[ones' ^ o n esia A AN_____
9
)
/
I
KESUSASTRAAN
IN D O N E S IA
MODERN
KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN DALAM
K R I T I K DAN ESEI III
j
K '/ OUBH H.B. JASSIN LB M B A G A B A H A S A D A N K E SU SA ST R A A N
r ^ 9 3 , w >9 j
G U N U N G
A G U N G
—
D J A K A R T A
M C M L X V I I
Penerblt : p.T, GUNUNG AGUNG — Djakarta
1907
Djakarta — Jogjakarta — Surabaja (Sari Agung) Sukamapura — Biak — Manokwari — Merauke — Sorong Tandjung Finang Tokyo * **
TanggaL
I S I
Daftar Gambar Pengarang dan P e n j a i r ...........................................
27 36 43 57
Orang Jang Kemtfali, kumpulan Tjerita pendek A. Alexandre Leo
• k jV . 101
R obohnja Surau Kami, kumpulan Tjerita pendek A.A. Navis .
.
A jip Rosidi Tunas H a r a p a n ...................................................................
108 117 122 132 150
Rijono Pralikto, Pengarang Tjerita s e r e in .......................................... .
167
DAFTAR G A M B A R P E N G A R A N G
Muhammad Ali . Toto
Sudarto
.
44
Bachtiar
A jip Rosidi . . . . . . A. Alexandre Leo , A. A.
Nh. D i n i .............................. Toha M o h t a r ..................... T r i s n o ju w o n o .................... ,
58 80
102
N a v i s .....................
Rijono Pratikto
D A N P E N J A in
.
.
110 118 124 134 152
KESU SASTRAAN TAK
IN D O N E S IA ADA
K R IS IS
MODERN
KESUSASTRAAN
IN D O N E S IA
MODERN
T A K A D A K R IS IS ')
S
dengan tidak gembira dan berat liati telah meuerima pennin-
A JA taan Senat Mahasiswa Fakultas Sastra untuk bitjara pada sim posiurn mi. Tidak gembira bukan karena soal-soal jang akan dibitjarakan dalanisim posium ini saja anggap tidak penting dan simposium seperu ini tula* ana gunanja, lapi karena segala sjara't jang Iiarus, ada pada seseorang pembitjara dimuka umum, saja rasa tak ada pada saja. Sjarat-sjarat itu ialah ketjekatan bitjara, dan seperti halnja dalam diskusi, ketjepatan berpikir, ketjepatan merumuskan, daja reproduksi dan 3aja reaktif terhadap utjapan dan pendapat jang berlainan dari pen dapat sendiri, djika perlu dengan tegas dan tjepat melontarkan kem bali pikiran-pikiran jang telali dirumuskan dengan baik. Tm semua saja tidak punja dan saja minta m aaf karena saia tahu diantara saudara-saudara ada jang spesial datang untuk m elihat otototot, menjaksikan dan mendengarkan pertempuran jaug seru antara peinbitjara dan lawan-lawannja para pendebat. Mudah-mudalian sesudab keterangan saja ini saudara akan berkurang ketjewanja dan meiK.mpatkan saja ditempat jang sebenarnja sebagai pe’nindjau. ^ Saja tidak ingkari kebenaran „d u clioc des opinions jaillit ]a verite” saja akui banjaknja ragam pendapat dan pendirian dan bahwa dari pemndjauan dari segala sudut mnngkin ditemukan inti-inti persoalan jang sebenarnja. Tapi djustru karena banjaknja matjam ragam penda1 7 1 T T U" PuIa maka tiaP reaksi ^ ^ l a l u spontan aoalan sadja** 3 l£m^a ^ersifat konfrontasi dengan salah satu sudut perMaka djikabu saja sesudah pidato ini tak mampu meladeni saudarasaudara dalam diskusi, haraplah djangan salah dipiham kan bahwa saja tak hargai pendapat-pendapat Iain. J Atjara jang dimiuta pada . sa ja -u n tu k
membitjarakannia
ialah-
K 'T Bat T Z - ^ dr eSia M ° dem 1954‘ P « j e b u u a tahun 1954 ^saja Hra S W s H a p i t h u r f aka,n k - u s a s t r a a n 'd a lT ’ P un itu sebagai titik pangkal untuk m enindiau kemasa silam, kesekarang dan kemasa depan. 3 Dalam uraian ini saja tidak akan bitjarakan pandjang lebar nerkembangan kesusastraan 7 j- i I 7 ie,,dr Pei i *i • ■» • i • in aonesia m odem sediak semula, karena ianfr demikian itu saja kira sudah t j . u • i * Kd*t' na 'an£ /liljikiikan berkali kali i ! umum t1ikelahm> dan sudah djuga dilakukan berkaii kab pun tlalam sim Fakultas Sastra tahun ian -
W a ^ 'i bUjarakan ialali keadaannja s e k a r ^ beberapa faset jang 6aja rasa perlu dapat perhatian ietimewa d i k l muflgktfian-kemungkm ann j a dimasa depan. aisSr5SDeP Se m ta rl9 5t
D,eS N‘ M s ^
Sastra University Indo-
Jang segera m enierbu kita dalam beberapa talmn belakangan. Ini* ialab lonlaran kata-kala k emnnduran. kelesuan. im passe atau kebuntuan, krisis, jang katania berdjangkit disegala lapangan masjarakat, djuga daTam kesusaslraan. Dalam pcm bitjaraan ini saja sebisa-bisanja bania akan batasi diri pada kesusastraan. ______________ ______ Oranp; mengatakan \ada krisis kesusastraan! Dan ada orang mengatakan tak ada krisis kesusastraan. Mana jang ben ar? Baliwa ada orang iang mengatakan kedua pendapat itu tentulab masing-masing ada benam ja. Orang tidak akan mengatakan sesuatu ada iang tidak dilibatnja ada. atau jang mennrut anggapannja tak ada. Dan adanja kebenaran pada kedua pibak ians bertentangan itu, temiata pula dari bukti-bukti iang masing-masing bisa kemukakan. T\ita b oleb seludiu atau tak setudiii dengan apa iang diangnapnia bukti-bukti itu. pibak jang: m elibatnja tetap menfranjrgapn’ a sebagai satu kenjataan. Tni banjalab soal meinandan" dari dniru.san mana kedjurusan mana, bagian mana sudut mana dan iana leb ib D en tin g laai dari pendirian mana tangganan mana. Dan kalau kita kemukakan pula pendapat kita, maka itu adalah dari salali satu diurusan pandangan pula, iang m ungkin diterima mungkin pida tak diterima oleb pihak-pibak jang bertentangan. D jad i saja dengau pidato saia ini tak berm aksud untuk mendesakkan sesuatu pendapat atau pandanaan ian c sudab saia ketabui le b ib dahulu tentu baniak nula siidnt-sudutnia jang tidak dililiat oransr seperti saja m elibatnja dan berdebat-debatan tentang ini, bagi saja tidak begitu inenarik. "Bitiara tentang krisis kesusastraan soalaja tfdab djad^. buram karena lim bulnja sentunen-sentimen dalam pembitjaraan-pembitiaraan salins bertentanaan. Mula-imOa sekali kita den gar orang m eniebutniebut adanja~krisis dalam kesusastraan dan uinumm a kesenian iaiab dalam nerlenniari-pertemiVan’ iang diadakan di Tugn dua tabirn _sesudab neineraban kedan^atan. A^abili” pada permulaan taliun 19.">1 pem unpin . Piidiann:
9
tja b a n g k .-b .d u p a n n ja , ro b a n i dan d ja sm a n i. S , sl,d a b at „ tu ll„ n deka para p e n ,. .r b a „.,a .n e n .p e n le n .a r k a n x u .n i ja n S „ e , i n m . i « pm si m erek a m a im lam a n.akin k(KO]1!t dan k a b u r . I)
1
fr I
m„ . flan
r ,*11' *)<*rlJcl" ,a |iat babwa diwaklu revolnsi nada seniman
.r
*• I.- L -
c ‘l
\e v o ,u -'i l
im lali
m ereka
b e rik a n
hasiM iasil
seni
janfr I>J niii >ai \ Scpuclah pcnjerahan. kedaidalan hing*injn pebasai ser^ V ^ r -r^ t
- 11 a n ? .
)
T
r ,,
,
*
“I
","
-'1
J " ''
ru P“ " i - , P -j « W '
l « - b e « p 2 \ S . a» .
,I" " Sa,kul1
, im .“
ATaka
a ‘lala1’ a k ib a ' ‘Iari kri8is k e P ™ n „ ,p in a n
■'“ - b ' X k - .
lak ada nj q fJiltijis r o ma n - r o ma n j a n g besar. :!)
k , J “
t .1
!!LLjr'^ " j ' 7 " . > ' Ia'- <’ an ' > ^ 1 , -U feu & J K-n<Mn}r};ap_ b a b 'v a ada krisis k m isa str a a n
, l a l a l " a i ; ! n ; “ i„i t h dan k ri.K l , - „ itk
ka keh ilan gan i n d m n n ji ^ r ~ 7 ^
b<' h ' ri*I>;1
annua
k esn saslraan
P « > *« l> » a n
i„,
po-
Ia in
d .-n c a n /
n ie njron ai
k risis
_A s m l .Saiii ila la m S i m p o s h . i n di A m s l e r d a m l a h u n j a n a la h , n i o n ^
,mr^;
f k,m . a',a n ja laPi i* » P « « c ini h an ja b e j f a . " kalanja J jE jias^. i h L i l ^ m n j a sebajrai akibal .lari p „ i „ , „ j „
,Z
j l T bbemnipa . , n ITj s rr iiifi jla ' Iia pei-.-oalannja m e l i l ',al a (lalianja " j a keftii" a " l pada “ » ^k ritik n "p l'' w l I1! e k’ .' ' lapi terbatas
d
. p
a
, : p
^
^
...... r : n; ak a,a ; ' ,,,rki" aa" " " p * * * p > D ii
in , . •
r
p “
-*w,d sa.,i iak b ^ m
lJa’ ,|’ M,,’ , i a ,'la 5ekali ,i
Scl ^ MI,|11Mn ,,‘»'liadap kola dan drngan ilti liubungan dciifxan Barat. - . inn!i!l r ,ai \ !K*llfr;" ' a n r li,k i n c m a ^ u k k a n duerali men-ki
n
p e g u n n n ' r a n dan p e d e -
L ,|! , * lllk akilu *a m IJii» l»“ rta pf' ngc-nalan d i r i dan ■ pal l uJ ak d j a h d i dal ai n d j u r a n g k r m i s k i n a n d j i w a . 1 )
b , r i , f e i l;! ; : ' 1 ; ^ ; : i^ m e n a r i k iiaii
l i k: l' ifl" ' 7 "
i V J n , , t lnm
nerli ilu n-.iMt V
k? ia ni?.''
desa
111
A?r" '
‘i^ambarkannja
d a n k o s iii o p o l il
°™ "*
U 2J
Pudjanyga Burn Th. X II No. 7. Djanuari 1851. Cultured Nieuics Indonesia 1953, No. 30.
3'
A^ustu^°i t i 54 '^'er,®‘a Pa
41
C v Jt u r e e l N ’i e n w s In d o n e s ia 1953, No. 30.
E 'K R P T f 'r X , , ;
sangat
pal pula, balnva ktdiidupan se-
„
Konfront asi?
K o n fr o n t a s l
Th.
I
kota
No, 1 -2 , Djuli-
Keamanan dan kelenteraman, kebaikan dan. kesenangan jan g dibajangkannja ada didesa, m em aug agak sukar d itja ri didalam kota jang hidup bergolak. Tapi apakah ini lidak pula m enarik hati untuk bahan karangan, sebaiknja lagi dengan sendiri pegang peranan dalanm ja, dari pada hidup jang aman senlosa didalam desa. Saja tidak melihat disini bubungan i m p a i r kesusastraan dengan persoalan kota atau dcsa. B oejoen g Saleh dalam pem bitjaraannja tentang K onfrontasi nienibahas karangan Sudjalm oko 1) mengakui adanja krisis sosial jang menu nil dia bnkan disebabkan karena krisis kepeinim pinaii seperti diagnosa Sudjalm oko --- tapi karena adanja „d jarak atau djurang antara kebutuhan o b je k tif rakjat Indonesia dan kenjataan sosial jan g terdapat kini” . Tapi mengenai krisis kesusastraan B oejoen g Saleh positif berpendapat balnva krisis sastra tid;|k n d y *. Dan dia m enundjuk pada beberapa basil saslra seperti Kolim rf'a Gcrilja. Diala/i tak ucla LJd/»n g _ dun roman* roman jang masih lerbengkalai/ behim ada pi‘iierbit.~". Tentang apa sebabnja sedikit terlahir rom an,"B oejoeng Saleh m entjari alasan-alasan dari sndnl kemasjarakalan dan keekonom ian. Sebelum pe> rang pengarang-pengarang jang telah berdjasa dilapangan kesusastraan biasanja orang-orang jan g lelah inem pim jai pckerdjaan tetap sebagai guru, wartawan atau redaktur, sedang kebanjakan pengarang sesudah peran'K semala-mala terganlung dari imbalan tjerita-tjerita jan g ditulisnja dan inilah sebabnja mereka banja meniberikan basil pekerdjaan djangka/ pendek, jaitu tjerita pendek. Ditambah lagi faktor-l’a k lor seperti kesem-\ pitan perum aban jang lidak m emungkinkan pemusatan pikiran. ^ Kesukaran-kesukaran seperti ini sudah djuga dikemnkakan oleh Balfas dua taluiti sebelum nja dalam tulisannja: Mengapa tak ada rom an? dalam Siasat 14 Desember 1952. N ugroho \otosusanto dalam Kom pas Tli. D.juli-195it, meneropong apa jang disebul kelesuan dan membuktikan balnva kelesuan itu tak ada. Untuk itu ia bandingkan produksi kesusastraan berupa buku dan m adjalab anlara 45-50 dan anlara 50*54 dan keliidupau perkumpulan kesusastraan dalaifT dua periode itu. Saja tidak akan mengulanginja disini sebab bahan bukti jang dikeinukakannja tjukup mejakinkan. N ngroho m entjoba mentjari asal-usul iahirnja apa jang disebutnja mite kelesuan ini flan mengemukakan liga kem ungkinan. jaitu : « Mungkin miro ini terlahir dari pesimiBme umuni. (jVrtinja) pesimismcv' orang-orang tentang zaman sesudah pcinulihan kedauIaTaltT Pesimisme itu disalu pibak dikandung oleh mereka jang h idu pn ja pj*da_zaraaji federal lebib enak. dan dilain pibak dikandung oleh mereka jang pada waktu hidup sulit ]>ada zaman revolusi punja im pian-im pian jaug indah dan nuiluk tentang zaman sesudah perang kolonial. ' ^Kemungkinan jang ktdua menurut N ugrolio, ialab bahwa jrolongan * ‘ ’old cracks” dikalaugan sastrawan jang pada periode 45 mengalami zaman keemasan pada hal pada periode 50 mulai im indur. berpegang erat pada i)
„Kewadjiban jan g tak boleh ditunda” , Siasat Th. V III No. 377, 29 A gu stu s 1954.
zaman silam jang indah itu dengan mengagung-agungkan zaman gemilangnja dan m endjelek-djelekkan zaman ini, dimana m untjul banjalc tokoh-tokoh bam . / * Dan kemungkinai^Jceti^aNialah bahwa sastrawan 45 sangat b erorien^ J i3SJ—kgsastra_Belanda. clan karena dinegeri Belanda sehabis Perang ) Dunia II kesusastraan mengalami kelesuarL, karena m atinja pem im pinV pemimpin gerakan peinbaruan, maka angkatan sastrawan Indonesia jang mendjadjarkan diri dengan angkatan Marsman cs pun, sekarang djuga mau tiru proklamasikan kelesuan di Indonesia. Demikian Nngroho. I Bagi saja sendiri, penemuan sadjak k etjil jang baik selalu menggemj birakan dan mungkin karena itu saja tak pem ali dapat kesan ada keleI euan. impassqT krisk_ Saja akui bahwa ini pengalainan jang sansrat subiektif dan orang bisa menjalahkan saja terlalu m elihat dari dekat dan dan dalam hingga hilang sesawangan dari luar dan kalaupun melihat dari udara, selalu mentjari apa jang bagi saja meirarik hati dan melewati ■ aPa j ang tak menarik perhatian saja. '\ I Utjapan Sutan Takdir Alisjahbana bahwa puisi makin lama makin Jcosong dan kabur mungkin terletak pada perbedaan ukuran apresiasi dan ukuran keindahan dalam seni sesudah perang memang lain dari ukuran jsebelum perang. Apakah jang bisa kita minta lebili dari apa jang telah d ’ katakan dalam satu sadjak jang berhasil ? Satu sadjak jang berhasil adalah satu sadjak jans berhasil, bagahnanapun singkatnja. Ia telah memuat segab iang telah dirasakan oleh pen iaim ja denccan intuisinia. Be*rtu dmga dalam tierita pendek jang berhasil kita tidak bisa minta lebih dari apa *ans: telah ditierltakan pengarang dalamnja. Pun satu roman jang berhasil hanja terbatas persoalannia dan kita boleh setudju atau tak setudju, dalamnja pencarans: telali meletakkan hasil pemikirannia. perasaannja, dajatjiptanja. Sjarat-sjaraf sosial boleh memhan’lunia alau tak membantunja dalam pekerdjaannia mentjipta. tan.i ini adalah seal seknnder. Sjarat social jangJialk tak selalu mengakibatkan kebaikan tiip^ ta e n ia , djuga_jjalam keada an djelek dia bisa mentjipta sesuatu iang baik, djika mernang Tajjeniman iang b esarJbukatn j a _dan kuat pribadinia. Hanja kita boleh menaninlcan1 daerah. -iipa^ sad j a jang d jadi perhapengarang kita, Dan ini sangat luas. Keluasan daerah perhatian imlah jang kita boleh minta dari pengarang, pengarang perseorangan maupun kolektif. Meskipim ia dapat merasakan. alam jang besar dalam kembang jang ketjil, kita djuga minta daripadanja daerah lain dan kehidupan: alam, masjarakat, tehnik, ekonomi, dunia perdagangan, dunia penerbangan, semua itu hendaklah dapat perhatiannja dan kelihatan dalam hasil-hasilnja. Seorang pengarang tentang penerbangan baru hasilnja akan mojakinkan, djikalau ia dalam karangannja sanggup mempergunakan penMilahan penerbangan, demikian djuga pengarang tentang pelajaran harus dalam perintjian lukisannja kelihatan pengetahuannja dalam hal pelajaran. Dan untuk ini pengarang harus menjelami pelbagai lapangau itu, nienurut kemungkinan dan kesauggupaunja.
Pada um um nja para pem ik ir kebudajaan dan kem asjarakatan dalaro m entjoba m em berikan analisa tentang apa ja n g dilih at mereka sebagai kelesuan dalam masjarakat dan kebudajaan, tak m em bitjarakan kesenian dan kesusastraan tersendiri, tapi hanja sebagai em bel-em belan, sehingga pem bitjaraan m ereka bagi saja tetap agak kabur. A d a orang m enjebut kemunduran kwalitatif, tapi tidak sampai m em bitjarakan kwalitas hasil kesenian dan kesusastraan itu sendiri. Orang bitjara tentang keseimbangan tjara h id u p ja n g beluni didapat, karena sebagian orang masih berakar pada m asjarakat lama jang static dan sebagian jan g muda h idu p dalam alam tjita-tjita kebudajaan asing jang baginja masih berupa angan-angan. T ap i apa liubungannja in i de ngan m isalnja rom an Pranioedya Keluarga G erilja ? A pak ah Keluarga G erilja ini persoalan kebudajaan statis dan dinamis, persoalan manusia T im ur dan Barat, persoalan manusia jan g abstrak dan teoritis? K eluarga G erilja adalah hasil kesusastraan pengarang Indonesia jan g berak ar pada bum inja dan bukan untuk dibitjarakan dalam hubungan ada atau tak ada impasse. D juga sadjak-sadjak jang k etjil, jang berhasil, b ia r h an ja terdiri dari beberapa baris, tak bisa diliubung-hubungkan dengan impasse jang denaan sendirinja ditiadakan oleh sadjak jang k etjil serupa ituj Dengan m em bitjarakan jang ada ini kita tak akan m ungkin sampai pada kesiinpidan teoritis seperti impasse. Impasse hanja ada kalau jang ada ini dengan sengadja mau ditidakadakan. K ita Lak bisa bitjara lagi, kalau orang sudah dari semula bersikap tidak menganggap apa-apa „arus jang, terus menerus dari tjiptaan sastra jang mengisi lem baran-lem baran m adjalah kesusastraan dan kebudajaan kita” . Apalagi kalau orang itu sudah menjatakan ukurannjr. sekali dengan ^ tjara jang m erem ehkan bahwa baginja tak berarti apa jan g disebutnja psichologism e perseorangan, „Pengalam an k etjil-k etjil dan getaran suknia jan g k etjil-ketjil, ja n g lianja tju ku p untuk m endjelm akan tjerita-tjerita pendek dan sadjak*sadjak kita” . Karena sudah dari semula mengangkai hidung m elihat jang ketjil ini, ia tak akan sam pai pada inti djiw a jang terkandung dalamnja, jang tidak kurang m ungkin m engandung apa jan g disebutnja dengan kata-kata besar „dram atik jang terkandung didalam revolusi kita, dan masalali-masalah kemanusiaan serta kemasjarakatan jang besar dan jan g bergandengan denganu ja .
Kita djadi terdiam berhadapan dengan orang seperti ini, orang jang barangkali sibuk dengan pikiran m em ikirkan teori pembangtman politik, ekonom i, kebudajaan, tapi tidak sempat m elihat keliidupan dari dekat, apalagi dari dalam untuk merasakan den jut djantim gnja pada urat nadinja. Djarak kita terla lu ' djau h dan apakah djaw ab seniman terhadap pelototan mata pem im pin dari kam ar studi seperti itu ? Tidak, seniman pada bungkein, m ereka tidak m endjaw ab, bagaimana mereka akan merumuskan djaw abnja, karena m ereka bukan teoritikus jang menguasai peristilahan ilm u kebudajaan, ilm u pengetahuan dan kemasjarakatan, apalagi politik kebudajaan dan pemerintahan. Djawaban jang diberikan dan barangkali paling tepat ialah diain dan terus bekerdja.
nja penerbiian hasil-ha«ilS>ramoer1v \ 1 nl^lul l11.1.1^ 1 masa suburB S E T E S S j ; “ t S°!/ Tuhnn &> ‘ erI>i> i k « i t i u ^ d e f c r ^ A i r B l 0* > - x r r r f ^ - k“ » e a a » ^ novel_jang diterbitkan oIeh” ~BaI-ii V m tak \ e" * an8lmi" 1> P a t e M B . 4alam d ia d a k S iio\ei diterbitkan oleli !>u«taka“ "R-,k^7' p / Q lJ m g jn p n je r a h , Tahun(125^) terbiL buk' ^ « D ^ K a l f ^ " Ga^ P“ ra. J ?ukan Pnmrmalam. Balai 'P u s I ^ T l.,'' ,U ^ .terbltkan 0,eh Ga’ terdnTaSTtluii djilkTum"- lebal j ! n ^ , g g £ f e u g » g dilum vuhk™ . Tahun 1952,i»rani0c d y i .nolah L n n^l T jernadan Blora. jang lorbit £ nf l P“ “ kl“ >Pu|™ Ijcrita jang t„b ai; karangaiinja jang Iain jang nnimiu] d-,1, ,akiV Be,uni l“ gi karangaulahiin-tahiui lerseb.n. Satu-Sai„n ja L < r h T hcrh^ f ™adjalah dalam Symposium uu rJeuaan bukti • ,n
^Ll
,1''
' k‘11*!an
l^ H -h u s il
.,„ d i r i
,cu,ir
__ Baiklah kita ti-ii.,1 .i*
, .
narnja banjak lagi jang lain, tapi saja rasa m emadailah ini sebagai bukti tak adanja kehentian. Orang dengan gampang pula bisa incnjusim satu dal'lar pandjang dari tulisan-tulisan jang sekarang masih born pa naskah-naskah dari pengarang-pengarang jang baru nunitjul, baik kumpulan tjerita pendek inaupun sadjak-sadjak, ada pida roman salu dua. Naskah-naskah itu. ada jang masih dilangan pcngarangnja sendiri dan. ada pula jang sudah beberapa lamanja pada penerbit jang masih ragu-ragu unltik meuerbitkannja karena pcrtimbangan-pertimbangan komensiil. Diantaranja saja sebutkan jang berikul. jang kebetulan saja ketahui: Dari S..M. Ardan. „Terang Bulan terang dikali” : meiideiigar nama ini saudara tak usah mengehajalkan roiuantik jang bera jun-a jun, karena dalam kumpulan lukisan-lukisan ini Ardan menggambarkan kehidupan sehari-hari rakjal Djakarta, kehidupan jang kedjam dan keras. Dari Harijadi S. H arlow ardojo, „I\asih dan Manusia'’. kumpulan sadjak 19501953. Dari Rijono Pratiklo, „Dongeng-dongeng .Modern” : selain dari ini ada lagi naskahnja. kumpulan tjerita pendek
satu sadjak k e tjil atau satu tjerita pendek seperti saja katakan tadi, m ungkin sebagai sadjak ata\i tjerita pendek tju k u p bern ilai dipandang dari sudut estetis, hingga tak bisa diperbaiki lagi, karena telah mengandung apa ja n g paling dalam dan paling djau h djadi soal bagi pengarang dan sekilam ja. Seluruh kehidupan bisa terbajang dalam satu sadjak ketjil atau satu tjerita pendek dan sadjak jang sempurna dalam keketjilann ja tak bisa kita minta daripadanja supaja leb ih daripada itu. T jerita »»Tjelana P en dek” nja Idrus meskipun pandjangnja hanja dua halaman dan h an ja m entjeritakan pengalaman pengarang, dalam isinja m em bajangkan pengalaman sebagian besar orang Indonesia dengan penderi* laannja dimasa Djepang. Begitu djuga tjatatan-tjatatan kam pung Yusach Ananda dari Kalimantan, kam pungnja m ewakili Indonesia dalam hi* dupnja sehari-hari. Dalam tjerita pendek seperti lukisan-lukisan S.M. Ardan saudara bisa dengarkan debar djantung orang k etjil rakjat djelata seperti tukang betja dan tukang es dalam kehidupannja sehari-hari, daiam bertjinta dan bertengkar, dalam m enghadapi persoalannja send in , menghadapi apa jang kita sebut dengan istilah jang besar kesuaran^kesukaran ekonomis, kesukaran-kesukaran jang dihadapi oleh mereka sebagai manusia biasa, dengan harapan,. kesenangan dan keke* tjewaannja. me!.uki“kai1 kainpungnja jang sunji seorang Yusach Ananda J, . tnJa menggambarkan antara Iain keadaan umuin kelemahan h id n n ^ Indonesia, kehidupan dikam pung jang tergantung dari keakan ifn H0}101" 1 (lunia. dengan orang-orangnja jang h idup tak sadar akan itu, dalam sedih dan senangnja. memasuklT'!1 k°^eb llmtut dar* S.M. Ardan dan Yusach Ananda diperbaiki nl P°Iitik dalam karaiigannja agar kelem ahan ekonom i P i n ian,! hi! PT Crintah ? T j eritanJa ™ dah bitjara sendiri. Pemimsaslraau° T ™c !K!e,16arkan denjut hati rakjat dalam hasil-hasil kesupadanja ^ ini bisa mendapat tenaga dan semangat baru dari ( " b e s a r ^ ^ e r d aU* 1.n(l.onesia sedjak Djepang boleh dibilaug sebagian nienipelad1*0 ' 1* l^erila Pendek dan sadjak terutama. Karena itu untuk hundll ^ Ja^1 i . menp k u ti perkembangannja harus m em batjai bundelada membaf,;|a il niatl^llah 111111 akan ternj atalab bahwa hasil-hasil itu menghadaTrr^rtr 1 kehidupan^masjarakat, suka duka orang kebanjakan dalam gai keonaran, gangguan keamanan, pertikaian politik atas keadaan P»U> pen8aruh'kedjudian politik dan ekonom i luar negeri k e n ^ a lt -a e n & a ft -^ " negeri^-Kem m gan'*kita keinasa stfam dipersegar angan dimasa , P i ^ . ^ 18311 dimasa pendjadjahan Djepang, perdjusini kita danat t 1 menghadapi Inggens dan Belanda, pun disanatjaukan eerm»lJ|llg{,raPan keadaan beberapa daerah jang masih dika8aajak'm em perlihn'ttSer011| 1^ 0lain'i Sekian. baiJJak tjerita pendek dan djiwa para pengarang*1 J banS8a dan dalam seperti dialami oleh b e r n ^ n ^ ^ /* ^ seperti tjerita Abas Kartadinata, „T idak hubunean , an baji kembar dalam kandungan, kita lihat gan soal-soal kemasjarakatan, sambil mendalami hakekat Th. x No. 10, O ctober 1851.
hidup dan mati. Tjerita pendek Darius M arpaung „Perkaw inan dan Perdjuangan” ] ) mempersoalkan soal-soal manusia jan g paling elementcr dalam keadaan jang paling darurat. Bahkan tjerita pendek dalam rumali sakit seperti „D unia anlara M ati dan H id u p ” karangan Sarosi *) menggerakkan pem ikiran jang djauh, karena tjerita itu adalali satu penjelidikan dan pengalaman didaerali dimana m ati dan hidup hanja dibatasi oleli salu helaan nafas, keduanja berhadap-hadapan dalam pergelutan jang ngeri. Satu pertanjaan lain ialali bagaimana kwalitas hasil-hasil kesusas*7 traan kita? Tentang kwalitas ini kita bisa banjak berbeda pendapat. Dan kalau saudara sekarang mentjari pengarang Indonesia kaliber Dostojefski, kita terpaksa mengatakan tak ada. K aliber T olstoi djuga tak ada. K aliber Sartre atau Camus barangkali ? A n ion T jek ov , Ilya Ehrenburg ? D juga tak ada. Jang ada ialali Idrus^ Pram oedya^Ananta T oer, M ochtar Lubis dan pengarang-pengarang tjerita 'p en d ek 'd'alanT Kisah, Siasat, M im bar Indonesia, Zenith, madjalali Budaya dan Seriosa. Dan kita m em punjai beberapa penjair: Cliairil Anwar jang sudah meninggal dunia beberapa lahun jang lalu, Rivai A pin dan Asrul Sani jang sudali beberapa talnm tidak m enjair lagi, Sitor Situmorang dan beberapa penjair dalam m adjalah dan surat kabar. Saudara tjari seorang kaliber H om eros, Siiaakespeare, Goetlie, ElioL, W ijasa, W alm iki, Kalidasa,? Djuga titdak ada. Ja, tentu sadja saudaia tidak akan berteinu kalau memakaikan ukuran itu. T oll saja hargai pengarang-pengarang kita, bagaimana ketjil hasilnja sebagai pem jataan manusia Indonesia sekarang. / Memang ditindjau dari sudut kesusastraan dunia hasil-hasil itu mungkin tidak seberapa berarti seperti Mnhabharata dan lain-lain, tapi djika demikian halnja, maka ilulab baru tingkat jang kita tjapai dan perbandiugan dengan hasil-hasil jang besar hendaknja djadi dorongan jang knat untuk mentjiptakan jang besar. Dan perbandingan inilah jang kita perlukan kalau kita peladjari hasil-hasil jang besar dari dunia tua dan dunia m odem sekarang ini. Djauli daripada m cm perketjil prestasi pengarang dan penjair kitav kitapun m enjadari bahwa dilihat dalam rangka perkembangan sedjarah dan kwalitas hasil-hasil karangan kita belum boleh berpuas hati d a n -: memang kepuasan liali ini tak pernah djadi tudjuan bagi pengarang dan seniman. Bitjara tentang kekurangan-kekurangan pengarang m arilali kita perhatikan apa kritik orang terliadap mereka. A da orang jang inengatakan bahwa mereka kiirang perhatiajun^inada persoalan-person lan masja rakat. A pa jang dimaksud dengan iiu tM a iiriie ijn n iin a n n ja “ tak_^5egitu djelas buat saja. Mungkin jang dimaksud ialali bahwa daerali perhatian pengarang tak lebih dari analisa djiw anja sendiri diwaktu bertjinta. Tjerita seperti ini memang banjak, barangkali karena usia kebanjakan pengarang baru sampai pada fase iui. Tapi atas sendirinja persoalan tjinta ini tak ada salahnja diam bil sebagai tema tjerita, apalagi kalau pengarang dapat mendjalinkan dalam nja pikiran-pikiran jang dalam tentang manusia dan hidup dan soal-soal kemasjarakatan. Saja tak bisa 1) 2)
Mimbar Indonesia, Th. i n No. 52-53, 27 Desember 1949. M im bar Indonesia> Th. V No. 1, 6 Djanuari 1951.
5 4 4 /B —
(2 ).
bajangkan satu tjerita jang terlepas sama sekali dari masjarakat, atau itu tjerita fantasi belaka, tapi fantasi itupun kehiam ja dari pengarang jang tidak bisa melepaskan diri dari masjarakatnja. Fantasi jang deinikian hidup dalam dongeng-dongeng toh masih bisa kita liargai sepandjang dongeng-dongeng itu memperlihatkan pada kita kehidupan. batin orang-orang dalam suatu masjarakat dengan tanggapannja tentang dewa* dewa dan alam jang gaib. M ungkin jang dimaksud dengan kurangnja perhatian pada m asja rakat itu belum adanja kesungguhan nienjelami djiwa dan penghidupan seorang tukang bctja misalnja dalam basil bentuk roman jang besar. Kalau ini jang d;maksud kita buat sebagian bisa menerima. Buat seba gian karena kit£i bisa mengatakan bahwa perhatian ada tertudju pada kehidupan masjarakat dan persoalan-persoalan sosial, tapi memang bellum lagi ada roman besar jang bertjerita tentang kehidupan seorang tukang betja, jang memenuhi sjarat-sjarat komposisi, psichologi, dau lam-lain suatu roman. Dan begitu kita bisa mengatakan ada perhatian pada lain-lain daerah penghidupan manusia, dilaut, diudara, digunung, dikampung, kota, semuanja baru terletak dalam tjerita pendek, belum ada jang erupa roman. Karena itulah maka orang ingin tjari inti sebab mengapa tak ada roman seperti ini.
• . rang jang mentjari sebabnja dalam tak adanja djam inan hidupx| «^ n L P,Tfgarain ?’ tak adanja perumahan, tapi tak ada jang sampai pada n il d-.l . dlri pengarang. sendiri, kemampuannja, ketabahandinVrlnlf” 1 .men..tJf ri kahan-bahan pengetahuan dan pengalaman jang K S dalam menghadapi pekerdjaannja. Semua seolah-olah nnrnt mml « dJa.lan menghadapi kenjataan sehari-hari. Disinilah me- , lirliL- K i kunti i berhasil tidaknja pengarang, kuatkah atau 1 menghadapi keadaan sekeliling, menumbuhkan pribadinja daa, kesukaran jang mengepung dirinja dan tidak m enjerah tapi alamann keadaan dalam hasil tjiptaannja. [Sam pai kemana peng- I nia itu l-l’ -Sampai kemana pemikirannja, sampai kemana pentjarian- j gunakan"1^ Jan® .menenlukan sampai kemana hasilnja dengan memper- / b oakat jang ada padanjafj J dikota-kota Icpimnalrik’
kakat-bakat alam kita, mereka tidak hanja terdapat dj u8a didesa-desa jang paling terpentjil. Tapi f-ampai
kembangan ia mpuannja hanja deUgan bakatni a ? Dalam periat ianP'Kiilr I?8 *ewadjarnja mungkin mereka bisa djadi seniinan rakmasjarakat k e a r ^ T ^ kedaerahamij a sendiri. Tapi adanja perkembangan dunia luar, ian* gan industrinj a dan Perhubungannja dengan dan sikap hidun mbawa pengaruli-pengaruh dalam dunia pemikiran Permintaan p e r l ^ r ^ “ ^ ja r a k a t tertutup. perhatian se o ra n g d es, long kedesa, dia ?idakV lain diiw'ini'* L-. ,gI . , J ^ ’ karena dia adalah seorang desa jang desa jang m emberi sadjen turun dan panen baik.
?
i adalah Pe™ ntaan me? genal kot.a dan kalaupun i a p u orang de8a Jang tadmJa> tapi orang desa jang telah mengenal tuntutan-tuntutan kota. Dia tinggalnja didesa, tapi dia tidak lagi orang pada dewa-dewa untuk nixnia supaja hudjan supaj* j a
Kita ketahui dari sedjarah hidup beberapa tok oh pengarang dunia, bahwa ada jang tidak berpendidikan tinggi, bahkan jang pekerdjaannja tadinja hanja tukang sepatu atau seter dipertjetakan, tapi mereka ini dinegeri jang telah m adju m em punjai keuntungan bahwa segala apa jang sampai ketangan mereka berupa batjaan, baik buku ataupun madjalah dan surat kabar, sudah m em punjai tingkat lertentu jang dengan sendirinja mengangkat pengetahuan mereka dan m enam bah kesempurnaan bakatnja untuk mentjiptakan sesuatu dengan semestinja. Pengarang kita tidak begitu beruntung. Mereka hidup dalam keadaan masjarakat sedang pada permulaan pertum buliannja, dari masjarakat lama kearah masjarakat modern, segalanja sedang dalam fase pertjobaan. j Jang lama tidak setjukupnja lagi dapat memberikan apa-apa jan g tjo! tjok dengan kebutuhan dan tjitarasanja dan jang baru belum lagi mem| berikan pegangan jang teguh, karena masih dalam m entjari menemukan i bentuknja sendiri. Dan dalam masjarakat ini m erekalah jang ambil L peranan penting dalam pembangunan dan m em beri wadjah pada k e h i-/ dupan kebudajaan. ' I
Jang telah berhasil dari pengarang-pengarang kita ialali mereka jang telah berkenalan dengan pengarang-pengarang luar negeri, meskipun hasil-hasilnja belum sebesar jang didjadikaim ja patokan. Segala jang berharga ditjiptakan sebclum perang dan sesudah perang ialah hasil daripada pendinamisan pikiran jang disebabkan karena adanja pem benihan dalam pertemuan kita dengan dunia luar. Hubungan in i sesudah Chairil Anwar dan kawan-kawannja, telah putus buat. sementara. Jang datang kemudian dari mereka tidak tjukup menguasai alat pengbubung dengan dunia luar dan m endjadilah tokohtokoh dari lini pertama jang djadi patokan bagi mereka. Dalam tingkat pertumbuhan kita sekarang ini sungguh-sungguh terasa sekali kekurangan penguasaan bahasa asing, dan saja tidak persoalkan apakah itu harus bahasa Belanda atau bahasa Inggeris, bahasa Djerm an atau bahasa Perantjis, jang penting ialah terbukanja luas-luae dunia ilm u dan kebu dajaan buat kita jang kuntjinja terletak dalam bahasa asing. Ini tidak berarti bahwa kita hendak terus tergantung dari bahasa asing ini, kitapun sekali waktu akan alami pertumbuhan bahasa Indonesia djadi bahasa ilm u dan kebudajaan, jang djuga akan m em perkaja perbendaliaraan ilm u dan kebudajaan dunia. Tapi haruslah dengan aegera diusahakan membuka lebih luas dunia luar dengan penguasaan bahasa asing, djuga untuk mempersempuma bahasa Indonesia dan kandungannja, supaja kita dapat membentuk diri sesuai dengan kem adjuan dunia. Kiranja tak perlu diterangkan bahwa bukan maksud kita akan mengekor dunia luar, tapi dengan pengetahuan tentang dunia luar itu, kitapun mempu njai ukuran dan perbandingan akan kemampuan kita dan kemungkinan* kemungkinan kita. N ugroho m enjebut kesusastraan Indonesia m odern seolah-olah tjum a „verlate Indonesische versie” dari kesusastraan Belanda. Djuga kalau perhatian ditudjukan pada w ilajah lain (misalnja^BariaL niaka bal itu dilakukau djuga via Nederland. Djuga zaman i^ ela n g g a n g ’ jang zaman keemasannja terletak pada periode 1945, dan tertenaT dengan
predikat „im iversil” , ternjata universalitasnja sebagian sampai kenegeri Belanda sadja. Deinikian Nugroho. *)
besar
tjum a
Ini ada benarnja dan ada baikxija m em punjai kesadaran pandangan seperti ini. K ita selalu terlambat. Namun demikian inilah gerakan-gerakan jang diakui sebagai gerakan pem baiuan kita, baik jang 100% pro maupun jang hanja dengan reserve m enerima pengaruh-pengaruh dari luar. Gerakan pembaruan jang toll m em punjai pribadinja sendiri, karena ditandai oleh Iingkungan masjarakatnja sendiri. Pada lial kita hanja berorientasi kearah satu bagian dunia sadja. Betapa lebih banjak kemungkinan-kemungkinan kita dalam pembaruan, sekiranja dunia le bih luas lagi terbuka bagi kita daripada halnja sekarang ini. Kesempatan-kesempatan jang teibuka bagi kita belum llagi sehabisnja kita pergunakan, karena kemampuan kita belum ada, ditambah lagi keraguraguan kita terhadap dunia luar, beralasan ataupun tak beralasan. Didunia kesusastraan barisan pertama jang mengenal dunia luar masih tetap djadi pelopor, belum ada gantinja. Belum ada pentjarian sendiri jang sadar keluar daerah, karena tak menguasai alat-bahasa. Dikalangan seniman, tak terketjuali para pengarang, ada satu keengganan untuk nienjelami ilm u pengetahuan, karena mereka menganggap bahwa ilmu pengetahuan barang jang mati dan bisa mematikan bakat senmja. Memang pengetahuan jang sempurna tentang tehnik bisa memberikan kelantjaran m em beri bentuk pada tjiptaan, tapi kelanjaran jang terlalu lantjar, baliajanja ialah bahwa seniman tak lagi merasa perlu memasak pengalaman dalam djiwanja, hingga tjiptaannja Keniiangan djiwa, karena dilahirkan dengan tak ada dorongan dari daam. api mi djuga lerlalu dililial dari satu djurusan. Penguasaan tehnik HU HCJimiuji JiK-nggodok bahannja dengan kealilian, kalau perlu bikin experimen-experimen jang baru dengan tehnik jang telah diperolelinja. Kalau kita batja beberapa roman sedjarah dan drama pengarang kita, misalnja, kekurangannja dengan segera m elontjat ked'epan. Kurang penjelidikan setjara ilm iah mengenai bahan jang diolah dan kurang pengetahuan tehnik, hingga suatu drama kwa kom posisi, psichologi dan logika tak selain dapat dipertanggung-djawabkan. Kekurangan-kekuraiigan jang bisa dihilangkan dengan studi jang serius, penjelidikan setjara ilmu pengetahuan. Bakat jang memang ada, dajatjipta jang besar, tak usah liilang oleh kesadaran ilm u pengetahuan, malah karena itu hasilnja djuga bisa dipertanggung-djawabkan setjara ilmu pengetahuan. Berapa banjak penjair jang memang betul-betul penjair, lapi hasilnja tak peniah mentjapai nilai, karena tak ada pengetahuan dasar tentang persadjakan. Orang tak bisa dengan persediaan seorang b aji bikin sadjak dan tjerita, bagaimanapun sutjinja masih djiw a seorang baji. Seumur hidupnja mereka boleh terus menjair dan meugarang, tapi tak pem ali u a, IVe“ V aPa^ thigkat penjair dan pengarang. Dengan ini bukan pula j 1, l
Dalam karangannja ..Situasi 1954” (II), K om pas Th. I V No. 7, Djuli 1954.
Masih terlalu tak diinsafi bahwa sterilitas djiw a dapat diobati antara lain dengan banjak membatja. M em batja dapat menggiatkan djiwa manusia, sarna djuga halnja dengan pengalainan. M em batja dan mengalami sama sadja efeknja pada kegiatan djiw a manusia jang meraang mempunjai bakat untuk mengarang. Apakah jang dibatja itu hasil-hasil kesusastraan, tentang kesenian atau ilm u pengetahuan, tidak begitu djadi soal, semuanja eama penting bagi penjadaran dan penggiatan djiwa. I
A da pendapat bahwa batjaan dan ilm u pengetahuan malah mendjelekan bagi bakat kesenian. Hasil kesenian djadi kaku, tak bem jaw a, djustru karena terlalu menguasai alat-alat pengutjapan. Saja pun tak menjangkal bahaja ini. Tapi ini hanja meuandakan bahwa penggodokan belum ada. Jang penting tetap pematangan dalam djiw a, pematangan pengalainan, pematangan pengetahuan, dilaliirkan dalam bentuk jang didjiw ai oleh intuisi kebakatan jang menghidupkan. Pada liem at saja pengalainan dan batjaan jang diolali setjara ini sama nilainja bagi penjem pum aan hasil tjiptaan. Disiplin dalam berpikir, disiplin dalam tehnik supaja djangan berantakan dalam tjara pengutjapan dan tjara pembentukan. Sjarat minimum adalah pengetahuan elementer mengenai tehnik, dan tidak itu sadja, liarus ada penguasaan jang memungkinkan bikin cxperimen-experim en baru dengan alat-alat tehnik itu. Sebab ada perbedaan antara hasil-hasil experimen jang berdasarkan pengetahuan elementer dan hasil-hasil jang tak berdasarkan pengetahuan elementer. Pengetahuan elementer tidak sadja mengenai tehnik, tapi djuga menge nai lain-lain pengetahuan. L ebih baik lagi pengetahuan vak jang bersifat keahlian, hingga ada disiplin dalam penggunaan alat, pikiran dan Iogika, tidak ngawur seenaknja. Terutama penulisan drama memerlukan pengetahuan teori mengenai tehnik. P sichologi dan pandangan hidup tidak tjukup djadi djaininan untuk berliasilnja suatu drama. Pada um um nja pengarang-pengarang kita masih berusia muda dan kebanjakannja belum kenal hidup kekeluargaan sebagai kepala rumah tangga. Ini tentu banjak berpengartih pada tjara berpikir, pada pan dangan hidup dan sikap hidup. Meskipun umur bisa dikatakan bukan uku ran mutlak bagi peutjiptaan, oh pengarulinja besar sekali bagi kematangan pengalainan dan tjiptaan. Pengalainan jang intensif, pentjarian jang sungguh-sungguh bagi pengarang jaug telah berusia 40 atau lebih, hasil pengolahannja tentu bisa diharapkan lebih meluas dan mendalam, lebih matang dari pengalainan seorang puber. Tapi disinipun saja liarus dengan seo-era mengatakan bahwa ini tidak sesuatu jang m ullak kebenarannja. Saudara bisa pula mengemukakan bahwa dalam kesusastraan dunia djuga ada tjiptaan-tjiptaan besar jang djustru dihasilkan pada usia sebclum 40 laliun dan seperti halnja di Indonesia ini pengarang-pengarang jang umurnja telah lebih dari 40 tahun, nilainja malah merosot. Saja disini hanja hendak mengemukakan kemungkinan-kemungkinan jang barangkali tak ijo tjo k pada um um nja, tapi tjotjok pada perseorangan. Disini harus lagi diingati bahwa manusia pengarang itu bukan satu barang jang bisa diperhitungkan setjara mutlak.
\
Dalam menghadapi kehidupan ini dia tidak setjara mutlak tergantung pada ada tak adanja krisis dikalangan pemimpin, krisis dimasiarakat, knsis di Eropah, krisis di Amerika atau dimana sadja, seperti embelembelan jang tak pun ia kekuatan sendiri. Kehidupan kesusastraan mempunjai dunianja sendm, otonom, souverein, seperti djuga filsafat dan ilrau pensetahuan Lam-lam lapangan memang ada mempengaruhinja, tapi S 'e n l Z 2 mX x 2 m aT r , " eS\ra dan masjarakat Udik ^eperti 2 mengakibatkan kesusastraan pun sempurna. O ranboleh atiir kehidnnan sastraw-m d-.n menggadiinia tinggi sekali, ini tidak akan aet^ra mutlak berattbat bahwa mutu karansannfa pun Hadi tinsrgi, malah mungkin diadi merosot. Seniman adalah L n u ” ia iane duwanja tidak senerti me?in, asal diminiaki lain • j" V ® 8 Dimasa apa jang disebut k r is i di E r o p a h e t r a n " ini t X d ,U1' penKaran? besar ja p - l„h ir satu L W u ^ ° h “ da Pen?arang. djuga lahir dalam krisis. ’ Pengarang jang besar bisa
r — satu sudnt tempat ia 'berdiri. Kesadaran ak*n u * ^ ^— b it l rsikap dari dari kehidupan. namun s a n ^ o memilih sudut^t * ^ Iain menffetahui sudut-sudut jang lain inilah >,'7 *Rmnat berdiri denccan asan diiwa. Terutama -eiim an w ^ Mdar den*an sika” kelu‘ masiarakat harus mampunjai ke^adRvJ A T i perni;,taan kehidunan ia hendak sampai p a d a k o me p s i < ^ v a ini, kalau benkan satu robekan dari p e ^ a la m a ^ kehldu^aJ
^
^
mem‘
dari bakat sem ata.m anT p^ i ^ b e A r h " 8f.n™ “ n alam dan menimba menemukan ban, berhasil dalam tu g a sn jT berU9aba mentjari dan tikan d en im barangkali bisa dibnkTam kita bisa menserti bahwa daerah n e . i -,1 " Pernah dilakukan. Iihatkan perkamusan iang terbatas Jni h .aInan 1anK ketiil memnerbahan dan lekas kehabisnn n n ^ T ' ia M ™ kehabisan pendalaman ja m sadar. Lain kelihatan , a rm1" !,s-->n dan dan achirnja perputaran pada satu titik soal " P ^ a n g k a la n sangat b" t a i h h ^ o I e h T a n ^ P«kam usan penearang kita nja P^pjbahan-penibahan dalam rnJs l^3 !1 ^ ^ n bfn iak ! Pengadjaran ilmn Pencetahuan* TT.it r Ja at ,^ an bertambah pesatm'i bisa meniiisun stati«tik rlnri ’ k ,nei«buktikan ini oran* m ’ l • sastraan Indonesia baru PC" ~ ™ aa” W k a t a dan p e r k a ^ ™ ^ .
dapat membnktFkanni’r'd'3™ 8 kit“ ada bertambah, meskinun • perkamusan bahasa Inrlonelia” T ?1?ka“!neka- Ini adalal, iugas ba^’-Jk^ ntaknja dipakni ' l " * tahu P<*« Mah bertamb2 t hanja mengatakan matahir . ' r v lmn PenK«abuan - oran7 t?d,t 1 • matahari sudah berada 45 dpr ^ a j-Sepen?Ralah ‘ 'nKginia t-mi sudah berkenalto d e 4 m . ,1at diatas b o ™ on, karena p’J P lain-lain. Ada p e n m a n ' M “
an
^
r
‘ ' T a: V*'’
^
gunakan penstilahan-peristilahan
dari dunia penerbangan (Aria Siswo dalam m adjalab Kisak 1954). Ketjuali istilah-isfcilah ilm iab djuga banjak masuk istilah-istilah miisik, semlukis, dan Iain-lain. Banjak m etafor baru dibenluk dari peristilahan tjabang-tjabang Kesenian ini. (Seorang pengarang mengatakan: setjepat p r e s t o serta a l l e g r o ganti-berganti sepnlu'h djari menekan huruf-huruf mesin tulisku). Mahasiswa Fakultas Sastra bisa bikin diaertasi tentang m unljulnja metafor-metafor baru ini. Bahasa Indonesia bertambah kaja dalam tangan para pengarang jang mempergunakannja untuk menjatakan pentjarian, penemuan-penemuan dan penaklukan-penaklukannja jang baru dilapangan masjarakat, kebu dajaan dan ilmu pengetahuan. ’ Rupanja telah djadi sifat pikiran manusia bahwa ia m em ikir kesatu djurusan. Berpikir djurusan sebaliknja djarang dilakukan dan lebih djarang lagi memikir dari segala djurusan, melepaskan djurusan jang satu karena mcnjadari adanja djurusan lain dan lebih djarang lagi jang m e m ikir dalam kesegalaan djurusan. Berpikir dalam kesegalaan djurusan dianggap sebagai ketiadaan pribadi. Untuk menundjtikkan pribadi haruslah, berpikir satu djurusan, harus mempertahankan kesatuan djurusan terhadap lain-lain diurusan, meskipun dibenarkan adanja djurusan-djurusan lain setiara diam-diam atau pun dengan diutiapkan. Orang boleh anggap ini ketaksempurnaan pikiran manusia, tapi adanja djelas. ' Demikianlah orang membangunkan teori tentang struktur rukiran Barat dan struktur pikiran Timur. Struktur pikiran Barat kritis, objektif, rasionil, struktur pikiran Tim ur prelogis, subjektif, irasionil. Dalam pertentangan ini dipikirkan segala pem jataan hidiip rohani dan djasmaui. Sebagian orang ahli kebudajaan hendak mempertahankan ketimuran, sebagian orang hendak memasukkan apa jang disebut djiwa dan semangat barat. Satu tema jang terutama dibitjarakan hangat-hansat sebelum pe rang. Apakah seorang Shakespeare jang begitu irasionil dalam pandangan hidupnja seorang Barat atau seorang Tim ur ? Apakah Dostojefski seoran? Barat atau seorang Tim ur ? Saja tidak berani menaniakan selandiutnja, apakah Wijasa seorang Tim ur atau seorang Barat. Orang bisa dengan positif mengatakan: dia seorang Tim ur, berdasarkan pandangan hidupnja jang spesifik India. Tapi saja ingin tanjakan apakah Pramoedya Ananta T oer seorang Barat atau seorang Timur, kalau kita u k u r' p an d an ^ n hidupnja ? Ini saja rasa pertanjaan sia-sia. Pram oedya Ananta T oer adalah Pramoedya Ananta Toer. Chairil Anwar adalah Chairil Anwar. Sitor Situmorang adalah Sitor Situmorang. Saudara boleh tjari akar-akar djiwanja, mungkin saudara akan menemuinja dinegeri Belanda, barang kali di Perantjis, mungkin di Junani Purba dan saudara tak heran kalau akan menemuinja djuga dalam Indonesia purba. Jans: penting ialah bahwa ia hasil daripada zamannja, hidup intcns dengan zamannja dan ia adalah pem jataan jang dju dju r dari zamannja. Dia adalah dia. Sebagai demikian kita menghargainia, meskipun kita tahu bahwa ad* Mahabharata dan Ramayana, ada Odysseus dan Ilias, ada Shakespeare, Goethe, Dostoiefski. Kita menghargainja sebagai orang jang hidup dari pueat pribadi Manusia di Indonesia.
Pada hemat saja tak ada alasan sama sekali untuk meuolak filsafal Barat ataupim Tim ur dalam pembinaan kebudajaan Indonesia baru. Karena keduanja menibentuk pandangan hidup jang diperlukan oleli tiap mannsia jang hidup sadar. Soalnja bagi kita memberikan keduanja kesempatan jang sama besar untuk berkembang dinegeri kita, tidak menganaktirikan jang satu terliadap jang lain. Kita perlukan keduanja dalam segala kekuatannja dan kebesarannja untuk mengetahui daerah dan teiiaga pemikirannja dalam menghadapi kehidupan rohani dan djasmani kita dan dalam mengukur lenaga kita sendiri sebagai manusia. Menguasai beberapa sistim berpikir hanja bisa m emberikan manusia kesadaran penuli akan kedudukan dan tugasnja diatas dunia. Soal atheisme atau theisme bukaulah sifat hakiki dari filsafat Barat ataupun filsafat Timur sebagai pengertian merangkup dan menganggap berbahaja filsafat Barat menandakan tak ada perljaja diri karena tak ada pengertian dan penguasaan mengenai materinja. Pendangkalan jang disebnt-sebut sebagai pengaruli ifilsafat Barat sekarang tak bisa diterima. Atheisme tidak sifat jang umum dari filsafat Barat. Apa jang disebut pendangkalan ialah tak adanja liubungan dengan Tuhan, hingga dalam kesusastraan ini katanja mengakibatkan hanja lukisan manusia sebagai manusia. Apakali pelukisan manusia sebagai manusia implisit berarti bahwa manusia tak pertjaja Tuhan ? Tanggung djawab atas kehidupan sebagai manusia membikin manusia inenggali kedalam djiwanja dan kehidupan seperti ini tak bisa dikatakan dangkal, Dalam sikap dan keadaan seperti ini orang bisa bersikap tlieistis atau atheistis, seperti tiap manusia bisa Pertjaja atau tak pertjaja pada Tuhan. Apabila sebagian pengarang In d o nesia tak menjebtit-njebul nama Tuhan, ini tak berarti bahwa ia sudah kehihtngan Tuhan. Dan saja ingin bertanja, siapakah orang Indonesia jang sudah sampai pada penolakan jang sadar akan adanja Tuhan, hingga baginja sudah satu kejakinan bahwa Tuhan itu tak ada. Hanja utjapan sadja seperti: Tuhan sudah mati, belum lagi djadi ukuran bahwa orang itu sudah sungguh-sungguh tak ber-Tuhan, apalagi kalau kita suka m eli hat manusia itu sebagai suatu keseluruhan pengaiaman dalam waktu dan tempat, utjapan jang seinatjam itu mungkin hanja satu saat dari perdjaJanan kesadarannja jang mungkin bertentangan pula dengan saat-saat sesudalinja seperti terlihat dalam pemikiran dan tjara hidupnja. Dalam karangannja „Kem ana Arab Perkembangan Puisi Indonesia” alam Bahasa dan Budaja Th. II N om or 2, Desember 1953, Slametmuljon o menganggap dengan positif iilsafat existensialisme jang mempengaruhi kesusastraan Indonesia satu bahaja. Sebab, kata beliau, filsafal existensialisme memutuskan perhubungan manusia dengan Tuhan. Dan akibat daripada ini ialah kedangkalan hidup. Tapi djika kita pcrhatikan sedjarah filsafat Eropali dewasa ini, maka ternjata bahwa Kierkegaard, filosof jang dianggap sebagai bapak filsafat exist(*nsialisme adalah seorang KristtMi Protestan. Dia berontak terliadap pelaksanaan agama jang m em bikin agama hanja satu upatjara, tapi, bukan sesuatu jang hiduj> bagi para penganutnja. Dia tidak pernah „memutuskan perhubungan deugan Tuhan” . Apa jang dikehendakinja, ialah tanggung-djawab perseorangan, tanggung-djawab manusia enkeling, dalam hal-hal jang mengenai keagamaan.
