PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA METODE VIDEO DAN CERITA BONEKA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN ANAK PRASEKOLAH TENTANG PERSONAL SAFETY SKILL HALAMAN JUDUL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH: ISTIQOMAH APRILAZ NIM: 1112104000027
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016
i
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, June 2016 Istiqomah Aprilaz, NIM :1112104000027 Comparison Of The Effectiveness Between Video And Storytelling Using Puppets Methods In Sexual Education Towards The Knowledge Of Preschool Children About Personal Safety Skill xvii + 90 pages + 4 charts + 7 tables + 17 attachments ABSTRACT
Each year the number of sexual abuse in underage children remains high in Indonesia. Sexual violence in chidren usually comes from the environment around the children. The impact from this sexual abuse in children is it can interfere both physically and psychologically. Therefore, one of the efforts that can be performed to prevent the sexual abuse in children is teaching them about safety skill through sexual education for children as early as possible. Education in preschool children was given through video and storytelling using puppets, which are adjusted to their stage of development. This research aims to compare of the effectiveness between video and storytelling using puppets methods in sexual education towards the knowledge of preschool children about personal safety skill. This research is quantitative using quasi experiment design with pre-test and post-test with control group design method. Samples in this research were 28 students, 15 students in video group and 13 students in storytelling using puppets group with total sampling technique. Data collected by using questionnaire and data analyze was using Paired t test and Independent t test. This research showed there was a significant effectiveness of sexual education with video and storytelling using puppets methods toward increasing the knowledge with p value of both were <0.05 and there was no significant difference between video group and storytelling using puppets group on sexual education to increase the knowledge of preschool about personal safety skill with p value >0.05. Education of personal safety skill could be given to preschool children through video and storytelling using puppets in order to improve the knowledge. Keywords: preschool children, sexual education, personal safety skill, video, storytelling using puppets Refferences: 100 (2004-2016)
vi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juni 2016 Istiqomah Aprilaz, NIM :1112104000027 Perbandingan Efektivitas Antara Metode Video Dan Cerita Boneka Dalam Pendidikan Seksual Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill xvii + 90 halaman + 4 bagan + 7 tabel + 17 lampiran ABSTRAK Angka kekerasan seksual pada anak dibawah umur di Indonesia setiap tahunnya masih tinggi. Kekerasan seksual pada anak biasanya datang dari lingkungan sekitar anak. Dampak dari kekerasan seksual pada anak dapat mengganggu baik secara fisik maupun psikologis anak. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual pada anak adalah dengan mengajarkan anak tentang keamanan diri mereka melalui pendidikan seksual pada anak sedini mungkin. Pendidikan pada anak prasekolah diberikan melalui video dan cerita boneka, yang keduanya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan quasi experiment design dengan metode pre-test and post-test with control group design. Sampel berjumlah 28 orang, 15 orang pada kelompok video dan 13 orang pada kelompok cerita boneka yang diperoleh dengan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan Paired t test dan Independent t test. Hasil penelitian didapatkan pengaruh signifikan pendidikan seksual dengan metode video maupun cerita boneka terhadap peningkatan pengetahuan dengan p value <0.05 dan tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok video dan cerita boneka pada pendidikan seksual dalam meningkatkan pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill dengan p value >0.05. Pembelajaran tentang personal safety skill dapat diberikan kepada anak prasekolah melalui video dan cerita boneka untuk dapat meningkatkan pengetahuan. Kata kunci: anak prasekolah, pendidikan seksual, personal safety skill, video, cerita bonekaReferensi: 100 (2004-2016)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat, tanggal lahir Jenis Kelamin Agama Alamat
: : : : :
HP E-mail Fakultas/Jurusan
: +6285780645846 :
[email protected] : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Program Studi Ilmu Keperawatan
ISTIQOMAH APRILAZ Jakarta, 10 April 1994 Perempuan Islam Jalan Sunan Giri RT/RW 002/002 No. 78 Kelurahan Pondok Bahar Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang, Banten
Kesehatan/
PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4.
MI Ar-Robiatul Adawiyah MTs Negeri 8 Jakarta Barat SMA Negeri 96 Jakarta Barat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1999-2005 2005-2008 2008-2011 2012-sekarang
RIWAYAT ORGANISASI 1. 2. 3.
4.
Anggota Mading SMA Negeri 96 Jakarta Barat Ketua Mading SMA Negeri 96 Jakarta Barat Staf Ahli Departemen Pemberdayaan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Jakarta Anggota Bidang Kaderisasi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
viii
2008-2010 2010-2011 2012-2014
2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat, hidayah, serta kekuatan kepada penulis, karena hanya dengan izin-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul ―Perbandingan Efektivitas Antara Metode Video Dan Cerita Boneka Dalam Pendidikan Seksual Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill.‖ Sholawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menerapkan dan mengambangkan teori-teori yang telah didapatkan selama perkuliahan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun metodologi. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun mengenai tulisan ini sangat penulis harapkan. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, doa, serta kerjasama yang luar biasa dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku dosen pembimbing 1 dan Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen pembimbing 2 skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberi arahan, saran, perbaikan serta motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi. 4. Ns. Mardiyanti, M.Kep., MDS selaku peguji 1 dan Ns. Uswatun Hasanah, S.Kep., MNS selaku penguji 2 sejak sidang proposal sampai sidang hasil yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun. 5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah. 6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Akademik yang telah banyak memberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 7. Kepala sekolah beserta staf pengajar di TK Nurul Amal yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis dalam proses penelitian.
ix
8. Orang tua tercinta, Ibu Azminah Gustin dan almarhum Bapak Helmi, yang selalu memberi kasih sayang yang tiada henti, doa, semangat, dukungan baik moril maupun materil, dari saya kecil hingga saat ini. 9. Kepada kakak-kakak Didit Bahtiar, Latifa Agustin, dan Hasbi Meilaz yang selalu menyayangi dan mendukung penulis. 10. Keluarga Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan (BEM PSIK) periode 2012-2014 yang telah mengajarkan organisasi dan memberikan pelajaran yang tidak didapatkan dibangku perkuliahan. 11. Keluarga Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (DEMA FKIK) periode 2015 atas pengalaman yang luar biasa ditahun terakhir saya menjalani organisasi mahasiswa dengan berkerjasama dengan kalian. 12. Seluruh keluarga PSIK, kakak-kakak, adik-adik, khususnya temanteman seperjuangan angkatan 2012, yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam proses penyusunan skripsi serta terima kasih atas keceriaan yang diberikan selama ini. 13. Teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data Nurul Muthmainnah, Nur Cita Qomariah, Aninda, Sri Esti Wulandari, Nur‘aini, Widiya Nailaufar Lubis, Firdiana Destiawati, dan Chairunisa Pertiwi. 14. Teman seperjuangan bimbingan skripsi Widiya Nailaufar Lubis yang setia berbagi keluh kesah dan terus meyemangati dalam pembuatan skripsi. 15. Kepada ―Rempong‖ Esthi Adityarini, Putri Permatasari, Febrian Prakarsa, Sisilia Augusta, Leo Sanjaya, Roy Beni, Anna Putri, Meilany Wulandari, Muhammad Rijali, Badia Raja, Mulyaning Tyas dan Maulana Hadi yang setia menemani dan selalu berbagi keceriaan dari SMA sampai kapanpun. Mudah-mudahan segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jakarta, Juni 2016
Istiqomah Aprilaz
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v ABSTRACT .......................................................................................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian..................................................................................... 9 D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9 1. Tujuan Umum ....................................................................................... 9 2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 9 E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10 F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 12
BAB II TINJUAN TEORI A. Pendidikan Kesehatan .................................................................................. 13 1. Pengertian ........................................................................................... 13 2. Tujuan ................................................................................................. 14
xi
3. Motode ................................................................................................ 14 4. Media .................................................................................................. 19 B. Pendidikan Seksual ...................................................................................... 26 1. Pengertian ........................................................................................... 26 2. Tujuan ................................................................................................. 27 3. Materi Pendidikan Seksual ................................................................. 28 4. Pendidikan Seksual dalam Islam ........................................................ 30 C. Personal Safety Skill .................................................................................... 32 D. Kekerasan Seksual pada Anak ..................................................................... 35 1. Pengertian ........................................................................................... 35 2. Dampak ............................................................................................... 37 E. Anak Prasekolah .......................................................................................... 38 1. Pengertian ........................................................................................... 38 2. Tumbuh Kembang .............................................................................. 38 3. Pendidikan .......................................................................................... 43 4. Metode Belajar Anak Usia Dini.......................................................... 45 F. Pengetahuan ................................................................................................. 48 1. Pengertian ........................................................................................... 48 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ................................ 49 G. Penelitian Terkait ......................................................................................... 51 H. Kerangka Teori ............................................................................................ 54
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep......................................................................................... 55 B. Definisi Operasional .................................................................................... 56 C. Hipotesis ...................................................................................................... 57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ......................................................................................... 58 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 59 C. Populasi, Sampel, dan Sampling.................................................................. 59
xii
D. Instrumen Penelitian .................................................................................... 60 E. Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................................... 61 F. Tahapan Pengambilan Data ......................................................................... 63 G. Prosedur Intervensi ...................................................................................... 64 H. Pengolahan Data .......................................................................................... 67 I. Analisis Data ................................................................................................ 68 J. Etika Penelitian ............................................................................................ 69
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................................ 71 B. Analisis Univariat ........................................................................................ 72 C. Analisis Bivariat .......................................................................................... 74
BAB VI PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden .............................................................................. 79 B. Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah diberikan Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill Melalui Metode Video dan Cerita Boneka ... 80 C. Pengaruh Metode Video dan Metode Cerita Boneka dalam Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill .......................................................... 83 D. Efektivitas Metode Video dan Cerita Boneka dalam Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah ..... 84 E. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 87
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 88 B. Saran ............................................................................................................ 89
Daftar Pustaka Lampiran
xiii
DAFTAR SINGKATAN
NCA
: National Children‟s Alliance
PUSTADIN
: Pusat data dan Informasi
KOMNAS PA
: Komisi Nasional Perlindungan Anak
LPA
: Lembaga Perlindungan Anak
KPAI
: Komisi Perlindungan Anak Indonesia
TK
: Taman Kanak-kanak
PAUD
: Pendidikan Anak Usia Dini
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
SEICUS
: Information and Educational Council of the United State
NCTSN
: The National Child Traumatic Stress Network
WHO
: World Health Organization
NSPCC
: National Society for the Prevention of Cruelty to Children
RS
: Rumah Sakit
KB
: Kelompok Bermain
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerucut Edgar Dale----------------------------------------------------------------- 21 Bagan 2.2 Kerangka Teori ---------------------------------------------------------------------- 54 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ------------------------------------------------------- 55 Bagan 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian ----------------------------------------------------- 58
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Definisi Operasional------------------------------------------------------------------ 48 Tabel 5.1 Deskripsi Data Demografi Responden -------------------------------------------- 72 Tabel 5.2 Gambaran Rata-rata Skor Pengetahuan Anak Prasekolah Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 -------------------------------------------------------------------- 73 Tabel 5.3 Uji Homogenitas Pengetahuan Anak Prasekolah tentang Personal Safety Skill Sebelum Dilakukan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 ------------------------------------------------------------ 75 Tabel 5.4 Distribusi Hasil Normalitas Pengetahuan Responden tentang Personal Safety Skill Sebelum Dilakukan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 -------------------------------------------------------- 76 Tabel 5.5 Distribusi Perbedaan Rata-rata Nilai Pengetahuan Tentang Personal Safety Skill Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi di TK Nurul Amal Tahun 2016 -------------------------------------------------------------------- 77 Tabel 5.6 Distribusi Beda Rata-rata Nilai Pengetahuan Tentang Personal Safety Skill pada Kelompok Video dan Kelompok Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 -------------------------------------------------------------------- 78
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 2. Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian Lampiran 5. Lembar Inform Concent Lampiran 6. Lembar Kuesioner Lampiran 7. Satuan Acara Penyuluhan Kelompok Video Lampiran 8. Satuan Acara Penyuluhan Kelompok Cerita Boneka Lampiran 9. Lembar Observasi Intervensi Video Lampiran 10. Lembar Observasi Intervensi Cerita Boneka Lampiran 11. Skenario Cerita Boneka Lampiran 12. Alat Peraga Boneka dan Video Lampiran 13. Hasil Uji Validitas Lampiran 14. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 15. Rekapitulasi Jawaban Responden Lampiran 16. Hasil Univariat Lampiran 17. Hasil Bivariat
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kasus kekerasan seksual pada anak di dunia menurut data dari National Children‟s Alliance (NCA) pada tahun 2013 terdapat 202,265 kasus. Tahun 2014 jumlah kasus kekerasan seksual pada anak meningkat menjadi 205,438. Namun terjadi penurunan kasus kekerasan seksual pada anak pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai Juni menjadi 101,769 (NCA, 2015). Sementara di Indonesia, Pusat data dan Informasi (Pustadin) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sepanjang tahun 2013 terdapat 1.620 kasus kekerasan pada anak dengan kasus kekerasan psikis sebanyak 313 kasus (19%), kekerasan fisik sebanyak 490 kasus (30%) dan kekerasan seksual menempati angka kejadian yang tertinggi yakni sebanyak 817 kasus (51%) (peluk.komnaspa.or.id, 2014 dalam Mashudi dan Nur‘aeni, 2015). Komnas PA mencatat terjadi penurunan angka kejadian kekerasan seksual pada anak tahun 2014 dari bulan Januari hingga April tercatat 342 kasus kekerasan seksual (Advianti dalam KPAI, 2014). Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten mencatat pada bulan Mei 2013 hingga Desember 2014 terjadi 110 kasus kekerasan pada anak. Berdasarkan jenis kekerasan, terdapat 60 kasus kekerasan seksual, 17 dengan fisik/psikis, 3 kasus anak terlantar, 18 eksploitasi ekonomi, 4 eksploitasi seksual, 4 hak asuh anak, dan 4 kasus penculikan/kehilangan anak (LPA Banten, 2015).
1
2
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi sebagai sosok yang akan meneruskan perjuangan bangsa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 Ayat 1, anak adalah individu yang berusia kurang dari 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (KPAI, 2014). Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia dalam rentang 3-6 tahun (Potter dan Perry,2005; Wong et al., 2008). Setiap
periode
anak
mempunyai
tugas
pertumbuhan
dan
perkembangan. Perkembangan fisik anak usia prasekolah cenderung akan stabil. Perkembangan psikososial anak usia prasekolah memasuki fase inisiatif dan rasa bersalah (Kliegman at al, 2011). Perkembangan kognitif anak usia prasekolah memasuki fase praoperasional yang terbagi dalam dua tahap, yaitu fase prakonseptual usia 2-4 tahun dan fase intuitif usia 4-7 tahun, dimana kognisi anak berkembang dari egosentris total menjadi kesadaran sosial. Anak usia 3 tahun masih termasuk dalam anak kategori todler
dimana
perkembangan
kognitifnya
masih
memasuki
fase
prakonseptual sehingga anak belum dapat berpikir logis sehingga todler berpikir sesuai dengan apa yang mereka lihat atau dengar secara langsung daripada apa yang mereka ingat tentang suatu kejadian atau benda (Wong et al., 2008). Kliegman et al., (2011) menjelaskan bahwa pemikiran anak prasekolah yang bersifat abstrak atau pemikiran tentang sebab-akibat sudah mulai berkembang. Anak usia prasekolah dalam perkembangan seksualnya sudah dapat memahami perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan yang mereka pelajari dari aktivitas sehari-hari seperti
3
perbedaan mainan antara anak laki-laki dan perempuan, baju yang dikenakan anak laki-laki dan perempuan. Keingintahuan anak usia prasekolah tentang seksualitas telah berkembang seperti keingintahuan darimana bayi berasal. Keingintahuan ini dapat digunakan untuk proses pembelajaran dalam memberikan pendidikan, salah satunya pedidikan seksual (Potter dan Perry, 2005). Lestari dan Prasetyo (2014) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa anak sudah dapat diberikan pendidikan seksual saat anak sudah mulai menanyakan tentang seks. Selain itu, anak usia prasekolah mulai tertarik untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan orang lain sehingga dengan ini orang tua tidak selalu dapat menjaga anak mereka secara langsung. Oleh karena itu, mengajarkan anak tentang personal safety skill diperlukan untuk mengembangkan kemampuan anak mendeteksi dan menangani situasi yang mengancam bagi mereka (James et al., 2013). Pendidikan seksual yang diberikan pada anak merupakan upaya preventif dalam mencegah kekerasan seksual pada anak (Lin, 2011; Zhang et al., 2013). Erlinda (2014) juga mengatakan bahwa pencegahan kekerasan seksual pada anak dapat dilakukan dengan membangun mekanisme pertahanan untuk memberikan pengetahuan dan penghargaan atas bagian tubuh yang berharga melalui pendidikan seksual sejak dini, membangun komunikasi efektif dua arah, menanamkan rasa percaya pada orang tua, dan membangun kebaranian dan ketangguhan diri (KPAI, 2014). Pendidikan seksual pada anak usia dini dapat mencakup personal safety skill untuk meningkatkan kesadaran serta kemampuan anak dalam
4
menghindari kekerasan seksual (Mashudi dan Nur‘aeni, 2015). James et al., (2013) menyebutkan dasar dari personal safety skill adalah mengajarkan anak untuk berkata ―tidak‖, pergi, dan menceritakan kejadian tersebut pada orang dewasa. Selain itu, pendidikan seksual yang dapat diberikan pada anak prasekolah meliputi pendidikan tentang area privasi yang dimiliki anak (Kliegman at al, 2011). Anak yang bertanya tentang seksualitas harus ditanggapi dengan jujur dan sesuai dengan apa yang anak tanyakan karena pertanyaan seputar seksualitas akan sesuai dengan perkembangannya (Wong et al., 2008). Metode pembelajaran dalam memberikan pendidikan perlu ditentukan untuk menetapkan langkah dan tujuan yang akan dicapai (Marlinda et al., 2014). Metode belajar di Taman Kanak-kanak (TK) dapat diberikan dengan metode proyek, cerita, dialog, demonstrasi, dan pemberian tugas (Isjoni, 2010). Metode pendidikan yang efektif untuk anak usia prasekolah adalah menggunakan metode bermain agar anak dapat memahami isi dari pendidikan tersebut karena dengan bermain dapat meningkatkan imajinasi anak (Wong et al., 2008 ; Kliegman at al., 2011). Salina (2012) menyampaikan bahwa metode belajar menggunakan video dianggap sebagai alat bantu yang efektif dalam proses pembelajaran. Penggunaan video dalam pembelajaran membuat responden lebih mampu menerapkan teknik yang diajarkan terutama pelajaran tentang teknik atau kemampuan yang baru (Salina, 2012 ; Tuong et al., 2014). Metode pembelajaran yang lain dapat menggunakan bantuan cerita. Bercerita adalah kegiatan untuk mendeskripsikan suatu kejadian yang
5
nyata ataupun hanya karangan (Suhartini, 2013). Belajar dengan metode bercerita membuat peserta belajar menerima informasi dengan cara mendengar dan peserta belajar dapat mengartikan apa yang mereka dengar sesuai dengan pemahamannya, mendengar juga akan mengembangkan kemampuan membaca untuk anak, selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan intelektual, kemampuan bahasa, dan kemampuan berkonsentrasi (Jalongo, 2008 dalam Oduolowu, 2014). Belajar dengan metode bercerita menggunakan boneka juga dapat meningkatkan keterampilan anak dalam berbica atau berbahasa lisan (Nur‘aini, 2012; Marlinda et al., 2013; Yuanita, 2014). Keefektifan pendidikan kesehatan melalui cerita terhadap pengetahuan dibuktikan pada penelitian Darajat et al., (2015) bahwa nilai pengetahuan siswa yang diberikan pendidikan gizi melalui metode dongeng berubah dari 29,3% menjadi 61%. Pemberian pendidikan dapat difasilitasi dengan bantuan media yang dapat mempermudah pemahaman. Media adalah alat yang digunakan dalam pengajaran atau dapat juga disebut sebagai alat peraga. Individu menerima informasi melalui pancaindera sehingga semakin banyak alat peraga atau media yang digunakan, maka akan semakin banyak pancaindera yang digunakan dalam menerima informasi, sehingga semakin mudah sesorang dalam menerima informasi. Mata dapat menyampaikan informasi ke otak sekitar 75%-87%, selebihnya melalui pancaindra yang lain (Maulana, 2009). Media yang dapat digunakan untuk melakukan pendidikan yang dikemukakan oleh Edgar Dale yang
6
digambarkan dalam Edgar Dales‟s Cone of Experience dapat berupa teks seperti flyer, leaflet, flipbook; gambar seperti poster dan flannelgraph; suara seperti radio tape, dan media audio visual seperti televisi, video tape, film (Nursalam dan Efendi, 2008). Media lainnya menurut Anderson tahun 1976 dalam Simamora (2009) dapat berupa objek seperti model tiruan (mock up) dan benda nyata. Peneliti melakukan studi awal di kelurahan Pondok Bahar, Tangerang, Banten. Studi awal dilakukan dilakukan di TK dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terdapat di kelurahan Pondok Bahar, yaitu TK Nurul Amal, TK Tunas Remaja, dan PAUD Garuda. Hasil dari studi awal didapatkan: 1) Pembelajaran melelui video di TK Nurul Amal belum pernah dilakukan oleh para guru, begitupun dengan cerita boneka yang pernah dilakukan tetapi beberapa tahun yang lalu serta pemaparan pendidikan seksual di TK tersebut belum diberikan pada peserta didik, 2) TK Tunas Remaja juga belum pernah memberikan pendidikan melalui media video dan cerita boneka tetapi pendidikan seksual pada peserta didik dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, dan 3) PAUD Garuda juga belum pernah memberikan pendidikan melalui video dan cerita boneka, serta pendidikan seksual pada anak usia dini belum diajarkan pada peserta didik. Berdasarkan hasil studi awal yang didapat peneliti memilih tempat penelitian yang belum pernah dilakukan pendidikan seksual pada peserta didik dan yang jumlahnya mencukupi untuk menjadi responden sehingga peneliti memilih TK Nurul Amal sebagai tempat penelitian.
