TUGAS AKHIR - TE 141599
ECONOMIC DISPATCH PADA SISTEM PEMBANGKIT 500KV JAWA-BALI MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION DENGAN FIREFLY ALGORITHM Lury Amatullah Lumba NRP 2212 100 154 Dosen Pembimbing Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST., MT. Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
FINAL PROJECT - TE 141599
ECONOMIC DISPATCH SYSTEM 500KV JAWA-BALI GENERATOR USING COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION WITH FIREFLY ALGORITHM Lury Amatullah Lumba NRP 2212 100 154 Advisor Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T. Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D. DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING Faculty of Electrical Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
ECONOMIC DISPATCH PADA SISTEM PEMBANGKIT 500KV JAWA-BALI MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION DENGAN FIREFLY ALGORITHM Lury Amatullah Lumba 2212100154 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
: Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST., MT. : Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D.
Uraian Tugas Akhir: Pada saat ini, konsumsi listrik sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat yang ada di dunia. Terutama di Indonesia, listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting. Tidak hanya untuk rumah tangga, namun perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pasokan listrik yang cukup besar. Hal ini menyebabkan perlunya pembangkit listrik yang lebih efisien dan optimal. Sehingga perlunya penerapan economic dispatch pada sistem pembangkit 500kV Jawa-Bali. Economic Dispatch adalah pembagian pembebanan pada unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem secara optimal ekonomi pada harga beban sistem tertentu. Dengan penerapan Economic Dispatch maka akan didapatkan biaya pembangkitan yang minimum terhadap produksi daya listrik yang dibangkitkan unit-unit pembangkit pada suatu sistem kelistrikan. Pada Tugas Akhir ini digunakan metode Firefly Algorithm. Metode ini merupakan algoritma berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan optimasi. Metode ini merupakan teknik optimasi algoritma yang terinspirasi dari perilaku kunang-kunang (Firefly Behavior). Dari hasil simulasi yang dilakukan didapatkan hasil biaya optimal dengan menggunakan Firefly Algorithm sebesar Rp 6.92 M yang lebih hemat daripada Quadratic Programming sebesar Rp 10 M, namun sedikit lebih mahal dibandingkan Cuckoo Algorithm sebesar Rp 6.8 M.
Kata kunci: Economic Dispatch, Composite Generation Cost Function, Firefly Algorithm
i
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
ii
ECONOMIC DISPATCH SYSTEM 500KV JAVA-BALI GENERATOR USING COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION WITH FIREFLY ALGORITHM Lury Amatullah Lumba 2212100154 Supervisor I Supervisor II
: Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST., MT. : Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D.
Abstract At this time, power consumption is needed by every society in the world. Especially in Indonesia, electricity is a very important requirement. Not only for households, but large corporations require considerable electrical supply. This leads to the need for power plants more efficient and optimal. Thus the need for the application of economic dispatch in power system 500kV Java-Bali. Economic Dispatch is loading on the division generating units that exist in the system optimally economy on the price of certain system load. With the implementation of Economic Dispatch then we will get minimum generation cost of the electricity generated power production generating units on an electrical system. In this final project uses methods Firefly Algorithm. This method is an algorithm based on artificial intelligence (Artificial Intelligence) which is used to solve optimization problems. This method is an algorithm optimization technique inspired by the behavior of fireflies (Firefly Behavior). From the simulation results obtained using the optimal cost Firefly Algorithm Rp 6.92 M which is more efficient than Quadratic Programming amounting to Rp 10 M, but slightly more expensive than the Cuckoo Algorithm Rp 6.8 M. Key words: Economic Dispatch, Composite Generation Cost Function, Firefly Algorithm
iii
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Dengan ini saya menyatakan bahwa ini sebagian maupun keseluruhan Tugas Akhir saya dengan “Economic Dispatch Pada Sistem Pembangkit 500kV Jawa-Bali Menggunakan Composite Generation Cost Function Dengan Firefly Algorithm” adalah benar-benar hasil karya intelektual mandiri, diselesaikan tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak diizinkan dan bukan merupakan karya pihak lain yang saya akui sebagai karya sendiri. Semua referensi yang dikutip maupun dirujuk telah ditulis secara lengkap pada daftar pustaka. Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Surabaya, April 2017
Lury Amatullah Lumba 2212100154
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Tugas Akhir ini yang berjudul Economic Dispatch Pada Sistem Pembangkit 500kV Jawa-Bali Menggunakan Composite Generation Cost Function Dengan Firefly Algorithm. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S1 pada bidang studi Teknik Sistem Tenaga, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Ir. Lumba Saipul Rochman dan Dr. Ir. Sri Wuryanti, M.Si. yang setiap saat selalu memberi dukungan, kasih sayang, dan mengingatkan untuk terus berdoa, serta memberi semangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Kedua adik tersayang, Lunnetta Safura Lumba yang selalu memberi semangat dari kota asal, Bandung, dan Lucynda Thallibah Lumba yang selalu disusahkan selama tinggal bersama di kota perjuangan, Surabaya. 3. Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST., MT., selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir dan Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir yang telah memberikan arahan, saran, serta bimbingan kepada penulis selama proses pengerjaan Tugas Akhir ini. Juga bu Ir. Ni Ketut Aryani, M.T. sebagai dosen yang sangat membantu dalam proses pembelajaran untuk sidang akhir. 4. Seluruh dosen Jurusan Teknik Elektro ITS yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan serta pengajaran selama proses perkuliahan penulis. 5. Teman-teman seperjuangan Tugas Akhir, Dheny Azhari dan Daya Juang, serta teman-teman dari lab. B103 yang turut membantu penulis dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini dan saling memberikan motivasi satu sama lain. 6. Geng Alpaka, yaitu Nitya, Vira, Dwi, Tika, dan Fauziah yang samasama merantau selalu memberi warna sehari-hari penulis di kota perjuangan.
vi
7.
Intan Amalia, S. Hum. yang selalu memberi semangat, masukan, mewarnai hari, dan membantu segala sesuatu yang dibutuhkan saat merantau di kota perjuangan. 8. Fakhriy Khairi dan teman kontrakan lainnya yang selalu disusahkan bila penulis butuh bantuan selama merantau. 9. Teman Baik, yaitu Jul, Opik, Billy, Bayu, Renan, dan Domble sebagai penggembira yang selalu ada selama penulis merantau di Surabaya. 10. Geng K4, yaitu Eka, Vatia, dan Vanessa yang selalu memberi semangat dan dukungan dari kota asal, Bandung. 11. Mas Purwanto, karyawan bursa elektro yang selalu membantu saat penulis susah dan senang. 12. Teman-teman E52 yang sudah menjadi keluarga besar pertama dan membantu penulis selama kuliah di kota perantauan penulis. 13. Faisalputraf serta geng Café Teoria dan geng The Light Cup Café yang selalu ada disaat penulis membutuhkan teman di kota perantauan. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang juga memberikan banyak dukungan selama proses pengerjaan Tugas Akhir ini. Dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini, penulis menyadari dan memohon maaf atas segala kekurangan di dalam Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi penelitian dan Tugas Akhir di kemudian hari.
