ANALISIS TERHADAP PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUMAHAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh George Edward Pangkey
ABSTRAK
Pebisnis properti dibidang perumahan adalam memasarkan rumah termasuk tanah selalu membuat format perjanjian baku yang substansinya tidak seragam antara pengembang yang satu dengan pengembang yang lain. Pada saat pemesanan properti rumah tersebut barulah dibuatkan suratperjanjian. Ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima segala syarat dan ketentuan ditetapkan oleh satu pihak saja yaitu oleh pebisnis tersebut. Di dalam perjanjian tersebut ada penerapan dari klausula eksonerasi. Untu mencegah terjadinya suatu kecurangan maka pentinglah untuk kita mengkaji klausula eksonerasi ini dikaitkan ke dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindunga Konsumen. H
LATAR BELAKANG Cita-cita luhur bangsa Indonesia yang
dalam
alinea
Dasar
1945
menentukan bahwa: “Setiap orang berhak hidup
telah digariskan oleh para pendiri negara dicantumkan
Undang-Undang
sejahtera
Keempat
lahir
bertempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
dan
bathin
tinggal
dan
mendapatkan lingkungan hidup
Republik Indonesia Tahun 1945.
yang baik dan sehat serta Untuk
menjabarkan
arti
dan
makna
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
melindungi segenap bangsa Indonesia serta memajukan kesejahteraan rakyat tersebut
Pembagunan prerumahan merupakan salah
dituangkanlah dalam pasal-pasal melalui
satu upaya untuk memenuhi salah satu
ketentuan yang berhubungan dengan hak
kebutuhan dasar manusia. Secara umum
asasi manusia dalam Bab X huruf A
dalam dunia bisnis itu diperlukan adanya
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
etika.
yang Ke-4, yang terdiri dari Pasal 28 huruf
Ketentuan
mengenai
A sampai Pasal 28 huruf J. Pasal 28 huruf
persetujuan
untuk
pernyataan menerima
dan segala
persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang
isinya mengurangi tanggung jawab, akan
ditetapkan secara sepihak dan ketentuan-
tetapi seringkali membebaskan diri dari
ketentuan penandatanganan atas dokumen-
tanggung jawab atau pengalihan tanggung
dokumen yang telah dipersiapkan lebih
jawab yang tujuannya adalah mengarah
awal oleh pengembang, tercantum dalam
kepada perolehan keuntungan sehingga
surat pemesanan yang sering disebut
terabaikan hak-hak konsumen.
perjanjian baku.
Sehubungan dengan hal tersebut, Undang-
Ketentuan
mengenai
persetujuan
untuk
pernyataan menerima
dan segala
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang
selanjutnya
disingkat
ditetapkan secara sepihak dan ketentuan-
rangka
memayungi
ketentuan penandatanganan atas dokumen-
perlindungan
dokumen yang telah dipersiapkan lebih
umumnya,
awal oleh pengembang, tercantum dalam
produk
surat pemesanan yang sering disebut
mengaturnya.
perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir
seluruh
klausul-klausulnya
dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang
untuk
merundingkan
atau
meminta perubahan.1 Perjanjian semacam itu cenderung secara substansi hanya menuangkan dan menonjolkan hak-hak yang ada pada pihak yang berkedudukan lebih kuat, sedangkan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah Praktiknya pengembang properti dibidang perumahan tidak segan-segan menetapkan klausula eksonerasi tidak hanya yang
1
Celina Tri S.K., Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 139.
kepada
(untuk
UUPK)
dalam
pemberian
konsumen
pada
baik
terhadap
penggunaan
barang
maupun
jasa
telah
Dengan demikian, UUPK ini merupakan payung
yang
mengintergrasikan
dan
memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan konsumen, walaupun sudah diberlakukan
Undang-undang
perlindungan
konsumen
namun
di
Indonesia perjanjian baku/standar yang substansinya
mencantumkan
klausula
eksonerasi kenyataannya sudah merambah sektor bisnis, namum dari kajian akademik oleh para pakar hukum memandangnya secara
yuridis
masih
kontroversial
eksistensinya.2 Model perjanjian baku ini masih sering diperdebatkan di satu sisi dengan dalih kebebasan para pihak sesuai dengan asas 2
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2001), hal. 119.