7
Peneliti juga melakukan studi awal untuk mengetahui pengetahuan siswa prasekolah dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada 7 (tujuh) orang tentang personal safety skill dan mendapat jawaban yang beragam. Pertanyaan tentang area privasi apa saja yang tidak boleh dilihat atau disentuh orang lain mendapat jawaban salah dari 4 anak dan benar dari 3 anak tetapi tidak semua jawaban tepat. Pertanyaan siapa saja orangorang yang boleh mengakses area privasi mereka mendapat jawaban benar dari 2 anak. Namun, tidak ada yang menjawab benar tentang cara menghindari potensi atau kekerasan seksual. Penelitian untuk melihat keefektifan pendidikan kesehatan melalui video dalam meningkatkan pengetahuan anak presekolah sudah dilakukan di Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. Begitupun dengan penelitian untuk melihat keefektifan pendidikan kesehatan dengan cerita boneka. Namun, penelitian yang dilakukan untuk membandingkan keefektifan antara kedua metode tersebut belum peneliti temukan di Indonesia. Oleh karena itu, peniliti ingin untuk melakukan studi mengenai perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill di TK Nurul Amal. B. Rumusan Masalah Masalah kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia menurut data dari Pusat data dan Informasi (Pustadin) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pada tahun 2013 sebanyak 817 kasus dan menurun menjadi 432 kasus pada tahun 2014. Lembaga Perlindungan
8
Anak di Provinsi Banten juga mencatat adanya 110 kasus kekerasan seksual pada anak pada Mei 2013 sampai Desember 2014. Penurunan jumlah angka kejadian kekerasan seksual pada anak di Indonesia tetap diperlukan upaya untuk menanggulanginya mengingat masih adanya angka kejadian kasus kekerasan pada anak. Upaya yang dapat dilakukan berupa upaya preventif dengan mengajarkan personal safety skill pada anak agar kesadaran dan pengetahuan anak mengenai kekerasan seksual semakin meningkat (Mashudi dan Nur‘aeni, 2015; Lin, 2011). Metode yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pada anak prasekolah perlu diperhatikan agar anak dapat memahami isi dari pembelajaran tersebut (Marlinda et al., 2014). Belajar menggunakan video efektif dalam merubah pengetahuan dan merubah perilaku kesehatan sesorang (Tuong et al., 2014; Calderon et al., 2011). Metode bercerita juga efektif dalam pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan (Darajat et al., 2015). Penelitian yang dilakukan di Indonesia dengan membandingkan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill belum peneliti temukan di Indonesia, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill.
9
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran karakteristik responden? 2. Bagaimana gambaran pengetahuan anak tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan pendidikan seksual melalui metode video? 3. Bagaimana gambaran pengetahuan anak tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan pendidikan seksual melalui metode cerita boneka? 4. Bagaimana efektivitas metode video dalam pendidikan seksual? 5. Bagaimana efektivitas metode cerita boneka dalam pendidikan seksual? 6. Bagaimana perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik respoden. b. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan anak tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan pendidikan seksual melalui metode video.
10
c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan anak tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan pendidikan seksual melalui metode cerita boneka. d. Mengidentifikasi efektivitas metode video dalam pendidikan seksual. e. Mengidentifikasi efektivitas metode cerita boneka dalam pendidikan seksual. f. Mengidentifikasi perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. E. Manfaat Penelitian Penelitian tentang perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill dapat bermanfaat untuk : 1. Orang Tua Orang tua menjadi tahu bahwa pendidikan seksual usia dini perlu dilakukan pada anak usia prasekolah dan orang tua dapat melanjutkan pendidikan seksual pada anak di rumah sebagai orang terdekat dengan anak, terutama ibu dengan memberikan pengajaran melalui cara yang menarik untuk anak. 2. Institusi Pendidikan atau Taman Kanak-kanak Menjadi sumber informasi bagi sekolah bahwa pendidikan seksual pada anak usia dini perlu dilakukan di lingkungan sekolah dan diharapkan dapat memberikan pendidikan seksual secara rutin
11
kepada anak-anak didik. Selain itu, memaparkan kepada sekolah bahwa terdapat metode lain yang menyenangkan dan bervariatif untuk menyampaikan suatu pelajaran. 3. Responden Anak menjadi tahu tentang pendidikan seksual seperti area privasi yang tidak boleh disentuh dan dipegang orang lain, anak menjadi tahu siapa saja yang boleh mengakses area privasinya, dan cara menghindari kekerasan seksual. 4. Perawat Sebagai informasi dan pengingat untuk perawat agar menjalankan fungsi yang salah satunya sebagai pemberi edukasi untuk dapat memberikan pendidikan, tidak hanya pada masalah kesehatan umum tetapi juga pendidikan seksual pada anak usia dini dan dapat berkerja sama dengan institusi pendidikan serta orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak. 5. Penelitian selanjutnya Sebagai sumber referensi tambahan pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan metode pemberian pendidikan pada anak usia prasekolah mengenai pendidikan seksual. 6. Bagi peneliti Peneliti mendapat pengetahuan baru dan pengalaman baru dalam penelitian.
12
F. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan pre-test and post-test with control group design untuk melihat perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Penelitian dilakukan di TK Nurul Amal yang terdapat di kelurahan Pondok Bahar, Tangerang, Banten.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Efendi dan Makhfudli (2009) menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan adalah upaya pengajaran, bimbingan, atau latihan yang dilakukan pendidik kepada peserta didik agar dapat tumbuh dan kembang sesuai, selaras, seimbang, dan sehat secara fisik, sosial, maupun lingkungan. Lawrence Green (1980) dalam Maulana (2009) mengatakan pendidikan seksual sebagai ―Health Education is the term applied to the planners use of educational process to attain health goals. It includes any combination of learning opportunities.‖ Wood (1926) mendefininiskan pendidikan kesehatan sebagai pengalaman yang akan berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan kebiasaan individu mengenai kesehatan (Maulana, 2009). Beberapa pengertian di atas tentang pendidikan kesehatan dapat
disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah proses pengajaran tentang kesehatan yang dilakukan kepada individu, kelompok, atau masyarakat dengan tujuan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan menjadi lebih baik.
13
14
2. Tujuan Tujuan pendidikan kesehatan menurut Efendi dan Makhfudli (2009) dan Maulana (2009) adalah (1) meningkatkan pengetahuan, (2) meningkatkan sikap positif terhadap kesehatan, (3) menyadarkan masyarakat bahwa kesehatan itu adalah sesuatu yang bernilai, (4) meningkatkan kemampuan untuk melakukan atau menerapkan kegiatan hidup sehat dalam kegiatan sehari-hari, dan (5) mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada secara tepat. 3. Motode Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2016). Metode pendidikan kesehatan adalah prosedur penerapan seperangkat petunjuk untuk menghadapi masalah dalam bidang kesehatan. Metode pendidikan kesehatan bergantung pada beberapa faktor yaitu karakteristik sasaran/partisipan (jumlah, status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin); waktu dan tempat yang tersedia; serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dengan pendidikan kesehatan tersebut (perubahan pengetahuan, sikap, atau praktik partisipan) (Nursalam dan Efendi, 2008). Materi pembelajaran agar dapat diterima dan diproses secara
15
efektif dan efisien oleh peserta didik, maka diperlukan pendekatan, metode dan cara-cara yang tepat (Prayitno, 2009). Metode pendidikan kesehatan dibagi berdasarkan jumlah peserta didik menurut Notoatmodjo dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007): a. Pendidikan pada individual (individual learning method) Pendidikan kesehatan untuk individu perlu diperhatikan tingkat usia, sosial-ekonomi, suku bangsa, agama, dan lainnya. Pendidik dapat bertatap muka langsung dengan peserta didik atau menggunakan bantuan media lain seperti telepon. Metode yang dapat dilakukan untuk pendidikan kesehatan secara individu adalah: 1) Konsultasi atau Konseling (Councelling) Konsultasi efektif untuk perubahan perilaku peserta didik atau sasaran karena konsultan atau pendidik dapat bertatap muka langsung dengan peserta didik. Fokus pada hubungan antarmanusia, menciptakan pemahaman dalam bertindak (Notoatmodjo, 2010 ; Nursalam dan Efendi, 2008). 2) Wawancara (Interview) Wawancara dilakukan untuk menggali informasi apakah peserta didik sudah atau belum siap untuk menerima perubahan, apakah tertarik atau tidak terhadap perubahan, serta apakah peserta didik sudah mengetahui dasar pengertian dan
16
kesadaran yang kuat untuk menjalankan perilaku sehat (Maulana, 2009). b. Metode pendidikan pada kelompok (group learning method) Sasaran peserta kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kecil yang terdiri dari 6-15 orang dan kelompok besar yang terdiri di atas 15-50 orang. Metode pendidikan untuk kelompok kecil menurut Notoatmodjo dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007): 1) Diskusi Kelompok Muhibbin
Syah
(2000)
dalam
Simamora
(2009)
mendefinisikan diskusi kelompok dilakukan untuk mencari pemecahan masalah (probem solving). Diskusi kelompok membuat peserta didik berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya dan mendengarkan pendapat orang lain dengan toleransi, dan mengambil satu atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang cermat. 2) Curah Pendapat (Brain Storming) Curah pendapat adalah modifikasi dari diskusi kelompok untuk
mengumpulkan
gagasan,
pendapat,
informasi,
pengetahuan, dan pengalaman dari semua peserta (Fitriani, 2011). Pemimpin kelompok menstimulus dengan memberikan suatu kasus dan semua sasaran memberikan tanggapan yang ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Tidak ada komentar
17
mengenai
pendapat
mengemukakan
sasaran
sebelum
semua
sasaran
pendapatnya.
Setelah
semua
sasaran
mengemukakan pendapat, komentar boleh diberikan dan diskusi dilakukan (Nursalam dan Efendi, 2008). 3) Bermain Peran (Role Play) Bermain peran adalah memainkan peran sebagai orang lain dengan membagi peran pada masing-masing pemain yang bertujuan untuk mendapatkan pandangan lebih luas terhadap suatu perilaku baru. Pendekatan dalam bermain peran dapat menggunakan pendekatan 1) terstruktur dimana proses belajar dilakukan
dengan
cara
mengobservasi,
mempraktikan,
menirukan berbagi pengalaman dan 2) spontanitas dimana lebih menekankan pada konseptual dan meminimalkan analisis (Nursalam dan Efendi, 2008; Andayani, 2015; Surya, 2006). 4) Kelompok Kelompok Kecil (Bruzz Group) Sasaran langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group) kemudian diberi topik permasalahan yang bisa sama
ataupun
mendiskusikan
berbada.
Masing-masing
permasalahan
tersebut
buzz
untuk
group
mendapat
kesimpulan kemudian kesimpulan dari tiap buzz group didiskusikan
kembali
untuk
menemukan
keseluruhan (Nursalam dan Efendi, 2008).
kesimpulan
18
5) Bola Salju (Snow Balling) Metode bola salju pertama-tama membuat pasangan yang terdiri dari dua orang. Masing-masing pasangan diberi topik yang sama kemudian mendiskusikan topik tersebut. Selang berapa menit, dua pasangan digabung untuk mendiskusikan hasil yang masing-masing pasangan sudah diskusikan. Setelah itu, dua pasangan yang lain digabungkan dengan dua pasangan sebelumnya sehingga membentuk empat pasangan atau delapan orang. Begitu seterusnya sampai semua pasangan terkumpul dalam satu kelompok besar (Nursalam dan Efendi, 2008). 6) Simulasi Silmulasi adalah peniruan suatu situasi untuk tujuan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan klarifikasi nilai dalam suatu konteks individu, organisasi, atau sosial. Simulasi dapat berupa permainan peran (role play) dengan keterbatasan tertentu (aturan, waktu, sumber daya) dengan suatu tujuan akhir yang spesifik. Prosedur simulasi mencakup perkenalan yang berisi penjelasan cara dan tujuan simulasi, enactment yaitu proses bermain peran, memberikan ringkasan (review) pengalaman bersimulasi, mengidentifikasi kejadian dalam simulasi yang paling berkesan, menganalisis kesan yang didapat, dan membuat generalisasi (Nursalam dan Efendi, 2008).
19
Metode
pendidikan
untuk
kelompok
besar
menurut
Notoatmodjo dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007): 1) Ceramah Ceramah/kuliah
adalah
metode
pendidikan
dengan
memberikan informasi, motivasi, dan pengaruh terhadap cara berpikir sasaran mengenai suatu objek (Nursalam dan Efendi, 2008). 2) Seminar Seminar adalah pertemuan yang dihadiri oleh 5 sampai 30 orang
sasaran
untuk
membahas
suatu
topik
tertentu
disampaikan oleh seorang ahli dalam bidang disiplin tersebut (Nursalam dan Efendi, 2008). c. Metode pendidikan pada komunitas (community learning method) Sasaran untuk pendidikan di komunitas bersifat heterogen, baik dari segi usia, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekomoni, sosio-budaya, dan sebagainya sehingga perancangan metode pada komunitas memanfaatkan media komunikasi massa seperti ceramah umum, media cetak, media elektronik/audio visual, media teknologi informasi (Notoatmodjo, 2010; Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007). 4. Media Belajar adalah proses komunikasi yang melibatkan penyampaian informasi atau materi dari pendidik kepada peserta didik, dilanjutkan
20
dengan proses pengubahan informasi atau materi menjadi simbol komunikasi baik verbal maupun nonverbal yang disebut encoding, terakhir yaitu proses penafsiran simbol komunikasi oleh peserta didik yang disebut decoding. Proses penafsiran pemahaman peserta didik tentang apa yang sudah didapatkan dari membaca, mendengar, melihat, mengamati tidak selalu berhasil, ada kalanya proses tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut disebut dengan barier atau noise. Oleh karena itu, media pembelajaran diperlukan untuk meminimalkan kegagalan tersebut (Simamora, 2009). Media adalah sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi atau bahan ajar kepada peserta didik untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik dalam belajar (Miasro, 1998 dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007; Bovee, 1997 dalam Simamora, 2009). Media yang digunakan harus sesuai pada jenis sasaran, tingkat pendidikan sasaran, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunakan dan sumber daya yang ada (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan manusia didapat melalui panca indera sehingga semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima materi maka semakin besar juga pengetahuan yang diperoleh. Panca indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata, kurang lebih 75% sampai 87%, sedangkan 13% sampai 25% lainnya disalurkan melalui panca indera lain (Fitriani, 2011).
21
Kerucut Egdar Dale (1946) dalam Nursalam dan Efendi (2008) juga menjelaskan teknik dan media dalam proses belajar. Derajat abstraksi paling rendah pada dasar kerucut menjelaskan teknik dan media yang dipergunakan dalam pendidikan kesehatan dapat menstimulasi paling banyak indera.
10%
20%
Membaca
Mendengar
30%
Melihat foto/ilustrasi Melihat demonstrasi/video
50%
Partisipasi dalam diskusi
70%
90%
Melakukan secara nyata
Tingkat keterIibatan
Bagan 2.1 Edgar Dale‟s Cone (Edgar Dale, 1964)
Kerucut Edgar Dale juga menggambarkan kemampuan peserta didik dalam mengingat informasi yang telah diberikan dalam pendidikan. Membaca maka akan mengingat 10% dari materi yang dibacanya, mendengar
akan mengingat
20% dari apa
yang
didengarnya, melihat akan mengingat 30% dari apa yang dilihatnya, mendengar dan melihat akan mengingat 50% dari apa yang didengar
22
dan dilihatnya, mengucapkan sendiri kata-katanya akan mengingat 70% dari apa yang diucapkannya, dan mengucap sambil mengerjakan materi tersebut akan mengingat 90% dari materi tersebut (Nursalam dan Efendi, 2008). Media dalam pendidikan kesehatan dapat juga digunakan sebagai alat peraga (Efendi dan Makhfudli, 2009), antara lain: a. Media cetak Media cetak adalah suatu media statis yang memberikan informasi melalui pesan-pesan visual berupa kata-kata, gambar, atau foto (Fitriani, 2011). 1) Leaflet Selebaran kertas berukuran 20 x 30 cm, biasanya disajikan dalam bentuk terlipat, terdiri dari 200-400 kata dan dapat disertai gambar. Berisi informasi tentang suatu masalah khusus. Leaflet biasanya diberikan setelah selesai kuliah sebagai untuk pengingat atas materi yang diberikan atau dapat juga diberikan saat kuliah berlangsung untuk memperkuat pesan yang sedang disampaikan (Efendi dan Makhfudli, 2009). 2) Booklet Media yang berbentuk buku kecil berisi tulisan atau gambar atau keduanya. Booklet biasanya ditujukkan untuk sasaran yang tidak dapat membaca (Efendi dan Makhfudli, 2009).
23
3) Flyer Selebaran berbentuk seperti leaflet, tetapi tidak terlipat. Biasanya disebarkan melalui udara (pesawat udara) (Efendi dan Makhfudli, 2009). 4) Billboard Media berbentuk papan berukuran 2 x 2 m yang berisi tulisan atau gambar. Billboard ditempatkan di pinggir jalan untuk dilihat atau dibaca oleh pemakai jalan atau dapat juga ditempelkan pada kendaraan umum agar mendapat sasaran yang lebih banyak (Efendi dan Makhfudli, 2009). 5) Poster Poster adalah media dalam bentuk kertas berukuran 50 x 60 cm yang berisi pesan singkat dan gambar. Terdapat satu tema pada setiap poster dan kata-kata yang sedikit yaitu tidak lebih dari tujuh kata karena ukuran yang terbatas. Poster berguna sebagai pengingat pesan atau materi yang telah disampaikan pada waktu lalu (Efendi dan Makhfudli, 2009). 6) Flannelgraph Media berbentuk guntingan-guntingan gambar atau tulisan yang ditempelkan pada papan berlapis flanel. Media berbentuk guntingan-guntingan gambar atau tulisan yang ditempelkan pada papan berlapis kain flanel (Efendi dan Makhfudli, 2009).
24
7) Bulletin board Media ini berupa papan berukuran 90 x 120 cm berisi gambar-gambar,
leaflet,
poster
atau
media
lain
yang
mengandung informasi penting. Billboard dipasang di dinding fasilitas umum seperti di puskesmas, rumah sakit, balai desa, dan lainnya (Efendi dan Makhfudli, 2009). 8) Lembar balik Alat peraga yang menyerupai kalender balik bergambar yang di bawahnya terdapat tulisan berupa pesan atau informasi. Lembar balik digunakan untuk kelompok dengan jumlah maksimal 30 orang (Efendi dan Makhfudli, 2009). 9) Flashcard Sejumlah kartu bergambar berukuran 25 x 30 cm dan diberi nomor urut. Keterangan dari gambar terdapat di belakang kartu. Flashcard digunakan untuk sasaran berjumlah kurang dari 30 orang (Efendi dan Makhfudli, 2009). b. Media elektronik Media elektronik yaitu media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam penyampaikan pesan atau informasi melalui alat bantu elektronik. Kelebihan media elektronik adalah dapat mengikutsertakan semua panca indera, lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak, dan lebih mudah dipahami (Safitri, 2011).
