Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
PENGINTEGRASIAN NILAI-NILAI KEPRIBADIAN KAFFAH DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN TILAWAH AYAT, TAZKIYAH, DAN TA'LIM KITAB WA HIKMAH (Studi Pengembangan Model di Sekolah Dasar "Salman Al Farisi" Bandung) Oleh: M a d ‘A l i ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan penulis menyaksikan kesenjangan antara tujuan pendidikan nasional yang mengandung nilai-nilai kepribadian kaffah (utuh) dengan realitas praktik pendidikan yang hanya terfokus pada aspek kognitif semata, dan lebih khusus lagi kesenjangan antara tujuan institusional pendidikan SD yang juga mengandung nilai-nilai kepribadian kaffah dengan realitas proses pembelajaran di kelas yang juga lebih terfokus pada aspek kognitif, termasuk dalam pendidikan agama Islam sendiri yang masih memberi perhatian lebih pada aspek kognitif tersebut, kurang memberi perhatian secara proporsional pada aspek afektif dan psikomotorik, sehingga para siswa memahami ilmu-ilmu agama Islam tetapi kurang memiliki kesadaran yang kuat untuk mengimplementasikannya dalam realitas kehidupan. Hal ini memunculkan masalah penelitian: Bagaimana upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai kepribadian kaffah itu dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas? Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model pembelajaran nilai-nilai kepribadian kaffah yang terintegrasi dalam pembelajaran mata-mata pelajaran di kelas, terutama mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sebagai jawaban atas masalah penelitian itu. Untuk memperoleh jawaban itu, dilakukanlah penelitian literatur dan lapangan (empiris) dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Dari hasil penenelitian literatur diperoleh temuan tentang konsepsi nilai-nilai kepriadian kaffah, yakni: menyaturnya aspek akal (kognisi), hati/rasa (afeksi), dan jasmani (psikomtor) pada bahan ajar yang dipelajari dan pada sikap siswa terhadap bahan ajar tersebut, dan konsepsi pendekatan pembelajara integratif berbasis misi Nabi Muhammad SAW dalam al-Qur’an, yakni: tilawah ayat (membaca ayat), tazkiyah (pembersihan dan penumbuh-kembangan), dan ta’lim kitab wa hikmah (pembelajaran ayat-ayat al-Qur’an dalam konteks ilmu-ilmu teoritis dan aplikatif). Dari hasil penelitian empiris ditemukan sebuah model perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas berupa pengintegrasian nilai-nilai kepribadian kaffah dalam pembelajaran bahan ajar tertentu dengan pendekatan tilawah ayat, tazkiyah dan ta’lim kitab wa hikmah. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi terutama kepada pemerintah dan lembaga pendidikan agar mengintegrasikan nilai-nilai kepribadian kaffah yang berbasis ayat-ayat al-Qur’an dalam proses pendidikan di sekolah dengan pendekatan tilawah ayat, tazkiyah dan ta’lim kitab wa hikmah, agar dihasilkan lulusan yang berkepribadian kaffah (utuh) itu. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan
upaya sadar
yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengembangkan segenap potensi anak didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup jasmani dan rohani, sehingga melalui pendidikan, seorang anak didik dapat mengoptimalkan pertumbuhan
fisiknya
agar
memiliki
kesiapan
untuk
melakukan
perkembangannya, dan dapat mengoftimalkan perkembangan rohaninya,
tugas-tugas agar
dengan
totalitas pertumbuhan fisik dan perkembangan psikhisnya secara serasi dan harmoni, dia 148
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
