Buletin Jembawan 8 Edisi: No 6, Maret 2015
Daftar Isi p
Dari Redaksi ......................................................................................................
3
GUBERNUR JATENG: “Upayakan Sosialisasi KB dan Pencegahan HIV Bergaya Nge-pop” .......................
4
p
p
Tingginya Kehamilan Remaja TUNTUT PKBI JATENG SUSUN PROGRAM KERJA 2015-2018 .......................
6
p
PKBI Laboratorium Sosial Mahasiswa ...................................................................
8
p
Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari Belajar di PKBI Jateng ............................. 10
p
PKBI Gelar Pelatihan Tanggap Bencana ................................................................. 12
p
Tangguh Tanggapi Bencana / Muhemi ....................................................................
p
PKBI Jateng Latih Kespro Siswa Sekolah Dampingan ........................................ 17 Membangun Organisasi Swadaya Berbasis Kerelawanan / Farid Husni ........................
p
14 19
Secercah Harap bagi Anak Johar untuk Dapatkan Akte Kelahiran / Elisabet SA Widyastuti ................................................................................. 24 p
p
“Sayang Isteri” Warga Desa Bogoran Lakukan Vasektomi ..................................
27
p
PENILE PRACTICE / Efa Nugroho ...........................................................................
28
p
SIP, Strategi Pemberdayaan Remaja Untuk Perubahan .................................... 30
p
Minim, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja ............................................... 32
p Dekatkan Akses, p
PKBI Gelar Layanan Mobile ...................................................... 34
BangJo Liga Juara 2015 Ajang Kompetisi dan Edukasi .......................................
Rumpin BangJo PKBI Jateng Terima “VACATIONAL AWARD FOR DEDICATION” ...............................
38
p
39
Jembawan 8
p
36
SANTO Pendamping WPS eks Dolly dan Perawat Jenazah ODHA .............................
Penasihat: PHD PKBI Jawa Tengah | Pimpinan Redaksi: Elisabet S.A Widyastuti | Redaktur Pelaksana: Antonius Juang Saksono | Redaktur: Dwi Yunanto, Puput Susanto, Astri Wulandari, Puput K. Moehas | Distribusi: Sadono | Setting-Lay out: FA. Wiranto | Alamat Redaksi: Jl. Jembawan no. 8 Semarang 50145 Telepon 024-7603503 Fax. 024-7601989 Email:
[email protected], website: www.pkbijateng.or.id
1
PKBI JAWA TENGAH
2
Dari Redaksi
PKBI Laboratorium dan Rumah Belajar
S
ejarah panjang perjalanan PKBI dalam mewujudkan keluarga bertanggung jawab telah menghasilkan banyak lesson learn. Tercatat, berbagai kegiatan inovatif terkait kesehatan reproduksi, seksualitas dan KB telah ditelorkan oleh PKBI. Maka tak heran bila PKBI juga menjadi tempat menarik untuk belajar dan mengembangkan program. Sebanyak 40 mahasiswa telah magang di PKBI Jawa Tengah selama tiga bulan terakhir. Mereka berasal dari beberapa perguruan tinggi, tidak hanya dari Kota Semarang tetapi juga Surakarta dan Purwokerto. Berbagai penelitian baik untuk skripsi maupun thesis juga dilaksanakan di berbagai program yang dikembangkan PKBI. Selain itu, kunjungan dari perguruan tinggi juga kerap dilakukan. Baru-baru ini ada dua perguruan tinggi yang mengunjungi PKBI Jateng yaitu dari Universitas Halu Oleo Kendari dan Bhurapa University Thailand. Mereka ingin mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan PKBI Jateng terkait pemberdayaan masyarakat, layanan dan advokasi. Sebagai organisasi yang bersemangatkan kerelawanan, kepeloporan, profesionalisme dan kemandirian, PKBI juga melibatkan banyak relawan baik dalam kepengurusan maupun sebagai implementer. Lebih dari 30 mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dan perguruan tinggi, saat ini tergabung menjadi relawan PKBI Jawa Tengah. Tujuan mereka menjadi relawan salah satunya adalah untuk “belajar”, utamanya mengenai hal-hal yang tidak diperoleh di bangku kuliah. Tahun 2015, Pilar PKBI Jawa Tengah juga menggelar Social Initiative Project (SIP), yang memungkinkan semakin banyak remaja dan mahasiswa untuk terlibat aktif dalam pengembangan program. Sebanyak 6 team yang lolos seleksi akan mendapatkan dukungan dana dari youth center Pilar. Semangat belajar dan menumbuhkan ide-ide kreatif inilah yang terus digulirkan. Bahkan di dalam tubuh PKBI sendiri, saat ini terus didengungkan mengenai “learning culture” atau budaya belajar. Setiap insan PKBI diharapkan dapat terus melakukan kajian, diskusi dan berbagi informasi sehingga dapat mempertajam analisis dan mengupdate informasi terkini. Jadi, Teruslah belajar dan menjadi tempat belajar, PKBI.** [Elisabet S.A Widyastuti] 3
Reportase GUBERNUR JATENG: “Upayakan Sosialisasi KB dan Pencegahan HIV Bergaya Nge-pop”
Pengurus Daerah PKBI Jawa Tengah yang dipimpin dr. Widoyono, MPH diterima Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, SH di Kantor Gubernur (12/1).
Semarang, (12/1). ertempat di ruang kerjanya Jl. Pahlawan Gedung A. Lantai 2, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, SH menerima Pengurus Harian LSM PKBI Daerah Jawa Tengah berserta jajarannya yang dipimpin oleh dr. Widoyono, MPH selaku ketua. Pertemuan yang memakan waktu hampir 2 jam itu bersifat silaturahmi dan pelaporan atas terpilihnya kepengurusan PKBI masa bhakti 2014-2018 beserta program kerja yang nantinya akan bersinggungan dengan masyarakat Jawa Tengah secara langsung, baik mengenai KB, Cegah HIV maupun Ruang Ekspresi bagi remaja. Dalam laporannya dr. Widoyono menyampaikan sejarah berdirinya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap KB, keseha-
B
4
tan reproduksi dan seksualitas. Didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta oleh sekelompok relawan dokter, bidan dan tokoh masyarakat yang dilandasi atas keprihatinan akan tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Setelah berkiprah selama 57 tahun, kini mitra strategis PKBI meluas termasuk pendampingan anak jalanan, remaja dan Pasangan Usia Subur (PUS). Berdasarkan data di Jawa Tengah Program KB dan Kependudukan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, Total Fertility Rate Jawa Tengah meningkat dari 2,1 (SDKI 2003) 2,3 (SDKI 2007) menjadi 2,5 (SDKI 2012). Sehingga program pengendalian penduduk perlu ditingkatkan khususnya upaya peningkatan peran laki-laki dalam KB. Usia perkawinan anak pedesaan juga masih berkisar antara 16-17 tahun. Kasus AIDS di Jateng nomor 6 terbe-
Reportase sar di Indonesia. Hingga Juni 2014, kasus yang dilaporkan: 9.393 kasus (HIV: 5.087 kasus; AIDS: 4.305 kasus). Perempuan menempati urutan kedua terbesar kasus AIDS (18%), dan 9,6% pengidap AIDS di Jateng adalah remaja. Indonesia akan menyongsong bonus demografi tahun 2020-2030, dimana jumlah penduduk usia produktif akan mencapai dua kali lipat dibanding usia non produktif. Kondisi ini mempunyai manfaat ekonomi bila penduduknya sehat, trampil dan berkualitas. Sementara Indek Pembangunan Manusia Jawa Tengah : 74,05 (th. 2013). Ganjar dengan tegas menanggapi persoalan Jawa Tengah yang dilaporkan PKBI, yang bersentuhan dengan KB, Pencegahan HIV-AIDS dan persoalan remaja, melihatnya secara politis. Meskipun KB di era reformasi telah diabaikan ia menyediakan diri untuk menjadi iklan keluarga berencana beserta keluarganya; dalam bentuk baliho yang terpampang di Jawa Tengah. Selain itu Ganjar juga menduga bahwa dalam kontek matinya social volunteerism menjadikan persoalan masyarakat hanya dibebankan kepada pemerintah. Untuk itu perlu diupayakan menghidupkan naluri kerelawanan melalui berbagai cara yang nge-pop dengan melibatkan seluruh unsur komponen masyarakat termasuk remaja. Oleh sebab itu ia menawarkan berbagai strategi baik yang bersifat politis maupun operasional, antara lain; Gubernur visit mengajar bersama PKBI di sekolahsekolah, Divisi Criwis yang berteriak tentang KB dan HIV di lokasi Car Free Day
serta test HIV, mengundang seluruh Bupati, Walikota, BKKBN dan PKBI untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam rangka meningkatkan peran KB, mengingat di Jawa Tengah terdapat 600 ribu lebih Pasangan Usia Subur miskin yang belum semua terlayani; Serta merancang test HIV bersama bagi PNS di lingkungan Pemprov Jateng sebagai bagian dari role model agar semakin banyak masyarakat yang bersedia test HIV. Dalam hal bonus demografi ia menyarankan tidak perlu takut, karena meningkatnya jumlah angkatan kerja produktif kita perlu menyiasati dengan arif dan kreatif, sehingga bonus demografi menjadi sebuah tantangan. Selain itu Ganjar juga menawarkan kepada Pilar yang diwakili oleh Ocena Yusrina Nurarfian, untuk membuat even apapun musik, baca puisi, tari, lomba dan lain lain yang dapat mempertemukan tetek dan bengek di arena remaja; Dan dapat memanfaatkan sarana gedung Wisma Perdamaian, karena pada prinsipnya Gubernur ingin melihat suasana batin masyarakat, dan tidak perlu takut bila harus mencolok mata pemerintah karena yang diperlukan sekarang adalah kerelawanan bukan instruktif. Dalam berbagai hal Gubernur telah melibatkan relawan untuk melihat dan melaporkan infrastruktur dan irigasi di Jawa Tengah, sehingga keluhan masyarakat dapat segera ditangani, termasuk laporan dari PKBI akan segera disinergikan dengan program-program dinas terkait. ** [Antonius Juang Saksono] 5
Reportase Tingginya Kehamilan Remaja
TUNTUT PKBI JATENG SUSUN PROGRAM KERJA 2015-2018
“
JAWA TENGAH: tahun 2013 sebanyak 64 kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja dan 26 kasus berasal dari Semarang
“
Ketua Pengurus Daerah dr. Widoyono, MPH, didampingi Sekretaris dr. Daru Lestryanto, Msi saat memimpin workshop
Krapyak (7/2). eprihatinan atas maraknya kehamilan remaja yang terjadi, berdasarkan data yang dimiliki oleh Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) PKBI Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 64 kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja dan 26 kasus berasal dari Semarang. Dari 268 kasus remaja yang mengakses layanan konseling, (KTD) menduduki peringkat pertama, diikuti konflik dengan pacar sebanyak 49 kasus dan 25 taksirmenaksir, 20 kasus putus dengan pacar. Di sisi lain jumlah remaja usia 10-24 tahun di Jawa Tengah berdasarkan sensus 2010 mencapai 27%; Dan mereka sangat rendah
K
6
aksesnya terhadap kesehatan seksual dan reproduksi. Untuk itu guna mengurangi penularan IMS, HIV-AIDS serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki, maka program ini akan mendapatkan prioritas. Sementara data Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tertinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI th. 2013) dan karena jumlah abortus yang tidak tercatat dengan baik, maka ada perhitungan yang memperkirakan abortus menyumbang kematian lebih dari 30% AKI, hal ini disebabkan abortus masih dianggap sebagai tindakan kriminal. PKBI Jawa Tengah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Reportase dan merealisasikan visi dan misinya selama dua hari (6-7/2) menyelenggarakan workshop. Bertempat di Gedung PKBI Jateng jalan Jembawan no. 8 Semarang, rapat dihadiri oleh Dewan Pembina, Pengurus Daerah (PD) masa bhakti 2014-2018 dan Jajaran Eksekutif termasuk Koordinator program. Workshop tersebut membahas pelaksanaan program dan melakukan evaluasi empat bidang kerja meliputi; bidang organisasi, bidang program, bidang keuangan dan bidang pengembangan sumber daya. Hasil evaluasi tersebut menjadi landasan pelaksanaan program selanjutnya dimana PKBI berusaha meningkatkan kualitas pelayanan yang bermutu dan humanis. Tidak kalah pentingnya di Bidang Organisasi, PKBI telah memiliki 23 cabang di kota dan kabupaten se Jateng, dari ke 23 cabang tersebut 7 masuk dalam kategori A, 12 B dan 4 C. Ketentuan kategori tersebut berdasarkan tingkat keaktifan dan jumlah program yang diaksanaan. Kedepan diharapkan seluruh cabang memenuhi standar organisasi yang mengacu pada 10 prinsip yaitu: Terbuka dan demokrasi, kepengurusan yang baik, strategis dan progresif, transparan dan akuntabel, sehat secara finansial serta berkomitmen terhadap kualitas layanan. Untuk mewujudkan layanan bermutu, PKBI juga telah melakukan audensi dengan Gubernur Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu, yang dipinpin oleh Ketua PD dr. Widoyono, MPH, yang hasilnya
Pak Ganjar dengan tegas menanggapi persoalan Jawa Tengah yang dilaporkan PKBI menjadi tantangan bersama. Beberapa hal yang bersentuhan dengan KB, Pencegahan HIV dan persoalan remaja. Beliau melihatnya tidak hanya secara politis, namun diperlukan tindakan yang holistik. Menindaklanjuti tawaran tersebut, PKBI Jateng dalam waktu dekat akan melakukan pengembangan program di Kabupaten Brebes. Sementara itu untuk menjawab kebutuhan masyarakat, Klinik Warga Utama PKBI Jawa Tengah akan menambahkan layanan IMS, VCT, eksterpasi polip servik, Insisi kista bartholini dan repair perineum. Selain itu PKBI akan memberikan layanan mobile yang diharapkan dapat mendekatkan layanan kepada masyarakat. Sementara itu Direktur Eksekutif PKBI Jateng, Elisabet S.A. Widyastuti menyampaikan bahwa momen rapat kerja ini sangat penting karena hasilnya mendasari kinerja PKBI ke depan. Selain itu kemampuan finansial dan sumber daya pendukung juga peran pihak donor akan membantu mewujudkan realisasi program dimaksud. Keberhasilan PKBI Jateng mendapat akreditasi A, awal tahun 2014 memicu semangat untuk mempersiapkan pembinaan dan akreditasi cabang lebih lanjut. ** [Antonius Juang Saksono]
7
PKBI
Laporan
Laboratorium Sosial Mahasiswa
Mahasiswa dan dosen Burapha University Thailand bersama Dosen Udinus Semarang berpose di depan Koperasi Nuansa Mandiri, salah satu partner PKBI Jateng.
