OPTIMAL ECONOMIC DISPATCH USING ARTIFICIAL IMMUNE SYSTEM (AIS) VIA CLONAL SELECTION ALGORITHM (CSA) Rio Indralaksono Jurusan Teknik Elektro – Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak- Kebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal membuat biaya produksi listrik meningkat. Salah satu solusi bagi produsen listrik untuk mengurangi kenaikan harga listrik adalah dengan melakukan optimisasi pada proses produksi energi listrik (Economic Dispatch). Pada Tugas Akhir ini diusulkan sebuah metode optimisasi yaitu Artificial Immune System via Clonal Selection Algorithm (AISCSA) untuk menyelesaikan permasalahan Economic Dispatch. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode AISCSA dapat menghasilkan solusi biaya pembangkitan energi listrik yang lebih murah dibandingkan dengan metode konvensional Lagrange. Pada sistem tenaga listrik IEEE 5 – bus dengan memperhitungkan rugi transmisi, metode AISCSA dapat menghemat biaya pembangkitan energi listrik dibandingkan metode Lagrange sebesar $ 0,0613 tiap jam dan pada sistem tenaga listrik IEEE 5 – bus sebesar $ 0,2921 tiap jam. Untuk permasalahan Economic Dispatch tanpa memperhitungkan rugi transmisi pada sistem tenaga listrik IEEE 30 – bus dapat menghemat biaya pembagkitan sebesar $ 0,4490 per jam dibandingkan metode Lagrange. Kata kunci-Economic Dispatch, Immune System, Clonal Selection Algorithm, Lagrange.
I. PENDAHULUAN ebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal membuat biaya produksi listrik meningkat. Kenaikan biaya produksi listrik tersebut mengakibatkan kenaikan harga jual listrik yang harus ditanggung oleh konsumen. Salah satu solusi bagi produsen listrik untuk mengurangi kenaikan harga listrik adalah dengan melakukan optimisasi pada proses produksi energi listrik atau dikenal dengan sebutan Economic Dispatch. Economic Dispatch (ED) adalah suatu permasalahan dalam penentuan daya output setiap pembangkit berdasarkan biaya bahan produksi tiap pembangkit [1, 2]. Tujuan utama penyelesaian permasalahan ED adalah untuk menentukan kombinasi daya output tiap pembangkit listrik dengan total biaya bahan bakar yang paling murah dibandingkan kombinasi yang lain [1, 2, 6]. Banyak metode yang sudah dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan ED diantaranya metode Lagrange, Base Point Participation Factor, Gradient methode, Linear Programming, Non-Linear Programming, Quadratic Programming, dan sebagainya [3,4]. Metode-metode tersebut kurang optimal untuk menyelesaikan permasalahan ED karena cost function pembangkit listrik pada perkembangan pembangkitan listrik modern adalah sangat tidak linear [1]. Permasalahan ini membuat metode optimisasi konvensional tidak efektif dan optimal untuk menyelesaikan permasalahan ED. Ada beberapa metode optimisasi yang telah ditemukan untuk menyelesaikan permasalahan ED dengan cost function yang tidak linear, sehingga diperoleh biaya pembangkitan yang lebih murah dan error yang lebih kecil seperti Genetic Algorithm (GA), Artificial Immune System via Clonal Selection Algorithm (AISCSA), dan sebagainya. Pada Tugas Akhir ini dipilih metode AISCSA karena telah terbukti lebih unggul dibandingkan metode konvensional lainnya pada penelitian yang lain [5]. Dengan menggunakan metode AISCSA diharapkan hasil kombinasi daya output tiap pem-
K
