ORASI ILMIAH “SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI, PROFESI BIDANG TIK DAN KESALAHPAHAMAN TENTANG ILMU KOMPUTER”
Prof. Dr. Achmad Benny Mutiara, SSi., SKom. Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Sekjen APTIKOM
Disampaikan pada: ACARA WISUDA STTI NIIT I-TECH
SABTU, 25 MARET 2017
1
“SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI, PROFESI BIDANG TIK DAN KESALAHPAHAM TENTANG ILMU KOMPUTER ” Oleh : Achmad Benny Mutiara 1. LATAR BELAKANG Kondisi pendidikan Tinggi di Indonesia yang berpopulasi 255 juta dewasa ini perlu mendapatkan perhatian khusus. Terdapat disparitas kualitas pendidikan tinggi antara yang berada di pulau jawa dengan yang berada di luar Jawa. Berdasarkan data FORLAP-DIKTI (PDDIKTI): Jumlah perguruan tinggi 4.514. Berbentuk universitas sebanyak 3121, akademi 1108, politeknik 262, akademi komunitas 12 dan PTN-BH 11. Jumlah total dosen yang ada 200.175 orang. Dari jumlah tersebut hanya kurang lebih 10 % yang bergelar S3. Jumlah total mahasiswa sekitar 7 juta orang. Dari jumlah ini sebanyak 240.000 orang menemouh jalur Vokasi/Politeknik. Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2015 sekita 27,83 % (setelah Penyesuaian dengan kebutuhan ekonomi) Ketimpangan mutu Perguruan Tingggi dapat dilihat dari data yaitu : mayoritas institusi dan prodi terakreditasi ‘C’ (BAN-PT) , dan sedikit prodi terakreditasi internasional (ABET, AACSB, AUN-QA, dsb). Dari Perguruan tinggi yang hanya 3 universitas yang masuk dalam Top 500 rangking World Rank (QS)
Gambar 1. Jumlah Perguruaan Berdasarkan Bentuknya (Sumber: FORLAP DIKTI, 5 Des 2016)
2
Data akreditasi institusi dan prodi adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Data akreditasi institusi berdasarkan data BAN-PT dan FORLAP-DIKTI Des.2016
Gambar 3. Data akreditasi program studi berdasarkan data BAN-PT dan FORLAP-DIKTI Des.2016
Sistem pendidikan tinggi yang bermutu diharapkan menghasilkan Intelektual, Ilmuwan, atau Profesional yang beriman bertaqwa, berakhlaq mulia, berbudaya, kreatif, Berkarakter tangguh Karya Penelitian untuk kemaslahatan bangsa, negara, dan manusia Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 51 ayat 1: Pendidikan Tinggi yang bermutu merupakan Pendidikan Tinggi yang menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi yang berguna bagi Masyarakat, bangsa, dan negara.
3
Gambar 4. Sistem Pendidikan Tinggi yang bemutu (Sumber Ditjen Belmawa) Sistem pendidikan tinggi yang bermutu memiliki staff pengajar yang kompeten (memiliki sertifikasi sebagai dosen), pengelolaan/manajemen yang baik sesuai standar pendidikan tinggi, kepemimpinan institusi dan prodi yang accountable, bertanggung jawab, memiliki kemampuan memimpin (leadership), adil, dan transparan. Sistem pendidikan tinggi yang bermutu wajib memiliki sistem pejaminan mutu internal (SPMI) yang biasa dilaksanan oleh Badan Pejaminan Mutu perguruan tinggi tersebut.. Berdasarkan UU Dikti, Sistem Penjaminan Mutu ditetapkan oleh Menteri, yaitu pasal 52: 1. Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi secara berencana dan berkelanjutan. 2. Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi. 3. Menteri menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Sistem pendidikan tinggi yang bermutu wajib memenuhi kriteria minimal penyelenggaran proses pembelajaran dan pengajaran, penyelenggaraan penelitian dan pengadian kepada masyarakat seperti yang ditetapkan standar nasional pendidikan tinggi (SN-DIKTI, 4
Permenristekdikti No.44/2015). SN-DIKTI ini ditetapkan oleh Menteri berdasar UU DIKTI pasal 52 di atas. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, kurikulum yang digunakan wajib berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) mulai level 4 untuk Program Diploma, level 6 untuk Program Sarjana, dan seterusnya.
2. SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI Ditjen Belmawa Kemenristekdikti telah mengembangkan SPMI 2015-2020 Pendidikan Tinggi. Pengembangan ini dituangkan dalam buku Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi 2016. Adapun tujuan pengembangan SPMI 2015-2020 Pendidikan Tinggi adalah: Meningkatkan implementasi SPMI di perguruan tinggi, sehingga tercipta Budaya Mutu dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Budaya Mutu Sejati (true culture of quality) didefinisikan sebagai suatu lingkungan dimana karyawan tidak hanya mengikuti panduan mutu, tapi juga secara konsisten melihat rekan lainnya melakuan tindakan/kegiatan terfokus mutu, mendengar rekan lain memperbincangdan mendiskusikan tentang mutu, dan merasakan mutu di sekitar mereka. 2.1 Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Pengertian SPM Dikti Kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sementara itu, mutu pendidikan tinggi adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan Standar Dikti yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi. Tujuan SPM Dikti Menjamin pemenuhan Standar Dikti secara sistemik dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Fungsi SPM Dikti Mengendalikan penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang bermutu. 2.2 Struktur dan Mekanisme Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Struktur dan Mekanisme SPM Dikti yang ditetapkan dalam Permendikbud No. 50 Tahun 2014 tentang SPM Dikti sebagai berikut: Struktur SPM Dikti. SPM Dikti tersusun dalam suatu struktur yang terdiri atas: a. SPMI, yaitu kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom atau mandiri untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan; b. SPME, yaitu kegiatan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan program studi dan perguruan tinggi; dan c. PD Dikti, yaitu kumpulan data dan informasi penyelenggaraan pendidikan tinggi seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang terintegrasi secara nasional. 5
Sebagaimana dikemukakan di atas, tujuan SPM Dikti adalah menjamin pemenuhan Standar Dikti secara sistemik dan berkelanjutan sehingga tumbuh dan berkembang Budaya Mutu di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, implementasi SPM Dikti dengan struktur seperti di atas harus mampu menjamin pemenuhan Standar Dikti secara sistemik dan berkelanjutan. Adapun Standar Dikti terdiri atas: a. SN Dikti yang ditetapkan dalam Peraturan Menristekdikti No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar yang memuat kriteria minimal sistem pendidikan di Indonesia, terdiri atas: i. Standar Nasional Pendidikan; ii. Standar Nasional Penelitian; dan iii. Standar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat. b. Standar Dikti yang ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi yang harus melampaui SN Dikti meliputi: i. Standar Pendidikan Tinggi bidang akademik; dan ii. Standar Pendidikan Tinggi bidang nonakademik. Standar Dikti dan pelampauan SN Dikti oleh Standar Dikti yang ditetapkan setiap perguruan tinggi dapat digambarkan sebagaimana Gambar 6.
