ECONOMIC DISPATCH MENGGUNAKAN QUANTUM-BEHAVED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (QPSO) PADA SISTEM TENAGA LISTRIK Sandy Febrian, Prof. Dr.Ir.Adi Soeprijanto, MT, Prof.Ir.Ontoseno Penangsang, M.Sc,Ph.D Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak- Saat ini, kemajuan teknologi yang pesat mengakibatkan jumlah konsumsi energi listrik juga semakin besar. Energi listrik yang disalurkan kepada pelanggan harus terjaga baik kuantitas ataupun kualitas, tetapi dengan harga jual listrik yang wajar. Harga jual listrik kepada pelanggan sangat dipengaruhi oleh harga biaya bahan bakar. Pada artikel ini, dilakukan analisis Economic Dispatch pada sistem IEEE 5-bus, 14-bus dan 26-bus. Perhitungan Economic Dispatch ini menggunakan metode Quantum-behaved Particle Swarm Optimization (QPSO) yang kemudian akan dibandinngkan dengan metode Particle Swarm Optimization (PSO) dan metode Lagrange untuk mendapatkan nilai daya output maksimum dengan biaya pembangkitan minimum. Tujuan akhir yang ingin dicapai pada artikel ini adalah bagaimana biaya pembangkitan, maupun daya yang dihasilkan oleh masing-masing unit pembangkit pada setiap metode untuk mendapatkan biaya termurah. Berdasarkan hasil simulasi, terlihat bahwa penggunaan metode QPSO lebih unggul dari metode PSO dan Lagrange. Hasil simulasi dan analisa menunjukan biaya termurah didapat pada metode QPSO.
Kata kunci: Economic Dispatch, iterasi lambda, Lagrange, PSO, QPSO 1. PENDAHULUAN Saat ini, kemajuan teknologi yang pesat mengakibatkan jumlah konsumsi energi listrik juga semakin besar. Energi listrik yang disalurkan kepada pelanggan harus terjaga baik kuantitas ataupun kualitas, tetapi dengan harga jual listrik yang wajar. Harga jual listrik kepada pelanggan sangat dipengaruhi oleh harga biaya bahan bakar. Penghematan dari segi bahan bakar dapat menekan biaya produksi tenaga listrik. Penghematan dari segi bahan bakar berkaitan dengan sistem penjadwalan pengoperasian generator-generator pada suatu pembangkit secara cermat dan teliti sehingga biaya produksi dapat dikurangi selain itu dapat meningkatkan keandalan system tenaga listrik dan mengurangi dampak lingkungan [1]. Economic dispatch (ED) adalah pembagian daya yang harus dibangkitkan oleh generator dalam suatu sistem tenaga listrik sehingga dapat memenuhi kebutuhan beban dengan biaya minimum [1,3]. Dengan penerapan ED maka didapatkan biaya pembangkitan yang minimum terhadap biaya produksi daya listrik. Beberapa metode konvensional yang telah digunakan untuk ED adalah metode iterasi Lambda, metode Langrange, Dynamic Programming dan lain-lain. Selain menggunakan metode konvensional, masalah economic dispatch dapat diselesaikan dengan menggunakan Differential Evolution (DE).
