sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XX, Nomor 3, 1995 : 11 – 19
ISSN 0216 – 1877
BEBERAPA CATATAN TENTANG BULU BABI MELIANG oleh Aznam Aziz
l)
ABSTRACT SOME NOTES ON ROCK-BORING SEA URCHIN. In the coral reefs area the most common rock burrowing urchins are belonging to Echinometra, Echinostrephus, Colobocentrotus, and Heterocentrotus, and burrows formed by this animal have been reported by many workers. It confirms that urchins burrow into rocks mechanically by means of their spines and teeth. Bioerosion can be important to the configuration and destruction of coral reefs. Echinoids as grazers and burrowers can contribute significantly to coral erosion. The habitat, food and feeding habits, as well as agonistic behavior are discussed in this article. PENDAHULUAN
Berdasarkan cara hidupnya dapat dibedakan antara bulu babi meliang sejati, bulu babi meliang temporal dan bulu babi meliang sebagai akibat variasi geogragis. Keterangan lebih lanjut dapat diikuti pada sub judul tersendiri dari artikel ini. Tingkah laku meliang (burrowing habit) ini oleh para pakar ekologi dianggap sebagai tingkah laku yang merugikan. Dalam hal ini bulu babi meliang merupakan salah satu biota laut penyebab proses erosi atau pengikisan pada karang batu. Dalam artikel ini selanjutnya akan didapatkan aspek ekologis yang menarik dari kelompok biota laut ini.
Bulu babi meliang adalah bulu babi kelompok regularia yang sepanjang masa kehidupannya, atau sebagian besar dari masa kehidupannya bertempat tinggal dalam lubang. Lubang ini biasanya terdapat pada koloni karang hidup, koloni karang mati, atau pada batu padas. Lubang tempat bersembunyi bulu babi ini bisa dibuatnya sendiri secara aktif, atau merupakan lubang yang dibuat oleh biota laut lainnya, atau berupa lubang alami. Tempat hidup bulu babi meliang adalah ekosistem terumbu karang atau pada habitat pantai berbatu (rocky shore). Di ekosistem terumbu karang bulu babi meliang bisa menempati rataan termbu ataupun lereng terumbu. Sedangkan di habitat pantai berbatu, bulu babi meliang ini lebih sering dijumpai di daerah hempasan ombak.
HABITAT DAN KEPADATAN Seperti telah disinggung pada bagian pendahuluan, bulu babi meliang dapat dijumpai pada ekosistem terumbu karang dan
11
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
kondisi tertentu kadang-kadang bulu babi meliang ini memperlihatkan semacam agregasi terbatas dan kepadatannya bisa mencapai 240 individu/m2 WARNER & MILLER dalam (GRUNBAUM et al. 1978). Bulu babi meliang tersebar antara kedalaman 0 sampai 50 meter, tetapi yang paling umum dijumpai adalah antara kedalaman 0 sampai dengan 3 meter (CAMPBELL et al. 1973, LEWIS & STOREY 1984).
di habitat pantai berbatu. Tidak terbatas kepada kedua habitat yang disebutkan terdahulu, bulu babi meliang juga bisa dijumpai di ekosistem lamun. Dalam hal ini apabila di ekosistem lamun tersebut terdapat sisa-sisa koloni karang mati, ataupun terdapat batu padas (granit). Kepadatan bulu babi meliang di habitatnya sangat bervariasi, tergantung kepada jenis dan lokasinya (Tabel 1). Dalam
Tabel 1. Kepadatan populasi berbagai jenis bulu babi meliang
12
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PENGELOMPOKAN BULU BABI MELIANG
Bulu babi meliang temporal selain diakibatkan oleh perbedaan habitat, juga bisa diakibatkan oleh perbedaan geografis. Bulu babi jenis Paracentrotus lividus yang hidup di Irlandia Selatan dan pantai barat Perancis seringkali dijumpai hidup dalam lubang. Tetapi bulu babi dari jenis yang sama di daerah Mediterania hidup bebas dalam kelompok-kelompok kecil (MOORE 1966). Masih diperdebatkan cara bulu babi ini membuat lubangnya. Tetapi diduga gigigigi yang terdapat pada sistem lentera Aristoteles dibantu oleh duri-duri oral, sangat berperan dalam pembuatan lubang ini (MOORE 196, McLEAN 1967). Bentuk cangkang dengan duri-duri oral yang pendek dan kuat memperlihatkan adaptasi khusus untuk kehidupan meliang (rockboring habit) (MATSUOKA & SUZUKI 1987).
