sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XX, Nomor 1, 1995 : 31 – 39
ISSN 0216 – 1877
KEMATIAN MASSAL BULU BABI Oleh Aznam Aziz *) ABSTRACT MASS MORTALITIES OF ECHINOIDS. The sea urchin Diadema antillarum is normally ubiquitous on shallow reefs throughout the Caribbean. The urchin is an important grazer on benthic algae and, occasionally, coral tissue and is a major bioeroder of hard substrata. Populations of the sea urchin suffered mass mortality throughout the Caribbean during 1983 due to an unidentified waterborne pathogen. The sequential distribution of outbreaks of mortality appears to be related with the location of the first outbreak and the direction of the main Caribbean currents, down the coast of Panama towards Columbia, and north and north-west (Jamaica, Cayman Islands, and Florida). Mortality of the sea urchin on the fringing reefs in Caribbean was between 87 and 99,9%. The population recovery of sea urchin, algal-urchin relationship, and the other ecological aspects are discussed in this article. PENDAHULUAN Bulu babi merupakan biota laut penghuni ekosistem terumbu karang dan padang lamun, yang sangat umum ditemui di perairan dangkal. Suatu misteri kematian yang unik seringkali menimpa kelompok biota laut ini. Penyebab kematian massal pada bulu babi, bisa diakibatkan oleh suhu yang tinggi atau suhu ekstrim di bawah ambang batas minimal. Kematian massal bulu babi ini juga bisa disebabkan oleh sejenis amuba patogen atau agen patogen lainnya yang terdapat pada masa air laut. Pada kematian massal akibat suhu air laut yang ekstrim selain bulu babi, biasanya juga diikuti oleh kematian invertebrata penghuni daerah intertidal lainnya (GLYNN 1968).
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
Tetapi pada kematian massal akibat agen patogen, sifatnya lebih selektif. Seperti yang terjadi di pantai Atlantik Kanada, kematian massal hanya menimpa bulu babi jenis Strongylocentrotus droebachiensis (SCHEIBLING & RAYMOND 1990). Pada kasus kematian massal yang lebih umum di Karibia, agen patogen ini hanya menimpa bulu babi jenis Diadema antillarum (HUGHES et al. 1985, LESSIOS et al. 1984, dan HUNTE et al. 1986). Apabila suatu populasi bulu babi mencapai tingkat pertumbuhan yang ekstrim, akan terjadi tekanan yang hebat pada algae dan lamun. Seperti kasus yang dilaporkan oleh OGDEN (1976), ledakan populasi bulu babi jenis Lytechinus variegatus dengan tingkat kepadatan sekitar 636 individu/m2, meng-
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
akibatkan sekitar 20% padang lamun sepanjang 26 km dengan lebar antra 5,5 km sampai dengan 9,3 km mengalami kerusakan hebat. Ledakan populasi ini terjadi di Teluk Florida, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 1971. Setelah bulu babi mengalami kematian massal, akan diikuti oleh peningkatan keanekaragaman dan persentase tutupan dari algae. Kasus kematian massal bulu babi ini dapat dipandang sebagai semacam kontrol untuk pertumbuhan dan perkembangan algae dan lamun. Jenis-jenis bulu babi yang pernah dilaporkan mengalami kematian massal adalah Echinometra mathaeie (TOKIOKA 1963, 1966, TSUCHIYA et al. 1987), Strongylocentrotus droebachiensis (SCHEIBLING & RAYMOND 1990), Lytechinus variegatus (BEDINGFIELD & McLINTOCK 1994), dan jenis yang paling sering dilaporkan mengalami kematian massal adalah bulu babi jenis Diadema antillarum (LESSIOS et al. 1984).