dapat menjalankan tugas hidupnya dalam seluruh aspeknya, baik sebagai anggota masyarakat, sebagai individu maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan tugas pendidik yang dikemukakan oleh Soejono, Ag (1980: 60): "Pendidik ialah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik, dalam perkembangan jasmani dan rokhaninya, agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan sebagai individu atau pribadi". Keseimbangan antara pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani tersebut pada gilirannya akan membentuk totalitas kepribadian yang utuh dan paripurna. Allport (dalam Hurlock,1976 : 7) mengatakan: "Personality is the dynamic organisation within individual of those psycho-physical system that determine his characteristic of behavior and thought." Kepribadian merupakan organisasi atau kesatuan yang dinamis tentang sistem jasmani dan rohani dalam diri seseorang, yang dapat menentukan karakteristik perilaku dan fikirannya. Ini
menujukkan
bahwa
keutuhan
manusia
bergantung
kepada
kemampuannya
mengintegrasikan antara segala aspek jasmaniah dan segenap aspek rohaniahnya. Oleh sebab itu, pendidikan harus memperhatikan seluruh potensi rohani dan jasmani yang ada pada diri anak didik itu. Indonesia sebagai negara yang terus-menerus berupaya menyempurnakan sistem pendidikannya, selalu memperbaharui berbagai kebijakan dan perundang-undangan sistem pendidikan nasionalnya, agar pendidikan benar-benar mampu menjadi agen pembaharuan dan kemajuan bagi bangsa dan negaranya dengan tetap berlandaskan pada prinsip keseimbangan antara aspek jasmani dan rohani, aspek fisik-material dan mental-spiritual, sehingga setiap warga negaranya memperoleh kesejahteraan lahir dan batin. Hal ini tampak jelas pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam USPN No. 20, Tahun 2003, Pasal 3: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Dengan melihat fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan kita berupaya mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta didik. Potensi rohani yang dikembangkannya ialah: potensi iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, demokratis, mandiri dan bertanggung jawab. Potensi jasmaninya adalah sehat, cakap, dan kreatif. 149
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia tersebut sesungguhnya berpijak pada landasan ideologis Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, yang menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, yang menunjukkan bahwa sila ketuhanan ini harus melandasi dan menjiwai seluruh sila-sila lainnya. Ini berarti bahwa seluruh gerak kehidupan bangsa Indonesia, dan seluruh aspek kegiatan dalam segala bidangnya harus dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan (Sanusi, Achmad, 2006: 193). Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
ini juga sekaligus menegaskan bahwa negara
Indonesia bukanlah negara atheis yang menjauhkan nilai-nilai ketuhanan dari kehidupan berbangsa dan bernegara, juga bukan negara sekuler yang memisahkan urusan kenegaraan dan kemasyarakatan
dari urusan keagamaan, tetapi justeru nilai-nilai keagamaan harus
mewarnai berbagai aspek kehidupan di negara ini. Hal ini karena secara faktual manusia/masyarakat Indonesia selalu menyatakan dirinya beragama, sebagaimana yang dikemukakan oleh Djahiri, A.K. (2006: 54): "Bahwa agama sebagai rujukan normatif utama bukan hanya karena tuntutan normatifimperatif semata melainkan juga karena secara faktualnya manusia/masyarakat Indonesia selalu menyatakan diri beragama (sekalipun hanya "akuan" saja) serta selalu menetapkan rujukan kelayakan/kepatutan dari rujukan norma dan budaya agama (haram, halal, dosa, pahala, dll). Bahkan sejumlah penelitian keilmuan (a.l. Prof. Dr. Yus Rusyana) menemukan temuan bahwa budaya Indonesia umumnya diwarnai oleh rujukan normatif keagamaan/Islam". Atas kenyataan itu, seharusnya nilai-nilai keagamaan itu senantiasa ditransfer dan diinternalisasikan pada setiap warganegara secara sungguh-sungguh melalui pendidikan, agar