1. Bulu babi meliang sejati Bulu babi meliang yang merupakan bulu babi meliang sejati adalah bulu babi yang selama hidupnya sebagai biota dewasa tetap berada dalam lubangnya, dan relatif sangat jarang keluar dari lubangnya. Setiap lubang biasanya ditempati oleh seekor bulu babi. Apabila lubang itu didatangi oleh tamu tak diundang (intruder), bulu babi tersebut dengan bantuan duri-durinya yang tajam akan mengusir biota tamu (intruder) sampai keluar dari lubang tersebut. Yang termasuk kategori bulu babi meliang sejati ini adalah bulu babi dari marga Echinometra, Echinostrephus, Centrostephanus, Colobocentrotus, dan Heliocidaris. MOORE (1966), melaporkan bahwa di laut dalam bulu babi meliang ini diwakili oleh jenis Allocentrotus fragilis.
MAKANAN DAN CARA MAKAN
2. Bulu babi meliang temporal Bulu babi meliang yang bersifat temporal (sementara), hanya pada kondisi tertentu saja bersembunyi dalam lubang, lekukan atau celah dari koloni karang mati. Di siang hari bulu babi ini bersembunyi untuk menghindari diri dari serangan ikan-ikan dan kepiting predator. Tetapi sepanjang malam bulu babi tersebut keluar mencari makan berupa algae, dan biota kecil lainnya. Sedangkan di habitat lamun dan daerah pertumbuhan algae bulu babi ini hidup bebas membentuk kelompokkelompok besar (agregasi). Bulu babi marga Diadema bisa dipandang termasuk kedalam bulu babi meliang temporal ini. Bulu babi marga Strongylocentrotus yang hidup di daerah subtropik biasanya hidup di habitat pantai berbatu. Beberapa individu dari marga ini sering dijumpai bersembunyi di lekukan batu, tetapi lebih umum mereka hidup dalam kelompok yang bebas.
Baik bulu babi meliang temporal ataupun bulu babi meliang sejati hidup dari memakani algae, lamun, dan beberapa fauna berukuran kecil. Secara umum mereka dipandang sebagai biota herbivora, tetapi dalam batasan tertentu mereka juga cenderung bersifat omnivora (memakan segala). Bulu babi meliang temporal pada malam hari keluar dari persembunyiannya dan aktif memakani algae yang terdapat di sekitar daerah persembunyiannya. Aktifitas makan di malam hari ini berkaitan dengan adaptasi menghindari diri dari serangan biota predator. Bulu babi meliang sejati seperti bulu babi marga Echinometra, Echinostrephus, Colobocentrotus, dan Heterocentrotus siang dan malam selalu berada di dalam lubangnya. Mereka secara pasif menunggu hanyutan sisasisa algae dan lamun, serta partikel-partikel detritus yang memasuki lubangnya dengan bantuan ombak dan arus pasang.
