Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
ON QUANTIFYING EFFICIENCY IN MARITIME LOGISTIC: IDENTIFICATION OF LOGISTIC PERFORMANCE INDICATOR Ni Luh Putu Pratidinatri1) dan Tri Achmadi2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail:
[email protected] 2) Program Studi Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada tahun 2012, Bank Dunia menerbitkan Logistics Performance Index (LPI) yang menyebutkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-59 dari 155 negara di seluruh dunia yang disurvei. Biaya pelayaran domestik lebih tinggi daripada biaya pelayaran internasional, misalnya, biaya pengiriman komoditas jeruk dari Sulawesi Selatan ke Jakarta dua kali lipat dibandingkan dari Shanghai ke Jakarta, meskipun jaraknya lebih pendek. Hal tersebut membuktikan bahwa kinerja logistik di sektor transportasi laut domestik masih tergolong rendah. Sebagai negara kepulauan, pengukuran kinerja logistik khususnya pada sektor transportasi laut sangat perlu untuk dikembangkan. Makalah ini menitikberatkan pada proses identifikasi indikator agregat dengan pendekatan Analysis Hierarchy Process dan konsep cost-drivers. Penentuan hirarki dari parameter pengukuran kinerja logistik maritim tersebut dikelompokan menjadi nodes (operasional terminal petikemas) dan links (kegiatan pelayaran), yang mengacu pada konsep logistik dan manajemen rantai pasok. Berdasarkan dua faktor utama dalam menentukan kriteria pengukuran kinerja logistik yaitu tingkat layanan maupun tingkat aksesibilitas, indikator biaya merupakan indikator terpenting dalam mengukur kinerja logistik maritim. Kata kunci: Model Pengukuran, Kinerja Logistik, Transportasi Laut.
PENDAHULUAN Tujuan dari LPI dan indikator-indikatornya yaitu memberikan penilaian serta menganalisis kesenjangan logistik antara negara-negara di dunia. LPI juga bermanfaat dalam membandingkan kinerja logistik di seluruh negara dan mengidentifikasi prioritas utama reformasi dalam negara. LPI dan indikator-indikatornya tidak hanya mencerminkan kesenjangan antara negara-negara maju dan berkembang, melainkan perbedaan yang signifikan antara negara-negara berkembang pada tingkat pembangunan yang sama. Bank Dunia dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) menggunakan pendekatan yang berbeda untuk menggambarkan kinerja logistik. Bank Dunia memiliki 6 (enam) kriteria seperti bea cukai, infrastruktur, pelayaran internasional, kompetensi logistik, tracking & tracing, dan ketepatan waktu. Sementara, APEC cenderung membaginya menjadi 3 (tiga) kelompok terdiri dari pembangunan infrastruktur dan kapasitas, penyederhanaan prosedur, dan memperkuat aturan dan institusi. Pengelompokkan ini memiliki tujuan yaitu mengurangi waktu, biaya dan ketidakpastian dalam perdagangan. Berdasarkan kriteria yang digunakan oleh Bank Dunia dan APEC, keduanya berorientasi kepada pelayaran internasional.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Rendahnya tingkat kinerja logistik di Indonesia melatarbelakangi pembentukan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), pengembangan aktifitas logistik agar menjadi efektif, efisien dan terintegrasi. Menggunakan pendekatan manajemen rantai pasok yang diselaraskan dengan kolaborasi pemangku kepentingan terpadu, dan didukung oleh teknologi informasi disertai dengan pengaturan kelembagaan yang handal dengan sistem organisasi yang efektif (Cetak Biru Sislognas, 2012). Selanjutnya, terdapat 6 (enam) key drivers, pendekatan yang digunakan sebagai berikut: (1) komoditas, (2) pelaku logistik dan penyedia layanan, (3) infrastruktur transportasi, (4) teknologi informasi dan komunikasi, (5) sumber daya manusia dan (6) regulasi. Efisiensi rantai pasok di suatu negara dalam hal biaya, waktu, dan kehandalan tergantung pada ciri khusus ekonomi nasionalnya yang disebut sebagai kinerja logistik (Bank Dunia, 2012). Makalah