crassispina di Teluk Seto mengalami kematian massal di bulan Agustus 1965 karena terperangkap oleh surut yang rendah. Selanjutnya GLYNN (1968), melaporkan bahwa bulu babi jenis Lytechinus variegatus dan Tripneustes ventricosus di daerah Puerto Rico mengalami kematian massal pada musim panas tahun 1965. Bulu babi tersebut terbunuh akibat terperangkap pada surut rendah di siang hari, dimana suhu air di zona intertidal saat itu mencapai 40°C. Selain kedua jenis bulu babi tersebut beberapa invertebrata lainnya juga mengalami kematian massal. Pada bulan Juni 1986, bulu babi jenis Echinometra mathaei yang hidup di pantai Okinawa, Jepang juga mengalami kematian massal akibat terperangkap oleh surut rendah di siang hari. Suhu air laut di zona intertidal pada saat itu mencapai 40°C (TSUCHIYA et al. 1987). 2. Kematian massal akibat amuba patogen Sejenis amuba patogen diduga menjadi penyebab kematian massal bulu babi di pantai Atlantik Kanada. SCHEIBLING & RAYMOND (1990), melaporkan bahwa di pantai Nova Scotia, Kanada telah terjadi kematian massal bulu babi. Bulu babi jenis Strongylocentrus droebachiensis mengalami kematian massal pada tahun 1980 dan pada bulan September 1983. Pada akhir tahun 1982 populasi bulu babi meningkat melebihi populasi normal dengan tingkat kepadatan sekitar 100 individu/m2. Pada saat itu populasi algae bentik mengalami tekanan yang hebat, sehingga terlihat adanya daerah yang gundul (barren grounds area) akibat serangan bulu babi. Satu tahun setelah kematian massal bulu babi, algae mencapai tingkat keanekaragaman jenis dan biomassa normal. Selama absennya bulu babi, keong laut herbivora jenis Littorina littorea dan limpets jenis Notoacmea testudinalis memperlihatkan aktifitas "grazer" yang menonjol.
KASUS KEMATIAN MASSAL 1. Kematian massal akibat suhu ekstrim Suhu dingin di bawah ambang batas minimal bisa mengakibatkan kematian massal pada invertebrata laut yang hidup di perairan subtropis. TOKIOKA (1963, 1966), telah melaporkan kematian massal bulu babi jenis Echinometra mathaei di Teluk Seto, Jepang sebagai akibat menurunnya suhu di bawah ambang batas minimal. Kasus ini terjadi di musim dingin 1962-1963, selain bulu babi beberapa jenis invertebrata laut lainnya juga turut terbunuh. Kematian massal bulu babi akibat suhu yang tinggi telah dilaporkan oleh banyak pakar seperti TOKIOKA (1966), GLYNN (1968), dan TSUCHIYA et al. (1987). TOKIOKA (1966), melaporkan bahwa bulu babi jenis Mespilia globulus dan Anthocidaris
32
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
3. Kematian massal akibat agen patogen tak dikenal.
KRONOLOGIS KEMATIAN MASSAL DIADEMA ANTILLARUM 1983
Kematian massal akibat agen patogen ini sifatnya sangat selektif, hanyalah bulu babi jenis Diadema antillarum yang menjadi korbannya. Jenis-jenis bulu babi lainnya yang hidup di lokasi yang sama tidak terkena pengaruh apapun. Penyebab kematian massal bulu babi Diadema antillarum ini, diduga sejenis bakteri patogen yang hidup di medium air laut, tetapi sampai saat ini bakteri tersebut belum teridentifikasikan.
Kematian massal bulu babi jenis Diadema antillarum pertama kali terlihat di Galeta Point, Panama pada petengahan bulan Januari 1983 (LESSIOS et al. 1984). Lima bulan kemudian kasus ini sudah terlihat di Kepulauan San Bias, kemudian pada akhir Juni telah mencapai perbatasan Panama dan Kolumbia. Selanjutnya kasus kematian massal bulu babi ini secara serentak terlihat di Santa Marta, Kosta Rika, dan Kepulauan Cayman (Gambar 1).
33
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Arus dianggap sebagai faktor abiotik yang secara langsung membantu penyebaran agen patogen tersebut. Adanya arus permukaan yang mengalir antara Kolumbia dan Kosta Rika ikut membantu penyebaran wabah ini. Arus ini bekerja sama dengan arus utara antara Karibia dan Panama yang melewati pantai Kosta Rika. Dengan pola sebaran arus permukaan ini pada akhir Juli wabah telah mencapai Jamaika. Secara bersamaan pada bulan Juli tersebut dilaporkan bahwa kematian massal bulu babi ini telah terlihat di Meksiko dan Belize. Dalam hal ini arus utamalah yang membawa wabah dari Karibia ke Semenanjung Yucatan. Dengan cara yang sama agen patogen kematian massal bulu babi ini sudah tersebar luas di utara Bahama, dan pada bulan September 1983 sudah terlihat di Bermuda. Para pakar sependapat bahwa kasus kematian massal bulu babi ini tidaklah disebabkan oleh agen polutan, mengingat wilayah yang terkena kasus ini sangat luas, dan juga bukan diakibatkan oleh faktor kondisi alam yang ekstrim. Selanjutnya menurut LESSIOS et al. (1984), kasus ini mirip dengan kasus kematian massal bulu babi jenis Strongylocentrotus droebachiensis yang terjadi di pantai Nova Scotia, Kanada.