13
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Echinostrephus molaris yang hidup dalam lubang diduga tidak pernah meninggalkan lubangnya. Gerak bulu babi ini terbatas naik dan turun sepanjang dinding vertikal lubangnya. Gerakan turun maksimal bisa terjadi bila ada gangguan predator atau adanya mekanis tekan (pada pengamatan lapangan). Sewaktu kita mencoba mengambil bulu babi meliang ini untuk keperluan koleksi, ia akan turun maksimal dan melekat dengan kuat didasar lubangnya. Sehingga untuk memperolehnya terpaksa membongkar lubang tempat persembunyian biota tersebut. Hal ini jelas terlihat pada bulu babi meliang jenis Echinometra mathaei dan Heterocentrotus mammilatus. Duri-duri aboral dan podia sangat berperan dalam memperoleh partikel makanan. Bulu babi meliang akan bergerak ke atas ke arah permukaan lubang dengan posisi duriduri aboral mengarah kepada partikel makanan (berupa detritus, potongan algae dan sebagainya). Podia akan menonjol dan memanjang melebihi duri-duri sampai memperoleh partikel makanan tersebut, kemudian menariknya ke arah cangkang, duri-duri dorsal secara otomatis bergerak mengurung partikel makanan tersebut. Kemudian dengan gerak terkoordinir antara duri-duri dan podia, partikel makanan yang tertangkap dipindahkan sampai ke sisi oral dan terakhir mengarah ke mulut. Pada umumnya bulu babi meliang memperlihatkan pola makan yang sama (CAMPBELL et al. 1973, LAWRENCE 1975, KOBAYASHI & TOKIOKA 1976, RUSSO 1977). Bulu babi jenis Centrostephanus coronatus di siang hari bersembunyi dalam lubangnya dan memakani algae dan hewan kecil di sekitar lubangnya. Setiap bulu babi bergerak sejauh radius 1 meter dan lubangnya dan menjelang pagi kembali ke lubang semula (NELSON & VANCE 1979). Tingkah laku yang sama juga diperlihatkan oleh bulu babi
jenis Centrostephanus rogersii (MOORE 1966). Bulu babi marga Echinometra terutama yang menempati daerah rataan terumbu dan lereng terumbu dalam juga sering meninggalkan lubangnya diwaktu malam. Kecuali individu yang menempati lereng terumbu luar, selalu berdiam didalam lubangnya dan makannya semata-mata tergantung dari hanyutan algae dan lamun (LEWIS & STOREY 1984). TINGKAH LAKU AGONISTIK Tingkah laku agonistik adalah suatu sikap pembelaan din dari bulu babi meliang yang menempati suatu lubang, terhadap bulu babi lain yang mencoba memasuki lubang tempat tinggalnya. Biasanya setiap lubang ditempati oleh seekor bulu babi meliang. Bila didatangi oleh tamu (intruder) yang tidak dikehendaki, bulu babi penghuni lubang (host) siap mempertahankan tempatnya dengan jalan mendorong bulu babi pendatang ke arah atas/ luar. Dalam hal ini duri-duri aboral yang tajam dan kuat sangat berperan dalam membantu upaya pertahanan. Selain itu duriduri aboral tersebut juga ikut berperan secara aktif mengusir biota predator. GRUBANUM et al. (1978), melakukan serangkaian penelitian terhadap sifat agonistik dari bulu babi meliang jenis Echinometra lucunter yang hidup di rataan terumbu di Kepulauan Virgin, USA. Dari 64 buah lubang pengamatan, masing-masing dimasukkan seekor bulu babi dari jenis yang sama. Kharakter agonistik jelas terlihat pada 46 lubang pengamatan. Terlihat perjuangan yang aktif dari penghuni dan pendatang, masingmasing saling dorong dan menggigit. Pada umumnya pendatang berhasil dihalau. Hanya 1–2 kasus dimana bulu babi pendatang berhasil merebut tempat/lubang, adakalanya juga terlihat satu lubang pada akhimya ditempati
14
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
