Politik, Agama, dan Negara ... 291
P O L IT IK , A G A M A D A N N E G A R A : P E M E R I N T A H A N ISL A M D I M A LA Y SIA
Ism a il Suardi W ek k e Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, Papua Barat. Email:
[email protected]
Abstract in mainstream discourse always separate on religion and state. In addition, this perspective arouses when there was a conflict between church and government ruler in the past. Therefore, it is a need to explore in the Muslim country how the relation between religions in this context is Islam and the state on the other side. This research was conducted in Malaysia to discover implementation of Islam as spirits of government in realising their dream as nation. Qualitative research approach employed to discover data. In-depth interview and observation were employed in collecting data. During interview and observation, guidelines were utilised as instrument. This study shows that Islam is maintain the character o fgovernment official since the state was founded. Moreover, in the time ofgoverning they extend the religion principle to enhance the administration activities. Finally, this research concludes that Islam and nation can coexist to expand the organisation in politics.
UJjJl
y& -U>l
lSj-l 0^
CjLLSj
iXtc>amI .AsIjlII ‘ ~'k Af a y a
4„ia
udLuij -ij 3 ^ tj£ 4j L^ (J
CjLojI aII
■ La 4
uLuSfcjJt JL& t^lljJ .Ij^JLa ^
..A L
> Ao-LJI y a
ya aJj j JIj
4JL^Ls
.4jY jJI ^ j J 4j*Cu 4jJ_c.LaJI
uJJ j
f
y ■A * W > l« Y ! 4 jjjJ I t-fl f 3 -^ 3
.<5ubtil y»
.jp lljJ lj 4L>}U,I (JJuj 4_LLaJ,l 4a^1U ya
ya
4o-a^lLYl 4_ua_jSotllj yjoxj
11 tliLiLujI ill L L . c
A ljjJ l <jl
j j Lu
-LtJ-j 11a <^~>J
4 ijjia ULlijSj 4! sls->U,I
4^91+il
CjIju I
4j L1^ iYIj 4]o->Sli.lj ALLail
ya
292 Millah V ol X II, No. 2, Februari 2013
LcJx.
j
AJ
(jl
Mi)
jJ l (jl Lei*
4- ^ L umJI (jl
.|c£LaJI ^xLaJJ
<Jj> J-4 wL>K* j -cj ^ j LjuJI ^LmiLumJI
jl^-oo-uij ^Jl
LmjLujI 4o^u;Ll.mJ 1 < —slj-Al (jl <JIjL^_fJI IJl& i^ (. Ij_> l
Cj lx 3
-^ib^ A i l i l j j .1
b)JL» J
a
(j-4 e^ - ! ^ J3
.4-c4^LujV1 SjU^JeJ! ^jA Luiu^lSj JLscJLmlJ
(jl ijO -V lj
'3
aJlA (Jl j i i j J L 4_JL*aajYl
L“J^ ^ j ia sr.1.1
>1■>■1^ 11 ^jjiu j djYl tLoJI S-ilfT uULe^lauLI
Keywords-, p e m e rin ta h an Islam , M alaysia, agam a, negara, tata kelola
A. P en d a h u lu a n D i antara negara-negara dunia tidak banyak yang m enjadikan agam a sebagai kesatuan dalam kelem bagaan pem erintahan. P raktik u m u m yang ada seperti A m erika Serikat adalah m em isahkan antara agam a d an negara. W alaupun secara d d ak tegas penyam an antara agam a d an negara, selalu saja dap at dilihat adanya p en garuh
agam a terh ad ap
konstitusi negara, diantaranya
Filipina.
M ayoritas w arga m en g an u t K risten sehingga dikonstruksilah atu ra n kenegaraan yang m elarang perceraian. In i berasal dari spirit keagam aan bahw a pernikahan hanya dilaksanakan sekali seu m u r hidup. Ini d ap at diduga bahw a m en d ap atk an pengaruh dari prinsip keagam aan. S em entara di sisi lain, ada M alaysia yang secara nyata m elem bagakan Islam sebagai agam a resm i negara. Selanjutnya m enjadikan prinsip-prinsip Islam sebagai dasar kenegaraan. D ip a n d a n g dari teori sosial, ini kem udian dinam akan dengan sum ber stabilitas p o litik .1* Selanjutnya, operasionalisasi pem erintahan.
A da
bagian-bagian
negara diselenggarakan negara
yang
saling
dengan
sistem
b e rh u b u n g a n
dan
m em punyai ketergantungan dengan fungsi yang secara keseluruhannya. Sam bagian saja yang tidak bekerja m aka akan m enim bulkan dam pak bagi un it yang lain dalam proses m enjalankan fungsi negara. M ungkin saja akan terganggu atau
1 Charles Y. d o ck , “Images of God, Images of Man, and The Organization of Social Life”, dalam Journalfo r the Scientific Study of Religion, No. 11 (1972), hal. 1-15.
294 Millah V ol X II, No. 2, Februari 2013
H u b u n g an keduanya dijelaskan M ichael Saw ard bahw a ada penggunaan “ unit politik”
sehingga
akan
m em pengaruhi
entitas
secara
geografi.7 D alam
m elaksanakan suatu prinsip jika ini kem udian disebut sebagai politik, m aka ada p ro sed u r dan p ersyaratan yang berada dalam lingkungan itu sebelum m em enuhi kondisi yang diinginkan. H anya saja p e d u diingat bahw a ketika m elaksanakan prinsip, m aka nilai yang ada dalam p andangan individu serta m erta akan m engikut kedalam prinsip yang akan dilaksanakan. D en g an
dem ikian, agam a yang m enjadi pegangan individu dalam
kom unitas m erupakan salah satu prinsip yang m enjadi acuan. Ini akan terefleksi dalam ben tu k in terp retasi u n tu k m enyelenggarakan tata kelola dalam kelom pok tersebut. Sejalan den g an pan d an g an A rkoun bahw a selam a ini agam a hanya m enjadi nalar teologis yang hanya berlaku dalam konteks pengagungan A llah.8 Sem entara agam a juga diperlukan u n tu k m enelaah hal-hal yang b e rh u b u n g an dengan
m asalah
kem anusiaan.
Selanjutnya
A rkoun
m enjelaskan
bahw a
seharusnya agam a itu peduli pada pem bangunar. tata m oral dan lingkungan. A gam a harus w ujud dalam ben tu k m anfaat kem anusiaan dalam arti yang luas. Tidak
sebatas
ritual
saja tetapi
harus
juga m elem baga
di luar aktivitas
penyem bahan. K aren a a p ap u n yang dilakukan dalam prosesi ritual yang ada itu sem ata-m ata u n tu k keb u tu h an m anusia. Sam a sekali tidak ada terkait dengan Allah. Sehingga, d am p ak kebajikan sosial harus ada dalam k ehidupan seharihari. Bagi Ib n u K h a ld u n politik justru sesuatu yang m ulia.9 Sehingga tidak perlu ditolak dan dikategorikan sebagai hal yang k o to r.10 Ju stru , m anusia hanya satu-satunya m akhluk yang m em iliki sistem politik dan kehidupan bernegara. M aka cara u n tu k m enghadapinya dengan m em unculkan sikap terbaik m anusia yaitu m oralitas yang tinggi disertai dengan k ehidupan keagam aan yang luhur.
7 Michael Saward, “Democracy and Competing Values”, dalam Government and Opposition, Vol. 31, No. 4. (1996), hal. 467-86. 8 Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer. Menuju Dialog Antar-agama, (Yogyakarta: Pustaka Pclajar, 2001). 9 A Rahman Zainuddin, Kek.uasaan dan Negara Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hal. XV. 10 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. Mansuruddin, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hal. 9.
Pelitik, Agama, dan Negara ... 293
bah k an ticlak optim al dalam p erk em b an g an berikutnya.2 A gam a dalam konteks negara
dilihat
sebagai
budaya
yang m em iliki
fungsi
profetik.
K ebijakan
p em erin tah an dikelola dengan tujuan-m juan transenden. T e rm asu k pada urusan m em p ertah an k an loyalitas rakyat.3 M em aham i perkara negara dalam p e rsp e k tif politik Islam bukanlah sesuatu yang m u d a h dalam p a n d an g an N u rcholish M adjid. A da dua alasan yang dikem ukakan yaitu pertam a, Islam telah berlangsung selam a 14 abad. M aka tidak d ap at dikatakan jika Islam berhenti dan m engalam i stagnasi selam a kurun w aktu tersebut. K edua, b a h an -b ah a n kesejarahan telah m u n cu l dalam w arna dan b e n tu k yang beranekaragam . Setiap gejala sejarah yang p e n tin g m aupun sebuah
peristiw a m aka akan m em unculkan p e rb e n d ah a ra a n
teoritis
yang
berbeda' dengan apa yang ada sebelum nya.4 W alaupun susah dalam m em aham i hal tersebut, selalu saja m enarik dalam m elihat h u b u n g a n an tara agam a dan perilaku politik.5 Jika A m erika Serikat dianggap sebagai salah satu negara yang m em praktikkan dem okrasi, m aka selalu saja hasil penelitian m e n u n ju k k an tetap adanya keterkaitan antara agam a dengan politik. H anya saja dalam skala privat dan tidak dalam b en tu k publik.6* O leh karena itu, tidak d a p at dilakukan penyeragam an akan praktik d an nilai yang d ian u t dalam m elem bagakan urusan negara. Setiap kom unitas atau m asyarakat ten tu m em punyai nilai sendiri yang b e rh u b u n g an pelaksanaan tata pem erintahan. B ahkan jika sekalipun itu dinam ai dem okrasi, m aka selalu saja ada dua hal yang b erb ed a seiring den g an perbedaan tem pat. P ertam a bahw a dem okrasi tidak m enjadi satu-satunya prinsip yang digunakan dalam m enjelaskan h u b u n g an antar w arga N egara. K ed u a, ada saja p e rb e d aa n m enyikapi kondisi antara tem p at yang satu d e n g an yang lainnya. 2 Carl J. Friedrich, Man and H is Government, A n Empirical Theory of Politics, (New York: Me Graw Hill Book Coy, Inc., 1963). 3 Robert N. Bellah, The Broken Covenant: American Civil Religion in a Time o f Trial, (New York: Seabury, 1975). 4 Nurcholish Madjid, “Kata Sambutan” dalam Munawir Syad2 ali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Ul-Press, 1990), hal. vi-vii. 5 Kenneth D. Wald, Religion and Politics in the United States, (Washington DC: Congressional Quarterly Press, 1992), hal. 7-38. 5 David C. Leege, The Parish as Community, Notre Dame Study o f Catholic Parish Life, Report 10, (Notre Dame, IN: University of Notre Dame, 1987).
Politik, Agama, dan Negara
...
295
B erkenaan dengan p andangan bahw a politik itu k o to r, m aka Ib n u K h aldun justru m elihat bahw a m anusia dengan segala aspeknya tidak p ern ah sem purna. Selalu saja ada kekurangan yang m elingkupi aktivitas m anusia. B ahkan m anusia itu sendiri tidak sem purna. K esalahan-kesalahan yang m encul sem ata-m ata adalah dikarenakan penggunaan kekuasaan u n tu k m encari k euntungan dan kesenangan
pribadi.
U n tu k
itu
politik
perlu
digunakan
u n tu k
m encapai
kem aslahatan bersam a. B ukannya justru ditinggalkan dan kem udian tidak m engam bil m anfaat dari sistem politik yang ada. Jika Islam d ip an d an g sebagai sebuah sistem yang sem purna, m aka tentunya tidak terlepas di dalam ajarannya bagaim ana p en g atu ran akan prinsipprinsip yang b erh u b u n g an dengan etika p em erin tah an . T e rm asu k di dalam nya m em b erik an p e d o m a n tata h u b u n g an berm asyarakat, b erbangsa dan negara. W alaupun tidak ada perin tah u n tu k m enjalankan Islam sebagai sebuah negara tetapi pada saat yang sam a juga tidak ada sam a sekali larangan. B ahkan justru perintah u n tu k m enjadikan Islam sebagai pegangan secara sem p u rn a jelas term ak tu b dalam al-Q uran. A danya pem isahan faham bahw a agam a dan negara adalah dua entitas yang terpisah, tidak terlepas dari pengalam an E ro p a pada abad ke 14 dim ana kekuasaan berada dalam posisi raja-raja saja. S em entara gereja tidak tu ru t serta didalam nya." Pada fase selanjutnya, cikal bakal negara bangsa yang ada di E ro p a dengan b en tu k seperti ini kem udian m enyebar ke seluruh d u n ia .1112 M aka, p a n d an g an yang m em isahkan antara negara dan agam a diterim a tan p a m elihat adanya aspek historisitas tersebut. O le h karena itu, penelitian ini akan m enguraikan bagaim ana h u b u n g a n agam a d an negara dengan m enggunakan p e rsp e k tif politik Islam dengan m engam bil kajian Malaysia.
B. Isla m d an N e g a r a d a la m P erd eb atan A da p e rd eb atan te n ta n g konteks Islam d a n negara sam pai saat ini. T erbagi dalam d ikotom i antara yang m elihat Islam yang b ersua dengan agam a. Sebaliknya, ada kelom pok yang m elihat agam a tidak beriringan bersam a negara. 11 Azyumardi Azra, “Kata Pengantar”, dalam Bernard, Bahasa Politik Islam, penerj. Ihsan Ali Fauzan, (Jakarta: Gramedia, 1994), hal. 3. 12 Muhsin Mahdi, Ibn Khaldun's Philosophy o f History, A Study in the Philosophy Foundation of the Science Culture, (Chicago: University Press, 1971), hal. 168.