bangkit lebih akurat sehingga diperoleh biaya produksi yang lebih rendah. II. DASAR TEORI 2.1. Economic Dispatch Pengoptimalan permasalahan ED pada umumnya menggunakan komputer untuk melakukan kalkulasi biaya yang lebih murah, kebutuhan bahan baku (fuel), ketersediaan bahan baku, dan sebagainya. Parameter-parameter tersebut sangat penting untuk melakukan perencanaan jangka panjang dari sistem, penentuan porsi biaya fuel dan manajemen operasi pada pembangkit [7]. Salah satu komponen dominan pada biaya operasi adalah biaya bahan bakar (fuel cost) dan setiap pembangkit memiliki karakteristik fuel cost yang berbeda-beda sesuai dengan jenis bahan bakar dan efisiensi dari pembangkit. Pengoptimalan biaya operasi dengan mempertimbangkan fuel cost sangat mempengaruhi biaya produksi energi listrik. Pada optimisasi permasalahan ED, yang dilakukan adalah optimisasi dari segi biaya bahan baku pembangkitan atau fuel cost yang memiliki karakteristik tidak linear. Bentuk typical dari persamaan cost function pembangkit adalah persamaan polynomial orde dua dan direpresentasikan sebagai berikut : Fi ( Pi ) = a i + bi Pi + c i Pi 2
(2.1) Dengan, Fi Besar biaya pembangkitan pada pembangkit ke-i Pi Daya output dari pembangkit ke-i variabel a, b dan c adalah koefisien biaya operasi produksi dari suatu pembangkit. Koefisisien c juga merepresentasikan biaya operasi pembangkit ketika tidak memproduksi energi listrik. Dari persamaan (2.1), dapat diketahui bahwa hubungan antara daya yang dibangkitkan dari generator tidak liniar terhadap biaya pembangkitanya. Kombinasi daya output yang dibangkitkan oleh tiap-tiap generator pada sistem harus memenuhi kebutuhan daya dari sistem tenaga listrik (equality constraint) dan memenuhi batas minimum serta maksimum dari daya yang dapat dibangkitkan oleh generator (inequality constraint) [6]. Karena rumitnya permasalahan ini, maka permasalahan ED hanya bisa dilakukan dengan metode iterasi. (2.2) 2 Min
(P ) ∑ F= i
i
Min
∑ (a + b P + c P i
PGi min ≤ PG ≤ PGi max
i i
i i
)
(2.3)
dengan PGi adalah besar daya yang dibangkitkan generator ke-i atau disebut dengan inequality constraint.
∑ P= i
Pd + PL
(2.4)
dengan Pd daya permintaan konsumen PL rugi trnsmisi yang terjadi pada jaring transmisi persamaan (2.4) dikenal dengan sebutan equality constaint. Optimisasi permasalahan Economic Dispatch menjadi rumit karena total kombinasi daya output yang harus di-
S ji = V j I * ji
bangkitkan generator merupakan daya permintaan konsumen dan rugi transmisi, sedangkan rugi transmisi diketahui besarnya setelah kombinasi daya output setiap generator ditentukan.
(2.13) Losses yang terjadi pada jaring transmisi dijelaskan dalam persamaan berikut, (2.14) S Lij = Sij + S ji
2.2. Studi Aliran Daya Studi aliran daya digunakan untuk menganalisis kondisi statis dari suatu jaring transmisi tenaga listrik. Suatu sistem tenaga listrik umumnya terdiri dari beberapa generator, beberapa kilometer line transmisi, beban dan komponen pendukung seperti transformator dan kompensator. Untuk mengevaluasi kualitas dari jari jaring tenaga lisatrik, perlu dilakukan perhitungan aliran daya dan profil tegangan di setiap bus. Untuk melakukan analisis aliran daya dibutuhkan data admitansi saluran untuk memperhitungkan besar aliran daya yang mengalir. Sebagaimana di tunjukkan persamaan (2.5) :
dan arus yang mengalir dari bus i ke bus j (I ij ) dapat dituliskan sebagai berikut, (2.15) I ij =I l + I i 0 =yij (Vi − V j ) + yi 0Vi
I1 Y11 = I n Yn1
Y1n V1 Ynn Vn
Sedangkan arus yang mengalir dari arah yang berlawanan dan diasumsikan bernilai positif dapat dituliskan sebagai berikut, (2.16) I ji =− I l + I j 0 =yij (V j − Vi ) + y j 0V j Dari persamaan (2.17), diketahui bahwa persamaan pada permasalahan analisis aliran daya adalah permasalahan algebraic nonlinear equation yang dapat diselesaikan menggunakan teknik iterasi. Ada beberapa teknik yang umum digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini antara lain Gauss-Siedel, Newton Rapshon, dan sebagainya. Vi
V1 V2
(2.5)
dengan, I1
Arus pada bus ke-n In Vn Tegangan pada bus ke-n Y nn Admitansi dari node di bus n ke n atau dapat juga ditulis,
I bus = YbusVbus
Vn
yio
(2.6)
