PENGARUH ENZlM FITASE DALAM PAKAN TERHADAP KECERNMN NUTRIEN DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN LELE DUMB0 (Clarias sp)
MOHAMAD AMlN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERYATAAN MENGENAI TESlS DAN SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Enzim Fitase dalam Pakan Terhadap Kecemaan Nutrien dan Kinerja Pertumbuhan lkan Lele D u m b (Clarias sp) adaiah benar karya saya sendiri dan belum dizjukan dalam bentuk apapun ke
Perguruan Tinggi manapun. Sumber inforrnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan daiam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2007
Mohamad Amin C151040031
1
ABSTRAK
MOHAMAD AMIN. Pengaruh Enzim Fitase dalarn Pakan Terhadap Kecernaan Nutrien dan Kinerja Pertumbuhan lkan Lele Dumbo (Clarias sp). Dibimbing oieh DEDl JUSADI dan ING M Penelitian ini bertuju engetahui pengaruh pemberian enzim fitase terhadap ketersediaan fos sumber bahan nabati pakan ikan lele, dan pengaruhnya terhadap kinerja pertumbuhan serta limbah P yang dihasilkan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu: pakan A sebagai kontrol pakan dengan penambahan P anorganik; pakan 6 pakan tanpa P anorganik dengan penarnbahan enzim fdase; pakan C pakan tanpa P anorganik dengan penambahan enzirn fitase dan asam sitrat; dan pakan D pakan tanpa P ariorganik dan tanpa enzim fitase. Pakan uji adalah isoprotein dan isokalori. Jumlah enzim fitase yang ditambahkan sebanyak 50 mg/100 g bahan nabati (bungkil kedelai dan polard). Data diperoleh dianalisis sidik ragam, yang ciilanjutkan dengan uji Jukey. lkan lele sebayak 10 ekor dengan berat 6,3 i 0,05 g, dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 50x40~35cm. Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiafion, selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahw? penambahan enzim fitase m2mpu meningkatkan kecemaan P dari 68,55% menjadi 86,10%. Kecemaan P pakan B dan C lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan pakan A dan D. Laju pertumbuhan harian pakan B dan C lebih tinggi dibandingkan dengan pakan D, tetapi sama dengan pakan A. Konversi pakan (FCR) pakan A, 6, dan C lebih baik dibanding pakan D. Konsentrasi P dalam tubuh, tulang maupun sserum darah pakan A,B, dan C lebih tinggi dibanding pakan D, tetapi konsetrasi Ca dan Zn baik dalam tubuh, tulang dan serum darah semuanya sama. Limhah P dan N yang dihasilkan lebih rendah 58 % dan 31 % dibandingkan dengan pakan kontrol (pakan A).
Kata kunci: lkan lele dumbo , enzim fitase, fosfor, ketersediaan
ABSTRACT MOHAMAD AMIN. Effects o f , Dietary Phytase Supplementation on Growth Performance and Nutrient Digestibility of African Catfish (Clarias sp). Under direction of DEDl JUSADI and ING MOKOGINTA This study was conducted to evaluate the effect of dietary phytase supplementation on phosphorus (P) bioavailability of the diets and growth performance of catfish (Clarias sp) as well as P loading. Four experimental diets were used in this experiment, namely diets A, 6. C. and D. Diet A, as a control, was supplemented with inorganic P; diet B supplemented with phytase, without Inorganic P;diet C supplemented with phytase and citric acid, without inorganic P; and diet D without phytase and inorganic P. Phytase was added to the diet at 50 mg1100 g soy bean meal and pollard. Ten fishes with initial body weight of 6.3 0.05g distributed into an aquarium. Fish fed on the diets for 60 days, there time daiv, at satiation. Results indicated that P digestibility increased from 68.55% to 86.1% by the addition of phytase. P digestibility in diet B and C was higher than diet A and D. Daily growth rate of fish from diet B and C were significantly higher than that of diet D, but similar with diet A. Food conversion ratio (FCR) of fish from diet A, B, and C was better than diet D. P concentration in the whole body, bone, and plasma, of fish from diet A,B, and C was higher than diet D, but the Ca and Zn concentration in the whole body, bone, plasma was the same in all treatments. Nitrogen (N) and P loading by fish fed diet with phytase was 31% and 58% lower than that of the fish fed control diet.
*
Keyword: Clarias sp, phytase, phosphorus, bioavailability
PENGARUH ENZlM FITASE DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN NUTRIEN DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN LELE DUMB0 (Clarias sp)
MOHAMAD AMlN
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Budidaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Penelitian
:
Pengaruh Enzim Fitase dalam Pakan Terhadap Kecernaan Nutrien dan Kinerja Pertumbuhan lkan Lele Dumbo (Clarias sp)
Nama
:
Mohamad Amin
NIM
:
C151040031
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ina Mokoainta Anggota
Dr. Dedi Jusadi Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi llmu Perairan
1
Tanggal Ujian: 5 Februari 2007
Tanggal Lulus:
15
20117
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadhirat Allat SVVT, karena berkat rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Enzim Fitase dalam Pakan Terhadap Kecemaan Nutrien dan Kinerja Pertumbuhan lkan Lele Dumbo (Clarias sp). Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Dedi Jusadi dan Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. juga kepada Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI), Departernen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan batuan beasiswa RPPS. Di samping itu ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ayahanda Munjali dan ibunda
Kamisah serta seluruh kakakku beserta keluarganya, juga kepada Bapak Budi Wijaya Adi dan Ibu Sumarsi. Ungkapan terima kasih juga kepada istri tercinta Marini Wijayanti, S.Pi, M.Si dan anak-anakku (Nurfahmia dan Muslih) atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhimya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2007 Mohamad Amin
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 12 April 3976 sebagai anak ke delapan dari pasapgan Bapak Munjali dan Ibu Kamisah. Pada tahun 1995 penulis menamatkan SMAN 1 Gemolong, Sragen. Pada tahun 1996 penulis diterima di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), lulus tahun 2000. Penulis bekerja sebagai staf pengsjar di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriiijaya, Palembang, Sumatera Selatan sejak tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan. ke Program Magister paaa Program Studi llmu Perairan Sekolah, Pascasarjana, IPB diperoleh pada tahun 2004. Beasism pendidikan pascasajana diperoleh dari BPPS Ditjen DIKTI, Departemen Pendidikan Nasional, Republik Indonesia.
DAFTAR IS1 Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................
--
............................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................-. ................................................. Tujuan dan Manfaat ................................................................... Hipotesis .................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Sifat Antinutrisl Asam Fitat ..................................... Peranan Enzim fdase ................................................................ Peranan Fosfor dalam Pertumbuhan ......................................... BAHAN DAN METODA Pakan Uji ................................................................................... Pemeliharaan dan Pengumpulan Data ....................................... Analisis Kimia ............................................................................. Analisis Statistik ......................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil .......................................................................................... Pembahasan..............................................................................
16 21
KESlMPUlAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................ Saran .........................................................................................
25 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
26
LAMPIRAN .........................................................................................
31
viii
DAFTAR TABEL Halaman Kandungan fosfor non fitat dan fitat fosfor dalam bahan pakan.. ... Aktifitas enzim fitase pada berbagai pH .................................. Komposisi bahan pakan penelitian (glKg pakan)....................... Komposisi proksimat, energi, dan P pakan uji (%bobot kering)..... NiJai kecernaan fosfor dan protein serta limbah P dan N selama penelitian......................................................................... Limbah P dan N yang terbuang (glkg penambahan bobot ikan) melalui feses. ............................. .:........................................... Komposisi mineral ikan lele selama penelitian ur~tuk semua perlakuan.. .................................................................................... Rata-rata bobot biomassa awal (BO), bobot biomassa akhir (Bl), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), konversi pakan (FCR) retensi protein (RP), retensi lemak (RL), sintasan ( SR) .................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Halaman
No
1
Struktur asam fitat... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ...... ... ..............
4
2
Mekanisme kerja enzim fitase ...... ... ... ... ... ......... ... ... ... ... . .
6
DAFTAR LAMPIRAN Haiaman
No
I Prosedur analisis kadar protein (metode Semi Micro Qeldahl) .........
31
2 Prosedur analieis kadar lemak (metode ether ekstraksi).................
32
3 Prosedur analisis kadar abu pakan dan tubuh ikan.......................
33
4 Prosedur analisis serat kasar pakan dan tubuh ikan...................... 34 5 Prosedur analisis mineral.......................................................
35
6 Komposisi proksimat bahan pakan (% dalam bobot kering)............
36
7 Komposisi proksimat tubuh ikan lele awal dan akhir penelitian (% bobot basah)........................................................................
37
8 Perhitungan laju pertumbuhan harian (LPH). konversi pakan (FCR). 38 dan sintasan (SR) .................................................................. 9 Analisis ragam laju pertumbuhan harian (LPH)............................. 39 10 Analisis ragam konversi pakan (FCR)........................................
39
11 Analisis ragam sintasan (SR) ..................................................
39
12 Analisis ragam retensi protein...................................................
39
13 Analisis ragam retensi lemak ...................................................
39
14 Perhitungan retensi protein......................................................
40
15 Perhitungan retensi lemak.......................................................
41
16 Kadar mineral dalam tubuh. tulang. dan serum darah ................... 42 17 Analisis ragam P tubuh.....................................................
43
18 Analisis ragam Ca tubuh......................................................... 43 19 Analisis ragam Zn tubuh.......................................................... 43 20 Analisis ragam P tulang.....................................................
43
21 Analisis ragam Ca tulang.........................................................
43
22 Analisis mgam Zn tulang.........................................................
44
23 Analisis ragam P dalam serum darah.............................................
44
24
Analisis ragam Ca dalam serum darah.......................................
44
25 Analisis ragam Zn dalam serum darah........................................
44
26 Nilai kecernaan P dan protein...................................................
45
27 Analisis ragani kecemaan fosfor ..............................................
45
28 Analisis ragam kecernaan protein...........................................
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tepung ikan merupakan sumber protein utama yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan, namun penggunaan tepung ikan akan mengalami masalah terutama pada harga dan ketersediaannya dalam memenuhi kebutuhan untuk budidaya. Saat ini harga tepung ikan terus naik. Harga tepung ikan di pasar internasional meningkat dari semula 600 dollar AS per ton kini menjadi 1500 dollar AS per ton (Wawa 2006). Kenaikan harga tepung ikan otomatis ikut mendorong harga pakan ikan naik, sehingga produk perikanan budidaya menjadi tidak
kompetitif.