296 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
W alaupun dem ikian, posisi penelitian ini berada dalam w ujud bahw a negara Islam m erupakan satu pilihan m odel kenegaraan. D alam praktiknya ada juga para polidsi yang m em ilih dpikal ini. Sehingga ddak dapat dinafikan begitu saja. W alaupun
secara
w acana,
ada
juga
p en d ap at
yang
m enyanggah
bahw a
sesungguhnya negara Islam itu ddak p ern ah w ujud. Salah saw p e n o lak an datang dari M usdah M ulia yang m enganggap bahw a kenyataan historis m enu n ju k k an adanya kekuatan poliuk dari sem angat beragam a dalam Islam. D i saat w afatnya R asulullah bukanlah w acana teologi atau hal lain yang m enjadi perdebatan. ju s tru
dalam
ded k -d etik
awal segm entasi berada
dalam
siapa
penggand
Rasulullah. Ini dip an d an g M usdah M ulia sebagai islam sem ata-m ata adalah kekuatan polidk tetapi bu k an negara. W alaupun istilah nilai dem okrasi dan hak asasi m anusia m uncul jauh di belakang hari, tetapi Islam telah telah m enjalankan dua hal ini tanpa m enyebutnya dengan dua istilah terseb u t.13 J u stru
sem angat
p olidk
pulalah
juga
yang
kem udian
m enjadi
p erpecahan, p erte n ta n g an b ah k an sam pai pada d d k p e m b u n u h a n . B eberapa ren tetan p e m b u n u h a n
setelah U sm an bin A ffan diantaranya dipicu
oleh
kepentingan p o lid k .14 Para p ak ar yang m enolak pandangan adanya negara Islam kem udian m engajukan pan d an g an u n tu k m c n d u k u n g argum entasi itu dengan m enunjukkan bahw a ru m u san negara Islam belum satu konsep. Jika d d a k satu berarti di saat m u n cu l p erd eb atan , ini bisa dipandang sebagai bu k an sesuatu yang m udak. Sekalipun tahapan K h u lafa’ al-Rasyidun d ipandang sebagai m asam asa ideal, nam u n setelahnya dalam m asa Bani U m m ayyah dan B ani A bbasiyah ada tah ap an yang b erb ed a secara no rm ad f. T idak ada lagi ciri Islam yang bisa disebut sebagai negara yang ideal.15 Salah satu pan d an g an yang m e n d u k u n g bahw a negara Islam itu w ujud secara teori d an p ra k d k adalah Badawi. K etika terjadinya perjanjian bai’a t (sum pah seda) yang diberikan oleh m asyarakat M adinah, m aka saat itulah m erupakan d d k tolak terbentuknva negara Islam. M andat polidk yang dimiliki ddak saja beru p a w ahyu A llah tetapi adanya pengakuan m asyarakat Y astrib saat 13 Musdah Mulia, Negara Islam: Pemikiran Politik Husain Haikal, (Jakarta: Paramadina, 2001), hal. 5-6. 14 Philip K. Hitti, History of The Arab, (London: Macmillan, 1990), hal. 193. 15John L. Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 370.
Politik, Agama, dan Negara
...
297
itu sehingga m enjadikan terbentuknya sebuah sistem yang disepakatd oleh m asyarakat dalam lingkungan M adinah.16 F athi O sm an m erupakan ulam a yang juga berada dalam garis ini. D alam pandangannya, Islam m eru p ak an kehidupan spiritual dim ana agam a ini m enyediakan sistem yang k o m p re h e n sif term asuk dalam urusan politik.17 Islam dipandang ddak saja sebagai agam a sem ata-m ata tetapi m elebihi institusi keagam aan. B eberapa istilah yang m uncul antara lain adalah agam a dan negara18, juga ada istilah peradaban yang sem p u rn a 19. A ntara yang m en d ukung juga bahw a Islam m erupakan agam a d an negara secara bersam aan adalah al-M awardi. Islam dipandang ddak sem ata-m ata sebagai dim ensi ritual. T etapi lebih dari itu, m enyandang juga dim ensi politik. D o k trin al-M awardi sam pai pada bahw a ddak perlu ada pem isahan antara politik dengan Islam , dua dim ensi antara Islam dan negara m erupakan sisi yang saling m elengkapi sehingga tidak dap at dipisahkan begitu saja. Ju stru harus dipandang dalam h u b ungan yang fungsional, agam a dan politik tidaklah kontradiktif. Pada satu sisi politik akan m elindungi agam a dan di sisi berikutnya politik akan dikawal oleh agam a.20 Secara historis, sesungguhnya pem isahan antara antara negara dan agam a berdasarkan pengalam an adanya p ertentangan antara kerajaan dengan Paus yang m em erlukan w aktu yang lam a dengan
kejadian yang
sangat
kom pleks. A da dua kejadian yang dapat dirujuk yaitu p e n o b a ta n G regory V II dan H enry IV. Begitu pula konflik antara B onafice V III dan Philip yang kem udian m enjadi c o n to h dengan dua kesim pulan yang berbeda. P ertam a, bisa saja ditem ukan hubungan antara gereja dengan agam a dengan harm onis jika ada kom unikasi tanpa subordinal dengan kem erdekaan m asing-m asing. P en d ap at yang kedua m enyatakan bahw a perlu otoritas tunggal yang m em baw ahi dua organisasi.
Pada
p erkem bangan
b erikut
justru
adanya
kesulitan
untuk
m enetukan batas pem beda antara m asalah agam a d an m asalah keduniaw ian. 16 Tsarwat Badawi, al-Nushum al-Siyasah,)uz I, (Lebanon: Dar al-Fikr, 1998), hal. 37. 17 Fathi Osman, “Parameters of the Islamic State”, Arabia'. The Islamic World Review, No. 17, (Januari 1983), hal. 10. 18Taha Abd al-Baqi Surur, Dawla al-Quran, (Kairo: Dar al-Nadha Misr, 1972), hal 80. 19 HAL. A. R. Gibb (peny.) Whither Islam? A Survey of Modem Movements in the Moslem World, (London: Victor Gollancz Ltd., 1932), hal. 12. 20 Abu al-Hasan Ali al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Lebanon: Dar al-Fikr, tt), hal. 5.
298 Millah Vol. X II, No. 2, Februart 2013
A khirnya, ta h u n 494 kem udian Paus G elasius I yang berhasil m eru m u sk an doktrin yang dikenal “ dua p e d a n g ” .21 P an d an g an G elasius yang diseb u t sebagai pan d an g an tradisional dalam h u b u n g an gereja-negara, ada tdga hal yang kem udian bisa diuraikan dari p andangan tersebut. P ertam a, ada penolakan secara tegas kew ujudan N egara teokrasi.
D im an a
kekuasaan,
polidk
p ad a d an
saat yang sam a spiritual.
A danya
p en d eta
akan
p em b ed aan
m enjalankan antara
dua
regnum dan
sacerdotium serta m asing-m asing dengan yurisdiksi yang berbeda. H u b u n g a n yang terbangun
antara
keduanya
bersifat
in d ependen.
M eskipun
m em punyai
h ubungan, tetapi o to ritas yang didapatkan b erbeda w alaupun asalnya sam a yaitu dari T u h an . D alam wilayah kekuasaan m asing-m asing, m em punyai k ed udukan yang tertinggi. T erak h ir, ridak ada garis dem arkasi yang jelas dan final. Selalu saja dalam h u b u n g a n te rte n tu ada kekuasaan yang satu terh ad ap yang lainnya. W alaupun G elasius tidak m enyatakan dim ana kekuasaan terakhir yang akan m enjadi ek sek u to r dalam m asalah khusus, tetapi ada p en ek an an terhadap tanggung jawab p e n d e ta yang lebih besar. Ini dap at diartikan bahw a kep u tu san tertinggi diberikan kepada sacerdotium. P e n d a p at yang lain m enjelaskan adanya p e rb ed aan prinsip antara teologi politik dalam Islam dengan keyakinan yang lain. Jika dalam p em ah am an teologi K risten bahw a ada pem isahan antara negara dan agam a secara radikal, m aka berbeda dengan p em ah am an Islam .22 K eb en aran sejati datangnya dari w ahyu Allah. D en g an b erdasar p ad a firm an A llah ini, m aka ketika diperhadapkan dengan k ebenaran politik, m aka Islam yang akan m e n u n tu n subjektivitas dan objektivitas
dalam
bersikap.
Islam
dijadikan
sebagai
p a n d u an
dalam
pengam bilan keputusan. Sehingga su m b er dan asal u n tu k m elakukan justifikasi m erupakan m an d at dari A llah sebagai khalifah di m uka b u m i.23 P andangan
ini
didasari
bahw a
sesungguhnya
syariat
Islam
akan
senantiasa m em en u h i k e b u tu h a n m asyarakat penganutnya. Selalu saja ada jalan
21 R. W. Carcyle dan A. J., A History of Medieval Political Theory in The West, Vol. 5, (London: Blackwood, 1928), hal. 190. 22 Asta Olesen, Islam and Politics in Afghanistan, (Curzon Press: St. John’s Studios, Church Roadl Richmond, Surrey, 1996), hal. 1. 23 Yusuf Qaedhawi, M in Fiqh al-Daulab ft al-Islam, (Kairo: Dar al-Syuruq, 1997), hal. 30.
Politik, Agama, dan Negara
...
299
keluar yang paling adil dalam m em ecahkan m asalah yang akan m em berikan d am p ak m aslahat. Ini d a p at saja terjadi karena adanya dua hal p e n u n ja n g yaitu kesem patan dan faktor-faktor pokoknya yaitu asas utam a den g an berlandaskan kepada p em ah am an rasional. D em ikian pula senantiasa terk an d u n g di dalam nya sifat elastis dan sesuai dengan fitrah kem anusiaan. Selanjutnya syariat juga b e rtu ju an u n tu k m enjaga keseim bangan antara hak dan kew ajiban, rohani dan jasm ani, dunia dan akhirat. Secara praktis senantiasa akan m enegakkan keadilan dalam kehidupan, pada saat yang sam a juga m engupayakan kem aslahatan dan kebaikan. P ada akhirnya akan m enolak kerusakan dan kejahatan dalam batas m aksim al. Pada dasarnya syariat sudah ditetapkan Allah dengan m elibatkan sifat luwes. Ini u n tu k m em berikan kesem patan ketika m uncul m asalah b aru yang tibul
dalam
kehidupan
m anusia,
m aka
dapat
saja
diselesaikan
dengan
m enggunakan dasar syariat terseb u t.24 P erd eb atan
diatas
m uncul
jika
kem udian
m elihat
b e n tu k -b e n tu k
pem erin tah an yang berlangsung sejak zam an kenabian. D im an a p em b e n tu k an negara Islam m em an g tidak w ujud dalam kata daulah. M elainkan fungsi-fungsi kenegaraan justru sudah berlangsung sejak hijrah N ab i M u h am m ad ke M edinah. T etapi argum entasi yang m enyatakan bahw a Islam tidak m em b erik an perintah akan p e m b e n tu k an negara d ap at dipaham i. H anya saja justru ada p e rin ta h yang m em berikan arahan u n tu k m enyem purnakan seluruh dim ensi k eh id u p an secara sem purna. Jika ini dilihat sebagai perintah, m aka di dalam nya akan term asuk pula perintah u n tu k m enjalankan fungsi-fungsi tata kelola p e m e rin ta h an dengan spirit
keislam an.
m em an d an g
perlu
M aka,
kesim pulan
penegakan
hukum
yang
dapat
u n tu k
diajukan
m em berikan
b ahw a keluasan
Islam bagi
terb en tu k n y a m asyarakat yang m enerpakan nilai keagam aan secara sem purna.
C. T in ja u a n P e n e litia n T erd a h u lu Penelitian
berkenaan
dengan
agam a
dan
N egara
telah
dijalankan
b eberapa p ak ar antara lain B ahtiar E ffendy. Penelitian ini dilakukan p ad a awal tah u n 1990-an sam pai 1992, sehingga hanya m e m o tre t perjalanan dinam ika
24 Muhammad Daud Ali, H ukum Islam di Indonesia, cet. Ill, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 1.
300 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
h u b u n g a n agam a d an negara dalam k onteks o rd e baru. Penelitian B ahriar m enu n ju k k an bahw a u n tu k kajian Islam d a n negara di In d o n esia, p em erin tah O rd e
B aru
m enggunakan
Islam
sebagai
w acana
dalam
b e n tu k
form al.