Surabaya, Maret 2017
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK………………………………………………………………i ABSTRACT……………………………………………………………iii KATA PENGANTAR…………………………………………………..v DAFTAR ISI…………………………………………………………..vii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...ix DAFTAR TABEL……………………………………………………...xi BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………..1 1.1. Latar Belakang………………………………………………..1 1.2. Perumusan Masalah…………………………………………..1 1.3. Batasan Masalah……………………………………………...2 1.4. Tujuan………………………………………………………...2 1.5. Metode Penelitian…………………………………………….2 1.6. Sistematika Penulisan………………………………………...3 1.7. Relevansi……………………………………………………...3 BAB 2. ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION………………………….5 2.1. Sistem Tenaga Listrik…………………………………………5 2.2. Economic Dispatch……………………………………………5 2.2.1 Formula Permasalahan…………………………………..6 2.3. Composite Generation Cost Function………………………....8 2.4. Sistem Pembangkit 500kV Jawa-Bali………………………..10 BAB 3. ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN FIREFLY ALGORITHM……………………..…………………………13 3.1. Firefly Algorithm (FA) ………………………………………13 3.1.1. Pengertian FA………………………………………….13 3.1.2. Kebiasaan Kunang-Kunang…………………………...14 3.1.3. Konsep………………………………………………...15 3.1.4. Keatraktifan……………………………………………15 3.1.5. Jarak…………………………………………………...16 3.1.6. Pergerakan……………………………………………..16
vii
3.2. Software yang Digunakan….………………………………...18 3.3. Data Masukan………………………………………………...19 BAB 4. SIMULASI DAN ANALISA………………………………...21 4.1. Data Pembangkit Jawa-Bali 500kV………………………….21 4.2. Perhitungan Composite Generation Cost Function………….23 4.3. Simulasi Economic Dispatch dengan Firefly Algorithm…….24 4.3.1. Paramter sistem kelistrikan…………………………...25 4.3.2. Simulasi ED dengan menggunakan FA untuk menentukan biaya total optimal ……………………...25 4.3.3. Hasil nilai biaya total pada tiap-tiap pembangkit……………………..……………………..27 4.4. Menentukan Biaya Untuk Tiap-Tiap Unit pada Pembangkit...28 4.5. Perbandingan Dengan Metode lain…………………………..29 4.5.1. Quadratic Programming………………………………….29 4.5.2. Cuckoo Algorithm……………………………………..29 BAB 5. PENUTUP……………………………………………………31 5.1. Kesimpulan…………………………………………………..31 5.2. Saran………………………………………………………….31 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….33 LAMPIRAN…………………………………………………………...35 I. Script Firefly Algorithm……………………………………...35 II. Script Constraint Check……………………………………...44 RIWAYAT HIDUP……………………………………………………47
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Flowchart perhitungan composite cost function………….9 Gambar 2.2 Single Line Diagram Sistem 500kV Jawa-Bali…………11 Gambar 3.1 Flowchart pengelesaian Economic Dispatch menggunakan Firefly Algorithm…………………….………………….17 Gambar 4.1 Grafik hasil simulasi economic dispatch dengan firefly algorithm menggunakan Matlab………….……………..25 Gambar 4.2 Grafik hasil optimasi pembangkit Paiton………….........28
ix
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Suralaya…...21 Tabel 4.2. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Tanjung Jati………………………………………………………...21 Tabel 4.3. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Gresik……..21 Tabel 4.4. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Paiton……...22 Tabel 4.5. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Grati……….22 Tabel 4.6. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Saguling…...22 Tabel 4.7. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Cirata……...22 Tabel 4.8. Tabel persamaan heatrate untuk pembangkit Muara Tawar……………………………………………………..23 Tabel 4.9. Data fungsi biaya pembangkit Jawa-Bali 500kV yang telah dikomposit dengan iterasi lambda………………………...24 Tabel 4.10. Parameter Firefly Algorithm………………………………24 Tabel 4.11. Tabel hasil Run untuk menentukan total biaya yang optimal…..………………………………………………..26 Tabel 4.12. Tabel daya optimal untuk tiap-tiap pembangkit…...……..27 Tabel 4.13. Tabel Menentukan Biaya Untuk Tiap-Tiap Unit pada Pembangkit Paiton…...…………………………………...28 Tabel 4.14. Tabel perbandingan dengan metode lain dalam Rp/jam….29
xi
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangkit tenaga listrik merupakan bagian alat industri yang memproduksi tenaga listrik dengan berbagai sumber tenaga. Pada saat ini, konsumsi listrik sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat yang ada di dunia. Terutama di Indonesia, listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting. Tidak hanya untuk rumah tangga, namun perusahaanperusahaan besar membutuhkan pasokan listrik yang cukup besar. Kemudian, seiring dengan meningkatnya jumlah populasi dan kesejahteraan manusia menyebabkan kebutuhan energi listrik terus meningkat juga. Permintaan daya listrik yang terus bertambah menyebabkan daya listrik yang disuplai oleh pembangkit menjadi lebih besar. Untuk memenuhi kebutuhan energi manusia dibutuhkan kapasitas pembangkit yang terus meningkat sehingga mengharus menggunakan pembangkit lebih dari satu unit pembangkit yang beroperasi [1]. Efisiensi dan pengoperasian ekonomis suatu pembangkit tenaga listrik selalu memegang peranan yang penting di dalam industri tenaga listrik. Salah satu permasalahan dalam pengoperasian ekonomis pembangkit tenaga listrik adalah economic dispatch, yaitu bagaimana mendapatkan biaya operasi yang minimum dengan tetap memenuhi batasan yang ada. Economic dispatch memerlukan optimasi dengan mengkombinasikan kondisi linear maupun non-linear, batasan-batasan yang ada, algoritma perhitungan, dan penggunaan komputer [2]. 1.2. PERUMUSAN MASALAH Permasalahan yang terdapat pada Tugas Akhir ini adalah: 1. Bagaimana menentukan pembebanan yang optimal pada sistem pembangkit 500kV Jawa-Bali sehingga kebutuhan beban dapat terpenuhi dengan biaya yang paling minimal? 2. Apakah composite generation cost function dapat menyederhanakan banyaknya generator pada tiap-tiap pembangkit? 3. Bagaimana metode Firefly Algorithm menggunakan diterapkan dalam Economic Dispatch? 4. Apakah metode Firefly Algorithm dapat mengoptimalkan sistem 500 Jawa-Bali?
1
1.3. BATASAN MASALAH 1. Perhitungan ED dilakukan pada sistem tenaga listrik 2. Sistem dalam keadaan stabil 3. Perhitungan Unit Commitment tidak disertakan 4. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Matlab. 1.4. TUJUAN 1. Mendapatkan biaya minimal untuk pembangkitan dengan metode FA menggunakan composite generation cost function pada pembangkit tenaga listrik. 2. Dengan composite generation cost function dapat mempermudah dalam menyederhanakan banyaknya generator pada tiap pembangkit. 1.5. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan digunakan untuk menyusun Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: A. Studi Literatur Literature yang akan digunakan pada Tugas Akhir ini berasal dari paper, jurnal, text book, dan Tugas Akhir yang sudah ada. Dalam studi literature dipelajari tentang economic dispatch, firefly algorithm, dan load flow analysis. B. Pengumpulan Data Data yang diperlukan adalah generator, bus, saluran, beban, kapasitas maksimum dan minimum pembangkit, biaya pembangkit. C. Pemodelan Sistem Melakukan pemodelan terhadap sistem sehingga dapat diketahui fungsi biaya dari pembangkit. D. Perhitungan yang Digunakan Metode FA menggunakan composite generation cost function yang merupakan sebuah teknik yang berguna untuk memudahkan perhitungan untuk menentukan pembebanan yang optimal diperuntukan mengembangkan kurva biaya produksi generasi komposit untuk semua unit bahan bakar yang tidak dibatasi [3]. E. Penyusunan Laporan Hasil penelitian yang telah dilakukan dilaporkan dalam bentuk laporan tugas akhir. Laporan tersebut berisi metode dan kesimpulan dari penelitian.
2
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Tugas akhir ini disusun dengan format sistematika sebagai berikut: BAB 1. PENDAHULUAN Penjelasan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batas-batas permasalahan, tujuan penelitian, dan relevansi tugas akhir. BAB 2. ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION PADA SISTEM PEBANGKIT 500KV JAWA-BALI Pada bab ini membahas tentang economic dispatch, sistem pembangkit 500kV Jawa-Bali, dan composite generation cost function. BAB 3. PENERAPAN FIREFLY ALGORITHM PADA ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION PADA SISTEM PEBANGKIT 500KV JAWA-BALI Pada bab ini membahas tentang penerapan Firefly Algorithm pada economic dispatch menggunakan composite generation cost function pada pembangkit 500kV Jawa-Bali. BAB 4. SIMULASI DAN ANALISIS Pada bab ini membahas analisa hasil optimasi permasalahan economic dispatch dengan menerapkan firefly algorithm menggunakan composite generation cost function pada sistem pembangkit 500kV Jawa-Bali. BAB 5. PENUTUP Pada bab kelima ini berisi kesimpulan dan saran.
1.7. RELEVANSI Penelitian tugas akhir ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui perhitungan economic dispatch dengan menggunakan firefly algorithm. 2. Dapat dijadikan acuan untuk menentukan daya listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit dengan biaya yang minimal. 3. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang hendak mengambil masalah yang serupa untuk tugas akhir kelak. 4. Dapat menjadi referensi penelitian untuk mengembangkan metode optimasi yang lebih handal. 3
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
4
BAB 2 ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN COMPOSITE GENERATION COST FUNCTION 2.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari unit-unit pembangkit yang terhubung dengan saluran untuk melayani beban. Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak mesin biasanya menyalurkan daya kebeban melalui saluran interkoneksi. Tujuan utama dari sistem saluran interkoneksi adalah untuk menjaga kontinuitas dan ketersediaan tenaga listtrik terhadap kebutuhan beban yang terus meningkat. Semakin berkembang sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan lemahnya performansi sistem ketika mengalami gangguan. Salah satu efek gangguan adalah osilasi elektromekanik yang jika tidak diredam dengan baik maka sistem akan terganggu dan dapat keluar dari area kestabilannya sehingga mengakibatkan pengaruh yang lebih buruk seperti pemadaman total (black out) [10]. Secara umum sistem tenaga listrik dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: a. Pembangkit b. Transmisi c. Beban atau konsumen Bagian terbesar dari pembiayaan adalah untuk bahan baku energi, selain itu fluktuasi pemakaian listrik selalu terkait dari penggunaan energi listrik oleh beban. Pembiayaan terbesar ini terletak di pembangkit–pembangkit, sehingga sangat diperlukan cara pengoperasian total pembangkitan yang efisien. Dengan terhubung banyak pembangkit kedalam sebuah sistem interkoneksi memberikan kemungkinan pengaturan output setiap pembangkit dan biaya pembangkitan dapat diatur pada tingkat yang rendah/optimum. 2.2 Economic Dispatch Pada saat ini, permasalahan economic dispatch merupakan permasalahan yang cukup penting dan perlu diperhatikan dalam sektor energi. Tujuan utama economic dispatch adalah menjadwalkan keluaran unit pembangkit agar dapat memenuhi permintaan beban pada suatu sistem dengan biaya operasi seminimal mungkin [2]. Secara traditional permasalahan ED dapat diselesaikan dengan berbagai variasi metode 5
pragramming matematis seperti lambda-iteration, base point and participation factors, interior point, metode gradien, dan dynamical programming method. Metode – metode ini termasuk metode lama yang tidak efektif bekerja ketika menghadapi sebuah fungsi persamaan biaya yang tidak linear [3]. Metode yang digunakan adalah Firefly Algoritm yang merupakan algoritma metaheuristik yang terinspirasi dari perilaku kedip cahaya kunang-kunang. Terdapat dua fungsi dasar kedip cahaya tersebut, yaitu untuk menarik perhatian kunang-kunang yang lain (komunikasi) dan untuk menarik mangsa [4]. Berdasarkan beberapa literatur yang digunakan, menyatakan bahwa FA mempunyai performansi yang lebih baik dibandingkan dengan Particle Swarm Optimization (PSO) dan Genetic Algorithm (GA) untuk kasus optimasi seperti optimasi fungsi Michalewicz, Rosenbrock, De Jong, Schwefel, Ackley, Rastrigin, Easom, Griewank, Yang dan Shubert [5]. Beberapa metode konvensional yang telah digunakan untuk Economic dispatch adalah metode iterasi lambda, metode Langrange, Dynamic Programming dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini, simulasi dilakukan pada pembangkit pada sistem 500 KV Jawa Bali. Hasil optimisasi Economic Dispatch menggunakan FA akan dibandingkan dengan Economic Dispatch menggunakan metode konvensional, yaitu metode iterasi lambda. Selanjutnya daya output pembangkit tidak boleh melebihi kapasitas transmisi [6]. Economic dispatch adalah pembagian pembebanan pada setiap unit pembangkit sehingga diperoleh kombinasi unit pembangkit yang dapat memenuhi kebutuhan beban dengan biaya yang optimum atau dengan kata lain untuk mencari nilai optimum dari output daya dari kombinasi unit pembangkit yang bertujuan untuk meminimalkan total biaya pembangkitan [1]. Setiap pembangkit mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga berpengaruh pada fungsi kebutuhan dan biaya bahan bakarnya. Perbedaan karakteristik itu dipengaruhui oleh jenis bahan bakar dan efisiensi dari pembangkit. 2.2.1 Formula Permasalahan Pengoperasian fasilitas pembangkit untuk menghasilkan energi pada biaya terendah untuk andal melayani konsumen, mengakui batas-batas operasional pembangkit dan fasilitas transmisi.
