HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA MEDAN STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RISKY ADELIA BUDIANTY 040 200 250
PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA MEDAN STUDI PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK MEDAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh : RISKY ADELIA BUDIANTY 040 200 250 Program Kekhususan Perdata BW Program Reguler Mandiri
Disetujui Oleh : Ketua Program Kekhususan Perdata BW
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.) Nip. 131 764 556
Pembimbing I
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH,MS.) Nip. 131 764 556
Pembimbing II
(Syamsul Rizal, SH.M.Hum) Nip. 131 870 595
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniNYA, sehingga penuli dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENJAMIN DENGAN PIHAK PEMBERI KREDIT KEPADA USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA MEDAN, STUDI DI BANK NEGARA INDONESIA di Kota MEDAN” Penulisan skripsi ini adalah salah satu mata kuliah yang harus diambil oleh seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bagian dari kurikulum pendidikan hukum guna memenuhi dan melengkapi syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan yang penulis temui, tetapi karena bantuan dari beberapa phak hambatan tersebut dapat penulis lalui dan jalani sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kata pengantar ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada mereka yang telah memberi bantuan, dukungan, peran serta dan perhatiannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Kepada kedua orang tua kandung penulis Ayahanda Ir.Adrian K, Ibunda Ir. Tetty Magdalena Nasution, dan Abang kandung penulis Donny Ahmad Fuady,S.Hut, kak ipar Citra Amanda,A.md, yang telah banyak berkorban
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dan memberikan semangat, dukungan, kasih sayang dan Doa Kepada ananda dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Prof.DR.Runtung Sitepu,SH.M.HUM, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof.DR.H.Tan Kamello,SH.MS selaku ketua Departemen Hukum Keperdataan dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, bimbingan nasehat dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Syamsul Rizal,SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan,
nasehat,
saran
dan
pengarahan
dalam
menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepada Dosen Wali Bapak M.Husni,SH,M.Hum, serta Dosen dan Para Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Kepada sanak saudara penulis yang telah memberikan banyak bantuan, semangat, serta nasehat – nasehat kepada penulis. 7. Seluruh teman – teman penulis XEPULUH, Putri Purnama Sari,S.ked, Laura Frestynor, Fania Zuhra Andhina,Amd, Dmitri Yuanita Kirana Sirait,SKG, Rizky Fadila, Novi Maya Sari, Pricilla Dinanti, Riki Rizki, Dina Sofiana Anastasia,SE, Riki Rizki dan teman – teman anak XEPULUH yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu, Serta teman – teman Fakultas Hukum Program Regular Mandiri Stb.2004, Liza Fauzia SH, Miranty SH, Aminah Pratiwi SH, Auza Anggara SH, Mira Sabrina Miraza,SH, Timotius Wahyu PS, Wiwin Azmi HRP, Siska Yolanda SH, Gunawan Pradana,Gembung dan Rizsky Marlina LBS, teman – teman Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
yang lain (khususnya Stambuk 2004 Grup A),serta para senior yang telah banyak memberikan segala bantuan, semangat, dukungan, suka dan duka kepada penulis. 8. Kepada Kakak Alia bagian kredit yang bekerja di BNI kesawan, Pak Martono, Pak Adam, Pak Rahmat, Pak Eri , dan Kepada Pihak Bank Negara Indonesia yang banyak membantu saya memberi data kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Dan kepada semua pihak yang turut membantu saya di dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga ALLAH SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-NYA kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung. Dan akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT meridhoi dan memberkahi apa yang telah penulis perbuat dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, November 2008
Wassalam
Risky Adelia Budianty
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................
iv
ABSTRAKSI ................................................................................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................
1
A. Latar Belakang .................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................
4
C. Keaslian Penulisan ...........................................................
5
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .........................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................
6
F. Metode Penelitian ............................................................
11
G. Sistematika Penulisan.......................................................
12
BAB II
:
:
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN/PEMBERIAN KREDIT BANK KEPADA USAHA KECIL ................................................................................... 13 A. Pengertian Kredit Secara Umum ......................................
17
B. a. Subjek Perjanjian Kredit………………………………..
22
b. Objek Perjanjian Kredit………………………………
23
C. a. Syarat-Syarat Perjanjian Perjanjian Kredit ....................
26
b. Bentuk – Bentuk Perjanjian Kredit................................
32
D. Dasar Pertimbangan Pemberian Kredit .............................
36
E. a. Hak dan Kewajiban Pemberi Kredit ..............................
40
b. Hak dan Kewajiban Penerima Kredit ............................
41
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
F. Pengertian Usaha Kecil.......................................................
43
G. Dasar – Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah......................................................................... H. Kredit Usaha Kecil Menegah............................................. BAB III
BAB IV
:
:
47 51
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT ........................................................
57
A. Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit ......
57
B. Jenis – Jenis Jaminan Dalam Pemberian Kredit ................
64
C. Fungsi Jaminan Kredit Dalam Pemberian Kredit ..............
69
ANALISIS KEDUDUKAN PENJAMIN (BORG) DALAM PEMBERIAN KREDIT BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH ....................................
75
A. Tanggung Jawab Penjamin Dalam Pemberian Kredit .......
75
B. Kedudukan Penjamin Bila debitur Wanprestasi ................
79
C. Upaya yang dilakukan Bank Negara Indonesia untuk Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Debitur Wanprestasi)... 81
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
85
A. Kesimpulan ......................................................................
85
B. Saran...................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
88
LAMPIRAN
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap usaha kecil dan menengah di Bank Negara Indonesia di kota Medan dalam memberikan Kredit Usaha Kecil yang dikaitkan dengan Penjamin. Pada dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada KUHPerdata (Bab XVII KUHPerdata). Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang, apabila pada waktunya si berhutang sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUHPerdata). Perjanjian penanggungan hanya memberikan kreditur hak umum untuk menagih kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran sehingga kedudukan kreditur yang dijamin oleh penanggung masih berada di bawah kreditur yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan. Jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh perjanjian. Hak jaminan perorangan timbul karena perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga yang diadakan untuk kepentingan debitur, dalam perjanjian tersebut pihak ketiga menjamin dipenuhinya kewajiban debitur, bahkan perjanjian tersebut dapat diadakan diluar pengetahuan debitur. Metode yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah dengan cara pengumpulan data wawancara, penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menelusuri kepustakaan berdasarkan sumber-sumber, buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi, keterangan-keterangan yang berasal dari dokumen-dokumen maupun arsip Bank Negara Indonesia kota Medan yang berkaitan dengan penelitian. Dalam jaminan perorangan tidak ada benda tertentu yang diikatkan dalam perjanjian, karena yang diikat dalam perjanjian adalah kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. Jaminan perorangan hanya dapat dipertahankan terhadap orang atau pihak tertentu yang terikat dalam perjanjian saja dan tidak mengikat setiap orang sebagaimana dalam perjanjian kebendaan yang mempunyai sifat absolut. Dalam praktek kreditur praktis selain minta diberikan jaminan berupa kekayaan atau harta tetap (fixed-asset) juga meminta jaminan pribadi, karena jaminan pribadi ini sangat mudah untuk melaksanakannya. Apalagi kalau pemberi jaminan pribadi ini adalah orang yang sudah sangat dikenal reputasi dan kinerjanya dalam bidang bisnis.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pada setiap kegiatan perekonomian tidak dapat dipisahkan dari masalah – masalah perjanjian. Hampir pada setiap kegiatan tersebut, kita mendapat adanya perjanjian – perjanjian diantara pelaku ekonomi tersebut. Contohnya seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemberian kuasa, pemberian jasa, pemborongan pekerjaan, perjanjian kerja, asuransi, lisensi dan pinjam meminjam (perkreditan) serta yang lain masih banyak lagi. Dari semua kegiatan itu tidak ada satupun yang terlepas dari jangkauan hukum, dimana salah satu hukum yang menjangkau semua kegiatan itu kita sebut Hukum Perjanjian atau dalam istilah asingnya dikenal dengan sebutan Contract Law. Dalam kaitannya dengan judul disini kita akan melihat perjanjian kredit yang akan diberikan pihak bank kepada pengusaha kecil dan menengah dan kedudukan perjanjian dalam pemberian kredit tersebut. Dalam pengembangan dunia usaha nasional agar makin mampu berperan dalam mendoronng pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah perlu dibina agar makin kuat kemampuannya dalam mendukung pembangunan dan menciptakan struktur perekonomian yang lebih kokoh. Sehingga perlu disediakan berbagai kemudahan dan bantuan seperti kredit untuk mendorong usaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
1
Tan Kamello, mengatakan salah satu masalah hukum yang belum tuntas penanganannya dan meminta perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum jaminan. 1 Pemberian Kredit juga merupakan masalah yang lazim ditemui dalam suatu usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha. Masalah kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam uang. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah memberikan pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit prinsip kehati-hatian dalam Undang-Undang Perbankan tersebut mencerminkan bahwa bank dalam memberikan kredit harus mengikat kepentingan nasabah yang menyimpan dananya di bank dan hal itu untuk keamanan bank itu sendiri. Yang dalam prakteknya, setiap bank telah menyediakan perjanjian kredit baku yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak bank. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengisyaratkan bahwa dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 8 tersebut menjelaskan bahwa untuk memperoleh keyakinantersebut. Dari hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fasilitas kredit akan diberikan jika nasabah menyediakan barang jaminan atau ada perjanjian yang 1
Tan Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang didambakan,Alumni, Bandung, 2004, Hal.1.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dapat menjamin pemberian kredit terhadap si penerima kredit. Jadi, tanpa Jaminan bank tidak mungkin mengabulkan permohonan kredit dari nasabah. Oleh karena itu jaminan sangat penting artinya demi keamanan si pemberi kredit (bank). Memberikan suatu barang sebagai jaminan kepada bank berarti pemilik barang telah melepaskan sebahagian kekuasaannya tersebut. Adanya jaminan seperti ini sangat diperlukan bank, karena bank mempunyai suatu kepentingan hukum bahwa nasabah yang menjadi debitur memenuhi kewajiban atas perikatan yang telah dibuatnya. Pada umumnya jaminan itu merupakan bentuk pengamanan kredit berupa kebendaan. Penanaman dana dalam bentuk kredit pasti akan menghasilkan bunga yang relatif tinggi. Namun dilihat dari resikonya, maka pada penanaman dana dalam bentuk kredit memiliki resiko kemacetan dalam pengambilan kredit. Menyadari akan adanya resiko kemacetan pengambilan kredit, maka undang-undang perbankan telah memberikan pengaturan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian kredit. Hal ini juga diperhatikan oleh pihak bank yang ingin memberikan pinjaman terhadap nasabah yang dalam konteks pembahasan ini adalah pengusaha kecil dan menengah. Persoalan kredit macet dalam dunia perbankan menjadi persoalan yang sangat serius. Bank yang dalam aktivitasnya menarik dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat akan tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik, manakala kredit yang disalurkan itu kemudian mengalami kemacetan dalam pengambilannya. Sering kali dalam praktek terhambatnya pengambilan kredit itu Disebabkan oleh faktor kurangnya profesionalisme pihak pemberi kredit disamping lemahnya sisi penegakan hukum. Peristiwa kredit macet ini sebenarnya Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
tidak akan terjadi jika pihak bank benar-benar menegakkan etika profesional dalam pengelolaan pemberian kredit. Di sisi lain jika hukum dan aparat penegaknya benar-benar menegakkan kebenaran dan keadilan diatas segalanya, yang tentunya persoalan kredit macet ini juga tidak akan menjadi suatu hal yang menakutkan bagi kalangan perbankan. Pengelolaan kredit perbankan haruslah mengacu kepada manajemen profesionalisme yang dianut oleh dunia perbankan. Seringkali dalam praktek penyaluran kredit itu lebih ditekankan kepada aspek ekonomis yang cenderung untuk mengambil keuntungan secara maksimal. Kegiatan aktif fungsi bank ini harus benar-benar dijiwai oleh ideologi yang hidup karena perkreditan harus dijalankan dengan baik. Analisa kredit apabila dilakukan secara profesional dapat berperan sebagai saringan pertama untuk menjaga bank agar tidak terjerumus ke dalam kasus kredit bermasalah atau kredit macet. Persoalan-persoalan tentang prosedur terhadap pemberian kredit kepada pihak debitur, bagaimana kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi dan bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh bank apabila debitur Wanprestasi, menjadi latar belakang penulis dan berkeinginan untuk mencoba menelaah persoalan-persoalan tersebut di atas.