ini menitikberatkan pada proses identifikasi indikator agregat dengan pendekatan Analysis Hierarchy Process dan konsep cost-drivers. Penentuan hirarki dari parameter pengukuran kinerja logistik maritim tersebut dikelompokan menjadi nodes (operasional terminal petikemas) dan links (kegiatan pelayaran), yang mengacu pada konsep logistik dan manajemen rantai pasok. Pelabuhan petikemas memainkan peran penting dalam proses transportasi petikemas, terutama peran mereka sebagai penghubung dan memfasilitasi pemindahan petikemas antar moda, antara transportasi laut dan darat (Cullinane & Song, 2006), sehingga akan lebih masuk akal dilakukan pengelompokkan elemen terdiri dari node dan link, dan semua indikator pengukuran harus diterapkan secara konsisten terhadap elemenelemennya. Pengukuran kinerja dari semua elemen dilakukan pada setiap node dan link dan harus diuji dengan menggunakan kelompok yang sama indikator (Nugroho, S. 2012). METODE Diagram alir penentuan indikator ditunjukkan oleh Gambar 1. Identifikasi Kriteria Pengukuran Kinerja Faktor Utama Serviceability
Accessibility
Nodes
Links
KPI Pelabuhan
KPI Pelayaran
Segmentasi
Sisi Penawaran Quality
Port Performance Indicators
&
Shipping Performance Indicators
Identifikasi Cost-drivers
&
Identifikasi Cost-drivers
Sisi Permintaan Cost Time
Penentuan Hirarki Parameter Pengukuran Indikator Pengukuran Kinerja Logistik: Tinjauan Transportasi Laut
Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Indikator
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Analisis Kondisi Eksisting Pada tahap ini akan dilakukan tinjauan literatur mengenai metode-metode pengukuran kinerja logistik yang sudah dikembangkan seperti Logistics Performance Index (LPI) oleh Bank Dunia, Enabling Trade Index (ETI) oleh World Economic Forum (WEF) dan The Three-track Assessment oleh Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Selain itu juga meninjau Key Performance Indicators (KPI) baik pada pelabuhan (Port Performance Indicators) yang dikembangkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) maupun pada pelayaran (Shipping Performance Indicators) yang dikembangkan oleh Norwegian Marine Technology Research Institute (MARINTEK). Proses Agregasi Indikator Berdasarkan hasil tinjauan literatur mengenai metode-metode pengukuran kinerja logistik yang sudah dikembangkan pada tahap awal, dilakukan pemilihan kriteria pengukuran kinerja yang berkaitan dengan aktifitas logistik maritim dalam ruang lingkup domestik. Selanjutnya adalah menyeleksi KPI pada lingkup nodes dan links yang berdasarkan pada konsep logistik yaitu Quality, Cost dan Delivery (dalam makalah ini didefinisikan sebagai waktu). Analysis Hierarchy Process Pendekatan ini berperan dalam menentukan bobot pada masing-masing indikator pengukuran, sehingga menghasilkan hirarki dari parameter-parameter tersebut. ANALISIS KONDISI EKSISTING Logistics Performance Index (LPI) LPI adalah alat yang berfungsi sebagai benchmarking yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam mengukur kinerja pada rantai pasok logistik 155 negara di seluruh dunia yang disurvei. Dalam LPI, indeks didefinisikan sebagai penilaian multidimensi dari kinerja logistik, menggunakan skala dimulai dari 1 (terburuk) sampai 5 (terbaik). LPI memiliki enam komponen: 1. Efisiensi kinerja bea dan cukai; 2. Kualitas perdagangan dan infrastruktur transportasi; 3. Kemudahan dalam mengatur pengiriman/ pelayaran dengan harga yang kompetitif; 4. Kompetensi dan kualitas jasa logistik; 5. Kemampuan untuk melacak kiriman; 6. Frekuensi pengiriman sesuai dengan jadwal atau waktu yang diharapkan. Enabling Trade Index (ETI) ETI mengukur sejauh mana negara telah mengembangkan institusi, kebijakan, dan layanan dalam rangka memfasilitasi arus barang dari asal ke tujuan. Struktur indeks mencerminkan faktor utama perdagangan, terbagi menjadi empat area/ subindeks disertai dengan sembilan pilar yang dikaitkan dengan subindeks sebagai berikut: 1. Subindeks akses pasar Mengukur sejauh mana kerangka kebijakan negara dapat melayani barang asing yang masuk ke negara dan sebaliknya, bagaimana negara mengatur ekspor. Pilar 1: akses pasar domestik dan luar negeri