25
1) Video Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektrolik yang mewakili gambar bergerak (Binanto, 2010). Penyampaian materi melalui video dapat menyampaikan dua jenis informasi dalam bentuk suara (audio) dan gambar (visual). Pembelajaran melalui video memberikan pengalaman belajar yang lebih lengkap, jelas, variatif, menarik dan menyenangkan (Susilana dan Cepi, 2009). 2) Slide Slide atau film bingkai adalah media visual yang diproyeksikan melalui proyektor slide berisi tentang materi yang akan disampaikan. Penyampaian slide dapat dipadukan dengan suara (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007). 3) Televisi Televisi adalah perlengkapan elektronik
yang pada
dasarnya sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara. Televisi juga bisa dilihat dan didengar dalam proses penyampaian informasi. Keuntungan dari televisi adalah sifatnya yang langsung dan nyata serta dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya, memperluas tinjauan kelas, dapat menciptakan kembali peristiwa masa lampau, menarik minat anak, dll (Djamarah dan Zain, 2006).
26
Alat peraga adalah alat-alat yang digunakan dalam menyampaikan bahan belajar untuk meragakan suatu proses belajar. Macam-macam alat peraga (Fitriani, 2011): a. Alat Bantu Lihat (Visual Aids) Alat ini membantu menstimulasi panca indera mata pada proses belajar. Alat ini ada dua bentuk: 1) Alat yang diproyeksikan, seperti slide, film, film strip, dan sebagainya. 2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
2 dimensi seperti gambar, peta, bagan, dan sebagainya.
3 dimensi seperti bola dunia, boneka, dan sebagainya.
b. Alat Bantu Dengar (Audio Aids) Alat ini membantu menstimulasi panca indera telinga pada proses belajar. Alat ini dapat berupa piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya. c. Alat Bantu Lihat-Dengar Alat peraga ini seperti televisi dan video cassette. B. Pendidikan Seksual 1. Pengertian Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI, 2015). Pendidikan jika di artikan secara luas adalah proses
27
membimbing individu atau kelompok dari ketidaktahuan menjadi berpengetahuan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007). Notoatmodjo pendidikan
(2003) adalah
dalam
upaya
Maulana
(2009)
yang direncanakan
mendefinisikan pendidik
untuk
mempengaruhi peserta didik agar melalakukan sesuatu yang telah direncanakan. Pendidikan mengandung 3 unsur, yaitu input (sasaran dan pelaku pendidikan), proccess (upaya yang direncanakan), dan output (perilaku yang diharapkan) (Maulana, 2009). Esohe dan Inyang (2015) menjelaskan bahwa pendidikan seksual adalah proses perolehan informasi tentang seks, gender, hubungan, dan keintiman untuk membentuk sikap dan keyakinan terhadap seks. Pembahasan pendidikan seksual secara luas meliputi pemberian pendidikan tentang anatomi seksual manusia, reproduksi, intercourse, kesehatan reproduksi, hubungan emosional, tanggung jawab, larangan, kontrasepsi, dan aspek lain tentang perilaku seksual manusia. Ulwan (1995) dalam Fajar et al., (2014) memaparkan bahwa pendidikan seksual tidak semata-mata mengajarkan tentang seksualitas tetapi juga yang berhubungan dengan aspek moral, etika, hukum, budaya, dan perilaku sosial. 2. Tujuan Tujuan dari pendidikan seksual menurut Information and Education Council of the United State (SEICUS) tahun 2006 adalah untuk membangun landasan tentang kesehatan seksual bagi anak-anak yang nantinya akan tumbuh dewasa. Anak-anak muda juga dapat
28
memahami tentang nilai, sikap, dan wawasan tentang seksualitas. Membantu mengembangkan hubungan dan kemampuan interpersonal mereka dalam menyikapi persoalan seksualitas. Mengembangkan tanggung jawab mereka mengenai hubungan seksualitas termasuk berpakaian, larangan, dorongan untuk terlibat dalam hubungan seksual lebih awal, penggunaan alat kontrasepsi dan lainnya (SEICUS, 2006 dalam Stephens, 2013). Zhang et al., (2013) dalam penelitiannya memaparkan pendidikan seksual pada anak usia 3-5 tahun dapat membantu pencegahan kekerasan
seksual
pada
anak.
Pembelajaran
personal
safety
menjadikan anak mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk mengenali, menolak, dan melapor kejadian pelecehan seksual. Anak juga belajar untuk memahami bahwa kejadian tersebut adalah bukan kesalahannya dan anak harus menceritakan kejadian pelecehan tersebut kepada sesorang bahkan jika pelaku meminta untuk merahasiakannya. The National Child Traumatic Stress Network (NCTSN) menjelaskan bahwa pencegahan kekerasan seksual bagi anak yang terdeteksi atau tidak terdeteksi sebagi korban kekerasan seksual dapat dilakukan dengan mengajarkan tentang keselamatan tubuh dan batasan-batasan tubuh yang sehat, serta membangun komunikasi yang terbuka tentang seksualitas (NCTSN, 2009). 3. Materi Pendidikan Seksual Lestari dan Prasetyo (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tidak ada batasan yang jelas kapan anak sebaiknya diberikan
29
pendidikan seksual, tetapi menurut para ahli anak sudah dapat diberikan pendidikan seksual saat anak sudah mulai menanyakan tentang seks. Pendidikan seksual adalah longlife process yang diberikan dari mulai bayi hingga sepanjang hidup. Anak pada usia 0-6 tahun atau usia prasekolah adalah periode kritis dimana anak belajar sangat cepat, pembelajaran anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang akan menentukan dasar kepribadian anak pada tahun-tahun berikutnya (Kurtuncu, 2015). Pembelajaran tentang aturan keamanan tubuh atau body-safety rules bermanfaat untuk mencegah pelecehan seksual (Wurtele and Kenny, 2011). Mashudi dan Nur‘aeni (2015) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa untuk mencegah kekerasan seksual pada anak dapat dilakukan dengan mengajari personal safety skill atau keterampilan keselamatan diri pada anak. Pendidikan seksual pada anak prasekolah dapat dimulai dengan mengajarkan nama-nama bagian tubuh dan perbedaan secara fisik antara perempuan dan laki-laki. Anak juga perlu ditanamkan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab atas tubuh mereka dan mengajarkan bahwa ada bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh diperlihatkan atau disentuh oleh orang lain kecuali oleh diri sendiri, orang tua atau dokter untuk menjaga kebersihan dan kesehatan mereka. Pemahaman tentang menjaga privasi dari orang banyak saat mandi, ke toilet, dan berpakaian juga penting disampaikan pada anak prasekolah. Anak juga perlu diajarkan bagaimana bersikap sopan atas privasi orang lain seperti harus mengetuk pintu terlebih dahulu saat memasuki kamar
30
mandi atau kamar tidur. Berlatih “what if” dengan memberi pertanyaan seperti ―bagaimana jika ada seseorang yang ingin menyentuh bagian tubuh yang tidak boleh disentuh?‖ (Wurtele and Kenny, 2011). 4. Pendidikan Seksual dalam Islam Pendidikan seksual dalam pandangan Islam tidak dianggap tabu. Mengajarkan pendidikan seksual pada anak bukan untuk membiarkan anak terlibat dalam aktivitas seksual, tetapi bertujuan agar anak-anak mengetahui anatomi dan fisiologi tubuh manusia, aktivitas seksual yang dilandasi cinta, reproduksi, kehidupan keluarga, mencegah penularan penyakit seksual, serta mencegah kehamilan di luar nikah (Ana, 2006). Pendidikan seksual yang diajarkan pada anak usia dini masih bersifat dasar yang meliputi perbedaan laki-laki dan perempuan, mengungkapkan rasa sayang dengan ciuman pipi, belaian, dan semua dilakukan dengan sopan, juga memberikan batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan (Magdalena, 2010). a. Memisahkan tempat tidur anak-anak Hal ini bertujuan untuk menanamkan rasa sopan, malu dan menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik. Selain itu untuk menjaga anak dari ancaman syahwat yang bisa muncul akibat percampuran tersebut (Anshor dan Ghalib, 2010). Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: ―Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika telah menginjak usia tujuh tahun, jika mereka meninggalkan shalat ketika telah
31
memasuki usia sepuluh tahun, maka pukullah, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR Ahmad dan Abu Dawud) (Ibrahim, 2006). b. Mengajarkan anak untuk meminta izin Membiasakan anak-anak dengan prinsip meminta izin ketika memasuki ruangan/kamar orang lain. Firman Allah dalam surat An-Nur ayat 58-59 : ―Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum salat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah salat Isya.(Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu…(58). Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa memita izin…(59)”. Allah mengajarkan bahwa anak kecil juga perlu meminta izin kepada keluarga sebelum usia baligh, dan ketika baligh anak perlu diajarkan adab meminta izin pada ketiga waktu tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah anak memiliki rasa malu yang positif dan menonjolkan tingkah laku serta adab yang mulia (Ulwan, 2015).
32
c. Menutup aurat Islam mengajarkan umatnya untuk menutup aurat baik lakilaki maupun perempuan. Aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Allah berfirman dalam surat An-Nur ayat 31 : ―Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putraputra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunya keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan...” (Chomaria, 2008). C. Personal Safety Skill Personal safety skill adalah pendidikan yang diajarkan kepada anak tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi situasi yang dapat membahayakan mereka untuk menjaga diri mereka tetap aman. Pendidikan ini tidak hanya mengurangi resiko menjadi korban tetapi juga
33
meningkatkan kemampuan anak untuk melindungi diri mereka sendiri (Kendall, 2012). Garvis dan Pendergast (2014) menyebutkan dalam bukunya delapan konsep dalam mengajarkan pendidikan seksual pada anak sebagai upaya preventif terhadap kekerasan seksual : 1) Body ownership. Kepemilikan atas tubuhnya dimana anak diajarkan bahwa mereka memiliki bagian-bagian tubuh pribadi, mereka mempunyai kontrol untuk menyentuh bagian dari tubuh mereka, dan keterbatasan orang lain untuk menyentuh atau melihat tubuh mereka atau mengambil foto mereka. 2) Touch. Anak diajarkan perbedaan tipe sentuhan yang menjurus kepada pelecehan seksual. 3) Assertiveness. Anak diajarkan untuk berdandan dalam hal ini cara berpakaian, sentuhan yang tidak pantas dan ancaman pelecehan seksual yang lain. 4) The „No-Go-Tell‟ sequence. Anak diajarkan untuk berani bilang ―tidak‖ dengan suara keras ketika ada seseorang yang mencoba menyentuh area privasinya, kemudian ‗pergi‘ dari tempat atau situasi tersebut, dan ‗ceritakan‘ apa yang terjadi pada orang lain yang dapat membantu atau orang lain yang dapat dipercaya. 5) Secrecy. Anak diajarkan bahwa rahasia tidak harus selamanya disimpan sendiri. 6) Intuition. Anak diajarkan untuk mempercayai perasaannya ketika mereka merasa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
34
7) Support system. Anak diajarkan untuk mengenal sistem sosial atau lembaga yang dapat membantu mereka untuk pelaporan jika terjadi pelecehan seksual. 8) Blame. Anak diajarkan bahawa mereka tidak bersalah jika mereka menjadi korban atau hampir menjadi korban. Kesalahan tersebut terdapat pada orang yang lebih dewasa. Garis besar pedoman dari personal safet skill yang diajarkan pada anak adalah mencakup „Yell-Go-Tell‟ sequence (James et al., 2013; Springer dan Misurell, 2015). Namun, sebelumnya anak perlu diajarkan tentang body ownership (kepemilikan tubuh) karena hal ini adalah bagian penting dari pendidikan personal safety skill. Anak diajarkan bahwa tubuhnya adalah milik pribadi dirinya sehingga mereka mempunyai hak atas diri mereka sendiri untuk memutuskan tubuh mereka apakah boleh atau tidak boleh diakses orang lain. Anak juga diajarkan bahwa bagian privasi tubuh mereka seperti penis, vagina, payudara, dan bokong adalah penting dan tidak ada seorangpun yang boleh meyakiti tubuh mereka (Kendall, 2012). Setelah mengajarkan body ownership, anak diajarkan tentang perbedaan sentuhan yang baik dan sentuhan yang tidak baik. Sentuhan baik seperti pelukan, berjabat tangan, dan tos. Sedangkan sentuhan tidak baik contohnya seperti gasakan dan pencoblosan, pelukan dari orang yang lebih besar tidak dikenal maupun sentuhan seksual oleh orang dewasa atau sesama anak (Kendall, 2012).
35
Akhirnya anak diajarkan Yell-Go-Tell‟ sequence. Pertama, mereka harus teriak ―Tidak!‖ atau ―Tidak mau!‖ dengan keras semampu mereka. Kedua, mereka harus pergi atau lari dan meninggalkan tempat tersebut. Terakhir, mereka harus menceritakan kejadian tersebut kepada orang yang lebih dewasa walaupun ada orang yang meminta mereka merahasiakan kejadian tersebut (Springer dan Misurell, 2015). D. Kekerasan Seksual pada Anak 1. Pengertian Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau dapat juga disebut sebagai paksaan (KBBI, 2015). Seksualitas menurut KBBI adalah berkenaan dengan seks (jenis kelamin); berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan (KBBI, 2015). Seksualitas menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 adalah pusat aspek manusia sepanjang hidup meliputi jenis kelamin, identitas gender dan peran, erotisme, kesenangan, keintiman dan reproduksi (Eko et al, 2013). Sorensen (1997) menjelaskan bahwa kekerasan seksual adalah perilaku yang menjurus pada seks yang tidak diharapkan, baik secara verbal atau nonverbal (Astuti, 2011). Definisi kekerasan seksual pada anak menurut pemimpin hukum pemerintahan Inggris: “Involves forcing or enticing a child or young person to take part in sexual activities, not necessarily involving a high level of violence, whether or not the child is aware of what is
36
happening. The activities may involve physical contact, including assault by penetration (for example, rape or oral sex) or nonpenetrative acts such as masturbation, kissing, rubbing and touching outside of clothing. They may also include non-contact activities, such as involving children in looking at, or in the production of, sexual images, watching sexual activities, encouraging children to behave in sexually inappropriate ways, or grooming a child in preparation for abuse (including via the internet). Sexual abuse is not solely perpetrated by adult males. Women can also commit acts of sexual abuse, as can other children (HM Government, 2015: p.93 dalam National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), 2013). The National Child Traumatic Stress Network (NCTSN) menjelaskan bahwa pelecehan seksual pada anak adalah interaksi yang terjadi antara anak dan orang dewasa dimana anak dimanfaatkan sebagai pelaku perangsang seksual atau sebagai pengamat seks (NCTSN, 2009). Bentuk kekerasan seksual pada anak terjadi dengan sentuhan dan tanpa sentuhan. Perilaku yang menggunakan sentuhan mencakup sentuhan pada area privasi dari korban seperti vagina, penis, payudara, bokong, kontak mulut dengan alat kelamin, atau hubungan seksual. Sedangkan, perilaku yang tidak menggunakan sentuhan seperti menyuruh anak untuk telanjang agar pelaku mendapat kepuasan atau memperlihatkan sesuatu yang bersifat pornografi pada anak (NCTSN, 2009). Kekerasan seksual pada anak mencakup hubungan seksual,
37
inses, perkosaan, sodomi, prostitusi, pornografi, rangsangan seksual, perabaan, memperlihatkan kemaluan pada anak untuk kepuasan seksual, memaksa anak memegang kemaluan orang lain, dan memaksa anak untuk melihat kegiatan seksual (Erlinda, 2014). 2. Dampak Dampak dari korban kekerasan seksual biasanya terlihat beberapa tahun kemudian setelah kekerasan tersebut terjadi. Dampak yang terjadi dapat pada fisik dan psikis. Dampak psikologi akan memberi dampak yang lebih panjang daripada dampak yang terjadi pada fisik (NSPCC, 2013). Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual biasanya menunjukkan tanda dan gejala dengan perubahan perilaku sehari-hari seperti mimpi buruk, masalah tidur, ketakutan tanpa alasan yang jelas; perubahan kepribadian seperti cemas, marah, menarik diri, murung, perubahan kebiasaan makan; depresi; anak yang lebih besar biasanya bertingkah seperti anak kecil seperti mengompol atau menghisap jempol; ketakutan pada suatu tempat tanpa alasan yang jelas atau menolak untuk bersama orang yang lebih dewasa tanpa alasan; menunjukkan perlawanan terhadap rutinitas seperti mandi, toileting, atau melepaskan baju walaupun pada situasi yang tepat; bermain, menulis, bermimpi atau menggambar sesuatu tentang seks atau sesuatu yang menakutkan; menolak untuk menceritakan rahasianya kepada orang lain; perut, mulut, alat kelamin sering terasa sakit tanpa alasan; terkadang berdiskusi yang berbau seks; menjalin hubungan spesial
38
dengan orang yang lebih tua; melakukan hal yang membahayakan dirinya (NCTSN, 2009). E. Anak Prasekolah 1. Pengertian Anak usia prasekolah adalah anak dalam rentang usia 3-6 tahun (Wong et al., 2008 dan Potter dan Perry, 2005). Usia prasekolah adalah usia transisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan yang berada dalam usia 3-6 tahun (Davies, 2011). Kliegman et al., (2011) menyebutkan dalam bukunya bahwa rentang usia anak prasekolah adalah 3-5 tahun. 2. Tumbuh Kembang a. Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Biologis Pertumbuhan fisik anak prasekolah cenderung akan stabil dibandingkan sebelumnya (Kliegman et al., 2011). Penambahan berat badan mencapai 2-3 kg setiap tahunnya dan penambahan tinggi badan mencapai 5-5,7 cm setiap tahunnya (Wong et al., 2008). Kepala anak prasekolah hanya tumbuh 5 cm setiap tahunnya sampai berusia 18 tahun (Kliegman et al, 2011). Anak usia 5 tahun terlihat lebih ramping dengan kaki yang proporsional (Davies, 2011). Koordinasi otot mengalami peningkatan sehingga anak menjadi lebih seimbang dalam berjalan, berlari, naik dan turun tangga, dapat mengendarai sepeda roda tiga, bahkan melompat. Motorik halus mulai berkembang menjadikan anak prasekolah
39
sudah mulai dapat memakai baju sendiri dan membuat bentuk seperti lingkaran, segiempat, segitiga, dan lainnya sehingga anak prasekolah dapat belajar untuk menulis huruf dan angka. Perkembangan dan pertumbuhan tulang masih belum matur sehingga aktivitas atau olahraga yang terlalu berat dapat mencederai jaringan yang halus. Anak juga belajar toilet training (Wong et al., 2008; Potter dan Perry, 2005). b. Perkembangan Psikososial Perkembangan psikososial menurut Erikson dalam bukunya Kliegman et al., (2011) anak prasekolah memasuki fase inisiatif versus rasa bersalah. Anak berada pada masa belajar, energik, semangat untuk bermain, bekerja, mempelajari lingkungan sekitarnya, dan membuat pertemanan baru. Rasa bersalah muncul saat anak telah melampaui batas kemampuan mereka atau karena anak bersikap yang tidak benar dan tidak sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Anak sudah mulai belajar dari kesalahan menandakan perkembangan superego atau kesadaran sudah mulai berkembang. Permainan anak prasekolah telah berkembang dari permainan pararel ke permainan asosiatif. Bermain membuat anak belajar
sambil
beraktivitas
fisik,
meningkatkan
imajinasi,
bersosialisasi dengan teman sebaya, dan berlatih peran menjadi orang dewasa (Wong et al., 2008 dan Potter dan Perry, 2005).
