BEBERAP A MASALAH UT AMA YANG MENY ANGKUT PENY AKIT HEW AN DJ INDONESIA
P. Ronohardjo* PENDAHULUAN Penduduk Indonesia secara pasti, terus bertarnbah dengan laju pertambahan 2,3% tiap tahun. Kini diperkirakan jumlah penduduk itu telah lebih dari 160 juta jiwa. 65% daripadanya bertempat tinggal di pulau Jawa dan BalL Semua penduduk tadi perlu dipenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun mental. Salah satu dari kebutuhan fisik manusia adalah pencukupan pangan yang baik, termasuk di antaranya ialah pencukupan baku gizL Pencukupan protein asal ternak untuk rakyat pada saat ini masih belum terpenuhi. Kebutuhan yang 4 gr/kapita/hari baru tercapai 2,31 gr/kapita/hari. Sumber dari protein asal ternak tadi adalah daging, telur, dan susu yang masing-masing barn mencapai 1,44, 0,53, dan 0,34 gr/kapita/ hari (1). Pemerintah bernpaya terns untuk mencapai target kebutuhan baku gizi protein asal ternak tadi, dengan jalan antara lain mempertinggi populasi, pemerataan, distribusi, mempertinggi angka kelahiran' dan memperkecil angka kematian, adopsi teknologi maju, dan pemberantasan serta pencegahan penyakit ternak. Lain daripada pencukupan konsumsi dalam negeri, target pembangunan peternakan di Indonesia pun mencakup menarnbah dan menghemat pemakaian devisa negara. Namun dernikian, segala upaya tersebut akan terhambat apabila masalah kesehatan ternak diabaikan. Kesehatan ternak berhubungan langsung dengan pengetahuan penyakit hewan/ternak. Penyakit hewan/ternak dapat dibedakan antara penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular disebabkan oleh virus, kuman, parasit, dan jamur. Sedang penyakit tidak menular di antaranya adalah oleh keracunan, defisiensi, dan genetik. Dari 11 penyakit menular penting yang disebabkan oleh virus, kuman, dan parasit dapat diperkirakan menimbu1kan kerugian 473,7 rnilyar rupiah dalarn tahun 1984 (2). Sedang penyakit-penyakit lainnya sukar diarnbil perkiraannya (Tabel 1). Seperti telah disebut di atas pengetahuan tentang penyakit hewan penting dan terkait langsung dengan masalah pembangunan petemakan di Indonesia. Tanpa pendalaman dalam berbagai masalah penyakit hewan di tanah air baik masalah penyakit yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan hewan, sangat perlu diperhatikan dan dihayati. Hampir tidak mungkin membahas segala masalah penyakit hewan dalam waktu relatif singkat, tetapi penyelurnh. Karenanya dalam kesempatan ini beberapa hal penting saha yang akan ditelaah dan dikupas. Hal tersebut di antaranya adalah rnasalah yang mcnyangkut lingkungan, penyakit menular dan pencegahan/pemberantasan serta pcnelitian untuk penanggulangannya. • Balai Penditian Veteriner. Bogar
43
MASALAH LI",lungrln. IndonesIa terletak dl sepanjang khatutistiwa. Terbentang ·dari barat ke timur sepanjang lebih dari 4000 km dalam daerah tropis yang mempunyai curah hujan dan kelembaban tinggi. Namun demikian distribusi curah hujan tadi tidak merata benar (Tabe! 2). Di daerah sebelah barat pulau Lombok pada umumnya curah hujan sangat tinggi, tetapi di kepulauan Nusa Tenggara makin ke timur, curah hujannya Makin berkurang. Secara geogram daerah demikian dapat mempengaruhi opidemiologi penyakit menular. Umpamanya di daerah curah hujan tinggi dan sep~jang tahun serta lahan persawahan dilengkapi dengan irigasi teratur, Fasiolasis didapatkan dominan dan sepanjang tahoo. Karena induk semang perantara (Limnaea spp.) terdapat secara subur, sehingga daur hidup cacing hati tersebut diputus. Ke!embaban tinggi sangat menguntungkan berbagai penyakit respirasi. Contohnya adalah New Castle disease (ND), Infectious bronchitis (lB), Infectious Laringo Tracheitis (ILT), dan snot pada unggas. Lain daripada itu beberapa penyakit intestinal seperti Coccidiosis dan cacing pun sangat dipengaruhi kelembaban tinggi ini. Kepadatan temak dan penduduk serta keadaan sosial di suatu daerah berpengaruh langsung dengan penyebaran penyakit menular di suatu daerah. Terutama penyakit menular yang sifatnya kontagius seperti PMK/FMP. Penjalaran letupan PMK pada pertengahan 1983 begitu cepat, selain dibantu oleh aliran pasar di Jawa, juga oleh kebiasaan penduduk yang ingin tahu ten tang sesuatu yang dianggap aneh. Sehingga hewan yang menderita PMK itu merupakan barang tontonan dan tidak jarang penonton tadi mengelus dan menjamah barang-barang/kandang tercemar penyakit. Dengan tidak disadari, virus MPK terbawa oleh orang-orang tersebut dan dipindahkan ke temak-temak mereka. Gema pembangunan pertanian dalam meningkatkan populasi temak di tanah air, berpengaruh positif dalam kejadian penyakit temak. Pemerataan/pemindahan temak di seluruh daerah tidak langsung juga memeratakan/memindahkan penyakit. Trypanosomiasis yang pada awal Pelita tersebut di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Maluku dan Irian Jaya, kini sebagian Maluku telah tercemar, karena pengiriman temak ke pulau Buru untuk daerah Tapol. Demikian juga rabies telah meletus di daerah~aerah yang tadinya bebas, seperti di Kalimantan Selatan, Timur/Barat. Hal ini disebabkan karena introtluksi anjing seem tidak terkontrol oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Tak kalah .pentingjuga !c~a~~n kematian babi dan martusia pada tahun 1983 oleh anthrax di wilayah Irian Jaya(3). Spesies hewan/temak berpengaruh juga terhadap kejadian suatu penyakit. Umpamanya penyakit Jembrana hanya mengakibatkan kematian besar pada sapi Bali. Demikian juga kematian sapi Bali terserang Coma atau Malignant Catharact Fever, dengan dugaan biri-biri sebagai penyebar virus, lebih besar dibanding ternak lain baik sapi maupun kerbau. Penempatan sapi Bali di Jawa Barat sangat fatal akibat Coriza ini. Pengaruh impor bibit temak pun sangat positif dalam introduksi penyakit baru. Penyakit Ringworm atau kurap yang disebabkan oleh jamur terse bar di Indonesia akibat impor sapi dari Australia (4). Dan yang paling jelas adalah beberapa penyakit viral baru, sepcrti Infectious bronchitis (5), Infectious laryngo tracheitis