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
2. Subindeks administrasi border (ekspor-impor) Menilai sejauh mana administrasi perbatasan menangani masuk dan keluarnya barang dari seuatu negara. Pilar 2: Efisiensi administrasi kepabeanan Pilar 3: Efisiensi prosedur ekspor-impor Pilar 4: Transparansi administrasi 3. Subindeks infrastruktur transportasi dan komunikasi Mengukur apakah negara telah menyediakan infrastruktur transportasi dan komunikasi dalam rangka memfasilitasi pergerakan barang domestik maupun internasional. Pilar 5: Ketersediaan dan kualitas infrastruktur transportasi Pilar 6: Ketersediaan dan kualitas pelayanan transportasi Pilar 7: Ketersediaan dan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 4. Subindeks lingkungan bisnis Menilai kualitas tata pemerintahan serta seluruh peraturan dan keamanan lingkungan yang memiliki dampak pada kegiatan bisnis, baik bagi importir maupun eksportir di dalam negeri. Pilar 8: Lingkup peraturan Pilar 9: Keamanan fisik The Three-track Assessment APEC mengembangkan indikator pengukuran kinerja logistik yang mengacu pada LPI dan ETI, memiliki 3 (tiga) kelompok sebagai berikut: 1. Pembangunan infrastruktur dan kapasitas Memiliki action plan dan deskripsi: Infrastruktur: infrastruktur transportasi yang tidak efisien atau tidak memadai; kurangnya hubungan lintas batas fisik (misalnya jalan, jembatan, dll) Kapasitas logistik: kurangnya kapasitas penyedia jasa dalam suatu wilayah Konektifitas: kemampuan transportasi multi-modal yang kurang berkembang; transportasi udara, darat, dan konektivitas multimodal tidak efisien 2. Penyederhanaan prosedur Clearance: proses perizinan yang tidak efisien di perbatasan: kurangnya koordinasi antar instansi di perbatasan, terutama yang berkaitan dengan clearance barang yang diatur di perbatasan Dokumen: prosedur yang memberatkan dalam hal dokumen bea cukai dan prosedur lainnya (termasuk untuk perdagangan preferensial) 3. Memperkuat aturan dan institusi Transparansi: kurangnya transparansi pada regulasi yang mempengaruhi logistik; kurangnya kesadaran dan koordinasi antar instansi pemerintah tentang kebijakan yang mempengaruhi sektor logistik; tidak adanya titik kontak tunggal pada hal-hal terkait logistik Regulasi dan standar: banyaknya standar dalam hal lintas-perbatasan dan peraturan untuk pergerakan barang, jasa dan bisnis Transit: kurang adanya pengaturan kepabeanan saat transit lintas-perbatasan pada suatu daerah
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Port Performance Indicators (PPI) UNCTAD mengembangkan beberapa indikator dalam mengukur beragam aspek pada operasional yang merupakan key areas di pelabuhan, terdiri dari indikator keuangan dan indikator operasional. Dalam makalah ini menitikberatkan pada operasional pelabuhan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Arrival rate Jumlah kapal tiba di pelabuhan selama satu bulan, dibagi dengan jumlah hari dalam bulan (kapal/ hari) 2. Waiting time Jumlah waktu antara kedatangan dan berlabuh untuk semua kapal berlabuh, dibagi dengan jumlah kapal berlabuh (jam/ kapal) 3. Service time Jumlah waktu antara sandar dan keberangkatan untuk semua kapal, dibagi dengan jumlah kapal (jam/ kapal) 4. Turn-round time Jumlah waktu antara kedatangan dan keberangkatan untuk semua kapal, dibagi dengan jumlah kapal (jam/ kapal) 5. Tonnage per ship Total tonase untuk semua kapal, dibagi dengan jumlah kapal (ton/ kapal). Oleh karena makalah ini mengambil lingkup pembahasan pada sektor transportasi laut domestik untuk