Sebanyak 2 mahasiswa BURAPHA University Thailand, yang didampingi oleh seorang dosen dr. Kanchana Piboon, PhD, serta 2 orang dosen Universitas Dian Nuswantara Semarang mengunjungi PKBI Jateng. Krapyak (19/1). edua mahasiswa tersebut merupakan peserta program Darma Siswa di Fakultas Kesehatan UDINUS Semarang. Dalam kunjungannya ke PKBI Jateng mereka tidak sekedar berkunjung tetapi ingin belajar tentang peran PKBI di Jawa Tengah dalam mengatasi permasalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Pada kesempatan tersebut bertempat
K
8
di ruang rapat lantai 2 PKBI Jawa Tengah Jl. Jembawan no.8 Semarang dipaparkan program-program yang dilaksanakan PKBI Jawa Tengah. Meskipun permasalahan yang dihadapi oleh PKBI seputar kesehatan reproduksi di Indonesia maupun di Thailand hampir sama, namun cara menangani permasalahannya sangat berbeda. “Program di sini sangat menarik, bagaimana PKBI mengembangkan program yang bertujuan untuk perencanaan keluarga, mulai dari kehamilan, anak, hingga remaja, dan terus berlanjut menggunakan kontrasepsi serta pendidikan kesehatan reproduksi yang juga sangat bermanfaat. Thailand juga memiliki masalah yang sama, bukan tidak mungkin nantinya
Laporan kesehatan reproduksi di Indonesia juga diajarkan di sekolah di Thailand” ungkap Jamjuree Praphosri salah satau mahasiswa BURAPHA university. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Kanchana selaku dosen di Burapha, kenakalan remaja yang ditemui olehnya masih seputar KTD, Seks beresiko, HIV-AIDS, serta pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi di Thailand dulunya hampir serupa dengan Indonesia dimana membicarakan hal-hal seputar seksualitas masih dirasa tabu. Namun kini, kesehatan reproduksi sudah mulai dibicarakan disekolah, sehingga anak mendapatkan informasi yang tepat. Selain kunjungan ke PKBI Jawa Tengah, rombongan juga berkesempatan untuk berkunjung ke Nuansa Mandiri, untuk melihat bagaimana pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Nuansa Mandiri untuk melakukan micro finance sekaligus penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi dan penyaluran kontrasepsi yang digunakan. PKBI Tempat magang mahasiswa Sementara itu PKBI Jateng pada periode Januari-Maret 2015 telah menerima 40 mahasiswa magang dari berbagai universitas dan institusi, antara lain: UNDIP, Unika Soegijapranata, Udinus, Unnes, Unimus, UMS Surakarta, Stekom, Unissula, Akademi Komunitas Malang, Unsoed dan SMKN 9 Semarang. Lamanya magang umumnya antara 1-3 bulan. Putri Mudjihanah mahasiswa magang dari Fakultas Ilmu Komputer Unika Soegijapranata Semarang, menyampaikan
bahwa selama 3 bulan ia magang di PKBI banyak mendapatkan manfaat berupa informasi tentang kespro, dan menjalin persahabatan dengan para relawan khususnya Pilar. Selain itu disiplin ilmu yang ditekuninya di kampus sangat bermanfaat untuk diimplementasikan di PKBI. Ada pula tiga mahasiswi Fakultas Psikologi UNDIP, mereka magang di Rumah Pintar BangJo atas inisiatif sendiri (bukan tugas kampus). Niatnya untuk mengisi liburan disamping karena tertarik dengan kegiatan sosial. “Saya senang sekali mendapat kesempatan ini. Saya menemukan hal-hal yang tidak saya peroleh di bangku kuliah. Ini adalah pengalaman baru bagi saya” kata Varra Varian, yang saat ini masih semester 6 Psikologi Undip saat ditanya mengenai kesannya magang di PKBI. Direktur Eksekutif PKBI Jateng, Elisabet S.A. Widyastuti saat ditemui membenarkan bahwa PKBI sesuai dengan visi dan misinya membuka diri untuk siapapun yang akan menanfaatkan sarana yang ada untuk belajar dan berkarya baik bagi remaja maupun relawan yang akan bergabung. “Kami senang PKBI bisa menjadi laboratorium sosial bagi para mahasiswa untuk mempraktekkan ilmunya, sekaligus mengenalkan kepada para mahasiswa mengenai kondisi nyata yang terjadi di masyarakat.” Imbuhnya. Harapannya dengan semakin banyaknya remaja dan mahasiswa yang singgah dan mendapatkan informasi Kespro yang benar, maka akan semakin banyak remaja yang peduli terhadap kesehatan reproduksi dan seksualitas.** [Antonius Juang Saksono] 9
Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari BELAJAR DI PKBI JATENG
Reportase
Sebanyak 52 mahasiswa yang terdiri dari 18 laki-laki dan 34 perempuan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggaara berkunjung ke PKBI Jawa Tengah.
Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah sedang memaparkan Peran PKBI dalam Program KB dan kesehatan Reproduksi kepada Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari pada Jumat (12/12-2014).
Jembawan 8 (12/12/2014). ara mahasiswa yang didampingi 2 dosen pembimbing, diterima oleh Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jateng, Elisabet S.A. Widyastuti, SKM.M.Kes (Lisa) di Wisma lantai 3 PKBI Daerah Jawa Tengah Jl. Jembawan no 8 Semarang. Di depan para mahasiswa, dalam paparannya tentang sejarah PKBI, Lisa menyampaikan bahwa Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap KB, kesehatan re-
P
10
produksi dan seksualitas. Didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta oleh sekelompok relawan dokter, bidan dan tokoh masyarakat yang dilandasi atas keprihatinan akan tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Sebagai LSM angkatan pertama di Indonesia, PKBI meyakini bahwa kesejahteraan keluarga adalah pilar utama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang bertanggungjawab dalam lima dimensi yaitu: kelahiran, kesehatan, pen-
Reportase didikan, masa depan dan kesejahteraan. Selain itu, dalam melaksanakan programnya selalu dilandasi semangat kerelawanan, kepeloporan, profesionalisme dan kemandirian. Saat ini PKBI berkarya di 27 provinsi di Indonesia, salah satunya di Jawa Tengah. Dan Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, didampingi Sejak tahun 1967, PKBI telah oleh dosen FKM Undip Semarang, berpose pada saat memenjadi anggota IPPF (Interlakukan kunjungan di PKBI Jateng (12/12-2014). national Planned Parenthood Federation), sebuah organisasi yang mem- maja (Pilar), Koordinator program Anak perjuangkan hak-hak kesehatan reproduksi dan HIV-AIDS serta Koordinator Rumah dan seksual yang beranggotakan lebih dari Pintar BangJo. Pada sesi tanya jawab dan berbagi 170 negara di dunia. Di Jawa Jawa Tengah, cerita Juliana salah satu peserta menyamPKBI memiliki 20 PKBI Cabang. Kedepan PKBI bertekat untuk men- paikan; bagaimanapun juga implementasi jadi center of excellent (pusat unggulan) teori sangatlah penting dan pengalaman pengembangan program dan advokasi di lapangan akan menggenapinya. Juliana kesehatan seksual dan reproduksi yang merasa kunjungan di PKBI kali ini memmandiri di tahun 2020 (renstra PKBI buka wawasan dan memberikan informasi 2010-2020). Salah satu langkah yang baru yang bersifat implementatif. Sementara itu Hartati Bahar, SKM. ditempuh untuk mempersiapkan diri adalah dengan menerapkan sistim akreditasi, MKes, selaku dosen pendamping dapat sehingga PKBI dapat menjadi organisasi memetik manfaat dari kunjungan tersebut, yang demokratis, transparan, akuntable dan karena pengalaman PKBI dalam melakumampu merespon kebutuhan masyarakat. kan Advokasi kepada pemerintah, serta Tahun 2014, PKBI Jawa Tengah memper- beberapa contoh desain media dan teknik pendekatan kepada unit sasaran yang oleh akreditasi A. Usai mendengarkan paparan dari Di- menghasilkan target maksimal. Selain itu rektur PKBI, mahasiswa dipandu untuk dalam keseharian selama 5 hari di kota Sedapat mengenal lebih dalam peran pem- marang, mahasiswa FKM Halu Oleo, juga berdayaan masyarakat melalui pelatihan mendapatkan pelatihan di FKM Undip, creative messages for young people. Mere- mereka sangat menikmati suasana Kota ka dibagi dalam tiga kelompok, masing- Lumpia, dengan potensi wisata dan kulimasing mendapatkan materi dari Youth nernya, juga kemacetan yang tidak pernah Center Pusat Informasi dan Layanan Re- dialami di Kendari. ** [A. Juang Saksono] 11
Reportase PKBI GELAR
PELATIHAN TANGGAP BENCANA
Sebanyak 22 peserta dari staff klinik dan relawan remaja utusan PKBI DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur sedang mengikuti pelatihan lima hari di PKBI Jateng.