B. Perumusan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini, yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Tanggung Jawab Penjamin dalam pemberian kredit 2. Bagaimana Kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
3. Upaya Apa yang dilakukan PT. Bank Negara Indonsesia (Persero) Tbk Medan untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).
C. Keaslian Penulisan Pembahasan skripsi ini difokuskan untuk membahas tentang prosedur pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah yang dijamin dengan borgtocht dan kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi serta upaya yang dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi). Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi mengenai kedudukan penjamin (Borg) dalam pemberian kredit bagi pelaku usaha kecil dan menengah di PT.Bank BNI kota Medan
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan. Adapun tujuan di dalam pembahasan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab penjamin dalam pemberian kredit. 2. Untuk mengetahui mengenai kedudukan penjamin bila debitur Wanprestasi. 3. Untuk mengetahui mengenai upaya yang dilakukan PT.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi).
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dalam pembahasan skripsi ini, akan diperolah manfaat sebagai berikut : a. Sebagai kajian bagi kalangan perbankan dan ahli hukum mengenai masalah kedudukan penjamin di dalam pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah. b. Memberikan pemahaman hukum bagi pelaku usaha kecil dan menengah dan masyarakat pada umumnya dalam proses pemberian kredit dengan penjamin (Borg). c. Sebagai bahan bagi yanng berminat dalam proses pemberian kredit dengan penjamin (Borg). d. Data dan informasi ini juga diharapkan akan memberikan informasi kepada pelaku usaha kecil dan menengah dalam mengajukan permohonan kredit kepada Bank.
E. Tinjauan Kepustakaan Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis, di dunia pada umumnya serta di Indonesia pada khususnya, kegiatan bisnis bank umum menjadi semakin canggih dan beraneka ragam. Walaupun demikian, berbagai macam kegiatan tama yang sejak dahulu yaitu menjadi tulang punggung operasi badan usaha tersebut, hingga dewasa ini masih tetap bertahan. Siswanto Sutojo mengatakan adapun jenis kegiatan bisnis utama bank umum antara lain : 1. Menjunjung kelancaran mekanisme pembayaran di masyarakat 2. Mengumpulkan dana dari masyarakat 3. Memberikan kredit korporasi Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
4. Menyediakan jasa penunjang perdagangan internasional 5. Menyediakan jasa pialang surat berharga 6. Menyediakan jasa penitipan barang berharga dan surat bernilai. 2 Dalam pembahasan skripsi ini difokuskan kepada prosedur pemberian kredit kepada pelaku kecil dan menengah yang dijamin dengan borgtocht, kedudukan penjamin bila debitur wanprestasi serta upaya yang dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah (debitur wanprestasi). Pengertian Bank di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan : ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Pengertian kredit dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 menyatakan : ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Kata kredit berasal dari kata ”credere” dalam bahasa Yunani yang artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya ”vertrouwen”, dalam bahasa Inggris ”believe” atau ”trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya. 2
Siswanto Sutojo, Analisa Kredit Bank Umum, Konsep dan Teknik, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1997, Hal.1.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia memperoleh kepercayaan, dengan kata lian maka kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Hassanudin Rahman mengatakan, Bank merupakan produk yang paling utama melakukan kegiatan dalam hal pemberian kredit atau bantuan permodalan agar suatu usaha yang dikelola seseorang atau badan hukum dapat lebih berkembang dan mengembangkan usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta bertambah kemajuannya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponenkomponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang. 3 Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa dalam pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam KUHperdata pada Pasal 1754 sampai Pasal 1769. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan di dalam KUH perdata tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum
3
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia(Panduan Dasar : Legal Officer, Citra Aditya Bakti, Bandung), 1998, Hal.96.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dalam KUH Perdata sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa : ”Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengambilkan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka pengertian perjanjian kredit itu terlepas dari KUH Perdata dan Undang-Undang Perbankan, dan perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan. 4 Dalam pelaksaannya, pengertian perjanjian kredit ini selalu dikaitkan dengan bentuk perjanjian yang ditegaskan dalam model-model formulir bank dari masing-masing bank. Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan yang lain tidak sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhannya masingmasing. Pengertian Jaminan dalam Pasal 1131 disebutkan bahwa : ”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Borgtocht
dalam
bahasa
Indonesia
disebut
penjaminan
atau
penanggungan. Orangnya disebut borg atau penjamin atau penanggungan. Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang) dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur (si berutang).
4
Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian Kredit Bank Citra Aditya Bandung, 1991, Hal. 23.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pemberian kredit pada umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit bank. Dalam perkembangannya untuk membantu masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak mewajibkan pemberian kredit harus diakui dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan. Kredit sebenarnya mempunyai pasaran yang luas sekali. Jumlah peminta kredit lebih banyak dan besar jumlahnya jika dibandingkan dengan adanya badanbadan yang sanggup melayaninya. Salah satu penyaluran kredit yang diberikan bank yaitu kepada pengusaha kecil dan menengah. Usaha kecil menengah ini bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya dari berbagai segi, defenisi usaha kecil dan menengah dari berbagai segi adalah : a. Berdasarkan total aset Berdasarkan total aset, usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha. b. Berdasarkan total penjualan pertahun Usaha kecil dan menengah yaitu pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih pertahun paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah). c. Berdasarkan status kepemilikan Usaha kecil dan menengah yaitu usaha berbentuk perorangan, bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah : 1. Penelitian Kepustakaan Materi atau badan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini, meliputi data sekunder yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelusuran data-data objektif yang berupa penelusuran, penelahaan dan pengutipan bahan-bahan di kepustakaan yang berhubungan dengan judul untuk menjelaskan permasalahan. Dan data primer yaitu untuk mengkaji dan melakukan analisis data yang diperoleh di lapangan. 2. Penelitian Lapangan a. Lokasi penelitian Objek penelitian ini dilakukan di kota Medan yang dilaksanakan di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk kota Medan dan melaksanakan studi kasus yang berhubungan dengan skripsi ini. b. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan pengumpulan data melalui studi pencatatn dokumen dan wawancara dengan bagian perkreditan untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. c. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh, dikumpulkan dan diseleksi agar tidak terjadi kekeliruan. Analisa data yang telah diperoleh dihimpun secara kualitatif.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
G. Sistematika Penulisan Sistematika di dalam penulisan skripsi ini terdiri dari : 1. Bab satu, membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Keaslian
Penulisan,
Tujuan
dan
Manfaat
Penulisan,
Tinjauan
Kepustakaan, Metode penelitian dan Sistematika Penulisan. 2. Bab dua, membahas mengenai Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian/ Pemberian Kredit Bank Kepada Usaha Kecil 3. Bab tiga, membahas mengenai Tinjauan Umum Tentang Jaminan Dalam Pemberian Kredit 4. Bab empat, membahas mengenai kedudukan penjamin (Borgtocht) Dalam Pemberian Kredit Bagi Pelaku Usaha Kecil Dan Menengah Di PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk di Kota Medan 5. .Bab lima, mengenai Kesimpulan dan Saran. Seterusnya dikemukan sejumlah daftar yang dipergunakan sebagai bahan dalam penulisan skripsi ini.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT
Di dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai beraneka ragam perjanjian, hal ini dapat kita sadari untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat sesuai dengan perkembangan zaman, salah satu diantaranya adalah perjanjian kredit. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi dari perjanjian. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan kata lain,perjanjian itu merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih,dengan berdasarkan kesepakatan untuk saling mengikatkan dirinya mengenai suatu objek tertentu, yang mempunyai tujuan dan menimbulkan akibat hukum. R.Subekti mengatakan perjanjian itu menerbitkan perikatan, suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Di dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Perikatan yang bersumber dari undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu hubungan hukum (perikatan) diantara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 13
pihak-pihak tersebut. Misalnya kematian dengan meninggalnya seseorang, maka perikatan yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya. Dalam suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu bersetuju untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan, yang diucapkan atau ditulis. Di dalam pemberian kredit bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang dipinjamkan. Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan yang berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh bank sebagai pemberi dana, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka pengertian perjanjian kredit itu tidak dapat terlepas dari KUH Perdata dan Undang-Undang Perbankan. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst), dalam hal ini tentunya yang dimaksudkan adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. 5 Perjanjian kredit menurut pendapat beberapa sarjana hukum dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III, karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUH Perdata, dan sebagian lainnya tunduk pada peraturan lain yaitu Undang-Undang Perbankan.
5
Mariam Darus Badrulzaman, Loc Cit, Hal. 23
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Jadi dapat dikatakan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri, tetapi dengan memahami rumusan pengertian kredit yang diberikan oleh UndangUndang Perbankan, maka dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo surat Edaran Bank Negara Indonesia unit 1 Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib menggunakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara dengan debitur, yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang). Kredit adalah pokok atau prinsip, sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau accesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tersebut tergantung dari perjanjian pokok.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Thomas Suyatno mengatakan, adapun unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian kredit adalah : A. Kepercayaan Kepercayaan adalah keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. B. Waktu Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan pengembaliannya dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. C. Degree of Risk Dengan pengertian degree of risk disebutkan bahwa dalam pemberian kredit itu menimbulkan suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan pengembaliannya, yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya karena sejauh kemampuan manusia untuik menorobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. D. Prestasi Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa uang, jasa atau benda. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan. 6 Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan hutang maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir, misalnya barang yang menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada perjanjian kredit. Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus, baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, maupun pelaksanaan kredit itu. Namun dari langkah yang penulisan ini sebagai gambaran umum prosedur perkreditan meliputi beberapa langkah yang ditangani oleh bank agar pemberian kredit tersebut dapat digolongkan sehat, hal mana pembahasannya akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.
A. Pengertian Kredit Secara Umum Pada umumnya disetiap bentuk usaha, baik itu disektor perdagangan, sektor perindustrian, sektor pertanian atau perdagangan atau sektor perhubungan, apakah bentuk usaha kecil dan menengah ataupun bentuk usaha besar, pasti usaha tersebut memerlukan kredit, yang berfungsi sebagai faktor memajukan produksi, sehingga melalui bantuan kredit dari bank, maka usaha tersebut akan semakin besar dan berkembang.
