Penentuan MVar Optimal SVC pada Sistem Transmisi Jawa Bali 500 kV Menggunakan Artificial Bee Colony Algorithm
Oleh : Fajar Galih Indarko NRP : 2207 100 521 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Imam Robandi, MT
Abstrak Permintaan tenaga listrik yang terus meningkat dan perkembangan power electronic yang sangat cepat, menyebabkan Flexible AC Trans- mission System (FACTS) devices telah digunakan secara luas dalam sistem tenaga listrik. Salah satu jenis FACTS device adalah Static Var Compensator (SVC) yang banyak digunakan untuk mengurangi rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Dalam tugas akhir ini, Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm digunakan untuk menentukan MVar optimal SVC dalam sistem transmisi Jawa Bali 500 kV. Optimisasi dilakukan pada parameter rating SVC, sehingga dengan cara tersebut dapat diketahui nilai kapasitas SVC yang sesuai untuk memperbaiki profil tegangan dan menghasilkan rugi-rugi daya saluran transmisi yang paling rendah. Hasil simulasi dengan menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm menunjukkan rugi-rugi daya dapat turun sebesar 13,018 + j144,277 MVA untuk percobaan pertama dan 16,873 + j185,229 MVA untuk percobaan kedua dari total rugi-rugi daya yang ada pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV. Kata kunci: Static Var Compensator (SVC), Sistem Transmisi Jawa Bali 500 kV, Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm
1. PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, operasi sistem tenaga listrik modern sedang menghadapi banyak tantangan dalam kaitannya dengan deregulasi dan restrukturisasi industri tenaga listrik. Permintaan tenaga listrik terus meningkat secara tetap, sedangkan di sisi lain perluasan pembangkit tenaga listrik dan pembangunan saluran transmisi baru untuk meningkatkan loadability jaringan listrik sudah sangat terbatas. Hal ini dikarenakan, untuk pemasangan fasilitas dan peralatan sistem tenaga listrik yang baru, ditentukan berdasarkan pertimbangan lingkungan dan faktor ekonomi. Selain biayanya mahal, pembuatan saluran transmisi baru juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pembangunannya. Sehingga akhirnya muncul potensi penggunaan peralatan Flexible AC Transmission System (FACTS), yang berperan penting dalam memaksimalkan pemanfaatan sistem transmisi tenaga listrik yang sudah ada. FACTS devices mempunyai kemampuan untuk menjadikan suatu sistem tenaga listrik dapat beroperasi dengan cara lebih fleksibel, aman, dan ekonomis. Pola pembangkitan tenaga listrik yang mengarah pada pembebanan saluran yang terlampau berat, akan mengakibatkan rugi-rugi saluran yang lebih tinggi, dan memperlemah keamanan serta stabilitas dari sistem tenaga listrik tersebut. Dalam kondisi demikian, FACTS devices bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan sistem, dengan cara mengontrol aliran daya pada saluran transmisi.
Di antara beberapa jenis FACTS devices, Static Var Compensator (SVC) telah digunakan secara luas di seluruh dunia. SVC utamanya digunakan untuk mengatur tegangan bus, dengan cara menginjeksikan daya reaktif yang dapat dikontrol ke dalam sistem [1]. Pemasangan SVC pada satu atau beberapa titik tertentu dalam jaringan listrik, dapat meningkatkan kapasitas penyaluran dan mengurangi rugi-rugi daya [2]. Permasalahan umum yang sering terjadi pada penggunaan peralatan ini dalam sebuah sistem adalah penentuan MVar optimal SVC untuk dialokasikan dalam sistem transmisi tenaga listrik. Parameter-parameter berupa batasan tegangan, range kerja SVC, serta variasi beban, semuanya perlu dipertimbangkan dengan seksama sehingga permasalahan menjadi sangat rumit. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, perlu digunakan suatu metode algoritma untuk menentukan kapasitas SVC dalam sistem, sehingga dapat diperoleh harga yang optimum. Salah satu metode untuk menyelesaikan permasalahan optimisasi tersebut adalah dengan menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm. Artificial Bee Colony Algorithm [3] merupakan metode algoritma yang dikemukakan oleh Karaboga pada tahun 2005, yang mengadopsi perilaku mencari makan (foraging behaviour) dari koloni lebah. Metode algoritma ini telah terbukti dapat digunakan dengan efisien untuk menyelesaikan berbagai permasalahan optimisasi multivariabel [4].