Krapyak, (5/3). awa Tengah pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya, memiliki banyak titik rawan bencana. Menghadapi kondisi bencana yang sering terjadi di Indonesia, PKBI telah menyiapkan sistem dan manajemen kebencanaan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada korban yang meninggal atau mengalami kekerasan terutama dalam situasi krisis, baik yang disebabkan oleh bencana atau konflik. Selama lima hari (2-6/3) bertempat di Wisma PKBI Jateng Jl. Jembawan Raya No. 8-12, Semarang digelar kegiatan Pelatihan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) - Minimum Initial Service Package (MISP). Sebanyak 22 peserta perwakilan yang terdiri dari staff klinik dan
J
12
relawan remaja utusan PKBI DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur terlibat dalam pelatihan tersebut. Dengan metode pelatihan Presentasi, Diskusi, Simulasi, Bermain Peran, serta Studi Lapangan dapat dipastikan bahwa pelatihan tersebut akan efektif untuk menghadapi tanggap darurat. Pelatihan ini didukung oleh IPPF (International Planned Parenthood Federation) melalui proyek SPRINT Initiative dengan Tim pemateri dari Subur dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Muhemi serta Heny Widyaningrum dari PKBI Pusat. Berbagai materi yang telah disiapkan oleh penyelenggara diantaranya adalah: Peran PKBI dalam respon bencana di Indonesia, Pencegahan Kekerasan dan Eks-
Reportase ploitasi Seksual, Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD), Resiko Kematian saat Kehamilan dan Persalinan, Aborsi Tidak Aman serta Sistem dan Mekanisme Koordinasi Antarpemangku Kepentingan menjadi bahan untuk dikaji baik di kelas maupun di lapangan. Berdasarkan data yang dimuat pada SPRINT Facilitator’s Manual, bahwa ketika terjadi bencana, diperkirakan ada 20% laki-laki seksual aktif dan 25% perempuan usia produktif dari total populasi korban bencana yang membutuhkan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Sekitar 2% dari total jumlah perempuan yang menjadi korban bencana beresiko menjadi korban pelecehan dan kejahatan seksual dan 15% dari total jumlah perempuan tersebut membutuhkan layanan kontrasepsi. Sebanyak 4% menjalani proses kehamilan di lokasi penampungan. Sekitar 5% dari jumlah perempuan yang hamil tersebut membutuhkan persalinan caesar. Duapuluh persen dari perempuan yang hamil itu berpotensi mengalami keguguran atau menjalani aborsi yang tidak aman. Tidak dapat dipungkiri bahwa secara geografis, Indonesia merupakan Negara tropis karena dilalui oleh garis khatulistiwa. Terbentang di antara Samudera Pasifik dan Samudera India. Terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia. Indonesia juga terletak di atas lempeng Sunda Megathrust dan juga berada di jalur Ring of Fire (cincin api) karena ada puluhan gunung berapi aktif. Kondisi dan letak geografis tersebut menyebabkan Indonesia menjadi Negara yang rentan terhadap
bencana, baik bencana gempa maupun tsunami. Selain itu, secara administratif, Indonesia terdiri dari 34 provinsi, 497 kabupaten/kota, 6.994 kecamatan, 81. 253 desa, dengan luas wilayah 1.913.578 km2 dan total jumlah penduduk 251.857.940 jiwa. Hal ini menjadi penyebab lambatnya proses tanggap darurat karena struktur birokrasi yang panjang. Indonesia juga terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan bahasa berbeda yang bermukim dari Sabang hingga Merauke. Baik yang hidup di daerah pesisir maupun pegunungan. Direktur Eksekutif PKBI Daerah Jawa Tengah Elisabet S.A. Widyastuti, SKM, M.Kes di sela-sela pelatihan berlangsung saat ditemui menyampaikan bahwa dalam situasi krisis, baik yang disebabkan oleh bencana atau konflik diperlukan tim kesehatan yang mampu membaca situasi dan kondisi korban. Oleh karena itu, tim yang saat ini menjalani pelatihan diharapkan dapat menjadi bagian dari pelayan masyarakat yang mampu menjamin kebutuhan korban dan masyarakat terdampak bencana terkait kebutuhan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal itu menjadi penting karena perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban ketika terjadi bencana. Berdasarkan data global, sepanjang 17 tahun terakhir lebih 40 juta orang kehilangan tempat tinggal karena bencana dan konflik. Delapan puluh persen atau setara dengan 32 juta orang dari angka tersebut adalah perempuan dan anak-anak.** [Antonius Juang Saksono] 13
Wacana TANGGUH TANGGAPI BENCANA Oleh: Muhemi *)
S
ejak kecil, ketika kita masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), kita selalu diajarkan betapa Indonesia adalah Negara besar yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang terbentang dari Barat ke Timur, dari Sabang sampai ke Merauke. Diapit oleh dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Terletak diantara dua benua, Benua Asia dan Benua Australia. Tak hanya itu, guru-guru kita dulu juga menambahkan kebanggaan tentang betapa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bangsa serta agama yang berbeda-beda tapi tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sem-
14
boyan Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tapi tetap satu. Namun, dibalik semua kebanggaan yang kita miliki sebagai orang Indonesia, kita lupa bahwa potensi yang demikian besar itu juga menyimpan sejumlah resiko bencana. Bangsa ini baru sadar kembali setelah bencana Gempa dan Tsunami tahun 2004 silam meluluhlantakkan Aceh dan sejumlah Negara di kawasan Asia Pasifik. Praktis, baru sepuluh tahun terakhir ini saja kita mengenal istilah kesiap-siagaan bencana (emergency preparedness) atau pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction). Hal ini semakin jelas dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Paradigma Bencana Sebelum Bencana Gempa dan Tsunami 2004, sebagian besar masyarakat mengganggap bencana, apapun bentuknya, sebagai sebuah fenomena alam yang berada di luar kuasa manusia. Bencana seringkali diartikan sebagai cobaan dari Tuhan untuk menguji keimanan dan kesabaran hambanya. Sebagian kecil masyarakat lainnya menganggap bencana sebagai sesuatu yang sebenarnya bisa dihindari oleh manusia. Maka, ketika jatuh korban, maka ma-
Wacana nusia itu sendiri yang harus dipersalahkan karena hidup dan bermukin di daerah yang rawan terjadi bencana. Bencana Gempa dan Tsunami 2004, bukan hanya membuka mata dan hati bangsa Indonesia, tapi juga masyarakat dunia. Kerugian yang disebabkan olehnya berbanding lurus dengan kepedulian yang ditunjukkan oleh bangsa-bangsa dari berbagai penjuru bumi. Peristiwa dunia ini menyadarkan kita bahwa resiko bencana bisa diminimalisir dengan menyiapkan rencana. Tata kelola bencana (disaster management) tidak lagi menjadi sekedar konsep tapi harus menjadi kebijakan standar pada semua tingkat pemerintahan dan struktur masyarakat. Sebesar apapun resiko bencana tetap bisa dikurangi dengan sekecil apapun peran dan upaya yang bisa kita siapkan. Korban dan kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tidak lagi diperdebatkan sebagai cobaan dari Tuhan atau kelalaian manusia. Tapi peran dan tanggung jawab apa yang bisa dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana. Defenisi Bencana dan Masyarakat Terdampak Masyarakat seringkali bingung saat membedakan antara bencana, musibah dan malapetaka. Bencana juga kerap dikaitkan dengan jumlah korban dan kerugian yang diakibatnya. Jika yang digunakan adalah angka korban jiwa, maka kematian yang diakibatkan oleh rokok, alcohol dan narko-
ba seharusnya termasuk dalam katagori bencana. Demikian juga dengan jumlah korban tewas karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Atau jika kita menggunakan kerugian material sebagai ukuran sebuah bencana, maka kerugian yang ditimbulkan akibat polusi udara dan kemacetan di ibukota juga layak disebut sebagai bencana. Tapi ternyata di luar indikator jumlah korban dan kerugian material, ada hal lain yang harus dipertimbangkan sebagai syarat untuk menetapkan sebuah kejadian layak disebut sebagai bencana. Secara sederhana – dengan menggunakan analogi matematis – bahwa bencana (disaster) adalah (=) ke-rentanan (vulnerability) ditambah (+) ancaman bahaya (hazard) dibagi (/) kapasitas (capacity). Namun untuk menentukan apakah sebuah kejadian itu layak disebut bencana atau bukan, kita harus menggunakan skala dan dampak sebagai parameternya. Indikator paling gampang yang bisa digunakan untuk melihat skala dan dampak yang diakibatkan oleh sebuah kejadian --entah itu yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia– adalah eksistensi sistem layanan publik. Sistem layanan publik yang terkait layanan dasar keamanan, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Jika sebuah kejadian menyebabkan lumpuhnya sistem layanan publik maka kejadian itu bisa dikatagorikan sebagai sebuah bencana. Lumpuhnya sistem layanan publik ini mengakibatkan masyarakat kehilangan hak dan akses untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Jika tidak, maka sebuah 15
Wacana kejadian tidak layak disebut sebagai ben- kerugian langsung dan orang-orang yang cana, meskipun tidak tertutup kemungki- mengalami dampak tak langsung akibat nan korban dan kerugian yang diakibat- bencana. Jika masyarakat di daerah A kannya sangat besar. mengalami bencana dan mengungsi ke Oleh karenanya itu, meskipun narkoba daerah B, maka keluarga dan kerabat atau mengakibatkan kematian 40 orang per hari masyarakat di daerah B juga bisa disebut dan kerugian Negara mencapai 50 triliun sebagai masyarakat terdampak bencana. per tahun sejak 2013, hal tersebut tidak Kesiapsiagaan Bencana bisa disebut sebagai sebuah Jika masyarakat Indonesia tidak bisa bencana. Karena skala dan dampak yang ditimbulkandi daerah A meng- menolak atau menghindar dari bencana. Namun, annya tidak menyebabkan alami bencana lumpuhnya sistem layanan dan mengungsi ke caman atau resiko bencapublik. Demikian halnya daerah B, maka ke- na bisa dikurangi dengan dengan kerugian akibat luarga dan kerabat upaya kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan bencana ulah pejabat atau politiatau masyarakat di harus dilaksanakan dengan kus mengganyang uang daerah B juga bisa tata kelola yang baik dan Negara untuk kepentingan disebut sebagai melibatkan semua pihak di pribadi dan kelompoknya masyarakat semua tingkatan pemerin(korupsi) tidak bisa diseterdampak bentah dan masyarakat. Tata but sebagai bencana. Kacana. kelola bencana (disaster rena skala dan dampaknya management) harus ditidak secara langsung melumpuhkan sistem layanan publik. Namun lakukan sejak dini dan berkesinambungan perlu diingat, narkoba dan korupsi meng- oleh pemerintah dan masyarakat. Melibathilangkan kesempatan seluruh penduduk kan masyarakat secara aktif adalah kunci Indonesia untuk mendapatkan standar keberhasilan dalam upaya pengurangan layanan publik dengan kualitas terbaik. resiko bencana yang mencakup sistem dan Mungkin, kalau pun mau dikatagorikan se- mekanisme koordinasi antar pemangku bagai bencana, kasus narkoba dan korupsi kepentingan, persediaan dan distribusi kedi negeri ini bisa disebut sebagai bencana butuhan pokok, layanan kesehatan dasar terselubung (hiden disaster). dan pendidikan serta perlindungan dan Lantas, siapa saja yang layak disebut keamanan. ** sebagai korban atau masyarakat terdampak (affected population) bencana? Masyarakat terdampak bencana adalah orang-orang *) Muhemi adalah Pelaksana Program Anak dan Respon Bencana PKBI Pusat. yang menjadi korban atau mengalami 16
Remaja PKBI JATENG
Latih Kespro Siswa Sekolah Dampingan
Nona Yabloy, Relawan Pilar PKBI Jateng tengah memfasilitasi Pelatihan Kesehatan Reproduksi bagi Siswa SLTA di Wisma PKBI, 21/2
Pusat Informasi dan Layanan Remaja (Pilar) PKBI Daerah Jateng terus mengembangkan kegiatannya dalam pendampingan siswa sekolah.