6
a.
Fungsi Objektif Tujuan utama dari dispatch ekonomi adalah untuk meminimalkan fungsi biaya berikut: 𝑁
∑ 𝐹(𝑃𝑖 ) = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑖 (𝑃𝑖 ) + 𝑐𝑖 (𝑃𝑖 2 ) 𝑖=1
b.
Dimana: F =total biaya pembangkitan selama periode dispatch a,b,c=koefisien biaya pembangkitan pada ke-i generator P =daya output pembangkitan pada ke-i generator N =jumlah unit pembangkitan Constraints Terdapat equality dan inequality sebagai berikut: i) Equality Constraints Pembangkit listrik sebenarnya adalah pertimbangan dalam hal pekerjaan proyek untuk masalah pengiriman, persamaan keseimbangan kekuatan nyata sendiri dianggap untuk Equality Constraints. 𝑁
∑ 𝑃𝑖 = 𝑃𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑖=1
ii) Inequality Constraints Dalam kekuatan komponen sistem dan perangkat memiliki operasi batas, & batas-batas ini diciptakan untuk kendala keamanan. Dengan demikian tujuan diperlukan Fungsi dapat diminimalkan dengan mempertahankan jaringan komponen dalam batas-batas keamanan. Hal ini membawa konsep kendala ketimpangan. Jenis yang paling biasa kendala ketimpangan yang tegangan bus atas batas di generasi pada beban bus, Batas tegangan bus lebih rendah pada generasi pada beban bus, bus lebih rendah tegangan batas di beberapa generator dan garis maksimum memuat batas, batas atas nyata pembangkit listrik di bus Generator, batas bawah dari pembangkit listrik nyata pada bus pembangkit. Real Power Operating Limit P min ≤ P ≤ P max
7
2.3 Composite Generation Cost Function Sebuah teknik yang berguna untuk memudahkan prosedur kontrak pasokan bahan bakar take-or-pay adalah untuk mengembangkan kurva biaya produksi generasi komposit untuk semua unit yang non bahan bakar yang dibatasi. Misalnya, ada N non bahan bakar dibatasi unit yang akan dijadwalkan dengan unit bahan bakar yang dibatasi. Kemudian biaya kurva komposit untuk unit 1, 2, ... , N yang dapat dikembangkan. 𝐹𝑆 (𝑃𝑆 ) = 𝐹1 (𝑃1 ) + ⋯ + 𝐹𝑁 (𝑃𝑁 ) Dimana, 𝑃𝑆 = 𝑃1 + ⋯ + 𝑃𝑁 𝑑𝐹 𝑑𝐹 𝑑𝐹 Dan, 1 = 2 = ⋯ = 𝑁 = 𝝀 𝑑𝑃1
𝑑𝑃2
Sehingga, 𝜆𝑚𝑖𝑛 = min (
𝑑𝑃𝑁
𝑑𝐹𝑖 𝑑𝑃𝑖
, 𝑖 = 1 … 𝑁) dan,
𝑑𝐹𝑖 𝜆𝑚𝑎𝑥 = max ( , 𝑖 = 1 … 𝑁) 𝑑𝑃𝑖 Jika salah satu unit mengenai batas, output tetap konstan. Sebuah prosedur sederhana untuk memungkinkan seseorang untuk menghasilkan Fs (Ps) terdiri dari menyesuaikan 𝛌 dari 𝛌min ke 𝛌maks ditetapkan secara bertahap, dimana 𝑑𝐹𝑖 𝜆𝑚𝑖𝑛 = min( , 𝑖 = 1 … 𝑁) 𝑑𝑃𝑖 𝑑𝐹𝑖 𝜆𝑚𝑎𝑥 = max( , 𝑖 = 1 … 𝑁) 𝑑𝑃𝑖 Komposit pada pembangkit merupakan fungsi biaya pembangkit gabungan, fungsi biaya tersebut berasal dari karakteristik input-output pada pembangkit. Penyelesaian fungsi biaya pembangkit gabungan menggunakan komputer. Hal yang paling mendasar dalam pengoperasian sistem tenaga listrik adalah membuat kurva komposit untuk menperoleh fungsi biaya pada unit pembangkit. Karakteristik ini diperoleh dari desain perencanaan atau melalui tes pembangkit. Pada setiap pembangkit thermal memiliki fungsi biaya yang berbeda-beda tergantung dari heat rate dan batasan daya yang dihasilkan generator serta jenis bahan bakar yang digunakan dari masing-masing pembangkit tersebut. Prosedur pembuatan kurva komposit ini, 𝜆 ditentukan terlebih dahulu. Dari nilai
8
heat rate dan daya output generator akan didapatkan 𝜆min dan 𝜆maks. Kemudian, dengan menggunakan syarat optimum dihitung 𝑃𝑖 [10].
Gambar 2.1 Flowchart perhitungan composite cost function 9
2.4 Sistem Pembangkit 500kV Jawa-Bali Sistem tenaga listrik Jawa-Bali dihubungkan oleh Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV dan 70 kV. Region-region pada sistem dihubungkan oleh sistem transmisi 500 kV yang merupakan tulang punggung pensuplai daya sistem tenaga listrik Jawa-Bali. Daya berkapasitas besar dialirkan oleh pembangkit-pembangkit utama dari region 1 (satu) sampai dengan region 4 (empat) melalui saluran transmisi 500 kV, yang kemudian di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GIET) 500 kV diturunkan tegangannya menjadi 150 kV melalui Inter Bus Transformer (IBT) 500/150 kV. Hal ini menjadikan IBT 500/150 kV sebagai sumber pasokan utama sistem 150 kV. Pada sistem 150 kV, juga terdapat unit-unit pembangkit yang memasok kebutuhan daya subsistem region yang meliputi daerah yang lebih terbatas. Aliran daya pada sistem 150 kV ini kemudian akan dialirkan pada pusat-pusat beban (Gardu Induk 150 kV) atau diturunkan lagi level tegangannya menjadi 70 kV melalui I.B.T. 150/70 kV dan dialirkan ke gardu-gardu induk 70 kV melalui saluran transmisi 70 kV. Region-region ini juga dihubungkan dengan saluran transmisi 150 kV untuk mengalirkan kekurangan daya tambahan atau menyalurkan daya yang berlebihan ke region lain. [13] Pada sistem Jawa Bali 500 kV terdiri dari atas 25 bus dengan 30 saluran dan 8 pembangkit. Diantara 8 pembangkit merupakan pembangkit tenaga air, sedangkan pembangkit yang lainnya merupakan pembangkit tenaga uap. Sistem interkoneksi 500 kV Jawa-Bali terbagi menjadi 4 region yaitu Region 1 terdiri dari wilayah provinsi Jakarta Raya dan Banten. Region 2 meliputi wilayah Jawa Barat. Jawa Tengah dan D.I.Y merupakan region 3 serta Jawa Timur dan bali yang merupakan region 4 Sistem Jawa Bali 500 kV dapat digambarkan dalam bentuk single line diagram [11].