terwujud warganegara yang berwatak atau berkepribadian yang kaffah (utuh/paripurna), yakni: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan memiliki rasa tanggung jawab. Namun demikian, dewasa ini akibat dahsyatnya gelombang arus globalisasi, sebagai konsekuensi logis dari gencarnya arus informasi antar benua, atau antar negara, melalui berbagai media informasi dengan teknologi canggih, telah terjadi perang pemikiran dan hegemoni kebudayaan yang satu atas kebudayaan yang lain, dengan membawa nilai-nilai yang diusungnya, yang mengalahkan nilai-nilai luhur sebelumnya, terutama nilai keagamaan, seperti yang terjadi di Indonesia. Terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antara mahasiswa, antar warga desa yang satu dengan yang lain, penyalahgunaan narkoba dan obatobat terlarang, pergaulan bebas antar pelajar atau mahasiswa, tindakan kekerasan mahasiswa senior terhadap yuniornya, kekerasan dalam rumah tanggga, menjamurnya perbuatan korupsi di kalangan pejabat, dan berbagai tindak kriminal lainnya, semua itu mengindikasikan telah tergusurnya nilai-nilai luhur kegamaan dari bangsa ini, dan jika dibiarkan, hal ini akan menghantarkan bangsa ini menuju kehancurannya (Lickona, Thomas, 1991). 150
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Dalam upaya mempertahankan nilai-nilai keagamaan inilah, pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20, Tahun 2003, memberikan penekanan khusus tentang Pendidikan Keagamaan, pada Bagian Kesembilan, Pasal 30., yang memuat lima pasal, yang menggambarkan perhatian dan tentang tanggung jawab pemerintah terhadapnya baik pada lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Realitas tersebut menuntut agar pendidikan keagamaan baik di sekolah maupun di luar sekolah, dilaksanakan secara professional dan berakar pada sumber dasar agama itu, yang telah dicontohkan pelaksanaan operasioanalnya oleh Nabi Allah yang diutus untuk mendidik umatnya agar menjadi umat yang paripurna, yang seimbang antara aspek jasmani dan rohaninya, lahir maupun batinnya, sehingga dapat menjalankan segala tugas hidupnya baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial. maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Keberhasilan para nabi dalam mendidik umatnya menjadi umat yang utuh, umat terbaik, yang mampu menyeimbangkan antara hubungan dirinya dengan Tuhannya dan hubungan dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya, di antaranya adalah karena mereka menggunakan pendekatan yang sesuai dengan pendekatan yang diajarkan Allah SWT kepada mereka, terutama yang berkaitan langsung dengan pendidikan, yaitu tilawah ayat (membacakan ayat-ayat Allah), tazkiyah (pembersihan jasmani dan rohani dari segala kotoran), dan ta’lim kitab wa hikmah (mengajarkan kitab Alquran dan Hukum-hukum serta ilmu terapan) (Q.S. al-Jumu'ah: 2; al-Baqarah:129 dan 151; dan Ali Imran: 164). Al-Kilani, M.A (1998: 83) merinci ruang lingkup materi
pada masing-masing
pendekatan tersebut. Pendekatan Tilawah al-Ayat (membaca/mengkaji ayat) meliputi ayatayat al-Qur'an, dan ayat-ayat fenomena alam, dan fenomena sosial manusia. Fenomena alam mencakup alam raya (makrokosmos), dan diri manusia (mikrokosmos). Metode Tazkiyah (pembersihan dan penumbuh-kembangan) meliputi pembersihan dan penumbuh-kembangan diri, yang mencakup
kemampuan akal, kemampuan kehendak/kemauan, kemampuan
mendengar dan melihat, pembersihan jasmani (tubuh). Juga, tazkiyah
itu mencakup
pembersihan dan penumbuh-kembangan bidang-bidang yang umum, yang meliputi: bidang agama (keyakinan/ketauhidan), bidang pengetahuan, bidang politik, bidang sosial, bidang ekonomi, bidang sastera dan seni, bidang lingkungan hidup (memakmurkan bumi dan kebersihan), dan bidang kebudyaan dan peninggalan. Pendekatan Talim Kitab wa Hikmah (pengajaran kitab dan hikmah), seperti judulnya, meliputi pengajaran pengetahuan tentang Kitab al-Qur'an, dan pengajaran tentang ilmu-ilmu hikmah, yakni ilmu-ilmu aplikatif yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat, seperti ilmu fiqih, ilmu dakwah, ilmu perang, 151