Gambar 5. Standar Dikti dan Pelampauan SN Dikti
Program studi atau perguruan tinggi yang memenuhi SN Dikti menurut UU Dikti dinyatakan memenuhi peringkat terakreditasi baik, sedangkan Program Studi atau Perguruan Tinggi yang mampu melampaui SN Dikti akan dinyatakan terakreditasi baik sekali atau unggul, sebagaimana ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM. 6
Mutu program studi atau perguruan tinggi selain diukur dari pemenuhan setiap Standar Dikti, harus pula diukur dari pemenuhan interaksi antarstandar Dikti untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Mekanisme SPM Dikti A. Mekanisme SPMI Mekanisme SPM Dikti diawali oleh perguruan tinggi dengan mengimplementasikan SPMI melalui siklus kegiatan yang disingkat sebagai PPEPP, yaitu terdiri atas: 1) Penetapan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan penetapan standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh perguruan tinggi; 2) Pelaksanaan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan pemenuhan standar yang terdiri atas SN 3) Dikti dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh perguruan tinggi; 4) Evaluasi (E) pelaksanaan Standar Dikti, yaitu kegiatan pembandingan antara luaran kegiatan pemenuhan standar dengan standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi; 5) Pengendalian (P) pelaksanaan Standar Dikti, yaitu kegiatan analisis penyebab standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi yang tidak tercapai untuk dilakukan tindakan koreksi; dan 6) Peningkatkan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan perbaikan standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti agar lebih tinggi daripada standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang telah ditetapkan. SPMI di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ditetapkan dalam peraturan pemimpin PTN (Rektor, Ketua, atau Direktur) setelah terlebih dahulu disetujui senat pada PTN. Di sisi lain, SPMI di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ditetapkan dalam peraturan pemimpin PTS (Rektor, Ketua, atau Direktur) setelah terlebih dahulu disetujui senat pada PTS dan badan hukum penyelenggara (Yayasan, Persyarikatan, dsb.). Setelah satu atau beberapa siklus SPMI diimplementasikan oleh perguruan tinggi, SPMI sebagai suatu sistem secara utuh perlu dievaluasi dan kemudian dikembangkan secara berkelanjutan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Luaran implementasi SPMI dalam suatu siklus disampaikan oleh perguruan tinggi kepada: 1) LAM untuk meminta dan memperoleh status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi; atau 2) BAN-PT untuk meminta dan memperoleh status terakreditasi dan peringkat terakreditasi perguruan tinggi. Permintaan perguruan tinggi untuk memperoleh status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi atau perguruan tinggi dapat dilakukan oleh perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B. Mekanisme SPME atau Akreditasi Program studi atau perguruan tinggi mengajukan permohonan akreditasi ulang 3 kepada LAM atau BAN-PT terhadap luaran implementasi SPMI untuk mempertahankan atau meningkatkan peringkat terakreditasi. Akreditasi ulang oleh LAM atau BAN-PT dijalankan melalui kegiatan yang terdiri atas: 1) Evaluasi Kecukupan atas data dan informasi 7
program studi atau perguruan tinggi yang disimpan dalam PD Dikti, yaitu kegiatan mengukur pencapaian Standar Dikti oleh program studi atau perguruan tinggi; 2) Visitasi ke perguruan tinggi, jika diperlukan, yaitu kegiatan memeriksa kesesuaian data dan informasi tentang pemenuhan Standar Dikti yang disimpan dalam PD Dikti dengan data dan informasi tentang pemenuhan Standar Dikti oleh program studi atau perguruan tinggi; 3) Penetapan status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi oleh LAM atau perguruan tinggi oleh BAN-PT. Sistem akreditasi dievaluasi dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh BAN-PT. C. Mekanisme PD Dikti Perguruan tinggi wajib melaporkan data dan informasi pemenuhan Standar Dikti secara berkala kepada Kemristekdikti melalui PD Dikti. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 54 ayat (6) UU Dikti, data dan informasi pemenuhan Standar Dikti tersebut akan dievaluasi melalui SPME atau akreditasi. Untuk memfasilitasi proses pelaporan tersebut, terdapat: 1) PD Dikti pada aras perguruan tinggi yang dibentuk dan dikelola oleh setiap perguruan tinggi; dan 2) PD Dikti pada aras nasional yang dibentuk dan dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Pusdatin Iptekdikti), Kemristekdikti. Perguruan tinggi harus mengelola PD Dikti yang memiliki struktur data dan informasi yang identik dengan struktur data dan informasi pada PD Dikti yang dibentuk secara Nasional. Data dan informasi pada PD Dikti aras perguruan tinggi terintegrasi ke dalam PD Dikti aras nasional. Selanjutnya, data dan informasi pada PD Dikti aras perguruan tinggi digunakan oleh perguruan tinggi untuk mengimplementasikan SPMI baik di program studi maupun di perguruan tinggi. Sementara itu, data dan informasi pada PD Dikti aras nasional akan digunakan oleh LAM atau BAN-PT untuk mengimplementasikan SPME atau akreditasi program studi atau akreditasi perguruan tinggi. Data dan informasi implementasi serta luaran SPMI dan data serta informasi status terakreditasi dan peringkat terakreditasi hasil implementasi SPME atau Akreditasi, dilaporkan oleh perguruan tinggi dan LAM atau BAN-PT kepada Pusdatin, Kemristekdikti untuk disimpan dalam PD Dikti pada aras nasional. Selanjutnya, LAM atau BAN-PT melakukan pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluation) secara rutin terhadap data dan informasi yang disimpan dalam PD Dikti aras nasional. Dalam hal data dan informasi tersebut yang tidak memenuhi lagi Standar Dikti, LAM atau BAN-PT dapat meninjau kembali status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi atau perguruan tinggi. Secara skematik mekanisme SPM Dikti dapat digambarkan sebagaimana Gambar 6.