2. PEMODELAN STATIC VAR COMPENSATOR
3. ARTIFICIAL BEE COLONY (ABC) ALGORITHM
Static Var Compensator (SVC) adalah komponen FACTS dengan hubungan paralel, yang fungsi utamanya untuk mengatur tegangan pada bus tertentu dengan cara mengontrol besaran reaktansi ekuivalen. Dari sudut pandang operasional, SVC bekerja seperti reaktansi variabel shunt, yang bisa menghasilkan atau menyerap daya reaktif untuk mengatur besarnya tegangan pada titik sambungan ke jaringan AC [5]. Dalam bentuk yang paling sederhana, SVC terdiri dari komponen fixed capacitor (FC) yang terhubung paralel dengan thyristorcontrolled reactor (TCR). Kontrol sudut penyalaan thyristor memungkinkan SVC untuk memiliki kecepatan respon yang hampir seketika. Hal ini digunakan secara luas untuk menyalurkan daya reaktif dan menyediakan support regulasi tegangan dengan cepat. Selain itu SVC juga dipakai untuk meningkatkan batas stabilitas sistem dan mengurangi osilasi daya [6]. Secara umum ada dua konfigurasi SVC, yaitu: a) Model firing angle SVC Pemodelan SVC berupa reaktansi ekuivalen XSVC, yang merupakan fungsi dari perubahan sudut penyalaan α, yang terdiri dari kombinasi paralel admitansi ekuivalen thyristor-controlled reactor (TCR) dan reaktansi kapasitif tetap, seperti ditunjukkan pada Gambar 1(a). Model ini memberikan informasi mengenai sudut penyalaan SVC yang diperlukan untuk mencapai tingkat kompensasi tertentu. b) Model total susceptance SVC SVC dilihat sebagai sebuah reaktansi yang dapat diatur melalui perubahan susceptansi BSVC, yang melambangkan nilai susceptansi SVC total yang diperlukan untuk mempertahankan besar tegangan bus pada nilai tertentu, seperti ditunjukkan pada Gambar 1(b).
Dalam metode ini, perilaku cerdas tertentu dari sekawanan lebah madu berupa perilaku mencari makan ditinjau, dan sebuah algoritma baru dari koloni lebah buatan (artificial bee colony) yang mensimulasikan perilaku lebah madu tersebut dijelaskan untuk memecahkan permasalahan optimisasi multidimensi dan multimodal. Dalam model ABC algorithm, koloni lebah tiruan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: lebah pekerja, lebah onlooker dan lebah scout. Posisi sumber makanan melambangkan solusi dari masalah yang dioptimisasi, dan jumlah nektar dari tiap sumber makanan dapat disamakan dengan kualitas (fitness) dari solusi yang didapat. Flowchart dari metode ABC algorithm dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Inisialisasi posisi sumber makanan
Hitung jumlah nektar Tentukan posisi sumber makanan baru untuk lebah pekerja Hitung jumlah nektar
Sudahkah semua lebah onlooker terdistribusi?