Pada studi aliran daya, sistem diasumsikan pada kondisi balance dan digunakan pemodelan manggunakan single phase serta ada empat variabel yang diperhitungkan pada tiap-tiap bus yaitu voltage magnitude |V|, phase angle (δ), real power (P), dan reactive power (Q). Persamaan aliran daya seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3. dapat ditunjukkan persamaan berikut,
Gambar 2.3. Tipical bus pada Jaring Sistem Tenaga Listrik Il Iij
yij
Iji Ij0
Ii0 yi0
yj0
I= yioVi + yi1 (Vi − V1 ) + yi 2 (Vi − V2 ) + ... + yin (Vi − Vn ) i = ( yi 0 + yi1 + ... + yin )Vi − yi1V1 − yi 2V2 − ... − yinVn
(2.7)
Persamaan diatas dapat juga ditulis sebagai berikut : n
= I i Vi
III. ARTIFICIAL IMMUNE S YSTEM V IA CLONAL SELECTION ALGORITHM (A ISCSA)
n
∑ y −∑ y V ij
ij
=j 0
j
j≠i
j −1
(2.8)
Daya aktif dan daya reaktif yang mengalir pada bus i dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut, Pi − jQi = Vi* I i (2.9) Persamaan diatas dapat ditulis ulang sebagai berikut,
Ii =
Pi − jQi
(2.10) Vi* Dengan mensubstitusikan persamaan (2.8) ke (2.10) diperoleh,
Pi − jQi = Vi Vi* =j
n
∑ 0
n
yij −
∑y V
ij j
j≠i
(2.11)
j −1
Setelah tegangan di tiap bus diperoleh, perhitungan dari line flow dan rugi jaring transmisi dapat dilakukan. Besar daya yang mengalir dan rugi transmisi yang terjadi pada tiap saluran ditunjukkan dalam persamaan berikut, Sij = Vi I *ij
Gambar 2.4. Pemodelan Jaring Transmisi untuk Perhitungan Rugi Transmisi
(2.12)
Kemampuan sistem yang ada di alam telah jauh lebih unggul dibandingkan teknologi konvensional yang ada. Alam banyak memberikan contoh sistem dengan komponen dasar sederhana yang terdiri dari kompetisi dan kerjasama yang kemudian berubah menjadi koordinasi kompleks secara keseluruhan, misalnya koloni semut (ant colony) pada koordinasi mencari makanan, dan Immune System saat melawan zat asing. Kecerdasan alam (Immune System) tersebut sangat berbeda dengan teknik konvesional sistematis yang membutuhkan spesifikasi karakteristik yang jelas untuk setiap komponen, Immune System hanya membutuhkan spesifikasi umum atau pendekatan dan beberapa aspek karakteristik sistem seperti performansi atau fitness function. 3.1. Pengenalan Antigen pada Adaptive Immune System Mengenali antigen secara spesifik adalah tugas dari dua jenis protein pada lymphocite yaitu membrane-bound antibodi pada B-cell dan T-cell receptors (TCRs) pada T lympochite. Antigen receptor terdistribusi secara clonal yang artinya setiap clone dari lympochite memiliki suatu spesifikasi yang unik atau berbeda dengan receptor yang di-
miliki clone lainya. Algoritma CSA yang dijelaskan pada Tugas Akhir ini adalah proses CSA pada B-cell.
Gambar 3.1. Spesifikasi antibodi merespon antigen [3]
3.2. Clonal Selection Algorithm(CSA) Clonal selection adalah sebuah algoritma yang digunakan oleh Immune System untuk mendeskripsikan kemampuan dasar dari Immune Respone terhadap suatu antigen. Proses CSA dimulai ketika Naive B cell aktif bertemu dengan antigen dan menerima sinyal dari Helper T cell serta beberapa sinyal lainya. Sel-sel B lymphocite yang aktif akan mengalami proliferate dan hanya B lympochite yang mampu memproduksi antibodi serta mampu mengenali antigen secara tepat saja yang akan dipilih untuk tetap hidup dan memproduksi antibodi untuk mengeliminasi antigen. Proses proliferation yang dialami B lympochite terdiri dari beberapa tahap dan receptor antigen yang diproduksi saat proses proliferation merupakan rekombinasi dari segmen-segmen gen (mutasi). Sel B lymphocite yang memiliki kecocokan dengan antigen atau affinity tinggi akan menjadi hasil proliferation yang lebih banyak dan mutasi yang lebih sedikit dibandingkan yang lain [5, 9, 10]. Mutasi adalah proses peningkatan affinity atau proses peningkatan kesesuaian antibodi terhadap antigen melalui proses pengulangan pengenalan antigen. Peninggaktan affinity