kebebasan untuk membuat perjanjian,
Ada beberapa pengertian yang dapat
sedangkan di sisi lain dengan dalih
dikemukan dalam pembahasan tentang
kebebasan yang dimiliki secara sepihak
pengertian konsumen, yaitu terdapat dalam
oleh pelaku usaha adalah melanggar hak
rumusan peraturan perundang-undangan,
konsumen, walaupun pada asasnya para
dan menurut para pakar.
pihak
ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
mempunyai
kebebasan
untuk
8
Tahun
Berdasarkan
membuat perjanjian, namun konsep dasar
Nomor
1999
keseimbangan antara para pihak dalam
Perlindungan
membuat perjanjian merupakan konsep
disebut UUPK, yang menyatakan:
Konsumen
tentang selanjutnya
yang tidak dapat ditawar.
“Konsumen adalah setiap orang
Bermunculannya berbagai model kontrak
pemakai barang dan/atau jasa yang
baku dalam masyarakat sudah menjadi
tersedia dalam masyarakat, baik
polemik tentang eksistensinya apalagi di
bagi
dalam model baku tersebut di dalamnya
keluarga,
selalu
makhluk hidup lain dan tidak
mencantumkan
syarat-syarat
eksonerasi. Model perjanjian baku yang
kepentingan orang
diri lain,
sendiri, maupun
untuk diperdagangkan.”
berklausula eksonerasi tersebut dibuat oleh salah
satu
pihak
yang
mempunyai
Dalam rumusan ini ditentukan batasan
kedudukan ekonomi kuat seperti pelaku
secara jelas limitatif tentang konsumen,
usaha real estate yang berhadapan dengan
yaitu merupakan orang, memakai atau
kedudukan konsumen dalam posisi yang
menggunakan suatu barang dan/jasa, untuk
lemah.
kepentingan
Tertarik dengna hal tersebut, maka tulisan
kepentingan orang lain atau makhluk lain,
ini akan membahas tetntang penerpan
dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
klausula eksonerasi yang dikaitkan kepada
Dalam ilmu ekonomi pengertian di atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
termasuk dalam kategori konsumen akhir.
tentang Perlidungan Konsumen.
Pengertian konsumen di atas kurang tepat
PENGERTIAN
dan adanya kerancuan, yaitu pada kata
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
sendiri
maupun
untuk
pemakai yang tidak sesuai atau tidak berhubungan
dengan
kalimat
untuk
Sebelum kita membaha jauh kedepan ada
kepentingan pihak lain, serta rumusannya
baiknya kita mengetahui dahulu tentang
hanya terpaku pada orang atau makhluk
perlindungan konsumen.
lain, padahal dalam kenyataan tidak hanya orang saja yang disebut konsumen, tetapi
masih ada yang lain, yakni badan usaha.
memberikan
perlindungan
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 UU
konsumen. Rumusan tersebut merupakan
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
upaya pembentuk undang-undang untuk
Praktik Monopoli, selanjutnya disebut
membentengi
UULPM, secara tegas dinyatakan bahwa :
konsumen dari tindakan sewenang-wenang
atau
untuk
kepada
melindungi
“Konsumen adalah setiap pemakai
para pelaku usaha. Menurut Yusuf Shofie4
dan/atau
barang
UUPK di Indonesia mengelompokkan
untuk
norma-norma perlindungan konsumen ke
pengguna
dan/atau
jasa,
baik
kepentingan diri sendiri dan atau
dalam 2 (dua) kelompok, yaitu;
kepentingan orang lain.” Kedua
pengertian
di
atas
a. Perbuatan yang dilarang bagi terdapat
pelaku usaha
perbedaan dimana pengertian konsumen
b. Ketentuan tentang pencantuman
yang terdapat dalam UUPK lebih luas jika
klausula baku.
dibandingkan dengan pengertian yang
Dengan adanya pengelompokan tersebut
tercantum
ditujukan untuk memberikan perlindungan
di
dalam
UULPM,
yaitu
konsumen tidak terbatas pada manusia
terhadap
konsumen
dari
atau
akibat
semata melainkan juga kepada makhluk
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
hidup lainnya.3
usaha.