44
dan ~ drop syndrom, Gumboro (6, 7) yang pada Polita II belum dikenal di Indonesia, pada akhir PeUta III muncul (Tabel 3). Penyakit-penyakit baru yang demikian dipastikan akan lebih banyak lagi timbul di tanah air, karena kebijaksanaan impor temak masih akan berlanjut, mengingat penyediaan temak bibit asli Indonesia dirasa lJ1asihkurang memadai. Walaupun sertifikat tentang bebas penyakit yang diinginkan pemerintah Indonesia, selalu disertakan. Penyakit Menular. Populasi ternak di Indonesia, kecuali kambing, meningkat dengan jumlah yang berarti. Sehingga data tahun 1982 untuk sapi, kerbau, domba, babi dan kuda borturut-turut berjumlah 6.613.000,2.540.000,4.197.885,3.532.200 dan 643.300 ekor (Tabe14). Salahsatu sebab dari kenaikan populasi ternak tersebut adalah keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi penyakit menular dengan jalan mengadakan vaksinasi masal untuk beberapa penyakit menular penting. Namun demikian beberapa penyakit menular seperti ngorok, anthraks, surra, Piroplasmosis, anaplasmosis, jembrana, brucellosis, scabies dan distomatosis masih saja sering teIjadi. Catatan pada tahun 1982 untuk kejadian masing-masing penyakit tersebut adalah 6.051, 154, 2.583, 941, 281, 1.701, 500, 30.744, 10.742 dan 21.1 04 ekor ternak jadi korban. Laip daripada itu kejadian 1etupan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada pertengahan tahun 1983 yang meminta korban 13.967 ekor (3), sapi dan kerbau, sangat memprihatinkan petani, petemak, dan pemerintah. Selain penyakit-penyakit menular terse but diatas, beberapa penyakit lain adakalanya secara tidak langsung memberikan kerugian besar, karena mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak. Penyakit yang dimaksud di antaranya adalah blue tongue, infectious bovine rinotracheitis. Brucellosis, Leptospirosis, Streptococcosis, Staphilococcosis, Trichomoniasis. dan beberapa cendawan. Terutama penyakit parasiter, baik ektoparasit maupun entoparasit, biasanya sering tidak menimbulkan kematian, tetapi sangat mempengaruhi pertambahan bobot badan temak tetjangkit dengan demikian juga fertilitas temak terse but (8). Unggas, seperti ayam trah, kampung dan itik menunjukkan kenaikan populasi pesat (tabel 5). Data pada tahun 1982 tercatat untuk masing-masing ternak tadi adalah 60,140 dan 23 juta ekor (1). Namun dernikian, populasi unggas se1alu . dibayangi oleh penyakit menular yang berbahaya yang banyak merninta korban (fa bel 61), baik oleh virus, bakteri, parasit maupun jamuL Malahan beberapa penyakit non menular s~perti defisiensi Vito A dan 82 adakalanya sangat mengganggu. Penyakit zoonotik seperti oleh anthraks, rabies, Leptospira, Brucella (3) dan lain-lain yang bukan saja menganggu kesohatan ternak tetapi juga membahayakan jiwa manusia. Penyakit ini dapat ditularkan dari ternak teIjangkit ke manusia dengan jalan mengkonsumsi daging (anthraks) atau susu (brucella) temak tetjangkit atau digigit oleh hewanjtemak penderita (rabies). Poran satwa liar dalam menyebar penyakitjpembawa hama, merupakan masalah tersendiri yang tersembunyi (9). Hal ini menjadi masalah rurnit mengapa beberapa penyakit menular sukar diberantas secara total dan keberhasilan pemberantasan itu hanya bersifat sementara. Beborapa Penyakit Menular Ekonornik hnting 1. TetelojNewcastle Disease (ND)telahlarna dikenal di Indonesia, setidak-tidaknya sejak tahun 1926 untuk portama kali ditemukan dan ditulis olch Kraneveld. 45
Menurut viru1ensinya virus ND dibedakan atas tipe 1entogenik, mesogenik, dan ve1osenik. Salah satu tipe rans ada di Indonesia ia1ah Viserothropic velogenic ND virus atau virus ND yang ganas yang mempunyai daya serang terutama ke alat pencemaan. Sesungguhnya pada saat ini telah ada vaksin ND yang berisi virus hidup .(1entojmesogenik) dan virus mati dalam ajuvan minyak dengan sistem vaksinasi 4. atau 4 hari, 4 minggu, dan 4 bulan memberikan hasil prima (10, 11) namun ND pada ayam buras masih banyak meminta korban. 2.
Penyakit mulut dan kuku (MPKjFMD) lebih dahulu dikenal di Indonesia daripada ND, karena pada tahun 1887 penyakit ini telah menjadi wabah di Jawa Timur (12). Kemudian tak henti-hentinya penyakit terjadi di beberapa daerah di pulau Jawa, Sumut, Sumsel, Sulsel atau Bali dan adakalanya mewabah atau sporadik. PMK sangat ditakuti oleh para peternak di seluruh dunia dan merupakan penyakit menular nomor satu, karena daya penyebarannya cepat, 1uas, menyerang semua hewan berkuku belah, semua umur, dan menimbulkan kerugian tinggi. Kejadian PMK pada akhir Pelita I dan awal Pelita II sangat memprihatinkan karena be1asan ribu ternak mati. Kemudian kasus mereda dan tidak ada kasus pada tahun 1980 - 1983, akibat vaksinasi masal. Namun demikian penyakit me1etup pada pertengahan 1983 di Blora dan menyapu ke arah barat, sesuai dengan arah ja1ur ternak dan dalam waktu 3 minggu PMK te1ah mene1an 14.000 sapi, kerbau, dan kambing menjadi korban. Wabah dapat ditanggulangi dengan vaksinasi masal memakai vaksin berisi strain virus lapangan penyebab wabah (Ojava 83) (Tabe1 7).