petikemas, maka tonase dikonversi menjadi jumlah petikemas (petikemas/ kapal) 6. Fraction of time berthed ships worked Total waktu kapal-kapal yang berlabuh, dibagi dengan total waktu antara sandar dan keberangkatan dari semua kapal 7. Num. of gangs employed per ship per shift Total waktu kotor, dibagi dengan total waktu kapal-kapal berlabuh (gangs) 8. Tons per ship-hour in port Jumlah tonase, dibagi dengan total waktu antara kedatangan dan keberangkatan (ton/ jam), yang disesuaikan menjadi jumlah petikemas per jam di pelabuhan 9. Tons per ship-hour at berth Jumlah tonase, dibagi dengan total waktu antara sandar dan keberangkatan (ton/ jam) 10. Tons per gang-hour Jumlah tonase, dibagi dengan total waktu kotor per gang (ton/ gang-jam), yang disesuaikan menjadi jumlah petikemas per container crane-jam 11. Fraction of time gangs idle Total waktu menganggur (idle) per gang, dibagi dengan total waktu waktu per gang Shipping Performance Indicators (SPI) Indikator ini dibentuk dari 7 (tujuh) Shipping Performance Indexes (SPIs), 34 Key Performance Indicators (KPIs) dan 66 Performance Indicators (PIs). SPIs merupakan ekspresi agregat dari kinerja pelayaran dalam beberapa area tertentu, yaitu: 1. Environmental performance 2. Health and safety management and performance 3. HR management performance 4. Navigation safety performance 5. Operational performance 6. Security performance ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
7. Technical performance 8. Web preferences Makalah ini menitikberatkan pada operasional sehingga fokus pada area operational performance pada SPI tersebut. Area operational performance, memiliki 8 (delapan) KPIs dan 3 (tiga) PIs, yaitu: 1. Budget performance PI: biaya operasional 2. Drydocking planning performance 3. Cargo related incidents PI: kemampuan untuk memuat full/ yang disepakati 4. Operational deficiencies 5. Passenger injury ratio 6. Port state control detention 7. Vessel availability PI: utilitas kapal 8. Vetting deficiencies Cost-drivers Definisi dari cost-drivers secara umum adalah faktor-faktor dari aktivitas yang menyebabkan perubahan biaya pada aktivitas tertentu. Sesuai dengan aktivitas pada sektor transportasi laut, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan biaya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan di pelabuhan Jasa Labuh (Rp.GT/ call) Jasa Pemanduan (Rp. GT/ kapal/ gerakan) Jasa Tunda (Rp. GT/ jam) Jasa Tambat (Rp. GT/ etmal) Layanan Dermaga, yaitu aktifitas bongkar/ muat (Rp/ boks) Layanan Penumpukan (Rp. Boks/ hari) 2. Kegiatan pelayaran Jasa pengiriman, yaitu biaya transportasi/ operasional (Rp/ boks) Pengangkutan petikemas kosong, yaitu biaya peluang (Rp/ boks) HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa kriteria pengukuran kinerja yang berkaitan dengan aktifitas logistik maritim dalam ruang lingkup domestik diseleksi dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Tabel 1. Kriteria Pengukuran Kinerja LPI-WB
ETI-WEF
Kualitas perdagangan dan infrastruktur transportasi
Kompetensi dan kualitas jasa logistik
The Three-track Assessment APEC
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur transportasi
Kapasitas logistik: kurangnya kapasitas penyedia jasa dalam suatu wilayah
Ketersediaan dan kualitas pelayanan transportasi
Konektifitas: kemampuan transportasi multi-modal yang kurang berkembang; transportasi udara, darat, dan konektivitas multimodal tidak efisien
Frekuensi pengiriman sesuai dengan jadwal atau waktu yang diharapkan
Berdasarkan hasil kriteria yang telah dipilih pada Tabel 1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua pihak mengacu pada kualitas, waktu, kapasitas dan konektifitas. Proses Agregasi Indicator Dengan mengacu pada konsep logistik yaitu Quality, Cost dan Delivery (dalam makalah ini didefinisikan sebagai waktu), maka diperoleh matriks yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Indikator Pengukuran Kinerja Logistik Transportasi Laut