8
Gambar 6. Mekanisme SPM Dikti dan Manajemen SPMI. Standa Pendidikan Tinggi (Standar Dikti) terdiri dari SN-Dikti dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh masing-masing Perguruan Tinggi
D. Pembagian Tugas Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Institusi, satuan kerja, badan, dan lembaga yang terlibat dalam implementasi SPM Dikti adalah: 1) Perguruan tinggi; 2) Direktorat Penjaminan Mutu – Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan; 3) BAN-PT; 4) LAM; dan 5) Pusat Data dan Informasi Iptekdikti (Pusdatin Iptekdikti), Kemristekdikti; 6) Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP); Koordinasi pelaksanaan tugas antar institusi, satuan kerja, badan, dan lembaga dalam mengimplementasikan SPM Dikti sebagaimana diuraikan di atas dapat digambarkan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Koordinasi Implementasi SPM Dikti
9
Adapun proses implementasi SPM Dikti dapat dilihat dalam Gambar 8 sebagai berikut :
Gambar 8. Proses Implementasi SPM Dikti
Keterangan: • SN Dikti : Standar Nasional Pendidikan Tinggi • KKNI : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia • AQRF : ASEAN Qualification Reference Framework • BSNP : Badan Standar Nasional Pendidikan Tinggi • BAN-PT : Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi • SPMI : Sistem Penjaminan Mutu Internal • SPME : Sistem Penjaminan Mutu Eksternal
3. PEKERJAAN, PROFESI DAN PROFESIONAL 3.1 Manusia dan Kebutuhannya Sebagai makhluk yang istimewa, untuk melengkapi kehidupannya, manusia harus bekerja keras dan berkarya. Karya tersebut dilakukan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam kehidupannya. Secara umum, kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat kelompok sebagai berikut: 1. Kebutuhan ekonomi. 2. Kebutuhan psikis. 3. Kebutuhan biologis. 4. Kebutuhan pekerjaan. 3.2 Pekerjaan dan Profesi Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan pekerjaan yang merupakan kebutuhan yang bersifat praktis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lain. Pada hakikatnya, bekerja adalah kodrat manusia. Agama mengajarkan kepada kita bahwa ketika Adam jatuh dalam dosa dan dibuang ke dunia maka saat itu juga manusia dikodratkan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak kecil pun manusia sebenarnya sudah bekerja, meskipun tidak dalam konteks untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam 10
kehidupannya. Mereka berinteraksi dengan manusia lain dan melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam kehidupannya. Seiring perkembangan kehidupan manusia, konteks pekerjaan berubah menjadi hal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap wujud kerja mempunyai empat macam tujuan, yaitu: a. Memenuhi kebutuhan hidup Hasil dari melakuakn pekerjaan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik kebutuhan akan pangan, sandang, papan maupun kebutuhan yang lain. b. Mengurangi tingkat pengangguran dan kriminalitas. Adanya lapangan pekerjaan akan mencegah terjadinya pengangguran, yang berarti pula mencegah semakin merebaknya tindak kejahatan. c. Melayani sesama. Manusia dapat berbuat amal dan kebaikan bagi sesamanya dengan kelebihan dari hasil pekerjaan yang dilakukannya. Manusia juga dapat melayani sesama melalui pekerjaan yang dilakukannya. d. Mengontrol gaya hidup. Orang dapat mengontrol gaya hidupnya dengan melakukan suatu pekerjaan. Dengan bekerja, orang akan mendapatkan suatu rutinitas kegiatan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan turinitas tersebut, tentunya orang akan dapat mengatur, merencanakan dan mengontrol kegiatan apa yang akan dilakukan dalam kehidupannya. Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi. Sebagai contoh, pekerjaan staf administrasi tidak masuk dalam golongan profesi karena untuk bekerja sebagai staf administrasi seseorang bisa berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman, sedangkan akuntan merupakan profesi karena seseorang yang bekerja sebagai akuntan haruslah berpendidikan akuntansi dan memiliki pengalaman kerja beberapa tahun di kantor akuntan.
Profesi Pekerjaan
Gambar 10. Profesi merupakan bagian dari pekerjaan
Profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan tertentu yangdidapat melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut, dan terus memperbaharui ketrampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi. 11
Secara umum, profesi didefinisikan sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, di mana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi tiga aspek, yaitu ilmu pengetahuan tertentu, aplikasi kemampuan/kecakapan, dan berkaitan dengan kepentingan umum. Dari beberapa urain mengenai profesi seperti di atas, dapat disimpulkan beberapa catatan tentang profesi sebagai berikut: a. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan ketrampilan atau keahlian khsusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan pada umumnya. b. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai sumber utama nafkah hidup dengan keterlibatan pribadi yang mendalam dalam menekuninya. c. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui ketrampilannya sesuai perkembangan teknologi. Kemudian, dari berbagai pengalaman tentang profesi, tercatat dua hal tentang profesi khusus yang dibedakan dari profesi-profesi pada umumnya. Dua kategori yang dianggap sebagai profesi khusus tersebut adalah profesi yang melibatkan hajat hidup orang banyak dan profesi yang merupakan profesi luhur dan menekankan pengabdian. Catatan pokok dari dua profesi khusus tersebut adalah berikut: a. Pada profesi tententu yang melibatkan hajat hidup orang banyak, gelar keprofesionalan tersebut harus didapatkan melalui pengujian oleh organisasi profesional yang diakui secara nasional atau internasional, dan hanya kandidat yang lulus yang berhak menyandang gelar profesi ini dan melakukan pekerjaan untuk profesi ini. Contoh yang paling jelas adalah profesi dokter (kesehatan manusia) di Indonesia, hanya sarjana kedokteran yang menjadi anggota IDI yang boleh membuka praktik dokter. b. Profesi luhur merupakan profesi yang menekankan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Sasaran utama profesi ini adalah mengabdi dan melayani kepentingan masyarakat bukan semata-mata mencari nafkah hidup. Contoh nyata dari profesi ini adalah guru, pendeta, biarawan, biarawati, penasihat hukum, pengacara dan lain sebagainya. Selanjutnya, perlu dipahami bahwa dalam kaitan pekerjaan dan profesi, hakikat pekerjaan menuntut manusia untuk memilih profesi atau keahliannya secara bertanggung jawab sesuai kemampuannya. Untuk itu sebelum bekerja dan menjalankan profesi, manusia dituntut untuk memiliki persiapan yang matang dan sebaik-baiknya. 3.3. Profesi dan Profesional Bekerjalah dengan cinta…. Jika engkau tidak dapat bekerja dengan cinta, lebih baik engkau meninggalkannya…. Dan mengambil tempat didepan pintu gerbang candi-candi, Meminta sedekah kepada mereka yang bekerja dengan penuh suka dan cita…. Kahlil Gibran (Sang Nabi)
12
Kutipan sajak Kahlil Gibran dalam Sang Nabi di samping, mungkin saja merupakan bagian dari sebuah profesionalisme. Orang yang profesional versi Kahlil Gibran adalah orang yang mencitai profesinya. Dengan mencintai profesi, orang akan terpacu untuk terus mengembangkan kemampuan yang mendukung profesi tersebut. Kembali menilik pada pengertian profesi yang telah dibahas sebelumnya, seorang pelaku profesi haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Menguasai ilmu secara mendalam dalam bidangnya. Di depan sudah dibahas bahwa sebuah profesi akan mengandalkan suatu pengetahuan khusus yang dimiliki oleh sekelompok profesional agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Seorang yang profesional adalah seorang yang menguasai ilmu secara mendalam di bidangnya, tidak setengah-setengah atau sekedar tahu saja sehingga benar-benar memahami hakikat pekerjaan yang ditekuninya. b. Mampu mengonversikan ilmu menjadi ketrampilan. Seorang yang profesional juga harus mampu mengonversikan ilmunya menjadi suatu ketrampilan. Ketrampilan, artinya dapat melakukan praktik-praktik atau kegiatan khusus sesuai tugas dan pekerjaannya dengan baik. Orang yang profesional adalah orang yang tidak sekedar tahu banyak hal tentang sebuah “teori” , tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kegiatan yang dilakukan. c. Selalu menjunjung tinggi etika dan integritas profesi. Biasanya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, terdapat suatu aturan yang disebut “kode etik” profesi. Sebagai contoh adalah kode etik pengacara, kode etik kedokteran, kode etik wartawan dan sebagainya. Kode etik tersebut merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi yang harus ditaati oleh semua anggota profesi yang bersangkutan. Selanjutnya, seorang yang profesional adalah seseorang yang menjalankan profesinya secara benar dan melakukannya menurut etika dan garis-garis profesionalisme yang berlaku pada profesinya tersebut. Untuk menjadi seorang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut: a. Komitmen tinggi. Seorang profesional harus mempunyai komutmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya. b. Tanggung jawab. Seorang profesional juga harus bertangung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri. c. Berpikir sistematis. Seorang profesional harus mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. d. Penguasaan materi. Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan/materi pekerjaan yang sedang dilakukannya. e. Menjadi bagian masyarakat profesional. Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