Tentukan posisi sebuah sumber makanan ‘tetangga’ untuk lebah onlooker Tidak
Pilih sebuah sumber makanan untuk lebah onlooker
Ya Catat posisi sumber makanan terbaik Temukan sumber makanan yang harus ditinggalkan Hasilkan posisi yang baru untuk pengganti sumber makanan yang ditinggalkan
Tidak
Apakah kriteria terpenuhi? Ya Posisi sumber makanan terakhir
Gambar 2. Flowchart dari ABC algorithm
Langkah-langkah utama proses optimisasi ABC algorithm dapat diuraikan sebagai berikut, 1. Inisialisasi posisi sumber makanan. 2. Gerakkan lebah pekerja menuju sumber-sumber makanan dan tentukan jumlah nektarnya. Untuk tiap lebah pekerja, sebuah sumber makanan baru dihasilkan melalui rumusan, vij = xij + φij (xij - xkj )
Gambar 1. Konfigurasi SVC
Dengan mengacu pada Gambar 1(b), arus yang dialirkan oleh SVC adalah ISVC = jBSVC Vl
(1)
dan daya reaktif yang dibangkitkan oleh SVC, yang juga merupakan daya reaktif yang diinjeksikan pada bus l, adalah QSVC = Ql = 𝑉𝑘2 BSVC
(2)
(3)
3. Gerakkan lebah onlooker menuju sumber-sumber makanan dan tentukan jumlah nektarnya. Pada langkah ini, lebah onlooker memilih sebuah sumber makanan dengan menggunakan perhitungan probabilitas (4) dan mendapatkan sebuah sumber makanan baru dalam area sumber makanan yang telah dipilih melalui rumusan (3). 𝑝𝑖 =
𝑓𝑖𝑡 𝑖 𝑆𝑁 𝑓𝑖𝑡 𝑖 𝑖=1
(4)
4. Tentukan sumber makanan yang harus ditinggalkan dan alokasikan lebah pekerjanya sebagai
scout untuk mencari sumber makanan baru berdasarkan pencarian secara acak dengan memakai rumusan, 𝑗
𝑗
𝑗
𝑗
𝑥𝑖 = 𝑥𝑚𝑖𝑛 + rand[0, 1] 𝑥𝑚𝑎𝑥 − 𝑥𝑚𝑖𝑛
Tabel 1. Representasi ABC Algorithm untuk optimisasi SVC
ABC Algorithm
(5)
5. Catat sumber makanan terbaik yang telah ditemukan sejauh ini. 6. Ulangi langkah 25 hingga kriteria yang diinginkan terpenuhi. 4. IMPLEMENTASI ABC ALGORITHM PADA PROSES OPTIMISASI SVC Sebelum proses optimisasi SVC dilakukan pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV, maka parameterparameter terkait yang ada pada proses optimisasi SVC harus direpresentasikan terlebih dahulu menjadi parameter-parameter ABC Algorithm. Tabel berikut ini menunjukkan representasi tersebut.
Jumlah lebah pekerja atau posisi sumber makanan
Dimensi Jumlah nektar sumber makanan (fitness)
Optimisasi SVC pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV Nilai kapasitas SVC yang akan dipasang pada tiap bus dalam range yang telah ditentukan Jumlah kandidat bus pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV yang akan dipasang SVC Fungsi obyektif : min F = Ploss
Dan flowchart implementasi ABC Algorithm untuk proses optimisasi SVC pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Flowchart implementasi ABC Algorithm untuk optimisasi SVC
5. ANALISIS DATA DAN HASIL PERCOBAAN Data sistem transmisi Jawa Bali 500 kV yang digunakan terdiri dari 23 bus, 28 saluran, dan 8 pusat pembangkit. Bus-bus yang ada diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bus Swing : Suralaya. b. Bus Generator : Cirata, Muara Tawar, Saguling, Gresik, Tanjung Jati, Grati, dan Paiton. c. Bus Beban : Cilegon, Kembangan, Gandul, Cibinong, Cawang, Bekasi, Cibatu, Bandung Selatan, Mandi-
racan, Ungaran, Surabaya Barat, Depok, Tasikmalaya, Pedan, Kediri. Single line diagram sistem transmisi Jawa Bali 500 kV dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan data-data saluran, beban dan generator diperlihatkan pada Tabel 2 dan 3.