Nodes
Links
Quality Port Performance Indicators
Shipping Performance Indicators Kemampuan untuk memuat full / yang disepakati
Arrival rate Petikemas per kapal
Cost
Time
Utilitas kapal Petikemas per CC-jam Biaya pelabuhan Biaya transportasi Jasa Labuh Biaya operasional Jasa Pemanduan Biaya peluang Jasa Tunda Jasa Tambat Layanan Dermaga (B/M) Layanan Penumpukan (CY) Port time Sea time Turn-round time Interval arrival time
Hirarki Parameter Pengukuran Pada penulisan makalah ini, pihak-pihak yang terdapat dalam rantai pasok aktifitas logistik sektor transportasi laut, meliputi shipper, perusahaan jasa logistik/ ekspedisi/ freight forwarder, perusahaan pelayaran, pelabuhan, operator angkutan darat (perusahaan truk atau kereta), gudang/ depo serta consignee. Masing-masing pihak memiliki perspektif berbeda ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
terhadap indikator pengukuran kinerja logistik transportasi laut. Oleh karena itu, hirarki parameter pengukuran ditentukan dengan pendekatan Analysis Hierarchy Process (AHP) yang mengacu pada 4 (empat) pihak/ kriteria utama, yaitu customer (shipper/ consignee), perusahaan pelayaran, pelabuhan dan ekspedisi. Proses pengambilan keputusan dengan AHP ini diawali dengan pembobotan atas kriteria yang digunakan guna mendapatkan indikator pengukuran yang memiliki prioritas paling penting. Setelah prioritas kriteria telah dilakukan, selanjutnya adalah membandingkan antar masing-masing indikator pada setiap kriteria. Pembandingan ini sering disebut dengan istilah pairwise comparison. Hasilnya ditunjukkan dengan indikator yang memiliki total bobot paling tinggi adalah indikator yang paling penting. Konsep pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP ini dapat digambarkan sebagai berikut: Memilih Indikator Terpenting
TUJUAN
KRITERIA
Customer
Perusahaan Pelayaran
Pelabuhan
Ekspedisi
ALTERNATIF
Quality
Quality
Quality
Quality
Cost
Cost
Cost
Cost
Time
Time
Time
Time
Gambar 2. Konsep Pemilihan Indikator Terpenting dengan Metode AHP
Oleh karena sifatnya yang kualitatif, maka pada saat melakukan perbadingan antar kriteria atau antar alternatif perlu adanya interpretation values. Oleh penemunya (Thomas L. Saaty) interpretation values ini bervariasi dari 1 – 9 dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 3. Interpretation of Values in Pairwise Comparison Matrix
Value of aij 1
Interpretation objectives i and j are equally important
3 5
objectives i is sightly more important than j objectives i is strongly more important than j
7
objectives i is very strongly more important than j
9
objectives i is absolutely more important than j
Nilai 2, 4, 6 dan 8 tidak ada dalam tabel di atas bukan berarti angka tersebut tidak boleh digunakan. Nilai 2 memiliki interprestasi yang teletak antara 1 dan 3, nilai 4 memiliki interprestasi yang terletak antara 3 dan 5, demikian seterusnya. Gambar 3 berikut adalah nilai perbandingan antar masing-masing kriteria berdasarkan
survei dan konsep 2 (dua) faktor utama dalam logistik transportasi laut yaitu tingkat layanan maupun tingkat aksesibilitas. ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Pelabuhan 1 1/3 1/4 1/5
Pelabuhan Pelayaran Customer Ekspedisi
Pelayaran 3 1 1/5 1/5
Customer 4 5 1 1/2
Ekspedisi 5 5 2 1
Gambar 3. Scoring dalam Penentuan Prioritas Indikator
Berdasarkan scoring tersebut, pihak/ kriteria yang memiliki bobot paling besar memiliki prioritas lebih dalam menentukan indikator terpenting. 0.6000 0.5000
Weights
0.4000 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000 Pelabuhan
Pelayaran
Customer
Ekspedisi
Gambar 4. Prioritas Kriteria Penentuan Indikator