13
Titik penekanan dari profesionalisme adalah penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sebuah sikap. Pengembangan profesionalisme pada seorang teknisi bukan hanya merujuk pada ketrampilan yang tinggi, melainkan juga tingkah laku yang sesuai kriteria. Selanjutnya, untuk meningkatkan nilai profesionalisme suatu profesi serta untuk membentuk suatu standardisasi profesi, biasanya dibentuk organisasi-organisasi profesi. organisasi profesi ini mengatur keanggotaan, membuat kebijakan etika profesi yang harus diikuti oleh semua anggota, dan membantu anggota untuk dapat terus memperbaharui pengetahuannya sesuai perkembagnan teknologi. Beberapa organisasi profesi telah berkembang di Indonesia dengan harapan semakin meningkatkan profesionalitas para pelaku profesi tersebut. Caranya, dengan memberikan garis-garis atau pedoman profesionalisme. Organisasi profesi ini juga merupakan bagian dari pengembangan sebuah profesi dalam proses profesionalismenya untuk mengembangkan profesi ke arah status profesional yang diakui oleh pemerintah dan masyarakat pengguna jasa. 3.4 Mengukur Profesionalisme Seringkali kata profesional ditambah dengan “isme” yang kemudian menjadi profesionalisme. Kata isme berarti paham. Ini berarti pula bahwa nilai-nilai profesional harus menajdi bagian dari jiwa seseorang yang mengemban sebuah profesi. Selanjutnya, muncul pertanyaan mengenai bagaimana mengukur profesionalisme seseorang? Sebelum mengukur profesionalisme, harus dipahami terlebih dahulu bahwa profesionalisme diperoleh melalui suatu proses. Proses tersebut dikenal dengan istilah ”proses profesional”. Proses profesional atau profesionalisasi adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis utnuk mengembangkan profesi ke arah status profesional. Untuk mengukur sebuah profesionalisme, tentunya perlu diketahui terlebih dahulu standar profesional. Secara teoritis, standar profesional dapat diketahui dengan empat perspektif pendekatan, yaitu: a. b. c. d.
Pendekatan berorientasi filosofis. Pendekatan perkembangan bertahap. Pendekatan berorientasi karakteristik. Pendekatan berorientasi non-tradisional.
Selanjutnya, akan dibahas empat perpektif pendekatan tersebut seperti berikut dibawah ini: 3.4.1 Pendekatan Orientasi Filosofi Pendekatan orientasi filosofi ini melihat tiga hal pokok yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat profesionalisme sebagai berikut: 14
a. Pendekatan lambang profesional. Lambang profesional yang dimaksud antara lain seperti sertifikat, lisensi, dan akreditasi. Sertifikasi merupakan lambang bagi individu yang profesional dalam bidang tertentu. Misalnya, seseorang yang ahli menjalankan suatu program komputer tertentu berhasil melalui ujian lembaga sertifikasi tersebut sehingga akan mendapatkan sertifikat berstandard internasional. Adapun lisensi dan akreditasi merupakan lambang profesional untuk produk ataupun institusi. Sebagai contoh, lembaga pendidikan yang telah dianggap profesional oleh umum adalah lembaga pendidikan yang telah memiliki status terakreditasi, dan lain-lain. Akan tetapi, penggunaan lambang ini kurang diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan formal. b. Pendekatan sikap individu. Pendekatan ini melihat bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh umum dan bermanfaat bagi penggunanya. Sikap individu tersebut antara lain adalah kebebasan personal, pelayanan umum, pengembangan sikap individual dan aturan-aturan yang bersifat pribadi. Orang akan melihat bahwa individu yang profesional adalh individu yang memberikan layanan yang memuaskan dan bermanfaat bagi pengguna jasa profesi tersebut. c. Pendekatan electic. Pendekatan ini melihat bahwa proses profesional dianggap sebagai kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan dan standar tertentu. Hal ini berarti bahwa pandangan individu tidak akan leih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Pendekatan electic ini merupakan pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistem, dan pemikiran akademis. Dengan kesatuan pendekatan item-item tersebut di atas, masyarakat akan melihat kualitas profesionalisme yang dimiliki oleh seseorang sebagai individu ataupun yang mewakili suatu institusi. 3.4.2 Pendekatan Orientasi Perkembangan Di bagian depan telah dijelaskan bahwa proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis untuk mengembangkan profesi ke arah status profesional. Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah dalam proses berikut: a. Berkumpulnya individu-individu yang memiliki minat yang sama terhadap suatu profesi. Langkah ini merupakan awal dari proses profesional. Orang-orang yang memiliki minat serupa dalam suatu profesi, berkumpul membentuk asosiasi informal yang keanggotannya masih bersifat sukarela dan belum terorganisir dengan baik. b. Melakukan identifikasi dan adopsi terhadap ilmu pengetahuan tertentu untuk mendukung profesi yang dijalaninya. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan latar belakang akademis para pelaku profesi tesebut. c. Setelah individu-individu yang memiliki minat yang sama berkumpul, selanjutnya para praktisi akan terorganisasi secara formal pada suatu lembaga yang diakui oleh pemerintah dan masyarakat sebagai sebuah organisasi profesi. d. Membuat kesepatakan mengenai persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan hakikat sebuah profesi, yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan
15
atau ketrampilan tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai ketrampilan tersebut. e. Menentukan kode etik profesi yang menjadi aturan main dalam menjalankan sebuah profesi yang harus ditaati oleh semua anggota profesi yang bersangkutan. f. Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu seperti syarat akademis dan pengalaman melakukan pekerjaan di lapangan. Hal ini akan berkembang sesuai tuntutan tingkat pelayanan yang diberikan kepada para pengguna jasa profesi tersebut. 3.4.3 Pendekatan Orientasi Karakteristik Orientasi ini melihat bahwa proses profesional juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan proses profesional yang saling terkait, yaitu: a. Kode etik profesi yang merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi. Kode etik ini digunakan sebagai aturan langkah bagi seorang profesional dalam menjalankan profesinya. b. Pengetahuan yang terorganisir yang mendukung pelaksanaan sebuah profesi/ c. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus. d. Tingkat pendidikan minimal dari sebuah profesi. Ini penting untuk menjaga mutu profesi yang bersangkutan. e. Sertifikat kehalian yang harus dimiliki sebagai salah satu lambang profesional. f. Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memikul tugas dan tanggung jawab dengan baik. Proses tersebut misalnya adalah riwayat pekerjaan, pendidikan atau ujian yang dilakukan sebelum memangku sebuah profesi. g. Adanya kesempatan untuk menyebarluaskan dan bertukar ide di antara angota. h. Adanya tindakan disiplin dan batasn tertentu jika terjadi malpraktik dan pelanggaran kode etik profesi. 3.4.4 Pendekatan Orientasi Non-Tradisional Perpektif pendekatan non-tradisional menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan sebuah profesi. Orientasi ini memandang perlunya dilakukan identifikasi elemenelemen penting untuk sebuah profesi, misalnya standardisasi profesi untuk menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan, sertifikasi profesinal, dan sebagainya. Dengan pendekatan-pendekatan yang dibahas di atas, dapat disimpulkan bahwa mengukur profesionalisme bukanlah hal yang mudah karena profesionalisme tersebut diperoleh melalui suatu proses profesional, yaitu proses evolusi dalam mengembangkan profesi ke arah status profesional yang diharapkan.