Berbagai
usaha
telah
diupayakan
untuk
mengatasi
permasalahan tersebut yaitu dengan mengurangi penggunaan tepung ikan dan menggantinya dengan sumber protein dari bahan nabati. Sumber protein nabati yang umum digunakan setagai bahan pengganti tepung ikan dalam pakan ikan adalah tepung bungkil kedelai. Tepung bungkil kedelai selain mempunyai protein yang tinggi, profil asam aminonya relatif mirip detlgan profil asam amino dari tepung ikan (Hertrampf dan Pascual 2000). Selain itu dalam pembuatan pakan juga dapat ditambahkan bahan baku ~abatiyang lain, yaitu tepung polard, tepung biji kapas, corn gluten meal, dedak, terigu, dan tapioka. Bahan-bahan tersebut selain mengandung protein nabati juga rnerupakan sumber karbohidrat. Beberapa penelitian telah berhasil mengurangi penggunaan tepung ikan dengan cara substitusi menggunakan sumber protein dari bahan nabati. Tepung bungkil kedelai mampu mensubstitusi sebagian tepung ikan dalam pakan ikan mas (Watanabe dan Pongrnaneerat 1993), rainbow trout (Hardy 20021, dan ikan gurami (Suprayudi et al. 2003). Robinson dan Li (2002) rnenggunakan berbagai bahan baku nabati dalam pakan ikan channel catfish yaitu tepung bungkil kedelai, tepung polard, dan tepung biji kapas. Masalah utama yarlg berkaitan dengan penggunaan sumber bahan baku nabati dalam bahan pakan ikan adalah adanya faktor anti nutrisi yaitu asam frtat. Asam fiat merupakan bentuk penyimpanan utama fosfor (P) dan dapat mencapai 80% dari total fosfor yang ada. Asam frtat juga mampu mengikat mineral-mineral bervalensi 2 atau 3 (kalsium, besi, seng, magnesium) untuk membentuk kompleks yang sulit diserap usus (Baruah et a/. 2004). Asarn fmt juga membentuk kompleks dengan protein dan asam amino, sehingga akan mengurangi kecernaan protein (Ravindran 2000).
Semakin tinggi sumber bahan nabati dalam pakan temyata akan berpotensi menimbulkan masalah baru yaitu polusi fosfor. Fosfor yang terkandung dalam bahan baku nabati ternyata tidak mampu dimanfaatkan oleh ikan karena keterbatasan enzim pemecah asam fiat yaitu fdase (Masumoto et al. 2001; Debnath et 81. 2005). Asarn fdat diekskresikan bersama feses ikan akan mengalami degradasi oleh mikroba penghasil fitase dalam air, sehingga fosfor akan dilepaskan ke perairan. Kandungan fosfor yang tinggi di perairan akan memicu proses eutrofikasi yang akan merugikan bagi kelangsungan proses budidaya (Baruah et a/. 2004). Penambahan
enzim
fdase
dalam
pakan
dapat
rneningkatkan
pemanfaatzn P dari sumber bahan baku nabati, sehingga dapat mengurangi pencemaran P ke perairan (Baruah et a/. 2004). Enzim fiase menghidrolisa asam fdat sehingga unsur mineralnya terlepas dari ikatannya. Fiase adalah enzim
yang
mampu
rnengkatalisis hidrolisis
asam
fdat
(rnio-in~sitol
heksakisfosfat) menjadi mio-inositol mono, di, tri, tetra dan pentafosfat, serta fosfat organik (Baruah et at. 2004). Slain rnembebasan P dari asam fitat juga akan membebaskan nutrien lain yang mungkin terikat dalam komplek fitat (Ravindran 2000). Sejumlah penelitian sudah dilakukan untuk mengetahui pengaruh enzim frtase terhadap ketersediaan fosfor dari bahan nabati pakan ikan. Masumoto et a/. (2001) menyatakan bahwa pernberian fnase dengan dosis 50 mgI100 g
tepung bungkil kedelai, mampu rneningkatkan ketersediaan P pakan ikan Japanese flounder ukuran 35 g. Yan et a/. (2002) melaporkan bahwa pernberian enzim fdase 1000 unit per kilogram pakan mampu meningkatkan konsentrasi Ca, P, Mg dalam tulang ikan channel catfish ukuran 12 g. Li et a/. (2004) meneliti pengaruh enzim fitase dalam pakan dengan berbagai bahan baku nabati pada ikan channel catfish ukuran fingerling, dimana dosis yang direkomendasikan adalah 500 unit per kilogram pakan berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan dan penurunan limbah P yang dihasilkan. Debnath ef al. (2005) melaporkan bahwa penambahan enzim fiase dengan dosis 500 unit per kilogram pakan, mampu meningkatkan pertumbuhan, ikan Pangasius pangasius ukuran fingerling. Berdasarkan
penelitian
yang
ada,
diketahui
bahwa
efektivitas
penggunaan enzim fitase terhadap kecemaan nutrien dan kinerja pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh spesies, ukuran, dan bahan baku yang digunakan.
Untuk mendapatkan inforrnasi lebih luas mengenai ha1 ini, maka perlu dilakukan pengkajian pengaruh enzim Rase terhadap kecemaan nutrien dan kineja pertumbuhan pada spesies, ukuran, dan bahan baku yang berbeda. Salah satu komoditi unggulan budidaya yang dikembangkan adalah ikan lele. lkan lele di samping sebagai salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat, juga merupakan komoditas yang dapat menunjang ekonomi rumah tangga. Berdasarkan penelitian, ikan lele mampu rnemanfaatkan bahan nabati dalam pakan dengan baik. Mayasari (2005) menyatakan tahwa penggunaan bahan nabati sebanyak 80% dalam pakan mampu memberikan kineja pertumbuhan sama dengan pakan kornersial. lnforrnasi menyeluruh yang berhubungan dengan pakan ikan lele sangat diperlukan u n t ~ kmeningkatkan produksi perikanan budidaya. Sehubungan dengan ha1tersebut, maka penelitian tentang pengaruh enzim fdase dalam pakan ikan lele untuk meningkatkan ketersediaan fosfor dari sumber bahan baku nabati dan kineja pertumbuhan serta limbah P yang dihasilkan penting untuk dilakukan. Suplementasi enzim fdase dalam pakan ikan lele ini diharapkan dapat mengurangi penambahan mineral P anorganik dalam pakan, meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi iimbah P ke dalam perairan, sehingga akan tercipta pakan yang ramah lingkungan. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh penarnbahan enzim fitase terhadap kecemaan fosfor dari sumber bahan pakan nabati dan kinej a pertumbuhan ikan lele.
2.
Mengetahui pengaruh penambahan enzim fnase dalam pakan ikan terhadap limbah P yang dihasilkan. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah memberikan
infonnasi dalam pembuatan ransum pakan ikan lek dumbo (CIarias sp) agar rnemberikan pertumbuhan yang maksimal clan mengurangi limbah P yang dihasilkan. Hipotesis Jika pernberian enzim fitase marnpu rneningkatkan ketersedian P dari sumber bahan baku nabati, maka ikan dapat rnernanfaatkan P dari sumber nabati secara maksimal sehingga mengurangi pembuangar: P ke perairan.
TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Sifat Antinutrisi Asam Fitat
Asam fitat merupakan zat antinutrisi yang secara alamiah terdapat pada tanaman kacang-kacangan dan tanaman sereal.
Mio-inositol heksakisfosfat
(C6H18024P6),yang umum disebut asam fitat, mempunyai rumus kimia dan struktur cincinnya mirip dengan glukosa, yang berikatan dengan fosfor untuk membentuk struktur asam fitat (Gambar 1). Asam fitat memiliki struktur kimia yang stabil, mengandung kira-kira 2/3 dari fosfor dalam tanaman sereal dalam bentuk fosfor organik. Pada pH netral atau pH umum dalam makanan, asam fitat memiliki sifat negatii, dimana dalam keadaan ini sangat aktii membentuk ikatan dengan kation atau protein. Kation akan berikatan dengan satu atau lebih fosfat group dari mokkul asam fitat (Ravidran 2000).
Gambar 1 Struktur asam fitat (Ravidran 2000). Bahan baku pakan yang mempunyai kandungan asam fitat yang tinggi adalah kedelai, dedak padi, clan dedak gandum. Selain fosfor unsur-unsur lain juga ditemukan terikat dalam asam fdat, seperti Ca, Zn, Fe, Mg (Ravidran 2000). Kandungan asam fitat dan fosfor yang dikandungnya dari beberapa bahan baku pakan tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan fosfor non fitat dan fosfor fdat dalam bahan pakan % fosfor
Bahan Pakan Jagung Barlev Milo Wheat middling Dedak Padi Dedak Gandum Bungkil kedelai Sumber : Pintar et ai. (2004).
Non Fitat
Total
Fitat
Nonfdat
( % Total P)
0,28 0.32
0,21 0.24
0,07 0.08
25 25
0,74
0'49
0,25
33
Sifat antinutrisi asam fitat didasarkan pada kemampuannya untuk bergabung dengan mineral bewalensi dua. Asam fitat terikat dengan beberapa mineral (Ca, Zn, Mg, Fe) dan membentuk fitat mineral yang tidak larut (Cole
2001). Sifat anti nutrisi yang lain adalah asam fdat berikatan dengan protein, vitamin, dan polisakarida yang mengakibatkan terjadinya gangguan kecernaan protein dan polisakarida, sehingga menurunkan nilai gizi dari biji bijian (Cole
2001). Asam f i t tidak larut pada pH netrai, bentuk kompleks ini resisten dalam proses pencernaan dan absorbsi dalam saluran pencernaan dan berpengaruh pada
ketersedisan
mineral,
sehingga
keberadaan
asam
fdat
perlu
dipertin~bangkansebagai antinutrisi. Selain berpengaruh terhadap ketersediaan mineral, asam fitat juga berpengaruh terhadap pernanfaatsn kandungan nutrien pakan (Ravidran 2000). Aktivitas enzim protease dalarn saluran pencemaan akan menurun dengan adanya protein terikat fitat. Asam fdat mengikat protein dan mineral di dalam pecernaan, sangat potensial untuk menghambat aktivitas enzimenzim pencernaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa interaksi antara asam fitat
dan
protein akan menurunkan bioavailability protein di dalam pakan (Ravidran 2000).
Enzim Fitase Enzirn fdase (myoinositol heksafosfat fosfohidrolase) merupakan enzim yang mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis asam fdat dan menghasilkan ortofosfat anorganik dan senyawa inositol fosfat yang lebih rendah. Eiizim ini terdapat pada jaringan hewan, tanaman dan mikroba (Baruah et a/. 2004). Cole
(2001)mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fdase yaitu: 3-fitase yang diperoleh dari fungi dan 6-fitase yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Perbedaan khas dari kedua jenis ini adalah tempat hidrolisis pertama molekul frtat, 3-frtase pertama memotong asam fdat pada posisi 3 dan 6-frtase pertama
memotong asam fdat pada posisi 6. Hidrolisis asam fitat tejadi secara berurutan mulai dari ester fosfor mio-inositol yang lebih rendah, kemudian menurun sesuai dengan nomor asam fosfat. Secara umum reaksi dari enzim fitase terhadap komplek fdat terlihat pada Gambar 2.