Pada artikel ini dipilih metode Quantum-Behaved Particle Swarm Optimization (QPSO), karena terbukti lebih baik dari PSO [1,6,7] Selanjutnya hasil optimisasi menggunakan QPSO akan dibandingkan dengan hasil optimisasi menggunakan metode PSO, dan metode konvensional yang lainya yaitu metode Lagrange. Dengan menggunakan metode QPSO diharapkan hasil kombinasi daya output tiap pembangkit lebih akurat sehingga diperoleh biaya produksi yang lebih rendah. 2. DASAR TEORI Dalam artikel ini membahas optimisasi ED menggunakan QPSO. Adapun penjelasan mengenai ED, PSO dan QPSO akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 2.1 Economic Dispatch (ED) Economic Dispatch (ED) merupakan pembagian daya yang harus dibangkitkan oleh generator dalam suatu sistem tenaga listrik sehingga diperoleh kombinasi unit pembangkit yang dapat memenuhi kebutuhan beban dengan biaya yang optimum. Tujuan utama ED adalah meminimalkan konsumsi bahan bakar generator untuk memperoleh kondisi optimal. Penentuan daya output pada setiap generator hanya boleh bervariasi pada batas-batas (constraint) tertentu . Artikel ini memiliki batasan dalam ED, yaitu equality dan inequality. Batasan equality adalah suatu keseimbangan daya antara daya yang dibangkitkan dengan daya beban dan rugi transmisi. Batasan inequality adalah batas minimum dan maksimum pembangkitan suatu generator yang harus dipenuhi. Untuk menghasilkan operasi ekonomis suatu sistem tenaga, maka diperlukan langkah penjadwalan ekonomis. Kesetimbangan pembangkitan daya real sama dengan total beban. ditambah rugi-rugi disebut dengan power balance. Dalam persamaan dapat dituliskan:
∑ P= i
Pd + PL
(1)
dengan P d daya permintaan konsumen (Power demand) P L rugi trnsmisi yang terjadi pada jaring transmisi (Power Losses) Persamaan di atas dikenal dengan sebutan equality constaint. Permasalahan ED menjadi lebih rumit dengan adanya losses pada persamaan (1). Besar losses yang terjadi bergantung pada besar aliran daya yang mengalir pada
jaring transmisi tersebut. Besar aliran daya yang mengalir pada jaring transmisi dipengaruhi oleh kombinasi daya output yang dibangkitkan generato. Hal itu menentukan besar losses yang terjadi. Pada permasalahan ED, adalah permasalahan optimasi. optimisasi ED dilakukan pada segi biaya bahan bakar (fuel cost) yang memiliki karakteristik tidak linear seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Bentuk umum dari persamaan fungsi biaya pembangkit direpresentasikan dalam bentuk polinomial orde duaterdapat seperti pada persamaan (2), dengan variabel a, b dan c adalah koefisien biaya operasi produksi dari suatu pembangkit. Koefisien c juga merepresentasikan biaya operasi pembangkit ketika tidak memproduksi energi listrik [2]. (2) Fi ( Pi ) = a i + bi Pi + c i Pi 2 Dengan, F i Besar biaya pembangkitan pada pembangkit ke-i P i Daya output dari pembangkit ke-i Dari persamaan (2) terlihat bahwa hubungan antara daya keluaran dahn biaya bukanlah fungsi yang linier. Kombinasi daya output dan biaya harus memenuhi kebutuhan daya dalam sistem tenaga lstrik, namun masih di dalam batas kemampuan karakteristik generator. Permasalahan ED sangat rumit, hanya bisa dilakukan dengan metode iterasi. Parameter-parameter yang telah dijelaskan dapat dituliskan dalam persamaan. 2 (3) Min ∑ F= ( Pi ) Min ∑ ( ai + bi Pi + ci Pi ) i PGi min ≤ PG ≤ PGi max (4) dengan P Gi adalah besar daya yang dibangkitkan generator ke-i atau disebut dengan inequality constraint [3].
2.2 Particle Swarm Optimization (PSO) Metode PSO diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhard padatahun 1995 [4,5]. Merupakan suatu metode optimisasi yang flexible dan handal dengan populasi yang berbasis stokastik. Metode ini banyakditerapkan dalam sistem tenaga. Metode ini didasarkan pada perilaku sebuah kawanan serangga, seperti semut, rayap, lebah atau burung maupun ikan. AlgoritmaPSO meniru perilaku sosial organisme ini. Perilaku sosial terdiri dari tindakan individu dan pengaruh dari individu-individu lain dalam suatu kelompok. Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa PSO merupakan jenis metodeoptimisasi yang sederhana, kemampuan mencapai konvergensi yang cepat. PSO dikembangkan dengan berdasarkan pada model berikut: a. Ketika seekor burung mendekati target atau makanan (atau bisa mnimumatau maximum suatu fungsi tujuan) secara cepat mengirim informasikepada burung-burung yang lain dalam kawanan tertentu b. Burung yang lain akan mengikuti arah menuju ke makanan tetapi tidaksecara langsung c. Ada komponen yang tergantung pada pikiran setiap burung, yaitu memorinya tentang apa yang sudah dilewati pada waktu sebelumnya. Adapun alur dari PSO dijelaskan dalam flowchart berikut:
START
Inisialisasi Current Position, Velocity
Fungsi Objektif
Update Personal Best
Upate Global Best
Update Weight
Update Velocity
Update Position
Iterasi Max ??