40
c. Perkembangan Kognitif Teori Piaget tentang kognitif menyebutkan bahwa anak prasekolah memasuki tahap pemikiran preoperasional (Potter dan Perry, 2005). Fase praoperasional terbagi menjadi dua tahap, yaitu fase prakonseptual usia 2-4 tahun dan fase intuitif usia 4-7 tahun (Wong et al., 2008). Fase prakonseptual ditandai dengan pemikiran atau persepsi yang terbatas, mereka menilai suatu benda, orang, dan kejadian dari tampilan luar atau dari kejadian yang meraka lihat, dengar, dan alami. Fase intuituf mulai berkembang pada sekitar usia 4 tahun ditandai dengan kemampuan anak untuk berpikir lebih luas, meraka dapat mengklasifikasikan benda berdasarkan ukuran atau warna. Pikiran anak prasekolah bersifat magis dimana keyakinan atau
harapan
yang
tidak
realistis,
terjadi
animisme
(menghubungkan motivasi untuk benda mati dan kejadian). Terjadi kebingungan sebab-akibat, anak prasekolah menganggap suatu kejadian terjadi karena kejadian khusus ke kejadian yang lebih umum seperti anak yang dirawat di Rumah Sakit (RS) menangis dan mendapat suntikan di malam hari padahal suntikan tersebut diberikan dalam 2 kali sehari, pada saat itu anak sudah dapat di ajarkan aturan sebab akibat sehingga anak dapat berpikir logis yang lebih formal. Egosentris sudah mulai berkurang pada pada akhir usia 3 tahun menjadi interaksi sosial dengan lingkungan dan mulai mempertimbangkan sudut pandang orang lain. Penggunaan
41
bahasa menjadi lebih banyak tetapi belum mengerti makna dari kata-kata tersebut. d. Perkembangan Moral Perkembangan moral menurut teori Kohlberg pada anak prasekolah berada pada tingkat paling dasar. Usia 2-4 tahun masuk dalam fase yang berorientasi pada hukuman dan patuhan. Anak menilai baik atau buruknya suatu tindakan atau sikap dilihat dari hasilnya, yaitu diberikan penghargaan atau hukuman. Ketika anak bersikap salah dan orang tua membiarkannya maka anak akan menganggap hal tersebut adalah baik. Usia sekitar 4-7 tahun anak memasuki fase orientasi instrumental naif, dimana tindakan dilakukan untuk kepuasannya sendiri dan jarang memikirkan kebutuhan orang lain (Wong et al., 2008). e. Perkembangan Psikoseksual Perkembangan seksual penting untuk identitas diri dan kepercayaan diri sebagai individu. Teori Frued menyebutkan anak prasekolah memasuki masa phallic/oedipal (Klieghman et al, 2011). Anak mendapat kenikmatan dengan mengeksplorasi area genitalnya seperti mengelus atau memanipulasinya. Anak usia prasekolah sudah dapat memahami perbedaan gender antara lakilaki dan perempuan yang mereka pelajari dari aktivitas sehari-hari seperti perbedaan mainan antara anak laki-laki dan perempuan, baju yang dikenakan anak laki-laki dan perempuan, dan lainnya yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Keingintahuan
42
anak usia prasekolah tentang seksualitas juga berkembang seperti keingintahuan darimana bayi berasal. Keingintahuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan anak nama-nama bagian genitalia sesuai gender (Potter dan Perry, 2005). f. Perkembangan Sosial Proses individualisasi-perpisahan sudah komplet pada anak prasekolah. Anak sudah mampu mengatasi rasa takutnya kepada orang lain sehingga anak dapat berhubungan dengan orang-orang yang baru dikenalnya dan sudah mulai bisa memahami perpisahan sementara dengan orang tuanya. Anak prasekolah sudah mampu mengemukakan
keinginan
mereka
dengan
mandiri
karena
perkembangan kognitif anak semakin halus. Anak 4-5 tahun sudah dapat mematuhi peringatan akan bahaya, tetapi anak 3 atau 4 tahun kadang-kadang masih belum dapat mematuhi peringatan. Anak semakin menyadari posisi dan peran mereka dalam keluarga (Wong et al., 2008). g. Perkembangan Spiritual Anak mengetahui tentang keyakinan dan agama didapatkan dari orang tua dan praktik keagamaan mereka (Kenny, 1999 dalam Wong et al., 2008). Pemahaman anak mengenai keagamaan dipengaruhi oleh perkembangan tingkat kognitifnya. Anak masih memiliki konsep Tuhan secara fisik dan pemahaman tentang ritual keagamaan masih terbatas. Anak usia prasekolah mulai menghafal doa-doa singkat, mempelajari kebenaran dan kesalahan dalam
43
berperilaku. Anak usia prasekolah perlu diajarkan bahwa Tuhan adalah sebagai pemberi cinta bagi semua orang tanpa terkecuali, bukan sebagai penentu perbuatan baik atau benar karena anak prasekolah seringkali menganggap kesakitan yang dialaminya karena hukuman yang diberikan akan kesalahannya (Wong et al., 2008). h. Perkembangan Citra Tubuh Perkembangan citra tubuh mulai berkembang pada usia prasekolah dimana anak sudah dapat mengemukakan pendapat penampilan yang diinginkannya dan yang tidak diinginkannya. Mereka mulai mengenali perbadaan warna kulit, mengenali makna ―cantik‖ atau ―buruk‖, membandingkan ukuran tubuhnya dengan teman sebaya. Pengetahuan mengenai anatomi dalam tubuh masih terbatas dimana anak merasa takut dengan kajadian yang merusak kulit mereka seperti suntikan atau pembedahan karena anak menganggap hal tersebut akan membuat semua darah yang ada di dalam tubuhnya akan keluar (Wong et al., 2008). 3. Pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau prasekolah merupakan upaya pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya) dalam membantu pembelajaran anak dari sejak lahir hingga usia enam tahun melalui berbagi pengalaman dan memberi stimulus agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal sesuai
dengan
nilai
dan
normal
kehidupan.
Upaya
untuk
44
perkembangan potensi anak dilakukan pada usia dini dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki karena pada usia ini anak memasuki periode emas. Namun, tidak berarti anak harus diberikan pelajaran-pelajaran yang tidak sesuai dengan usia mereka. Solehudin (2000) menyebutkan lima fungsi dasar dalam perkembangan PAUD: 1) pengembangan potensi 2) penanaman dasar aqidah keimanan 3) pembentukan
dan
pembiasaan
perilaku
yang
diharapkan
4)
pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan 5) pengembangan motivasi dan sikap belajar yang postitif (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2009). Pendidikan yang diberikan pada anak dalam hal ini mengenai pendidikan seksual diharapkan akan terbentuk pondasi yang kuat bagi perkembangan pola pribadi dan perilaku anak diwaktu mendatang. Goleman (1995) mempunyai pandangan bahwa pendidikan yang diberikan pada usia dini akan membentuk kerangka dasar pada anak dalam perkembangan kepribadian dan perilaku. PAUD berfungsi komprehensif, selain berfungsi untuk memberikan pelajaran secara akademis, tetapi juga menstimulasi perkembangan intelektual, psikososial, motorik, serta keyakinan dan perilaku keagamaan bagi anak. Solehudin (2003) menyebutkan karakteristik anak dalam belajar adalah unik, egosentris, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, eksploratif dan berjiwa petualang, mengekspresikan perilaku secara relatif dan spontan, kaya dengan fantasi, mudah frustasi, kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, memiliki
45
daya perhatian yang masih pendek, bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, serta semakin menunjukkan minat terhadap teman. 4. Metode Belajar Anak Usia Dini Metode belajar pada anak usia dini menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007) dibagi berdasarkan rentang usia. Anak usia 3-4 tahun sesuai dengan perkembangan kognitifnya dapat menggunakan metode belajar dengan bercerita, membacakan atau mendengarkan sajak-sajak sederhana, mengenal tanda-tanda gambar, dan membaca buku anak. Aktivitas bermain konstruktif dan dramatik juga dilakukan dalam proses belajar. Aktivitas tersebut dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kemampuan berpikir, kreativitas, perilaku sosial, bahkan perilaku moral anak. Latihan untuk melakukan hal sederhana dalam kegiatan sehari-hari seperti mencuci tangan dapat digunakan untuk membentuk rasa tanggung jawab anak (Solehudin, 2000 dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007). Anak usia 4-5 tahun sesuai dengan perkembangannya dapat melakukan proses belajar dengan melibatkan dalam kegiatan-kegiatan permainan manipulatif, konstruktif, dan dramatik untuk melatih konsentrasi anak. Manggambar atau membuat suatu bentuk membantu anak mempersiapkan diri untuk belajar keterampilan akademik dasar pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Kegiatan yang melibatkan anak dengan berlatih menulis kata-kata yang menarik bagi mereka dapat mengembangkan kemampuan literacy. Pengenalan konsep matematis
46
pada anak dapat dilakukan dengan kegiatan yang melibatkan angka, permainan problematik, cerita yang lebih panjang, dan kegiatan sejenisnya. Anak usia 5-6 tahun pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan anak usia sebelumnya, namun dengan tantangan yang lebih besar seperti melibatkan anak dalam permainan yang mempunyai aturan (Solehudin, 2000 dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007). Metode-metode yang dapat digunakan pada anak prasekolah sebagai berikut (Moeslichatoen, 2004): 1. Metode Bermain Proses bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi bagi anak-anak. Anak akan belajar cara berkomunikasi dengan lingkungan sekitar, dengan sosial, dengan diriya sendiri, dapat mengembangkan fantasi, imajinasi, serta kreativitasnya (Yuriastien et al., 2009). 2. Metode Cerita Metode cerita adalah metode belajar mengajar dimana guru menyampaikan informasi dengan cara bercerita kepada murid. Metode ini bersifat satu arah dimana perhatian terpusat pada guru dan anak murid mendengarkan (Fathurrohman dan Sutikno, 2007). 3. Metode Bercakap-cakap Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai sesuatu antara dua orang atau lebih. Kegiatan ini
47
biasanya dibangun dalam suasana akrab dan sopan (Andayani, 2015). 4. Metode Karyawisata Metode karyawisata adalah metode yang mengembangkan pengalaman dan aktivitas lapangan (Prayito, 2009). Guru mengajak peserta didik mempelajari suatu objek. Metode karyawisata berguna bagi siswa dalam memahami kehidupan nyata beserta permasalahannya (Suyanto dan Jihad, 2013). 5. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan cara memperagakan benda, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Syah, 2000 dalam Simamora, 2009). Tujuan dari metode demonstrasi adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu (Nursalam dan Efendi, 2008). 6. Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas dilakukan setelah selesai suatu pokok bahasan, guru memberikan tugas kepada perserta didik untuk mengembangkan bahasan yang telah dipelajari agar peserta didik dapat berpikir kreatif, analisis serta memiliki wawasan yang luas (Wicaksono et al., 2015).
48
7. Metode Proyek Metode proyek adalah metode pembelajaran yang bertujuan untuk melatih anak bertanggung jawab dan berpikir kreatif dalam melakukan pekerjaan yang menjadi tujuan proyek secara tuntas (Moeslichatoen, 2004). F. Pengetahuan 1. Pengertian Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu seseorang yang diperoleh dari penginderaan manusia (mata, hidung, telinga, kulit, lidah). Pengetahuan dipengaruhi oleh seberapa intens waktu indera memerhatikan dan memahami objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan didapat melalui indera pendengaran dan indera penglihatan. Tingkat pengetahuan sesorang dibagi menjadi enam tingkatan : a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah disimpan sebelumnya setelah mendapat pengetahuan tertentu. Cara mengevaluasi tahu seseorang dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait materi. b. Memahami (comprehension) Memahami tidak sekedar tahu dan menyebutkan suatu objek tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek tersebut.
49
c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan seseorang telah memahami tentang suatu objek dengan menggunakan atau mengaplikasikan prinsip tersebut pada situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan, memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang sudah diketahui. e. Sintetis (synthesis) Sintesis
menunjukkan
kemampuan
seseorang
untuk
merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian
terhadap
suatu
objek.
Penilaian
didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma yang telah ditentukan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain, menurut Mubarak (2007): a. Pendidikan Pendidikan adalah proses belajar untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui pola
50
tertentu. Pendidikan didapatkan atau diberikan secara formal dan non formal. b. Usia Semakin bertambah usia semakin berkembang pula daya tangkap, pola pikir, dan daya ingat dalam pendidikan, sehingga pengetahuan yang didapat juga semakin baik. Namun, ada usia tertentu menjelang lanjut usia kemampuan untuk mengingat dan daya tangkap akan menurun sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan. c. Minat dan kreativitas Minat
adalah
kecenderungan
hati
melakukan
atau
mempelajari sesuatu yang diawali dengan rasa senang dan rasa tertarik. Sedangkan kreativitas merupakan kelenturan diri dalam mengelaborasi potensi pribadi dengan pencapaian citacita (Mulyodiharjo, 2010). d. Pengalaman Pengalaman suatu kejadian yang pernah dialami sesorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman dapat membentuk sesorang dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan objek. e. Kebudayaan Pandangan agama dan etnis dapat mempengaruhi seseorang dalam mendapatkan informasi atau pengetahuan seseorang,
51
khususnya
dalam
penerapan
nilai-nilai
keagamaan.
Kebudayaan juga dapat membentuk sikap seseorang. f. Informasi Informasi diperoleh dari mana saja, salah satunya dari media massa yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan afektif. Fungsi kognitif menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, sikap, keyakinan masyarakat dan penjelasan nilainilai tertentu. G. Penelitian Terkait 1. Penelitian Darajat et al., (2015) dengan judul ―Efektivitas Pendidikan Gizi dengan Metode Dongeng Terhadap Pengetahuan Siswa Tentang Gizi Seimbang di SDN 3 Makamhaji Kartasura‖ yang dilakukan kepada 41 siswa dengan menggunakan metode kuasi eksperimen menunjukkan nilai p=0.000 yang artinya terdapat pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan. Nilai pengetahuan siswa bertambah dari 29,3% menjadi 61% setelah dilakukan pendidikan gizi dengan metode dongeng. Hasil uji t-tes berpasangan menunjukkan p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan gizi. 2. Rachmayanti (2013) dengan judul ―Penggunaan Media Panggung Boneka
Dalam
Pendidikan
Personal
Hygiene
Cuci
Tangan
Menggunakan Sabun di Air Mengalir‖ dilakukan kepada murid kelas 1 SD Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah yang terbagi dalam kelompok panggung boneka dan kelompok ceramah. Dari hasil
52
penelitian ada perbedaan pengetahuan dan keterampilan sebelum dan sesudah pada kedua kelompok. Nilai pengetahuan pada kelompok ceramah adalah 86,2% sedangkan pada kelompok boneka 56,6%. Hasil wilcoxon singed rank test pada kedua kelompok didapatkan p=0.000 yang berarti ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan. 3. Edyati dan Ery (2013) mengadakan penelitian tentang ―Pengaruh Penyuluhan Kesehatan dengan Media Video Terhadap Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Siswa SD Negeri 1 Kepek Pengasih Kulon Progo‖ yang dilakukan terhadap 36 siswa kelompok eksperimen dan 36 siswa kelompok kontrol. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan uji statistik menggunakan uji Mann Whitney. Hasil uji
didapatkan
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
terhadap
pengetahuan siswa dengan nilai p.value pengetahuan <0.05. 4. Penelitian Septiananingrum
(2015) tentang Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Cuci Tangan dengan Media Audiovisual (Video) dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak SD di Kota Yogyakarta‖ yang dilakukan kepada 105 siswa kelas 4 dan 5 SD yang terdiri dari 35 siswa pada kelompok kontrol dan 68 siswa pada kelompok intervensi. Hasil Uji Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan anak sesaat setelah intervensi diberikan antara kelompok kontrol dan intervensi (p<005). Sedangkan hasil Uji Wilcoxon didapatkan bahwa terdapat perbedaan perbedaan yang siginifikan (p<0.05) antara nilai pretest-posttest 1 pengetahuan anak pada kelompok intervensi dan kontrol.
53
5. Lubis at al., (2016) yang meneliti tentang Perbedaan Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Audiovisual Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawatan Karies Gigi Anak di Wilayah Puskesmas Wonosegoro II yang dilakukan kepada 30 siswa siswa-siswi kelas V SD Gunungsari II dan 30 siswa kelas V SD Repaking I Wonosegoro, Boyolali. Terjadi peneingkatan nilai pengetahuan post test pada kedua kelompok. Kelompok metode ceramah meningkat dari 40% kategori cukup menjadi 70% dalam ketegori cukup. Kelompok media audioviual meningkat dari 40% kategori kurang menjadi 63,3% dalam ketegori cukup. Hasil uji paired sample test kedua kelompok media pada tingkat pengetahuan diperoleh nilai p<0.05. Hasil uji independent sample test diperoleh nilai p<0.05.
54
H. Kerangka Teori Kekerasan seksual pada anak dengan sentuhan atau tidak dengan sentuhan
Dampak kekerasan seksual pada anak: Fisik dan psikologis
Upaya preventif
Pendidikan seksual pada anak prasekolah: Personal safety skill
Tumbuh kembang anak prasekolah : - Fisik - Psikososial - Kognitif 2-4 tahun fase prakonseptual 4-7 tahun fase intuitif - Moral - Psikoseksual - Sosial - Spiritual - Citra tubuh
Metode: -
Bermain Bercerita Karyawisata Bercakap-cakap Demonstrasi Proyek Pemberian tugas
Media -
Lihat Dengar Lihat-dengar : video, cerita boneka
Faktor yang mempengaruhi: -
Pendidikan Usia Minat dan kreativitas Pengalaman Kebudayaan Informasi
Pengetahuan anak prasekolah tentang pendidikan seksual: Personal safety skill
Bagan 2.2 Kerangka Teori dimodifikasi dari teori (Wong et al., 2008; Potter dan Perry, 2005; Fitriani, 2011; Mubarak, 2007; Mashudi, 2015; Wurtele and Kenny, 2011)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah bagian penting dari penelitian. Kerangka konsep akan mempermudah peneliti untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori ilmiah yang ada (Nursalam dan Efendi, 2008). Kerangka konsep didefinisikan sebagai penggambaran secara umum dari hal-hal yang khusus yang terdiri dari veriabel-variabel penelitian yang saling berhubungan. Penelitian kuantitatif, kerangka konsep dibuat dalam bentuk gambar atau diagram untuk menghasilkan sebuah hipotesis (Notoadmodjo, 2010 ; Swarjana, 2012). Peneliti mengidentifikasi pendidikan seksual pada anak prasekolah dengan
pemutaran
video
dan
cerita
merupakan
variabel
bebas
(independen), sedangkan pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill merupakan variabel terikat (dependen).
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pendidikan seksual pada anak prasekolah dengan pemutaran video dan cerita boneka
Pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill
Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian mengenai perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill
55
56
B. Definisi Operasional Definisi operasional adalah pemberian definisi secara operasional terhadap variabel penelitian berdasarkan dengan konsep teori agar variabel tersebut dapat diukur baik oleh peneliti maupun peneliti lain (Swarjana, 2012).
No 1
Variabel Independen Pendidikan seksual
Definisi Proses penyampaian materi pendidikan seksual pada anak prasekolah dengan metode video pada kelompok A dan metode cerita boneka pada kelompok B.
2
Hasil dari tahu terhadap materi Dependen Pengetahuan yang telah diberikan mengenai anak tentang personal safety skill: personal Body ownership safety skill Touch Assertiveness The „No-Go-Tell‟ sequence Secrecy Intuition Support system Blame
Tabel 3.2 Definisi Operasional Cara Ukur Observasi: dilakukan 1 kali setalah pre-test pada kelompok A dan kelompok B
Responden diberikan pertanyaan sebelum dilakukan intervensi (pretest) dan setelah dilakukan intervensi (post-test).
Alat Ukur Lembar observasi
Hasil Ukur Yang mengikuti kegiatan ada 2 kelompok: 1=kelompok A (video) 2=kelompok B (cerita boneka)
Skala Nominal
Kuesioner II
Menggunakan skala Guttmann dimana jika jawaban salah diberi nilai 0 dan jika benar diberi nilai 1
Interval
57
C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara untuk sebuah masalah penelitian yang telah dirumuskan berdasarkan kerangka teori yang ada (Djiwandono, 2015). Hipotesis merupakan sebuah proporsi yang menunjukkan hubungan di antara dua atau lebih konsep, atau interkoreksi di antara konsep (Corbetta, 2003 dalam Swarjana, 2012). Hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan seksual dengan metode video terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill Ha : Ada pengaruh pendidikan seksual dengan metode video terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill 2. Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan seksual dengan metode cerita boneka terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill Ha : Ada pengaruh pendidikan seksual dengan metode cerita boneka terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill 3. Ho : Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok video dan cerita boneka pada pendidikan seksual
terhadap
pengetahuan
anak
prasekolah tentang personal safety skill Ha : Ada perbedaan signifikan antara kelompok video dan cerita boneka pada pendidikan seksual prasekolah tentang personal safety skill
terhadap
pengetahuan
anak
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah strategi atau rancangan yang digunakan peneliti untuk mengidentifikasi permasalahan, mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan, merancang teknik pengumpulan data dan analisis data, serta mencapai tujuan atau menjawab pertanyaan penelitian (Nursalam dan Efendi, 2008). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasi Experiment dengan pre-test and post-test with control group design. Peneliti ini melalukan uji coba dua intervensi berbeda kepada dua kelompok berbeda. Desain penelitian ini digunakan untuk menguji perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Pengukuran pengetahuan dilakukan sebelum diberikan intervensi (pre-test) dan setelah diberikan intervensi (post-test).
