Kelompok 2 tes akhir distributed practice
Tes akhir melakukan lempar tangkap bola dan ketepatan servis pada pembelajaran massed practice dan distributed practice
Melakukan pengukuran untuk mendapatkan data kordinasi mata tangan dan ketepatan servise
Analisa data
Penulisan tesis
Gambar 4.3. Alur Penelitian
4.10 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dan dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Analisis secara statistik deskriptif untuk memberikan gambaran tentang karakteristik data yang didapatkan dari hasil penelitian. b. Analisis normalitas dilakukan dengan hasil data
berdistribusi normal (p>0,05)
maka uji dilakukan dengan uji parametrik. Jika data tidak berdistribusi normal (p<0,05) maka dilakukan dengan uji nonparametrik. c. Uji beda pre-post antar kelompok dengan uji t-paired
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian yang telah dilaksanakan di lapangan tenis LPMP Prov. NTT Kupang, selama delapan minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua kelompok pembelajaran. Subjek penelitian berjumlah 20 orang, yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari sepuluh orang. Kelompok satu diberikan pendekatan pembelajaran massed practice dan kelompok dua diberikan pendekatan penbelajaran distributed practice untuk meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan pada mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang. 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dari mahasiswa PJKR semester VI UKAW Kupang tahun 2013, berjumlah 20 orang yang dibagi dalam 2 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Kedua kelompok tersebut semua berjenis kelamin laki-laki dan sebagai mahasiswa aktif pada program studi PJKR semester VI UKAW. 5.2. Karakteristik Lingkungan Penelitian
Kondisi lingkungan penelitian di lapangan LPMP Provinsi NTT yang dilaksanakan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 wita selama 8 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali setiap minggu didapat suhu basah °C dan suhu kering °C dan kecepatan angin km/jam. Suhu udara lingkungan penelitian diukur dari
fase awal penelitian sampai dengan akhir penelitian yang dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1
Data Keadaan Lingkungan Selama Pelatihan 8 Minggu Minggu Suhu kering 27,26 ºC
Variabel kelemmbaban 73 %
1
Suhu basah 25,6 ºC
Kecepatan angin 9.66 km/jam
2
26,33 ºC
27,93 ºC
74,66 %
17,33 km/jam
3
26,8 ºC
27,5 ºC
82 %
11 km/jam
4
27,46 ºC
27,46 ºC
78,66 %
7 km/jam
5
28,33 ºC
29 ºC
78,66 %
6,33 km/jam
6
27,5 ºC
28, 6 ºC
82,66 %
5,66 km/jam
7
27 ºC
27,53 ºC
77 %
6,6 km/jam
8
27,33 ºC
29 ºC
78,66 %
7,66 km/jam
Rerata
27,04 ºC
28,00 ºC
78,16 %
8,90 km/jm
Dari hasil distribusi data pada tabel 5.1 bahwa, kondisi lingkungan selama penelitian dengan rerata suhu suhu basah 27,04 °C, dan suhu kering 28,00 °C, Sedangkan rerata kelembaban relative udara selama perlakuan 78,16 % dan kecepatan angin selama pelaksanaan penelitian dengan rerata 8,90 km/jam. Dengan demikian kondisi lingkungan pelatihan selama 8 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali setiap minggu dengan 24 kali perlakuan dan pengukuran, memungkinkan subjek dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang nyaman dan berdampak mengurangi beban bagi tubuh dalam
mengeluarkan keringat yang berlebihan, sehingga subjek dapat melakukan perlakuan dengan baik.