10
Gambar 2.2 Single Line Diagram sistem 500kV Jawa-Bali
11
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
12
BAB 3 ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN FIREFLY ALGORITHM 3.1 Firefly Algorithm (FA) 3.1.1 Pengertian FA Firefly Algorithm adalah salah satu metode kecerdasan buatan yang baru-baru ini dikembangkan oleh Xin Dia Yang pada tahun 2008. Hal ini semacam metode stokastik yang terinspirasi pada alam meta-heuristik algoritma yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah yang paling sulit dalam hal optimasi. Algoritma stokastik berarti bahwa ia menggunakan sebagai semacam pengacakan dengan mencari set solusi. Hal ini terinspirasi oleh lampu berkedip dari kunang-kunang di alam. Heuristik berarti untuk menemukan solusi dengan trial and error. Dalam tingkat algoritma ini lebih rendah berarti Heuristic dan tingkat yang lebih tinggi berarti Meta-Heuristic. Tingkat yang lebih rendah terkonsentrasi pada generasi baru solusi dalam ruang pencarian dan dengan demikian memilih yang terbaik solusi untuk bertahan hidup. Di sisi lain, pengacakan memungkinkan proses pencarian untuk menghindari solusi yang terjebak dalam optimasi lokal. Juga, FA adalah penduduk berdasarkan. populasi berbasis algoritma yang memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan algoritma lainnya. Fireflies (Coleoptera: Lampyridae) adalah salah satu kebanyakan pesona semua serangga, mereka menampilkan pancaran yang telah memberi inspirasi kepada ilmuwan. Saat ini, lebih dari 2000 spesies ada di seluruh dunia. Biasanya, kunang-kunang hidup di lingkungan yang hangat dan mereka paling aktif di malam musim panas. Banyak peneliti memiliki attractiveness terhadap fenomena kunang-kunang di alam dan terdapat banyak makalah tentang meneliti kunang-kunang, Fireflies akan ditandai dengan cahaya berkedip mereka diproduksi oleh proses biokimia bio-luminescence. Flashing seperti cahaya dapat berfungsi sebagai sinyal pancaran utama format. Selain menarik minat kawin, lampu berkedip juga dapat berfungsi untuk memperingatkan dari adanya potensi predator. Bila diperhatikan pada spesies kunang-kunang terdapat kemiripan dengan orang dewasa yang mampu melakukan bio-luminescence. Subspesies menarik pasangan mereka karena feromon, mirip dengan semut. Pada kunang-kunang, tractions bioluminescent berlangsung dari light producing organ yang disebut lentera. Organisme yang paling 13
bercahaya akan termodulasi secara berlahan dengan flashes (juga bersinar) yang kontras. Dalam orang dewasa di banyak kunang-kunang spesies mampu mengendalikan bioluminescence mereka dalam rangka untuk memancarkan berkedip tinggi dan diskrit. Lentera diawali dengan sinyal yang berasal dalam sistem saraf pusat dari kunang-kunang. Sebagian besar spesies kunang-kunang mengandalkan bioluminescent sinyal pacaran. Biasanya, signalers pertama terbang lakilaki, yang mencoba untuk menarik betina terbang di tanah. Menanggapi sinyal-sinyal ini, betina memancarkan terus menerus atau lampu berkedip. Kedua pasangan kawin menghasilkan yang berbeda pola sinyal lampu kilat yang tepat waktunya untuk mengkodekan informasi seperti identitas spesies dan jenis kelamin. Wanita tertarik menurut perbedaan perilaku di sinyal pancaran. Biasanya, perempuan lebih cerah berkedip laki-laki. Hal ini juga diketahui bahwa intensitas lampu kilat bervariasi dengan jarak dari sumber. Untungnya, di beberapa spesies betina kunangkunang tidak bisa membedakan antara berkedip lebih jauh yang dihasilkan oleh sumber cahaya kuat dan berkedip lebih dekat diproduksi oleh sumber cahaya lemah. Dua fitur yang karakteristik untuk kecerdasan berkelompok adalah self-organisasi dan pengambilan keputusan desentralisasi. Di sini, individu otonom hidup bersama dalam umum tempat seperti, misalnya, lebah di sarang, semut di anthills, dll. Dalam rangka untuk hidup dalam harmoni, beberapa interaksi atau komunikasi dibutuhkan antara anggota kelompok yang tinggal bersama. Bahkan, individu dalam kelompok tidak bisa berperilaku seolah-olah mereka soliter, tetapi harus beradaptasi dengan tujuan keseluruhan dalam kelompok. Kehidupan sosial kunangkunang adalah tidak hanya didedikasikan untuk mencari makan, tapi lebih ke reproduksi. Keputusan kolektif ini terhubung erat dengan perilaku lampu berkedip yang menjabat sebagai biologis utama dasar untuk mengembangkan algoritma kunang-kunang. 3.1.2 Kebiasaan Kunang-Kunang Langit biru penuh dengan lampu-lampu kunang-kunang. Ini adalah sebuah tanda mengagumkan di musim panas. Ada dua ribu spesies kunang-kunang, dan sebagian besar dari kunang-kunang menghasilkan berkedip berirama. Pola berkedip, jumlah berkedip dan tingkat waktu untuk berkedip yang diamati bersama-sama membentuk semacam prototipe yang menarik baik laki-laki dan perempuan sama lain. spesies
14
betina bertindak dalam menanggapi dengan prototipe individu dari spesies laki-laki. Intensitas cahaya pada jarak tertentu (r) dari sumber cahaya sesuai dengan hukum kuadrat terbalik. Ini adalah intensitas cahaya I terus menurun sebagai jarak r akan meningkatkan dalam hal I = 1/𝑟 2 . Selain itu, udara terus menyerap cahaya yang menjadi lemah dengan meningkatkan di kejauhan. Kedua faktor ketika dikombinasikan maka kunang-kunang yang paling terlihat pada jarak yang terbatas, biasanya untuk beberapa ratus meter di malam hari, yang cukup untuk kunangkunang untuk berkomunikasi satu sama lain. 3.1.3 Konsep Sekarang kita dapat mengkhususkan beberapa berkedip karakteristik kunang-kunang sehingga dapat mengembangkan kunangkunang-terinspirasi algoritma. Berkedip karakteristik kunang-kunang digunakan untuk mengembangkan algoritma kunang-kunang-terinspirasi. algoritma Firefly bekerja atas dasar tiga aturan dan tiga faktor utama. Faktor utama adalah intensitas cahaya dan daya tarik, jarak dan gerakan kunang-kunang. Aturan-aturannya adalah sebagai berikut: 1. Semua kunang-kunang bersifat unisex, jadi suatu kunang-kunang akan tertarik pada kunang-kunang yang lain. 2. Daya tarik sebanding dengan tingkat kecerahan kunang-kunang, kunang-kunang dengan tingkat kecerahan lebih rendah akan tertarik dan bergerak ke kunang-kunang dengan tingkat kecerahan lebih tinggi, kecerahan dapat berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dan adanya penyerapan cahaya akibat faktor udara. Jika diantara kunangkunang tidak ada yang bersinar lebih terang, kunang-kunang akan bergerak dengan random. 3. Kecerahan atau intensitas cahaya kunang-kunang ditentukan oleh nilai fungsi tujuan dari masalah yang diberikan. Untuk masalah maksimisasi, intensitas cahaya sebanding dengan nilai fungsi tujuan [14]. 3.1.4 Ketertarikan Misalkan itu adalah malam dengan kegelapan mutlak, di mana satusatunya cahaya tampak adalah cahaya yang dihasilkan oleh kunangkunang. Intensitas cahaya dari tiap kunang-kunang sebanding dengan kualitas dari solusi, itu saat ini berada di. Dalam rangka meningkatkan solusi sendiri, kunang-kunang perlu untuk maju menuju kunang-kunang 15
yang memiliki emisi cahaya terang daripada sendiri. Setiap kunangkunang mengamati penurunan intensitas cahaya dari satu kunang-kunang benar-benar memancarkan, karena penyerapan udara di atas jarak. Ada dua isu penting dalam algoritma kunang-kunang, variasi intensitas cahaya dan perumusan tarik. Untuk mempermudah, kita selalu dapat mengasumsikan bahwa daya tarik dari kunang-kunang ditentukan oleh kecerahan. Hokum tarik kunang-kunang yang berdiam. 3.1.5 Jarak Jarak antara kunang-kunang i dan j pada lokasi x, xi dan xj dapat ditentukan ketika dilakukanya peletakan titik dimana firefly tersebut disebar secara random dalam diagram kartesius dengan rumus. Dimana selisih dari koordinat lokasi kunang-kunang i terhadap kunang-kunang j merupakan jarak diantara keduanya (rij). 𝑟𝑖𝑗 = √(xi − xj) 2 + ( yi − yj) 2 3.1.6 Pergerakan Pergerakan kunang-kunang i yang bergerak menuju tingkat itensitas cahaya yang terbaik dapat dilihat dari persamaan berikut: 1 𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 + 𝛽0 ∗ exp(-ɤ𝑟𝑖𝑗2 )∗ (𝑥𝑗 – 𝑥𝑖) + 𝛼 ∗ (𝑟𝑎𝑛𝑑 − ) 2
Dimana variable awal xi menunjukan posisi awal kunang-kunang yang berada pada lokasi x, kemudian persamaan kedua yang terdiri dari variable β0 = 1.0 variabel ini merupakan nilai keaktratifan awal pada firefly, variabel (exp) bilangan eksponensial, variabel γ =1.0 merupakan nilai untuk tingkat penyerapan pada lingkungan sekitar firefly yaitu udara dan terakhir rij merupakan variabel selisih jarak awal antara firefly i dan j. Semua variabel pada persamaan kedua tersebut diberikan dari fungsi keatraktifan firefly yang mana menentukan tingkat kecerahan. Selanjutnya persamaan ketiga terdiri dari selisih nilai solusi pada firefly i terhadap firefly j. Kemudian fungsi persamaan pergerakan firefly secara random (rand) yang menunjukan adanya bilangan random yang kisarannya antara [0,1]. Variabel α yang memiliki kisaran antara [0,1] biasa ditentukan dengan nilai 0,2. Semua variabel yang terbentuk pada persamaan pergerakan firefly menjamin cara kerja algoritma cepat menuju solusi yang optimal. Prosedur standar untuk menerapkan Firefly Algorithm adalah sebagai berikut: 16
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Inisialisasi populasi firefly, jumlah iterasi dan parameter firefly algorithm. Evaluasi fungsi fitness pada tiap firefly. Inisialisasi kemampuan fungsi awal sebagai penentuan tingkat itensitas cahaya awal. Update pergerakan tiap firefly menggunakan persamaan pergerakan. Bandingkan tiap calon firefly terbaik dari nilai fungsi fitness agar mendapatkan nilai firefly terbaik. Lakukan sampai batas iterasi atau sampai mendapatkan firefly dengan fungsi fitness yang cukup baik.