6
Thomas Suyanto, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1999, Hal. 14.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pemberian kredit merupakan masalah yang lazim ditemui dalam suatu usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha. Masalah kredit sebenarnya timbul oleh karena kemajuan peradaban umat manusia khususnya dibidang perekonomian. Dimana ketika uang mulai dikenal sebagai alat kehidupan, pinjam meminjam barang beralih menjadi pinjam meminjam uang. Kata kredit berasal dari kata “credere” dalam bahasa Yunani yang artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggris “believe” atau “trust or confidence”, yang artinya sama yaitu percaya. Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit berarti ia memperoleh kepercayaan, dengan kata lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Bank merupakan produk yang paling utama melakukan kegiatan dalam hal pemberian kredit atau bantuan permodalan agar suatu usaha yang dikelola seseorang atau badan hukum dapat lebih berkembang dan mengembangkan usahanya lebih sedikit baik dan lancar serta bertambah kemajuannya. Kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang. 7
7
Hasanuddin Rahman, SH,Loc.cit,Hal. 96.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967, bahwa Kredit adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, dalam hal mana pihak meminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”. Jika diperhatikan Pasal 1 sub c di atas maka di dalamnya terkandung kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Dari segi yang lebih luas lagi suatu kewajiban untuk memenuhi perikatan. Dari kewajiban ini dapat dilihat bahwa kredit
hanya dapat
diberikan kepada
mereka
yang dipercaya mampu
mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi suatu perikatan. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan No. 14 Tahun 1967 menggunakan kredit dalam arti yang dijabarkan yaitu perjanjian pinjam uang berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima kredit. Berdasarkan Pasal 1 butir 11 UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan Kredit adalah : ”penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian kredit.” Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit pada dasarnya merupakan pemberian kepercayaan. Dalam hal ini, kredit hanya akan diberikan bila benar – benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan kepercayaan tersebut tepat Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
pada waktunya dan syarat – syarat lain yang disepakati antara peminjam dan kreditur.8 Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, pasal 1 butir 12 menyatakan Kredit adalah : “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.” Menurut Perda No.7 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 26, pengertian Kredit adalah ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan koperasi dan atau usaha kecil dan menengah, yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Jika diperhatikan pengertian kredit di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 di atas, maka dapat disebutkan bahwa pengertian tersebut lebih luas jika dibandingkan dengan pengertian kredit yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan No. 14 Tahun 1967. Dikatakan lebih luas karena dalam UndangUndang No. 14 Tahun 1967 pihak bank hanya menerima jasa dalam bentuk bunga. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 disamping bunga pihak bank juga menerima imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit di atas terlihat adanya suatu persetujuan atau kesepakatan antara pihak kreditut dan pihak debitur, yaitu pihak kreditur akan meminjamkan sejumlah uang, 8
sedangkan pihak
debitur
berjanji untuk
Nasroen Yasabari&Nina Kurnia Dewi, Penjamin kredit, PT. Alumni, Bandung-2007, Hal. 7
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disertai dengan sejumlah imbalan atau bunga. Bila dilihat bunyi Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tersebut bunyinya kembali lagi seperti pada Pasal 1 sub c Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 yang di dalamnya terkandung kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Mr. J.A. Levy, seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris merumuskan arti hukum dari kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak mempergunakan
pinjaman
itu
untuk
keuntungannya
dengan
kewajiban
mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. 9 M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.10 Kredit dalam arti pinjaman uang atau kredit barang hanya orang yang dipercaya saja yang akan mendapatkan pinjaman uang dari kreditur yaitu bank atau lembaga keuangan non bank. Orang yang mendapatkan pinjaman uang dari bank harus mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman tersebut, tepat pada waktunya disertai dengan imbalan bunga dan menggunakan pinjaman sesuai dengan tujuan.
9
Mariam Darus Badrulzaman,LocCit Hal 21. Mariam Darus Badrulzaman, Loc Cit Hal. 22.
10
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
B. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit I. Subjek Perjanjian Kredit Perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur. 11 Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari : 1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan. a.
Natuurlijke persoon atau manusia tertentu
b.
Rechts persoon atau badan hukum
Jika badan hukum yang menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama perjanjian atas nama atau “verbintenis op naam” dan kreditur yang bertindak sebagai penuntut disebut tuntutan atas nama. 2. Seorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan orang lain tertentu, misalnya seorang bezitter atas kapal. Bezitter ini dapat bertindak sebagai kreditur dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan atas nama pemilik kapal inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai bezitter. 3. Persoon yang dapat diganti, mengenai persoon kreditur yang dapat diganti (verrang baar), berarti kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan 11
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, Hal. 15
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dalam perjanjian, sewaktu-waktu dapat diganti kedudukan dengan kreditur baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian aan order atau perjanjian atas order atau atas perintah.Demikian juga dalam perjanjian aan fonder, perjanjian atas nama atau kepada pemegang pembawa pada surat-surat tagihan hutang. Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditur, yaitu : a. Individu sebagai persoon yang bersangkutan, 1) Natuurlijke Persoon 2) Rechts Persoon b. Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu. Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur KUH Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu : 12 1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. 2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya. 3) Pihak ketiga
II. Objek Perjanjian Kredit Objek dari perjanjian kredit adalah prestasi. Kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Kalau
12
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 70.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
demikian intisari atau hekekat perjanjian adalah prestasi. Sesuai dengan Pasal 1234 KUH Perdata prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (te geven, te doen, of niet te doen). Memberikan sesuatu (te geven) sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1235 KUHPerdata, berarti suatu kewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering) benda. Tetapi perjanjian untuk menyerahkan bukan semata-mata yang berwujud benda nyata saja, maupun jenis dan jumlah benda tertentu. Dalam perjanjian memberikan sesuatu (te geven) termasuk kedalamnya penikmatan (genot) dari suatu barang. Melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (te doen of niet te doen) bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Bersifat positif jika isi perjanjian ditentukan untuk melakukan berbuat sesuatu (te doen). Perjanjian yang berupa prestasi negatif adalah verbintenis yang memperjanjikan untuk tidak berbuat atau melakukan sesuatu (niet te doen). Objek atau voorwerp perjanjian harus dapat ditentukan. Prestasi dapat berupa dana, uang, benda dan jasa. Tentang objek perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika Undang-Undang tidak menentukan hal demikian. Itulah sebabnya pasal 1320 ayat 3 menentukan objek prestasi perjanjian harus memenuhi syarat yaitu objeknya harus tertentu (een bepaalde onderwerp). Atau sekurang-kurangnya objek itu mempunyai jenis tertentu seperti yang dirumuskan dalam pasal 1333 KUHPerdata. Agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi yang jadi objek perjanjian harus Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
tertentu. Sekurang-kurangnya jenis objek itu harus tertentu. Pada Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata disebutkan isi persetujuan harus memuat atau causa yang diperbolehkan (geoorloofde oorzaak). Apa yang menjadi objek atau apa yang menjadi isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus causa yang sah. Karena itu persetujuan (overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum (openbare orde) dan nilai-nilai kesusilaan (goede zeden). Setiap perjanjian yang objeknya bertentangan dengan yang diperbolehkan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan maka perjanjian itu melanggar persyaratan yang semestinya, seperti yang diatur pada Pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata. Prestasi yang harus dilaksanakan debitur harus benar-benar sesuatu yang mungkin dapat dilaksanakan. Adalah sesuatu hal yang benar-benar bertentangan dengan kepatuhan untuk membebani seorang debitur dengan suatu prestasi yang tak mungkin dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi yang tak mungkin/onmogeljk ini harus dibedakan antara prestasi yang pada dirinya sendiri benar-benar atau mutlak tidak mungkin, dengan tidak mungkin dari sudut pandangan debitur. Perjanjian yang prestasinya sama sekali tidak mungkin dilakukan sejak dari semula membuat persetujuan, perjanjian yang demikian dengan sendirinya dianggap tidak berharga (ongeldia), dan tidak ada kewajiban debitur untuk memenuhinya. Sebab ketidak mungkinan itu telah menghapuskan kewajiban itu sendiri. Hal ini telah menjadi prinsip umum dalam kehidupan hukum yang berbunyi “impossibilium nulla obligatio est”, artinya ketidakmungkinan meniadakan kewajiban. Apabila pada saat dibuat perjanjian prestasi semula Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
memang benar-benar mungkin (mogelijk), kemudian oleh karena sesuatu hal menjadi tidak mungkin, maka perjanjian seperti ini tetap sah dan berharga. Masalah sampai dimana pengaruh kejadian yang menyebabkan ketidak mungkinan melaksanakan prestasi, maka persoalan ini termasuk ruang lingkup overmacht. Menilai overmacht atau noodtuestand yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata ialah pada saat pelaksanaannya. Umumnya orang membedakan antara absolut overmacht dan relatif overmacht. Pada absolut overmach pelaksanaan perjanjian sama sekali sungguhsungguh tidak mungkin dilaksanakan oleh debitur. Pada relatif overmacht pelaksanaan perjanjian masih mungkin dilakukan tapi dengan jalan memikul kerugian yang sangat berat bagi pihak debitur, sehingga kerugian baik berupa pembiayaan pelaksanaan benar-benar merupakan penderitaan yang besar bagi debitur. Jadi dalam hal perjanjian kredit, maka kreditur berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang atau sejumlah barang pada debitur (peminjam), sedangkan debitur berkewajiban untuk melakukan pelunasan hutang pada jangka waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan.
C. Syarat – syarat dan Bentuk – bentuk Perjanjian Kredit 1. Syarat-Syarat Perjanjian Kredit Seringkali ditemukan dalam pemberian kredit itu tidak didasarkan kepada etika profesional yang tanpa memperhatikan faktor-faktor kelayakan untuk pemberian kredit. Pada era globalisasi seperti sekarang ini yang sedang dihadapi pengelolaan manajemen perbankan haruslah didasarkan kepada etika profesional Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
yang secara meluas dianut oleh para pengelola bank-bank yang ada di dunia pada saat sekarang ini. Perjanjian kredit sebahagian dikuasai oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan bagian umum KUHPerdata, maka mengenai syarat perjanjian kredit perlu dilihat dalam bagian umum KUHPerdata tentang Perjanjian. Dalam pasal 1320 KUH Perdata untuk syahnya perjanjian diperlukan adanya empat syarat, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Cakap untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Syarat yang pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihakpihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subjektif sedangkan syarat ketiga dan syarat keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objeknya dari suatu perjanjian. Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklarine) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), pernyataan yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). 13
13
Mariam Darus Badrulzaman, Loc Cit, Hal. 74.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, antara lain : 1) Kekhilafan (kesesatan) Dalam KUHPerdata pada Pasal 1321 menyatakan tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pada Pasal 1322 KUHPerdata juga menyatakan kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnya apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. 2) Paksaan Dalam KUHPerdata pada Pasal 1323 menyatakan paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat. Yang dimaksud dengan paksaan adalah bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya seseorang yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah dan membuat ia mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian. Pada Pasal 1324 KUHPerdata menyatakan paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Yang dimaksud Paksaan disini adalah Kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia), dengan sesuatu yang diperbolekan hukum, yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan terhadap para pihak diatur dalam Pasal 1325 KUHPerdata, yang menyatakan paksaan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak keluarga dalam garis keatas maupun ke bawah. Dalam KUHPerdata pada Pasal 1326 menyatakan ketakutan saja karena hormat terhadap ayah, ibu atau lain sanak keluarga dalam garis ke atas tanpa disertai kekerasan, tidaklah cukup untuk pembatalan persetujuan. Dari Pasal 1326 ini dapat dilihat bahwa ketakutan tidak identik dengan paksaan. 3) Penipuan Pengertian penipuan, dalam KUHPerdata pada Pasal 1328 menyatakan penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, akan tetapi harus dibuktikan. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, dalam KUHPerdata pada Pasal 1329 menyatakan setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dalam KUH erdata pada Pasal 1330 juga menyatakan, tidak cakap untuk membuat persetujuan
adalah :