Krapyak, (21/2) usat Informasi dan Layanan Remaja (Pilar) PKBI Daerah Jateng telah bekerjasama dengan Lima SMA/ SMK di kota Semarang, mengembangkan Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual. Sebanyak 35 siswa dari 9 sekolah selama dua hari (20-21/2) menjalani pelatihan Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kantor PKBI Daerah Jateng Jalan Jembawan no.8 Semarang. Training ini merupakan strategi penguatan bagi siswa
P
dalam hal Organisasi PE, peningkatan Soft Skill, dan penyiapan PE di 4 sekolah yang baru bergabung pada tahun 2015. Saat ini Pilar juga tengah menggandeng dan mengembangkan sekolah berbasis agama untuk ikut mengembangkan program tersebut di sekolahnya. Salah satu kegiatan di dalamnya adalah membentuk Peer Educator, yaitu melibatkan remaja untuk menyampaikan informasi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual (PKRS) ke teman sebaya di sekolah. Bukan itu saja, harapannya Peer educator dapat terlibat langsung dalam proses advokasi, promosi dan edukasi. Oleh sebab itu, baik siswa yang tergabung dalam Organisasi Peer Educator, maupun siswa 17
Remaja dari sekolah yang baru, perlu mendapatkan pelatihan soft skill tentang kepemimpinan, Media promosi dan edukasi, agar dapat memperluas jaringan di sekolah dan mengajak siswa untuk ikut berperan aktif dalam mengembangkan organisasi. Menurut pemateri Adelia Ismarizha Asisten Program Youth Centre PILAR, pelatihan ini sangat penting, karena berdasarkan data layanan yang diterima oleh Pilar, pada tahun 2011, tercatat 2.967 remaja yang berkonsultasi ke PILAR PKBI dimana sebanyak 821 remaja berkonsultasi tentang permasalahan Kesehatan Reproduksi dan terdapat 79 kasus tentang Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), sementara pada tahun 2012, terdapat 63 kasus KTD pada remaja dengan usia termuda 12 tahun, dan pada tahun 2013 terdapat 64 kasus KTD, 26 kasus terjadi di Semarang. Peran PILAR PKBI dalam pemberian informasi dan layanan Remaja, bertumpu pada Program kesehatan remaja menjadi sangat penting mengingat saat ini jumlah remaja usia 10-24 tahun di Indonesia berjumlah sekitar 67 juta atau 30% dari jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa (sensus penduduk, 2010). Adel juga menegaskan bahwa remaja yang berkonsultasi di Pilar akan mendapatkan pendampingan bahkan juga akan mendapatkan layanan konsultasi kesehatan di Klinik Warga Utama PKBI. Elis (16) dari SMK Widya Praja Ungaran, peserta pelatihan ini menyampaikan bahwa manfaat pelatihan ini menurutnya dapat menambah pengalaman, teman, mengetahui penyebab kenakalan remaja, 18
cara memberitahu dan mendampingi remaja, cara mengatasi masalah remaja, dan tahu penyebab-penyebabnya. Setelah acara ini Elis dan 3 temannya yang mengikuti pelatihan akan berusaha menularkan dan berbagi informasi kepada teman-teman baik sekolah maupun teman sepergaulannya. Harapannya apabila ada teman yang bermasalah tentang kesehatan dan menyangkut semua permasalah remaja Elis bersedia membantu dan mendampingi untuk mendapatka informasi dan pelayanan yang benar dan selalu bekerjasama dengan Pilar. Sementara Ade, salah satu peserta pelatihan juga merasa mendapatkan pengayaan materi dan informasi baru tentang kesehatan reproduksi. Ia merasa bahwa pemahaman tentang kesehatan reproduksi saat ini masih terlalu dangkal. Selain itu ia juga mendapatkan informasi tentang kasus-kasus remaja di seluruh dunia. Saat ditemui di ruang kerjanya Direktur Eksekutif PKBI Jateng, Elisabet S.A. Widyastuti menyampaikan bahwa momen pelatihan ini sangat penting dan diselenggarakan oleh Pilar secara terprogram untuk memberikan bekal bagi siswa. Harapannya dengan semakin banyaknya siswa terlatih dan mempunyai informasi Kespro yang benar, maka akses remaja terhadap kesehatan reproduksi semakin mudah. Harapannya ke depan Jawa Tengah dapat menekan kasus-kasus KTD yang terjadi di kalangan remaja. ** [Antonius Juang Saksono]
Opini Membangun Organisasi Swadaya Berbasis Kerelawanan Oleh : Farid Husni *)
Farid Husni
Pengantar rganisasi adalah alat, dan bukan tujuan. Apa tujuan yang hendak dicapai. Jawabnya adalah banyak ragamnya, tergantung jenis organisasi itu sendiri. Tapi sebagai organisasi swadaya tujuan yang hendak dicapai adalah Idealisme. Apa itu idealisme??? Banyak hal bisa dijelaskan, tapi yang pasti tentang kemanusiaan. Ya tentang kemanusiaan yang bila dijabarkan banyak dimensi yang bisa dijelaskan. Dalam ekonomi, kesehatan, pertanian,
O
demokratisasi, hak asasi manusia, lingkungan, dan lain-lain. Bicara mengenai organisasi, para ahli sosiologi berkesimpulan bahwa ada 3 (tiga) unsur dasar organisasi yaitu: Adanya sekelompok manusia (lebih dari dua orang), kemudian ada unsur kerjasama diantara pelaku organisasi dan adanya tujuan yang hendak dicapai. Ketiganya harus ada dan dilaksanakan secara bersamaan serta saling melengkapi. Dari ketiga unsur tersebut pelaku utamanya adalah mahluk yang disebut manusia. Manusia pada dasarnya juga dikenal sebagai mahluk sosial, mahluk individu dan juga sebagai mahluk yang bermoral. Kata-kata moral inilah yang membedakan manusia dengan hewan atau binatang.. Organisasi Swadaya: Idealisme sebagai manusia secara nurani tentunya menuntut manusia untuk bertindak dan berbuat untuk sesama atau membantu manusia lainnya. Bantuan itu adalah dalam rangka meningkatkan martabat dan hakekat manusia. Idealisme inilah yang mendorong lahirnya organisasi swadaya yang yang bertujuan memang untuk membantu sesama manusia. Kata kuncinya adalah membantu manusia. Manusia seperti apa yang dibantu, secara umum adalah 19
Opini mereka-mereka yang tidak diuntungkan dari akses pembangunan. Kelompok inilah yang akan menjadi kelompok dampingan para organsiasi swadaya untuk diperjuangkan hak-haknya sebagai manusia. Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan dasar dalam pembentukan organisasi swadaya, diantaranya : Prinsip pertama adalah kesetaraan: bahwa manusia itu adalah mempunyai derajat dan kedudukan yang sama. Manusia mempunyai kekuatan dan kelamahan sama dengan manusia yang lain. Haknya sebagai manusia tidak dilihat dari status dan hal-hal yang bersifat fisik. Prinsip kedua adalah keterbukaan: yaitu sebuah prinsip yang dilandasi pada kejujuran dalam menyampaikan sesuatu kepada kelompok. Perbedaan pandangan dan pola pikir tidak menjadikan halangan tetapi dapat menjadikan sebuah kekuatan, dan kesepakatan. Prinsip ketiga adalah kebersamaan: yaitu adanya pembagian tugas yang merata sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, yang semuanya dilandasi dengan kepentingan bersama yng berorientasi kepada kepentingan kemanusiaan. Selain itu ciri-ciri lain dari organisasi swadaya adalah : 1. Adanya kepedulian terhadap masyarakat rentan (dhuafa) 2. Keswadayaan dalam pengelolaan sumberdana dan sikap 3. Berorientasi untuk kemandirian masyarakat rentan (dhuafa) 4. Tidak semata-mata mencari keuntu20
ngan (non profit) & program inovatif 5. Efisien & efektif dalam pengelolaan program 6. Cita-citanya berorientasi kepada kesejahteraan kemanusiaan bukan kekuasaan. Ada dua pendekatan yang dilakukan oleh organsisasi swadaya yaitu karitatif dan tranformatif. Yang pertama adalah pendekatan program melalui upaya penyantunan, tidak berpikir keberlangsungannya. Sedangkan yang kedua pendekatan kepada masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu bila sebuah organisasi swadaya melakukan pendekatan transformatif kepada kelompok dampingannya, maka indikator yang menentukan apakah sebuah masyarakat berdaya atau tidak adalah: 1. Adanya upaya masyarakat tersebut untuk melakukan perubahan dalam bentuk partisipasi. 2. Adanya perubahan sikap, perilaku dan pengetahuan masyarakat 3. Adanya upaya masyarakat tersebut untuk mengelola kelompok masyarakat secara mandiri Mandat Organisasi Sebagai sebuah organisasi swadaya, maka untuk melakukan aturan main organisasi maka diperlukan aturan-aturan yang mengaturnya. Aturan-aturan inilah yang biasanya dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Visi dan Misi Organisasi, Rencana Strategi Organisasi dan aturan organsisasi lainnya.
Opini Rangkaian itulah yang disebut sebagai Mandat Organisasi . Visi dan Misi Organisasi swadaya biasanya memuat cita-cita luhur (kemanusiaan) yang menjadi fokus perjuangan organisasi swadaya. Visi dan Misi organisasi swadaya biasanya diputuskan oleh para pendiri organsasi swadaya. Biasanya rumusannya sangat dipengaruhi oleh situasi kemanusiaan yang terjadi saat itu. Oleh karenanya kepekaan para pendiri organisasi swadaya sangat diperlukan untuk merumuskan vsisi dan misi agar tetap aktual.Mandat organisasi akan sangat mempengaruhi sejauh mana organisasi swadaya dapat tetap terus eksis dalam dunia pergaulan organisasi swadaya. Kerelawanan Organisasi Swadaya dan peran relawan , dua hal yang tidak bisa dipisahkan, bahkan saling melengkapi. Sejarah membuktikan banyak organisasi swadaya lahir justru karena peran para relawannya menjalankan fungsi kemanusiaan di lingkunganya. Seperti diungkapkan dimuka bahwa idealisme para relawan telah mengilhami rumusan tujuan organisasi swadaya. Istilah relawan sendiri di Indonesia baru sering kita dengar semenjak bencana tsunami di Aceh tiga tahun yang lalu, padahal sebenarnya telah lama ada di bumi Nusantara ini. Kerelawanan sama halnya dengan gotong royong yang secara budaya sebenarnya sudah menjadi ikon bangsa Indonesia. Namun seiiring dengan kemajuan zaman istilah kerelawanan atau gotong royong menjadi langka di negeri kita ini.