Gambar 3.1 Flowchart pengelesaian Economic Dispatch menggunakan Firefly Algorithm 17
Berdasarkan flowchart diatas, akan terjadi proses iterasi dengan menginisiasi algoritma attractiveness firefly kemudian meng-update pergerakan firefly sampai dengan iterasi mencapai batas maksimal. Dengan algoritma attractiveness dan update sebagai berikut: Attractiveness: 2
𝛽 = 𝛽0 𝑒 𝛾𝑟 Dengan r sama dengan rumus jarak diatas. Update: 2
𝑋𝑖 = 𝑥𝑖 + 𝛽0 𝑒 𝛾𝑟𝑖,𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥𝑗 ) + 𝛼(𝑟𝑎𝑛𝑑 − 1⁄2) Pada saat mengiterasi, proses ini akan mengiterasi daya-daya pada tiap-tiap pembangkit dengan daya-daya pada tiap pembangkit ini akan dibawa oleh satu firefly, sehingga pada proses ini, daya-daya pada tiaptiap pembangkit akan berubah sesuai besarnya iterasi dengan hasilnya akan didapat total biaya optimum untuk semua pembangkit. 3.2 Software yang Digunakan Dalam tugas akhir mengunakan analisa economic dispatch dengan fungsi biaya tidak mulus untuk meminimalkan biaya operasi pembangkit pada sistem tenaga listrik, Untuk mendapatkan hasil analisa economic dispatch digunakan simulasi menggunakan software Matlab. Software Matlab digunakan untuk mengolah data dan mensimulasikan algortima kunang-kunang (firefly algorithm) untuk menemukan penyelesaian permasalahan economic dispatch pada sistem tenaga listrik. Software matpower ini berisi tools simulasi dan dapat dimodifikasi dengan mudah. Software Matlab sendiri merupakan suatu program computer yang bisa membantu memecahkan berbagai masalah matematis yang kerap ditemui dalam bidang teknis. Kita bisa memanfaatkan kemampuan Matlab untuk menemukan solusi dari berbagai masalah numerik secara cepat, mulai dari hal paling dasar hingga yang kompleks, seperti mencari akar-akar polinomial, interpolasi dari sejumlah data, perhitungan dengan matrik, pengolahan data, dan metode numerik. Salah satu aspek yang sangat berguna dari Matlab ialah kemampuannya untuk menggambarkan berbagai jenis grafik, sehingga kita bisa menvisualisasikan data dan fungsi yang kompleks.
18
3.3 Data masukan Pada simulasi ini memerlukan beberapa data yang akan diolah oleh Matlab itu sendiri seperti data pembangkit serta daya maksimum dan daya minimum, dan juga memerlukan nilai dari komposit dari masing – masing pembangkit sehingga simulasi ini dapat di jalankan. Dalam melakukan simulasi Software Matlab ini disertakan karakteristik dari ecomomic dispatch sehingga didapatkan biaya minimal dari biaya operasi pembangkit tenaga listrik. Data yang diperlukan untuk melakukan simulasi adalah data dari pembangkit sistem jawa bali, yang terdiri atas: 1. Data daya pembangkitan Dalam tugas akhir ini digunakan data dari sistem jawa bali yang terdiri dari 8 unit pembangkit. Menyajikan batasan minimum dan maksimum dari masing-masing pembangkitan dan batasan dari setiap pembangkit serta data-data dari biaya pembangkitannya. 2. Data daya beban Data daya beban yang digunakan dari sistem jawa bali diambil dari semua beban pembangkitan. 3. Data karakteristik economic dispatch Menyajikan data cost function. Data daya pembangkitan, data daya beban akan dipergunakan untuk running economic dispatch dalam penentuan pengaturan daya yang paling optimal dari masing-masing unit pembangkit dari sistem tenaga listrik. Data karakteristik economic dispatch digunakan untuk menghitung biaya pembangkitan pada masing-masing generator.
19
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
20
BAB 4 SIMULASI DAN ANALISA Dalam Tugas Akhir ini dilakukan simulasi untuk mendapatkan biaya yang optimal dari pembangkit. Metode utama yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah Firefly Algorithm. 4.1 Data Pembangkit Sistem Jawa-Bali 500kV Dalam tugas akhir ini digunakan data dari sistem Jawa Bali yang terdiri dari 8 unit pembangkit. Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.8 merupakan data Incremental Cost dari tiap-tiap pembangkit sebelum dikomposit. Data beban pertama diperoleh dari data lapangan melalui PT PLN Jawa-Bali yaitu menggunakan data pembebanan pada tanggal 2 Januari 2016. Tabel 4.1 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Suralaya Pembangkit c b a Pmin Pmax Unit 1 8,891,886.08 392,198.27 -47.79 200 373 Unit 2 8,891,886.08 392,198.27 -47.79 200 373 Unit 3 8,891,886.08 392,198.27 -47.79 200 373 Unit 4 8,891,886.08 392,198.27 -47.79 200 373 Unit 5 3,687,930.078 421,614.90 -56.78 301 585 Unit 6 3,687,930.078 421,614.90 -56.78 301 585 Unit 7 3,687,930.078 421,614.90 -56.78 301 585 Tabel 4.2 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Tanjung Jati Pembangkit c b a Pmin Unit 1 18,527,152 284,810.35 10.11 407.28 Unit 2 18,527,152 284,810.35 10.11 407.28 Unit 3 18,527,152 284,810.35 10.11 407.28 Tabel 4.3 Tabel persamaan heat-rate untuk pembangkit Gresik Pembangkit c b a Pmin Unit 1 14,620,577.86 1,376,991 618.9437 115 Unit 2 31,140,257.14 1,329,820 274.7114 164 Unit 3 32,279,368.13 1,323,092 165.6632 250 21
Pmax 659.75 659.75 659.75
Pmax 160 315 480
Tabel 4.4 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Paiton Pembangkit a b c Pmin Pmax Unit 1 248.53 177,955 39,146,501 225 370 Unit 2 248.53 177,955 39,146,501 225 370 Unit 3 -135.49 468,710 -144,921.05 305 610 Unit 4 -135.49 468,710 -144,921.05 305 610 Unit 5 -139.82 449,624 3,243,419.91 302 615 Unit 6 -139.82 449,624 3,243,419.91 302 615 Tabel 4.5 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Grati Pembangkit a b c Pmin Pmax Unit 1 12,064 737,619.94 83,650,302 40 99 Unit 2 12,064 737,619.94 83,650,302 40 99 Unit 3 12,064 737,619.94 83,650,302 40 99 Unit 4 12,064 737,619.94 83,650,302 40 99 Unit 5 12,064 737,619.94 83,650,302 40 99 Unit 6 -2.790 2,830,748.1 16,154,434 40 100.2 Unit 7 -2.790 2,830,748.1 16,154,434 40 100.2 Unit 8 -2.790 2,830,748.1 16,154,434 40 100.2 Tabel 4.6 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Saguling Pembangkit a b c Pmin Pmax Unit 1 0 8,000 0 87.5 175 Unit 2 0 8,000 0 87.5 175 Unit 3 0 8,000 0 87.5 175 Unit 4 0 8,000 0 87.5 175 Tabel 4.7 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Cirata Pembangkit a b c Pmin Pmax Unit 1 0 12,000 0 100 200 Unit 2 0 12,000 0 100 200 Unit 3 0 12,000 0 100 200 Unit 4 0 12,000 0 100 200 Unit 5 0 12,000 0 100 200 22
Tabel 4.8 Tabel persamaan Incremental Cost untuk pembangkit Muara Tawar Pembangkit a b c Pmin Pmax Unit 1 -2,255.0 929,051.5 -5,583,029 72 135 Unit 2 -2,255.0 929,051.5 -5,583,029 72 135 Unit 3 -2,255.0 929,051.5 -5,583,029 72 135 Unit 4 -2,255.0 929,051.5 -5,583,029 72 135 Unit 5 -2,255.0 929,051.5 -5,583,029 72 135 Unit 6 -1,373.5 805,527.4 -25,356,046 162 195 Unit 7 67.6024 335,820.3 19,176,004 210 390 Unit 8 289.523 49,744.65 104,680,540 315 585 Unit 9 -8,284.2 3,413,039 -20,510,271 72 135 Unit 10 -8,284.2 3,413,039 -20,510,271 72 135 Unit 11 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140 Unit 12 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140 Unit 13 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140 Unit 14 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140 Unit 15 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140 Unit 16 -1,329.3 1,669,763 53,310,993 35 140
4.2 Perhitungan Composite Generation Cost Function Pada perhitungan ini, berdasarkan data Incremental Cost diatas yang pertama dilakukan adalah membuat iterasi lambda. Dengan menentukan lambda minimum dan maksimum untuk tiap-tiap unit pada pembangkit. Sebagai contoh untuk pembangkitan Suralaya: a. Contoh untuk perhitungan mencari lambda minimum 𝑑𝐹 = ((2𝑎)𝑃𝑚𝑖𝑛) + 𝑏 = 𝜆𝑚𝑖𝑛 𝑑𝑃 𝜆𝑚𝑖𝑛 = ((2 × -47.79)200) + 392,198.27=373,082.52 b.