Sem entara jika b erada dalam konteks im plem entasi syariah, itu tidak m enjadi agenda utam a p em erin tah . D em ikian pula den g an m asyarakat yang tidak lagi m e m a n d an g adanya k epentingan m eng g u n ak an agam a sebagai ideologi u n tu k bernegara m elalui pilihan representansi di partai politik. Partai P ersatu an P e m b an g u n an
(PPP)
yang m enggunakan
Islam
sebagai dasar p erjuangan
sepanjang O rd e B aru justru tidak m e n d a p atk a n m ayoritas dukungan. D alam b eberapa provinsi bah k an m enem pati u ru ta n yang terakhir dari tiga partai politik yang ada saat itu .25 Penelitian berikutnya dilaksanakan Syafii M aarif dengan judul “ Islam as the Basis o f State: A Study o f the Islam ic Political Ideas as R eflected in the C o n stitu en t A ssem bly D eb ates in In d o n e sia ” . Syafii M aarif m eneliti bagaim ana diskusi d an argum entasi te n tan g ide-ide yang didasarkan pada Islam . Partai politik
yang
m enggunakan
m em iliki Islam
kursi sebagai
di
M ajelis
pendukung
Perw akilan
Rakyat
argum entasi.
terkadang
Penelitian
ini
m enu n ju k k an Islam sebatas digunakan u n tu k m e m p e rk u a t w acana, sem entara dalam kelem bagaan negara, Islam tidak digunakan sebagai aturan form al.26 A d ap u n penelitian M eh d en sebatas m elihat nasionalism e dan Islam d iln d o n esia. Penelitian ini tidak secara tegas m engkaji h u b u n g a n dengan negara. Sem atam ata m eneliti kebangkitan nasionalism e yang terjadi dalam keh id u p an w arga negara.27 Penelitian juga dilakukan oleh L u k m an T h a ib dengan judul “ Islam ic Political R ep resen tatio n in M alaysia” . L ukm an m enggam barkan bagaim ana m odel syura yang m enjadi pilar politik dalam Islam berjalan den g an kondisi Malaysia. Secara khusus L ukm an juga m enguraikan rep resentasi p ad a N egeri
25 Oahtiar Effendy, Islam and The State in Indonesia, (Singapura: ISEAS, 2003), hal. 222-223. 26 Ahmad Syafii Maarif, Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia, Disertasi, (Chicago: University of Chicago, 1983). 27 Fred R. von der Mehden, Islam and the Rise of nationalism in Indonesia, disertasi, (Berkeley: University of California Berkeley, 1957).
Politik, Agama, dan Negara ... 301
K eiantan. Pilihan ini didasarkan bahw a saat penelitian dilakukan satu-satunya N egeri yang dikuasai oleh oposisi hanya K eiantan. Partai Islam Semalaysia (PAS) yang m em egang m ayoritas kursi D ew an N egeri m enyuarakan pentingnya untuk m eluluskan hukum h u d u d dalam E n ak m en Syariah N egeri. T etapi usulan ini m e n d a p at penolakan dari P em erintah Federal. D e n g an kew enangan yang dimiliki D ew an N egeri sebagai p em b u at u n d a n g -u n d an g sebagaim ana m an d at yang
diberikan
Perlem bagaan
Malaysia.
P adahal
E nakm en
N egeri
yang
diusulkan Majelis K erajaan N egeri telah m en d ap at p ersetujuan m elalui diskusi dengan rakyat K eiantan serta sudah disetujui oleh D ew an N egeri.28 D alam pandangan
L ukm an
T h aib
ini
m erupakan
praktik
yang
tidak
berjalan
sebagaim ana harapan. D im ana p enetapan E n a k m e n N egeri K eiantan sem atam ata tertu n d a hanya saja karena persetujuan P e m erin tah Federal dengan pertim bangan politis. Sem entara itu penelitian yang dilaksanakan Susilaw etty sebatas m elihat hukum w aris di M alaysia.2’ T etapi tidak m engkaji sisi politik. A d ap u n W an K am al W an N ap i m engkaji polidk Islam tetapi tinjauan ini dilaksanakan dalam m elihat analisis fram ing dalam surat kabar Malaysia. K ajian W an K am al W an N api
tidak
m engkaji
ide-ide
politik
tetapi m em b ah as
bagaim ana
m edia
m elaksanakan agenda setting sehubungan dengan politik yang ada.30 Penelitian terkini dilakukan A zlan R. Yahaya. Penelitian ini khusus m eneliti pid ato -p id ato T u n A bdullah A hm ad Badaw i ketika m enjabat sebagai p erdana m en tri Malaysia. Penelitian ini juga tidak secara khusus m engkaji bagaim ana politik dalam pidato tersebut. T etapi pem ilihan teks pidato ditinjau dari segi teori-teori kom unikasi massa. T etapi tidak dilihat dalam konteks politik dan agam a di M alaysia.31 S ehubungan dengan fenom ena m erebaknya m usim sem i di kaw asan A rab yang 28 Lukman Thaib, Islamic Political Representation in Malaysia, (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 2005), hal. 202-203. 29 Susilawetty, “Implementasi Ketentuan Hukum Waris Islam Indonesia dan Malaysia”, dalam Jum al Reformasi Hukum, Vol. XI, No. 2, (Desember, 2008), hal. 130- 149. 30 Wan Kamal Wan Napi, The lslami^ation O f Politics In Malaysia: Hou> Religious Political Opportunities and Threats Influence Religious Framing and Counterframing, disertasi, (Carbondale: Southern Illinois University, Desember 2007). 31 Azlan R. Yahaya, Islam Hadhari: A n Ideological Discourse Analysis o f Selected Speeches by UM NO President and Malaysia Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi, disertasi, (Amerika Serikat: Scripps College of Communication of Ohio University, 2012).
302 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
clikenal dengan istilah “A rab Spring” salah satu tim peneliti yang m engkaji adalah Bradley J. C o o k d an M ichael Stathis. D alam p enelidan ini m elihat h u b u n g an antara dem okrasi dan Islam . C o o k d an Stathis justru m em fo k u sk an pada analisis te n ta n g kesam aan antara k onsep dem okrasi d an Islam . Sehingga sam pai pada kesim pulan bahw a sesungguhnya politik dalam hal ini term inologi dem okrasi dan agam a sesungguhnya senantiasa berjalan seiring. Sehingga sedap agam a d an negara perlu m en em u k an relasi yang co co k u n tu k diim plelem tasikan dalam konteks g eo p o lid k m asing-m asing. T a n p a perlu kem udian terpengaruh oleh dinam ika p erk em b an g an negara lain.32 K ajian penelidan terdahulu di atas m enggam barkan bahw a penelidan ten tan g negara, Islam dan dem okrasi telah dijalankan. H anya saja kajian-kajian terseb u t sebatas m elihat nasionalism e di negara dengan m ayoritas p en d u d u k m uslim
seperti Indonesia.
B egitu pula ada kajian
te n ta n g p olidk
tetapi
m em batasi pada isu-isu p o lid k dalam m edia m assa. S em entara kajian yang m elihat relevansi dem okrasi dan Islam pada wilayah A rab juga telah dilakukan. N a m u n pen elid an te rseb u t m erupakan p e m b ah asan “A rab Spring” sebatas m engkaji bagaim ana para pelaku unjuk rasa di negara-negara tersebut. D engan dem ikian, ada distinction u n tu k m enjalankan p en elid an ini. Setelah p em aparan penelidan yang b e rh u b u n g a n dengan M alaysia, dem okrasi d an Islam . O leh karena itu, p enelidan ini m en em u k an relevansi dim ana para penelid sebelum nya ddak khusus m en eh d kajian akan agam a dan negara teru tam a di Malaysia. P enelidan ini b erm aksud m engkaji bagaim ana m en e m p atk an Islam dalam pem erin tah an M alaysia, salah satu faktor yang dikaji adalah dinam ika posisi Islam yang b e rk em b an g bersam a dengan politik.
D . M alaysia d a n D a sa r N e g a r a Isla m A ngka statistik m enu n ju k k an bahw a luas M alaysia te rb e n ta n g dengan wilayah m encapai 329.847 km 2. A d ap u n etnis M elayu m encapai 62% dengan k o m p o n e n lainnya 24% C hina, 8% India dan sisanya terdiri atas suku terasing
32 Bradley J. Cook dan Michael Stathis, “Democracy and Islam: Promises and Perils for the Arab Spring Protests”, dalam Journal of Global Responsibility, Vol. 3, No. 2, 2012, hal. 175 186.
Politik, Agama, dan Negara
...
303
dan m inoritas lainnya.33 D en g an berdasarkan pada k etuanan M elayu, Islam m enjadi nafas dan ruh dalam pelaksanaan akdvitas rakyat M alaysia teru tam a yang berctnis Melayu. D e n g an dukungan perlem bagaan Malaysia, kaum M elayu kem udian
m enjalankan
akdvitas
dengan
didasari
prinsip-prinsip
Islam .
T erm asu k dalam pelaksanaan pen g em b an g an su m b er daya m anusia. Penelitian Ju n aid ah m en unjukkan bahw a nilai d an sikap yang diadopsi dari nilai-nilai Islam .
Istilah
b u m ip u tra
juga digunakan
secara luas u n tu k
m em berikan
keistim ew aan bagi rakyat M alaysia dari kalangan M elayu. T erm asu k di dalam nya penyediaan sarana ibadah seperti surau dan m asjid di kalangan p e rk a n to ra n .34 Ini dim aksudkan u n tu k m e n d u k u n g k em udahan m elaksanakan ibadah bagi um at Islam . M alaysia m erupakan salah satu negara yang m ultietnik tetapi dengan tegas
m enyatakan
bahw a
Islam
m enjadi
dasar
penyelenggaraan
tata
pem erintahan. T idak hanya dalam p em erin tah an tetapi juga dalam p erek o n ian secara um u m . D i awal tahun 1980 m ulai m em perkenalkan sistem p erb an k an syariah.3536 D i sam ping tetap m em berikan keluasan bagi p erb an k an dengan system konvensional. B ahkan dengan tegas kem udian m enyelenggarakan dua sistem p e rb a n k an dalam satu negara. D alam penelitian B en so n m em b u k tik an bahw a
sistem
p erb an k an
syariah
d a p at
bersaing
den g an
p erb an k an
konvensional.3fl D alam b eb erap a hal justru p e rb a n k an den g an prinsip-prinsip syariah lebih d a p at m em enuhi tu n tu ta n pasar serta m em p ero leh p ro fit yang tinggi. A rtikel 3 (1) m em berikan penegasan bahw a Islam m eru p ak an agam a resmi p em erin tah an . D en g an dem ikian, ini m enjadi bukti ketatanegaraan yang
33 Malaysian Statistics Department, Malaysian Population Survey, (Kuala Lumpur: Malaysian Government, 2006 34 Junaidah Hasyim, “Islamic Revival in Human Resources Management Practices among Selected Islamic Organisations in Malaysia”, dalam journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 2, No. 3, (2009), hal. 251-267. 35 Obiyathulla Ismath Bacha, "The Islamic Interbank Money Market and a Dual Banking System: the Malaysian Experience", dalam Internationaljournal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 1, Iss: 3, 2008, hal. 210 - 226. 36 K.L. Benson, T.J. Brailsford, dan J.E. Humphrey, “Do socially responsible fund managers really invest differently?”, dalam journal o f Business Ethics, Vol. 65, (2006), hal. 337-57.
304 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
m en unjukkan
b ahw a
Islam
sebagai
dasar
bernegara.
U n tu k
m em aham i
penjelasan keadaan terseb u t, W an Z ahidi m enggunakan e m p a t p e n d ek a ta n .3' P ertam a, p e m b e n tu k a n asas teoritis. Penjelasan tam bahan dikeluarkan oleh Ja b a ta n K em ajuan Islam M alaysia bahw a M alaysia m erupakan b e n tu k negara Islam . Ini berarti bahw a kekuatan dan p ertah an an dikuasai sep enuhnya orang Islam berserta den g an p era n g k at pem erintahan. O leh karena itu, m enjadi kew ajiban setiap individu m uslim M alaysia u n tu k m em p e rta h an k a n keberadaan negara. K edua, qias. N akhaie m em an d an g bahw a keberadaan M alaysia ddaklah terlepas dari kondisi global dim ana kepem im pinan u m at Islam m ulai m en u ru n . Sehingga tidak dap at disam akan lagi dengan kondisi yang terjadi pada saat K hulafa al-R asyidun atau A bbasiyah dan Um ayyah. D e n g an dem ikian, dengan segala prasyarat yang ada serta kondisi lingkungan, m aka d a p at saja M alaysia diseb u t sebagai negara Islam den gan bentuknya yang ada.3738 K etiga, ciri dan kritena. Jika m enggunakan p e n d ek a ta n ini, m aka apa yang ada dalam konsep negara Islam seperti syura sesungguhnya tidak b erb ed a dengan ciri d an kriteria yang sudah ada
sejak zam an p em erin tah an Islam . B elum
lagi pada
hal
kepem im pinan, kem aslahatan, dan penguasaan tanah air. T erakhir, akal dan logis. D alam kategorisasi negara, hanya ada negara Islam d an negara kafir. Sehingga jika m em asukkan M alaysia kedalam kategori negara kafir, m aka m ungkin saja ini tidak dap at dilakukan. K arena tidak ada kategori yang ketiga. O leh karenanya, dengan keadaan yang selem ah apapun, tetap saja M alaysia dim asukkan dalam kategori negara Islam . Bagi yang m engem ukakan ide terseb u t di atas sejalan dengan pernyataan M o h am m ed N a tsir bahw a sesungguhnya secara literal dan praktis Islam tidak perlu
m engajarkan
bagaim ana
hal-hal
yang
teknis.