Siapakah Relawan? Relawan adalah sesorang yang secara tulus-ikhlas menyumbangkan tenaga dan pikirannya, bahkan dananya untuk sebuah organisasi swadaya. Salah seorang ahli Sosiologi Lord Moulton, berpendapat bahwa ” Manusia itu hidup di 3 (tiga) alam disiplin. Pertama alam hukum positif, dan hukumannya pasti bila aturan-aturanya dilanggar. Kedua , alam pilihan yang bebas dari peraturan dan Ketiga dimana manusia hidup di alam yang tidak ada hukum positif tetapi juga tidak ada pilihan bebas. Di alam ini setiap orang dihadapkan kepada tanggung jawab tertentu, sekalipun ia tahu tidak ada hukum dan tidak ada orang yang memaksakan tanggung jawabnya. Manusia tahu bahwa ia tidak mungkin ingkar dari tanggung jawab, tanpa ia menipu dirinya sendiri. Di alam inilah seorang relawan hidup .Selanjutnya Lord Moulton berkata : ”Kebesaran suatu bangsa terletak pada luasnya alam ketaatan kepada yang tidak dipaksakan (Kesukarelaan) itu”. Relawan dan Aktualisasi Diri Maslow berpendapat bahwa manusia tidak dapat dipandang sebagai mahluk yang hanya berkebutuhan sandang dan pangan, keamanan, sosial, penghargaan saja, melainkan juga sebagai mahluk yang mempunyai kebutuhan untuk melakukan aktuliasasi diri. Bila pada diri manusia sudah terpenuhi kebutuhan fisiknya, rasa aman, berinteraksi sosial, mendapatkan penghargaan, maka saat itulah manusia memerlukan wadah dan sarana untuk 21
Opini mengekspresikan aktualisasi dirinya. Aktualisasi Diri Penghargaan Sosial Keamanan Sandang Pangan
Bagaiamana bentuknya sangat beragam, tergantung manusia itu sendiri. Di situlah letaknya relawan. Sebagai manusia biasa bila seluruh kebutuhannya sudah terpenuhi, manusia secara naluri tentunya akan terus melakukan perannya. Peran inilah yang disebut sebagai upaya untuk melakukan aktualisasi diri. Pertanyaannya apakah mungkin memenuhi kebutuhan sandang pangan sekaligus menjalankan peran relawan ? Bisa saja namun semuanya tergantung manusianya, bisa tidak dia melakukannya peran tersebut. Ciri Relawan, yang biasa dikembangkan oleh organisasi swadaya : 1. Pekerjaan yang dilakukan tidak lazim 2. Ada resiko atas pekerjaan tersebut (stigma) 3. Imbalan yang diterima tidak seimbang dengan resiko 4. Bila statusnya Pengurus tidak menerima gaji. 5. Bersedia memberikan waktu luang untuk organisasi 6. Mendapatkan reward dan Punishment
22
Relawan & Profesionalisme Menggabungkan dua sifat ini banyak pihak yang mengatakan hampir tidak mungkin bisa dilakukan. Bila ukuran Profesionalisme adalah ukuran berapa banyaknya jumlah uang yang diterima, mungkin pendapat ini benar. Tetapi pengertian Profesionalisme ini adalah bukan semata-mata uang, meski uang tetap penting. Profesionalisme diartikan sebagai sebuah cara kerja yang berkemampuan. Berkemampuan bekerja sesuai dengan bidangnya. Oleh karena itu seorang relawan dikatakan profesional bila: 1. Bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan kompetensinya 2. Disiplin dan tepat waktu dalam bekerja 3. Adanya fasilitas dukungan sistem yang memadai Dengan demikian, adalah salah besar bila seorang relawan bekerja, seenaknya, tanpa ada ukuran-ukuran yang dapat dijadikan standar, tidak disiplin, karena alasan-alasan tidak mendapatkan imbalan yang memadai. Seharusnya semenjak awal harus disadari bahwa bekerja atau menjadi relawan sebuah organisasi swadaya masyarakat tidak akan menjadi kaya secara materi , tetapi sebenarnya hanya penyaluran idealisme manusia yang tentu tidak semata-mata karena uang. Sebaliknya kita bisa melihat para relawan yang hanya berorientasikan kepada materi, maka semangat bekerja untuk melakukan tugas-tugas kemanusiaan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Mereka hanya selalu menghitung waktu kapan uang bisa diterima, padahal tugas dari organsiasi swadaya
Opini tidaklah demikian. Berarti terjadi konflik interest. Padahal seharusnya ada kepuasan batin oleh para relawan yang bekerja di sebuah organisasi swadaya, bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah dalam rangka tugas-tugas kemanusiaan. Hasil tugas kemanusiaan tidak dapat dilihat secara fisik materi, tetapi akan dinikmati kelak dikemudian hari. Oleh karenanya semenjak awal para relawan bergabung harus ada orientasi APA yang menjadi Mandat Organisasi Swadaya ini (Mengapa organisasi ini harus ada, dan apa pula yang diperjuangkan selama ini, bagaimana pula hubungannya dengan nilai-nilai kemanusiaan secara universal). Dengan cara ini tentunya para relawan bisa memilih dan menentukan sikap apakah akan tetap bergabung dengan organisasi ini atau tidak? Sistem pilihan ini harus dibuka seluas-luasnya, agar sebuah organisasi mendapatkan relawan yang sejati. Mencari Relawan untuk Sebuah Organisasi Swadaya Mencari Relawan adalah merupakan sebuah kebutuhan untuk sebuah organisasi swadaya, karena tidak seluruh pekerjaan berhubungan dengan kelompok dampingan dapat dilaksanakan oleh staf. Jumlah staf yang terbatas tentunya mendorong diperlukannya relawan untuk bekerja secara tetap di lini lapangan. Bila sudah ditentukan jenis dan kriteria relawan yang dibutuhkan, maka mencari relawan menjadi sebuah keharusan. Salah satu sumber relawan adalah di Perguruan Tinggi, namun juga bisa mendapatkan dari yang
tempat lain. Bila sudah mendapatkan maka perlu dilakukan seleksi. Seleksi ini dilakukan untuk melihat sejuah mana komitmen relawan dalam memperjuangkan visi dan misi organisasi swadaya. Kemudian hasil seleksi, para relawan yang terpilih melakukan orientasi untuk mengenal lebih mengenai organisasi ini beserta mandat organisasi yang ada. Relawan juga perlu mendapatkan uraian tugas dan indikator keberhasilan tugas yang jelas, hal ini dilakukan agar supaya ada semacam evaluasi yang dilakukan, sehingga akan lebih memudahkan bagi manajemen organisasi swadaya untuk memberikan reward dan punishment bagi para relawan. Selajutnya lakukan secara rutin refreshment/enreichment/pengkayaan sebagai salah satu upaya untuk peningkatan kapasitas dan memelihara keberadaan relawan. Kemudian lakukan monitoring dan evaluasi secara teratur atas kinerjanya. Reward dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memelihara keberadaan para relawan agar tetap eksis. Sebaliknya Punishment perlu diberikan sebagai salah satu upaya untuk menegakan aturan organisasi swadaya. Akhirnya membangun organisasi swadaya perlu kiranya dimulai dengan mengembangkan idealisme para pendiri organisasi, sebagai salah satu wujud aktualisasi kerelawanan. Sesungguhnya berjuang untuk kaum dhuafa adalah panggilan nurani setiap relawan. . *) Farid Husni, SH. Wakil Ketua Pengurus Daerah PKBI Jawa Tengah
23
Laporan Secercah Harap bagi Anak Johar
UNTUK DAPATKAN AKTE KELAHIRAN Oleh: Elisabet S.A Widyastuti *)
“Pak @ganjarpranowo dampingan kami, 55 ank tdk pny akta kelahiran (NIK) dari 30 ibu yg tdk punya identitas lengkap”
D
emikian kicauan PKBI Jawa Tengah kepada Pak Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah pada 13/4/2015 jam 08.35 WIB melalui akun tweeter @PKBIJateng. Kicauan tersebut juga dilengkapi dengan data kepemilikan identitas orang tua anak seperti KK, KTP dan akta nikah. Dalam kicauan selanjutnya juga ditulis tentang dampaknya ketika anak tidak mempunyai akte kelahiran serta upaya-upaya yang sudah dilakukan PKBI
24
Jateng untuk membantu anak-anak mendapatkan haknya. Satu jam setelah kicauan tersebut di posting, ada jawaban dari Pak Gubernur yang memerintahkan kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan pengecekan. “Dicek Sgr@ disnaker_jtg@pkbijateng 55 ank tdk pny akte kelahiran (NIK)…” tulisnya. Perintah Pak Gubernur tersebut kemudian dijawab oleh @dukcapil_jateng tanggal 13/4 yang intinya akan segera mendiskusikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan betul, pada tanggal 14/4 petugas dari Disduk-
Laporan capil Jawa Tengah datang ke PKBI Jawa Tengah untuk melakukan pengecekan dan koordinasi terkait 55 anak Johar yang tidak punya identitas. Berdasarkan data-data yang diberikan PKBI Jateng, maka pada Jumat 17/4 Disnakertransduk Jateng mengundang PKBI Jawa Tengah beserta instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan Prov Jateng, Dinas Sosial Prov Jateng, BP3AKB Prov Jateng, Disdukcapil Kota Semarang, Dinas Sosial Kota Semarang, dan Lurah Kauman pemangku wilayah Pasar Johar. Pertemuan yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, menghasilkan beberapa alternatif solusi yang cukup menggembirakan, yaitu: 1) PKBI Jawa Tengah diminta segera melengkapi datadata yang dibutuhkan. 2) Bagi warga yang belum pernah punya identitas akan dibuatkan surat keterangan dari Kelurahan Kauman dan akan dicatat sebagai Warga Kota Semarang. 3) Bagi warga dari luar Kota Semarang yang kartu identitasnya sudah tidak berlaku atau akan mengurus pindah ke Kota Semarang, akan dibantu oleh Disdukcapil Prov Jateng. Semua itu untuk dapat mengurus akte kelahiran. Pada titik ini, kami merasa senang dan memberikan apresiasi atas respon cepat pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhadap keluhan warga. Hal ini tidak lepas dari komitmen Gubernur Jawa Tengah yang memanfaatkan teknologi dan media komunikasi untuk membuka ruang yang
luas bagi warganya guna menyampaikan keluhannya. Meskipun dalam hal ini, usaha kami dalam membantu mendapatkan akte kelahiran belum usai, dan masih terus dikawal realisasinya. Ada apa dengan anak-anak di Pasar Johar? Di Pasar Johar, pasar tradisional terbesar di Kota Semarang, banyak anak-anak yang tinggal di sana dalam kondisi miskin dan seadanya. Mereka bersama orang tuanya tidak mempunyai domisili yang tetap. Ada yang tinggal di bangunan parkiran Yaik, di emper pertokoan, atau di tempat mereka kalau siang menggelar dagangan. Sebagian orangtuaya berjualan di pasar atau sebagai buruh pe-ngupas bawang, buruh angkut dan bahkan pengangguran. Mereka berasal dari daerah lain di seputar Semarang, namun ada pula yang secara turun temurun memang tinggal di pasar Johar. Terdapat lebih dari 100 anak yang tinggal di sana, dengan usia bervariasi antara bayi hingga 18 tahun. Sebagian masih sekolah, banyak pula yang drop out, tidak melanjutkan sekolah dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya termasuk alasan tidak punya biaya. Di siang hari sebagian anak-anak mengamen di jalan, berjualan koran, atau hanya thongkrong. 25
Laporan Sejak tahun 2010, PKBI Jawa Tengah melalui program Rumah Pintar BangJo melakukan pendampingan kepada anakanak di Pasar Johar. Berbagai kegiatan untuk pemenuhan hak anak di bidang kesehatan dan pendidikan dilaksanakan di sana oleh para relawan dan mahasiswa. Di antaranya: perpustakaan, belajar dan bermain bersama, menari, olah raga sepak bola, membuat handycraft, pelayanan kesehatan dan posyandu serta beberapa kali melakukan pementasan. Saat ini Rumpin BangJo juga membantu menyalurkan bantuan dari Kemensos kepada 36 anak, masing-masing sebesar satu juta rupiah. Persoalan identitas Selama melakukan pendampingan, Rumpin BangJo sering dihadapkan pada persoalan yang akarnya pada identitas anak. Misalnya, sebagian besar anak-anak tidak dapat masuk sekolah negri karena tidak memiliki akte kelahiran. Akses beasiswa terhambat karena persoalan yang sama. Ada seorang ibu yang enggan menyekolahkan anaknya karena belum mepunyai akte kelahiran. Termasuk dalam penyaluran dana dari Kemensos, harus melalui rekening anak. Persoalan baru terjadi karena anak maupun orang tuanya tidak mempunyai identitas sehingga tidak bisa membuka rekening bank. Lebih jauh lagi, terkait dengan akses BPJS. Bisa dipastikan bahwa seluruh dampingan Rumpin BangJo 26
belum ada yang mempunyai kartu BPJS. Sehingga mereka tidak mempunyai jaminan kesehatan. Hasil pendataan Rumpin BangJo kepada 75 dampingannya, ditemukan 55 anak yang tidak mempunyai akte kelahiran maupun NIK (nomor induk kependudukan), mereka berasal dari 30 ibu. Setelah ditelusur, para ibu ini pun juga banyak yang tidak mempunyai KTP, KK dan Surat nikah yang merupakan prasarat untuk pembuatan akte kelahiran. Berbagai alasan mengapa mereka tidak punya kartu identitas. Ada yang sudah lama meninggalkan daerah asal dan tidak mempunyai biaya untuk mengurus surat pindah. Di sita satpol PP, kebakaran dan sudah tidak berlaku. Ada pula yang turun temurun tinggal di pasar dan semua keluarganya tidak punya identitas. Atas dasar itu, dan menyadari bahwa akte kelahiran adalah salah satu hak anak yang wajib dipenuhi, maka PKBI Jawa Tengah pada tanggal 31/3 mengundang Disdukcapil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kemenag serta Lurah Kauman untuk mencari solusi. Namun saat itu mengalami kebuntuan. Sehingga akhirnya kami berupaya untuk meminta bantuan dengan memposting kicauan ke @ganjarpranowo. Semoga semua upaya ini dapat berhasil, dan anak-anak di Pasar Johar dapat memperoleh haknya. ** *) Elisabet S.A Widyastuti, MKes. Direktur Eksekutif PKBI Jawa Tengah.