Contoh untuk perhitungan mencari lambda maksimum 𝑑𝐹 = ((2𝑎)𝑃𝑚𝑎𝑥) + 𝑏 = 𝜆𝑚𝑎𝑥 𝑑𝑃 𝜆𝑚𝑎𝑥 = ((2 ×-47.79)373) + 392,198.27=356,547.39
Kemudian, setelah mendapatkan lambda setiap unit, dilakukannya iterasi lambda, sehingga didapat nilai batas daya minimum dan 23
maksimum. Dari data Ps(MW) dan Fs(Rp/h) tersebut diperoleh fungsi biaya pembangkit gabungan, sebagai berikut: Tabel 4.9 Data komposit fungsi biaya pembangkit Jawa-Bali 500kV dengan iterasi lambda Pembanga b c Pmin Pmax kit Suralaya
-9.1668
413,479.4
40,667,794.55
1,703
3,247
Paiton Muara Tawar
-49.904
577,947.3
-147,742,233
1,954
2,900
-844.63
5,247,780
-5,092,250,789
1,851
2,811.2
Gresik Tanjung Jati
137.25
1,254,309
109,613,816.7
529
955
3.3716
284,810.3
55,581,456.83
1,221
1,979.2
Grati
4,020.1
-2,637,684
1,872,961,834
500.6
615
Cirata
0
12,000
0
500
1,000
Saguling
0
8,000
0
350
700
4.3 Simulasi Economic Dispatch dengan Firefly Algorithm Setelah didapat fungsi biaya pembangkit Jawa-Bali 500kV yang telah dikomposit dengan iterasi lambda, data dapat diolah dengan Firefly Algorithm pada software Matlab untuk mendapatkan biaya yang paling optimal. Hal yang pertama dilakukan adalah menentukan inisiasi yang akan digunakan untuk mengimplementasikan FA dalam menyelesaikan ED pada sistem Jawa-Bali 500kV, ditampilkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.10 Parameter Firefly Algorithm Parameter FF Iterasi alpha 1 30 2,500 0.5
beta 1.0
gamma 0.6
Parameter pada Tabel 4.10 digunakan secara konsisten dalam keseluruhan simulasi ini dengan menggunakan FA. Jumlah firefly menyatakan jumlah penyimpan solusi ED. Alpha merupakan konstanta yang menyatakan kemampuan intensitas cahaya pada masing-masing 24
firefly, yang diatur pada nilai 0.5. Sedangkan, untuk beta dan gamma merupakan konstanta yang diperlukan FA untuk meng-update pergerakan dan intensitas cahaya pada masing-masing firefly. 4.3.1. Parameter Sistem Kelistrikan Pada Tugas Akhir ini, terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk simulasi economic dispatch dengan menggunakan firefly algorithm. Salah satunya adalah total beban yang harus dipenuhi. Nilai total beban yang harus dipenuhi adalah 11363.4MW. Kemudian, parameter lainnya adalah iterasi maksimal. Iterasi maksimal yang digunakan pada metode firefly ini adalah sebesar 2500. Dipilih iterasi sebanyak 500 agar mendapatkan hasil yang konvergen. Parameter lainnya adalah banyaknya generator yang diolah pada metode ini, yaitu sebanyak 8 generator. Batas daya yang ditentukan sesuai dengan Tabel 4.9, daya maksimal dan minimal yang sudah dikomposit. 4.3.2. Simulasi ED dengan menggunakan FA untuk menentukan biaya total optimal Pada simulasi firefly algorithm dengan economic dispatch menggunakan Matlab didapatkan hasil biaya total yang optimal. Namun, pada saat di run beberapa kali didapat hasil yang berbeda-beda. Maka, dilakukan run sebanyak 10 kali untuk membandingkan hasil yang paling optimal. Hasil simulasi pada Matlab sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik hasil simulasi economic dispatch dengan firefly algorithm menggunakan Matlab 25
Setelah didapat hasil seperti pada grafik diatas, terdapat bentuk yang berbeda-beda dikarenakan hasil nilai biaya total yang berbeda-beda pada tiap-tiap hasil run. Nilai biaya total pada tiap-tiap hasil run sebagai berikut: Tabel 4.11 Tabel hasil Running untuk menentukan total biaya yang optimal Total Biaya Running ke(Rp × juta /jam) 1 6,929 2 6,989 3 7,099 4 6,895 5 6,920 6 6,945 7 6,926 8 7,005 9 6,833 10 7,035 6,833 Min 7,099 Max 6,958 Mean 1.09% SDV Berdasarkan hasil nilai biaya total pada tiap-tiap hasil run didapat hasil yang berbeda-beda dengan selisih yang sangat kecil, yaitu dengan standar deviasi sebesar 1.09% dan rata-rata sebesar 6,958,149,484Rp/jam. Berbeda-bedanya hasil run disebabkan karena metode firefly algorithm ini berdasarkan trial and error sehingga firefly akan mencari hasil dengan nilai yang random, maka setelah dicoba dengan 10 kali hasil run akan didapat hasil optimal yang random. Setelah didapat hasil nilai biaya total yang berbeda-beda, untuk menentukan mana yang paling optimal adalah berdasarkan nilai rata-rata. Pada 10 hasil run, nilai yang paling mendekati dengan nilai rata-rata adalah hasil run yang pertama, karena semakin kecil nilai SDV berarti nilai persebarannya semakin mendekati rata-rata. Sehingga biaya total
26
yang paling optimal pada sistem ini dengan metode firefly algorithm adalah sebesar 6,929,676,358 Rp/jam. 4.3.3. Hasil nilai biaya total pada tiap-tiap pembangkit Setelah dapat ditentukan hasil biaya total yang optimal, kemudian menentukan hasil nilai biaya total pada tiap-tiap pembangkit. Setelah sistem di-dispatch dengan metode firefly algorithm menggunakan Matlab, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.12 Tabel pembebanan optimal untuk tiap-tiap pembangkit Biaya Total Pembangkit Beban (MW) (Rp × juta/jam) Suralaya 3,247.0 1,286 Paiton 2,690.7 1,046 Muara Tawar 1,873.1 1,773 Gresik 529.0 811 Tanjung Jati 1,324.4 438 Grati 500.6 1,559 Cirata 818.8 9 Saguling 379.8 3 6,929 Total Berdasarkan Tabel 4.12, didapat hasil biaya total yang optimal pada tiap-tiap pembangkit dengan pembagian daya yang dibangkitkan sesuai dengan kemampuan tiap-tiap pembangkit. Pada tiap-tiap pembangkit diberi pembagian beban yang berbeda-beda. Contohnya, untuk pembangkit Suralaya mendapat pembagian beban maksimal atau sebesar nilai Pmax-nya, hal ini dikarenakan pembangkit Suralaya memiliki biaya total yang sangat murah untuk membangkitkan beban yang besar. Sedangkan, pembangkit Gresik dan Grati mendapat pembagian beban yang minimal atau sebesar Pmin-nya, hal ini dikarenakan kedua pembangkit ini membutuhkan biaya yang mahal untuk membangkitkan beban sesuai dengan pembagiannya. Dan untuk pembangkit sisanya, Paiton; Muara Tawar; Tanjung Jati; Cirata; dan Saguling mendapat pembagian beban yang besarnya diantara Pmin dan Pmax-nya, hal ini dikarenakan firefly menentukan secara random agar hasil untuk pembagian beban tetap optimal dan sesuai batas kemampuan pada pembangkit. 27
4.4 Menentukan Biaya Untuk Tiap-Tiap Unit pada Pembangkit Selanjutnya untuk menentukan biaya pada tiap-tiap pembangkit, yaitu dengan men-ED kembali pembangkit tersebut, bila sudah ditentukan nilai daya dan biaya optimal pada pembangkit tersebut. Sebagai contoh untuk pembangkit Paiton, setelah di ED pembangkit ini memiliki daya optimal sebesar 2690.7 MW. Kemudian, dengan metode yang sama tiap unit pada Paiton di ED dengan firefly algorithm akan didapat daya dan biaya optimal pada tiap-tiap unitnya. Tabel 4.13 Tabel pembebanan tiap unit pada pembangkit Paiton Foptimal Pembangkit Pmin Pmax Poptimal (Rp × juta /jam) Unit 1 225 370 272.8 105 Unit 2 225 370 284.6 109 Unit 3 305 610 565.6 221 Unit 4 305 610 383.2 159 Unit 5 302 615 605.0 224 Unit 6 302 615 579.3 216
Gambar 4.2 Grafik hasil optimasi pembangkit Paiton
28
4.5 Perbandingan Dengan Metode Lain Untuk dapat mengetahui apakah metode ini memiliki kelebihan atau kekurangan, maka dapat dibandingkan dengan metode lain. Metode lain yang dipilih adalah Quadratic Programing dan Cuckoo Algorithm. 4.5.1. Quadratic Programming Pada metode ini hasil total biaya yang didapatkan adalah sebesar 10,749,972,892.3 Rp/jam. Hasilnya cukup berbeda jauh dengan metode firefly algorithm. Hal ini menandakan bahwa metode firefly algorithm lebih murah dan optimal dalam mendapatkan hasil yang paling diinginkan. 4.5.2. Cuckoo Algorithm Pada metode ini hasil total biaya yang didapatkan adalah sebesar 6,847,332,395 Rp/jam. Hasilnya hampir sama, namun pada metode ini dapat menghasilkan biaya total yang sedikit lebih murah daripada metode firefly algorithm. Sehingga, metode ini sedikit lebih efektif daripada metode firefly algorithm. Tabel 4.14 Tabel perbandingan dengan metode lain dalam Rp/jam Nama Metode Hasil Perhitungan (Rp/jam) Firefly Algorithm 6,929,676,358.4 Quadratic Programming 10,749,972,892.3 Cuckoo Algorithm 6,847,332,395.0
29
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
30
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil simulasi Firefly Algorithm pada Tugas Akhir ini dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Besarnya nilai iterasi mempengaruhi hasil simulasi pada tugas akhir ini. Setiap pembangkit memiliki nilai iterasi minimal tersendiri untuk mencapai nilai konvergen. Untuk data pembangkit ini, pada nilai iterasi ke-500 sudah dapat mencapai nilai konvergen. 2. Dengan menggunakan Composite Generation Cost Function dapat mempermudah untuk mengolah data pada setiap generator yang memiliki pembangkit yang lebih dari dua, sehingga saat pengolahan data dengan metode AI lebih sederhana. 3. Metode Firefly Algorithm dapat memperkecil biaya pembangkitan, sehingga metode ini cukup optimal untuk mengoptimalkan biaya pembangkitan. 4. Dengan nilai Mean=6,958,149,484Rp/jam dan dengan SDV=1.09%, maka dapat ditentukan bahwa nilai biaya total=6,929,676,358.4 Rp/jam. 5. Penggunaan Firefly Algorithm jauh lebih hemat dibanding menggunakan Quadratic Programming dengan FA sebesar Rp 6,92M sedangkan Quadprog sebesar Rp 10M. 6. Penggunaan Cuckoo Algorithm sedikit lebih murah dibanding menggunakan Firefly Algorithm dengan FA sebesar Rp 6,92M sedangkan Cuckoo Algorithm sebesar Rp 6,8M. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian dibidang sistem tenaga berdasarkan hasil dan analisa pada Tugas Akhir ini, antara lain: 1. Untuk penelitian ke depannya dengan menggunakan Firefly Algorithm dapat mempertimbangkan losses yang dihasilkan dalam sistem pembangkit. 2. Untuk penelitian ke depannya, faktor emisi bisa dimasukan kedalam fungsi objektif tugas akhir. 3. Untuk penelitian ke depannya, dapat mempertimbangkan beban yang tidak mulus.