duri-duri tersebut akan rontok dan pada cangkang bulu babi terlihat bercak kehitaman dan diikuti oleh pengelupasan lapisan dermis, terutama di sekitar daerah interambulakral. Dalam kondisi ini bulu babi yang sakit tersebut menjadi sasaran empuk bagi ikanikan karang. Bulu babi yang sehat mempunyai kebiasaan bersembunyi dalam lubang karang batu, terutama di siang hari. Tetapi bulu babi yang sakit justeru merayap di puncak koloni karang. Dua hari setelah bulu babi kehilangan duri-durinya, bulu babi tersebut kemudian akan mengalami kematian, atau total sekitar 4 hari dari semenjak munculnya tanda-tanda berupa lendir. Bulu babi yang tidak mengalami kematian, terlihat mendekati "gundul" tanpa duri, dan kemudian biasanya dijangkiti oleh semacam udang komensal jenis Tulearrocassis neglecta. HUGES et al. (1985), sependapat dengan para pakar lainnya, bahwa kematian massal bulu babi jenis Diadema antillarum ini disebabkan oleh sejenis penyakit (mikroba) dan bukanlah diakibatkan oleh faktor tekanan lingkungan. Menurut pengamatan HUNTE et al. (1986), bulu babi yang diserang kebanyakan mempunyai ukuran diameter antara 20 mm sampai dengan 40 mm. Kasus ini jarang menyerang bulu babi yang berukuran lebih kecil dari 20 mm atau berukuran lebih besar dari 40 mm. Laporan tersebut berdasarkan pengamatan lapangan di 10 lokasi terumbu karang di Barbados. Ada kecenderungan kasus kematian massal bulu babi ini lebih mencolok di lereng terumbu terbuka atau yang menghadap ke laut lepas, dibandingkan dengan lereng terumbu dalam. Hal ini memperlihatkan bahwa kasus kematian massal ini tersebar dari sisi oseanik (laut lepas) sejalan dengan pola arus permukaan.
TANDA-TANDA MORFOLOGIS BULU BABI YANG TERSERANG DAN SPESIFIKASI UKURAN INDIVIDU HUGHES et al. (1985), melaporkan tanda-tanda bulu babi yang terserang wabah ini. Mula-mula terlihat adanya semacam lendir berwarna bening di ujung duri-duri utama. Kurang lebih setelah 36 jam dari terlihatnya tanda lendir tersebut, duri-duri akan kehilangan daya reaksi dan daya geraknya. Kemudian
34
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
normal, baru mencapai sekitar 10% tingkat populasi sebelum kasus tersebut (HUGES et al. 1985). Proses repopulasi ini tampaknya tidak merata, 2 tahun setelah kasus kematian massal (Desember 1985) populasi Diadema antillarum di Barbados mencapai 57% dari tingkat populas normal sebelum kasus, tetapi di tempat lain repopulasi ini belum terlihat (FORCUCCI 1994). Menurut LESSIOS (1988), empat tahun setelah kasus kematian massal, populasi bulu babi Diadema antillarum masih jauh dari tingkat populasi normal seperti pada tahun 1982. Di Kepulauan San Bias,
REPOPULASI BULU BABI DIADEMA ANTILLARUM Tingkat kematian massal bulu babi jenis Diadema antillarum pada tahun 1983 berkisar antara 86,9% sampai hampir mendekati 100% (Tabel 1). Tingkat kepadatan populasi bulu babi di Karibia saat itu berkisar antara 3 individu sampai dengan 71 individu/ m2 (Tabel 2). Kurang lebih 1 tahun setelah kasus kematian massal tahun 1983, populasi bulu babi Diadema antillarum masih jauh dari
35
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Panama segera setelah kasus kematian massal terlihat adanya gejala penambahan juvenil berukuran 10 mm - 15 mm, tetapi penambahan tersebut sangat sedikit. Walaupun bulu babi kompetitor seperti bulu babi jenis Echinometra viridis, Eucidaris tribuloides, dan Litechinus williamsi disingkirkan dari daerah pengamatan, penambahan juvenil Diadema antillarum tetap tidak berarti. Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah individu dewasa yang selamat dari wabah sangat sedikit, dan kepadatan populasinya sangat jarang. Dalam hal ini diduga tingkat keberhasilan fertilisasi sangat terbatas. Kemampuan reproduksi atau fungsi gonad adalah normal, tetapi kegagalan fertilisasi diakibatkan oleh terlampau jarangnya atau sangat tersebarnya induk satu sama lainnya. Kepadatan juvenil hasil repopulasi dari sisa-sisa induk setelah kematian massal tahun 1983, adalah sangat rendah yaitu berkisar sekitar 0,0008 individu/ m2. LESSIOS (1988), menyampaikan semacam hipotesa, sebagai berikut : 1. Kematian larva relatif tinggi, alasannya kurang jelas.