Reportase
“Sayang Istri”
WARGA DESA BOGORAN LAKUKAN VASEKTOMI Wonosobo ( 21/1 ), ebanyak 58 kepala keluarga Desa Bogoran Kecamatan Sapuran sepanjang tahun 2014 telah tercatat menjadi akseptor KB vasektomi, mereka tergabung dalam paguyuban Priyo Utomo. Berdasarkan data tersebut menjadikan Wonosobo sebagai kabupaten penyumbang peserta KB operatif pria terbanyak di Jawa Tengah. Meskipun memutuskan untuk terlibat dalam perencanaan keluarga dan menggunakan kontrasepsi selama ini identik dilakukan oleh perempuan, berupa pil, suntik, IUD, susuk, hingga tubektomi, namun para Priyo Utomo ini berinisiatif untuk ambil bagian pada program KB lestari melalui vasektomi. Berdasarkan Angka di BKKBN Provinsi Jawa Tengah, dari 5.307.068 peserta KB Aktif di Jawa Tengah, hanya sekitar 52.296 jumlah peserta aktifnya adalah laki-laki yang melakukan vasektomi. Artinya hanya sekitar 10% laki-laki yang memutuskan untuk melakukan vasektomi dari seluruh peserta KB aktif di Jawa Tengah. PKBI Jawa Tengah berkesempatan menjadi rujukan bagi pelayanan vasektomi dari Kabupaten Wonosobo pada 2014. Tim PKBI Jawa Tengah juga mengadakan kunjungan ke Desa Bogoran untuk mengetahui faktor apa sajakah yang membuat para pria ini akhirnya mau melakukan vasektomi. Berdasarkan temuan di lapangan suksesnya program vasektomi di Desa Bogoran didukung oleh peran dari para pe-
S
serta vasektomi yang kemudian menjadi motivator dan penyebar informasi kepada masyarakat sekitar. Melibatkan para tokoh agama, tokoh masyarakat, serta para pemangku desa, ajakan untuk melakukan vasektomi begitu gencar dilakukan. “Informasi dari mulut ke mulut itu paling efektif dilakukan..” Imbuh Djunaedi, Kepala Badan Keluarga Berencana Kabupaten Wonosobo. Muhadin, anggota Priyo Utomo menyatakan bahwa “Saya memutuskan untuk vasektomi, setelah saya yakin vasektomi tidak melanggar keyakinan agama saya. Vasektomi itu halal, efektif untuk mencegah kehamilan karna kalau kita ingin, dapat dilakukan rekanalisasi tuturnya. Keputusan ini ia ambil setelah istrinya, melahirkan 5 anak, 3 di antaranya merupakan kehamilan yang tidak direncanakan. Sedangkan Sudiyono, menjelaskan mitos mengenai vasektomi membuatnya sempat ragu untuk melakukan vasektomi. “Awalnya saya kira, vasektomi membuat pria menjadi lemah, tetapi kata tementemen yang sudah vasektomi, gak ada tuh efek yang begitu..” ujarnya saat ditanyai mengenai ketakutannya waktu melakukan vasektomi. Prasetyo, 54 tahun menjelaskan alasan yang berbeda “karna saya sayang istri, sedih lihat istri saya selalu merasa sakit dan tidak bahagia karna harus menanggung ... Disambung di hal 29
27
PENILE PRACTICE
Pojok Kespro
Oleh : Efa Nugroho *)
mau melakukan penile practice diantaranya adalah tidak percaya diri dengan ukuran penisnya, menekan ejakulasi dini, meningkatkan gairah seksual, meningkatkan sensasi dan fantasi seksual, meningkatkan “power” atau kedudukan mereka sebagai laki-laki, estetika, kesehatan, dan mengikuti tren.
Efa Nugroho Berbagai macam intervensi itu kebanyakan bertujuan untuk meningkatkan gairah dan rangsangan seksual.
P
enile practice dapat diartikan berbagai macam upaya, tindakan, atau intervensi terhadap penis (baik secara langsung ataupun tidak langsung yang bukan bertujuan untuk meningkatkan fungsi penis sebagai organ reproduksi. Tujuan tersebut antara lain untuk memperbesar, memperpanjang, menambah daya tahan, estetika, namun kebanyakan bermuara pada tujuan untuk meningkatkan gairah dan rangsangan seksual. Beberapa alasan seseorang 28
Jamu dan Obat Kuat Saat ini terjadi peningkatan penjualan jamu dan obat kuat salah satu penyebabnya adalah semakin banyaknya konsumen yang mengakses jamu atau obat-obatan tersebut. Alasannya antara lain untuk memperkuat ereksi, mengatasi ejakulasi dini, dan atau menambah vitalitas dan gairah seksual. Pijat Penis Beberapa pria beranggapan bahwa semakin besar penis dan semakin kuat maka dia akan memperoleh kepuasan seksual yang lebih besar daripada pria yang memiliki ukuran penis yang kecil. Sebagian pria juga ada yang merasa malu dengan pasangan apabila memiliki ukuran penis yang kecil, padahal anatomi penis antara orang yang satu dengan yang lain berbeda. Pada beberapa terapi pijat penis ternyata ada yang menggunakan suntikan bahan kimia untuk memperbesar penis konsumennya. Bahan kimia tersebut dapat berupa obat-obatan dan bahkan ada yang menyuntikan minyak goreng ke dalam jaringan bawah kulit penis. Selain menyuntikan bahan kimia tadi ada pula yang “menanam” logam, gotri, atau bahkan kelereng untuk memperbesar ukuran penis konsumennya. Genital piercing Genital piercing adalah salah satu bentuk dari body piercing atau kita lebih mengenalnya dengan
Pojok Kespro istilah tindik. Penile piercing atau tindik penis adalah upaya untuk menambahkan “perhiasan” yang biasanya berbahan dasar logam, yang ditusukan baik pada glan penis, batang penis, kulit, atau bisa juga dipasang pada skrotum. Tindik penis sangat tidak dianjurkan dalam dunia kesehatan, karena dapat menyebabkan berbagai risiko yang di antaranya infeksi penis, perdarahan berlebihan, luka permanen, muncul jaringan baru, memperbesar kemungkinan penularan HIV melalui jarum suntik.
nyebabkan inflamasi pada folikel-folikel rambut, sakit dan perih, iritasi, perlukaan pada area sensitif. Penile Tattoo Genital tattoo adalah tindakan untuk memberikan tanda permanen berbahan cat warna, yang disuntikkan di bawah kulit alat kelamin (penis, pubis, dan sebagainya) dengan berbagai macam gambar yang diinginkan. Penile tattoo masih sangat jarang ditemui. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa alasan seperti genital adalah area yang sangat sensitif, tidak dapat diperlihatkan di tempat umum, dan biasanya ditutupi oleh rambut kemaluan. Bahayanya hampir sama dengan tindik penis yaitu dapat terjadi infeksi, perdarahan yang berlebihan, gatal dan rasa terbakar, serta dapat menjadi faktor risiko penularan infeksi HIV melalui jarum suntik. **
Male Genital Waxing Male genital waxing adalah tindakan untuk membersihkan rambut kemaluan pada area pubis atau skrotum yang dilakukan dengan cara memberikan bahan berupa “lem” yang dipergunakan untuk merekatkan dengan kertas, kemudian mencabut bulu-bulu tersebut. Risiko melakukan male genital waxing di antaranya infeksi kutu air, infeksi Efa Nugroho adalah Dosen Fakultas Kesehatan Unnes, Relawan Pilar PKBI Jateng. menular seksual, infeksi bakteri yang meSayang Isteri... (sambungan dari hal 27) rasa sakit dari kontrasepsi. Lalu ia mendapatkan penjelasan dari petugas KB, soal alternative KB yang lain, yaitu vasektomi. Yasudah, saya ikuti.” Terangnya. Semangat dari para pelayan kesehatan di Desa ini juga patut diapresiasi. Sulistyowati, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Badan Keluarga Berencana Kecamatan Wonosobo ditemu di tengahtengah kegiatan penguatan Priyo Utomo,
menjelaskan dengan semangat bagaimana peserta vasektomi di Desa ini diminati banyak warga. Saya datengin satu-satu bersama Bidan Endang dari rumah ke rumah, menjelaskan apa itu vasektomi, apa mitos di masyarakat, agar masyarakat merasa jelas, dan jika memang memilih untuk melakukan vasektomi, mereka melakukannya dengan kesadaran, bukan dipaksa. Mereka tahu betul, vasektomi itu apa? Biar yang KB gak cuma perempuan” ** [Dania/Dina/Ajs] 29
SIP,
Reportase
Strategi Pemberdayaan Remaja Untuk Perubahan
Peserta TOP15 Social Initiative Project 2015 Pilar PKBI Jateng berpose bersama di selasela acara seleksi menuju TOP6 (17/3)
Semarang (17/3). outh Center PILAR PKBI Jateng menyelenggarakan kegiatan SIP (Social Initiative Project) 2015. Yaitu sebuah program unggulan yang dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi remaja agar terlibat aktif sebagai agen perubahan dengan melakukan kegiatan positif. Para remaja dari seluruh penjuru Jawa Tengah, diajak berkompetisi untuk merancang kegiatan sesuai dengan minatnya. TOP6, yaitu 6 usulan terbaik akan dibantu pendanaannya
Y
30
oleh Pilar PKBI Jawa Tengah. Kegiatan yang bertemakan “Bergerak Bersama” ini dilandasi atas keprihatinan akan banyaknya persoalan kesehatan reproduksi yang dialami remaja. Sebanyak 632 perempuan mengalami kekerasan seksual, 70 diantaranya adalah koban kekerasan dalam pacaran (LRC KJHAM, 2014); Dari seluruh kasus AIDS di Jawa Tengah, 9,6 persennya adalah remaja. Sementara Pilar PKBI Jawa Tengah mencatat ada 67 kasus remaja melakukan konseling
Reportase Kehamilan Tidak diinginkan (KTD) pada tahun 2014. “SIP adalah strategi kami guna memberikan ruang bagi remaja untuk berkreasi dan berekspresi dengan membuat karya-karya positif. Remaja sendiri yang akan mendesign program, melaksanakan dan juga mengevaluasinya” ungkap Puput Susanto, Koordinator Youth Center Pilar PKBI Jateng. “Hal ini Peserta TOP15 SIP mendapatkan materi Kesehatan Repenting mengingat selama ini produksi dan Seksualitas Remaja di Hotel C3 Ungaran (17/3). remaja sering hanya dijadikan objek” imbuhnya. Arianto Murphy dengan judul “Sekolah Dijelaskan pula bahwa SIP ini tidak Sampah Remaja” yang berhak atas angahanya kompetisi, namun juga merupakan ran project sebesar Rp4.970.000,- serta proses untuk mencari kader-kader remaja Astrit Nugraheni, judul project “Pahlayang akan dididik menjadi agen peruba- wan Hijau Inspirasi Lingkungan Asri Dan han. Terdapat tiga tahap seleksi SIP yaitu Lestari” anggaran projeck sebesar 5 juta seleksi TOP25, TOP15 dan TOP6 dimana rupiah. Sedangkan juara III diraih oleh masing-masing peserta mengikuti proses Fiska Aprily Candrawati, judul project wawancara dan presentasi program yang “One Teacher, One Pen, One Book, and diusulkan. Tak hanya itu, dalam setiap ta- Dreams” dan berhak atas anggaran projeck hap seleksi peserta juga diberi pembekalan sebesar Rp4.400.000,-. materi kesehatan reproduksi dan seksualiAda pula kriteria Best Program & Best tas. Presentation yang diraih oleh Ibrohim Sebanyak 84 abstrak telah diterima Haminullah dengan judul project “Pemoleh panitia. Setelah melalui tahapan se- berdayaan Pemuda Sebagai Pertolongan leksi TOP25 dan TOP15, Juri lomba Hen- Pertama” dan Andi Pranowo dengan judul ny Yuniati dan Dwi Yunanto Hermawan project “Pelatihan Kewirausahaan Pemuda memilih dan 6 usulan terbaik. Masing- Desa Gubug Kreatif 2015”. TOP6 yang masing juara I Novelia Citraresmi judul terpilih akan melaksanakan kegiatannya kegiatan “Gelar Budaya PKBM Gema mulai bulan April 2015. Selamat kepada Kragilan” dan berhak atas anggaran pro- semua pemenang lomba, semoga semakin ject sebesar 5 juta rupiah. Juara II masing- kreatif dan produktif.** [Antonius Juang masing diraih oleh dua kelompok yaitu: Saksono/EW] 31
Minim,
Reportase
PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Suasana Diskusi Publik Seputar Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Remaja, Pandanaran Hotel 21/1.