5.3. Analisis Normalitas
Salah satu ketentuan dalam uji parametric, perlu dilakukan uji normalitas data koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dengan batas kemaknaan α<0.05 pada kelompok massed practice dan distributed practice sebelum dan sesudah perlakuan, untuk semua variabel bebas dan tergantung. Hasil analisis pada penelitian ini menghasilkan suatu bentuk yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya. Penelitian pada teknik olahraga Tenis Lapangan sangat perlu dilakukan, karena berhubungan dengan cara melakukan permainan agar tidak menjadi cedera. Bermain Tenis Lapangan memerlukan cara bermain secara benar agar mendapatkan suatu ketepatan servis dan kordinasi mata dan tangan. 5.3.1. Uji normalitas perlakuan massed practice Tabel 5.2 Hasil Analisis Uji Normalitas Perlakuan Pembelajaran Massed Practice Variabel N Rerata SB P PREMPKMT
10
34.400
2.221
0.848
POSMPKMT
10
43.300
3.093
0.991
PREMPKS
10
34.500
3.598
0.532
POSMPKS
10
41.500
2.321
0.607
Melihat hasil uji normalitas pada Tabel 5.2, terlihat semua data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Data pada variabel dapat dilanjutkan dengan uji parametrik.
5.3.2. Analisis beda data variabel pembelajaran massed practice Uji analisis yang dipergunakan untuk mendapatkan beda hasil antara variabel pada sebelum dan sesudah pembelajaran massed practice pada tabel 5.3 adalah : Tabel 5.3 Uji Hasil Beda Perlakuan Pembelajaran Massed Practice Pre Pos Variabel N Rerata SB Rerata SB Beda t P MPKMT
10 34.400 2.221 43.300 3.093
8.900
8.900 0.000
MPKS
10 34.500 3.598 41.500 2.321
7.000
7.000 0.001
Melihat hasil analisis Tabel 5.3 terlihat hasil perbedaan yang signifikan pada variabel antara sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran Massed Practice kordinasi mata tangan dengan p < 0,05 dan ketepatan servis dengan p
0,05.
5.3.3. Uji normalitas perlakuan distributed practice Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas Perlakuan Pembelajaran Distributed Practice Variabel
N
Rerata
SB
P
PREMPKMT
10
27.300
1.059
0.286
POSMPKMT
10
32.600
1.897
0.936
PREMPKS POSMPKS
10 10
27.200 32.100
1.874 3.446
0.521 0.672
Melihat hasil uji normalitas pada Tabel 5.4 terlihat semua data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Data pada variabel dapat dilanjutkan dengan uji parametrik.
5.3.4. Analisis beda data variabel pembelajaran distributed practice Uji analisis yang yang dipergunakan untuk mendapatkan beda hasil anatara variabel pada sebelum dan sesudah pembelajaran Pembelajaran distributed practice adalah : Tabel 5.5 Hasil Analisis Beda Antara Variabel Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pembelajaran Pre Pos variabel n Beda t p Rerata SB Rerata SB DPKMT 10 27,300 1,059 32,600 1,897 -5,300 -8,146 0,000 DPKS 10 27,200 1,874 32,100 3,446 -4,900 -5,683 0,000
Melihat hasil analisis pada Tabel 5.5 terlihat hasil perbedaan yang signifikan pada variabel antara sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran dengan p<0,05.
5.3.5. Uji normalitas perlakuan massed practice dan distributed practice Tabel 5.6 Uji Normalitas Perlakuan Pembelajaran Massed Practice Dan Perlakuan Pembelajaran Distributed Practice Variabel N Rerata SB P PREMPKMT
10
8.800
3.120
0.921
POSMPKMT
10
5.300
2.058
0.407
PREMPKS
10
7.000
4.243
0.964
POSMPKS
10
4.900
2.726
0.928
Melihat hasil uji normalitas pada Tabel 5.6 terlihat semua data berdistribusi normal dengan nilai p >0,05. Data pada variabel dapat dilanjutkan dengan uji parametrik.