Q.Qnawb
Phytase lnositol
Phytat Miojnositol 1,2,3,4,5,6 heksa dihidrcgen ortophosphat
OH
lnositol monophosphat
Gambar 2 Mekanisme kerja dari enzim frtase (Beruah et a/. 2003). Satu unit phytase (FTU) didefinisikan sebagai kuantitas enzim itu membebaskan 1 micromol dari fosfor per menit dari 0,0015 moVL sodium phytate pada pH 5,5 dan 37
"C. Aktifitas enzim sangat dipengamhi oleh pH, aktivitas
yang paling tinggi tejadi pada pH 5,O-5,5 dan paling tinggi kedua pada pH 2,5 (Simons et a/. 1990). Sheuerrnann et al. (1988) dalam Beruah et a/. (2004) meneliti aktivitas enzim fdase pada berbagai pH dengan subtrat dari gandum dan jagung. Terlihat bahwa fitase mempunyai rentang pH antara 4-6.9 (Tabel 2). Masumoto et a/. (2001) meneliti aktivitas enzim fdase pada berbagai tingkatan pH, dengan menggunakan bahan baku bungkil kedelai. dimana aktivitas yang paling optimum pada pH 53, psda pH dibawah 4 dar~diatas 6,5 aktivitasnya mulai menurun. Enzim fdase tidak tahan terhadsp suhu tinggi, sebagai contoh pada proses pembuatan pellet penggunaan suhu 70 "C dapat mengurangi aktivitas fitase sebesar 15-25 persen (Beruah et al. 2004).
Tabel 2 Aktifiias enzim f b s e pada berbagai pH Aktivitas fiase
Tidak aktif 1,O Tidak aktif 2,O-3,O Tidak aktif (?) 4,O Aktif 5,o AMif 6,o Aktif 7,o Tidak aktif (?) 8,o Tidak aktif ? : tidak pasti. Sumber : Sheuerrnann eta/. (1988) dalam Beruah et a/. (2904). Peranan Enzim Fitase
Hewan-hewan monogastrik temasuk ikan tidak mampu menghidrolisis asam fitat,
karena
keterbatasan enzim fitase didalam
Penambahan enzim
fdase
dalam
pakan
saluran pencemaan.
bertujuan
untuk
membantu
meningkatkan penggunaan mineral yang ada dalam bahan nabati pakan. Hughes and Soares (1998) menyatakan bahwa penambahan frtase 2400 unit per kilogram pakan ikan striped bass ukuran 160 g dapat meningkatkan kecernaan
P.
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh enzim fitase terhadap bioavialability dari fosfor antara lain: Teles et a1 (1998) melaporkan bahwa pemberian enzim fdase dalam pakan mampu meningkatkan kecernaan P dari 63% menjadi 79,8% dan menurunkan limbah P dari 6,2 g menjadi 3,1 g juvenl;
pada ikan seabass (Dicentrarchus labrax) ukuran
Masumoto et a/. (2001) pada ikan Japanese founder ukuran 35 g,
pemberian fitase dengan dosis 50 rng1100 g tepung bungkil kedelai, mampu meningkatkan ketersediaan P pakan; Yan et a/. (2002) pada ikan channel catfish ukuran 12 g, pemberian enzim f b s e 1000 unit per kilogram pakan mampu meningkatkan konsentrasi Ca, P, Mg dalam tulang. Li et a/. (2004) meneliti pengaruh enzim fitase dalam pakan dengan berbagai bahan baku nabati pada ikan channel catfish ukuran fingerling, dirnana dosis yang direkornendasikan adalah 500 unit per kilogram pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan limbah P yang dihasilkan. Sedangkan Nwanna et a/. (2005) melaporkan bahwa penambahan enzim iitase dengan dosis 800 unit per kilogram pakan, mampu meningkatkan pertumbuhan, dan mengurangi limbah P pada ikan African catfish ukuran fingerling. Pendapat senada disampaikan untuk jenis yang berbeda seperti pada ikan Pangasius pangasius ukuran fingerling dengan dosis 500 unit
per kilogram pakan (Debnath et a/. 2005), serta pada ikan baung (Hemibragus nemums) ukuran 6,9 g dengan dosisi 60 mgI100 g bahan tepung bungkil kedelai (Yu~isman20C8). Fosfor dalam pakan berada dalam berbagai bentuk, yaitu fosfor dalam kompleks protein dan lipid. lkan tidak mampu mencerna asam fnat oleh karenanya akan dilepas ke perairan. Asam fitat yang diekskresikan ini selanjutnya akan mengalami degradasi oleh mikroba pengasil fitase dan akan melepaskan fosfor. Fosfor dalam jumlah yang besar masuk ke perairan akan memicu timbulnya alga di perairan (Baruah et a/. 2004). Baruah et a/. (2004) menyatakan bahwa keuntungan-keuntungan penggunaan enzim fitase dalam pakan ikan adalan: 1. Menghilangkan zat anti nutrien ftat dalam bahan pakan, sehingga akan
meningkatkan ketesediaan mineral dalam pakan. 2. Mengurangi limbah P ke
perairan, sehingga
mengurangi potensi
pencemaran P dalam perairan. Peranan Fosfor dalam Pertumbuhan lkan
Mineral dalam tubuh mempunyai fungsi utama antara lain adalah membentuk struktur tulang, memelihara sistem koloid (tekanan osmotik, viskositas, difusi), dan mengatur keseimbangan asam basa (Lall 2002). Mineral juga merupakan komponen penting dari hormon-hormon dan enzim-enzim serta aktivator enzim (NRC 1993). Mineral fosfor penting sebagai komponen dari fosfolipid, asam-asam nukleat, senyawa berenergi tinggi (ATP). Fosfor berperan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lernak, dan asam amino, juga daiam otot dan jaringan saraf, serta berperan menjaga tekanan osmotik cairan tubuh (La11 2002). Li dan Robinson (2005) menyatakan mineral P merupakan elemen penting untuk mendukung pertumbuhan dan pembentukan tulang. Mineral fosfor tersedia dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Daya serap ikan terhadap fosfor dalam bentuk anorganik bergantung pada kelarutan ataupun kekuatan ikatan dari senyawa anorganik tersebut (Watanabe 1988). Fosfor dan kalsium merupakan mineral yang paling besar peranannya dalam pertumbuhan ikarr. Kedua mineral ini sangat diperlukan dalam pembentukan jaringan tulang. Fosfor dan kalsium yang terkandung dalam tubuh ikan lebih sedikit dibandingkan dengan hewan darat (NRC 1983). lkan mempunyai keterbatasan dalam rlienyerap fosfor dari air karena konsentrasi
fosfor dalam air sangat kecil, oleh karena itu kebutuhan fosfor ikan sebagian besar dipenut~idan pakannya (NRC 1993). Penyebaran fosfor dalam tubuh melalui peredaran darah dan cairan antar set, konsentrasi fosfor dalam tubuh selalu dijaga keseimbanganya dengan jalan pertukaran antara senyawa fosfw dalam tulang dan fosfor yang ada dalam makanan (Djodjosubagio 1990). Kebutuhan mineral fosfor dalam pakan ikan untuk beberapa jenis ikan bervariasi.
Mokoginta dan Suprayudi (1993) menyatakan bahwa kebutuhan
fosfor untuk ikan lele 0,78-0,97%, ikan mas 0,79%, ikan gurami 0,71-1,06%, dan ikan grass carp 1,06%, serta Zainuddin (1998) pada ikan jambal siam (Pangasius pangasius) sebesar 1,03-1,05%. Pada beberapa ikan defisiensi fosfor, ditandai dengan pertumbuhan yang lambat, efisiensi pakan yang rendah dan mineralisasi tulang terhambat (Lall 2002). Tanda-tanda lain adalah meningkatnya aktivitas enzim glukogenik di hati, meningkatnya air dalam karkas, menurunnya kadar fosfor dalam darah, pemtentukan kepala dan kerangka yang tidak sempurna (Nakazoe 1981 dalam NRC 1993).
BAHAN DAN METODA Pakan Uji
Pakan yang digunakan dalarn penelitian ini terdiri dari ernpat rnacarn pakan yang berbeda berdasarkan perlakuan, yaitu: (A) pakan dengan penarnbahan P anorganik, (B) pakan tanpa P anorganik dengan penambahan enzirn fnase, (C) pakan tanpa P anorganik dengan penarnbahan enzirn fitase dan asam sitrat, dan (D) pakan tanpa P anorganik dan tanpa pemberian enzim fitase. Pakan uji untuk setiap perlakuan adalah isoprotein dan isokalori. Enzim fdase yang digunakan adaiah enzim fitase merek Natuphos 5000~.Jurnlah enzim fitase yang ditambahkan adalah 50 mg/100 g bahan nabati (bungkil kedelai dan polard), 50 rng enzim fdase setara dengan 250 unit enzim fitase. Asain sitrat digunakan untuk rnembuat kondisi pH pakan 5,5. Kornposisi pakan uji berdasarkan hasil penelitian Mayasari (2005) yang dirnodifikasi, tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Kornposisi bahan pakan penelitian (glkg pakan) Bahan pakan
Periakuan
Tepung ikan' Tepung kedelai' Tepung polard' Tepung tapioka Minyak kedelai Minyak ikan Bahan additive Vitamin mix
Mineral mix2
Mineral mix bebas P' Choline chloride Vitamin C
Fitase Asam sitrat
0 0 8 0 Keterangan: 1. Kandungan protein (bobot kering) tepung ikan 70.93%. tepung bukil kedelai 42.75%. tepung polard 19.86%. 2. Mineral mix g/100g pakan; MgS047Hz0 7,50, NaCl 0,50, NaH2P04,H~o12.50, KH2P0416.00, Ca2(P04)3, 6.53, Fe- C i r 1.25, trace eleman mix 1,00, Maizena 13.92 {Takeuchi 1988). 3. Mineral mix bebas P g/100g pakan. menggunakan KC18.7 untuk mengganti KHzW4 16,OO dan Ca CI 2 5H20 6,977 untuk mengganti Ca~(P04)~ 6.53.