Seperti
kem am p u an
m enjalankan pesaw at dan m em asang listrik. Sebab Islam m e m a n g adalah p a n d an g an h idup yang m e m a n d u m anusia tidak saja dalam z am an te rte n tu
37 Wan Zahidi Wan Teh, Malaysia Daulah Islamiah, Makalah disampaikan perjumpaan YAB Perdana Menteri bersama Pegawai-pegawai Agama Islam seluruh Malaysia, 28 - 29 Agustus, Putrajaya: JAKIM, 2000, hal. 4 38 Ahmad Nakhaie, Jihad Guru Agama dalam Pembangunan Bangsa Melayu dan Pembentukan Negara Islam Maju, makalah disampaikan dalam Kuruss Khas Perdana (Pendidikan Islam), 22 Mei 2001, Kuala Lumpur, hal. 8- 21.
Politik, Agama, dan Negara
...
305
tetapi m enjadi kekal sepanjang m asa. K e m am p u an teknis seperti yang sudah d isebutkan itu, bisa saja b eru b ah a m engikuti p erk em b an g an pem ikiran m anusia dan kem ajuan teknologi. Sehingga ddak akan berterim a jika agam a kem udian ditinggalkan hanya karena ketidakm am puan m erespon p erk em b an g an teknologi yang ada.39 P enolakan akan pan d an g an ini diajukan oleh b e b erap a kelo m p o k lain, diantaranya Partai Islam Semalaysia (PAS). Penjelasan bahw a M alaysia sebagai
negara
Islam
tidak
diterim a.
A da
b eberapa
argum entasi
yang
dikem ukakan saat m enyam paikan d o k u m e n yang berjudul N eg ara Islam pada 12 N o v e m b e r 2003 yang b e rte p atan dengan 17 R am adhan 1424 H . A bdul H adi A w ang, P residen PA S m engem ukakan b ahw a diperlukan a m an d em en
perlem bagaan
M alaysia
jika
kem udian
m em an g
akan
m em p ro k lam irk an sebagai negara Islam . Jika hanya m engem ukakan sebagai tanah air dan negara Islam , m aka dalam k onteks tanah air, m aka ciri ini sudah sem purna
dan
serasi.
H anya
saja
sebagai
negara
Islam ,
syariah
tidak
dilaksanakan. D alam penjelasan PA S bahw a h u k u m syarak d an kekuatan u n tu k m enjalankan praktik dan fungsi bagi berjalannya h u k u m -h u k u m Islam tidak diatur secara h u k u m ketatanegaraan. A kidah Islam sebagai landasan p o k o k bagi erw ujudnya h u k u m Islam tidak p e rn a h disetujui oleh p e m e rin ta h federal. PA S m engem ukakan bahw a saat m em erin tah T erengganu 1999-2004 ada persetu ju an p em erin tah N egeri T eren g g an u u n tu k U n d a n g -u n d an g J en ay ah Syariah N egeri. T etapi ini tidak dap at terlaksana karena p ersetujuan P e m e rin ta h P ersek u tu an tidak didapatkan. D em ikian pula D ew an U n d an g an N egeri K elantan juga m enyetujui K o d Jenayah Syariah K elantan. P em erin tah F ederal juga m enolak pelaksanaanya. W alaupun P erlem bagaan P ersekutuan m em b erik an keluasan kepada setiap negeri u n tu k m enyusun enakm en, tetapi tetap saja dengan kew enangan
yang
ada
pada
P em erin tah
P e rsek u tu an
selalu
m enolak
pelaksanaanya. P erd eb atan di atas m enunjukkan bahw a dasar negara Islam di M alaysia m asih saja terd ap at dua kelom pok besar, antara yang m e n d u k u n g d an m onolak. H anya saja p erd eb atan yang ada dilakukan oleh k elo m p o k -k elo m p o k politik.
39 Mohamed Natsir, “Agama dan Negara”, dalam M. Isa Anshary, Falsafab Pejuangan Islam, (Medan: Penerbit Saiful, 1951), hal. 129.
306 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
Sesungguhnya jika m elihat p erd e b ata n dua kelom pok ini, m aka berada dalam tataran nilai dan sistem yang dianut. Islam sebagai prinsip sudah disetujui secara bersam a. H anya saja dalam pelaksanaan secara prakdk yang tidak m en d ap atk an persetujuan kedua belah pihak. U M N O lebih m e m an d an g bahw a negara Islam sebatas
pada
m enekankan
pelaksanaan adanya
prinsip
k e b u tu h an
yang
u n tu k
utam a.
Sem entara
m enjalankan
syariat
PA S Islam
lebih secara
im p le m e n ta d f den g an m en d ap atk an dukungan peratu ran perun d an g -u n d an g an . Sekaligus dilihat adanya keddakselarasan, dim ana en akm en
syariah
hanya
berlaku di negeri-negeri. Sehingga diperlukan pem berlakukan syariah juga dalam tingkatan persekutuan.
E . M e n g e n a l T a ta P e m e r in ta h a n M alaysia Islam
w ujud
sebagai
pengakuan
kelem bagaan
dalam
negara.
Ini
term aktub dalam sistem ketatanegaraan A rtikel 3 (1) yang m eny eb u tk an “ Islam ialah agam a bagi P ersek u tu an , tetapi agam a-agam a lain boleh diam alkan dengan am an d an dam ai dim ana-m ana bahagian p ersek u tu an ” .40 Islam berfungsi sebagai rujukan tata perilaku atas segala aktivitas yang dijalankan. D em ikian pula disebutk an bahw a M elayu adalah beragam a Islam .41 kebebasan beragam a hanya berlaku u n tu k w arga negara yang b u k an Islam . Sem entara bagi w arga dengan status etnis yang dalam bahasa M elayu diseb u t bangsa w ajib beragam a Islam . Selanjutnya Sultan dijadikan sebagai kepala negara dengan kekuasaan utam a m enjaga tradisi Islam . Sehingga pelaksanaan u n d a n g -u n d an g u n tu k u rusan Islam telah diletakkan dalam perlem bagaan.42 Ini m e n u n ju k k an secara h o k u m form al bahw a Islam m enjadi agam a utam a di Malaysia. K ekuasaan legislasi berada di tangan p arlem en sekaligus juga sebagai kekuatan eksekutif. Sehingga dalam urusan legislasi tidak ada desentralisasi ke negeri-negeri yang ada. Sekaligus Sultan dan Y ang D ip e rtu a setiap negeri
40 Federal Constitution, (Kuala Lumpur: International Law Book Service, 2002), hal. 20. 41 Mohammad bin Arifin, Islam dalam Perlembagaan Persekutuan, dalam Mamad Ibrahim, dkk., Perkembangan Undang-undang Perlembagaan Persekutuan, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1999), hal. 99. 42 Mahmood Zuhdi Abd. Majid, Bidang Kuasa Mahkamab Syariah di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997), hal. 103.
Politik, Agama, dan Negara
...
307
bertanggungjaw ab p en u h dalam m engurus tradisi yang berakar dalam sem angat keislam an. Perlem bagaan P ersekutuan yang m enjadi u n d a n g -u n d a n g tertinggi m em b erik an m a n d a t bahw a hal yang berkaitan dengan hal ihw al agam a Islam diberikan kepada kew enangan negeri sebagaim ana Jad u al K esem bilan Senarai 2 B utir 1. Jik a dibaca bersam a dengan Perkara 4 (1) dan 75, m aka u n d a n g -u n d a n g yang berada dalam cakupan setiap negeri yang d iseb u t E n a k m e n m asih dalam kondisi bersyarat yaitu tidak berten tan g an den g an U n d a n g -u n d an g P ersekutuan. D em ikian pula halnya dengan A kta M ahkam ah Syariah 1984 bahw a kekuasaan kehakim an u n tu k M ahkam ah Syariah yaitu m enyidangkan perkara dengan h u k u m a n yang tidak m elebihi tiga tahun penjara. A d ap u n d enda tidak m elebihi lima ribu ringgit. U n tu k h u k u m an cam b u k tidak lebih dari enam cam buk. Sem entara jika digabung, tidak m elebihi g ab ungan ketiga h u k u m a n tersebut. P ada ta h u n 1980-an diberlakukan p em isah an U n d a n g -u n d an g Jen ay ah Syariah m enjadi E n a k m e n K an u n Jenayah Syariah yang tersendiri. A da 14 K a n u n Jen ay ah Syariah yang diberlakukan yaitu K elantan (1985), K e d ah (1998), M elaka (1991), Saraw ak (1991), N egeri Sem bilan (1992), P erak (1992), Perlis (1991), Selangor (1995), Jo h o r (1997), W ilayah P ersek u tu an (1997), Sabah (1995), T eren g g an u (1986), Pulau P inang (1993) dan P ah an g (1991). Sem entara u n tu k kalangan pelajar dan m ahasisw a juga d iatu r dalam A kta U niversiti dan Kolej U niversiti 1971 (A U K U ) larangan bagi pelajar dan m ahasisw a u n tu k b erb u at tidak se n o n o h pada hal-hal yang b e rte n ta n g an dengan ajaran Islam . Ini dilakukan u n tu k m enjaga kepentingan universitas dan aktivitas di luar kam pus m enjadi
satu
hal yang diatur dalam
u n d a n g -u n d a n g
tersebut. T erm asu k
m elarang pelajar d an m ahasisw a u n tu k terlibat dalam kegiatan politik ata u p u n juga organisasi yang tidak m cn d ap atk an p engakuan pihak p im p in an universitas. U n tu k pelaksanaan m usyaw arah dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu parlem en d an dew an rakyat. P arlem en dipilih b erdasarkan pem ilihan u m u m mewakili kaw asan tertentu. Sem entara dew an rakyat yang d iseb u t den g an senator diangkat atas usulan negeri-negeri. W ilayah kekuasaan dibagi ke dalam dua tingkatan yaitu tingkatan federal (persekutuan) dan negeri-negeri. A da dua wilayah federal yaitu P utra Jaya dan Labuan. S em entara K uala L u m p u r dikelola sebuah w alikota yang diseb u t D atu k Bandar. D ian g k at langsung oleh M enteri
308 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
D alam N egeri. A d a p u n g u b e m u r atau M entri B esar dipilih m elalui pem ilihan um um yang berasal dari partai p em en an g di tingkatan negeri tersebut. Sedap negeri punya kew enangan u n tu k m en etap k an u d ang-undang yang berkenaan dengan urusan Islam . U n d a n g -u n d an g ini khusus berlaku dalam wilayah m ereka. Selangor m erupakan negeri pertam a yang telah m en etap k an undangund an g Islam pada ta h u n 1952. Selanjutnya negeri-negeri lain juga m elakukan hal yang
sam a.43 T a h u n
1998
secara
keseluruhan
sem ua
negeri
sudah
m en etap k an en akm en syariah. P ada prakdknya, m adhzab yang dijalankan b ersu m b er pada pandangan Syafi’i. m adzhab yang lain w alaupun diakui tetapi ddak m enjadi rujukan resm i. Sehingga dalam keseharian hanya ada satu m adzhab yang diajarkan dalam pendidikan form al. D i perg u ru an dnggi, seperti Fakultas K ajian Islam di U niversitas
K ebangsaan
M alaysia
m adzhab
lain
diajarkan
tetapi
sebatas
pengenalan dalam w acana saja. Secara de facto hanya m ad zh ab Syafi’i yang digunakan. Sebagaim ana dalam p ra k d k di M ahkam ah Syariah serta fatw a ulama. R ujukan-rujukan
ulam a
dalam
p en etap a n
fatwa
selalu
m endasarkanpada
p ertim bangan dalam lingkup m ad zh ab Syafi’i.44 W alaupun tidak disebutkan secara khusus dalam p eru n d ang-undangan. Pada persoalan akidah dem ikian pula, hanya ulam a yang m enjadikan m adzhab Syafi’i saja yang digunakan sebagai rujukan.45 Ini m en unjukkan bahw a m adzhab yang digunakan baik dalam pendidikan, ibadah m a u p u n peradilan hanya m adzhab Syaifi’i. D alam urusan agam a, m aka sultan di m asing-m asing negeri pem im p in agama. Seperti zakat, secara kelem bagaan dikelola oleh bad an in d e p e n d en di m asing-m asing negeri. Seperti di Selangor didirikan lem baga Z ak at Selangor dengan pim p in an seorang pen g arah yang ditunjuk oleh M entri B esar m asingm asing negeri dengan hiraki pertanggungjaw aban ke sultan atau Y ang D ip ertu a
43 M. B. Hokker, Islamic haw in South-Fast Asia, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1984), hal. 144. 44 Ibrahim Abu Bakar, Islamic Modernism in Malaya, The Fife and The Though of Sayyid Syaykh al-Hadi 1867-1934, (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1994), hal. 17-18. 45 Ahmad Hidayat Buang, Kebebasan Memberi Pandangan dalam Isu-isu Agama Islam: Kajian terhadap Fatwa-fatwa Jabatan M ufli Negeri-negeri di Malaysia, Makalah dalam Seminar Pemikiran Islam Peringkat Kebangsaan I di Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 11 Januari 2003, hal. 11-12.