a) Orang-orang belum dewasa. b) Mereka yang dtaruh di bawah pengampuan c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang dan pada umumnya semua orang, kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Kalau syarat subjektif tidak dipenuhi maka suatu perjanjian itu tidak batal demi hukum akan tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas, dan juga pihak yang menerima kredit haruslah sudah dewasa atau tidak berada di bawah pengampuan orang lain. Syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, dimana suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu, sekurangkurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada maupun yang akan ada. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan dan dapat ditentukan jenisnya. Sedangkan barang yang akan datang, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok persetujuanpersetujuan. Barang yang akan ada, di dalam Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan barang yang baru, akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu persetujuan.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Mengenai causa dan ketertiban umum, Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan perjanjian tanpa kuasa adalah suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pada Pasal 1336 KUHPerdata, menyatakan sebab yang halal adalah jika tidak dinyatakan sesuatu tetapi ada suatu sebab yang halal ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan persetujuannya, namun demikian adalah sah. Mengenai sebab terlarang Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Sudah jelas bahwa yang dimaksud dengan causa bukanlah hubungan sebab akibat sehingga pengertian kausa disini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran kausaliteit yang dimaksud dengan kausa bukan sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian umum. Apabila syarat objektif ini tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void. Dalam hubungannya dengan perjanjian kredit syarat-syarat tersebut berlaku. Di dalam pembuatan perjanjian kredit antara pihak si penerima kredit dengan pihak bank, maka pihak si penerima kredit haruslah memenuhi Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
persyaratan seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sebagai obyek dari adanya perjanjian kredit itu adalah sejumlah uang tertentu, sehingga pihak bank sebagai pihak kredit harus menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada pihak si penerima kredit atau debitur dan pihak bank sebagai pihak kreditur berhak untuk menuntut pengembalian daripada uang tersebut dari pihak di penerima kredit sebagai pihak debitur dan debitur berkewajiban mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Bentuk - Bentuk Perjanjian Kredit Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis yang penting memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.. Perjanjian kredit dasar hukumnya secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 ayat 11, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam pasal itu terdapat kata-kata penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu : a. Perjanjian kredit di bawah tangan Perjanjian kredit di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka yaitu antara kreditur dan debitur, tanpa dibuat dihadapan notaris. Bahkan lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian tersebut, tidak ada saksi yang turut serta dalam membubuhkan tanda tangannya. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa saksi merupakan salah satu pembuktian dalam perkara perdata. Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan akta di bawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya dimana saja diperbolehkan. Yang terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan para pihak, hal ini sesuai ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang menyebutkan barang siapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui tanda tangannya. Kalau tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang membuatnya. Sebaliknya jika tanda tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah membubuhkan tanda tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah itu harus berusaha mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah atau disangkal kebenaran tanda tangan yang ada dalam akta tersebut dan untuk memperkuat pembuktian formil, materiil dan pembuktian di depan hakim maka akta yang dibuat di bawah tangan sebaiknya dilakukan legalisasi. Secara harafiah legalisasi artinya menyatakan kebenaran ialah pernyataan benar dengan jalan memberi pengesahan oleh pejabat yang berwenang atas akta di bawah tangan meliputi tanda tangan, tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta dan isi akta. Dengan adanya legalisasi maka para pihak yang membuat perjanjian di bawah tangan tersebut tidak dapat mengingkari lagi keabsahan tanda tangan, tempat dan tanggal dibuatnya akta karena isi akta di bawah tangan, dibacakan dan diterangkan sebelum para pihak tanda tangan. Meskipun akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak mengubah status akta di bawah tangan menjadi akta otentik, namun dengan adanya legalisasi para pihak yang menandatangani akta di bawah tidak dapat lagi menyangkal atau mengingkari keabsahan tanda tangan dan isi akta itu karena notaris telah menyaksikan dan membacakan isi akta sebelum para pihak menandatangani akta tersebut. Berarti akta-akta di bawah tangan yang dilegalisasi mempunyai kekuatan hukum pembuktian seperti akta otentik baik pembuktian materiil, formil dan pembuktian di depan hakim. Selain legalisasi terhadap akta di bawah tangan, ada juga yang disebut waarmerking. Secara harfiah waarmerking dapat diartikan pengesahan, yaitu pencegahan atas akta di bawah tangan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh undang-undang atau peraturan lain. Secara yuridis sebenarnya dalam waarmerking notaris hanya sekedar mencatat perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak di Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dalam daftar yang disediakan untuk itu, sesuai dengan urutan yang ada. Jadi waarmerking itu tidak menyatakan kebenaran atas tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta dan kebenaran isi akta seperti halnya dalam legalisasi. Kekuatan hukum akta-akta di bawah tangan yang dilakukan waarmerking secara yuridis tidak mengubah status alat bukti dari akta di bawah tangan menjadi akta otentik. b. Perjanjian Kredit Notaril (Otentik) Perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaris. Dalam KUHPerdata pada Pasal 1868 menyatakan akta otentik adalah : “akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut akta otentik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1). Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat dihadapan pegawai umum, yang ditunjuk oleh undang-undang. 2). Bentuk akta ditentukan undang-undang dan cara membuatnya, akta harus menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. 3). Ditempat dimana pejabat berwenang membuat akta tersebut. 14 Pegawai yang berkuasa atau pegawai umum yang dimaksud Pada pasal 1868 KUH Perdata yaitu seorang notaris, seorang hakim, seorang juru sita pada pengadilan, seorang pegawai catatan sipil, dan dalam perkembangannya, seorang
14
Thomas Suyatno, Ibid, Hal. 101.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
camat karena jabatannya ditunjuk sebagai pembuat akta tanah (PPAT). Dengan demikian suatu akta notaris, surat keputusan hakim, berita acara yang dibuat oleh juru sita pengadilan, surat perkawinan yang dibuat pegawai catatan sipil dan akta jual beli tanah yang dibuat PPAT adalah akta-akta otentik. Dengan kata lain, jika akta di bawah tangan disangkal kebenarannya maka yang mengajukan akta di bawah tangan sebagai alat bukti, harus mencari tambahan bukti untuk membenarkan akta di bawah tangan. Tambahan bukti misalnya saksi-saksi yang dianggap mengetahui tentang pembuatan akta di bawah tangan dan tanda tangan tersebut benar ditandatangani oleh pihak yang membantah.
D. Dasar Pertimbangan Pemberian Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 dalam Pasal 8 menyatakan bahwa dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk itu ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam pertimbangan-pertimbangan pemberian kredit guna menentukan sejauh mana penerima kredit dapat diberi pinjaman. Hal tersebut tergantung bonafiditas yang diketahui dari analisa penilaian terhadap kemungkinan pemberian kredit yang dikemudian hari akan mengakibatkan kegagalan usaha debitur dan kemacetan total kreditnya. Namun tidak mudah untuk mengetahui apakah orang yang mengajukan permohonan kredit atau membeli barang secara kredit itu adalah orang yang dapat Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dipercayai, apa ciri-ciri atau kriterianya untuk menentukan bahwa seseorang itu dapat dipercaya. Untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan the fives of credit atau 5C, yaitu : 1. Character (Watak) Character (watak) adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek, bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Tidak mudah untuk menentukan watak seorang debitur, apalagi debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit. Untuk mengetahui watak seseorang dapat mengetahui ciri-ciri orang tersebut misalnya peminum minuman keras, suka menipu dan lain sebagainya. Oleh karena itu maka seorang analis perlu menyelidiki dan mencari informasi tentang asal usul kehidupan pribadi pemohon kredit dengan secara seksama yang meliputi riwayat hidup, hobby serta pergaulannya dalam masyarakat. Faktor ini juga penting untuk mengetahui kemampuan serta itikad baik dari penerima kredit untuk mengembalikan kreditnya kelak. Dengan pengertian lain faktor ini merupakan ukuran tentang kejujuran dan kemauan debitur untuk membayar kembali hutangnya (willingness to party). 2. Capital (modal) Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Modal yang telah ditanam dalam perusahaan harus ditelaah dan sedapat mungkin biaya investasi dipenuhi oleh pengusaha, dari bank sedapat mungkin membantu dalam modal. Hutang jangka pendek maupun jangka panjang harus seimbang dengan posisi keuangan perusahaan. Faktor ini mempunyai peranan untuk mengetahui posisi keuangan debitur serta struktur permodalan, analisa keuangan serta sumber dan penggunaan dana, sehingga bank dapat mengetahui besar kredit yang diperlukan. 3. Capacity (kemampuan) Seorang debitur yang mempunyai karakter atau watak baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus memiliki kemampuan memadai, yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan usaha. Seorang analis harus mampu menganalisa kemampuan debitur untuk membayar kembali hutangnya. Bagi debitur perorangan analis harus mendapat informasi yang benar mengenai penghasilan atau pendapatan debitur. Apa pekerjaan, usaha debitur yang mengindikasi debitur memperoleh pendapatan sehingga memberi keyakinan adanya kemampuan debitur. Bagi debitur badan usaha seorang analis harus meyakini pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha debitur yang menunjukkan adanya kemampuan dari debitur. 4. Collateral (Jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda (materiil) yang bergerak atau benda tidak bergerak, misalnya tanah, bangunan, mobil saham dan jaminan yang bersifat immateril merupakan jaminan yang secara phisik tidak dapat dikuasai langsung oleh bank, misalnya jaminan pribadi (borgtocht), garansi bank (bank lain). Collateral juga merupakan benteng terakhir bagi keselamatan kredit, artinya bilamana masih ada keraguan terhadap pertimbangan-pertimbangan yang lain maka si penerima kredit diberikan kesempatan untuk menyediakan jaminan. 5. Condition of Economy (kondisi ekonomi) Selain faktor-faktor di atas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analis adalah kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu, dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macam kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Keadaan perdagangan serta persaingan di lingkungan sektor usaha di penerima kredit perlu diketahui sehingga bantuan kredit benar-benar bermanfaat bagi perkembangan usahawan, serta dapat memberikan keuntungan yang layak, dengan demikian pengembalian kredit akan berjalan lancar. Demikianlah faktor-faktor kredit yang lazim disebut The Five C of Credit yang merupakan dasar-dasar pertimbangan dalam pemberian kredit, namun perlu Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dicatat bahwa bagaimanapun rapi dan baiknya pertimbangan-pertimbangan tersebut dinilai dan dianalisa. Dalam kenyataannya bank di dalam praktek perkreditan selalu menemui kredit macet, yang berarti kerugian pada bank khususnya dan menghambat kesinambungan pada umumnya karena sebagian dana untuk pembangunan terbeku dalam kredit macet.
E. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Kredit 1. Hak dan Kewajiban Pemberi kredit Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya, sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian, hal ini diatur dalam Pasal 1759 KUHPerdata. Jika tidak ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan, memberi kelonggaran kepada si peminjam. Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah pada Pasal 1753 KUHPerdata, akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian pinjam uang karena hanya mengatur perjanjian-perjanjian pinjam mengganti barang. Kewajiban bank ini tidak bersifat mutlak. Bank berhak menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian itu. 15 Jika telah diadakan perjanjian, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang atau sejumlah uang, akan mengembalikannya bilamana ia mampu untuk itu, maka hakim mengingat keadaan, akan menentukan waktunya pengembalian hal ini diatur pada Pasal 1761KUHPerdata. Penilaian tentang bilamana si 15
Mariam Darus Badrulzaman,Op. Cit, Hal. 75.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
peminjam mampu, selainnya sangat subjektif adalah sangat sukar. Dalam menghadapi janji seperti itu, hakim akan menetapkan suatu tanggal pembayaran sebagaimana dilakukan terhadap suatu perjanjian yang tidak mencamtumkan suatu waktu tertentu. Akhirnya undang-undang menetapkan ketentuan Pasal 1753 KUHPerdata tentang pinjam pakai berlaku terhadap pinjam meminjam. Dengan sendirinya ketentuan tersebut hanya berlaku dalam hal yang dipinjamkan itu yaitu barang, bukan uang, seperti beras, gandum, gula, bensin dan lain-lain, barang yang menghabis karena pemakaian. 16 Dilihat dari Bab XIII Buku III KUHPerdata maka ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian-perjanjian kredit bank yang menyimpang dari KUHPerdata.Dalam Pasal 1759 KUHPerdata, bahwa dalam perjanjian pinjam uang,hak pemberi pinjamannya untuk menarik pinjamannya hanya lahir setelah jangka waktu pinjaman itu berakhir. Didalam perjanjian kredit hak hakim yaitu mempunyai
kebijaksanaan
untuk
menentukan
waktu
yang
patut
bagi
pengembalian pinjaman, itu tidak ada. Dimana kita dapat melihat bahwa posisi pemberi kredit itu lebih kuat jika dibandingkan dengan penerima kredit.