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
dan lain-lain sebagai hasil dari pemberdayaan daya fikir/nalar manusia. Termasuk hikmah juga adalah Sunnah Nabi SAW. Berdasarkan paparan al-Kilani tersebut,
tampaklah bahwa materi-materi yang
diajarkan melalui ketiga pendekatan tersebut bersifat menyeluruh (kaffah) yang jika dijalankan secara profesional akan dihasilkan lulusan yang memiliki kepribadian kaffah itu sendiri. Atas dasar itu, maka nilai-nilai keagamaan yang harus dintegrasikan dalam pendidikan kita pada penelitian ini adalah nilai-nilai kepribadian kaffah yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Nilai-nilai ini begitu penting karena berkaitan dengan karakter manusia itu sendiri. Keberhasilan Nabi SAW dalam mendidik umatnya ini, di antaranya adalah karena sejalan dengan fitrah manusia itu sendiri, yang tercipta dengan membawa berbagai potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, pendidikan keagamaan akan berhasil apabila si pendidik mengenal terlebih dahulu karakteristik dan potensi yang dimiliki anak didiknya. Lalu potensi-potensi tersebut dioptimalkan melalui pendidikan keagamaan secara integratif, sehingga dihasilkan outcomes, anak didik yang utuh-paripurna, yang dapat menjalankan
tugas-tugas hidupnya baik sebagai individu, makhluk sosial maupun sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Al-Saibani (1979: 130) menyatakan bahwa manusia memiliki tiga dimensi seperti segi tiga yang sama panjang sisinya, yaitu badan, akal, dan ruh. Lebih lanjut dia menegaskan: "Ini adalah merata [dimensi] pokok dalam kepribadian insan. Malah Islam bertindak meneguhkan dan memantapkan lagi bentuk wujudnya. Sebab insan menurut Islam bukan hanya lembaga tubuhnya, atau hanya akal, atau hanya ruhnya, tetapi keseluruhan itu semua, tiap unsur saling melengkapi". Pernyataan al-Saibani tersebut mengindikasikan bahwa sekalipun ketiga unsur itu memiliki kekhasan tersendiri dalam fungsinya pada diri manusia, tetapi satu sama lain saling melengkapi sebagai satu kesatuan yang membentuk kepribadian manusia. Hal ini sejalan dengan definisi kepribadian yang diemukakan oleh Allport (Hurlock, E.B., 1986: 7), yakni: ”personality is the dinamic organization within the individual of those psycho-physical systems that determine his characteristic of behavior and thought”. Definisi ini memberikan pemahaman bahwa kepribadian itu merupakan suatu organisasi atau kesatuan sistem-sistem jasmani-rohani yang bersifat dinamis pada diri seseorang, yang dapat menentukan karakteristik pikiran dan perilakunya, yang membedakannya dari pihak lain. Dengan demikian, menurut Allport’s,
kepribadian itu merupakan perpaduan antara jasmani dan
152
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
rohani, yang bisa berubah keadaannya, tetapi bersifat khusus pada diri seseorang, yang tampak pada pikiran dan perbuatannya. Atas dasar itu, maka pendidikan harus berupaya mengoptimalkan ketiga-ketiganya secara simultan dan terintegrasi. Namun kenyataannya, pendidikan nasional masih terjebak pada aspek asekognisi tingkat rendah, di mana anak lebih banyak dijejali teori-teori dan konsep-konsep keilmuan, dan kurang disentuh aspek afeksinya, sehingga mereka menjadi manusia yang pandai tetapi tidak memiliki akhlak mulia dalam perilaku sehari-harinya. Hal ini akan membahayakan masa depan bangsa. Karena itu segenap lembaga pendidikan harus segera mengorientasikan pendidikannya pada pembentukan kepribadian kaffah, yang