Politik, Agama, dan Negara ... 309
N egeri. P cngelolaan zakat scpenuhnya m enjadi w ew enang negeri-negeri. U n tu k khusus urusan agam a Islam m aka secara teknis dijalankan oleh majelis agam a negeri. K etua majelis agam a bertanggung jawab langsung kepada sultan. Pada tingkatan federal tidak terd ap at kem enterian khusus yang m engurusi agam a. T anggung jawab agam a berada di tangan P erdana M enteri dib an tu M enteri di k an to r P erd an a M enteri. P em isahan ini m enujukkan adanya keinginan kuat untuk pengurusan agam a sem ata-m ata m enjadi w ew enang sultan dan kerajaan. Sehingga tidak dilaksanakan oleh para politisi. T erm asuk
yang
m enjadi
kew enangan
p em erin tah
federal
adalah
pengaw asan terhadap ajaran sesat. D i saat p em erin tah m em an d an g bahw a keberadaan ajaran sesat akan m engganggu k e ten tram an m aka digunakan A kta K eselam atan D alam N egeri (Internal Security A ct, ISA) d an gugatan oleh Jaksa A gung M alaysia diajukan di M ahkam ah Sivil. Ini d ip an d an g sebagai hal yang akan m enggangu k etentram an um um . S em entara bagi u m a t yang m elaksanakan ajaran sesat m aka diberlakukan K anun Jenayah Syariah yang berlaku dalam enakm en seriap negeri. M aka, apa saja yang b e rte n ta n g an dengan h u k u m syarak akan m enjadi kew enangan Jenayah Syariah. T id ak saja dalam tingkatan negeri, tetapi terdapat pula A kta K esalahan Jenayah Syariah W ilayah P ersekutuan 1997 (Akta 559). W alaupun ada juga yang beranggapan, perlu diperluas dari tafsiran yang ada. Skop yang ada selam a ini tcrialu sem pit sehingga hanya m enyentuh perkara-perkara yang berh u b u n g an dengan h u k u m a n h u d u d .46 K eb u tu h an akan fiqh k o n te m p o re r perlu diakom odasi dalam enakm en dan juga jenayah siyasah. Sem entara partai politik m enganut sistem m ulti partai. N a m u n pada pem ilihan um um 2008, terbagi atas dua kelo m p o k besar. Partai besar yang berada dalam kelo m p o k B arisan N asional, selanjutnya kelo m p o k lain yang m engusung identitas oposisi m enam akan diri Pakatan Rakyat. U n tu k pertam a kali dalam sejarah M alaysia pem ilihan um um itu tidak dim enangkan 2 /3 oleh Barisan N asional yang terdiri atas U M N O , M C A dan k e lo m p o k oposisi terdiri atas PK R , PAS dan D A P . Pelaksanaan kehakim an
diselenggarakan oleh
pengadilan yang independen. Baik kekuasaan e k sek u tif m a u p u n legislatdf tidak m emiliki kew enangan dalam penyelenggaraan kehakim an. Sebagai lem baga yang 46 Op. Cit, Mahmood Zuhdi Abd Majid, hal. 134-140.
310 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
m erdeka
dari
dilaksanakan
kekuasaan secara
yang
internal.
lain,
Sistem
m aka
pengangkatan
pengadilan
hakim
m em berikan
agung
kew enangan
seluas-luasnya kepada M ahkam ah Syariah u n tu k m engadili perkara syariah sebagaim ana dalam en akm en m asing-m asing negeri.
F. Karya K eta ta n eg a ra a n d an P em erin ta h a n di Alarm M elayu Jika hari ini kita banyak m erujuk kepada karya-katya dari E ro p a dan A m erika Serikat m engenai politik, m aka sesungguhnya didapatkan w arisan kitab-kitab
dari
alam
M elayu
dan
N u sa n ta ra
yang
khusus
m em b ah as
ketatanegaraan d an pem erintahan. Ini m em buktikan bahw a perhatian terh ad ap p eradaban
tertinggi b eru p a ilm u p e n g etah u a n
dem ikian pula tata
kelola
p em erin tah an sudah ada. Sekaligus m en an d ak an bahw a Islam selalu m enjadi jiwa para p e m b e sa r istana sejak dulu. Sebagai c o n to h , kitab T sa m a rat alM uhim m ah karya yang dikhususkan u n tu k m en g en an g Y ang D ip e rtu a n M uda Ali (w afat 1857 M). Sekaligus dikhususkan kepada istana Lingga-Riau tetapi justru dijadikan rujukan juga oleh kerajaan-kerajaan lain yang serum pun. Zalila Syarif dan Jam ilah A h m ad juga m em berikan gam baran bagaim ana kita Taj alSaladn bu k an saja digunakan sebagai p a n d u an kekuasaan p olidk di sem enanjung A ceh.47 T etapi sam pai dibaca juga di daratan M elayu, begitu pula kerajaan Siam, di T hailand. K ed u a kitab itu m em b u k d k an bahw a pengaruh Islam terh ad ap pem erin tah an di M alaysia sudah ada sejak dulu dan bukan m uncul secara ribariba di abad ini. K arya seperti Taj al-Salarin d an B ustan al-Salarin m erupakan karya yang berasal dari peninggalan abad ke-17. Ini m enunjukkan bahw a sejak awal
ketika
h a rm o n i
antara
Islam
dan
M elayu
berk em b an g
term asuk
m em pen garuhi aspek ilm u pengetahuan. A da tiga kategori karya yang dihasilkan. P ertam a, karya terjem ahan. Sebagian besar p en garang terdiri atas ulam a dan p em b esar istana. D engan penguasaan terh ad ap kitab-kitab berbahasa A rab kem udian m enginspirasi untuk m enerjem ahkan ke dalam bahasa Melayu. K egiatan p enerjem ahan dilakukan baik secara resm i m erupakan kegiatan kerajaan m au p u n juga atas inisiarif
47 Zalila Syarif dan Jamilah Haji Ahmad, Kesusasteraan Melayu Tradisional, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1993), hal. 499.
Politik, Agama, dan Negara
...
311
pengarang sendiri. T erjem ahan berupa karya di pelbagai bidang, antara lain fiqh, tauhid dan juga tata negara. A ntara karya yang dihasilkan adalah n asihat alM uluk karya W a’iz al-K hasafi dan N asihat al-M ulk karya Im am al-G hazali. B uku kedua terseb u t bcrjudul sam a dengan buku sebelum nya tetapi dihasilkan dari pengarang b erbeda d an kajian yang b erb ed a pula. H a ru n Jelani m enjelaskan bahw a terjem ahan keduanya sangat teliti, sehingga kesalahan dan kesilapan dalam penerjem ahan sangat susah ditem ukan.48 P enerjem ahan b u k u kem udian berjalan secara sim ultan sesuai dengan keb u tu h an kerajaan. K edua, karya salinan dan saduran. D i saat ada keputusan yang akan diam bil oleh penguasa, m aka m ereka selalu bertanya kepada para ulam a. Sebagai c o n to h di saat pelantikan raja p erem p u an yang sebelum nya belum p ern ah didapatkan dalam tradisi kerajaan. U n tu k m enjaw ab ini, m aka ulam a m erujuk kepada kitab yang sudah ada. K em udian disadur dalam bahasa M elayu. Ini dilakukan karena melalui tulisan, m aka dap at disam paikan secara teratu r dan jelas. D em ikian pula dapat ditelaah kapan dan dim ana saja. Selanjutnya tidak terbatas di kalangan raja saja. T etapi penyelenggaraaan p em erintahan dap at m erujuk kepada karya ini tanpa dibatasi oleh kendala apapun. T idak saja oleh kalangan kerajaan, tetapi m asyarakat um um juga dapat m enyim ak inform asi dan juga pandangan ulam a. Hasil olahan ulam a inilah yang kem udian disesuaikan dengan kondisi alam M elayu. D ian tara karya yang terbit ini antara lain R isalah fi al-Sahabah, K itab al-Im am ah w a al-Siyasah, al-A hkam al-Sulthaniyyah w a alW ilayah al-Diniyyah. Terakhir, karya yang terinspirasi dari p eradaban Islam di wilayah lain. Pengaruh wilayah lain yang lebih dahulu m enerim a Islam kepada alam M elayu m em berikan inspirasi u n tu k m enulis buku yang sama. K arya seperti Q a b u sn a m a dan A khlak al-M uhsini yang dihasilkan di Persia, m em berikan p en garuh dalam nukilan dan karya pem ikiran ulam a di tanah M elayu. Salah satu pengarang besar yang ada yaitu Raja Ali Haji. Beliau penulis karya m o n u m e n ta l Tsamarat alMuhimmah dan Muqaddimah f t Inti^am. K e d u d u k an Raja Ali H aji sebagai keturunan Raja A hm ad yang m erupakan pem b esar di kerajaan Jo h o r-R iau
48 Jelani Harun, Pemikiran Adab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2003), hal. 38.
312 Millah Vol. X II, No. 2, Febmari2013
kem udian
m em berikan p en g aru h p en tin g
u n tu k m em berikan
pandangan-
pandangan dalam tata kelola pem erintahan. A palagi beliau b eb erap a kali m enjadi utu san u n tu k peru n d in g an kerajaan jo h o r-R ia u dengan G u b e rn u r Jenderal H india B elanda di Betawi. Sehingga sebelum m enuju ke peru n d in g an , beliau terlebih dahulu m enuangkan gagasan dan p o k o k pikiran ke dalam tulisan. Karya inilah yang kem udian digunakan sebagai argum entasi u n tu k m engadakan perjanjian
dan
p e ru n d in g an
dengan
pihak
kolonial.49 Ini
m en u n ju k k an
penerbitan karya te rseb u t digunakan u n tu k m em enuhi k eb u tu h an keilm uan di kalangan istana. P e rk em b an g an selanjutnya m enunjukkan bahw a buku terseb u t juga digunakan secara m eluas di luar istana. U raian di atas m enunjukkan bahw a karya-karya yang khusus m em bahas p em erintahan dan tata negara dalam sejarah M elayu sudah ada sejak abad ke-17. H anya saja, setelah kejayaan kesultanan M elayu seperti kerajaan Selangor, Johor-R iau, dan juga kerajaan T erengganu kem udian ddak berhasil diteruskan sam pai zam an sekarang. A kibatnya pandangan pem erin tah an sem ata-m ata hanya didapatkan dari perad ab an benua lain. Sem entara proses transkripsi serta penyaduran, dem ikian pula penerjem ahan sudah berlangsung sejak itu, T idak saja dga hal tersebut. B ahkan para ulam a yang berada dalam lingkungan kerajaan sudah m enghasilkan karya sendiri yang m erupakan buah pikiran orisinil sebagai hasil dari pengalam an sehari-hari. Sehingga cerm inan budaya dan pem ikiran yang berasal dari lingkungan alam M elayu kem udian akan lebih m udah dim aknai.
G. T a n ta n g a n P e m e r in ta h a n di N e g a r a -n e g a r a M u slim A da kesadaran identitas yang tu m b u h di kalangan dunia Islam . Mulai dari A frika sam pai ke L ib an o n dan juga m encapai sem enanjung Asia Tenggara yang
berujung
m encantum kan
di
daratan
dalam
Singapura.
konstitusi
B eberapa
sebagai
negara
negara, Islam
w alaupun tetapi
tidak
m ayoritas
penduduknya beragam a Islam . Setiap p em erintahan di negara-negara tersebut berupaya u n tu k m engadopsi p rak d k keislam an tidak saja dalam skala ibadah
49 Ibid, hal. 17. \
Politik, Agama, dan Negara ... 313
tetapi m encakup sam pai ke tata kelola p em erin tah an .50 Penelitdan Zulkifli m cnunjukkan
bahw a
m engintcgrasikan
setiap
D cw an
institusi
keuangan
Syariah ke dalam
di
Malaysia
stru k tu r lem baga.
sudah
K em udian
dilengkapi juga dengan adanya unit yang khusus m enyelaraskan prinsip-prinsip syariah dengan pelaksanaan m anajem en, tetm asuk dalam pelaporan, tanggung jawab
d an
keterbukaan.51 E sp o sito
m elihat
bahw a
di
55
negara
yang
b erpenduduk m uslim , satu-satunya keyakinan yang m em punyai akar kesejarahan dalam politik beserta dengan kebudayaan hanyalah Islam . H anya saja, Islam dan politik
tidak
m em punyai
b en tu k
yang kaku.52 K esadaran
itu
kem udian
berkem bang dalam aktivitas sosial politik. B angunan relasi antara Islam dan politik m enem ukan b en tu k yang tidak tunggal. D alam sejarah peradaban Islam telah dipraktikkan berbagai m odel yang kesem uanya dapat dikatakan sebagai bentuk dari penjiw aaan terhadap nilai-nilai keislaman. H aynes m engem ukakan bahw a agam a-agam a dunia telah m enjadi penerjem ahan m akna keberagam aan. Agam a telah m em berikan pem aknaan terhadap fakta sosial. D em ikian pula dalam konteks universal, agam a juga menjadi spirit bagi keberlangsungan dem okrasi.53 Sehingga m asing-m asing um at beragam a m em aknai im an dalam kehidupan sehari-hari dengan keberagam an. Pem aknaan dem okrasi dan dcm okratisasi ini kem udian b erkem bang m en u ru t pandangan nasional m asing-m asing. Bahkan kem udian p em b en tu k an negarabangsa dipicu dengan p andangan adanya ikatan kesam aan kultural berdasarkan aspck
kebangsaan. Ju stru
dengan
nasionalism e
yang
m engam bil
bentuk
em osional dan kadang esktrem m enim bulkan perselisihan tersendiri. Sebagaim ana
p ertcntangan
Pan-M alayan
Islam ic
Party
(PM IP)
m enentang U nited Malays N ationalist O rganization (U M N O ) secara sengit. T uduhan yang dilancarkan adalah bagaim ana partai yang berkuasa justru tidak
50 M. Tayeb, “Islamic Revival in Asia and Human Resources Management”, dalam Employee Relation, Vol. 19, No. 4, (1997), hal. 352-364.