Proses pembuatan pakan dari 1 kg bahan baku menggunakan metode Cheng dan Hardy (2002). Enzim fitase dicampur dengan bungkil kedelai dan polard, diaduk sampai rata (campuran bahan A). Bahan-bahan yang lain dicampur yang dimulai dari bahan vang jumlahnya sedikii pada wadah yang berbeda diaduk sampai rata (campuran 0). Campuran bahan A dan campuran bahan 6 dicampur dan diaduk sampai rata. Air sebanyak 400 ml ditambahkan ke dalam campuran bahan tersebut, diaduk sampai merata sehingga membentuk adonan. Adonan kemudian dicetak menjadi pellet dan diinkubasi dalam oven pada suhu 37% selama 2 jam, kemudian diangkat dan diletakkan pada ruangan terbuka selama 24 jam, kemudian pellet disimpan dalam freezer. Hasil analisis proksimat dari pakan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Komposisi proksimat, energi dan P pakan uji (% bobot kering) Pakan A B C D 31,35 31,58 31,16 Protein 31,34 Lemak 5,69 5,52 5,67 5.77 Kadar abu 8,97 10,60 8,99 937 Serat kasar 5,91 6,50 6,98 4,42 Kadar air 17,34 18,22 17,05 14,81 BETN' 56,68 58,36 57,07 54,27 1,11 1,13 Total fosfor 1,32 1,16 Fosfor terlarut 0,22 0,46 0,49 0,58 Fosfor terlarutltotal P (%) 39,70 44,lO 19,50 43,90 380,94 Energi total (GE k k a ~ 1 0 0 ~ ) ~ 380,94 380,73 378,07 Energi /protein ( kkal GUg protein) 14.26 14,62 14,70 14,73 Keterangan: I. Bahan ekstrak tanpa nitrogen. 2. Energi total dihitung berdisarkan nilai ekuivalen : protein 5,6 kkaUg, lemak 9,4 kkallg, BETN 4,l kkaVg (Watanabe 1988). Kanilungan
Pemeliharaan lkan dan Pengumpulan Data
Uji Pertumbuhan lkan yang digucakan dalam penelitian in! adalah ikan lele dengan bobot rata-rata individu 6,3 i 0,05 g. lkan berasal dari sentral pembenihan di Parung, Bogor. Wadah pemeliharaan adalah akuarium sebanyak 16 buah dengan ukuran 50x40~35cm yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Adaptasi ikan terhadap lingkungan laboratorium dan pakan uji dilakukan selama 2 minggu. Setelah ikan dapat beradaptasi, ikan diseleksi untuk digunakan sebagai ikan uji. Sebelum diseleksi ikan dipuasakan selama
24 jam,
kemudian dibius dengan
menggunakan tricaine methanosutfonate (MS 222) 12 ppm. lkan ditimbang bobotnya,
kemudian
dimasukkan
ke
dalam
akuarium
sebanyak
10
ekorlakuarium. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan tiga kali sehari sekitar pukul 8.00, 13.00 dan 18.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan sampai kenyang (at satiation). Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan dan pergantian air sebanyak 30% dari volumenya. Kualitas air selama penelitian adalah sebagai berikut: kandungan oksigen terlarut berkisar 4,1-5,5 pprn, suhu berkisar 28-30 "C, pH berkisar 6,13-6,21, total amoniak 0,012-0,18 ppm dan alkalinitas 28-30 pprn CaC03, yang cukup mendukung pertumbuhan ikan. lkan dipelihara selama 60 hari. lkan yang mati selama pemelinaraan ditimbang untuk dirnasukan dalam pemitungan konversi pakan. Di akhir masa pemeliharaan seluruh ikan yang hidup ditimbang bobotnya. Sebelum dilakukan penimbangan, ikan terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam. lkan kemudian dibus dengan menggunakan MS 222 dengan dosis 72 ppm. Uji Kecernaan
Uji kecernaan pakan dengan menggunakan indikator kromium oksida (Cr203). Kromium oksida yang ditambahkan dalam pakan sebanyak 0,5%. Uji kecernaan dilakukan secara terpisah dengan uji pertumbuhan. lkan lele yang digunakan dalam uji kecernaan ini berukuran 12
+
1,5 g. Uji kecernaan
menggunakan ikan lele yang berbeda dengan yang digunakan untuk uji pertumbuhan, tetapi masih berasal dari sumber yang
sama. Wadah
pemeiiharaan adalah akuarium sebanyak 12 akuarium dengan ukuran 50x40~35 cm yang dilengkapi degan sisitem resirkulasi. Setiap akuarium diisi dengan 10 ekor ikan. Adaptasi pakan berkromium dilakukan selama 7 hari. Pada hari ke 8, feses mulai dikumpulkan dan pengumpulan feses dilakukan selama 21 hari. Pengumpulan feses dilakukan segera setelah ikan mengeluarkan feses untuk menghindan pencucian feses, dengan cam penyiponan. Kandungan kromium, fosfor, dan protein dalam feses dianalisis untuk menghitung kecernaan berdasarkan prosedur Takeuchi (1988). AnaliSis Kimia
Analisis proksimat meliputi kadar protein, iemak, BETN, abu serat kasar dan air. Bahan baku pakan dan pakan dianalisis pada awal penelitian, sedangkan proksimat tubuh ikan dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian. Analisis feses dilakukan saat menguji kecemaan. Analisis kadar
protein
menggunakan metode
Kjedahl
(Lampiran
I),analisis
lemak
menggunakan metode ekstrasi ether (Lampiran 2), kadar abu dengan pemanasan sampel pada suhu 60G°C (Lampiran 4), serat kasar
dengan
menggunakan metode pelarutan sampel dalam asam dan basa kuat serta pemanasan
(Lampiran
5).
Analisis
mineral fosfor
dilakukan
dengan
menggunakan spektrofotometer, dan untuk mineral Ca, Zn menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Analisa mineral menggunakan prosedur Reitz et a/. (1960) (Lampiran 6). Untuk analisis proksimat dan mineral tubuh ikan, sampel yang digunakan sebanyak 4 ekorlulangan. Analisis proksimat (protein, lemak, serat kasar, abu, dan air) dan mineral P, Ca, dan Zn dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sampel ikan yang digunakan untuk analisis mineral tulang sebanyak
3
ekorl
ulangan. Tulang dipisahkan dari daging dengan cara perendaman air panas, setelah daging empuk kemudian tulang dipisahkan dari daging sampai bersih. Untuk membersihkan lemak dalam tulang, dilakukan perendaman dengan menggunakan alkohol 70% selama 24 jam, kernudian dianalisis kadar mineral P, Ca, dan Zn. Analisis mineral dalam tulang dilakukan pada akhir penelitian. Untuk analisis mineral dalam serum darah, sampel ikan yang digunakan sebanyak 3 ekorlulangan yang sebelumnya sudah dipuasakan selama 24 jam. Darah diambil dengan menggunakan spuit suntik ukuran 1 ml. Darah diambil di daerah pangkal ekor, terlebih dahulu ikannya dibius dengan menggunakan MS 222 dengan dosis 12 ppm. Sampel darah selanjutnya disentrifiuse selama 10 menit dengan kecepatan 1700 rpm untuk memisahkan serumnya. Serum darah diambil kemudian dianalisis mineral P, Ca, dan Zn. Metode pengambilan darah berdasarkan Hughes dan Soares (1998). Analisis mineral dalam serum darah dilakukan pada akhir penelitian.
Analisis Statistik Metode yang digunakan adalah eksperimental laboratorium. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Selanjutnya data kecemaan fosfor, kecemaan protein, limbah P dan N, konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, retensi protein, retensi lemak, konversi pakan, kadar mineral tubuh, tulang, dan serum darah dianalisis dengan menggunakan analisis ragam, jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey (Matjik dan Sumertajaya 2000). Software yang digunakan untuk mengolah data adalah Minitab 13.
Perhitungan
peubah-peubah
yang
diamati
pada
menggunakan formulasi sebagai berikut:
a. Kecernaan fosforl protein (%) (Takeuchi 1988) :
dimana: ADC : koefisien daya cema pakan (%) IP : kromiun oksida dalam pakan (%) IF : kromium oksida dalam feses (%) NP : fosfor atau protein dalam pakan (%) NF : fosfor atau protein feses (%) b. Laju pertumbuhail harian (Huisman 1976):
wr
= &(I + 0,Ola)' dimana: Wt : bobot rata-rata ikan pada wakiu t (g) Wo : bobot rata-rata ikan awal (g) a : laju pertumbuhan harian individu t : lama waktu penelitian (hari)
c. Retensi protein (Takeuchi 1988)
dimana: : retensi protein (%) RP F :jumlah protein tubuh pada akhir penelitian (g) I : jumlah protein tubuh pada awal penelitain (g) P : jumlah protein yang dikonsurnsi (g) d. Konversi pakan (Stefens 1989)
FCR =
F
[(W+ D)- W0)l dimana: FCR : konversi pakan Wt : bobot akhir tubuh ikan (g)
Wo D F
: bobot awz! tubuh ikan (g) : bobot ikan yang rnati selama penelitian (g) : bobot pakan yang diberikan (g)
penelitian
ini
e. Sintasan (SR)
dimana: : sintasan (%) SR N1 :jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) : jumlah ikan pada awal penelitian (ekor) NO f.
Fosfor (P) terbuang melalui feses (g)
P terbuang (g) :konsumsi pakan (g) x % P pakan x (100 - kecernaan) % g. Nitrogen (N) terbuang melalui feses (g)
N terbuang (g) :
konsumsi pakan(g) x % protein pakan x (100- kecernaan)% 6,25
h. Limbah P dan N akibat memproduksi 1 kg ikan dihitung berdasarkan limbah P dan N yang terbuang lewat feses dengan memperhatikan nilai konversi pakan (FCR).
HASlL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian enzim fitase dalam pakan dengan atau tanpa asam sitrat mampu meningkatkan kecernaan fosfor (P) pakan secara nyata. Kecernaan P tertinggi diperoleh pada perlakuan B dan C dan terendah pada perlakuan D (Tabel 5). Penambahan enzim fdase dalam pakan mampu meningkatkan kecemaan P dari 68,55% menjadi 86,10%. Nilai kecemaan protein juga meningkat secara nyata akibat penambahan enzim fitase dalam pakan. Kecernaan protein tertinggi diperoleh pada perlakuan I3 dan C, terendah pada perlakuan D (Tabel 5). -.
label 5 Nilai kecemaan fosfor dan protein serta limbah P dan N selama penelitian Kornponen
Perlakuan A
B
C
D
Kecernaan fosfor (%) Konsumsi P (g) P tercema (g)
P terbuang (g) Kecemaan protein (%) Konsumsiprotein (g) N tercema (g) N terbuang (g) Keterangan: Ggka yang diikuti humf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
Besarnya nilai kecernaan akan berkaitan dengan limbah yang dihasilkan, dimana semakin tinggi nilai kecernaan maka semakin kecil limbah P dan N dalam feses yang dihasilkan. Lirnbah P yang dihzsilkan setama penelitian disajikan
daiam Tabel 5. Penambahan enzim frtase dalam pakan, mampu mengurangi limbah P secara nyata dibandingksn dengan pakan tanpa pemberian enzim frtase. Pakan B dan C menghasilkan limbah P yang paling rendah, sedangkan limbah P paling besar dihasilkan oieh pakan A Walaupun nilai kecernaan pakan A lebih tinggi dari pakan D, tetapi limbah yang dihasilkan pakan D lebih rendah,
ha1 ini disebabkan perbedaan jumlah konsumsi pakan, dimana ikan yang diberikan pakan A tingkat konsumsi pakan lebih besar dibandingkan dengan ikan yang diberi
pakan D.