Tidak
Ya
STOP
Gambar 1. Flowchart proses optimisasiPSO[6] Pada PSO terspaat inisialisasi partikel dan penentuan posisi awal. Setiap partikel memiliki posisi terbaik sendiri, dan akan bergerak menuju posisi terbaik di saat yang sama. Dari pergerakan tersebut, terdapat update kecepatan partikel. Terdapat 3 variabel pada fase ini, yaitu c1(atau disebut dengan konstanta kognitif), c2(atau disebut dengan konstanta sosial), dan inertia weight (w) atau disebut dengan fungsi penimbang. Update Ini dilakukan oleh partikel-partikel yang belum optimal. Tujuanya adalah mengatur eksplorasi global dan lokal yang dilakukan oleh partikel untuk setiap iterasi. Fungsi perbaikan weight ditentukan oleh persamaan sebagai berikut :
iter max − iter (t ) w(t ) = ( w max − w min) x( ) + w min (4) iter max Dengan : W(t) = Peniimbang (weight) W max = Nilai penimbang maksimum W min = Nilai penimbang minimum Iter max = Iterasi maksimum Iter(t) = Iterasi keNilai inertia weight biasanya diatur antara nilai 0.4 sampai 0.9. konsep inertia weight ini dikembangkan oleh Shi dan Eberhart pada tahun 1998 yang menginspirasi modifikasi kecepatan dan posisi partikel dengan menggunakan paramete inertia weight yang dapat diatur. Persamaan update velocity dan posisi partikel : V= (t + 1) w(t )*V (t ) + c1 * r1(t )*( pbest (t ) − X (t )) + c 2 * r 2(t )*( gbest (t ) − X (t ))
(5)
X (t + 1)= X (t ) + V (t + 1) (6) Dengan : t = iterasi V(t) = Kecepatan partikel saat iterasi t V(t+1) = Kecepatan partikel saat iterasi t+1 X(t) = Posisi partikel saat iterasi t X(t+1) = Posisi partikel saat iterasi ke t+1 c1 = konstanta akselerasi 1 (konstanta kognitif) c2 = konstanta akselerasi 2 (konstanta sosial) r1(t) = bilangan acak terdistribusi seragam antara 0 dan 1 r2(t) = bilangan acak terdistribusi seragam antara 0 dan 1 pbest(t) = posisi terbaik lokal saat iterasi t
gbest(t) = posisi terbaik global saat iterasi t
(k))
est-P
selfb
C3(P
C2(P
grou
pbes
β= (t ) β max − (
))
P(k+1) Ct P(k)
iter max
) * iter (t )
(7)
Dengan : β(t) = contraction-expansion coefficient (beta) β max (t) = nilai awal contraction-expansion coefficient β min (t) = nilai akhir contraction-expansion coefficient iter max = Iterasi maksimum iter(t) = Iterasi
t-P(k
Pglobalbest
P(k) Pselfbest
Gambar 2. Gambaran pencarian PSO[7]
β max − β min
sederhana
Dengan menggunakan metode Monte Carlo, Posisi baru pada QPSO ditunjukkan pada persamaan 8 dan 9. Partikel hanya berpindah dalam satuan waktu. Dalam proses perpindahan itu juga terdapat proses evaluasi.