31
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
32
DAFTAR PUSTAKA [1] Syafii, Monice. “OPERASI EKONOMIS (Economic Dispatch) PEMBANGKIT MELAYANI BEBAN PUNCAK KELISTRIKAN SUMBAR”. November, 2013. [2] Setiadi, Herlambang. “Penalaan Parameter Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) menggunakan Firefly Algorithm (FA) pada Sistem Tenaga Listrik Multimesin”. 2014. [3] Robandi, Imam. “Modern Power System Control”. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 2009. [4] Rumana, Dante. Dr. Ir. Hermawan, DEA. Mochammad Facta, ST, MT. “Implementasi Algoritma Genetik dalam Economic Dispatch dengan Valve Point Loading”. Desember. 2012. [5] B. H. Chowdhury dan S. Rahman, “A review of recent advances in economic dispatch,” IEEE Trans Power Syst., vol. 5, no. 4, pp. 1248– 1259, Apr. 1990. [6] Hadhi, Benny Prastikha. Optimisasi Unit Commitment Mempertimbangkan Fungsi Biaya Tidak Mulus Dengan Firefly Algorithm. Surabaya. 2014. [7] Jati, Gilang Kusuma. “ANALISIS DAN IMPLEMENTASI FIREFLY ALGORITHM (FA) PADA MASALAH TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)”. 2011. [8] “http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19172chapter1pdf.pdf”. Diakses pada tanggal 22 Mei 2016. [9] Wood, Allen J.. Power Generation Operation And Control. 1996. [10] Fasich, Moh. Pengaruh Proyek Kelistrikan 10.000 MW pada Biaya Listrik Lokal di Sistem Jawa Bali 500 KV. 2013. [11] PT PLN (Persero),”Statistik PLN 2011 dan RUPTL 2011-2020”, URL:http://www.pln.co.id,2011 [12] Arjana, Gede. Analisis Stabilitas Transient Pada Sistem Tenaga Listrik dengan Mempertimbangkan Beban Non-Linear. 2012 [13] Sawai, S. Y. M. Wilhelmina. Studi Aliran Sistem Tenaga Listrik Interkoneksi Jawa-Bali. 2008. [14] Nadu, Tamil. Economic Dispatch Using Firefly Algorithm. Maret, 2014.
33
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
34
LAMPIRAN I. Script Firefly Algorithm clear all; clc; tic % INISIASI AWAL alpha firefly () betamin firefly () gamma firefly () firefly it iterasi_max
= 0.5;
% parameter
= 1.0;
% parameter
= 0.6;
% parameter
= 30; = 0; = 500;
% jumlah firefly % iterasi awal % iterasi maksimum
%Parameter Sistem Kelistrikan ngen = 8; Beban = 11363.4; % beban awal 11494; pmin_max = [1703 3247 % daya max dan daya max dari setiap generator 1954 2900 1851 2811.234 529 955 1221.84 1979.25 500.6 615 500 1000 350 700]; koef_biaya_genA = [-9.166894088 413479.4495 40667794.55]; % didapatkan dari rumus ax^2+bx+c koef_biaya_genB = [-49.90432603 577947.3721 147742233.8]; koef_biaya_genC = [-844.6359886 5247780.388 5092250789]; koef_biaya_genD = [137.2510918 1254309.502 109613816.7]; 35
koef_biaya_genE 55581456.83]; koef_biaya_genF 1872961834]; koef_biaya_genG koef_biaya_genH
= [3.371620619 284810.3599
fuel_cost_genA
= [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0 = [1.0 0.0 0.0
fuel_cost_genB fuel_cost_genC fuel_cost_genD fuel_cost_genE fuel_cost_genF fuel_cost_genG fuel_cost_genH
= [4020.136237 -2637684.398 = [0 12000 0]; = [0 8000 0]; 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0
0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0]; 0.0 0.0 1.0];
%INISIASI POSISI AWAL PARTIKEL for i=1:ngen % i = baris 1 sampai ke 8 for j=1:firefly % j = kolom 1 sampai ke (jumlah firefly) posisi_awal(j,i)= (pmin_max(i,2)pmin_max(i,1))*rand + pmin_max(i,1); %(i,2)=(baris,kolom) 36
end end for j=1:firefly % j = kolom 1 sampai ke (jumlah firefly) [posisi_awal(j,:)]=Constraint_Check(posisi_awal( j,:), Beban, pmin_max(:,1)', pmin_max(:,2)', ngen); end jumlah_p = sum(posisi_awal'); % posisi awal generator di total semua % for K = 1:firefly % if jumlah_p(K) < Beban % jika posisi awal generator kurang dari Beban MW maka : % korektor(K) = ((Beban jumlah_p(K))/ngen); % posisi_awal(K,:) = posisi_awal(K,:)+ korektor(K); % elseif (jumlah_p(K) > Beban) % jika posisi awal generator lebih dari Beban MW maka : % korektor(K) = ((jumlah_p(K) Beban)/ngen); % posisi_awal(K,:) = (posisi_awal(K,:) korektor(K)); % end % end P_1 P_2 P_3 P_4 P_5 P_6 P_7 P_8
= = = = = = = =
posisi_awal(:,1); posisi_awal(:,2); posisi_awal(:,3); posisi_awal(:,4); posisi_awal(:,5); posisi_awal(:,6); posisi_awal(:,7); posisi_awal(:,8);
% % % % % % % %
daya daya daya daya daya daya daya daya
pembangkit pembangkit pembangkit pembangkit pembangkit pembangkit pembangkit pembangkit
matriks_A = koef_biaya_genA*fuel_cost_genA; %mencari matriks dari setiap generator 37
1 2 3 4 5 6 7 8
matriks_B matriks_C matriks_D matriks_E matriks_F matriks_G matriks_H
= = = = = = =
koef_biaya_genB*fuel_cost_genB; koef_biaya_genC*fuel_cost_genC; koef_biaya_genD*fuel_cost_genD; koef_biaya_genE*fuel_cost_genE; koef_biaya_genF*fuel_cost_genF; koef_biaya_genG*fuel_cost_genG; koef_biaya_genH*fuel_cost_genH;
biaya_genA = (matriks_A(1,1).*(P_1).^2) +(matriks_A(1,2).*(P_1))+matriks_A(1,3); %memasukkan rumus ax^2+bx+c biaya_genB = (matriks_B(1,1).*(P_2).^2) +(matriks_B(1,2).*(P_2))+matriks_B(1,3); biaya_genC = (matriks_C(1,1).*(P_3).^2) +(matriks_C(1,2).*(P_3))+matriks_C(1,3); biaya_genD = (matriks_D(1,1).*(P_4).^2) +(matriks_D(1,2).*(P_4))+matriks_D(1,3); biaya_genE = (matriks_E(1,1).*(P_5).^2) +(matriks_E(1,2).*(P_5))+matriks_E(1,3); biaya_genF = (matriks_F(1,1).*(P_6).^2) +(matriks_F(1,2).*(P_6))+matriks_F(1,3); biaya_genG = (matriks_G(1,1).*(P_7).^2) +(matriks_G(1,2).*(P_7))+matriks_G(1,3); biaya_genH = (matriks_H(1,1).*(P_8).^2) +(matriks_H(1,2).*(P_8))+matriks_H(1,3); total_biaya = biaya_genA+ biaya_genB+ biaya_genC+ biaya_genD+ biaya_genE+ biaya_genF+biaya_genG+biaya_genH; % digunakan untuk mencari lightbest inequal=[P_1<1703 P_1>3247 P_2<1954 P_2>2900 P_3<1851 P_3>2811.234 P_4<529 P_4>955 P_5<1221.84 P_5>1979.25 P_6<500.6 P_6>615 P_7<500 P_7>1000 P_8<350 P_8>700]; inequLITY = sum(inequal'); clear j for j=1:firefly if inequLITY(j)>0 total_biaya(j)=2*10^10; end 38
end %equality jumlah_p = sum(posisi_awal'); % posisi awal generator di total semua for K = 1:firefly if jumlah_p(K) < Beban % jika posisi awal generator kurang dari Beban MW maka : total_biaya(K)=2*10^10; end end [lambda,In]=min(total_biaya); minimum lightbest =lambda; posisi_best=posisi_awal(In,:);
% biaya
clear j i posisi_firefly=posisi_awal; for ikj=1:firefly, % Parameter Attractiveness Kunang-Kunang : beta=exp(-gamma*r) for jkj=1:firefly, r=sqrt(sum((posisi_firefly(ikj,:)posisi_firefly(jkj,:)).^2)); % MengUpdate Pergerakan kunang-kunang if total_biaya(ikj)>total_biaya(jkj), % Apakah lebih terang dan attractive beta0=0.5; beta=(beta0)*exp(gamma*r.^2); tmpf=alpha.*((rand(1,1))0.5); % xn(ikj,:)=xn(ikj,:).*(1beta)+nso(jkj,:).*beta+tmpf; % posisi_firefly(ikj,:)=posisi_firefly(ikj,:)+beta 0.*exp(-gamma*r.^2)+tmpf;
39