sangat penting karena memenentukan kemampuan antibodi saat melawan antigen. Mekanisme ini didefinisikan sebagai perisatiwa pengisolasian suatu antibodi yang dihadapkan dengan suatu antigen dan dianalisa tingkat affinitynya. Diketahui bahwa proses pertemuan dnegan antigen yang berulang dapat meningkatkan affinity dari suatu antibodi [9]. Peningkatan affinity terjadi di germinal centers dari lymphoid follicles. Proses peningkatan affinity diakukan dengan cara somatic hypermutation dari antibodi. Proses ini diikuti dengan pemilihan B cell yang memiliki affinity tinggi terhadap antigen yang dimunculkan oleh follicular dendritic cells. Didalam germinal centers, B cell mengalami Proliferate dengan sangat cepat, kurang lebih prosesnya berlangsung hingga 6 jam dan menghasilkan kurang lebih 5000 sel baru. Saat proliferation, gen antibodi menjadi rentan terhadap mutasi. Banyaknya mutasi yang tercadi bisa mencapai 103 mutasi per sel per pembelahan. Karena hal inilah proses maturasi dari antibodi disebut sebagai somatic hypermutation. Mutasi ini menghasilkan generasi dari B cell clone yang berbeda dan molekul antibodi dengan tingkat affinity terhadap antigen yang bervariasi. B cell yang ada di garminal centers akan mati karena fenomena apoptosis kecuali B cell tersebut mampu menge-
nali antigen. Pada waktu yang bersamaan, somatic hypermutation dari antibodi juga berlangsung. B cell yang tidak mengalami hypermutation juga mendapat kesempatan untuk mengenali antigen pada follicular dendritic cells dan selamat dari kematian. Karena proses immune respone yang sedang dikembangkan inilah maka jumlah konsentrasi antibodi yang diproduksi ikut meningkat dan jumlah antigen akan berkurang. B cell yang selamat adalah sel yang mampu menghadapi antigen dengan menghasilkan jumlah konsentrasi antibodi yang lebih sedikit dan memiliki affinity tinggi sehingga membuat respon menjadi lebih efektif. Salah satu B cell dengan affinity tinggi yang selamat akan berubah menjadi memory cell dan akan merespon dengan sangat cepat ketika terjadi seragan dari antigen yang sama. 3.3. Penerapan AISCSA pada Permasalahan ED Tanpa Memperhitungkan Rugi Transmisi Ada empat bagian utama pada penerapan AISCSA pada permasalahan ED, yang pertama adalah insialisasi dari antibodi. Proses inisialisasi diikuti proses proliferation yang merupakan proses cloning, kemudian sel-sel tersebut mengalami proses maturation. Proses maturation bisa dianalogikan dengan proses mutasi. Setelah mengalami proses mutasi, antibodi-antibodi tersebut akan diberi suatu nilai atau affinity yang besarnya ditinjau dari interaksi antara antibodi dengan antigen. Proses tersebut juga menjadi dasar evolusi yang diikuti dengan proses eliminasi untuk antibodi-antibodi yang tidak memiliki kecocokan dengan antigen atau yang memiliki affinity rendah. Dalam CSA, input data dapat dilihat sebagai antigen yang merepresentasikan fungsi objektif dan batas-batas penentuan solusi permasalahan [5]. Setiap antibodi dimodelkan mewakili informasi berupa satu kemungkinan solusi dari permasalahan ED (antigen). Setiap antibodi dimodelkan memiliki n-dimensi receptor yang mewakili kombinasi daya output untuk n-pembangkit. Antibodi dimodelkan kedalam bentuk n-kolom matrik dengan n adalah jumlah pembangkit dan m-baris dengan m adalah jumlah antibodi. Setiap antibodi akan diuji kemampuan interaksinya dengan antigen yang pada kasus ini adalah permasalahan ED. Antibodi dinilai sesuai dengan antigen apabila receptor yang dimiliki antibodi tersebut memenuhi constraint dari per masalahan ED. Sedangkan tingkat kesesuaian antibodi tersebut dinilai dari rumusan cost function pada permasalahan ED, semakin kecil cost yang dihasilkan maka semakin tinggi affinity yang dimiliki oleh antibodi tersebut. Evaluasi dan