Cilegon
2 Kembangan
5
Cibinong
3
4 Gandul
18
8 6 Cirata
1/2 B
Tap Setting
0,015114437
1
19 - 20
0,015311000
0,171288000
0,016463941
1
20 - 21
0,010291000
0,115128000
0,011065927
1
21 - 22
0,010291000
0,115128000
0,011065927
1
22 - 23
0,004435823
0,049624661
0,004769846
1
Cawang
19 Tasikmalaya
Bekasi
13
9
20 Pedan
Cibatu
11 12
X (pu) 0,157248000
Tabel 3. Data beban dan generator pada sistem transmisi Jawa Bali 500 kV [7]
Mandiracan
Saguling
R (pu) 0,014056000
Depok
Muaratawar
7 10
i-j 18 - 19
Suralaya
1
Beban
Generator
No. Bus
Nama Bus
P (MW)
Q (MVar)
P (MW)
Q (MVar)
1
Suralaya
135
40
3059
1262
2
Cilegon
620
200
0
0
3
Kembangan
670
230
0
0
4
Gandul
480
160
0
0
5
Cibinong
615
190
0
0
6
Cawang
670
160
0
0
7
Bekasi
570
150
0
0
8
Muaratawar
0
0
1082
488
9
Cibatu
726
280
0
0
10
Cirata
600
216
189
84
11
Saguling
0
0
300
65
12
Bandung Selatan
520
310
0
0
13
Mandirancan
350
120
0
0
Bandung Kediri
21
14 Ungaran 15
Tanjung jati
22
16
23
Paiton
Surabaya Barat
17
Grati
Gresik
Gambar 4. Single line diagram sistem transmisi Jawa Bali 500 kV Tabel 2. Data saluran transmisi Jawa Bali 500 kV [7] 1/2 B
Tap Setting
14
Ungaran
290
320
0
0
0,007008768
0
1
15
Tanjung Jati
0
0
672
-64
0,062576324
0,005989820
1
16
Surabaya Barat
760
280
0
0
0,013133324
0,146925792
0,003530571
1
17
Gresik
185
80
802
129
3-4
0,001513179
0,016928309
0
1
4-5
0,001246422
0,011975010
0
1
i-j
R (pu)
X (pu)
1-2
0,000626496
1-4
0,006513273
2-5
18
Depok
0
0
0
0
19
Tasikmalaya
244
15
0
0
20
Pedan
462
215
0
0
4 - 18
0,000694176
0,006669298
0
1
5-7
0,004441880
0,042675400
0
1
5-8
0,006211600
0,059678000
0
1
21
Kediri
316
182
0
0
5 - 11
0,004111380
0,045995040
0,004420973
1
22
Paiton
740
240
3244
595
6-7
0,001973648
0,018961840
0
1
23
Grati
155
170
0
0
6-8
0,005625600
0,054048000
0
1
8-9
0,002822059
0,027112954
0
1
9 - 10
0,002739960
0,026324191
0
1
10 - 11
0,001474728
0,014168458
0
1
11 - 12
0,001957800
0,021902400
0
1
12 - 13
0,006990980
0,067165900
0,006429135
1
13 - 14
0,013478000
0,129490000
0,012394812
1
14 - 15
0,013533920
0,151407360
0,003638261
1
14 - 16
0,015798560
0,151784800
0,003632219
1
14 - 20
0,009036120
0,086814600
0
1
15 - 16
0,037539629
0,360662304
0,008630669
1
16 - 17
0,001394680
0,013399400
0
1
16 - 23
0,003986382
0,044596656
0
1
Metode yang digunakan dalam analisis aliran daya adalah metode Newton-Raphson, dengan penyelesaiannya didasarkan pada: 1. Base tegangan = 500 kV 2. Base daya = 1000 MVA 3. Akurasi = 0,0001 4. Akselerasi = 1,1 5. Maksimum iterasi = 50 Hasil analisis aliran daya sebelum dipasang kompensasi SVC ditunjukkan pada Tabel 4, dan rugi-rugi daya pada masing-masing saluran, direpresentasikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Aliran daya sistem transmisi Jawa Bali 500 kV sebelum pemasangan SVC No. Bus
Tegangan (pu)
Sudut (derajat)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
1,020 1,016 0,972 0,977 0,978 0,978 0,975 1,000 0,980 0,970 0,970 0,956 0,939 0,942 1,000 0,992 1,000 0,976 0,949 0,931 0,945 1,000 1,000
0,000 -0,475 -5,889 -5,226 -5,772 -7,665 -7,520 -6,001 -6,756 -6,405 -5,888 -5,490 -2,091 7,440 13,996 15,525 15,962 -5,058 -0,990 6,399 13,340 21,921 18,379
Beban
Pembangkitan
MW
MVar
MW
MVar