Secara umum konsumen dapat diartikan setiap orang yang menggunakan atau
KONTRAK BAKU BERKLAUSULA
memakai suatu barang dan/atau jasa yang
EKSONERASI
tersedia di masyarakat.
Yang menjadi
penekanan dalam pengertian konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
adalah aktifitas atau kegiatan memakai
implementasinya
atau menggunakan suatu produk barang
dilihat
dan/atau jasa, sedangkan bagaimana cara
ketentuan yang terdapat dalam undang-
memperolehnya
undang tersebut dengan mudah diabaikan.
atau
menggunakannya
secara
masih
belum
signifikan.
dapat
Berbagai
bukan menjadi persoalan.
Salah satu contoh yang sampai saat ini
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1)
masih
UUPK,
pelanggaran
dinyatakan,
perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang
terlihat
jelas
adalah
banyak pada
terjadi
penetapan
klausula baku berklausula eksonerasi,
menjamin adanya kepastian hukum untuk 4
3
Ahmad Miru & Sutarman Yudo.
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 26.
yaitu syarat-syarat untuk mengecualikan
1. Pengurangan
atau
penghapusan
tanggung jawab.
tanggung jawab terhadap akibat-
Pembentuk undang-undang sendiri tidak
akibat hukum, misalnya ganti rugi
memberikan definisi klausula eksonerasi
akibat wanprestasi;
dalam UUPK, oleh karena itu untuk selanjutnya dipandang perlu menelusuri berbagai pandangan dari para pakar.
2. Pembatasan
atau
penghapusan
kewajiban-kewajiban sendiri; 3. Penciptaan
kewajiban-kewajiban
Untuk membedakan kedua istilah baku dan
yang kemudian dibebankan kepada
eksonerasi, perjanjian yang mengandung
salah
syarat-syarat baku adalah meniadakan
penciptaan kewajiban ganti rugi
pembicaraan terlebih dahulu dari isi suatu
kepada pihak ketiga yang terbukti
perjanjian, sedangkan dalam perjanjian
mengalami kerugian.
satu
pihak,
misalnya
dengan syarat-syarat eksonerasi adalah menghilangkan tanggung jawab seseorang atas suatu akibat dari persetujuan.
5
Oleh karena itu, syarat-syarat eksonerasi dapat berupa penghapusan/pengurangan
Sebagaimana diuraikan di atas perjanjian
terhadap
dengan syarat-syarat eksonerasi disebut
pembatasan/penghapusan
pula perjanjian dengan syarat-syarat untuk
sendiri dan menciptakan kewajiban tetapi
pembatasan berupa penghapusan ataupun
membebankan pihak lain. Dalam UUPK
pengalihan
Melalui
secara tegas maupun tersurat tidak ada
syarat-syarat semacam ini oleh salah satu
mencantumkan istilah syarat eksonerasi
dari pihak dibatasi atau dibedakan dari
tersebut.
sesuatu
berdasarkan
Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK di
hukum.
Beban tanggung jawab yang
dalamnya hanya mengatur tentang klausula
diberikan
oleh
baku sebagai aturan atau ketentuan dan
tanggung
tanggung
undangan
jawab.
jawab
peraturan
dihapus
perundang-
oleh
penyusun
syarat-syarat
akibat
yang
hukum,
atau
kewajiban
dipersiapkan
dan
perjanjian melalui syarat-syarat eksonerasi
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
tersebut.6
oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam Menurut
Mariam
Darus
suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
Badrulzaman terdapat jenis klausula
mengikat dan wajib dipenuhi konsumen.
baku eksonerasi, yaitu :
Selanjutnya
Bab
V
Ketentuan
Pencantuman Klausula Baku dalam Pasal 5
AZ., Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Diadit Media, 2001), hal. 6 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo
18 UUPK menentukan sebagai berikut :
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau
jasa
f. Memberi hak kepada pelaku
yang
usaha
untuk
mengurangi
ditujukan untuk diperdagangkan
manfaat jasa atau menguari
dilarang
atau
harta kekayaan konsumen
baku
yang menjadi obyek jual beli
membuat
mencantumkan
klausula
pada setiap dokumen dan/atau
jasa itu.
perjanjian apabila:
g. Menyatakan
a. Menyatakan tanggung
pengalihan jawab
konsumen kepada peraturan
pelaku
yang berupa aturan baru,
usaha.