3.
Infectious bronchitis (IB) untuk pertama kali dideteksi secara serologik oleh NOQUCHI et~. (13). Kemudian virusnya dapat diasingkan oleh RONOHARDJO (5). Penyebab penyakit ialah virus corona dan menyerang sistem pernafasan ayam. Kerugian akibat infeksi virus ini pada anak ayam ialah kematian tinggi serta pertumbuhan terhambat. Pada ayam dewasa mengakibatkan penghambatan produksi serta kualitas je1ek. DARMINTO ~ ~. (7) membuktikan bahwa virus IB di Indonesia, berbeda dengan strain Amerika, sehingga vaksin IB impor mungkin sekali tidak/kurang efektif bagi ayam Indonesia. IB merupakan salah satu contoh penyakit yang diimpor ke tanah air bersama dengan DOC ayam ras dalam peningkatan produksijpopu1asi protein hewani yakni daging dan telur.
4.
Hemoragik septikernia (HSjSE, Ngorok) penyakit ini disebabkan oleh PastureIa multocida dan te1ah lama dikenal di tanah air, karena pada tahun 1922 Huber telah merintis pembuatan vaksin untuk penyakit ini. HS terse bar di se1uruh Indonesia, kecuali Irian Jaya. Banyak korban pada ternak besar dan babi, terutama apabila hewan tadi mengalarni stress. SJAMSUDIN (14) mengintroduksi vaksin dalam ajuvan rninyak yang sangat potensial bagi pencegahan penyakit. Pemakaian secara intensif telah diterapkan di Sulse1 dan telah dieva1uasi oleh SETIAWAN ~ ~. (15) dan hasilnya sangat baik, malahan peningkatan popu1asi sapi dan kerbau pada saat ini sangat menonjo1 (Gambar 1).
5.
Anthrax (Radang limpa) penyebab penyakit adalah B. anthracix yang telah lama dikenal di Indonesia sejak tahun 1884 sering menjadi wabah di beberapa tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (16). Kemudian juga di
46
NTT dan NTB (1). Anthrax sering menjadi bahan berita karena sifatnya yang zoonotik. Kejadian penyakit yang dikenal sebagai pesdar di Cibarusa. Bekasi pada tahun 1983 dan kematian babi dan manusia pada tahun 1983 - 1984 di Irian Jaya, anthrax sebagai biang keladinya (3). Manusia tertular dari hewan penderita karena memakan bangkai hewan berpenyakit atau mengolah produk hewan berpenyakit. Daerah tercemar sukar dibebaskan karena spora anthrax tahan di tanah lebih dari 25 tahun. 6.
Brucellosis, penyakit ini termasuk penyakit kelamin pada ternak. Penyakit pada sapi disebabkan oleh Brncel/a abortus yang menyerang alat kelamin dan dapat mengakibatkan keguguran dan steri1. Brucellosis bersifat khronis. Hasil penelitian saat ini menunjukkan bahwa 0,5% sapi perah di Jawa Timur terinfeksi oleh B. abortus. Sedang menurut HAMIDJOJO (17) 79% dari sapi Bali yang diperiksa berasal dari Sulawesi Dtara, terinfeksi oleh B. abortus. Lain daripada brucellosis pad a sapi, brucellosis pada babi yang disebabkan oleh B. suis pada saat ini menjadi masalah baru (18). Brucellosis menjadi penting karena sifat zoonotik yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia berupa fever undulance dan mental stress.
7.
Salmonellosis, masalah salmonella sering merupakan bahan berita. Kuman ini tidak jarang mencemari produk ternak atau ikan. Sering udang yang diekspor ke Jepang/ Amerika tercemar oleh salmonella hingga berton dan dimusnahkan di negara pengimpor. Kuman ini bukan saja menyebabkan penyakit intestinal pada ternak tetapi juga pada manusia.
8.
Surra, penyakit ini disebabkan oleh parasit darah dan merugikan pada ternak. Terutama oleh penurunan bobot badan dan kadang-kadang kalau kondisi badan dan lingkungan tidak menguntungkan, tidak jarang kematian tinggi pun teIjadi. Parasit penyebab ialah Trypanosoma evansi dan telah tersebarluas di Indonesia. Prevalensi penyakit pada korban lebih tinggi dibanding pada sapi yang masingmasing adalah 60,5% dan 19% dengan uji Elisa. Pengobatan penyakit dengan Naganol masih efektif dibanding dengan obat-obat lain untuknya.
9.
Coccidiosis, yang lebih dikenal oleh para peternak dengan nama penyakit berak darah sangat merugikan para peternak unggas, karena mortalitas yang tinggi pada ayam muda dan menghambat pertumbuhan. Ayam dewasa pada umumnya telah kebal penyakit ini. Penyakit ini telah lama dikenal di Indonesia setidaktidaknya sejak tahun 1927 (19). Namun demikian kejadiannya sampai saat ini, dari tahun ke tahun masih terus mencemaskan dan dominan di antara penyakit parasiter unggas. Kejadian penyakit parasiter unggas pada Pelita II dan III masing-masing 48,33% dan 69,13%. Penyebab cocidiosis adalah Eimeria spp. dan pada berak darah ialah E. tene/fa (Tabel 8).