menurut Sauri, S. (2011a: 16) bahwa kepribadian kaffah atau manusia yang utuh itu adalah manusia yang benar-benar manusia yang berwujud dalam keseimbangan antara: cerdas otaknya, lembut hatinya, dan terampil tangannya, yang operasionalnya dalam bentuk: bekerja cerdas, bekerja ikhlas, bekerja puas, bekerja tuntas dan berkualitas. Berdasarkan realitas tersebut, perlu adanya kajian khusus tentang bagaimana bentuk pembelajaran di sekolah, yang mampu mewujudkan kepribadian kaffah pada diri anak didik. Untuk itulah penulis melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan tersebut. Penelitian ini berjudul Pengintegrasian nilai-nilai kepribadian kaffah dalam pembelajaran Agama Islam dengan Pendekatan Tilawah Ayat, Tazkiyah dan Ta’lim Kitab wa Hikmah, yang berujuan untuk menghasilkan konsep pengembangan model pengintegrasian nilai-nilai keperibadian kaffah dalam pembelajaran agama Islam dan pembelajaran mata-mata pelajaran lainnya, sehingga di dalamnya terintegrasi nilai-nilai kepribadian kaffah dengan pendekatan yang dijalankan Nabi Muhammad SAW: tilawah ayat, tazkiyah dan ta’lim kitab wa hikmah, dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkepribadian kaffah. METODE PENELITIAN Dalam hal ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif analitis. Dengan deskriptif analitis dimaksudkan bahwa penelitian ini mencoba mendeskripsikan data apa adanya di lapangan, kemudian dianalisis. Dengan pendekatan kualitatif dimaksudkan bahwa data-data dan fenomena-fenomena yang akan dikaji dalam penelitian ini berupa perbuatan dan kata-kata dari subyek penelitian
apa adanya, tanpa
rekayasa. Penelitian ini dilaksanakan di SD Salman Al Farisi, yang diawali dengan studi pendahuluan,
identifikasi
permasalahan,
baru
kemudian
menghimpun
data-data,
mengklasifikasinya, lalu menafsirkannya. 153
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
HASIL PENELITIAN Hasil penelitiannya adalah berupa konsep pengembangan model pengintegrasian nilainilai kepribadian kaffah dalam pembelajaran di kelas, yakni bahwa pembelajaran materi apapun dari suatu mata pelajaran, harus diawali dengan menetapkan ayat-ayat al-Qur’an sebagai sumber nilai bagi materi pelajaran tersebut, kemudian materi yang berbasis nilai-nilai ayat-ayat al-Qur’an itu dinternalisasikan pada diri siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tilawah ayat, tazkiyah, dan ta’lim kitab wa hikmah, yang diawali dengan pembuatan RPP, lalu dilaksanakan dengan ketiga pendekatan tersebut, kemudian dievaluasi. Hasil penelitian menunjukkan efektifitas pendekatan-pendekatan tersebut dalam mengintegrasikan nilai-nilai kepribadian kaffah pada diri anak. Pembahasan Mewujudkan siswa yang berkepribadian kaffah merupakan tujuan utama pendidikan. Karena itu, segenap lembaga pendidikan memiliki tugas untuk mewujdukan hal tersebut melalui proses pendidikan yang dijalankannya, baik pada tingkatan makro maupun tingakatan mikro. Hal ini menuntut adanya strategi dan pendekatan yang sesuai. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yang sejalan dengan misi Nabi Muhammad SAW dalam surat al-Jum’ah, ayat 2, yakni: tilawah ayat, tazkiyah dan ta’lim kitab wa hikmah, karena beliau telah menjalankannya secara konsekwen, sehingga dapat melahirkan sosok-sosok pribadi kaffah, pribadi unggul, yang rahmatan lil-‘alamin. SD Salman Al Farisi sebagai sekolah yang berbasis ajaran Islam, mencoba menjalankan misi itu dalam proses pendidikannya, terutama tampak jelas pada tingkatan makro (kelembagaannya). Demikian pula pendekatan-pendekatan tersebut dicobakan pada tingkat mikro, khususnya pada pembelajaran agama Islam. Ternyata proses situ berjalan efektif. Hal ini dapat dibahas seperti berikut. Tilawah Ayat Program tilawah ayat dalam makna luas di SD SAF ini tampak pada pengambilan ajaran-ajaran al-Qur’an sebagai visi, misi, dan tujuan pendidikannya. Visi dan misi pendidikannya mengacu pada Q.S. al-Baqarah (2): 30, tentang melahirkan generasi yang khalifah fi al-ardh, dan Q.S. al-Anbiya (21): 102, tentang generasi yang rahmatan li al‘alamin. Demikian pula tujuannya, mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an, misalnya: siswa memiliki akhlak mulia terhadap Allah, sesama manusia, dan lingkungan, merujuk pada Q.S. al-Ikhlas (112): 1-4, Q.S. (51): 56; Q.S.