1 = Pid (t ) + β (t )*(mbestd (t ) − Xid (t ))*ln( ), k ≥ 0.5 (8) Xid (t + 1) u 1 Xid (t + 1) = Pid (t ) − β (t )*(mbestd (t ) − Xid (t ))*ln( ), k < 0.5 (9) u
2.2.1 Quantum-behaved Particle Swarm Optimization Fisika adalah dasar ilmu pengetahuan modern dan Dengan nilai P id (t) dan φ d (t) sebagai berikut : teknologi. Baru-baru ini, sebuah metode optimisasi telah terinspirasi dari konsep mekanika kuantum dan komputasi (10) = Pid (t ) ϕ d (t ) * pbestid (t ) + (1 − ϕ d (t )) * gbestd (t ) [8,9,10]. Mekanika kuantum merupakan pergerakan partikel pada lintasan yang ditentukan. Inspirasi terhadap konsep c1 * r1d (t ) ϕ d (t ) = kuantum telah membawa perubahan bagi perkembangan (11) ( c 1 * rid (t )) + (c 2 * r 2 d (t )) PSO. metode yang digunakan pada artikel ini yaitu Quantum behaved Particle Swarm Optimization(QPSO). 1 N (12) ( ) mbest t pbestid (t ) = d QPSO merupakan integrasi antara quantum computing dan N t =1 PSO. Berikut merupakan urutan-urutan proses optimisasi yang dilakukan oleh QPSO dan dibandingkan dengan PSO Keterangan : biasa. t = iterasi START X id (t) = posisi dari partikel pada iterasi t Xid(t+1) = posisi dai partikel pada iterasi t+1 P id (t) = Local attractor dari partikel pada iterasi t C1 = konstanta akselerasi 1 (konstanta kognitif) C2 = konstanta akselerasi 2 (konstanta sosial) r 1d (t) = Bilangan acak terdistribusi seragam antara 0 dan 1 r2d(t) = Bilangan acak terdistribusi seragam antara 0 dan 1 Pbest id (t)= posisi terbaik lokal partikel pada iterasi t Gbest id (t)= posisi terbaik global partikel pada iterasi t Mbest = mean best poistion
∑
Inisialisasi Current Position
Fungsi Objektif
Update Personal Best
Upate Mean Best
Update Global Best
Update Beta
Update Position
Iterasi Max ??
Tidak
3.
PENERAPAN QPSO UNTUK ECONOMIC DISPATCH
Ya
STOP
Gambar 3. Flowchart proses optimisasi QPSO[11] Salah satu parameter pembeda yang digunakan dalam QPSO adalah contraction-expansion coefficient. Parameter ini digunakan untuk mengatur kecepatan konvergensi dari partikel. Nilai awal β max =1 digunakan untuk mengakomodasi pencarian awal yang lebih global dan dinamis. Dan kemudian nilai β berangsur-angsur menurun hingga mencapai nilai β min = 0,4. Hal ini digunakan untuk mengakhiri pencarian algoritma QPSO dengan pencarian lokal yang lebih baik [6]. Persamaan beta (β) ditunjukkan oleh persamaan [11,12,] :
Dalam artikel ini, pegumpulan data yang digunakan adalah IEEE 5 bus, 14 bus dan 26 bus. Hasil ED akan didapat menggunakan metode Quantum Particle Swarm Optimization (QPSO), yang kemudian akan dibandingkan dengan metode konvensional lainya yaitu PSO dan metode Lagrange. Daya yang dibangkitkan tentunya memperhatikan batas-batas equality dan inequality. Dari hasil pembangkitan, akan dimasukan ke dalam fungsi obyektif berupa biaya. Kemudian dari metode-metode yang dijelaskan sebelumnya, dilakukan metode QPSO.yang kemudian dibandingkan dengan metode Lagrange dan PSO. Dari hasil metode-metode tersebut akan dibandingkan dan dianalisis untuk menentukan metode mana yang paling optimal untuk permasalahan ED.
3.1 Optimisasi ED Menggunakan QPSO Flowchart optimisasi ED menggunakan QPSO ditunjukkan pada Gambar 3.1. Parameter QPSO yang digunakan adalah ilai dari beta (β). Setiap sistem yang diuji memiliki nilai β max =1 dan β min = 0,4. Selain itu, parameter yang lain adalah jumlah partikel yang digunakan. Pada pengujian ini, diberikan jumlah partikel untuk sistem 5 bus adalah 10 partikel, untuk 14 bus adalah 20 partikel dan ntuk 26 bus sebanyak 30 partikel. Pada metode ini, parameter lain yaitu konstanta akselerasi 1 (konstanta kognitif), dan konstanta akselerasi 2 (konstanta sosial). Nilai dari kedua konstanta ini menggunakan nilai yang sama yaitu 2.