Limbah N yang dihasilkan selama penelitian
memperlihatkan bahwa pemberian 'enzim fitase dalam pakan mampu mengurangi limbah N yang dihasilkan secara nyata. Limbah N tertinggi diperoleh pada ikan yang diberi pakan A, dan terendah pada ikan yang diberi pakan B dan C.
Limbah P dan N yang dihitung berdasarkan 1 kg produksi ikan disajikan pada Tabel 6. Untuk menghasilkan 1 kg ikan, dengan penambahan enzim fitase dalam pakan (pakan B dan C), limbah P yang dihasilkan lebih rendah secara nyata dibandingkan pakan kontrol (pakan A). Hasil yang sama juga diperoleh pada limbah N, penambahan enzim fiase dalam pakan (pakan B dan C), mampu menurunkan limbah N yang dihasilkan secara nyata dibandingkan dengan pakan kontrsl (pakan A). Tabel 6 Limbah P dan N (glkg penambahan bobot ikan) yang terbuang melalui feses Parameter
Perlakuan
A
B
*
*
Limbah P(glkg penambahan bobot) 4,26 i 0 , 1 4 ~1,77 O , M C 1,82 0.03' Limbah N(g/kg penambahan bobot) 9,86
D
C 4,9
*0,6~
+ 0 , 3 7 ~6,77 ?r 0,2eC 6,47 ;t 0,1lC11,35 + 0,20a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menu~j,:'?rkkan berbeda nyata (P<0,05).
Komposisi mineral dalam tubuh, tulang dan serum darah ikan lele disajikan dalam Tabel 7. Kecemaan P akan berpengaruh pada nilai P absolut yang dicerna akibat dari jumlah P yang dikonsumsi yang berbeda. Nilai konsumsi P yang tinggi menyebabkan nilai P yang dicema juga tinggi. Keadaan ini menyebabkan konsentrasi P dalam serum darah tinggi, sehingga pemanfaatan mineral P oleh tubuh lebih banyak, akibatnya mineral P yang dideposisi dalam tubuh dan tulang meningkat. Pemberian enzim fitase dsngan atau tanpa asam sitrat mampu meningkatkan kandungan P secara nyata dalam tubuh, tulang maupun serum darah. Narnun pemberian enzim fitase dalam pakan memberikan hasil yang sama dengan pakan yang diberikan P anorganik (pakan A). lkan yang memakan pakan tanpa penamb~hanP anorganik dan enzim fdase (pakan D), kandungan mineral P dalam tubuh, tulang dan serum darah paling rendah. Sedangkan konsentrasi mineral Ca dan Zn,pemberian enzim fitase dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata, baik di dalam tubuh, tulang, maupun serum darah.
Tabel 7 Kornposisi mineral ikan lele selama penelitian untuk semua perlakuan Parameter
Perlakuan A
B
C
D
Tubuh
Tulang
P (%)
20,47 f 1,2ga
20,65 f 0.65a
20,76 f O,Oga
18,07 f O,Ogb
Ca (%)
46,77 f 4,40 a
49,12 f 3,14a
47,59 f 1,2aa
45,32 f 4,l la
Zn (%) Serum darah
0,03 f 0,002a
0,03 f O,OOla
0,03 f O,OOla
0,03 f 0,00Ia
Zn (mg1100ml) 3,25 f 0 , 1 7 ~ 2,75 f 0,65a 3,05 f 0,2aa 2,50 f 0,64a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Data bobot biomassa ikan lele awal dan akhir pada setiap perlakuan selama penelitian tertera pada Tabel 8. Penambahan enzim frtase dalam pakan, baik tanpa maupun dengan asam sitrat, monghasilkan laju pertumbuhan yang secat-a nyata lebih tinggi dibanding dengan pakan yang tidak ditambahkan enzirn frtase dan P anorganik (pakan D). Laju pertumbuhan harian ikan yang diberikan pakan dengan penambahan P anorganik (pakan A) memberikan hasil yang sama dengan pakan yang diberikan enzim frtase (pakan B dan C). Penambahan enzim frtase juga menghasilkan retensi protein yang lebih tinggi secara nyata dibanding pakan yang tidak diberikan enzim fitase dan P anorganik (pakan D). lkan yang diberikan pakan dengan penambahan enzim frtase dengan atau tanpa asam sitrat, retensi lemaknya sama dengan ikan pada pakan A, tetapi berbeda dengan ikan yang makar, pakan tanpa P anorganik dan enzim f%ase (pakan D). Nilai konversi pakan menunjukkan bahwa pernberian enzim fdase dengan aiau tanpa asam sitrat dalam pakan, menghasilkan nilai konversi pakan yang nyata lebih baik daripada pakan tanpa penambahan enzim fitase dan P anorganik (Tabel 8). Konversi pakan yang paling kecil dihasilkan pakan dengan penambahan enzim fitase baik dengan atau tanpa asam sitrat, dan konversi pakan terbesar dihasilkan pakan pada perlakuan tanpa pemberian P anorgaik dan enzim fitase (pakan D).
Tabel 8 Rata-rata bobot biomassa awal (BO), bobot biomassa akhir (El), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), konversi pakar! (FCR), retensi protein (RP), dan sintasan (SR) Perlakuan
Parameter
B
A
RL(%)
80,O i 4-47"
SR
92,5
*
9,5a
72,8
86,5 i 6,75"
973
*
D
C
5,0a
*
727=
97,5 f. 5,0a
55,2
92,5
*
2 , ~ 7 ~
5,0a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Pembahasan Penambahan enzim fdase dengan atau tanpa asam sitrat mampu meningkatkan nilai kecernaan P pakan.
lkan yang diberi pakan dengan
penambahan enzim fdase, kecernaan P lebih tinggi dibanding pakan yang tidak diberi penambahan enzim fdase. Kecemaan P tertinggi diperoleh pada ikan yang diberi pakan B (86,10%), dan yang paling rendah pada perlakuan D (68,55%). Hal ini rnembuktikan bahwa enzim fdase mampu membebaskan P yang terikat dalam asam fdat yang terdapat pada bungkil kedelai dan polard, sehingga dapat meningkatkan kecernaan P. Hasil yang sama diperoleh Tales et a/. (1998) melaporkan bahwa penambahan enzim fitase dalam pakan yang mengandung bahan nabati dapat meningkatkan kecemaan P dari 63% menjadi 79.8% pada ikan seabass (Dicentracus labraks) ukuran juvenile, Papatryphon dan Soares (2001) pada ikan striped bass (Morone saxatilis) dari 59% menjadi 87%, Cheng dan Hardy (2004) pada ikan rainbow trout ukuran 20 g dari 80% menjadi 89,1%, Sajjadi dan Carter (2004) pada ikan Atlantik salmori (Salmo salar) ukuran 100 g dari 63, 84% rnenjadi 74, 06%, dan Yulisman (2006) pada ikan baung (Hemibagrus nemurus) ukuran 6,9 g dari 64,5% menjadi 87,0%. Ketiiaan enzim frtase dalam pakan D menyebabkan P yang terdapat dalam bahan nabati masih terikat dalam asam fdat, sehingga kecemaan P menjadi rendah.
Kecemaan P pakan yang diberi penambahan enzim fdase dengan atau tanpa asam sitrat temyata sama, keduanya rnernpunyai kecernaan P yang tinggi. Penambahan asam sitrat bertujuan untuk membuat kondisi pH pakan sebesar 5,5.
Pada pH tersebut enzim fdase akan bekerja dengan optimal, sehingga
proses pelepasan P dari asam fitat akan maksimal. Masumoto et
a/. (2001)
menyatakan bahwa umurnnya pH pakan yanG menggunakan bahan nabati bungkil kedelai berada pada kisaran 6,5, dimana pada pH tersebut aktivitas enzim fdase sudah mulai menurun, sehingga perlu ditambahkan asam sitrat untuk membuat kondisi pH berada pada kisaran 5,5.
Pakan B yang hanya
ditambahkan enzim fitase tanpa pernberian asam sitrat, temyata rnemberikan hasil yang sama terhadap kecemaan P. Proses hidrolisis asam fitat dimulai pada saat seluruh bahan baku pakan sudah tercampur. Pada penelitian ini diperoleh bahwa pH pakan yanq menggunakan bahan nabati bungkil kedelai dan polard pH pakannya sebesar 6,1. Pada pH tersebut enzim fitase ternyata mampu bekerja dengan baik sehingga proses pelepasan P dari asam fdat juga dapat maksimal dilakukan. Sheuerrnann et a/. (1988) dalam Beruah et al. (2004) menyatakan bahwa enzim fdase aktif bekerja pada rentang pH 4-6,9. Adanya perbedaan nilai rasio P terlarut/P total (Tabel 4) dan nilai kecernaan P (Tabel 5) mengindikasikan bahwa enzim frtase melepaskan P dari bahan nabati tejadi melalui dua tahap. Pertama pada saat pembuatan pakan: pada saat pakan diinkubasi pada suhu 37
OC,
rnaka proses pelepasan P dari
asam fdat terjadi. Hal ini terlihat dari nilai rasio P terlarutIP total dari pakan tanpa penambahan enzim fitase sebesar 19,5% menjadi 44,1% pada pakan dengan penambahan enzim fdase. Tahap kedua dapat dijelaskan dengan melihat adanya perbedaan nilai rasio P terlarut1P total dari pakan dengan penambahan enzim frtase dengan nilai kecemaannya. Nilai rasio P terlarut/P total yaitu 39,7% pada pakan B dan 44,l pada pakan C, tetapi nilai kecernaan P meningkat menjadi 86,1% untuk pakan B dan 85,05% untuk pakan C. Hal ini menjelaskan bahwa pada saat makanan rnasuk dalam saluran pencemaan, enzirn fitase masih aktii bekerja. Hal ini senada dengan pendapat Masumoto et a/. (2001) bahwa melalui proses inkubasi, pakan yang diberi penambahan enzim fdase 50 mgIlOO g bahan nabati pada suhu 37 OC selama 2 jam memberikan nilai P terlarutlP total sebesar 58,7% dan nilai kecernaan P nya 95,4%. Kecernaan P akan berpengaruh pada nilai P absolut yang dicerna akibat dari jurnlah P yang dikonsumsi yang berbeda sehingga P yang tersedia dalam
tubuh juga berbeda. Nilai konsumsi P yang tinggi dan didukung kecemaan yang tinggi menyebabkan nilai P yang dicema juga tinggi, sehingga konsentrasi P dalam serum darah akan tinggi.