5.3.6. Analisis beda data variabel pembelajaran massed practice dan distributed practice Uji analisis yang yang dipergunakan untuk mendapatkan beda hasil anatara variabel sebelum dan sesudah pada perlakuan pembelajaran adalah : Tabel 5.7 Peningkatan Variabel Pada Perlakuan Pembelajaran Massed Practice Dan Pembelajaran Distribusipractice MASSED DISTRIBUTED PRACTICE PRACTICE Variabel N Beda t p Rerata SB Rerata SB KMT 10 8,800 3,120 7,000 4,243 1,800 -7,571 0,000 KS 10 5,300 2,058 4,900 2,726 0,400 -5,706 0,000 Melihat hasil analisis pada Tabel 5.7 terlihat hasil perbedaan yang signifikan pada variabel antara sebelum dan setelah perlakuan dengan p < 0,05. Hasil analisis di atas beda rerata koordinasi mata dan tangan pada perlakuan massed practice dan distributed prctice sebesar 1,800 dengan nilai t = -7,571, dan nilai p = 0,000. Hasil analisis beda rerata ketepatan servis pada perlakuan massed practice dan distributed prctice sebesar 0,400 dengan nilai t = -5,706 dan nilai p = 0,000. Hasil analisis ini menunjukan dari kedua metode pembelajaran berbeda dan bermakna. Melihat hasil analisis pada Tabel 5.7 pembelajaran pembelajaran Massed Practice terbukti lebih meningkatkan kordinasi mata tangan dari pada
perlakuan pembelajaran Distributed
Practice sebesar 20,455 %. Pada Tabel 5 juga ditunjukkan perlakuan pembelajaran Massed Practice lebih meningkatkan ketepatan servise sebesar 7,547 % dari pada perlakuan pembelajaran Distributed Practice.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Kondisi Subjek
Subjek penelitian diambil dari mahasiswa PJKR Semester VI UKAW Kupang tahun 2013, berjumlah 20 orang yang dibagi dalam 2 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Kedua kelompok tersebut semua berjenis kelamin laki-laki dan sebagai mahasiswa aktif pada program studi PJKR semester VI UKAW Kupang. 6.2. Karakteristik Lingkungan Penelitian
Kondisi lingkungan penelitian di lapangan tenis LPMP Provinsi NTT yang dilaksanakan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 wita selama 8 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali setiap minggu dengan rerata suhu basah 27,04 ºC dan suhu kering 28.00 °C, sedangkan rerata kelembaban relative udara
selama pelatihan 78,16 % dan kecepatan angin selama pelaksanaan pelatihan dengan rerata 8.90 km/jam. Kondisi lingkungan pelatihan selama 8 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali setiap minggu dengan 24 kali perlakuan dan pengukuran, memungkinkan subjek dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang nyaman dan berdampak mengurangi beban bagi tubuh dalam mengeluarkan keringat yang berlebihan, sehingga subjek dapat melakukan pembelajaran dengan baik.
6.3. Pendekatan Pembelajaran Massed Practice Dapat Meningkatkan Koordinasi Mata dan Tangan untuk Ketepatan Servis Tenis Lapangan Pada Mahasiswa PJKR Semester VI UKAW Kupang
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada peningkatan yang signifikan antara variabel sebelum dan sesudah perlakuan pembelajaran massed practice dalam meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan. Peningkatan hasil yang signifikan pada variabel antara sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran Massed Practice kordinasi mata tangan berbeda bermakna dengan nilai p < 0,05 dan ketepatan servis berbeda bermakna dengan nilai p
0,05.
6.3.1 Hasil analisis koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran massed practice
Hasil analisis koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dengan proses uji normalitas mengahasilkan variabel semuanya berdistribusi normal. Perlakuan pada variabel yaitu pembelajaran massed practice dilakukan pada variabel untuk mencari koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis yang lebih baik. Hasil analisis pada koordinasi mata tangan sebelum perlakuan mendapatkan skor sebesar 34,400±2,221 dan setelah perlakuan 43,300±3,093 dengan perbedaan skor 8,900 dan nilai p < 0,000. Hasil analisis pada ketepatan servis sebelum perlakuan mendapatkan skor sebesar 34,500±3,598 dan setelah perlakuan mendapatkan skor 41,500±2,321 dengan memiliki perbedaan skor 7,000, dan nilai p = 0,001. Hasil analisis di atas menunjukan sebelum dan setelah perlakuan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis
pada kelompok massed practice berbeda dan bermakna dengan tingkat kemaknaan P<0,05. Pembelajaran yang sistematis melalui pengulangan tersebut akan menyebabkan mekanisme susunan syaraf bertambah baik, sesuai dengan
prinsip
beban
belajar
meningkat
yaitu
penguasaan gerakan
keterampilan terjadi secara bertahap dalam peningkatannya (Gino dkk,2000). Pendapat di atas Singer (1980) mengatakan bahwa pengalaman dalam kondisi belajar yang bervariasi dengan kondisi tekanan (stressfull) akan membantu pencapaian keterampilan yang tinggi. Prinsip metode pembelajran massed practice dapat meningkatkan daya tahan secara keseluruhan. Hasil analisis ini menunjukan setelah perlakuan pembelajaran massed practice terjadi peningkatan hasil koordinasi mata tangan dan ketepatan servis, ini berarti hipotesis pertama terbukti pendekatan pembelajaran massed practice dapat meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis.
