“ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS (STUDI KASUS PUTUSAN NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska.)” Oleh : Yustian Hambudi Santosa 12100036 ABSTRAKSI
Tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui analisis putusan hakim tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta. Latar belakang dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas disebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, pelaku bisa saja melakukan tindak pidana ini dengan sendiri atau berkelompok, agar mudah menyebar luaskan uang palsu tersebut kepada masyarakat. Masyarakat yang belum mengetahui itu uang palsu bisa saja dirugikan, sebab jika masyarakat kurang teliti uang palsu tersebut hampir mirip dengan uang asli yang telah dikeluarkan Bank Indonesia. Metode Penelitian Penulis mengkhususkan pada penelitian yuridis normatif, dalam penelitian hukum secara yuridis, yaitu penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (1) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutuskan perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan unsur-unsur sebagaimana diatur dalam pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adapun unsur-unsur pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah unsur setiap orang, unsur melawan hukum, unsur mata uang dan uang kertas, unsur dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai tidak palsu, dan unsur menyimpan dan memasukkan ke Indonesia. Oleh sebab itu, terdakwa dijatuhi hukuman pidana 2 tahun 4 bulan. KATA KUNCI : PEMALSUAN MATA UANG, TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG, UANG PALSU, PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG
1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dalam suatu Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats), kekuasaan kehakiman merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif. Kekuasaan kehakiman diwujudkan dalam tindakan pemeriksaan, penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu serta menentukan nilai situasi konkret dan menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan secara imparsial berdasarkan hukum sebagai patokan objektif. 1 Dalam kenyataannya, kewenangan kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh hakim. Pada dasarnya tugas hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapkan kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, terutama dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara. 2 Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Adapun pengertian dari mengadili itu adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan. 1
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.93 2 Ibid, hal 93-94
2
Secara umum, putusan hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan yang berada pada seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, memerintahkan instansi penegak hukum lain untuk memasukkan orang ke penjara sampai dengan memerintahkan penghilangan hidup dari seorang pelaku tindak pidana. Dalam putusan hakim harus dipertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, sosiologis, dan filosofis, sehingga keadilan yang ingin dicapai diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan masyarakat (social justice), dan keadilan moral (moral justice). Dalam menangani perkara hakim diharapkan dapat bertindak arif, bijaksana, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran berlandaskan hukum positif, melakukan penalaran logis sesuai dengan teori dan praktek, mempunyai dasar pertimbangan yang rangkap sehingga putusan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek ilmu hukum sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam putusannya hakim dituntut tidak boleh sekedar melaksanakan undangundang, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek moral dan sosial. Putusan hakim tersebut mencerminkan proses penegakan hukum yang erat kaitannya dengan sosial kemasyarakatan yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Hakim telah memutus beberapa perkara mengenai tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, disebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, salah satunya tindakan
3
pemalsuan mata uang. Sebenarnya pemalsuan uang, terutama uang kertas, sudah berlangsung sejak lama. Sejak awal penerbitan uang kertas, pihak berwenang selalu mencantumkan sanksi hukum terhadap pemalsunya. Dalam KUHP diatur dalam pasal 244 dan 245 BAB X tentang pemalsuan uang dan uang kertas. Namun pada tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas pelaku bisa saja melakukan tindak pidana ini dengan sendiri atau berkelompok,agar mudah menyebar luaskan uang palsu tersebut kepada masyarakat. Masyarakat yang belum mengetahui itu uang palsu bisa saja dirugikan, sebab jika masyarakat kurang teliti uang palsu tersebut hampir mirip dengan uang asli yang telah dikeluarkan Bank Indonesia. Hakim dituntut untuk memberikan putusan seadil-adilnya kepada terdakwa yang telah melakukan tindak pidana pemalsuan uang dan uang kertas,sehingga dampak yang telah dilakukan terdakwa karena memiliki dan akan menyebar-luaskan uang palsu tersebut tidak terlalu merugikan di masyarakat. Dalam putusan tersebut hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri, baik itu pertimbangan yang meringankan maupun pertimbangan yang memberatkan bagi terdakawa. Dalam penjatuhan hukuman atas diri terdakawa, majelis hakim tidak hanya melihat rasa keadilan korban maupun masyarakat, tetapi juga apakah pidana tersebut juga memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Sehingga dalam penjatuhan pidana atas diri terdakwa adanya kepastian, keadilan dan kesebandingan hukum diupayakan dapat terwujud.