penilaian tingkat affinity ini menggambarkan tingkat kecocokan antibodi tersebut menghadapi/menjadi solusi antigen berupa permasalahan ED. Pada AISCSA, proses proliferation adalah peristiwa mitosis yaitu pembelahan sel dan hasil pembelahan sel tersebut identik terhadap sel induknya. Hasil Proliferation yang dialami setiap antibodi berbeda-beda, bergantung pada tingkat affinity yang dimiliki antibodi. Antibodi dengan affinity tinggi akan memiliki hasil proliferation lebih banyak dibandingkan antibodi yang memiliki affinity rendah. Maturation adalah proses penyesuaian secara acak n-dimensi receptor yang dimiliki antibodi, diharapkan dengan penyesuaian komponen ini dapat meningkatkan kecocokan antibodi terhadap antigen atau dengan kata lain meningkatkan affinity. Penyesuaian yang dialami oleh setiap antibodi tidak sama. Antibodi yang berasal dari dari proliferation antibodi yang kurang baik akan mengalami penyesuaian lebih banyak pada komponen receptor-nya dibandingkan de-
ngan antibodi yang berasal dari antibodi yang memilki affinity yang lebih tinggi. 3.4. Penerapan AISCSA pada Permasalahan ED Memperhitungkan Rugi Transmisi Pada permasalahan ED dengan memperhitungkan rugi transmisi, permasalahan menjadi lebih komplek dan penyelesaian menjadi lebih rumit dibandingkan permasalahan ED dengan mengabaikan rugi transmisi. Permasalahan menjadi rumit karena salah satu fungsi objektif yaitu total daya yang harus dibangkitkan generator tidak diketahui secara pasti. Solusi yang ditawarkan pada Tugas Akhir ini diadopsi dari referensi [11] dan digambarkan dalam flowchart pada Gambar 3.3. Inisialisasi Antibodi Proliferation Evaluasi/Affinity Maturation Clonal Selection Algorithm
Evaluasi/Affinity
Solution
Gambar 3.2. Flowchart AISCSA
Input Data Bus, Line Trans., Daya minmax Output Gen., Persm. Karakteristik I/O Gen. Kalkulasi Ploss dengan studi aliran daya Total Pg = P demand + P loss
while selisih daya > ɛ
Inisialisasi Populasi
For i=1:konvergen
Penilaian tingkat Affinity (Sorting) Proliferation dan Mutasi
Kalkulasi Ploss dengan studi aliran daya Selisih daya = ( Σ(Pgn) – P demand – P loss ) Total Pg* = Total Pg + selisih daya SOLUSI Gambar 3.3. Prosedur Komputasi Optimal Economic Dispatch Menggunakan AISCSA dengan Rugi Transmisi Diperhitungkan
IV. HASIL DAN ANALISIS Pada Tugas Akhir ini, kemampuan dari metode AISCSA untuk menyelesaikan permasalahan Economic Dispatch diuji dengan simulasi pada sistem tenaga listrik dengan case yang berbeda-beda. 4.1. Simulasi Sistem Tenaga Listrik IEEE 5 – Bus Jaring sistem tenaga listrik IEEE 5 – bus terdiri dari 3 – bus pembangkit dan 4 – bus beban. Data-data dari sistem jaring tenaga yang disimulasikan terdiri dari data beban, data pembangkit dan data saluran transmisi. Bus 1 adalah slack bus dan tegangan pada bus dipertahankan 1,06∠0o pu. Pada bus 2 dan 3, magnitude tegangan masing-masing adalah 1,045∠0o pu dan 1,03∠0o pu. Biaya pengoperasian generator dalam $/h, dengan Pi dalam MW adalah sebagai berikut: F1 (P1 ) = 200 + 7,0 P1 + 0,0080 P1 2 $/h F2 (P2 ) = 180 + 6,3 P2 + 0,0090 P2 2 $/h F3 (P3 ) = 140 + 6,8 P3 + 0,0070 P3 2 $/h 4.1.1. Hasil Simulasi dan Analisis Sistem Tenaga IEEE 5 – Bus dengan Memperhitungkan Rugi Transmisi Pada sistem tenaga listrik IEEE 5 – bus, terdapat 3 pembangkit listrik dengan daya output yang dibangkitakan tiap-tiap pembangkit dioptimisasi dengan memperhatikan batas-batas equality dan inequality serta rugi transmisi untuk mensuplai kebutuhan beban sebesar 150 MW. Hasil dari optimisasi menggunakan metode AISCSA dibandingkan dengan metode Lagrange dan ditunjukkan pada tabel 4.2. Dari tabel 4.2. dapat diketahui bahwa dengan menggunakan metode AISCSA dapat menghemat biaya pembangkitan sebesar $ 0.0613 tiap jam dibandingkan dengan metode Lagrange. 4.1.2.