Pandanaran (21/1). uska Gensek UI kembali bekerja sama dengan PKBI Jateng untuk menyelenggarakan Dikusi Publik dan Diseminasi Hasil Studi Penelitian dengan peserta 25 stakeholder, NGO serta CSO terkait kebijakan terhadap remaja, seperti: Dinas Kesehatan Kota Semarang, Bappermasper dan KB Kota Semarang, PKBI Jawa Tengah, PKBI Kota Semarang, LRC KJHAM, LBH APIK dan lainnya. Diskusi yang dimoderatori oleh Direktur Eksekutif PKBI Daerah Jawa Tengah Elisabet S.A. Widyastuti, SKM, M.Kes kali ini membuka wacana baru yang berdasarkan temuan di lapangan.
P
32
Bertempat di Ruang Anggrek lt.5 di Hotel Pandanaran Semarang. Diskusi Publik tersebut diselenggarakan, Kenapa? Karena diskusi tersebut cukup menyita perhatian publik bahkan mungkin sampai saat ini fakta yang muncul dalam diskusi tersebut masih menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan publik, bagaimana tidak? narasumber dari Dinas Pendidikan Kota, Dinas Kesehatan, Kementrian Agama serta Pembina PE DCC (Diponegoro Care Center) Undip, masing-masing menyampaikan pandangan mereka mengenai permasalahan remaja saat ini serta kebijakan yang sudah ada dari instansi masingmasing. Tentu ini merupakan diskusi yang
Reportase berisi dan bermakna tidak hanya untuk peserta tetapi juga untuk masyarakat luas. ”Bagaimana kebijakan Dinas Pendidikan kepada siswa yang mengalami KTD yang harus terpaksa keluar dari sekolah, padahal mereka juga mempunyai hak untuk tetap melanjutkan sekolah?” Pertanyaan yang cukup membuat peserta terdiam itu muncul dari guru BK salahsatu SMA negeri di Semarang yang hadir pada pertemuan tersebut. Pertanyaan tersebut dilandasi atas keprihatinan sang guru atas kasus yang menimpa siswanya beberapa tahun yang lalu. Dalam kesempatan tersebut dia menceritakan tentang pengalamannya melakukan visit atas siswi kelas XII yang tidak masuk beberapa hari. Siswi tersebut dari keluarga tidak mampu, tinggal di kolong jembatan. Ternyata dia mengalami perkosaan yang akhirnya hamil. Guru BK berusaha memperjuangkan siswi tersebut agar dapat mengikuti ujian nasional, namun kebijakan sekolah menolak. Sudah jatuh tertimpa tangga, dimanakah keadilan? Tanyanya. Sebrina Suseno Putri, pelaksana program remaja PKBI Jateng mengemukakan temuan lapangan“ bahwa berdasarkan data yang diinventarisir dari 6 Bidan Praktik Swasta, ditemukan fakta banyak remaja usia sekitar 17 tahun di Semarang Utara yang sudah menikah dan mengakses alat kontrasepsi. Jika data tersebut digali lebih dalam, mungkin akan ditemukan fakta mengapa remaja tersebut menikah dini. Apakah mereka juga korban KTD yang terpaksa harus meninggalkan sekolahnya?”
Irwan M. Hidayana, dari Pusat Kajian Gender dan Seksualitas UI dalam kesempatan tersebut menyampaikan hasil penelitiannya. Bahwa dari seluruh reponden yang diteliti pada tahun 2014, sebanyak 62 persen pernah mendapat pelatihan. Dari yang sudah memperoleh pelatihan hanya 56 persen yang menyampaikan materi kesehatan reproduksi kepada siswanya baik melalui pelajaran khusus, sisipan maupun kegiatan di luar sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi masih minim. Sementara sebagian besar responden mengaku bahwa pendidikan kespro di sekolah masih sangat dibutuhkan. Seperlima Menyapa Pada waktu yang sama, juga dilakukan kegiatan di SMK 9 dan SMA Ksatrian 1 bertajuk “Seperlima Menyapa” oleh Pamflet dan PKBI Jawa Tengah. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan informasi mengenai Kesehatan Reproduksi melalui metode yang begitu menarik dan have fun untuk remaja yang di dalamnya juga diselingi dengan pemutaran film dari Seperlima. Sebenarnya apa tujuan rentetan kegiatan seperlima tersebut? terlepas dari tujuan utama, goal yang dapat diambil dari kegiatan itu adalah terbukanya wacana publik mengenai permasalah yang remaja hadapi dan lemahnya kebijakan yang sudah ada, selain itu diskusi tersebut telah berhasil membuat terciptanya suatu kesepakatan publik. ** [Divisi Data PILAR ] 33
Pelayanan Dekatkan Akses, PKBI GELAR LAYANAN MOBILE
Ibu-ibu sedang mendaftar pemeriksaan IVA yang diselenggarakan di pelataran gereja St. Petrus Sambiroto, Jl. Arumsari12, Semarang, pada Minggu 18/1.
“H
arus berani, harus dicoba, biar tahu status kesehatannya!” ujar seorang ibu yang menyemangati dirinya saat menuliskan namanya di meja pendaftaran pemeriksaan IVA (Inspeksi visual asam asetat) di halaman Gereja St. Petrus Sambiroto Semarang, Minggu 18/1 yang lalu. Pada awalnya ibu tersebut agak takut dan khawatir, tetapi karena tahu akan manfaatnya, maka akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar. Lain halnya dengan Ibu Wahyuningrum warga Sendang Mulyo, yang atas kesa-
34
darannya sendiri dari sejak awal mendaftar untuk mengakses layanan ini. “Ya, lebih baik mengetahui lebih dini daripada tahutahu terlanjur parah, makanya lebih baik tahu dari awal” katanya, yang mengaku sudah sering mendapat informasi tentang IVA saat periksa ke dokter. IVA adalah pengamatan dengan mata telanjang untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan warna pada leher rahim setelah diusap dengan asam asetat 3-5%. Ini adalah cara sederhana, murah dan cepat untuk mendeteksi secara dini ada
Pelayanan atau tidaknya kecurigaan ke arah kanker leher rahim. Memang metode ini akurasinya rendah, tetapi tetap bermanfaat untuk mengetahui status kesehatan leher rahimnya. Bila ada perubahan warna dari merah muda menjadi keputihan (aceto white) maka klien disarankan untuk melakukan pemeriksaan Papsmear, agar hasilnya lebih akurat. Pemeriksaan ini penting untuk semua perempuan yang pernah melakukan hubungan seks. Karena semakin dini diketahui, maka pengobatan akan lebih efektif. Layanan Mobile, mendekatkan akses masyarakat Klinik Warga Utama PKBI Jawa Tengah, pada tahun ini berusaha mendekatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dengan layanan klinik mobile. Jenis layanan yang disediakan berupa pemeriksaan IVA, papsmear, test HIV, pemeriksaan IMS (infeksi menular seksual) dan kontrasepsi. Biasanya, selain layanan klinik diawali juga dengan pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi, sehingga para klien yang akan mengakses layanan merasa lebih mantap. Terdapat juga konselor yang siap menjawab berbagai pertanyaan terkait layanan yang diberikan. “Hingga saat ini masih banyak perempuan yang enggan melakukan pemeriksaan dini baik untuk mendeteksi kanker leher rahim maupun infeksi menular seksual. Hal itu terkait dengan pengetahuan, kesadaran maupun akses layanan. Oleh karena itu, dengan layanan mobile ini, diharapkan dapat mendorong perempuan untuk mengetahui lebih dini status kesehatannya”
ujar Dania K. Moehas, Program Officer PKBI Jawa Tengah ketika dimintai keterangan terkait maksud layanan kesehatan ini. Disampaikan pula bahwa hingga Maret 2015, layanan klinik mobile telah dilaksanakan di empat lokasi yaitu di Gereja St. Petrus Sambiroto, Kelurahan Candisari Semarang dan dua RW di Kelurahan Bamban Kerep Semarang. Sebanyak 97 ibu telah mengakses layanan IVA dan 70an ibu mengakses tes HIV. “Saat ini layanan masih kami berikan gratis utamanya bagi yang kurang mampu. Namun kedepan kami akan menerapkan subsidi silang agar semakin banyak perempuan yang dapat terlayani” tambah Dania. Kerjasama dengan Unimus Guna mendukung layanan klinik mobile khususnya layanan IVA, PKBI Jawa Tengah menggandeng Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Beberapa dosen senior turut membantu memberikan layanan. Kegiatan ini juga dimanfaatkan sebagai sarana belajar bagi para mahasiswanya. Kedepan, kerjasama juga akan ditingkatkan dalam pemberian edukasi kepada masyarakat maupun penelitian. Tidak hanya dengan Unimus, PKBI Jawa Tengah juga bekerjasama dengan Bapermasper KB Kota Semarang dalam penyediaan tempat pelayanan mobile berupa bus, serta Community Organizer LSM Graha Mitra dan kader Koperasi Nuansa Mandiri dalam menggerakkan masyarakat. ** [EW/Dania] 35
Pendampingan BANGJO LIGA JUARA 2015 Ajang Kompetisi dan Edukasi
Peserta BangJo Liga Juara 2015, berpose bersama sebelum kompetisi di mulai (22/2)
Simongan (21-22/3). nak jalanan ngamen? Itu biasa. Kalau anak jalanan berkompetisi sepak bola? Nah, itu luar biasa. Seperti halnya kompetisi anak jalanan yang baru-baru ini digelar oleh Rumah Pintar BangJo PKBI Jawa Tengah, yaitu “BangJo Liga Juara 2015”. Kegiatan yang berlangsung di lapangan Bola Simongan, Jl Simongan Raya Manyaran, Semarang ini merupakan puncak acara dari serangkaian kegiatan yang dilaksanakan tanggal 21-22 Maret 2015. Yayasan Ishofa Semarang, berhasil memenangkan kompetisi dengan skor 3-0 mengalahkan RPSA Anak Bangsa. Unggul di antara 5 tim sepak bola anak jalanan yang ikut memeriahkan pertandingan. Sedang-kan juara ke-3 dimenangkan oleh
A
36
Tim Yayasan Emas Indonesia. “Bangjo Liga Juara 2015” merupakan rangkaian acara yang digelar oleh Rumah Pintar BangJo PKBI Jawa Tengah. Sebuah lembaga yang bergerak untuk membantu dalam pemenuhan hak anak di bidang pendidikan dan kesehatan di wilayah Pasar Johar Semarang. Dimana di pasar tradisional yang terbesar di Semarang ini, banyak ditemukan anak yang tinggal bersama orang tuanya secara turun-temurun di pasar, dengan kondisi yang jauh dari standar. Oleh karena itu Rumah Pintar BangJo mendampingi anak-anak di Johar sejak 1 Agustus 2010. Meski Rumah Pintar BangJo masih relatif baru, namun telah mampu menjadi inisiator kompetisi sepak bola anak jala-