3.4
IEEE 14 bus Sistem 14 bus memiliki fungsi biaya pembangkitan seperti dibawah ini. 2 Pg 1 + 0,00375 Pg 1 2 F 1 (Pg 1 ) = 0 + F 2 (Pg 2 ) = 0 + 1,75 Pg 2 + 0,01750 Pg 2 2 F 3 (Pg 3 ) = 0 + 1 Pg 3 + 0,06250 Pg 3 2 F 4 (Pg 6 ) = 0 + 3,25 Pg 6 + 0,00834 Pg 6 2 F 5 (Pg 8 ) = 0 + 3 Pg 8 + 0,02500 Pg 8 2 Pembangkitan daya pada generator harus diantara batas minimum dan maksimum. Tabel 2 menunjukkan batas pembangkitan daya.
Tabel 2. Batasan pembangkitan daya sistem 14 bus Generator Daya min (MW) Daya maks(MW) Pg1 10 250 Pg2 20 140 Pg3 15 100 \Pg6 10 120 Pg8 10 45 3.4
IEEE 26 bus Untuk menghitung total biaya pembangkitan maka kombinasi daya output yang diperoleh dari optimisasi ICA dimasukkan kedalam fungsi biaya pembangkitan yaitu: F 1 (Pg 1 ) = 240 + 7 Pg 1 + 0.0070 Pg 1 2 F 2 (Pg 2 ) = 200 + 10 Pg 2 + 0,0095 Pg 2 2 F 3 (Pg 3 ) = 220 + 8,5 Pg 3 + 0,0090 Pg 3 2 F 4 (Pg 4 ) = 200 + 11 Pg 4 + 0,0090 Pg 4 2 F 5 (Pg 5 ) = 220 + 10,5 Pg 5 + 0,0080 Pg 5 2 F 26 (P g26 ) = 190 + 12 Pg 26 + 0,0075 Pg 26 2 Batasan pembangkitan daya pada sistem IEEE 26 bus ditampilkan pada Tabel 3. Daya output yang dibangkitkan oleh generator harus diantara batas minimum dan maksimumnya.
Gambar 4. Flowchart optimisasi ED QPSO 3.2
IEEE 5 bus Fungsi biaya pada unit-unit pembangkitan (F i ) dalam $/jam dengan P i dalam MW adalah sebagai berikut: F 1 (Pg 1 ) F 2 (Pg 2 ) F 3 (Pg 3 )
= = =
200 180 140
+ + +
7 6,3 6,8
Pg 1 Pg 2 Pg 3
+ + +
0.0080 0,0090 0,0070
Pg 1 2 Pg 2 2 Pg 3 2
Terdapat batasan-batasan pembangkitan daya aktif dan reaktif disetiap pembangkit seperti pada tabel 1. pemangkitan tersebut tentunya harus tidak boleh lebih atau kurang dari batas-batas tersebut Tabel 1 Batasan pembangkitan daya sistem 5-bus Daya minimum Daya maksimum Generator (MW) (MW) Pg1 10 85 Pg2 10 80 Pg3 10 70
Tabel 3. Batasan pembangkitan daya sistem 26 bus Daya Generator Daya min (MW) maks(MW) Pg1 100 500 Pg2 50 200 Pg5 80 300 Pg8 50 150 Pg11 50 200 Pg13 50 120 4.
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Simulasi dan perbandingan QPSO pada Sistem IEEE 5 Bus Pada gambar 5, menjelaskan konvergensi dari metode QPSO untuk ED pada sistem IEEE 5-Bus. Terlihat nilai konvergensi tercapai saat iterasi di atas 100. Nilai akhir dari iterasi ke 200 adalah 1582,77 $/jam Dari ketiga metode yang digunakan yaitu metode Lagrange, PSO dan QPSO, didapatkan 3 hasil yang berbeda seperti pada tabel 4. Kombinasi daya keluaran dari generator pada sistem menghasilkan nilai total biaya yang berbeda. Dari tabel tersebut, terlihat baha ED-QPSO
kecil
Convergence of QPSO Algorithm Graphic 1585
Fitness Fumction
1584.5
1584
1583.5
1583
1582.5
0
20
40
80
60
120 100 iteration
140
160
180
200
Gambar 5. Grafik konvergensi QPSO pada IEEE 5-Bus Tabel 4. Perbandingan D-Lagrange, ED-PSO dan EDQPSO 5 Bus Daya Output (MW) Generator QPSO PSO Lagrange Pg1 31,33 30,77 23,649 Pg2 67,48 65,90 69,518 Pg3 51,73 53,91 58,990 Total 150,54 150,58 152,157 Total Biaya 1582,77 1.584,19 1.596,96 ($/jam) Losses (MW) 0,54 0,58 2,15434
4.2 Simulasi dan perbandingan QPSO pada Sistem IEEE 14 Bus Pada gambar 6, menjelaskan konvergensi dari metode QPSO untuk ED pada sistem IEEE 14-Bus. Terlihat nilai konvergensi tercapai saat iterasi sekitar 30. Nilai akhir dari iterasi ke 150 adalah 634,81.
