Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Optimalisasi Pembesaran Bibit Lele (Clarias sp.) dengan Metode Green Water Melalui Pemberian Chlorella sp. Sebagai Biodegradator Amoniak (NH3) Dimas Putra A., Riana Mentarijuita, Muhamad Geovani J., Agil Setya Utomo, Yasintia Aryanov S. dan Ervia Yudiati1 Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah email:
[email protected]
Abstract Dimas Putra A., Riana Mentarijuita, Muhamad Geovani J., Agil Setya Utomo, Yasintia Aryanov S. and Ervia Yudiati. 2013. Green Water Technique by Adding Chlorella sp. as an Ammonia Biodegradator in Clarias sp. Culture. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Clarias sp. plays as important role in Indonesian aquaculture. There some efforts have to be done in intensive Clarias sp. culture i.e. environmental engineering, feeding management and disease control. This research was aimed to find the effect of Chlorella sp. addition to reduce the ammonia concentration caused by the uneaten feed and feces in culture media. The addition of Chlorella sp. in the culture called “Green Water” in certain density will reduce the ammonia concentration. The addition of Chlorella was done at the density of 705.10 4 cel/mL at one time since the concentration of ammonia media was 0.01 mg/L. The trials used 6m3 in volume and the density was 160 fries/m2. The average weight and length were 10 g/ind. and 4 cm/ind. There were two treatments i.e. P1 (without Chlorella sp. addition) and P2 (with Chlorella sp. addition), replicated in two times and reared in one month. The data were analized descriptively. The results show that the reduction of ammonia were 8.2% (P1) and 61% (P2), respectively. The absolute growth in both treatments were similar (10.0 g/individu). Furhtermore, the survival rate and FCR were 93.13%; 0,740 (P1) and 90.2%; 0,707 (P2), respectively. It can be concluded that the addition of Chlorella sp. was able to reduce the ammonia concentration and enhanced the survival rate and FCR in Clarias sp. culture. Keywords: Ammonia; Chlorella sp.; Clarias sp.; Green Water
Abstrak Ikan Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas unggul dalam bidang aquakultur di Indonesia. Budidaya intensif dimaksudkan agar Lele (Clarias sp.) dapat mencapai ukuran pasar dengan padat tebar tinggi melalui manipulasi lingkungan, pengelolaan pakan dan pengendalian hama penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian mikroalga Chlorella sp. untuk menurunkan kadar amoniak yang disebabkan oleh sisa pakan maupun kotoran dalam media kultur. Penebaran Chlorella sp. dalam media budidaya dengan kepadatan tertentu akan mengurangi dampak pencemaran amoniak (NH3). Metode ini dikenal dengan metode Green Water. Penebaran Chlorella sp. dengan kepadatan 705,104 sel/mL dilakukan satu kali setelah kadar amoniak dalam kolam melebihi kadar 0,01 mg/L. Kolam lele yang diujicobakan masing-masing bervolume 6 m3 dengan kepadatan 160 ekor/m2. Rerata berat dan panjang awal lele adalah 10 g/ekor dan 4 cm/ekor. Perlakuan yang digunakan adalah Perlakuan tanpa penambahan Chlorella sp. sekaligus sebagai kontrol (P1) dan dengan penambahan Chlorella sp. (P2). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Pemeliharaan dilakuan selama satu bulan. Analisis dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P1 atau kontrol mengalami penurunan kadar amoniak rata-rata sebanyak 8,2% (dari 5,11 ppm menjadi 4,69 mg/L). Sedangkan P2 mengalami penurunan kadar amoniak rata-rata sebanyak 61% (dari 8,46 mg/L menjadi 3,29 mg/L). Pertumbuhan mutlak rata-rata dari kedua perlakuan tersebut hampir sama yaitu 10 g/individu. Adapun Tingkat Kelulushidupan dan nilai FCR untuk masingmasing perlakuan berturut-turut adalah 90,2% dan 0,740 (P1) dan 93,13% dan 0,707 (P2). Dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan Chlorella sp. pada media kultur Lele mampu menurunkan kadar amoniak sekaligus meningkatkan tingkat kelulushidupan dan menurunkan nilai FCR. Kata kunci: Amoniak; Chlorella sp.; Lele; Green Water
37