Hasil Simulasi dan Analisis Sistem Tenaga IEEE 5 – Bus dengan Jumlah Antibodi yang Berbeda Simulasi pada sistem tenaga IEEE 5 – bus pada diulangi kembali dengan jumlah antibodi yang berbeda untuk menguji performansi metode AISCSA. Pada Gambar kurva (4.1-3) konvergensi metode AISCSA dengan antibodi 50, 100 dan 150 buah, dapat diketahui bahwa antibodi dengan jumlah populasi 50 konvergen pada iterasi ke-235, antibodi dengan jumlah populasi 100 konvergen pada iterasi ke-106 dan antibodi dengan jumlah populasi 150 konvergen pada iterasi ke-25. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah antibodi maka semakin cepat metode AISCSA mencapai konvergen. Peristiwa ini disebabkan karena semakin banyak jumlah antibodi maka semakin luas ruang sampel permasalahan dijelajahi atau semakin banyak kemungkinan kombinasi dicoba sehingga berpotensi lebih besar menemukan solusi yang lebih optimal. Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada simulasi tanpa memperhitungkan rugi transmisi, metode AISCSA dengan menggunakan jumlah antibodi yang lebih besar dapat menghasilkan solusi yang lebih optimum dibanding yang lebih kecil. Selisih penghematan biaya pembangkitan listrik dengan jumlah antibodi yang bervariasi pada kasus tanpa memperhitungkan rugi ransmisi sangat kecil. Hal ini dikarenakan permasalahan yang dihadapi lebih sederhana dan sudah mendekati solusi yang paling optimum sehingga proses optimisasi tidak menghasilkan peningkatan solusi yang signifikan pada antibodi yang lebih besar.
Tabel 4.1. Parameter AISCSA pada ED Memperhitungkan Rugi Transmisi Parameter Nilai Jumlah antibodi 100 Batas konvergen 100 Maksimal iterasi 500000 Error (MW) 0,01 Selisih maksimum da ya pembangkitan (MW) 0,01 Tabel 4.2. Perbandingan Hasil Optimisasi Metode AISCSA IEEE 5 – Bus Memperhitungkan Rugi Transmisi dengan Metode Lagrange Lagrange Daya Output (MW) AISCSA P1 32,671 32,605 P2 67,930 67,746 P3 51,624 51,871 Total Losses (MW) 2,2238 2,2233 Total Biaya Pembangkitan ($/h) 1596,4150 1596,3537 Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Optimisasi Metode AISCSA IEEE 5 – Bus Tanpa Memperhitungkan Rugi Transmisi dan Jumlah Antibodi Bervariasi AISCSA AISCSA AISCSA Generator 50 antibodi 100 antibodi 150 antibodi P1 31,88459 31,92539 31,93959 P2 67,25521 67,26744 67,26988 P3 50,86019 50,80717 50,79052 Total Biaya 1579,699019 1579,698958 1579,698954 Pembangkitan ($/ h) Tabel 4.4. Perbandingan Hasil Optimisasi Metode AISCSA IEEE 5 – Bus Memperhitungkan Rugi Transmisi dan Jumlah Antibodi Bervariasi AISCSA AISCSA AISCSA Daya Output (MW) 50 antibodi 100 antibodi 150 antibodi P1 32,6646 32,6058 32,3960 P2 68,0159 67,7462 67,5440 P3 51,5428 51,8714 52,2801 Total looses (MW) 2,2233 2,2234 2,2200 Total Biaya 1596,370715 1596,353744 1596,337861 Pembangk itan ($/ h)
Gambar 4.1. Grafik Kurva Konvergensi AISCSA dengan 50 Antibodi pada Sistem IEEE 5 – Bus Tanpa Memperhitungk an Rugi Transmisi
Gambar 4.2. Grafik Kurva Konvergensi AISCSA dengan 100 Antibodi pada Sistem IEEE 5 – Bus Tanpa Memperhitungk an Rugi Transmisi
Tabel 4.5. Nilai Parameter-Parameter Metode AISCSA untuk Sistem Tenaga Listrik IEEE 30 – Bus Tanpa Memperhitungkan Rugi Transmisi Parameter Nilai Jumlah antibodi 100 Batas konvergen 100 Maksimal iterasi 500000 Error (MW) 0,01
Pada kasus memperhitungkan rugi transmisi yang lebih rumit dibandingkan tanpa memperhitungkan rugi transmisi karena fungsi objektif tentang besar daya yang harus dibangkitkan belum pasti nialainya. Pada kasus ini, peningkatan jumlah antibodi menghasilkan peningkatan solusi yang lebih optimum. Pada percobaan dengan menggunakan 150 antibodi diperoleh hasil $ 0,0329 per jam lebih murah dibandingkan 50 antibodi dan dengan menggunakan 100 antibodi diperoleh solusi sebesar $ 0.017 per jam lebih murah dibandingkan 50 antibodi. 4.2. Simulasi Sistem Tenaga Listrik IEEE – 30 Bus Pada bagian ini, simulasi dilakuakan pada system tenaga listrik IEEE 30 – bus dengan 6 pembangkit untuk mensuplai total beban sebesar 283,40 MW. Data-data yang digunakan dalam simulasi ini ditampilkan pada table 4.914. Bus 1 adalah slack bus dengan tegangan dipertahankan 1,06∠0o pu. Biaya pengoperasian generator dalam $/h, dengan Pi dalam MW adalah sebagai berikut: F 1 (P 1 ) F 2 (P 2 ) F 5 (P 5 ) F 8 (P 8 ) F 10 (P 10 ) F 13 (P 13 )
= = = = = =
0 0 0 0 0 0
+ + + + + +
2 1,75 1 3,25 3 3
P1 P2 P5 P8 P 10 P 13
+ + + + + +
0,0037 0,0175 0,0625 0,0083 0,025 0,025
P 12 P 22 P 52 P 82 P 10 2 P 13 2
Gambar 4.3. Grafik Kurva Konvergensi AISCSA dengan 150 Antibodi pada Sistem IEEE 5 – Bus Tanpa Memperhitungk an Rugi Transmisi
4.2.1.