Di Djerman dari kalangan Protestan Jaspers terkenal sebagai filoeof existensialis dan dari kalangan Katliolik di Perantjis disebut filosof-filosof Gabriel Marcel dan Lavelle. Dan ketjuali kalangan agama ini, ada pula satu tjabang filsafat existensialisme jang telah djadi aliran tersendiri sebagai peraonalisme dengan pemuka-peinukanja Emmanuel M ounier dan Denfs de Rougemont. Saudara Rangkuti bisa m entjeritakan kepada sau dara, bahwa filosof dan penjair besar Islam M uhammad Iqbal itupun, pada hakekalnja seorang existensialis dalam tjaranja berpikir. Semua mereka ini mengakui adanja Tuhan, tapi disamping itu meiiuntut tanggung-djawab manusia sebagai manusia, terliadap manusia, terliadap masjarakat, terliadap Tuhan. Ada filsafat existensialisme seperti jang dianut oleli filosof-filosof existensialis jang memang tidak pertjaja pada Tuhan seperti Heidegger dan Sartre, tapi mereka ini hanja satu tjabang dari pandangan hidup jang berdasarkau existensialisme. Disam ping existensialisme jang theistis ada existensialisme jang atheistis. Utjapan jang menjamaratakan bahwa filsafat existensialisme m em bikin orang djadi dangkal, pun perlu ditm djau lebih djauli. Apakah jang disebut dangkal ? Jang karakteristik pada filsafat existensialisme ialah bahwa manusia bertanggung-djawab terhadap kehidupannja sebagai manusia. Perasaan tanggung-djawab ini m em bikin dia selalu berkonfrontasi dengan dunia sekftarnja dan dari pusat existensinja menentukan sikap dan perbuatannia. Dalam Iial seperti ini dia selalu menggali dalam djiwanja, baik dia perljaja pada Tuhan ataupun tidak pertjaja pada Tulian. Dia senantiasa mempunjai kehidupan batin jang bergolak. Apakah ini satu kedangkalan ? Kedangkalan pada hemat saja kehidupan jang sudah tersedia, disediakan oleh serba aturan jang sudah di-verordmir, diperintalikan dan atas, tinggal hanja m endjalankan sadja tanpa berpikir. Dan dalam Jhat ini tidak ada bedanja orang jaug ber-Tuhan atau tidak ber-Tulian, *e ua nja sama dangkal, tidak lagi m em punjai kehidupan batin sendiri, se a semuanja eudali dituang dalam atjuan-atjuan. 1 Apa jang dilihat orang sebagai krisis saja kira hanjalah satu pergo 'lakan sewadjarnja dalam salu masjarakat jang sedang m entjan perimI bangan-perimbangan baru dan nilai-nilai baru dalam tjara hidup aru. Bahwa dalam pergolakan ini tiap golongan m em punjai tanggapannja sendiri dan tjita-tjitanja sendiri bagaimana susunan jang sebaiknja dan menganggap penjelesaian golongan lain sama sekali tak berharga, sudali pula” sewadjarnja. Tenaga-tenaga jang kuat sedang berlem pur dan achirnja orang boleh berlanja apakah tangan besi disini bcrguna, atau malah akan memalikan kemungkinan-kemungkinan inisiarif-inisiatif baru jang timbul dengan kuat dan spontan. Banjak dilakiikan kebodolian-kebodohan dan ketololan-ketololan, tapi pun ini saja kira terpaksa kita terima b a d pemasakan djiwa revolusi jang masih terus herkobar, revolusi mentiari nilai-nilai jang baru. Sebab revolusi. jang telah kita mulai dalam tahun 1945, malah sudah djauh sebelum itu dengan b e r d i r i n j a ^ergerakan-ner^erakan pada permulaan abad ini, masih menerus sampai sekarang dan sama sekali tidak berachir dengan perginja Belanda. Kalau saudara/ bertauja: Kapaii bera ch ir? — Mungkin masih akan 10-20 tahun lagi, j
j sampai masjarakat kita telah dapat keseimbangan dalam kehidupan lahir I dan batinnja. Tapi apakah keseimbangan jang seperti ini mungkin dan kalaupun m ungkin apakah memang ini kebahagiaau jang ditjita-tjitakan, adalah soal lain, jang barangkali tidak semua orang sama sependapat pula. Ada orang jang berpendapat bahwa keseimbangan berarti diam dan am berarti mati. Djustru dalam geraklah adanja kehidupan. j Djalan buntu kesusastraan tidak ada. Kesusastraan Indonesia tak / pernah berhenti tumbuh dan kita sama sekali tidak bisa bitjara tentang impasse. Pun diwaktu Djepang, tatkala sensur Djepang sangat kerasnja kesusastraan tunjbuh terus sebagai registrasi keadaan dan kedjadian, sebagai pengutjapan harapan dan tjita-tjita, keketjewaan dan kegein^biraan. ,
JaD8 Pent® g ^an memang disadari oleh kita semua, ialah adanja as1 • itu sendiri, djauh lebih penting dari kongres-kongres, polemikpo emik, analisa-analisa, rentjana-rentjana, simposhim-simposium. Kongres, polemik, rentjana, simposium, memang ada gimanja sebagai penjaar^ dimana sudah kita berada, dan apa jang kita hendak tjapai, tapi hanja rentjana, teori dan polem ik sadja tidak menolong kita, kalau tak ada tenaga-tenaga kreatif sendiri, ba gaimanapun ketjil sumbangannja a am memberi bentuk dan wadjah bagi kesusastraan dan kebudajaan jang sedang tumbuh. Dalam hubunszan inilah kita harus melihat dan dapat hargai usahausaha seperti madjalah kebudajaan, kesusastraan dan kesenian dan lemaran- embaran kebudajaan dalam harian-harian dan dapat pula kita largai kongres-kongres dan lain-lain, betapapun kita anggap pilihan atjara pembitjaraan tak begitu tepat atau tak perlu sama sekali, adanja memper 1 atkan aktivitas, dan kalaupun aktivitas ini tak disetudjui sebagian orang mungkin karenanja lalu timbul reaksi-reaksi iang akan ternjata lebih baik dan lebih subur. Kita sekarang pada achir taliun 1954. Apakah kesusastraan kita sua mati betul-betul ? Untuk mendjawab pertanjaan ini kita tak usah meng^si in dengan pathos untuk menjatakan dengan berapi-api masih anja na as kita dan berdenjutnja djamiin^ kita. Kita hanja ingin beranja cm ah. Apakah maksud saudara dengan kesusastraan? Kalau sau ara ma sud kesusastraan ialah kehidupan, saja dengan tcnang menaWa ‘ au ara’ kesusastraan kita sekarang ini sedang liidup bergolak.
D JAW ABAN
ATAS
BEBERAPA
REAKSI
ALA M simposium jang diadakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Sanra pembitjaraan saia tidak diikuti dengan diskusi, tapi saja berdjandji akan inenjambut tulisan-tulisan dalam m adjalab dan surat kabar iang bersifat polem ik. Kescmpatan ini saja pakai untuk mendjawab beberapa pembahasan jang saja anggap serius. Karena reaksi-reaksi terhadap pidato saja itu dimuat tersebar dalam berbagai m adjalab dan surat kabar tak mungkin bagi saja dan saja tak efektif m endjaw abnja satu per satu dalam masing-masing m adjalab dan surat kabar jang bersangkutan dan liaraplah dapat diterima saja djawab sekaliannja sekali gus dalam madialah Mimbar Indonesia. *) Saia mu^ai pidato saja dengan permintaan m aaf karena saja tak bersedia berdiskusi karena segala sjarat iang harus ada pada seseorang pembitiara dimuka iimum, Baja tak punia. Sjarat-sjarat itu ialah £etiekatan bitjara, dan seperti halnia dalam diskusi, ketiepatan *>ermk irk e tie p a ta n merumuskan, daja reproduksi dan daja reaktif terhadap utjapan dan pendapat jang berlainan dari pendapat sendiri, djika perlu dengan tegas dan tjepat melontarkan kembali pikiran-pikiran jang telah dirumuskan
D
den Meskipun demikian kementator soal-soal kebudajaan B oejoeng Saleh iang kita kenal sebagai djago bitjara merasa perlu memberi nasihat via tiorong radio supaja saja toh mau berdiskusi di simposium karena bukan satu rintangan kalau tak bisa bitjara ( ? ) , jang penting ialah isi pem bi tjaraan. 2) Ini satu nasihat jang tidak saja perlukan karena saja terlaiu ^ Perlu saja' teraiigkan bahwa sebelum simposium saja telah berkahkali menolak permintaan untuk berbitjara sambil mengemukakan kekurangan saja dal-im bertukar pikiran setjara lisan didepan umum, tapi ke^igihan panitia simposium berh w il memaksa saja pada^ achirnja menerima permintaan bitjara, tapi dengan sjarat tanpa diskusi. Diadi djikalau ada penje?alan bahwa „sim posm m itu bukan sim po sium” maka'ini adalah penjesalan jang mengenai kebidjaksanaan pengunis simposium dalam memilili para pembitjara Supaja ramai s^ arusnia^ f nanitia pilih pembitjara jang memang alili biijara Han ahli berdebat. Saia sendiri bersangka bahwa kom prom i jang toh bisa tertjapai antara saia dengan panitia, mungkin djuga karena pertimbangan b a h w a apa jang diniinta dan saja adalah satu balans jang tak begitu perlu diperdCb Pidato simposium saja sebut pidato saia, karena diutiapkan didepan simposium, tapi kalau ada orang jang hendak m enjebutnja pidato sadja, saja pun tidak keberatan. 7)
Djawaban ini dimuat dalam Mimbar Indonesia Th. I X No. 4 dan 5, tgl. 22
2)
R R I ^ r o g ^ I I I tgl. 9 Desember 1954, djam 20.45 — 21.00.
Dalam pada ilu ingin djuga saja m enjelidiki apakah jang disebul sim posium itu. Simposium ialah naina salah satu buku Plato dalam mana ditjeritakannja pertjakapan antara Sokrates dengan kawan-kawannja menge nai Eros, dewa ijinta dan hakekat tjinta dalam segala pendjeltmaannja, djasmaniah dan rohaniah. Beberapa orang ahli filsafat bitjara bergilir mengemukakan pendapatnja, pudji-pudjian kepada Eros, masin^-masing dengan tjara jang sebagus-bagusnja. Simposium ini diterdjemalikan kebahasa Djerm an dengan Gastmahl (terdj. R u dolf Kassner) ja n " berarti feestmaal, banket, pertemuan makan-makan dan minum-minum dan kebahasa Belanda dengan Drinkgelag (terdj. P.C. Boutens) ja n - berarti herbergvertering, dronkemanspartij (K oenen H w ), bermabuk-mabuk. Per tjakapan Junani itu meniang dilakukan sambil makan-makan dan minum-mmum, djadi agak Iain djuga dengan simposium jang kita kenal se arang, dimana kita hanja dapat m inum satu gelas orange crush dan a ang- adang djuga tidak dapat apa-apa sama sekali. Dan kalau kita len ak mentjari-tjari persaniaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan am agi dengan artinja semula, simposium dulu tak ada penonton dan d e b a ro ld i1puJb l'k ldat0"Pit3at0 ‘*an8
tT
PUla d“ kuti oiel]l diskusi atau
c U4U menSatakan faahwa simposium jang diadakan oleli Sastra bukan simposium, hanja karena salah seorang dari tiga ^ aV lda" ber,d :skusi’ « j a kira tidak benar. Apalagi L a n g jang au engarkan debat telah dapat mengikuti perkelahian Sitor SituPranl° edya
l-v a n -L w a n -
,azim seka™ »S
saia UDi'cAp^N^^11?^3? *,a*lwa pembagian 45-50 dan 50-54 bukan dari tahun 50-51-52 karena t I™* m ? (1->alah K om Pas 1)< SaJa teropong tahundimak«n<J r>M, • ta»»ui-tahun itulah jang menu rut dugaan saja memm / ( 1 Amsterdam ditandaf oleli krisis, tahun-talnm sesndahnja, b a i M L g ^ - n , ? I}lcIahirkan ha«*-hasil, djuga tahun-talum lah-madi-il ili o • , , i>a buku manpun jang termuat dalam madjad a „ L b ^ N n a3% m f a V li,lak »»...din gk ai tahun-,ahun sesudah 50 S0’ sall> 3™tS disesalkan o ld . Beb Vuyk. Karena ilu *)
Kompaa Th.
IV No. 7, Djuli 1964.
saja agak heran dengan keheranan Rosihan apabila dia mengatakan „alangkah tjepatnja peralilian dari satu angkatan ke angkatan berikut” , seolah-olah sajalah jang bikin angkatan. Baik angkatan maupun penga rang perseorangan menjatakan dirinja sendiri dan kalau terdjadi jang demikian, saja akan mentjatatnja. Rosihan tundjukkan adanja ketegangan-ketegangau dalam masjara kat karena „kita baru sampai pada kulitnja sadja dari Barat, belum sampai pada inlinja dan m endjadikannja darah daging m ilik kita sen diri” . Ketegangan-kctegangan itulah menurut Rosihan jang disebut djuga krisis, „krisis jang terdapat disegala Iapangan, termasuk djuga krisis dilapangan kesusastraan” . Penjamaan ketegangan dengan krisis buat saja tidak begitu mejakinkan. Ada ketegangan-kctegangan, tapi keteganganketegangau itu timbul karena pergolakan sewadjarnja dalam satu masjarakat jang sedang meiitjari perimbangan-perimhangan baru dan nilainilai baru dalam tjara hidup baru. Saja anggap kita masih terus dalam revolusi. Apakah ketegangan-ketegangau revolusi disebut krisis ? Apakah revolusi kita tempohari melawan Belanda kita sebut krisis ? Sebagai orang jang mengalaminja dari dalam tak sesaatpun kita teringat kita berada dalam krisis, entail orang jang menonton dari luar. Apakah dimasa revolusi tempo liari ada krisis kesusastraan ? Dimasa Djepang ? Mengapa sekarang liarus ada krisis kesusastraan oleh karena menurut Rosihan Anwar ada kelegangan-ketegangan dalam masjarakat jang dimasa revolusi dan dimasa Djepang toh djuga ada ? Saja berpendapat bahwa tak ada krisis kesusastraan. Ketegangan-ketegangan (menu rut Rosihan krisis) jang ada malah bisa tambah menjuburkan kesusas* traan, karena kesusastraan adalah bcutuk daripada pengalaman dalam ketegangan-ketegangan menghadapi persoalan-persoalan. Dan dengan ini saja tegaskan pula salah satu daJil saja bahwa kesusastraan mempunjai kehidupannja sendiri, mempunjai kcdudukan jang otonom, seperti djuga filsafat dan ilm u pengetahuan. Seperti saja katakan dalam pidato saja, dalam menghadapi kehidupan ini pengarang tidak setjara nvutlak tergantung pada ada tak adanja krisis dikalangan pemimpin, krisis dimasjarakat, krisis di Eropah, krisis di Amerika atau dimana sadja, seperti einbel-emhelan jang tak punja kekuatan sendiri.
Mengenai kwantitas pada umumnja orang sama sependapat bahwa ada kegialan taliun-tahun 1950 dan sesudahnja, ketjuali Beb Vuyk dalam Indonesia Raya 1) jang hendak menidakannja dengan mengatakan bahwa karangan-karangan Pram jang saja kemukakan terbit dalam tahun-tahun itu sebagian besar sebenarnja ditulis tahun-tahun sebelumnja. begitu djuga karangan-karangan pengarang lain jang terbit dimasa itu menurut Beb Vuyk ditulis sebelum 1950. Dengan demikian ia seolah-olali hendak mengatakan bahwa tahun-tahun 50-51-52 memang tahun-taliun jang kosong sama sekali. Dalam hal ini Beb V uyk sangat teliti. Dia ada* kan perbedaan antara tahun terbit suatu buku dan kapan selesainja ditulis oleh pengarang, dan kalau dia hendak lebih teliti lagi dia bisa adakah perbedaan pula mengenai kapan berm ainnja tjerita, apakah beri)
Indonesia Raya, 22 Desember 1954.
main dimasa revolusi, diwaktu Djepang atau didjam an kolonial dan misalnja hanja menghituag apa jang berm ain dimasa revolusi. M engikuti tjara berpikir Beb Vuyk jang spekulatif baiklah dia menunggu dengan sabar beberapa tahun lagi diterbitkannja kumpulan prosa dan puisi jang sungguh-sungguh ditulis dalam taliun-tahun 50-51-52 jang sampai sekarang belum dapat penerbit dan setjara iseng-iseng bolehlah ia membalik* balik madjalah-madjalah jang agak bernilai jang terbit dimasa itu, barangkali dengan seleksi jang tidak terlalu keras ia berkenan menerima kumpulan beberapa penjair seperti T oto Sudarto Bachtiar, H arijadi S. Hartowardojo dan beberapa pengarang tjerita pendek. Jang masih saja sajangkan djuga belum terbit kum pulannja maeing-masing sekarang ^ 4 snJ Sani, Nuraini dan R ivai A pin, orang-orang jang dalam djalan pikiran Beb V uyk akan m emperkuat barisan pengarang sebeluni 1950. Barangkali direksi Pembangunan dan Pnstaka Rakiat bisa membantu ? J Berkata Beb V uyk: * , ^ engan m emakai liasiMiasil Pramoedya Ananta T oer, Jassin men* tjoba membuktikan, bahwa tidak ada krisis kesusastraan. Dia m enghitung hasil-hasil Pram dari tahun ketahun. Dalam tahun 1949 diterbitkan tidak kurang dari 7 hasil-hasil karangannja, satu produksi jang hebat dan dapat dimengerti sebagai reaksi seorang seniman terhadap revolusi dan perang. Interupsi dari saja: Bukan tahun 1949 tapi tahun 1950 (in i djelas tersebut dalam stensil). jum lah 7 diperoieh pembahaa karena ada jang tertjetjer dalam 8 ensi pidato jang disebarkan panitia Simposium. Jang sebenarnja eau^ r u i oa dalam Mirnbar Indonesia Th. V III No. 50, 11 Desember » al 22, jaitu: tahun 1950 terbit 5 buku Pram dan tahun 1951, 3 buku
Selandjutnja berkata Beb V uyk: * J dan bulan sebelum penjerahan kedaulatan, Pram dibebaskan dala 6 h i ltU 8e^esa* padanja manuskrip-manuskrip beberapa novel dan am ulan-bulan kemudian dia menulis seakan dalam satu „dem am pentjiptaan . nan !^ aR**i^e^ erak ai1 kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, Pram di§impan tn oukrtduri sampai 31 Desember 1949. dalam m " ^ * T^er*(a ^ lora jang terbit dalam tahun 1952 ditulift u . . , , , , , , asa — Buku ini seharusnja dihitune bukan sebagai hasil kifln R ta.bun 1952, akan tetapi sebagai hasil tahun 1950. — Demiwaktu . ^ j atli Tjerita dari Blora masih masuk hasil djangka dalamnja " ^an& saj a hendak buktikan bahwa tak ada kelesuan
Selandjuinja pula Beb Vuyk: . ~7 dari 12 hasil-hasil kerdja Pram jang disebut Jassin dalam pidato* nja, delapan ditulis dalam tahun 1949 dan 1950 dan hanja tiga buah dalam tahun jang berikutnja, sedang satu kumpulan lagi belum dikeluarkan oleh Balai Pustaka. Saja tegaskan bahwa tahun 49 tak ada karangan Pram jang terbit eebagai buku. Unluk memenuhi keinginan Beb Vuyk menempatkan hagil-
liasil karangan Pram sesuai dengan tanggal selesainja ditulis, saja akan bantu B eb V uyk dengan bahan-bahan dokum entasi. Saja tjatatkan kapan eelesai ditulis dan kapan terbit sebagai bu ku: Jang selesai tahun 1949 ialah: Keluarga Gerilja, selesai di Pendjara B ukit D uri bulan O ktober 1949. T erbit di Pembangunan 1950. Subuh, kum pulan tiga tjerita pendek, jang terbaik „B lora ” ditulis di Bukit Duri, M ei 1949, terbit di Pem bangunan 1950. Perburuan, selesai di Pendjara B ukit D uri 23 M ei 1949, terbit di Balai Pustaka 1950. P ertjikan R evolusi, kum pulan 10 tjerita, satu ditulis di T jik am pek tahun 1946, jang lain ditulis selama 47*48-49 dalam tawanan d i Bukit Duri, antaranja satu di Pulau Edam , Septem ber 1947. T erbit di Gapura 1950.’ Em pat inilah jang saja relakan dimasukkan B eb V uyk dalam periode djam au federal jang subur dan tak ada krisis ( ? ) m enurut dia, U din dan Takdir A lisjahbana. Dan b oleh am bil dua lagi, jaitu D itep i K ali B ekasi dan K randji Bekasi djatuh. K eduanja sebenarnja merupakan bagian dari satu roman besar jan g hilang disita Belanda tahun 1947, menurut* Pram ditulisnja djuga ditahun itu. K randji B ekasi djatuh terbit sebagai buku tahun 1947 dan D itep i K ali Bekasi diterbitkan oleh Gapura tahun 1951. Jang selebihnja ditulis tahun 1950 dan sesudah itu. Buat jang punja perliatian dokumentasi saja tjatalkan djuga apa jang selesai ditulis oleh Pram tahun 1950: Dia jang m enjerah, ditulis sesudah keluar dari tawanan, mula-mula dim uat dalam satu n om or Pudjangga Baru T h. X I no. 11-12, M ei-Djuni 1950. ICemudian dim uat dalam Tjerita dari B lora, B P 1952. Bukan Pasarnialam, selesai ditulis bulan D ju li 1950, diterbitkan oleh B P 1951. M ereka jang dilum puhkan, dua d jilid , selesai ditulis bulan *Maret 1950, diterbitkan B P 1951. T jerita dari Blora, dari 11 tjerita jang dim uat dalam kum pulan ini hanja satu ditulis tah u n -1949, selainnja ditulis 1950 dan (satu) 1951. Hasil-hasil Pram jan g ditulis sesudah itu tju k u p terang dan tidak djadi perebutan, saja tak merasa perlu m enjebut satu persatu tanggal selesainja dan tahun diterbitkannja. T erbit pertanjaan: apakah bisa diterim a tjara pentjatatan BeO Vuyk ? Bahwa kita m engetahui kapan selesainja satu karangan ditulis, kapan terbitnja dan kapan pula tjerita berm ain, adalah k e t e r a n g a n - k e t e rangan jang perl'u diketahui oleh ahli sedjarah kesusastraan. T ap i mengera* ballikan segala kepada kapan selesainja ditulis tidak tjara pentjatatan satu-satunja. Bagi saja leb ih praktis m entjatat satu hasil penerbitan dari tahun terbitnja dan disam ping itu djuga m entjatat kapan sele sainja, asal kecluu kedjadian itu djangan terlalu berdjauhan seperti halnja* tjon toh jan g dikem ukakan oleh B eb V u y k m engenai hasilhasil A m brose B ierce dan Jane Austin. A palagi m entjatat kapan selesain ja satu karangan tak selalu bisa dilakukan karena biasanja pengarang tak m enjebutkannja, djuga dalam karangan aslinja. D an kemana m au
dimasukkan karangan jang selesai ditulis pada djam 00.00 peralilian tahun lama ketahun barn ?
n Nama-nama jang saja sebutkan telah mempunjai naskali-naskah karangan puisi dan prosa dalam tahun-tahun sesudali penjerahan kedau latan rupanja tidak berkata apa-apa buat Rosihan Anwar dan Beb Vuyk. Penjebutan buat saja mengandung suatu penghargaan nilai, tinggi ataupun rendah. Bahwa tak ada jang bernilai itu tegas-tegas saja tolak. Bahwa ada jang bernilai terbit itulah jang saja simpulkan dalam tak ada krisis. Perbandingan nilai antara hasil-hasil tahun 1945-1950 dan 1950-1954 seperti jang diharapkan oleh Beb Vuyk memang tidak saja lakukan dalam pidato saja, dalam arti bahwa saja tidak bandingkan hasil-hasil pengarang periode jang satu dengan hasil-hasil periode jang lain. Ini saja anggap satu pekerdjaan sia-sia. Apakah akan diperhadapkan hasilh<jsil Chairil Anwar, Rivai Apin, A sm ! Sani dari periode pertaina dengan misalnja hasil-hasil T oto Sudarlo Bachtiar, H arijadi S.IL, Sitor Situmorang dari periode kedua, mengcnai puisi ? Dan mengenai prosa Idrus, Utuy Sontaui, diperhadapkan dengan Pramoedya Ananta Toer, Rijono 1 ratikto, S.M. Ardan ? Lekas sekali kita puas dengan hasil-hasil mereka a ati begitu. Dan mengapa saja tidak ambil perbandingan dengan kesu sastraan muda dan negara-negara tetangga kita ? Saja tidak teringat pada mereka dan mengapa djustru harus membanding diri dengan mereka ? ita mcJi< aki puntjak gimung-gunung jang paling tinggi. Lagi pula bagi saja kedua periode itu tidak merupakan dua ruang, tapi masih satu ruang, salu napas, satu tjorak dalam keragamannja, kesatuan jang organis dalam pertumbuhannja. Katakanlah bahwa ini satu kelalaian, tapi saja tak merasa perlu — sekarangpun djuga tidak — untuk membandingan ua periode itu. Dan saja ulangi bahwa penemuan sadjak atau tjen a Jang aik biarpun ketjil bagi saja selalu menggembirakan dan mimg -in arena itu saja tak pernah dapat kesan ada kelesuan, impasse, Krisis, inngga saja djadi heran sendiri pada tahun-tahun 1950-1951-1952 1 u men engar orang bitjara tentang kelesuan, impasse, krisis. Dalam pa a itu lakui bahwa djalan masih pandjang dan pengarang besar tidak teriahir atas penntah.
Kalau saja anggap Ilya Ehrenburg pengarang besar dan m enjebutnja sena as engan f jekov, ini saja lakukan dengan sadar. Baik dari T jek ov maupun ( a n Ilya Ehrenburg pengarang-pengarang kita masih bisa beladjar banjak. la p i memang dengan tidak kita taliu tiba-tiba sadja ada orang menggerulu dan tidak kita tahu pula ada orang bertepuk tangan. Saja tidak mgat orang-orang ini dan lidak perliitungkan tepukan tangan atau gerutuan seperti ini. Saja tidak memandang Rim baud, Baudelaire, Verlaine sebagai penjair-penjair dekaden dari satu masjarakat kapitalis ja n g h ob rok karena ada orang inenganggapnja dem ikian, sajapun tidak ikut m enghukum G ide, Koestler dan lain-lain pengarang jang „m urtad” lalu menganggap segala hasil mereka tidak apa-apa, sebaliknja djuga saja tak m enganggap mereka pengarang-pengarang jang baik, k a r e n a
tiu’iientaug slelsel komunisme. T api sajapun merasa m em punjai kebcbasan unluk mengagumi seorang pengarang seperti Ilya Jihrenburg jang
544/B-(3).
sebaliknja. Ukuran seni jang mana akan saja pakai ? Hanja akan berpegang pada ukuran simbolisme, berarti tak memberi liak hidup ba ‘«i aliran-ahran lam dan m i bukan pekerdjaan seorang penindjau. Saja lidak hcmiak mengatakan bahwa seorang seniman penganut simbolisme lidak boleh berpendinan demikian dan meuumpas lain-lain aliran — kalau dia bisa — Hu adalah urusannja sebagai seniman. Saja hanja bisa mentjatat bahwa ada seniman demikian dan sampai satu tingkal menghargainja sebagai salah satu pernjataan dalam kesusastraan. jVIemang seseorang penganut isme kesenian demikian jang melihat lanja d a n sudutnja sendiri lalu menganggap semua ukuran jang lain tak benar dan hanja mengatjaukan ukuran; saja tak dapat ikut memSuPerl1 demikian- Saja hargai Anas Ma’ruf dalam beben m t dt.w . SC roiuan,ik!ls bl,lau Pumama, lapi saja djuga s c o fcan exprcsionisme Chairil Anwar dan siapa bisa mentie^ali saia S “ “ P Smb0li5mc ^ bari-nja: b S S den-art mo, (.Jorak dan aIlran ba^ saja ada tempatnja, tentu sadja r m 'thn | I ’ 1 ®Jara*’fJarat tertentu jang ijotjok dengan tjilarasa aliian* diadi* i LgKat aclur lJItarasa p n ba di saja. Tjilarasa pribadi inilah J-.'-Tk ukuran bagi saja — bagaimana saja bisa lain ? — Saia mesikan kebetUnS * *aml,ai Patla ukuran seperti ini — orang boleh sang^ S l i h S T nir3“ ^ an1.me" j ebul“ j “ - bagi saja aendiri b sa ' a t P i'1'Iia,1? 1JaiUl dalam V o n s ^ b i U a kesimpulan jang dimia luar! UVI 1 IcrhadaP diri - « » d“ ^ badaP s il-h ^ ^ ja n g ^ s e ip ^ k T tidak ^ ke[Juu.Ii JanS mengenai hakarena in, »!<„* i" , 1,11 ^ la h te o ra n ^ ,u ‘ relahX KaIau sai a m e“ " ldJi *alu karangau ja n - sempurna h u - T " S bukaa1berartl « l u r » h karangau itu sudah hasil rangan jan - ]aju , l , i mUa *’aku'» keadaiin^ dan lem pal, atau semua kaorang lain h ll. r,m® ll.u saJa S0liangi. Bahwa pengarang ilu atau i . *. *. • demikian, ilu diluar kemauan saja. Berapn pen-aran^,,.!^.? P®rll.mbail?ka11 k arangan jang disampaikan seorang leriina itumm b ^ ’ seI>ulub mungkin hanja satu jang saja jang ditolak oleli ‘ s T dei\*?a" pertimbangan dari sudul pedagogis bilan ia n - l n; m - ° ! ’ " iuj^ km semua diretour. Dan kalau seinkareiaJ“ A " n h di'n dimUOt d ilcm Pat ,a“ ' ngarane tersebut m muat, satu karangau pengarang itu, adalah liak pebuka. Dan k alu , nCmP\ukaa karangannja dimana ada kesempalan ter(lapat menurut ukuran saja
*
“
tT ? ^ ^ h“ i “ leI,di mempertimbangkau dengan d ju d ju r
tor d a t ™ r J e n ^ n ? a !liik l' T r ^ ill^ ,kau, I,aila Silor scm lili- Saban Si/ah sudah p u n H d p n L J J3’ ^ ! a,u ll,la bahwa itujan g sampai sekaran. aZ T l J" ~ Buangla? 8emua jang lain - ta la S H o , K a l ^ ^ k “ k u ^ T ' " al“ lara’ ilu bu k “ “ sadj j k Iianfa punja dokunie,m l . , .an .*lan I><-™i»laan bilor, <saja ach im ja m entjipta. «'d ja k n ja jan g terachir sebelum dia beilien li T id a k ! Saja hargax Sitor sebagai penjair, sebagai penulis drama, sebagai pcnuhs csei, jang m em punjai keliich.pan peiud, p U scliap saat,
saja hargai hasil-hasilnja, setudju alau tidak saja dengan isinja, rendah alau tinggi liilainja, scbab hanja dengan demikian saja bisa dapat satu gambaran total dari manusia Sitor. Apakah dengan ini saja mau katakan bahwa Sitor sama nilai dengan Rim baud ? Sitor adalah salah satu per* njataan dari seorang seiiiman di Indonesia. — D jadi maafkanlah kalau saja tidak penuhi perminlaan Sitor unluk membakar prosa, puisi dan dramanja jang saja simpan dengan rapi dalam dokumentasi saja. Keragu-raguan Sitor bukan keragu-raguan saja. Lebih djelas lagi tak bisa adanja lianja satu ukuran kesenian kalau diingal pendasaran filsafal dan j)andangan liidup jang menenlukan sikaj? hidup terliadap seni dan masjarakat. Pandangan scni dan ukuran seni berdasarkan keagamaan mesli lain dari ukuran seni untuk seni. Dan agama inipun sudah bermaljam-maLjam pula. Agama Kristen mengcnal Katliolik dan Protestan, agama Islam punja aliran orthodox dan mistik. Dan kalau man didasarkan pada filsafal, ukuran seni jang berdasarkan Thomisme tcntu akan lain dari jang berdasarkan filsafat existensialisme. Pandangan seniman mengenai tugas seniman dan seni berbeda-beda pada masing-masing pendasaran. Dan kita tak bisa adakan proklainasi jang hams ditaati oleh semua seniman: Saudara-saudara, sekarang Aku-isme berdasar Existensialisme. Djuga ddeologi politik jang berlain-lainan mengakibatkan interpretasi lugas seni jang berlain-lainan, jang berakibat pula apresiasi seni jang berlain-lainan.
BEBERAPA
TJATATAN G AJUS
PADA
PRASARAN
S IA G IA N
ESEI D A N K R IT IK SASTRA INDON ESIA D E W ASA IN I *)
ESAN umum jang saja peroleh dari uraian saudara Siagian ialah tjaranja jang mcngkarakterasi setjara umum, dengan tidak memT*n ^an a^asan*a^asai1 bcrupa ilustrasi jang konkrit sampai kepada detail. Tidak mengherankan kalau akibatnja lantas dirasakan oleli orang jang berkepenlingan sebagai lerdjangan kasar jang tidak memperhitung* kan motif-m olif perlimbangan jang lialus dan begitu rumit sangkut nirnjangkul.
K
Tentulah bisa djuga dikatakan sualu keberanian unluk mengatakan tengan kasar — disini dalam arti dengan begitu sadja — apa jang * la,1©SaP sebagai kesalahan orang lain, kalau orang tidak dapat menibe* a an antara keberanian dan kekasaran dan malah mau mencrim a ke'asaran sebagai kebenaran. T api saja kira kekasaran tidak selalu ber-' a asan kebenaran, sebab kekasaran biasanja pendjelm aan kurang pikir an tak adanja kesabaran mempertimbangkan segala sesuatu dari setiap fill ut keimingkiuaiu Sepandjang jang bisa'saja ikuti saja tidak m endjadi ja -in akan masaknja pertimbangan jang dapat membeuarkan peletusaii^ 'C( jengkelan jang merupa sebagai kekasaran. Sehingga saja m endjadi lerus bertanja-tanja akan m otif-m otif pemk^K ara- V m U ( ^ mana mengemukakan apa jang dianggapnjaagai alasan, nicnurut anggapan saja alasan itu tcrlalu hanja berdiri sen in an tidak dihubungkan dengan alasan-alasan lain jang mungkin sa mempenngan atau memperberal alasan jang pertaina. Saja kira nul U I^1Cn^ i a,n/ m ot*f*niotif jang mungkin untuk mendapatkan kesimnrnn?* J011,®, erJ*asar akalbudi, kesimpulan jang tidak usah berupa konitid a k ^ i^ d ^ * 1 1 il^ 1’ ljeriiPa *e,laga penghantam habis apa jang ternjata ada krijik jang berdasar akalbudi, jang merasa tiukup dengan mengatakan: Ini h-i5Lc. t •■>. ? i
1 iaS1 ltuP,m mendapat nilai sendiri-sendiri pula, jang mens* ikatnja pada a m a n dan lingkungannja. S oranxr-nrT^10'11^™ 1? 3* kctcrus-terangan saudara Siagian m enundjuki _______ p JanS * ld,,ggapnja bersalah atas kesalahan mereka dah ber-
} S aSy N o GI ^ D j a ? u a r f ni 9^ 7 e p a r i S i m p ° S iU m F a k u l t a s S a s t r a U J ‘' K i s a h
S
lerima kasih pula atas kebaikannja m enibcri petundjuk-petundjuk, jang bisa saja lerima dan jang tidak bisa saja lerima. Dalam rcferat jang pandjangnja 12 lialaman lebili, seperempat duripadutija pembitjnra telah berkeuall m em berikan ponumdangannju tentang kedudukan saja sebagai kritikus. Maka izinkanlah saja dari sudut saja pula m enjalakan diri terhadap beberapa lial jan g dikemukakan oleh peinbitjara. Saja m enjadari baliwa tidak mungkin hanja ada satu matjam kriterium dan lidak mungkin hanja ada satu m atjam kebenaran selama kriterium dan kebenaran ini hanja keluar dari satu otak manusia. Hal ini mengenai kritik bcrkali-kali telah saja kemukakan, karena itu saja sendiri mengandjurkan supaja maeing-masing m embcnJuk kriterium jang berdasar pada penljarian kebenaran masing-masing. Sam pai kemana djauhnja pentjarian kebenaran ini dan bagaimana tjara penggunaannja disitulah letaknja nilainja. Denman teliti saja ikuti djalan pikiran saudara Siagian mengenai diri saja! pekerdjaan saja dan tjara saja bekerdja. Sesudah mengatakan bahwa saja m em punjai „gezag” pada para pengarang, ia m cnjalahkan para pengarang ini, karena man mendengarkan saja, sambil mengatakan bahwa sastrawan-sastrawan „kurang sanggup membedakan jang murni daripada jang palsu, emas dari lojang dan Seni daripada Kitsch” . Ini menimbulkan kesan scolah-olah saja dengan sadar atau tidak telah memudjikan jang palsu sebagai jang murni, menawarkan jang lojan g sebarrai emas dan Kitsch sebagai Seni. Sualn tuduhan jang sangat berat bagi saja, karena saja senanliasa mengusahakan kemurnian kata batin sebagai dasar ukuran. Saja ingin mendapat bukti-bukti jang konkrit dimana saja telah melakukan kedjaliatan penipuan itu, sebab dengan utjapan saudara Siagian itu saja belum dapat meragukan kata batin saja sendiri. Saudara Siagian m enjebut-njebut „k ritik lem but , „toleransi jang herlebih-lebihan” , „sifat kompromistis” sebagai lial-hal jang funest bagi . pengarang jang dikritik. Dengan menghilangkan predikat „ja n g berlebihlebihan” pada „loIeransi” saja ingin bertanja: „A pakah kritik jang sebaliknja daripada ilu lebih bennanfaat ? Jaitu „k ritik keras” , „tidak loleran” , „tidak kenal kom prom i” ? Kalau saja bertanja begini saja takut membuat kesalahan jang sama seperti saudara Siagian, jaitu peinikiran jang seperti lalu-lintas eatu djurusan. Pada lial saudara Siagian dan eaja sama-sama mengerti bahwa masing-masing dari kelom pok pengertian ilu tidak bisa berdiri sendiri tapi dalam kehidupan batin jang begitu penuh kom plikasi sangkut-bersangkot satu sama lain dan tjam pur baur dalam gradasi jang berbeda-beda pula. f a p i dalam keumumannja saja tidak bisa menerima karakterisasi saudara Siagian tentang tjara saja bekerdja. Saja bisa lem but, tapi djuga bisa keras dan keduanja saja pakaikan, dimana perlu, pok ok nja berda sarkan akalbudi. Sifat toleransi jang tidak berlebih-lebihan saja kira ada baiknja, tapi kesabaran djuga ada batasnja. Dan kom prom i ? I iinggu duhi. Apa jang dimaksud kom prom i ? Hilang diri pribadi seudin dan lebur dalam pribadi orang lain ? K om prom i jang demikian saja tolak. ■Mungkin saudara Siagian menganggap kom prom i membenarkan orang
lain jang tidak disetudjui. Tapi tidak perlu lamas kehilangan pribadi, bukan ? K ila bisa membenarkan orang lain sepandjang kita bisa mengerti dia dari sudut pandangannja, tapi dalam pada itu kilapun tetap mempunjai pandangan kita sendiri -dan pendirian kila sendiri. Dan dalam suatu uraian jang berdasarkan ilmu pengelahuan atau mempnnjai perspektif kesedjarahan, seimia sudut pandangan perlu ditjatat, dilambah pandangan sipeuindjau sendiri. D jadi lain dari seorang seniman menindjan, jaitu semata-mata dari pusat pengalaman pribadinja sendiri. Saudara Siagian mcndapat kesan bahwa saja terlalu luas membukaan pm tu bagi pengarang. Kesan itu tidak bcnar. Mungkin benar bagi pm tu rnmah saja, lapi tidak benar bagi pintu hati saja. Dan hal ini e 1 i - e l i lagi sesudah saja m em bual jjerhilungan dengan „Selamat mgga laiu n 1952” . Baliwa sesudah itu masih banjak jang dapat melalui pmtu iati saja, itu memang karena menurut pertimbangan saja ada a asan unluk berbuat begitu. Bahwa alasan itu tidak selalu bisa diterima -aurara Siagian, saja kira terletak pada perbedaan ukuran. Tapi sebagai i us rasi daripada perbedaan ukuran ini saja ingin m engkonfronlir ukuran Cj!l( ^r‘.1 Siagian dengan ukuran saja berdasarkan balian-balian jang njata. / i ita nja bisa kila membitjarakan satu sadjak, atau satu tjerita, satu ( rama atau satu roman, nanti akan nampak perbedaan itu dan akan apat pula diukur sampai kemana pengertian masing-masing tentang ■esusaj«traan, alau perbedaan pendirian masing-masing dalam kriterium "esusastraan. Dengan begini kila membatasi persoalan dan tidak sampai pac a generalisasi dan abstraksi jang mengawang-awang. Antusiasme jang saudara Siagian lihat apahila saja mengemukakan se^uatu karangan jang baik, senanliasa berdasarkan apa jang memhikin saja antusias dan apa sebabnja saja anlnsias, saja tjoba merumuskannja. t audara Siagian mengatakan apa jang saja pudjikan sebagai irilan, adaa i lanja petjahan katja, dapatkah saudara Siagian membuktikan bahwa )etu -)e lu l intan itu tjuma katja, melalui pula analisa ilm u kimia dan memherikan form ula strnklurnia ? T> |
,
^
a lwa aniusiasme saja mengenai satu karangan dari seseorang Pcn; aran^ l>dak selalu bisa dipakaikan pada karangan lain dari pengamp1^ >llj* ( ^U'ia’ saJa mau tfirima. Dan dalam hal ini djanganlah antusias■ o i ang satu karangan itu lalu dipakai sebagai diplom a bagi semua n m ' l f 11 Pp,J?arang itu, sebab ini bukan maksnd saja dan saja tidak m om n.m i! . ^nggung-djawab pengarang itu, jang sebagai pengarang n icinpm ijji langgnng-djawabnja sendiri. k ’ ™ salah paham mengenai ukuran saja, salali paliam f 3 lU luau Jar* Sl,,1ibernja lebih djauh terletak pada masih bercifq» rafnil(‘ntarjs‘ija saja melakukan pekenljaan saja selaina ini. Dan kesn^ar|a/ nKlk'lriS ^ 'se*);ibkan karena sedang masih bertum buhnja h'iinr«iS r,aai* UiV lllas*ll£‘J11asing pengarang masih dalam proses perkemiii»iwCll?^ai Ja” S " ° * um iiieniuiigkinkan penindjauan setjara inlegral menjeluruh dan m a,ing-m asi„g„ja. ®ai ‘* belum mombuat satu studi jang lengkap tentang Utuy Sontani, n ang ramoedya Ananta Toer, tenlang Sitor Situmorang, tentang perem Mngan puisi dan prosa Indonesia sekarang ini, untuk m enilai masing-maMng itu tapi saja bisa mengatakan, baliwa saja terus-menerus m em perhatikam ija, mengumpulkan bahan-bahan, m cm bnat tjatatan-tja-
tatan, untuk setjara tidak ragu-ragu jnila sekali waktu menjuguhkannja kepada saudara: „Inilah pendapat saja” . Dan pastilah tidak hanja pn* djian jang bisa diberikan kepada tiap pengarang. Dalam pada itn bagaimana pendapat saja tentang Tdrus sudah setjara habis saja kemukakan dan tentang Jdrus ini bnat sementara tidak ada la<*i jang bisa saja tambahkan. Begitu djuga ten't'ang Chairil Anwar. Saja sedang membual studi tentang A m ir Ilam zah dan P ram oedyi Ananta T oer dan kalau ada orang mengatakan bahwa perhatian saja tidak keluar dari Chairil Anwar selama ini, maka ini adalah pandangan dari luar sadja. Saudara Siagian membandingkan saja dengan tukang kebun jang karena sajan» pada tanaman muda, menimbunnja dengan begitu banjak tai sapi, sehingga tanaman itu'mati dan jang tumbuh subur adalah rumputrunipuL Tni berarti bahwa dikebun saja hanja tumbuh rumput-rumput dan ada tai sapi banjak sekali. Apakah mungkin saja tidak melihat peristiwa ini dikebun saja sen diri 9 Dan lidak pula mengusahakan menghilangkan rumpul-rumput ini, dikebun saja sendiri ? Kalau jang saudara maksud dengan kebun ialah madjalah-madjalah jang saja asuli* saja minta bukti-bukti jang konkrit dari adanja rumput-rumput itu. Tapi kalau jang dimaksud den rran kebun ialah daerah jang luas dari penerbitan-penerbilan sekarang ini, saja ingin melepaskan diri dari langgung-djawab tentang bentjana itu. Saudara Siagian.
,
Saia in "in meugetahui siapakah snob, epigon dan plagiator jang telali saja gembirakan hatinja untuk memamerkan liasil-hasilnja dalam ruan an madialah jang ada dalam kompetensi saja atau pernali ada dalam kompetensi saja untuk menenlnkan penuiatannja. Dan untuk ™embal1^ soalnia apakah nama hasil snobisme, epigomsme dan plagiat jang tela men dap at f i at dari tangan saja it u ? Barangkali saja bisa membuktikan perbedaan pendapat dengan saudara Siagian tentang apa jang diselm E ii snobisme, epi-ronisme dan pllagiat itu. Pembatasan penjelidikan hanja pada madjalah-madjalah jang saja asuh atau pernah saja asuh^ saja mint i sebab saja lidak berlanggung-djawab alas pemasangan ditempat Iain. Sebab tidak djarang jang saja tolak karena saja anggap tidak memenuhi sjarat, muntjul ditempat lain. Saudara Siagian memadjukan pertanjaan: „Berapa dari bungabun-a ian«* ditanam saudara Jassin dalam Gema Tanah A ir tjetakan pertama iang masih h id u p ?” Saja man djawab dengan pertanjaan kembali* Apakah bunga-bunga jang saja tanam dalam Gema Tanah A ir itu sekaran" sudah mati ? Maksud saja, apakah hasil-hasil jang saja kuinmilk an dalam Gema Tanah A ir sekarang sudali tidak bisa dianggap baik L a i sebagai wakil daripada masanja ? Saja kualir saudara Siagian disim mentjampurbaurkan orang dengan hasilnja. Seseorang seniman bisa ineiighasilkan sesuatu jang baik dan barangkali jang baik itu hanja satu ilu sadja Tang baik in i'ik a n hidup terus, meskipun seniman itu kemudian mati dalam arti bahwa dia tidak dapat m entjipla lagi sesudah itu. Saja sebutkan hasil-hasil ^ alujati, Anas Ma’ ruf, Rosihan Anwar, jang sampai sekarang saja masih bisa pertanggung-djawabkan dari sudut literer, mcs-
kipun mereka kemudian tidak m cnljapai tingkat itu lagi. Bagi saja apa jang termuat dalam Gema Tanali A ir tjclakan I ilulah hasil-hasil kesusas traan jang baik dalam djangka waktu 1942-1943. Dan disini saja melihat pertumbuhan kesusastraan sebagai pertumbuhan kolektif, tidak hanja se bagai pertumbuhan perseorangan, tiap individu membanlu dalam per tumbuhan organisme jang beniama kesusastraan itu. Dan saja kira inilah niemang sifat dan tugas penjusun bnnga rampai dalam lingkat kesusastraan kita di Indonesia dewasa itu. Kekuatiran saudara Siagian })ahwa orang-orang jang pernah menulis hanja satu kali itu telah dianggap masjarakat sc))agai pent jipta-pcnt jipta jang besar untuk selama-lamanja, adalah kekuatiran j ang tidak berdasarkan pertimbangan soal. Tentu sadja orang lain bisa meujusun satu kumpulan Gcma Tanah A ir jang meliputi djangka waklu jang sama, jaitu tahun 1942— 1943 dan hasilnja mungkin akan lain sekali. Tapi sajang lidak ada orang lain melakukannja, seliingga bisa diukur dan dibanding kwalitas keduanja an disudut mana masing-masing penjusun berdiri memandang objeknja. Bertalian dengan ini saja sebut satu matjam pendirian jang niau meietakkan titik berat kriterium hasil sastra sebagai pernjataan jang sa( ar dari diri pribadi pent jipta dan sampai pada kesimpulan bahwa e .u.m ada ro«ian Indonesia, belum ada drama Indonesia dan belum ada -A11 Qnes^a5 karena belum ada manusia Indonesia jang lelali terbentu •. an dengan sendirinja belum bisa ditulis sediarah kcsuaastraan Indonesia. Saja tidak tergolong orang jang inempunjai pendirian demikian (an sa( ar akan perbedaan pendirian ini, saia terima ketidakpuasan pendinan orang lain itu terhadap pendirian saja. Mengenai susunan Gema Tanah Air, djikalau ldrus m isalnja tidak pemuatan „Sangkuriang” Darm awidjaja, ini saja bisa dan sMc ** -|a- Gna £ ntara keduanja ada perbedaan visi, perbedaan tjorak k i 1 aP J1' ' 3* Tapi orang ketiga mungkin bisa menghargai pendirian n,as^nS'mash)g pada tempatnja dan dengan ukuran jang o n n . r T !,-8 . n . Pada liasil masing-masingnja. Ini bukan berarti bahwa i.*. *7 *7 1^.a *U1 sendiri tidak inem punjai ukuran, djustru karena ada irannja jtutah maka ia dapat menentukan nilai masing-masing dan 311 niereka tlitempatnja masing-masing. Dan susunan ini adausunan orang ketiga itu, nienurul pandangan dunianja. keemnat kaUkaif ° f ang ketiga, tapi saja djuga bisa mengatakan orang ’ or.a n£ kelima. Dan masing-masing orang ini akan mempunjai iir1aL-llTann^a *S° *r*’sendiri tentang orang pertama dan kcdua tadi. Maka 1 nien^ lcrankan. kalau Sitor Situmorang berbeda pendapat dengan s.usunan pekerdjaan jang berdasarkan tanggapan 6aja, sec « . sV1^"!nasU1^ m°nipunjai konsepsinja dan sikap hidupnja sendirit; V ilrJ’ c ? ^ l,Pl,n saja tak usali berketjil hati kalau saudara Siagian tidak sependapat dengan saja. Tapi sampailah kita pada ,,gezag” seorang kritikus, „auloritas” dan l-!» n” .arn Mengapa kritikus/eseis jang seorang lebih didengarkan ai,^a. , ri kritikus/eseis jang lain? Inilah rahasia besar jang tidak wa a n oleh kebanjakan kritikus dan eseis kita. Rahasia itu menurut
pendapat saja terletak pada kesungguhan, k edjudjuran, ketelitian. ketekunan pendalaman dan pemusatan pikiran sikritikus/cseis pada m aten iaiiff «edang dibahasnja, jang didasarkan atas pengalaman, pentjanan, pem'ondapan, pemikiran jang paling dalam dan paling djauli menurut k e i n a m p u a n n j a . Maka pembahasannja sebagai esei dan kritik m em punjai kedalaman, m em punjai bobot dan tenaga lontar, tenaga pengaruh jang djauli dan dalam. Dengan tjara inilali krilikus/eseis m e n t j a r i kebenaran, ;.,n
5
p S : ; , td l uU ™ ?uk m entjap seorang pengarang sebagai plagiator ? Ataufcah pe«am a«m ide l.arus dianggap plagiat, mesk.pun dalam pelaksanaan h u ul. b e : inan ? Begitu banjak tanggapan orang tentang pengertian plagiat tap saudara Siagian lidak merumuskan apakah jang dia maksud dengan plagi
hi> o * ”Saja aka" b— Saja anggap satii bahaja mengukur seseorang pada satu kechilafannri
dari H ^ n e n W l i i 111 ni,enier11" ka^ kesabaran dan kita tidak bisa menuntut m a u la h p u li s a r im * V* .lat U slk?P dJlwa i an® sama- Dalam.hal itu ruscliarU kin l S » i! tJ,ara m om iu,i au saudara Siagian jang tidak ha‘ • Sa^a kei'komproini dengan belian. nm ltnL'aU d3un s? oran£ 5no13 saJa masih bersedia mengharapkan apadenU n S, aga\ mam,sia mungkin dia satu kali waktu akan djemu dia dau SaJa snobnja clan menemukan inti dirinja. Tapi selama saianmi^ mM 1£en ,erikan hasil jang melengket padanja sifat-sifat snob, tiara 3 gegabah m cnjadjikan hasil jang snob ini sebagai niu«au d^ai° s a 11.er^odaan te»iperam en pula saja tidak begitu positif seperti kprnn™ ?a?ian »akan berusaha sedapat-dapatnja untuk merangsang P c n . n d•j . T U l p a S 1) ” . i sn ? sekedar r ,' Ia:i) ln.embl erikau Pet«“ d saja j«k tent™ epa
X’ U pi me,1*?cnai hasil» ti(lak ada pcrtimbangan p a
llia ^i'a^o-S,aAai|^kan sikap pengarang ternama jang tidak disebut namatakut aka 11 )erani mentjela pendapat saja berterang-terang, karena
im^kinnf. diawibntm
1 S
uiasan tidak ada, dia akan diatuii sendinnja T mtI1! Jar* kekuatan dalam maki-makian. Dengan tidak di-
" n, la su<,al> nmluh dengan sendirinja.
nalan clirj j menf cuai kritik ini berdasar pada kekurangan pengek ek u rn iffi./ an "cf erli aJaan pada diri sendiri jang berdasar pula pada Seo penSalan,ai1 kekurangan pengelahuan. hasil*" janoHdil^aha^nTT ^lail^a hisa mendasarkan kritiknja pada kwalitas nja dengan nertanJln 311 f.eilfrarang Jane mendjaga kwallitas karangankepada kritik Q ^ unoan
MUHAMMAD
ALI
PENGARANG
LAPAR
AH UN 19S9 kita berbahagia melihat terbitnja buku Muhammad A li Hitam atas Putih sesudali naskahnja jan g pertama dikirimkan tudjuli tahun sebelum'nja kepada Balai Pustaka. M emanglah penga rang harus punja kesabaran hiar biasa kalau man m elihat anak tjiptaannja laliir dengan selamat.
T
Marilah saja perkenalkan saudara pada ajah jang berbahagia ini. Namanja jang leugkap ialah: Muhammad A li M aricar, dilahirkan tang-',1 93 A pril 1927 di Surabaja. A jah n ja seorang India asli dan ibu n ja India pcranakan Indonesia. Sesudah tamat H.A.S. Gubcrnem en (Gouyeriiemcnt* Hollands Arabische School) tahun 1941, ia kem udian beladjnr bahasa Inggeris dan Belanda pada guru partikulir diwaktu Djepang. Sediak 1947 ia kerdja di kantor kotapradja Surabaja dan dalam pada itu diadi redaktur bulanan M im bar Pem uda (1947-1948) dan wakil peminipin redaksi Mingguan Pahlawan (1949-1950). Kem udian la terbitkan inadjalah Bakat jang mengutamakan tjerita pendek. Mulai bergerak dilapangaii sastra tahun 1942, sadjak-sadjak dan tjentanja kemudian dim ual dalam beberapa inadjalah k e b n d a j a a n dan kesusas traan seperti Gema Suasana, M im bar Indonesia, Siasat— Gelanggang, Zenith, Pudjangga Baru (kem udian K on jron tasi), Kisah, Budaya, In d o nesia dan Iain-lain. Karangan-karaugan jang dibukukan ialah 5 Iracedi (1954), Siksa dan Bajangan (1955), Persetudjuan dengan I bits (1955) ketiganja diterbitkan oleh P cnerbit Balai Buku Surabaja, Kiihur tak bertanda (1955), diterbitkan oleh S. Alaydrus & Sons dan Garuda, Surabaja dan Hitam atas Putih (B P 1959). Hitam atas Putih adalah kumpulan tulisan Muhammad A li berupa sandiwara, sadjak dan tjerita pendek. K ila temui disini sandiwara radio Lapar” jang pernah disiarkiui beberapa kali oleh R R I Djakarta tahun 1959 t\an dimuat dalam m adjalah Zenith i ) sedangkan sadjak-sadjak dan tjerita peiuleknja sudah pula kita lihat dimuat dalam madjalali-m adjalaii j aXi
ZenithTh.