Tabel 5. Lanjutan Total 242,98 243,45 245,583 Total Biaya 634,81 637,58 642,84 ($/jam) Losses (MW) 3,98 4,45 6,589 4.3 Simulasi dan perbandingan QPSO pada Sistem IEEE 26 Bus Pada gambar 7, menjelaskan konvergensi dari metode QPSO untuk ED pada sistem IEEE 26-Bus. Terlihat nilai konvergensi tercapai saat iterasi sekitar 30. Nilai akhir dari iterasi ke 150 adalah 15.389,45$/jam Kombinasi daya keluaran dari generator pada sistem menghasilkan nilai total biaya yang berbeda. Dari tabel 6, terlihat baha ED-QPSO menghasilkan perhitungan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan ED-PSO dan EDLagrange. 4
1.544
x 10
1.542 1.541 1.54 1.539 1.538
0
100
50
150
iteration
Gambar 7. Grafik konvergensi QPSO pada IEEE 26-Bus
Tabel 6. Perbandingan ED-Lagrange, ED-PSO dan ED-QPSO 26 Bus Generator
Convergence of QPSO Algorithm Graphic 635.2
Convergence of QPSO Algorithm Graphic
1.543 Fitness Fumction
menghasilkan perhitungan biaya yang lebih dibandingkan dengan ED-PSO dan ED-Lagrange.
Pg1
Daya Output (MW) QPSO PSO 447,89 468,90
Lagrange 447,6919
635.15
Pg2
Fitness Fumction
635.1 635.05 635 634.95 634.9 634.85 634.8
0
20
40
60
80
100 iteration
120
140
160
180
200
Gambar 6. Grafik konvergensi QPSO pada IEEE 14Bus Kombinasi daya keluaran dari generator pada sistem menghasilkan nilai total biaya yang berbeda. Dari tabel 5, terlihat baha ED-QPSO menghasilkan perhitungan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan ED-PSO dan ED-Lagrange. Tabel 5. Perbandingan ED-Lagrange, ED-PSO dan ED-QPSO 14 Bus Generator Pg1 Pg2 Pg3 Pg4 Pg5
Daya Output (MW) QPSO PSO 163,91 155,95 40,47 43,24 15,49 21,80 12,92 10,09 10,20 12,37
Lagrange 160,938 44,79 19,854 10,0 10,0
Pg3 Pg4 Pg5 Pg26 Total Total Biaya ($/jam) Losses (MW)
171,95
154,63
265,21 127,18 174,40 85,22 1271,84
245,56 126,33 191,74 88,15 1.275,32
173,1938 263,4859 138,814 165,5884 87,0260 1.275.80
15.389,45
15.451,58
15.447.72
8,84
12,32
5.