Hasil Simulasi dan Analisis Sistem Tenaga IEEE 30 – Bus Tanpa Memperhitungkan Rugi Transmisi Parameter-parameter pada metode AISCSA yang digunakan ditunjukkan pada tabel 4.5. Simulasi dilakukan untuk mengoptimisasi kombinasi daya output tiap pembangkit untuk mensuplai beban sebesar 283,40 MW. Simulasi dilakukan sebanyak 30 kali untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Hasil simulasi ditunjukkan pada tabel 4.6. dan diperoleh biaya paling minimum menggunakan metode AISCSA sebesar $765,425377 per jam. Untuk mengetahui performansi dari metode AISCSA maka hasil optimisasi metode AISCSA dibandingkan dengan metode Lagrange. Hasil perbandingan metode AISCSA dengan metode Lagrange ditampilkan pada tabel 4.6. Dapat diketahui bahwa metode AISCSA lebih unggul $ 0,4490 per jam dibandingkan metode Lagrange.
Tabel 4.6. Perbandingan Hasil Optimasi Metode AISCSA untuk Sistem Tenaga Listrik IEEE 30 – Bus Tanpa Memperhitungkan Rugi Transmisi Lagrange Daya Output (MW) AISCSA P1 185,9372 188,919 P2 46,4553 47,136 P3 19 19,256 P4 10 10 P5 10 10 P6 12 8,089 Total Biaya 765,8744 765,4254 Pembangk itan ($/ h) Tabel 4.7. Perbandingan hasil optimasi metode AISCSA untuk sistem tenaga listrik IEEE 30 – bus dengan memperhitungkan rugi transmisi Lagrange Daya Output (MW) AISCSA P1 193.728 193,481 P2 48.102 48,118 P3 19.469 19,715 P4 11.059 11,018 P5 10.000 10 P6 12 12 Total looses (MW) 9,5945 10,9320 Total Biaya 803.2043 802,9122 Pembangkitan ($/ h)
4.2.2.