Penanggulangan Penyakit. Penyakit yang menganggu kesehatan dan juga ternak adakalanya mengancam manusia, yang perlu ditanggulangi, malahan kalau mungkin diberantas. Sebelum hal itu dapat dijalankan penentuan tepat dari penyakit itu perlu diadakan. Hal ini hanya mungkin mengenai sasaran, kalau diagnosis penyakit tadi dapat dilakukan secara cepat dan tepat serta ditunjang oleh metode akurat.
47
Penanggulangan penyakit menular dapat dilakukan derigan beberapa cara, yaitu dengan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Dari ketiga cara tersebut ini,
p~n(f~B~han ia.1\\h
v~Ta y~n~p~U1J.gm\u1h, iOpiii,~n
m~ng1Jnt1Jngklln,
Penyakit menular yang berbahaya menu rut daftar FAO (20) yang saat ini belum ada di tanah air di antaranya adalah rinderpest (India, beberapa negara Asia Tenggara, dan Mrika), African swine fever (beberapa negara Afrika), tipe PMK lain selain 0 (negara Asia, Afrika, Eropa) dan seterusnya. IntrodukSi penyakit semacam itu perlu dihindari dengan seksama. Lain daripada itu beberapa penyakit menular yang telah ada di tanah air, masih ada beberapa daerah yang tetap bebas. Antara lain adalah rabies (Nusa Tenggara, Irian laya) PMK (beberapa daerah di Nusa Tenggara dan Sumatra, Irian laya) dan lain (1), perlu tetap diawasi dengan ketat. Untuk daerah tertular, pencegahan penyakit agar tidak mewabah kalau terjadi kasus, dapat dilaksanakan dengan jalan vaksinasi secara sistematik dan terarah. Cara ini sering disebut juga pengendalian penyakit di suatu daerah tertular dan dilaksanakan apabila penyakit terse but sudah tidak dapat diberantas secara total, karena banyak faktor ikutan lingkungan memegang peran. Beberapa contoh dalam penanggulangan/pengendalian penyakit menular dengan memakai vaksin adalah PMK (3), ngorok (14, 15), anthrax (3, 16), dan tetelo (10,11). Pemberantasan penyakit dapat dilaksanakan dengan berhasil baik, kalau penyakit yang terjadi di suatu daerah belum meluas. Pemusnahan hewan terjangkit secara cepat (stamping out) diikuti dengan penutupan daerah secara ketat, merupakan jalan satu-satunya ke arah keberhasilan pemberantasan. Pemberantasan suatu penyakit yang telah tersebar luas dengan pengaruh lingkungan dominan, jarang memberikan hasil sempurna. Paling-paling penyakit itu hanya dapat diberantas untuk waktu yang tidak terlalu lama, setidak-tidaknya kemungkinan terulang kembali besar. Kecuali cacar pa~a manusia karena daya kekebalannya dapat seumur hidup. Produlc Biologilc. Masalah produk biologik baik berupa reagen diagnostik (21), vaksin (3, 10, 14), dan sera anti spesifik memegang peran penting dalam penanggulangan penyakit menular. Tanpa reagen diagnostik suatu penyakit menular tidak dapat dideteksi secara cepat. Reagen diagnostik ini penting artinya untuk studi epiderniologik penyakit, karena kesederhanaan dalam aplikasi dan relatif sangat murah serta tidak terlalu banyak memakan waktu. Sudah barang tentu reagen itu harus sudah standar. Beberapa reagen diagnostik di antaranya adalah tuberculin, malein, antigen pullorum, rnikoplasma, rose bengal (untuk brucellosis). Pemakaian vaksin untuk penanggulangan penyakit menular, sudah umum di dunia. Terutama untuk penyakit viral, pemakaian vaksin memegang peran penting, karena sampai saat ini belum ada obat yang dapat dipakai untuk membunuh virus penjajagan untuk mencari obat penyakit viral belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Vaksin adalah bibit penyakit yang telah dilemahkan/lemah atau dibunuh yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh hewan/manusia agar si penerima vaksin segera membentuk zat kebal dalam tubuhnya, dengan harapan zat kebal yang dibentuk mampu menahan serangan penyakit dari alam. Beberapa vaksin viral seperti untuk penyakit PMK, Rabies, IBR, ND, IB, ILT, IBD, Poxdifteri, 4R
Mareks, dan lain-lain banyak dipakai temak. Stdang v••ksin bakterial yang masih dipakai pada saat ini adalah anthraks dan pasteurella. Serum anti spesifik sangat efektifuntuk dipakai pengobatan penyakit menular. Namun dernikian pemakaian serum ini sangat terbatas dan hanya dapat dipergunakan untuk pengobatan suatu agen penyakit yang sesuai dengan serum anti yang tersedia. Umpamanya penyakit ngorok hanya dapat dipakai serum anti untuk penyakit tersebut yang sengaja di siapkan terlebih dahulu dengan jalan pengebalan hewan sehat terhadap penyakit ngorok itu, serum anti ini tidak dapat dipakai untuk penyakit lain selain penyakit ngorok. Penggunaan serum anti ini terdesak dengan penemuan anti biotika dan serum anti yang saat ini masih umum dipakai adalah serum anti tetanus dan anti rabies. Obat Veterlner. Penanggulangan penyakit tidak lepas dari pemakaian obat-obat tepat. Obat-obat yang banyak dipakai untuk penyakit menular adalah anti biotika dan sulfa. Karena sesuai dengan sifat obat-obat itu, pertumbuhan/pembia~n agen penyakit menular dapat dihambat, dihentikan malahan beberapa di antaranya dapat dibunuh. Namun perlu diketahui hahwa pemakaian dosis dan ulangan anti biotika atau sulfa yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi agen penyakit terhadap obat-obat tersebut (22), sehingga obat-obat yang tadinya sangat ampuh menjadi tidak berarti sarna sekali. Masalah resistensi agen penyakit terhadap anti biotika menjadi sangat penting, karena sifat itu adakalanya diturunkan pada generasi penerusnya (23). Dengan demikian jumlah populasi agen penyakit menular makin