6.4.
Pendekatan
Pembelajaran
Distributed
Practice
Dapat
Meningkatkan
Koordinasi Mata Tangan Dan Ketepatan Servis Tenis Lapangan Pada Mahasiswa PJKR Semester VI UKAW Kupang
Berdasarkan pengujian hipotesis kedua ternyata ada peningkatan yang signifikan antara variabel sebelum dan sesudah perlakuan pembelajaran massed practice dalam meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan. peningkatan hasil yang signifikan pada variabel antara sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran distributed Practice kordinasi mata tangan dengan nilai p < 0,05 dan ketepatan servis dengan nilai p
0,05.
6.4.1. hasil analisis koordinasi mata tangan dan ketepatan servi sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran distributed practice
Hasil analisis koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dengan proses uji normalitas mengahasilkan variabel semuanya berdistribusi normal. Perlakuan pada variabel yaitu pembelajaran distributed practice dilakukan pada variabel untuk mencari koordinasi mata tangan dan ketepatan servis yang lebih baik. Hasil analisis pada koordinasi mata tangan sebelum perlakuan mendapatkan skor sebesar 27,300±1,059 dan setelah perlakuan 32,600±1,897 dengan perbedaan skor 5,300 dan nilai p < 0,000. Hasil analisis pada ketepatan servis sebelum perlakuan mendapatkan skor sebesar 27,200±1,874 dan setelah perlakuan mendapatkan skor 32,100±3,446 dengan memiliki perbedaan skor 4,900 dan nilai p < 0,000. Hasil analisis di atas menunjukan sebelum dan setelah perlakuan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis pada kelompok distributed practice berbeda dan bermakna dengan tingkat kemaknaan P<0,05. Astrand dan Rodahl (1986) menyatakan bahwa pelatihan fisik yang dilakukan secara sistematis, teratur dan berkesinambungan akan dapat meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Singer (1980) juga mengatakan bahwa pengalaman dalam kondisi belajar yang bervariasi dengan kondisi tekanan (stressfull) akan membantu pencapaian keterampilan yang tinggi. Peningkatan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis secara berbeda dan bermakna terjadi pada masing-masing kelompok diakibatkan dari tipe pendekatan pembelajaran yang diterapkan. Hasil analisis ini menunjukan setelah perlakuan pembelajaran distributed practice terjadi peningkatan hasil
koordinasi mata tangan dan ketepatan servis, ini berarti hipotesis kedua terbukti pendekatan pembelajaran distributed practice dapat meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis. Koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis sebelum dan sesudah pembelajaran diperoleh nilai p<0,05 pada kedua kelompok perlakuan. Berarti bahwa rerata koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis sebelum dan sesudah pembelajaran pada masing-masing kelompok pelatihan berbeda dan bermakna, dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa ke dua tipe pendekatan pembelajaran yang diterapkan memiliki pengaruh dalam meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis. Melihat pernyataan di atas berarti hipotesis satu dan dua terbukti, yaitu pendekatan pembelajaran massed practice dan pendekatan distributed practice dapat meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan. Terjadinya peningkatan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis pada masing-masing kelompok diakibatkan karena pendekatan pembelajaran yang diterapkan selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Perlakuan yang diberikan untuk pemula dalam jangka waktu 6 - 8 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu akan diperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah beradaptasi dengan pembelajaran atau pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti (Fox, 1983; Nala, 2002). Pembelajaran
mengandung
pengertian,
bagaimana
para
guru
mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi disamping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya (Sukintaka, 2004).
Pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis secara berulang-ulang dengan selalu memberikan peningkatan materi pembelajaran.
6.5.
Metode Pembelajaran Massed Practice Lebih Meningkatkan Koordinasi Mata Dan Tangan Untuk Ketepatan Servis Tenis Lapang Dari Pada Metode Distributed Practice Pada Mahasiswa PJKR Semester VI UKAW Kupang
Metode pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis dari pada pendekatan distributed practice, hal ini dibuktikan melalui analisis yang dilakukan. Perlakuan pendekatan pembelajaran massed practice dan distributed practice sebelum dan
setelah
perlakuan
dipergunakan
sebagai
bahan
analisis
untuk
mendapatkan perbedaan hasil pelatihan. 6.5.1.
Uji beda pada pembelajaran massed practice dan distributed practice
Hasil analisis normalitas semua variabel penelitian pada perlakuan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dengan metode massed practice dan distributed practice menghasilkan data berdistribusi normal dengan kemaknaan p>0,05. Hasil dari data berdistribusi normal akan di uji dengan uji parametrik. Hasil analisis koordinasi mata tangan massed practice sebelum dan sesudah perlakuan memberikan skor sebesar 8,800±3,120, dan hasil analisis koordinasi mata tangan distributed practice memberikan skor sebesar 7,000±4,243, dengan memiliki perbedaan skor sebesar 1,800 pada kedua perlakuan dan nilai p < 0,000. Perlakuan ketepatan servis massed practice sebelum dan setelah memberikan skor sebesar 5,300±2,058, dan perlakuan ketepatan servis distributed practice sebelum dan setelah perlakuan
memberikan skor
sebesar 4,900±2,726, dengan memiliki perbedaan skor
sebesar 0,400 pada kedua perlakuan dan nilai p < 0,000. Hasil analisis ini menunjukan sebelum dan setelah perlakuan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis pada kelompok massed practice dan distributed practice berbeda dan bermakna dengan tingkat kemaknaan P<0,05. Hasil ini dapat dikatakan bahwa ke dua tipe pendekatan pembelajaran yang diterapkan memiliki pengaruh dalam meningkatkan koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis. Dibandingkan dengan penelitian Yuda Purwaka (2010) bahwa metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap koordinasi mata dan tangan untuk ketepatan servis tenis lapangan. Mahasiswa yang mendapatkan pendekatan pembelajaran massed practice memiliki ketepatan servis dalam permainan tenis lapangan yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang mendapatkan pendekatan
pembelajaran distributed practice. Senada
juga yang diungkapkan Sudarso (2000) bahwa telah disarankan untuk menjalankan program talent scouting, maka metode massed practice dan koordinasi mata-tangan dapat dijadikan sebagai indikator untuk memilih atlet yang optimal dalam cabang olahraga permainan tenis. Hasil penelitian ini membuktikan pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan dari pada metode distributed practice, hal ini berarti hipotesis ketiga terbukti. Hasil pembahasan di atas kedua jenis pendekatan pembelajaran samasama dapat meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan dan dapat dimanfaatkan oleh setiap pemain tenis dalam menghadapi
pertandingan, tetapi pendekatan massed practice lebih baik. Petenis yang memiliki koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dengan baik, merupakan kinerja terbaiknya yang akan berpengaruh pada ketepatan dan kombinasi gerakan lainnya yang sesuai dengan kesempatan dan situasi yang dihadapi dalam permainan. Metode Massed Practice adalah suatu pembelajaran yang dilakukan dalam satu sesi yang panjang, dimana pembelajaran dilakukan bersifat kontinyu, tanpa ketentuan untuk istirahat (Drowatzky, 1981). Pendekatan ini menggaharuskan seseorang berlatih mempraktekan ketrampilan aktivitas gerak secara terus menerus selama waktu pembelajaran. Pembelajaran terus-menerus tanpa diselingi waktu istirahat akan berpengaruh terhadap kapasitas total paru-paru dan volume jantung, hal ini disebabkan adanya rangsangan yang cukup berat terhadap sistem aerobik di dalam tubuh. Pembelajaran secara terus-menerus dapat mempertinggi kapasitas aerobik, karena bentuk pembelajaran tersebut memberikan pembebanan yang cukup berat terhadap sistem aerobik, sehingga dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesegaran aerobik (Jusnul Hairy, 1989). Disimpulkan bahwa pada prinsipnya massed practice dapat meningkatkan daya tahan secara keseluruhan, dengan intensitas pembelajaran secara terusmenerus akan meningkatkan kemampuan kontrol gerakan pada saat pembelajaran sehingga akan tercipta otomatisasi gerak.