12.807
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari analisa pada hasil percobaan adalah: 1. Hasil optimisasi ED menggunakan QPSO lebih unggul dibandingkan metode konvensional seperti Lagrange karena menghasilkan biaya pembangkitan daya yang lebih murah pada sistem yang berbeda. a. Biaya pembangkitan yang dihemat optimisasi ED- QPSO pada sistem IEEE 5 sebesar 14,19 $/jam. b. Biaya pembangkitan yang dihemat dari optimisasi ED-QPSO pada sistem IEEE 14 bus adalah 8,03 $/jam.
c. Biaya Pembangkitan pada sistem IEEE 26 bus mampu menghemat biaya pembangkitan sebesar 54,92 $/jam 2. Perbandingan hasil dari optimisasi menunjukkan bahwa hasil optimisasi menggunakan QPSO lebih optimal daripada menggunakan PSO dalam memperoleh biaya termurah. a. Biaya pembangkitan yang dihemat optimisasi ED- QPSO pada sistem IEEE 5 sebesar 1,42 $/jam. b. Biaya pembangkitan yang dihemat dari optimisasi ED-QPSO pada sistem IEEE 14 bus adalah 2,77 $/jam. c. Biaya Pembangkitan pada sistem IEEE 26 bus mampu menghemat biaya pembangkitan sebesar 2,81 $/jam 5.2 Saran Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Untuk penelitian berkutnya, cost emisi juga perlu diperhitungkan mengingat tekhnologi sekarang dituntut untuk ramah lingkungan. 2. Menggunakan kurva kapabilitas generator sebagai batasan dalam menyelesaikan permasalahan ED agar semakin mendekati kenyataanya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis Sandy Febrian mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada dosen pembimbing Prof. Ir.Ontoseno Penangsang, M.Sc,Ph.D, Prof.Dr.Ir.Adi Soeprijanto, MT, juga kepada keluarga penulis serta rekanrekan yang membantu penyusunan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
M.A.Abido, “A Novel Multiobjective evolutionary alghorithm for enviromental/economic power dispatch”, Electrical Engineering Department, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran 31261, Saudi Arabia, November 2002. J. Wood Allen and F.Wollemberg Bruce. Power Generation, Operation an Control. 2nd ed, 1996. Jizhong Zhu, Optimization of Power System Operation, A. John Willey & Sons, Inc, Hoboken, New Jersey, 2009. S.N. Omkar, R. Khandelwai, T.V.S. Ananth, G. Narayana Naik, S. Gopalakrishnan, “Quantun behaved Particle Swarm Optimization (QPSO) for multi-objective design optimization of composite structures”, Elsevier Expert Systems with Applications, 36, pp 11312-11322, 2009. Maolong Xi, Jun Sun, Wenbo Xu, “An improved quantum-behaved particle swarm optimization algorithm with weighted mean best position”, Elsevier Applied Mathematics and Computation, 205, pp 751-759, 2008. Alfarizy Frizky , “Penempatan Optimal Thyristor Controlled Series Capacitor (Tcsc) dan Static Var Compensator (Svc) Menggunakan Quantum Behaved Particle Swarm Optimization (Qpso) untuk Pembebanan Maksimum” S1-Tugas Akhir, Teknik Elektro., Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2012. Yang Shuyuan, Min Wang, Licheng Jiao, “A Quantum Particle Swarm Optimization”, Univesitas Xidian, , Xi'an-Shannxi, China, 2004. Douglas J. Gotham and G.T. Heydt,” Power Flow Control and Power Flow Studies for Systems With FACTS Devices”, IEEE Tanssaction on Power System, Vol 13, No. 1, Februari 1998. E.J. Oliveira, J. W. Marangon Lima, K.C. Almeida,” Allocation of FACTS Devices in Hydrotermal Systems”, IEEE Transaction on Power Systems Vol. 15, No. 1 February 2000. John J. Paserba, Gregory FR, M. Takeda, T. Arutsuka,” FACTS and Custom Power Equipment for The Enchancement of Power Transmission System Performance and Power Quality”, Symposium
[11]
[12]
of Specialists in Electric Operational and Expansion Planning (VII SEPOPE), Brazil, 2000. Refi A. Krisida, "Optimisasi Pengaturan Daya Reaktif dan Tegangan pada Sistem Interkoneksi Jawa Bali 500kV menggunakan Quantum behaved Particle Swarm Optimization" S1-Tugas Akhir, Teknik Elektro., Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2010. S.N. Omkar, R. Khandelwai, T.V.S. Ananth, G. Narayana Naik, S. Gopalakrishnan, “Quantun behaved Particle Swarm Optimization (QPSO) for multi-objective design optimization of composite structures”, Elsevier Expert Systems with Applications, 36, pp 11312-11322, 2009.