4
Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemahaman tentang tindak pidana tidak terlepas dari pemahaman tentang tindak pidana itu sendiri. Secara umum pemidanaan merupakan bidang dari pembentukan undang-undang, karena adanya asas legalitas. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang artinya tiada ada suatu perbuatan tindak pidana, tiada pula dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu. Ketentuan pasal 1 KUHP menunjukkan hubungan yang erat antara suatu tindak pidana, pidana dan undang-undang (hukum pidana) terlebih dahulu. Pembentuk undangundang akan menetapkan perbuatan apa saja yang dapat dikenakan pidana dan pidana yang bagaimanakah yang dapat dikenakan. Dengan memperhatikan keterkaitan antara suatu tindak pidana, pidana dan ketentuan atau undang-undang hukum pidana, maka pengertian pidana haruslah dipahami secara benar. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara dengan pembuat delik ini. Dengan demikian, pemidanaan adalah pemberian nestapa yang dengan sengaja dilakukan oleh Negara kepada pembuat delik. 3 Disamping itu, Bonger, seorang ahli kriminologi, mengartikan pidana sebagai penderitaan yang dikenakan dengan sengaja oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) dan
3
A.Hamzah dan Siti Rahayu, 2000, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akademika Pressindo,Jakarta, hal 24
5
penderitaan ini hanya dapat dikatakan sebagai pidana kalau dimasukkan dalam hukum pidana dan dinyatakan oleh hakim. 4 Pidana sering diartikan sebagai ‘suatu hukuman’. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa pidana atau hukuman adalah perasaan tidak enak (yakni penderitaan dan perasaan sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar undang-undang hukum pidana. Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana. 5 Dalam arti luas hal ini berhubungan dengan pembahasan masalah dari sudut pandang pidana dan kriminologi, dan sebagai suatu kenisbian pandangan tentang kejahatan, deliquensi, deviasi, kualitas kejahatan berubah-ubah, proses kriminisasi dan deskriminasi suatu tindakan atau tindak pidana mengingat tempat, waktu, kepentingan dan kebijaksanaan golongan yang berkuasa dan pandangan hidup orang. B. Pengertian Pemidanaan Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut: 6 “Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang
4
W.A Bonger, 2003, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta, hal 24-25 S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, Cet 3, hal 204 6 Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika,. Jakarta, hlm. 2. 5
6
diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.” C. Tinjauan Tentang Kekuasan Kehakiman Pengertian Kekuasaan Kehakiman Pada dasarnya kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarkan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara hukum di Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum. Dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikenal 3 macam putusan hakim pidana yang diatur dalam Pasal 191 ayat (1), (2) dan Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Pasal 191 ayat (1) KUHAP : Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Pasal 191 ayat (2) KUHAP : Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Pasal 193 ayat (1) KUHAP :
7
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. D. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas 1. Pengertian Mata Uang Uang sebagai alat pembayaran sudah dikenal berabad-abad yang lampau. Pada awalnya uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Pada masa itu masyarakat menggunakan benda-benda produk alam sebagai uang atau disebut sebagai uang komoditas. Penggunaan benda sebagai uang sangat bervariasi dan berbeda diantara kelompok masyarakat di dunia. Penggunaan logam seperti emas, perak, dan logam lainnya kemudian menggantikan benda-benda produk alam sebagai bahan membuat uang karena lebih praktis dan nilainya berumur lebih panjang dan lebih luas serta menjadi tempat penyimpanan nilai yang bagus. Uang logam pada masanya sangat popular dan sampai saat ini masih digunakan walaupun sudah muncul uang kertas yang lebih praktis digunakan untuk transaksi dalam jumlah besar dan e-money yang menggunakan kartu kredit. Setelah logam digunakan sebagai bahan uang, kemudian kertas menjadi bahan uang yang begitu banyak digunakan Negara-negara didunia dan abad ke-20 dikatakan sebagai abad uang kertas. Uang logam dan uang kertas juga menjadi identitas Negara, karena masing-masing Negara mencetak uangnya sendiri-sendiri. 7 2. Jenis – Jenis Mata Uang Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat
7
Jack Weatherford (Noor Cholis), 2005, The History of Money(Sejarah Uang), Bentang, Yogyakarta, hal 7
8
1, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia tersebut disebut hak oktroi. Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No. 11/1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. 3. Pengertian Pemalsuan Mata Uang Tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, dapat juga disebut dengan kejahatan peniruan dan pemalsuan uang kertas dan mata uang, yang kadang juga disingkat dengan sebutan pemalsuan uang. Disebut dengan “peniruan” dan “pemalsuan” uang, karena perbuatan dalam pemalsuan uang tersebut terdiri dari meniru dan memalsu. Penyebutan tindak pidana peniruan dan pemalsuan uang tepat, apabila hanya dilihat dari rumusan pasal 244 KUHP. Namun sesungguhnya tindak pidana mengenai mata uang, yang objeknya uang, sesungguhnya lebih luas daripada sekedar memalsu dan meniru uang. Misalnya mengedarkan uang palsu atau uang yang dipalsu (Pasal 245), mengurangi nilai mata uang (Pasal 246) dan mengedarkannya (Pasal 247) dan lain-lain. Objek tindak pidana disebut dengan “mata uang” dan “uang kertas”, karena benda uang tersebut terdiri dari uang kertas dan mata uang (uang logam). Objek mata uang dan uang kertas baik yang dikeluarkan oleh Negara atau oleh Bank. Tindak pidana pemalsuan uang dibentuk dengan tujuan untuk memberi perlindungan hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaraan dan keaslian dari benda uang. Tindak pidana pemalsuan uang adalah berupa penyerangan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran dan keaslian dari benda uang sebagai alat pembayaran yang sah.