6.6. Kelemahan Studi
Untuk mencapai koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dalam permainan tenis lapangan banyak faktor yang mempengaruhi. Peneltian ini hanya mengungkapkan dari satu aspek yaitu pendekatan pembelajaran massed practice dan distributed practice untuk mencapai koordinasi mata tangan dan ketepatan servis tenis lapangan. Sampel dalam penelitian ini masih terlalu kecil, karena masih kesulitan untuk menemukan koordinasi dan ketepatan yang sama (homogen). Pelaksanaan penelitian dengan selang dua hari kemungkinan masih mengganggu hasil pengukuran. Pada saat pengambilan data masi dilakukan secara manual terutama pada saat mengamati bola yang jatuh pada daerah yang telah ditentukan, kemungkinan masih bias. agar bisa memberikan sumbangan lebih baik, perlu mengadakan penellitian lebih lanjut tentang koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dalam permainan tenis lapangan untuk mencapai peningkatan.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pembelajaran Massed Practice lebih meningkatkan kordinasi mata tangan dari pada perlakuan pembelajaran Distributed Practice sebesar 20,455 %, juga perlakuan pembelajaran Massed Practice lebih meningkatkan ketepatan servise sebesar 7,547 % dari pada perlakuan pembelajaran Distributed Practice.
2.
Pendekatan pembelajaran massed practice dan distributed practice samasama meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan srvis tenis lapangan.
3.
Pendekatan pembelajaran massed practice lebih meningkatkan koordinasi mata tangan dan ketepatan servis dari pada pendekatan distributed practice.
7.2. SARAN
Berdasarkan implikasi yang telah dihasilkan dari hasil analisis data diatas maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1.
Pendekatan
pembelajaran massed practice memiliki pengaruh yang lebih baik
terhadap peningkatan ketepatan servis tenis lapangan,
sehingga dalam rangka
penggunaan pendekatan pembelajaran, pelatih dan dosen pembina lebih memilih
dengan pendekatan
pembelajaran massed practice untuk meningkatkan hasil
ketepatan servis tenis lapangan bisa menjadi baik. 2.
Bagi peneliti selanjutnya, untuk penelitian ketepatan servis tenis lapangan sebaiknya meneliti variabel manipulatif yang berbeda jika akan meneliti tentang variabel atributif koordinasi mata tangan mahasiswa ataupun jika memilih variabel manipulatif tentang pendekatan
pembelajaran massed practice dan distributed
practice, dapat meneliti variabel atributif lainnya seperti kekuatan lengan, panjang lengan,
sehingga kemungkinan bisa terjadi interaksi dengan pendekatan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Ateng, A. 2003. Olahraga Di Sekolah Dalam Perkembangan Olahraga Terkini. Kajian Para Pakar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yudoprasetio,B. 1981. Belajar Tenis. Jakarta : Bharata Karya Aksara. Barron’s, 2000. Tennis Course Volume 1 Techniques and Tactics. German Tennis Association. Bey. Magethi, 1999. Tenis Para Bintang. Bandung : CV. Pioner Jaya. Bompa, O. Tudor. 1990. Theory and Methodology of Training. Toronto: Mosaic Pres Davis, D Kimmet, T, and Auty, M. 1989. Physical Education; Theory and Practice Sport. South Melbourne: The MacMiland Company of Australia, Pty. Ltd. Dick W, Carey L. 1990. The Systemic Design Of Instruction. New York: Harper Collins Publisher, Inc. Drowatzky, John N. 1981. Motor Learning Principles and Practices (second edition). Ohio: Burgess Publishing of Toledo. Foss & Keteiyan. 1998. Physiological Basic for Exercise and Sport. Dubuque: Mc Graw Hill Companies. Giriwijoyo Santoso. 1992. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: FPOK. Harsono, 1986. Ilmu Coaching. Jakarta: Pusat Ilmu Olahraga. KONI Pusat. Proyek Pembinaan Organisasi Olahraga dan Peningkatan Prestasi Olahraga. Iskandar Z Adisapoetra et.AL. 1999. Panduan Teknis Tes & Latihan Kesegaran Jasmani. Jakarta: Pusat Pengkajian & Pengembangan Iptek Olahraga : Kantor Menpora. Jim Brown, 1996. Tenis Tingkat Pemula. Alih Bahasa. Dian Rusalini. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Joyce B, Weil M, Calhaun. 2000. Models Of Teaching. Boston: Alyn and Bacon Junusul Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga jilid I. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Kirkendall DR,Gruber JJ, Jonson RE 1987.Measurement and Evaluation for Physical Educators, 2nd ed. Champaign: Human Kinetics Publishers Inc.