II No. 9, September 1952,
M UHAM MAD ALI
Jin adalah tjerita tentang orang-orang jang lapar. Orang jang hidup .likolong djembalan, orang jang membegal karena lapar, orang jang diual anak karena lapar, orang jang djual d in karena lapar, orang jang bimuK diri karena lapar, orang jang bunuh orang lain karena lapar, orau* jail o' djadi gila karena lapar. Tokoli-tokoh Muhammad A ll pada umumnja tokoh-tokoh jang gagal dalam penghidupan dan achirnja mentrainbil djalan putus asa: bunuh diri. T jen la-tjen tan ja adalah pernunta°an perhatian pada kaum jang lapar, tuntutan terhadap perbaikan nasib manusia. . . . Mengenai susnnan buku ini pada hemat saja sebaiknja kalau puisi didniukan, kemudian drama dan achirnja tjerita-tjerita. Tjenta-tjerita damit pula dibagi, jang bertemakan lapar bcrsama-sama dan jang sekedar skels komasjarakatan bcrsama-sama pula. Dengan dem ikian pembatja kirauja dapat kcsan jang lebih teratur membulat. * ** Sandiwara radio „Lapar” ber.nain diluigkungan orang mclarat peildiaga gardu kercta api jang n.Ukin . Ije rita jang pm lja bentuk_ „.e Ji.i«kar ini diin.ilai dengan pertjakapan dua orang djaga, Amat dan l o n o tenlan* *«ara gaib jang kedengaran m elolong berter.ak lapar saban kali karena api k-wat. Mereka kenali suara ilu sebagai suara 1 ulero d a n b u n uja Tini jang keduanja mali kegilas kercta api. Dalam sorotan bal.k kita lain diperkenalkan dengan kehidupan laki bim jang telah m em ng a itu, kehidupan m ehrat jang penuli perlengkaran disebabkan sang »uarai kehilan«an kerdja dan hidup menganggnr. Dalam kebuntuan pikiran Putero 'ialu usir isterinja dan nekat djadi pembegal. Islerinja terluntalunta terpaksa djual anaknja dan kemudian m endjadjakan dinnja. L lk i i«teri bertenm kembali didaerah pelatjupm . 1 ulero adjak isleri.iia kembali hidup m kun serunmh tangga, tapi Tm i menolak karciia tak ada l.arapannja lagi unluk hidup bahagia „k ita mi bangkai-bangkai jang lerlempar dan sia-sia, dan bangkai-bangkai tak berliak bitjara ^erkara hidup. Hidup hanjalal. bagi mereka jang punja harapan , katanja. Putero kedjar isterinja hendak membawanja dengan paksa pulan keruinah, tapi djustru pada vaktu itulab kereta api malam lewat dan mcnubruk mereka sampai hantjur. . . . . . , . • Pada achir tjerita Ainat dan Tono pasang mat bikm selamatan bagi rub suami isteri jang malang itu, meskipun guna kcperlnan itu mereka harus kurbankan beras pembagiannja. , Tierita iang melodramatis im tjnkup punja penggahan djnva untuk |jisa diterima, bahkan alasan Tini untuk mendjual anaknja tjukup untuk luenoriina djalan pikiraunja. i ,Aku lapar", katanja. „ A Pa jang harus kiijakukan dalam keadaan seperti it u ? Tati teutu akan mati kelaparan djika dia tulak kudjual. Aku man, kalau dia mcsti mati djuga, djanganlah dia mati kelaparan. Be-itulah, lantas dia kudjual lima puluh rupiah harganja Bahkan dirik u V n d ir ip u u kutawar-tawarkan pada siapa jang man bell, dan barga in a tidak seniahal itu pula” (lial. 23). Tierita pendek „Kegagalan” adalah sedjems dengan sandiwara radio Lapar” . Jatim jang nampaknja radjin ibadat, mati dalam talianan karena kedapatan sedang mentjuri. Ia ahli ibadat jang sudah ubanan, jang
hafal diluar kepala w irit dan doa dan tak pernah nieninggalkan waktu sembahjang lima kali sehari. Tapi inilah dia filsafal lapar jang berkalikali dikatakannja pada isterinja beberapa w a k lu scbehun ia tertangkap: kalau kita memang terdjepit, benar-beiiar terdjepit, dan lak ada c-jdlan keluar lagi, dalam keadaan seperti itu, maka babi, kalak, ular alau S ; 1 T* id j.a makanan jang diharamkan agama kila, boleh kita makan. endeknja segala jang dulunja haram dengan sendirinja mendjadi halal kalau kila sedang menghadapi mali lapar. Karena mati kelaparan itu sungguh-sungguh terkutuk” . Isterinja Inein djadi gila karena derila dan lerpaksa djadi germo. k .d.11 b elaPa niakaial dan kesuljian niat bertelangga malah hidup serumah, Uu w T L Pf aljUr “ " V " * berfcata p-.cla Inem : „M bok, oran* w an-i seboml I . , 1'- ,0Tr’ i 1 dlPerscimj a sepuiuh rupiah dan minjak tiain di i 1, P e J1 * Kalau saban malam aku bisa tangkap jang semam b o k to k
h a d j, 1
ilkU ^
b^
“
k R i°
seder]iane^V^ ajr niaianja bcrljuljuran, lapi pula ^ w li-laliaii Rp L-'t IaU1 ^ kedi adian ^ lawaiija petjah lak terini kini sudah tn-i T 'T Li ” ! ? niermgis-rnigis: „ 0 h , benar-benar dunia m cn tju r i“tjalul-tjatut t t ! ; J “ ,akkah sekali’ " h 'i ibadat sndah mentjuri ....... ?” diangkat dari dari ijerita tjerita Muhammad ^fy.lk!-llni AU 'i a n rat e«Bahu” i ^ 1" ^ ;, satu T l fragmen fra£n;eu jang i f 11*? diangkat tentang tuan ZeL innr l v dibukukan Si/rs« dan Bajangan. Tjeritanja jcrilanja tjak daa -««ak-anaknja ijak dan atas iniJn.;*f i n i / i a l i F w i r * -------‘ 1?tcri u-tt “ “ *-«"aKUja pergi ke Punkerrlia rliruntd , i , r> “ eiienma seorang perempuan muda unluk an. — Siil k7 • , ' r. erempuan ini ialah In a dalam Siksa dan B ajanekarena lvm I ” 1] 'I'111 isterinja pulang lebih dulu dari rentjana semula dan Ina din ' “ Rictus didjalan. Pertjekljokan tak dapat dielakkan dalam tieritaT nP 11^ ™ ma*1, ^ asib lna dengan anakuja Tali Ijeriia « uidiu-i ,nei.IE,nj?alkan kila pada nasib Tini dan anaknja dalam •libel? oWU k o C ^ ' 1' 0 A T ? ' Tal>i kalaU Tini lh,Iam ^ . p a r ” anaknja djasa, maka I n i \ f t ew ja!lg lak mau lnembennja wang tanpa balas alasan d iu «a di ,* “ “ ^ (dan „B ubu” ) oleh keluarga hidupan keluarl- \rU n,a 11,Cnlal1 kttmia dia“ f c W membahajakan keratan tani K „ l. >lcmi,ng sang siiami ingin m onolongnja dari kemelaI oukan tanpa niaksud tersembunji.
observas? knTVV^ 1^ 11 *jerita iui iulah bidujjnja hikisan-Iukisan karena m u.tahU a^u^ 1 ** T.Ua? baik liati lidak menjadari keadalah satu lino • n,1Ja. Jan? bertenlangan dengan kepentingan isterinja k a s i h ^ t l ^ t g i i u * te,lal.U kiU k™ al <**“ '■ » * « » ll,a„-tuan besar. B e /-
hibung be isadari la pengeual tuan Zet. Tid Jc kin bi^a dibt1^ « imaui dau diangan-angankan tuan Zet lidak mungtiemburu k i»w ,m ^ U • a* 1,s terini a JanS P™klist jang dengan inluisi dan nitaannja tabu akibal apa jang akan mcnimpa.
Kamii intelck tidak dapat tempat dalam tjerita-tjerita M uham mad A li ketjuali sebagai orang-orang jang m em andang rendah kaum susah. Dan scolali unluk m cu jerel kaum enak ini nienjaksikan dan menderita sendiri penderitaan kaum susah dalam K u b u r tak bertanda sianak orang kaja jang m andja didjaluhkannja djadi m iskin dan tjatjat seumur hidupnja, dan mengalami bclapa ia diedjeki dan dihina oleh kaum enak itu. Begitupun dalam 5 Tragedi jang tidak begilu berhasil, Susmini djadi korban kaum enak hingga achirnja merangkak-rangkak didaerali gerbong kereta api. Dalam sandiwara ,,Lapar” keluarga tjeadekiaw an tjimia mau m enolong simiskin dengan m engam bil anaknja unluk selama-lamanja, sedang dalam tjerita „B abu ” sang luan pura-pura m au m enolong tapi sebenarnja maksudnja serong. Dalam tjerita „H anlu” kila dibawa pada pelaljur lapar lingkat terbawali jang dalam kesengsaraannja masih punja perikem anusiaan liendak m enolong b aji jang dibuang oleh sepasang manusia bersedan mewah, membawanja kesarangnja dikolong djembatan. Dalam „A n a k K akjat” jang djuga berlemakan lapar dan derita, seorang jang berlagak intelek tidak segan-segan hendak mentjalutkan anak-anak seorang temannja jang mengeluh karena kesukaran hidup. T api dalam hal ini tjinta anak masih lebih besar dari paksaan derita. Tidakl'ah linggi keinginan orang-orang inelarat jang digambarkan Muhammad A li. In a dalam Siksa dan Bajangan hanja -ingiu tinggalkan kamar sewa jang sempit dan apak, makan nasi djagung tiap hari dan bukannja kerak dan ketcla: ia im pikan sepasang sandal beludru untuk anaknja jang ketjil. Tjita-tjita Prapto dalam K u bu r tak bertanda pun tidak tinggi. Untuk mengisi perutnja ia djadi tukang pom pa bensin, djadi kelasi, djadi kuli, kusir, djadi pengemis. Pun ia pernah djadi tukang betja dan pernah pula m entjopet beberapa kali. Satu tjita-tjita jan g tidak tertjapai olehnja, jaitu djadi djuru lulis, sebab ia tak pandai menulis karena tak pernah sekolah. Dan apabila Marini dalam tjerita „H antu” lari tunggaiig-langgaug karena razzia polisi susila dimuka pasar, maka jang pertama teringat olehnja ialah makanan jang lerpaksa ditinggalkannja: „P irin g tahuku, aduh sajang T i, masih mundjung. Kutinggalkan begitu sadja” . Tjerita pendek „S i Pukul-Tudjuli” jang pernah kita batja dalam Siasat ] ) mentjeritakan pelaljur ketjil uiiiur sebelas tahun tidak kila temui dalam kumpulan ini, m ungkin tidak bisa m elalui lapisan susila penerbit. Tapi ada sadjak jang sama temanja, jaitu „G adis ketjil disimpang sepi” jang akan saja kutipkan nanti. *
••••
Adakali dunia seperti jang digambarkan M uham m ad A li dalam tjeritatjeritanja ? — Memang ada. Dan kitapun tahu bahwa penderitaan dan keputus-asaan penghuni pondok-pondok, taman-laman, gerbong-gerbong dan kolong-kolong djembatan, terutama dikota-kota jang besar tanpa kita sendiri bisa berbuat apa-a]»a. Dari pihak pengarang kila lidak lihal sei)
Siasat, Th. V I No. 283, 12 Djuni
1952.
L
suatu saran bagaimana m empcrbaiki keadaan dan memmtut ini daripacla nja barangkali tidak terlalu adil. Sebagai orang jang sadar agama Muhammad A li dalam beberapa tjeritanja mau membcri agama sebagai obat kebobrokan moril, tapi itupun dengan ragu-ragu, ingallah pada Jatim dalam „Ivegagalan’ jang bukan tidak beragama tapi terpaksa meiigalah pada lblis karena lapar. Dan teriiigallah saja pada utjapan seorang germo jaug berfilsafat: „orang boleh tidak ganti pakaian satu tahun, tapi orang tidak bisa tidak makan tiga hari” untuk niembenarkan pekerrijaan anak-anaknja. . ^ an ^dak tjukup ada polisi susila untuk menghalau atau paling sedikit mengurangi kedjahatan dan ketjabulan, kalau tidak dengan usaha jang njata mempcrbaiki keadaan sosial. Jang tidak punja tcma lapar dalam tjerita-tjerita Hitam atas Putih la a „ engkela , „R apal” , dan „A ch ir Zaman” . Semua punja keislimewaan oAservasi psichologis jang tepat sekali. Dan djelas bukan ditulis sekedar nanja karena ingm menulis. i. ^ a^am «Sengketa Muhammad A li mentjeritakan kedjadian Iumrah V “¥ eu am autara dua keluarga karena urusan auak-anak. Tapi setn-rf-.3!11 ° rUl11^ tl!a tenis dendain mendendam, antara anak-anak tek h 1 *I)Cr amf lan’ dan hal ini digambarkan Muhammad A li dalam kontras jang lutju tapi dalam maknanja. i
se" aktu Tarip duduk-duduk didepan radionja, dikampung T U lari keIuar- Da“ dilihatnja: anaknja hcrdiri iidak m m j 1.1 pC arauSan rumah Tardjo. Dau pada ketika itu T ardjo sedang memaralu anaknja sendiri: J o dpn.r” ^ era^*)
®lldab kukatakan padam u; djangan eekali-kali main BenSal ^enar engkau. A pa kau mau ikut-ikut djadi bcifn -it * "i* il setf n * Sekali lagi kuliliat engkau bersama-sama anak iru’ ak« gasak kepalam u!” Lain didjewernja telinga anak itu. an'ikn;er^ a^ 7^ aUiper^St*Wa *lu’ Tarip naik darah. Ia melompat mcnorkam hujung-lmjung1* ( ^ mene^aatanmj a» demikian keras, hingga anak itu tersuki’ m S ! ! ’ teriaknja. „K au betul-betul anak djahanam. Kau kira aku pulang !” mU inam deil^an auak tukang tenung ilu ? Binalang ! A jo dal imTmw!,3 terkentjing-kentjing sampai basah tjelananja. Dan manisan diu-i n l L C'? ma,1I1J:i berhamburan tertjetjer ditanah. Tapi masih sempat iiati-hati * ** memilllo utlija salu-satu, seraja membersihkannja dengau »A pa ilu ? bcntak Tarip «IV rm en pak. ” „O ari inana kgu dapat ? ” Tardjo
^ ^
...............
fakul-lakul anak ifu menuding kawannja, anak
,,A jo buang !” teriak Tarip kcras-keras. na ilu masih merenungi sajang manisannja.
Tapi Tarip sudah gila sungguh-sungguh. Direbutnja manisan itu dari tangan anaknja. Segera dilemparkannja ketanah lalu dengan kedua kelom pennja manisan itu diindjak-indjaknja sampai hantjur mumur. „ A jo pidang!” perintahnja kemudian. Seperti seekor kambing anak itu mengikuti bapaknja. Diruinalmja, masih kedengaran suara T ardjo mengantjam: „Awas kalau kau main lagi sama anak itu. A w as!” (lial. 67-63) Dalam tjerita „Rapat” Muhammad A li melantjarkan sindiran ter hadap rapat-rapat kampung jang membitjarakan soal-soal besar seperti soal-soal politik tinggi dan perdamaian dunia, tapi tidak mau mem bi tjarakan soal-soal jang praktis dan langsung mengenai keamanan dan kesedjahteraan kampung. „A ch ir Zaman” satu skets ringan jang menarik karena hidupnja, jaitu pfertjakapan seorang pemuda dengan seorang hadji jang mengira-ngirakan bahwa saat kiamatnja dunia sudah dekat, karena kegandjilan bertainbah banjak, dimuka bumi orang ingkari kekuasaan A llah dan dilangit kabarnja orang sibuk mendirikau stasiun pergi kebulan. Dan tatkala sang pemuda meniadjukan pendapat: ” — kalau orang mau pergi kebulan, itu (pun) hanja suatu kemadjuan ilmu belaka” , maka m enjebut-njebut)ah pak H adji dan berkata: „Apakah orang-orang jang hendak mengotori tjahaja bulan dengan sepatu-sepatu mereka itu dinamakan kemadjuan ? ” (hal. 100-101).
Sesudah membitjarakan drama dan tjerita pendek dalam kumpulan ini, marilah saja bitjarakan pula sadjak-sadjak Muhammad Ali. Dalam buku ini dimuat 17 sadjak dan saja teringat kepada 32 sadjak jang pem ah dikirimkannja kepada penerbit Balai Pustaka dengan nama „PerdjaIanan dalam Malam” , tapi dikembalikan dengan tjatatan supaja dikeluarkan beberapa sadjak. Ketjuali dua sadjak murah „Pulang” dan „B ila dia bertanja” jang menjelinap dalam kumpulan ini, pada umunmja pilihan Muhammad A li nilainja dapat dipertanggung-djawabkan, suatu hal jang tidak selain bisa dikatakan tentang pengarang jang membuat sendiri kumpulan karangannja. Tapi ada djuga beberapa sadjak jang saja merasa kehilangan dengan tidak dimuatnja, jaitu „Lum pur dan Sinar” *), „Sebuah tjerita untuk si Mungil” , „Sadjak buat Tini” , dan „Suara dari Sudut-sudut Gelita” . Kumpulan sadjak dimulai dengan empat sadjak pem jataan hubungan penjair dengan Tuhan. Tanggapan Muhammad A li monistis, seperti kita lihat dalam sadjaknja „A k u ” , „Tentang Tuhan” dan „A k u depan Tuhanku” . Dalam „Tentang Tuhan” dia m engedjek djenaka tanggapan panteistis sedang dalam dua sadjak lain dia akui kelataan manusia tanpa Tuhan. Walaupun demikian dalam sikapnja jang akrab terhadap Tuhan nampak pengaruh panteisme djuga: 1)
Pada hemat saja lebih baik versi jang dimuat dalam Mimbar Indonesia Th. I ll, No. 22, 28 Mei 1949 dari jang direntjanakan untuk kumpulan jang bemama „Perdjalanan dalam Malam”.
O, kalau kau kiisimpan dalam diriku Selalu serta kemana kubawa Tidaklah lidali akau kaku njebut namamu saat djantung berdenjut Dan tiadalali bibir pedih begini: petjab-petjab kena pipa tjandu („A k u depau Tulianku” , hal. 29) Demikian dalam „ICepada Penjembalx Bintang” penjair menjatakan kepertjajaannja pada jang kekal dan bukan pada jang fana, bukan pada segala jang boleh riatang dan pergi, dan pergi seperti bintang dan hari (hal. 30,i Dan kesadaran akan kefanaan djuga jang d'ibajangkan penjair dulam „Kepada Gadis Tjintawati” : Tjintawati, kukasiJii engkau, seperti murai ngagiimi fadjar dan embun pagi dan aku tabu: kaupun pasti hilang kembali (hal. 41) Sungguli sajang bagian landjutan sadjak „T jerita tentang Keindahan diliilangkan (atau tertjeter ? ) , sebab djustru bagian kedua ini lebih baik dari bagian pertama. Karena bagian kedua ditiadakan, lalu titel sadjak tidak tjotjok dengan isinja. Mungkinkah ditiadakan karena adanja kalimat-kalimat ini (saja kutip dari kumpulan jang masih berupa naskah „Perdjalanan dalam Malam” I: — Lihat Jajar-lajar berkembangan peraliu-perahu telah bertolak sarat niual impian dan angin laut, o angin laut jang melintjahkan kelasi-kelasi angin laut jang melambungkan njanji-njanji lihat, liliatlah itu semua, betapa mesra ............... mereka kutjup bibir dewi kehidupan, betapa mesra Mengapa kegelapan ? Mengapa hanja kegelapan ? M engaj)a't
Tapi betapa aku bisa bertjeritra tentang kemolekan sekuntu m bunga kalau beribu bunga-bunga hantjur terpidjak ? Dan mereka menangis: pandanglali kami, pandanglah kaini ! Dan betapa aku bisa bertjeritra / Tentang kitjau burung kutilang alau mendung telah menggulung bintang-kemintang ? Hamskah aku berlagak seperti taniu-tamu dalam pesta meriah ? amu-tamu jang tidak peduli pada djam-malam tamu-tamu jang m abok oleh champagne dan aroma taniu-tamu jang meratjau tentang hari ini dan hari nanti dan jang selalu, selalu, dan selalu mengangkat gelas sambil bersorak: selamat dan sedjabtera !
Dan mereka bakar suatu zaman Mereka bakar suatu zaman ! Memanglah kita harus punja rasa kemanusiaan jang maha dalam untuk bisa merasakan tragik kehidupan dan tidak hanja ketjabulan da lam sadjak seperti „Suara dari Sudut-sudut Gelita” jang ada dalam kumpulan asli tapi tidak kita temui dalam H itam atas Putih ini. Inilah dia kontradiksi jang djadi hakekat kehidupan: SU ARA D A R I SUDUT-SUDUT GELITA (waktu malam djauh dipinggir kota) pinta ini datang dari daratan sepi dimana tiada lagi orang bitjara perkara kasih dan kasih sendiri sudah lama tidak berkisah disini teriak tersekat kar’na siksa dan paksa membusukkan daging-daging dan rasa dan keindahan paling utama: rengutan maut dimalam buta ! kami liidup dari tipuan mimpi dan minum d'arah sendiri dan kami akan mati sebelum terbit 6ang matari kami lupa pada semua tjinta, djika ia ada dan biarkan kami buta dan kalau kau datang dengan lagu tjinta semata kami sudah buta djangan bawa lagu kemari o, djangan bawa lagu kemari kami djem u pada lagu kami bentji pada lagu kami runtuli kar’na lagu djika kau datang ........... datanglah diam-diam dan telandjang dengan tjaja didada dan rona dimuka dan ketjuplah kening kami jang panas dengan bibir tjinta o, kami haus akan tjinta ! Untunglah „Gadis ketjil disimpang sepi” tidak dihilangkan dalam kumpulan ini, jaitu sadjak jang m em punjai tema sama dengan tjerita „Si Pukul-Tudjuh” . seorang gadis behun bernama mendjual m im pi disimpang sepi gadis ketjil sekali Apa kau tiari, gadisku, dalam malam selarut in i ? Kau tak takut orang mati liidup kembali ?
A ll, aku lagi menanti orang mati lewat disini D ia beri aku api, aku beri dia m im pi ! Pulanglali gadis, pulanglali ketjil djangan kau mati malam ini aku beri kau renda, aku beri kau pita dan sebuali nama djelita Apakah renda ? Apakah pila dan nama djelita ? Dan aku pulang kemana ? A h, sini rokok sebatang, tjetuskan api-api ! Dan tuan mau m im pi ? (hal. 37) ** Supaja dapat gambaran lengkap tentang hasil pekerdjaan Muhammad A li baik dibitjarakan djuga tjerita-tjeritanja jang lain jang telah dibukukan. Kubur tak bertanda tjerita tentang seorang pradjurit gerilja Sujono jang mengalami keketjewaan pahit. Ia djatuli melarat karena matanja djadi buta dan tatkala ia tjoba bertemu dengan bekas kekasih* nja, ia dapat perlakuan jang menjakitkan liatinja. Dalam keadaan mata ge ap dipukulnja bekas kekasihnja itu dan oleh karena itu dia ditangkap oleh polisi dan dimasukkan dalam tahanan. Seperti djuga tjerita „Lapar” , Kubur tak bertanda oleh pengarang diuat sandiwara radio jang pernah beberapa kali dimainkan oleh R R I ja arta tahun 1952, dengan nama „Sel 13” , dalam mana beda' dengan jen ta labonnja Sudjono pada achirnja bunuli diri dalam sel. Disini Mulamm a Ali agaknja mau minta perhatian terliadap bekas pedjuang tan^a , aif S3’ T-Pj tokohiija, Sudjono, bukanlali orang jang sudah terbentuk " a a i.n^a . au dia masuk tentara bukanlah karena kejakinannja sudah masa tapi sekedar hanja ikut-ikutan. Pakaian seragamnja hanja untuk bersombong pada ibunja. ^ i erJta ini terasa sentimentil romantis, terlalu banjak perasaan dari I ran. tJetapapun beralasan perasaan tersinggung seorang bekas pedjuang jang merasa dirinja berdjasa dan pantas dikasihani sesudah ia invalid, 1,1 a aTC*la ,nen»ntut dari masjarakat pengliargaan jang tidak ber* sjarat. Vita dapat bajangkan penderitaan Sudjono kehilangan mata, tapi apa )i a dia dengan badju tjom pang-tjam ping masih mengharapkan per^ il^ h ’ n . * meraju” waklu mendatangi bekas kekasih jang sudah pu a er?uami, maka itu tjuma bisa terdjadi dalam angan*angan seorang pemuc a jang tak tahu diri dan tidak punja pengalainan sama sekali. Lcpas dari lukisan-lukisan jang bagus dalam buku ini saja acliiri mem latjanja dengan perasaan tidak puas, karena pengarang tidak ber* iasi mejakmkan saja akan kesehatan ala?an Sudjono untuk berlaku nea ( an emungkinan kebenaran lukisan Trisni dan suaminja jang digam* ar an sama sekali tidak punja perikemanusiaan. Dalam memihak pada u jo n o pengarang lalu kehilangan keseimbangan pikiran dan seperti orang dalam sesuatu perkara hanja mengemukakan segala jang djelek pa a pihak lawannja. Lagi pula pengarang rupanja tidak m enjelam i pe-
rubahan djiwa jang mestirija terdjadi pada tiap orang jang djadi bxita, jaitu kehilangan pertjaja diri dan tim bulnja rasa kurang liarga diri. Pengarang menggambarkan Sudjono berdjiw a seperti orang sehat sa dja dan tidak tjatjat badannja. Dan apakah alasan siknp Trisni jang som bong itu ? Kalau berubah dari jang dulu apa Iantarannja? T oh tidak hanja karena sekarang su dah kaja? Sebab tidak semua orang jang djadi kaja mesti djadi sombong pula. Perbelokan batin Sudjono jang djadi tawakal dan keinsafan jang pada achirnja menjelinap dalam sanubarinja, terasa seakan dibisikkan oleh pengarang jang ingin membawanja kembali kedjalan Ilahi. Tjerita Siksa dan Bajangan dibuka dengan satu pengalaman super natural: penggali kubur Jatim ketamuan pendjelmaan roll seorang jang mati dalam ketjelakaan dalam pabrik. Kemudian ditjeritakan pengalaman isteri dan anak jang ditinggalkan sampai mereka temui pula adjahija. Djalan tjerita tercntang datar: Sang suami tewas dalam ketjelakaan, isteri dan anaknja m enjeret diri ditengah rimba manusia-manusia jang siap menerkam dan achirnja menemui kematian mengerikan. Orang-orang jang ditemui dua beranak itu hanja sekali bertemu seperti orang berpapasan djalan. Tidak terdjalin antara mereka sesuatu ikatan jang menimbulkan persoalan-persoalan jang perlu dipetjahkan ataupun diuraikan. Satu-satunja kesempatan jang memungkinkan terdjadinja tjerita ialah pertemuan dengan tuan Zet, tapi kesempatan ini serta-mcrta ditutup n jonja Zet jang mengacliiri pertemuan mereka dengan pengusiran. Dalam kedataran rentangan tjerita bab-bab terasa berdiri sendiri seakan-akan tjerita pendek jang bulat dalam dirinja. Jang demikian itu dapat dikatakan tentang bab pertama, pertemuan Jatim penggali kubur dengan roll orang mati, bab kedua, intermezzo dalam rumah tangga tuan Zet dengan m untjulnja Ina dengan anaknja, dan bab keempat adegan jan<* dilukiskan sangat hidup1dalam restoran dan adegan salah tampa ter hadap Ina jang disangka pcntjopet. Dan inilali pula bab-bab jang paling baik dalam buku ini, dengan lukisan jang tepat karena observasi psichologis jang tepat. Dalam tjerita ini Muhammad A li tidak ada melihat djalan lain dari bunuh diri. Putus asa karena tidak mendapat tempat didunia jang luas ini pada achirnja Ina menerdjunkan diri bersama anaknja dalam sungai jang menggelora, tidak sempat lagi melihat tjaliaja Ilahi dan mengutjap istigfar seperti Sudjono dalam Kubur tak bcrlanda. Persetudjuan dengan Iblis adalali satu tjerita simbolis jang didasarkan atas ajat-ajal surat AIi-Baqarah 34— 36. Meskipun psichologis tjukup mendalam, tendens tjerita terlahi njata, hingga kita seolali berhadapan dengan boneka-boneka. Aminudin jang pada mulanja sesuai dengan namanja setia agama, pada umur tigapuluh dapat digoda iblis, hingga djadi pelanggar adjaran affama. Perobahan Aminudin mulai dengan bertemunja kem bali dengan seorang kekasili lama jang telah djadi bunga raja kelas tinggi. Inilali dia umpan-sang Iblis dan Am inudin terujata tak tjukup kuat menolak godaan. Iblis dimuntjulkan pengarang seperti Goethe memuntjulkan Mephistopheles menghadapi Faust. Pertjakapan Iblis dengan Am inudin adalah
pertjakapan otak jang berakar pada kesadaran tradisi dan moral dengan nafsu-nafsu badani jang tidak terkendali. Iblis adalah antitese jang me* nentang tese-tese dan pertjakapan antara Am inudin dan Iblis adalah soal djawab dialektis jang tidak mentjapai kebulatan sintese. Sang Iblis adalah retorikus ulung jang berbahaja seperti dengan bagus dilukiskan Muham mad A li dalam pertjakapan berikut. (A m inudin tepekur mendengar andjuran Iblis supaja pergi kerumah E m a bekas kekasihnja. Berkata Iblis) „Pengalamanku Mas, terlalu luas. A ku telah banjak membantu menjelesaikan berbagai soal jang pelik-pelik dan usaha-usaha besar. A ku pernah membebaskan Adam dan Hawa dari tawanan lu h a n koluar dari pendjara jang disebut sorga .......„Soalmu ini hanja soal biasa sadja, soal ketjil dan tak berarti, soal llaki-laki muda jang hendak menemui perempuan muda ....... ” Kepalia Am inudin kian tertekur, seperti kap-lampu beranda iana didojongkan kebawah. „Mengapa ? ” tanja Iblis inendesak, „K au takut menghadapi ketjantikan ? Kau takut menentang kegenitan ? Takut imanmu akan runtuh ? ” „T id a k !” seru Am inudin tiba-tiba dan bem afsu, „A k u jakin akan keteguhan imanku. Aku sanggup mengendalikan nafsuku........... !” ,,Djika demikian ....... , "sam bung Iblis pula, „mengapa bim bang? Me ngapa kau tepekur disini, dan membiarkan seorang wanita djelita lama menanti-nanti....... ? A h, sungguh engkau Iaki-laki tak tahu adat!”
Sekonjong-konjong A m inudin bangkit, dan berseru memanggil pelajan restoran itu, membajar harga lemonnja. ,,Engkau pergi ? tanja Iblis berseri-seri. „A ku pergi” djawab Am inudin pasti.” fhal. 21-22) I’ setapak demi setapak membawa Am inudin tambah jau edjalan sesat. Djuga dalam berhadapan dengan E m a jang banjak daH^d^h*311 V m*nud^n kalah dalam perdebatan, perdebatan antara baik *^a a . jP a jang djahat dihiasi demikian rupa hingga bagus namP nja. minudin lalu kehilangan pengertian setia pada isteri, ia djadi koruPtor> dan achirnja djadi pem bim uh kekasihnja sendiri T i^L - t " i. menSadukannja kepengadilan agama setelah mengandung. I • JU_'UP sampai disini permainan Iblis. Diburu ketakutan pada nHnU n mengachiri hidupnja dengan terdjun kedalam sungai. / I / - 13 t Trage^ tidak lebih tinggi nilainja dari Persetudjuan desiiHVh + u lerasa sipengarang menggurui, dan sedjak permulaan kita rat kar 3 U, ma° a, djalan tjerita mau dibawanja. Susmini djatuh mela? f en,a lJPa diri, meninggalkan tunangan seniman jang idealistis dan rliaJ^TCutl1tu ang tjatut jang kaja. Wanita Susmini harus dapat hukuman, J ^ me arat liidup dibawah gerbong dan betapapun idealisnja tun an gmiikanja11^ *>CI1',a*ri diapun pada achim ja hanja datang untuk meludahi . , ^ e?.a.wa* tukang tjatut, R udjito, digambarkan keanak-anakan J*. a.m . an pikirannja hingga tidak m ejakinkan, demikian pun Susini jang begitu sadja meninggalkan tunangan dan menjerahkan diri a am pelukan sang Don luan karena dibawa berm obil-m obilan dan dibe-
lik.au perhiasan indah, mengingatkan tema film jang murah. Pertemuan direstoran antara Susmini dan R u djito m engingatkan adegan demikiaE pula dalam A th eis. Sifat R udjito dan lukisan orangnja pun mengingatkan pada Anwar dalam roman itu. Ibu Sumini jan g muntjul sebentar rupanja tidak punja fungsi dalam hubungan dengan anaknja. Terasa tjerita ini terlalu simplistis dan skematis. Analisa psichologis tokoh-tokob sama sekali tidak memuaskan. A pabila kita tutup buku ini kita seolah barusan membatja satu ichtisar tjerita.'N am a buku 5 Tragedi dalam hubungan isi tjerita bagi saja merupakan teka-teki jang tidak berdjawab. Mem batja tjerita-tjerita Muhammad A li jang agak pandjang ada timbul kesan, bahwa semuanja tjerita itu tidak ada jan g sampai selesai. Dari K ubur tak bertanda kita harapkan penggalian psichologis lebih mendalam dan pelukisan nasib dan pengalaman invalid Sudjono jang lebih meiakinkan dalam penderitaan kemanusiaan. Siksa dan Bajangan dan 5 Traaedi kiranja tema tjeritanja dapat digabung sebagai rom an keluarga koruptor tuan Zet dengan tjabang-tjabang kisah kehidupan orang-orang ian* diadi melarat karena perbuatannja. Dari M uham m ad A ll b oleh diharapkan satu roman besar jang punja kelirbelakang masjarakat jang luas Tjerita-tjeritanja jang sudah terbit sebagai buku tebalnja tak melebihi lima vel form at ketjil dan m enum t perumusan tentang pandjangnja masih termasuk tjerita pendek. *
** Mulai terasa kedjanggalan dalam alasan jang selalu dikemukakan oran" apa sebab pengarang sesudah kemerdekaan m em ilih tjerita pendek sebagai bentuk untuk mengungkapkan dunia tjitanja. Alasan itu ialah bahwa tjerita pendek digemari oleh pem batja karena selesai dibatja dalam lima belas menit sampai dua djam paling lama dan dalam serba tergesa-gesa pembatja tak punja waktu untuk m embatja roman berdjam djam lamanja. Alasan l a i n l a g i ialah bahwa tjerita pendek jang biasanja dimuat dimadjalah atau surat kabar itu bisa didapat lebih muxah dan buku roman jang tebal dan ada lagi jang menjatakan bahwa tak ada penerbit jang mau menerbitkan roman karena ongkosnja terlalu berat. Semua ini mungkin benar tatkala dikemukakan pertama kali pada permulaan revolusi tapi kemudian telah kehilangan kekuatannja. Kalau kita kupas satu persatu alasan-alasan tersebut dapatlah kita katakan bahwa para penerbit telah menerbitkan kumpulan tjerita pen dek dan puisi jang tebalnja tak kurang dari tebalnja roman dan ini berarti bahwa ongkos produksi buku roman telah dapat diatasi. Disamping it,u djangan pula kita lupa bahwa banjak roman lama jang terpaksa berulan^-ulang ditjetak karena banjaknja pennintaan dan sungguhlaii bukan kelalaian para penerbit lagi apabila tak ada penerbitan roman baru dari pengarang-pengarang baru. Setahu saja malah ada penerbit jang mcnantang para pengarang supaja memilis rom an besar untuk m e reka terbitkan tapi tantangan ini menemui sikap lesu dan lum puh. Popularitas tjerita pendek jang semula hanja dapat tempat dalam madjalah dan sural kabar, — jang m em ualnja hanja sebagai sambilan belaka satu tjerita saban terbit — , kemudian telah menmgkal. hingga DD
kita telah saksikan terbitnja m adjalah-m adjalah chusus tjerita pendek seperti K isah, Prosa, dan T jerita jang djuga tidak hanja tjukup dun djam untuk m em batfanja. R om an-rom an uiangan tjetak sedjak Sitti Nurbaja sampai A theis harganja tak bisa dikatakan rendah, tapi orang m em belinja djuga, bep tu p u n kum pulan tjerita pendek orang sediakan uang dan waktu imtuk itu. P u blik pem batja lambat laun telah djadi matang dan mengharapharap terbitn ja roman baru disam piug kum pulan tjerita pendek dan pmsi.
TO TO SU D A R TO
B A C H T IA R
PENJAIR „IB U K O TA SENDJA”
S
EORANG penjair jang berbahagia mendapatkan penerbit untuk sadjak-sadjaknja ialah Toto Sudarto Bachtiar. Dia mulai menjacljak tahun 1950 dan disamping itu menulis esei dan menterdjemahkan kesusastraan asing. Dilahirkan tanggal 12 Oktober 1929 di Palimanan, Tjirebon, ia mendapat pendidikannja di Cultuurschool Tasikmalaja, tamat 1946, Mulo Bandung 1948 dan SMA Bandung 1950. Tahun 1952 ia djadi mahasiswa Fakultas Hukum dan Pengetahuan Ma sjarakat Universitas Indonesia di Djakarta. Dua kumpulan sadjaknja jang telah diterbitkan, ja ilu Suara, kum pulan sadjak 1950-1955, oleh BM KN tahun 1956 dan Etsa, oleh Pembangunan tahun 1958. Jang termuat dalam dua kumpulan ini belum semua, masih banjak jang tersebar dalam madjalah Mimbar Indonesia, Zenith, Siasat, Indonesia, Pudjangga Baru dan Kisah. Dalam Suara terkumpul 43 sadjak, sedaug Etsa memuat 40 sadjak. agaknja jang dianggapnja terbaik sesudah pemilihan jang keras. Suara menurut pendjelasan djudulnja adalah „kumpulaan sadjak 1950-1955” . Orang akan dengan sendirinja mengira bahwa Etsa jang terbit kemudian hanja memuat sadjak-sadjak sesudah- 1955, tapi tidak demikianlah lialnja. Didalam Etsa djuga ada sadjak-sadjak jang ditulis dalam djangkawaktu jang sama dengan Suara, hingga keduanja bisa dibitjarakan bersama-sama. Namun ada perbedaan. Apabila dalam Suara sadjak-sadjak kebanjakannja bersifat bertjerita, dalam Etsa terutama ada pembati'nau. Penjair seolali tidak bitjara pada orang lain, tapi bitiara nada diri sendiri. Kala-kata merupakan dunia-dunia iang isinja sukar dirumuskan karena luasnja seluas kehidupan dalam serba kemungkinannja. Ivata-kata mengandung arti jang lepas dari artinja jang sempit dan hanja merupakan alat untuk mengimgkapkan kemungkinan-kemungkinan isinja jang lebih luas. Dan keluasan arti itu diperluas pula dengan kombinasi-kombinasi kata jang masing-masing mengandung kemungkinankemungkinannja pula. Sadjak-sadjak dalam Etsa lebih matang, kurang evokatif karena abstraknja kiasan-kiasan, tapi tjukup asosiatif bagi jang matang pengalaman. Kalau kita perliatikan tema-lema jang diungkapkan T oto dalam Suara dapatlah digolongkan seperti berikut. Jang paling m enondjol ialah tema-tema sosial, tentang kemiskinan dan kemelaratan si orang ketjil, belas kasihan pada jang hidup sia-sia, solidaritas dengan „dunia jang luka dan teriantar” . Termasuk dalam golongan ini sadjak-sadjak seperti „ICereta Mati” , „lbu kota Sendja” , „Lagu Orang-orang malang” , „Pahla* wan tak dikcnal” , „Gadis Peminta-minta” , „K epada Simiskin” , dan lainlain. Pun kita temui aadjak-sadjak jang seinata mengungkapkan suasana mentfengkam dalam saat-saat tertentu situasi manusia dalam kesunjian,
TOTO
SVD AB T O
B A C H T IA R
kekosongan dan pendambaan seperti „A ntjam an” , „N octurno , «Elegi buat Zizi” , „M alam Maut” , dan lain-lain. Termasuk g olon g a n in i sadjak. sadjak kenangan pada jang m ati: „M em ento M o n ” , „B uat Nisan Mam dan sadjak hiburan diri dalam kenangan kematian, „Focus . Selain itu kita temui sadjak-sadjak tentang pengembaraan dan kerawanan perpisahan — „Dipelabulian” , „Lagu Pembiusan” — , tapi djuga kepenuhan hidup dalam kepalilawanan dan kepastian dalam pentjanan dan penemuan d in , seperti dalam sadjak-sadjak „R iw ajat” , „Tentang Kemerdekaan , „Sekarang aku tabu” , „Perbandingan” dan lain-lain. Beberapa sadjak T oto adalah pertjakapan dengan sang waktu („Pada Sangkala” ) , dengan kawan („Pernjataan’\ „B erdjabat H ati” , „k epada f f » ) dengan kekasih („M alam Dingin” ) , dengan orang jang menderita kadang hanja dengan diri sendiri. „B erdjabat H ati” adalah satu pertjakapan dengan Guillaume, agaknja jang dimaksud pen jair surrealis Perantjis Guillaume Apollinaire, tentang tjinta dan maut. Puisi T oto terutama dalam Etsa adalah djawaban atas pertanjaan: apakah manusia? L ebih chusus: manusia penjair jang mengalami hidup p ada W a n dS T d jiw a. Sebagai demikian sadjak-sadjaknja adalah sadjaksadjak metafisis, sadjak-sadjak renungan d in tentang adanja didum a, pertanjaan dari mana kemana, apa jang dapat ditjapai dan apa jang harus kembali dilepaskan, apa jang terampas dan apa jang lepa,. Pengembaraan, petualangan, tak ingin tenkat pada lembaga-Jembaga, inilali existensi sang penjair. Dalam keisengan dan p en gei^ araan p. menulis sadjak. Bagi penjair jang utama dalam k ^ d u p m ia la h p r a g alaman, penffhajatan. Hidup jang tidak dihajati pada d in biikanlah hidup. „H idu p bagi jang hidup setiakan denta” , „kenangan hidup hanja bagi jang hidup” , kata T oto dalam „D unia sebelum tidur . Dalam sadjak „Lagu Orang-orang malang” sebentar kita terhenti pada bagian kalimat: „M ereka jang indah dalam merasa . Siapakah jan Lerasa indah dalam merasa ? Kata „m da h saja kira mengandun* penilaian penjair dan bukan harus diliubungkan dengan perasaan sub?ektif si orang malang jang disjairkannja. Penjair merasa adalah satu keindahan bahwa pun dalam kemalangan orang masih bisa merasakan kemalangannja. , Kesadaran akan kefanaan hidup jang b e p tu m em bun , dalam hidup Chairil Anwar, pun nampak dalam sadjak-sadjak T o to Sudarto „M uka daii ^Tjatatan unluk Haritua” . Tragik manus a jang berusaha seumur hidupnja hanja unluk merambah djalan setapak kepekuburan. memeras keringat sebelum ubanan dan membuka djalan setapak, disana tempatnja kem bodja akan mengaling megapnja napas langit biru atau tjinta jang djadi tua bersama kita („Tjatatan unluk Haritua” ) Dalam masa tak ada kesibukan senantiasa kekosongan dan kesepian datan* menjerbu, balikan dimasa menghadapi persoalanpun perasaan itu adakalanja timbul djuga, perasaan jang dibarengi kegamangan dan kengerian. Suasana demikian diungkapkan dalam sadjak „R nm ah ko&ong , suasana penungguan, harapan dan kesepian.
sebelum pasti kau pulang aku tak tahu pukul berapa sekarang dinding kamar aneka wama serba membisu sadja penuh tanja simji jang membuka sendu pagi hari mcngadjakku memandang keluar djendela betapa besar arti lubang pada kainnja hidjau daunan mengirai sampai niengembang sendja kalau engkau datang pasti hidup kembali ditanganku terpegan«tapi kini, aku tak tahu djam berapa C jang kutahu, anakkn baru lama sekali kan datan-
renjai air mata sama djatuh rindu kudus musim kemarau menambahku djadi tua tapi remadja tua karena denjut waktu remadja karena pengalainan'segar tiba dipundakku renjai air mata sama djatuh rindu kudus musim kemarau menambahku djadi tua tapi remadja tanda dirnnu masih ada
t t a ^ S k k u aU bcrsekutu dengansang M a u t : ^ SemmtlaSa mcntjengkam manusia dan Bila kita (batja: kami) terdjebak olehmu -fc fk -b a ik n ja • B . Pta keiam dunia ja n f
Kadang lebih cnaklah ' ■( ” P dan putus asa (J f i m p j- ) . acfaTab “sin n,enSal™ i ketjewa tap. lepas kembali. 1 aflalah satu misteri, serasa tertangkap Waktu berlalu, ,,deHk- riot-) i penjair meudjalani hidup ^ Pa hormat” . 11 JanS berbunga indah” . j’ 1
" ' Ji
Sa . ? r “ “rl ahr r " ' aCl,im' a
I -4'Pi dalam malam hika t” ^ erbandingan” )
H idupilah hidup walaupnn dalam derita didunia jang penuli dosa dianggap sementara orang. Pengertian dosa djadi persoalan bagi penjatr sendiri. Berkata ia dalam ,,Limas . Kuliarap tangan waktu jang beda Mengepalkan Lindju bagi dosa Jang mcmbnngkuk Menghadapi kita Dan dalam „ICilang” Setelab sepagut sajang tjinta badani Taliu pula arti ketimggalan kasih tanpa nabi K ilan" hidup damba sekilas persetubuhan djiwa Mengelnhkah kau bawah sadar jang matang
s i
° s s . -
J
U
- . «
w
K
U
f f e l ?
kan Chairil Anwar djuga dalam sadjaknja „Kepada IVawan
« —
Hantjurkan lagi apa jang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat,. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa sadja . c „AU «n„dara kata Toto pada kawannja jang mati. D inku Sama sadja saudara, K gunanja salmg memadan dirim u sama-sama pen 1 — perbnatan kita, amal afkan ? Ja.ig p c n l i n g bukanlali dan tak bisa dibajang m cmbeku dalam laku pei ma n ”m!iaf didaerah mati, pun
landjut ------
TS,“ 'S^ s ...... .. ,,k” “ in i:
‘
1
K E PA D A ORANG M ATI kalau aku kaumaafkan, karena maaf baik, kau tak pernali mengerti dirimu kalau kau kumaafkan, karena maaf baik, kau tak mengerti dirimu begitu banjak maaf, buat begitu banjak dosa bc«itu banjak dosa, buat begitu banjak maaf hanjakah tersedia buat daerah mati tanpa liawa. tanpa kemauan baik t tapi kau tak kumaafkan djuga, sangat sajang tanpa mengerti diriku tanpa mengerti dirimu sedang aku tak mau mall muda sekarang wr ■ In Tnto adalah perlambang tjinta, machluk jang padaWamta pada Tot ^ e m b ik in hidup djadi berarti baginja. n J l
k e . " n W U n t a i a ’n '1 hidup jang kena tjahaja/G erak jang me-
warnai manusia” u^Focus” 15 S j . Dalam liidup manusia tjinta meinegan» peranan penting. T jinta jang „datang seperti adjall seorang/dari padang pandjang tak dikenal” . Tjinta jang memenulii liidup tapi djuga dapat mentjiptakan kekosongan jang meruang. Tjinta membawa suka tapi djuga kepedihan, keduanja „saling bertjiuman, saling meruntuhkan” („K am ar” 46 S ). Kekekalan tjinta boleh diragukan, karena hidup ma nusia sangat terbatas, tapi dengan tjinta penuhilah setiap saat („N janjian M alam Hari” , 41 S ). Kelembutan dan kesutjian hati adalah hiburan bagi dunia jang penuh bentjana („Tem arang” 37 S ). Dalam m enghadapi kehidupan dan tjita-tjita pada achim ja tinggal kepertjajaan pada diri sendiri, pada hubungan orang seorang. Rumah-rumah runtuli pada saatnja Bagai harapan dan kita Tinggal lagi kepertjajaan pada hubungan Orang-seorang dalam malam dingin („M alam Dingin” 34 S) t ' , ^ taf sirk a n se tja ra d a n g k a l s e o la h s a d ja k „ T a n ja ” (2 8 S ) is in ja Ja u , tap i ja n g in ti ia la h m iste r i ja n g d in ja ta k a n p e n ja ir d a la m b a it ja n g te r a c h ir : tan ja
Senandung hati jang kelam, Kembara ditengah malam Berpisah kem bali karena potongan sadjak Usah bertanja kapan kem bali bertemu Malam kasip jan g menegurmu Waktu lewat — ah perempuan ! Luka riang jang tengadah Butir-butir debu jang m enjinggung udara Menggaris paha: nafsu jang m um i Jang berdegup kesumba M embelai pusat dan dinihari Senandung hati jan g djauh Kepingin aku bertanja Malam larut jang bagaimana Mengobarkan fadjar musim-musimku Gadis, dan kita larut dalamnja ',,te«ak”Ul] f i k ^ anP UJ1S a“ tara ada dan tiada, antara sibuk dan sepi dan'nmr / kegagalan senantiasa meninggalkan perasaan kosong kerimlun18 ^ } ” 6aSalM 8 E ) , dalam pendambaan tjinta bahagia terasa 19 E ) w* i3n , 3ettduan («P enSantar” 13 E , „m im pi” 18 E , Mdjendela” indnli 1 U? j keras dari batu” („Tem arang” 37 S ), tapi djuga mentiiT*; ” depan mata” („K aw an” 30 E ) . Dan T oto tidak sekedar kelasi i*n Cgf.,ra an dukana dalam pengalaman hidup. Terhadap la v. ^U1Jia tar*k tali dan pukul tifa” dan b e m ja n ji: „Cherohez ia temme, cherchez la femme” . Kapitan memahatkan darah dipintu pelalmlian pertama dan m endoa: Cherchez la personnalite, cherchez la personnalite I„R iw ajat” 9 S)
Kesadaran akan kepenjairan bukan sesuatu jan g menimhulkan raa, sebab penjair adalah manusia terkutuk. Ia terkutuk untuk teru* cembara dengan demam keinginan m em bawa kebenaran. „K arena Anggota kaum jang rindu Berharap tanpa pengalaman, terbuka Bagi segala putus asa jang kekal Tanpa berachir tanpa penjerahan U,Dunia B isik” 24 S\
Meno'apa kurasa senasib denganmu dalam kehidupan Karena sadjakmu jang m engadu tenaga dengan kematian Aku memang tak kenal keradjaanm u Tapi keradjaanm u disini, aku m enundjuk kehati Mengapa orang harus kenal-mengenal Padahal rasa*merasa lebih sangat ta zim Hingga pudar segala garis-garis jang m enepis kita Siksa jang terberat, buahnja matang
aku tak perlu tahu dia siapa tapi kami pdrnah sama m entjinta) malam aku dan dia tak ada bedanja hidup keras indah m enari depan mata i„K a w a n ” 30 E) kotamu hidup tak m em bcrim u harga hidup diatas pusaran tiada batas penjair jang tangannja m endjam ab bintang tatkala hari djauh siang tjintamu dimanapun ada membisikkan tangismu kemana sadja diantaranja gelung awan rawanmu sangat agung dan b im i ....kepada k.p.” 33 E ) kalau dia sudah lama pergi setiap orang bam mau mengerti puisi
dialah orang besar jang bisa bitjara sonder kata tapi dia sudali lama pergi, mati („d ia” 34 E) ■ Dl.dalam Toto memperllihatkan dirinja sebagai anak Djakarta jan tjinta pada kotanja. „Ibukota sendja” 1 ) satu lukisan jan - mesra T a k a T ^ a d ^ naH rta ^ ^ehiduPan JanS berlangsung dalamnja, merud i n n e r n n f JiJ? u P?pule? ,pada Peri°™*>aan-perlonibaan deklamasi k a r tf ^eba^ai t an oieh golongan seniman kepada walikola Djadupan
karena
TeZ dal™
, n 2?
*
T1 ™ * “ •kebanSSaan
« - t 'E ,E "
uaSlh 3138 P e r h a tia n b e l ia "
te r f* d “ P k e h i-
j a* g mengandung edjekan nasib
k™"“ “ *■
...
IBU K OTA SENDJA Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan teliandjang mandi Uisungai kesajangan, o, kota kekasih ilakson oto dan lontjeng trem saing-menjaingi ara menekan berat diatas djalan pandjang berkelokan Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam sendja _ engurai dan lajung-lajung membara dilangit barat daja U, kota kekasih Tekankan aku pada pusat hatimu itengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu Aku seperti mimpi, bulan putih dilautan awan belia umber-sumber jang murni terpendam enantiasa diselaputi bum i keabuan an tangan serta kata menahan napas lepas bcbas enunggu waklu mengangkut maut Aku tiada tabu apa-apa, diluar jang sederhana janjian-njanjian kesenduan jang bertjanda kesedihan -e n u n g g u waktu keteduhan terlanggar dipintu dinihari rla uikeabadian mimpi-miinpi manusia Klafcson dan lontjeng bunji bergiliran a am penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari * ara kuli-kuli jang kembali an perempuan mendaki tepi sungai kesajangan Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa awali bajangan samar istana kedjang ajung-Iajung sendja melambung hilang a hitam malam m endjulur tergesa
-------
2)
Suniber-suniber murni menetap terpendam S®,lantlasa^ diselaputi bum i keabuan er a sendjata dan tangan menahan napas lepas bebas kaJi dalam Siasat V/208' 18 Maret 1951sadjak „Ibuko^a^entHa’’ ? 8rsemkahan setjarik kain dengan oenaja , dikerdjakan oleh pelukis O. Effendi,
O, kota kekasili setelah sendja Kota kediamanku, kota kerinduanku Sadjak suasana kola Djakarta nampak pula dalam sadjak „D jalandjalan” dan perhatian pada rakjat rendahan jan g kita lihat dalam fladjak-sadjak „K ereta M ati” , „Lagu Orang-orang malang” , „D jurang Musim” , „G adis Peminta-minta” , „K epada Simiskin” dan beberapa lagi sadjak jang lain. Sadjak „K ereta M ati” m engungkapkan nasib tukang betja jang „m engajuh hingga pelabuhan pengliabisan” tanpa harapan. KERETA M ATI Seorang pengcndara kereta Beroda tiga, manis Mengajuh hingga pelabuhan pengliabisan M endaki dan menurun Djari-djari berdjarak kaku M endjauhkan m im pi dalain rongga malain Kalung bintang dan bulan berom bak awan ungu 0 , semua djauh manis Selingan tjuma senjampang ditelinga M obil dan trem lalu Dan perempuan berlagu pilu Bagi manusia berdjiw a kuda Dimana djiwa diatas roda dihela waktu ! Batuk hampa mengamuk dan berkuasa Dalain dada luka terbuka Kemauan terpendam dialam beku Seorang pengendara kereta Beroda tiga, manis Mengajuh mendaki pelabuhan pengliabisan Bertebing ljuram , menunggu dan menganga 0 , semua djauh manis Tiada karangan bunga lersilang Tiada kepedihau enggan ham pir Manusia monangis ditepi pelabuhan pengliabisan Tak kurang merasuknja kemiskinan dan kemelaratan dalam sadjak „Gadis Peminla-minLa” , salu lukisan jang mengingatkan „G adis k etjil disimpang sepi” Muhammad A li, penjair Surabaja. Ja, penderitaan dikota-kota banjak pcrsamaannja, kota-kota jang menarik setjara lahiriah bagi oraug desa, karena kegemilangan jang nampak dari djauh. Inilah pertemuan T oto dengan „Gadis Peminta-minta” : GADIS PE M IN T A -M IN TA Setiap kita bertemu, gadis ketjil berkaleng ketjil Senjummu terlalu kekal imtuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan m erah-djambu Tapi kotaku djadi liilang, tanpa djiwa Ingin aku ikul, gadis ketjil berkaleng ketjil Pulang kebawah djem batan jang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan jang gemerlapan Gemhira dari kemajaan riang Duniamu jang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-lintas diatas air kotor, tapi jang begitu kauhafal Djiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bisa membagi dukaku Kalau kau mati, gadis ketjil berkaleng ketjil Bulan diatas itu, tak ada jang punja Dan kotaku, ah kotaku Hidupnja tak lagi punja tanda Dan inilah pertemuan T oto jang lain dengan kaum djembel, orangorang jang tersisih, „saudara(ku) seibu sebapa” . Terliadap nasib mereka ia merasa berdosa, tapi iapun hanja seorang dari mereka jang ingin berkata pada Pemimpin. K E PA D A SIMISKIN I Terasa aneh dan aneh Sepasang-sepasang mata memandangku Menimpakan dosa Terus terderitakankah pandang begini ? • Rmnah-rumah terlalu rendali Dan tanganku hanja bisa menggapai Diantara ruang tak berudara Dimana keluh mengapung-apung Takut mcngguratkan fadjar jang salah Dan perdjalanan masih djauh T- api antara kami Tak ada jang memisahkan lagi II Saudara-saudaraku, seibu sebapa Kita orang-orang tersisih Terluput dari takdir dan djalan besar Barangkali kubur-kubur bagi kami telah menganga Tetapi apa kubur bagi kita Kita terkubur, sebelum sempat berkata Kepada Pemimpin Barangkali djiwa kita djiw a kembara Menobatkan diri dari taburan bunga Saliiig menekankan hati kita baling m endjabat tangan kita, karena kita sesaudara Djuga perhatian pada manusia jang nampak dalam sadjak „Pahla* wan tak^ dikenal” , pahlawan jang mati muda, jang tanpa perhitungan egosentris nienjeralikan njawa bagi revolusi, tapi kemudian djasa-djasanja dichianati dengan djalan penjelewengan oleh jang tinggal. Dalam sikapnja dapatlah dikatakan bahwa T oto seorang penjair jang romantis. Seorang pengelana jang m entjari makna hidup dalam pengem-
baraan, meneraukan dan melepaskan lagi. T ap i beda dengan romantikus jang platonis dia m endjeladjak kehidupan, berdiri ditengali-tengahnja dan sampai pada pengertian hidup jang serba ganda. M aka dapatlah ia berkata r bersama nasib kita beterdjunan dalam lem bah malam mengetuknja dan m em benahinja dunia tjukup indah disini, kata orang keraarin malam kita bersama-sama mengangguk, karena kitapun lebih tahu („P en gem bara” II 45 E ) Ja, kitapun leb ih tahu, tidak lianja keindahan tapi dju ga penderitaan. Kalau orang hanja melihat lahirnja mudahlah tertipu, seperti djuga penjair: dulu aku selalu tak habis sangka semua gampang terbaris djadinja depan katja djuga bajang-bajang pengliabisan jang latarnja baru malam ini kutahu („Pengem bara” II 45 E ) Sesudah menemukan penjair jang sepi sedia meninggalkan lagi. „m enudju arah dimana musim-inusimnja b isu /b u a t selamanja („D jen dela” 19 E ). Angin pagi adalah kawannja jang setia, karena mereka sama-sama pengembara „da ri tempat, dimana gelombang-gelombang bersitahan” („A n g in Pagi” 21 E ). Betapapun muram nadanja, namun nafsu liiduplah jang memantjar dari tiap sadjak. Bahkan djustru dalam suasana kekosongan dan kehampaan nafsu hidup itu berkobar-kobar minta diisi. Sangat nikm at kemerdekaan. Pikiran ini berkali-kali dikemukakan Toto. Betapapun kemerdekaan „m em bebankan nasib dan bentjana” , „terasa njaman mengenang djalan-djalan diluar pendjara/m enadjam kan sanggurdi bagi pem atju djalanan” . Maka kelegaan kemerdekaan harus diterima bersama nasib dan bentjana (” au revoir 46 E )• Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara Djanganlali takut padanja, Kemerdekaan ialah tanah air penjair dan pengembara Djanganlah takut padaku, Kemerdekaan ialah tjinta salili jang mesra Bawalah daku kepadanja („T entang Kemerdekaan” 22 S) Kemerdekaan penjair laksana laut jang tak pernah takluk dan tak pernah d'usta, seperti katanja dalam ,,Malam Maut 21 S ) : M ALAM M AUT Karena laut tak pernah takluk, lautlah aku Karena laut tak pernah dusta, lautlah aku Terlalu ham pir tetapi terlalu sepi Tertangkap sekali terlepas kem bali A h, malam, gumpalan tjahja jang selalu berubah warna Beginilali bila m im pi menimpa harapan bantji
T ak kusangka serupa dara Sehabis m entjium bisa m eudera Karena laut tak pernali takluk, mereka tak tahu aku dimana Karena laut tak pernah dusta, ku tak tahu ijintaku dimana Terlalu ham pir tetapi terasa sepi Tertangkap sekali terlepas kembali. Banjak kita bertem u aforisme, hikm at hidup jang didapat dalam pengalaman, dalam bentuk djalan pikiran kadang seolah paradoxal, tapi logis dalam intinja. M isalnja: „siksa jang terberat, buahnja matang” , („K epada W .W .” 42 S ), „Lem but dan kesutjian ad a !ah :/R asa h ibur bagi dunia bentjana kita” ; „L em bu t dan kesutjian patut dikenang,/Rasa hibur bagi bentjana kita” („T em arang” 37 S ). Salah satu keistimewaan dalam djalan pikiran penjair ialah adanja ketegangan paradox, ketcgangan kontradiksi, penghadapan tese dan antitese jang tidak selalu dikendorkan dalam sintese. Bukankali demikian halnja bahwa kesenangan ada disamping kesedihan, kehidupan ada disamping kematian, jang satu tak bisa ada tanpa jang lain ? Dem ikianlah bisa bitjara tentang „K em atian jang masih hidup” („E leg i buat Zizi 18 S ), „luka riang jang tengadah” , „nafsu jang m urni” („T a n ja ’ 28 S)* „gairah pedili” , („K am ar” 46 S ), rindu kudus musim kemarau jang meuambahnja djadi „tua tapi rem adja” („ren ja i” 35 E ) . Kadangkadang ia mempergunakan kala-kata jang nampaknja isinja paradoxal tapi dihubungl.an dengan talakalimat ternjata sama sekali tidak para doxal. M isalnja: ,,kegairahan. gugur dipusat kehidupan” („Sekarang aku tahu 29 S )t „h:iri-hari gem ilans orang-orang terlunta” (,,Djurang musim” 27 S). Pengertian sadjak-sadjak T oto Sudarto seperti um um nja puisi modern banjak lergantung dari kepandaian pem batja menginterpolasi dan memotong-motong serta menjusun kelom pok kata dalain satuan-satuan pengertian dan pernafasan. Interpolasi, pemotongan dan penjusunan itu tergantung dari interpretasi dan sebaliknja menentukan interpretasi. rerlontjatan baris atau enjambem en adalah akibat dari penjusiman keom pok berdasarkan interpretasi. Ada menarik untuk m enjelidiki kemungkinan-kemungkinan kesan f u g estetis timbul dalam persadjakan T oto Sudarlo dengan membuat kombinasi-kombinasi kelom pok kata dan penempatan tanda-tanda istirahat jang berbeda-beda antara kalimat. Satu tjontoh penjusiman dan pemotongan lahiriali jang mungkin betla dengan struktur batiniah, saja ambil dari sadjak ,,Lagu Orang-orang malang” : Djudjurlah bersikap bila tangis tiba Demi hasrat jang kiau menjala Berlumur keluh terhadap waktu Jang tak mengachiri lamunannja Melihat susunan sadjak kila bertjenderimg berhenli istirahat pada tiap achir baris. Baris pertama lalu berarti: kalau datang malang hemlaklah bersikap djudjur. Pun apabila dihubungkan dengan baris kedua, baris pertama m em punjai arti jang logis: sikap jang dju djur adalah
„D em i hasrat jang kian menjala” . Kemungkinan Iain ialah bahwa antara baris pertama da.i kedua tidak ada istirahat, tapi ada perlontjatan bans. Maka „D em i liasrat jang kian menjala” adalah keterangan pada „tangis . Demikian pula baris keliga dan keempat perbedaan tafsiran akan m embikin orang menaruh istirahat membatja ditempat jang berlain-lainan. Setjara i'ahiriali orang berljenderung istirahat sebentar diudjung bans keti^a dan terbukalah kemungkinan arti bahwa baris keem pat merupakan keterangan pada perkataan „waktu” . D jadi: „waktu, jang tak m engachm lamunannja” . Meskipun bisa, tapi ini tidak begitu logis. Kemungkinan lain ialah baliwa disini kita berliadapan dengan inversi, jaitu apabila kita interpolasi, kita sisipkan kata „orang” didepan baris keempat, dan intonasi membatja pun djadi seperti berikut: berlumur keluh terhadap waktu 3 (Orang) Jang tak mengachiri lamunannja antara baris ketiga dan keempat tak ada istirahat. Satu tjontoh lain dari interpolasi dimana perbedaan tjara adalah akibat perbedaan tafsiran dan mengakibatkan perbedaan arti. Sampailah lama tangisan jang djudjur Jang sebatang kara („L agu Orang-orang malang” 26 S) „D jndjtir” mungkin bisa diartikan sebagai keterangan pada „tangisan’C tap i djuga mungkin sebagai keterangan pada „orang” apabila diadakan interpolasi: „tangisan (orang) jang dju dju r” . ,,Jang sebatang kara atau dengan interpolasi „ (orang) jang sebatang kara adalah aposisi pada ..(orang) iang dju dju r” . Ungkapan „tangisan jang d ju d ju r bisa kita anjigap sebagai lawan „tangisan jang dibual-buat” jang tentunja dilakukan tanpa kedjudjuran oleh orang jang tak djudjur. B ans pertama dan kedua harus dlbatja sebagai kalimat inversi. Satu tjontoh bagaimana kita akan dapat kesukaran apabila salah poton " atau salah liubung saja alami dengan dua b a n s pertama sadjak „B erdjabat Hati” {39 S ). Sadjak ilu mulai begu n : Ja, Guillaume, tak apa kita bertjinta ^ Tak putus-putus, asal rindu dendamnja (Aku waspada djuga pada tangan waktu) (Pada chianal jang m entjekikku bila ’ku alpa) Kesukaran timbul karena saja membatja dengan perlom patan dari baris pertama kebaris kedua dan berhenti istirahat pada kom a dibelak an " ,,tak putus-putus” . Tapi dengan demikian bagian kalimat selandmtnia tak m cm pakan kalimat selesai dengan bagian jang pertama dan tidak pula ada persambungan arti bila dihubungkau dengan bans-bans selandjutnja. Jang tepatnia saja kira ialah istirahat sebentar pada achir bans pertama, kemudian baris kedua dibatja selesai tanpa istirahat ditengah* tengahnja. Dengan mengenaHi baris kedua ini sebagai mversi, barulah djelas ifungsi „asal” sebagai kata penghubung jang menjatakan sjarat. K om a dibelakang „tak putus-putus” meskipun dimaksud untuk kedjelasan, tem jata bisa m em bingungkan.' Kalimat inversi agak sering djuga bertem u dalam sadjak T o to Sudarto disam ping gedjala perlontjatan baris. T jo n to h :
datanglah dulu, wahai saat*saat jang menenangkan tubuh Dimana djaiili kenangan ’kan kebinasaan („N oktu m o” 11 .S) (inversi dalam baris kedua).