9
Metode Penelitian Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mempelajari literature, karangan ilmiah, dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan pokok masalah yang dikaji. Kemudian wawancara dengan Hakim yang menangani kasus pemalsuan mata uang dan uang kertas. Adapun tahap-tahap didalam pelaksanaan penelitian, Tahap persiapan yaitu dengan melakukan penyusunan proposal, Penulis mengumpulkan data dengan tujuan memperoleh data-data yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian, Memuat pandangan yang jelas serta lengkap mengenai teori-teori yang ada dengan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bentuk tulisan, Hasil penelitian yang telah diperoleh disusun dalam bentuk laporan dan dipertahankan di hadapan dosen penguji skripsi. Metode Analisa Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas Penulis telah menganalisa dan telah melakukan wawancara pada tanggal 4 februari 2016 hari kamis jam 11.00 wib dengan salah satu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menangani perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas Bapak Winarto SH yang menerangkan, bahwa hakim dalam mengambil pertimbangan serta menjatuhkan 10
putusan terhadap terdakwa sudah sangat tepat. didasarkan dari manfaat pidana, bertujuan guna menjerakan terdakawa untuk bisa dilakukan pembinaan. Dari manfaat pidana tersebut hakim bisa menilai adil atau tidak adil. Ukuran yang bisa dirasakan mengenai urusan pidana yang mewakili negara adalah jaksa. Dan ada dua pihak terdiri dari terdakwa dan juga jaksa, yang diperlakukan secara adil dalam menangani perkara. Jaksa mewakili sebagai negara maupun kepentingan umum, supaya perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sebagaimana penyelesaian perkaranya dapat dikehendaki oleh negara dan umum, jika masih merasa belum adil jaksa bisa melakukan upaya hukum atau ajukan banding. Sisi lain dari terdakwa juga perlu dilihat (kondisi ekonomi terdakwa). Hakim mengambil pertimbangan dengan menggunakan dakwaan alternative, yang diambil dalam putusan perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas. Hakim bebas memilih dakwaan kesatu atau kedua. Kewenangan untuk memutus suatu perkara ada pada hakim, dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh hakim. Dengan adanya pasal 55 dan 56 KUHP turut melakukan, membantu melakukan, dari sinilah hakim dapat melihat dan memutuskan pertimbangan-pertimbangan apa yang akan diputuskan tersebut. Dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang didasarkan fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang dimaksudkan diantaranya adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang bukti dan unsur-unsur delik yang didakwakan, dan pertimbangan nonyuridis yang terdiri dari latarbelakang perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi terdakwa, dan hakim harus meyakini
11
apakah terdakwa melakukan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsurunsur tindak pidana yang didakwakan. Pada perkara ini terdakwa dijerat Pasal 245 KUHP tentang sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas palsu atau dipalsu. Majelis Hakim juga telah menimbang apakah ada alasan untuk mengahapus pidana pada diri terdakwa, baik alasan pemaaf ataupun alasan pembenar. Dan Majelis Hakim tidak menemukan alasan untuk menghapuskan pidana dari dalam diri terdakwa. Dan terdakwa dinyatakan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jaksa Penuntut Umum dan juga Majelis Hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan yang sama-sama terlalu ringan dari apa yang Pasal 245 jelaskan, yaitu pidana paling lama lima belas tahun. Dan putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa hanya 2 tahun 4 bulan, dan itu sudah termasuk pengurangan dari masa terdakwa di tahan. Karena seharusnya dalam perkara ini setidaknya Hakim menjatuhkan putusan yang lebih berat, setidaknya setengah dari ketentuan pidana dalam Pasal 245 KUHP tentang sengaja mengedarkan mata uang dan uang kertas palsu atau dipalsu. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas, terdapat beberapa kekurangan, kekurangan tersebut terdapat pada sanksi pidana yang dijatuhkan terlalu ringan menurut penulis. Bila dilihat dari ancaman pidana menurut KUHP tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah maksimal 15 tahun, namun jaksa menuntut 2 tahun 6 bulan dan hakim memutuskan pidana 2 tahun 4 bulan. Pasal 5 ayat (1) Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mewajibkan hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
12