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Pendahuluan Ikan Lele (Clarias sp.) merupakan komoditas unggulan dalam bidang budidaya perairan. Kegiatan budidaya ikan lele secara intensif didorong untuk dapat mencapai pertumbuhan sesuai ukuran pasar melalui penyediaan lingkungan hidup yang optimal, pengelolaan pakan, serta pengendalian hama dan penyakit. Ikan lele ditargetkan untuk dapat dipelihara dengan padat tebar tinggi, dalam lahan terbatas, di kawasan marginal dan hemat air (Mahyudin, 2008). Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa sawah, kecomberan, kolam tembok, kolam tanah dan kolam terpal (Bappenas, 2000). Masalah yang sering dihadapi dalam budidaya secara intensif adalah menurunnya kadar oksigen air dan meningkatnya limbah hasil ekskresi akibat pengaruh padat penebaran yang tinggi (Savenije, 2005). Seiring dengan perkembangan dan pesatnya kegiatan budidaya maka terdapat berbagai masalah yang mulai muncul. Salah satu masalah yang muncul adalah kualitas air. Kualitas air yang sangat berpengaruh dalam budidaya adalah kandungan amoniak. Amoniak dalam perairan bersifat toksik dan bahkan bisa mematikan ikan lele (Fardila dan Juwita, 2009). Amoniak muncul disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah dari sisa pakan pabrikan yang tidak terkonsumsi oleh lele (pakan berlebih). Kedua, feses dari kotoran ikan yang dibudidayakan dan terjadi dekomposisi di air yang menghasilkan amoniak. Hal ini ditandai timbulnya bau pada kolam, munculnya tanda-tanda stress pada ikan karena kesehatan ikan yang berkurang. Masalah-masalah klasik ini akan selalu muncul apabila petani tidak mau menerapkan sistem budidaya yang berwawasan dan berkiblat pada keseimbangan lingkungan air. Untuk mengetahui apakah dengan penebaran Chlorella sp. pada saat pembesaran bibit lele akan mengatasi kualitas air dikarenakan amoniak, maka perlu dilakukan penelitian secara in situ. Hasil akhirnya diharapkan dapat membantu para petani tambak lele dalam meningkatkan biomassa pada saat panen. Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 μm. Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Sachlan, 1982). Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a dan b dalam jumlah yang besar, di samping karotin dan xantofil (Volesky, 1979). Chlorella sp. tumbuh baik pada suhu 20oC, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32oC (Hirata, 1981). Chlorella sp. merupakan makanan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Menurut Savenije (2005), Green Water merupakan teknik penambahan mikroalga kedalam sistem akuakultur yang berperan sebagai perangkat tambahan dalam air media dan bukan sebagai sumber makanan langsung bagi larva ikan.
Materi dan Metode Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan. Bertempat di Gunung Pati, pada kolam kelompok tani budidaya ikan lele Mina Lancar. Kultur Chlorella sp. dilaksanakan di Laboratorium Biologi, FPIK, Universitas Diponegoro. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu P1 (tanpa pemberian Chlorella) dan P2 (dengan pemberian Chorella). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Ikan dipelihara pada empat buah kolam dengan volume masing-masing adalah 6 m3 dan ditebar dengan kepadatan 160 ekor/m2. Rerata berat dan panjang awal lele adalah 10 g/ekor dan 4 cm/ekor. Bibit Chlorella dikultur dengan media Walne. Setelah empat sampai lima hari dilakukan scaling up untuk memperbanyak Chlorella. Kultur dan scale up Chlorella dilakukan kurang lebih selama tiga minggu sampai pemanenan. Penebaran Chlorella dilakukan satu kali selama periode pemeliharaan dan penebaran dilakukan setelah kadar amoniak dalam kolam melebihi 0,1 mg/L. Monitoring terhadap kadar amoniak dilakukan sebanyak 3 kali. Pengecekan kadar amoniak pertama yaitu pada awal penebaran ketika pemeliharaan benih lele sudah satu minggu, pengecekan ke dua dilakukan pada pertengahan masa pemeliharaan dan pengecekan ketiga pada akhir masa pemeliharaan. Pemeliharaan lele dilakukan selama satu bulan. Pada akhir penelitian, dilakukan penghitungan Tingkat Kelulushidupan, nilai FCR dan Pertumbuhan.
38
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara P1 (tanpa penebaran Chlorella) dan P2 (dengan penambahan Chlorella) sebagaimana ditunjukan pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Rerata perbedaan kadar amoniak kolam P1 dan P2 selama penelitian.
Gambar 2. Perbedaan kadar amoniak pada awal dan akhir penelitian.
Dari grafik analisis rata-rata fluktuasi amoniak dapat dilihat bahwa kolam dengan pemberian Chlorella (P2) menunjukan penurunan kadar amoniak yang signifikan dari pada kolam yang yang tidak diberi Chlorella (P1). Dapat dilihat dari Gambar 1 diatas, bahwa kadar amoniak kolam pada perlakuan P2 saat pertama kali pengamatan lebih besar dibanding dengan kolam P2. Namun pada akhir pengamata kadar amoniak terlihat lebih besar pada P1.