bertambah dari hasil multiplikasi. Lain daripada itu jumlah jenis agen penyakit yang resisten makin bertambah juga. Hal ini lebih mempersulit penanggulangan penyakit menular yang bersangkutan. Metode DiaxnosiJ. Diagnosis tepat dan cepat, seperti telah disinggung di atas, sangat penting dalam penanggulangan penyakit. Ketepatan dalam diagnosis terse but sangat dipengaruhi oleh metode yang dipakai untuk diagnosis itu. Pada saat ini banyak metode diagnosis yang sudah andal, namun pencarian metode baru terns diusahakan, sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan . . Beberapa metode seperti Hemaglutinasi, Hemaglutinasi Inhibisi, partisipasi, Agar gel presipitasi, CFT, FAT, dan Elisa telah berkembang dengan baik dan dipakai secara rutin di Balitvet Bogor. Epidemiologi. Pengetahuan epidennologi penyakit menular penting artinya untuk dipakai dalam penanggulangannya. Tanpa dasar pengetahuan ini, penanggulangan penyakit menular hanya dapat dilaksanakansecara meraba-raba, tanpa pedoman arah yang pasti. Dengan demikian hasil dari penanggulangan itu pun sifatnya untung-untungan. Lain-lain. Lain daripada penyakit menular dan masalah seperti yang telah disebut di atas, beberapa masalah penyakit yang tidak termasuk ke dalam golongan penyakit menular pun adakalanya dapat menganggu populasi dan reproduksi, serta. kesehatan hewan, umpamanya masalah deflSiensi vitamin, mineral, atau gangguan lllin. Demikian juga masalah intoksikasi tumbuhan, pestisida dan logam berat sering mengakibatkan gangguan kesehatan dan tidak jarang merninta korban pacta temak serta menganggu lingkungan, dan lain sebagainya. 49
PERAN PENELITIAN Pembangunan petemakan yang bertujuan untuk meningkatkan populasi, mutu genetik, dan produksi basil temak demi meningkatkan pendapatan petani peternak serta mencukupi kebutuhan protein hewani asal temak 4 gr/hari/kapita dan ekspor, adalah sebagian dari pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian itu sendiri ada1ah sebagian dari pembangunan nasional yang telah dituangkan dalam Repelita. Dengan demikian pembangunan nasional merupakan kesatuan untaian rantai yang terdiri atas kelompok matarantai di tiap Departemen dan kelompok matarantai tadi masih dibagi-bagi dalam subkelompok, dengan salah satu matarantai daripildanya diperuntukkan bagi porsis Balitvet. Mandat Balitvet yang telah dituangkan dalam Kepmen 861/Kpts/Org/12/1980 yang mana penelitian penyakit hewan bertujuan untuk menunjang populasi, produksi, kesehatan ternak, dan melestarikan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat, langsung terkait erat dalam pembangunan petemakan dan tidak dapat dipisahkan serta merupakan kesatuan utuh. Masa1ah penyakit menular yang setiap tahunnya menyebabkan kerugian lebih dari 473,7 milyar rupiah oleh pemerintah terus ditanggulangi denganjalan mengadakan vaksinasi masal di daerah teIjangkit dan terancam. Untuk vaksinasi dibutuhkan suatu vaksin yang berpotensi tinggi dan untuk ini perlu penelitian cermat. Vaksin seperti untuk penyakit ngorok, anthraks, boutvuur, para boutvuur, rabies, dan tetelo adalah beberapa contoh yang dipakai di tanah air sebagai hasil penelitian Balitvet dan malahan semula diproduksi olehnya. Lain daripada vaksin tadi serum anti juga diteliti dan dihasilkan oleh Balitvet. Serum anti ini penting untuk pengobatan temak yang terserang penyakit menular. Sesuai perubahan kebijaksanaan pemerintah, semua vaksin dan serum an.ti terse but kini diproduksi oleh Pusvetma Surabaya, tetapi penelitian masih tetap dilanjutkan oleh Balitvet. Sebelum suatu tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dilaksanakan, diagnosis yang tepat dari penyakit itu terlebih dahulu harus diadakan. Untuk hal ini diperlukan suatu metode yang akurat dan bahan diagnosis yang mempunyai ketepatan tinggi. Baik metode maupun bahan diagnosis perlu dihasilkan .. Dan sebelum hasil itu dapat dipakai oleh para pemakai (paboratorium daerah dan para petemak) perlu diteliti kemungkinannya. Dari hasil penelitian, Balitvet telah dapat mengeluarkan beberapa diagnosis dan bahan diagnosis yang banyak dipakai di lapangan. Di antaranya adalah antigen pullorum, mikoplasma brucella, vibrio, askoli, malein , tuberculin, dan lain-lain. Sebagian dari antigen ini telah dihasilkan pula oleh Pusvetma, terutama yang mempunyai arti ekonomi. Metode diagnosis yang mempunyai arti penting terus disempumakan. Aglutinasi cepat untuk penyakit pullorum dan mikoplasma setelah diteliti dan diadakan uji lapangan secara cermat, pada saat ini telah dilepas untuk dipakai. Demikian juga beberapa metode tepat untuk diagnosis penyakit viral. Umpamanya teknik hemaglutinasi inhibisi, agar gel presipitasi, fluoresen antibodi dan Elisa telah dan dapat dipakai secara luas. usai, zaman antibiotika muncul. Segala penyakit Pada masa perang dunia yang disebabkan oleh infeksi kuman dapat disembuhkan oleh antibiotika ini,
II
50