tambahan, lanjutan dan/atau
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha
tunduknya
berhak
pengubahan lanjutan yang
menolak
dibuat sepihak oleh pelaku
penyerahan kembali barang
usaha dalam masa konsumen
yang dibeli konsumen.
memanfaatkan
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak
penyerahan
yang
dibelinya.
menolak
kembali
jasa
h. Menyatakan
bahwa
uang
konsumen memberi kuasa
yang dibayarkan atas barang
kepada pelaku usaha untuk
dan/atau jasa yang dibeli
pembebanan
oleh konsumen.
tanggungan, hak gadai atau
d. Menyatakan
pemberian
hak
hak
jaminan
kuasa dari konsumen kepada
barang
pelaku usaha baik secara
konsumen secara angsuran.
langsung
maupun
tidak
(2) Pelaku
yang
terhadap dibeli
usaha
oleh
dilarang
langsung untuk melakukan
mencantumkan
segala tindakan sepihak yang
yang letak atau bentuknya sulit
berkaitan
terlihat atau tidak dapat dibaca
dengan
barang
secara
secara angsuran.
pengungkapannya sulit dimengerti perihal
pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang
atau
baku
yang dibeli oleh konsumen
e. Mengatur
jelas,
klausula
yang
Menurut Henri P. Panggabean, klausula eksonerasi adalah :7.
atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
7
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo,
“Perjanjian-perjanjian
yang
memperhatikan
dengan
cermat
serta
disertai syarat-syarat mengenai
memaknai secara seksama Pasal 18 ayat
kewenangan
salah satu pihak
(1) huruf a khususnya yang berisi tentang
dalam hal ini produsen tentang
pengalihan tanggung jawab dihadapkan
pengalihan
atau
pada Pasal 18 ayat (2) dari UUPK yang
terhadap
berisi tentang larangan pelaku usaha
tanggung produk
kewajiban jawabnya
yang
akibatnya
dapat
merugikan konsumen”.
mencantumkan klausula baku yang sulit dimengerti, letaknya sulit dilihat, tidak dapat
dibaca
secara
jelas
Dari batasan yang diberikan tersebut dapat
pengungkapannya
disimpulkan bahwa klausula eksonerasi itu
Dikatakannya lebih lanjut makna yang
adalah
tanggung
dikandung dalam kedua ketentuan di atas
jawab, jadi klausula eksonerasi tidak sama
tersebut mempunyai perbedaan arti yang
dengan perjanjian standar.
sangat mendasar.
Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
menyatakan bahwa klausula eksonerasi
Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h,
yang dicantumkan dalam suatu perjanjian
merupakan syarat-syarat eksonerasi yang
dengan mana satu pihak menghindarkan
digunakan oleh pelaku usaha sebagai dalil
diri dari pemenuhan kewajibannya untuk
untuk membebaskan diri dari tanggung
membayar ganti rugi seluruhnya atau
jawabnya melalui syarat-syarat pengalihan
terbatas yang terjadi karena ingkar janji
tanggung
ataupun perbuatan melawan hukum.
tanggung jawabnya terhadap konsumen
Dengan memaknai pandangan dari para
Pencantuman
pakar di atas, maka klausula eksonerasi
pelaku usaha [vide Pasal 18 ayat (1) huruf
adalah pada dasarnya klausula semacam
a sampai h] yang merugikan konsumen
ini tujuannya adalah untuk membebaskan
menurut
diri
melalui
dinyatakan batal demi hukum, artinya
atau
syarat-syarat tersebut dari semula dianggap
mengurangi tanggung jawab dari pihak
tidak pernah ada. Ditinjau dari sanksinya
pelaku
konsumen.
bagi pelaku usaha yang mencantumkan
pengaturan
klausula baku eksonerasi sebagaimana
klausula eksonerasi secara otentik dalam
dicantumkan Pasal 18 ayat (2) UUPK
UUPK apakah berarti klausula eksonerasi
dapat dikenakan:
isinya
dari
pengalihan
Tiadanya
mengalihkan
tanggung
jawab
tanggung
usaha
jawab
terhadap
pengertian
dan
sama dengan klausula baku? Shidarta yang
jawab
sulit
ataupun
Oleh karena itulah,
ataupun
syarat
Pasal
dimengerti.