Konsentrasi P dalam serum darah
menggambarkan hasil absorbsi P yang ditransport. Djodjosubagio (1990) menyatakan bahwa penyebaran fosfor dalam tubuh melalui peredaran darah dan cairan antar sel. Komposisi mineral P dalam serum darah menunjukkan bahwa pemberian enzim fitase mampu meningkatkan kadar P dalam serum darah. Mineral P yang mempunyai kecernaan tinggi tentunya akzn lebih mudah diserap oleh usus dan selanjutnya oleh darah ditransport ke seluruh tubuh. Hal ini dibuktikan ikan yang diberikan pakan dengan penambahan enzirn fdase yang memiliki kecemaan P tinggi, kandungan mineral dalam serum darah juga lebih tinggi dibanding perlakuan yang tanpa pemberian enzim faase. Masumoto et a/. (2001) melaporkan pemberian enzim fitase pada pakan ikan Japanese flounder, konsentrasi P dalam serum darah lebih tinggi (8,1 mgI100 ml) dibanding pada ikan yang tanpa diberi tambahan enzim fdase (5,9 mg1100 ml). Meningkatnya mineral P yang terserap akan dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan. Hal ini berkaitan dengan fungsi P yang sangat besar peranannya dalam berbagai proses metabolisme dalam tubuh. Lall (2002) menyatakan fosfor berperan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino, dan juga dalam otot dan jaringan saraf, serta berperan menjaga tekanan osmotik cairan tubuh. Mineral P diperlukan pada saat proses fosforilasi dalam pembentukan Adenosintrifosfot (ATP).
ATP merupakan senyawa fosfor
berenergi tinggi yang diperlukan untuk semua aktivitas tubuh (Page 1989). Meningkatnya ketersediaan P dalam tubuh, tentunya akan lebih banyak menyediakan P untuk sintesis protein. Hal ini berkaitan dengan penggunaan P untuk proses sintesis protein, dimana dalam proses sintesis protein sangat diperlukan mineral
P. Proses
sintesis protein sedikitnya membutuhkan empat
ATP yaitu: 1 ATP dalam proses pengikatan aminoasil t-RNA dalam daur perpanjangan, 1 ATP untuk kej a mekanik translokasi ribosom, dan 2 ATP untuk pembentukan aminoasil t-RNA dan asam amino (Page 1989). lkan yang diberi pakan B dan C temyata memanfaatkan mineral P lebih banyak dibanding pakan A dan D. Meningkatnya penggunaan mineral P oleh tubuh tentunya akan meningkatkan proses sintesis protein. Efek ini terlihat pada retensi protein,
dimana pada pakan B dan C retensi proteinnya lebih tinggi dibanding pakan A dan D, walupun laju pertumbuhan harian antara ikan yang diberi pakan 6 dan C sama dengan pada pakan kontrol (pakan A). Selain untuk proses sintesa protein mineral P juga sangat berperan dalam pembentukan tulang. Hal ini terfihat pada kandungan mineral P dalam tulang, ikan p n g menggunakan mineral P lebih banyak (B dan C ) kandungan mineral P dalam tulang lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan Li et a/. (2004) dimana pemberian enzim fnase 500 unit per kilogram pakan ikan channel catfish dapat meningkatkan mineral P pada tulang dari 7,4 % menjadi 9,8%,
Hughes dan
Soares (1998) pada ikan striped bass (Monorene saxatilis) dari 59,2 mglg menjadi 78,1 mglg. Kekurangan fosfor mengakibatkan rendahnya kandungan fosfor dalam tulang, ha1 ini disebabkan fosfor yang ada, sebagian besar digunakan untuk kebutuhan maintence tubuh sehingga fosfor yang dideposisi pacia tulang menjadi rendah. Distribusi mineral P dalam tubuh tubuh sebagian besar berada di tulang sebanyak 85%, dan sebagian kecil dalam jaringan tubuh sebanyak 15% (Georgievskii 1982). Meningkatnya laju pertumbuhan, tentunya akan meningkatkan konsentrasi P dalam tubuh, ha1 ini terlihat pada kandungan mineral P dalam tubuh dimana ikan yang diberi pakan B dan C kandungan mineral dalam tubuh lebih tinggi dibanding dengan pakan D, karena laju pertumbuhan antara B dan C sama dengan pakan A, maka kandungan mineral P dalam tubuh juga sama. Komposisi mineral lain seperti Ca dan Zn tidak menunjukkan perbedaan, baik &lam tubuh, tulang maupun serum darah. Hasil yang sama dilaporkan oleh Masunloto et al. (2001) penambahan enzim fnase dalam ikan Japanese flounder tidak memberikan dampak terhadap kandungan Ca dan Zn dalam serum darah. Hal ini mungkin disebabkan karena ikan mempunyai kemampuan menyerap mineral Ca dari lingkungannya, sehingga dampak pemberian enzim fitase dalam pakan tidak terlihat. Pakan yang tanpa penambahan enzim fitase mungkin kekurangar;
Ca
dalam
pakannya, tetapi
bisa dipenuhi dengan cara
mengambilnya dari lingkungan, sehingga konsentrasi Ca dalam dalam tubuh, tulang maupun serum darah darah tidak rt tenunjukkan perbedaan. Hasil berbeda dilaporkan oleh Hughes dan Soares (1998) pemberian enzim fitase pada ikan striped bass ukuran 160 g mampu meningkatkan konsentrasi Ca dari 88,2 mglg menjadi 101,3 mglg dalam tulang. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan bahan baku pakan dan spesies ikan yang digunakan. Untuk mineral Zn,
penambahan enzim fitase tidak memberikan peningkatan konsentrasi Zn baik di tubuh, tulang maupun serum darah. Hasil yang sama diperoleh Masumoto et al. (2001) menyatakan bahwa penambahan enzim frtase 50 mg/lOO g bungkil kedelai tidak mempengaruhi konsentrasi Zn dalam serum darah. Meningkatnya proses metaboiisme dalam tubuh akan mernacu ikan untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak. Semakin banyak pakan yang dikonsumsi dan penggunaan pakan yang efisien maka akan semakin banyak protein yang diretensi, sehingga pertumbuhan akan meningkat. Hal ini dapat dilihat pada ikan ymg diberi pakan B, C dan A, dimana kebutuhan fosfor mencukupi, maka semua proses metabolisme berjalan dengan lancar. Pada keadaan ini ikan akan memanfaatkan pakan dengan efisien, sehingga akan diperoleh nilai retensi protein yang tinggi. Peningkatan nilai retensi protein ini tentunyz akan meningkatkan laju perturnbuhannya. Di sisi lain ikan yang diberikan pakan D, diduga kekurangan P akibatnya penggunaan pakan tidak efisien, reiensi protein yang diperoleh juga rendah maka akan memberikan nilai laju pertumbuhan yang rendah juga.
Lall (2002) menyatakan bahwa kekurangan fosfor akan
menyebabkan rendahnya efisiensi pakan dan menurunkan laju pertumbuhan. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Li et a1 (2004) pada pemberian enzim fdase 500 unit per kg pakan mampu mengganti pemberian dicalsium fosfat dalam pakan dan mempengaruhi pertumbuhan ikan channel catfish, Debnath et a/. (2005), pada ikan Pangasius pangasius.
Keceranaan P yang rendah pada
pakan yang tidak diberikan enzirn fdase menyebabkan mineral P yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan tubuh, sehingga proses metabolisme dalam tubuh terganggu dan menyebabkan pertumbuhanya lebih rendah. Nilai konversi pakan berhubungan erat dengan laju pertumbuhan dan konsumsi pakan. Ketersedian P dalam tubuh yang cukup membuat ikan lebih efisien dalam memanfaatkan pakan, sehingga memberikan nilai konversi pakan yang kecil, ini terlihat pada pakan B dan C dan A. Di sisi lain pada pakan tanpa penambahan enzim fdase nilai konversi pakan paling besar (pakan D). Sssuai dengan penelitian Debnath et a/. (2005) penambahan enzim fitase mampu menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih baik dibandingkan pada pakan yang tidak diberikan enzim fitase pada ikan Pangasius pangasius, Yulisman (2006) pada ikan baung (Hemibagrus nemurus). Material pakan yang tidak dapat dicerna oleh ikan akan dikeluarkan melalui feses. Pernberian enzim fitase dalam pakan marnpu mengurangi ekskresi
P yang terbuang melalui feses. lkan yang diberikan pakan dengan penambahan enzim fitase, jumlah limbah fosfor yang dihasilkan lebih rendah dibanding dengan perlakuan tanpa pemkrian enzirn frtase. Ini membuktikan bahwa dengan penambahan enzim frtase fosfor yang terikat dalam asam fdat rnampu diuraikan sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan. Hasil berbeda pada perlakuan D dan A dimana fosfor yang terikat dalam asarn fdat tidak dapat cerna oleh ikan sehingga limbah fosfomya tinggi. Hewan-hewan rnonogastrik seperti ikan tidak mampu mencerna asam faat oleh karenanya akan dilepas ke perairan. Asam fitat yang diekskresikan ini selanjutnya akan mengalami degradasi oleh mikroba penghasil Mase dan melepaskan fosfor.
Fosfor dalam jumlah yang besar masuk ke
prairan akan memicu timbulnya eufrofikasidi perairan (Baruah et a/, 2004). Penurunan limbah P yang dihasilkan karena penambahan enzim fitase dalam pakan, dapat lebih jelas jika kita mengitungnya berdasarkan 1 kg produksi ikan. Untuk memperoleh 1 kg ikan lele, maka dengan penambahan enzim fdase dalam pakan, limbah P yang dihasilkan hanya 1,7 g, atau lebih rendah sekitar 58 Sb dari pakan kontrol (pakan A). Pemberian enzim frtase dalam pakan ikan lele
ternyata juga mampu mengurangi limbah N yang dihasilkan. Dengan ilustrasi yang sama dengan lirnbah P, maka untuk memperoleh 1 kg ikan dengan penambahan enzim frtase dalam pakan, maka limbah N yang dihasilkan dari budidaya ikan tersebut sebesar 6,77 g. Limbsh
N yang dihasilkan ini lebih
rendah 31% dari pakan kontrol (A). Hasil yang sama diperoleh Teies et a/. (1998) pada ikan sea bass (Dicentrachus labrax) mampu mengurangi limbah P
sebesar 58%, Sajjadi dan Carter (2004) pada ikan Atlantic salmon (Salmo salar) mampu menurunkan limbah P sebesar 52%, Vielma et a/. (2000) pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus myksis) sebesar 47%, dan Yulisman (2006) pada ikan baung (Hemibagrus nemurus) menurunkan limbah P sebesar 80% dan limbah N sebesar 24%.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan enzim fitase dalam pakan mampu meningkatkan kecernaan P dari bahan baku nabati dari 68.55% menjadi 86.10%. dan rnampu memberikan kinerja pertumbuhan yang sama dengan pakan yang diberikan P anorganik (pakan kontrol).