4. PROFESI DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI 4.1 Gambaran Umum Pekerjaan di Bidang Teknologi Informasi Dengan posisi tenaga kerja di bidang teknologi informasi (TI) yang sangat bervariasi, menyesuaikan skala bisnis dan kebutuhan pasar, maka sangat sulit mencari standardisasi pekerjaan di bidang ini. Namun, setidaknya kita dapat mengklasifikasikan tenaga kerja di bidang teknologi informasi tersebut berdasarkan jenis dan kualifikasi pekerjaan yang 16
ditanganinya. Berikut adalah penggolongan pekerjaan di bidang teknologi informasi yang berkembang belakangan ini. Secara umum, pekerjaan di bidang teknologi informasi setidaknya terbagi dalam 4 kelompok sesuai bidangnya. a. Kelompok pertama, adalah mereka yang bergelut di dunia perangkat lunak (software), baik mereka yang merancang, sistem operasi, database maupun sistem aplikasi. Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti misalnya: Sistem analis, merupakan orang yang bertugas menganalisa sistem yang akan diimplementasikan mulai dari menganalisa sistem yang ada, kelebihan dan kekurangannya, sampai studi kelayakan dan desain sistem yang akan dikembangkan. Programer, merupakan orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan sistem analis, yaitu membuat program (baik aplikasi maupun sistem operasi) sesuai sistem yang dianalisa sebelumnya. Web designer, merupakan orang yang melakukan kegiatan perencanaan, termasuk studi kelayakan, analisis dan desain terhadap suatu proyek pembuatan aplikasi berbasis web. Web programer, merupakan orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan web designer, yaitu membuat program berbasis web sesuai desain yang telah dirancang sebelumnya. Dan lain-lain. b. Kelompok kedua, adalah mereka yang bergelut di bidang perangkat keras (hardware). Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti: Technical engineer, sering juga disebut teknisi yaitu orang yang berkecimpung dalam bidang teknik, baik mengenai pemeliharaan maupun perbaikan perangkat sistem komputer. Networking Engineer, adalah orang yang berkecimpung dalam bidang teknis jaringan komputer dari maintenance sampai pada troubleshooting-nya. Dan lain-lain. c. Kelompok ketiga, adalah mereka yang berkecimpung dalam operasional sistem informasi. Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti: EDP Operator, adalah orang yang bertugas mengoperasikan program-program yang berhubungan dengan electronic data processing dalam lingkungan sebuah perusahaan atau organisasi lainnya. System Administrator, merupakan orang yang bertugas melakukan adminsitrasi terhadap sistem, melakukan pemeliharaan sistem, memiliki kewenangan mengatur hak akses terhadap sistem, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengaturan operasional sebuah sistem. MIS Director, merupakan orang yang memiliki wewenang paling tinggi terhadap sebuah sistem informasi, melakukan manajemen terhadap sistem tersebut secara keseluruhan baik perangkat keras, perangkat lunak maupun sumber daya manusianya. Dan lain-lain 17
d. Kelompok yang keempat, adalah mereka yang berkecimpung di pengembangan bisnis teknologi informasi. Pada bagian ini, pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai sektor di industri teknologi informasi.
5. MENINGKATKAN PROFESIONALISME DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI 5.1 Peningkatan Profesionalisme Dalam menjalankan profesinya, seseorang yang bekerja dalam bidang TI harus memiliki beberapa persyaratan profesionalisme, seperti: a. Dasar ilmu yang kuat dalam bidangnya sebagai bagian dari masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. b. Pengusaha kiat-kiat profesi yang dilakukan berdasarkan riset dan praktis, bukan hanya merupakan teori atau konsep-konsep belaka. c. Pengembangan kemampuan professional berkesinambungan. Profesi di bidang teknologi informasi, merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan sehingga para pemain di dalamnya harus proaktif dan tidak boleh pasif dalam menyikapi perkembangan tersebut. Dengan adanya persyaratan profesionalisme tersebut perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan tenaga – tenaga professional yang memiliki kepribadian matang dan berkembang, penguasaan ilmu yang kuat, keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada sains dan teknologi dan pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi yang professional. Beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai penyebab rendahnya profesionalisme pekerja dibidang TI, antara lain : a. Masih banyak pekerja dibidang TI yag tidak menekuni profesinya secara total atau hanya sekedar sambilan. b. Belum adanya konsep yang jelas dan terdefinisi tentang norma dan etika profesi pekerja dibidang TI. c. Masih belum ada(menurut pengamatan penulis) organisasi professional yang menangani professional dibidang TI. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan pra-jabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi, penegakan kode etik, sertifikasi, peningkatan kualitas, imbalan, dan sebagainya, secara bersama-sama menentukan pengembangan profesinalisme pekerja dibidang teknologi informasi. 5.3 Menjadi Profesional dengan Sertifikasi Harus diakui, bahwa profesi di bidang teknologi informasi merupakan profesi yang tergolong baru diantara profesi-profesi yang lain, seperti kedokteran, guru dan sebagainya. Tentu banyak tantangan yang akan dihadapi oleh pelaksana profesi tersebut. Sebagai contoh, 18
tantangan bagi mereka yang terlibat dalam pengembangan situs web adalah membangun situs yang komunikatif dan user friendly, serta tepat guna. Artinya, pengembangan situs web harus mampu memilah, memilih, dan mengimplementasikan keterampilan, seni, teknologi, baik perangkat keras maupun perangkat lunak untuk keberhasilan pengembangan tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan standardisasi dari sebuah profesi agar pelaku profesi tersebut dapat mempertanggungjawabkan kemampuannya dalam menjalankan pekerjaannya. Sertifikasi merupakan salah satu cara untuk melakukan standardisasi sebuah profesi. Atau paling tidak, sertifikasi merupakan lambang dari sebuah profesionalisme. Beberapa alas an tentang pentingnya sertifikasi untuk professional di bidang teknologi informasi, antaralain dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bahwa untuk menuju level yang diharapkan, pekerjaan di bidang TI membutuhkan expertise. Expertise atau kepakaran tersebut akan didapatkan jika seorang pelaku profesi mampu menguasaisecara mendalam sampai ke “akar-akarnya”. Penguasaan secara mendalam tersebut dapat dibuktikan melalui sertifikasi karna untuk menuju sertifikasi ada proses ujian atau tes yang tidak mudah dan memenuhi standar tertentu. b. Bahwa profesi di bidang teknologi informasi, dapat dikatakan merupakan profesi menjual jasa, dan bisnis jasa bersifat kepercayaan. Prospek dari profesi ini terletak pada kepercayaan masyarakat zaman ini terhadap orang orang yang terlibat di dalamnya. Kepercayaan tersebut akan semakin kuat jika bukti keahlian dari seseorang di bidang teknologi informasi dapat ditunjukan dengan adanya sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang bertaraf internasional. Sebenarnya dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, serta kemudahan mendapatkan pengetahuan lewat internet di satu sisi sangat membantu mereka yang ada di profesi-profesi ini dalam menambah kemampuan untuk bekerja dan berinovasi. Namun, terkadang orang membutuhkan suatu bukti kongkrit yang dapat langsung diketahui sehingga menambah “trust” terhadap pelaku profesi tersebut. Berikutnya beberapa manfaat yang bias di[peroleh dengan melakukan sertifikasi antara lain: a. Ikut berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih professional. b. Pengakuan resmi pemerintah tentang tingkat keahlian individu terhadap sebuah profesi. c. Pengakuan dari organisasi profesi sejenis (benchmarking), baik pada tingkat regional maupun internasional. d. Membuka akses lapangan pekerjaan secara nasional, regional maupun internasional. e. Memperoleh peningkatan karir dan pendapatan sesuai perimbangan dengan pedoman skala yang diberlakukan. Standardisasi dan sertifikasi dapat dilakukan oleh badan-badan resmi yang ditunjuk pemerintah atau dilakukan juga oleh industry secara langsung atau yang sering disebut vendor certification. Pada kenyataannya, memang industrilah yang lebih mengetahui kebutuhan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang sesuai untuk mereka.