51 Zulkifli Hasan, “A Survey on Shari’ah Governance Practices in Malaysia, GCC Countries and the UK”, dalam International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 4, No. 1, (2011), hal. 30-51. 52J. L. Esposito, Islam: The Straigh Path, (New York, NY: Oxford University Press, 1988), hal. 68. 51J- Haynes, Religion and Global Politics, (London: Longman, 1998).
314 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
m enjadikan Islam sebagai dasar perjuangan. Ju stru yang terlihat adalah dom inasi politik. T etap i Islam yang didengungkan hanya sebatas slogan. N asionalism e dipandang sebagai m anifestasi kesukuan, dim ana sikap yang justru dalam Islam adalah sebuah celaan.54 Sebagaim ana juga k elo m p o k Islam m e n u d u h bangsa kalangan
nasionalism e
lebih
condong
ke
arah
peninggalan
kolonialism e.
Sem entara Islam dip an d an g oleh m ereka sebagai pan d an g an hidup sekaligus sebagai ajaran yang m em iliki kelengkapan yang sem pum a. Sehingga Islam harus dijadikan
sebagai
sistem
kem asyarakatan
d an
sekaligus
sebagai
sistem
kenegaraan. A d a p u n sikap bagi yang m e n d u k u n g nasionalism e justru m elihat bahw a sikap m uslim seperti ini adalah ajaran yang kaku dan tidak to le ra n .55 P erten ta n g a n -p e rte n ta n g an seperti ini jika dibiarkan secara terns m enerus justru akan berakibat tidak sehat bagu p e rm m b u h a n negara m uslim . Sekaligus ada kegaduhan yang ddak p ro d u k tif dalam perjalanan kebangsaan. Awal abad
ke-21
m em berikan
g am b aran
sebagaim ana
dinyatakan
H u n tin g to n adanya g elom bang dem okratisasi. Ini dilakukan oleh be'berapa negara yang rakyatnya m e m an d an g
bahw a
ada
kekuasaan
o to rite r
yang
berkuasa. F e n o m e n a ini diistilahkan T h e T h ird W ave D em o cratizatio n in T he Late T w e n tie th C entury. E fek bola salju dalam perlaw anan terseb u t telah m am pu m e ru n tu h k a n rezim -rezim yang o to rite r.56 M enerjem ahkan p en d ap at ini, F ukuyam a justru m elihat perluanya pen g u atan negara. D en g an istilah “ lebih kecil n am u n lebih k u at” m em berikan pesan bahw a kekuatan suatu negara tidaklah b erd asar kepada kebesaran. B ahkan bisa saja sebuah negara kecil secara jum lah dan u k u ran statistik yang lain tetapi secara kelem bagaan m em punyai kapasitas dalam p e rtu m b u h a n ekonom i, jam inan keam anan, dll. K esem uanya itu tidak m em erlukan cakupan wilayah luas, n am u n justru berada dalam pentingnya
54 Muhammad Abu Bakar, “Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu Dewasa Ini”, dalam Tradisi dan Kebangkitan Islam di A sia Tenggara, peny. Taufik Abdullah dan Sahorn Siddique, (Jakarta: LP3ES, 1988). 55 Muhammad Isa Anshari, Islam dan Nasionalisme, (Bandung: ttp, 1969) 56 Samuel P. Huntington, The Third Wave Democratization in the Tate Twentieth Century, (Oklahoma: University of Oklahoma Press, 1991). I
Politik, Agama, dan Negara ... 315
negara yang sungguh-sungguh kuat dan efek tif dalam lingkup fungsi negara yang terbatas.57 P erk em b an g an berikutnya adalah adanya k ecen derungan privatisasi agam a yang m em perlihatkan m enjauhnya agam a dari k epentingan um um . D em ikian pula adanya pertanyaan ten tan g kredibilitas agam a. Selanjutnya ada juga
pertanyaan
ten tan g
apa
relevansi
agam a
u n tu k
kep en tin g an
um at.
Sem entara Beyer m enguraikan adanya keharusan agam a u n tu k m em berikan pelayanan dalam m e n d u k u n g dan m eningkatkan keyakinan beragam a. Sekaligus m em perluas im plikasi agam a di luar dari jangkauan territorial agam a itu sendiri. Ini berarti bahw a agam a harus berfungsi secara internal bagi um atnya dan juga m em berikan solusi bagi m asalah-m asalah di luar agam a secara form al. K onsepsi junction dan performance yang diuraikan Bayer dalam m elihat konsepsi realitas berdasarkan
cara
p an d an g
agam a.
T erakhir,
nilai-nilai
kom unal
m enjadi
berbeda. D em ikian pula Islam sebagai prinsip kehidupan. Basis differensial baru kem udian justru d iten tu k an oleh kem am puan ekonom i. Seperti nilai k epatuhan dan solidaritas b eru b ah dalam b en tu k yang lain dari yang sudah ada. P aram eter kultural tidak lagi berlaku, yang d o m in an adalah e k o n o m i dan politik.58 Sehingga norm a yang d ian u t dalam kom unitas m enjadi teru k u r den g an kepentingan ekonom i. Begitu pula p e n g aru h politik yang m endom inasi aktivitas. T an tan g an yang dikem ukakan di atas, m e n u n ju k k an bahw a Islam sebagai
agam a
sekaligus
sebagai
d o k trin
politik
harus
dapat
m enjaw ab
perm asalahan kekinian yang ada. Ju stru dengan m asalah-m asalah yang ada, kem udian Islam m aju d e n g an solusi yang aplikatif akan m enjadi bukti bahw a sesungguhnya
penolakan
terhadap
kon sep
Islam
sebagai
ajaran
dalam
pem erintahan akan ditolak dengan sendirinya. N a m u n dem ikian te n tu tidak secara kaku kem udian hanya m engedepankan istilah hudud atau syariah dalam arid sem ata-m ata h ukum an. H asil penelitian te n tan g keberhasilan M alaysia m enerapkan
sistem
p erb an k an
syariah
m enunjukkan
bahw a
Islam
dapat
tnenjadi jalan keluar bagi m asalah abad ini. ' 7 Francis Fukuyama, Memperkuat Negara, Penerj. A. Zaim Rofiqi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Urama, 2004), hal. 155 - 158. 58 Gordon Mathews, Global Culture/ Individual Identity: Searching fo r Home in The Cultural Supermarket, (London: Routledge, 2000).
316 Millah Vol. X II, No. 2, Februan 2013
H . I sla m d a n T ra n sfo rm a si T a ta K elola Secara k esem purnaan
teologis, ini
Islam
harus
m erupakan
dilanjutkan
kesem purnaan.
dalam
Pada
b en tu k -b e n tu k
sisi
yang
lain, lebih
operasional. U n tu k itu, pelaksanaan secara im p le m e n ta d f kebijakan publik harus diw arnai dengan m oralitas agam a. Im an dalam b e n tu k abstrak tetapi perilaku baik dalam k ehidupan personal m a u p u n publik m eru p ak an buah dari keim anan itu sendiri.59 Secara teologis, keesaan atau kesatuan m u d ak berada pada wilayah akidah. D ip erlu k an penghayatan individual u n tu k m em aknai keesaan T u h an . Sehingga ddak ada kepercayaan terhadap kebendaan, kecuali kepada Y ang Pisa itu sendiri. Pada seorang ham ba yang tercerahkan oleh im an, m aka dalam proses dan keberadaan di m asyarakat senantiasa akan m encerm inkan im an yang difaham i itu dalam keadaban sehari-hari. T idak ada larangan, b a h k an ini m eru p ak an in d p a d ajaran u n tu k m enyandingkan antara edka Islam dengan p em b an g u n an
sosial kem asyarakatan. Jika
ddak
dibarengi oleh
m oralitas
keberagam aan itu, m aka am bisi dan egosim e akan m e n d o ro n g m anusia sam pai kepada tahap ketam akan. D e n g an dem ikian, justru Islam m e m b en ten g i m anusia dari feodalism e, m o n o p o li dan patriarki yang justru m erusak p erad ab an m anusia itu sendiri. A da dga hal yang senantiasa m enjadi w acana religiusitas yang harus ditransform asi sehingga lebih
bersifat tata
kelola.60 B erikut dikem ukakan
b eberapa hal yang b e rh u b u n g a n dengan tantangan tersebut. P ertam a, tauhid. K o n se p pengesaan A llah m enjadi dasar p ertam a antara yang berislam d an ddak berislam . D i saat seorang m anusia m engucapkan persaksian u n tu k m engesakan Allah, m aka saat itu juga m enghilangkan sem ua aspek kebendaan yang harus dijadikan sesem bahan. Pernyataan syahadat m en g an d u n g konsekw ensi individu. Jika setiap individu m uslim kem udian konsisten m enjalankan syahadat yang telah diikrarkan, m aka ini akan m enjadi p o ndasi m anajem en dan pem bangunan
59 J. Mark Halstead, “Islamic Values: A Distinctive Framework for Moral Education?” dalam journal ofMoral Education, Vol. 36, No. 3, (September, 2007), hal. 283 - 296. 60 Muhammad, Islam, “Transformasi Sosial Ekonomi dan Public Civility”, dalam Jurnal Studi Agama Millah, Vol. XI, No. 2, (Februari: 2012), hal. 408 - 423.
Politik, Agama, dan Negara ... 317
yang berkelanjutan.6’ K etika m endasarkan diri pada prinsip ketuhanan, m aka bukan berarti p e m b e n tu k an negara dalam k onsep teokrasi. Sebaliknya justru yang berjalan adalah nom okrasi.6162 D im ana kedaulatan yang ada di tangan rakyat sepenuhnya berada dalam
pada hukum
Allah. Sehingga kedaulatan yang
dim aknai, bukannya tidak terbatas. M elainkan ada h u k u m -h u k u m Allah yang kem udian m em batasi nilai-nilai politik yang ditugaskan kepada m anusia. K edua, keadilan. Surah al-N isa ayat 135 m enjadi dasar bagi w ajibnya penegakan keadilan dalam sem ua aspek kehidupan. T erm asu k dalam urusan pem erintahan
d an
juga
aktdvitas
polidk.
P ersoalan
pokok
yang
harus
terim plem entasi adalah adanya kesam aan. Ini perlu dilihat dalam fungsi yang diem ban, k em am puan dan tugas yang m enjadi kew ajiban. D engan m endasarkan diri pada
keadilan
ini,
jika
itu
disebut
dengan
dem okrasi,
m aka
akan
m enegakkan nilai-nilai dem okrasi dalam kem ajem ukan m asyarakat. N u rcholish M adjid ketika m enguraikan m akna khutbah R asulullah dalam haji w ada’ justru m elihat bahw a pesan utam a yang ada adalah keadilan itu sendiri. Paling tidak ada lima hal yang dipesankan Rasulullah yaitu persam aan m anusia, kew ajiban m elindungi
jiwa
dan
kehorm atan
individu,
pertanggungjaw aban
pribadi,
larangan m enindas dan ditindas, terakhir kesam aan tim bal balik antara laki-laki dan
p erem p u an .63
O leh
karena
itu,
m enjadi
tugas
keum atan
u n tu k
m enerjem ahkan p esan-pesan Rasulullah dalam k h u tb ah w ada’ m enjadi realitas. Tidak sekedar k o n sep sem ata, tetapi teraplikasi dalam b e n tu k in stru m e n t masyarakat. K etiga, am anah dan tanggung jawab. H akikat dan esensi spiritual kem anusiaan kem udian tugas kekhalifaan m anusia yang diem ban kontrak
awal
dengan
T u h an ,
m aka
tujuan
akhirnya
adalah
sebagai
tu m buhnya
kedam aian di dunia. M aka jika tauhid dim aknai sebagai im an, m aka ada akar kata yang sam a antara im an dan am anah. T ugas m en cip tak an kedam aian dunia 61 Abu A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Muhammad al-Baqir (penerj.), (Bandung: Mizan, 1990), hal. 13. f’2 M. Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsipnyayang dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Priode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 64 - 65. 63 Nurcholish Madjid, dkk, Kehampaan Spiritual Masyarakat Moderen, Respond dan Transformasi Nilai-nilai Islam menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Paramadina, 2005), hal. 40.
318 Millab Vol. X II, No. 2, Februan 2011
yang m enjadi tugas utam a m anusia d a p at dijalankan jika m em iliki tu ru n an im an kem udian dilaksanakan dengan am anah u n tu k m ew ujudkan keam anan. A m anah bergan dengan d e n g an adil. Pesan ayat 58 al-Q u ran [4] bahw a am anah hendak disam paikan kepada yang berhak. M asih dalam ayat yang sam a bahw a adil harus m enjadi prasyarat dalam pelaksanaan hukum . Prinsip syura, jika dipandang dalam w acana dem okrasi sesungguhnya juga bersam aan dengan tanggungjaw ab. T indakan tidak jujur, penyelew engan tanggung jawab yang m esti diarahkan kepada
kem aslahatan
m em perkaya
d in
um m at
sendiri
dan
m anusia.