135 620 670 480 615 670 570 0 726 600 0 520 350 290 0 760 185 0 244 462 316 740 115
40 200 230 160 190 160 150 0 280 216 0 310 120 320 0 280 80 0 15 215 182 240 170
2915,539 0 0 0 0 0 0 1082 0 189 300 0 0 0 672 0 802 0 0 0 0 3244 0
1080,034 0 0 0 0 0 0 1403,445 0 -101,907 421,832 0 0 0 372,356 0 583,135 0 0 0 0 610,706 411,430
Tabel 5. Rugi-rugi daya saluran transmisi Jawa Bali 500 kV sebelum pemasangan SVC
Saluran
No. Saluran
Dari
Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 1 2 3 4 4 5 5 5 6 6 8 9 10 11 12 13 14 14 14 15 16 16 18 19 20 21 22
2 4 5 4 5 18 7 8 11 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 20 16 17 23 19 20 21 22 23
Total rugi-rugi
Rugi-rugi Daya Aktif Reaktif (MW) (MVar) 1,084 12,122 16,637 147,884 5,991 60 0,803 8,987 0,755 7,255 0,147 1,408 2,163 20,783 0,838 8,048 0,141 -6,812 0,082 0,783 2,462 23,655 2,182 20,968 0,521 5,007 0,556 5,344 1,009 11,293 5,268 39,076 19,433 164,765 9,167 95,688 14,315 130,727 0,503 4,834 0,218 -15,036 0,884 8,493 5,010 56,043 3,057 6,196 7,761 57,746 10,078 93,286 18,645 187,640 6,828 66,847 136,539 1223,030
Dari Tabel 4, bisa dilihat bahwa tidak semua profil tegangan bus berada dalam batas standar yang diijinkan. Berdasarkan tabel tersebut, tegangan pada bus 13, 14, 19, 20, dan 21 (yang dicetak tebal dalam tabel) terletak di bawah standar. Sedangkan pada
Tabel 5, melalui analisis aliran daya yang sudah dilakukan sebelumnya, juga didapatkan total rugirugi daya sebesar 136,539 + j1223,030 MVA. Untuk simulasi penggunaan Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm pada proses optimisasi penempatan SVC, diasumsikan semua bus generator tidak akan dipasang SVC, karena bus generator dianggap sudah mampu memenuhi kebutuhan daya reaktifnya sendiri. Dan total ukuran SVC yang dipasang pada sistem tidak dibatasi. Percobaan ini dibagi menjadi dua kategori: a) Percobaan 1: Penempatan SVC diimplementasikan berdasarkan hasil profil tegangan dari analisis aliran daya. Kandidat bus untuk penempatan SVC adalah bus-bus yang terkena tegangan kritis, yakni tegangan yang nilainya di luar batasan tegangan normal (di bawah tegangan normal). Pada percobaan ini, ukuran SVC maksimal yang dipasang pada tiap-tiap bus adalah 300 Mvar. b) Percobaan 2: Penempatan SVC dilakukan pada semua bus beban, yaitu bus 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, and 21. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa di bus beban sering terjadi perubahan tegangan yang disebabkan oleh variasi pembebanan pada masing-masing bus, sehingga tegangan dapat berubah sewaktuwaktu. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memasang SVC pada bus-bus yang mensuplai beban besar dan berubah-ubah. Pada percobaan ini, ukuran SVC maksimal yang dipasang pada tiap-tiap bus adalah 200 Mvar. Untuk kedua percobaan ini, harga SVC tidak dipertimbangkan. Dan agar mendapatkan performansi aliran daya yang optimal, sistem diusahakan memenuhi batasan-batasan berikut: 1. Batas tegangan harus memenuhi nilai range: Vmin Vi Vmax dengan i = 1,……n i = nomor bus Vmin = 0,95 pu Vmax = 1,05 pu 2. Batasan operasi aman generator, untuk itu generator harus mensuplai daya reaktif