• ^erikan ^agi beberapa tjontoh perlontjatan baris dan interp lasi. Perlontjatan baris saja tandai dengan tanda 3 dan kata jang diinterjjolasi ditaruli antara tanda kurung. Sakit jang merasuk bersautan 3 Disebelali dada kanan, Z iz i/ Tak membuatku (djadi) penderita etc. Rumah-rumah runtuh pada saatnja 3 Bagai liarapan/dan (bagi) kita 3 Tinggal lagi kepertjajaan pada hubungan ^ Orang-orang dalam malam dingin / / („MaIam Dingin” 34 SJ Kenangan hidup hanja bagi jang hidup / / Bingkis tjahja 3 Dalam musim jang segera matang / Menghalau degup rongga berudara sedih / / („Dunia sebelum tidur” 25 S) Tentu orang bertanja: manakah tafsiran jang benar dan tjara mema Ja jang tepat? Djelas bahwa tidak selalu hanja ada satu kemungkinan an iap kemungkinan jang dapat dipertanggung-djawabkan sedikit bakaia .n?e’nr,imJai kebenarannja. Segala kemungkinan itu malah mempermunM-1, 8uasana jang diungkapkan. Sampai kemana kemungkinan-ke* kan k ^ 0,3/1 *tU oleh penjair adalah soal lain. Ia mengungkapjjatj e. 11 8ePerti dialaminja dan dalam bahasa'ia menuangkan isi Ja’ Peoja ir jang dengan sadar mempergunakan bahasa dengan me ^ Jan§ ^ ^ u n g k in k a n aueka tafsiran, ada pula jang dengan intuisi penTanuf1^13 h v ^ 3^ aSa dan ,nenti aPai JanS sama. Jang djelas pada kanka V £me bahasa dipergunakan dengan sadar untuk mengungdarto bukG VPan 8etj ara polyinterpretabel. Dan dalam lial in i T oto Su* delaire ^ ^ kenal dengan pemuka-pemukanja Rim baud dan Baudan i^ rrv 1?lcrri]).Ual orang seolah berhadapan dengan teka-teki menghabacai n ' 8ad jak T oto Sudarto ialah penggunaan kata-kata sckedar senia t r / ^ dar* kehidupan jang luas dengan segala kemungkinanisi Ora an£kum dalam atjuan-atjuan pengertian jang tunggal for T t ° ^ &irU8 rnenem,lkan kuntji-kuntji pengertian sim bolik dan metai .° ° u darto untuk dapat menikmati puisinja sepenuhnja. Lagipula ka 31nan *anggapan hidup, rasa hidup dan sikap hidup akan menjukar* u orang mengertinja, apalagi orang jang orthodox dan statis dalam pandangan hidupnja.
Sim bolik jang dipergunakan T oto sungguh luas dalam artinja, membikin puisiiija tak boleh kita artikan setjara ch u su sd a n eempit harfiah. Sim bolik adalah kiasan tapi isinja lebih luas. kiasan sekedar menjatakan apa jang dialih sebntkan, tapi sim bolik menjatakan ketjual. ian" disebutkan lebih lagi dari itu. A pabila pen jair dalam eadjaknja „ i a nja mengatakan „Senandung hati” maka jang dim aksudnja bukan sadja lagu, tapi djuga orang jang melagukannja, dalam hal imi penjair. Begitupun „m alam kasip” ketjuali malam jang larut djuga dimaksud peremptian jang dikandung malam itu. „T id n r” m ungkin tidak lianja berarti tidur tapi djuga „m ati” dalam arti bahwa orang b e r a d a d i l u a r kesadaran dalam kedua matjam keadaan itu („D u m a sebelum tidur 25 6 ). beba liknja „luka riang” adalah kiasan buat perempuan, kiasan jang berdasarkan kesan paradoxal. Lebih sukar lagi menangkap arti kiasan dalam sim bolik sepert, bintik hitam dalam dunia jang gelisah” („D unia sebelum tidur . Apakah jang dimaksud dengan bintik hitam ? Agaknja ket.adaan arti manusia dalam hubungan alam besar dimana ,a merupakan bm tik hitam, menjebabkan penjair m enjebutnja demikian. Dalam penggunaan kiasan dan sim bolik jang demikian ganda isinja tidaklah mengherankan baliwa masing-masing pem batja m em etik arti an« sesuai dengan daja asosiasinja. Jang dangkal mena.sirkannja setjara harfiah, jang lebili berpengalaman mengliubungkannja dengan kehidupan ang luas. Kehidupan jang luas jang memungkmkan penafs.ran aneka sesuai dengan serba kemungkinan jang disuguhkannja pada m°mi=ia Kita liliatlali betapa djadi serbagandanja dunia pm si T oto Sudarto Kita berhadapan dengan sadjak jang polyinterpretabel luasnii kehidupan. Tapi kehidupan ini adalah tjiptaan s e o r a n g penjair L bahasa tak mungkin mengungkapkan seluruh pengalamannja dalam gambaran jang beku hingga pun pada saat terdjadm j. cnno- nentiair hanialah salah satu bentuk kehidupan jang ' polyinterpretabel. Dalam polyinterpretabilitas sadjak dan Pol>'jn^ P ^ tabilitas pentjipta sampailah kesan pada pem batja jang sebagai bentuk kehidupan polyinterpretabel pula dalam sifatnja Dalam hubungan ket o pihak jang polyinterpretabel inilah l.arus dnem patkan pengert.an suatu sadjak d in teranglah betapa mustahihija m em ber,nja penafs.ran jang beku dan dogmatis. Kita hanja bisa m endekatinja dar, masing-maing pandangan perseorangan jang tak m ungkm lenglcap dalam dir.nja ■malagi sesuai sebulatnja dengan tanggapan sang penjair. Tafsiran sadjak djadi bergantung djuga pada kedewasaan pengalaman dan tanggapan peorang penafsir. . Oleh ke^andaan kemungkinan interpretasi tiap kali m em batja sadjaK kita berhadapan dengan dunia penjair jang lain, dengan dunia kita sendiri jang senantiasa berubah dalam segala kem ungkinannja sesuai dengan keadaan djiwa kita pada tiap ketika. Tiadalah ubahhja bila kita mendengarkan musik klasik, bu n ji lagu sekedar m engurai tjairkan djiwa d a n kebekuannja, mengalami dunia-dunia jang tiada tersebut dan tiada teruraus. . 1 Dielaslah bahwa untuk mengerti sadjak jang m a t a n g diperlukan pengalaman dan pemikiran jang matang pula. Karena lianjalah dalam kematangan pengalaman dan pemikiran dapat dirasakan serba kemungkinan
tak W « f l L tak mim f p tiZ S & u i " r iane timbul jang tim bul
Ut;iapar |jaf S 5a,nrSat benar bahwa sadj ak han,s dirasakan, dJelaskan. Memang keterangan bukan penghajatan dan n3” " T Pe“ 8^ajatan. Tapi proses jang terdjadi dalam b a, r n ap,at di?,ebut (1j eIask»»> dianalisa. D a i disinilah nail ^ ’ lkut menganalisa perasaan dan pikiran padanja oleh pembatja sadjak jang dihadapinja. * **
iantr m p n i ^ pend ai puisi T oto Sudarto berbeda-beda. Disamping ]nJ ff . obargainja sangat tinggi seperti M. Balfas sampai tahun 1960 ada ada ?an!n§ meiJSai?SgaP hasil-liasilnja seperti teka-teki belaka bahkan ini sail r?m6ma Ja penJair Kitsch. Terhadap penamaan jang terachir 83ja den 8a" tegas menjatakan keberatan. dan af n!eLnmT ganj — P , ba]llwa T oto dalam penggunaan bahasa telali w X k T n t? tMa? lH Chairil Auwar' bahasa sadjak. katania daln. “ ^ u n dj-.ik k a n pengaruh Chairil barang sedikitpun” , tak danat J ” Pembl.tjaramij a tentang kumpulan sadjak Suara. i ) Saja pengaruh dik P*kiran i11*- Selintas hatja terus melontjat dau v a r l s t 7 Chairil AnWar’ ™ ^ P ™ dalam kombinaei \Tisan Mam” C Nama’nama sadjak seperti „N octurno” , „Buat dipelabuhun *Biru” *1 ^ emintar1.nin|a” * »Perempuan” , „Kam ar” , MKelasi dindiil col* i I- , uKau S£>dja dengan segera mengingatkan djuduliana A83, J Chairil Anwar, tapi djuga pokok-pokok perhatian exDrUivit^c' ru 3 .31?! peadjelasannja Balfas bitjara tentang ketiadaan seluruh sari; l-
w iaat,av / ch r r -
i ’ t8epera Maka pun dalam hal m i an aku danin-intuisraja. sadJ*ak Toto Sudarto Bachtiar” , Harian Abadir V U /1 4 2 , 4 D ju-
T oto adalah sedunia dengan Chairil Anwar, ialali dunia existensi kepenjairan. Sua«ana daerali perbatasan antara m im pi dan kenjataan, antara maut dan kehidupan, antara keraliasiaan dan kesadaran, suasana antara ian« tak tcrdjamrkau dan jang terangkum, sama-sama menafasi baik pm si Chairil Anwar maupun puisi T oto Sudarto. Pada keduanja ada persamaan dalam tjara mentjiptakan suasana itu dengan bahasa, fjn gari kiasan, dengan perlambangan. Karena itu beda dengan Balfas saja hendak menegaskan bahwa Chairil dan T oto b e rd in diatas lataran jang sama dengan rasa hidup jang sama: existensi din. I)iu"'i pada T oto kita bertemu tema hidup dan maut, tjinta dan wamla, kebebasan dan keterbatasan. „Pernjataan” (30 S) adalah satu dialog dengan Chairil Anwar dimana penjair menjatakan persamaan rasa h id u p . Belai malam jang gugup M endjadi saksi kila berdua Terliadap makna dan kata-kala Jang hidup dalam hidup keras berdegup Mengingatkan sadjak „B uat A lbum D.S.” sadjak Lagu Pembiusan” (14 S) jano keduanja bertemakan gadis dan kelasi. ld e W i.lein Elsschot dan Chairil Anwar jang segera m enondjol pada batjaan kuplet pertama „K epada Siiniskin” (43 S ) : Terasa aneh dan aneh Sepasang-sepasang mata memandangku M inimpakan dosa . . y Terus terderitakankah pandang begm i i Bandingkanlah dengan „K epada Peminta-minta" Baik-baik, aku akan menghadap Dia Menjerahkan diri dan segala dosa Tapi djangan tentang lagi aku Nanti darahku djadi beku Pahlawan T oto jang tak dikenal seperti djuga pahlawan Chairil Anwar MacLeish matinja mati inuda. „Senjuni bekunja mau berkata. aku sangat m uda" („Pahlawan tak dikenal 48 S ). Selandjutnja dengan gampang kita bisa menuiidjukkan kata-kata ian* mengingatkan diksi dan ungkapan Chairil Anwar, misalnja katakata pengap, pengap napas, kujup, kepak sajap, pelabuhan penghabisan, dan sebagainja; serta kiasan-kiasan pengungkap suasana seperti: Putjat m entjat langit malam Bersandar kepada kesunjianku terserali berlalu Bajangan dibelakangku mem buru Begitu montjengkam („A ntjam an” 10 S) Aku waspada djuga pada tangan waktu, Pada chianat jang m en tjekikku bila ’ku alpa („B erdja bat Hati” 39 S)
Dunia malam jang lebam biru Luka dan terbuka („Limas” 32 S) Tjontoh-tjontoh ini sekalian memperlihatkan pula penggunaan ba hasa jang expresif. Selandjutnja kiasan „kelasi” bagi seorang pengembara, petualang, penjair seperti dalam „K elasi dipelabuhan Biru” (47 S) dan dalam „Lagu Pembiusan (14 S ) : — Iautan jang membawa betah lelaki Dan kelasi jang rindu menjusur pesisirnja Bandingkan dengan Chairil Anwar: Kelasi bersendiri dilaut biru, dari Mereka jang sudah lupa bersuka („B uat Album D.S.” ) Tapi Totopun punja kiasan-kiasan jang has penemuan sendiri, se perti: „K ilang H idup’ ’ untuk manusia („K ilang” 33S” ), „busur malam-' untuk kapal jang mcJantjar ladju digelap malam („Dipelabiihan” 6 S” ), ,, ‘ aju apung dalam gelombang sehari” untuk manusia jang hidupnja singkat („Buat Pai” 23 S ), dan sebagainja. Pada Chairil nampak keberanian membentuk kiasan-kiasan baru jang ane i ‘ at ang berLentangan dengan logika tradisionil. M isalnja: ,,Sebuah cien e a menjerahkan kamar in i/p ada dunia” (,.Sebuah Kamar” ). Pada 0 0 ( Jllga kita lihat keanehan jang menarik perhatian itu: „Detik-detik me ompat dari djam /tanpa liormat” . Kalau pada Chairil personifikasi masi i lerpokokkan barang jang kongkrit — sebuah kamar — maka pada o o pokok itu suatu jang abstrak — detik-detik. Satu tjontoh jang lain: wierpaksa kuasingkan matahari” („Focus” 15 S ). T oto bitjara tentang „takplf11 ^ a^am «Berdjabat Hati” 39 S ), „langan nasib mengulur S) T^13 1 i"U ,,dosa j an? membungkuk menghadapi kita” („Lim as” 32 • esa aiari ko^mis membikin ia sampai pada kiasan-kiasan kepenjan!*n«8epeitl ln *\"M atahari luka —• masih belas menurun tjahja” (Lagu «kem elut bulan diudjung pagi” („Perem puan’ 44°S^n^w?na-tm^ 5 kem t'-T * daiX £ad*s dikiaskannja dengan „Lintasan hidup jang lik iaii® j an2 m ewvarnai manusia” („F ocus” 15 S ). Dan roman» 1 Tei?,arang” 37 S) tak kalah dengan Chairil Anw ar: „B erN^adjak^Putih”1) WR rn;- f ^ ^ V K a u depanku bertudung sutra sendja” nikmati baris-bari's senerH K *™ dan “ ' " “ f ° ran? bisa. m ':' hari iansr han,m ” £ ” R ° song mata 3an& ngilu/Memandang hanlaskan nm J* («Siuman 36 S ). Tentulali kita bisa menerang-djediudiunffnaff*”11!-* I** men£aPa misalnja dikatakan „kem elut bulan tfih'iin * • *UU ldan *ncngalami kemelut karena berteinpur dengan daia * ai V .3” ? m ulai bersinar dipagi hari. Tapi dengan demikian „ik a S| IJie“ dJadl Iwnah, didesak oleh pikiran jang tunduk pada loknta ° ■ i * parafrase, penterdjemahan puisi, dalam kata[ sais jang kurang dari aslinja: „dengan djari kakinja ditulisnja
sebuah sadjak” (,.Keterangan” 45 S ), artinja: dalam pengembaraan ditulisnja sebuah sadjak. Tak djem u ku tulis surat beribu didadanja, Tanpa alamat Jang dimaksud bukan surat, tapi kata-kata, itupun bukan ditulis tapi diutjapkan, tanpa bunji, dalam hati. Djawabnja selalu tiada. Bisu pada bibirnja Terlalu bisu untuk m engutjap kata-kata berbisa („Perem puaa” 44 S) Kata-kata disebut „berbisa” karena terlalu kasar untuk menjebutkan perasaan jang paling dalam. Maka lebih baik mem bisu dan senjum^ Tafsiran ini djika dihubungkan dengan sadjak ,,K epada . dima dinjatakan bahwa „rasa-merasa lebih sangat ta zim . Pengaruh liku lekuk djalan pikiran Chairil Anwar misalnja kita kenali pada proses pelontaran apa jang terpendam Sesuatu sadjak mula. b“ itu sadja dengan lontaran pikiran jang merupakan suatu kesimpulan dari pemikiran jang pandjang sebelumnja. Demikian sadjak „Perbandln-an” dimulai begini: „Itu sadja. Detik-detik melompat Tanpa liormat, etc.” . Bandingkanlah dengan sadjak C hainl „NisaBi jang mulai dengan kalimat jang seharusnja satu kesimpulan dan_ suatu _ nunoan jang pandjang: „Bukan kematian benar mcnusuk kalbu (tapi Keridlaannm menerima segala tiba” . Sadjak ” Bel^ a^ t k . “ b g ljin t a ” nun mulai dengan kesimpulan: „Ja, Guillaume, tak apa kita bertjint dan gedjala demikian pula jang nam pak dalam beberapa sadjak seperti misalnja sadjak „gagal” ( 8 ) : beginilali djadi kalau ditunggu penghabisanaja putus asa etc. Adakalania pula ditengah sadjak kita dikedjutkan dengan inter,1 ' lr ■ ^ntt mpmbikin sadiak itu seolah satu dialog dengan d in sendir , tJC diri oran^ lain. Pelontaran-pelontaran tiba-tiba ini banjak kita temukan pada likiT lekuk djalan pikiran persadjakan Chairil Anwar. Saja berikan tjontoh dari T oto Sudarto. Malam kasip jang menegurmu Waktu lewat — ah perempuan ! Luka riang jang tengadah etc. („T a n ja ” 28 S,1 Bandingkan ini dengan pertjakapan diri Chairil Anwar: __ kita sama termangu Saling bertanja: Apakah ini? T jin ta? Keduanja tak mengerti. Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
A h ! Hatiku jang tak mau memberi Mampus kau dikojak-kojak sepi. Atau ini:
(„Sia-siaw) Kudengar seru menderu — dalam hatiku ? — Apa hanja angin lalu ? Lagu lain pula Menggelepar tengah malam buta Ah ....... ! i Segala menebal, segala mengental etc. („Selamat tinggal” )
bikin nafawn?taU ^ aris. banJak kertemu dalam sadjak T oto Sudarto, mem- p ^ t i par C h a I r T lgh UI; litjinnja. Tapi djuga k ^ u d ia n m ^ijalurkam ija ken^baH
«“ ”
•
0, pandang jang kekal hanja kekal 3 A ada lautan jang membawa betah lelaki 3 an kelasi jang rindu menjusur pesisirnja/ jangan terkedjut. Pandang malam pandjang akan selesai// („Lagu Pembiusan.” 14 S)
Bandingkan dengan gaja Dan kita uanti tiada sawan lagi diburu lika bedil sudah disimpan, tjuma kenangan berdebu; 1 a memburu arti atau diserahkan kepada £ . anak laliir sempat, arena itu djangan inengerdip, tatap dan penamu asah, 1 !s karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau baaah 1 („T jatetaa th. 1946” ) Mengenai pengaruh f ’l * 'i j nja, kiranja sekali walr. iait™ pada puisi Indonesia sesudah muntjulbukau sadja m en g en a i teh^iL-^ j!* eI.idiki dengan luas dan mendalam, senian dan pandangan ^ ^ Persadjakanuja, tapi djuga visi n ja penjelidikan itS dan^t ?enai PandanSa» dan sikap liid u p 1 diluaskan djuga kepada penulisan drama dan
hid.m
ke-
tjerita pendek.
dak mengatakan^bahwa^T 1 pen^arub Chairil pada T oto bukan saja henpem bebek j ang tidak mm^° °, 8f ° rans epigon belaka. Epigon hanjalah T oto ada pentierm an j kuataa sendiri, hanja ikut-ikutan. Pada d iri depan kita: se b a ^ i T f Pen?atanSan i a“ S m em bikin ia djelas berts oto. „A pa jang diterimanja m endjadi kulit
dagiiignja sendiri” , kata H arijadi S. H artow ardjojo *). T oto adalah leman sebaja Chairil meskipun datangnja kemudian. Seperli djuga pada K irdjom u ljo pada T o to kita lihat pertjampurbauran kata persona, tapi hanja mengenai kata „k am i’ dan „k ita , satu gedjala jang banjak sekali nampak pada pengarang-pengarang asal dan Djawa. Misalnja dalam „K epada Snmskin” : Barangkali kubur-kubur bagi k a m i (batja: kita) telah menganga Tetapi apa kubur bagi kita Kita terkubur, sebelum sempat berkata Kepada Pemimpin Lihatlah djuga dalam sadjak „DipelabuIian” (6 S) dan „Pada Sang kala” (38 S). Pengaruh daerali nampak pula pada bentuk seperti „kuanlarkannja” gauti "kuanlarkan dia” („Perem puan” 44 S ).
i)
D a la m
pembitjaraannja : „Toto Sudarto Bachtiar” , Siasat X /472,27 D ju -
ni 1956.
A J IP R O S ID I T U N A S H A R A P A N
im 1 w « ktu kurang dan lim a taliun dari tangan A jip Rosidi dpi ^ i 1 Rossidliy) telali terbit tidak kurang dari m ii« i Ln * V CrUpa kumP «lan tjerita pendek, novel, esei dan b u k i itu b e W aw JaUg menakdJubkan’ apalagi kalau diingat bahwa dialah dan «urai Se-mUa Luhsanuj a JanS tersebar dalam maberbahasa Simda. LahiT’tahuu 1938 b j r^ ahaSf ln d oa ™ia ma'upun jang nienuli* u n i l n . m J t iV 1 1938 sudflh pada umur 13 tahun ia mulai m adjalah oran* a ? dimadJalaH sekolah kemudian lolos kemadjalahitu selengah-seleno-ah3^ . ^ r3ng m enSlkuti perkembangarmja jang pesat dan tjuriga melihat n i l ^ T Pe™saan. kaf ™ tapi djuga dengan kuatir djuga kehadimnr, • i 1 asibHasilnja. Dan apabila orang menerima jang berikut a t™ *1 i?*u senantiasa dengan harapan semoga hasilnja nja. 6 1 memcnuhi pengharapan-pengharapan sebelum-
D
Tahun-tahunKem atian Ke^arga uPia^1buatHaritua Perdjalanan i didjalan Indonesia
hitkan J"\mg tek'|H terbit ialah diterolek B a l a T p u s t a k ^ t ^ ^ ^ n - J 111? 19*S' Di*™S«h diterbitkan nguaan jaitu SobunJ i?Un i f buku diterbitkan oleh Pembatalnm 1
Penganten
Balai
Tdl «Seri Kesusastraan J*anS diterbitkan oleh Guhung Agung dalam Perpisahan” , Aiahlr « c?1? ’ isiuj a lima tJerita pendek, jaitu „M alam njerangan” . Apabila 1-] ” Jebuah Langgar” , „T jibentar” dan „Dalam Peka buku ini ,.Dari A*1,3 -f^P 6" 30^ pada keterangan pada lialainan mu* ditulis pada umur t i o ^ i ]3 1951” , maka tjerita-tjerita ini mestinja bagi pengarang semudn . c a® ta*uu*. Suatu prestasi jang mengagumkan benih harapan dan a m k '^ 'r mUn demikian hasilnja masih merupakan m i dalam „Seri K esnl^V Agung telah menerbitkan kumpulan lam hubungan harapan In®“ esia” > maka Hal itu liarus dilihat daan jang diberikan nirlni •” i em? . n *lu‘ apa kah A jip memenuhi harapTjerita 'an ' ^ 3 1 Hhat dalam hasil-hasilnja kemudian. man revolusi dil^m m m * ^ : \ lan\ Pen£babisan” membawa kita kedjagenlja, Maman, d e n i L L J.l borelanS Di aliwa»g i jang sepi. Seorang atas permintaan aiahnii , en^amar sebagai petani, pulang kekampung tahui oleh Belanda t a n i ^ u ?nakl^ a meninggal. Hal itu dapat dikedapat melolosknn a L i r» , sebe!um Belanda dapat menanskannia. in aku telah berhubunr,™ ,1 lapi kemudian sibungsu Ahm ad jang men*l dibawa. Tapi pen " f b a n t "aT ka- n a itu dialah jang achirnja kena tembak dium lm ? tem Jata sia-sia, karena Maman pada mnak djuga tatkala menjeberangi eungai.
Perliakapan iang terdjadi antara M adjid dan ajalinja dengan Belanda patroliT terasa ^edikit lamban. M adjid „terk edju t” apab.la la[ tak perlu terkedjut lagi (bal. 55 ) , ajah terk ed ju tba n g u n apabi a mestinja sudah lebih dulu bangun karena nbut-ribut dirum ahnja (hal. 57), dan si Belanda digambarkan pikirannja lamban betul untuk mengerti segala sesuatu dengan tjepat (pemeriksaan hal. 60 dst.). Seluruh P ° ™ " ^ aa” berdialan alon-alon dan lidak m enimbulkan kesan ketegangan, k ekageta.i kelakutan dan kckaljau-balauan. K edjadian-kedjadian digambarkan tanpa dinaniik. , ICelambanan pikiran nampak pula pada Hainan jang sedang melankan diri dari kedjaran Belanda. Bertanja ia pada d in n ja sendiri: „A nel _ mengapa orang selalu m entjariku” (bal. 68). Satu pertanjaan to o jan" tak mungkin keluar dari otak seorang p e r a n g jan g mem ilih tempat dibarisan gerilja. ICeberanian si bungsu A hm ad jan g tiba-tiba memadjukan diri mau menggantikan abangnja untuk ditangkap pun tidak m em punjai dasar jang kuat karena dia d a n semula d.lukiskan sebagai anak jang penakut. Dan kenekatan djuga mem erlukan pers.apan j Tak nampak pergulatan psichologis dalam tokoh-tokoh ^ j® rlta nerti l'ang kita lihat pada Pram dan M uhammad A h . Si A jah jan m ennn»»u puteranja kem bali dari daerah gerilja untuk m endjen
kadanE-kadau" riak-riak ketjil dipennukaan, pergolakan pada jang ;e m u d ia l baUniah dan lahiriali. Pada Pram pun lukisan alam m em punjai dramatik jang n.emperkuat kesan kehebatan pergolakan djiwa „M alain kian menipis. Langit jang hitam lama kelamaan djad,; biru tua Dan keadaan sekitar turut biru tua djadm ja. Kedua sosok nibuh itupun djadi biru lua sekarang dan kian menjata dengan malam K ini a"ak kelihatanlah keadaan keduanja. P ra d ju n t Kartim . dan kopral Tjanim in menjaudang topi badja dipunggung; dan ransel diuga D id ep a i keduanja 'terpasang seputjuk se.iapan-mesin waterkoeling” (Keluarga Gerilja, tj. I, lialaman 39). Bandingkanlali ini dengan lukisan A jip . „H ari makin gelap dan menggelap djuga. Garis-garis sinar mata hari tak ada jang ketinggalan. Dan pekuburan itu dipeluk tjaja pedun™ t masih m .n jala dibawah abu jang kekelabuan. V a n g . k e m «ija i. jjang terbakar dan tadi mengawang, sudah hilang” (Tahun-tahun kematian, hal. 18). Apakah pengaruh seruling Sunda jang tipis mengawang kelangit biru ? M ungkin, tapi hubungan dengan keabadian belum m entjapai pe terauan. . . a **,-, Berhalaman-halaman dan berpuluh halaman kita batja tjerita Aji* tanpa bertemu dengan pikiran-pikiran jang aneh menggelikan at istimewa mengagumkan, dem ikianpun kita sia-sia^ m en lja n pi* j pi^ura bahasa jang tiba-tiba tjem erlang mengilau. Tak ada per.oa
A JIP
ROSIDI
persoalan besar jang perlu dipetjalikan dan minta otak kita berderakderak ikul memikirkan. Kita seperti m endengar lagu jang senada membosankan. Tim bul pertanjaan dalam pikiran eajar m engapa A jip tidak mam* pu menimbulkan suasana jan g'm estin ja linibul dalam sesuatu lukisau j an
Dan hukumanpun djatuhlak. Sebelum rakjat mengartikan pidato. W edana — jang beberapa hari kemudian ditju lik dan dikubur hidup-hidup kabarnja — terdengarlah rentetan tembakan kearah ketiga orang jang inalaug itu, mereka berdiri diatas bangku dan menghadap kearah mulut-mulut maut itu. Dan tjum a sekedjap — tjum a sekedjap — ketiga orang itu roboh seperti daun keanginan, dan gugurlah ketanali. Darah jaug seperli keljap bertjam pur benak jang kuning-kekelabuan. Dan rambut jang putih jang m endjadi berubah warnanja — m endja di sebuah warna-tak-bernama.
Penonton-penonton itu berteriak, mendjerit atau — pingsan. rata-rata mereka pening (hal. 32-34).
Dan
. . . Kengerian sama sekali tidak kita alanii, sebab kita hanja ditjeritai Jip sadja. ICita tidak dibawa menelusup kedalam djiwa orang-orang jang 1 'uni mati itu, pun tidak kedalam djiw a orang-orang jang kengerian menonton, Apa jang mengerikan ? Kita ingin mengalami sendiri kengerian itu meskipun hanja dalam bajangan otak kita, kita ingin gementar ketakutan, d jid jik dan niuak. Untuk m enim bulkau kasihan orang tidaklali tjukup mendeskripsiau orang jang perlu dikasiliani itu sebagai orang jang sudah tua, beralis an erambut putih, bergigi tinggal beberapa buali dau matanja rabun eper 1 ajah kita dan sebagainja, -tapi perlulah menarik simpati kita pada* nja engan sesuatu jang lebih batiniah. Dan untuk menim bulkan antif V oranl.k e p a d a seseorang tidaklah tjukup pula orang mengatakan bahwa ia bitjara dengan ludah berhamburan dari mulutnja. hila r>^k*SaU eksekua* sama sekali tidak ada tenaga dramatiknja dan apaatau m Porkan: »Penonton-penonton itu berteriak. mendjeriL terd’ - 1 ' ^lm ^aan, maka kita hanja m elongo mengapa semua itu harus tan in n l an. aPakah itu satu kiasan jang terlahir spontan dari peugamaanginan” ? U* anS‘ ora« g jang kena tem bak itu „ro b o h seperti daun ketierita^ia ^1111 A*/1 k*asau niemang saJah satu kelemahan A jip pula. Ber\ \mad a^an berteriak, tetapi mulutnja dibuugkam oleh uH ‘ jepat sebagai kila I m e n j amb ar *■ a P a» membungkam mulut jang menganga” '(h al. 18). nPn ^ r ,n P ^ a g a i kilat” adalah satu kiasan jang klise dan apabila memnorirnn ^ 111" ! 1 ^ an «m enjam bar putjuk kelapa” maka terasa ia diakan mn
,
seperti ada
Pandj?ng' ^ umuK membatja.
berhadaPan deuSan lliperbola
berkata: „H ati kami
b e r d e b a r - d e b a r
Perbandingan i n i T i i k ? ! b ,e r P e 6 1 a dalam dada kam i” ‘ kegembiraan pesta di « bisa terima. Tenngatlah kita pada hubungan i l r £ T c ° ha.11 kita berdebar-debar kesenangan. Tapi dalam dan berdebar-dcliamTa” UL,ki . f an ^ J' P ia]al\ suasana menakutkan kutan Dan snkarl ? i •disebabkan karena habis berlarM ari ketatidak’ S P u r”t e b(hal 87)
T * selesai f seperti V1 “a “n g" iT t Tbaru
d i k a-
Tjerita kedua, „A ja h k u ” , mentjeritakan tentang ajah jang ikut giat didaerali gerilja dan kemudian ditangkap oleh Belanda. Pan tjerita ini gajanja datar, tak ada keanelian dalam liku-lckuk djalan pikiran, dalam kedjadian, dalam pertjakapan, dan kita djadi bertanja pada diri sen diri buat apa A jip mentjeritakan ini semua. Tidak terasa mendesak sesuatu kemustian, tak ada api menggelora dalam djiwa. „Sebuali Langgar” mentjeritakan tentang kiai Rahman jang menggabungkan diri dengan gerilja untuk membalas dendain pada Belanda jang telah membakar langgarnja. Nasibnja malang, kiai in i tewas dalam pertempuran. Mungkin karena pengalaman A jip tidak pernab membawanja kefront dan pengetaliuannja tentang pertem puran didapatnja dari tangan kedua, lukisan-lukisannja meng-umum sadja, peristilahan persendj^taan kurang mejakinkan. Dia bitjara tentang „suara jang mentretet membisingkan telinga” , „peluru mendengking tjepat diatas kepala” , ,.perlawanun jang scngit dari konpoi itu” , „granat-langan djatuh dianlara dua buali truk dan meletus dan truk itu menderita kerusakan jang besar: terbakar” . Dan kita tertawa sadja m em batja pernberitaan jang kekanak-kanakan in i: „ — dari sela-sela semak (Rahm an) m enondjolkan senapannja dan ditudjukau kedjalan, sedang dari lubang itu keluar sebutir katjang berdjalan tjepat sangat, mendenging dan ka lau kena kepala orang, orang itu akan dibawanja naik keaherat oleb benda jang seperti katjang itu'’. — (bal. 1 04)..Salu lial jang aneh dalam tjerita ini ialah bahwa kiai Rahman seolah hanja seorang dirinja meng hadapi konpoi Belanda. Tentang kawan-kawannja A jip tidak bitjara apa-apa. Hanja apabila m ortir petjali menjambar hilang kepala Rahman, maka A jip meinberitakan: „Tentara kita mundur” (hal. 105). Pun tjerita Dalam Penjerangan” adalah satu tjeriia jang mustahil. Satu pasukan gerilja dimalain hari menjerang pos tentara Belanda dan berhasil menewaskan musuh jang djauli lebih banjak dan kuat dan mereka. Dari pihak gerilja hanja tiga orang luka tidak berarti. Satu keadjaiban djika dipikir bahwa mereka hanja bersembunji dibelakang balang-batang pisang sebagai benteng pertalianau. A jip tidak m entjerita kan apakah mereka pakai djiiuat. Dalam ^ b e n l a r ” satu pasukan ketjil gerilja diserbu oleh duabelas Belanda Nica jang menjamar sebagai pedagang gula. Pasukan ^erilja mempertahankan diri sampai detik djantung jang penghabisan, dan Belanda-Belanda itu djuga mati „beberapa orang” . Kurang me jakinkan tjerita ini karena tak masuk diakal bahwa Belanda-Belanda j an«r didatangkan dari negeri sedjauh separuh keliliug bum i itu mau menghadapi sendiri bahaja dalam pertempuran seketjil itu. Menurut kebiasaannja untuk pekerdjaan jang demikian dikedepankan serdadu sewaan orang Indonesia sendiri dan Belanda datang kemudian. Agaknja A jip kemudian menjadari djuga kekurangannja mengamb il perang gerilja sebagai bahan, ternjata dari pengakuannja sendiri dalam Perdjalanan Penganten jang ditulisnja lima enam tahun kemudian: M__ Aku dewasa itu masih ketjil benar, belum mengerti apa-apa, masih suka main gundu. Samasekali tidak tahu kedalisatan dan kekedjaman Belanda dan samasekali tak mengalami perang gerilja, meski aku pernah menulis beberapa karangan berupa tjeritapendek tentang itu,
jang tentu sadja akan m enim bulkan tertawa bagi orang jang sendiri pem a h pergi bertcm pur” (hal. 60). N am un dem ikian Tahun-tahun Kem atian m enarik hati sebagai gedjala dan akan m em punjai nilai dokum enter jang berliarga apabila pengarang kem udian tum buh dja di pengarang jang besar.
A p a b ila dalam Tahun-tahun Kem atian pelakon-pelakon diromantisir, ™aka Ditengah Keluarga merupakan biografi pengarang sendiri. A jip disini m em perlihatkan album keluarganja dan m entjeritakan pada kita riwajat hidup mereka dan terutama kehidupan pengarang sendiri dalam suka dukanja. Bagian pertama „H ari-bari punja M alam ” ialah lukisan-lukisan kesukaran dan kesedihan pengarang semasa k etjil daa sebagai anak sekolah dan bagian kedua, „Hari*hari punja Siang” ialali lukisan-lukisan hari-harinja jang tjerah dan gembira. Ditengah Keluarga terbit tahun 1956 dan kalau kita perliitungkan amanja satu naskah dikerdjakan dipertjetakan, dapatlah dikatakaa ahwa tjerita ini mestinja ditulis A jip pada ufflur 17 tahun kebawah. itulis dalam waktu pengarang masih terlalu rapat pada pengalaman 1 5iln^f.’ 4 ^a kelum dapat melepaskan diri dari kedongkolan-kedongkolan p n adi dan hal ini berakibat m em beri kesan kementahan dan ketidakangan.^ Akan lebih simpatiklah apabila „A k u ” menghadapi soal^soal eluarganja^ ini dengan maklum dan m enjelesaikan sendiri kesukaranesu arannja tanpa ngom el pandjang lebar terhadap orang tuanja. Dalam tjerita-tjerita ini A jip tidak berhasil mengangkat persoalandalam M * ,nJa ketingkat semesta, seperti halnja W illiam Saroyan It 1 * .le ls Aram, jang djuga mentjeritakan masa kanaknja dengan e jenakaan jang penuh arti. Saja sebut buku ini karena A jip pem ah at^anJf seperti berkali-kali dikatakannja dalam Perdjalanan ganten (hal. 95, 101, 102). Saroyan djuga kita kenal m elalui terjemahan Anas Ma’ruf K om ed i Manusia. rang ^ ° l PenSarang muda dapatlah kita mengerti kekenesan pengaranff t*” • aJam. ^am pir tiap karangannja mengatakan bahwa ia penga* i,Bukankah (k ^ l pe.m bati a aSak mengganggu djuga. Merenung ia: ku dib ' ' . . ani aPu n ) orang tuaku, jang m enjebabkan kehadiranj in.1’ JanS menjebabkan aku lahir dan sekarang m e m b i k i n l i s a* 3 *1j * ^ (^Ditengah Keluarga” , hal. 33), aku bisa m e n u __ 7.^aub malam, aku bisa m e n g a r a n g lebili banjak lagi” , i’ Pemah ada madjalah jang mau memuat t j e r i t a pendek wahnia fk n t ? i! \® de.n San tangan („Herc.ules” , hal. 53), „barangkali arhal 65) ak u melihalku ketika mengetik tjerita ini” („K utukan,,) u -j. afean menulis seperti pengarang-pengarang luar negeri, iang
7 7 ). S e o f a h ^ h 1^ 6'^11^ 8 ^an d^SanSSu kesulitan-kesulitan lain” (hal. berkata* w °u tak dapat menahan kebanggaannja dan saban kali ■Ajip mem- 6 ^ saJa Djuga dalam Perdjalanan Penganten berani * ^ amerkan penghidupannja sebagai pengarang untuk mana ia *eram mengurbankan kedudukannja sebagai pegawai. nada ^ niem!3uka tjerita tentang dirinja dalam ,,Kekajaanku” dengan ianrr J” aU m e,u lju ’ taP* anasir kelutjuan itu tidak mendapat bentuk jaag dapat m enggelitik rasa lutju kita.
„A k u anak ajaliku jang sulung (katanja). A k u anak lbuku ja n a
6ulun®. Aku lelaki. Ja, aku lelaki. Ini pentm g kudjelaskan, karena per nah aku dirumah sakit disangka wanita, karena namaku. Aneh sebenarnia karena nama itu sendiri sedikitpun tak m irip dengan nama wanita, bangsa apapun djuga. Tapi memang aku pem a h disangka wanita semata-mata karena namaku sadja” (hal. 13). Sebagai orang luar kita tidak tahu apakah nama A jip itu nama nerempuan ataukah lelaki dan kalau kita m enjangka orang jang bernama demikian perempuan, itu bukanlah satu kelutiuan atau keanehan, tapi semata-mata suatu ketidaktahuan jang bisa dim aafkan. Apab:la kalau menurut pengakuan pengarang nama itu dikam pungnja sendivi Sedikitpun tak m irip dengan nama wanita” , maka ^alali m engerti orang j’a n - menjangkanja wanita itu adalah satu kekehruan jang bod oh . ° Sediak ketiil papinja A jip telah bertjerai dengan m am inja dan pertieraian itu banjak pengarulinja padanja .M a m m ja kem udian kawm lagi tiga kali dan papinja kawin lagi dua kali. A dik kandung A jip jan g sepapi semami hanja seorang, tubulm ja seperti tjatjing. H am i tiri A iip jang pertama mati dan dua orang anaknia disera kan papinja pada mam inja A jip jang asli. Papinja man rudjuk lagi, tapi usul baik itu ditolak oleh mami. Papi tak putiis asa dan men^ga tung diri, tapi kawin lagi dengan seorang djanda alit jans telah punj anak dua orang. Sebagai orang jang berkedudukan guru tidaklah sukar baginja m entjari ganti. Demikianlah mami dan papi A jip tetap berpisah dan hidup berpisah. A jip dan adiknja tinggal dengan m am inja dan bersama papi J tinggal mami tiri dan adik-adik tirinja. ^ C Sesudah silsilah keluarga ini kita lalu disugulii lukisan si Jtl5 1 ian* kediam, ditulis dengan emosi sepihak jang merasa haknja dnndjakindjak dan seperti biasanja dalam hal begini tidak ada usaha untuk mengerti persoalan-persoalan piliak lawan. Dan A jip merasa kaja apabila kem udian mendapat seorang ajaii tiri. Dan dengan nada mau melutju pula ia berkata: Dan berbanggalali aku kini dengan kekajaan tiriku, karena sekaran^'aku punja seorang ibutiri, beberapa orang saudaratiri, dan seorang kakSktiri (snami bunda ilra), dan seorang lagi nenekt.r, h sten ajab bapak). Bukanknh itu kekajaan jang bukan main i (hal. JU). Sementara membatja tuduhan-tuduhan A jip jang bertubi-tubi, timbul sadia napsu saia untuk memiliak pada pihak jang dapat serangan. Bao-i saja belumlah mejakinkan tudidian pengarang pada lbn tin dan aiahnia. bahwa mereka sengadja tak mau membantunja dan gadu aiahnia lebih dari linkup untuk melaknkan iang demikian, apalasi duka diin^at bahwa keluarga aiah itu terdiri dari enam orang nula. Orang lu a /g a m p a n g sadja mau mengatur pengeluaran belandja, kalau sendiri belum pernah mengalami hidup bertanggungan keluarga. Dalam tjerita „Kutukan” pengarang dengan cliusus melantiarkan serangan iang sengit pada aiah kandung dan ibu tirinia. Dari aiah kandungm'a dia menuntut supaja ikut meinikirkan nasibnia A iip , nasib adiknja, nasib kakek dan neneknja. Sebab, demikian A jip , ajalinja itu „h idu p terpandang oleh masjarakat kota” , dan „a ja b k u akan mampu,
lebih dari raampu, djika mau menanggung orang tuanja” . Dan A jip djadi penjam bung lidah nenek-nenek tua, apabila ia m enjerang isteri ajahnja itu dengan atjuan djalan pikiran, bahwa ia „leb ih suka memberi orangtuanja sendiri, m em bikin betul rumah kakeknja sendiri, dari pada m engurus hidup mentuanja, daripada menegakkan rumah mentuan ja jan g (eekarang) sudah dojon g kebarat itu” (lial. 63-64). D alam hal ini A jip masih spesifik seorang anak kampung jan g memp u n ja i djalan pikiran patriarchal. Tentang ibu tiri jang begitu ditjoreng m oreng saja ingin tafsirkan, bahwa ia bertindak berdasarkan pertimbangan-perlimbangan keselamatan rumah tangganja sendiri dan harusnja dimaklumi. Saja kira ia seorang jang bersikap tegas dan tidak pura-pura seperti orang lain jang mau m enolong, tapi mengeluh dan mengata-ngatai dibelakang-belakang. M em punjai gedung besar belum ber* f / V *j5nSP1,n herlimpah-Iimpahan dan hati djadi terbuka m em beri sedem em ber* kakek uang sekal'i dua kali untuk menggembirakannja, » an ah satu pekerdjaan jang berat, apalagi kalau uang itu hanja pemo en a n orang pula, bukan hasil djerih pajah sendiri. ‘ , ^ ? ^ a!mana A-PP beladjar naik sepeda dan kedongkolannja pada aja nja Ja n g hanja berdjan dji-djan dji akan m em belikannja, ditjeritaKannja dalam „H ercules” . Tidaklah simpatik tjaranja merengek-rengek -n a . V . an ^juga sepeda barn pada ajahnja dan kemudian setjara JihaV * i a*n de“ » an mentjuri-tjuri membawa lari sepeda baru jang m ja * iD1. Satu kcnakalan jang tak bisa dimaafkan dan kelen.,Jan®i i ang achirnja mengalah, bagi saja merupakan tanda ung m saja terlalu kekotaan untuk bisa mengerti. nilai^lan 11^ 1 ^ f mar dalam Im pian” adalah tjerita jang tidak mengatasi D ile n e a h K * 1! ^ sf benarnj a agak djanggal dimuat dalam kum pulan diri D a la m ^ ^ A ^ karena chusus mentjeritakan tentang diri senjan^ k e t i^ d ^ n p /1?- merj! j erUakan pengalaman getir seorang peladjar, m adjalah sekolah T * * seorang pengarang dan pengasuh suatu ,__ AJenta mi mempuni’ai nada kasihan diri iang seakan Untun
a
n
o
i
a
^ . Per^Cna^ an 8aildara dengan A jip dari sudut tjeri» J tu tjerita „Seorang Djepang” .
T atk V ^ U^»?Jai?>arUi ^ a^ai1 enam >ahnn tatkala D jepang datang kekotanja. seoran l m . " P? SU.alV hari datang; kerumah kakek jang djadi lurah g J P ng kenpeitai, jang kemudian tem jata m em punjai perhatian
terhadap ibu A jip jang kebetulan sedang m endjanda. Bermatjam-matjamlah usaha Mitsu untuk memikat hati ibu, tapi rom ance sepihak itu terputus tiba-tiba oleh djatuhnja D jepang dan dimasukkannja Mitsu dalam kamp tawanan. Kundjungan Mitsu kerumali kakek, digambarkan A jip seperti berik u t :
suatu sendja, datang Mitsu, kenpei kota kam i mengendarai motorpitnja. K ali ini dia sendirian. K am i anak-anak jang sedang main-main dipelataran rumah kakek, m enjam butnja dengan tenakan: B a n sa i! Dan ia membalas salam kam i dengan manis dimams-mamskan. Ditaruhnja m otorpit didjalan depan rumah. Kem udian datanglah kami merubung benda jang djarang kami liliat itu dengan heran. Aku merasa bangga, karena ada D jepang mau masuk kerum ali kami, artinia rumah kami istimewa, rumah kami m enank tuan N ippon itu. Dan aku inelagak kepada anak-anak lainnja, dengan melarang mereka dekat kemotor ilu” (hal. 87-88). i i • Lukisan ini adalali lukisan anak-anak um um nja, tapi djuga lukisan sebagian besar orang dewasa jang bangga menerima saudara tua. Tapi apabila saudara tua ini kemudian berbuat jang aneh-aneh, maka kitapun m ensenalinja sebagai manusia biasa jang mengge 1 an dalam kekurrmgankekurangannja. Bertjeritalah A jip tatkala kemu 1 Mitsu datang lagi: Dia pakai sanmg, djas, kopiah dan ditangannja sebuah tongkat. Dan matanja jang biasanj'a telandjang itu, telah dipasangi ^ j a m a U . Dan dimulutnja sebuah serutu. K ajak (benar) orang A rab djika dililiat da i ^ K a m i tertawa melihat pakaiannja itu. Ibu s a m b i l melengoskan muka kearali tem bok, karena d jid jik dan ben tji benar melihat Mitsu jang: se lalu ingin menarik perhatian. Dan Mitsu gembira P fk irnja dia telah berhasil menarik perhatian kami. Ja, m enank perhatian. W alau demi sebenam ia, bisa dibandingkan, disamakan dengan anak-anak sadja, jan,, bisa menarik perhatian orang-orang dengan m entjorengi muka dengan arang. Tak lama kemudian kakek datang dan kakekpun seperti telah bisa didugakan, tertawa melihat pakaian jang salah letak itn, tak pada tem-
1,3
J Ah pantas betul, tuan. Pantas betul. K ajak kiai b e n a r - b e n a r , pu d ji kakek. Dan mendapat pudjian itu, Mitsu makin gembira pula. Dia ter tawa dan tertawa lagi. Dan mengeluarkan sepak serutu buat kakek jane diterima kakek dengan gembira sekali. Dan sore itu, dia makan dirumali kami. Laliap betul, ICetika dia akan pulang — dia djalan kaki kerumali kami, karena tentu sadja dia takkan bisa naik m otor dengan pakaian seperti itu banjak anak.auak jang tertawa-tawa, b e rd in dikedjauhan. Dan Mitsu
orang gila sukses itu — membalas tawa anak-anak. Dan dari djauh dia diiringkan anak-anak. Anak-anak jang mengikuti dia karena kagum, bangga: tak ada kritik, karena kam i, anak-anak menganggap apa jang dikerdjakan oleli orang D jepang adalah bagus dan w adjib ditiru” . (bal.