19
6. KESALAHPAHAMAN TENTANG ILMU KOMPUTER Kesalahpahaman umum tentang ilmu komputer menghambat pertumbuhan profesional dan membahayakan identitas komputasi. Ketika banyak dari kita berada di sekolah atau perguruan tinggi, kita sering diberi definisi tentang ilmu komputer seperti beriku "studi tentang proses informasi dan transformasinya" atau "studi tentang fenomena yang timbul di sekitar komputer." Tetapi ketika kita memasuki dunia praktek profesional, kita mengalami dan menjumpai ilmu komputer ini dengan cara yang sama sekali berbeda dari definisi abstrak ini. Dalam dunia profesional kita, kemampuan kita untuk mendapatkan pekerjaan tergantung pada seberapa baik kita menampilkan dan menunjukan kompetensi dalam menggunakan metode dan alat bantu komputasi untuk memecahkan masalah yang menarik bagi pemberi kerja kita. Kita harus bisa membuat aplikasi kecil dengan cepat tanpa usaha lebih dari sekedar menulis catatan Post-It. Kita menemukan bahwa kita memiliki pelanggan yang dapat puas atau tidak dengan pekerjaan kita dan bahwa kemajuan profesional kita tergantung pada warisan (legacy) yang terus berkembang dari pelanggan yang terpuaskan. Kita menemukan bahwa dari waktu ke waktu kita menjadi mahir, dan rekan-rekan kita dan bos memanggil kita untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks. Kita dilanda dengan kejutan tak terduga dan kontinjensi yang tidak tercakup dalam perkuliahan atau pengalaman kita sebelumnya namun kita harus berurusan dengan mereka secara efektif. Sebagai contoh, antusiasme dan semangat saat ini dari teknologi AI deep-learning telah menghasilkan banyak manfaat dan menciptakan pekerjaan baru yang bergaji baik bagi analis data dan desainer perangkat lunak yang mengotomatisasi beberapa tugas mental. Teknologi ini secara permanen menggusur pekerja yang melakukan tugas-tugasnya secara manual. Teknologi internet telah memfasilitasi globalisasi tenaga kerja dan meningkatkan standar hidup di mana-mana, namun telah mendorong reaksi anti-imigrasi, sentimen antiperdagangan. Teknologi internet juga telah mengembangkan sisi gelap yang meliputi hacker, data dan pencuri identitas, scammers, polarisasi situs web, teroris, dan banyak lagi. Untuk membantu kita mengatasi semua perubahan dan gejolak ini kita telah mengorganisir diri ke beberapa kelompok profesional khusus yang diselenggarakan oleh ACM, IEEE, dan lain-lain. Karena komputasi begitu erat terlibat dengan berbagai bidang, di Amerika gerakan pendidikan yang disebut "Ilmu Komputer untuk Semua (CS for All) " telah muncul yang bertujuan untuk memasukkan beberapa aspek komputasi dalam pendidikan dasar dan menengah atau pengembangan profesional. Kita mencatat bahwa gerakan “Ilmu Komputer untuk Semua” tidak menganjurkan bahwa setiap murid harus belajar untuk program demi menjadi seorang profesional programmer atau software engineer. pekerjaan komputasi diproyeksikan tumbuh pada tingkat yang lebih tinggi dari semua gabungan bidang STEM (Science, Technology, Engineering dan Mathematics) lainnya. Dengan satu perkiraan, lebih dari 10 juta orang Indoensia menggunakan komputer dalam cara yang kompleks dalam pekerjaan mereka, hampir setengah dari mereka di bidang yang tidak terkait langsung dengan STEM. Terlepas dari karir mereka, banyak profesional akan menggunakan ilmu komputer di tempat kerja. 20
Banyak pakar telah bekerja sama dengan banyak orang dalam gerakan ini. Mereka telah dihadapkan dengan sejumlah kesalahpahaman tentang ilmu komputer, baik di khalayak yang mereka coba tuju maupun di antara mereka sendiri. Kesalahpahaman ini dapat menyebabkan harapan yang tidak dapat dipenuhi − misalnya, lulusan berpikir bahwa mereka telah mempelajari hal-hal yang akan membantu mereka masuk dan mempertahankan pekerjaan yang baik, atau harapan pemberi kerja tentang apa yang dapat dilakukan lulus profesional untuk mereka. Kesalahpahaman ini juga dapat mengganggu kemampuan praktisi untuk mengarungi secara efektif di dunia nyata komputasi. Tujuan kita di sini adalah untuk menelaah sembilan kesalahpahaman yang paling merusak ini dan mensosialisasikan kepada rekan-rekan profesional kita untuk menghilangkan kesalahpahaman ini. 1. CS = pemrograman. Gagasan bahwa pemrograman adalah kegiatan inti dari ilmu komputer mudah untuk diterima dan namun hanya sebagian benar. Profesional komputasi diharapkan dapat program. Tapi profesional komputasi terlibat dalam berbagai kegiatan penting lainnya seperti merancang sistem software dan hardware, jaringan, database, dan aplikasi. Gagasan bahwa coding (subset dari pemrograman) membuka pintu ke banyak peluang karir telah menarik publik karena publisitas sukses tentang kompetisi coding. Kesalahpahaman ini bukanlah hal baru. Akarnya berawal pada 1970-an dan berulang kali menantang selama bertahun-tahun; ACM dan IEEE, misalnya, menghabiskan banyak upaya pada 1990-an mencabut itu. Kurikulum perguruan tinggi terbaru ACM/IEEE meliputi 17 bidang teknologi komputasi selain pemrograman. Bahkan ketika komputasi disari pada prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa intinya, ia masih merupakan bidang yang sangat besar di mana pemrograman bukan utamanya. Prinsip-prinsip perkuliahan ilmu komputer baru mencerminkan pandangan yang lebih luas dari ilmu komputer untuk murid-murid SMA tinggi. Kurikulum ini mencakup lebih dari sekedar coding. Namun gerakan "belajar kode (learn to code)" tampaknya menawarkan akses cepat ke banyak pekerjaan yang digaji dengan baik setelah kita bekerja. Momen kebenaran akan datang ketika kita menjumpai menemukan dalam wawancara bahwa pencari kerja mencari lebih daripada sekedar kemampuan untuk coding. 2. Pemrograman bersangkutan dengan Pengekspresian solusi masalah dalam notasi bahasa. Tujuan program adalah untuk mengontrol mesin − bukan menyediakan sarana ekspresi diri algoritmik dari programmer. Dimulai dengan contoh program Ada Lovelace di tahun 1840an, pemrograman selalu terkait dengan pemberian instruksi kepada mesin sehingga mesin akan menghasilkan efek yang diinginkan. Sebuah bahasa pemrograman adalah notasi yang digunakan untuk mengkodekan suatu algoritma yang menginstruksikan mesin setelah dikompilasi ke dalam kode executable. ilmuwan komputer telah lama memahami bahwa setiap bahasa pemrograman ("sintaks") adalah terikat pada sebuah mesin abstrak ("semantik"). Mesin − yang disimulasi oleh compiler dan sistem operasi pada perangkat keras dan jaringan yang nyata − melakukan 21