bersama. Dalam mempertahankan lubangnya. jelas terlihat peranan duri-duri dan gigi dan organ lentera Aristoteles. Lubang perlu dipertahankan sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk memerangkap partikel makanan. Dengan kata lain kharakter agonistik perlu untuk mempertahankan hidupnya. Tingkah laku agonistik ini juga telah dilaporkan dari perairan Okinawa di Jepang bagian selatan, yang diperlihatkan oleh bulu babi meliang jenis Echinometra mathaei yang hidup di daerah terumbu karang (TSUCIYA & NISHIHIRA 1985). Selanjutnya TSUCIYA & NISHIHIRA (1985), melaporkan bahwa bulu babi jenis Echinometra mathaei dengan duri berwarna keputih-putihan yang biasanya hidup dalam kelompok kecil dalam lubang yang relatif berukuran lebih besar di daerah rataan terumbu memperlihatkan kadar yang relatif rendah dalam hal sifat agonistik, dibandingkan dengan bulu babi dari jenis yang sama dengan variasi duri coklat kehijauan dan biasanya menempati lubang-lubang kecil di lereng terumbu sebelah luar. Kadar sifat agonistik yang lebih jelas ini dapat dipandang sebagai upaya adaptasi bulu babi jenis Echinometra mathaei variasi coklat untuk mempertahankan lubangnya dari gangguan predator, pendatang, dan hempasan ombak. Karakter agonistik juga diperlihatkan oleh bulu babi meiiang jenis Echinometra mathaei yang hidup di Kepulauan Mariana. Disini juga terlihat individu yang hidup di lereng terumbu luar, lebih jelas memperlihatkan sifat agonistik ini, dibandingkan dengan individu yang hidup di tempat relatif tenang (rataan terumbu dalam) (NEILL 1988). Selanjutnya dikatakan bahwa adanya perbedaan agonistik dari individu Echinometra mathaei yang hidup dilereng terumbu dan di rataan terumbu kemungkinan diwakili oleh dua jenis (species) yang berbeda (NEILL 1988).
TINGKAH LAKU BIOEROSI Para pakar biologi dan pakar ekologi sependapat bahwa bulu babi, merupakan salah satu biota laut yang tingkah lakunya menimbulkan erosi atau pengkikisan terutama di zona intertidal dan subtidal. Di daerah Karibia bulu babi yang aktif menggali lubang diwakili oleh chinometra lucunter, sedangkan di kawasan Indo Pasifik Barat bulu babi meliang yang paling umum adalah dari jenis Echinometra mathaei. Sebagaimana telah diduga oleh para pakar, gigi dan duri-duri oral berperan penting dalam proses bioerosi yang dilakukan oleh bulu babi. McLEAN (1967), telah meneliti potongan cangkang keong jenis Cittarium pica dan pada algae berkapur dan marga Halimeda. Pada perbesaran kuat, jelas terlihat guratan dan alur bekas garukan gigi bulu babi tersebut. Pada cangkang keong tersebut terlihat pola guratan yang khas, terhitung setiap keping mempunyai guratan sekitar 116 alur. dengan ukuran rata-rata lebar 0,2 mm, dalam 0,25 mm, dan panjang 2,0 mm. Dengan cara yang sama diduga bulu babi dapat menggunakan gigi-giginya untuk memperbesar lubang tempat tinggalnya (Gambar 1). Hasil peneiitian McLEAN (1967), dengan pendekatan jumlah pelet yang dihasikan dan pertambahan ukuran lubang, dapat disimpulkan bahwa bulu babi dengan ukuran diameter 3 cm rata-rata mengkikis sekitar 24 gram berat kering dalam setahun, atau indentik dengan pertambahan perbesaran lubang sekitar 14 cm3/tahun. Di atol Eniwetak, Hawaii, bulu babi meliang jenis Echinometra mathaei dan Echinostrepthus aciculatus merupakan agen bioerosi yang penting untuk kelompok bulu babi. Menurut RUSSO (1980), bulu babi ini mempunyai andil sekitar 2 sampai 8 % dari total produk bioerosi. Di Eniwetak, Hawaii ditaksir sekitar 4000 gram berat kering/m 2 /
15
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
bulu babi, biota ini mempunyai kontribusi sekitar 25 % dan total produk pengikisan. Hasil penelitian yang sama terhadap bulu babi meliang jenis Echinometra mathaei yang hidup di pantai Kuwait, telah dilaporkan oleh DOWNING & El. ZAHR (1987). Dengan metoda pendekatan analisis isi lambung diperoleh kecepatan pengkikisan per hari berkisar antara 0,9 sampai 1,4 gram berat kering/individu/hari.