2. Hak dan Kewajiban Penerima Kredit Pasal 1763 dan Pasal 1764 KUH Perdata mengatur tentang kewajibankewajiban si peminjam. Pasal 1763 menyatakan siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan. Kewajiban ini merupakan ulangan dari apa yang 16
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, 1989, Hal. 6.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
sudah diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, mengenai pengertian pinjam meminjam. Pasal 1764 KUH Perdata menyatakan jika ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini, maka ia diwajibkan membayar harga barang yang dipinjamnya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, sedianya harus dikembalikan. Kewajiban melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu dengan bunga yang telah ditetapkan adalah merupakan kewajiban pokok penerima kredit dan ditentukan lagi secara terperinci di dalam model-model perjanjian kredit. Disamping ini masih terdapat berbagai kewajiban dari penerima kredit, yaitu : a. Kewajiban administrasi b. Kewajiban untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank. Setiap penerima kredit wajib membayar sejumlah biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit. Biaya ini terdiri dari biaya persiapan dan bunga. Biaya persiapan ini antara lain : 1) bea materai 2) provisi 3) biaya pembuatan akta serta sertifikat hypotheek 4) biaya notaris 5) premi asuransi barang jaminan 6) premi asuransi pelunasan kredit Penerima kredit juga wajib membayar hutang, hutang pokok yaitu hutang yang disetujui pihak-pihak sebagai jumlah pinjaman yang diberikan bank kepada penerima kredit. Hutang ini wajib dibayar pada saat perjanjian kredit berakhir.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Penerima kredit wajib untuk membayar bunga, dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata tidak ditentukan rumus bunga. Pasal 1246 KUH Perdata menyatakan bahwa bunga adalah keuntungan yang sedianya harus dinikmati. Di dalam modelmodel perjanjian kredit tidak ditemukan rumus bunga. Dalam perjanjian kredit, bunga tidak diperjanjikan. Policy mengenai bunga tidak didasarkan pada konsensus pihak-pihak akan tetapi ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Bank Indonesia. Besarnya suku bunga lebih tinggi dari bunga yang ditetapkan undangundang.
F. PENGERTIAN USAHA KECIL Pengertian Usaha Kecil diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang disahkan pada tanggal 26 Desember 1995; Kepmen BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang apada intinya sama; Kepmen Keuangan RI Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mokro dan Kecil. Pengertian usaha kecil dalam ketiga ketentuan tersebut adalah usaha yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 UU No. 9 tahun 1995, yang dinyatakan sebagai berikut : “Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah); 2. Milik warga Negara Indonesia; 3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; 4. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yangtidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. 17 17
Tri Widiyono., Aspek – aspek hukum operasional transaksi produk perbankan di
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah nilai jual dari kekayaan usaha yang dimiliki (asset) setelah dikurangi kewajibannya seperti hutang-hutang. Yang dimaksud dengan penjualan tahunan adalah hasil penjualan bersih yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun. Yang dimaksud dengan milik warga negara Indonesia adalah usaha kecil yang sepenuhnya milik warga negara Indonesia. Yang dimaksud dengan usaha kecil yang dimiliki atau dikuasai oleh usaha menengah atau usaha besar adalah usaha kecil yang merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang sepenuhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh usaha menengah atau usaha besar. Dari berbagai defenisi yang disebut diatas, usaha kecil yang berhak untuk memperoleh Kredit Usaha Kecil adalah usaha kecil yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK/1993. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria diatas maka dapat pengertian Kredit Usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil. Dalam Praktik Perbankan, pengertian usaha kecil dapat berbeda dengan pengertian tersebut diatas. 18 Artinya, bank melakukan suatu judgement terhadap pengertian usaha kecil tersebut lebih spesifik, misalnya hanya mengakui fasilitas kreditt untuk usaha kecil adalah usaha yang omsetnya sampai dengan Rp 200 juta. Oleh karena itu,
18
Indonesia,PT.Rineka Cipta,Jakarta,2006,Hal.306 Try Widiyono , Ibid, Hal.3
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
mungkin saja terdapat perbedaan pengertian kredit kepada kepada usaha kecil ini pada bank yang berbeda atau pada produk yang berbeda pada bank yang sama. Kredit kecil ini dibutuhkan oleh petani, pengusaha, pedagang, toko-toko kecil, warung-warung nasi, kios-kios pinggir jalan atau pasar-pasar untuk dapat survive dalam hidup dalam kancah struggle for life. Dengan kata lain bahwa Kredit Usaha Kecil ini diberikan kepada masyarakat yang berekonomi Mikro, teori ekonomi mikro sering juga disebut sebagai teori harga (Price Theory). “Mikro” berasal dari kata Yunani “Mikros” yang berarti “Kecil”. Namun berarti bahwa teori harga itu “Kecil” atau tidak penting. Sesungguhnya, jumlah literatur ekonomi yang membahas masalah teori ekonomi mikro adalah jauh besar dibanding dengan jumlah literatur berkenaan dengan ekonomi makro. Teori ekonomi makro berarti pecahan atau disagregasi dari variabel ekonomi makro, seperti konsumsi, investasi, tabungan dan sebagainya dan menjelaskan masalah komposisi dan alokasi dari total produksi, sedangkan teori ekonomi makro menjelaskan tingkat produksi secara keseluruhan. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil telah memberikan pedoman dan rujukan mengenai masalah penjaminan yaitu pasal 1 angka 7, yang berbunyi ”Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga
penjamin
sebagai
dukungan
untuk
memperbesar
kesempatan
memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalan”. Dengan ketentuan ini diharapkan akan mengurangi kendala yang dihadapi UK untuk menyediakan jaminan dalam mengakses kredit perbankan.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pada pasal 23 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disebutkan bahwa Usaha Kecil dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penjamin tersebut menjamin pembiayaan Usaha Kecil dalam bentuk : a. Penjaminan pembiayaan kredit perbankan; b. Penjaminan pembiayaan atas bagi hasil; c. Penjaminan pembiayaan lainnya, seperti jaminan orang perseorangan, jaminan perusahaan (avalis). Menurut Undang – Undang No. 20 tahun 2008 Pasal 1 ayat 2, Usaha kecil adalah ”usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang ini”. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Usaha kecil adalah ”Kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yang hak kemilikannya berada pada warga negara Indonesia”. Kriteria Usaha Kecil, Menurut Undang – Undang No.20 tahun 2008 yaitu : 1) Memiliki kekayaan lebih dari Rp.50.000.000,- (lima pilih juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus ribu rupiah). Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
G. Dasar –dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil. Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum (norma), asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih (overlapping) di antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri. Dalam membicarakan mengenai dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian Kredit Usaha Kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Disamping itu, dalam pemberian Kredit Usaha Kecil ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992, UU N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil dan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata. Namun demikian, menurut Prof. R. Subekti SH, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama 19. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian 20. Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.” 19 20
R. Subekti, Hukum perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1 Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hal. 89
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang – Undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu: 1. Berlaku sebagai Undang – Undang Berlaku sebagai Undang – Undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan mereka. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinayatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala hal/sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang – Undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan Undang Undang. Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehadapan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang – Undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata. 3. Pelaksanaan dengan itikad baik Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar. Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi obyeknya. Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoretis, antara terciptanya kesepakatan. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1388 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka seluruh pasal – pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuanketentuan yang bertentangan dengan undang-undang pula. Artinya sepanjang isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausul yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu dapat batal karenanya.
H. Kredit Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil Menengah merupakan basis usaha rakyat, yang secara mengejutkan mampu bertahan di masa krisis 1997/1998. Saat itu banyak usaha besar bergelimpangan, mengalami pailit didera pahitnya krisis. Pada saat Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
bersamaan, perbankan tidak mampu lagi membantu masalah pula sehingga menambah parah penderitaan usaha besar. Tidak demikian halnya dengan UKM, yang dapat bertahan pada badai krisis karena struktur keuangan mereka yang tidak banyak bergantung pada perbankan, meski mereka tetap memanfaatkan jasa perbankan, baik untuk transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku UKM ini mengandalkan seluruh permodalannya sendiri yang perolehannya melalui pinjaman ke lembaga keuangan. Faktor lain yang membuat UKM mampu bertahan adalah juga karena bahan baku yang digunakan untuk kegiatan usahanya merupakan produk lokal yang harganya tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar. UKM dengan karakteristiknya ini telah mampu menjadi penopang perekonomian nasional terutama ketika badai krisis moneter melanda. 21 Fasilitas kredit kepada usaha kecil dan atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakkan yang satu dengan yang lain. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh sumber dana yang diperuntukkan bagi fasilitas kredit usaha kecil dan mikro tersebut, misalnya terdapat sumber dana dari Surat Utang Pemerintah (SUP) dengan Nomor SU-005/MK/1999 yang juga dikenal dengan
21
Eti Wahyuni,dkk, Lilitan Masalah Usaha Mikro, kecil, Menengah dan kontroversi kebijakan,PT Bitra Indonesia, Hal.2
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dana dari “SUP-005” atau sumber dana dari pemanfaatan bagian laba BUMN, yang di kenal dengan Dana Program Kemitraan untuk Kredit Usaha Mikro. Dengan kapasitasnya ini tentu UKM pantas menjadi prioritas dalam kebijakan – kebijakan perekonomian nasional, hanya saja benarkah posisi UKM berada pada tempat yang cukup terhormat dalam kancah kebijakan ekonomi dan bisnis kita. Dalam Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 1 ayat a dan b menjelaskan dalam undang – undang ini yang dimaksud dengan : 1. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. 2. Usaha Menengah dan usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil. Kredit Usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil. Dalam Praktek Perbankan Artinya, bank melakukan suatu judgement terhadap pengertian usaha kecil tersebut lebih spesifik, misalnya hanya mengakui fasilitas kreditt untuk usaha kecil adalah usaha yang omsetnya sampai dengan Rp 200 juta. Oleh karena itu, mungkin saja terdapat perbedaan pengertian kredit kepada kepada usaha kecil ini pada bank yang berbeda atau pada produk yang berbeda pada bank yang sama. Pemberdayaan Usaha kecil berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Pemberdayaan Usaha Kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Usaha kecil, yang merupakan bagian intergral dunia usaha nesional mempunyai kedudukan,potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional pada umumnya dan tujuan Pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas pada khususnya. Kenyataan menunjukkan bahwa usaha kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa usaha kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengelolaan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusiaa, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya. Dalam upaya meningkatkan kesempatan dan kemampuan Usaha Kecil, telah dikeluarkan berbagai kebijaksanaan oleh Pemerintah tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pembinaan, tetapi belum berhasil sebagaimana diharapkan karena belum adanya kepastian hukum yang merupakan perlindungan bagi usaha kecil dan dipatuhi oleh semua pihak.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pemberdayaan usaha kecil dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil, diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang menjadi Usaha Menengah. Usaha kecil yang tangguh, mandiri, dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesepatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil – hasil pembangunan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan Usaha kecil dalam perekonomian nasional sehingga akan terwujud tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. Dalam pemberdayaan usaha kecil seluruh peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan usaha kecil, antara lain Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang – Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18, menyatakan usaha menengah adalah : ”kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kriteria kekayaan atau penjualan tahunan yang lebih besar dari usaha kecil yang kemilikannya berada pada Warga Negara Indonesia”. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1, menyatakan usaha menengah mempunyai kriteria, yaitu : a. Warga Negara Indonesia yang berusaha di daerah b. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp.1.000.000.000(satu miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