Study group A
Intervensi A: Video
Study group A Compare
Study group B
Intervensi B: Cerita boneka
Study group B
Bagan 4.1 Bentuk rancangan penelitian
58
59
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di TK Nurul Amal yang ada di Kelurahan Pondok Bahar Kota Tangerang Banten pada bulan April 2016. C. Populasi, Sampel, dan Sampling 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan orang, benda, atau wilayah yang akan diteliti. Populasi dibagi menjadi dua, yaitu terbatas dimana jumlahnya diketahui dan tidak terbatas dimana jumlahnya tidak diketahui (Wasis, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah anak prasekolah di TK Nurul Amal sebanyak 40 orang. 2. Sampel dan Sampling Sampel adalah bagian dari populasi yang akan yang diambil dengan menggunakan cara tertentu untuk dipergunakan sebagai subjek penelitian. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Wasis, 2008; Nursalam dan Efendi, 2008). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan total sampling dimana semua anggota populasi dijadikan sampel penelitian (Lusiana et al., 2015). Gay (1992) dalam Umar (2011) mengatakan untuk quasi experiment membutuhkan minimal 15 subjek perkelompok. Sampel yang dijadikan responden adalah yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu anak dengan rentang usia 4 sampai 6 tahun, anak yang belum pernah mendapat pendidikan seksual, dan anak yang diizinkan menjadi responden oleh orang tua mereka. Jumlah sampel yang masuk
60
dalam kriteria inkulusi berdasarkan usia yang telah peneliti buat adalah sebanyak 34 anak, lalu peneliti membagi sampel tersebut menjadi dua kelompok berdasarkan nomor responden ganjil dan genap. Responden bernomor ganjil dimasukkan dalam kelompok A (video) dan responden bernomor genap dimasukkan dalam kelompok B (cerita boneka) sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 17 orang. Namun, pada hari pengambilan data, pada kelompok A terdapat 2 anak yang tidak hadir, dan pada kelompok B terdapat 3 anak yang tidak hadir serta 1 anak drop out karena tidak kooperatif dalam pelaksanaan pengambilan data. Sehingga, jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 28 orang dimana 15 orang pada kelompok A dan 13 orang pada kelompok B. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah dibuat untuk memperoleh data sesuai yang diinginkan (Wasis, 2008). Kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu kuesioner I mengenai data umum responden yang diisi oleh orang tua responden dan kuesioner II yang berkaitan dengan pengetahuan responden tentang personal safety skill yang diisi sesuai jawaban responden saat ditanyakan oleh fasilitator. Kuesioner B dikembangkan sendiri oleh peneliti sesuai dengan tinjauan pustaka dan materi yang diberikan saat intervensi berdasarkan video yang telah dibuat oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dan didukung oleh UNICEF tahun 2014
61
berjudul ―Kisah Si Aksa‖. Skala yang digunakan dalam kesioner ini adalah menggunakan skala Guttman dimana diberi nilai 0 jika jawaban salah dan diberi nilai 1 jika jawaban benar.
Varibel Data Demografi (kuesioner I) Pegetahuan tentang personal safety skill (kuesioner II)
Table 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian Parameter Jumlah Pertayaan Nama, umur, kelas, pendidikan 6 seksual Body ownership 4 Touch dan 2 Assertiveness The „No-Go-Tell‟ sequence dan 4 Secrecy Intuition 2 Support system 2 Blame 3
Nomor Pertayaan 1,2,3,4,5,6 3,4,11,12 5,6 7,8,9,10 1,2 13,14 15,16,17
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dapat digunakan sebagai instrumen penelitian apabila telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan instrumen tersebut apakah dapat benar-benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya, dengan kata lain instrumen tersebut tetap konsisten apabila di uji coba dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas pada penelitian ini pertama-tama adalah menggunakan validitas konten (content validiy) kepada Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep, Sp.Kep.An dan Ns. Mardiyanti, M.Kep., MDS, setelah disetujui oleh validator peneliti melakukan uji keterbacaan kuesioner kepada 5 orang. Setelah itu peneliti melakukan
62
validasi kepada responden ujicoba sebanyak 31 anak prasekolah di TK Tunas Remaja yang berlokasi di kelurahan yang sama dengan TK tempat penelitian, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 19 pertanyaan. Kemudian di uji menggunakan Pearson Product Moment menghasilkan 14 pertanyaan yang valid dan 5 tidak valid. Kemudian peneliti mengeliminasi 2 butir pertanyaan karena sudah terwakili oleh pertanyaan yang lain dan merubah redaksi pada 3 butir pertanyaan karena dianggap penting. Sedangkan untuk menguji realibilitasnya menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) untuk mengukur rata-rata konsistensi interna pada setiap butir pertanyaan (Dharma, 2011). Hasil hitung KR-20 menghasilkan nilai reliabelnya 0.87 yang artinya sangat bagus sehingga kuesioner tersebut dapat digunakan dalam penenlitian (Budiharto, 2008).
Rumus Pearson Product Moment :
rhitung =
𝑛 ∑X𝑖Y𝑖 − ∑X𝑖 ∑Y𝑖 𝑛.∑X𝑖 2 − ∑X𝑖 2 . 𝑛.∑Y𝑖 2 − ∑Y𝑖 2
Keterangan: rhitung
= koefisien
kerelasi
n
= jumlah responden uji coba
X
= skor tiap item
Y
= skor seluruh item responden
63
Rumus KR-20 (Zulfikar dan Budiantara, 2014): r11 = (
−
)(
−∑
)
Keterangan: r11
= koefisien reliabilitas
k
= banyaknya butir pertanyaan
Vt
= varians total
p
= proporsi subyek yang menjawab butir dengan benar (proporsi subyek yang mempunyai skor 1)
q
= proporsi subyek yang mendapat skor 0 (q= 1 – p)
F. Tahapan Pengambilan Data Tahapan pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peneliti menentukan tempat dan subjek. 2. Peneliti membuat surat perizinan penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta untuk diajukan ke pihak sekolah. 3. Peneliti menemui kepala sekolah untuk meminta izin mengadakan penelitian dan mengambil data, serta membuat kontrak tentang jadwal pengambilan data agar dipersiapkan calon responden. 4. Peneliti mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian. 5. Peneliti mendatangi pihak sekolah kembali untuk memberikan gambaran materi yang akan diberikan dan merencanakan kegiatan dengan pihak sekolah. 6. Peneliti mendatangi sekolah pada hari yang telah disepakati dan menemui orang tua dari calon responden untuk membagikan kuesioner I agar mendapatkan responden tetap.
64
7. Pada hari pengambilan data, peneliti mengumpulkan responden bernomor ganjil di suatu ruangan untuk diberikan intervensi dengan pemutaran video. Setelah intervensi pertama selesai, peneliti mengumpulkan responden bernomor genap untuk diberikan intervensi melalui cerita boneka. Evaluasi dilakukan setelah intervensi pada masing-masing kelompok. 8. Peneliti mengundurkan diri dan berpamitan kepada responden dan pihak sekolah. 9. Peneliti melakukan analisa data dari hasil pengisian kuesioner sebelum dan setelah diberikan intervensi. G. Prosedur Intervensi a. Menentukan responden Memilih kelompok umur anak prasekolah untuk dijadikan responden penelitian sesuai dengan tinjauan pustaka. Responden dalam penelitian ini adalah anak prasekolah yang berada dalam rentang usia 4-6 tahun. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan pendidikan pada anak untuk di evaluasi hasilnya berupa pengetahuan sehingga dipilih anak yang belum pernah mendapat pendidikan seksual tentang personal safety skill. Sebagai etika penelitian, peneliti memilih anak yang telah diizinkan oleh orang tuanya untuk menjadi partsipan penelitian. b. Mendata data demografi responden dan inform concent Sebelum dilakukan intervensi, peneliti menyebarkan kuesioner I dan lembar inform concent untuk diisi oleh orang tua responden.
65
Setelah didapatkan jumlah responden yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, peneliti menomori kuesioner I responden dan membagi menjadi 2 kelompok yang diurutkan berdasarkan nomor ganjil dan genap. Responden bernomor ganjil dimasukkan ke dalam kelompok
A
(video)
sedangkan
responden
bernomor
ganjil
dimasukkan ke dalam kelompok B (cerita boneka). c. Intervensi dan Evaluasi 1. Intervensi Video Intervensi dilakukan dihari berikutnya. Intervensi video diberikan pada jam pertama dilanjutkan dengan intervensi B pada jam
berikutnya.
Sebelum
intervensi
dimulai,
anak-anak
melakukan rutinitas pagi yaitu baris berbaris, kemudian peneliti dibantu oleh guru memanggil nama anak-anak yang masuk ke dalam intervensi video untuk masuk ke kelas, dan selebihnya belajar dengan guru masing-masing. Proses intervensi pertama-tama dilakukan dengan hiburan berupa bernyanyi bersama. Setelah kondisi sudah kondusif peneliti memperkenalkan diri dan memperkenalkan fasilitator kepada responden. Setelah perkenalan, peneliti membagikan kuesioner II pada fasilitator untuk ditanyakan kepada responden sebagai pretest dan fasilitator menulis jawaban yang diberikan responden. Setelah semua kuesioner pretest terkumpul peneliti mulai memutarkan video pendidikan seksual berjudul ―Kisah Si Aksa‖ yang berdurasi selama 1 menit 59 detik. Setelah menonton
66
video, peneliti melalukan evaluasi dengan membagikan kembali kuesioner kepada fasilitator untuk ditanyakan kepada responden dan ditulis sesuai jawaban responden sebagai post-test. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner kembali dan menyimpulkan apa yang sudah di tonton oleh responden. Saat intervensi video, peneliti menjadi moderator, terdapat observer
untuk
mengobservasi
selama
acara
intervensi
berlangsung, terdapat 4 fasilitator yang untuk memfasilitasi responden dan menanyakan kuesioner kepada responden. b. Intervensi Cerita Boneka Setelah intervensi video dan jam istirahat selesai, peneliti dibantu oleh guru memanggil responden yang masuk ke dalam intervensi cerita boneka ke dalam kelas. Pertama-tama dilakukan bernyanyi bersama. Setelah kondisi sudah kondusif peneliti mulai memperkenalkan diri dan fasilitator kepada responden. Setelah perkenalan, dilakukan pretest dengan dibagikan kuesioner II kepada fasilitator untuk ditanyakan dan diisi sesuai jawaban responden. Setelah pretest, dilanjutkan dengan pertunjukkan cerita boneka berjudul ―Kisah Aksa dan Geni‖ sekitar 15 menit. Setelah menonton cerita boneka, dilakukan evaluasi berupa post-test. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner kembali dan menyimpulkan apa yang sudah ditonton oleh responden.
67
Saat intervensi cerita boneka peneliti manjadi moderator, terdapat observer untuk mengobservasi selama acara intervensi berlangsung, terdapat 3 fasilitator yang untuk memfasilitasi responden pada saat cerita boneka sedang berlangsung karena 1 fasilitator betugas menjadi pemeran tokoh boneka dan kembali menjadi fasilitator setelah cerita boneka selesai. Terdapat 4 pemeran tokoh boneka yang berperan sebagai Ibu, Aksa, Geni, dan orang asing. Ibu sebagai tokoh yang memberikan pendidikan seksual tentang personal safety skill kepada Aksa dan Geni. Aksa dan Geni sebagai tokoh anak yang menjadi sasaran pelecehan seksual. Orang asing sebagai orang yang mencoba melakukan pelecehan seksual kepada Aksa dan Geni. Cerita boneka ini menceritakan dua orang anak yang akan mendapat pelecehan seksual dari orang asing namun mereka menolak karena sudah diberikan pendidikan personal safety skill oleh ibu mereka. H. Pengolahan Data Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data/angka dari kelompok data mentah agar mengandung informasi yang siap disajikan. Proses pengolahan data menggunakan komputer melalui langkah-langkah berikut (Notoatmodjo, 2012): 1. Editing Melakukan pengecekan kelengkapan kuesioner apakah sudah lengkap atau belum.
68
2. Coding Setelah data lengkap, peneliti mengkode jawaban responden dalam bentuk angka 0 jika jawaban salah dan 1 jika jawaban benar. 3. Data Entry Peneliti memasukkan data yeng telah di koding ke dalam software komputer. 4. Cleaning (Pembersihan data) Terakhir, peneliti melalukan pengecekan kembali data yang sudah entry apakah terdapat kesalahan atau tidak dengan melihat missing data pada output pengolahan data di komputer. I. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis
univariat
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Data univariat pada penelitian ini adalah gambaran pengetahuan responden sebelum dan setelah diberikan intervensi baik video maupun cerita boneka. 2. Analisis Bivariat Setelah dilakukan analisis univariat, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dilanjutkan dengan analisis bivariat. Analisis dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau ada korelasinya (Notoatmodjo, 2012). Teknik analisis data bivariat pada penelitian ini adalah analisis inferensial
69
dengan jenis uji hipotesis komparatif numerik berpasangan dan tidak berpasangan. Uji yang digunakan untuk mengetahui beda rerata pengetahuan sebelum dan setelah diberikan intervensi adalah uji t berpasangan (paired t-test). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan rerata
antara
kelompok
video
dan
kelompok
cerita
boneka
menggunakan uji t tidak berpasangan (independent t-test) (Dharma, 2011; Dahlan, 2012). Syarat yang harus terpenuhi dalam uji parametrik adalah skala pengukuran variabel harus numerik, distribusi data harus normal, dan varians data dapat sama ataupun berbeda untuk kelompok berpasangan maupun dua kelompok tidak berpasangan (Dahlan, 2012). J. Etika Penelitian Peneliti hendaknya memegang teguh sikap ilmiah dan etika penelitian. Etika dalam penelitian merujuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, mulai dari proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil penelitian. Etika penelitian berlaku untuk kegiatan penelitian yang melibatkan pihak peneliti, pihak yang diteliti dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Prinsip yang harus dipegang oleh peneliti menurut Milton (1999) dalam Notoatmodjo (2012) sebagai berikut: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk memperoleh informasi tentang tujuan penelitian. Bukti nyata peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti membuat
70
lembar persetujuan (inform concent) yang diisi oleh orang tua responden. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Peneliti
tidak
menampilkan
informasi
mengenai
identitas
responden, seperti nama dan tanggal lahir. Peneliti dapat menggunakan nomor responden untuk anonimity. 3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness). Peneliti menjelaskan kepada orang tua responden dan kepada responden tujuan dilakukannya penelitian ini adalah bentuk dari keterbukaan. Keadilan dapat diperoleh dengan peneliti tidak membedabedakan responden berdasarkan jenis kelamin, ras, etnis dan sebagainya.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di TK Nurul Amal kelurahan Pondok Bahar kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang Banten pada hari kamis tanggal 7 April 2016. Jumlah responden awal yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 34 orang yang peneliti bagi menjadi kelompok A (video) dan kelompok B (cerita boneka) dengan masing-masing kelompok berjumlah 17 orang. Namun, pada hari pengambilan data terdapat 5 orang tidak masuk sekolah (2 dari kelompok video dan 3 dari kelompok cerita boneka) dan 1 orang dari kelompok cerita boneka tidak kooperatif dalam mengikuti intervensi sehingga responden dalam penelitian yang mengikuti pretest, intervensi, dan post-test berjumlah 28 orang (15 kelompok A dan 13 kelompok B). Penelitian berlangsung dari jam 08.30 WIB sampai dengan 11.00 WIB. Intervensi A dilakukan pada jam 08.30 sampai dengan 09.30 WIB, selang 30 menit setelah istirahat intervensi B dilakukan pada jam 10.00 sampai dengan 11.00 WIB. A. Gambaran Lokasi Penelitian TK Nurul Amal berlokasi di Komplek Pondok Bahar Permai Blok FF, Jalan Palmeru Utama RT 004 / RW 07, Karang Tengah, Tangerang, Banten, 15158.
71
72
B. Analisis Univariat 1. Data Demografi Data demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, dan kelas responden, dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5.1 Deskripsi Data Demografi Responden Item Pertanyaan Jawaban Jumlah 4 tahun 7 Usia 5 tahun 14 6 tahun 7 Laki-laki 17 Jenis Kelamin Perempuan 11 KB 1 Kelas A 15 B 12 Pernah mendapat informasi Ya 0 pendidikan seksual pada anak Tidak 28 tentag personal safety skill
N 28 28 28
28
Usia responden berkisar antar 4 sampai 6 tahun. Sebagian besar responden berusia 5 tahun sebanyak 14 orang, 4 tahun sebanyak 7 orang, dan 6 tahun sebanyak 7 orang yang terdiri dari kelas Kelompok Bermain (KB) sebanyak 1 orang, kelas A sebanyak 15 orang, dan kelas B sebanyak 12 orang. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 17 orang berjenis kelamin lai-laki dan 11 orang berjenis kelamin perempuan. Semua dari responden belum ada yang pernah mendapatkan pendidikan seksual tentang personal safety skill dari orang tua mereka.
73
2. Gambaran Rata-rata Skor Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill Sebelum dan Setelah Diberikan Pendidikan Seksual dengan Metode Video dan Metode Cerita Boneka Gambaran rata-rata skor pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan intervensi pada kelompok video dan keompok cerita boneka dapat dilihat dalam tabel berikut.
Kelompok
Video Cerita Boneka
Tabel 5.2 Gambaran Rata-rata Skor Pengetahuan Anak Prasekolah Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 95% Confidence Standar MinInterval (CI) N Mean deviasi (SD) maks Lower Upper Pre-test Post-test
15
11.80 14.73
3.121 2.738
7-16 9-17
10.07 13.22
13.53 16.25
Pre-test Post-test
13
11.69 15.00
4.990 3.266
1-17 8-17
8.68 13.03
14.71 16.97
Berdasarkan tabel 5.1 rata-rata skor pengetahuan pada kelompok video saat pre-test adalah 11.80 dengan nilai minimum 7 dan maksimum 16. Nilai standar deviasi adalah 3.121. Hasil 95% CI disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan responden tentang personal safety skill berkisar antara 10.07 sampai dengan 13.53. Sedangkan saat post-test rata-rata meningkat menjadi 14.73 dengan nilai minimum 9 dan maksimum 17. Nilai standar deviasi adalah 2.738. Hasil 95% CI disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan responden tentang personal safety skill berkisar antara 13.22 sampai dengan 16.25.
74
Rata-rata skor pengetahuan pada kelompok cerita boneka saat pre-test adalah 11.69 dengan nilai minimum 1 dan maksimum 17. Nilai standar deviasi 4.990. Hasil 95% CI disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan responden tentang personal safety skill berkisar antara 8.68 sampai dengan 14.71. Sedangkan saat post-test rata-rata skor pengetahuan meningkat menjadi 15.00 dengan nilai minimum 8 dan maksimum 17. Nilai standar deviasi adalah 3.266. Hasil 95% CI disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan responden tentang personal safety skill berkisar antara 13.03 sampai dengan 16.97. C. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hipotesis penelitian yaitu apakah intervensi yang dilakukan dengan pemutaran video dan cerita boneka mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang personal safety skill. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji perbedaan rerata skor pengetahuan responden sebelum dan setelah diberikan intervensi pada kelompok video dan kelompok cerita boneka. Selain itu, menguji perbedaan rerata skor pengetahuan responden antara kedua kelompok. Analisis yang digunakan menggunakan uji parametrik karena skala pengukuran variabel adalah variabel numerik, distribusi data normal, dan varians data sama. Paired t-test dilakukan untuk menguji perbedaan rerata skor pengetahuan responden sebelum dan setelah diberikan intervensi, sedangkan independent t-test dilakukan untuk menguji perbedaan rerata skor pengetahuan antara kedua kelompok. Uji statistik pada kedua
75
perhitungan tersebut menggunakan tingkat kemaknaan 95 % (alpha 0.05). Sebelum dilakukan paired t-test dan independent t-test terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas. Uji normalitas untuk mengetahui apakah penyebaran data normal atau tidak dan uji homogenitas untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunya varian yang sama atau tidak (Hamdi dan Bahruddin, 2014). 1. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan melakukan independent ttest. Hasil uji homogenitas skor pengetahuan anak prasekolah sebelum dilakukan intervensi dalam dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5.3 Uji Homogenitas Pengetahuan Anak Prasekolah tentang Personal Safety Skill Sebelum Dilakukan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 Intervensi N Mean Standar Standart Levene’s Test deviasi Error (SD) (SE) Sig. (2-tailed) Video 15 11.80 3.121 0.806 0.137 Cerita Boneka 13 11.69 4.990 1,384 Rata-rata pengetahuan anak prasekolah sebelum dilakukan intervensi video adalah 11.80 dengan standar deviasi 0.806, sedangkan
pada
intervensi
cerita
boneka
adalah
rata-rata
pengetahuannya adalah 11.69 dengan standar deviasi 4.990. Nilai Sig. (2-tailed) pada uji Levene adalah 0.137, menunjukkan bahwa pengetahuan kedua kelompok sebelum intervensi adalah sama/equal (p>0.05).