K alau A jip dalam Tahun-tahun Kem atian mempermainkan fantasin ja dan dalam Ditengah Keluarga mengambil bahannja dari lingkungan keluarganja, maka dalam Sebuah Rumah buat Hari tua kita mengira ia akan m enindjau masjarakat jang lebih besar sekelilingnja. Dugaan ini iperkuat oleh dua tierita pertama jang merupakan satire mengenai ma sjarakat jang^ luas. Tapi perkiraan kita tidak seluruEnja benar, karena "etjuah dua tjerita ini tjerita-tjerita jang lain bersifat ,.Ditengah Keluarga ’5 dalam lial ini keluarga rnmali tangga A jip sendiri, meskipun *° ° ‘ tok °b dalam tjerita tidak selalu bergaja aku dan ada pula tjerita jang bersifat pemotretan tentang kawan seniman. Kum pulan ini tidak merupakan satu kesatuan seperti Ditengah K gkesat^ n r^ a^m n’i'a^mn Kematian, sepandjang kita bisa bitjara tentang uan rentetan pengalaman jang berpusat pada satu tokoh atau satu e iiarga Setjara diperintji kita-dapati dua satire. „ICrisis Kesusasteraan 1 V* Antahberantah” dan „Sebuah Rumah buat Haritua” J tiga iukisan hidup kerumahtanggaan,' „Sehabis M irp p i^ „B uah A pp el” dan ” ’ dua lukisan hidup budjanganjC M ataliariy dan „Antara K a rim S3-tU Potret seorang pelukis. „Seffu aliE ukisan telah terdjual” dan ^lerita fantasi, „Pada suatu Sore” dan „M im pi Masasilam” . den« ^ ° j an^ mengikuti perkembangan kesusastraan, dapatlah I®311, m wdah mengenali siapa-siapa dan utjapan-utjapan siapa jang diKesuka a . m »Krisis Kesusasteraan di R epublik Antahberantah” . ialah bah *11133 baran£kali seperti biasanja dalam satire jang demikian, daiani ** tokoh-tokoh ada jang merupakan perpaduan beberapa tokoh maan astarakat jang dalam djiwa dan utjapannja m empunjai persar>erit* Persamaan. Demikianlah kita bisa lihat disini memainkan peranan taka de m a"lCmbaSa Sep6rti Kementerian P -P * dan K - Balai Pusoran/r Para redaktumja jang bersemangat kolot, tanggapan Alisiahb311^ P^.rseoranffan seperti Muhammad Yamin, Sutan Iskandar, sukar b a ^ ^ ' ’ Sudjatmoko, Jassin dan lain-lain. Djuga tidaklah Piidianwa 1 plta unluk mengenali Angkatan Penulis Pertengahan sebagai di'iKU T>a i ani* Angkatan Penulis Baru sebagai Angkatan 45 dan ina3 * Pf nSh *dapan sebagai Konfrontasi. tid a k n T ^ 3, '*an^ ter^a*1 ir tatkala masjarakat mempersoalkan ada undan* ? S1S ^ dunia kesusastraan, jang dimulai oleh orang-orang adalah j ! ucusa Amsterdam dan kemudian merembet ke Indonesia, rakat » 8 lran atas kedjadian-kedjadian dimasjarakat, chususnja masiapolitik jirQnK.'1T]Jn " aran^ i ang djadi terlibaf dalam permainan belat-belit dalam P^rtentangan pendapat jang membagi kalangan pengarang untnlr Ua oleh golongan oposisi diberi isi pertentangan politik mukak ^ ^ 0 k kan kabinet 3anS sedanp berkuasa. Tidak lupa A jip mengen beberapa persoalan pengarang dan penerbitan bukunja, misaLnji
u t,
^Ar, K-.fi in k e b e tu la n
nenerbit ianjj hanja m enerbitkan tjetak ulangan, pengar^ngnj. W da,am - d a k s i badan pen erbn
tersebut.
m e n -e r a g o ti daa bikin lum puh aparatui■ adimmstrasi negara,!lun tim bul ketegangan-ketegangan jang berachir dengan perleda p dakan jang mem bahajakan keselamatan negara. A iip melihat sal ah satu sudut dari sarang korupsi ini. Tem pat itu ialah kantor Naskah dan M adjalah, dimana beberapa orang pengaran ialah Kantor 7 , ' TT«man telah pernah m engalam i penga-
mania ' ^
o r
itu,' A b M
k£“
diputar
d ^ L n b “ aslinja bisa menerima honorarium jang m em bikin dia sekaiig j kaja, meskipun sudah dibagi dua «lengan sang P^ . , 3 A bdoel Ham id Noer, meskipun dengan u,.™* hari tua namanja karena mengingat f “ ^ d a p a t membuat ru m a h ^ ^ "^ p i harapdan dapat hidup mewah, bebas dan ketakutan mend * feP emil. annja itu tetap tinggal impian, sebab sang PeSa'™* J “ i/fceu n tu n gafl kan dialan jang lebih litjik lagi untuk m endapatkan segala fceum B bagi dirinja. . . . _ , Tierita lain ian* tak knrang m enariknia dalam kumpulan m i. ialah Sebuali Lukisan te l.l, terdjual” . Ini adalah lukisan ^
sudut pandangan pelukis itu sendiri. K eg.gihanm a dalam m en tjan ap iang hidup mengendap dalam dirinja dengan akibat Perten" ka” " £ L » k a r a n den«an orang tua dan guru, penjadaran dan pengambilan aikfp terhadap0 pendapat-pendapat jang berbeda dan meMtjnba m cm nc k o s a bakatnja jang wadjar, dilukiskan dalam gaja rcnungau jang seder liana dan simpatik. Sesudah berkali-kali lnkisannja ditolak o l e h seorang guru pelutos 1ang menganggap ia tidak berbakat, achirnja ia d.ter.m a djuga atas per thnban^an kasihan dan masuklah ia lat.han melukw, d.mana la temukan dunia dan dirinja, jang kemudian dipertahankannja dengan kesadar . „In ilah permulaan liidupku sebagai pelukis. Aku tidak bisa membuktikan bahwa anggapan pelukis terkena m , salah, tetap. aku se a merasa damai kalau a k „ lagi m enghadapi kertas gambar. A ku selalu
merasa terlepas^ dan keruwetan-keruwetan dan pertengkaran-pertenckaran dengan ajahku kalau aku lagi melukis. Segetalah dalam melukfs aku m cneinukan kedamaian dan meneinukan kegemaran. Jan* terpenting ialah: kehidupanku kudjum pai dalam melukis. Segera* melukis m enjita sebagian besar waktuku. Waktu dirun,ah kuhabiskan dengan melukis, sehingga dinding-dinding rumah kami penuh dengan gambargambar jan g kub.km ICalau baru sadja aku menjelesaikan sebuah gambar, segera dengan bangganja kupakukan didinding dan kupandangi ;!';;,; arl £ en“ h kebanggaan dan kegngahan. Tetapi ketika ajahku melihat pa m m g rumah sudah penuli dengan gambar-gambarku jang pada anggapannja samasekali tak baik, tim bullah marahnja. D irobekSjalah
x v & v s s ? dand“
nja aku-“
— a i*
b a r-^ m i!S.rLeSai!>airan¥ I !uIan» 1 j4llti ainan dan maruh ajah tentang gamitu ad il-.I> U ,l 1 aS* n*arah seorang ajah jang bisa diterima anaknja, dunia anaknin I ! Seorang ajah jang m entjoba merampas dao-inffkn n ’ melukis sudah m endjadi duniaku, m endjadi darah thm nnr an SCSU,ai dengan watakku, tak kuiiigm seorangpun turnt tjampur dengan soalku, biarpun orang itu ajahku sendiri m e n a h a n ^ a k ^ ^ r ^ 6-56'111131! " ^ *3ng bisa kllbai anSkan j ang selama ini lidak i 1 l'umab JanS kurasa makin sempit ilu, sekarang 90-91) a angan lagi. Peduli apa rumah, peduli apa ibu !” (hal.
, 3 i m p i \ l a saa ! i h 1i i ^ es lmCnSi W ' PantJaindera d itjo b a A jip dalam B anow ati nut* ’ ra? £ p erem pu an kesurupan inengaku dia puteri dia berh n c'l r a . n e ? ara A stinapura dan kedalam dunia m im p in ja ini A bin ian ^ L ? ; ,1Jeret T atanS Ja» S kala perem puan itu ialah dua p e r i i ’ k? *** n ega ra , ^ adukara. Lepas dari dunia luar, m ereka berTatane s e o l ^ T * T a an i d,ipim tj ak Sunu n & dan beberapa w aktu pem uda dimasa silam i • ? P J“ al am dunia ja n g silam. H id u p berkasih-kasihan kapal tei-lim«rn-D , la<‘hlriJ den gan ben gisn ja oleh p endjatu h an b o m dari man in kemh'Tn i?. v m* P u teri B anow ati h ilu n g tiada bekas dan A b i^ ^ j,adi l a l a n g ja n g b a n ja k ngelam un. dengan poirlarru” 13- A**’ sadar ataxi tidak A jip m em p erh adap kan kita in d riah dan dun*” .£ akab k «njataan ? D im an akah batas antara dunia o le h pam jain dra^k n 2, i-.A p ^kah keni ataa" i l » h an ja apa ja n g d itja p a i kita seliara ’ ,tam bab dengan apa ja n g tiinbul dalam ben ak bungan konjataan in i^ d SekaH"sekali seljara tak sadar ? Dan apakah Iiudengan k e n ja t a in I k V ',enSian k? ni ataau lain JailS sesekali bersinggnngan A iip tidak m en d iiw ^ k l a^ ‘ r1’ selli,,Sf?a m erupakan kerahasiaan ? .tanja. buat kita, diapun h an ja salah seorang ja n g ber-
P ersoalan -peraoa hn ^ r011131*1 SCPerti illilab i an8 senantiasa menarik hati. persoalan-persoalnn f ? masJarakatan, persoalan-persoalan perseorangan, bahasa. ‘ ‘dsafi, tentu sadja diungkapkan dengan kcseniau p e r h a t i a n kedt\nSaran’ ke9eni;,n bahasa kurang dapat dan ungkanan^nn t bukan berarti, bahwa ia mempergunakan klise c kapan jang sudah usang, tapi ia mempergunakan ba-
hasa sekedar sebagai alat pemberita meskipun harus diakui bahwa, jang demikian itu dilakukannja dengan kelentuuan. T ap i sesekali kita mene mui susunan kalimat jang djorok, kiasan jang tidak membai,,gu dan malali kiasan ja n g ' semu. Dan apabila kita melihat dalam perkembangannja, maka lial itu lebih ban jak m = ™ P ^ anJ ^ diuari dalam djauhnja pemandangan dan pem ikiran. Sebagai seorang pengarang jang tum buh semata karena bakat, A jip tidak dengan sadar menggali kemungkinan-kemungkinan dalam persoalan dan ala nngkapannja, dan inilali menurut pendapat saja sebabnja maka n.la hasil-hasilnja berheda-beda m utunja, sesudah hasil-liasil jang lemah U ba-tiba ada jang bisa dikelengahkan untuk kem udian kem bali lag. paoa kedataran jang mendjemukan. Malali tendensi itu kadang-kadang nampak dalam rangka satu-satu hasilnja. Mengertilah kita mengapa dalam kumpulant Sebuah R u m a h buat Hurit.ua dimuat djuga tjerita-tjerita jang tidak berarti dan berdjaw ab pula kesan kita tentang bukunja jang kemudian Perdjalanan Penganten jang tidak niengatasi laporan pandangan mala. Tierita , Rum ah” memberikan kemungkian baik bagi pengarang untuk membuktika 11 komampnan membangun suasana, tapi jang demikian itu tid a k te r d ja d i. K e ta k u ta n san g iste ri d ib u r u n m n p .-m im p . ^ " ^ j a h a t, k esep ia n san g p e n g a ra n g d itin g g a l s e m lm , tu la k m e n g e sa n p a d a
P ^ P a d a sualu Sore” meskipun ber-aku, bukanlali biografi peng;arang sendiri seperti „Sehabis M im pi” , „B ual. A ppe dan ‘ rita seorang bekas pedjuang gerilja jang gagal da,am h.duij (lian diangkat oleh seorang kawan. Ternjata isteri kawan ini adalah anak seorang lurah jang dalam revolusi dibunuh dengan kedjam oleh „aku k a ren a salali p a lia m . .. T je r it a in i a g a k se n tim e n til. P e m b a n g u n a n suasana tid a k te rlJ .p W ,
usaha pemakaian kemungkinan-kemungkinannja dengan kesadaran, ln n g^ kelintjahan itu sekedar gerak tanpa keistimewaau. Ngeri, kedjam ^en ; sara, hanjalal. pongertian-pengert.an jang disebut-sebut, kita send tidak merasa dan tidak melihat, karena itu tal.-tal. djiwa kita tidak tergetar.^;k
a
kemuakon jang meresap kem lang sumsurn, kita L
rasakan dalam lukisan „M atahari” , dimana pengarang | ■uUnvx d u a observasi jang teliti mengenai sekilar dan anahsa hakeka* » diri.S edan gk an lukisan watak Rukma jang exentnk, tjukup b e rlia s i^ J dalam tjerita „A nlara Kawan” .
P erdjalanan P en gan ten menurut pengarang, adalah latihan terapb l^ dalam mcnulis tjerita. Jang kemudian d a n ini barulah akan basil jan,.
benar-benar, katanja. Tierita ini mempunjai plot Irpos. Beberapa b a g i a n , karena nierup kan tjerita tersendiri, telah lebih dulu dimuat sebagai l3e» ta dalam berbagai m adjalab. Tak ada pemasalahan-permasalalian ja n 0
berat, hanja kesan-kesan jang tak digodok dan agaknja hanja interesan bagi pengarang mengenai orang-orang sekitamja. Segala jang ditjeritakan mengenai kepertjajaan, adat istiadat dan sebagainja, rasanja sudah urnum diketahui dan karena itu tidak meraikat hati. Seperti djuga dalam DitengahJCeluarga kepengarangan masih sesuatu jang dipamerkan dan belum mentjapai kedewasaan. Tak ada pengolalian bahan jang banjak d ja d .tje r .ta jang mempunjai komposisi dan tanggapan dunia tersendiri. Kehidupan terhampar datar didepan kita dalam kesehariannja. K e d ^ Ukp -,iran Pr
w
s
i s
f e
l S
S
IP
pendahuluan upatjara perkawinan lalu nda id ntakan sebagai ke Djatiwangi, Talu kundjungan pada aiah korum or ? ? J “ jaan babarit, lalu perdjalanan kembali ke D ja k a r t a Dul ' “ T i , " 3 PCra' adegan tersendiri pula tentano- r>P»-rlJol P * sudah itu satu tiv/angi untuk menemui ajahnja — sekalThV ]peil" aranb sen(1iri ke Djabahwa ia tak berhasil m e S i k a n u l , UDtuk memberi tal™ ’ - kemudian sekali lagi perdjalanan pul?n“ nDjakirtan Di‘ Pf T r m i bersama dengan isteri dan se te iJ n i', Jaka.rta;P Ja.tlwangi, sekali tentulah mungkin sadia p e r a la n ™ .« i I ° alam .ke> d i a n sehari-hari tjerita akan membosankan djuga. ° ^ an^an lni’ taP* dalam satu menggelikan b a g in ja ^ a r e ^ a ^ i a ^ m e perkawinan. mereka jang serba stambul. Suasana chusjuk dan mi- P * tahuan tentang ps.chologi seorang kepala kant ‘ sediki‘ Pengebahwa .a d.us.r dengan senjum af dan ka,a“ “a jT ™ Snia U m ™ jadari Dalam kepala kepala-kantor harusnja dia b i J g " T * (hal- « - 4 4 ) . sebaiknja berhenti sadja karena tidak , , 1 m ?mbatja, bahwa ia J ‘ P Punja sifat jang tekun
untuk djadi pegawai jang baik, jaitu duduk dikantor dari djam tudjuh pagi sampai djam dua siang. Sesekali pengarang hanjut dalam perasaan patriotisme jang terasa djanggal dan kembung (hal. 36-39, dalam perdjalanan Djatiwangi-Djakarta). Bagian Kedua mentjeritakan bagaimana pengarang djadi ajah de ngan pandjang lebar delik demi detik mengikuti pikiran dan perasaannja dalam perkembangan kedjadian. Semuanja merupakan impresi-imprebi jang tak menarik, karena lak adanja sesuatu keistimewaan dalam pelukisan dan liku lekuk pikiran. Sekali ada djuga kita tersenjum melihat ketjanggungan pengarang djadi ajah untuk pertama kali, uang tak punja segala tak sedia dan tat kala liarus bajar rumali sakit, pindjam pula dari supir oplet jang diiumpangi dan belum dibajar sewanja. Sungguh djalan pikiran kampung jan ” manusianja masih erat saling berhubungan. Tapi kelalaian bakal san* ajah, bukanlah satu hal jang spesifik kampung dan dapat dipudji. Dialan pikiran kampung memang sxikar untuk dimengerti. Apabila ajah pengarang terlibat dalam kesulitan uang karena korupsi, maka ibunjalah iang memikirkan bagaimana menietjahkan soal itu, padahal mereka sudah bertjerai dan mestinja tak ada hubungan apa-apa lagi (dalam Perdjalanan P en ga n ten , hal. 22). Kalau bagian kedua akan kita perintji bab-babnja, maka akan kita dapati djudul-djudul,seperti berikut: Waktu aku pertama kali akan djaaiah __Waktu isteriku akan melahirkan — Waktu isteriku melahirkan dan aku djadi bapa pada umur delapan belas tahim — Waktu mengundiungi isteriku kerumali sakit bersalin — Terkenang masakanakku waktu bulan puasa — Upatjara gunting rambut anakku — Upatjara mudun lemah __Nenekku sakit — Nenekku berdukun — dan seterusnja dan seterusnja. Buat orang jang punja perhatian buat antropologi barangkali akan mena rik lukisan-lukisan upatjara adat istiadat, soal-soal kepertjajaan dan taliiul gedjak-gedjala akulturasi dan sebagainja itu, tapi jang ditjentakan iriipun bagi para alili budaja saja kira bukan lial-hal jang rahasia lagi. Tinn-o-al dikampung seperti bisa direka semula tidak pula lama, hania beberapa bular. lalu kembali ke Djakarta. Itupun karena pengarang diin^atkan oleh sang isteri, supaja berusaha berdiri sendiri dan djangan hanja membebani keluarga dikampung dengan kehadiran mereka. Sebab hidup sebagai pengarang tidak berarti bahwa honorarium mengalir kekantong dengan deras dan teratur. Titel buku Perdjalanan Penganten bersangkut paut dengan pertjakapan suami isteri dalam perdjalanan pulang dari Tjirebon ke Dja karta setelah meninggalkan baji mereka atas permintaan ajah dan ibu ian«- kesepian, karena kematian nenek. Satu pengorbanan jang besar diuga bagi suami isteri jang muda, tapi berkatalah sang suami: anggap sadialah semua perdjalanan ini sebagai perdjalanan-penganten kita, perdialanan bulanmadu kita. Dan sebagai perdjalanan bulanmadu, sebaiknia kita tak kembali dengan membawa seorang b aji ........... ” (hal. 161). Tapi djanganlah kita tjari apa-apa dibelakang utjapan ini dengan meng-unakan psichologi Freud, sebab mungkin akan menggugat „kepriba-
dian bangsa” . Dengan bera ch im ja Perdjalanan Penganten beracliirlali babak pertam a liidup A jip : Pertemuan kem bali masa kini dengan im pian masa kanak. Pertemuan itu ad'alali sualu kegagalan, seperti di* akuinja dalam kata pcngantar kumpulan sadjaknja Tjari Muatan (hal. 10- 11 ) . Biasanja orang menulis biografi tentang 6eseorang jang telah sangat berdjasa dan ada djuga orang jang inenulis biografinja sendiri atas desakan orang lain, karena hidupnja dianggap penting oleh masjarakat. Dari orang golongan kedua ini djarang pula jan g hanja atas desakan menulis biografin ja, kalau dia sendiri tidak merasakan kepenlingannja dan dalam hal itu dia akan menulis biografinja sendiri tanpa permintaan orang luar. A jip menulis biografinja, agaknja sekedar sebagai bahan untuk m eaulis sastra dan penlingnja biografinja ini terganlung dari nilainja sebagai hasil sastra. Kita inengliarap karja-karja jang berarti, supaja hasii-hasilnja jang pertama in i djadi berharga pula, nieskipun hanja sekedar sebagai bahan sedjarali tinluk mengenai pertumbuhan pengarang jang kemudian akan diakui kebesarannja. * #* Mengenai puisi A jip R osidi saja dengan senang hati bisa mengataan bahwa ada kemadjuan. M ulai dengan sadjak-sadjak jang tidak aPa' aPa> dalam isi ada tendensi kepada peluasan dan pendalaman. i es ipun K etem u Didjalan dan Pesta terbit pada tahun jang sama, saja 'ira sadjak-sadjak A jip dalam K etem u Didjalan m elihat isinja ditulis pada umur jang lebih muda dari sadjak-sadjak dalam Pesta. „Lipatan Setangan” dalam K etem u Didjalan adalah kesan-kesan jang nngan isinja, begitu ringan hingga tidak mengesan. Dalam bentuk pun mereka merupakan pemberitaan dan usaha untuk mentjiptakan lena iaf laan dengan penghilangan tanda batja dan penjusunan kalimat j S, ari s im ia n sintaxis jang lazim, tak dapat mcngangkat isinja jang dangkal. Sekedar tjontoh saja kutipkan: D AN AU LEM BAN G dibelakang bajangbajang / ketawa duadua panas ujauh lampudjalan / pagarpagar polionan dipinggirdipinggir dan lari sepeda ketjepatan edan dikedjar perempuan tawanja djauh kedalam riak air melipatlipat bangkubangku pada penuh / berdem pet pohon antara dia dengan lampu sekitarnja samartjaja / kesana pelahan senjum lagi ulan aiakin tua / larut kian tjepat tiba. ^ GSta J*ang terdiri dari tidak kurang dari tigapuluh sas i t rial 18 1 a umur tahun. Isinja ialah tangkapan-tangkapan 6elanj? m ^ ln i!i!aSania pulus asa’ suasana kesepian, keharuan-keharuan k eljil dunan n a jC kedataran hidup sehari-hari, perkenalan dengan kehihidun P^a*am - ^an para PengHuninja, disana sini pentjarian makna I • ti jan an makna hidup sesudah menatap sekeliling dan meliliat-
mengalami hanja kesepian dan keputusasaan, membawa penjair pada penemuan tugas kepenjairan: sungguh hidupkn didmiia empat diudiug diluarnja djalandjalan begitu lengang didalamnja kepahitan mendepai sepi didalamnja terkubur aku sendiri ingin merapatkan diri pada kesedjukan sendja ingin menuiis dan hidup kedainaian kcrdja menekankan pada dada degup kehidupan meleburkan diri pada mereka dalam sadjak („surat buat jassin” ) Tapi pem jataan ini masih merupakan program kerdja, kepenjairan hanja baru terLjapai dalam kepengalamau dan kepeniikiran, pem ikiran jang mentjari dan terus mentjari dan pada achirnja sampai pada kesim> pulan pesimistis: walau walau dalam dalam
tabu kepauaan / inginkan keabadian ngerti ketakkekalan m enolaknja bersama / tjoba petjahkan kesunjian bordua / bangnnkan sinar kehidupan
/
setelah siasia m enljoba siasia berlindak ia tinggalkan kehidupan Ixampa / ia mengelak inikah kebenaran hakiki / kedjudjuran berkata inikah tjinta tulus berikan segala ia punja dirinja tak menemui djawaban dallam berpikir dan seluruh hidup inenjianjiakan uinur karena keabadian bersama kepanaan lahir sinar kebahagiaan mendapatinja dalam kubur („w alau tabu” ) Pesimistis kesimpuhui penjair, karena Iain dari misalnja Sanusi Pane jang masih menemui kebahagiaan dalam kesadaran mengabadikan kerdja dalam kefanaan, „sinar kebahagiaan” penjair A jip „m endapatinja dalam kubur” . Tapi kita tak usah kuatir bahwa ia gantung diri, karena dalam prakteknja iapim menjadari, bahwa ini djalan buntu dan akan pertjumalah titel Pesta kumpulan ini. Bersjairlah ia dalam salah satu dari sadjak-sadjak secljiwa jang mengisi paroh kedua kumpulan in i: m esli kutinggalkan liidup tenang mesti pergi kehidupan gelom bang
lebih baik melakukan panggilandjiwa lebih baik menenggelamkau diri dalam kehidupanmalam dan aman dalamnja karena setia tak dikatakan tak didjandjikan („panggilan” )
K etu laran oleh kesepian Sitor dalam masa keisengannja, pun nafas dan perm asalahan Sitor terlalu kita rasakan dalam sadjak-sadjak seperti „P e n ja ir ” , „K ediam d iam an ” , „L a g u K eh idupan” , „L agu M alam ” , „R am pas” , „D ja k a dan Gadis” dan lain-lain. Saja kutip salali satu, pernjataan - kebanggaan pen jair jan g dalam isi tak kurang vitalnja dari „A k u ” -n ja C hairil A n w ar: , penjair bukan semata karena duka tidak semata karena sepi tapi hidu p d ih id u p i oleh n ja djika karena duka tjunia telah lama diam djik a dalam nja pun karena kira telah lam a tenggelam Seperti djuga Chairil A nw ar pun A jip dalam hidup jan g intens m entjoba m entjapai nilai-nilai jang paling inti untuk sampai pada kesemestaan. M aka dapatlah ia merasakan kegamangau berada antara ada dengan tiada, merasakan keabadian dalam kefanaan („m ok sh a” , „p ertjakapan” , „tah u n dem i tahun” ) : semua tahun kem bali terkenang / lapar dan rindu mata telah djadi katja pudar / m elem bari urat w adjah m ari kita leburkan diri / melum at satu djat kita kan hidup satu degup dalam satu gerak („tah un dem i tahun” ) dan dapatlah ia bitjara kepada masa lam pau: telah kupilih warna dan arah biar masih berdjabatan / kupam itkan arah jang salab 4
(„k epada masalampau” ) M eskipun ada nafas Sitor dan Chairil dau disana sini nampak ungkapan-ungkapan jang m engingaikan pada mereka, A jip m em punjai ^anSOa(fn, i ? em ^ ran dan pentjarian sendiri. Bahkan dalam persamaan jang ada dirasakannja dengan seniman pelukis A ffan di, ia aetap berdiri i epannja sebagai orang jang sadar akan kelainannja: m ari habiskan hari paling tjerah cjemi kesamaan kita tapi palingkan aku dari balik keriaan sorot kelintjahanm u karena ketunggalnadaan memuakkan daku („kepada affandi” )
K um pulan sadjak Tjari Muatan terdiri dari empat kum pulan sadjak jang terdiri dari „T ja ri Muatan” , „K ota demi K ota” , „Suratwasiat P en jair K om en g K om aruddin” dan „D ipu n tjak Gunung paling tinggi” .
Sadjak-sadjak ini lebih matang dari kumpulan Pesta dan jang terkumpul dalam Kotemu didjalan. Ada pikiran dan sikap jang sadar sebagai dasarnja. „T jari Muatau” dapat dikatakan lagu-l!agu Djakarta. Djakarta jang menibangkitkan kesadaran kepenjairan, Djakarta jang karena itu ditjintai, tapi djuga djkutuki, karena semua telah liilang „asli” , „tinggal pergulatan dalam kerdja karena darah, liarus mengalir” . Di Djakartalah tumbuh persahabatan oleh kesadaran senasip sepenanggungan, dengan seniman, dengan pcngemis, dengan ponari dan wanita malam. Penjair melihat dirinja dalam Donggo penjair Sumhawa, jang nicninggalkan dunianja untuk mentjari diuiia baru kota djutaan, tapi jang senantiasa rin du pada dunia jang ditinggallkannja. Donggo rindu pada kudanja, meskipun di Djakarta dia punja sepeda dan seperak dikautongnja: sumbawa punja kuda, ajam bertelur, padangrumput mematju la vidi dan gadis-gadis dipingitan ingin Iepas karena hati penuh madu ingin didekap njala neraka di darahnja ljuma sepeda di djakarta — kuda-kuda di sumbawa donggo rindu la vidi kuda kesajangan . mesra bunda mengelus kening sianak bapa sakit, djakarta memisah kasih di djakarLa donggo anlar kota kemimpinja relung malamnja, sumbawa didadanja menjala („anak sumbawa” ) Pengendapan dalam dcgup djantung nadi perempuan malang jang kita alami dalam sadjak „T ja ri Mualan” , pengendapan mesra jang dinjatakan dengan kataganli orang pertama: kami. sinar pudar betja tjari muatan menemui kami jang liidup malamhari sebelum djam sebelas berdentang sebeJum ilu liidup sudah liarus dipenuhi siapa monemhus gang menemui kami memberi kaini napas dan itu lak kami siakan kami berikan apa jang kami bisa berikan dan malam putjat menjifakan hudjan diwaning kami tertawa bersonda-tjubitan sambil mengharap londjakan tiba-tiba: ,mari! 5 sudah mereka rampas sawah dan rumah kami dan lelaki kami berangkat tak kembali M'behtm sungguh-sungguh kami punah muka perong gigi om pong tubuh reol sebclum habis hudjan malam dan berserali lampu betja pudar dan makin pudar lambang pernjataan hadir kami warna kuning dan merahkesumba membungai bumi
,
Kem esraan jang sama dan ketjinlaau pada orang desa jang lerusir kekota menafasi pula sadjak „\Vasil” , tjerita perempuan jang keliilangan segala dan la ri kekota untuk mengalami kekalalian dem i kekalalian. Dan pada putus asa m endjerit dari kesadaran akan ketidakadilau dalam lagu duka „D jem batan Dukuh” : Malam-malam dingin dan pekat kita masih berdjalan Rumali-rumah besar dan m egah kita lewati tegap dan angkuli tapi kita musti berdjalan inenjusuri malam, menjusuri kepekatan untuk sedjem put liarapan, untuk sedjem put ketjintaan
Akan lelapkah kota tidur malam ini, sedang kita gelandangan, padahal kita warga jang m entjintai ? Akan tjederakah tangan jang mengulurkan kasih sedang kita dilewalinja, walau kita warganegara setia ? Mengingatkan „kepada Pem inla-m inla” sadjak „Pengom is Senen” dun nafas Audcii-CIiairil terasa dalam „D jem batan Dukuh” (bandingkan dengan „Lagu orang Usiran” ). Dem ikianpun ada bagian-bagian jang beralun nafas Rivai, seperti misalnja dalam „Surat buat Pa Said” . Tapi semua itu tidak mengurangi kemampuan penjair dalam pengungkapan dan pentjariannja sendiri. Dalam „ICota demi kota” penjair melukiskan pengembaraan dengan esepian dan dukanja, kerinduan dan harapannja, m endjeladjahi kota enu kola, dalam dada m embara ketiintaan kepada sawah dan pegunungan: Tiada djem u-djem unja napsu kembara jang resali Meremas-remas hati jang senantiasa gelisali R indu pada papasan kelabu pegimiuigan bendja jang merah udjan djatuh atas pesawahan (hal. 39) mutu 3' an R kumpulan berikut termuat djuga sadjak jang kurang d ‘L- li?3’ aeaimaiia suatu sadjak tidak jnentjapai universalitas karena in « 311 fktualitas nampak pada sadjak „Pernjataan” . Penjebutba~i ama dalam bentuk vokatif berkali-kali dalam sadjak ini, mei n"1Un£kin m em punjai arti pribadi, tapi itu pula jang ien0cnususkan sadjak itu lerludju pada orang seorang dan seolah meug, “ a,n orang lain. Sekiranja sadjak in i sekedar disertai anak djudul •• lau,"k epad a Alun” dan penjebutan nama itu diliillangkan dalam , \ a*an lebili luaslah djengkauannja. Menimbulkan pertanjaan pa a? lan-bagian I sampai dengan X I dalam sadjak „ulanglahun -i •Peil1.Jara lidak disusun beruntun, tapi halaman demi lialaman, an c juga sadjak „dalam tahanan” jang terdiri dari dua bagian. gitnn .Wa^ . t Penjair kom eng kom aruddin” menjatakan penegasan . j 1 enjair. Dibuka dengan lagu tjinta „tanahair’\ kiunpulan ini ditup t engan „surat buat pa said” . *) A pa jang tadinja hanja kepertjajaan,
) Pak Said ialah pemimpin Taman Siswa Djakarta, bekas guru Ajip.
telah tumhuh djadi kejakinan jang tak b oleh diganggu gugat, hingga dapallah ia bcrkala kepada gurnnja jang m ew akili sualu dunia: K upertjajakan nasib digenggaman tangan- sendiri K upertjajakan hari depan pada Iangkah jan g kulangkalikan ICutoIak kasih jang kauberikan, ingin h idu p sendiri Ingin niem ilih satu warna, antara w am a begitu ragam ingin satu tjinta, antara tjinta beragam mat jam A ku adalah diri mereka jang hadir jang berani menolak kehadiran diri sendiri
Karena aku Karena aku Karena aku Kulepasknn Dan arahku
tahu arali dalam keragaman arah tak tahu arah dalam ketunggalan arah m entjari humi jang kutjari kasih dalam keragaman arah sudah pasti („surat buat pa said” )
Dalam keberanian m erom bak batas-batas pem ikiran dan membangunkan kem bali dalam kesatuan jang lebih tinggi, A jip tiba pada hakekat kebenaran. Dia bitjara dalam paradox-paradox jang membujarkan kebekuan-kebektian dan m em buka djalan kesemua pendjuru. Maka sampailah ia „dipim tjak gunung paling tinggi” , dimana batas kenjataan membuka kealam diluar djangkauan pantjaindera, tapi hidup dengan suburnja masih dalam apa jang disebut chajalan. Ia mengenali dirinja dalam dongengan jang didongengkan nenek masa ketjilnja dan melihat dongengan itu dalam kenjataan kini. Dongengan bukanlah sesuatu jang lepas dari kehidupan kini, tapi adalah satu bagian dari padanja, tak dapat dipisali'bedakan. aku, akulah jang telah hidup dalam dongengan aku, akulah jang didongengkan nenek dalam masakanak akulah itu* akulah jang mengalaminja
dan aku jang bermata hitam dan rambut m endjalar dikening akulah jang hidup dalam ini djam an m enghadapi bidad aii lagi mandi
tak kumaksud berbuat seperti djedjaka m entjuri bad ju bidadari
karena ilu tjurang telapi kuingin sekali seorang mau tinggal bersamaku dan hidup dihum i ini karena kuwarisi darah merah dan menj&la; kami kan tertawa melihat film bikinan manusia tcnlang surga lalti kami kan tertawa m endengar manusia memiinpikannja („pada sendja” )
Dan A jip menjairkan kem bali dongeng-dongeng jang pernah didengarnja dari nenenda, dongeng-dongeng jang djadi dasar kepertjajaan dan chajalan, tentang burak siluman jang karena ibunja kena kutukau dari R adja Siluman, kakinja berupa telapak kuda dan ditakdirkan mengganggu anak perawan jang tengah hari sendirian turun kepantjuran („bu rak siluman.” ) ; tentang kuntilanak jang dari dunia sana mcngganggu wauita dan b a ji, karena mentjari anaknja jang ketinggalan dibum i; tentang bu ju t jan g kala wafatnja didjem put oleli singa mengaum dan derap langkah seribu machluk („telah pergi bujut tertjinta” ) ; tentang anak jaug hilang dibawa kelong dan ditemukan kem bali diputjuk kiara jang tinggi. Kedjantanan jang berani mempertaruhkan segala, adalah satu tenia jang paling membangkitkan chajal pengarang segala djaman. Chairil menghidupkan semangat ini dalam „B eta PaUiradjawane’\ Sitor dalain «M atinja Djuara D ju di” 1) , Rendra dalam sadjaknja „A tm o K arpo” , dun untuk melangkah keluar negeri jang paling terkenal ialali Manusia Utamanja Nietzsche, jang „h idu p diluar batas pengertian baik dan buruk” . Manusia Utama ini tak bisa kita ukur dengan ukuran biasa, tanpa mendjungkir balik ukuran segala uilai. A jip pun tertarik pada tok oh semangat ini, jang ditokohkannja dalam „D jante Arkidam” : D ipendjudian diperalatan Hanjalah satu djagoan Arkidam. Djante Arkidam
Betina mana tak ditaklukkannja? M idutnja manis djeruk garut Lidahnja scrbuk kelapa puan Kumisnja tadjam sapu idjuk Arkidam, Djante Arkidam Inilali puisi rakjat dipulas kem bali setjara mcnarik, dengan bahasa ndonesia baru. Daja chajal para leluhur jang telah mentjiptakan dongeng ,a VJ^gan kembali hidup dalam penjair, lebih kaja karena alam iniiiipi an a*am njata dipadu satu.
i)
100
Siasat, Th V II No. 332, 18 Oktober 1953.
O R A N G JA N G K E M B A L I K U M PULAN T JE R IT A PE N D E K A. A L E X A N D R E LEO
S
A L A H seorang pengarang jang m untjul lewat Kisah, ialah Andrea Alexandre Leo, jang nama aslinja dalam stainbuk sekolah Zulkarnain. Laliir 19 Agustus 1935 di Lahat dan lulus udjian SMA di Malang tahun 1954, ia kemudian masuk Balai Pustaka, kerdja dibagian redaksi. la m ulai mengarang sedjak duduk di SMP, antara lain dalam liraividjaja, D jo jo b o jo , dan m adjalah-m adjalah ketjil seperti Merah Putih, kemudian dalam M imbar Indonesia dan lain-lain. Pada Balai Pus taka terbit bukunja jang pertama Orang jang kem bali (1956), kumpulan tjerita pendek 1953— 1955. Pertama kali Leo m enarik perhatian saja, ialah dengan tjeritanja „Pantai” jang dimuat dalam m adjalah Kisah.1) Menarik perhatian karena adanja nafas kerahasiaan dan nada kefalsafian jang m em perlihatkan satu pemikiran tentang nasib manusia dalam hubungannja dengan ian* abadi. Djuga dalam kumpulan tjerita pendeknja ini nam pak hu bungan itu, jang tjara sadar dirasakannja, seperti dinjatakannja dalam kata pengantar: „A k u namakan buku in i: Orang jang kem bali dengan suatu kejakinan jang tersimpul dalam kaliinat itu sendiri Pa(fa txtl terachir semua pengutuk dan pendurhaka akan kem bali dan bagiku kei)ada Tuhan. Tuhan adalah mesra dan pengasingan daripada-Nja kiranja terdjadi diPuar kesadaran jang amat djauli. Dan Tuhan bagiku adalah pula kesadaran dan bitjara tentang Dia bukan penjeralian’ . Beda dengan banjak pengarang lain jang sok atheis dan melantjarkan kata-kata tak sopan balikan inenghina agama d'an Tulian. pada Leo pengertian agama dan Tuhan adalah sutji. Dalam melihat dan mengukur tingkah laku manusia. ia selalu menghubungkannja dengan kekuasaan jang ada diluar dirinja dan sering ia menjatakan keinaraliannja pada orang jang lak taat pada agama dan Tuhan. Terliadap ibu-ibu jang mendjaga anaknja hanja tatkala ada bahaja mengantjam tapi kemudian melalaikannja, ia mendapat alasan untuk berkata: „ — gelagat mereka dalam mendjaga anak-anaknja itu sama sadja dengan tjara umumnja orang m em perljajai T uhan: ditaati sungguh-sungguli, hanja sewaktu menghadapi hantu krisis. Begini ini, biasa sadja bagi mereka jang berbudi kerdil, jang berwatak oportunis, jang sama sekali tidak kenal rasa setia” („D jem batan jang ditutup” , hal. 18). Dalam semua tjeritanja Leo m enjebut dan menipereoalkan agama. Xasib mannsia era! hubungannja dengan tingkah laku dan perbuatannja dan lebih djauh lagi. tingkah laku orang jang melahirkann ja. Karena perbualan ajahnjalah maka Auli harus menderita dan hinasa dan karena perbualan luan Fritz djugalah, maka anaknja lahir tjatjat tak bermata i„O rang jang kem bali” ). Kadang-kadang djalan pikirannja determini--
Dimuat dengan Sorotan dalam Kisah G unung A g u n g 1 9 6 1 .
n /6 ,
Djuni
1954.
Lihat djuga Analisn.
tis. „Djanganlali manusia berharap akau dapat menggenggam suatu kepastian dalam kepalan tangannja” , demikiau salali satu dalilnja („PertjajaJah ia, setelah itu” , hal. 82). „K einginan dunia akan selalu bertentangan dcngan keinauan manusia, karena bukan manusia jang berkuasa diatas du nia tapi adalali dunia jang berkuasa atas mamisia” (ibid. hal. 92). Namun demikiau ia tak sampai pada defaitisme. Bagi orang jang bertobat ada djalan terbuka. Tulian menerima setiap doa. Tuhan mengampuni setiap orang jang bersalah, jang telah m enjedari kesalahannja , ,,Tuhan inendengar setiap orang jang tobat” („O rang jang kem bali” , hal. 141,142). Tentano1 agam a pengarang berfatwa: „Agam a bukan djembatan kesjorga atau djalan jang lurus langsung m enudju ketjita-tjita muluk. Tapi adalah tumpuan dan pegangan satu-satunja dikalta manusia kebun* tuan __ agama janij sebenarnja adalah pusat seluruh kebatinan manusia jang sudjud kepada Jang Tunggal. Manusia jang sarna sekah tidak berkebatinan lebih baik lidak mengakui beragama. Pendek kata ketabahan balin jang kuatlah jang terpenting: Melaksanakan segala daja akal dan iipaja sambil tawakal selalu” („PertjajaIali ia setel'ali ilu , hal. 34). T okoli dokter dalam „O rang jang kem bali” adalah perendah hati, bidiaksana dan penuli bikm at. „Kesanggupanku sekedar menggembirakan orang lain. Dan tentang terima kasih dan rasa bersukur tuan, tundjukkanlah kepada Tuhan” , katanja pada tuan Fritz. Dan sebagai orang iang pengalaman dalam pekerdjaan, ditam bahkannja: „A k u te a i iasa merasakan gembira dan ketjewa, tuan Fritz. G e m b i r a , karena kerdja u berhasil dan ketjewa, karena daja-upaja jang kusangka akan berhasii baik m endjadi gagal oleli suatu keadaan jang tidak disangka-sangka. iJanak u tiukup kerap meliiiat sinar harapan padam dimata nbuan manusia, disii' sul oleh ketjewa jang mcnggelapkan h a ll Segala itu sedikit-banjak telah mcnebalkan peraeaanku. Namun begitu, terlblu banjak meiigetjewakan orang lain tidak pula mengenakkan bagi perasaan (hal. Ic51). San" isteri jang tawakal menerima anaknja jang lahir tjatjat sebagai kehendak Jang Maha ICuasa dan tjatjat anaknja bukan karena kesalahan sang ajah. Baginja tidak djadi soal apa bagian inanueia dan apa bagian Tuhan. Baginja segalanja adalah kehendak Tulian. „Tuhaii tidak menghendaki manusia selalu berbuat salah. Tuhan hanja m enghendaki setiap manusia memperbaiki diri” (hal. 139). Sehubungan dengan kepertjajaan agama ini, ialah kepertjajaan pada dongeng dan tjerita kemasukan roh djaliat. Seorang kawan bernama Leila inengalami tjobaan: kemasukan roh neneknja jang mau ikut tjampur dalam soal duniawi, mentjegah lju tju n ja kawin dengan „orang Seberang” . Betapapun njatanja kedjadian ini bagi pengarang, hal itu hanja dianggapnja m im pi jang buruk dan pertjaja mutlak pada Tulian, ia menasihati supaja tetap berpegang pada kenjataan kejakinan. Mata puritein pengarang adakalanja inerusak kebebasan orang lain dalam gerak geriknja, seperti dalam „B iograpi Abangku” . Demikian ia liiarah pada abangnja hingga si Abang tidak m untjul dengan pnbadinja sendiri, karena harus melalui mata sensur sang pengarang jang ta segan-segan mengguruinja. Oleh subjektivitas jang meluap tak sanggup a pengarang mengaugkat lukisan abangnja kesatu tingkat jang punja _e idupannja sendiri, tapi agaknja kesalahan terletak pada abangnja djuga
rupanja bukan pribadi A tm o K arpo, D janle Arkidam alaupun Dionisos, jan g inenuntut kepribadian bulat mutlak lak boleh ditawar. Abang si pengarang adalah orang kepalang langgung dalain kehidupannja. Dia m au djadi seniman tapi berhenti dileugah djalan dan puntjak ketiadaan dirinja ialah, apabila ia mau djadi pengarang tapi menjuruh orang lain mengarang untuk dia. Terhadap orang begini kita hanja bisa merasa d jid jik .
ja n g
Terhadap si Abang ini djuga pengarang berkisali dalam tjerita „Aulfi. , meskipun hanja sambil lalu. Sementara anaknja sakiL kcras, si A ban g meninggalkan rumah mengadu ajam semalam-malaman main dom ino. Auli tak dapat ditolong, resep jang diberikan dokter tak bisa d ibeli obatnja dischiruh Indonesia. Tapi satu kenangan jang pahit bagi „ak u _sang pengarang, jaitu bahwa ia tak sempat memberikan Ijoklat jang diminla kemenakannja. Dan sebabnja karena kelalaiannja jang tak masuk akal. Pertama kali ia lupa beli, jang kedua kali tjoklat jang sudah < 1 Jehnja ketinggalan pula dan djatnh kelangan kemenakan-kemenakan jang nakal dan apabila achirnja ia berhasil membawa tjoklat jang maijamnja lain dari jang sudah didjandjikannja, maka sisakit sudah meng* lembuskan nafas pengliabisan. Tjeritanja seperti m im pi buruk berkedjaredjaran, tapi tanpa kesadaran akan kemiingkinau kedjadian. Gajanja Leo tak dapat dikatakan lantjar dalam arti djalan pikirannja tjepal berpindah-pindah dan gerak djalan tjeritanja lintjah mengalir, seperti m isalnja pada Nugrolio Notosusanto dan Trisnojuw ono. Ia lontar
Kesajangan pengarang memantjar dari tiap kalimatnja. Kesajangan pada manusia dan barang jang tidak bernjawa dalam istilah kita. Sebab, semuanja itu adalali isi incngisi kebutuhan masing-masing dan benda tak bernjawa malah besar djasanja pada manusia, maka itu pengarang memandangnja sebagai m achluk jang hidup djuga, m em punjai saat lahir, remadja dan tua dan pula saat matinja. Perhatikanlah misalnja djem batan jang sudah tua itu, jang dalam liidupnja punja hubungan dengan manusia, dengan kali jang mcngoreki fondam ennja dan tatkala ia tambah parah penjakitnja, djadi persoalan hangat dalam dewan perwakilan rakjat dikotanja. Maka djadi pentinglah djem batan itu, djadi pusat per hatian Persoalan sang djembatan m enim bulkan pengalaman pada manusia. Tidak. pengarang tidak kehilangan pandangan kritisnja karena tjintanja. Dia djuga melihat dan mengutuk sifat-sifat manusia jang serakah dan pura-pura, tatkala djembatan tetap terbengkalai karena sabotase pekerdja bangunan jang te-es-te dengan polisi. Ia tetap tersenjum , tapi senjuman njengir jang paliit, melihat lakon manusia tak punja susila menulari manusia lain. Apabila gagal pembangunan djem batan jang pegang peranan ulama dalam tjerita ini, berkatalah ia. ,,Dengan dem ikian pembaiigunan berlienti sendinnja, lebih-lebih lao-i oleh karena keniungkinan-kemungkinan imtuk mengatasi kekosongan ka°s telah tnmpas samasekali. M urid-murid Sekolah Landjutan telah sele«ai dengan pembuatan Akte Kelaliiran. Dan perdagangaii tandatangan terniata'kuranc laris dan akaa membarui lagi surat-surat izm mungkin menimbulkan amarah penduduk dan m elenjapkan k e p e r t j a j a a n kepada Dewan Pemerintahan. Pendek kata anggota-anggota Dewan telah kehi langan akal. A kibatnja: Djembatan kami bulat-bulat diserahkan k epadi nasibnja sendiri. Sementara itu ahli bangun-bangunan, jang ketjakapannja dengan sunaeuh mati” didjam in oleh ketua seksi pembangunan, tidak kelihatan lagi puntjak hidungnja jang m clcngkung, dan kuli-kuli pada m enjum pa . Dan restan bahan-bahan pembaiigunan berupa batu, pasir, kapur, seme dan lain-lain dibiarkan bergeletakan begitu sadja. A kan tetapi tidak lai" Adapun penduduk kota kami tiba-tiba insaf, bahwa uang jang dipergunakan buat pembangunan itu adalah uang mereka sendiri. D jadi kalau mereka ambil bahan-bahan jang bergeletakan itu, adalah hak mereka. Lalu pikulan-pikulan dan kerandjang-kerandjang pada m m itjul im tuk melenjapkan sisa kenangan pahit akan kegagalan pemerintah kotaku. Dan sebentar sadja seinua batu, pasir, kapur, semen dan lain-lainnja nienguaplah: D idjual lagi kepada perusaliaan-perusaliaan pembangunan, jang dulu djadi leperansir pemerintah koia. A kibatnja perusahaan-perusahaan tersebut makin subur djuga. Pen deknja jang kaja tambah kaja. Dan si miskin tambah pajah” (hal. 23-24). Tjerita ini — jang lerbaik dalam kumpulan menurut hemal saja - adalah kritik unsial. tapi kritik jang didasari pengertian dan peniaalan. Banjak krkurangan dan kelimpangan diniasjarukat. tapi siapa jang dapat disalahkan V Pikiran jang mentjari kebulatan persoalan tidak *llinPal pada sini.-nie jang mdjam nunjalahkan. Ia m entjari dan mengerti, melinal Upsnn«r.«nihan tani kemamiMian lerbatas, karena mata ranlai tidak semu '
sama kuat untuk menggerakkan roda masjarakat semestinja. Malah ada tenaga-tenaga nakal jang bukannja m endorong kemuka, tapi menggandnl memberati, bahkan menarik arah berlawanan hingga berdjalan mundur. Ja, ini m em ang masjarakat anak-anak jang main dalam kesungguhan, tapi tak sadar akan kechilafannja, demi’ dan mereka terseret dalam nafsu tiada terkendali. Dan melihat permainan demikian, tersenjumlah pengarang dari tempat ketinggian. H u m or Leo adalah lium or mengendap, bukan hum or jang mengilau m ementjar. Ia bertjerita sambil tersenjum, senjum jang bukan penghias muka tapi timbul sendirinja dari djiwa tersenjum, karena melihat kelutjuan dalam berbagai peristiwa. Kelutjuan itu nampak dalam analisa perbandingan jang memperlihatkan kementjongan-kementjongan menggelikan, dalam tanggapan, dalam djalan pikiran, dalam kenjataan peristiwa dan kedjadian. 11 ^dak semua tjerita Leo sama berhasil. „Tahun-tahun jang a u dimulai dengan tjara jang menarik karena adanja hum or, tapi se an jutnja niendatar. Lelutjon berak ditjelana mungkin kena bagi fautasi anak-anak, tapi bukan lelutjon jang bikin orang dewasa tertawa cnan0« j. . Tjerita aentimentil kenangan pada ibunda, j ang berkepala „Untuk in n ja sendiri . Tjerita kasili tak sampai dan kawin paksa, buku tjatatan 3 asa ii airmata, bunuh diri karena ketjewa. Hanja ketaatan pada T u an a i jang mentjegah ibu mengambil djalan jang terkutuk. Dan berkat ana nja, jang walaupun masih dibawah umur, tjukup berhikm at dau m em ben nasihat baik-baik pada ibunja: -it
” ®®rd iandjila]i ibu ! Ibu sekarang harus kem bali kepada Dunia ibu, s.u a. f af* tidak diharuskan selamanja bersedih hati. Kalau ] Jjin.^se a u* i11' kerarti ibu mengingkari putusan Tuhan, dan jah , sekali a d itn «U nT t ali kc^ahiranku. K ini marilah kita bersama •sama mengini bn*1^ 6*! a Untuk ini kuusulkan supaja ibu menutup buku ketjil baru jang^mei*JUtUJa dau menj i ngkapkan mata dan hati bagi kehidupan
1
kita ^m^r.akUi 106-107) Un”
Masa datang, dibanding dengan masa dibelakang iarapan bahagia lebih besar bagi ibu dan aku” (hal.
P , ^ - t^ apan-'>- ti akaP - l eteris dan falsafi kita temukan dalam tjerita ,,i ertjajalah ia, sctelnli u „ ’ > •i i -t mi j , dU ltu » sesuai dengan suasana dan persoalan mengehati W n l . l V-\Ubr ? an denSau roh orang mati dan kalau kita tidak hatidilingkungan puber. “ Pada (lasarni a kita berhadapan dengan kisah m analhklup bT rk elu a fff?1^ ]1’ le" tl,lah Le° Pc ™ ah membajangkan bagaimiinfflcimn ^ •.• rSa sebagai pengarang. Renungannja mengenai keD is M Sana if* ’ “ ^ r l u u , ^ ,a h „ hanja kom i". dalam k a u d .u ig a n ^ e r c k T '“ “ dC“ gan isleri.janS ,;mb,T 0 dia nortilr • T- , tm ?Sal dikamar jang sempit, sipcngarang kerpen«-aran°- d m 1*-3! Pa” m alam, sedang penghasilan tak tjukup. Antara dan'keni?*'* 1S e™nja terbit pertikaian, masing-masing m ewakili tjita nsan n k J?ertlkaiau Ja» g herachir dengan pembunuhan em bryo de ngan tak sengadja oleh pengarang. Siapa hersalali? Keduanja sama benar
dalam mempertahankan sudut pandangan masing-masing, hanja belum tertjapai salu kom prom i, jang berarli salah satu p ilia k ;harus mengalah atau raasing-masing pihak harus mengurangi pribadinja. Dalam tjerita ini pengarang. hanja mengemukakan peraoalan, tapi melihat gelagatnja sang suami jang merasa bersalah akan tunduk pada isterinja dan mem ilih liidup aman djadi pegawai jang patuh. Dalam „Orang jang kem bali” , pengarang memperlihatkan kemampuan ufttuk mentjipta ketegangan. Sang ajah jang datang kerumah sakit tidak sekaligus ditjeritai sang dokter apa jang kedjadian sebenamja, sedikit demi sedikit disingkapkan bentjana jang m enim pa suami isteri: anak jang laliir matanja buta. Adalah satu keanehan jang menarik hati, bahwa dalam kumpulan ijerita Leo, kita menghadapi d'ua matjam lingkungan agama. Dalam tudjuli tjerita pertama lingkungan itu ialali Islam, tapi dalam tjerita terachir kita berkenalan dengan Lena dan tuan Fritz jang keduanja taat dalam suasana lontjeng geredja. Sedikit aneh, karena kedelapan tjerita dapat dianggap didasari oleh satu gagasan: pada titik terachir semua pengutuk dan pendnrhaka akan kembali dan bagi pengarang kepada Tuhan. Agaknja mengenai agama, saraalali sikap pengarang dengan penjair Am ir Hamzah, jang menjatakan dalam salah satu sadjaknja: Padaku semua tiada berguna Hanja satu kutunggu hasrat Merasa dikau dekat rapat Sem pa musa dipuntjak tursina
\
I
R O B O H N JA SU R A U K A M I K U M PU LA N T J E R IT A PE N D E K A .A . N A V IS i )
P A B IL A kila perhalikaii karangan-karangan Nur Sutan Iskandar, m aka akan kita liliat baliwa ia selalu tak lupa m enjuruh tokoli'tokohnja melakiikan ibadah senibahjang lim a kali seliarr. T ap i tak pernah ia melukifkan agama sebagai permasalahau bagi batin manusia tlalani meiighadapi soal-soal kednniawian. Pun dalam Djangir Bali dalaii: mana ia niempertemukan pemuka Islam dan gadis Bali beragama H indi;, •esjidaran agama tidak mengalami k on flik apa*apa. Pun Hamka dalam t (iivah Lindungan Kanbnh dan karangannja jang lain, tidak melukiskaji agama sebagai permasalahan djiw a manusia jan g perlu dipetjahkan dan l°l ° j ang digam barkannja hanja kebetnlan orang beragama •- am dengan lingkungan dan adat kebiasaan orang Islam. M aka tak i apat ah kila ukur sampai keniana keunggulan agama itu dan sampai emana kekuatan kejakinaix orang ja n g m em ehiknja.
A
Dengan ini saja bukan liendak mengatakan bahwa Sutan Iskandar t an lamka bukan orang Islam tulen, tapi dalam ketaalan m ereka pada agama, mereka menggambarkan tokoh-tokoh jang djiw anja datar dan r-L.aUVUn a PerS °^ k an , sebabnja bukan karena persoalan agama. Pada s ant ar pergolakan itu disebabkan sebagian besar karena tjinta tanah Upl 1tJlta‘ *j*ta kemasjarakatan sedang pada Hamka tjinta kelam in dan bnh a t a , J.elakang konstelasi masjarakat dengan lembaga adatnja jang t r.° V -^^K ipuu Iskandar bukan orang Nasrani, dia dengan m udah li^ X tje7n ta ^ airata Tjinta dan Ketvadjiban, jang kebetulan bersuasana kenasranian, tapi dalain temanja punja teraa W in !” a3i- I ? •aI>a^ ^ a Hamka digolongkan orang pada pengarang lviHi i T i* i i *lu lon,tam a disebabkan karena kerdjanja sebagai niuk„ !" "ef lK “ kannja sebagai redaktur m adjalah Islam dan oleh banjak beda d o n ^ 1 nif n? ,>nai ke-Islaman. Tjerita-tjeritanja dalam napasnja tiada t^mpat sutjj1b a ^ * P ^ r t j* I l t a a n *a *n ’ nieskipun latar belakangnja dikatakan, bahwa pengarang-pengarang Islam eebelum peniehikiskan k on flik djiw a keagamaan dalam meng* tid -iJ t« S° V i . 0a ^ ere^ a adalah penganut Islam jang taat dan nor^rv.l na>. ° n i- • f n,*kian. Maka itu adalah sangat menarik persoalanR o h n h ?1’ kupas oleh Navis dalam kum pulan tjeritanja r i n l 7 “ ?■“ k a m i' fW * n penjelcsaian jang tidak selalu tjo•Karjaian nrlndox, karena kebcraniann ja inenrmnuh djalan jukiran semliri. 1 1 * ^ > Jr ^ ^ “ b irk a n di P a d a n g p a n d ja n g tanggal 17 \ o p e m b e r
lOU
Nxisantara, Bukittinggi-Djakarta-Medan,
(1956).
tenaga-tenaga kreatif, Navis djuga pawlai menial,at patung, melukis dan bem iam suling. Ketjuali tjerita pendek dia djuga mengarang sandiwara radio dan limljauan kesenian. Dilapangaii kerdja praktek, la p e rn a , djadi kuli di pabrik poraellin Padangpandjang, djadi guru (ii Sekolali (rum Puteri Ksalria Bukittinggi dan acbirnja djadi Kepala Lrusan K e senian Perwakilan Djawatan Kebudajaan Sumatra Tengali. Seperti djuga Alexandre Leo, Navis mau mengemukakan satu gagasan dengan tjerita-tjeritanja. Dan gagasan itu ialah tanggapa.uija meugenai hidup beragama. Hidup beragama bagm ja bukanlah sekedar inelakukan segala suruhan agama tanpa p.k.r, t a p , h e n d a k l a h agama itu suatu jang hidup dalam batin dan dimana peril, disesua.kan dengan hati mirani. Kerdja otomaiis tidaklali mungkin mrndatangkan pabala, karena kejakinati lidak terudji. Dalam tjerita pertama jimp aamanja sama dengan djudul kumpulan. 'Navie meiitjeritakan seorang pendjaga surau jang kuat benhadah, tapi acliim ja mati bum.li diri karena sindiran seorang pembuak bahwa hidup demikian tidak diridoi Allah djika tidak disertai amal kemasjarakatan. Nampak,Ija pengarang memberatkan amal duniawi dari amal achiral. Dam an meninggalnja kakek garin. robohlah pula surau jang duljagan a, seolah-olah surau dan orang tua itu tak ada fungsinja bagi masjarakat. Saja lak dapat menahan diri mengutipkun gain bagian dan tjerita A d io Sidi. jang begitu mempengaruhi kakek hingga ia buiuili din . Satu iie rita alegori, jang plasti, dalam lu k isa n ,ija a k tu il d alan i p e n g a n ib ila n tjontoh-tjonLoh dan dengan gaja dan nada smdiran jang paint dan tadjaM serta dengan isi jang n iera n g k u m persoalan d u m a dan a c b u a . Pada suatu waktu, kata A d jo Sidi menuilai. diaehirat Tubaii Allah mpmeriksa orang-orang jang sudah berpulang. 1 aru inalaikaL bertugat, disam pin'iija. DitangauNja tergenggam daftar dosa dan paliala manusia. B c°itu banjak orang jang diperiksa, maklumlah dimana-mana ada peraiiji. Dan diantara orang-orang jang dipenksa itu ada .seorang jang didu m dinamai Hadji Saleh. Hadji Saleh tersenjum-senjum sadja karena dia sudah begitu iakin dimasukkan kesorga. kedua tangannja ditopangkannia dipinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepah kekuduk. Kelika dililialnja orang-orang jang masuk neraka, bib.rnja ,renjimggingkan senjum edjekan. Dan ketika melihat orang jang masuK sorga ia nielanibaikan tangannja, seolah-olali hendak mengatakan „st lamat ketemu nanti” . Bagai tak habis-habisnja orang jang berantn begilu pandjang. Susul jang dimuka, bertambali jang dibelakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifatnja. A cbirnja sampailah giliran H adji Saleh. Sambil senjum bangga 1 a menjembah Tuhan. Lain Tuhan mengadjukan pertanjaan pertama. Engkau '{ Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, H adji Saleh namaku. Aku lidak tanju nama. Nama bagiku tak perlu. Nama hanja buat engkau didunia. Ja, Tuhanku. Apa kerdjamu didunia ? Aku menjembali Engkau selalu, Tuhanku.