(4): 19; Q.S. (7): 56 dan 85, dan ayat-ayat sejenisnya yang masih banyak sekali (Sauri, Sofyan, 2011a: 12-14). Begitu pula tujuan: siswa 154
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
memiliki bekal kepemimpinan untuk masa depan, merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an, di antaranya Q.S. (2): 30 dan 247; dan lain sebagainya. Demikian pula tujuan: siswa memiliki intelektual yang tinggi untuk menghadapi tantangan zaman, dapat merujuk pada Q.S. al.’Alaq (96): 1-5), dan Q.S. al-Aghasyiah (88): 17-20, dan lain sebagainya. Program tilawah ayat dalam makna sempit tampak pada pembelajaran khusus tentang membaca al-Qur’an, termasuk juga pembelajaran membaca, menghafal, dan menerjemahkan al-Qur’an, juz 30; juga pada pembelajaran salah satu pokok bahasan dalam mata pelajaran PAI, tentang membaca al-Qur’an. Tazkiyah Program tazkiyah dalam makna umum tergambar pada program BK (bimbingan dan konseling), program pengembangan diri, seperti dzikir dan do’a bersama, shalat tahajjud (qiyamullail plus), shalat jum’at, kegiatan pesantren Ramadhan, dan lain sebagainya. Program tazkiyah dalam makna sempit, masuk dalam semua bidang studi, yang berkenaan dengan tujuan mengapresiasi dan mengkritisi setiap bidang studi dan pokok-pokok bahasan yang dipelajarinya, memberikan penilaian dan mengembangkannya secara kreatif dan inovatif, karena pendekatan tazkiyah seperti yang sudah dipaparkan di muka adalah untuk membangun kesadaran anak didik akan segala hal yang baik sesuai dengan tuntunan ayat yang telah di-tilawah-kan, agar dapat mengembangkannya lebih sempurna, dan sekaligus juga memotivasinya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan sebelumnya, yang tidak sejalan dengan nlai-nilai yang terkandung dalama ayat-ayat itu. Ta’lim Kitab wa Hikmah Program ta’lim kitab wa hikmah di SD SAF ini secara umum tergambar pada upayanya mengintegrasikan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang ajarannya terkandung pada ayat-ayat al-kitab ke dalam keseluruhan bidang studi yang diajarkannya (sebagai ayatayat al-hikmah) yang menunjang pelaksanaan ayat-ayat al-kitab (al-Qur’an) itu. Untuk hal yang satu ini, SD SAF masih terus mencari bentuk/format proses pembelajaran setiap bidang studi yang berangkat dari nilai-nilai yang tekandung dalam ayat-ayat al-Qur’an, lalu turun pada berbagai disiplin ilmu atau bidang-bidang studi (ayat-ayat al-hikmah) secara jelas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan penelitian ini adalah terwujudnya sebuah konsep pengintegrasian nilainilai kepribadian kaffah dalam pembelajaran di kelas. Pengintegrasian itu berjalan efektif dengan menggunakan pendekatan misi Nabi Muhammad SAW, yaitu tilawah ayat, tazkiyah 155
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