sehingga pemakaiannya meluas dan sukar dikontrol. Semua orang secara musah seakan-akan mampu menerapkannya. Tetapi hasil penelitian Balitvet menunjukkan bahwa pemakaian antibiotika yang tidak benar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berwenang menimbulkan resistensi pada agen penyakit itu. Beberapa antibiotika seperti penicilin, ampicilin, dan streptornicin sudah kurang efektif, sehingga pemakaian antibiotika tadi perlu ditunjang dengan data biogramnya. Pemakaian antibiotika, sulfa dan obat-obat lain untuk penyakit menular, terutama obat-obat baru yang akan dipasarkan di tanah air, dernikian juga ten tang pemakaian vaksin, tidak selalu memberikan hasil seperti apa yang diutarakan oleh produsen. Sehingga pemakaiannya akan menghamburkan dana, tenaga, serta mengurangi wibawa para pejabat di mata para petani. Hasil penelitian Balitvet menunjukkan, bahwa beberapa obat-obatan dan vaksin untuk penyakit menular ada yang kurang efektif dan tidak disarankan untuk dipakai. Penanggulangan penyakit menular di suatu daerah tidak akan sempuma hasilnya, kalau tidak ditunjang oleh pengetahuan karakter penyakit menular itu sendiri pada temak induk semangnya, pengaruh lingkungan dan masyarakat petani se tempat. Masalah seperti ulangan penyakit pada setiap jenis temak, kelarnin, umur, iklim, daerah terserang, dan faktor-faktor lain yang mempermudah penyebaran penyakit, perlu dipelajari dan berada di tangan para pengambil kebijaksanaan dan pelaksana. Untuk memperoleh data tadi diperlukan penelitian epiderniologi cermat dan tekun juga memakan waktu dan ditunjang oleh kelengkapan alat serta bahan diagnostik yang cukup. Tidak kalah penting daripada apa yang telah disebut di atas ialah masalah dampak dari upaya penanggulangan penyakit itu sendiri. Penelitian tentang dampak kebijaksanaan yang sedang dan telah diambil para pelaksana dalam menanggulangi suatu penyakit menular perlu diadakan. Data hasil penelitian ini segera dievaluasi untuk menentukan apakah suatu penanggulangan penyakit mengenai sasaran tepat atau tidak. Hal ini penting untuk dipakai pegangan dan panduan dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit itu serta untuk dipakai kebijakan dalam penanggulangan penyakit di masa yang akan datang. Penelitian semacam itu pun dilaksanakan oleh Balitvet. Sungguh pun Balitvet merupakan satu-5atunya institusi dalam Departemen Pertanian yang menangani masalah penelitian penyakit hewan dan hasilnya pun sampai saat ini telah dimanfaatkan oleh pemerintah maupun swasta dan para peternak, tetapi di luar institutsi tadi ada beberapa badan lain yang juga mengadakan penelitian, walaupun tidak seluasyang dilakukan Balitvet. Hal ini sungguh membantu dalam pembangunan petemakan, tetapi kalau tidak terkoordinasi atau tanpa komunikasi timbal-balik dapat sangat merugikan atau kurang berfaedah/bermanfaat serta menghamburkan dana. Karena tidak jarang penelitian-penelitian tadi saling tumpang-tindih, malahan duplikasi, sehingga ada kalanya menimbulkan friksi antara para peneliti. Hal dernikian perlu dihindari. Pertemuan ilrniah yang diadakan oleh Badan Litbang Pertanian dan Badan lain seperti sekarang, sangat tinggi nilainya. Karena para pene1iti dapat saling bertukar pendapat dan mengadakan pendekatan pribadi untuk saliJ!g mengisi dan memanfaatkan informasi ten tang kemampuanmasing-masing!institusin.ya sehingga peneliti-
51
an terpadu dapat diciptakan. Penelitian tadi dapat memberikan dampak sangat positif. Sebagai contoh keIjasama antara Balitvet dengan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BA TAN, untuk menciptalcan beberapa radiovaksin dan juga kedasama antara Balitvet dengan Depkes dalam menangani masalah penyakit zoonosis perlu dipupuk terus. KeIjasama antara Balitvet dengan institusi lain, tidak terbatas hanya dengan institusi pemerintah yang ada di dalam negeri. Tetapi Balitvet memupuk keIjasama juga dengan badan di luar negeri. Karena itu Balitvet mengambil beberapa langkah penting untuk : a). Mengadakan/memupuk berbagai keIjasama dengan instutisi pemerintah baik lint as sektoral maupun subsektoral atau disiplin; b). Menjalin kerjasama dengan berbagai pemakai jasa penelitian seperti petemak, asosiasi petemak, koperasi, kontak tani, produsen/distributor obat untuk hewan; c). Mengadakan/mengikuti berbagai pertemuan ilrniah di dalam dan luar negeri; d). Menyebarluaskan hasil penelitian ke dalam dan luar negeri, dan kalau perlu menjabarkan ke dalam bahasa sederhana yang mudah diserap oleh pemakai jasa; e). Meningkatkan/mencari kerjasama dengan badan-badan regional/intemasional yang bergerak dalam bidang penelitian seperti FAO, WHO, OlE, Colombo Plan, ODA, JICA, ACIAR, dan lain-lain.
PENUTUP Pembangunan petemakan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh masalah penyakit menular yang menyebabkan kerugian 473,7 rnilyar rupiah, sehingga penanggulangan penyakit menular akan memberikan dampak positif bagi pengembangan petemakan dan tidak dapat ditiadakan. Sedang penanggulangan penyakit menular itu sendiri perlu didukung oleh penelitian yanR mantap, matang, dan terarah agar hasH dari penanggulangan tersebut mengena sasaran yang tepat. Balitvet merupakan satu-satunya balai yang menangani masalah penelitian penyakit hewan di Departemen Pertanian yang selalu mengadakan aktivitas sesuai dengan mandatnya untuk mendukung pembangunan. Namun dernikian kerjasama dengan institusi lain di dalam dan luar negeri sangat diperlukan, agar hasil daripadanya dapat memperkuat dan mendukung secara positif. pembangunan tadi.
DAFTAR PUSTAKA 1. BIRO PUSAT STATISTIK, Buku Statistik Petemakan,
BPS, Jakarta (1980).
2. PARSON, BA., and VERE, D.T., A Report to the ADAB (1984). 3. RONOHA RDJO, P., HENDARDI, ADJID, A., WIRJONO, A., dan ABUBAKAR, M., Potensi berbagai vaksin mulut kuku yang dipakai dalam pemberantasan wabah penyakit, Penyakit Hewan XVI 28 (1984) 189.