tahun total produk bioerosi (pengkikisan CaCO3) Dan jumlah tersebut, sumbangan kedua bulu babi diatas berkisar antara 80 sampai 325 gram berat kering/m2/tahun. Kecepatan pengkikisan hanan setiap individu bulu babi berkisar antara 0,1 sampai 0,2 gram berat kering/m2/hari. Namun dilaporkan lebih lanjut, bahwa spons marga Cliona, merupakan agen bioerosi yang lebih penting dan pada
Gambar 1. Bulu babi meliang marga Echinometra (Sumber, TSUCHIYA & NISHIHIRA 1985)
16
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Echinometra oblonga. Selanjutnya pakar tersebut mengatakan tidak ada perbedaan ukuran cangkang antara kedua jenis tersebut (hasil studi morfometrik, memperlihatkan kedua jenis tersebut mempunyai ukuran ratarata cangkang yang sama). Bulu babi meliang jenis Echinometra Lucunter yang hidup di terumbu karang Karibia, juga memperlihatkan perbedaan morfologis antara individu yang hidup di rataan terumbu dan individu yang hidup dilereng terumbu luar. Bulu babi jenis Echinometra lucunter yang hidup di lereng terumbu luar, mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil cangkang kapur yang tebal, kenampakan luar yang memipih dan memijah satu kali dalam setahun. Sedangkan bulu babi dari jenis yang sama yang hidup di rataan terumbu, mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih besar, cangkang kapur yang relatif tipis, dan memijah dua kali dalam setahun (LEWIS & STOREY 1984). Tampaknya problema taksonomi kelompok Echinometra ini belum terpecahkan dengan baik, kemungkinan perbedaan sifat ekologis dan morfologis itu masih dapat dipandang sebagai adaptasi terhadap lingkungan tempat hidupnya.
BEBERAPA PROBLEMA IDENTIFIKASI TERHADAP MARGA ECHINOMETRA Beberapa pakar seperti TSUCIYA & NISHIHIRA (1984, 1985, 1986), LEWIS & STOREY (1984), melaporkan bahwa adanya perbedaan morfologis antara bulu babi meliang marga Echinometra yang hidup di zona rataan terumbu dengan bulu babi dan jenis yang sama yang hidup dizona lereng terumbu luar. Bulu babi jenis Echinometra mathaei yang hidup di rataan terumbu mempunyai duri-duri berwarna keputih-putihan dengan sifat agonistik yang kurang jelas dan disebut sebagai tipe A. Sedangkan Echinometra mathaei yang menempati terumbu luar, mempunyai duri-duri berwarna coklat kehijauan, dengan sifat agonistik yang kuat dan disebut sebagai tipe B (TSUCIYA & NISHIHIRA 1984, 1985, 1986). Namun selanjutnya kedua pakar tersebut tidak berani memisahkan kedua tipe tersebut sebagai jenis yang berbeda, dan tetap diidentifikasikan sebagai jenis Echinometra mathaei yang bersifat polimorfik. Selanjutnya KHAMALA (1971), melaporkan bahwa bulu babi jenis Echinometra mathaei yang hidup di pantai Kenya, Afrika Timur memperlihatkan perbedaan dalam hal ukuran tubuh. Individu yang hidup di daerah rataan terumbu dikatakan mempunyai ukuran diameter yang lebih kecil dan individu yang hidup di zona lereng terumbu luar. Menurut pakar tersebut hal ini bertentangan dengan laporan pakar lainnya. RUSSO (1977), mengidentifikasikan marga Echinometra yang hidup di terumbu karang, Hawaii kedalam dua jenis (species) yang berbeda. Individu yang hidup di rataan terumbu diidentifikasikan sebagai Echinometra mathaei, dan individu yang hidup di daerah hempasan ombak (lereng terumbu luar) diidentifikasikan sebagai
DAFTAR PUSTAKA BLACK, R., M.S. JOHNSON and J.T. TRENDALL 1982. Relative size of Aristotle's lantern in Echinometra mathaei occuring at different densities. MAr. Biol. 71 : 101–106 BLACK, R., C. COOD, D. HEBBERT, S. VINK, and J. BURT 1984. The Functional significance of the relative size of Aristotle's lantern in the sea urchin Echinometra mathaei. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 77 : 81–97.