76
2. Uji Normalitas Normalitas hasil pengetahuan responden tentang personal safety skill sebelum intervensi video dan cerita boneka dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Hasil Normalitas Pengetahuan Responden tentang Personal Safety Skill Sebelum Dilakukan Intervensi Video dan Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 Variabel N Shapiro-Wilk Df Sig. Pre video 15 15 0.092 Pre Cerita Boneka 13 13 0.103 Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah responden ≤50 orang (Dahlan, 2012). Hasil uji normalitas diperoleh nilai signifikan pengetahuan sebelum intervensi video adalah 0.092 sedangkan sebelum intervensi cerita boneka adalah 0.103, menunjukkan bahwa data sebelum intervensi video dan cerita boneka terdistribusi normal (p>0.05) sehingga pengujian hipotesis dapat menggunakan uji t berpasangan (Paired t-test). 3. Perbedaan Rata-Rata Nilai Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi dengan Metode Video dan Metode Cerita Boneka Hasil analisa data perbedaan nilai pengetahuan tentang personal safety skill sebelum dan setelah diberikan intervensi melalui video dan cerita boneka menggunakan paired t-test.
77
Variable
Tabel 5.5 Distribusi Perbedaan Rata-rata Nilai Pengetahuan Tentang Personal Safety Skill Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi di TK Nurul Amal Tahun 2016 95% Confidence Standar Sig. (2Interval (CI) Itervensi Mean deviasi t Df tailed) (SD) Lower Upper Video
-2.933
2.154
-4.126
-1.741
-5.275
14
0.000
Cerita Boneka
-3.308
3.172
-5.225
-1.391
-3.759
12
0.003
Pengetahuan
Tabel di atas menunjukkan rata-rata nilai pengetahuan sebelum dan setelah diberikan intervensi melalui metode video tentang personal safety skill adalah -2.933 dengan standar deviasi 2.154. Nilai negatif pada rata-rata menunjukkan bahwa nilai sebelum intervesi lebih kecil daripada nilai setelah intervensi. Nilai sig (2-tailed) adalah 0.000 (p<0.05). Sedangkan pada intervensi melalui metode cerita boneka, rata-rata nilai pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi adalah -3.308 dengan standar deviasi 3.172. Nilai sig (2tailed) yang didapatkan adalah 0.003 (p<0.05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai pengetahuan antara sebelum dan setelah diberikan intervensi melalui metode video maupun metode cerita boneka. 4. Perbedaan Rata-Rata Nilai Pengetahuan Tentang Personal Safety Skill pada Kelompok Video dan Kelompok Cerita Boneka Hasil analisa data perbedaan nilai pengetahuan tentang personal safety skill pada intervensi melalui metode video dan metode
78
cerita boneka menggunakan independent t-test dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 5.6 Distribusi Beda Rata-rata Nilai Pengetahuan Tentang Personal Safety Skill pada Kelompok Video dan Kelompok Cerita Boneka di TK Nurul Amal Tahun 2016 Variabel Intervensi N Mean Standar Standart Sig. (2deviasi (SD) Error (SE) tailed) Video 15 2.93 2.154 0.556 Pengetahuan 0.715 Cerita 13 3.31 3.172 0.880 Boneka Tabel di atas menunjukkan rata-rata pengetahuan anak prasekolah dengan intervensi metode video adalah 2.93 dengan standar deviasi 2.154, sedangkan untuk anak prasekolah dengan intervensi metode cerita boneka rata-rata pengetahuannya adalah 3.31 dengan standar deviasi 3.172. Hasil uji statistik didapatkan nilai sig. (2-tailed) adalah 0.715 (p>0.05).
BAB VI PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai hasil penelitian tentang perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan teori, penelitian sebelumnya dan kekurangan serta keterbatasan dalam penelitian. A. Karakteristik Responden Faktor yang mempengaruhi pengetahuan sesorang salah satunya adalah usia menurut Mubarak (2007). Semakin bertambahnya usia terjadi perubahan
fisik
dan
psikologis.
Perubahan
psikologis
ini
akan
mempengaruhi perubahan mental sesorang dalam taraf berpikir untuk semakin matang dan dewasa. Usia responden pada penelitian ini disamakan dalam katogori usia prasekolah agar daya tangkap terhadap sesuatu juga sama sehingga faktor yang mempengaruhi pengetahuan berdasarkan usia ini dapat dikendalikan. Usia responden berkisar 4 sampai 6 tahun, dimana mayoritas berusia 5 tahun sebanyak 14 orang, 4 tahun sebanyak 7 orang dan 3 tahun sebanyak 7 orang. Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi dimana
informasi
dapat
membantu
sesorang
untuk
memperoleh
pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007). Informasi tentang personal safety skill belum pernah didapatkan oleh responden baik dari orang tua maupun sekolah, terlihat dari tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa semua
79
80
responden yang mengikuti penelitian ini belum pernah mendapat informasi tersebut sehingga pengetahuan responden pada kelompok video maupun kelompok cerita boneka sebelum dilakukan penelitian adalah sama. B. Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah diberikan Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill Melalui Metode Video dan Cerita Boneka Pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah seseorang mendapat informasi melalui panca indera, terutama dari mata dan telinga. Pengetahuan saat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan pengetahuan adalah dengan pendidikan kesehatan (Nursalam dan Efendi, 2008). Dalam penelitin ini pendidikan yang diberikan adalah pendidikan seksual pada anak prasekolah dengan video dan cerita boneka di TK Nurul Amal. Kelompok intervensi metode video memiliki nilai rata-rata pengetahuan tentang personal safety skill sebelum diberikan pendidikan seksual melalui intervensi video adalah 11.80 dengan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 16. Sedangkan setelah diberikan pendidikan seksual nilai rata-ratanya menjadi 14.73 dengan nilai terendah 9 dan nilai tertinggi 17. Artinya pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan seksual melalui intervensi video meningkat dari sebelumnya. Penelitian Nurfalah et al., (2014) yang memberikan pendidikan kesehatan tentang menyikat gigi pada anak sekolah dasar menggunakan metode video berhasil meningkatkan pengetahuan anak tentang penyikatan gigi. Peningkatan pengetahuan anak sekolah tentang makanan jajanan sehat setelah diberikan
81
pendidikan kesehatan dengan media video juga terjadi pada penelitian Miftahusaadah (2016). Didukung oleh penelitian Maria (2013) bahwa kelompok responden anak sekolah dasar yang mendapat intervensi video pengetahuan tentang demam berdarah meningkat dari sebelum diberikan intervensi. Dengan demikian, metode video merupakan metode yang baik dalam menyampaikan informasi pendidikan bagi anak prasekolah. Kelompok yang mendapat pendidikan seksual melalui metode cerita boneka rata-rata nilai pengetahuannya sebelum intervensi adalah 11.69 dengan nilai terendah 1 dan nilai tertinggi 17, sedangkan setelah mendapat pendidikan seksual nilai rata-ratanya adalah 15.00 dengan nilai terendah 8 dan nilai tertinggi 17. Dengan demikian, dapat dilihat peningkatan rata-rata nilai pengetahuan sebelum dan setelah diberikan pendidikan seksual melalui intervensi cerita boneka. Hasil ini selaras dengan penelitian Rachmayanti (2013) dan Pangesti (2014) yang melakukan pendidikan kesehatan tentang cuci tangan pada anak sekolah dasar dengan metode panggung boneka dan story telling menggunakan media boneka, terdapat peningkatan nilai pengetahuan dari sebelum dan setelah diberikan intervensi. Anam (2014) juga menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa responden yang mendapat pendidikan dengan media panggung boneka pengetahuannya meningkat dari sebelum intervensi tentang kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan anak prasekolah tentang mencuci tangan juga meningkat setalah dilakukan pendidikan kesehatan melalui story telling menggunakan boneka (Darajat et al., 2015). Dengan
82
demikian, metode cerita boneka juga merupakan metode yang tepat untuk memberikan pendidikan kepada anak prasekolah disamping metode video. Hasil penelitian ini pada kedua kelompok menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode atau media apapun dapat meningkatkan pengetahuan responden. Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2015) yang meneliti pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode poster dan cerita pada anak prasekolah menghasilkan peningkatan pengetahuan responden tentang cara merawat gigi. Pendidikan kesehatan tentang kecacingan juga dilakukan oleh Presska et al., (2012) dengan metode cerita bergambar dan ceramah juga meningkatkan pengetahuan respoden tentang kecacingan. Nurhidayat (2012) dengan bantuan media power point dan flip chart menyebutkan terjadi peningkatan nilai pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan. Peningkatan pengetahuan setelah diberikan pendidikan seksual sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan yaitu dapat terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam membina serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Nursalam dan Efendi, 2008). Peningkatan pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah informasi (Notoatmodjo, 2010). J. Guilbert menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu materi yang dipelajari, lingkungan, instrumen, dan kondisi penerima materi
83
(Nursalam dan Efendi, 2008). Materi yang dipelajari dalam penelitian ini adalah tentang personal safety skill. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui video dan cerita boneka. Lingkungan yang tercipta saat proses pembelajaran terjadi sangat kondusif dimana respoden memperhatikan saat intervensi berlangsung sehingga materi yang diberikan dapat diterima dengan baik yang menghasilkan peningkatan pengetahuan setelah diberikan intervensi. C. Pengaruh Metode Video dan Metode Cerita Boneka dalam Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill Hasil yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan selisih rata-rata nilai pengetahuan responden antara sebelum dan setelah diberikan intervensi melalui metode video adalah -2.933 dengan standar deviasi 2.154. Nilai negatif pada rata-rata menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum intervensi lebih kecil dibandingkan rata-rata nilai setelah intervensi sehingga terlihat peningkatan rata-rata nilai pengetahuan responden setelah diberikan intervensi melalui video. Hasil uji statistik dengan Paired t-test didapatkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.000 yang berarti p<0.05 atau terdapat perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode video dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah. Hasil dari intervensi lain dalam penelitian ini, yaitu cerita boneka didapatkan selisih rata-rata nilai pengetahuan antara sebelum dan setelah diberikan intervensi melalui metode cerita boneka adalah -3.308 dengan standar deviasi 3.172. Hasil uji statistik dengan Paired t-test didapatkan
84
nilai Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.003 yang berarti p<0.05 atau terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh metode cerita boneka dalam pendidikan seksual pada anak prasekolah. D. Efektivitas Metode Video dan Cerita Boneka dalam Pendidikan Seksual tentang Personal Safety Skill Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah Hasil dari penelitian ini rata-rata nilai pengetahuan pada kelompok metode video adalah 2.93 dan pada kelompok metode cerita boneka adalah 3.31 sehingga selisihnya hanya 0.38. Jika dilihat dari nilai rata-rata perkelompok, terlihat bahwa perbedaan pengetahuan yang terjadi tidak jauh berbeda. Untuk menilai keefektifan dari kedua intervensi digunakan uji statistik dengan Independent t-test. Asymp. Sig (2-tailed) yang didapatkan dari Independent t-test adalah 0.715 yang berarti p>0.05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara metode video dan metode cerita boneka terhadap peningkatan pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Video merupakan media yang menyampaikan informasi melalui audio dan visual. Kelebihan yang didapatkan dari belajar melalui video adalah dapat menarik perhatian dalam waktu yang singkat, dapat mendemonstrasikan suatu keterampilan, menghemat waktu karena video dapat direkam berulang-ulang, keras atau lemahnya suara dapat diatur sesuai kebutuhan sehingga peserta dapat mendengar dengan jelas apa isi yang disampaikan melalui video (Mubarak, 2007). Pemberian pendidikan
85
dengan video juga membuat anak berpikir lebih kritis karena tayangan video dapat menambah daya imajinasi anak secara lebih efektif (Andayani, 2015). Selain itu pembelajaran dengan bantuan media video dapat membuat anak lebih perhatian dan menujukkan minat terhadap materi pembelajaran sehingga mampu menyerap informasi dengan baik. Namun, saat video telah diputar akan terus bergerak menyampaikan informasi sehingga tidak semua anak dapat mengikuti informasi yang disampaikan dan sifat komunikasinya satu arah (Muthmainnah, 2013). Pembelajaran melalui cerita dapat meningkatkan kemampuan menyimak anak seperti yang dikatakan dalam penelitian Pudi et al., (2014), Fatholah et al., (2014) dan Divtahari et al., (2015). Terdapat lima tahap dalam menyimak menurut Taringan (2008) yakni 1) mendengar, 2) memahami, 3) meginterpretasi, 4) mengevaluasi, dan 5) menanggapi. Tahap menanggapi dimana anak dapat menyerap serta menerima informasi yang dikemukakan oleh pencerita sehingga pengetahuan anak dapat meningkat karena salah satu yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi (Mubarak, 2007). Ditambah lagi dengan bantuan alat peraga visual berupa boneka, yang mendorong pendengar untuk berpartisipasi secara aktif, pendengar merasa terlibat di dalam cerita sehingga mereka seolah-olah melihat sendiri
peristiwa
yang
terjadi
dalam
cerita
yang
disampaikan
(Simanjuntak, 2008). Menurut Kusmayadi et al., (2008) boneka dapat digunakan sebagai media atau alat peraga yang digunakan untuk lebih menarik perhatian pendengar dan membantu pendengar memahami
86
jalannya cerita. Cerita boneka bukan hanya untuk bersenang-senang atau permainan tetapi juga dapat menyediakan dukungan psikologis bagi anak dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kehidupan sehari-hari, seperti personal safety skill dalam penelitian ini (Fisher, 2009). Kedua metode tersebut sama-sama menarik bagi anak dalam menerima pembelajaran. Catatan dari observer menjelaskan bahwa perhatian anak-anak saat diberikan intervensi video dan intervensi cerita boneka keduanya sama-sama memperhatikan dan menunjukkan minat walaupun dalam intervensi video terdapat beberapa anak yang sempat kehilangan fokus saat menonton video. Hal itu dapat terjadi karena video yang telah diputar terus berlanjut sehingga tidak semua anak dapat mengikuti informasi dan mulai kehilangan fokus. Namun, terdapat fasilitator yang bertugas mendampingi responden untuk memfokuskan kembali perhatian responden pada intervensi video yang diberikan. Hasil uji statistik untuk melihat perbandingan efektivitas antara kelompok video dan kelompok cerita boneka menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam meningkatkan pengetahuan responden pada penelitian ini dikarenakan kedua metode tersebut samasama menggunakan dua pancaindera yaitu mata dan telinga dalam proses pembelajaran sehingga responden pada kedua kelompok sama-sama mengingat sebanyak 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar (Edgar Dale dalam Nursalam dan Efendi, 2008).
87
E. Keterbatasan Penelitian Dalam penyusunan penelitian ini terdapat banyak keterbatasan yang menjadi kekurangan dalam penelitian. 1. Ada 5 responden yang tidak hadir pada hari pelaksanaan dan 1 responden di drop out karena tidak dapat kooperatif dalam pelaksanaan kegiatan sehingga jumlah responden dalam setiap kelompok tidak sama, pada kelompok video berjumlah 15 orang dan pada kelompok cerita boneka berjumlah 13 orang. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gay (1992) dalam Umar (2011) yang mengatakan untuk quasi experiment membutuhkan minimal 15 subjek perkelompok.
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan pada penelitian ini: 1. Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 28 orang dengan 17 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Terdapat 14 orang yang berusia 5 tahun, 7 orang yang berusia 4 tahun, dan 7 orang yang berusia 6 tahun. Jumlah anak kelas KB sebanyak 1 orang, kelas A sebanyak 15 orang, dan kelas B sebanyak 12 orang. Semua responden belum pernah mendapatkan pendidikan seksual tentang personal safety skill. 2. Terjadi peningkatan rata-rata nilai pengetahuan responden pada kelompok metode video sebelum dan setelah diberikan intervensi. 3. Terjadi peningkatan rata-rata nilai pengetahuan responden pada kelompok metode cerita boneka sebelum dan setelah diberikan intervensi. 4. Adanya pengaruh pendidikan seksual melalui metode video terhadap rata-rata nilai pengetahuan responden. 5. Adanya pengaruh pendidikan seksual melalui metode cerita boneka terhadap rata-rata nilai pengetahuan responden. 6. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode video dan metode cerita boneka terhadap peningkatan pengetahuan responden.
88
89
B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan atau Taman Kanak-kanak Sekolah dapat menggunakan metode lain dalam proses belajar mengajar seperti melalui video dan cerita boneka untuk dapat meningkatkan pengetahuan anak prasekolah. 2. Bagi Responden Diharapkan anak prasekolah dapat mengingat informasi yang telah diberikan tentang personal safety skill untuk menjaga diri mereka dari ancaman kekerasan seksual pada anak. 3. Bagi Orang Tua Orang tua diharapkan dapat meneruskan pendidikan seksual pada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak dengan cara yang menyenangkan dan mudah dimengerti sehingga anak dapat memahami informasi yang diberikan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat diteruskan oleh peneliti selanjutnya dengan menambah jumlah variabel, jumlah sampel, menambah karakteristik sampel, dan memodifikasi alat atau media yang digunakan dalam penelitian. Pendidikan seksual pada anak juga dapat diberikan pada orang tua atau guru terlebih dahulu agar orang tua dapat mengajarkan pada anak dirumah sebagai seseorang yang dekat dengan anak atau guru dapat menyelipkan pendidikan seksual pada anak usia dini dalam sesi pembelajaran di sekolah.
90
5. Bagi Pelayanan Kesehatan atau Keperawatan Diharapkan petugas pelayanan kesehatan atau keperawatan dapat melakukan pendidikan seksual pada anak bekerja sama dengan pihak sekolah agar anak prasekolah mengetahui cara untuk menghindari kekerasan seksual pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Advianti, Maria. ―Lindungi Anak Indonesia Dari Kekerasan Seksual.‖ Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 2014. http://www.kpai.go.id/artikel/lindungi-anak-indonesia-dari-kekerasanseksual/ (diakses Desember 20, 2015). Ana, Soumy. Menjaga Kesuburan. Jakarta: Prestasi Insani Indonesia, 2006. Anam, Khoirul. ―Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Melalui Penyuluhan Dengan Media Robot Gigi Dan Panggung Boneka (Studi Pada Siswa Usia 8-9 Tahun SDN Rowotengah 3 Kabupaten Jember).‖ Skripsi S1 Universitas Jember, 2014. Andayani. Problema dan Aksioma dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010. Anshor, Ulfah Maria dan Ghalib, Abdullah. Parenting With Love. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010. Astuti, Rina. ―Hubungan Kesadaran akan Kerentanan Diri dan Mekanisme Coping pada Perempuan Pekerja Malam di Tempat Hiburan Karaoke Wilayah Jakarta Barat.‖ Jurnal Kriminologi Indonesia VII, no. 2 (Oktober 2011): 193-211. Binanto, Iwan. Multimedia Digital – Teori dan Pengembangannya. Yogyakarta: ANDI, 2011. Budiharto. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehtaan Gigi. Jakarta: EGC, 2008. Calderon, Yvette. et al. ―Educational Effectiveness of an HIV Pretest Video for Adolescents: A Randomized Controlled Trial.‖ Pediatrics CXXVII, no. 5 (May 2011): 911-916. Chomaria, Nurul;. Aku Sudah Gede (Ngobrolin Pubertas buat Remaja Islam). Solo: Samudera, 2008. Dahlan, Muhamad Sopiyudin;. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, dilengkapi dengan Aplikasi dengan Menggunakan SPSS edisi 5. Jakarta: Salemba Medika, 2012. Darajat, Raafi‘ud. et al. ―Efektivitas Pendidikan Gizi Dengan Metode Dongeng Terhadap Pengetahuan Siswa Tentang Gizi Seimbang.‖ Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015. Dharma, Kusuma Kelana;. Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media, 2011.