39
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Hasil pengamatan bahwa kadar amoniak P1 (tanpa pemberian Chlorella) atau kontrol mengalami penurunan kadar rerata amoniak yang jauh lebih kecil (8,2%) dibandingkan dengan P2 (61%). Kolam dengan pemberian Chlorella (P2) terbukti efektif menurunkan kadar amoniak. Mikroaga Chlorella sp. ternyata lebih mudah mengkonsumsi amoniak daripada nitrat. Difusi nutrient dalam amoniak oleh Chlorella tidak membutuhkan energy. Akan tetapi, pada saat konsentrasi amoniak dalam media berlebihan, justru dapat mengakibatkan kematian mikroalga. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa kepadatan Chlorella terus menurun hingga masa pemeliharaan berakhir. Kadar amoniak yang sangat tinggi di kolam menyebabkan Chlorella teracuni dan mati. Mikroalgae harus mengkonversi nitrat (bentuk utama nitrogen dalam air) sebelum dapat menggunakannya. Ketika ammonium dalam air siap digunakan mikroalga tidak harus menghabiskan energi untuk mengubah apapun, jadi lebih banyak energi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroalga (Farradilla dan Asmi, 2009). Pertumbuhan, FCR dan kelulushidupan Tabel dibawah menunjukan angka kelulus hidupan ikan Lele pada akhir pemeliharaan. Didapati bahwa jumlah kematian pada kolam yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Dimana kolam yang tidak diberi perlakuan P1 jumlahnya lebih banyak yang mati dibandingkan dengan kolam P2. Dari data yang didapatkan, terlihat adanya pengaruh penambahan Chlorella terhadap tingkat kelulushidupan dari ikan lele. Tabel 1 . Rerata pertumbuhan, food conversion ratio dan tingkat kelulushidupan ikan lele pada kedua perlakuan. Pertumbuhan Feed Conversion Ratio Tingkat Kelulushidupan 10,0 g 0,740 90,20% P1 10,0 g 0,707 93,13% P2
FCR yang baik dan menguntungkan petani adalah yang memiliki nilai rendah. Semakin rendah nilai FCR, semakin kecil jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pakan. Sebaliknya, semakin tinggi nilai FCR, semakin besar jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pakan. Dari tabel data perhitungan diatas nilai FCR pada kolam yang diberi Chlorella sp. memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan nilai FCR pada P1. Selisih jumlah nilainya sebesar 0,033 atau sebesar 4% dengan P2 mengindikasikan ikan dapat tumbuh lebih optimal dibanding dengan pada kolam tanpa pemberian Chlorella. Lingkungan dengan kualitas air yang lebih baik, dengan tingkat stress yang rendah pada kolam dengan pemberian Chlorella sp. menyebabkan pola konsumsi dengan nafsu makan yang lebih baik daripada kolam lainnya. Hasil pengukuran rata-rata pertumbuhan menunjukkan tidak ada perbedaan pertumbuhan yang signifikan diantara kedua perlakuan tersebut. Apabila kondisi lingkungan menurun, ikan lele masih dapat mengkonsumsi makanan yang kurang segar sehingga digolongkan juga sebagai pemakan scavenger (Nasrudin, 2009). Selain itu, berbeda dengan ikan lainnya, ikan Lele tahan terhadap kualitas air yang cukup ekstrem karena mempunyai alat pernafasan tambahan berupa labirin.
Kesimpulan Penambahan Chlorella sp. pada media kultur lele mampu menurunkan kadar amoniak sekaligus meningkatkan tingkat kelulusanhidupan dan menurunkan nilai FCR.
Ucapan Terima Kasih Penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada Bapak Didin sebagai ketua kelompok tani yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian di area budidaya lele kelompok tani Mina Lancer, Gunung Pati, Semarang. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada kepala labolatorium biologi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP yang telah mendukung kami dengan fasilitas labolatorium yang kami perlukan selama penelitian.
40
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Daftar Pustaka Bappenas. 2000. Proyek Pembangunan Masyarakat Pedesaan. Jakarta. Fardilla, A. dan A.R. Juwita. 2009. Pemanfaatan Air Limbah Pabrik Pupuk Kadar Amoniak Tinggi sebagai Media Kultur Mikroalga untuk Perolehan Sumber Minyak Nabati sebagai Bahan Bakar Biodisel. Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. Hirata, H., A. Ishak and S. Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila. Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan. Mahyuddin, K. 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Nasrudin. 2009. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Agromedia Pustaka. Jakarta. Prescott, G.W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company Publisher. Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang. Savenije, H.H.G. 2005. The Role of Green Water in Food Production in Sub-Saharan Africa. FAO. IHE, Delft, The Netherlands.
41