17
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Echinostrephus aciculatus and E. molaris. Comp. Biochem. Physiol. 88B (2) : 637 – 641.
CAMPBELL. A.C J.K.G DART. S.M HEAD and R.F.G. ORMOND 1973 The feeding activity of Echinostrephus molaris (de Blainville) in the central Red Sea. Mar. Behav. Physiol. 2 155 – 169
McLEAN, R.F. 1967. Erosion of burrows in beachrock by the tropical sea urchin, Echinometra lucunter. Can. Jour. Zool. 45 : 586 – 588.
DOWNING, N. and C.R. EL ZAHR 1987.Gut evacuation and filling rates in the rock-boring sea urchin, Echinometra mathaei Bull. Mar. Sci. 41 (2) : 579– 584.
MOORE, H.B. 1966. Ecology of Echinoids. In : Physiology of Echinodermata, BOOLOTIAN, R.A. (ed.). Intercience, New York : 73 – 86.
GRUNBAUM. H.. G. BREGMAN. D.P ABBOTT, and J.C. OGDEN 1978. Intraspecific agonistic behavior in the rock-boring sea urchin Echinometra lucunter (Echinodermata: Echinoidea). Bull. Mar. Sci. 28 (1) : 181 – 188.
MUTHIGA, N.A. and T.R. McCLANAHAN 1987. Population changes of sea urchin (Echinometra mathaei) on a exploited fringing reef. Afr. J. Ecol. 25 : 1 – 8. NEILL, J.B. 1988. Experimental analysis of burrow defense in Echinometra mathaei on Indo-West Pacific reef flat. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 115 : 127 – 136.
KHAMALA, C.P.M. 1971. Ecology of Echinometra mathaei (Echinoidea : Echinodermata) at Diani Beach. Kenya. Mar. Biol. 11 : 167 – 172. KOBAYASHI, N. and T. TOKIOKA 1976. Preliminary observation on the maturation of the burrowing sea urchin, Echinostrephus aciculatus, in the Vicinity of Seto. Pulb. Seto Mar. Biol. Lab. 23 (1–2) : 57 – 62.
NELSON, B. V. and R.R. VANCE 1979. Diel foraging patterns of the sea urchin Centrostephanus coronatus as a predator avoidance strategy. Mar. Biol. 51 : 251 – 258.
LAWRENCE, J.M. 1975. On the relationships between marine plants and sea urchins. Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 13 : 213 – 286.
RUSSO, A.R. 1977. Water flow and distribution and abundance of echinoids (Genus Echinometra) on an Hawaiian Reef. Aust. J. Mar. Freshwater Res. 28 : 693 – 702.
LEWIS, J.B. and G.S. STOREY 1984. Differences in morphology and life history traits of the echinoid Echinometra lucunter from different habitats. Mar. Ecol. Progr. Ser. 15 : 207 – 211.
RUSSO, A.R. 1980. Bioerosion by two rock boring echinoids (Echinometra mathaei and Echinostrephus aciculatus) on Eniwetak Atoll, Marshall Islands. J. Mar. Res. 38 ( 1 ) : 99 – 110.
MATSUOKA, N. and H. SUZUKI 1987. Electrophoretic study on the taxonomic relationship of the two morphologically very similar sea urchin,
TSUCHIYA, M. and M. NISHIHIRA 1984. Ecological distribution of two types of the sea-urchin, Echinometra mathaei, on Okinawan reef flat. Galaxea 3 : 131 – 143.
18
Oseana, Volume XX No. 3, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
TSUCHIYA, M. and M. NISHIHIRA 1985. Agonistic behavior and its effect on the dispersion pattern in two types of the sea urchin, Echinometra mathaei (Blainville). Galaxea 4 : 37 – 48.
TSUCHIYA, M. and M. NISHIHIRA 1986. Re-colonization precess of two types of the sea urchin, Echinometra mathaei, on the Okinawan reef flat. Galaxea 5 : 283 – 294.
19
Oseana, Volume XX No. 3, 1995