18
mengurangi
eksonerasi
ayat
(2)
oleh
UUPK
1. Sanksi Perdata : perjanjian standar yang
Sanksi
dibuatnya jika digugat di pengadilan oleh
pidana
berupa
pidana pokok, yaitu:
konsumen, maka hakim membuat putusan
a. Penjara maksimum 5 (lima)
declaratur bahwa perjanjian tersebut batal
tahun
demi hukum (vide Pasal 18 ayat (3)
2.000.000.000,- (dua miliar
UUPK), pelaku usaha yang pada saat ini
rupiah)
telah mencantumkan kalusula baku dalam
tertentu;
dokumen
b.
atau
perjanjiannya
wajib
atau
denda
untuk
Rp.
perbuatan
Penjara maksimum
merevisi perjanjian standar tersebut agar
2 (dua) tahun atau denda Rp.
sesuai dengan UUPK.
500.000.000,- (lima ratus juta
2. Sanksi Pidana : Dipidana dengan pidana
rupiah)
untuk
perbuatan
penjara paling lama 5 tahun atau pidana
tertentu; atau
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-
c. Pidana penjara umum atau
[vide Pasal 62 ayat (1) UUPK].
denda umum yang berlaku.
Berdasarkan hal-hak tersebut di atas, dapat
Di samping itu terdapat juga
dikatakan bahwa sanksi-sanksi yang dapat
pidana tambahan berupa:
dijatuhkan terhadap pelaku usaha, antara
a. Perampasan
lain:
tertentu; 1.
barang
Sanksi pidana
b.
Sanksi pidana dapat dijatuhkan
putusan hakim;
oleh pengadilan (umum) setelah
c. Pembayaran ganti rugi;
melalui proses pidana biasa, yaitu
d.
lewat
penyidikan,
kegiatan tertentu;
pengadilan.
e. Kewajiban
proses
penuntutan
dan
Pengumuman
Penghentian
penarikan
Proses penyidikan dilakukan oleh
barang dari peredaran;
Polisi
f. Pencabutan izin usaha.
Negara
atau
Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di
2.
Sanksi perdata
lingkungan instansi pemerintah.
Sanksi perdata kepada pihak
Sedangkan
pelaku
yang
melakukan
usaha
yang
telah
proses penuntutan adalah badan
merugikan konsumen mungkin
penuntut
diberikan
dalam
proses pengadilan dilakukan oleh
kompensasi
atau
badan pengadilan umum yang
perdata, yang dijatuhkan oleh
berwenang.
pengadilan yang berwenang;
umum
(jaksa),
dan
bentuk ganti
rugi
3.
Sanksi administrasi
misalnya karena pelaku usaha tidak dapat
Selain itu, tersedia juga sanksi
mengalihkan tanggung jawabnya, atau
administrasi bagi pelaku usaha
tidak dapat menolak pengembalian barang
yang
peraturan
oleh konsumen, maka konsumen terhindar
yang
dari potensi kerugian. Implikasinya adalah
melanggar
perundang-undangan berlaku, berupa:
konsumen
dapat
menukarkan
a. Sanksi administrasi berupa
tersebut
ganti
mengembalikan barang tersebut dengan
rugi
dijatuhkan
yang oleh
Penyelesaian Konsumen
dapat Badan
dengan
barang
barang
lain
atau
menerima uang.
Sengketa
Berdasarkan hal tersebut di atas,
oleh
dapat terlihat bahwa untuk melindungi
atau
pengadilan umum;
pihak konsumen dari ketidakadilan,
b.
perundang-undangan
Sanksi administrasi
memberikan
lainnya yang dijatuhkan oleh
larangan-larangan
pengadilan
pelaku usaha dalam hubungan dengan
atau
pejabat
pemerintah yang berwenang.
tertentu
kepada
kegiatannya sebagai pelaku usaha.