2. Penggunaan enzim ffiase dengn dosis 50 mg11OO g bahan nabati mampu mengurangi limbah fosfor dan limbah N masing-masing sebanyak 58% dan 31% dari pakan kontrol. Saran Enzim fitase dengan dosis 50 rngI100 g bahan nabati dapat digunakan dalam formulasi pakan ikan lele untuk mengganti penambahan fosfor anorganik, dan mengurangi limbah fosfor.
DAFTAR PUSTAKA Baruah K, Sahu NP, Pal AK and Debnath D. 2004. Dietary phytase: an ideal approach for a cost effective and low-polluting aqua feed. NAGA, World Fish Center Quarterly. 27(3&4): 15-19. Ceng ZJ and Hardy RW. 2002. Effect of microbial phytase on apparent nutrient digestibility of barley, canola meal, wheat and wheat middling, measured in vivo using rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture Nutrition. 8: 271-277. Ceng ZJ and Hardy RW. 2004. Effects of microbial phytase supplementation in corn distiller's dried grain with solubles on nutrient digestibility and growth performance of rainbow trout, oncorhynchus mykiss. Journal of Applied quaculture. 15: 83-100. Debnath D, Pal AK, Sahu NP, Jain KK, Yengkokpam, and Mukherjee SC. 2005. Effect dietary microbial phytase supplementation on growth and nutrient digestibility of Pangasius pangasius fingerling. Aquaculture Research. 36 (2): 180-187. Djojosoebagio S. 1990. Fisiologi Kelenjar Endokrin Volume I. Pusat Antar universitas llmu Hayat IPB. Bogor. 247 ha1 Cole SJ. 2001. Phytase. www.~hytase.net. Forster IDA, Higgs BS, Dosanjh M, Rowshandeli and Parr J. 1999. Potential for dietary phytase to improve the nutrient value of canola protein concentrate and decrease phosphor~soutput in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) held in 11°C fresh water. Aquaculture 179:109-125. Georgievskii \/I. 1982. Mineral Nutrition of Animal. Butteworths. London. 11-56 PP. Hardy RW. 2002. Rainbow trout (Oncorhynchus rnykiss) 184-202 pp. in Nutrient Requirement and Feeding of Finfish for Aquaculture. Edited Webster CD and Lim C. CBI Publishing. New York. Hertrampf JW, and Pascual FP. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publishers. London. 573 pp. Hughes KP, aand Soares JH. 1998. Efficacy of phytase on phosphor utilization in practical diets fed to striped bas Morone saxatilis. Aquaculture Nutrition. Blackwell Science. 4: 133-140. Lall SP. 2002. The mineral. 25-308. In Fish Nutrition third Edition Edited Halver JE and Hardy RW. Academic Press. New York.
Li MH, Maning BB, and Robinson EH. 2004. Summary of phytase studies for channel catfish. Research Report. Mississippi Agricultural and Foresr Experiment Station. 23(13): 1-5.
Li MH and Robinson EH. 2005. Feeding fungal phytase to channel catfish. Aqua feeds: Formulation 8 beyoung (2) Issue I no 13. Matjik AA dan Made Sumertajaya. 2000. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab, IPB Press, Bogor. 326 hal. Masumoto T, Tamura 8, and Shimeno S. 2001. Effects of phytase on bioavailability of phosphorus in soybean meal-based diet for Japanese flounder Paralichthys olivaceus. Fisheries Science .67: 1075-1080. Mayasari N. 2005. Penggunaan metionin dan taurin pada kadar yang bertteda dalam pakan ikan lele dumbo. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan. IPB. Bogor 35 hal. Mokoginta I dan Suprayudi MA. 1993. Kebutuhan fosfor bagi ikan yang memiliki lambung dan ikan yang tidak memiliki lambung. Laporan Penelitian. PAU. IPB. Bogor. 99 hal. Nwanna L.C, Fagbenro OA, and Adeyo A.O. 2005. Effects of diffrent treatment of dietary soybean meal and phytase on the growth and mineral deposition in African catfish Clarias gariepenus. Journal of Animal and Veterinary Advances. 4 (12): 980-987. Page DS.1989. Prinsipprinsip biokimia. Diterjemahkan oleh Soendoro. R. Penerbit Erlangga. Jakarta. 465 hal. Papatryphon E. and Soares JH. 2001. The effect of phytase on apparent digestibility of four practical plant feedstuffs fed to striped bass (Morone saxatilis). P.quaculture Nutrition. 7: 161-167. Pintar J. Homan B. Gazic K, Grbesa D, Sikiric M, Cemy T. 2004. Effects of supplemental phytase on performance and tibia ash of broilers fed different cereals based diets Czech J. Ani,n. Sci. 49 (12): 542-548 Pongmanerat J and Watanbe T .1992. Utilization of soybean meal as protein sources in diet for rainbow trout. Nippon Suisan Gakkaisi . 58 (10). 1983-1990. Ravindran V. 2000. Effect of Natuphos Phytase on the bioavailability of protein and amino acids - a review. Monogastric Research Centre Institute of Food, Nutrition and Human Health Massey University, Palmerston North New Zealand. IIG. Reitz LL, Smith WH, and Plumlee MP. 1960. Analytical Chemistry. Animal Science Department, West Lafayette, Ind. 1730 pp. Robinson EH and Li MH. 2002. Channel catfish (Ictalurus punctatus) 293-318. in Nutrient Requirement and Feeding of Finfish for Aquaculture. Edited Webster CD and Lirn C. CBI Publishing. New York.
Suprayudi M A, Mokoginta I,dan Naim M. 2003. Penggantian tepung ikan oleh tepung bungkil kedelai dalam pakan benih ikan gurami (Osphronemus gouramy). Prosiding Semi Loka Aplikasi Teknologi Pakan dan Peranannya Bag Perkembangan Usaha Perikanan Budidaya. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Departernen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Sajjadi M and Carter CG. 2004. Dietary phytase supplementation and the utilization of phosphor by Atlantic salmon (Salmo salar L) fed a canola-meal based diet. Aquacutture. 240: 417431. Simons PCM, Versteegh HAJ, Longloed AW, Kemme PA, 60s KD, Wolters WGE, Bcudeker RF and Verschoor GJ. 1990. Improvement of phosphorus availability by microbial phytase in broiler and pigs. J N~tr. 64: 525-540. Steffens W. 1989. Principles of Fish Nutrition. Elis Hor~voodLimited. Loncion.384 PPTeles AO, Pereira JP, Gouveia A, and Gomes E. 1998. Utilization of diets supplemented with microbial phytase by seabass (Dicentrarchus labrax) juveniles. Aquaculture Living Resours. 1l(4): 255259. Vielma J, Makinen T, Ekholm P, and Koskela J. 2000. Influence of dietary soy and phytase level on performance and body composition of large rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) and algal availability of phosphorus load. Aquaculture 183:349-362. Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture JlCA Textbook The General Aquaculture Course. Tokyo University of Fisheries. Japan. 232 pp Wawa J E. 2006. Tepung ikan naik 150 persen. Kompas Cyber media Jumat, 18 Agustus 2006. Jakarta. Yan W. and Reigh R.C. 2002. Effects of fungal phytase on utilization of dietary protein and minerals, and dephosphorylation of phytic acid in the alimentary tract of channel catfish lctalurus punctatus fed an allplantprotein diet. J. World Aqua. Soc. 33:10-22. Yulisman 2006. Peggunaan fitase dalam pakan berbasis tepung bukil kedelai untuk ikan baung (Hemibagrus nemurus) Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB Bogor. 33 hal. Zainuddin. 1998. Kadar fosfor optimum dalam pakan benih ikan jambal siam (Pangasius pangasius Flower). Tesis. Sekolah Pascasajana. IPB. Bogor. 56 ha1
Lampiran 1 Prosedur analisis kadar protein (metode Semi Micro Kjeldahl) (Takeuchi 1988) 1. Sample ditimbang seberat 0,5-1,O gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl. 2. Katalis berupa K2SOs5H20dengan rasio 9 : 1 ditimbang sebanyak 3 gram, dan
dirnasukkan ke dalarn labu Kjeldahl.
3. Selanjutnya
ditarnbahkan 10 ml H2S04 pekat ke dalam labu tersebut dan
kemudian labu dipanaskan selama 3 - 4 jam sarnpai cairan dalam labu berwarna hijau. 4. Larutan didinginkan, lalu ditambahkan air destilasi 30 ml. kemudian masukkan
larutan tersebut kedalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sarnpai larutan tersebut rnencapai volume 100 ml (larutan A). 5. Labu erfemeyer diisi 10 ml kf2S04 0,05 N dan ditambahkan 2 - 3 tetes indicator
methylen blue atau methyl red (larutan B). 6. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan sebanyak 10 ml NaOH 30% yang dimasukkan ke dalam tabu Kjeldahl. Lalu dilakukan pemanasan dan kondensasi selama 10 rnenit mulai saat tetesan pertama pada larutan B. 7. Larutan dalam labu erlemeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan NaOH sarnpai
tejadi perubahan warna dari merah muda menjadi hijau muda. 8. Kadar protein :
0,0007 * x (Vb Vs) x F s 6.25 * * x 20 x 100% S
Keterangan : Vs : ml 0,05 N nitran NaOH untuk sample Vb : rnlO,05 N nitran NaOH untuk blanko
F : faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S : bobot sample (gram)
: setiap ml0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 gram nitrogen *'
: faktor nitrogen
Larnpiran 2 Prosedur analisis kadar lemak (metode ether ekstraksi) (Takeuchil988) 1. Labu ekstraksi dipanaskan didalam oven (110°C) selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang bobot labu tersebut (X 1)2. Sample ditimbang sebanyak 1-2 gram (A) dan dimasukkan kedalam tabung filter lalu dipanaskan pada suhu 90-100°C selama 2-3 jam. 3. Tabung filter ditempatkan kedalam ekstrzk dari alat soxlet. Kemudian disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml petroleum eter. 4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada suhu 70°C selama 16jam.
5. Labu ektraksi dipanaskan pada suhu 100°C kemudian ditimbang (X2). X2 - X1 kadar lemak :
x 100% A
Lampiran 3 Prosedur analisis kadar abu (Takeuchi 1988) 1. Cawan dipanaskan di dalam oven (110°C) selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (XI).