posisi_firefly(ikj,2)=posisi_firefly(ikj,2).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,2).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,3)=posisi_firefly(ikj,3).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,3).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,4)=posisi_firefly(ikj,4).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,4).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,5)=posisi_firefly(ikj,5).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,5).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,6)=posisi_firefly(ikj,6).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,6).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,7)=posisi_firefly(ikj,7).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,7).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,8)=posisi_firefly(ikj,8).*(1beta)+(posisi_firefly(jkj,8).*beta)+tmpf; posisi_firefly(ikj,1)=Bebansum(posisi_firefly(ikj,2:8)); end end end %[Pgg]=Constraint_Check(Pgg, Pd, Bb, Ba, jum_variabel) for j=1:firefly % j = kolom 1 sampai ke (jumlah firefly) [posisi_firefly(j,:)]=Constraint_Check(posisi_fi refly(j,:), Beban, pmin_max(:,1)', pmin_max(:,2)', ngen); end while it
40
P_1 = posisi_firefly(:,1); pembangkit 1 P_2 = posisi_firefly(:,2); pembangkit 2 P_3 = posisi_firefly(:,3); pembangkit 3 P_4 = posisi_firefly(:,4); pembangkit 4 P_5 = posisi_firefly(:,5); pembangkit 5 P_6 = posisi_firefly(:,6); pembangkit 6 P_7 = posisi_firefly(:,7); pembangkit 7 P_8 = posisi_firefly(:,8); pembangkit 8
% daya % daya % daya % daya % daya % daya % daya % daya
matriks_A = koef_biaya_genA*fuel_cost_genA; %mencari matriks dari setiap generator matriks_B = koef_biaya_genB*fuel_cost_genB; matriks_C = koef_biaya_genC*fuel_cost_genC; matriks_D = koef_biaya_genD*fuel_cost_genD; matriks_E = koef_biaya_genE*fuel_cost_genE; matriks_F = koef_biaya_genF*fuel_cost_genF; matriks_G = koef_biaya_genG*fuel_cost_genG; matriks_H = koef_biaya_genH*fuel_cost_genH; biaya_genA = (matriks_A(1,1).*(P_1).^2) +(matriks_A(1,2).*(P_1))+matriks_A(1,3); %memasukkan rumus ax^2+bx+c biaya_genB = (matriks_B(1,1).*(P_2).^2) +(matriks_B(1,2).*(P_2))+matriks_B(1,3); biaya_genC = (matriks_C(1,1).*(P_3).^2) +(matriks_C(1,2).*(P_3))+matriks_C(1,3); biaya_genD = (matriks_D(1,1).*(P_4).^2) +(matriks_D(1,2).*(P_4))+matriks_D(1,3); biaya_genE = (matriks_E(1,1).*(P_5).^2) +(matriks_E(1,2).*(P_5))+matriks_E(1,3); biaya_genF = (matriks_F(1,1).*(P_6).^2) +(matriks_F(1,2).*(P_6))+matriks_F(1,3); 41
biaya_genG = (matriks_G(1,1).*(P_7).^2) +(matriks_G(1,2).*(P_7))+matriks_G(1,3); biaya_genH = (matriks_H(1,1).*(P_8).^2) +(matriks_H(1,2).*(P_8))+matriks_H(1,3); total_biaya = biaya_genA+ biaya_genB+ biaya_genC+ biaya_genD+ biaya_genE+ biaya_genF+biaya_genG+biaya_genH; % digunakan untuk mencari lightbest inequal=[P_1<1703 P_1>3247 P_2<1954 P_2>2900 P_3<1851 P_3>2811.234 P_4<529 P_4>955 P_5<1221.84 P_5>1979.25 P_6<500.6 P_6>615 P_7<500 P_7>1000 P_8<350 P_8>700]; inequLITY = sum(inequal'); clear j for j=1:firefly if inequLITY(j)>0 total_biaya(j)=2*10^10; end end %equality jumlah_p = sum(posisi_firefly'); % posisi awal generator di total semua for K = 1:firefly if jumlah_p(K) < Beban || jumlah_p(K) > Beban % jika posisi awal generator kurang dari Beban MW maka : total_biaya(K)=2*10^10; end end [lambda,In]=min(total_biaya); %biaya minimum lightbest(it)=lambda; posisi_best(1,:)=posisi_firefly(In,:); clear j i sebelum=posisi_firefly; for ikj=1:firefly, 42
% Parameter Attractiveness Kunang-Kunang : beta=exp(-gamma*r) for jkj=1:firefly, r=sqrt(sum((posisi_firefly(ikj,:)posisi_firefly(jkj,:)).^2)); % MengUpdate Pergerakan kunang-kunang if total_biaya(ikj)>total_biaya(jkj), % Apakah lebih terang dan attractive beta0=0.5; beta=(beta0)*exp(gamma*r.^2); tmpf=alpha.*((rand(1,1))-0.5); % xn(ikj,:)=xn(ikj,:).*(1beta)+nso(jkj,:).*beta+tmpf; % posisi_firefly(ikj,1)=posisi_firefly(ikj,1).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,1).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,2)=posisi_firefly(ikj,2).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,2).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,3)=posisi_firefly(ikj,3).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,3).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,4)=posisi_firefly(ikj,4).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,4).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,5)=posisi_firefly(ikj,5).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,5).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,6)=posisi_firefly(ikj,6).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,6).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,7)=posisi_firefly(ikj,7).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,7).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,8)=posisi_firefly(ikj,8).*(1beta0)+(posisi_firefly(jkj,8).*beta0)+tmpf; posisi_firefly(ikj,1)=Bebansum(posisi_firefly(ikj,2:8)); 43
end end end for j=1:firefly % j = kolom 1 sampai ke (jumlah firefly) [posisi_firefly(j,:)]=Constraint_Check(posisi_fi refly(j,:), Beban, pmin_max(:,1)', pmin_max(:,2)', ngen); end sesudah=posisi_firefly; lambda it end jumlah_p = sum(posisi_best); delP=jumlah_p-Beban posisi_best %figure, plot(lightbest)
II. Script Constraint Check function [Pgg]=Constraint_Check(Pgg, Pd, Bb, Ba, jum_variabel) % if exist('Pgg')~=1 % Pgg=input('Enter Pembangkitan Generator'); % else,end % if exist('Ba')~=1 % Ba = input('Enter matrix Batas Atas'); % else, end % if exist('Bb')~=1 % Bb = input('Enter matrix Batas Bawah'); % else, end Pggmax = zeros(1,jum_variabel); menampung pembangkitan yang mencapai Pggmin = zeros(1,jum_variabel); menampung pembangkitan yang mencapai 44
%untuk batas atas %untuk batas bawah
Pggs = zeros(1,jum_variabel); %untuk menampung pembangkitan sisa pembangkitan Pggss = zeros(1,jum_variabel); %untuk menampung pembangkitan sisa pembangkitan Pgb1 = zeros(1,jum_variabel); %untuk menampung pembangkitan sama dengan beban % Pgbmax = zeros(jum_variabel,jum_partikel); %untuk menampung pembangkitan yang sama dengan beban % Pgbs = zeros(jum_variabel,jum_partikel); %untuk menampung % Pgbss = zeros(jum_variabel,jum_partikel); % Pds = zeros(1,1); %untuk menampung pembangkitan sisa pembangkitan for k=1:jum_variabel Pgb1(1,k)=(Pgg(1,k)/sum(Pgg)).*Pd; end Pgg = Pgb1; for k=1:jum_variabel if Pgg(1,k)>Ba(1,k) Pgg(1,k)=Ba(1,k); elseif Pgg(1,k)
for k=1:jum_variabel Pggss(1,k)=(Pggs(1,k)/sum(Pggs)).*Pd; end end if sum(Pggs(1,:))>Pd for k=1:jum_variabel if Pggs(1,k)==Bb(1,k) Pggmin(1,k)=Pggs(1,k); Pggs(1,k)=0; Pds=Pd-Pggmin(1,k); Pd=Pds; else Pggs(1,k)=Pggs(1,k); end end if sum(Pggs(1,:))~=0 for k=1:jum_variabel Pggss(1,k)=(Pggs(1,k)/sum(Pggs)).*Pd; end end end Pgg1=Pggmax+Pggss+Pggmin; Pgg=Pgg1; % Pd(1,tr)= Beban(1,tr); end
46
Riwayat Hidup
Lury Amatullah Lumba lahir di Bandung tanggal 4 September 1995. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan, seperti HIMATEKTRO ITS. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan dari SMA Taruna Bakti, Bandung ke S1 Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan mengambil bidang studi Sistem Tenaga. Saat ini penulis disibukan dengan bisnis makanan dan makeup artist. Email:
[email protected]
47