c. Memiliki hasil penjualan Tahunan maksimal Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) d. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dukuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. e. Berbentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum atau berbadan hukum termasuk koperasi.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT
A. Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit. Istilah hukum Jaminan berasal dari terjemahan zakerhei destelling atau security of law. Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 samapi dengan 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik Jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Defenisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. Menurut Sri Soedewi Sofwan, mengemukakan bahwa Hukum Jaminan adalah : ” Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda – benda yang dibelinya sebagai jaminan. Pengaturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga – lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.” Menurut J.Satrio mengartikan Hukum Jaminan adalah ” Peraturan hukum mengatur jamin yang menjaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.” Definisi yang terakhir ini difokuskan pada pengaturan pada hak – hak kreditur Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. 57 USU Repository © 2009
semata – mata, tetapi tidak memperhatikan hak – hak kreditur. Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur semata – mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan. Dari berbagai kelemahan defenisi tersebut maka ketiga defenisi di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut penulis, bahwa Hukum Jaminan adalah: ”Keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum anatar pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.”22 Jaminan pemberian kredit : ”keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dalam pengertian yang selama ini sudah menajdi milik dunia perbankan dan milik masyarakat umum bahwa ”jaminan (pemberian) kredit” selalu berarti ”alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit dalam hal kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena kegiatan usahanya itu mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang”. Dengan diberikannya pengertian ”jaminan (pemberian) kredit” sama dengan ”keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”, maka arti dari ”jaminan (pemberian) kredit” itu telah bergeser, sehingga tidak sesuai dengan pengertiannya yang lazim dikenal selama ini. 23 Jaminan identik sekali dengan kredit, atau dapat diberikan suatu pengertian
22
H.Salim HS,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Rajawali PERS, Jakarta, Hal.5 23 Rachmadi Usman,Aspek – Aspek Hukum Perbankan di Indonesia,PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, Hal. 282 Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
atau apabila seseorang membutuhkan kredit maka itu berarti ia harus memiliki jaminan. Kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya adalah debitur telah menikmati kredit, dan yang mendapatkan fasilitas kredit karena dianggap orang yang sanggup untuk melunasi hutang-hutangnya pada waktu yang ditentukan, oleh karena itu Bank memberi persyaratan bahwa ia tidak akan memperoleh fasilitas kredit kepada debitur yang tidak menyediakan jaminan. Pemberian fasilitas
kredit
juga
memperhatikan
faktor-faktor
yang
memungkinkan
kepentingan kebutuhan masyarakat sehingga dengan pemberian kredit debitur khususnya mendapat keuntungan. Dalam praktek perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohonan kredit, sehingga pemohonan kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan usaha pemohonan kredit karena pengusaha kecil yang modal usahanya sangat terbatas tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kreditnya. Oleh karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit tanda adanya keharusan pemohon kredit untuk memberikan jaminannya, tetapi pada umumnya perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Undang – Undang pokok perbankan yang lama Nomor 14 Tahun 1967 Pasal 24 ayat 1 memang menegaskan bahwa Bank Umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun. Berpedoman pada Undang – Undang ini jelas pemberian kredit harus disertai jaminan baik jaminan materiil atau in-materiil. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dalam perkembangannya untuk membantu masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka Pemerintah telah mengubah Undang – Undang pokok Perbankan dengan Undang – Undang yang baru Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang – Undang yang baru ini tidak lagi mensyaratkan bahwa pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan materiil atau in-materiil. 24 Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank
mengandung
risiko,
sehingga dalam
pelaksanaannya
bank
harus
memperhatikan asas – asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur – unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya
24
Sutarno, Aspek – aspek Hukum Perkreditan pada Bank, PT ALFABETA Bandung, 2005, Hal 140
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan atau maupun dalam pihak ketiga dalam jaminan pemberian kredit. Selain apa yang telah dikemukakan diatas, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus pula memperhatikan hasil analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan/atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan Jaminan adalah ” Suatu keyakinan bank atau kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”. Dalam pemberian kredit terkait sekali perlunya suatu jaminan dalam arti sebagaimana diuraikan di atas, yaitu keyakinan bahwa debitur akan sanggup untuk melunasi kreditnya. Di pihak bank untuk mendapatkan keyakinan dari seorang debitur bahwa debiturnya akan dapat melunasi pinjamannya, akan didapatkan apabila pihak bank telah meneliti dan menganalisis debitur tersebut, baik yang menyangkut kepribadiannya maupun segi – segi kegiatan usaha dan agunannya, juga segi – segi lainnya. Hal – hal yang berkaitan dengan debitur yang dapat menggambarkan bahwa debitur tersebut sebagai debitur yang bankable dapat dilihat dari beberapa segi. Praktik perbankan dalam mendapatkan keyakinan bahwa debiturnya mempunyai klasifikasi bankable setelah melalui penganalisisan dan penelitian.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Bahwa jaminan yang baik untuk pemberian kredit atau ideal menurut R.Subekti, dalam bukunya jaminan – jaminan untuk pemberian kredit adalah Jaminan yang memenuhi persyaratan : 1. Yang dapat secara mudah mebantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukan. 2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya. 3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. Selain
Jaminan
yang
bersifat
kebendaan
(zakelijk)
seperti
hak
tanggungan/hipotik, fiducia dan gadai, ada juga jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijk). Dalam praktek perbankan khususnya dalam memberikan kredit, biasanya dipersyaratkan adanya jaminan perorangan atau borgtocht. Borgtocht atau jaminan perorangan pada umumnya merupakan jaminan tambahan mengingat jaminan pokok dari pemberian kredit adalah proyek yang dibiayai dengan kredit itu yang berupa jaminan kebendaan. Dalam praktek biasanya yang menjadi Borg atau penjamin adalah orang – orang atau perusahaan yang ada hubungan kepentingan di bidang bisnis antara debitur dengan Borg atau penjamin hutang tersebut. Misal Debitur PT Argo Mulya maka yang menjadi penjamin adalah para pengurus perusahaan tersebut yaitu komisaris atau Direktur atau salah satu pemegang saham mayoritas perusahaan. Orang – orang yang menjadi penjamin itu ada hubungan kepentingan Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
di bidang bisnis (ekonomi) dengan debiturnya PT Argo Mulya, jarang sekali terjadi seorang Penjamin tidak mempunyai hubungan atau kepentingan dengan debiturnya. Tujuannya adanya Penjamin adalah untuk menjamin agar hutang yang telah diberikan kreditur kepada debitur dapat terjamin pengembaliannya. Borgtocht diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XVII pasal 1820 sampai Pasal 1850. Borgtocht berasal dari bahasa belanda yang dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan penanggungan atau penjaminan. Dalam bahasa Belanda orangnya disebut Borg, dalam bahasa Indonesia dinamalan Penanggungan atau penjamin.
Ahli
Hukum
R.Subekti,
dalam
bukunya
Aneka
Perjanjian
menggunakan istilah penanggungan utang. Orangnya yang menanggung disebut Penanggung. Dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Penjamin dan Orangnya disebut Penjamin Karena defenisi Borgtocht pada pasal 1820 KUHPerdata intinya adalah menjamin pelunasan utang seorang debitur. Borgtocht atau penjamin adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang (kreditur) mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjian si berutang (debitur) manakala orang ini sendiri (debitur) tidak memenuhi (wanprestasi). Dengan demikian pengertian atau defenisi yang diberikan pasal 1820 KUHPerdata. Untuk memudahkan pengertian Borgtocht tersebut. Jaminan dalam bentuk Jaminan perorangan (Borgtocht) yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : a. Jaminan Borgtocht mempunyai sifat accessoir b. Borgtocht tergolong Jaminan Perorangan c. Borgtocht tidak memberikan hak preferent (diutamakan) Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
d. Besarnya Penjamin tidak melebihi atau syarat – syarat yang lebih berat perikatan pokok. e. Penjamin memiliki hak – hak istimewa dan tangkisan – tangkisan. f. Kewajiban penjamin bersifat Subsider g. Perjanjian Borgtocht bersifat tegas, tidak dipersangkalan h. Penjamin beralih kepada ahli waris. 25
B. Jenis – Jenis Jaminan dalam Pemberian Kredit Pada umumnya jenis – jenis jaminan kredit menurut KUHPerdata yang merupakan salah satu sumber di bidang keperdataan mengatur jenis – jenis jaminan dan menurut beberapa peraturan perundang – undangan yang merupakan pembaruan dari KUHPerdata dapat dikelompokkan menurut sifatnya, obyeknya dan lain – lain. Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan ditentukan bahwa “ Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan.” Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu ; 1. Jaminan Materiil (Kebendaan), yaitu jaminan kebendaan Jaminan kebendaan mempunyai ciri – ciri ” kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda – benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. 26 Jaminan Kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda – benda itu, dapat 25 26
Sutarno, Ibid. Hal. 236 H.Salim HS, Ibid, Hal.23
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengiktu bendanya di tangan siapapun benda itu berada (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan itu lahir dan bersumber pada perjanjian. Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara kreditur dan debitur, misalnya Hak Tanggungan (dahulu hipotik) fiducia, gadai. Jaminan kebendaan ini obyeknya adalah benda – benda yang ditunjuk secara khusus dengan cara menyendirikan dari bagian harta kekayaan debitur dan disediakan oleh debitur atau pihak lain pemilik jaminan guna pemenuhan utang seorang debitur. Benda – benda yang secara khusus ditunjuk debitur menjadi jaminan dapat berupa benda tetap atau benda bergerak misalnya : tanah, bangunan, mesin, kapal laut, mobil, motor, perhiasan/emas, saham, obligasi, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan benda lainnya yang memiliki nilai dan dapat diikat sesuai peraturan undang – undang yang ada. Dari uraian tersebut, maka dapat dikemukakan unsur – unsur yang tercantum pada jaminan materiil, yaitu : a. hak mutlak atas suatu benda b. cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu c. dapat dipertahankan terhadap siapa pun d. selalu mengikuti bendanya e. dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu : 1) Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata 2) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
3) Credietverband, yang diatur dalam stb 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan stb 1937 Nomor 190. 4) Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 5) Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 Jaminan kebendaan berupa kekayaan debitur atau pihak lain yang disendirikan itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang Kreditur yang telah memintanya karena jika tidak ada penyendirian dan penyediaan khusus maka sama halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran utang si debitur. Jadi pemberian jaminan kebendaan kepada kredutr tertentu memberikan kedudukan kepada kreditur lainnya atau disebut ”PRIVILEGE” karena kekayaan milik seseorang itu wujudnya beraneka ragam ada barang bergerak, barang tidak bergerak maka pemberian jaminan kebendaan juga dapat meliputi aneka macam benda itu. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan Debiturnya tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan Pihak ketiga yang menyediakan harta kekayaannya secara khusus misalnya tanah dan bangunan yang digunakan untuk menjamin dipenuhinya kewajiban debitur kepada kreditur. Menyerahkan barang untuk digunakan sebagai jaminan berarti melepaskan, sebagian kekuasaan atas barang itu.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Kekuasaan yang dilepaskan adalah kekuasaan untuk memindahkan hak milik atas barang itu dengan cara apapun misalnya menjual, menukarkan, dan lain – lain. 27 2. Jaminan imateriil (perorangan), yaitu Jaminan Perorangan (Borgtocht) Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda – benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (hasil Seminar Badan Pembinan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 Juli sampai dengan 30 Juli 1977). Jaminan penangguhan utang (Borgtocht) adalah jaminan yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat perorang ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu terhadap harta kekayaan debitur seumumnya. Contohnya Borgtocht jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai azas kesamaan ( pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata) artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan penjamin dan tidak mengindahkan urutan terjadinya. Borgtocht dalam bahasa Indonesia disebut Penjamin atau penanggungan. Orangnya disebut Borg atau penjamin atau penanggung. Borgtocht diatur dalam kitab Undang – Undang Hukum Perdata buku III Bab XVII Pasal 1820 s/d Pasal 1850.