52
4. HASTIONO, S., Penyakit ringwonn pada sapi dan aspek sosialnya bagi peternak, Jumal Penelitian & Pengembangan Pertanian III 2 (1984) 35. 5. RONOHARDJO, P., Infectious bronchitis pada ayam di Indonesia, Bull. LPPH IX 13 (1977) 25. 7. PARIADIREDJA,M., SOEJOEDONO, R.D., dan- HARDJOSWORO, S., "Kasus Infet:tiou.s laryngotmcheitis di daerah Bogor (!solasi dan identifikasi virus-virus dengan cara pewamaan)", Proceedin~ Seminar Penelitian Peternakan, Balai Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor (1982) 522. 7. DARMINIO, PARDEDE, L., dan RONOHARDJO, P., Penyakit Hewan XVII 29 (1985), Sedang dicetak. 8. RONOHARDJO, P., dan PARIOUTOMO, S., Iemu Iugas Subsektor Petemakan 1984/1985 di Sulawesi Selatan (1984). 9. RONOHARDJO, P., "Domestikasi sativa liar ditinjau dari segi penyakit", Proceedings Seminar Satwa Liar, Pusat Penelitian dan Pemgembangan Petemakan, Bogor (1984) 52. 10. RONOHARDJO, P., Pengebalan ayam pedaging (broiler) terhadap penyakit tetelo dengan vaksin inaktif dalam ajuvan minyak, Bull. LPPH Xlll 22 (1981) 1. 11. RONOHARDJO. P., "Pengebalan ayam pedaging (broiler) terhadap penyakit tetelo dengan vaksin inaktif dalam ajuven minyak", Proceedings Seminar Penelitian Peternakan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor (I 982) 505. 12. BOSMA, K., Veearts. Bladen 6 (1982)63. 13. NOQUCHI, I., KAIO, Y., and IAKAZIWA, I., Report on Poultry Diseases in Indonesia (1972). 14. SJAMS UDIN, A., Evaluasi penggunaan vaksin haemorrhagic adjuvant, Bull. LPPH V 6 - 7 (1974) 9.
septicaemia oil
15. SETIAWAN, E.D., HAMIDJOJO, AN., RONOHARDJO, P., dan SJAMSUDIN, A., Penggunaan vaksin hamorrhagic septicaemia (Septicaemia apizootica) di Sulawesi Selatan (1970 - 1979), Penyakit Hewan XV 25 (1983) 73. 16. SOEMANEGARA, R.MD.I., Hemera Zoa. 66 (1959) 95. 17. HAMIDJOJO, AN., Epidemiologi brucellosis pada ternak sapi di Sulawesi Utara, Penyakit Hewan XVl28 (1984) 246. 18. ALION, G.G., RlAD, Bogor (1984). 19. PICARD, W.K., I. BI. V. Dierg. 39 (1927) 468. 20. FOOD AGRICULIURE Rome (1981).
ORGANIZATION, Agriculture:
Ioward 2000, FAO,
21. GINIING, N.G., dan SRI PURNOMO, Bull. LPPH. II1'3-4 (1972) 40.
53
22. RONOHARDJO, P., SRI PURNOMO, dan PRASETYO, L.H., Penyakit Hewan XVII 29 (1985), Sedang dicetak. 23. NIVAS. S.C., YORK, M.D., dan POMEROY, B.s., Am.
(1976)433.
54
J. of Vet. Res. 37
Tabd 1. N"1laikerugian 11 penyakit menular penting pada tahun 1985 (Rp 106) *
-(---------
--
+115,2 + 83,9 13,2 7,0 5,5 1,1 7,2 1,3 1,3 7,7 4,0 7,9 0,6 0,2 83,9 38,4 27,5 0,2 (0,04) + + Temak Tarik % 93,1 20,7 10,0 10,9 16,3 117,4 219,1 115,2 15,7 )7,6 473,7 26,8 ((8,95) (100) 5,65) 42,4 30,7 (6,48) 21,8 7,2 ((17,71) (4,60) 1,52) Penyakit 142,7 106,2 (30,13) (22,44) 11,7 (2,47) Susu Daging
)& (24,78) Kulit (24,32) (4,37) (46,25)
Kerugian Rp TenagaJumlah Te1ur Kematian
(100)
*) Panon & Vue, 1984
Tabd 2. Rata-rata luhu dan curah hujan di berbagai tempat di Indonesia
55
Tabel S. Penyakit viral unggas yang dideteksi Balitvet di daerah Jabotabek pada Pelita 1lI
-
1984 1975 33 14 37 1979 216 109 (51,06) 00,96) 1,65) 0,48) 0,48) 37,80) 7,33) ,31) )31271(( (33,97) (55,02) ((0,24) 0,71) (25,77) 1,91) 7,66)
56
Pelita III 1974
16 4021 Pelita II 71 115
n dan
Tabd 6. Sebaran penyakit yang dideteksi Balitvet Iii daerah Jabotabek pada Pelita
(100,0) (100,0)
n
dan
m.
Pelita III,80) 1.559 689 Kejadian 620 (1979-1984) 28 149 73 (1(44,19) (4,68) (9,56) (39,77)
240 (29,96) (1974 36 123 192- (4,49) 1975) (15,36) (23 ,97) Penyakit Pelita II 801 210 (26,22)
Viral Bakterial Parasitik Mikotik Lain -lain Total ) : Persen we
57
VI
00
Tabel 7. Potensi vaksin dan titer zat kebal pada sapi Bali terhadap tantangan virus PMK lapang 0 java lIS.
--( 1.78 2.04 2.12 2.18 1.98 --" (100) 0/2 -2.35 0/2 -titer2) . 1.85 1.37 1.31 0.97 1.32 rata-rata titer2) 154 vaksinasi ke 2 1) 2/2 °rata-rata 1/3 java 83008 33) (%) ( 0)0) 008 3/3 2/3 3/3 ((100) (100) 67) 0/3 ((%) 0) vaksin proteksi proteksi 3) 3) serum (loc 10) vaksinasi ke 1
1)
:
12 rninggu pasca vaksinasi ke 1
2) 3)
: :
tantangan, tantangan.