dan ta’lim kitab wa hikmah. Tilawah ayat berperan memberikan informasi kepada siswa tentang nilai-nilai kepribadian kaffah yang bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an, yang melandasi seluruh bahan-bahan ajar dari berbagai mata pelajaran. Tazkiyah berperan membangun kesadaran siswa untuk menjalankan ayat-ayat itu secara tulus ikhlas dengan menumbuh-kembangkan sifat-sifat baik dan meninggalkan sifat-sifat buruk. Ta’lim kitab wa hikmah berperan mempertemukan antara nilai-nilai dari ayat-ayat al-kitab dengan realitas pengalaman hidup yang terkristalkan dalam ilmu-ilmu yang sistematis dan logis, sehingga lebih memudahkan pengamalan nilai-nilai yang terkandung pada ayat-ayat al-Qur’an. Saran Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi kepada lembaga pendidikan dan pemerintah untuk menggunakan pendekatan tilawah ayat-ayat, tazkiyah dan ta’lim kitab wa hikmah dalam proses pengintegrasian nilai-nilai agama (ayat-ayat al-Qur’an) dalam proses pendidikan di sekolah, lebih khusus lagi dalam proses pembelajaran di kelas untuk seluruh bidang studi, agar terwujud kepribadian kaffah pada diri anak didik, yakni satunya niat, ucap dan perbuatan yang dipersembahkan pada masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Tejemahannya. (T. th). Departemen Agama Republik Indonesa. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Abdul Hafizh, M.F., al-Mani’, M.B., & Abkar, A.M. (1412H). Mudzakkriah al-Daurat alTarbawiyyah al-Qashirah. Al-Mamlakah al-Arabiyyah al-Su’udiyyah: Jami’ah alImam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah, Ma’had al-’Ulum al-Islamiyyah wa al’Arabiyyah fi Indonesia, Qism Ta’hil al-Mu’allimin. Abdul Hakam, Kama. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung: MKDU Press. Abdul Majid. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Abu Sulaiman, A. .(1989). Islamization of Knowledge. General Principles and Work Plan. Virginia: The International Institute of Islamic Thought. Allport, Gordon .(1964). Pattern and Growth in Personality. New York: Holt, Rinehart and Winston. Bogdan, Robert C; Biklen; Konop Sari. (1982). Qualitative Research for An Introduction to Theory and Methodes. Boston London: Allyn and Bacon.
Education;
Maftuh, Benyamin . (2009). Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. Bandung: Program Studi Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai, Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
156
ISSN 1412-565X
Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011
Bloom, Benyamin S., Krathwohl, David R., and Masia, Bertam B. (1971). Taxonomy of Educational Objectives. Book 2 Affetive Domain. New York: David McKay Company, Inc. Cumings, W.K., et al., (T.th). The Revival of Values Education in Asia and The West. New York: Pergamon Press. Dahlan, M.D. (1988). Ciri-ciri Kepribadian Siswa SPG Negeri di Jawa Barat Dikaitkan dengan Sikapnya terhadap Jabatan Guru. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Dahlan, M.D. (2007). Pidato Prof. Dr. H.M. Djawad Dahlan, yang beliau sampaikan pada tanggal 26 Maret 2007 di Program Studi Pendidikan Umum Universitas Pendidikan Indonesia. Bogdan, Robert C; Biklen; Konop Sari. (1982). Qualitative Research for An Introduction to Theory and Methodes. Boston London: Allyn and Bacon.
Education;
Maftuh, Benyamin. (2009). Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. Bandung: Program Studi Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai, Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Bloom, Benyamin S., Krathwohl, David R., and Masia, Bertam B. (1971). Taxonomy of Educational Objectives. Book 2 Affetive Domain. New York: David McKay Company, Inc. Cumings, W.K., et al., (T.th). The Revival of Values Education in Asia and The West. New York: Pergamon Press. Dahlan, M.D. (1988). Ciri-ciri Kepribadian Siswa SPG Negeri di Jawa Barat Dikaitkan dengan Sikapnya terhadap Jabatan Guru. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Dahlan, M.D. (2007). Pidato Prof. Dr. H.M. Djawad Dahlan, yang beliau sampaikan pada tanggal 26 Maret 2007 di Program Studi Pendidikan Umum Universitas Pendidikan Indonesia. BIODATA SINGKAT Penulis adalah Mahasiswa S3 (Doktor) SPS Universitas Pendidikan Indonesia
157
ISSN 1412-565X