27
Sutarno, Ibid, Hal. 148
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (ber-piutang) dengan seorang pihak Ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban – kewajiban Debitur (siberutang). Perjanjian antara Kreditur dengan pihak Ketiga (Penjamin) dapat dilakukan dengan sepengetahuan di Debitur ( si berutang) atau bahkan tanpa sepengetahuan Debitur. Dalam jaminan borgtocht ini berarti seorang Penjamin secara hukum menyediakan seluruh atau sebagian tertentu harta kekayaan yang dimiliki sekarang maupun yang akan datang, baik barang tetap atau barang bergerak untuk menjamin utang debitur, manakala debitur tidak mampu melunasi hutangnya. Seluruh atau sebagian harta kekayaan yang disediakan tersebut tergantung perjanjian antara Kreditur dengan Pihak Ketiga tadi. Seperti perjanjian jaminan lainnya, perjanjian jaminan borgtcht bersifat Accesoir artinya keberadaan jaminan berbentuk borgtocht ini tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Perjanjian jaminan borgtocht hapus apabila perjanjian pokoknya (perjanjian kredit) hapus misalnya kredit telah dilunasi dan lain – lain. Mengingat jaminan borgtocht ini bersifat accesoir dan sebagai cadangan saja maka seorang Penjamin (BORG) diberikan “hak istimewa” yaitu hak dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan dijual/lelang. Jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi hutangnya, kemudian baru harta kekayaan Penjamin.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Hak istimewa seorang Perjamin tersebut tercantum dalm pasal – pasal Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) biasanya dalam praktek membuat perjanjian jaminan (perjanjian borgtocht) hak– hak istimewa ditiadakan/dihapuskan. Akibat dihapuskannya hak – hak istimewa tersebut maka kedudukan seorang Penjamin adalah seperti si berutang sendiri artinya apabila si berutang (debitur) tidak membayar hutangnya maka si Penjamin dapat ditagih untuk segera melunasi hutang debitur. Hak istimewa yang dimiliki seorang Penjamin itu ada karena Penjamin (Borgtocht) sifatnya hanya sebagai cadangan saja artinya jika Debitur tidak melunasi hutangnya maka penjamin melunasi hutang Debitur itu. Ada dua macam bentuk jaminan borgtocht yaitu jaminan perorangan (Personal guaranted) dan jaminan perusahaan (Corporate guaranted). Secara detail bentuk jaminan akan diuraikan secara lebih mendalam dalam uraian berikutnya. Unsur jaminan perorangan, yaitu : a. mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu b. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu c.
terhadap harta kekayaan debitur umumnya. 28
C. Fungsi Jaminan Kredit Dalam Pemberian Kredit Kredit
pada
awal
perkembangan
mengarahkan
fungsinya
untuk
merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan 28
H.Salim HS,Ibid, Hal. 24
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari – hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan – kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara materril dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Sebelum memberikan kredit pihak debitur, senatiasa meminta jaminan kepada pihak debitur dengan tujuan agar kredit yang diberikan tersebut dapat dikembalikan dikemudian hari dan biasanya jaminan tersebut adalah dalam bentuk kebendaan agar mudah dieksekusi dan tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang lebih baik. Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat pun atau negara mengalami suatu penambahan dari penerima pajak, juga kemajuan ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat
yang diharapkan maka sekarang
ini kredit
dalam kehidupan
perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi. 29
29
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, Hal. 481
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pemberian Kredit Usaha Kecil ini merupakan wujud pembiayaan bagi usaha kecil yang disediakan oleh Pemerintah / dunia usaha, khususnya melalui kredit Perbankan sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Pemerintah melalui kebijaksaan tanggal 29 Januari 1990 (Pak. Jan, 29 Tahun 1990) tentang pemyempurnaan sistem Perkreditan ini mewajibkan setiap Bank untuk menyalurkan 20% kreditnya kepada kegiatan usaha kecil dan kegiatan koperasi yang produktif yang dibiayai dari dana Bank tersebut. Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda – benda yang memenuhi syarat – syarat tertentu. Syarat – syarat benda jaminan yang baik adalah : 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya 3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diluangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit (Subekti, 1996 : 73). Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Manfaat bagi kreditur adalah : a. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup. b. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah memberikan kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah kepastian hukum untuk mengenbalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Disamping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha. Karena dengan modal yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok kredit dan bunga, bank atau pemilik modal dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan. Nilai benda jaminan itu biasanya pada saat melakukan taksiran nilainya lebih tinggi jika dibandingkan pokok dan bunga yang tertunggak. Namun, dalam kenyataannya seringkali nilai jaminan lebih rendah dari hutang pokok dan bunga. Sehingga untuk melakukan eksekusi oleh pejabat lelang mengalami kesulitan, karena nilai jual benda jaminan di bawah nilai hutang pokok dan bunga. Penjamin kredit berfungsi untuk melengkapi kesiapan anda mendapatkan persetujuan kredit dari bank atau kreditur lainnya, dan bukan menggantikan Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
seluruh agunan yang seharusnya anda serahkan untuk jumlah tertentu atas kredit anda. Penjamin kredit pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh pengusaha atas persetujuan pihak lembaga kredit atau orang penjamin. Meskipun demikian bila antara kreditur atau penerima dan penjamin belum terdapat kerja sama. Pada dasarnya permohonan penjamin dari seorang calon debitur dapat saja diproses oleh penjamin (LPK), walaupun pada awalnya ketentuan penjamin akan disampaikan terlebih dahulu kepada pihak Kreditur 30. Berdasarkan pada pengertian jaminan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari Jaminan adalah Untuk meyakinkan bank atau kreditor bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 31 Barang jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Pengamanan kredit Dengan adanya jaminan, maka akan memberikan rasa aman kepada pihak kreditur apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian tersebut. 2) Memberikan motivasi kerja Adanya jaminan dapat memberikan motivasi kerja bagi debitur, dalam arti pinjaman yang diberikan tersebut dapat meningkatkan modal usaha bagi debitur. Dalam hal ini juga diharapkan adanya kewajiban moral bagi debitur untuk melunasi hutanya, karena modal yang diberikan tersebut 30 31
Nasroen Yasabari & Nina kurnia Dewi,Ibid, Hal. 170 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, PT Kencana Prenada Media Group,2005, Hal. 74
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
adalah merupakan hutang baginya dan akan dibayarkan pada waktu yang telah ditentukan 3) Motivasi pemenuhan kerja Dengan adanya jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur, maka debitur akan merasa termotivasi untuk memenuhi isi perjanjian. Ini disebabkan karena jaminan yang diberikan kepada kreditur lebih besar nilainya dari jumlah uang yang dipinjam debitur.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PENJAMIN (BORG) DALAM PEMBERIAN KREDIT BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH DI BANK BNI KOTA MEDAN
A. Tanggung Jawab Penjamin Dalam Pemberian Kredit. Dalam Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tidak disebutkan secara tegas mengenai kewajiban atau keharusan tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh calon debitur, seperti yang diatur oleh Undang – Undang Perbankan sebelumnya yaitu Undang – Undang no.10 tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal 8 Undang –Undang No.7 Tahun 1992, disebutkan dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan penanggungan utang adalah jaminan yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu terhadap harta kekayaan debitur seumumnya. Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai azas kesamaan (Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata) artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian., keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan Penjamin dan tidak mengindahkan urutan terjadinya. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil 75 (Persero) Tbk Medan, 2008. Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia USU Repository © 2009
Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban – kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi). Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan utang yang diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata buku III Bab XVII Pasal 1820 sampai Pasal 1850. Perjanjian penanggungan bentuknya bebas, karena itu penanggungan dapat dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta dibawah tangan, dan juga dapat diadakan dalam bentuk sehelai surat atau surat pernyataan lisan. 32 Subjek jaminan perorangan adalah pihak – pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian penjaminan yaitu kreditu dan penjamin. Kreditur adalah pihak yang berpiutang atau pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur. Penjamin adalah pihak ketiga yang berarti bukan debitur, bisa orang perorangan atau korporasi yang berbadan hukum atau korporasi yang tidak berbadan hukum yang mengadakan perjanjian dengan kreditur untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Selain beberapa orang menjadi penjamin untuk satu debitur yang sama dan untuk hutang yang sama, ada kemungkinan juga seorang penjamin mengakibatkan diri bersama – sama debiturnya dalam satu perjanjian, sehingga terjadi jamin menjamin. Ini dinamakan Penjamin Solider (Solidaire Borg atau Hoofdelijke Borg). Dalam kondisi seperti ini akan memperkuat kedudukan kreditur karena kreditur dapat menuntut kepada penjamin dan debitur masih bertanggung jawab untuk seluruh hutang.
32
H.F.A.Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, CV.Rajawali Jakarta, 1988, Hal. 445.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Ada beberapa penjamin yang telah mengikatkan diri sebagai penjamin untuk satu orang debitur dan untuk utang yang sama. Adanya beberapa penjamin yang menjamin satu orang debitur dan untuk hutang yang sama memang telah diantisipasi pembuat undang – undang yang diatur dalam pasal 1836 KUHPerdata. Dari pasal ini ditegaskan bahwa masing – masing penjamin bertanggung jawab untuk menjamin seluruh hutang artinya tidak dibolehkan seorang penjamin hanya menjamin sebagian dari jumlah hutangnya, kecuali para penjamin telah menggunakan hak istimewanya yaitu meminta pemecahan hutangnya. Penjamin yang mengikatkan diri kepada kreditur dapat dilakukan dengan sepengetahuan debitur atau diluar pengetahuan debitur. Seorang penjamin yang telah mengikatakan diri sebagai penjamin membawa akibat hukum yang bagi penjamin untuk melunasi hutang debitur (si berutang utama) manakala debitur cidera janji. Namun kewajiban penjamin untuk melunasi hutang debitur tersebut baru dilakukan setelah kreditur mengesekusi harta kekayaan milik debitur yang hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya. Selama kreditur belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitur, penjamin tidak memiliki kewajiban membayar hutang debitur yang dijaminnya. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab penjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider dalam hal penjualan harta kekayaan debitur dapat dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang menegaskan bahwa si penjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditur, selainnya jika si debitur lalai, sedangkan harta benda si debitur ini harus lebih dahulu di sita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Namun pasal 1832 KUHPerdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata sehingga memberikan peluang kepada kreditur untuk dapat menuntut langsung kepada seorang penjamin untuk melunasi hutang seluruhnya tanpa harus menjual harta benda debitur terlebih dahulu, dalam hal penjamin telah melepaskan hak keistimewaan untuk menuntut dilakukan lelangsita dahulu atas harta benda debitur. Penjamin membayar hutang debitur, penjamin dapat meminta kepada kreditur untuk menyita dan melelang harta kekayaan debitur terlebih dahulu, baru kemudian harta kekayaan penjamin jika hasil lelang harat sebitur tidak cukup untuk melunasi hutangnya. Permintaan penjamin harus disampaikan pertama kali saat jawaban atas gugatan kreditur di Pengadilan. Hak istimewa penjamin untuk meminta supaya harta kekayaan debitur disita-dilelang terlebih dahulu, menjadi hapus manakala penjamin dengan tegas melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan dalam perjanjian/akta borgtocht. Penjamin yang meminta kepada kreditur agar menyita dan melelang harta kekayaan debitur terlebih dahulu mempunyai kewajiban menunjukkan harta kekayaan debitur dan wajib menyediakan biaya sita dan lelang. Dalam ketentuan PT.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk tanggung jawab penjamin yaitu menanggung dan karenanya mengikatkan diri untuk membayar sebagaimana mestinya hutang debitur apabila debitur ingkar janji yang sesuai dengan perjanjian penanggungan (Borgstelling). Penjamin juga menjamin dan bertanggung jawab bahwa barang – barang tersebut adalah benar – benar hak miliknya, bebas dari sitaan oleh pihak manapun dan dalam bentuk apapun serta tidak dijaminkannya secara bagaimanapun kepada Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
pihak lain dan penerima kredit menjamin bahwa bank tidak akan mendapat tuntutan atau gugatan apapun dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas barang – barang tersebut baik sebagai pemilik atau sebagai pemegang jaminan. Penjamin juga menjamin tidak akan melakukan suatu perbuatan hukum apapun juga tanpa seizin Bank BNI yang dapat mengakibatkan beralihnya pemiliknya pemilikkan atas seluruh atau sebagian harta kekayaan penjamin selama penjamin masih terikat sebagai Penanggung Hutang (Borg).