Divtahari, I Gusti Ayu Ketut. et al. ―Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Boneka Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Anak.‖ EJournal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini III, no. 1 (2015). Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Djiwandono, Patrisius Istiarto. Meneliti Itu Tidak Sulit: Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Bahasa edisi 1. Yogyakarta: Deepublish, 2015. Edyati, Luluq dan Khusnal, Ery. ―Pengaruh Penyuluhan Kesehatan dengan Media Video Terhadap Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene siswa SD Negeri 1 Kepek Pengasih Kulon Progo.‖ Skripsi S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Sesehatan „Aisyiyah, 2014. Efendi, Ferry, dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: EGC, 2009. Erlinda. ―Upaya Peningkatan Anak dari Bahaya Kekerasan, Pelecehan dan Eksploitasi.‖ 2014. https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/12/SESI%20II%20%202.%20paparan-kementerian-2014-nov-bandung-erlinda-REV-fix.pdf (diakses Januari 5, 2016). Esohe, Konwea Patience dan Inyang, Mfrekemfon Peter;. ―Parents Perception of the Teaching of Sexual Education in Secondary Schools in Nigeria.‖ International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology II, no. 1 (Januari 2015): 88-99. Fajar, Dwi Ario. et al. ―Strategi Optimalisasi Peran Pendidikan Seks Usia Dini di PAUD dalam Menanggulangi Pelecehan Seks Terhadap Anak di Pekalongan.‖ Jurnal LITBANG Kota Pekalongan VII, no. 1 (2014): 40-52. Fisher, Jane. Puppets, Language and Learning. Eatherstone Education, 2009. Fatholah, Mintikawati Sari. et al. ―Meningkatkan Keterampilan Menyimak Dongeng Melalui Media Panggung Boneka.‖ PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret II, no. 8 (2014). Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M. Sobry ;. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum dan Islami . Bandung: Rafika Aditama, 2007. Fitriani, Sinta. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Garvis, Susanne dan Pendergast, Donna. Health and Wellbeing in Childhood. Australia. Australia: Cambridge University Press, 2014. Hamdi, Asep Saepul dan Bahruddin, E. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan edisi 1. Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Hartanti, Devi. ―Perbedaan Pengaruh Metode Cerita Dan Poster Terhadap Tingkat Pengetahan Siswa Tentag Perawatan Gigi Di Paud Pertiwi Dan Paud Ardika Jaya Bekasi.‖ Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Nurhidayat, Oki. et al. ―Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart Dalam Meningkatkan Pengetahuankesehatan Gigi Dan Mulut.‖ Unnes Journal Of Public Health I, no. 1 (Januari 2012): 31-35. Ibrahim, Abdul Mun‘im . Mendidikan Anak Perempuan. Jakarta: Gema Insasi Press, 2006. Information and Education Council of the United State. 2006. http://siecus.org/index.cfm?fuseaction=page.viewpage&pageid=521&gran dparentID=477&parentID=514 (diakses 14 Februari , 2016). Isjoni. Information and Educational Council of the United State Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta, 2010. James, Susan R. et al. Nursing Care of Children: Principles & Practic. 4th. St. Louis: Elsevier, 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2015. http://kbbi.web.id/keras (diakses Januari 2, 2016). —. 2015 . http://kbbi.web.id/seksual (diakses Januari 3, 2016). —. 2016. http://kbbi.web.id/metode (diakses Januari 3, 2016 ). —. 2015. http://kbbi.web.id/didik (diakses Januari 2, 2016). Kendall, Philip C. Child and Adolescent Therapy: Cognitive-Bahavioral Procedures. New York: The Guilford Press, 2012. Kliegman, Robert M. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Elsevier, 2011. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia. 2014. http://www.kpai.go.id/files/2013/09/uu-nomor-35-tahun-2014-tentangperubahan-uu-pa.pdf (diakses 22 November 2015).
Kurtuncu , Meltem. et al. ―The Sexual Development and Education of Preschool.‖ Springer 33 (Januari 2015): 207-221. Kusmayadi, Ismail. et al. Be Smart Bahasa Indoesia Untuk Kelas VII SMP/MTs. Bandung: Grafido Media Pratama, 2008. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten. 2015. http://lpabanten.org/?p=102 (diakses Februari 13, 2016). Lestari, Endang dan Prasetyo, Jangkung. ―Peran Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seks Sedini Mungkin di TK Mardisiwi Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.‖ Jurnal Ilmiah Pendidikan II, no. 2 (November 2014): 124-131.
Lin, Danhua. et al. ―Child Sexual Abuse and Its Relationship With Health Risk Behaviors Among Rural Children and Adolescents in Hunan, China.‖ Child Abuse & Neglect XXXV, no. 9 (September 2011): 680-687. Lubis, Fatahillah Sang. et al. ―Perbedaan Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Audiovisual Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawatan Karies Gigi Anak di Wilayah Puskesmas Wonosegoro Ii.‖ Publikasi Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehtaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016. Lusiana, Novita. et al. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish, 2015. Magdalena, Merry. Melindungi Anak dari Seks Bebas. Jakarta: Grasindo, 2010. Maria, Avin. ―Pendidikan Kesehatan Melalui Video Dibanding Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Demam Berdarah di Sekolah Dasar Deresan Yogyakarta.‖ Skripsi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada, 2013. Marlinda, Ni Luh Delvie. et al. ―Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Boneka Jari untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan Anak Usia Dini.‖ e-Journal PG-PAUD Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha II, no. 1 (2014). Mashudi, Esya Anesty dan Nur‘aeni;. ―Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak melalui Pengajaran Personal Safety Skill.‖ Jurnal Metodik Didaktik Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang IX, no. 2 (2015). Maulana, Heri D. J. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC, 2009. Miftahusaadah. ―Pengaruh Pendidikan Tentang Makanan Jajanan Menggunakan Media Video Digital Terhadap Pengetahuan Siswa di SDN 01 Gayamdompo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.‖ Skripsi S1 Program Studi Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016. Moeslichatoen, R. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Mubarak, Wahit Iqbal. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika, 2007. Mulyodiharjo, Sumartono. The Power of Communication. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010. Muthmainnah. ―Pemanfaatan Video Clip Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini.‖ Jurnal Pedidikan Anak II, no. 2 (Desember 2013): 372-381. National Children‘s Alliance. 2015. http://www.nationalchildrensalliance.org/ (diakses Februari 13, 2016).
National Society for the Prevention of Cruelty to Children. Child Sexual Abuse. 2013. www.nspcc.org.uk/ (diakses Februari 14 , 2016 ). Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2012. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Nur‘aini. ―Mengembangkan Keterampilan BerbicaraAnak melalui Metode Bercerita dengan Menggunakan Media Boneka di Kelompok B1 RA Islamic Centre Curup Kabupaten Rejang Lebong.‖ Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu, 2012. Nurfalah, Amelia. et al. ―Efektivitas Metode Peragaan dan Metode Video Terhadap Pengetahuan Penyikatan Gigi pada Anak Usia 9-12 Tahun di SDN Keraton 7 Martapura.‖ Dentino Jurnal Kedokteran Gigi II, no. 2 (September 2014): 144-149. Nursalam dan Efendi, Ferry. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Oduolowu, Esther. ―Effect of Storytelling on Listening Skills of Primary One Pupil in Ibadan North Local Government Area of Oyo State, Nigeria.‖ nternational Journal of Humanities and Social Science IV, no. 9 (Juli 2014): 100-107. Pangesti, Chahyarina Putri. ―Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Storytelling dan Permainan Ular Tangga Terhadap Tingkat Pengetahuan Mencuci Tangan Pakai Sabun di TK Al Hidayah Ajung.‖ Skripsi S1 Program Studi Imu Keperawata Universitas Jember, 2014. Potter, Patricia A dan Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. 4th. Jakarta: EGC, 2005. Prayitno. Dasar Teori dan Praktis Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2009. Presska, Cicilia. et al. ―Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kecacingan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Madrasah Ibtidaiyah An Nur Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang.‖ Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia VII, no. 2 (Agustus 2012): 184-190. Pudi. et al. ―Penggunaan Media Boneka Tangan Terhadap Kemampuan Menyimak Cerita Peserta Didik Kelas Iii Mis Awaluddin.‖ Artikel Penelitian FKIP Universitas Tanjungpura, 2014. Rachmayanti, Riris Diana. ―Penggunaan Media Panggung Boneka Dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir.‖ Jurnal Promosi Kesehatan I, no. 1 (Mei 2013): 1-9.
Salina, Loris. et al. ―Effectiveness of an Educational Video as an Instrument to Refresh and Reinforce the Learning of a Nursing Technique: a Randomized Controlled Trial.‖ Perspect Med Educ I, no. 2 (April 2012): 67-75. Santoso, Budi. Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan Penyelenggaraan Pelatihan. Jakarta: TERANGI, 2010. Septiananingrum, Devi. ―Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Dengan Media Audiovisual (Video) Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak Sd Di Kota Yogyakarta.‖ Skripsi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada, 2015. Simamora, Roymond H. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan . Jakarta: EGC, 2009. Simanjuntak, A L. Seni Bercerita. Jakarta: PT BPK Gunung Mulya, 2008. Springer, Craig I dan Musirell, Justin R. Game-Based Cognitive-Behavioral Therapy for Child Sexual Abuse: an Innovative Treatment Approach. New York: Springer Publishing Company, 2015. Stephens, Oluyemi Adetunji. ―Attitude of Parents in the Metropolis of Lagos towards Inclusion of Sexuality Education in the School Curriculum.‖ Journal of Studies in Social Sciences III, no. 2 (2013): 129-137. Suhartini. ―Meningkatkan Perkembangan Kemampuan Berbahasa dengan Metode Bercerita dengan Panggung Boneka Anak Usia Dini Kelompok A TK Bina Bunga Bangsa Rungkut Surabaya.‖ e-Journal Universitas Negeri Surabaya II, no. 1 (2013). Surya, Hendra. Kiat Membina Anak agar Senang Berkawan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV Wacana Prima, 2009. Suyanto dan Jihad, Asep. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi. Jakarta: Erlangga, 2013. Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelian Kesehtaan. Yogyakarta: ANDI, 2012. Taringan. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Agkasa, 2008. The National Child Traumatic Stress Network. ― Child Sexual Abuse Fact Sheet Sheet.‖ 2009. www.NCTSN.org (diakses Januari 15, 2016 ). Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (TPIP) FIP-UPI. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II: Pendidikan Disiplin Ilmu. PT. Imperial Bhakti Utama, 2007.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (TPIP) FIP-UPI. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian I: Pendidikan Disiplin Ilmu. PT. Imperial Bhakti Utama, 2009. —. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. PT. Imperial Bhakti Utama, 2007. —. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian IV: Pendidikan Disiplin Ilmu . PT. Imperial Bhakti Utama, 2007. Tuong, William. et al. ―Videos to influence: a Systematic Review of Effectiveness of Video Based Education in Modifying Health Behaviors.‖ J Behav Med XXXVII, no. 2 (November 2014): 218-233. Ulwan, Abdullah Nasih;. Tarbiyatul Aulad Fil Islam: Mencorak Peribadi Awal Anak. Malaysia: PTS Publication, 2015. Umar, Husein. Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Press, 2011. Wasis. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Keperawatan. Jakarta: EGC, 2008. Wicaksono, Andri dan Roza, Ahmad Subhan. Teori Pembelajaran Bahasa: Suatu Catatan Singkat. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2016. Wong, Donna L. et al. Buju Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2008. Wurtele, Sandy K dan Kenny, Maureen C. ―Normative Sexuality Development in Childhood: Implications for Developmental Guidance and Prevention of Childhood Sexual Abuse.‖ Counseling And Human Development XLIII, no. 9 (Desember 2014): 1-24. Yuanita, Ika. ―Meningkatkan Keterampilan Berbicara Menggunakanmetode Bercerita dengan Media Boneka Tangan pada Anak Kelompok A1di TK Kartika III-38 Kentungan, Depok, Sleman.‖ Skripsi S1 Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2014. Yuriastien, Effiana. et al. Games Therapy untuk Kecerdasan Bayi & Balita. Jakarta: Wahyu Media, 2009. Zhang, Wenjing. et al. ―Young children‘s knowledge and skills related to sexualabuse prevention: A pilot study in Beijing, China.‖ Child Abuse & Neglect XXXVII (Juli 2013): 623-630. Zulfikar dan Budiantara, I Nyoman. Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi Statistika. Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Lampiran 5
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN “Perbandingan Efektivitas Antara Metode Video Dan Cerita Boneka Dalam Pendidikan Seksual Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill” Saya adalah mahasiswi semester 8 (delapan) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara metode video dan cerita boneka dalam pendidikan seksual terhadap pengetahuan anak prasekolah tentang personal safety skill. Partisipan dalam penelitian ini adalah anak-anak prasekolah berusia 4 sampai 6 tahun. Sehubungan dengan usia partisipan penelitian adalah usia anak di bawah umur, saya meminta izin kepada orang tua untuk memberikan izin kepada anak Anda agar dapat mengikuti penelitian ini sebagai partisipan penelitian. Identitas dari partisipan adalah kerahasiaan yang hanya digunakan untuk kepentingan penelitian sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Izin untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah bersifat bebas, Anda dipersilahkan memilih untuk bersedia atau menolak memberikan izin kepada anak Anda menjadi partisipan penelitian. Jika Anda mengizinkan, silahkan menandatangani formulir persetujuan di bawah ini. Tangerang,
Peneliti
(Istiqomah Aprilaz)
2016
Wali Peserta
(
)
Lampiran 6 LEMBAR KUESIONER Judul Penelitian
:
Perbandingan Efektivitas Antara Metode Video Dan Cerita Boneka Dalam Pendidikan Seksual Terhadap Pengetahuan Anak Prasekolah Tentang Personal Safety Skill
Petunjuk Pengisian : 1. Isilah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda check list (√) dikotak yang telah disediakan pada pertanyaan bagian I dan tanda silang (X) pada pertanyaan bagian II . 2. Isilah sesuai pendapat anda. 3. Apabila kesulitan dalam menjawab boleh bertanya kepada peneliti. 4. Jawaban dituliskan oleh fasilitator sesuai dengan jawaban responden.
I.
No. Responden:
DATA DEMOGRAFI 1. Nama
:
2. Inisial
:
3. Tanggal lahir
:
4. Umur
:
5. Kelas
:
KB
6. Pernah mendapat pendidikan seksual?
Ket: KB = Kelompok Bermain
A
B
Ya
Tidak
II.
PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL SAFETY SKILL 1. Kalau ada orang lain yang mau ajak kamu ke tempat sepi? A.Ikut B. Jangan ikut 2. Bagaimana kalau ada orang yang tidak kamu kenal mau kasih mainan untuk kamu? A. Mau B. Tidak mau 3. Kalau badan kamu dipegang orang lain? A. Boleh B. Tidak boleh 4. Kalau dada kamu dipegang orang lain? A. Boleh B. Tidak boleh 5. Saat tidak ada orang tua kamu ada orang yang mau peluk-peluk kamu? A. Boleh B. Tidak boleh 6. Kalau ada yang mau cium-cium kamu saat tidak ada orang tua kamu? A. Boleh B. Tidak boleh 7. Kalau ada yang memaksa kamu peluk dan cium saat tidak ada orang tua kamu, apa yang kamu lakukan? A. Teriak yang keras B. Diam saja 8. Apa yang kamu bilang kalau ada yang memaksa untuk peluk dan cium saat tidak ada orang tua kamu? A. Teriak ―tolong..!‖ B. Teriak ―ayo main..!‖ 9. Apa yang kamu lakukan kalau ada orang lain memaksa untuk peluk dan cium saat tidak ada orang tua kamu? A. Lari ke tempat yang ramai B. Lari ke tempat yang sepi
10. Apa yang kamu lakukan kalau ada orang lain memaksa kamu melakukan hal yang tidak kamu sukai? A. Bilang ibu guru atau orang tua B. Diam saja 11. Kalau perut kamu dipegang orang lain? A. Boleh B. Tidak boleh 12. Kalau ada orang yang ingin pegang sekitar celana kamu? A. Boleh B. Tidak boleh 13. Kalau ada yang memaksa kamu cium dan peluk, kamu akan bilang ke siapa? A. Orang tua B. Teman 14. Kalau ada yang memaksa kamu cium dan peluk, kamu akan bilang ke siapa? A. Ibu guru B. Teman 15. Apakah kamu tkut bilang ke orang tua kalau ada sesuatu yang tidak kamu sukai? A. Takut B. Tidak takut 16. Apakah kamu malu bilang ke ibu guru kalau ada sesuatu yang tidak kamu sukai? A. Malu B. Tidak malu 17. Apakah kamu berani cerita ke orang tua kamu kalau ada yang memaksa kamu melakukan hal yang tidak kamu sukai? A. Berani B. Tidak berani
Lampiran 7
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) INTERVENSI VIDEO
Pokok bahasan
: Pendidikan seksual
Sub pokok bahasa
: Personal Safety Skill
Hari/tanggal
: Kamis, 8 April 2016
Jam
: 08.30-09.30
Tempat
: Ruang kelas TK Nurul Amal
Sasaran
: Siswa siswi TK Nurul Amal
Penyaji
: Istiqomah Aprilaz
I.
II.
III.
IV.
V.
Tujuan Instruksional Umum Setelah diberikan intervensi melalui video diharapkan anak prasekolah dapat mengetahui tentang personal safety skill Tujuan Instrusksional Khusus Setelah diberikan intervensi melalui video diharapkan anak prasekolah dapat: 1. Mengetahui area tubuh privasi yang tidak boleh diakses oleh sembarang orang 2. Mengetahui sentuhan yang menjurus kepada kekerasan seksual 3. Mengetahui yang harus dilakukan ketika terjadi atau berpotensi terjadi kekerasan seksual Materi 1. Area tubuh privasi yang tidak boleh diakses oleh sembarang orang 2. Sentuhan yang menjurus kepada kekerasan seksual 3. Yang harus dilakukan ketika terjadi atau berpotensi terjadi kekerasan seksual Metode 1. Pemutaran vidoe 2. Tanya jawab Media 1. Video ―Kisah Si Aksa‖ 2. LCD 3. Laptop
VI.
Kegiatan Penyuluhan Waktu
Kegiatan Penyuluh
1
20 menit
2
5 menit
3
20 menit
4 5 menit
VII.
Peserta
Pembukaan 1. Memberi salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menyampaikan topik 4. Menyampaikan tujuan 5. Menjelaskan mekanisme 6. Melakukan kontrak waktu 7. Melakukan pretest Penyampaian materi 1. Mengkaji pengetahuan awal mengenai topik yang akan disampaikan dengan memutarkan cuplikan video 2. Memutarkan video ―Kisah Si Aksa‖ berdurasi 2 menit Evaluasi 1. Memberikan kesempatan bagi peserta untuk bertanya 2. Menanyakan kembali pada peserta tentang materi yang telah disampaikan 3. Melakukan posttest Penutup 1. Menyimpulkan intervensi yang telah diberikan
Pengorganisasian a. Penyaji b. Observer c. Fasilitator/enumerator
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menjawab salam Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Menjawab
Penanggung jawab
Penyaji dan fasilitator
1. Menjawab Penyaji 2. Memonton dan memperhatikan 1. Bertanya
2. Menjawab
Penyaji
3. Menjawab 1. Mendengarkan
: Istiqomah Aprilaz : Widiya Nailaufar Lubis : Firdiana Destiawati Aninda Chairunisa Pertiwi Nur‘aini
Penyaji
VIII.
Setting ruangan
Layar
Tempat duduk
Keterangan: Responden Fasilitator Penyaji Observer IX.
Antisipasi kegiatan 1. Bila anak manangis atau tidak kooperatif akan di rayu oleh guru atau fasilitator 2. Bila responden tidak mengikuti proses intervensi maka akan di drop out menjadi responden.
Lampiran 8 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) INTERVENSI CERITA BONEKA
Pokok bahasan
: Pendidikan seksual
Sub pokok bahasa
: Personal Safety Skill
Hari/tanggal
: Kamis, 8 April 2016
Jam
: 10.00-11.00
Tempat
: Ruang kelas TK Nurul Amal
Sasaran
: Siswa siswi TK Nurul Amal
Penyaji
: Istiqomah Aprilaz
I.