pekerjaan yang ditentukan oleh algoritma yang dikodekan dalam program. Programmer Lanjut melangkah lebih jauh: mereka merancang mesin abstrak baru yang lebih cocok dengan jenis masalah yang membutuhkan solusi. Gagasan bahwa program hanya notasi untuk ekspresi, benar-benar terputus dari kenyataan mendasar bahwa program mengkontrol mesin. Sebuah ilustrasi baru-baru ini tentang hal ini adalah pertempuran hukum oleh pemilik hak cipta untuk memblokir distribusi software dekripsi yang akan membuka perlindungan hak cipta. Perangkat lunak dekripsi akan menjadi tidak menarik jika itu hanya sarana ekspresi. Tapi software ini, ketika dijalankan pada mesin, akan memecahkan dan membongkar perlindungan salinan (copy protection). 3. Setelah kita menguasai dasar pengetahuan inti termasuk variabel, sequencing, conditional, loop, abstraksi, modularization, dan dekomposisi, kita akan menjadi profesional komputasi. Ini adalah karakterisasi menyedihkan yang belum lengkap dari apa yang profesional komputasi perlu tahu. Konsep yang tercantum di atas semua adalah konsep pemrograman, sementara pemrograman adalah bagian kecil dari Ilmu Komputer. Konsep yang terlist di atas merupakan sentral dalam tahun 1960-an dan 1970-an ketika pemrograman merupakan antarmuka utama untuk komputer. Hari ini, kita tidak bisa benar-benar menjadi seorang programmer yang kompeten dengan sedikit keterampilan di sistem, arsitektur, dan desain, dan dengan sedikit pengetahuan tentang domain di mana perangkat lunak kita akan digunakan. 4. Pemrograman mudah dipelajari. Pemrograman dan coding merupakan sekumpulan ketrampilan atau keahlian. Programmer dapat berkembang dari pemula sampai menjadi ahli dalam jangka waktu yang lama. Dibutuhkan lebih banyak praktek dan pengalaman untuk mencapai tahap yang lebih tinggi. Menjadi mahir dalam pemrograman aplikasi dunia nyata tidaklah mudah. Pendidik telah mencari selama bertahun-tahun cara untuk mempercepat belajar pemrogramam. Seymour Papert memperkenalkan bahasa Logo pada 1970-an dan menyaksikan bagaimana anak-anak mendapat kegembiraan dengan komputasi dan belajar bagaimana berpikir komputasi. Dia membiasakan Logo untuk kepentingan anak-anak; meskipun demikian, masih butuh waktu siswa untuk berpindah dari daya tarik pengantar ke kemampuan untuk memrogram perhitungan/komputasi yang berguna secara teratur. 5. Berpikir komputasi adalah pendorong keterampilan pemrograman. Berpikir komputasi (Computational Thinking (CT)) adalah ide lama di Ilmu Komputer. Pertama kali dibahas oleh pionir seperti Alan Perlis pada akhir 1950s. Perlis beranggapan "algorithmizing" akan menjadi bagian dari setiap bidang seperti halnya komputasi bergerak kedalam proses otomatisasi. Dijkstra mengakui bahwa dia telah belajar keterampilan mental yang baru pada saat memrograman (1974). Dalam bukunya Mindstorms tahun 1980, Papert adalah orang pertama yang menyebutkan istilah CT secara eksplisit ketika membahas kemampuan mental anak-anak berkembang saat memrograman dengan Logo. Jeannette Wing mengkatalisasi diskusi tentang bagaimana orang di luar Ilmu komputasi bisa 22
mendapatkan keuntungan dari belajar komputasi. Pernyataan umum akhirnya selalu adalah bahwa CT merupakan konsekuensi dari belajar program. Versi modern dari kisah CT telah mengubah ini terbalik, klaim bahwa CT adalah seperangkat pengetahuan yang mendorong keterampilan pemrograman. Seorang siswa yang skor baik pada tes untuk menjelaskan dan menggambarkan abstraksi dan dekomposisi masih bisa menjadi desainer algoritma tidak kompeten atau tidak sensitif. Satu-satunya cara untuk belajar keterampilan ini adalah berlatih selama berjam-jam sampai kita menguasainya. Karena komputasi telah memasuki begitu banyak bidang, dan karena orang-orang yang melakukan desain komputasi dalam bidang tersebut telah membuat banyak penemuanpenemuan baru, beberapa ahli telah memperkirakan bahwa CT adalah jenis berpikir yang paling mendasar, berbeda dengan yang lain seperti berpikir sistem, berpikir desain, berpikir logis, berpikir ilmiah, dll. Ini adalah chauvinisme komputasi. Tidak ada dasar untuk mengklaim bahwa CT lebih mendasar daripada jenis berpikir lainnya. 6. Ketika kita terlibat dalam prosedur langkah-demi-langkah (step by step) sehari-hari kita sedang berpikir komputasi. Prosedur langkah-demi-langkah sehari-hari menggunakan istilah "langkah" yang longgar, merujuk pada tindakan terisolasi dari seseorang. Hal ini berarti bahwa langkah ini cukup berbeda dari instruksi mesin; sehingga sebagian besar "resep manusia executable" tidak dapat dilaksanakan oleh sebuah mesin. Kesalahpahaman ini sebenarnya menyebabkan orang salah paham tentang algoritma, dan oleh karenanya melebih-lebihkan apa yang mesin dapat dilakukan. Langkah-langkah prosedur dalam hidup, seperti resep, tidak memenuhi definisi algoritma karena tidak semua langkahnya dapat dieksekusi oleh mesin. Hanya karena manusia dapat mensimulasikan beberapa langkah komputasi tidak mengubah persyaratan untuk sebuah mesin untuk melakukan langkah-langkah. Kesalahpahaman ini melemahkan definisi algoritma dan mengajarkan orang-hal yang salah tentang komputasi. 