Dengan demikian, lahirnya UUPK potensi
Larangan-larangan
tersebut
ketidakadilan yang dialami konsumen
dikategorikan sebagai berikut:
dapat
dapat diminimalisir sebagaimana diatur
1.
dalam UUPK bahwa jenis klausula baku
dengan barang dan atau jasa yang
apalagi
diperdagangkan;
mangandung
syarat-syarat
Larangan yang behubungan
eksonerasi dilarang dipergunakan oleh
2.
pelaku usaha sebenarnya sudah sangat
berhubungan
berpihak
promosi/iklan yang menyesatkan;
kepada
konsumen.
Larangan
yang dengan
Konsekuensinya adalah berbagai klausula
3.
baku yang illegal itu tidak berlaku lagi,
dengan penjualan barang secara
maka
obral
akan
banyak
hal
yang dapat
Larangan alam hubungan
atau
meringankan konsumen, ketika konsumen
menyesatkan;
mendapatkan
4.
diinginkan
produk dan
yang
tidak
dibutuhkan
atau
lelang
yang
Larangan
berhubungan dengan waktu dan
memperoleh perlakuan yang tidak adil dari
jumlah yang tidak diinginkan;
pelaku usaha. Berbagai implikasi dengan
5.
diberlakukannya
dengan iming-iming hadiah;
peraturan
tentang
klausula baku dalam UUPK, seperti
yang
Larangan terhadap tawaran
6.
Larangan terhadap tawaran
KUHPerdata,
dengan paksaan;
perjanjian
7.
mempunyai
Larangan terhadap tawaran
dalam
hubungan
dengan
pembelian melalui pesanan; 8.
Larangan
baku
periklanan;
yang yang dengan
kekuatan
tidak
mengikat.
perjanjian yang mengandung syarat eksonerasi
berhubungan
tersebut
seperti ini dapat dibatalkan, karena yang
Larangan
demikian
Ini menunjukkan bahwa perjanjian
berhubungan dengan pelaku usaha
9.
dengan
klausula
baku.
sebagai
tidak
kesepakatan
sempurna
dan
menyatakan batal demi hukum, dengan
alasan
bahwa
syarat
eksonerasi sebagai salah satu tidak terpenuhinya syarat obyektif, yaitu tidak adanya kausa yang halal dalam membuat perjanjian dan hal
PENUTUP
ini bertentangan dengan syarat Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
bentuk
kontrak
2. Klausula eksonerasi yang terdapat dalam kontrak baku jual beli
1. Perjanjian jual beli perumahan dalam
sahnya perjanjian;
perumahan melanggar ketentuan
baku
klausula baku sebagaimana diatur
berklausula eksonerasi jika ditinjau
dalam Undang-Undang Nomor 8
dari hukum perjanjian merupakan
Tahun 1999 tentang Perlindungan
klausul yang mengandung kondisi
Konsumen,
membatasi atau bahkan menghapus
eksonerasi yang dicantumkan oleh
sama sekali tanggung jawab yang
pengembang dalam perjanjian jual
semestinya
beli rumah yang berisi ketentuan
dibebankan
kepada
karena
klausula
pihak produsen/penyalur produk
pengalihan
(penjual). Ditinjau dari kebebasan
tindakan
membuat perjanjian (freedom of
sepihak dan pengembang tidak
contract),
perjanjian
baku
mengembalikan
berklausula
eksonerasi
tidak
dibayarkan oleh pembeli adalah
memenuhi syarat subyektif dan
melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf
syarat
sebagaimana
a,
Pasal
Perlindungan
obyektif
ditentukan
dalam
1320
c,
tanggung berupa
dan
d
jawab,
pembatalan
uang
yang
Undang-Undang Konsumen.
Selanjutnya, menurut Pasal 18 ayat
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) UUPK setiap klausula baku
(2) UUPK dinyatakan batal demi
yang ditetapkan oleh pelaku usaha
hukum,
pada dokumen atau perjanjian yang
tersebut dari semula dianggap tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana
pernah ada.
artinya
syarat-syarat
DAFTAR PUSTAKA
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Inadonesia. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8 Tahun 1999. LN No. 42 Tahun 1999. TLN No. 3821 Inoneisa . Undang-undang tentang Perumahan dan Pemukiman. UU Nomor 14 Thun 1992. B. BUKU Miru, ahmad &Sutarman yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008 Nasution, AZ. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Diadit Media, 2001. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : Grasindo, 2001 Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumental-instrumental Hukumnya. Bandung : Citra Aditiya Bakti, 2003.