Magill, Richard. 1985. Motor Learning Concepts and Application. IOWA: Wmc Btown Company Publisher. Mulyono B, 1999. Teori dan Praktek Tenis Lapangan. Surakarta : JPOK FKIP UNS. Mulyono B, 2007. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani/Olahraga. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Mulyono B.A.,2000. Teori dan Praktek Tenis Lapangan I. Surakarta : UNS Press. Nala IGN, 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga, Denpasar: KONI Bali. Nana Sudjana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Agresindo. Nurhasan, dkk. 2005. Petunjuk Praktis Pendidikan Jasmani. Bersatu Membangun Manusia yang Sehat Jasmani dan Rohani. Unesa University Press. Pocock, S.J. 2008. Chemical Trial, a Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication. Rexlardner, 1994. Teknik Dasar Tenis Strategi dan Taktik yang Akurat. Semarang : Dahara Priza. Rusli Lutan. 1988. Belajar Gerak Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: P2LPTK Depdikbud. Sage, George H. 1984. Motor Learning and Control: A Neurophsychological Approach. Iowa: Wm. C. Brown Publishers. Sajoto. 1995. Peningkatan & Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Schmidt, Richard A. 1988. A Motor Control and Learning: A Behavioral Emphasis. Champaign, Illinois: Human Kinetic Publishers Inc. Schmidt, Richard A. 1991. Motor Learning and Performance: From Principles to Practice Englannd : Human kinestetics Publisher (UK) Ltd. Seidel, Beverly L, fay R. Biles, G.E. Figley, and B.J, Neuman. 1975. Sport Skill; A Conceptual Approach To Meaningfull Movement. IOWA: Wm,C. Broen Co Publisher. Singer, R. N. 1980. Motor Learning and Human Performance and Aplication to Motor Skill and Movement Behaviors (Third Edition). New York, London: Mcmilian Publishing Co, Inc
Singer, Robert N. 1975. Motor Learning and Human Performance An Application to Physical Education Skills (Second Edition). New York, London: Macmillan Publishing co,. Inc.
Soemanto Y. dan Soedarwo. 1990. Pengelolaan Kelas. Surakarta : Depdikbud RI Universitas Sebelas Maret. Stallings M. Loretta. 1982. Motor Learning: from Theory to Practice. St. Louis: The C.V. Mosby Company. Sudarso, 2000. Kemampuan Servis Dalam Permainan Tenis. Jakarta Pusat Pengkajian Dan Pengembangan IPTEK Olahraga. Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sudjarwo. 1993. Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press. Sudjarwo. 1995. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan Pendidikan Kependudukan Bagian Proyek Penataran Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Setara D-II. Sugiyanto dan Sudjarwo. 1994. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiyanto, 1998. Perkembangan Dan Belajar Motorik. Yakarta : Universitas Terbuka. Suharno. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Press. 1998. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: FPOK IKIP. Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani, Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Yayasan Nuansa Cindekia. Surakhmad, W. 1986. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Metodik dan Teknik. Bandung: Tarsito Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta: Depdikbud Dikjendikti. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.