A .A . N A V IS
110 f a k u u t a s
-
sfX
Lain ? Setiap Iiari, setiap malam, bahkan sctiap masa, aku menjebut-njebut namaMu. Lain ? Segala tegaliMu, kulicntikan, Tulianku. T ak pernah aku berbuat djahat” walaupun dunia seluriduija penuh dosa-dosa jan g dihumbalangkan Iblis laknat itu. Lain ? Ja, Tuhunku, tak ada pekerdjaanku selain dari beribadat, menjembahM u, m enjebut-njebut namaMu. Bahkan dalam kasiliM u, ketika aku sakit, namaMu m endjadi buah bibirk u djuga. Dan aku selalu berdo’ a, m eudo’ akan kemurahan liatiM u untuk menginsafkan umatMu. Lain lagi ? Sudah liambaMu tjeritakan semuanja, 0 Tuhan jang Malia Besar, pengasili pcnjajang, lagi adil clan malm lain,. H a.lji Saleli jang sudah kuju mentjobakan siasat merendahkan diri dan m em udji luJian dengan pengliarapan semoga Tuhan bisa berbuat lem bul terhadapnja. Dan tidak sal ah tanja padanja. Tapi Tuhan bertanja lagi: T ak ada lagi ? 0 , o, ooo. A ku selalu m em batja kitabM u, o, Tuhan. Lain ? Sudah kutjeritakan semuanja, o, Tulianku. Tapi kalau ada djuga jang aku Iupa mengatakan, akupun bersjukur karena Engkaulah jang Maha Tahu. . Stmgguli tidak ada lagi jang kau kerdjakan didunia selain dari jang kau tjeritakan tadi ? Ja, itulali semuanja, Tulianku. Masuk kamu. Dan malaikat dengan sigap m endjew er H adji Saleh keneraka. H adji Saleh tidak niengerti kenapa ia dibawa' keneraka. Ia tak mengerti apa jang dikehendaki Tuhan dari padanja dan ia pertjaja lu lia n tidak akan chilaf. Alangkah terkedjutnja H adji Saleh, karena dineraka itu banjak teman-temannja didunia terpanggang liangus, m erintih kesakitan. Dan ia tainbali tak mengerti lagi dengan keadaan dirinja, pada hal semua orang-orang jang dilihalnja dineraka tak kurang ibadahnja dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang jang telali sampai empat belas kali ke Mekali, bergelar sjecli pula. Dan H a dji Saleh m cndekali mereka, lalu bertanja kenapa mereka dineraka semuanja. Tapi sebagaimaua H adji Saleh, orang-orang ilupun tak mengerti djuga. ICalau begitu kita harus minta kesaksian kesalahan kila. Kita liarus mengingatkan kepada Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasnkkan kita ke* neraka ini. Benar. Benar. Benar. Sorakan jang lain membenarkan H adji Saleli. l)
Kehilangan harga diri.
Kalau Tuhan tak mau inengakui kesilapaniN’ ja, bagaimana ? euatu suara melengking didalam kelonipok orang banjak itu. Kita proles, kila resolusikan, kata H adji Saleh. Apa kita repolusikan djuga ? tanja suara jaug lain, jang rupanjd didunia m endjadi pcmimpin gerakan repolusioner. Itu tergantung dengan keadaan, kata H adji Saleh pula. Jang penting sekarang, mari kita bersama-sama bordemonstrasi menghadap Tulian. Lalu mereka berangkatlali bcrsama-sama mengliadap Tuhan. Dan. Tulian bertanja: „Kalian mau apa ? ” H adji Salcli jang djadi pemimpia dan djuru bitjara tampil kedepan dan dengan suara jang menggeletar berirama indah, ia memulai: U, luhan kami jang malia benar. Kami jang menghadapMu ini adalah umatMu jang paling taat beribadal, paling taat menjembaliMu. Kami orang-orang jang selalu menjebut namaMu, m enmdjwnuclji kebesaranMu, keadilanAIu dan lain-lamnja. KitabMu kami apal diluar kepala kami, tak sesat sedikitpun kami membatjanja. Akan tetapi Tuhanku jaug maha kuasa, setelah kami Engkau panggil kemari Engkau niasukkan kami keneraka. Maka scbelum terdjadi hal-hal jang tak dimgini, maka disun, alas nama orang-orang jang tjinta padaMu, kami menuntut agar hukuman jaug engkau djatuhkan kepada kami ditin-
&
“
a l t lS
l
kkan kami kCS° rSa Sebagaimana
Kalian didunia tinggal dim an a't Kami m i adalah UmatAIi, jang tinggal di Indonesia, Tuhanku. 0 , dinegeri jaug lanalinja subur itu ? Ja, benarlah itu Tuhanku.
^
° 'eh ^
*■ W -
m< d T
n - -----.
d it a n a m T ” '
‘ “ c,m Julul*iuin Uimuman kepada mereka in, ' analmja beP ' "
tumbuh
tanpa
Benar. Benar. Benar. lu.Iah ne^eri kami. Dimmer., ,l„„a n a pendndnknja melaral ii„ V Ja, ja, ja, ilulah. Dinefreri, jan;; lama diperbudak lain orang v Ja. Tnhanku. Snn^nh lakna, pendjadjah it„, Tnhankn J)an
gerinja 'i
h u til
Uinulim iu n icrok^
vmcr
»,
1 ^
eneerukii]a dan diangkut kcnc-
lienar Tuhanku. Iiinsga kami t .1 bangsaf. mereka. '
i IK a*>oL al,a*apa lagi. Sungguh
D in egeri ja n g selalu k a tja u itu, liiniro-n , b e r k e la h i, sed a n g b a sil tan ah m u orann-v U1 . u 8an k a in u selalu b u k a n ‘t ° 1 * Ju^ 1 J °n g m e n g a m b iln ja ,
Benar Tulianku, tapi kami soal harta benda itu, kami tak mau tahu, jang penting bagi kami ialah menjembah dan m em udji Engkau. Engkau rela tetap nielarat, bukan ? Benar. Kami rela sekali Tuhanku. Karena kerelaannui itu, anak tjutjumu djuga nielarat, bukan ? Sungguhpun mereka anak tjutju kami itu melarat, tapi mereka se mua pintar inengadji, kitabMu mereka hafal diluar kepala belaka. Tapi seperti kamu djuga, apa jang disebutnja tidak dimasukkan kehatinja, bukan ? Ada, Tuhanku. Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu nielarat, Iiingga anak tju tjumu teraniaja semua. Sedang harta bendamu kau biarkan oran " lain mengambihija unluk anak tjutju mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu saling memeras. Aku beri kau negeri jang kaja raja, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat sadja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluli, tidak membauting tulang. Sedang aku menjuruh engkau semuanja beramal, kemudian ba m beribadat. Tapi kau membalikkannja. Seolah-olah aku ini kau anggap suka pudjian, mabuk disembah sadja. Tidak. Kamu semuanja mesti masuk neraka. Hai malaikat, lialaulah mereka ini kembali kene raka. Letakkan dikeraknja” . (hal 12-20). Berapa keberatan kita bisa kemukakan mengenai psichologi tjerita, meskipun dengan ingatan bahwa tjerita ini harus dipandang sebagai karikatur atau edjekan jang biasanja dilukis dengan sengadja mengliilangkan beberapa segi lertcntu. Keputusan bunuh diri oleh kakek garin pendjaga surau, sesudah mendengar tjerita perumpamaan A d jo Sidi, adalah satu perbuatan diluar perhitungan dan mengheraukan. Sang kakek dalam dja lan pikiran ortodox sebetulnja tak perlu putus asa, bahkan seharusnja inemperbanjak amal dunianja disamping amal achirat, apalagi djika ia ingat baliwa bunuh diri bukan perbuatan jang diridoi Allah. Lagi pula sifat-sifat H adji Saleh jang ditjeritakan A d jo Sidi memang tak dibolehkan dalam agama. Misalnja angkuh dan sombong, djuga terhadap Tulian jang dianggapnja bersifat chilaf dan dikiranja luidur dibentak. Dan bersifat pura-pura. Tambah tidak mengerti kita keputusan kakek, apabila kita ingaL bahwa iapun punja fungsi jang berguna dalam masjarakat, meskipun hanja sebagai pengasah pisau disamping kerdjanja djaga surau. Tidak semua orang punja kemamptian dan kesempatan untuk memberikan djasa jang sama pada masjarakat dan keputusan kakek bunuh diri, disebabkan karena tafsiran jang keliru mengenai dongengan A d jo Sidi. A d jo Sidi diakui pembual jang kuat kerdja, tapi adakah djuga dia kuat ibadali ? Tak ada petundjuk kearah ini. Dan kemenangannja adalali kemenangan orang jang mementingkan kerdja diatas dunia. Satu tjerita lain jang menarik dalam kumpulan Navis, ialah „Datangnja dan perginja” , karena penjelesaian jang extrim. Seorang ajali jan°telah sia-siakan anak dan salah seorang isterinja, dihari tuanja berkali* kali dapat surat dari anaknja jang telah djadi dewasa, supaja datang berkundjung melihat menantu dan itjutjunja. Lama sang ajah tak mau memenuhi undangan itu karena rasa angkuh, malu dan rasa bersalah, tapi achirnja ia pergi djuga. Ia bertemu dengan bekas isterinja jang
m em bukakan raliasia jang mengagetkannja. Anaknja Masri telali kawin dengan A m i, keduanja lurunan darahnja berlainan ibu. Sang ajali me* njalahkan bekas isterinja mengapa tak m em beritahu kckcliruan ilu pada Masri, tapi sang ibu m endjawab bahwa sudah terlanibat dan ia tak mau merusakkan kehidupan bahagia kedua anak itu. Dalani perdebatau mengenai b a ik buruknja m em beritahu, sang ajah acbirnja mengalali dan pulang k em bali tanpa m enem ui kedua anaknja. M asalah jang m enondjol disini ialah: berdosakali orang jang mendjalani dosa tanpa inengetahui perbuatannja dosa, seperti Masri dan A m i jang h id u p sebagai suami isteri tanpa m enjadari, bahwa mereka bersau dara ? Djuga apabila mereka hidup taat beragama ? Djawaban pengarang: tidak, mereka tidak berdosa. Karena itu si ibu dan ajah ham s membiarkan mereka dalani ketidaktaliuan. Seluruh tanggung-djawab djaluh pada ibu dan ajah jang liarus bersedia m em ikul segala dosa. Kekeliruan jang didjalani anak-anaknja, adalah akibat perbualan orang tuanja dan orang tua tak berhak m endjerum uskan mereka dalam kesedihan dan keliantjuran bahagia. Nampak belapa pengarang djuga disini mementiugkan hidup didunia dengan manusia jang bertauggung-djawab masing-masing atas segala perbuatannja. Kebaliagiaan manusia lebih penting dari kejakinan ke-Tuhanan. „D osa kepada Tuhan, mudah mendapat am punannja” , kata sang ajah, „karena Tuhan itu pengasih dan penjajang. Tapi kalau dosa itu kepada manusia, sukar sekali mendapat penjelesaiannja. Dan aku, aku tak hendak membuat dosa lagi bagi manusia — ” (hal. 56-57). Sungguh satu djalan pikiran jang m enjim pang dari kepertjajaan ortodox. ,
Dalam tjerita ini tidak didjelaskan mengapa sampai bisa terdjadi _ekeliruan perkawinan dua saudara, satu kealpaan jang mengganggu 3uga, meskipun persoalan tjukup mentjengkam perhatian. Saja kutipkan perdebatan sengit antara ajah dan ibu : 1' t^*1 kaU m euer*ma peristiwa ini ? Demikian djuga aku. Semen* ^ mereka bersaudara kandung, sampai sekarang aku menjer ia an diriku dipukuli kutukan. Rela aku m enderila segala dosa-dosa, lagi 11161:6 tetap berbaliagia. Suara Ijah memasuki rumpiui telinganja M engapa tak kau katakan ? M e n g a p a ak u k a ta k a n ?
itu dos” .,)0rai1^ lua *lu m cnibukakan matanja jang bertanja. Bukankah Benar. Bagi siapa jang tahu. kan d^1*61^ Wiuljibi111^ i n
^>arkan mereka tak tahu ? ia mulai membangkang^ d a u p u n bagaimana liarus mereka tahu. liarus. Mesti.
(ba lenuih lagi. Dan dengan suaranja jang mendeeis. Ini, semua 1* Dosa. Dosa bagi kita, bagi kau, bagi aku. Dan bagi mereka. cniudian ia berkata seolah kepada dirinja sendiri: Aku liarus mein•»e n i.aiV an kepadauja. Mereka harus bertjerai. Mesti. Sudah selama i u a u mendapat keridhaan Tulian, kenapa pula liarus kukotori diachir l up 'u kini ? Mesti aku katakan kepadanja. Dan dia m emitjingkan m atanja lagi.
Dan dalam pada itti ia m endengar Ija h m cn g cd jek : Oh, alangkah tamaknja kau. Maumu hanja supaja kau bebas dari akibat pekerdjaanniu jang salah dulu. Hingga kini kau djuga ingin nierusakkan kebahagiaan anak-anakmu, hanja karena kau takut m em ikul hukumanmu. Ijah, katanja lesu. Biarkan mereka berbahagia dalam ketidak tahuannja. Aku tak sanggup. Tak sanggup ? Aku tak sanggup m enghadapi kutukan Tuhan, Ijah. Hm. Sekarang pandai kau mengatakan itu. K enapa tidak duludulu ? Tapi ia tahu, ia salah. Lalu dia diam. Dan halinja luka. Luka oleh edjckan Ijah. Ketika dia berkata lagi, suaranja mcnjatakan kepastian' dan keluar dengan penuh kelenangan, katanja: Ijah. W al’aupiux bagaimana, b ia r apa jang kau katakan itu benar, adalagi kebenaran jang inesti didjun djung lebih tinggi. Perkataan Tuhan. Manusia harus berani berkurban untuk m endjtindjung tinggi peraturanNja. Hm. Sekarang pandai kau berkata tentang Tuhan. Kenapa ? Karena kau hendak m enjem bunjikau kesalahan perbuatanmu semata. Karena kau hendak mengelakkan akibat perbuatanmu jang salah dulu. K au pikir dapatkah ampunan itu dikedjar dengan penjerahan diri, dengan tiada menanggung risiko kesalahan sendiri ? W alaupun bagaimana, mesti kukatakan, ia menegas lagi. Dem i m endjundjung perintah Tuhan ? Dem i m endjundjung perintah Tuhan jang kusembah siang dan malam. Tapi djuga untuk merubuhkan kebahagiaan hidup manusia. Ja. Karena manusia itu berakal, beriman. Omong kosong. A kal manusia. Iman manusia hanja suatu pelarian dari ketakutan pembalasan atas kesalahannja. K au murtad, Ijah. L ebih baik dari orang pengetjut seperti kau. Sebentar anak-atiakku akan datang. K au lihatlah nanti, betapa baliagianja. Dan mereka sudah punja anak dua. H am pir tiga malali. Dan kalau mereka kau beritaliu, bahwa mereka bersaudara kandung, m e reka mesti berpisah. Kalau mereka mengerti, berim an seperti kau, boleh sadja. Tapi kalau mereka tak beriman, liantjurlah liari kemudiannja jang dtilu-dulunja pernah kau rusakkan. Mereka bertjerai. Betapalaii dalamnja tusukan edjekan orang kclak, hingga turuu temurun. Dan edjekan itu menjakitkan hati. H anja baiknja kalau mereka beriman, beriman seperti kau. Kalau tidak ? Ijah berkata-kata lama sekali. Dan selama itu piila orangtua itu tiada disadarinja, bangunan pendiriannja dikorek-korek. Aku tahu, bah wa hal ini dosa besar kalau tidak mem beritahukannja. Tapi aku dari
mula djuga salah. A ku kasep mengetahui hubungan mereka. Daiam hal ini mereka tidak salah. Dan selagi aku tak mengatakan sesuatu, aku tertindih dosa setiap waktu. Tapi aku tahani bertahun lamanja. Kurang* kah imanku ? Dosaku adalah dosaku. Dan tak akan kuberikan keorang lain, kalau orang Iain akan hantjur lebur. Kau sebagai laki-laki, tak merasa pahitnja hidiip bertjerai dari suami. Aku merasakan itu. Dan aku tak suka Arni akan menelan kepahitan djuga” (hal. 52*56). Tentang tenaga gaib bunji hiola sudah sering ditjeritakan pengarang kita, antara lain oleh R ijon o Pratikto. Pun Navis bertjerita tentang ini dalam kisahnja „Pagi-pagi ada tjerita” . Demikian mempesona bu n ji biola itu hingga menimbulkan tjem buru antara suami isteri, tapi pertjektjokan dapat didamaikan dengan perantaraan ajah jang minta per* tolongan dukun. Tak djelas bagi saja apa jang hendak dikalakan Navis dengan tjerita ini. Mungkin kesimpulan pada acliir tjerita: „ — Isteri jang setia biar apa sadja jang m enggodanja taklah akan mau meninggal* kan suaminja. Tapi pendapat ini sadja tidak penting, jang penting ialah kehadiran ajahku, jang telah nieujelesaikan segalanja. Dan itulah arti ajah . Ja, bagi Navis ajah adalah sahabat, sedikitnja bukan musuli. A jah inenghendaki kebahagiaan anaknja seperti dikemukakannja dalam „Anak kebanggaan” dan -,Datangnja dan perginja” . Dan tanggapannja tentang hidup bahagia suami isteri, dapat disimpulkan sebagai berikut: Hiduplah tenggang menenggang dan djaulikan perbuatan dan kata-kata kasar jang menghina jang akan menjakitkan hati pihak lain. „A ngin dari Gunung” satu tjerita jang redup dengan suasana ke nangan j ang keimpian. Pertemuan dua bekas kekasih sesudah sembilan tahun berpisah. Gadis jang dulu begitu lintjali bergerak dibarisan depan, kini tjatjat tidak berdaja. Namun daja liidupnja tak patali, sisa udupnja diabdikannja pada neneknja, satu bagian dari masjarakat djuga. ,,Anak Kebanggaan” punja plot lilin jang marak, kem udian mati aendirinja. Seorang ajah jang m im pikan kebesaran anaknja dan sampai a j a n j a tak tahu, baliwa anaknja itu mengalami kegagalan. A chirnja tjerita „Pada pembotakan terachir” pada hemat saja tidak muntju pada perinukaan dasar. Dalamnja saja tak m elihat sesuatu ga^asan an persoalan, sekedar salu kemenangan sepihak jang tak punja et a aman analisa. Nasib anak jatim jang mengalami kekedjam an dau dan"311111 1 adalah satu tema jang sudah terlalu banjak dikisahkan < an pengarang tak dapat mengangkat tjeritanja dengan sesuatu keistimewaan alam tjara pelukisan, penguraian persoalan dan penguraian orano- k * ^ ^.al*m Maria dan neneknja M ak Pasah, dilihat. dengan mata ‘ h? .e ianF. ta^ PUnj» pengertian, tak mungkin mejakinkan bagi pem a*Ja- vekedjaman Mak Pasah jang melanggar batas tak beralasan ran a lat dan pengarang tak berhasil mentjiptakan suasana jang b a tk Un^' m n Pem^atja menerima peristiwa dan bentjana jang diaki-
D U A D U N IA TUDJUH T JE R IT A PEN DEK NH. D IN I
S
A L A H satu penerbit jang m entjoba menerbitkan buku-buku berni lai sastra ialah N.V. Nusantara, berkedudukan di BukittinggiDjakarta-Medan. Tahun 1956 terbit pada penerbit ini dalam „Seri Denai” R obohnja Surau Kam i karangan A.A. Navis dan Dua Dunia Nil. Dini. Sajang usahanja palali ditengah djalan. Lain-lain buku jang diiklankan akan terbit dalam seri jang sama 'tidak pernah menjusul, ialah „Pantai Selatan” Mottinggo Boesje, „D aun Kering Trisuo Suraardio „T jerm in A ir” Dt. B. Nurdin Jacub, „Pesta Menghela K aju ” i) karangan idem , „Sekelum it N janjian Sunda” 2) Nasjah D jam in dan lain-lain. Bagaiinana nasib naskah-naskah jang belum terbit itu, tidak djelas. Pengarang wanita Dua Dunia Nil. Dini nama lengkapnja ialah Nurhajati Suhardini, lahir di Semarang tanggal 29 Pebruari 1936, satu tangffal jang m enjebabkan ia hanja sekali empat tahun merajakan nan Faliirnja. Tamat SMA tahun 1956 ia kemudian masuk kursus stewardess dan tahun berikutnja kerdja di GIA (Garuda Indonesian Airways), Djakarta. 3) Dua Dunia disebut D ini kumpulan tjeritanja karena tjerita jang pertama berdjudul demikian. Dan bukan itu sadja. Tjerita-tjerita semua bertemakan dua dunia. Dalain tjerita jang pertama dunia itu ialah dunia laki dan dunia wanita, dunia bebas dan dunia terikat. Kebebasan jang mengindjak-indjak keterikatan meluar batas. Hingga timbul ketegangan. Kalau diselidiki lebih landjut sebcnarnja ada lagi dunia ketiga. Jaitu dunia orang tua jang tak tahu harga diri dan menerima pemberian jang akan inengikat. Dalam tjerita ..Isteri Pradjurit” dua dunia jang diperhadapkan ialan dunia feodal dan dunia wanita baru jang mau melepaskan diri dari ke* kangan lama. Ningsih seorang wanita ningrat kawin dengan Gardjo, seorang pradjurit biasa. G ardjo gugur dan Ningsih terpaksa kembali kelingkungan lama, menderita liinaan dan edjekan dari keluarganja sen diri. Kewanitaan dan moral masjarakat Ningsih tak berani menghadapi omongan masjarakat. „A k u tak berani menghadapi sangkaan orang jang • lidak-tidak terliadapku” , katanja. „Perem puan berumah sendirian dengan anak ketjil. Dan nanti kalau ada beberapa kawan laki-laki bertamu. ah aku tidak bisa hidup begitu” (hal. 26). 1) 2) 3)
Baru terbit th. 1962. Diterbitkan oleh B .P. th 1962. Bulan Djuni 1960 Dini meninggalkan tanah air dan kawin dengan wakil konsul Perantjis, Yves Coffin, di Kobe, Djepang.
Pun dalam tjerita ini atla lagi dnnia ketiga, jaitu dunia Nik, jang mau atasi kom plex kewanitaannja dengan m elandjutkan sekolali hendak mentjapai kedudukan dalam masjarakat. Begini alasannja: „ISarto saudara sepupu Ningsih m em punjai sebutan gelar jang ada djauli diatasku. Aku tak punja sebutan apa-apa. Dan aku merasa tergugah oleh kesombongankn sendiri: aku harus m em punjai sebutan jang ada diatasnja, sebutan jang bukan sisa-sisa kefcodalan. Dan aku lari dengan kesombongan. Achiriija aku sadar, bahwa itu bukanlali satu kesombongan, melainkan satu kesadaran akan harga diriku sebagai perempuan jang mau mengulurkan tangan dalam kerdja masjarakat” (hal. 27-28). Tjerita ketiga jang punja tema dan latarbelakang dua dunia pula ialah JPendurhaka” .1) Si gadis jang telah penuh dengan kedongkolan meliliat kekalahan saudara-saudaranja kaum wanita, djadi nekat dan kasar terhadap ibunja jang mewakili dunia silam. Sedikit bombastis ia djadinja dalam memperlahankan kemcrdekaan pribadinja, apabila ia berkata: „H idupku bukan lagi kini kepunjaan ibu atait keluarga. Bukan pula kepunjaanku. Tapi liidup dan adaku kini kepunjaan negara k epu njaan bangsa, kepunjaan tanali air ini. Segala jang kulakukan bukan untuk kepuasanku semata. A ku ingin bekerdja. Dan bekerdjaku ini djuga harus berisi dengan bakti” (Iial. 67). Dia tuntut keadilan dan kebebasan wanita, djangan ada diskriminasi antara wanita dan pria. Letusan-letusan jano- agak mengagetkan djuga bagi kita jang mcngira bahwa pintu sudah terbuka sesiulali Raden A djeng Kartini m enjingkapkan dunia lerang pada achir abad jang lain. K om plex wanita terhadap lelaki nampak pula dalam „D jataju , tje rita tentang gadis Prita jang memang diharapkan orang tuanja lahir seba gai wanita. Nasibnja malang, ia penjakitan dan malaria tropika merusak urat sarafnja. Ia djadi wanita lemah, tapi kuat daja fantasinja. Seperti garuda Djataju ia ingin terbang dan tatkala ada kescmpatan ia naik sepeda sku't’e r, dipatjunja ladju htngga rasanja seperti terbang. Tapi achim ja ia kehilangan keimbangan dan mati terpelanting. D jadi p e r L a n ja a n b a g i s a j a a p a k a h Prita ini p a h l a w a n impian j a n g hanja mcmbuktikan kelemalian wanita atau hanja satu bajangan tanpa simbolik. Orang ingin hubungkan tjerita ini dengan pililian lapangan kerdja Dini kemudian. Keinginan Dini mempertaliankan kaumnja s a m p a i - s a m p a i kedaerah tabu bagi wanita susila. Mau kenal lebih dekat dengan nasib kaumnja ia dengan berani melukiskan „Perem puan W aning” , dengan lukisan suasana dan pertjakapan dacrah malam. Tapi perempuan warung Dini bukan sembarang perempuan waning. Ja adalah Kinah jang laliu harga diri dan beran f mengliadapi nafsunja sendiri dan badjingun M ardjo jang pernah merampai kegadfeaunja. Dan idealisme Dinilah jang kita dengar apabila Kinah berkata pada M ardjo: „U ntuk sekedar tjari makan banjak djalannja. Kau djangan mcngira semua perempuan diwarung itu djalang • Tjaraku m entjari makan lialal, tak mengganggu orang lain — ” (bal. 102103)’Dikalangan orang sederhana melarat pula bermain • tjerita • I' 1 ,,K.elah iran ” . D im a n a tenaga orang d ip erd ju a l b e lik a u dan orang ja n g lem a h 1)
Lihat d ju g a : Jassin, Analisa. Gunung Agung, Djakarta 1961.
tak dapat kesempatan dan tambah nielarat. Dilingkungan ini kedjudjuran sukar dipertahankan, tapi bukan tak ada. Dan apabila kesuka ran meniuntjak, rasa setiakawanpun tergugah. Demikianlah Sardin jang hidup menganggur karena kedapatan mentjuri, tatkala isterinja melahirkan, tak kurang kawan-kawan jang datang menjumbang. Hingga ia tak perlu men* djalankan niatnja, mendjual kegadisan adik isterinja untuk dapal uang dari si hidung belang. Dan keluarlah moral Diiii: „B egini inilah hidup dengan orang jang tahu penderitaan. Mereka bergerombolan mengumpul disaat susah, dan mereka jang mendjumpai hidup senang berpukulan tak kenal waktu” (hal. 63). Dalam tjerita terachir Dini bertanja: Kalau seseorang djadi pembnnuh diluar kemauannja, siapakah bertanggung djawab? Menurut aturan ia tetap seorang pembunuh dan harus diliukum. Sopir jang melanggar orang hingga mati, hukumaruija ialah pcndjara. Orang lidak ikut mempertimbangkan keadaan djiwanja jang katjau karena memikirkan isteri nja J^ng meninggal, kampung lialaman jang dibakar gerombolan. Sopir jang ditjeritakan D ini dalam „Penem uan” pcnuli penjesalan, tapi dia tak mau akui bahwa pcndjara bisa menghilangkan dosa. „Disana lianja akati menambah kesakitan” , katanja. „T ju m a aku jang bisa mengadili dan me enjapkan dosa itu” . Dan tak ada djalan lain bagi pembunuh ini dari Ditulis_pada um ur jang masih sangat peka, tjerita-tjerita D ini terasa sen mientiX dan kadang melodramatis. Persoalan-persoalan jang akan 1 ewati orang dewasa jang pengalaman begitu sadja, baginja djadi buah renungan erlarut-Iarut dan mengharukan hati. Persoalan ketjil djadi persoalan besar dalam mana ia ikut tergugat tanpa bisa menguasai diri. nalint^h* SatU bagian dari „Perem puan W arung” , tjerita jang f. *a , 1 kumpulan ini saja rasa. Dalamnja lerbajang keberanian idealisme ^ * Juc^ uran arialisa, rasa sosial, tjam pur romantik dan „ nli W ° nama laki-laki iiu, kasar dan tak sopan sikapnja dalam peroleh keba^'ldT ^ Tapi sen j um dan ketegapannja tak bisa dilupakan man ba
kesuburan N jan ji air dan nadi T • * Padang dan lem bali jang hidjau subur oleh Kinah. D i d ^ n ? ! itu tak satu nadapun jang menelusup diliati deno-an k * r ‘a1ranSawen1) tak sesobek tanahpun digenangi air kurus tPD- Ir llm^ ldian diatasnja. Padi dan tumbuh-tuinbuhan kurusdian m en h m ' ‘ f.118*1 i auS kering kuning. A ngin kemarau angin liunia TTiirli 7^ ana dengan tak inenentu kefaedahan jang dibawa*“ T
»*> ■
P »
M * " da” ® diarl! m i l ’ nia a a l'la ki disana kebanjakan m endjadi pendjaliat, nien“ f a? ram P°k. Selingkungan desa ditum bulii perbuatan kem em bunuh, menganiaja. Dan tanah disitu tetap keras dengan i) Timur Semarang\
sebidang disana sebidang disini ditumbuhi djagung atau ubi kaju jang merunduk kena angin kering. Sedjak dulii mula, sedjak djaman Belanda, Karangawen terkenal rampok dan kediahatan-kedjahatan jang disebarkan kedaerah-daerah sekitarnja. Dan M ardjo jang tegap jang manis senjum nja itupun satu kedjahatan pula, sebagian kekedjaman jang m embual dari Karangawen kedaerah Mranggen. Ia ditangkap disana, kelika sedang berusaha merampas harta orang jang lalu didjalan antara Karangawen*Semarang. — Kapan kau lepas, kang ? — Kinali m entjoba bitjara. — Siulali lama — orang laki-laki itu mulai merokok, Kansas, mewah benar bagi orang seperti dia. Tapi M ardjo memang keliliatan kaja, arlodjinja besar, badjunja bagus, dan sarungnja tenunan lialus. — Sudah pulang kedesa ? — Kinali masih membelakangi laki-laki itu. — Sudah — Kinah kembali duduk ditempalnja semula. Ia berpikir tentu M ardjo tahu dari orang desanja bahwa ia sudah kawin. — Tapi akan menetap disini sekarang — lalu ia memandang kepada Kinah makin dekal — Kau tak mau nunggn aku dnht — „K inali sekali ini tersenjum. Mukanja jang kaku itu djadi manis olehnja. Sinar lampu bioskop jang masuk kewarung tepat djatuh iwa djalinja. Matanja jang selalu menjinarkan perasaan tersipu itu tjer ang bertialiaja. M ardjo tak sabar inemegang tangan Kinah. Ditekan-tekannja penuli nafsu. Kinah agak terkedjut dan hendak ditariknja tangannja tapi erat dipegang oleli Mardjo. __Kau djuga berbuat begini dengan laki-laki lain jang datang ke&ini. Diano-an pura-pura malu kepadaku — dan didekatkannja mulutnja ketelinga^Kinah. Suara bisikan perlahan, tapi suara itu turun kehati Kina dengan tamparan jang memerahkan matanja. Ia tjepat berdin melepaskan pegangan tangan jang kasar itu. Terengali-engali nafasnja ia berkata. __Kau masih tetap badjingan, kang. Tidak ! Aku bukan perempuan jang seperti kau?angka. „K in i ia mau kuat. Terasa tertikain oleh kata M ardjo jang menganggapnja sebagai perempuan-perenipuan waning jang d a t a n g berdjadjakan kehormatan tjuma untuk beberapa rupiah. Ia mau menuudjukkan ketinggian martabatnja sebagai perempuan kepada Mardjo. Tjaraku mentjori makan halal, tak mengganggu orang lain — dan mau dikatakannja bahwa ia bukan maling bukan rampok seperti Mardjo. Tapi perasaannja sebagai perempuan tak sampai hati melukai hati lakilaki itu. . M ardjo berdiri. Tangannja meletakkan uang puluhan dimedja. Tersenium ia memandang kepada Kinah dengan kedjap mata jang kurang adjar. — Besok aku kemari lagi — ia keluar” . (hal. 97*103)
P U LA N G SATU NOVEL T O H A M O H T A R i)
s
EDJUK. Iiali penuli bahagia membatja tjerita pulang halaman demi halaman. Satu lagu perdjuangan dan puisi hidup jang sederhana seperti alam. Naclanja mesra, keharuannja murni, tjinta tanah air mendalam menafasi seluruh tjerita.
Kisahnja sangat sederhana. Tamin pulang kedesa sesudali tudjuh tahun rneninggalkannja sebagai heilio. Karena kesukaran dimasa Djepang dan revolusi, didapatinja sapi tak ada lagi dan tanah pusaka sudah ter(ijual. Tanah kebanggaari, sumber hidup sepandjang zaman. Dengan uang simpanannja dan pendjualan perhiasan, Tamin tebus kemballi sapi dan sawah. Semua berdjalan sederhana, tak ditem ui kesukaran-kesukaran. Dengan kem balinja sapi dan sawah, sebenarnja dapatlah tjerita berachir, Tam in kerdja keras disawah dan seorang gadis tjantik menjongsong hidupnja. Dapatlah kita bajangkan bahwa niereka kawin dan beranak pmak. Tapi tidak doniikian halnja. Sedikitnja bajangan itu tidak setjepat itu terdjadi. A da satu kedjadian jang m endjauhkan Tam in dari padanja. ‘ sua.tu . Pertemuan Tam in diminta tjerita dan karena terdesak ia isa kan tjerita bohong. Ia malu karena pernah digunakan Sekutu meaW- ^ an?sanja, maka ditjeritakannja bahwa ia berdjuang bersama i lnUn^ Unun* Djawa Barat. ICebohongan ini m em burunja dan t U ’ eta*man ia melarikan diri dari kampungnja. ICembali ia mengemnT.Ja anPa tl,d juan, hingga achim ja sesudali berbulan-bulan ia bertem a aiTJPunf? Surabaja. Pak B andji m enjanipaikan kabar, bahwa T^rnS^ |a' l . nJ®n'lllggal dan orang sekampung mengharapkan pulangnja. hon am*1’ 1 bahwa niereka seorangpun tak taliu akan kebol*?ere , tjinta padanja, rindu suaranja menemhang. Dia hanja i7nfnL^\r" , Jar d ja n g a n kedjudjurannja sendiri. Maka pulanglah ia untuk kedua kalm ja, p Ulan{, k k a m p u n g jang ditjintainja. p a n d a r b e r "3^!1^ 1 SatU orang pendiam dan sungguh-sungguh, tak b i‘ iT i.i^ aU / .n Sl,ka nienjepi, seorang penjair jang introvert, sibuk IaknniT ( T*aii' * S0|Kliri, jang karena itu tak dimengerti dan tingkali ,iin t.i ^ a (il P£rt^ni aan bagi orang luar. Tjanggnng dalam pergaulan oranp'* 1 f 31 Jte^a^ar ia gelisali ditengah orang banjak, menjangka T a Z L l : Z T ? -ak*n . diHnj a <3a“ mengertilali kita mengapa ia lari sanff nuff>r; pi. iraunJa sendiri. Tjerita tem bang jang dibuatnja, dimana niinrliulft1_CI1,lllslil pahlawan rakjal jang mati dalam perkelahian, metm irin Jan£ sentimentil dan melankolis. Sedikit bertenG ‘ en*uk kadannja jang padat perkasa, tapi tak mustahil. j. • gaj a kenangan, sana sini diseling pertjakapan jang laliir d a n kepenuhan. Kehan.un m endjedjakkan kaki kembali dikampung 1)
Terbit dalam seri Pem di Pembaxigunan, 1958 .
halaman, pertemuan dengan adik dan orang tua, kesederhanaan orang kam pung berchabar tentang negeri orang, semua itu dikisahkan dengan penuli kemesraan jan g wadjar dan tanpa kesentiinentilan. Bertjerita T oh a tentang Tam in tatkala pertama k ali berdiri dipinggii desa: „Ia hendak berteriak sekuat-kuatnja tak tahu mengapa. Tapi djika berbuat itu, maka suaranja dikem balikan pandjang oleh semak-sema didataran tinggi disamping kampungnja. Seperti dulu djuga, ia menjangka ada orang djauh jang m endjawab suaranja dengan gema jang pandjang. Didjangkaunja segenggam tanah, dikepalnja sekeras batu, lalu dilemparkarnija sekuat tenaganja m elewali bidang sawah dan pematang. Alangkah senangnja untuk m endengar suara djatulinja jang m cnim pa genangan air, dan alangkah indahnja m elihat burung-burung bangau jan g takut dan tcrhang karcnanja, tinggi melawan awan dan hilang djauh dibaral, dalam keeinasan langit jang mengantar turunnja mentari . „Pulang. A pakah jang dapat lebih m enggclorakan hati danpada m e ngalami pertemuan dengan keluarga kem bali ? lbu n ja sajang, w adjahnja jang bersih dan pandangannja jang mcnenteramkan, rambu nja jang a separo putih, matanja jang hitam sedjuk ilu , apa jang bisa ter ja i sea ma tudjuli tahun ini ? Betapa pula w adjah ajahnja jan^ ^ , w adjah jang berkerut-kerut dengan alis kelabu t e b a l , memitupi ma anj, jang k etjil, dan telah berseinbunji, djauh kedalam. T udju ta iun. pa aerangan iang bisa diberikan oleh waktu sepandjang itu kepada adiknja Sumi, satu-satunja jang lertjinta dibum i ini ? Ia tak dapat mem Jjang kannja, dan itulah jang mengisi setiap napasnja kini, dengan gi dan ketjemasan” (hal. 8-10). Pertemuan abang dan adik dilukiskan dengan penuh kemesraan pula. Kebanggaan adik m elihat abang kuat perkasa, ketjmtaan abang bertemu adik telah gadis dewasa. „Gadis itu terhenti dekat pintu, matanja inemandangi orang asmg jang seperti tak pernah dikenal sebelumnja. Adalah benar m mengetalnn itulah kakaknja, Tam in, jang begitu banjak m endjadi atjara pertjakapan iang tak pernah mendjemukan. Tapi tidaklali ia m enjangka, bahwa la m in akan sebesar itu. Ia tak pernah m cm bajangkan bahwa tuhuhnja akan becritu tegap dan tinggi, dan tangannja jang keluar dari lengan bad ju jang digulung itu, begitu bulat dan hitam. Seperti djuga ajalinja, alisnja itu begitu subur dan hitam melindungi matanja jang hitam berkilau. Alang kah tampannja wadjah jang hitam itu, dan alangkah lebarnja pundak jang penuh itu. Dan, betapa besarnja kekuatan jang tersimpan dalam tubuh jang begitu penuh ! Ia pertjaja, bahwa kekuatan itu akan tjukup untuk menalian amuknja kcrbau jang paling buas dari selurnli kampung nja. Ja, betapa akan bangganja nanti, djika ia bisa berdjalan disamping kakaknja memutari kampung. „Lihat, ini kakakku, Tamin. Ia datang djuga acbirnja !” „Jai ia (Tam in) tahu, gadis ilu adalah Sumi adiknja. Ia berdiri dihadapannja seperti patung, terpesona oleh lukisan jang tak pernah dibajangkan. Ram butnja jang lebat seliitam arang, digelung bnlat-bulat menutup kuduknja. W adjah bulat hitam, sebulat matanja jang benm g
T OHA M O H T A R
berkilau hidup. B ib im ja jang ram ping hitam -iiitam semburat mer^s, dan cljelas sekali bchw a itu adalah warna darah jang bersem bunji dibalik kulitnja basah. Lehernja jang djen djan g seperti lemas menjangga kepalanja, dadanja penuli, subur seperti buah datang waktunja mekar. Tangannja hitam, pandjang, lepas menggantung dari pundaknja jang bulat” (hal. 14-15). Dan belapa baliagia suasana keluarga jan g baru bertemu kem bali, penuli lawa dan kelakar jang seliat dalam kesederhanaannja. Tamm diminta tjerita tentang pengalamannja jang ban jak dalam perdjalanan jang djauh. „Ja, K ang Tam in” , m enjela Sumi, „ k it a sudah bertjerita banjak, kini datang giliranmu. Tjeritakan tentang negeri djauh. Orang menga takan, wanita mereka m elobang dahinja dan m engisinja dengan intan iano- berkilau. Benarkah itu ? ” Tanja itu diantar oleh pandang matanja jang bening, tapi punja bajangan jang djauh mendalam. H itam sekali mata itu dalam ijahaja tintir jang tidak begitu kuat. Tam in tersenjum seperti hendak tertawa, m engambil selem bar daun diagung, digulungnja tembakau, 'dinjalakan dan dnsapnja dalam-dalam. Ia seperti masih tak hendak memulai bitjara dan adiknja meiidesa£. „T jeritakan bagaimana mereka berhias, tjita jang disenanginja dan bagaimana mereka m em asak!” „A k u pergi tjum a sebagai H eiho, Sumi, kew adjibanku berkelahi an menembak, pengembaraanku ditengah hutan belantara. A ku tak perna melihat mereka” , sahut Tam in tertawa. ,Itu b o lio n g !” kata Sumi tertawa. „K a u laki-laki, Kang Tamin. IV enffapa kau tidak m em ilih satu dari mereka, membawanja pulang kemari, bfar kampung ini bcrtam bah k a ja !” Ia tertawa lagi, lalu disusul tawa itu oleh ajah dan ibanja. Biarkan dia bertjerila menurut tjaranja. Itu akan lebili baik. Engkau minta jang bukan-bukan !” kata ajahnja kepada Sumi- „N egara apa itu jang telah kau datangi, M in ?” tanjanja k e p a d a Tamm. „Negara itu disebut Burma, a ja h !” sahutnja serak. „B urm a? Kita pernah mendengar nama negara itu. B anjak H eih o jang dibawa D jepang kesana. Berapa djauhnja itu dari sin i?” Kita berdjalan sepuluh Iiari dilaut dan sebulan didarat!” kata Ta m i n ” Pelan-pelan warna kem bali m erajapi w adjahnja, dan matanja jang hitam mulai bertjaliaja. „Alangkali djau h n ja!” kata Sumi, „D ja d in ja engkau sudah dipinggir bumi*, Kang Tamin. Belapa itu rasanja untuk sepuluh liari ditengah laut? Engkau maksudkan malamnja djuga ? ” Tam in m enjahut sambil tertawa, „T en tu sadja djuga malam-malamnja. D jika engkau berlajar, seperti djuga didarat, sedjauh pandang eng kau hanja melihat tanah dan gunung, maka dilaut engkau hanja melihat air. Didepanm u, disamping adaPah air semata-mata tidak sedjem put tanah jang tampak !” „A ir semata ! Dan engkau di'iengah-tengahnja. Alangkah^gaibnja, bah wa kini engkau bisa pulang k em bali!” Semua djadi tertawa” (hal. 21-23).
P enu h kasili sajang T olia mciiggambarkan manusia clan alani Tam in bckas lie ib o kuat perkasa, adiknja gadis kam pung penuh dan sehat, Ibu dan A ja h jang telah tua. Teiitang dukun tua bergigi satu, jang bilia terlawa giginja ja n g m en on djol ikut bergerak-gerak dan mengatakan pada siapa sadja, bahw a gigi jang satu itu akan dibawanja bersaina kekubur (hal. 38), tentang anak-anak jang niantjing dan sebagainja. Lukisan alam jang idilis manis dalam kesederhanaannja, dem ikian djuga lukisan manusia seder hana dalam pikiran. Betapa penuh kasili sajang pertjakapan Sumi dengan abangnja, tanpa noda jang m elum uri djiw a kota. Mereka bitjara tentang sapi, tentang sawah, tentang kain tjita, badju dan kain dan tentang gadis sekampung. Kita ikut merasakan debaran djantung gadis clesa jang didjandjikan akan dibelikan perhiasan oleh abangnja dan niatnja kenes akan. niemperagakannja pada kawan-kawannja. „T a k pernah dalam seluruli hidu pnja ia (Sum i) mendapatkan kesempatan untuk m em ilih bad ju dan kain sekaligus. Betapa lamanja unu ' inenanti besok ? Ia liendak m em ilih tjita sutera jang berbunga mean* halinja ia m elihat diri sendiri dalam pakaian itu; kain ia 1 - o o, tapi akan serasikah itu dengan warna kulitnja? Ia liendak tersenjum, dan senjum itu tjum a melintas rlipodjok bibir. Untuk pertama 'a i ia akan mampu m enim bulkan iri dalam hati teman-temannja, gadis sekampung” (hal. 29-30). T o3ia bertjerita tentang manusia biasa dengan keinginan-keingmanja jang se er aana, liamun tjita-tjitanja melampaui batas-batas negara. 1 w U IaA,Se° ran8 ^lumauis jang bitjara, apabila Tam in pada adiknja nia k en<5a a!llan^ a dinegeri asing, tatkala kesepian merindukan ibu gadis pribim ii31^ 111 ^ 3)erl;cnui dengan manusia pelani dan kawin dengan bat. Ja seoran ^adan®. sePerli itu, Mak, aku mendapatkan seorang sahaketiifian KJUuanja terhadap tanah. “ ua’ t a i S a h p e ^ llan a.ku m *lihat isterinja. Serinia seonno- , ngalaman jang paling besar selama dinegeri orang. Isten g in k e ^ e Z i r U 3 Sedikit muda dari eilSkau’ mcTicrima aku dean dan keramalian, meski aku asing baginja. Dan matauja
jang bitjara kepadaku, aku tahu, betapa Iem bul dan sedjuk mata itu. A da lah untuk pertama kali sedjak aku meninggalkan rumah ini, djauh dinegcri orang, aku merasai seperti dirumali sendiri. A n eh dan asiug sekah datangnja perasaan itu. Bagaimana itu bisa terd ja d i! lewat mata isterinja jang begitu sedjuk, keramahannja jang tulua, aku seperti bisa m elihat engkau kembali. K erinduanku jang tidak tertalian-tahan seperti mendapatkan obat djua. T uhan berbitjara kepadaku achirnja. M__ kunikahi anaknja, seorang'gadis semuda Sumi. Itu terdjadi tidak sebulan sesudah perkenalan k a m i!” (hal. 85-37). Dan ibu Tam in bukanlah seorang perem puan p itjik jang bak kata pepatah lama: seperti katak dibawah tem punm g. Ia ingin temu menantu dan tjutju, iinpian setiap orang tua, jang telali punja anak dewasa. Tjerita Tolia ham s diresapkan. Dengan menganalisanja kita akan merusaknja. Kita liarus ikuli dia seperti mengikuti aliran hidup dalam sadiak jang baik. Ja, tjeritanja adalah puisi jang tak dapat diuraikan tanpa merusak kesatuannja. Kita bisa djelaskan, tapi pendjelasan akan senantiasa kurang dari aslinja, ketjuali djika pendjelasan itu sendiri djadi puisi. Pendjelasan menghadapkan kita pada objek jang didjelaskan dan ada bahaja bahwa berpegang pada pribadi sendiri, kita takkan mengerti perdjalanan lahiriah dan menolak alasan batiniah sang objek. Djalan pandiang liarus ditcm puh. Betapapun kita tak setudju dengan perdjalanan lahiriah, kita harus Ljoba satukan diri dengan perdjalanan batiniah sang obiek. Dan sesudah itu kita tentukan sikap lagi. Saja bisa & u ti djalan pikiran Tam in jang am bil putusan mengembara untuk kedua kalinja, nomini demikian sesudah itu saja tak setudju, karena dengan ukuran watak saia sendiri, saja tidak akan senlimentil begitu hanja karena takut diangirap bukan pahlawan, lalu mengeluarkan tjerita bohong. Tapi itu adalah saja. Dan bukan Tam in dalani tjerita atau orang lain dalam kenjataan. Tam in adalah mungkin dan tak bertenlangan dengan kebenaran umum. im. . . , . *i Ivcistimewaan Toha ialah, bahwa ia dengan m urnm ja bisa mengikuti dan membawa kita ikuti gerak gerik djalan pikiran orang jang dilukisk in n ja, perasaan orang jang paling halus dalam m enghadapi P fn stiw a peristiwa jang mengharu kalbunja, dalam harapan dan tjila-tjita Dan kem um ian itu disebabkan karena ia masih satu d en g an tok oh -lok olm ja, mengerti kcinginan dan hasrat mereka dalam suka dukanja la adalah ,K‘n"aran" rakjat satu dengan rakjatuja dan mengukur m e r e k a dengan ukurannja sendiri. Karena itu lak adalah nada edjek dan ijem ooh terhadap rakiat eederhana jang dilukiskannja dan tidak pula la kasihan bei le bih 1‘ebihan. Ia bitjara sebagai seorang dari mereka, bukan sebagai seoraug kota ian-r menganggapnja bodoli dan memaksanja mendjuruskaa pikiran kearali iang dimaiiinja. Ia hargai tjila-tjita orang desa petam jaug menga n ^ a p tanah sebagai kehidupan, bukan sebagai orang luar, tapi sebagai orang senafas dengan mereka. Maka itu ia bisa tjerita tentang ibu Tamin iane penuh tjita-tjita mengenai dunianja: djauh dalam dasar hatinja perempuan tua ilu melihat kembalinja sawah jang telali bermusim-musim dikerdiakan oran.-r. Ia melihat betapa ramai rumahnja kem bali dengan ajam-ajamuja, betapa Sumi radjiu menaham bibit-bibit ditengah sawah, dan badjak disamping kandang itu akan niengkilat kem bali, dan la n n n
jang pulang setiap petang dengan kerxngatnja bertjutjuran. Rumahnjd hendak h idu p kembali” (hal. 62-63). M engertilah ^kita bagaimana terdjadinja ungkapan „tanah air” dan „tjinta tanah air jang sehari-hari kita gunakan tanpa menjadari isinja, apabila T oh a bertjerita betapa besar artinja tanah air bagi petani. ngah malam kadang-kadang, atau djauh sebelum m endjelan" pa
d b
a
T
. J
a
l0 g lk a lla,am d ja la n tjerita, p ik ira n kita m e n g h u -
ja, ’« ,an
SUtl“ h
dibati a
dengan
apa
jang
sedang
r la mapa jansggu akr tjerita akan en ggan kesenangan k ila .
diuk da^!mlI1ti*>^]tat^ *cesa^a*ian kesar, beberapa keehilafan bisa ditunnia nenjrari 7 f-, la’ kecliilafan jang niudali dihilangkan, sekiradikirim kepertjefakanWaSpada m cneliti karangannja kembali sebelum m en d ied ia k k an ^ 3^ - t'j?r*ta dikisahkan Tamin seolah baru pertama kali neTeri a f n . n t d~ an.ah air kem bali’ ae8udah bertahin-tahua divolusi bertem nuV d kemudian dikatakan, bahwa ia dizaman retermakan n R a m p in g Belanda menindas bangsa sendiri, k arem K S l S t l K T ^ SeklUu me»S agetkan djuga, karena Pak Djais tak memberi kerdiakan u ? tuk Peraeaan demikian. Ditjeritakan bahwa Tamin Kerajakan sawah dengan 8api pindjam an (hal. 65), pada hal sebelumnja
dikatakan baliwa ia telah djual perhiasan hingga tjukup uang persediaan untuk m em beli sapi dan sawah (hal. 62). Larinja T am in karena kebohongan k e tjil m asih dapat saja terima sebagai ilustrasi dari kesunggulian dan tanggung-djawab bekas h eih o T am in terliadap arti kata jang orang lain lontarkan seenaknja sadja, seperti w akil Pem erintah jang datang dari kota m em beri wedjangan dim akam pahlawan, sedang dia djuga jan g dimasa perang Asia Tim ur R aja menggalakkan pem uda untuk masuk h eih o dan d ja d i unipan me* riam. „A lan gkah gym pangnja unluk bitjara seperti itu, untuk berkata tanpa hati sepolong djua” (hal. 109, 110). Ja, ban jak m em ang tenagatenaga kerdja jang sungguli, jang terpukau oleh om on g gede orang besar, hingga m engira usalianja ketjil tak berarti. D em ikian pun perginja Tam in dari desa, betapapun anehnja dilihat dari sudut mata ke* njataan, setjara artistik punja kebenaran jang bisa diterim a. Tak ada ketaklogisan dalani djalan pikirannja jang dikuasai obsesi, bahwa ia telah lakukan perbuatan k ed ji, bercliianat pada kata. Penderitaan batinnja satu bukti kesungguhan kedjudjurannja. ICiasan-kiasan tidak keluar dari rangka suasana dan djiwa kedesaan. Tam in dikatakan kekuatannja „tju k u p untuk menalian amuknja ker* bau jan g paling buas dari seluruh kainpungnja” (hal. 14) dan sawah harganja „d u a lipat dari liarga sapi dewasa” (hal. 37). Dan dalam sua sana in i pada tem patnja perbandingan: „m ataliari telah setinggi n jiu r (hal. 57). Orang tua m enghitimg um urnja dengan peristiwa alam dan dengan bangga Pak B andji bertjerita, bahwa ia telah kawin dan punja anak tatkala gimung K elud meletus (hal. 79, 80). A ch irn ja satu lagi kulipan dari buku k etjil bernilai ini, tentang kepandaian Tam in menembang, apa isi tem bangnja dan betapa pengaruhnja pada orang sedesa. Tahulah kita bagaimana tembang tertjipta dan kem udian djadi m ilik bersama, djuga betapa tjaranja pola-lam a kadang berobah, dirobah oleh sang penjair. „D an pertama kali ketika ia menembang m endjelang malam, seluruli kampung seperti tersentak karenanja. Itu adalah hari pertama ketika ia mengerdjakan sawahnja. Ia merasa tjapai, inemharingkan tubuhnja pandjang-pandjang diatas dipan sambil mengepulkan asap rokok daun djagung keatas langit-langit. Seperti ada sesuatu jang menggerakkan ia untuk duduk, dibuangnja puntimg rokok kesamping dipan, lalu pelan-pelan suaranja naik dalam lagu Asmaradana. Suara itu penuli dan lunak mengajunkan udara dalam riunahnja, inenembusi lobang-lobang dinding dan m endjalari kegelapan diluar, m enjentuli daun-daun dan dibawa angin m erajapi dinding-dinding rumah seluruh desa. Seperti tergetar uda ra desa jang tcnang itu penuh oleh alunan suaranja. Jang belum pernah mengenai, m endjulurkan kepala, itulah suaranja ? Alangkah merdunja. Jang pernah meugenalnja menerimanja dengan kagum, dia sempat m enembang achirnja. T u dju b tahun seperti tak berobah suara itu. Dau anak-anak pem antjing dipinggir kali jang pernah ditemuinja mengangkai kepala dalam tidurnja, ia niemenuhi djandji, ia m emenuhi d ja n d ji! Kang Tam in m enembang untuk kita malam ini. Dan hati para gadis- dalam kampung jang ketjil itu djadi bangun karenanja, dibawa oleh suara Tamin naik dan lurun mengikuti irama, mereka meuutup matanja pelan*
pelan dan m im pi indali inengantar tidur niereka malam itu. D jika ada suami isteri jang bertengkar pada malam seperti itu, niereka akan berlienti, m ata akan berpandangan-pandangan dan damai menguasai kalbu. Alangkali lunaknja, alangkali Iialusnja ? Lagu itu punja kekuatan unluk m enggerakkan hati seluruh kampung.
T em bang itu mengisahkan seorang anak kampung jang pergi kekota keradjaan dan berhasil m endjadi tukang kuda dalam istana. Puteri radja satu-satunja jang masili remadja acliirnja djatuli tjinta, sebab dikisahkau anak kampung tukang kuda itu tampan dan gagali sekali. R adja djadi m urka mendengar peristiwa itu dan sebagai pentjegah peristiwa itu radja mengadakan sajembara: barang siapa bisa m enundjukkan dirinja paling pandai bermain pedang akan djadi menantu keradjaan dan berliak diangkat djadi putera-malikota. Tak ada jang memasuki sajembara itu, sebab telah tersiar kabar, bah wa seorang putera radja negeri lain, telah nienjatakan mengikuti sajem bara itu. Anak radja itu terkenal sebagai ahli bermain pedang jang tak ada taranja, dan oleli baginda radja negeri itu meniang diharapkan untuk diam bil sebagai menantu. Dekat batas waktii sajembara itu habis, muntjullah tukang kuda itu se agai penantang. Maka ramailah alun-alun dikundjungi oleh penduduk se uruh negeri liendak menjaksikan perkelahian pedang jang pasti akan a sjat itu. Pada waklunja muntjulliah putcra radja mengikuti sajembara engan pakaian kebesaraan kegelanggang dengan pedang mengkilat ditangan, sedang tukang kuda itu dengan pakaiannja jang bersahadja tapi tampan dan gagali sekali dengan pedang pula ditangan. Tak seorangpun a an mengira, bahwa tukang kuda itu akan dapat m engim bangi keinahiran putera radja jang telah begitu tersohor. D ilu a r dugaan oran g ja n g m e n g ik u ti kisali te m b a n g itu , m a k a anak tu kan g ku da itu m en in gg al d a la m gelan ggan g, putus leliern ja al as
law an n ->a d a i 1 m a ja tn ja d ian gk at oran g dan d ita n an i k etem pu tera rad ja ja n g d in ja ta k a n sebagai p e m e n a n g , dian ®ebagai p en ggan ti bagin da dan b erliak in en g a m b il p u teri seba-
*1
nobatk .
m end^el1'1218111*^ kisali itu tid a k b e r h e n ti d isan a, seb a b p a d a eaat t • c S llpatjAra puteri itu l e n j a p /t a k seoran gpun ja n g m e n g eta h u i-
t ’• .®^Cra )aginda mengerahkan seluruh. balatentara untuk m entjarinja tapi itu telah terlamfcat. fl !r -;/-Uteiri ra d i a *jan tik itu d id ap a ti orang m e n in gg al friem bunuli 13 a en g an sebilah keris diatas pusara tu k an g k u d a , k ek a sih n ja.
Kisali itu dalam bahasa Kawi, disusun dalam benttik tembang lagu ism aradana; susunan itu begitu indahnja dan djadi hidup dalam bajangan setiap pendengarnja jang mengeual bahasa itu. Tamin^U^ an”
*Ul ka3a31 dalam-gelanggang d ja d in ja ?” tanja ajah
»Ja, P ak! T api ia menang dalam inerebut hati puteri itu !”
„ Alangkah indahnja kisah itu. Kukira itu belum pernah ada dalam buku-buku!’* „T id a k ! Itu tidak terdapat dalam b u k u !” „ B agahnana engkau tahu itu? Dari mana kau dapat itu !” Hening sedjenak. Tam in tidak segera m enjaliut. Lalu dengan suara pelahan dan setengah ragu-ragu ia berkata: „Itu lantaran aku sendiri jang m enjusunnja!” „K a u ? ” kata ajahnja terkedjut. „K a u ? Siapa bisa pertjaja itu? Eng kau anakku?” „Ja P a k ! Kususun itu selama perdjalanan dan kutembangkan itu dinegeri djauh meski orang tak mengerti artin ja!” Dan esoknja, dan hari-hari sesudahnja, kisah itu m endjadi atjara pembitjaraan orang kampung. Mereka kagum akan isinja, dan sebentar sadja ia merata m endjadi m ilik seluruh desa. Tam in pulang raenibawa tjerita tembang unluk kita” (hal. 66-70).