Saat
b e ru b ah
m enjadi
keluarga,
m aka
saat
juga
itu
urusan
m engubah
kepercayaan m asyarakat. S em entara rakyat den g an sepenuh hati dan jujur untuk m eletakkan
tu n tu ta n
kepada wakilnya dengan
h arap an
ada am anah
dan
tanggung jawab yang senandasa m enaungi pelaksanaan tugas. K etiga prinsip yang diuraikan di atas, sesungguhnya sudah m enjadi p a n d an g an seorang m uslim . H anya saja, selam a ini agam a hanya digunakan sebagai alat legidm asi. Sekaligus diberdayakan u n tu k kep en d n g an politik jangka panjang. A gam a seharusnya h am s m enjadi p a n d u a n agar senandasa m enjadi arah dan tujuan utam a dalam pelaksanaan p o lid k prakds. T idak lagi sekedar m enjadikan agam a sebagai sim bol u n tu k m erau p suara tetapi dalam p ra k d k yang ada sim bol-sim bol d d ak tercerm in dan teroperasionalkan dalam kehidupan sehari-hari. H asil penelidan m en unjukkan bahw a Islam sekaligus digunakan sebagai k elo m p o k etnisitas. Jika m enggunakan analisis C lifford G eertz, m aka ini dianggap sebagai sesuatu yang hadir sebagai hasil yang given.M A da konstm ksi sosial sejak lam a sudah berproses. D ari keh id u p an m asyarakat ada hal yang m enjadi m odal spiritual sebagaim ana dalam istilah D souli dkk.646S K ondisi ini kem udian
akan
m enjadi
kerangka
dalam
m elihat
keadaban
eds
sebuah
m asyarakat. D im a n a nilai-nilai agam a kem udian senandasa m enjadi pem icu kelangsungan dalam u m san keseharian.
64 Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, (New York: Basic Books, 1973), hal. 273 277. 65 Guarda Dsouli, Nadeem Khan, dan Nada K. Kakabadse, “Spiritual Capital The Co evolution of An Ethical Framework Based on Abrahamic Religious Values in the Islamic Tradition”, dalam Journal ofManagement Development, Vol. 31, No. 10, (2012), hal. 1058 - 1076.
Politik, Agama, dan Negara ... 319
I. Im p lik a si T eo r itis P an d an g an yang m elihat bahw a perlu ada pem isahan antara agam a dan negara
sesungguhnya
kurang
lebih
diilham i
dari
teori-teori
dari
abad
pertengahan. Salah satu pandangan itu dikem ukakan oleh J o h n o f Paris. Secara tegas m enolak antara penyatuan keduanya. J o h n m elihat bahw a ada m asyarakat yang terpisah dan m erupakan pem beda. W alaupun juga diakui bahw a m asingm asing kesatuan berasal dari T u h a n yang sam a. A da tujuan yang sam a, tetapi kew enangan yang berbeda. D o k trin ini dikem ukakan dalam “D e P o te sta te Regia et Papali” . K esim pulannya J o h n m elihat bahw a gereja sem ata-m ata berada dalam kekuasaan spiritual, bukan yang lain.6667P a a a sisi lain, jika Islam dip an d an g oleh pem eluknya ddak saja sebagai sistem filsafat, m aka Islam harus m enjadi jalan h idup sebagai aturan yang yang lengkap dan k o m p reh en sif. G e ertz m enem ukan bahw a dalam p andangan seo ran g m uslim , agam a tidak dap at m em isahkan antara kehidupan dunia dan ibadah yang berseberangan. T etapi justru keduanya adalah kesatuan dalam rangka m engintegrasikan antara individu dengan m asyarakat.6 P andangan J o h n dan G e ertz yang b erb ed a ditunjukkan dalam posisi yang b erb ed a pula. Jika m enguarikan dalam kerangka m enghindari adanya gesekan kependngan. Sem entara G e ertz tam pil alam b e n tu k ilm uw an yang m engabdi pada pengem bangan ilmu. A gam a d a p at dilihat sebagai elem en p en tin g dalam polidk. W alaupun juga kadang d d ak dapat dibukdkan
secara k u a n titatif tetapi tidak dapat
dipungkiri salah satu fak to r yang m e n d o ro n g m erebaknya dem okradsasi adalah agama
itu
sendiri.
m endayagunakan
H asil
penelidan
agam a u n tu k
ini
m enunjukkan
m encapai kem ajuan.
bahw a
M alaysia
D im an a di satu
sisi
m eredam konflik antar agam a tetapi lebih m em ilih u n tu k berdinam ika dalam w acana keislam an. Ju stru dengan pilihan ini m eb uktikan bahw a kem ajuan dalam tata kelola p em erin tah an dap at dicapai d e n g an adanya kesam aan prinsip. Tem tam a dalam m enggunakan fondasi keberislam an sebagai to lo k u k u r utam a. Jika m em pergunakan teori B idabad yang m enyatakan bahw a kom unitas agam a 66 Riviere, Le Probime de I ’ Egliseet de l'E ta t au Temps de Pbillipe le Bel, (Louvain, 1926), hal. 281.
67 Clifford Geertz, Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia, (Chicago, IL: Lniversity of Chicago Press, 1971), hal. 14.
320 Millah Vol. X II, No. 2, Februan 2013
dapat saja m en d ap atk an k euntungan dalam kepentingan nasional.6869 D engan kesam aan regulasi baik dalam p aad an g an individu, nasional m a u p u n kom unitas, m aka akan lebih m em u d ah k an u n tu k m enunjukkan entitas yang sam a untuk m em perjuangkan kep en tin g an bersam a atas nam a nasionalism e. M aka dalam penelidan ini ditunjukkan bahw a Islam dalam kondisi politik M alaysia lebih m em berikan k e u n tu n g an dalam pergaulan internasional dibandingkan aspek negatifnya. Sehingga dalam kom unikasi u n tu k m em perjuangkan isu tidak saja m enggunakan p e rb e d aa n w ilayah tetapi sekaligus juga m erangkul kesam aan identitas keberagam aan. B erbeda den g an lingkungan politik yang berada di Saudi A rabia. Ju stru Malaysia berhasil m engelola adanya p e rb ed aan -p erb ed aan keluarga. Sehingga p erbedaan yang ada kem udian dim asukkan dalam perlem bagaan yang disebut dengan
kesultanan.
Sehingga
adanya
sultan
di
setiap
negeri
justru
m em ungkinkan u n tu k m em berikan dukungan bagi keberlangsungan negara. Sem entara di Saudi A rabia, w alaupun sam a dengan M alaysia yang m enganut sistem kerajaan tetapi M alaysia berhasil m engakom odasi kepentingan rakyat sehingga raja d an rakyat kem udian tetap m end ap atk an m asing-m asing posisi yang
m e n g u n tu n g k an
secara
politik.
A d ap u n
Saudi
A rabia,
hanya
m em pergunakan kekuasaan u n tu k keluarga di lingkungan clan tertentu. Sehingga gerakan fundam entalism e berk em b an g dengan m em pergunakan identitas Islam. Partisipasi politik tidak dijalankan seiring dengan tu n tu ta n dem okratisasi.09 Sehingga Islam dan negara yang berjalan dalam politik M alaysia m enjadi m odel tersendiri. D im ana Islam tidak ditunjukkan dengan kekuasaan kerajaan sematam ata tetapi ada partisipasi, konstribusi dan juga interaksi rakyat. Sem entara itu, kerajaan juga dibatasi den g an
kew enangan dan
kekuasaan
te rte n tu
yang
dilem bagakan. H asil penelitian m enunjukkan bahw a partisipasi politik di Malaysia bersinergi dengan kekuasaan kerajaan. Ini m enunjukkan bahw a pem erintahan
68 Bijan Bidabad, “Public International Law Principles: an Islamic Sufi Approach”, dalarn InternationalJournal o f Fair and Management, Vol. 53, No. 6, (2011), hal. 393 —412.
69 Yeslam al-Saggaf dan Kenneth Einar Himma, “Political Online Communities in Saudi Arabia: the Major Players”, dalam Journal of Information, Commmunication & Ethics in Society, Vol. 6, No. 2 (2008), hal. 12 7 - 140.
Politik, Agama, dan Negara ... 321
dapat m engelola kelas sosial yang ada. M aka, fak to r Islam m enjadi pentdng dalam m elihat praktik ini. Nilai dan persepsi in terp erso n al tidak lagi m enjadi kendala dengan
p e n etap an
Islam
sebagai agam a
resm i. W alaupun
sikap
interpersonal ini adalah p andangan politik, tetapi eksistensi yang diterjem ahkan dalam urusan politik tidak m en d o ro n g untuk m e m b u a t kelo m p o k dengan nilai yang berbeda. Sebab sejak awal nilai yang dianut m eru p ak an prinsip yang sam a dengan apa yang diyakini kelom pok lain. M aka, kondisi ini dalam p andangan A lm ond dan V erb a akan m em unculkan w arga negara yang p e n u h percaya diri. K epercayaan terh ad ap kom petensi sesam a w arga negara adalah kunci sikap politik.
D en g an
partisipasi.
tu m b u h n y a
Selanjutnya
akan
kepercayaan, terb en tu k
m aka
partisipasi
dapat aktif,
saja
m e n d o ro n g
kepuasan
dalam
bernegara serta m enjadi w arga negara yang setia. P ada giliran berikutnya akan m endorong w ujudnya hubu n g an sosial dan kerjasam a diantara w arga negara.70 Faktor ini kem udian m engelim inasi w ujudnya p erb ed aan -p erb ed aan ideology yang m enjadi w acana. Jika tidak dikelola, akan m enim bulkan kegaduhan. T etapi dalam praktik Malaysia, justru berhasil m eredam kegaduhan itu. K em udian m enjadikan energi u n tu k aksi positif. Akhirnya, hasil penelitian ini m enunjukkan bahw a ada transform asi dan juga penyesuaian akan ide dem okratisasi. K etika dem okrasi kem udian berjalan dan berkem bang, term asuk di negara bukan asal dem okrasi itu sendiri, ada adaptasi dan akulturasi dengan budaya yang sebelum nya sudah ada. P rinsip pem erintahan berjalan sesuai dengan n o rm a dan keyakinan yang dimiliki m asing-m asing negara. m enem ukan
te m p a t
D em ikian pula di M alaysia, dim ana ketika
dem okrasi
belum
m em berikan
Islam
sudah
ide
dalam
kelangsungan pem erintahan. M aka, ketika dem okrasi d an relasi negara dengan agama mulai m enjadi w acana, keberagam an d an keberagam aan yang sudah ada m engalam i akulturasi. F en o m en a ini deijelaskan N a sr bahw a sesungguhnya pelaksanaan pem erin tah an dalam Islam sangatlah sederhana. A turan fiqh sudah jelas m enguraikan “ apa yang b o leh ” dan “ apa yang tidak b o le h ” . Sehingga setiap tnuslim kem udian akan taat pada aturan dasar ini. T erm asu k dalam k ehidupan
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, penerj. Sahat Simamora, (Jakarta: BmaKasara, 1984), hal. 254 - 256.
322 Millah VoL X II, No. 2, Febmart 2013
politik.71 U n tu k itu, penelitian ini m en unjukkan bahw a tata kelola pem erin tah an jika m enggunakan prinsip d an sem angat keberislam an secara m andiri akan m em berikan sum bangsih bagi ketnajuan kem anusiaan.
J. P en u tu p Penelitian
ini
m enunjukkan
bahw a
politik
dan
agam a
dalam
pem erin tah an M alaysia dapat berjalan seiring. Prinsip-prinsip Islam kem udian m enjadi inspirasi dalam p e n etap an kebijakan. T erm asuk di dalam nya bagaim ana sistem p erb an k an syariah m enjadi daya dukung perekonom ian. Sem entara dalam sistem p e m e rin ta h an dikelola den g an m enggunakan p a n d an g an politik Islam. M alaysia sebagai sebuah entitas bangsa d an negara kem udian berusaha m engadaptasi Islam u n tu k dijadikan stan d ar etis dalam kenegaraan. W alaupun m en d ap atk an kritikan dari dalam M alaysia sendiri, tetapi ada b eb erap a yang sudah disepakati sejak awal ketika pendirian M alaysia sebagaj sebuah negara. K etidaksepakatan hanya pada b eberapa hal yang m enjadi agenda bersam a. T etapi dalam praktik yang sudah berjalan, justru syariah d an pelaksanaan kebebasan beragam a justru m enjadi dinam isator m asyarakat. Jika pan d an g an terte n tu berusaha m enjelaskan ketidaksinkronan untuk m en etap k an agam a d an negara secara bersam aan, m aka dalam konteks Malaysia tidak lagi m enjadi w acana. J u stru agam a dijadikan sebagai alat untuk melakukan transform asi di m asyarakat. Sehingga dengan adanya keseragam an prinsip m enjadikan
kekuasaan
dap at
diarahkan
u n tu k
m elayani
kepentingafl
kem anusiaan. T idak lagi hanya sekedar m enjadi slogan sem ata-m ata tetapi lebih dari itu bergerak kea rah p en erjem ah an m akna politik sebagai alat. Kepercayaan politisi sejak awal u n tu k m em ilih Islam sebagai acuan utam a m enjadikan agama u n tu k m enggerakkan sistem politik. W alaupun dem ikian, agam a lain secara bebas te ta p d a p at dipraktikkan. Ini m enu n ju k k an bahw a Islam sesungguhnya m enjadi sebuah kesadaran k olektif m asyarakat. Sehingga d a p at saja menjadi lo k o m o tif u n tu k sebuah perubahan.