2. Larva gagal mengalami penempelan (set tling), yaitu suatu fase yang sangat penting dalam proses metamorfose. Hal ini diduga karena tidak terdeteksinya kehadiran induk (sebaran induk sangat jarang). 3. Agen bakteri patogen masih tersisa di perairan sekitarnya, sehingga juvenil yang muncul segera terbunuh. 4. Juvenil sangat mudah terbunuh karena tidak ada perlindungan dari biota dewasa (gerakan duri biota dewasa membantu perlindungan juvenil). 5. Tekanan predator meningkat, dalam hal ini perimbangan mangsa-pemangsa sangat pincang. Dari pengamatan lapangan dapat diberikan taksiran umur dan pertumbuhan individu bulu babi jenis Diadema antillarum yang dikompilasikan dari HUNTE & YUNGLAO (1988), LESSIOS (1988), dan LEVITAN (1986) (Tabel 3). Mengingat sangat jarangnya tingkat kepadatan populasi bulu babi Diadema antillarum setelah kasus kematian massal, diduga proses repopulasi dimungkinkan
36
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mengontrol pertumbuhan karang batu. Algae mempunyai kemampuan tumbuh yang relatif lebih cepat, menyebabkan karang batu kalah bersaing dalam perebutan tempat. Apabila populasi bulu babi naik melebihi tingkat kepadatan populasi normal, pertumbuhan algae akan dihambat. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi karang batu untuk tumbuh lebih baik. Tetapi bila tingkat kepadatan populasi bulu babi dibiarkan terus naik, pada akhirnya selain algae, mereka juga akan memangsa polip karang batu, termasuk juvenil yang baru menempel. Jadi diperlukan keseimbangan yang harmonis antara algae, karang batu dan bulu babi di dalam suatu ekosistem terumbu karang yang sehat. Selain tingkah makan yang merugikan. bulu babi juga dipandang merusak karang batu secara fisik, dengan membuat lubang-lubang pada koloni karang batu. Dalam hal ini bulu babi dianggap berperan penting di dalam CaCO3. "budget". Tingkah laku bulu babi di ekosistem karang dapat dipandang sebagai tingkah laku yang merugikan, karena dianggap sebagai sal ah satu biota penyebab erosi atau pengikisan karang batu (LESSIOS et al. 1984). Jadi jelaslah kehadiran bulu babi terutama jenis Diadema antillarum dalam tingkat populasi normal sangat penting untuk keseimbangan antara karang batu dan algae.
dengan cara partenogenesis (karena tekanan lingkungan yang sangat buruk atau karena kasus lainnya, terjadi penyimpangan daya fertilisasi dimana sel telur mempunyai kemampuan untuk membelah tanpa dibuahi). Sumber larva dalam proses repopulasi ini diduga berasal dari terumbu karang Bonaire yang selama kasus berlangsung kebetulan tidak terpengaruh (BAK et al. 1984). HUBUNGAN KEMATIAN MASSAL BULU BABI DAN PERTUMBUHAN ALGAE Seperti telah disinggung pada pendahuluan, apabila bulu babi mencapai tingkat kepadatan populasi di atas normal, akan terjadi tekanan yang hebat pada algae dan lamun. Absennya bulu babi akibat kasus kematian massal mengakibatkan algae tumbuh mencapai tingkat populasi normal baik dalam kepadatan, biomassa. maupun dalam keanekaragaman jenis (SAMMARCO 1980, HUGHES et al. 1985, LIDDEL & OHLHORST 1986, dan FORCUCCI 1994). LIDDEL & OHLHORST (1986), melaporkan bahwa 2 minggu setelah kasus kematian massal bulu babi, persentase tutupan algae naik dari 30,7% menjadi 49,7%, dan setelah 4 bulan kemudian persentase tutupan algae tersebut naik lagi sampai dengan 74,3%. Selanjutnya LEVITAN (1988), melaporkan bahwa 6 bulan setelah kasus kematian massal tersebut, biomassa algae di Kepulauan Virgin, USA. meningkat sampai dengan 30 kali lipat dibandingkan dengan biomassa sebelum kasus kematian massal tersebut.