Salah satu aspek yang harus diperhatikan pada saat melakukan perbandingan adalah derajat konsistensi. Penilaian dapat dikatakan valid jika derajat konsistensi dibawah 10%. Setelah skala prioritas antar masing-masing pihak/ kriteria telah selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah membandingkan masing-masing indikator pengukuran untuk masingmasing kriteria. Quality Cost Time
Quality 1 4 4
Cost 1/4 1 1/2
Time 1/4 2 1
Gambar 5. Perbandingan masing-masing Indikator untuk Pelabuhan
Quality Cost Time
Quality 1 5 4
Cost 1/5 1 1/3
Time 1/4 3 1
Gambar 6. Perbandingan masing-masing Indikator untuk Pelayaran
Quality Cost Time
Quality 1 2 1/3
Cost 1/2 1 1/3
Time 3 3 1
Gambar 7. Perbandingan masing-masing Indikator untuk Customer
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Quality 1 4 7
Quality Cost Time
Cost 1/4 1 2
Time 1/7 1/2 1
Gambar 8. Perbandingan masing-masing Indikator untuk Ekspedisi
Penentuan indikator terpenting oleh masing-masing kriteria/ pihak dapat dilihat pada matriks score berikut: Pelabuhan 0.1103 0.5438 0.3460
Quality Cost Time
Pelayaran 0.096 0.619 0.284
Customer 0.334 0.525 0.142
Ekspedisi 0.082 0.315 0.602
Gambar 9. Hasil AHP dalam Penentuan Indikator Terpenting
Secara keseluruhan, indikator biaya memiliki nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 0.5496, diikuti oleh indikator waktu sebesar 0.3222 dan terakhir adalah indikator kualitas sebesar 0.1282. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Semua metode pengukuran kinerja logistik mengacu pada kualitas, waktu, kapasitas dan konektifitas. 2. Dalam menentukan hirarki parameter/ indikator pengukuran kinerja logistik transportasi laut, pihak pelabuhan menitikberatkan pada indikator biaya diikuti oleh indikator waktu dan indikator kualitas, demikian juga dengan pihak pelayaran. Sementara pihak customer mengacu pada indikator biaya, diikuti indikator kualitas dan indikator waktu. Pihak ekspedisi menitikkberatkan pada indikator waktu sebagai prioritas, diikuti oleh indikator biaya dan indikator kualitas. 3. Secara keseluruhan, indikator biaya memiliki nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 0.5496, diikuti oleh indikator waktu sebesar 0.3222 dan terakhir adalah indikator kualitas sebesar 0.1282. Untuk memperbaiki hasil penelitian ini, maka sarannya adalah: 1. Penentuan hirarki parameter sebaiknya tidak menggunakan input justifikasi, melainkan dilakukan setelah pengukuran kinerja logistik sektor transportasi laut, sehingga hasilnya kuantitatif (direct input). DAFTAR PUSTAKA Arvis, J.-F. e. (2012). Connecting to Compete 2012, Trade Logistics in The Global Economy, The Logistics Performance Index and Its Indicators. Washington, DC: The World Bank. Bichou, K., & Gray, R. (2004). A Logistics and Supply Chain Management Approach to Port Performance Measurement. Maritime Policy & Management, 47-67. Esmer, S. (2008). Performance Measurements of Container Terminal Operations. Dokuz: Dokuz Eylul University.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Hausman, W. H., Lee, H. L., & Subramanian, U. (2005). Global Logistics Indicators, Supply Chain Metrics, and Bilateral Trade Patterns. World Bank Policy Research Working Paper 3773, 1-29. Nur Bahagia, S., Sandee, H., & Meeuws, R. (2013). State of Logistics Indonesia 2013. Serafica, R. B., Jing, H., & Hredzak, T. L. (2009). A Results-oriented Approach to APEC's Supply Chain Connectivity Initiative. Singapore: APEC Policy Support Unit. Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suyono, R. (2005). Shipping - Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut - Edisi Keempat. Jakarta: PPM. Thomas L. Saaty. 2001. (new ed.). Decision Making for Leaders Vol. II of the AHP Series, 315 pp., RWS Publ. ISBN 0-9620317-8-X Waters, D. (2003). Logistics: An Introduction to Supply Chain Management. New York: Palgrave Macmillan. Wijnolst, N. (1996). Shipping. Netherlands: Delft University Press.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-6-11