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini penting dalam membentuk kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan serta betul-betul mampu mengakomodir akan kebutuhan keadilan dimasyarakat. Namun tak bisa dipungkiri, bahwa rasa kadilan manusia itu berbeda-berbeda sebab sifat adil itu subyektif. Dan menurut hakim ancaman pidana yang dijatuhakan 2 tahun 4 bulan tersebut telah memenuhi rasa keadilan. B. Kendala-kendala Yang Timbul Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas. Berdasarkan dari hasil penelitian dan wawancara dengan salah satu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menangani perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas Bapak Winarto SH, pada kasus NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska, bahwa ada kendalakendala yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta. Pada tahap penyidikan ada beberapa kendala yang menjadi fokus penulis untuk menjabarkannya. Dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saksi satu Timbul Prihatno (sebagai polisi) dan saksi dua Didik Prasetyo (sebagai polisi) menerangkan bahwa ada warga yang melaporkan telah terjadi tindak pidana pemalsuan mata uang di daerah Pasar Gede, kota Surakarta. Saat para saksi melakukan penyelidikan dan bahwa benar ada tindak pidana pemalsuan mata uang, kemudian para saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Suyadi bin Suradi. Saksi menerangkan bahwa terdakwa memang berniat mengedarkan uang palsu tersebut dan uang palsu tersebut didapatkan dari seseorang bernama MUL. Dan terdakwa akan menyuruh mengedarkan kepada seorang sopir taksi yang tidak diketahui namanya. Kendala yang dimaksud adalah dalam proses penyelidikan dan penangkapan ada beberapa pelaku lain yang belum ditangkap, disebabkan Terdakwa sendiri juga baru mengenali pelaku lain 13
yang diduga pembuat dari uang palsu tersebut. Dan ada pelaku lain juga yang turut serta ikut mengedarkan uang palsu tersebut, namun belum tertangkap. Kemudian dalam persidangaan yang menghadirkan saksi-saksi dan diminta memberikan keterangan yang sesuai dan telah disumpah. Ada salah satu saksi yang tidak dapat hadir saksi kedua Didik Prasetyo, karena beralasan sedang bertugas. Namun Majelis Hakim telah menilai bahwa keterangan itu bersifat sebagai keterangan biasa saja dan dapat dipakai oleh Majelis Hakim untuk menguatkan keyakinannya. Dan dalam perkara ini kendala-kendala lainnya tidak terlalu mempengaruhi Majelis Hakim dalam memberikan putusan kepada terdakwa. Keterangan terdakwa dalam persidangan juga sesuai dari fakta yang telah diungkapkannya. Dari saksi-saksi telah memberikan keterangan yang sesuai dan telah disumpah. Kemudian barang bukti juga telah ada dan lengkap, sesuai dengan temuan dilapangan dan dalam fakta di persidangan. Serta didalam persidangan terdakwa berlaku sopan dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan dari Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska, maka dapat ditarik kesimpulan : 1) Pada putusan Hakim perkara tindak pidana pemalsuan mata uang danuang kertas dengan Terdakwa Suyadi bin Suradi diperiksa dan diputus berdasarkan Pasal 245 KUHP. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutuskan perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, karena unsur-unsur dari Pasal 245 KUHP telah terpenuhi semua berdasarkan keterangan saksi-saksi, 14
terdakwa serta alat-alat bukti lainmya seperti halnya fakta-fakta keadaan yang ada dalam persidangan. Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dengan menghukum pidana penjara selama 2 tahun 4 bulan tidak memenuhi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum dan maksimum, yaitu minimum sehari dan maksimum 15 tahun. 2) Berdasarkan hasil penelitian kendala yang timbul dalam penyelesaian perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, sesuai fakta-fakta yang ditemukan kendala tersebut adanya pelaku lain yang terlibat dan belum tertangkap serta kurangnya salah satu keterangan saksi di pengadilan, namun tidak menjadi faktor dalam hakim memberikan putusan terhadap terdakwa. ,
15
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi dan Adi Ferdinan, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. A.Hamzah dan Siti Rahayu, 2000, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta Jack Weatherford (Noor Cholis), 2005, The History of Money(Sejarah Uang), Bentang, Yogyakarta.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, Cet 3 W.A Bonger, 2003, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. PUTUSAN NOMOR : NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska.
16