7. Berpikir komputasi meningkatkan kemampuan memecahkan masalah di bidang lain. Klaim tua ini disebut "hipotesis transfer." Hal ini mengasumsikan bahwa keterampilan berpikir secara otomatis tertransfer ke domain lain yang biasanya berada di otak. Hal ini akan merevolusi pendidikan jika benar. Peneliti pendidikan telah mempelajari transfer otomatis dari CT selama tiga dekade dan tidak pernah mampu untuk mendukung itu. Keyakinan seperti budak dengan cara berpikir tunggal berpikir bisa membuat kita menjadi pemecah masalah yang lebih buruk daripada jika kita terbuka untuk beberapa cara berpikir. Bentuk lain dari tranfer – transfer yang dirancang − menjanjikan lebih. Guru dalam bidang selain ilmu komputer, seperti biologi, dapat membawa pemikiran komputasi dalam bidangnya dengan menunjukkan bagaimana pemrograman berguna dan relevan dalam bidang tersebut. Dengan kata lain, belajar ilmu komputer saja tidak akan membuat kita menjadi seorang ahli biologi yang lebih baik. Kita perlu belajar biologi untuk mencapai itu. 23
8. Ilmu komputer pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan matematika. Rekayasa yang dibutuhkan untuk menghasilkan teknologi ini, semuanya didasarkan pada ilmu pengetahuan dan matematika. Sejarah memberitahu kita sebaliknya. Insinyur listrik merancang dan membangun komputer elektronik pertama tanpa mengetahui apapun ilmu komputer – ilmu komputer tidak ada pada saat itu. Tujuan mereka adalah untuk memanfaatkan pergerakan elektron dalam sirkuit untuk melakukan operasi logis dan perhitungan numerik. Program mengontrol sirkuit dengan membuka dan menutup gerbang. Kemudian para ilmuwan dan ahli matematika mengantarkan metode formal dan eksperimental yang teliti pada komputasi. Untuk mengetahui apa yang berhasil dan apa yang tidak, insinyur bereksperimen dan ilmuwan menguji hipotesis. Dalam bidang komputasi, rekayasa telah mendahului ilmu. Namun, keduanya baik insinyur maupun ilmuwan berkontribusi pada profesi komputasi yang terus tumbuh: mereka saling membutuhkan. 9. Ilmu komputer tua sudah usang. Perkembangan penting dalam ilmu komputer seperti AI dan analisis big data, adalah semuanya dewasa ini. Teknologi komputasi adalah unik di antara teknologi dalam hal menopang pertumbuhan eksponensial (Hukum Moore) di level chip tunggal, sistem, dan ekonomi. Dengan demikian dapat terlihat bahwa teknologi komputer terus mendorong gejolak dalam masyarakat, ekonomi, dan politik − dan akan usang dengan sendirinya setiap dekade atau lebih. Banyak prinsip-prinsip ilmu komputer yang terkenal diidentifikasi pada tahun 1950 dan 1960-an dan tetap relevan sampai saat ini. Ilmu komputer membentuk dunia seperti yang kita jumpai saat ini. Sejarah menunjukkan apa yang berhasil dan apa yang tidak. Kebangkitan keyakinan saat ini bahwa CS = pemrograman menggambarkan bagaimana orang-orang yang melupakan sejarah bisa mengulanginya. Kecerdasan buatan (AI) adalah sub-bidang tua dari ilmu komputer, dimulai pada awal 1950an. Selama 30 tahun pertama, AI mengejar mimpi mengenai mesin cerdas. Ketika mereka tidak mampu bahkan mendekati mewujudkan mimpi itu, mereka menyerahkan sistem AI berbasis aturan, dan berpaling sebagai gantinya ke pembelajaran mesin (machine learning) yang difokuskan pada pengotomatisasi tugas mental sederhana ketimbang pada kecerdasan umum. Mereka mampu membangun otomatisasi menakjubkan berdasarkan jaringan saraf tanpa harus meniru proses otak manusia. AI hari ini telah menjadi begitu sukses dengan model jaringan saraf yang melakukan jauh lebih baik daripada manusia di beberapa tugas mental sehingga kita sekarang menghadapi gangguan sosial tentang pengangguran yang disebabkan oleh otomatisasi yang didorong AI (AI-driven)
7. PENUTUP Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perguruan tinggi guna dapat menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang bermutu yang menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya 24
dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan tertentu yangdidapat melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut, dan terus memperbaharui ketrampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi. Secara umum, profesi didefinisikan sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, di mana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi tiga aspek, yaitu ilmu pengetahuan tertentu, aplikasi kemampuan/kecakapan, dan berkaitan dengan kepentingan umum. Kita menyambut antusiasme (semangat besar) bagi ilmu komputer dan caranya berpikir. Sebagai profesional, kita harus berhati-hati bahwa dalam antusiasme kita tidak menghibur dan menyebarkan kesalahpahaman tentang bidang kita. Mari kita tidak membiarkan orang lain banyak menjual bidang kita. Mari kita bina harapan yang dapat kita penuhi. DAFTAR PUSTAKA 1. DitJen Belmawa, Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi 2016. 2. Wahono, T., Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang TI, Penerbit Andi, 2008. 3. Change the Equation. The hidden half. Blog post. (Dec.7, 2015); http://changetheequation.org/ blog/ hidden-half 4. Computer Science Curricula 2013; https://www.acm.org/education/CS2013-final-report.pdf 5. Denning, P. and Lewis, T.G., Exponential laws of computing growth, Commun. ACM 60, 1 (Jan. 2017). 6. Denning, P. and C. Martell., Great Principles of Computing, MIT Press, 2015. 7. Denning, P.J. et al., Computing as a discipline, Commun. ACM 32, 1 (Jan. 1989), 9–23. 8. Guzdial, M., Learner-Centered Design of ComputingEducation: Research on Computing for Everyone, Morgan-Claypool, 2015. 9. Tedre, M., Science of Computing: Shaping a Discipline, CRC Press, Taylor & Francis, 2014. 10. Tedre, M. and Denning, P.J., The long quest for computational thinking, In Proceedings of the 16th Koli Calling Conference on Computing Education Research (Koli, Finland, Nov. 24–27, 2016), 120–129. 11. Wing, J., Computational thinking, Commun. ACM 49, 3 (Mar. 2006), 33–35.
25