2. Bahan ditimbang 2-3garam (A). 3. Cawan dan bahan dipanaskan kedalam tanur (600°C) sampai bahan menjadi abu kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu di timbang
owX2 -X1
x 100%
kadar abu : A
Larnpiran 4 Prosedur analisis serat kasar (Takeuchi 1988) I
1. Kertas filter dipanaskan dalarn oven selama 1 jam pada suhu llO°C setelah itu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (XI). 2. Sample ditimbang sebanyak 0,s gram (A) dan dimasukkan kedalam erlemeyer
250 ml. 3. H2S04 0,3 N sebanyak 50 ml dimasukkan kedalam erlemeyer kemudian dipanaskan selama 30 menit, setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dimasukkan kedalam erlemeyer lagi kemudian dipanaskan selama 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang telah ciipanaskan kemudian disaring dalam corong
buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. larutan n bahan yang ada pada corong buchner kemudian dibilas secara
berturut-turut dengan 50 ml air panas, H2S040,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan isinya dimasukkan kedalam cawan porselin, lalu dikeringkan
selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X2). 7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600°C hingga berwama putih, didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang (X3). =-XI kadar Serat Kasar :
-X3 x 100%
A
Lampiran 5. Prosedur analisis mineral (Reitz et a/. 1960) A. Prosedur Wet Ashing (pengabuan) I
1. Sampel ditimbang 1gram dimasukan kedalam erlenmeyer 125 ml.
2. Ditambahkan HNOB65% sebanyak 59~11, dikejakan diruang asam.
3. Dibiarkan 1 jam tanpa pemanasan diruang asam, kemudian dipanasakan diatas hot plate pada suhu 80 OC selama 4-6 jam. 4. Diakan selama satu malam setelah pemenassan.
5. Tambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat, kemudian panaskan kembali sampai larutan mengental sekitar 1 jam. 6. Ditambahkan 2 tetes campuran HN03:HC104(2:l) sample larutan berubah
wama dari coklat menjadi kuning, kemudian pemanasan dilanjutkan selama 15 menit, ditambahkan 0,6 ml HCI dan 2 ml akuades, panaskan kembali selama 15 menit.
7. Dipindahkan ke dalam labu takar kemudian lamtkan rnenjadi 100 ml (dapat dilakuan analisis mineral sesuai yang diinginkan)
B. Analisis Fosfor 1. Dibuat larutan standar P sebanyak 5 deret standart yaitv: 0, 2, 3, 4, dan 5
PPm. 2. Pipet sampel sebayak 1ml kedalam tabung reaksi. 3. Ditambahkan larutan C (campuran 10 ml Amonium Molibdat 10% + 60 ml Aquades+ 5 gram FeS04.7H20+aquadessampai 100ml) sebanyak 2 ml, setelah semua standart dan sampel dipipet dan dijadikan 3ml, kemudian ditambahkan 2 rnl lamtan C sehingga tottalnya menjadi 5 ml, diaduk lalu dibaca dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660nm. C. Analisis Ca dan Zn 1.
Membuat lautan standar untuk Ca : 2, 4, dan 6 ppm, sedangkan untuk Zn: 0,1, 0,5, 0,75.
2. Kedalam tabung reaksi, sampel yang sudah ada dipreparasi (wet ashing) dipipet sebanyak 0,lml lalu ditambahkan 0,05 ml larutan CI3Li.7 H20 dan aquades sebanyak 4,9 ml kemudian diaduk dan ditutup.
3. Sarnpel dianalisis dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
Lampiran 6 Komposisi proksimat bahan pakan (% dalam bobot kering) Nama bahan Kandungan Air Abu Protein Lemak Serat kasar
T. lkan 9,81
T.bungkil Kedelai 11.01
T. Polard 989
T. Tapioka 12,17
Lampiran 7 Komposisi proksimat tubuh ikan lele awal dan akhir penelitian (% bobot basah) Kom~osisi'Ulangan proksimat
Protein
Lernak
Abu
Serat kasar
Kadar air
2 3
2 3
Awal
Perlakuan A
B
C
D
Lampiran 8 Perhitungan laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (FCR), dan sintasan (SR) -
Parameter
Ulangan
Bobot ikan awal (g)
2 3 4
Bobot ikan Akhir(g)
2 3 4 Rata-rata 1 2 3
Pakan ikan (g)
Jumlah ikan mati*
SR(%)
FCR
Laju pertumbuhan harian
2 3 4 1
2 3 4 Rata-rata 1 2 3
4 Rata-rata 1 2 3 4 Rata-rata
Perlakuan A
2 90 100 100 80 92,5?9,57 1,27 1,11 1,12 1,24 1.2_+0,08 4,39 4,76 4,74 4,58 4,6*0,17
Keterangan* lkan yang rnati selarna penelitian: Pedakuan Berat (g) A1 A4( 2ekor) B1 C2 D1 D3 D4
74,9 20,6 dan 49,O 70,O 65,5 22.8 60,7 50,6
B
0 90 too 100 100 97,50*5,00 1,12 1,08 1,12 1,02 1.1+0,04 4,78 4,78 4,85 4.77 4,8*0,04
C
0 100 90 100 100 97,5*5,00 1,Ol 1,24 1,12 1,15 1.1_+0.09 4,91 439 4,78 4,82 4.8*0,14
D
1 90 100 90 90 92,5*5,00 1,4 1,4 1,4 13 1.4_+0,05 4,12 4,10 4,03
336 4,1*0,07
Lampiran 9 Analisis ragam laju pertumbuhan harian (LPH) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
1,4316
0,4772
Galat
12
0,1650
0,0137
Total
15
1,5965
F hitung
34,72
P
0,000
--
Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0.05)
Lampiran 10 Analisis ragam konversi pakan (FCR) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
0,21939
0,07313
Galat
12
0,05065
0,00422
Total
15
0,27004
F hitung
17,32
P
0,000
Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0.05)
Lampiran 11 Analisis ragam sintasan (SR) DB
JK
KT
Perlakuan
3
100
33,3
Galat
12
500
41,7
Total
15
600
SK
F hitung
0,80*
P
0,517
* * Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05)
Lampiran 12 Analisis ragam retensi protein SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
533.4
177,8
Galat
12
162,5
13,5
Total
15
695,9
F hitung
13,13*
P
0,OO
* Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05) Larnpiran 13 Analisis ragam retensi lernak ikan SK
DB
JK
Perlakuan
3
1641.3
Total
11
1893
KT
547,l
* Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05)
F hitung
17,02*
P
0,001
Lampiran 15 Perhitungan retensi lemak Perlakuan Parameter
Bobot ikan awal (g)
Bobot ikan Akhir(g) Lemak pada ikan Jumlah lemak tubuh awal (g), 2,15% dari bobot tubuh Persentase lemak pada akhir pengamatan Jumlah lemak tubuh akhir
Ulangan
B
A
C
D
Z
3 4 2 3 4
1025.4
1182
1171.9
735.8
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1,38 1,32 1,38 1.34
1,30 1.36 1,33 1.38
1,29 1,38 1,39 1.33
134 1,36 1,37 1.39
52.77 45,05 50,39 51.17
45,80 45,65 55,73 59.10
60,13 40,42 49,61 43,48
31,63 29,59 27,81 26,19
1
1115.60
1183,70
1157.90
998,50
Pakan ikan Konsurnsi pakan
Kadar lemak pakan
1 2 3 4
Jumlah lemak pakan yang dikonsumsi (g)
1 2 3 4
Retensi lemak
2 3
42
Lampiran 16 Kadar mineral dalam tubuh, tulang dan serum darah Mineral ; Ulangan
Parameter
Fosfor
Tubuh
1 2 3 4 Rata-rata 1
ca 4 Rata-rata 1 2 3 4 Rata-rata 1 2
Fosfor
Tulang
Ca
Zn
Serum
darah
Ca (mg/lOoml)
3 4 Rata-rata I 2 3 4 R3ta-rata 1 2 3 4 Rata-rata 1
2
3
Perlakuan A
C
B 2,569
2.933
D 2,695
2,249
Lampiran 17 Analisis ragam P tubuh SK
Dl3
JK
KT
Periakuan
3
0,6201
0,2067
Galat
12
0,3151
0,0263
Total
15
0,9352
F hitung
7,87*
P
0,OO
Berbeda nyata pacia tingkat kepercayaan 95% (Pc0,05)
Lampiran 18. Analisis ragam Ca tubuh SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
2,286
0,762
Galat
12
3,337
0,278
Total
15
5,623
F hitung
2,,74**
P
0,09
* * Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05)
Lampiran 19 Analisis ragam Zn tubuh SK
DB
JK
KT
Periakuan
3
0.00000042
0,0000014
Total
15
0,00000077
F hitung
4.86"
P
0,019
* Tidak b e W a nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0.05)
Lampiran 20 Analisis ragam P tulang SK
DB
JK
KT
Periakuan
3
19.84
6,61
Galat
12
13.45
1,12
Total
15
33,28
F hitung 5.90*
P 0,Ol
Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05)
Lampiran 21 Analisis ragam Ca tulang SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
30,l
10.0
Galat
12
143,4
12,O
Total
15
173,6
* * Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05)
F hitung
0,84"
P
0,497
,
Lamoiran 22 Analisis ragam Zn tulang SK
DB
JK
KT
F hitung
P
1
Perlakuan
3
0,00001
0,000004
Galat
12
0,00002
0,000002
Total
15
0,00003
1.90"
0,184
* Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0.05)
Lampiran 23 Analisis kadar P dalam serum darah SK
DB
JK
KT
Periakuan
3
33,364
11,788
Galat
12
3,746
0,312
Total
15
39,111
F hitung
37,76'
P
0,000
* Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0,05)
Lampiran 24 Analisis ragam Ca dalam serum darah SK
DB
JK
KT
Periakuan
3
3,82
1.27
Galat
12
14,60
1.22
Total
15
18,42
F hitung
1,05**
P
0,407
Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Pc0.05)
Lampiran 25 Analisis ragam Zn dalam serum darah SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
0,527
0.176
Galat
12
1,866
0,126
Total
15
2,393
* * Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P~0,05)
F hitung
1.13"
P
0,376
Lampiran 26 Nilai kecernaan fosfor dan protein Perlakuan
UIangan
Kecernaan
Fosfor (%)
,
A
8
C
D
1
73,74
85,78
84,86
68,54
2
72,53
86,42
85,25
69,10
Protein (%)
Lampiran 27 Analisis ragam kecernaan fosfor
SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
446,Ol
148,677
Galat
4
1,170
0.292
Total
7
447,O
F hitung
508,43*
P
0,000
* Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0,05)
Lampiran 28 Analisis ragam kecernaan protein SK
DB
JK
KT
Perlakuan
3
41,754
13,918
Galat
4
0,594
0,149
Total
7
42,349
+
Berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05)
F hitung
93,65'
P
0,000