TRISNOJUW ONO D A N D U N IAN JA I A N G IN L A U T A dalah satu hal jang mengherankan, bahwa Trisnojuw ono jang m em berikan harapan-liarapan baik dengan bukunja Laki-laki, dan Mesiu, men jod ork a n kumpulan Angin Laut jang djaidi dibawah nilai pada masja rakat jang mulai mengaguminja. Iveduanja terbit pada Pembangunan berantara satu tahun, jang per tama terbit tahun 1957 dan jang kedua tahun 1958. A da alasan untuk du* gaan bahwa urutan penerbitan mestinja terbalik, tjerita-tjerita jang dikumpulkan dalam Angin Laut lebih dulu ditulis dari tjerita-tjerita dalam Laki-laki dan Mesiu. M ungkin djuga terdjadinja sewaktu, tapi pilihan untuk Laki-laki dan Mesiu, lebih dipertanggung-djawabkan- nilainja. B e tapapun djuga harapan jang dengan beralasan dipandjatkan orang pada Trisnojuw ono pada waktu terbilnja Lalzi-laki dan Mesiu, djadi kendor dengan terbitnja Angin Laut. Ivegiatannja menulis tjerita dalam sekiau banjak surat kabar dan m adjalali — B erita Minggu, Pikiran Rakjat, Ria, 1 jinta, IContjo, Roman, Star W eek ly , T rio dan banjak lagi — tidak m e nim bulkan kekaguman, malah keketjewaan pada orang jang masih mengharapkan sesuatu jang bernilai sastra dari padanja. dikum pulkan dalam A n g in Laut masih versi jang agak bai ari tjerita-tjerita hiburan jang diobral Trisno dalam m adjalah dan surat kabar. K etjuali dua tjerita, ja ilu „P ak A m in” dan ,,Pahlawan” , semua tjerita berperankan „A k u ” , seorang pengarang. In i tentu sadja bukan f K eterusterangan ada baiknja, tapi pameran kompleks-kompe kekerdilan memualkan djuga, kom pleks-kom pleks hina diri jang jari saluran, tapi terlalu kentara masih dasarnja. Sebagian besar tjeritaje n ta a aiah projeksi keingm an pemuda sebelum kawin, bahan mentah penga aman-pengalanian jang belum disublimasi. Meskipun tidak semua u a am semua tjerita nam anja sama, begitupun tidak semua D ia daam semua tjerita punja nama jang sama, dapatlah diraba, bahwa tjerita sebagian besar bersifat otobiografis. ■ , P e ° a1a^ -P(-rsoal an tak besar dan plot tjerita terasa ditjari-tjari. Inia ma jam nja tjerita-tjerita jang dibatja dalam m adjalah ringan sambil a u a am perdjalanan kereta api atau kapal terbang jang djauli, itupun o e pemuda-pemuda belasan tahun jang dimianja terbatas pada patjarp jaran, angan-angan perkawinan, djago-djagoan dan pahlawan-pahawanan. A pakah jang bisa diliarapkan dari orang jang persoalannja dia asi o eh gangguan pikiran seperti in i: „A k u sadar bahwa tidak ada perem puan jang niungkin tertarik padaku pada pertemuan pertama” . \ k 3** 130), »betulkah kau tjinta padaku, orang seburuk mi U A k u dan Angan-angan”, hal. 90, 92) dan „aku laki-laki jang banj ak disukai oleh gadis-gadis manis” („R u m a h Baru” , hal. 162), „dalam hati k etjilku (aku) tetap punja rasa rendah diri karena tampangku jang
tidak menarik” („R etnow ati’\ hal. 133). Kegelisahan inilah jang menimbulkan segala kcgiatan: mengarang, tjari rumali, masuk tentara dan sebagainja. > Perkataan tjinta dengan rojal tersebar disetiap halaman. Kata ini terlalu. besar untuk dirangkum isinja oleh orang biasa, tapi^ salah sata tafsiran diungkapkan dalam tjerita „R etnow ati” . In i tjinta jang murni konon. Sang A ku s-etaliun lamanja saban hari M inggu duduk dipodjok nonton si Gadis latihan tari, baru berkenalan bitjara. Itupun tjara kebetulan dibioskop waktu nonton. Kem udian berbulan-bulan hanja begitu. Papasan didjal'an, lambaikan tangan. Berfilsafat A k u jang djatuh tjinta „dengan hati seperti api” : „K alau djatuli tjinta berbuatlah atjuh tak atjuh, atau kalau djatuli tjinta pendamlah rasa itu dan bersikaplah sebiasa nnmgkin” (hal. 132). Maka lama kelamaan eratlah hubungan niereka. Untuk mendjemputnja kesekolali sang A k u bolos dari kantor. Dengan senang sang A k u tjerita tentang dirinja seolah m endjeladjali dan mendapatkan peneinuanpenemuan ltiar biasa: „Dengan seintji dem i seintji. selangkah dem i selangkah (itu )” aku berhasil. „Ia ternjata sangat menjukaiku, tentu sadja karena aku bisa melajaninja. • —■ Tjerita-tjeritaku kerap kusertai dengan hal-hal sedih tentangku jang bisa menimbulkan rasa kasilian. Ia djadi sajang padaku ........... dan seterusnja, dan seterusnja” (hal. 133). Saudara liliatlah, in i sematjam kursus tentang tjinta bagi anak-anak tanggung dan meskipun tidak pedagogis, lebih pada tempatnjja dimadjalah pemuda untuk m em pertjepat proses pengertian tentang t’jinta. Sajangnja sang A ku gagal dalam merebut hati sang Gadis, jang menamparnja seperti terdjadi difilm , tatkala ia liendak praktekkan teori tjinta jang dinamis. Selingkungan dengan tjerita „Retnow ati” dan liarusnja dibatja lebih dulu, ialah „A w al Musim Semi” . Sang A ku berkundjung pada gadis mania jan
TRISN O JU W O N O
dian m enaiki kuda, aku sepedanja. Dan kuda ditjam buk, lari! Hanja be berapa meter sadja sepeda berdjalan seperti jang kam i inginkan, kemu dian terbalik karena kuda terlalu tjepat larinja dan terseret membalik balik. A ku terbanting dirumputan, tidak apa-apa, m alah gembira” („A w al Musim Semi” , hal. 4 7 ). — Tjerita ini barangkali akan menggeinbirakan pemuda-pemuda crossboy, tapi tak ada nilai pendidikannja. Dalam tjerita „A n gin Laut” sang Aku pergi dengan gadisnja kedesa untuk minta per^etudjuan pertunangan pada ibu dan ajah sang gadis. • Pertemuan gagal, karena sang ibu sama sekali tak setudju dengan bakal menantu jang dianggapnja tak tahu adat. Dapallah ditcrim a apa jang dikemukakan sang ibu jang bidjaksana dan penuli hikmat. Sisipan komentar diam-diam sang A ku sana sini, hanja m enundjukkan tidak mengerti djalan pikiran orang tua dan anggapan remeh jang tidak pada tempatnja. Ibu tidak keberatan Aku berhubungan dengan anaknja Darmi, hal itu dianggapnja wadjar. T ap i „bagi saja, nak” , katanja, „seharusnja membcritahu lebih dahulu. Itu perhi sekali. Kalau sudah, tentu akan baik djadinja. Kenjataannja sudah saja alami. Malu sekali sebagai orang tua hanja mendapat kabar dari sana sini tentang anak perempuannja jang bersekolali dilain kota, berliubungan dengan pemuda jang tidak kami kcnal” . — „Dan kalau saja pernah bertanja kepada Darmi, tentang asal-usul serta sekolah atau pekerdjaan nak, djangan terus menganggap saja mataduitan. — Saja tidak menghendaki supaja anak saja kawin dengan orang kaja. Sungguh tidak, nak, Tiap-tiap ibu tenLu akan bertanja, ingin tahu dengan siapa anak perem puannja bergaul. Orang lewat sadja kadang-kadang ditanjakan siapa dia, dan seterusnja. Bertanja sekedar untuk tahu, bukannja untuk mengukur pangkat atau kekajaan” (hal. 16, 17). Nasihat-nasihat jang diberikan selandjutnja oleh sang ibu dianggap sang Aku menghina, karena ia selalu melihat dari sudutnja sendiri. Dan tjelakanja ia bungkem sadja dan tak mendjelaskan apa jang dipikirkannja untuk mendjernihkan soal. Mungkin dalam kedjadian sebenaruja inilali jang terdjadi. Dan tje rita sang A ku ialah laporan tentang kedjadian itu. Ini berarti bahwa peristiwa-perisliwa tetap balian mentali jang belum diangkat ketingkat ar* tistik jang punja kehidupan sendiri, masih terikat pada kedjadian chusus jang telah dialami pengarang. Pertjakapan antara Aku dan ibu mes tinja mentjapai puntjak jang drainalis dalam tandjakan pertikaian batin oleh perlainan paham, barulah kita dapat menghargai keputusan jang diambil. Terlalu gampang bakal menantu dikalahkan oleh bakal mertua da lam perdebatan jang berat sebelah. Apa jang hendak dikatakan Aku tinggal terpendam, karena dia tak diberi kesempatan oleh sang Ibu. Dan kitapun tak djadi tahu sampai kemana pertahanan sang Aku untuk membuktikan ijintanja, meskipun ia disebut „tukang berontak” oleh sang ibu. Lebih berani dan dramatis saja rasa pertjakapan-pertjakapan Dini misalnja dalam „Pendurhaka” dan lain-lain tjeritanja dalam Dua Dunia. Apa jang disebut kompleks, ialah persoalan djiwa jang tak perlu djadi persoalan. Apabila sang Aku tak mau membawa oleh-oleli buat
bakal m ertua, karena pertimbangan bahwa itu akan merugikan harga diri, m aka itu adalah kompleks. Orang bisa membawa oleh-oleh tanpa pikiran bahw a itu untuk m enjogok hati mertua, tetapi karena hati tak murni m aka tim bullah persoalan itu. Apakah salahnja menjenangkau hati m ertua jang memang mau direbut hatinja? Lagipula sang bakal menantu sudah pantasnja m em ikirkan kesenangan bakal mertua, mentjoba m engerti dunianja. Tambali-tambah lagi sikap Aku berdasarkan kom pleks, apabila kemudian dia beli djuga rokok buat bakal mertua, karena rupanja dia tak jakin akan kebenaran sikapnja. Djangankan orang kam pung orang kotapun djuga tak senang bakal menantu jang sikapu ja tak p ed u li pada bakal mertua. Maka tak menglierankanlah sambutaa dingin terhadap sang Aku. Persoalan „A ngin Laut” kita temui kem bali dalam „R um ah Baru” . betelah sang A ku susah pajah mengusahakan rumah, lamarannja ito ak ibu sang Gadis. Sami m awon persoalan „Sahabat Pena” , tentang seorang pria jang dua tahun tjinta-tjintaan dengan surat dan tatkala mendatangi alamat korespondensi, diterima setjara tak enak oleli ibu (angkat) sang Gadis. Pertenman gagal dan liubungan selandjutnja putus. .
Tjerita „Perm ainan” satu reportase latihan terdjun dengan pajung an tak lebih dari laporan pandangan mata. Beberapa orang mati atau tjatjat, tapi peristiwanja tak mengesan. Dalam lingkungan ini djuga ru panja terlahir tjerita „Sebelum P ajung Terbuka” , jang dimuat dalam Kisah dengan sorotan antusias dari M. Balfas. !) Tak dapat dianggap serius tjerita „K u tjin g” jang seram-seraman deagan lelutjon-lelutjon jang hambar. Tentang pengarang Aku jang untuk kesehatannja m enjeinbelih dan makan kutjing atas petundjuk dukmi. Satu persoalan ditjari-tjari pula kita temukan dalam „A n ak dan ngan-Angan . Sang A ku disiksa pikiran bahwa anak jang akan lahir a ..Un rupanja seperti bapaknja, djika lelaki takkan ditjintai wa nita, djika wanita takkan laku pada pria. Sebenarnja sennia persoalan bisa menarik, kalau tjara menghidangrena^a u Pada permnlaan sadja sang Aku sndah memualkan, kaia ia lak suka djalan dengan isterinja sebab malu perntnja besar sedang ulan” 31^ katanja. I ni rada bertenlangan dengan pernjataannja ber•t V . a baliwa ia sangat tjinta pada isterinja, bahkan ia tjemburu rinja nonton don senang pada peniain film jang tampan.
Efek-efek murah mau ditjari dengan tekanan-tekanan tak perlu. Apam-L- san" ls*eri berkata: „D jon , tidak kuu ingin punja anak semanis ilu ? r* l-Car S1 f uanii ialah: „A k u sungguh terkedjut seperti disambar i JsteriIcu) tidak insaf bahwa dengan pertanjaaunja itu ia ria « n ,0n% • kengerianku jang sudah lama kupendam” . — Dan kengenil UU*1: ketakutan, bahwa bakal anaknja tak tjantik. Sensasioi 1 • ramatls J'enungan-renungan sang A ku: ..Bagaimana kalau nanti nin’ AT1 l a.n® kntakutkan ? Apa bisaku ? Bagaimana nanti djadi* tj " t ?1, i1J? ' ,U nScri» taPi sndah terlandjur. Isteriku sudah mengang. lid a k lama lagi akan lahir seorang baji, anakku, kettmmanku. Baji i u Uanjak nnmgkinnja akan hidup terus. Aku sehat, Tini sehat. Dan 1)
Kisah I V /4 , April 1956.
Tini sudnli setcngah gila inerindukan anak. A ku ilidak setudju, tapi sudah terlambat. Kenapa lidak dulu-dulu kusadari dan kuusahakaa sebaik-baik n ja? Tini sudah mengandung! Tjelaka. Bentjana sudah dekat sekali” (hal. 85). Tidak, A ku bukan takut anaknja lahir tjatjat karena sakit sifilis, seperti begitu mentjengkam ditjeritakan Abas Kartadinata dalam tjerita nja „N jan jian Sumbang ditengah Malam” . *) Dia hanja takut anaknja tak tjantik seperti ibunja, tapi djelek seperti bapaknja. Apakah ini tidak satu pantjingan pula bahwa sang Bapak tidak sedjelek sangkanja? •— Dia sangat berat hati untuk bitjara dengan isterinja, katanja, meskipun ia seorang berani, „pernah berani membunuh serdadu Belanda” (hal. 91). Lagi-lagi kompleks rasa djago dan ingin di* pudji, koinentar kita. Ketakutan bakal ajah terasa berlebih-lebihan dan alasan-alasannja ditjari-tjari. Berkata ia pada isterinja: „Misalkan, d i a ..... laki-laki. Tidak Ljatjat, tidak, aku pertjaja itu, tapi dia ... dia ... seburuk bapaknja! Tjoba bajan^kan, bagaimana maljam hidup jang liarus ditem puh? Setelah dewasa tentu akan menderita berat dari jang pernah kualami. Ia liidup hanja untuk menderita. Ia akan selalu djatuh tjinta pada gadis-gadis paling tjantik. Sedang aku jakin, tidak akan ada gadis jang tjantik jang mau bergandengan dengannja. Apalagi membalas tjintanja. Ia akan seJalu merasa rendah dan hina, ia akan lerasing dari pergaulan ... dan se erusnja dan seterusnja. „K arcna itu aku tidak mau punja anak. Karena itu aku tidak mau kalau anak kita hidup terus. — Kau sudah mengandung sebesar itu ... Apa jang liarus kila perbuat? Aku tidak kuat lagi disiksa angan-angan Lain menangislah suami isteri berpelukan. Hati sang Aku „liantjur (hal. 92*93). Snobistis saja rasa penjebutan lagu-lagu asing jang saban waktu harus dinjanjikan, tak peduli tjo tjo k atau tidak dengan tempat dan suasana. T in i melagukan „W iegenlied” dalam berbetjak kebioskop dengan suaminja, sedang sebelunuija mereka bertengkar hingga ia menangis. M endjelang pagi sesudah semalani-malaman tak tidur „dengan hati leo-a” (sang) Aku tertidur diiringi suara Tini lem but menggumamkan „Liebestraum ” (hal. 94). Sang A ku m enjanji „I1 Trovatore” waktu mandi dan naik kereta api (hal. 161). Dan banjaklah lagu-lagu disebut: ,,Home sweet H om e” , „Santa Lucia” , „N octurne” Chopin („A w al Musim Semi , hal. 40, 44, 55), „T h e Blue Tango” („K u tjin g ” , hal. 79) dan banjak lagi. Satu tjerita jang djuga hanja tjukup baik untuk madjalah ringan ialah „U lar Belang” . Pengalainan beberapa pennida jang hidup sepetak dan pada satu waktu digegerkan dengan adanja ular. Mereka biuiuh ular itu jang tem jata ular belang, tapi orang kampung jang pertjaja talijul meramalkan bahwa akan datang lagi jang lain. Dan betul sadja, kemudian datang lagi jang lain jang djuga mereka bunuh. Ternjata ular ini bukan djenis ular belang dan orang kampung meramalkan bahwa akan datang dna matjam ular lagi jang akan membalas dendam atas kematian kawannja. Orang kampung djadi mcmusulii pemuda-pemuda jang telah 1)
Zenith I I / 6 . Djuni 1952.
d ja d i sebab akan datangnja benljana besar dan. tak tahan pembekotan, para pem uda achirnja pind'ah kembali kekota. Tidak m em perlihatkan achlak jang baik tukang tjerita dalam „M atanja sebening Mataku” . Sang Aku jang memperkosa anak gadis seorang h a d ji, tatkala ditanja, terlalu pengetjut untuk mengakui perbuatannja, meskipun didjan djik an mereka akan dikawinkan dengan baik. Pandangannja terhadap orang desa sangat rendah karena dia merasa orang kota^ terpeladjar, sedang Harti meskipun tjanlik „hanja keluaran sekolah desa . Dan dia „tidak berani kawin dengan anak desa jang tjantik itu” (hal. 146, 147). M en djidjikkan ijaranja aku tjerita tentang perkosaan pengetjut jang Harti kulihat keluar dari pintu belakang. ICudengar ka*aV'atanja pada pelajannja bahwa ia hendak kekakus. Dan selangkah lagi 6 kakus’ kudekap Harti. Ia meronta-ronta sekuatnja, tapi U 1 1 |;u at- Dan terdjadilah hal itu. Aku telah berbuat sesuatu l3]1^ P®rna^ kuperbuat sebelumnja. Nafsu dan dendam kulepaskan, a u utmggalkan Harti jang terbaring menangis ditanah” (hal. 147).
1 akukannja:
M engenai perintjian tidak ditjeritakan apakah Harti mulutnja disumpa nngga tak dapat berteriak minta tolong dan apakah ia tidak terberak-berak, tapi sugesti kearah itu tjukup djelas. At
kemudian :mengandung, dikawinkan dengan orang lain, karena u a mengaku. Dan tatkala pahlawan kita sepuluh tahun kemudian er emu ^ em bali dengan Harti sekeluarga, ia menjesal, karena Harti nampa nja^ „m asih setjantik dulu, tapi lebih masak, nampak lebih terK ^rt'” arn l djadi merasa djatuh tjinta betul-betul pada 1 ' 13 • 9 ), katanja. — Baiklah tak usali kita tanjakan apakah aksud sang pahlawan dengan „terpeladjar” dan „tjin ta” . dnnnii^3-^ b f raku sang pengarang dalam tjerita „P a k A m in” jang hiU n tu n "S(]a i*n l*na* lj ari kerdja tak dapat hingga timbul niat mentjuri. dia na"' I.3 Ju.m Pa ^awan lama jang m engadjaknja ketangsi dan memberi kebiilr81 L-11 r° ° * dan ^ 'am*(^ ani memasukkan wTang kekantongnja. Tapi t]i i a.n . im lak dapat ikut dikeljap keluarga dirumah. Ditengah saan karTu p e S d n ^ 'p
l
^
a
ke be t u!a!1 m elan tjarkan pem erik-
ta l .* uujuk . r a k Am in ditahan, tapi la m entjoba lari mau an_ 351 Pac*a anak isterinja. Dia ditembak dan orang digubuk siamenunggu pulangnja. S t r „ c„ i3„ ^ i tema JanS baik, agaknja dengan dasar pikiran mau menffffugat aiah benT31*!^ ? nP korban. Memang satu tragik telah terdjadi: Sang lim m p l.t i a am c'Ja^an pikirannja, polisipun tak dapat disalalikan daPile Ami Ur>ai1 tu6af ni a- Tapi tak tjukup aliasan untuk berpihak pada luna kirfn ertanJa 18 Pernah berniat djelek, kedua tak teguh alasannja harun nnni P^^dut.uk dan ketiga, ketaksabarannja hingga melarikan diri but ana Jang.Patut ditanggungnja sendiri. Lagipula tak disesendiri rml. t f m menganggur, apakah tidak karena salahnja k'lr^n a*u • Perf oa^an Am in harus ditindjau dari segala sudut, mPnflr!lrPem at^Ui 8ematjam hakim dan pengarang harus dapat )n k im ; - 811nipatl gl oran8 J*ang dipihakinja. Pengarang djuga seorang J ng harus mengerti persoalan orang-orang jang dihadapinja.
T jerita lain jang tak beraku ialah „Pahlaw an” . Tentang Ipin jang menderita penjakit veneris dimasa revolusi, tatkala sukar mentjari obat. Karena itu ia takut kawin dan tjari kompensasi masuk TICR. Rupanja waktu itu tak ada pemeriksaan kesehatan sebelum masuk tentara. Karena penjakit Ipin nekat dan masuk pasukan penggempur dengan harapan akan gugur sebagai pahlawan. Dalam satu pertempuran ia luka parah, tapi tidak tewas. Sesudah dirawat dirumah sakit, ia sembuli, djuga penjakit jang ditakutinja jang ternjata hanja penjakit gono jang baik eendirinja dengan suntikan penisilin. Dikisahkan dari luar, tjerita ini tidak punja penemuan-penemuan psichologis seperti tjerita Sarpin Danuasmara dalam M ereka jang dilumpuhkan. Nada jang kesungguh-sungguhan tidak pula dapat mem berinja tjorak hum or ataupun satire, meskipun bahan tjerita baik sekali untuk itu. Satu*satunja tjerita jang agak bisa dipertanggungdjawabkan dalam kumpulan Angin Laut ini, ialah „B cIla” , meskipun temanja bisa ditjap bordjuis. Sepasang suami isteri tak beranak pada satu hari dapat andjing jang bagus, dinamai mereka si Putih. A ndjing ini sesudah beranak, menghilang. Segala daja upaja untuk m entjarinja kembali, sia-sia dan dua anak jang ditinggalkannja sesudah beberapa hari mati kelaparan. Sebenarnja tjerita bisa berachir disini, tapi disainbung lagi. Si Putih datang kem bali sesudah anak-anaknja mati dan dalam kemarahannja sang isteri mengusirnja. Malang bagi si Putih ditengah djalan ia mati dilanggar m obil. Dan beberapa hari kemudian tjara kebetulan sang suami dapat keterangan, bahwa si Putih sebenarnja bernama Bella dan andjing kepunja* an dokter Am in. Dirumah dokter itu ia tinggalkan pula beberapa anak, selamat. Anak-anak jang dilaliirkannja sebelum bertemu suami isteri da* lam pok ok tjerita. Bordjuis sifat tjerita, karena tjurahan perhatian berlebih-lebihan pada andjing: disajang-sajang, dimandikan dengan sabun wangi, diberi daging dan busu , dirawat istimewa, seolah tak ada soal lain jang lebih penting, soal manusia jang melarat. Dalam masjarakat jang teratur memang hewanpun perlu dapat perhatian dan kita kenal perkumpulan bersem bojan „Sajangilah binatang” Dapatlah diharapkan bahwa orang jang sajang binatang, djuga sajang manusia. Suami isteri jang diljeritakan, meskipun bukan orang melarat, bukan pula orang jang tidak kenal kesedilian. Sudah delapan Tahun mereka kawin, tapi tak dapat anak. Kawan-kawan mereka tak punja, kehidupan rumah tangga mendatar sadja. H iburan satu-satunja bagi mereka hanja radio dan bagi sang suami isap pipa. Maka tak lieranlah, bahwa datangnja andjing djadi peristiwa penting dalam kehidupan mereka. Tentang si Putih melahirkan dikisahkan pandjang lebar, begitupun tentang anak-anaknja dan usaha-usaha sang isteri memeliharanja setelah ditinggalkan ibunja. Saja kutipkan beberapa lukisan jang bagus, ditangkap pada saat-saat kelahiran peristiwa: „S i Putih dengan susah pajah masuk kekerandjang, mcletakkan badannja jang ham pir m emenuhi kerandjang itu. Dan isteriku lebih banjak tertawa ketjilnja ketika melihat anak-anak andjing itu menjusu dengan l)
Tentara Keamanan Rakjat.
rakusnja. T epian kerandjang dan kain dasar ken a darah sanasini, ngeri aku m elihatnja.
— M ungkin bapaknja bulldog, ja mas. M ukanja begitu pendek dan melebar. T a p i k ok tak ada jang putili seperti ibunja. Kenapa keduanja tjoklat, ja m as? ,,Sam bil berbitjara ia mengusap-ugap kedua anak andjing itu de ngan djari-djarinja. Lalu sambungnja: Putin.
Bagus, ja mas? Nanti Hentu pandjang djuga bulim ia seperti si
,,Begitulah kedatangan seekor andjing asing telah membawa kegembiraan, m em beri kesibukan kepada isteriku. Rumahtangga kami bertambah tiga penghuninja, sedjak hari itu. i ” ^?Jakuan si P « tih sesudah melahirkan, lebih gelisah lagi. T ak perna 1 e i latan tenang. Berlarian kian kemari, kalau sedang tidak menjusui ana -anaknja. Isteriku demikian atjulinja hingga malam itu ia menjusu u sesudah lewat tengah malam. Masih sempat djuga ia berkata tentang J ! J enak? an anak' auak si Putih. Paginja, waktu pelajan kam i datang sePer op semmggu, isteriku menambah pekerdjaan pelajan kami. HatL._T-n ^ 1 setiap belandja, harus m enjediakan makan n^tnTi r»X & A 1311 • Unt\ .S^ ^ ut^1* Dengan setengah hati, bib i, pelajan kami npras. a Perln*ail isteriku. Tapi isteriku selalu kurang menghiraukau perasaan orang lam. A ku tahu, b ib i orang Islam. s*an^ kami tidak djadi kebioskop seperti jan g telah kami nen ih nn ' n ^ eraPa ^ g g u jang lalu. Isteriku tak mau meninggalkan ia ipr»c r^*611^ T kamar sebelah dapur itu. Dari pagi sampai petan.q:, Aku .n andjing-andjing itu. Benar-benar dimandjakan. inenjelesaikan pekerdjaan kantorku jang kubawa pulang. m a la m ^ is^ e n ^ kl6 empat’ ?ia r i Senin’ kira-kira m endjelang djam delapan poh-gopoh deilg3H tjemas masuk kamar bekerdjakii dengan tergo-
kembali ^Haru
ke^uar’ mas* ^a keluar, mas. Sudah agak lama belum 1 Ja n > mas. Anak-anaknja kelaparan, belum disusui, mas.
a n d i i n e ^ e r lr t f ^ 1 kebe^;,kang diikuti isteriku. Rengek anak-anak itu dengan s e k n ^ t m in 8 ’ r? 1,ns m engharukan. Didalam kerandjang ketjil dengan suarania * ena^anj a keduanja bergerak-gerak liar, m embalik-balik an. A ku seser .membingungkan. Isteriku benar-benar kebingun;:Sudah sepi benar’ n besar setelah menjalakan pipaku jang mati.
-
Bagaimana, mas? Tidak ketem u?
tiba ’m e k n ^ h k lh e k l311 k e P a l a * a1n t a n Sa n k a n a n - Ia ketjeiva, ta pi tibad i f i k i r k a ^ a , ja n g 1081,1 ak" ,a h u al’ a * “ >«
Mas, tolong tjepat buatkan susu, susu putih. sege^ f s l w kTT U Tia’1 ba™ Iah kllketahui kehendaknja. Segelas susu ai. Isteriku setelah siap dengan alat-alatnja, jaitu sebuah
pipet jang sudah dibcrsihkan, sebuah pentil sepeda pandjangnja kira-kira 4-5 cm dan sehelai kain bersih, m ulailah ia m engerdjakan rentjananja. Anak andjing jan g tjoklat tua, jang lebih besar sedikit dari jan g seekor lagi, dipegang pada lehernja, pentil sepeda jan g sudah disainbungkan dengan pipet, disedotkan susu jang sudali didinginkan ditjawan, lain dengan sangat hati-hati diharengi suaranja jang seperti mendiamkan baji jang sedang rewel menangis, anak andjing itu diberrnja minum. A ku mslihatkan sadja, makin kuat pipa digigit-gigit. A k u berdoa moga-moga berhasil usaha isteriku iiu ........... ”
„M alam makin dingin. Tak begitu hangat lagi pipaku dalam genggaman. Dan kam i terns m cntjari si Putih. Tiap andjing jan g berlalu kuperhalikan dengan saksama. Sajup kudengar suara isteriku memang* "il-m anrr 2 il,“ aku bersuit-suit kian keniari. Sudah sepi, tak ada orang jang t? CO nampak. „T id a k berhasil. W aktu aku pulang sudah pukul duabelas lewat. Is teriku sudah dirumah, tjemas menunggui anak-anak andjing jang tak uiaii djuga menelan susu dari bltek. A ku mengerti kekusutan hati isteriku. K a m i sudah putus asa. Seperti mengichlaskan kematian seseorang, isteriku menutup pintu kamar sebelah dapur dan kami pelahan m a s u k kedalam rumah diiringi rengek anak-anak andjing jang terus djuga m entjitji-tjitjit membingungkan.
„P agin ja, isteriku jang kukira semalaman tak bisa tidur, terus mentjoba m enjusui auak-anak andjing itu dengan pipet. Aku pergi kekantor dengan kuatir. Siang pulang dari kantor, isteriku sedang m a r a h pada bibi” karena tak mau memegang andjing. Kusut benar isteriku. Belum maudi, beliun makan, belum berganti pakaian. Ia nampak djauh lebih tua. „Siang berikulnja, sepulangku dari kantor, kedua anak andjing itu sudah dikubur didekat kamar mandi, dekat lempat keduanja dilahirkan. Isteriku menangis terisak-isak, tampak kurus dan laju. B ibi sendirian didapur, sibuk memasak” (hal. 29-33). Dem ikianlah achir anak andjing itu. II LA K I-L A K I D A N MESIU Beda dengan Jjerita-tjerita dalam A ngin Laut, jang meskipun beraku, nama tokoh utama berlain-lain, dalam semua tjerita Laki-laki dan M esiu sang A ku bernama Trisno (H anja dalam tjerita „Restoran” sersan m ajor A ku bernama R ahm an). Dan dalam tjerita-tjerita tersebut kemudian ini kita tidak terlalu diganggu dengan persoalan-persoalan cl^ sl’ 3 pribadi jang begitu mendjengkelkan dalam A ngin Laut. Dalam Laki-laM dan M esiu sang Aku setjara simpatik tahu kadar diri, hingga tak lupa
m em beri perhatian. pada tokoh-tokoh lain dan persoalan Iain jang lebih umum m enarik perhatian. Kita temui dasar pandangan dan ide jang m em bikin tjerita djadi berarti, meskipun tidak selalu memuaskan' ka rena belu m bulat dipikirkan. Saja rasa sebagai satu kekurangan, bahwa pengarang seringkali — entah sadar atau tidak — mempergunakan antiklimaks dalam plot tjeri ta. Dim ana kita mengira sesudah persiapan ketegangan jang teliti, akan menem ukan puntjak pemetjahan, disitu kila ketjewa oleh penjelesaian jang sepele. Kita tidak temukan klimaks dan penamaan antiklimaks dju* ga sebenarnja kurang tepat, karena setjara logis baru ada antiklimaks kalau ada khmaks. Tjerita-tjerita jang disudahi dengan antiklimaks ialah K opral Tohir, Restoran, Pagar Kawal berduri, Rantjah dan Lewat TamJ ” 1' 1 1 V.111,3 s sekenarnja bisa dipergunakan unluk menim bulkan hu* a<-T-,r G ,Je. an»cfaP1 dalam tjerita-tjerita jang berachir demikian, tidak Knw-.fr * L f i ? oal;soaInj a terlalu serius, djuga achir tjerita „Pagar i j , f U1? lak ada nada hum or ataupun edjekan. Dan tak ada imbalan bag! keketjewaan kita. Tidak kcbctulau ijerita (Si) „T in gg Ur dimuat sebagai jang pertama hnnai? 0 ^ ni f U-aU -n i' *u i!ah tjerita jang dapat hadiah pertama Kisah ta. i ' .a®* aaJa sendiri jang terbagus dalam kumpulan ini ialah „Di* Jan3 djuga pernah dimuat dalam Kisah tahun 1955. *) rHenKi, t at*a*ah tjerita tentang pengalainan sersan m ajor Aku keras rlit Uk ,ae * Pertempuran dimana berlakn hukum tentara jang
kT enorang-orang 3ans ked:’a“iang da“ditju* w H/rqi i® , au?- 1 ada suatu kah ditangkap born ini'. * ’T*1 Uil®an dengan gerombolan, antaranja ada seorang jang Aku =e2 p S1 lu?^d* Karena orangnja baik dan djudjur, sersan m ajor kan dia b * erf ail,5 Padanja dan m em beri dia kepertjajaan penuh. Bah* ermaksud akan m enolongnja dalam pemeriksaan lebih landjut. dan geraa pat*a . 6Ua*u bari dengan tidak setahunja 6i Tinggul diangkut mati Hn n maJor A ku terlambat datang ditempat eksekusi. Si Tinggul Ja ^ Pemoriksaa" lebih teliti. terhadrp mInnaB‘ Sin| l pali^ dal.am si T in SSuI> ialaJl perhatian jang d ju dju r sini kita tid k 13 1 tJaranj a sanS A ku mentjurahkan perliatiannja. Di* pleks m enondjolkan^d' dig3nggU olch saIlibul bikajat jang penuh koranusia katlang11 i 1iamPa^t djelas dibalik kedjadian: bagaimana nasib maorang ianj? lin«*ei^ an l^ara lak bertanggung djawab ditentukan oleh nja lerdapat dM 1Pcdom an nafsunja sendiri. Kebenaran ini tidak hawono, tapi d i m r f v Perte,lnPuran seperti jang ditjeritakan Trisnoju* temukan sebagai I nasJarakat sekitar kita. Despot demikian bisa kita perusahaan buat u epa! u .r umah tangga buat keluarganja, sebagai kepala dikalano-an univ* * sebaSai Suru sekolah buat m uridnja, babkan adalah 'buaia-h ” U?8 se" a^ai mahaguru. buat mahasiswanja. Mereka djadi neraka " keIjetulan dapat kedudukan dan bikin dunia N am un d e m ik i‘j»i L> • • m ereka kita tio h V r li? arena m ercka m ip u n m anusia d ju ga, sebaikn ja -------------------J tlJu ga m en gertin ja sebagai manusia. T risn o dalam tje* O
KisahIll/li,
Nopember 1955.
ritanja baik sekali m endekati si Tinggul, tapi tak berusaha mengerri Pak Kapten dari sudut keanehan djiwanja. Apakali alasannja untuk berlaku kedjam — dapat diterima ataupun tidak — dan apakah latar belakangnja maka ia bersifat demikian ? Lagipula dalam pemeriksaan pendahuluan oleh sersan m ajor Aku, si Tinggul telah mengaku bahwa ia telah bantu gerom bolan dengan memberinja beras berkali-kali karena takut. Pengakuan seperti ini didaerah pertempuran srfnggnh fatal dan merupakan alasan jang kuat untuk menghukum seberat-beratnja. Membiuitu gerom bolan adalah satu dosa jang besar ditindjau dari sudut kepentingan m iliter. fcaklor takut tidak djadi pertimbanga.n dan proses perbal sersan m ajor jan g dibuat dengan d ju d ju r dan bermaksud baik sama sadja dengan ponis mati bagi si Ting gul. Dan kita hanja bisa salahkan gedjala perang jan g mentjiptakan ketegangan dalam djiwa manusia, hingga hilang keadilan dan kesehatan pertimbangamija. Satu tjerita wild west „K opral Toliir” . Ditempatkan sebagai komandan peleton, sersan m ajor Trisno berhadapan dengan anak buah jang telah keliilangan disiplin. Tidak mengherankan, karena djuga komandan kom pi seorang kapten jang lebih bersifat bapak dari pemimpin. Pradjurit-pradjurit berpakaian seenaknja dan staif kom pi nampaknja malas dan lesu. Sebagai orang jang suka disiplin, sersan m ajor Trisno mulai adakan perobahan-perobahan dalam peletonnja sendiri. Satu pekerdjaan jang tak mudah, karena banjak menemui pertentangan. Ada Kopral Jan? ta_ mau turut perintah mengenai keseragaman pakaian, malah ada pradjurit djagoan jang menentnng mentjabut pisau. Semua itu dihadapi dengan sikap jang tegas oleh sersan m ajor. Beberapa adegan dari tjara-tjara mendjinakkan anak buah jang liar ini. Bertjerita Trisno: „Sekali seorang anak buah peletonku sangat marah, karena gadjinja kubagi dua. Sebab isterinja mclaporkan padaku bahwa ia tidak perna menerima uang belandja sudali beberapa bulan. Bertolak pinggang is mendatangiku waktu aku sedang berada dihalaman tangsi. „M a jor djangan tjam pur urusan rumah tangga saja ! Itu gadji hak sa ja !” ICeteranganku lidak ia mengerti, malah tjepat ia menarik pisau dengan „hahh-huhh” jang membentak-bentak. „K alnu m ajor suka sama bini saja bilang sadja !” Betul-betul ngawur dia. Kemarahannja tidak bisa diredakan lagi dengan kata-katd. Aku tidak bisa lagi menghindarkan tantangannja itu. Matanja kutatap ladjam dan waktu ia dengan galaknja menerkam, kusambar pergelangan tangannja. Tjepat dan meiigaget kutekuk lengan kokoh itu kepunggungnja dan bersamaan dengan lepasnja pisau dan tangannja rambutnja kudjam bak keras dan sepatuku m e n d o r o n g p u n g gungnja sekualkn. Terdjerem bab ia terpelanting dihalaman tangsi jang banjak kerikilnja. Kemudian perlahan anak-anak lain kuawasi dengan pandangan seakan-akan berkata balm a siapa sadja boleh m adju niela* wanku. Lalu pisau kuam bil sambil berkata terang:
„K a li in i saja tidak akan lapor ke P.M., tapi djangan ada jang mengulangi lagi !” * Pisau knlem parkan, menantjap ditanah diantara tangan dan kepala anak buah jan g kurangadjar tadi. Ia kaget, tapi tcnskurap ditanah dengan nafasnja jang terengah-engah” (hal. 29-30). K ali ja n g lain pula ia bertjerita: „S u atu liari seorang sersan bekas K N IL, dengan somhong menrontahkan kata-kata jang rupa-m panja sudah lama dipendamnja. Ia bersandar dipinggiran bangku kan tin membelakangiku. „B o sa n aku ! Sc-k-disiplin ! Huhh, baru turun dari hutan masuk tangsi sudah besar kepala ! Mentang-mentang baru lepas latihan ! Mentang-mentang bekas pedjuang ! Anak kem arin sore ! Baru berapa lama sih djadi te n ta r a ? ! Dikiranja aku takut !” ra
S u aran ja kei*as m e n a n ta n g d a n d ik a n tin se d a n g b a n ja k o ra n g . Ma u ti a b isa lu ik u a sa i. Dengan ta d ja m le p a s s a d ja d a ri m u lu t k u :
„M au a p a san ? ” x) «Apa-apa mau !
dan ia m em balikkan badannja, sombong.
i it en^ lY \ *tu lj epat kutjabut pestol pcm bantuku jang sedjak tadi nerciiri clulekatku dan dengan teriakan kulemparkan padanja. Sigap la menerim anja, lalu kutantang. ^ djagoan ! Isi pestol itu ! Mau m cntjoba silakan ! Djangan m enjindir-njindir, isi pestol itu ! Saja siap’V disekitar1 Saja” rela
menSge“ Sgam peSto1- Jang ^
llw “
? !
..................... !
mensffer0]!*'11 kl*tarik dan kudjatuhkan ketanah. Sersan itu makin putjat, Pinggfran
peSt° lnja diletakkan di'
itu. D a n ^ h u h d /k ^ g e . n t 1a r ( , a u lakut Pada m ajor T risno? A da, dia akui perasaan kewadiih . . a dial)UU manusia biasa djuga. H anja karena patik. Dan kedi ] ‘ ann^a la tekau ketakutan itu. K edjudjurannja simbagaimana ia in UU d ju Sa Jaug kila hargai dalam ia mentjeritakau jang telah lama b e n .r ^ k?Pral ToIlir JailS mengamuk. K opral T oliir T oh ir diuira Inn* pauanja, karena lindakan-tindakannja. Tapi kopral dengan lemah l e i t h m ^ 151* biaSa* MaJ’or Trisno daPat mcnundukkannja anaknia ianff m u il, C me»gingatkannja pada isterinja dan pada ralikau d i r i ' Sb hu £inaup h J lebih lama.
2)
San = pang-giian pada sersan.
Iemahlah k° pral T oh ir' Ia menj e'
P sich ologis dapatlali diterim a pem bangunan p lo t tjerita, meskipun kita merasa ketjew a bahw a pada ach irnja tak terd ja d i apa-apa, tak terd ja d i perkelahian jan g seru sesudah kita diperkenalkan dengan watak m a jo r ja n g keras dan keben tjian k op ral ja n g m em untjak. Disini nampak: satu antiklim aks ja n g dalam (S i) „T in g g u l” dju ga m ulai samar-samar kelihatan. K op ra l T o h ir dihukum em pat tahun karena dipersalahkan berontak, satu h al jang tak usah m engherankan karena kesalahannja m elanggar disiplin susila (dia baw a perem puan d ja la n g ketangsi), menantang-nantang atasannja berkelahi, m eram pas stengun dan menembak bintara piket. S eben am ja tjok u plah tjerita berach ir disini. T a p i T risn o tak bisa m enahan liati dan m enam bahkan satu adegan lagi ja n g sensasionil dra matis. Sesudah em pat tahun tiba-tiba sadja K op ra l T o h ir b erd iri diambang pintu dengan pisau terselip dipinggang dan m ukanja lebat beram but. T a p i tidak untuk m em balas d'endam ia datang, h an ja m inta maaf. D an Trisno dan T o h ir rangkul-m erangkul bertangis-tangisan. T em a ja n g sama dan id e jan g sama seperti „K o p ra l T o h ir ” kita lihat dalam tjerita ,,Restoran” . D isini sang A k u kepala peleton jan g djuga suka disiplin dan dem i untuk m em pertahankan disiplin dengan tegas bertindak terhadap anak buahnja. Pulang terlambat ketangsi hukum annja tiga hari tutupan. Tatkala sekali waktu ada laporan tentang pemerasan oleh tiga orang anak buahnja terhadap pem ilik restoran Tionghoa, sang A k u beberapa m inggu berturut-turut m en jelidiki sendiri kebenaran. tuduhan itu. Ternjata bian g keladinja kopral D ullah jang rupanja sudah pengalaman dalam pemerasan seperti itu (hal. 68). M eskipun ia kepergok oleh kom andannja sedang m inta uang dari kasir restoran, ia masih dapat m em bela diri bahw a ia sekedar minta kem bali utang lama dan sang kasir karena takutnja m em benarkan perkataannja itu. T api pada kesempatan lain ia k epergok pula sedang m engantjam jang punja resto ran dan kom andan m enggasaknja didepan um um hingga setengah modar. T jerita in i djuga berachir dengan antiklimaks. Dimana kita mengira akan m elihat perkelahian jan g seru, kopral Dullah tidak m emberikan perlawanan, malah m undur terus-menerus. Dan djurang antiklimaks mentjapai titik dalam uja, apabila ia dalam keadaan susah-pajah m engedjar kom andan jan g sudah berdjalan djauh, hanja untuk mengatakan bahwa badannja sakit dan menanjakan apakah m a jor marali ................ Lukisan saat-saat jan g tegang sangat baik, dengan aksi dan perke lahian jan g tak kalah dengan tjerita dalam film k oboi. T ap i kalau dalam film k ob o i perkelahian dilakukan tanpa ampun dari kedua belah pihak jang kedudukannja sama, maka dalam tjerita Trisnojuw ono salah satu pihak dalam kedudukannja sebagai orang bawahan terpaksa kalah semangat, karena takut tuduhan insubordinasi. K opral D ullah tak melawan m elihat dalam sersan m ajor kom andannja. Dan bukan itu sadja, meski pun dikatakan bahwa ia seorang pemeras jang pengalaman, iapun se orang pengetjut iang hanja berani terhadap orang tak berdaja, seperti memukul pelajan dan mengantjam kasir. D jadi dalam hal ini pekerdjaan sang m ajor agafc lebih ringan dari pem uda djagoan jang menghadapi bandit jang merdeka, punja anak buah dan daerah kekuasaannja sendiri.
K ebaik an kom andan terasa dilebih-lebibkan, apabila dikatakan b ah w a ia m em aksa kaair restoran m enerim a uang buat minuman jang tak dibnjar anak bu ah n ja jang nakal (ba l. 7 4 ), apalagi kalau diingat bahwa sang kasir telah mengaku berhutang pada mereka. Tjara logisnja tentulali m akan-m inum nja bisa diperhitungkan. Satu kisah tentang disiplin dan tanggung djawab djuga tjerita „R an tja h ” , dim ana pengarang mengisahkan pengalaman disatu pos terdepan didesa R antjah. Tatkala itu ia sebagai kepala pasukan dimusuhi seorang kepala regu, karena sikapnja jang disipliner. Antara keduanja tim bul ketegangan jang tambah hebat, karena fitnahan kepala regu, bahwa ta m ain api dengan isteri Pak Lurah. T ap i sebelum terdjadi apa-apa datang pen jerb u an Belaada, dalam mana kepala regu luka parah dan njawanja dihabisi kepala pasukan untuk m enjingkatkan penderitaannja. Terasa sebagai satu deus ex m achina tertembaknja kepala regu, hing ga tak ada harapan lagi untuk hidup. Tandjakan ketegangan aebelumnja jang tertjipta, karena pertentangan antara kom andan pasukan dan kepala regu, dengan in i diselesaikan diluar perkem bangan psichologis. Dimana harusnja ada klimaks, tertjipta antiklimaks. Pertimbangan kepala pa sukan untuk m enghabisi njawa kepala regu bisa diartikan ganda: karena kasihan atau dendam, atau keduanja bersama-sama. Tjerita jang berantiklimake pula tjerita „Lew at Tam bun” . Dua pa sukan pasang seteleng dan m entjegat kereta api jang membawa beras Pem er*ntah ke Djakarta. P em im pin-pem im pin pasukan keberatan beras itu dibawa ke Djakarta, karena dianggapnja sama sadja dengan m em beri makan pada pihak N ica, sedang pem im pin pengawal kereta api mene* rangkan, bahwa beras itu untuk orang R epu blik jang kelaparan. T ertjip ta ketegangan, karena masing-masing pihak tak mau mengalah. A ch irn ja pem im pin pengawal m emerintahkan kereta api berdjalan, pasukan penjegat bersiap-eiap, tapi tak m eniusul perintah tembak sampai kereta api hilang d a n pandaagan mata. Sia-sialah segala ketegangan jang sedikit dem i sedikit ditjiptakan engan memperkenalkan kepala pasukan jang tegap dan berani dan pereng arannja dengan kepala pengawal kereta api. Kalau dipikir lebih lanju , memang kurang kuat alasan pasukan untuk menahan kereta api, pa agi arena ada surat perintah dari Pem erintah pusat jang seharusnja mah* 1 - f f meneruskan perdjalanan dari pihak pengawal dan kelcan peutjegat bisa dimengerti, hingga ketegangan terasa ditjiptatan atas dasar jang semu. arm a n ’ adalah satu tjerita tentang rentjana penjerbuan jang i Sagah Penjerbuan itu akan dilakukan didaerah Belanda oleh l c a t a n ^ 3! ° ran£ §erilja dengan bantuan Pak Parman, seorang Lurah angPak Pn 6 an j dikira pro R epublik. Tidak djelas disini apakah rol m i r . I .?*an , a*am penggagalan penjerbuan itu. Sebagai orang jang mem naf r i 6ebagai R epublik, lagi pula masih bertalian keluarga __ £ dengan tukang tjerita — Pak Parman saudara kandung ibu* J- • ^ 1 w L J U 1 1 L U -------j - f l X V A, n a u u u i i g Kpdnfl k i ar m enenm a pengchianatan jang dilakukannja dengan tiba-tiba. hntiia G 36 ora“ " penjerbu gerilja masuk perangkap Belanda, hingga m u n ffk in titT r ^ ] f n g h i dup. Apakah pentjegatan itu hanja kebetulan atan S n Ginun, pembantu Lurah jang berchianat? T api itupun suj
kar diterima, karena ia kepertjajaan Parmari! Semuanja pertanjaanpertanjaan jang tidak berdjaw ab dan m em ber. kesan tjerita ini belum selesai. Dan memang belum selesai, karena adalah satu fragmen dan kisah biografis „S i Anak H ilang” jang pernah d.m uat sebagai fuUIelo.l dalam harian l’ ikiran R a k ja t') di Bandung dan dim ual kembali dalain m adjalah T rio 1960. Sal., tjerita jang penuli rasa kcinanusiaau, ialah tjerita „Pagar Kawat Berduri” . Tentang para law an an jang dapat perlakuan baik dan koma..dan pendjara, hingga tim bul saling mengerti dan sahng simpati. la p i suasana da.nai ini berubah, tatkala pada suatu m alam kedapatan dua orang lawanan m oujel.m dup kebagian tawanan perem puan. Peiu jagaan diperkeras dan hubungan antara lawanan dan pendjagu djadi beku. Ketegangan jan g tertjipta oleh persiapan dua orang _tawanan jang mengaku hendak melarikan diri, disudah. dengan ant.klim aks, apabila mereka lertembak dan ternjata b a h w a mereka sebenan.ja hanja m entjar, perempuan untuk nielepaskan nafsunja. Dalam „D ropprng-zone” diljeritakan pengalaman satu pasukan jang bertugas mengadakan operasi jang disebut „ 0 p e .a s i Garuda . Sesudal beberapa hari diperdjalanan, mereka keliabisan beras dan semangat p. sukan mulai Umm. Karena kelaparan, ada jang m entjur. s.sa s .m p .n n makanan kawan dan ada pula jan g m a s u k kampung minta nasi pa a p u ; duduk. Untuiig hubungan dengan kom ando iiiduk tetap ada dan s c * . ■ memuiggu dengan penuh harap dan tje.nas, achirnja datanglah pe»awat terbang Dakota m elcm parkan makanan d a u udara. Jang istimewa dalam tjerita ini, ialah lukisan anak buah ,hjm n tmgkal, lakunja selama perdjalanan operasi, jang ham p.r m endala.igkanben tjana itu. Sangat hidup Trisnojuw ono menggambarkan reaks. d iwa_ me reka, anak-anak jang berani dan baik l.ati, .apt sebaga, man s i , tak lu put {lari keehilafan apabila dikepung kesvikarau. Hasan jang diliukun, karena minta nasi dan penduduk, sesuda dapa pembagian minta permisi antarkan beras, sum dan dendeng kepada pen duduk jang diniinlainja nasi. Menurut tjatatan sedjarah hidupnja jang penuh avontur Hu » ) , T ri.nojuw on o pernah mengikuti latihan-Iatiha.i pasukan pajung AU R , hm ga me.idapat brevet. Dari masa inilali agaknja .a dapat bahan bua tjer. fanja „Perm ainan” (daiam Angin Laut) dan „bebeluni Pajung terbuka . Kalau „l*erm ainan” lebih bersifat reportase, maka dalam ,,Sebclun . jung terbuka” ia tjoba- melukiskan pengalaman s e o r a n g para»u u, K dari sudut pengalaman djiw anja waktu latihan terdjun dan udaia bua
l)
Pikiran Rakjat ---min-juv bulan uuicwi Mei -1958. Trisnojuwono dilahirkan tanggal 5 Desembfci 1926 di ^ a j at dikan S.M . A . tamat 1947. Tahun 1946 masuk P a s u k a n 40 T*nta:l a R a i 3 M ataram Jogjakarta, 1947 1948 anggota Corps -n d t e iT im b a . dan Djom bang. Tahun 1949 tertangkap dan dl^ a s i^ k a n pendjara A raw a 10 bulan Berhasil melarikan din waktu sakit d i ^ J : rang. 1950 masuk T .N .I. divisi Siliwang! dan ikut f n ten“ ; Combat Intelligence, Kesatuan Komando, pasukan pajung A .U .R .I. samp dapat brevet.
pertama kalinja. Dalam sorolannja m engenai tjerita i n i x) M. Balfas m enggolongkan tjerita ini dalam djenis tjerita tentang peristiwa dengan pok ok pik iran : terdjun dari kapal terbang, satu pengalaman jang masih baru di Indonesia. Kisali kem udian adalah kisah perdjuangan ,,manusia biasa'5 antara takut disatu pihak dan kew adjiban dilain pihak. Jang djadi soal bagi kita untuk penilaiannja, menurut Balfas ialah: „apakali perisliw a jang m au dilukiskan itu tjukup m enarik atau tidak dan apakah orang jang m engalam i peristiwa itu bisa kita terima atau tidak. Kalau dia seorang lem ah, dikuasai oleh takut semata, atau seorang hero jang m endjalani peristiwa itu dengan enak sadja, maka tjeritanja tentu tidak akan dapat m enarik. D justm karena sipengarangnja adalah seorang manusia biasa dan eehat djiw anja, tidak mentah-mentah rebah pada takutnja dan tidak pula m elon d jak tinggi dengan heronja, bahkan ia m em punjai hati jang sama kita kenal itulah maka karangannja dja di interesan” . Dengan tidak m enolak djalan pikiran Balfas, dalam m em batja tjerita m i saja tertumbuk pada kementahan djiw a pradjurit pajung jang dilukisan. I erkenalan pertama dengan si A ku , dengan segera m em beri kesan a nv'a ia seorang niuda, bukan sadja m uda usia tapi djuga muda pengala man. Ini kita lih al dari gerak-geriknja jan g belum punja titik berat dalam ln n ja , balikan pun djuga dalam m enghadapi apa jang ditjintainja. Pergi pa a^ 'ekasilinja, meskipun liauja untuk pamitan sebentar, ragu-ragu dia. anja karena tjintanja sedang m enghadapi udjian. Tidak, dia pulang, a u menu i» surat. Isin ja ! Bahwa „A k u tjinta padanja, aku ingat pada nja ma am itu dan kalau ada kedjadian apa-apa supaja ia djangan lamaJf.11.1**, e.rse, ’ datl aku m em bolehkan ia kawin dengan orang lain” . — i a isa lebih ringan bukan ? M aklum lah masih muda. Gadis itu tentusum*113^ 1 nil^da Pula. Dan tentunja bisa punja pikiran mau lontjat dalam in^at^ k dJanSaii dia sedili dan putus asa, dia tak usah lama-lama kaw'in deli. A ku kasih izin. Ja, m emang surat jang ba^u a*\i b a oraii"5' 1 ■j er^ u Ijeugeng dan djuga tidak sinis. Hanja ditulis oleh selerT ,l1 tabu apa jang ditulisnja. Dan karena itu saja kehilangan ra untuk membatjanja. n u r u P ef la Pabng bagus dalam kuinpulan Laki-laki dan M esiu, memendae - 8a-*a! *a^ah „D ikaki M erapi” karena ide kamanusiaan jang kem anusia*^ * P-**a ^an® m enarik saJa dalam (Si) „T in ggu l” , ide biar dal ^an® a^ adi, j ai*g akan senantiasa m untjul dalam hati nurant, am kehangatan suasana ben tji dan dendam betapapun. kemudaa*1 l ?e riia llludah sadja. Seregu pasukan peladjar sukarela, dalam mentie^at11^ 3 . l" ai1 Sembira dan penuh semangat melakukan tugas Tn*T«k;£° nV" 1 mi,suh» sekali waktu tertumbuk pada pengalaman jan* m em bikin mereka berpikir lebih dalam. Saja kutipkan bagian achir jang m engharukan: tid a k ^ k !^ !^ !1111 ^ aili ak barang-barang berantakan. Barang-barang jang lianfni' rl 1 . §a. sama sekali, disamping sisa-sisa bekas truck-truck jang teh f keruan lagi bentuknja. Dan tahulah kami apa jang __________^ *» JauS sebenarnja lelali terdjadi. Darto tak berkata apa-apa, !)
Kisah I V /4 , April 1956.
seperti orang kehilangan akal ia pelan m elangkali. M arno segera menju ru h sem uanja meninggalkan tem pat itu. „M ataku masih djuga sempat m em perhatikan sekitarku. D idjalan itu berserakan selain bekas-bekas k on voi, sepotong selendang batik jang sebagian hangus, beberapa sandal dan sepatu perem puan dan kanakkanak. Sebuah k op or terbuka dan k otjar-k atjir isinja, diantaranja topi b a ji jang disulam dengan sutera. A da pula kartii pengungsi diantara tetesan-tetesan darah jan g ban jak dan sudah beku. Diatas rumput dipinggir djalan tergeletak sebuah boneka ketjil. „K a m i tinggalkan tempat itu dengan terhujung karena keketjewaan jang m elukai hati kami. Kata Kresna — sesudah kam i berdjalan agak djauh — ia m elihat m ajat anak ketjil terham par diantara belukar dibalik tanggul djalanan. Darto seperti tidak m enghiraukan kam i lagi, ber djalan diam m endahului kami. „B a g i kam i Darto tidaklah lajak merasa bersalali karena kebetulan dia jang^ m enarik pasangan bom tarik. K am i djuga m elem pari granatgranat dan m enem baki konvoi itu. K alau kami tahu bahwa k on voi itu k onvoi pengungsi jang mengangkut terutama perem puan-perem puan dan kanak-kanak, tentulah tidak akan kami perbuat! „S ed jak itu Darto tidak mau ikut lagi dalam regu kami.”