100 TC1D50/0.05 rn1 dengan virus MPK 0 java 83 104 ClD50/sapi dengan virus PMK 0 java 83
Tabd 8. Sebaran penyakit 1974 sId 1984.
(11,08) (54,75) (19,73) (34,18)
108 35 110 173 1982 1984 39 (78,83) 8 (5,44) 316 (100,0) 147 -(100,0) 1974 - 1981
Kejadian
59
1400
1200
1. 2. 3.
Kematian SE (per 103) Sapi &: kerbau divaksinasi (x 103) Populasi sapi &: kerbau (x 1 o!')
1000
800
600
400
200
o
1973
Gambar 1.
1974
1975
1976
1977
1978
1979
Hubungan antara populasi ternak besar (sapi clan kerbau) dengan vakainasi S.E ajuvan minyak dan kematian akibat penyakit S.E di Sulawesi Selatan.
1980
DISKUSI
M. ARIFIN
:
Pemakaian obat-obatan yang tidak terkontrol hingga timbul side effect yang eukup besar. Bagaimana usaha-usahajsumbangan pikiran untuk ikut serta mengetahui masalah terse but. P. RONOHARDJO
:
Pengurangan pemakaian obat-obatan dernikian. Dipakai vaksin-vaksin yang terkuat. JOHN DANIUS :
1.
2.
Penyakit Marek sudah terdapat di Indonesia. Bagaimana eara pemberantasan atau penanggulangan penyakit ini, mengingat di Indonesia masih ada peternak ayam pedaging ayam jantan (DOC 0 dari layer), dan biasanya pada ayam jantan ini tidak pernah diberi vaksin. Marek. Sekalipun Marek (virusnya) terdapat pada tempat-tempat yang kotor, maka jika peternak kedl yang beternak ayam jantan akan merupakan "kantong" (carrier) untuk penyakit ini. Tadi dikatakan bahwa vaksin ND yang terbaik digunakan di Indonesia harus berasal dari isolat lapangan di Indonesia. Apakah sudah ada pembuat vaksin ND di Indonesia yang isolatnya berasal dari Indonesia? Sebab menurut pendapat saya pabrik Vaksindo, bahan-bahannya (virusnya) masih impor. Apakah menurut Bapak di Indonesia ini semua vaksin ND itu akan mengarah/pembuatannya dengan bahan isolat dari Indonesia. P. RONOHARDJO
:
1.
Divaksinasi.
2.
Karena hewan jantan utamanya untuk pedaging dan dipotong, maka vaksinasi diserahkan pada petemak. Dapat .dipilih mana yang menguntungkan. Sebegitu jauh, belum ada. C.J. SOEGlARTO
:
Dalam pengendalian, Anda menyebut vaksinasi dan hemoterapi. Apakah penanganan epidemiologi dianggap penting, khususnya pada penyakit yang ditularkan serangga dan keong misalnya. P. RONOHARDJO
:
Benar dernikian, terutama kalau akan mempelajari dampak ekonornik, policy untuk pemberantasan. SUKARDn
1.
Pr. :
Berhubung galur ND lokal dapat dikatakan lebih ganas daripada luar nogeri,
61
2.
apakah dianggap perlu, dalam memproduksi vaksin digunakan radiasi? Apakahjuga untuk penyakit;Haemonchiasis, Fasciohasis, dan Trypanosomiasis, dapat di1emahkan dengan ra~i P. RONOHARDJO
I. 2.
dalam rangka memproduksi vaksin?
:
Dapat dipelajari. Dapat dipelajari. C. HENDRA1NO
:
I.
Apakah ~ nakan?
parasit juga merupakan faktor yang berarti dalam ekonomi peter-
2. 3.
Bagaimana penanggulangan masalah itu, bila ada? Ecto-Parasit apa saja yang merupakan masalah utarna. P. RONOHARDJO
:
1. Benar. 2. 3.
Memakai obat-obat dan kebersihan ternak diperhatikan. Scabies menjadi masalah pada ternak besar, ruminansia kecil, dan kelinci. SOEWARSONO:
Apakah Balitnak telah memperoleh indikasi transfer parasit melalui embryo ternak yang diimpor dalam rangka meningkatkan populasi ternak di Indonesia. Bila ya, usaha apa untuk mengatasinya. P. RONOHARDJO
:
Sampai sekarang belum ada. BINTARA H.S. : Pada daerah-daerah tertentu di Indonesia (mungkin), kematian ternakfmenurunnya tingkat produksi selain disebabkan oleh penyakit, mungkin juga disebabkan oleh kekurangan nutrient di dalam ransumnya, seperti vitamin, protein, mineral, dan lain-lain. Menurut pengetahuan Bapak di daerah-daerah mana saja di Indonesia kematian ternakfmenurunnya tingkat produksi disebabkan oleh kekurangan unsur nutrient (protein, vitamin, dan mineral)? P. RONOHARDJO
:
Beberapa kasus terjadi di Jabotabek. Di tempatfdaerah yang biasanya kualitas pakan kurang diperhatikan komposisi vitamin dan mineralnya. Pcmbuatan pakan oleh peternak sendiri yang kurang berpengetahuan, mempertinggi kasus tersebut.
62
DARMAWAN: 1.
2.
Dari sekian ban yak penyakit pada temak, mana yang diprioritaskan untuk dibuat vaksin dengan radiasi. Menurut saya pembuatan vaksin untuk penyakit parasiter sulit, yaitu pada inaktivasinya misalnya vaksin untuk penyakit Haemonchiasis, larva stadium III soot diinaktivasi dengan bahan kimia. Sedang vaksin bakterial dan viral inaktifasinya cukup dengan bahan kimia saja. Bagaimana menu rut Anda? Penyakit parasiter dati Pelitall ke Pelita III cenderung menurun, apa sebabnya?
p. 1. 2.
RONOHARDJO
:
Dapat diteliti vaksin viral, bakterial, dan parasit yang mempunyai arti ekonomi penting. Management semakin baik Kesadaran petani bertambah. Tersedia alat-alat di poultry shop.
63