Hasil Simulasi dan Analisis Sistem Tenaga IEEE 30 – Bus dengan Memperhitungkan Rugi Transmisi Simulasi dilakukan pada sistem tenaga listrik IEEE 30 – bus menggunakan metode AISCSA. Simulasi pada kasus ini dilakukan dengan memperhitungkan rugi transmisi yang terjadi. Data parameter yang digunakan pada metode AISCSA ditampilkan pada tabel 4.4. Hasil simulasi menggunakan metode AISCSA dibandingkan dengan metode Lagrange yang ditunjukkan pada tabel 4.7. Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa optimisasi menggunakan metode AISCSA lebih optimal dan dapat menghemat biaya pembangkitan energi listrik sebesar $0.2921 per jam dibandingkan metode Lagrange. V. KESIMPULAN Dari hasil dan analisis optimisasi ED menggunakan AISCSA diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode AISCSA mampu menemukan solusi permasalahan ED pada sistem IEEE 5 – bus dengan memperhitungkan rugi transmisi sebesar $ 0,0613 tiap jam dan pada sistem IEEE 30 – bus sebesar $ 0,2921 tiap jam lebih murah dibandingkan metode Lagrange. 2. Penggunaan metode AISCSA untuk menyelesaian permasalahan ED tanpa memperhitungkan rugi transmisi pada sistem IEEE 30 – bus dapat menghemat biaya produksi energi listrik sebesar $ 0,4490 per jam dibandingkan dengan menggunakan metode Lagrange. 3. Jumlah antibodi yang digunakan pada metode AISCSA mempengaruhi kualitas solusi yang diperoleh. Semakin banyak jumlah antibodi yang digunakan maka semakin besar ruang solusi permasalahan yang dijelajahi sehingga kemungkinan untuk menemukan solusi yang lebih optimal semakin besar. VI. SARAN Adapun saran untuk penelitian selanjutnya pada bidang sistem operasi sistem tenaga berdasarkan hasil simulasi dan analisi pada Tugas Akhir ini, yaitu : 1. Ada kemungkinan biaya pembangkitan yang paling minimum diperoleh dengan kondisi rugi transmisi yang dihasilkan semakin besar. Untuk penelitian pemberian kompensasi pada rugi transmisi untuk memperoleh bia-
ya pembangkitan minimum disarankan untuk melakukan Dispatch sebelum menentukan besar jaring transmisi yang akan dikompensasi sehingga diperoleh hasil yang paling optimal. 2. Penyelesaian permasalahan yang lebih optimal untuk kasus yang tidak terlalu rumit atau masih dapat diselesaikan secara analitis sulit diperoleh menggunakan metode AISCSA. Tetapi pada permasalahan yang rumit dan pada umumnya harus diselesaikan menggukan metode iteratif seperti permasalahan ED, metode AISCSA dapat menemukan solusi yang lebih baik dibandingkan metode konvensional seperti Lagrange. VII. REFERENSI [1] D.N. Jeyakumar, T. Jayabarathi, T. Raghunathan, “Particle Swarm Optimization for Various Types of Economic Dispatch Problems,” International Journal of Electrical Power & Energy Systems 28 (2006), pp. 36-42. [2] Y.-H. Moon, J,-D. Park, H.-J. Kook, Y.-H. Lee, “A New Economic Dispatch Algorithm Considering Any Higher Order Generation Cost,” International Journal of Electrical Power & Energy Systems 23 (2001), pp. 113-118. [3] Jizhong Zhu, “Optimization of Power System Operation”, IEEE press series on Power Engineering, OPSO, John Willey & Sons Inc, America, 2009. [4] Wen-Shing Lee, Lung-Chieh Lin, “Optimal Chiller Loading by ParticleSwarm Algorithm for Reducing Energy Consumption,” International Journal of Applied Thermal Engineering 29 (2009), pp. 1730-1734. [5] Marwan Rosyadi, “Optimisasi Kompensasi Daya Reaktif pada Jaring 500kV Sistem Jawa Bali Menggunakan Artificial Immune System Melalui Clonal Selection Algorithm (CSA)”, Tesis Program Studi Magister Bidang Keahlian Teknik Sistem Tenaga, FTI, ITS (2006). [6] Andi Syarifudin, Adi Soeprijianto, Ontoseno Penangsang, “Economic Dispatch on Thermal Power Plant at South Sulawesi Power System using Improved Particle Swarm Optimization (Economic Dispatch Pada Pembangkit Thermal Sistem Sulawesi Selatan Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization),” Proceeding of Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS Vol. 1 (2008). [7] Allen J.W. dan Bruce F.W., Power Generation, Operation and Control, John Willey & Sons Inc, America, 1996. [8] De Castro, L. N. and Von Zuben, F. J, “Learning and Optimization Using the Clonal Selection Principle”, IEEE Transaction on Evolutionary Computation, Vol. 6, No. 3, pp. 1219-1267. [9] Abul K. Abbas, Andrw H. Lictman, “Basic Immunologi Function and Disorders of Immune System 2nd editon”, SAUNDERS An Imprint of Elsevier, China, 2004. [10] De Castro, L. N. and Von Zuben, F. J, “Artificial Immune System: Part I – Basic Theory and Applications”, Technical Report – RT DCA 01/99. 1999. [11] H. Saadat, Power System Analysis, McGraw Hill,Singapore, 2004.
Rio Indralaksono, lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 7 Desember 1988. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SDN Pepelegi I Waru Sidoarjo. Penulis melanjutkan studi di SMPN 1 Sidoarjo dan lulus pada tahun 2003. Setelah lulus dari SMUN 1 Waru pada tahun 2006, penulis melanjutkan studi S1 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jurusan Teknik Elektro bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi melalui alamat email:
[email protected]