Pendampingan nan. Bukan sesuatu yang tiba-tiba memang, karena sudah dua tahun Rumpin BangJo mendidik anak-anak jalanan berlatih sepak bola dengan mendatangkan pelatih khusus. Bahkan pernah juga melakukan beberapa kali pertandingan persahabatan dengan tim lain yang bukan anak jalanan. Lima tim yang turut bertanding adalah anak jalanan di bawah asuhan Rumah Pintar BangJo, Yayasan Emas Indonesia, Yayasan Ishofa, Yayasan Meski dengan kostum ala kadarnya, dan kaki tanpa alas, para peserta BangJo Liga Juara tetap semangat Setara dan RPSA Anak Bangsa. Kebertanding di lapangan Bola Simongan, 22/2 lalu. lima lembaga tersebut selama ini telah tergabung dalam FORPAJAS (Forum mau diajak berkompetisi. Maka kesempaPeduli Anak Jalanan Semarang). tan tersebut kami gunakan pula untuk menyebarkan informasi” Kata Vivi Maryati, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Koordinator Rumah Pintar BangJo. Sehari sebelumnya, bertempat di Hal itu juga dibenarkan oleh DirekWisma PKBI Jawa Tengah, sebanyak 48 tur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah perwakilan anak jalanan maupun pen- Elisabet S.A Widyastuti, M.Kes, usai dampingnya telah dilatih mengenali or- acara lomba berlangsung dia menyampaigan reproduksi dan fungsinya serta cara kan bahwa untuk menyebarkan informasi melindungi diri dari berbagai risiko yang kepada anak jalanan, dibutuhkan metode mungkin di hadapi. Dengan mengguna- yang kreatif dan tepat. Mengingat anak kan pendekatan personal dan kelompok, jalanan mempunyai karakter yang cenderpara peserta diajak sharing mengenai ung emosional dan pola hidup keras oleh permasalahan seputar kehidupan mereka karena itu mereka membutuhkan perhatian dijalan khususnya terkait dengan keseha- lebih. Disampaikan pula, bahwa perilaku tannya. Pelatihan tersebut dipandu oleh anak jalanan juga berisiko terhadap kesetim dari PILAR PKBI Jawa Tengah yang hatan reproduksinya. Sehingga pendidikan juga dipadukan dengan kegiatan ajang seni dan pendampingan penting bagi mereka. akustikan dari masing-masing lembaga. PKBI Jawa Tengah berkomitmen untuk “Kami berusaha mengajarkan pendidi- membantu anak-anak jalanan agar mereka kan kesehatan reproduksi kepada anak- terhindar dari kehamilan tidak dikehendaanak dengan pendekatan hobby. Kebetulan ki, infeksi menular seksual maupun HIV/ anak-anak suka main sepak bola, mereka AIDS.** [Antonius Juang Saksono/EW] 37
Penghargaan Rumpin BangJo PKBI Jateng Terima
“VACATIONAL AWARD FOR DEDICATION”
President Rotary Club of Semarang Kunti menyerahkan penghargaan kepada Koordinator Rumah Pintar BangJo, Vivi Maryati di Vina House Semarang, 28/3
Jembawan 8 (28/3). edikasi, semangat dan kerja keras yang dilakukan para relawan Rumah Pintar (Rumpin) BangJo dalam mendampingi anak jalanan menuai hasil. Sejak lahirnya, tanggal 1 Agustus 2010 sampai saat ini, mereka tetap konsisten mendampingi anak jalanan dan anak-anak marginal di Pasar Johar. Semangat layanan yang tidak kenal lelah itu telah mencuri perhatian Rotary Club of Semarang Kunthi. Mereka menganugerahkan “Vacational Award for Dedication, Passion and Hard Work of Service” kepada Rumah Pintar BangJo dalam sebuah acara diskusi di Vina House Semarang. Plakat diserahkan langsung oleh President Rotary Club of Semarang Kunthi kepada Koordinator Rumpin
D
38
BangJo Vivi Maryati. Pada kesempatan tersebut, Vivi Maryati memaparkan kiprah Rumah Pintar BangJo PKBI Jawa Tengah dalam membantu pemenuhan hak anak di bidang pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak di Pasar Johar Semarang. Lebih dari 100 anak saat ini menjadi dampingan Rumpin. Mereka bersama orang tuanya tinggal di pasar dalam kondisi seadanya. Anak, sesuai UU no 23 tahun 2002 adalah siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun. Anak mempunyai hak anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat dan negara. “Anak-anak dampingan Rumpin adalah kaum pendatang, mereka tinggal dan menetap di area pasar yang boleh dikatakan tidak layak huni baik secara kondisi sosial maupun kelayakan prasarana. Keadaan inilah yang menjadi sumber pembentukan karakter dan pola hidup yang keras, dan berisiko terhadap berbagai macam penyakit hingga dampak buruk lainnya seperti kriminalitas, penyalahgunaan obat-obatan terlarang hingga masalah seksualitas” ungkap Vivi. Dalam paparannya, Vivi juga menje... Disambung di hal 40
Profil SANTO
Pendamping WPS eks Dolly dan Perawat Jenazah ODHA
P
ria asal Desa Keteleng Kecamatan Pagilaran Kabupaten Batang ini akrab disapa Mas Santo. Bapak dari dua orang putri ini berprofesi sebagai supir truk sejak tahun 2003. Profesinya yang selalu berpindah dari kota ke kota lain menjadikan banyak pengalaman yang dialaminya. Asam-garam dunia supir sudah dirasakannya. Melihat kehidupan teman seprofesi yang mempunyai berbagai macam kebiasaan juga latar belakang perilakunya sendiri yang berisiko, telah memberikan pembelajaran yang berharga bagi dirinya. Hingga suatu titik, dimana dia bertemu dengan seorang pekerja seks yang akhirnya mampu mengubah pikirannya dan mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu untuk sesamanya. Ibarat gayung bersambut, Mas Santo bertemu dengan pendamping ODHA (orang dengan HIV-AIDS) dari Forum Komunikasi Peduli Batang (FKPB) yaitu Mas Danang. Pertemuan Mas Santo dengan Mas Danang di Desa Keteleng yang terletak di dataran tinggi Batang, sekitar 1,5 jam perjalanan dari pusat kota Batang. Menimba ilmu tentang HIV dan AIDS
dari mas Danang, akhirnya ia menjadi kader champion di wilayah itu. Salah satu desa dekat tempat tinggalnya banyak perempuan yang bekerja sebagai WPS (wanita pekerja seks) di Dolly. Efek dari penutupan Dolly, para perempuan tersebut kembali ke desanya bahkan ada beberapa perempuan yang membuka praktek prostitusi dirumahnya. Hal tersebut membuat Mas Santo prihatin dan akhirnya melakukan pendampingan terhadap mereka. Berbekal pengetahuan yang didapatkan dari Mas Danang, ia memberikan informasi kepada perempuan-perempuan tersebut tanpa terkecuali, termasuk teman sesama supir truk. Awal usahanya tidak mudah, ejekan dan penolakan dari teman dan perempuan yang didatanginya menjadi awal tembok penghalang. Bahkan pada suatu saat pernah hampir dikeroyok oleh warga desa karena dikira memberikan ilmu sesat yang tidak sesuai kebiasaan di desa tersebut. Beruntung aparat kepolisian datang dilokasi. Bersama dengan Mas Danang kegiatan sosialisasi tentang HIV di desa-desa terus dia lakukan, hingga suatu 39
Profil waktu dia dihadapkan dengan peristiwa meninggalnya seorang ODHA. Seorang ODHA yang meninggal membuat kader ini terbuka satu hal lagi yaitu pemulasaran jenazah, yang masih menjadi masalah dibeberapa desa sekitarnya. Rasa ibanya terhadap almarhum dan kerabat yang ditinggalkan membuatnya ingin terlibat dalam pemulasaran jenazah ODHA. Lagi, bersama dengan pendamping ODHA dia mendapatkan informasi tata cara melakukan pemulasaran jenazah. Kepeduliannya terhadap hal tersebut memberikan dorongan yang luar biasa bagi Mas Santo. Keterbatasannya dalam hal finansial memaksa dirinya untuk meminjam di koperasi tempat dia bekerja demi membeli alat pelindung diri (APD)
yang dibutuhkan saat melakukan pemulasaraan jenazah. Kepedulian tersebut yang mendorong dia bersedia datang ke desa-desa di dataran tinggi Pagilaran saat dibutuhkan untuk melakukan pemulasaran jenaza ODHA. Tak hanya berhenti sampai di situ, berjalannya waktu mas Santo mengajak kedua temannya yang tinggal satu desa untuk bergabung dengan dirinya. Sharing informasi diantara ketiganya dengan didampingi Mas Danang, kegiatan demi kegiatan terus dilakukan dan saat ini ketiga orang tersebut menjadi satu tim yang siap datang ke desa-desa jika dibutuhkan. Salut untuk Mas Santo, selamat bertugas, semoga semakin banyak warga yang tergerak untuk ikut peduli.** [Dwi Hermawan/EW]
Rumpin BangJo... (sambungan dari hal 38)
laskan bahwa kegiatan sehari-hari Rumpin BangJo yang berlokasi di pemukiman padat Kampung Pungkuran Kelurahan Kauman Kecamatan Semarang Tengah ini, diisi dengan kegiatan belajar mengajar pada sore hari. Disediakan pula fasilitas perpustakaan, meski koleksi bukunya masih terbatas. Tak hanya belajar, anak-anak juga diajari menari, ketrampilan, sepak bola serta outing. Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah Elisabet S.A Widyastuti, M.Kes menyatakan bahwa 40
Penghargaan yang diterima oleh Rumpin BangJo PKBI Jateng mengisyaratkan bahwa masih juga ada kelompok masyarakat yang peduli terhadap apa yang dilakukan oleh Rumpin BangJo. Hal ini juga merupakan sarana pengenalan kepada publik bahwa masih ada banyak tugas kemanusiaan yang perlu dibenahi sebagai rasa peduli terhadap anak bangsa yang tersisihkan. Dia juga berharap agar penghargaan ini dapat menjadi pelecut semangat para relawan untuk terus berkarya. ** [Antonius Juang Saksono]