II.
III.
IV.
V.
Tujuan Instruksional Umum Setelah diberikan intervensi melalui cerita boneka diharapkan anak prasekolah dapat mengetahui tentang personal safety skill Tujuan Instrusksional Khusus Setelah diberikan intervensi melalui cerita boneka diharapkan anak prasekolah dapat: 1. Mengetahui area tubuh privasi yang tidak boleh diakses oleh sembarang orang 2. Mengetahui sentuhan yang menjurus kepada kekerasan seksual 3. Mengetahui yang harus dilakukan ketika terjadi atau berpotensi terjadi kekerasan seksual Materi 1. Area tubuh privasi yang tidak boleh diakses oleh sembarang orang 2. Sentuhan yang menjurus kepada kekerasan seksual 3. Yang harus dilakukan ketika terjadi atau berpotensi terjadi kekerasan seksual Metode 1. Cerita 2. Tanya jawab Media 1. Panggung boneka 2. Boneka terbuat dari kain flanel. Tokoh dalam cerita: Ibu, anak perempuan, anak laki-laki, dan orang lain laki-laki.
VI.
Kegiatan Penyuluhan
No
Waktu
Kegiatan Penyuluh
1
20 menit
2
15 menit
3
20 menit
4 5 menit
VII.
Pembukaan 1. Memberi salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menyampaikan topik 4. Menyampaikan tujuan 5. Menjelaskan mekanisme 6. Melakukan kontrak waktu 7. Melakukan pretest Penyampaian materi 1. Mengkaji pengetahuan awal mengenai topik yang akan disampaikan dengan memberikan pertanyaan 2. Memainkan tokoh cerita boneka Evaluasi 1. Memberikan kesempatan bagi peserta untuk bertanya 2. Menanyakan kembali pada peserta tantang materi yang telah disampaikan 3. Melakukan posttest Penutup 1. Menyimpulkan intervensi yang telah diberikan
Peserta
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menjawab salam Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Menjawab
Penanggung jawab
Penyaji dan fasilitator
1. Menjawab Penyaji 2. Menonton dan memperhatikan 1. Bertanya
2. Menjawab
Penyaji
3. Menjawab 1. Mendengarkan
Penyaji
Pengorganisasian a. Penyaji : Istiqomah Aprilaz b. Observer : Widiya Nailaufar Lubis a. Fasilitator/enumerator : Firdiana Destiawati Aninda Chairunisa Pertiwi Nur‘aini c. Pemeran tokoh : Nur Cita Qomariyah sebagai Ibu Nurul Muthmainnah sebagai orang asing
Sri Esti Wulandari sebagai Geni Firdiana Destiawati sebagai Aksa VIII.
Setting ruangan
Panggung boneka
Tempat duduk
Keterangan: Responden Fasilitator Penyaji Observer X.
Antisipasi kegiatan 1. Bila anak manangis atau tidak kooperatif akan di rayu oleh guru atau fasilitator 2. Bila responden tidak mengikuti proses intervensi maka akan di drop out menjadi responden
Lampiran 11 SKENARIO CERITA BONEKA “Kisah Aksa dan Geni” Dialog Narator
Aksa Geni Aksa Narator
Orang asing Aksa Geni
Orang asing Geni Orang asing Narator
Aksa Geni Orang asing Narator
Aksa Geni Narator
: Pada hari minggu, Aksa sedang bermain di taman bersama Geni. Aksa senang sekali bermain bola dan Geni senang sekali main boneka. : Geni lihat nih bola Aksa bagus kan? : Boneka Geni juga lucu kan Aksa? : Haha iya Geni : Saat Aksa dan Geni sedang asik bermain, tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal datang mendekati Geni dan Aksa, orang tersebut ingin memberikan mainan untuk Geni dan Aksa. Ada bola dan boneka. Waah Aksa ingin sekali bola itu. : Haloo anak-anak, om punya mainan untuk kalian. Ada bola dan ada boneka juga mau?? : Wah Aksa mau banget bola itu. Geni.. kamu mau engga Gen bonekanya? : Geni juga mau Aksa, tapi kan Ibu pernah bilang kalau kita tidak boleh ambil mainan dari orang yang tidak kita kenal. : Ayo sini om punya mainan banyak sekali. Kalian berdua ikut om ya kesana, disana banyak mainan.. : Tidak mau om, kata Ibu tidak kita tidak boleh ikut dengan orang yang tidak kita kenal. : Tidak apa-apa anak manis (sambil mendekati Aksa dan Geni mencoba mencium dan memeluk) : Orang yang tidak dikenal itu kemudian mendekati Aksa dan Geni. Orang yang tidak dikenal itu ingin mencium dan memeluk Aksa. Orang yang tidak dikenal itu juga mendekati Geni ingin memegang badan, dada, perut, dan sekitar celana : Om kenapa dekat-dekat dengan Aksa?? : Om juga kenapa mau pegang badan Geni?? : Tidak apa-apa kan om sayang kalian Aksa dan Geni : Tetapi Aksa dan Geni tidak mau di cium dan peluk orang yang tidak dikenal itu, mereka juga tidak mau dipegang badannya, dadanya, perutnya, dan sekitar celananya. Mereka tidak mau. : Tidak mau!!! Kata ibu tidak ada yang boleh cium dan peluk kita saat tidak ada orang tua kita : Iya om kata Ibu tidak boleh ada orang lain yang pegang badan, dada, perut, dan sekitar celana kita : Tetapi.... om tersebut terus memaksa ingin mendekati
Aksa dan Geni Narator
: :
Geni
:
Ibu Aksa Ibu
: : :
Aksa
:
Geni Ibu
: :
Aksa dan Geni Ibu
: :
Aksa dan Geni Aksa
: :
Ibu Narator
: :
Aksa dan Geni. Mereka pun langsung lari ke tempat yang ramai sambil teriak ―tolooong!‖ Toloooong!! (lari ke tempat lain) Tidak mau!! Sesampainya di rumah Aksa dan Geni bertemu Ibu. Mereka pun menceritakan apa yang baru saja mereka alami. Ibu..Tadi ada orang yang mau kasih Geni dan Aksa mainan bu. Siapa orang itu? Apakah Aksa dan Geni kenal? Tidak kenal bu.. Anak pintar, jangan ikut dengan orang lain ke tempat sepi ya sayang.. Iya bu tadi kami tidak mau ikut, tetapi orang itu ingin peluk dan cium Aksa Orang itu juga ingin pegang-pegang badan Geni bu Aksa, Geni.. Ingat ya kalo ada yang mau peluk-peluk dan cium-cium kamu tidak boleh ya kalau tidak ada orang tua kita Iya ibu.. Kalau ada orang yang mau pegang badan, dada, perut dan sekitar celana kamu, TIDAK BOLEH. Kalau ada yang memaksa kamu, TERIAK yang keras, bilang ―TIDAK MAU..!!‖ dan langsung LARI ke tempat yang ramai dan bilang ―TOLONG..!!‖. Jangan takut atau malu ya cepat kasih tau orang tua atau guru yang kita sayangi. Tidak boleh ada yang memaksa kita untuk melakukan hal yang tidak kita sukai, bahkan orang yang paling dekat sekalipun seperti orang tua, kakak, paman, kakek, guru, teman, atau orang yang tidak kita kenal. Bagaimana apakah kalian mengerti? Mengerti bu. Tadi Aksa dan Geni sudah melakukan apa yang ibu kasih tau Anak ibu memang pintar (berpelukan).. Dan akhirnya Ibu, Aksa, dan Geni berpelukan. Diingatingat ya anak pintar pesan Ibunya Aksa dan Geni yang tadi..
Lampiran 12 Alat Peraga Boneka dan Video
Lampiran 13 Hasil Uji Validitas Correlations P1 P1
P2
P3
P4
P5
P6
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
1,000**
,862**
,843**
,760**
,844**
,623**
,602**
,597**
-,295
,046
-,175
,686**
,760**
0,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,107
,804
,345
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
1,000**
1
,862**
,843**
,760**
,844**
,623**
,602**
,597**
-,295
,046
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,107
31
31
31
31
31
31
31
31
1
**
**
**
**
**
**
*
1
0,000 31
31
**
**
,862
,862
,000
,000
,862
,795
,728
,642
,519
,641
-,402
P16
P17
P18
P19
,512**
,334
-,326
-,050
-,034
,807**
,000
,003
,066
,074
,787
,855
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
-,175
,686**
,760**
,512**
,334
-,326
-,050
-,034
,807**
,804
,345
,000
,000
,003
,066
,074
,787
,855
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,149
-,078
**
**
*
**
-,268
,091
-,084
,825**
,591
,795
,441
,567
skor
,000
,000
,000
,000
,003
,000
,025
,425
,677
,000
,000
,013
,001
,145
,625
,652
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
,843**
,843**
,862**
1
,597**
,674**
,623**
,602**
,597**
-,295
,046
-,005
,492**
,760**
,271
,334
-,177
-,050
-,034
,759**
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,107
,804
,977
,005
,000
,140
,066
,340
,787
,855
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
,760**
,760**
,795**
,597**
1
,916**
,697**
,653**
,663**
-,239
,084
-,142
,543**
,663**
,306
,563**
-,283
,167
-,227
,787**
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,195
,652
,445
,002
,000
,094
,001
,122
,371
,219
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
Pearson Correlation
,844**
,844**
,728**
,674**
,916**
1
,783**
,713**
,739**
-,180
,126
-,107
,602**
,739**
,345
,446*
-,239
,095
-,208
,841**
Sig. (2tailed) N P7
P8
P9
P10
P11
P12
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed)
,000
,000
,000
,000
,000
31
31
31
31
31
,623**
,623**
,642**
,623**
,000
,000
,000
31
31
**
**
,602
,602
,000
,000
,000
,332
,499
,566
,000
,000
,057
,012
,195
,613
,262
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,697**
,783**
1
,558**
,697**
-,210
,186
,122
,448*
,697**
,241
,453*
-,223
,022
-,060
,752**
,000
,000
,000
,001
,000
,256
,317
,512
,012
,000
,192
,011
,227
,905
,749
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
**
**
**
**
1
**
-,156
,055
,022
**
**
,199
,252
-,084
,012
-,148
,685**
,000
,402
,769
,905
,000
,000
,282
,171
,652
,947
,426
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
-,091
**
,210
**
**
,306
**
,025
,314
-,227
,869**
,627
,010
,256
,002
,000
,094
,001
,894
,085
,219
,000
31 ,398*
31
31
31
31
31
31
31
-,239
-,297
-,180
,140
,029
,231
-,144
,519
,602
,653
,713
,558
,000
,000
,003
,000
,000
,000
,001
31
31
31
31
31
31
31
31
**
**
**
**
**
**
**
**
,597
,597
,641
,597
,663
,739
,697
,653
,653
1
,457
,616
,543
,653
,832
,563
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
-,295
-,295
31 ,402*
-,295
-,239
-,180
-,210
-,156
-,091
1
,048
,130
,107
,107
,025
,107
,195
,332
,256
,402
,627
,799
,486
,027
,195
,105
,332
,453
,876
,212
,439
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,046
,046
,149
,046
,084
,126
,186
,055
,457**
,048
1
,517**
,007
,271
,116
,321
,319
,506**
,055
,418*
,804
,804
,425
,804
,652
,499
,317
,769
,010
,799
,003
,970
,141
,535
,078
,080
,004
,769
,019
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
**
,249
,252
,206
,001
,177
,171
,266
-,175
-,175
-,078
-,005
-,142
-,107
,122
,022
,210
,130
,345
,345
,677
,977
,445
,566
,512
,905
,256
,486
,517
,003
1
-,237
,034
-,177
,077
,200
,855
,341
,679
,567
N P13
P14
P15
P16
P17
P18
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
**
**
**
**
**
*
**
**
*
,007
-,237
,686
,686
,591
,492
,543
,602
,448
,616
,543
-,398
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
1
**
**
*
-,325
-,074
-,169
,625**
,000
,000
,000
,005
,002
,000
,012
,000
,002
,027
,970
,200
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
**
**
**
**
**
**
**
**
-,239
,271
,034
**
,760
,760
,795
,760
,663
,739
,697
,653
,832
,744
,744
,746
,392
,000
,000
,029
,074
,694
,364
,000
31
31
31
31
31
31
31
1
**
**
-,129
,167
-,227
,886**
,001
,001
,488
,371
,219
,000
,555
,563
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,195
,141
,855
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,512**
,512**
,441*
,271
,306
,345
,241
,199
,306
-,297
,116
-,177
,746**
,555**
1
,345
-,243
-,099
-,126
,437*
,003
,003
,013
,140
,094
,057
,192
,282
,094
,105
,535
,341
,000
,001
,057
,188
,598
,499
,014
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,334
,334
,567**
,334
,563**
,446*
,453*
,252
,563**
-,180
,321
,077
,392*
,563**
,345
1
-,078
,403*
,022
,635**
,066
,066
,001
,066
,001
,012
,011
,171
,001
,332
,078
,679
,029
,001
,057
,677
,024
,905
,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
-,325
-,129
-,243
-,078
1
**
,117
,015
,005
,532
,936
-,326
-,326
-,268
-,177
-,283
-,239
-,223
-,084
,025
,140
,319
,074
,074
,145
,340
,122
,195
,227
,652
,894
,453
,080
,001
,074
,488
,188
,677
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**
,249
-,074
,167
-,099
*
**
1
,012
,330
,947
,069
31
31
,506
,567
31
-,050
-,050
,091
-,050
,167
,095
,022
,012
,314
,029
,403
,496
,787
,787
,625
,787
,371
,613
,905
,947
,085
,876
,004
,177
,694
,371
,598
,024
,005
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,496
31
P19
skor
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
-,034
-,034
-,084
-,034
-,227
-,208
-,060
-,148
-,227
,231
,055
,252
-,169
-,227
-,126
,022
,117
,012
,855
,855
,652
,855
,219
,262
,749
,426
,219
,212
,769
,171
,364
,219
,499
,905
,532
,947
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
,807**
,807**
,825**
,759**
,787**
,841**
,752**
,685**
,869**
-,144
,418*
,206
,625**
,886**
,437*
,635**
,015
,330
,000
1
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,439
,019
,266
,000
,000
,014
,000
,936
,069
1,000
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1
,000 1,000
31
Lampiran 15 Rekapitulasi Jawaban dan Skor Responden pada Kelompok Video dan Cerita Boneka
pretest video
posttest video
No Responde n 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
p 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1
1 3 5 7 9
1 1 1 1 1
PERTANYAAN VARIABEL PENGETAHUAN PERSONAL SAFETY SKILL p p p p p p p p p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 1 1 1 0
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 0 1 1 1
Sko r 15 14 16 13 9 15 12 8 9 7 8 10 15 11 15 16 15 17 17 12
pretest cerita boneka
posttest cerita boneka
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 1 0 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 0 1 0 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
17 15 14 16 10 9 17 17 12 17
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1
1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1
0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1
0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0
0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1
0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1
11 17 16 11 10 15 6 17 6 15 11 1 16
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
17
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
17 17 17 14 17 16 17 8 15 15 8 17
Lampiran 16 LAMPIRAN ANALISIS UNIVARIAT 1. Gambaran Pengetahuan Responden a. Intervensi Video Frequencies Statistics skorpre Valid Missing
N
skorpost
15 0 11,80 12,00 3,121 7 16
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
15 0 14,73 16,00 2,738 9 17
Frequency Table
Frequency 7 8 9 10 11 Valid 12 13 14 15 16 Total
skorpre Percent
1 2 2 1 1 1 1
6,7 13,3 13,3 6,7 6,7 6,7 6,7
Valid Percent 6,7 13,3 13,3 6,7 6,7 6,7 6,7
1 4 1 15
6,7 26,7 6,7 100,0
6,7 26,7 6,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 20,0 33,3 40,0 46,7 53,3 60,0 66,7 93,3 100,0
skorpost Frequency Percent 9 10 12 14 15 16 17
Valid
Tota l
t
skorpre skorpost
6,7 6,7 13,3 6,7 13,3 13,3 40,0
15
100,0
100,0
One-Sample Test Test Value = 0 Sig. (2Mean tailed) Difference
df
14,641 20,843
1 1 2 1 2 2 6
Valid Percent 6,7 6,7 13,3 6,7 13,3 13,3 40,0
14 14
,000 ,000
11,800 14,733
b. Intervensi Cerita Boneka Frequencies Statistics skorpre skorpost Valid 13 13 N Missing 0 0 Mean 11,69 15,00 Median 11,00 17,00 Std. Deviation 4,990 3,266 Minimum 1 8 Maximum 17 17
Cumulative Percent 6,7 13,3 26,7 33,3 46,7 60,0 100,0
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 10,07 13,22
13,53 16,25
Frequency Table
Frequency 1 6 10 Valid
11 15 16 17 Total
1 2 1
7,7 15,4 7,7
Valid Percent 7,7 15,4 7,7
3 2 2 2 13
23,1 15,4 15,4 15,4 100,0
23,1 15,4 15,4 15,4 100,0
53,8 69,2 84,6 100,0
Cumulative Percent 15,4 23,1 38,5 46,2 100,0
Frequency 8 14 15 Valid 16 17 Total
skorpre Percent
skorpost Percent
2
15,4
Valid Percent 15,4
1 2 1 7 13
7,7 15,4 7,7 53,8 100,0
7,7 15,4 7,7 53,8 100,0
Cumulative Percent 7,7 23,1 30,8
One-Sample Test Test Value = 0 t
skorpre skorpost
8,449 16,560
df
Sig. (2tailed) 12 12
,000 ,000
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 11,692 8,68 14,71 15,000 13,03 16,97
Lampiran 17 LAMPIRAN ANALISIS BIVARIAT 1. Uji Homogenitas T-Test Group Statistics
Intervensi skorpre Video Cerita Boneka
15
Std. Mean Deviation 11,80 3,121
13
11,69
N
4,990
Std. Error Mean ,806 1,384
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F skorpre Equal variances assumed Equal variances not assumed
2,351
t-test for Equality of Means
Sig. (2tailed)
df
95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Error Difference Difference Lower Upper
Sig.
t
,137
,069
26
,945
,108
1,550 -3,079
3,294
,067
19,588
,947
,108
1,601 -3,237
3,453
2. Uji Normalitas Pre Intervensi a. Intervensi Video
Explore Descriptives Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
Statistic Std. Error 11,80 ,806 10,07
5% Trimmed Mean Median Variance skorpre Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range
13,53 11,83 12,00 9,743 3,121 7 16 9 6
Skewness Kurtosis
-,144 -1,642
,580 1,121
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. * skorpre ,181 15 ,200 ,899 15 ,092 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction b. Intervensi Cerita Boneka Explore Descriptives Statistic Std. Error Mean skorpre 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
11,69 8,68
1,384
Upper Bound 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
14,71 11,99 11,00 24,897 4,990 1 17 16 8 -,845 ,008
,616 1,191
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. skorpre ,208 13 ,129 ,892 13 ,103 a. Lilliefors Significance Correction 3. Paired t-test a. Sebelum dan setelah Video T-Test
Pair 1
skorpre skorpost
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 11,80 15 3,121 14,73 15 2,738
Paired Samples Correlations N Correlation skorpre & 15 ,737 Pair 1 skorpost
Std. Error Mean ,806 ,707
Sig. ,002
Paired Samples Test
Mean Pair 1
skorpre skorpost
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Deviation Mean Lower Upper
-2,933
2,154
,556
-4,126
-1,741
t
Sig. (2tailed)
df
-5,275
14
,000
b. Sebelum dan setelah Cerita Boneka T-Test
Pair 1
skorpre skorpost
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 11,69 13 4,990 15,00 13 3,266
Paired Samples Correlations N Correlation skorpre & 13 ,782 Pair 1 skorpost
Mean Pair 1
skorpre skorpost
-3,308
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Deviation Mean Lower Upper 3,172
,880
-5,225
-1,391
Std. Error Mean 1,384 ,906
Sig. ,002
t -3,759
Sig. (2tailed)
df 12
,003
4. Independent t-test T-Test Group Statistics Std. Std. Error N Mean Deviation Mean 15 2,93 2,154 ,556
Intervensi selisih skor Video intervensi Cerita video dan Boneka cerita boneka
13
3,31
3,172
,880
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
selisih skor intervensi video dan cerita boneka
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
3,216
,085
,370
df
95% Confidence Interval of the Sig. Difference (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper
26
,715
-,374
1,013 -2,456
1,707
20,673 ,360
,723
-,374
1,041 -2,541
1,792