RIJONO
P R AT IK TO
P E N G A R A N G TJERITA SEREM
A P I D A N B E B E R A P A T J E R IT A P E N D E K LAIN
S
E O R A N G pengarang jang subur mengarang tjerita pendek sedjak berum ur 15 talmn, ialah R ijon o Pratikto. Kum pulan tjeritanja A p i diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1951 dan Si Rangka oleh Pembangunan tahun 1958. Lahir di Semarang tanggal 27 Aguslus 1932, ia menamatkan SMP tahun 1951 dan masuk Fakultas Pengetahuan Tehnik bagian Bangunan Umum di Bandung. Selama revolusi peljali ia berada di Ambarawa, dimana ajahnja jang m eudjabat K epala P olisi hilang tak tentu kubur, rumali beserta isi habis terbakar. R ijono tertarik pada kesusastraan tatkala m untjul karangan-karangan Idrti8 dan tidaklah mengherankan kalau karangan-karangannja jang pertama banjak dipengaruhi oleh Idrus. Tjerita R ijono jang pertama berd ju d ju l „ A p i” bertanggal Djanuari 1949, dimuat dalam M im bar In do nesia.1) Tatkala itu Belanda baru melantjarkan aksi m iliternja jang ke dua tanggal 19 D escm ber 1948 — jang dihentikan oleh tjam pur tangan Dewan Keamanan dan suasana antara Belanda dan Indonesia masih hangat. len laiig suasana aksi m iliter kedua inilah R ijon o bertjerita, dengan ' *nia{Uinasi jang mengherankan bagi seorang anak jang masih duduk • i SMP.2) Seperti djuga Chairil Anwar dalam Krawang-Bekasi, R ijo n o mengidentifikasikan diri dengan roll orang jang mati, dalam hal ini se orang \vanita jang mengalami kebalauan pertempuran, suaminja mati dan ia sendiri terbakar habis djadi abu, bersama b a ji dan anaknja dalam kan( ungan. Gajanja bortjerita singkat-singkat, lontjat-lontjat, disana sini a d a . ironi jang pahit ijenderung ke sinisnie dan sarkasme. Barangkali kurang pa nama-nama ini, karena dikisahkan dari sudut pandangan orang vampung sederhana, nada tjerita kesungguh-smngguhan dan tragis dalam esannja. Orang kainpiin.tr sederhana bukan dalam arli bodoli, karena ada p un ja ogika. Pengguuaan istilah-istilah jang intelektualistis adalah akibat >ersatunja aku pengarang dan aku sang roll, kontaminasi subjek jang memm )u an keanehan, tapi bisa diterima masih dalam logikanja. Tjerita jang bersuasanakan kcim pian m em bikin kita bcrsedia menerima logika i'L *IrVI * ke;r.ipian. Dan betapa meiigenanja tjerita ini sebagai kri1 an terliadap keadaan, dapat dibuktikan oleh tegoran pihak dinas inte lgeuce Belanda terhadap madjalah jang memuatnja. Sekedar untuk m cm peilihalkan gaja R ijon o dalam tjeritanja jang per tama ini, saja kutipkan satu bagian jang penuh ironi dan sarkasme, tapi ( jnga tak sun ji dari getaran-getaran kehanian roinantik.
M M I 11/10, 5 Maret 1949. 2) Tatkala itu Rijono murid SMP di Tegal.
„K orb a n bertam bah djuga tiap harinja. Badan-badan perdjoangan. Lasjkar-Iasjkar. Tentara d a n .................... penduduk. Tam an Fahlawan turnbuh dimana-mana. A k u tak tabu pertjaturan politik. B agiku seperti binatang berfilsafat. T im bu l perang besar. Tiba-tiba pula tim bul bentjiku. B en tji seperti suami. Kata orang, perang itu nam anja: A ksi Polisi. Desa tak aman. T im bu l istilah baru : „pen gatjau” . A k u tak tahu akan ,,pengatjauv, dan tjuri dari perkataan apa, tapi tabu akan garong, apa itu sama? Peram pokan terdjadi dimana-mana. D juga oleh ja n g berkata: men* djaga ketenteraman. Pembunuhan-pembunulian. Sifat binatang — masih kurang puas — djadi sifat sjaitan. Tapi mem ang „pengatjau” dan „pengatjau” ada dua. Pengatjau b erp olitik dan pe* ngatjau lapar. Entah pula, apa arti politik bagiku. Kalau karena lapar d ja d i itu, itu Iain lagi. Dan tiap kali desaku dikelilingi patroli. Saja kira ada perkelaliian lempar-leinparan dengan tjat berwarna, hingga pakaian tjoreng-m oreng tak tentu, tapi kiranja aku salah sangka” .
„D an suatu kali, hatiku tak tenteram. Karena getaran patroli jang makin panas hati, selalu gagal dalam usaha memberantas rumput, akar-akar* nja selalu ada sadja hingga tum buh kem bali. Dan akar ini ada jang singgah didesaku. Desaku tersebut: sarang „pengatjau” . T api beruniform , djadi ........... Harimau-harimau datang. Belang-belangnja terang. Mereka mengaum, akan makan daging dan „pengatjau” , d a n ....... rumput serta akar-akarnja. Perkelaliian sebentar. Beberapa ekor harimau nieraung kesakitan, kena tom bak. Dan karena harimau terlalu banjak, orang-orang jang akan ditelan — lari menghilang. H arimau panas. Seluruh desa diamuk. Laki-laki harus keluar — dibunuh. Rum ah-rum ah dibakar. D itepi sungai harimau mengadang. Orang-orang tak tahu, jang lari terdjun kesungai menjelamatkan diri. Dan disitu diterkam harimau. Runiah-rum ah terbakar semua. Baunja mem abokkan. A h, tiba kiamat rupanja. Suamiku telah hilang, hanja terdengar djeritannja, seperti kambing disem belih. Rum ahku terbakar. A ku lari keluar. Tapi tiba diluar teringat akan bajik u , didalam kamar. A ku hendak kem bali masuk, biar api telah sungguh-sungguh djadi api. Tetapi ............................. aku merasai sepakan kaki harim au dan aku ........... djatuh terdjerumus kedalam api menjala, bersama anak jang masih dalam kandungan. Sekarang, bukan lagi api rokok jang mengenai tanganku, seperti dulu. Sekarang api, jan g membakar seluruh tubuhku. Tak usah kau tanja bagaimana sakitnja. Panas! Panas!
r v
RIJONO PBATJKTO
O Tuhan, aku tak pernah m em hakar daging, biar daging hewan mati, satai, tetapi mengapa aku sekarang begin i? A k u tak berdosa apa-apa. Sebelum m ati aku tak dapat m em ungkirkan keindahan alam dalam hati. Seperti lainnja. Bagaimana padiku jan g m enguning dikaki gunung kebiruan ? Seka* rang sendja, tentulah matahari meninggalkan bekas kemerahan di Barat. A k u tak dapat m em andang semua keindahan ini, untuk penghabisan kali. Ganti keindahan: api. A p i jang merah. Jang sedang m enelan rumahku. Panas. Dan aku meninggal dengan merasai panas sangat. Sebagai ganti k itjau burung-burung difadjar: suara berdetak-detak dari k aju jang rantuh — hitam-hitam. Sekarang: aku telah djadi abu. Dan tulang-tulangku telah d ja d i arang hitam. A ku dan rum ah, menuruti djam an persamarataan, sama-sama djadi abu. Tak ada jan g mengingat aku, atau m enitikkan air matanja. Setetespun tak ada. D oa tak ada. Tak ada nisanku jang penuh bunga-bunga mawar merah dan melati — ditaman indah. •A k u hilang dalam kenangan orang. A k u m ati dengan tak bernama. Sedjarah tak akan mentjatat namak-fz. T ap i biarlah, abuku akan dja di pupuk ........................ (hal. 6— 9) B agi orang jang tertjengkam dalam suasana ketakutan pada hari-hari pertem puran, pembakaran dan pem bunuhan itu, tidaklah sukar mengerti baliwa jang dimaksud dengan harimau belang, ialah pasukan-pasukan nica jang terkenal dengan m atjan loreng oleh pakaiannja jang tjoreng m oreng dan pengatjau, garong dan ram pok ialah sebutan Belanda bagi pemuda pelopor dan gerilja. Sarkasme R ijon o tidak begitu tadjam menggigit seperti sinisme Idrue, mungkin karena perlainan pengalaman, R ijono masih terlalu muda waktu mengalami penderitaan, dia hanja mendengar-dengar dan kenikmatan perlindungan orang tua masih sempat dirasakannja, meskipun ajahnja hilang dalam bertugas. A pa jang kita liliat sebagai sarkasme dan sinisme tidak terlahir dari djiwa jang paliit dalam penderitaan, tapi hanja pengaruh semen'tura, terbukti dari menghilnngnja tjorak itu dalam tjerita-tjeritanja kemudian. Lain halnja dengan Idrus jang tak m ampu menghilangkannja lagi dalam perkem bangannja selandjutnja. „P antalon dan Sepatuku” menarik hati saja, karena kewadjarannja bertjerita dan berdasarkan pengalamannja sendiri pula, tatkala masih anak sekolah. Tidak besar persoalan jang dikem ukakannja, tapi tak ada kepura-puraan dan pasang aksi jang begitu m endjengkelkan pada kebanjakan pengarang muda, sebaliknja kesederhanaan, kedjudjuran dan kelentunan djiw a dalam menghadapi persoalan-persoalannja jang ketjil, sangat menarik hati. Bertjerita ia tentang pantalonnja jang pertama, Mpan* talon jang lahir sebelum dia lahir” . „Biikan dari gabardin dan bukan pula
dari ba g ord in . T a p i jan g terang, ia adalah dari bahan dulu sebelum perang” . „K ata ib u , in i adalah kepunjaan ajah, dan sekarang, ia adalah untukku. Bahannja m asih kuat. A k u m asih ingat, dulu djik a ajah sedang pakai pantolan. K aren a aku masih k etjil ajah kupandang besar. T a p i sekarang, kupakai bekas pantalonnja, presis djuga. Pada pikirku, d ja d i ajah dulu b esa m ja seperti aku” (hal. 10). D an tentang sepatu dan kaosnja tak kurang pula pentingnja baginja. M em ang, in ilah dunia anak-anak jan g sederhana. Dan tjaranja m entjeritakan gerak-gerik djiw anja sangat sim patik dalam k edjudjurannja. „Sepatuku ini telah rusak. Disana-sini djahitannja sudah retas, dan pula kulitnja telah sobek-sobek. M eskipun demikian, ia masih punja suaranja jang berat: tuk-tuk-tuk. Orang jang bersim pang djalan, pertama k ali m enengok kesepatuku, karena tertarik akan suaranja itu, tetapi kem udian lekas-lekas dipalingkannja pandangannja. Ia takut mem andaug sepatuku karena takut dikira nanti som bong, m engedjek sepatuku jang telah bosok. Dan aku ? A k u takut pula dipandangnja, karena maluku. D ja d i dia tak m em andang sepatuku, akupun merasa untung djuga. D jad i tiap-tiap disekolah, aku selalu malu. Lebih tjelaka lagi djika ada djam gerak badan. Dalam gerak badan T*rus b a d iu dan sepatu ditanggalkan. In i leb ih tjelaka lagi, karena aku harus menanggalkan sepatu. Kalau sepatuku sudah terang dia rusak. T etapi ketika sepatu ini telah terlepas ................ tinggallah gom bal rom pang-ram ping k otor m elekat dikaki. Inilah kaos kakiku. Kawankawan. memandangnja pula. T etapi kem udian lekas-lekas'dipalingkannja Pula panxlangannja, takut kalau dikira m engedjek aku. Ini kebetulan agiku. Karena m aluku akan bertam bah dengan bau kaos kakiku jang etjut busuk. Maka oleh karena ini pulalah, djik a aku hendak m entjopot sepatuku, aku pergi dulu djauh dari kawan-kawan dan dibalik sebuah pohon, kukerdjakanlah” (hal. 12). Satu tjerita jang tak djauh beda tem anja dengan „P antalon dan Set* k*1 <1 * t ^ *^er*ta i3 u k u ” . T ap i nadanja lebih serius, anasir h um or r i f a’ f T 1'/.tentanS pengalaman anak-anak jang m elahirkan sematjam i sa at, nlsafat hidup anak-anak jang karfena ingin m em beli buku, lalu me amun dan m endjalankan daja upaja bagaimana mendapatkan uang. f,
r^ eJ?.ta, Kawin” dalam gajanja mengingatkan tjerita-tjerita rus „D ja la n lain ke Rom a” dan „ A k i” . D juga dalam liku-lekuk djalan P iran dan h u m om ja , eerta adauja sadjak disana-sini. T api dalam ide, K yon o kadang-kadang lebih berani. Isak seorang klerk ketjil jang bertjita-tjita tentang k ariem ja dimasa epan: paugkatnja akan naik dari djurutulis djadi asisten wedana, kemuan Jadi wedaua dan a ch im ja djadi bupati. Dengan sendirinja gadjinja entu akan naik pula. Ia akan m em punjai anak sepuluh orang, masingmasing dengan keistimewaannja hingga Isak akan terdjam in hidupnja , ari t^anja. Jang pertama akan harus djadi dokler, jang kedua djadi i!11’ J ^ S ketiga djadi insinjur dan demikian seterusnja, jang keempat d ja d i portir biosk op, jan g kelim a kepala stasion, jang keenam kapten kapal dan seterusnja dan jang terachir ditjita-tjitakannja djadi bupati.
T ap i semua tjita-tjita in i tak ada jan g djadi. Sesudah 35 tahun Isak masih tetap seorang djurutulis ketjil, gadjinja sebulan kurang sadja, meskipim ia tak dapat anak dan hanja tinggal berdua dengan isterinja. M enarik hati tjerita ini karena hum or jang terkandung dalamnja dan kritikan terhadap masjarakat jang nam pak disana-sini. Misalnja kntik terhadap kebiasaan m em beri sedekah pada pengemis dengan permintaan, supaja pengemis akan mendoakan kesedjahteraan dan keluarga orang jang tjukup kaja untuk m em beri sedekah. Sungguh tanggapan jang terlalu berakar dalam masjarakat dan tidak dirasakan sebagai satu keanehan lagi, kalau tidak dipertentangkan paradoksnja. Saja kutipkan satu fragmen untuk memperliliatkan gaja dan nada edjekan R ijon o dalam mengemu kakan gagasan: „Isak selalu menasehatkan kepada anaknja (in i), agar ia selalu mem beri sedekah kepada orang pengemis. Orang pengemis m em punjai doa jang m andjur, kata Isak. Dan anaknja mengangguk-anggukkan kepalanja, dan ia minta raemegang tangan bapaknja untuk ditjium nja karena bapaknja telah m em berikan nasehat jang sangat berharga. Berkat doa-doa pengemis-pengemis, anak Isak jang bungsu ini, akan d jadi asisten-wedana, kem udian djadi wedana, dan achirnja djadi bupati. Ia tak lupa-lupa, menurutkan nasehat bapaknja: m emberi sedekah kepada pengemis-pengemis. Dan tiba-tiba ia djadi pusing kepala, seolaholah otaknja m em punjai koreng jang bernanah dan berbau: Pengemis* pengemis dalam kota m eradjalela ! D jum lahnja ham pir menjam ai penduduk asli. A nak Ishak djadi bingung, dan ia memutuskan: akan m em ilih dua tiga orang pengemis sadja, jang harus berdiam didalam kabupaten. Sisa* nja, harus diberantas ! Sampai-sampai ia achirnja berani memerintahkan dengan tangan besi: Bagi pengemis, hukuman pantjung kepala ! T etapi tiga prang pengemis jang disuruhnja berdiam dikabupaten, m endjadi gemuk-gemuk. Mereka tak boleh bekerdja. Mereka harus duduk-duduk sadja seperti kalau mereka duduk diperempatan djalan, dan mereka itu diberi makan minum dengan setjukupnja. Tapi satu hal tak boleh mereka lupakan: mereka harus senantiasa membatja doa agar anak Isak itu, dapat terus naik pangkat, setinggi m ungkin jang dapat tertjapai olehnja. Anak Isak akan sadja m em ilih pengemis jang tidak dapat berdjalan jang duduk diperempatan djalan dan jang dulu mendoakan bapak nja hingga djadi bupati” (hal. 39-40). Fantasi manusia jang berani mempersempurna tehnik jang akan menghantjurkan manusia sendiri dengan plastis dan lutju digambarkan oleh R ijono, gambaran jang mengandung kritikan sekali. Demikian dia bertjerita : „A n ak Isak akan djadi seorang dokter, jang dapat memandjangkan umur manusia dengan sematjam suntikan. Orang jang telah tua, kulitnja telah berkerut-kerut, akan dibikinnja m endjadi seorang manusia baru, jang masih muda. Dan achirnja: Kepandaian anak leak ini meningkat terus, hingga achirnja dapat menghidupkan orang jang telah mati 3 hari lamanja.
Sebuah keluarga jan g sedang menangis tersedu-sedu menangisi seorang saudaranja ja n g meninggal, tiba-tiba ham pir djadi orang setengah gila gemua, karena terlalu gembiranja, m elihat m ajat saudaranja jang telah meninggal dunia itu dan telah agak berbau m ajat sedikit, hidup k em bali: berkat pertolongan anak Isak. Dan seorang saudara dari orang jan g mati iiu, malahan tidak setudju. K atan ja: K alau begitu, Tuhan bagaim ana? Orang-orang tak akan ada jang mati lagi. L alu dia bikin sjair: Dunia akan penuh manusia dan manusia djadi kekal Kiam at dunia ditahun 1991: akan m adju beberapa tahun lagi. Kiam at dunia beberapa tahun lagi! Manusia akan m akan manusia” . (hal. 42-43) Dan tentang anak Isak jang akan djadi insinjur katanja: „M ula-m ula akan dibuatnja, sebuah istana jang berada diudara. Istana m i tergantung diawang-awang, dan djik a ia hendak berhubungan dengan dunia, dipergunakanlah pesawat-pesawat terbang raksasa jang terbangnja m elebihi ketjepatan suara. Sesudah itu dia akan bikin manusia-manusia tim an daripada zat-zat jang terdapat dibum i. Manusia-manusia buatannja, meskipun masih agak kasar bentuknja, telah boleh dikatakan m enjam ai keadaan manusia. Dia dapat berpikir, dia dapat bekerdja. Dan orang-orang ini nanti akan disuruhnja mendjaga istananja diudara tadi, Mereka akan dipersendjatai de ngan sendjata-sendjata jang ultra m odern, kata Isak. Dan mereka semua in i tidak akan takut mati. Mereka akan m em bela anaknja dengan matimatian djika ada sesuatu jang m enjerang anaknja itu. Dan seorang daripada manusia buatan ini nanti akan bikin sadjak pula: Manusia bangsaku akan memerintah dunia Manusia jang m em bikin kami, akan kita bikin m usnah! Manusia asli akan lenjap Dan manusia bikinannja akan mengganti. Anak Isak akan tersenjum, dan dia bilang: T idak bisa! Tidak bisa! A ku punja sendjata sebesar b id ji djagung. Dan djika kamu manusiaku ........... akan berontak, kamu akan djadi aether !” (lial. 43-44). D em ik ia n la h perm ainan fantasi R ijo n o ja n g h id u p dan lin tja h .
Tjerita „Dengan Maut” mulai memperlihatkan kemau-mauan R ijo n o : mentjiptakan suasana jang serem menggetarkan dengan djalinan plot jang penuh ketegangan. Seorang guru ditangkap gerombolan dan didjatuhi hu> uman mati. Karena diketahui bahwa ia djuga pengarang, padanja diberi kesempatan menulis oleh kepala gerom bolan. Lima setengah djam dia menulis tak henti-hentinja, kemudian dibawa ketempat exekusi. Tapi tiba-tiba datang perintah dari atasan menunda liukuman mati itu. Padanja diberi Kesempatan pula menulis dan duapuluh djam dia terus-menerus pula menulis mentjatat pengalamannja. Keeeokan harinja ia dibawa pula ke-
tempat exekusi, tapi pun kali ini hukum annja ditunda dan ia dapat kesempatan lagi menulis sembilan djam. Dan achirnja ia dibebaskan sama sekali. Tulisannja kemudian diterbitkan sebagai buku. Sajang pertanjaan-pertanjaan jang m enim bulkan ketegangan pada tje* rita, tidak dapat djawaban setjukupnja. Ketegangan-ketegangan tidak tjukup diduktmg oleh motivasi-motivasi. A pa sebabnja sang guru ditjulik dan atas dakwaan apa ia dihukum , tidak djelas. Apa sebabnja pelaksanaan hukuman matinja ditunda sampai beberapa kali dan achirnja dibatalkan sa ma sek ali/d ju ga tidak djelas. Apa jang djadi pertim bangan kepala geromholan m em beri kesenipatan menulis dan apa maunja dengan tulisan itu, hegitupun apa jang dipikirkan guru pengarang tidak terang. Ketegangan jang kita alami sampai achir tjerita, berdasarkan pertanjaan-pertanjaan jang tidak berdjawab dan karena itu mengetjewakan. Apa jang dituliskan sang guru pengarang dalam kurang leb ih tigapuluh lim a djam , hanja dinjatakan dengan kata-kata jang um um dan tidak mengesan. Mungkin akan lebih memuaskan, apabila tjerita langsung me* rupakan buku tjatatan sang guru pengarang, dimana dia mengisahkan pengalamannja dan mengemukakan penemuan-penemuan nilai hidup. Tapi djustru inilah jang tidak kita temukan pada R ijo n o dan kemudian djadi kekurangannja jang kronis. Sungguh interesan sekali mengetahui apa jang ditulis siterhukum dalam tiga puluh lima djam achir-achir hajatnja itu, satu kesempatan jang mem ungkinkan orang bikin roman jang tebal, kalau memang telah matang pengalaman. Si A ku penindjau dalam tjerita m ejakin-jakinkan kita: „Ia (si guru pengarang) m u'ai menulis. Biar liatinja putus. Hanja karena dorongan, ingin meninggalkan kata-kata penghabisan. Dan kalau sudah membatja kata peninggalan ini kau akan m entjutjurkan air matamu. Hatimu akan hantjur, dan ia akan terus menggores dalam hati. Sehari kaubatja dua kali, tetap ia tak membosankan” . Tentu ada interupsi dari kita: „A pa jang dituhsnja ? ” tapi tidak ada djawaban. Kepala gerombolan jang membuka*buka itu hanja berkata: „A h , sudah banjak betul” . Dan diberinja waktu menulis lim a menit la Si’
v . . . Dan kem bali si A ku penindiau m ejakinkan: „Bagian tulisannja milah, jang penuh berdjiw a, m endjadi djiwa seluruh karangannja. Bagian inilah jang banjak memungkinkan menghanjut bendungan air mata, jang selama membatji* itu, ditioba untuk m em bendungnja” . Tapi apa isi tulisan itu masih tetan gelap bagi kita. Sabarlah, mungkin nanti tabir terbuka djuga. Sesudah dua puluh djam menulis lagi si Aku penindjau hanja mengatakan bahwa si guru pengarang „antarania minta ammin kehadapan Tuhan. Ia tak berdosa. Ia m em beri nasihat. Ia memberi petua” . Kita mulai ketjewa. Dan apabila pada kesempatan ketiga kalinja kita tidak diuga disuguhi sesuatu pendielasan istimewa, maka kita me rasa seperti baru sadja menghadiri pidato tukang obat jang menarik, tapi tidak mejakinkan untuk m embeli obatnja. Dan tidaklah kita merasa sang guru pengarang telah dirugikan, bahwa bukunja hanja dinilai harganja satu rupiah satu buku.
SI B A N G K A DAN B E B E R A PA T JE R IT A PEN DEK LAIN Dalam kumpulan Si Rangka dan beberapa tjerita pendek lain, dimuat tjerita-tjerita Rijono jang serem. Tapi kalau dalam beberapa tjerita dalam A p i kesereman itu disebabkan karena kedjadian-kedjadian jang wadjar dalam masjarakat, maka dalam Si Rangka kesereman itu dise babkan karena hubungan dengan kepertjajaan dan tahjul. Sebagai orang jang suka mentjeritakan tentang tahjul, ingin kita mengetahui bagaimana kepertjajaan R ijon o dan sikapnja terhadap tah jul. Dalam pendjelasannja terhadap sorotan saja mengenai Kepandjangannja *) dalam Kisah, dikatakannja, bahwa „Pada djaman ini, bukan djam annja orang (apalagi jang sudah merasa terpeladjar) suka tahjul. T ap i saja tidak segan-segan (biar bagaixnana kata orang) untuk bertjera k ja t"1*1)
S
tjerita-tjerita demikian masih terdapat pula pada
n p r t ^ ^ ^ T 311- l n\ ^ a ? dif ? matis' karena R ijono tidak m endjawab bisa pertjaja pada tahjul dan a g a L ja L n f a ma^
seora'” s
jang beredar dikalangan rakjat. Hanja dengan dem ikLn Hta b i a menerima betapa ia dalam tjenta-tjerita lain seo^ah membenarkan adin ia tahjul, ja.tu dengan memandangnja dari sudut pandangan rakjat R ijon o sendiri menganggap tahjul suatu penjakit rakjat J J ada ^ erm ^ ^ n vm a tja ^ 'k ep ert^ a ja a^ ^ d ilT ^ 1' ^ bahwa luas pula. Ketjuali lin g k ^ g a n ^ a ^ a ra k a t '* ^ atau sok tak pertiaia k iti j - l . 1SWa Jan& tak Pertl aJa pertengahan pegawai dan pengusaha' seam an oranS So lo “ S“ n gang. ’ seimnan» tentara, petani dan pedada.am j d L ^ o t i kaL s t nSp“ • “ b i°a d ih a .i mengandung kepertjajaan tahii 1 1 3 . Je" ta‘ tJenta Jang memihak dan serem m e n g ^ r iS r aDi H dat " ‘ I " 1* " * * * * 5a« g sekedar T jiri janB L , s ^ tahjul. baik jang berhubungan maunun inn’ 'r i l kerahaslaan jang mengerikan, tahjul. g maupun jang tidak langsung berhubungan dengan
n j a ^ l C k / h Z p a L ^ n Z a ^ ^ R 81 * a" / ca” -K epand jansantergolong djuga dalam d j c n u Z t k f S* * * “ -Tangan” . ,,Melia"’ djadian dalam kenjataai. mengenai buah m im pi jang keTermasuk djenis kedua tierita r, , seekor Andjing” dan,, T a w a n f u L u k i s a n ” , „Setia tjenderung memarukkannia dalam ' .J^ a ;3 a t u Alam ” saja bertang buah mimpi jang kedj«d’ ! ^ 1* ^ ^ n ? IM* kiP“ ™ djuga tennja gramt djadi kapur, jang oleh p e L a r a L dh ia' ah berubahrena reaksz kimia dan oleh karena ftu t e r a n ln , I ” " ? " disebabkan kakenjataan ilmiah. Begitupun saja rasa H r ll * 1 duaia tahJul kedunia ------------------J »a tid a k tentang tahjul tierita Pen1) Lihat djuga Jassin, Analisa tjet ke 9 ’ 2) Kisah n / 5 , Mei 1954. J ' ke‘ 2’ Gui™ng Agung, Djakarta 1965.
tiaharian jang djudjur” , karena tukang kebun jang ditjeritakan berhubungan dengan roh tidak sebenamja demikian, ia hanja menderita sakit halusinasi. . . Diluar pembagian dalam dua golongan ini berdiri ,,Kepertjajaan seorang Rakjat” , karena isinja tidak memihak kepertjajaan tahjul dan suasananja pun tidak serem. Ini bisa dianggap sebagai suatu pendjelasan R ijono tentang sikapnja terhadap kepertjajaan tahjul dan tidak kebetulan ditaruh paling achir. Dari tierita-tjerita djenis pertama, jang paling berhasil mengungkapkan suasana serem ialah „S i Rangka” . Seorang isteri muda saban malam mendengar suara biola dari kamar sebelahnja, tapi anehnja suaminja tidak mendengar apa-apa. Pendengaran itu disertai rasa takut ja n g tak dapat diterangkannja dan tak dapat dihalaukan oleh suammja dengan kata-kata dan budjukan. Pada suatu malam ketika sang isteri ditinggalkan suaminja untuk suatu urusan jang penting, ia ketamuan seorang sahStbat lama, Narjo. Tamu ini sudah beberapa kali datang, tapi selalu apabila sang suami tak ada dirumah. ICatanja ia sedang tjari rumah baru, karena rumahnja j g
tjintanja. Katanja ia selalu main menggesek biota
lih seDerti tertin dih oleh sesuatu jang berat. Uh sep em achirnia digali tempat arah suara itu Atas petundjuk seorang d , . . kemudian dikuburkan datang dan diketemukanlah rang ^ -a kembali ketamuan Narjo ditempat lam. Tapi Suriah t kprUinahnia jang baru dan iapim mengjang mengadjaknja pergi, pulang kerumalmja j c hembuskan nafasnja jang penghabisan. M oleh pertjakapan-pertjakapan jang ke Ketegangan lerpehhara b maknanja 3ebel „ m mendjelang achir rahasiaan dan tidak dising I s(,d;kil demi sedikit. Kita begitu dil i t a n . . i
y dakla6.fm ™ Sp i ^ *** • VU „tn tiara pentjeritaan Poe, jang dalam mentjiptakan D i s m i s a j a hhat satu tjar P ^ J ^ sampai achir tjerita, dengan kesereman, djuga meme ^ fcesatuan tudjuan dan kesatuan efeekP1aa„ 7 ^ t u k S a p a i n j a kePt p S a h
didjuruskan segala siasat tehmk sastra
apa * -
t n Z f n , k “aS K * la V W mukau p e m b a tja sam pai keacliir tjerita. i)
B u h u K ita U / 9 , September 1956.
£ * *
*“ *
* » ^
Tjaranja menjusun tjerita memungkinkan adnnja daja tjerita pengikat itu. Ia seenaknja menambah mengurangi sesuatu ditengJh-tengaB tjerita demi kelantjaran kisah. 8 ° " „D isuruhnja kita kagum akan kekajaan fantasinja dan dinaksanja lata menggeleng-gelengkan kepala akan keluarbiasaan daja fa n ta s ija . Dipukaunja fa t . buat terus membatja, diseretnja kita mengikuti demi raha^a benkut segala likunja sampai keachir tjerita: iui berkat kepandatannja membangun tjerita, dalam tjaranja mengachiri serta dalam tjarania memulai, jan g semuanja memhikin pembatja bertanja-tanja. Inilah kekuatan Rijono jan g seolah sedang menumpuk, menjusun batu demi batu Kita t.dak beram tjepat-tjepat bilaug tumpukau batu itu b a n ™ a„ sedung Djika
k
08 Rijoani.oU ^ ! i .
i u i v
bertingkat P ^
WaSa Sebe.,Um t * ® " " " **"
memasangkan
batu
terachir
ataunun
e
S
atannia
g
s a u a ^ e r e m 'd ^ m baSaimana tjaranja Rijono mentjiptakan sua sana serem dan memehhara ketegangan dalam tjeritanja „S i Rangka” . d a ta n ^ ^ a „ ^ . (} atang bertamu dikatakan, bahwa ia selalu pada kita Din™ n8 T*™ * B ?nJamin tidak ada- Ini menimbulkan tjuriga racsa i, ? Sang lsteri* Suriah. Apalagi bagi Suriah, iang men ja Tamu ^ a ^ T n 31^ ^ i ! ” 8UmUr 3*ang dalam’ aPab ila m enatap m atam en jeb u tk a n tem n Perasaan gam ang in i tid a k pula m au h in gga ia W i n nfn^ ked iam an n ja, i an g katanja ditekan o leh p ih a k lain
Semua itu I j i pa P*bak lain itu » tldak m a « ia m e n je b u tn ja . tahu Dan m , ^ lklD 8" asana k erahasiaan, ja n g m erangsang k einginan S n l Aku T i T D buI« r ° ma Perkataan N a ri ° j an I bisa diartikan Lalu fc nang berkubur di™m ab” mengerikan V a n ^ l? 11- andj inS m enggonggong dengan suaranja jang mengsesek i J.0 mentJeritakan riwajat hidupnja, kegemarannja fegeseK uiola dan tjaranja ia mati dianiaja oleh Djepang. rita: dhemukln11 klta, detik demi detik dibawa pada pengachiran tjejang penghabisan^11 manu8ia dan Suriah menghembuskan nafasnja terka. ^ u r ia ^ i^ ™ ^ ^ 363113 ada dJuSa terdJadi keHutjuan, karena salah bertania nada =,fg selalu mengeluh mendengar biola, pada suatu kali meredakan talr a™inJa: »Mas, engkau tiada m en den gar?” Dan untuk djuga mendengarnTaerjaha’ a k end iaWaI> ‘ Td en 8Uan,-1: i,’B i° la itu Jah engkau ? ^ tak usah » a k „ i« nfi . ’ aku ddJ“ Sa m en gam ja, karena tani suara « * P* terni ala j atl bukan mendengar suara biola lagi, tapi suara orang m erim ih, seperti tertindih barang jang berat. iann- hilanl6^ adJail) pula tjerita „Kepandjangannja” . J) Seorang b a ji djing Duannluh "f ^ and.u nf an, kemudian hidup dalam rupa seekor andiadi manusia 13 ,h\ P sebaSai hewan dan baru beralih rupa Apa sebab m a t ♦ V- tatkaIa menghembuskan nafas jang penghabisan. dan k era h ^ i™ 1? £ j ? dl keadjaiban-keadjaiban itu, tidak didjelaskan -kerahasian tetap tinggal rahasia. Hilangnja b a ji dalam
TL/3,
kembal? S fS m l? at sorotajl saja dalam Kisah M aret Kembali dalam Analisa, Gunung Agung, Djakarta 1961.
1954, dimuat
kandungan dikatakan terdjadi sesudah sang isteri berm im pi telah melahirkau anaknja. D juga kisah tentang peralihan rupa tjerita „Pem balasan pada Manu sia” . In i tentang seorang jan g dengan tidak setaliunja berubah djadi bina* tang dan m akan b a jin ja , karena disangkanja semangka. Apa sebabnja orang itu djadi binatang dan kem udian sesudah mati kembali djadi ma nusia, tidak- didjelaskan. H anja dikatakan, bahwa pernah ada orang jang m ati kena pagar listerik, karena hendak m en tjuri semangka. Orang inilah rupanja jan g m em balas dendam. T api pembalasan dendam itu tidak ditu djukan pada orang jan g memasang kawat berlisterik, tapi terhadap orang lain ja n g tidak bersalah apa-apa. Satu keberatan besar bisa dikemukakan terhadap tjerita-tjerita R ijon o Pratikto, seperti djuga terhadap tjerita-tjerita um um nja jang hanja untuk sensasi, jaitu tak adanja anasir m oral. Betapapun terguntjangn ja im adjinasi kita karena pentjiptaan suasana jang berhasil, kita sukar m enem ukan sesuatu jang bisa dipetik bagi pengajaan batin. Kita perhatikanlah m isalnja „T ig a Benua” , „M elia ” dan „Setia seekor A n d jin g ” „T ig a Benua” satu tjerita tentang djin-djin. Sepasang suami isteri jang kaja dan liidup bahagia, selalu dapat gangguan dari pentjuri. KarenJ itu dengan pertolongan seorang Arab, raereka memelihara beberapa djm . T jelak an ja diantara djin -djin itu ada satu djin wanita jang djadi rebutan antara djin -d jin lelaki. Rum ah suami isteri oleh karenanja s e l a l u hiruK pikuk tanpa kelihatan apa-apa. A chirnja tinggal lagi sepasang suami isteri djin , karena jang lain lain mati semua dalam perebutan. Rumah djadi aman kem bali, tapi kem udian sepasang djin ini beroleh anak-anak dan tim bul pikiran mereka untuk menguasai rumah seluruhnja dan mengusir penghuni jang sah. Untuk m entjapai maksud itu, mereka bikin gara-gara. Dua° orang anak penghuni manusia dibikinnja sakit, hingga meninggaJ berturut-turut. K etika anak ketiga djatuh sakit pula, suami isteri manusia pergi kedukun dan dikctahuilah siapa jang m enjebabkan penjakit. T ap i orang A rab jang punja djin telah pindah dan terpaksalah sang dukun sendiri m enghadapi djin -d jin dengan mantera-mantera, diban u oleh suami isteri dengan doa dan puasa. Berbulan-bulan perdjuangan denaan djin berdjalan dan melihat gelagatnja manusia akan kalah. isteri beragak-agak akan pindah, tapi djustru waktu itulah orang ra pulang dari perdjalanan dan mengusir djin-djin. Namun demiki;an J«eluarga manusia pindah djuga, karena rumah mereka telah penuh diramnan tumbulian. Agaknja tjerita ini dibangun oleh R ijo n o tatkala melihat rumah tua jan g tak dapat didiam i lagi dan m endengar riwajainja dan orang K a m pung. B anjak tjerita-tjerita R ijono jang terdjadi demikian. T e n t u sadja ia dalam membangun tjeritanja menambah mengnrangi dengan tanta;I?J_ sendiri. Mengenai tjerita ini, tidak terang apa sebab dia menjebutnja « Al* Benua” , karena hnnja ada satu rumah jang kemudian merupakan sa benua tum buhan. Suasana kegaiban dan kengerian tidak tertjipta, rena tjerita lebih banjak didjelaskan dari didramatisir. D juga sukar m em etik apa-apa dari tjerita R ijon o „M elia” , jang mengisahkaa tentang seorang pengarang wanita jang perasa, pe‘ nulis tjerita dan penjair. Karena mengundjungi rumah buta, ia dikedjar-
k ed ja r m im p i bahw a anaknja akan tjatjat. D an betul sadja, anaknja lahir tjatjat dan m eninggal. T id a k dikatakan tjatjat apa, buta, tuli, tak punja k a k i dan tangan, dem pet, ataukah punja tiga buah dada, seperti jan g dim im pik an n ja bertnrut turut. Bagaim ana kedjadian k etjil bisa merangsang fantasi R ijo n o , nampak pula dalam „Setia seekor A n djin g” . Pam annja menemukan seekor andjing k e tjil dan m em eliharanja sampai besar dan sesudah paman meninggal, an djin g jan g setia itu sampai beberapa kali m enggali paman dari k u bu m ja. O risinil tjerita R ijo n o „Taw anan jang lari” , dimana ia m entjeritakan 6atu tragik jang m enggelikan. Seorang tawanan siuman kem bali dari pingsannja kena peluru dan m endapati tangannja terikat dengan rantai pada polisi pengawalnja jang telah m ati dalam serbuan gerom bolon. Supaja dapat melarikan diri dipotongnja tangan pengawal itu, tapi keratan ta ngan jang tinggal tak m au lepas dari rautainja. Terpaksalah ia lari dengan membawa keratan tangan itji dan mau ia rasanja m em otong tangannja sendiri, agar lepas dari tangan jan g membusuk itu. T ap i pisau ketinggalan. Urat sarafnja d ja d i terganggu dan ia lari ketakutan kian kem an, hingga achirnja patroli m enem baknja mati. Saudara b oleh pertjaja atau tidak, tapi nampak disini sampai kemana ima jinasi R ijo n o m en djeladjah kemungkinan-kemungkinan daerah peagalaman manusia. D Seln.ia^ tangan pula R ijon o bertjerita dalam kisahnja jang ju u enilkian. Satu sisa pasukan jang terpukul kutjark atjir dan C.Kang m f nti ari djalan keluar dari kepungan musuh, m enem ui m ajat erapa awan mereka jang tertim bun oleh puing dan kem udian m ajat •epa a pasu an mereka sendiri. A nehnja jang tersebut kem udian ini hanja T n ^ - ej ^ ar seo^a^ m enghadang sedang badannja tertim bun san „ olllr„ ’ er J , 1 Perteugkaran antara anak buah dan pengganti kepala satn ba^ wa perdjalanan harus diteruskan. T a p i belum dan aia 6 6£ mereka berdjalan, m ereka telah masuk perangkap musuh dan sisa pasukan gugur semua. dilukiskau R ijo n o dalam „P ada Sebuah Lukisan” , terkemuka. Satu bu k^ P®ngaranS sadistis oleh seorang pam ong pendidik n crp*r! in i nairwa pengarang berhasil m enim bulkan efek ke* tentanir cm ** es^ ‘aman pada pem batja. D alam nja R ijo n o mengisalikan pelukis samh^f *8 t,entara j ang sedang duduk dilukis oleh seorang nialc me,ltJeritakan pengalam annja dimasa lalu. Ia sudah ba dan mata-mata B ^ a n d a ^ ^ ’ antarani a A chm ad, seorang pengchianat ___ • i . . „ Bagaimana tjaranja la m em bunuh, digam barki nni a Mula-mula
h m d a l f ‘ dibakam i “ f
.dil|f ekiknjaf)
darahnja.
w U "ak r d f t r a - dalam gUtji’ » P « i ! f “ P“ B d ik u b u , Tapi semnat m p n J k . ^ i m j a perutnja sadja dibedahnja, tapi sebelum ia sempat m enguburnja, ia kedapatan oleh Belanda. bar
! J’erila dengan tidak disadari pelukis, telah tergainm uka harimau diatas kanpas. a am pem bitjaraannja dalam T jerita-pendek Indonesia A iip R osidi m em bandujgkan tjerita in i dengan tjerita P oe „K u tjin g H itam ” , jang
djuga mengisahkan kekedjam an dem ikian. Dan P o e pun pernah dituduh orang sadistis, masochistis, vampiristie dan sebagainja, karena tjeritatjeritan ja jan g dianggap terlahir dari djiw a jan g sakit. M engingatkan pada P o e ketjuali tjara m enim bulkan suasana dan tjara m em elihara ketegangan, djuga isi beberapa adegan dalam tjerita dan djalan beberapa tjerita. K ekedjam an terhadap binatang dan manusia, seperti kita lihat dalam karangan „K u tjin g H itam ” , nampak pula dalam karangan R ijo n o ,,K epertjajaan seorang R akjat” dan „P ada Sebuah Lu kisan” - D jalan tjerita R ijon o „B atu A lam ” dengan beberapa ubahan t'okoh dan p ok ok perhatian, m engingatkan „T h e G old-Bug” Poe. Apabila dalam T h e G old-B ug gambaran pada perkam en djadi tim bul, karena panasnja api m enjebabkan perubahan-perubahan kim ia, maka dalam Batu Alam perubahan kim ia itu m enjebabkan batu keras berubah djadi kapur. Hanja pada P o e lebih teliti dan m ejakinkan tjaranja menerangkan kedjadiau* kedjadian m isteri dengan akal pikiran. Malah dalam tjerita-tjeriilanja jang bersifat .tjerita detektif, analisa dengan akal pikiran itu sangat kuat. Kaiangan-karangan P o e dikatakan orang seperti bangunan arsitektur dan dem ikian pula agaknja pendapat R ijono mengenai bangunan tjerita nja. B agi keduanja tjerita adalah suatu hasil1 pem ikiran otak terutama, diisi dengan daja im adjinasi jan g kaja. Kalau daja im adjinasi itu pada P oe bersum ber pada tjerita-ajerita tahjul orang N egro jang semasa ketjil didengarkannja dengan minat, maka pada R ijono sumber itu ialah dongeng-dongeng rakjat sekitarnja. T jerita „B atu Alam ” 6ingkatnja seperti berikut. Ketjewa dengan kehidupan kota, seorang pematung menarik diri dan hidup sebagai pe* tani dengan isterinja diudik. Sampai pada suatu hari ia mengundang kawannja T on , supaja datang ketempatnja untuk membantunja dengan suatu pekerdjaan jan g penting. Ingin mengetahui keadaan kawannja, T on m emenuhi undangan itu. T em ja ta Sumanta — dem ikian nama pematuug itu — sudah djadi petani jan g makmur, tapi kesukaannja jang lama tak dilupakannja, Dalam rum ahnja banjak patung-patung dan ia sedang sibuk dengan rentjana besar jang tim bul karena ia m im pi kedatangan seorang asing. Orang asing itu m enjuruhnja m enggali bukit dekat rumahnja. Djika tanah dan rum put jang m enutupinja disingkirkan, .maka batu akan tim bul, baik sekali untuk dipahat djadi artja jang besar. Betul sadja sesudah diselidiki memang ada batu besar dalam bukit itu dan dengan bantuan Ton, Sumanta berminggu-minggu menggali bukit itu, hingga sesudah dua bulan achirnja m untjul satu batu tunggal jang besar sebangsa granit. Sumanta dengan segera mengerdjakan batu itu, tak kenal siang dan malam, memberituk 6atu artja gerilja. Hudjan dalam pada itu tak turun-turun dan patjeklik mengantjam. Bertentangan dengan kemauan petani-petani jan g mendoa supaja hudjan turun, Sumanta sebaliknja m em bentji hudjan karena akan menghambat pekerdjaannja. T ap i pada suatu malam turim djuga hudjan Iebat dan keesokan harinja Sumanta melihat hasil tjiptaannja telah berubah djadi tumpukan kapur. R upanja air hudjan telah m enjebabkan reaksi kimia jang m erobah batu djadi kapur.
Ketegangan terpelihara baik dalam tjerita ini. Tapi ada beberapa hal jang tidak dipertanggungdjawabkan. Dalam perdjalanan kerumah Sumanta, kusir delman mentjeritakan pada Ton dongengan rakjat bagaimaiia terdjadinja bukit batu. ICatanja bukit itu sebenarnja badan raksasa jang dibunuh dan ditanam disitu dan senantiasa masih mengharapkan membalas dendam pada manusia. Dalam m impi Sumanta r a k s a s a ini tidak m untjul, hanja dikatakan seorang asing. Dan apabila pekerdjaan achirnja gagal, kita masih mentjari-tjari hubungan kedjadian ini dengan tjerita sang kusir jang mengandung antjaman kemasa depan. Karena hubungan antara kedjadian dengan dongengan dan impian samarsamar maka efek kesereman djadi bujar. Keterangan reaksi kimia akan leb ih mejakinkan, apabila disertai rumus-rumus analisa kimia. Tjerita „Pentjaharian jang djudjur” mengisahkan tentang seorang tukang arit jang bekerdja pada suatu keluarga untuk menambah penghasilannja. Tapi ia dianggap gila sebab bagi orang lain, rumah jang saban hari dibersihkannja, nampak sebagai puing belaka dan p e n g h u n i rumah itu telah tewas kena bom dimasa revolusi. Anehnja pak D jo jo — demikian nama tukang arit itu — dapat memperlihatkan uang jang diterimanja dari n jonja rumah. Ia ditangkap dan dituduh m entjuri, tatkala didapati oleh ahli waris sedang membuka lemari untuk mengambil gadjinja. Tak adanja batas antara kenjataan dan chajal, pada kita m enimhulkan sangkaan, bahwa Pak D jo jo menderita penjakit halusinasi. Dalam tjerita jang terachir, „K epertjajaan seorang Rakjat” , R ijo n o berkisah tentang pengalainan seorang mahasiswa dengan seorang tukang sate jang tatkala berpapasan dimintainja api. Si Tukang sate gusar, karena kedjadian itu suatu alamat, bahwa dagangannja takkan laku. Tapi si mahasiswa m enghibum ja dengan mengatakan, bahwa kepertjajaan itu hanja tahjul. Dan untuk membuktikan dengan mata kepala sendiri benar tidaknja, mendjelang tengah malam si mahasiswa m entjari tukang sate itu ditempatnja biasa berdjualan. Dan sebenarnja, satenja masih banjak. Tanpa pikir pandjang si mahasiswa m em borong semua sate — lebih 200 tusuk — hanja untuk mempertahankan utjapan jang telah dilahirkannja. Tapi apa latjur ? Keesokan harinja didengam ja dari si tukang sate, bahwa sate jang dibelinja malam kemarinnja itu, adalah punja temannja jang dititipkan padanja, sedang dagangannja sendiri sudah laris. Dalam tjerita ini R ijon o tidak meninggalkan hum ornja. Kita terpaksa tertawa memikirkan akan diapakannja sate eekian banjak itu dan kita merasa geli, bahwa ia ternjata tertipu karena salah sangka. . Soal. lain ialah, apakah ia telah m enjem buhkan apa jang dianggapn ja penjakit rakjat? Saja kira tidak. K epertjajaan jang telah turunteJn^ rUn» tidak bisa dibatalkan dengan satu pertjobaan sadja. M alah ia e ah menambah penjakit tukang sate jang dengan sengadja ( ? ) mem* ohong dan mengatakan bahwa dagangannja belum laku, pada hal dia hanja menunggui dagangan kawannja. K i . ^ ta tak dapat mengatakan bahwa R ijono tak tjukup punja kepribadian dan hanja m entjontoh Poe, karena oleh penggalian dalam m asja rakat jan g lain, ia menemukan banjak kedjadian dan situasi jan g lain.
Lagipula dalam situasi-situasi jan g serem , ia masih bisa menemukaii Iial-hal ja n g m enggelikan, satu h al ja n g tak k ita temukan pada Poe. M engenai telinik tjerita, nam paknja ia m asih terus dalam pentjarian. T jerita-tjeritan ja ja n g ditulis kem udian dari Si R angka dan belum sem pat dibukukan, m em perlihatkan usaha untuk melepaskan diri dari pengarang A m erik a itu. x)
1)
Lihatlah pendjelasannja mengenai tehnik tjerita-tjeritanja Experimen” , dimuat dalam Siasat X /4 5 5 , 29 Pebruari 1956.
,,Beberapa
IN D E K S A Aidit, Sobron, 15, 78 A jip , lih.: Rosidi, Rossidhy A li, Muham m ad, J/S-56, 65, A lisjahbana, Sutan Takdir, 31, 88 Ananda, Yusach, 15, 16 A ngin Laut, 132-11,1 angkatan, soal, 29 A n gk a tan 45, 88 A n w ar, Chairil, 17, 19, 23, 32, 41, 59, 61, 72, 73, 74, 75, 76, 100, 150
Dibawah Lindungan Kaabah, 108 D im yati, M ., 15 Dini, Nh., 135 79 9, 12,
Ditengah K eluarga, 78, 8Jr 88, 92 D itcpi K ali B ekasi, 14, 31 Djalan Mutiara, 14 DjaJan tak ada XJdjung, 11, 14 Djangir Bali, 108
34, 39, 77, 89,
Djedjak Langkah, 14 Donggo, 97 Dostojefski, 17, 23 Dringkgelag, 28 Dua Dnnia, 117-121, 135
A n w ar, Rosihan, 28, 29, 32, 39 A p i dan beberapa Tjerita pendek lain, 14, 150-157 Apin, Rivai, 17, 30, 32, 98 Apollinaire, Guillaume, 59 Ardan, S.M ., 15, 16, 32, 78, 159 A th eis, 55, 56 atheisme, 24, 25 atheisme-theisme, 25 Auden, 98 A ustin, Jane, 31 A w a l dan M ira, 14 B Bachtiar, Toto Sudarto, 30, 32, 57-77 B alfas, M ., 11, 14, 72, 73, 136, 148 Baudelaire, 32, 70 Beirce, A m brose 31 Boutens, P.C., 2 8 Budaya, 17, 43 Bukan Pasarmalam, 14, 31 Bunga Rumah Mahan, 14 Boesje, Mottinggo, 117
C Camus, 17, 33 Chairil, lih.: A nw ar D Darm awidjaja, 40 Dia jang menjerah, 14, 31
E Ehrenburg, Ilya, 17, 32, 33 Eliot, 17 Elsschot, Williem, 73 Eros, 28 E tsa , 57, 59, 75 cxistensialisme, existensialis, 24, 25, 35 expresionisme, 33, 34 F Freud, 93 G Gastmahl, 28 Gelanggang, 19 Gema Suasana, 43 Gcma Tanah A ir, 39, 40 ”gezag” 40-41 Gide, 32 Goethe, 17, 23, 53
U Hadimadja, Aoh K arta, lih.: K artahadimadja H am ka, 108 Hamzah, Am ir, 39, 107 Harijadi, lih.: H a rtow a rd ojo, Harijadi S.
Hartowardojo, Harijadi S., 15, 30, 32,. 77 Heidegger, 25 Hindu, 108 Hitam atas Putih, JfS-52 Homeros, 17 humor, 154, 155
Laki-laki dan Lavelle, 25
Mesiu,
132,
l^l~ih ^
Leo, Alexandre, 15, 101- 107, 109 5 Tragedi, 43, 47, 5 4 - 5 5 Lingkaran-lingkaran retak, 14 Lubis, Mochtar, 1 4 , 1 7 M
Idris, Soewardi, 15
MacLeish, 73
Idrus, 16, 17, 32, 39, 40, 150, 153, Ilias, 23
154
impresionisme, 33 Indonesia, 43
Jassin. H .B., 30, 33, 39,
14
17
M a’ruf, Anas, 34, 39, 84 M ereka jang dilumpuhkan, 14, 31, 139 metafor, 23, 70
117
Jang terempas dan terkandas, Jaspers, 25
Manusia dan Tanahnja, Marcel, Gabriel, 25 Marpaung, Darius, Marsman, 12
Iqbal, Muhammad, 2 5 Iskandar, Nur Sutan, 8 8 , 108 Islam, 25, 35, 107, 108
Jacub, Dt. B. Nurdin,
Mahabrata, 17, 23
14
Mimbar Indonesia, 17, 4 3 Mohtar, Toha, 122-1S1 Mounier, Emamnuel, 25 M y Nam e is Aram , 84
88
N Nashar, 89 Nasrani, 108 naturalisme, 33 Navis, A .A ., 108-116, 117 Nietzsche, 100
K Kalidasa, 17 Kartadinata, Abas, 1 6 , 1 3 7 Kartahadimadja, Aoh, 14 Kartini, Raden Adjeng, 1 1 9 Kassner, Rudolf, 28 Katahati dan Perbuatan, Kedjatuhan dan Hati,
14
14
U , 13, 14, 31, 79
Notosusanto, Nugroho, 11 12, 19, 20, 28, 104 Nugroho, lih. Notosusanto Nuraini, Siti, 30 Nusantara, N .V ., 117
78' 64' 97-10°
Kierkegaard, 24 K irdjom uljo, S.,
15
77
Kisah, 17, 43, 56 Kisah sewadjarnja.
Koestler,
O Odysseus, 23 Orang jang kembali, 101-107 Orang-orang sial, 14
14
32
Kom edi Manusia,
84
Kom unisme,
steisel, 33
Konfrontasi,
9,
n,
43
K ongres Perdamaian,
Pane, Sanusi, 95 pendangkalan, 24 Perburuan, 14, 31
8g 33
Krandji Bekasi djatuh,
31
krisis kesusastraan, 8 - 2 6 , 28-35 n te n u m sastra, 37, 38, 40, 4 1 Kubur tak b e r ta ^ a , ,43.
42
4 7 5 2 -5 3 , 5 4
Perdjalanan Penganten, 78, 84, Persetudjuan dangan Iblis, 43, 53-54 personalisme, 25 Pertjikan Revolusi, 14, 31 pesimisme, 11
P csta, 78, 94-96, 97 plagiat, 41 Plato, 28 Poe, A llan, 159, 162, 163, 164 polyinterpretabel, 70, 71 P ram , Pram oedya, lih.: Toer, moedya A n an ta Pratikto, Rijono, 14 15, 32, 150-165 Prosa, 56 P udjangga Baru, 9, 88 Pudjangga Baru 9, 43 Pudjani, 15 Pulang, 122-131
Si D jam al dan Tjerita-tjerita tain, 14 Siksa dan Bajangan, 43, 46, 47, 53, 55 simbolik, 70-71 simbolisme,, 33 34, 70 Pra116,
SimposiiWi, 28 Simposum di Am sterdam , 14, 28 sinisme, 150, 153 Si Rangka, 150, 150-165 Siregar, Bakri, 14 Siswo, A ris, 15 Sitor, lih.: Situm orang Siti Nurbaja, 56 Situmorang, Sitor, 14, 17, 23, 28, 32, 33, 34, 35, 38, 40, 88, 96, 100 Slametmuljono, 24
R
Sokrates, 28 Sontani, U tu y Tatang, 14, 32, 38
R am adhan K .H ., 15 Ram ayana, 23 Rang-kuti, 25 Rendra, W .S ., 15, 100
Stalin, 33 Sticusa, 9, 88
Rimbaud, 32, 35, 70 Rivai, lih.: Apin Robohnja Surau K am i, 108-116, 117
Suara, 57-77
roman, 12
Sukanto S.A ., 15 Sumardjo, Trisno, 14, 117 Supangat, W alujati, 15
Rosdy, Zen, 15 Rosidi, A jip , lih.
djuga:
Rossidhy,
AJip, 78-100, 162 Rosihan, lih.: A nw ar, Rosihan Rossidhy,
A .,
lih.
d ju ga:
Subuh, 14 31 Sudjatmoko, 10 n, 11, 88
Surat K ertas hidjau, 14
Rosidi,
T
A jip , 15 Rougem ont, Denis de, 25 Rukiah, S., 14
8 Sadjak, 16 Said, Pak, 99 Saleh, Boejoeng, 11, 27 Sani, A srul, 10, 17, 18, 30, 32 sarkasm e, 150, 153 Sarosi, 17 Saroyan, W illiam , 84 Sartre, 17, 25, 33 Sastrawinata, Saleh, 14 Sebuah Rumah bunt Haritua, 78 88-91
Tafsiri, Alwan, 15 Tahun-tdhun Kematian, 15, 78-84 Tandus, 14 Terang Bulan terang dikali, 14 theisme, 24, 25 Thomisme, 35 Timur-Barat, 23, 24 Tjari Muatan, 78, 94, 96-100 Tjekov, Anton, 17, 32 Tjerita, 56 Tjerita dari Blora, 14, 30, 31 tjerita pendek, 11, 12, 16, 55 Tjerita pendek Indonesia, 78, 162 Tjinta dan Kewadjiban, 108
Scriosa, 17
Tolstoi, 17
Shakespeare. 17, 23 Siagian, Gajus, 36-42 Siasat, 17, 43
Trisnojuwono, 104 132-149 Toer, Pramoedya Ananta, 13, 14, 17, 23, 28, 29, 30, 31, 32, 38, 39, 79, 89
V Udin, 9, 31 ukuran seni, 35-35 Umar, Hussyn, 15 universil, unive'rsalitet, 20 Usman, Zuber, 89 V Verlaine, 32 Vuyk, Beb, 28, 29, 30, 31, 32
W Wairata, L., 108 Walmiki, 1 7 Walujati, Louise, Wijasa, 17, 2 3
39
Y Yamin, Muhammad, 88
Z Zenith, 17, 43 Zulkamain, 15, 101
k e © b a .l:
O rw ^
______ = T g = = = = -■ "
““
t ' “
? 1
A* " > ■ ■ I t IM? A 'riS c fin
'Z / h a
6 ri«£
I fW
MAR 2M 4
■. . •,-■■ ^ >«
]n ' - ' • \A!m - - 1’
. .
i
P e r p u s ta k a a n U l