sebesar: Qi > 0 dengan i = 1,........n i = jumlah generator 4.1 Hasil Percobaan 1 Pada percobaan 1, bus-bus yang akan dipasang SVC adalah bus-bus kritis yang profil tegangannya di bawah standar, yaitu bus 13, 14, 19, 20, dan 21. ABC Algorithm yang disimulasikan menggunakan data parameter colony size 50 dan maximum cycle 100. Dan setelah simulasi ABC dijalankan, bus-bus kritis diinjeksi sebesar: a. Bus 13 = 287 MVar d. Bus 20 = 174 MVar b. Bus 14 = 186 MVar e. Bus 21 = 293 MVar c. Bus 19 = 259 MVar Dari hasil optimisasi dengan ABC pada percobaan 1, total rugi-rugi daya dapat diturunkan
1.04 1.02
Tegangan (pu)
menjadi 123,521 + j1078,753 MVA. Perbandingan tegangan masing-masing bus sebelum dan sesudah pemasangan SVC pada percobaan 1, ditunjukkan dalam Gambar 5.
1 0.98 0.96 0.94 0.9
1.02
0.88 1
1
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 No. Bus
0.96 Sebelum penempatan SVC
0.94
Sesudah penempatan SVC
Gambar 7. Grafik perbandingan tegangan masing-masing bus sebelum dan sesudah penempatan SVC pada percobaan 2
0.92 0.9 0.88 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 No. Bus
Sebelum penempatan SVC
Sesudah penempatan SVC
Gambar 5. Grafik perbandingan tegangan masing-masing bus sebelum dan sesudah penempatan SVC pada percobaan 1
Dan Gambar 6 memperlihatkan perbandingan rugirugi daya hasil simulasi load flow, sebelum dan sesudah optimisasi penempatan SVC pada percobaan 1. 25
Rugi Daya Aktif (MW)
2
0.98
Sedangkan Gambar 8 memperlihatkan perbandingan rugi-rugi daya hasil simulasi load flow, sebelum dan sesudah optimisasi penempatan SVC pada percobaan 2. 25
Rugi Daya Aktif (MW)
Tegangan (pu)
0.92 1.04
20 15 10 5 0
20
1 2 3
4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 No. Saluran
15
Sebelum penempatan SVC
10
Sesudah penempatan SVC
Gambar 8. Grafik perbandingan rugi-rugi daya sistem sebelum dan sesudah penempatan SVC pada percobaan 2
5 0 1 2 3
4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 No. Saluran Sebelum penempatan SVC
Sesudah penempatan SVC
Gambar 6. Grafik perbandingan rugi-rugi daya sistem sebelum dan sesudah penempatan SVC pada percobaan 1
Dari Gambar 6 dapat dianalisa bahwa setelah penambahan SVC pada bus-bus tertentu, losses yang ada pada sistem dapat diturunkan. 4.2 Hasil Percobaan 2 Pada percobaan 2, pemasangan SVC dilakukan di semua bus beban, yaitu bus 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, dan 21. ABC algorithm yang dipakai dalam proses optimisasi menggunakan data parameter colony size 50, dimension 15 dan maximum cycle 100. Setelah simulasi ABC dijalankan, injeksi SVC pada tiap-tiap bus beban adalah sebesar: a. Bus 2 = 131 MVar i. Bus 13 = 200 MVar b. Bus 3 = 185 MVar j. Bus 14 = 183 MVar c. Bus 4 = 156 MVar k. Bus 16 = 195 MVar d. Bus 5 = 147 MVar l. Bus 18 = 106 MVar e. Bus 6 = 123 MVar m. Bus 19 = 181 MVar f. Bus 7 = 102 MVar n. Bus 20 = 191 MVar g. Bus 9 = 178 MVar o. Bus 21 = 181 MVar h. Bus 12 = 152 MVar Dari hasil optimisasi dengan ABC pada percobaan 2, total rugi-rugi daya dapat diturunkan menjadi 119,666 + j1037,801 MVA. Perbandingan tegangan masing-masing bus sebelum dan sesudah pemasangan SVC pada percobaan 2, ditunjukkan dalam Gambar 7.