KASUS KEMATIAN MASSAL BULU BABI JENIS DIADEMA ANTILLARUM 1991 FORCUCCI (1994), melaporkan adanya kematian massal bulu babi di Florida Keys, yang merupakan kasus kedua setelah kasus tahun 1983. Kasus kedua ini mulamula terlihat di terumbu karang Middle Key pada bulan Januari 1991. Kemudian di terumbu karang Key West pada bulan April 1991. Tingkat kematian di kedua lokasi tersebut mencapai 97%. Sepanjang pantai
HUBUNGAN KEMATIAN MASSAL BULU BABI DAN PERTUMBUHAN KARANG BATU Menurut SAMMARCO (1980) , kehadiran bulu babi jenis Diadema antillarum di terumbu karang sangat penting untuk
37
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Long Key, kepadatan bulu babi jenis Diadema antillarum antara musim gugur tahun 1991 sampai dengan musim gugur 1992 menurun dengan hebat, dan mencapai tingkat kematian rata-rata sekitar 83%. Sebagaimana halnya pada kasus kematian massal tahun 1983, pada kasus tahun 1991 ini juga penyebab yang pasti tidak teridentifikasikan. Kasus ini tampaknya merupakan tantangan bagi para ahli mikrobiologi laut.
HUNTE, W., I. COTE and T. TOMASICK 1986. On the dynamic of the mass mortality of Diadema antillarum in Barbados. Coral Reefs 4 : 135 – 139. HUNTE, W. and D. YUNGLAO 1988. Recruitment and population recovery of Diadema antillarum (Echinodermata : Echinoida) in Barbados. Mar. Ecol. Prog. Ser. 45 : 109 – 119. LESSIOS, H. A. 1988. Population dynamics of Diadema antillarum (Echinodermata : Echinoidea) following mass mortality in Panama. Mar. Biol. 99 : 515 – 526. LESSIOS, H.A., D.R. ROBERTSON and J.D. CUBIT 1984. Spread of Diadema antillarum mass mortality through the Caribbean. Science 226 : 335 – 337. LEVITAN, D.R. 1988. Algal-urchin biomass responses following mass mortality of Diadema antillarum Philippi at Saint John, U.S. Virgin Islands. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 119 : 167 – 178. LIDDEL, W.D. and S.L. OHLHORST 1986. Changes in benthic community composition following the mass mortality of Diadema at Jamaica. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 95 : 271 – 278. OGDEN, J.C. 1976. Some aspects of herbivore-plant relationship on Caribbean reefs and seagrass beds. Aquatic Bot. 2 : 103 – 116. SAMMARCO, P.W. 1980. Diadema and its relationship to coral spat mortality : grazing, competition, and biological disturbance. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 45 : 245 – 272. SCHEIBLING, R.E. and B.G. RAYMOND 1990. Community dynamics on a subtidal cobble bed following mass mortalities of sea urchins. Mar. Ecol. Prog. Ser. 63 : 127 – 145.
DAFTAR PUSTAKA BAK, R.P.M., M.J.E. CARPAY and E.D.R. STEVENINCK 1984. Densities of the sea urchin Diadema antillarum before and after mass mortalities on the coral reefs of Curacao. Mar. Ecol. Prog. Ser. 17 : 105 – 108. BEDINGFIELD, S.D. and J.B. McLINTOCK 1994. Environmentally - induced catastrophic mortality of the sea urchin Lytechinus variegatus in shallow seagrass habitats of Saint Joseph's Bay, Florida. Bull. Mar. Sci. 55 : 235 - 240. FORCUCCI, D. 1994. Population density, recruitment and 1991 mortality event of Diadema antillarum in the Florida Keys. Bull. Mar. Sci. 54 (3) : 917 – 928. GLYNN, P.W. 1968. Mass mortalities of echinoids and other reef flat organisms coincident with midday, low water exposures in Puerto Rico. Mar. Biol. 1 (3) : 226 – 243. HUGHES, T.P., B.D. KELLER, J.B.C. JACKSON and M.J. BOYLE 1985. Mass mortality of the echinoid Diadema antillarum Philippi in Jamaica. Bull. Mar. Sci. 336 (2) : 226 – 243.
38
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mortality of some sea urchins in the summer seasons. Publ. Seto Mar. Biol. Lab. 14 : 7 – 16. TSUCHIYA, M, K. YANAGIYA and M. NISHIHIRA 1987. Mass mortality of the sea urchin Echinometra mathaei (Blainville) caused by high water temperature on the reef flats in Okinawa, Japan. Galaxea 6 : 375 – 385.
TOKIOKA, T. 1963. Supposed effects of the cold weather on the winter 1962 – 63 upon the intertidal fauna in the vicinity of Seto. Publ. Seto Mar. Biol. Lab. 9 (2) : 415 – 424. TOKIOKA, T. 1966. Recovery of the Echinometra population in the intertidal zone in the vicinity of Seto with a preliminary note on the mass
39
Oseana, Volume XX No. 1, 1995