71 S. HAL. Nasr, The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity, (New York, NY: HarpS Collins, 2004), hal. 148.
Politik, Agama, dan Negara ... 323
D A FT A R PUSTAK A Ali, M uham m ad D aud. 2002. H ukum Islam di Indonesia, cet. III. Jakarta: PT . Raja G rafin d o Persada. A l-M aududi, A bu A ’la. 1990. Khilafah dan Kerajaan, M u h am m ad al-Baqir (penerj.). B andung: M izan. Al-M awardi, A bu al-H asan Ali. tt. al-A hkam al-Sulthaniyyah. L ebanon: D a r alFikr. A lm ond, G abriel A. dan V erba, Sidney. 1984. Budaya Politik, penerj. Sahat Sim am ora. J akarta: Bina Kasara. Al-Saggaf, Yeslam . dan H im m a, K e n n eth E inar. 2008. “ Political O nline C om m unities in Saudi A rabia: the M ajor Players” , dalam journal o f Information, Commmunication & Ethics in Society. V ol. 6. N o . 2. 127 — 140. A nshari, M uham m ad Isa. 1969. Islam dan Nasionalisme. B andung: ttp. Arifin, M oham m ad bin. 1999. Islam dalam P erlem bagaan P ersekutuan. dalam A h m ad
Ibrahim ,
dkk.
Perkembangan
Undang-undang
Perlembagaan
Persekutuan. K uala L um pur: D ew an B ahasa dan Pustaka. A rkoun, M oham m ed.
2001. Islam Kontemporer M enuju Dialog Antar-agama.
Y ogyakarta: Pustaka Pelajar. Azhary, M. Tahir. 1992. Negara H ukum : Suatu Studi tentang Prinsipnyayang dilihat dari Segi H ukum Islam, Implementasinya pada Priode Negara M adinah dan M as a Kini. Jakarta: Bulan B intang. Azra, A zyum ardi. 1994. “ K ata P en g an tar” . dalam B ernard, Bahasa Politik Islam. penerj. Ih san Ali Fauzan. Jakarta: G ram edia. Baali, Fuad dan W ardi, Ali. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. M ansuruddin. Jakarta: Pustaka Firdaus. Bacha, O biyathulla Ism ath. 2008. "T he Islam ic In te rb a n k M oney M arket and a D ual B anking System: the M alaysian E xperience". International journal o f Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 1. Iss: 3. 210 — 226. Badawi, Tsarw at. 1998. al-Nushum al-Siyasah. Ju z I. L ebanon: D a r al-Fikr.
324 Millab Vol. X II, No. 2, Februari 2013
Bakar, M uham m ad A bu. 1988. “ Islam dan N asionalism e p ad a M asyarakat M elayu D ew asa In i” , dalam Tradisi dan Kebatigkitan Islam di A sia Tenggara. peny. T aufik A bdullah dan Sahorn Siddique. Jakarta: LP3ES. Bellah, R o b ert N . 1975. The Broken Covenant: American C ivil Religion in a Time o f Trial. N ew Y ork: Seabury. B enson, K .L. B railsford, T.J. dan
H um phrey, J.E . 2006.
“D o
socially
responsible fund m anagers really invest differendy?” . dalam journal o f Business Ethics. V ol. 65. 337-57. B idabad, Bijan. 2011. “Public Intern atio n al Law Principles: an Islam ic Sufi A p p ro a c h ” , dalam International journal o f Taw and Management. V ol. 53. N o . 6. 3 9 3 - 4 1 2 . B rym an, A. 1988. Q uantity and Q uality in Social Research. L ondon: U nw in H ym an. Buang, A hm ad H idayat. 2003. Kebebasan Memberi Pandangan dalam Isu-isu Agam a Islam: Kajian terhadap Fatwafatwa jabatan M ufti Negeri-negeri di Malaysia. M akalah dalam Sem inar Pem ikiran Islam Peringkat K ebangsaan I di A kadem i Pengajian Islam , U niversiti Malaya. 11 Januari. Carcyle, R. W . d an J, A. 1928. A H istory o f M edieval Political T h e o ry in T h e W est, V ol. 5. L ondon: B lackw ood. C ook, Bradley j . d an Stathis, M ichael. 2012. “ D em ocracy and Islam : Prom ises and Perils fo r the A rab Spring P ro tests” , dalam journal o f Global Responsibility. Vol. 3, N o . 2. 175 - 186. D souli, G uarda. K han, N adeem . dan K akabadse, N ada K. 2012. “ Spiritual Capital
The
C o-evolution
of An
E thical
F ram ew ork
B ased
on
A braham ic Religious V alues in the Islam ic T rad itio n ” , dalam Journal o f Management Development. Vol. 31. N o . 10. 1058 - 1076. E ffendy, B ahtiar. 2003. Islam and The State in Indonesia. Singapura: ISEA S. E sp o sito , J. L. 1988. Islam: The Straigh Path. N e w Y ork, N Y : O x fo rd U niversity Press. E sp o sito , J o h n L. 1990. Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang. Federal C onstitution. 2002. K uala L um pur: Intern atio n al Law B ook Service. Friedrich, Carl J. 1963. M an and H is Government, A n Em pirical Theory o f Politics. N e w Y ork: M e G raw Hill B o o k Coy, Inc.
Politik, Agama, dan Negara
...
325
Fukuyam a, Francis. 2004. M emperkuat Negara. Penerj. A. Z aim Rofiqi. Jakarta: G ram edia Pustaka U tam a. G eertz, Clifford. 1971. Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia. Chicago, IL: U niversity o f C hicago Press. G eertz, Clifford. 1973. The Interpretation o f Cultures. N ew Y ork: Basic Books. 273 -2 7 7 . G ibb, FI. A. R. (peny.). 1932. Whither Islam? A Survej o f Modem Movements in the Moslem World. L ondon: V ictor G ollancz Ltd. C lock,
Charles Y.
1972. “ Im ages
o f G o d , Im ages
o f M an, and T h e
O rganization o f Social Life” , dalam Journal fo r the Scientific Study o f Religion. N o. 11. 1-15. H alstead, J. M ark. 2007. “ Islam ic Values: A D istinctive Fram ew ork for M oral E d u catio n ?” , dalam Journal o f M oral 'Education. Vol.
36.
N o.
3.
Septem ber. 283 - 296. H arun,
Jelani 2003. Pemikiran A dab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu. K uala L um pur: D ew an B ahasa dan Pustaka.
Hasan, Zulkifli. 2011. “A Survey o n Shari’ah G overnance Practices in Malaysia, G C C C ountries and the U K ” , dalam International Journal o f Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 4. N o . 1. 30-51. Hasyim, Junaidah. 2009. “ Islam ic Revival in H u m a n R esources M anagem ent Practices am o n g Selected Islam ic O rganisations in M alaysia” , dalam Journal o f Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 2. N o . 3. 251-267. Haynes, J. 1998. Religion and Global Politics. L ondon: L ongm an. Hitti, Philip K. 1990. History o f The A rab. L ondon: M acmillan. H okker, M. B. Islamic Law in South-East A sia , (Kuala L um pur: O x fo rd U niversity Press, 1984. H untington, Samuel P. 1991. The Third Wave Democratization in the Late Twentieth Century. O klahom a: U niversity o f O klahom a Press. Ibrahim A bu Bakar, Islamic Modernism in Malaya, The Life and The Though o f Sayyid Syaykh al-Hadi 1867-1934, (Kuala L um pur: U niversity o f M alaya Press, 1994.
326 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
Islam , M uham m ad. 2012. “T ransform asi Sosial E k o n o m i dan Public Civility” , dalam Jurnal Studi Agam a M illah. Vol. X I. N o . 2. Februari. 408 - 423. Leege, D avid C. 1987. The Parish as Community, Noire Dame Study o f Catholic Parish Life, R ep o rt 10. N o tre D am e, IN : U niversity o f N o tre D am e. M aarif, A h m ad Syafii. 1983. Islam as the Basis o f State: A Study o f the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia. D isertasi. Chicago: U niversity o f Chicago. M adjid, N urcholish. 1990. “ K ata S am butan” dalam M unaw ir Syadzali, Islam dan Tata Negara: A ja r an, Sejarah dan Pemikuran. j akarta: U l-P ress. M adjid, N urcholish. dkk. 2005. Kehampaan Spiritual M asyarakat Moderen, Respond dan Transformasi N ilai-nilai Islam menuju M asyarakat M adani. Jakarta: Param adina. M ahdi, M uhsin. 1971. Ibn Khaldun’s Philosophy o f History, A Study in the Philosophy Foundation o f the Science Culture. Chicago: U niversity Press. M ajid, M ah m o o d Z u h d i A bd.. Bidang Kuasa M ahkam ah Syariah di Malaysia, (Kuala L um pur: D e w a n Bahasa dan Pustaka, 1997), hal. 103. M alaysian Statistics
D ep artm en t.
2006. Malaysian Population Survey. K uala
L um pur: M alaysian G o v ern m en t. M athew s, G o rd o n . 2000. Global Culture/ Individual Identity: Searching fo r Home in The Cultural Supermarket. L ondon: R outledge. M ehden, F red R. v o n der. 1957. Islam and the Rise o f nationalism in Indonesia. D isertasi. Berkeley: U niversity o f C alifornia Berkeley. M uhadjir, N oeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Y ogyakarta: Rake Sarasin. M ulia, M usdah. 2001. Negara Islam: Pemikiran Politik H usain H aikal. Jakarta: Param adina. N akhaie, A hm ad. 2001. Jihad Guru Agam a dalam Pembangunan Bangsa Melayu dan Pembentukan Negara Islam M aju. m akalah disam paikan dalam K uruss K has P erd an a (Pendidikan Islam ), 22 Mei. K uala L um pur. N api, W an K am al W an 2007. The Islamination O f Politics In Malaysia: How Religious Political
Opportunities
and
Threats
Influence
Religious
Framing
Counterframing. D isertasi. C arbondale: S outhern Illinois U niversity.
and
Politik, Agama, dan Negara
...
327
N asr, S. H. 2004. The Heart o f Islam: Enduring Values fo r Humanity. N e w Y ork, NY: H arp er Collins. N asurion, S. 1996. Metode Penelitian N aturalistik K ualitatif B andung: Tarsito. N ata, A buddin. 1999. Metodologi Studi Islam, cet. III. Jakarta: PT. R ajaG raflndo Persada. N atsir, M oham ed. 1951. “ A gam a dan N egara” , dalam M. Isa A nshary. Ealsafab Perjuangan Islam. M edan: P enerbit Saiful. O lesen, A sta. 1996. Islam and Politics in Afghanistan. C u rzo n Press: St. J o h n ’s Studios, C hurch R oadl R ichm ond, Surrey. O sm an, Fathi. 1983. “ Param eters o f the Islam ic State” . Arabia-. The Islamic World Review. N o . 17. Januari. Q aedhaw i, Y usuf. 1997. M in Eiqh al-Daulah f i al-Islam. K airo: D a r al-Syuruq. Riviere. 1926. I j: Probleme de I ’ Egliseet de I ’E ta t an Temps de Phillipe le Bel. Louvain. Saward, M ichael. 1996. “ D em ocracy and C om peting V alues” , dalam Government and Opposition, Vol. 31, N o. 4. 467-86. Soekanto, Soerjono. 1973. Pengantar Sosiologi H ukum . Jakarta: B harata. Strauss, A nselm
dan
C orbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian K ualitatif
Tatalangkah dan teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Surur, T aha Abd al-Baqi. Dawla al-Qurati, (Kairo: D a r al-N adha Misr, 1972), hal 80. Susilawetty. 2008. “ Im plem entasi K etentuan H ukum W aris Islam Indonesia dan M alaysia” , dalam Jum al Reformasi H ukum . Vol. X I. N o . 2. D esem ber. 130- 149. Syarif, Zalila dan A hm ad, Jam ilah Haji. 1993. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala L um pur. D ew an Bahasa dan Pustaka. Tayeb, M. 1997. “ Islam ic Revival in Asia and H um an R esources M anagem ent” , dalam Employee Relation. Vol. 19. N o . 4. 352-364. Thaib, Lukm an. 2005. Islamic Political Representation in Malaysia. K uala L um pur: U niversity o f M alaya Press. 202-203. Wald, K enneth D. 1992. Religion and Politics in the United States. W ashington D C : C ongressional Q uarterly Press.
328 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
W an Z ahidi W an T eh . 2000. M alaysia D aulah Islam iah. M akalah disam paikan p e rju m p aan YAB P erdana M enteri bersam a Pegaw ai-pegaw ai A gam a Islam seluruh Malaysia. 28 - 29 A gustus. Putrajaya: JA K IM . Yahaya, A zlan R. 2012. Islam Hadbari: A n Ideological Discourse A nalysis o f Selected Speeches by UA4JXO President and Malaysia Prime M inister Abdullah A hm a d Badawi. D isertasi. A m erika Serikat: Scripps College o f C o m m u n icatio n o f O h io U niversity. Z ain u d d in , A R ahm an. 1992. Kekuasaan dan Negara Pemikiran Politik Ibnu