4.3 Perbandingan Percobaan 1 dan 2 Dari hasil simulasi percobaan 1 dan percobaan 2 dapat diperoleh tabel perbandingan sebagai berikut : Tabel 6. Perbandingan hasil optimisasi percobaan 1 dan percobaan 2
Percobaan 1 Total Total rugi daya SVC aktif (MVAR) (MW) 1199 123,521
Percobaan 2 Total Total rugi daya SVC aktif (MVAR) (MW) 2411 119,666
6. KESIMPULAN Dari hasil simulasi penentuan Mvar optimal SVC pada sistem transmisi 500 kV Jawa Bali menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, 1. Proses komputasi pada penentuan Mvar optimal SVC sebagai kontrol tegangan menunjukkan peningkatan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi sebelum optimisasi, profil tegangan te-rendah yang terdapat pada bus 20 adalah sebesar 0,931 pu, sedangkan setelah optimisasi, profil tegangan terendah pada percobaan 1 terdapat pada bus 3 sebesar 0,972 pu dan pada percobaan 2 terdapat pada bus 14 dan 20 sebesar 0,978 pu. 2. Pada percoban 1, penentuan Mvar optimal SVC menggunakan metode ABC dapat menurunkan rugi-rugi daya sebesar 13,018 + j144,277 MVA, yaitu dari 136,539 + j1223,030 MVA menjadi 123,521 + j1078,753 MVA, dengan SVC dipasang pada bus 13,14, 19, 20, dan 21.
3. Pada percobaan 2, penentuan Mvar optimal SVC menggunakan metode ABC dapat menurunkan rugi-rugi daya sebesar 16,873 + j185,229 MVA, yaitu dari 136,539 + j1223,030 MVA menjadi 119,666 + j1037,801 MVA, dengan SVC dipasang pada bus 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, dan 21. 4. Hasil analisis menunjukkan bahwa percobaan 2 dapat menurunkan rugi-rugi daya aktif lebih besar dibandingkan percobaan 1, namun pada percobaan 2 memerlukan jumlah total SVC yang lebih besar. 7. DAFTAR PUSTAKA [1] Haque, M. H., “Best Location of SVC to Improve First Swing Stability Limit of A Power System”, Electric Power Systems Research 77:1402–1409, 2007. [2] Grünbaum, R., Halvarsson, B., WilkWilczynski, A., “FACTS and HVDC Light For Power System Interconnections”, ABB Power Systems, Power Delivery Conference, Madrid, Spain, September 1999. [3] Karaboga, D., “An Idea Based On Honey Bee Swarm For Numerical Optimization”, Technical Report-TR06, Erciyes University, Engineering Faculty, Computer Engineering Department, 2005. [4] Karaboga, D., Basturk, B., “On The Performance of Artificial Bee Colony (ABC) Algorithm”, Applied Soft Computing, 8(1):687–697, 2008. [5] Acha, E., Agelidis, V.G., Anaya-Lara, O., Miller, T.J.E., “Power Electronic Control in Electrical Systems”, MPG Books Ltd., Great Britain, 2002. [6] Kundur, P., “Power Systems Stability and Control”, McGraw-Hill, New York, 1994. [7] Umar, ”Optimasi Penempatan TCSC dan SVC pada Sistem 500 kV Jawa-Madura-Bali Menggunakan Breeder Algoritma Genetika”, Tesis, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2008.