B. Kedudukan Penjamin Bila Debitur Wanprestasi Dalam KUHPerdata pada Bab XVII bagian kedua, dimana tanggung jawab Borg pada dasarnya bersifat Isubsidair, yang pokok adalah kewajiban debitur utama terhadap kreditur. Hal ini sesuai dengan Pasal 1931 KUHPerdata yang menyatakan : ”Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai. Sedangkan benda – benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya”. Pada prinsipnya dalam Pasal 1931 KUHPerdata, si pembuat Undang – Undang ada memberikan hak utama kepada Borg, yaitu pada saat ia digugat di Pengadilan dapat memenuhi kewajiban debitur utama yang telah wanprestasi. Bila hal ini terjadi maka dapat ditangkis dengan mengemukakan bantahan agar harta kekayaan debitur utama dieksekusi dahulu untuk diambil pelunasan, tangkisan ini disebut juga tangkisan dilatoir.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Borg diletakkan kewajiban untuk menunjukkan adanya harta debitur utama yang dapat disita dan dieksekusi. Di samping itu atas tuntutan dari kreditur, Borg wajib membayar lebih dahulu biaya sita dan eksekusi hal ini diatur dalam Pasal 1834 ayat 1 KUHPerdata. Kalau hasil eksekusi dari barang – barang debitur utama yang ditunjukkan Borg tidak mencukupi untuk melunasi hutang debitur utama maka untuk melunasi hutang debitur utama, selebihnya tetap dapat dituntut dari Borg. Maksudnya agar kreditur bisa memperoleh pelunasan dari hasil eksekusi harta debitur utama yang ditunjukkan oleh Borg, Borg tidak boleh menunjuk harta benda debitur utama yang sedang menjadi persengketaan di muka Hakim, maupun yang sudah dijadikan tanggupan hipotok untuk utang yang bersangkutan dan yang sudah tidak ada di tangan si berutang, maupun pula benda – benda yang terletak di luar wilayah Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 1834 KUHPerdata. Tentang kedudukan penjamin bila debitur atau pihak pelaku usaha kecil dan menengah wanprestasi merupakan hal yang sedikit rumit dalam suatu perkara perdata, namun demikian penjamin tetap merupakan Borg yaitu kedudukan penjamin atau Borg akan terlihat pada saat debitur wanprestasi yang menurut Pasal 1831 KUHPerdata bahwa seorang Borg tidak mempunyai kewajiban untuk membayar terhadap kreditur terkecuali debitur utama wanprestasi maka si penjamin hanya wajib melakukan ganti rugi dari apa yang telah diperjanjikan bukan memenuhi prestasi si debitur. Penjamin ikut memikul segala akibat hukum yang menimbulkan kerugian moril maupun materiil, jika timbul suatu keadaan yang menimpa obyek yang dimaksudkan dalam perjanjian. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Agar bank dapat secara langsung menuntut penanggung hutang dalam hal penerima kredit wanprestasi, didalam akta perjanjian penanggung (Borgstelling) harus dicantumkan secara tegas klasula yang menyatakan bahwa penangung hutang melepaskan hak – hak eksepsi dan hak istimewa untuk menuntut agar kekayaan penerima kredit terlebih dahulu disita dan dilelang sebelum penanggung hutang melunasi hutang penerima kredit.
C. Upaya Yang Dilakukan Bank Untuk Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Debitur Wanprestasi) Alasan yang biasanya diberikan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah apabila mereka tidak sanggup untuk membayar kredit adalah karena tidak berkembangnya usaha yang mereka jalankan. Bank BNI menggolongkan kredit macet dapat dilihat dari kolektibilitas yaitu suatu keadaan pembayaran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan yang diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat – surat berharga atau penanaman lainnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, maka kualitas kredit ditetapkan menurut faktor penilaian yang meliputi prospek usaha; kinerja (performance) debitur; dan kemampuan membayar. Kredit digolongkan macet apabila : 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang yang telah melampaui 180 hari. 2. Dokumentasi dan atau pengikatan agunan tidak ada. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Dengan memperhatikan ketiga faktor penilaian tersebut, maka kualitas kredit tetapkan menjadi : a. Lancar b. Dalam perhatian khusus c. Kurang lancar d. Diragukan e. Macet. 33 Upaya Yang Dilakukan Bank BNI Untuk Menyelesiakan Kredit Bermasalah , yang penyelesiannya ditangani oleh sendiri oleh bank, yaitu : 1) Pada tahap pertama, Bank melakukan teguran secara tertulis kepada penanggung hutang untuk memenuhi kewajibannya, disamping secara aktif mencari informasi tentang harta kekayaan penanggung hutang. 2) Pihak bank memberi kesempatan kepada debitur untuk menjual jaminan yang diberikan secara sendiri, atau dapat diserahkan atau dipercaya kepada pihak bank untuk melelang jaminan tersebut dengan memberikan surat kuasa kepada pihak bank untuk melelang jaminan tersebut. Apabila bank akan melaksanakan penjualan barang yang diserahkan sebagai jaminan kredit tersebut, maka penerima kredit berjanji untuk melepaskan penguasaan atas barang – barang tersebut, mengosongkan serta menyerahkan kepada bank selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan bank kepada penerima kredit untuk maksud penjualan barang tersebut.
33
Muhamad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti Bandung,2006,Hal.553
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
3) Segala biaya yang timbul sehubungan dengan dan untuk pelaksanaan hal tersebut sepenuhnya menjadi beban penerima kredit dan tidak dapat diperhitungkan dengan hasil penjualan barang tersebut. Apabila dari hasil penjualan barang yang diserahkan sebagai jaminan kredit tersebut setelah diperhitungkan dengan hutang penerima kredit masih terdapat kelebihan, maka bank akan mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima kredit. Tetapi apabila barang yang dijual oleh pihak bank masih terjadi kekurangan dalam hutang maka menjadi tanggung jawab penanggung hutang. 4) Apabila dengan teguran tersebut penanggung hutang masih belum memenuhi kewajibannya maka langkah selanjutnya adalah : a) bank melakukan teguran (somasi) melalui pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi domisili penanggung hutang atau
domisisli
yang
telah
dipilih
dalam
perjanjian
penanggungan hutang (Borgstelling). b) apabila dengan somasi tersebut penanggung hutang belu memenuhi kewajibannya, maka bank mengajukan gugatan perdata kepada penanggung hutang ( sebagai Tergugat I) dan Penerima kredit (sebagai Tergugat II) melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi domisili penanggung hutang atau domisili yang telah dipilih dalam perjanjian penanggungan (Borgstelling). c) apabila menurut pertimbangan bank upaya penuntutan terhadap penanggungan hutang melalui gugatan perdata dipandang Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
kurang memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan, bank dapat
menempuh
upaya
yang
pengajuan
permohonan
pernyataan pailit terhadap diri penanggungan hutang. (1). Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi domisili penanggung hutang (2). Prosedur lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan pernyataan pailit agar mempedomani Ketentuan Internal Bank BNI pada Buku Pedoman Hukum Perkreditan Bab R (kepailitan) dan Buku Pedoman Hukum Bidang perkara Bab I (pedoman beracara) Sub Bab F perihal penanganan Perkara Kepailitan. 5. Melakukan penuntutan kepada penanggung hutang untuk kredit macet yang penagihannya diserahkan kepada BUPLN 6. Bank secara tertulis meminta BUPLN untuk melakukan tindakan penuntutan terhadap penanggungan hutang apabila penagihan kredit macet melalui cara tersebut dipandang lebih efektif.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari uraian dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian bahwa yang menjadi dasar bagi pihak bank dalam memberikan kredit kepada pelaku usaha kecil dan menengah adalah berdasarkan KUHPerdata dan BPP. Berdasarkan ketentuan PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk tanggung jawab penjamin yaitu menanggung dan karenya mengikatkan diri untuk membayar sebagaimana mestinya hutang debitur apabila ingkar janji yang sesuai dengan perjanjian penanggungan (Borgstelling). Penjamin juga bertanggung jawab dan menjamin barang – barang tersebut adalah benar – benar hak miliknya, bebas dari sitaan oleh pihak manapun dan dalam bentuk apapun serta tidak dijaminkannya secara bagaimanapun kepada pihak lain dan penerima kredit menjamin bahwa bank tidak akan mendapat tuntutan atau gugatan apapun dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas barang – barang tersebut baik sebagai pemilik atau sebagai pemegang jaminan. Serta penjamin juga menjamin tidak akan melakukan suatu perbuatan hukum apapun juga tanap seizin Bank BNI yang dapat mengakibatkan beralihnya pemiliknya pemilikkan atas seluruh atau sebagian harta kekayaan penjamin selama penjamin masih terikat sebagai Penanggung Hutang (Borg). Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil 85 (Persero) Tbk Medan, 2008. Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia USU Repository © 2009
2. Kedudukan penjamin bila debitur atau pelaku usaha kecil dan menengah wanprestasi merupakan hal yang sedikit rumit, namun demikian penjamin tetap mempunyai kewajiban untuk melunasi hutang si debitur manakala si debitur cidera janji atau wanprestasi. Penjamin ikut memikul segala akibat yang menimbulkan kerugian moril maupun meterril, jika timbul suatu keadaan yang menimpa obyek yang dimaksudkan dalam perjanjian. 3. Bank BNI menyelesaikan kredit yang bermasalah, yang penyelesaiannya ditangani oleh Bank BNI sendiri yaitu Bank BNI melakukan teguran secara tertulis kepada penanggung hutang untuk memenuhi kewajibannya, disamping secara aktif mencari informasi tentang harta kekayaan penanggung hutang, lalu pihak Bank BNI memberikan kesempatan kepada debitur untuk menjual jaminan yang diberikan secara sendiri atau dapat dikuasakan kepada pihak Bank BNI dengan cara debitur membuat surat kuasa bahwa mempercayakan pihak Bank BNI yang akan menjual jaminan tersebut. Tetapi didalam proses pemberian kredit sampai penyelesaian hutang,
belum
ada
yang
diselesaikan
dengan
proses
hukum.
Penyelesaiannya hanya sebatas menempuh jalan damai, yang mengikut sertakan penjamin dalam menyelesaikannya. B. Saran 1. Bahwa dalam era globalisasi pada saat ini yang menyangkut hukum demi supremasi hukum, maka sangat diperlukan peran aktif semua komponen bangsa untuk menelaah dan meninjau tentang keberadaan hukum di negara kita, sehingga supremasi hukum di negara kita ini dapat ditegakkan dengan benar. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
2. Kredit usaha kecil adalah diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau pengusaha lemah yang umumnya jarak berhubungan pada pihak bank karena tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank. Untuk itu perlu disederhanakan persyaratan-persyaratan serta diupayakan untuk mempercepat waktu realisasi pencairan kredit sehingga dapat lebih bermanfaat bagi pengembangan usaha kecil yang merupakan bagian terbesar dari dunia usaha yang ada di Indonesia. 3. Dalam hal pelaksanaan pemberian kredit kepada usaha kecil hendaknya bank memberikan keringanan dalam hal jaminan yang harus disediakan debitur sehingga pengusaha kecil dapat menambah modalnya. 4. Disarankan dalam hal ini para pihak termasuk kreditur (bank) dan debitur dalam menyelesaikan masalah kredit yang bermasalah dilakukan dengan cara bermusyawarah dan mufakat sehingga tidak terjadi suatu keadaan yang sangat merugikan kedua belah pihak misalnya dengan jalan penyitaan dan penjualan secara lelang barang-barang jaminan debitur.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Badrulzaman, Mariam Darus, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit Citra Aditya Bandung. ----------------, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. ----------------, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya, Alumni, Bandung. Ety Wahyuni, Iswani Kaputra, Rusidana Adi, Hanif, Lilitan Masalah Usaha Mikro, Kecil, menengah dan Kontroversi Kebijakan, PT.Bitra Indonesia. H.F.A.Vollmar, 1998, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II, CV.Rajawali, Jakarta. Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, PT. Kencana Media Group, Jakarta. Kamello, Tan, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang di Dambakan, Alumni, Bandung. M.Yahya Harahap, 1986, Segi – Segi Hukum Perjanjian, penerbit alumni, Bandung. Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung. Nasroen Yasabari, Nina Kurnia Dewi, 2007, Penjamin Kredit Mengantar UKMK mengakses Pembiayaan, PT.Alumni, Bandung. Rachman, Hasanuddin, 1998, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia(Panduan Dasar :Legal Officer), Penerbit Citra Aditya Bakti Bandung. Subekti, R., 1979, Hukum perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta.
------------, 1989, Jaminan –Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Citra Aditya, Bandung.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Suyatno, Thomas, 1999, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutojo, Siswanto, 1997, Analisa Kredit Bank Umum, Konsep dan Teknik,
Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT.Rajawali
PERS, Jakarta. Sutarno, 2005, Aspek – Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, PT.Alfa Beta,
Bandung. Usman,Rachmadi, 2001, Aspek – Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widiyono, Try, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,
B. Perundang – undangan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Undang – Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Undang – Undang No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.56 Tahun 2002 Tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil Dan Menengah. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 7 Tahun 2004.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009