PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH KIMIA MATERI LARUTAN PENYANGGA PADA SISWA KELAS XI IPA SMAN 2 LABUAPI
JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Kimia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram
OLEH: ERWIN KURNIAWAN E1M 012 018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jln. Majapahit No. 62 Telp- (0370) 623873 Fax. 634918 Mataram NTB
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING JURNAL SKRIPSI
Jurnal skripsi yang disusun oleh: Erwin Kurniawan (E1M 012 018) dengan judul
“Pengaruh
Model
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
terhadap
Keterampilan Pemecahan Masalah Kimia Materi Larutan Penyangga pada Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi” telah diperiksa dan disetujui.
Mataram,
September 2016
Dosen Pembimbing Skripsi I,
Dosen Pembimbing Skripsi II,
(Mukhtar Haris, S.Pd., M.Si.) NIP. 19670927 200003 1 001
(Dr. Aliefman Hakim, S.Si., M.Si.) NIP. 19810327 200501 1 003
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH KIMIA MATERI LARUTAN PENYANGGA PADA SISWA KELAS XI IPA SMAN 2 LABUAPI 1
1
Erwin Kurniawan *, Mukhtar Haris , Aliefman Hakim 1
1
Universitas Mataram, Jln. Majapaahit No.62 Mataram-NTB, 83125 Email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan pemecahan masalah kimia materi larutan penyangga pada siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi. Penelitian ini termasuk dalam penelitian quasi eksperiment atau eksperimen semu yang menggunakan desain penelitian nonequivalen control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi tahun ajaran 2015/2016. Sampel penelitian terdiri dari dua kelas yaiti kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik sampling jenuh. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan pemecahan masalah berupa tes uraian. Hasil keterampilan pemecahan masalah kelas eksperimen memiliki rata-rata sebesar 33 dan kelas kontrol sebesar 37. Teknik analiais data menggunakan uji anacova untuk uji hipotesis. Hasil uji hipotesis didapatkan Fhitung(6,76) > Ftabel(4,11) dengan
x eksperimen x kontrol , ini menunjuk-kan bahwa setelah dikendalikan oleh
kovariabel pre-test, terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Namun, dengan mempertimbangkan nilai rata-rata kedua kelas, maka Ha ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap keterampilan pemecahan masalah kimia materi larutan penyangga pada siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi. Kata-kata kunci : model pembelajaran berbasis masalah, keterampilan pemecahan masalah, larutan penyangga. ABSTRACT The goal of this research was to saw the effect problem-based learning model towards th problem-solving skill on the buffers material of XI grade science students at SMAN 2 Labuapi. This reaserch was included in a quasi experimental reaserch using a nonequivalent control group desaign. The population of this research were all science students grade XI at SMAN 2 Labuapi in academic year 2015/2016. The research sample th consisted of two classes, including first XI grade science students as an experimental th group and second XI grade science students as the control group. The sampling technique using saturated sampling technique. The instrument used to measure the problem-solving skill was in the form of a essay test. The problem-solving skill result of the experimental class showed the average score was 33 and the avarage score of the control class is 37. The data were analyzed using anacova test to examine the hypothesis. The hypothesis test resulted Fempiric(6,76) > Fteoritic(4,11) with
x eksperimen x kontrol , it shows that once controlled by the covariabel pre-test, there are significant differences between the variables involved in the research, but taking into
account the average score of the two classes, it Ha rejected and H0 accepted. So it can be concluded that problem-based learning model no provides a better effect than th conventional learning towards problem-solving skill on the buffers material of XI grade science students at SMAN 2 Labuapi Keywords: Probleme-based learning, problem-solving skill, Buffers.
PENDAHULUAN Indonesia tercatat sebagai negara yang cukup sering memenangkan olimpiade sains tingkat internasional. Hal ini seolah-olah memberikan gambaran bahwa indonesia penuh dengan orang-orang cerdas yang siap untuk memberikan
sumbangsi
pemikiran
dalam
menyelesaikan
permasalahan-
permasalahan di negaranya. Kenyataannya, indonesia masih dipenuhi dengan permasalahan-permasalahan yang sampai saat ini belum menemukan solusi dalam pemecahannya. Misalnya saja permasalahan korupsi, kemiskinan, pengangguran, kesehatan, dan masalah yang paling genting dalam suatu negara adalah masalah pendidikan yang sampai saat ini tak kunjung ada perbaikan secara merata di seluruh wilayah di indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat indonesia belum terlatih dalam keterampilan berpikir kompleks terutama dalam pemecahan masalah. Ironinya sistem pendidikan di indonesia lebih menekankan pada keterampilan
berpikir
dasar
(salah
satunya
menghapal)
dibandingkan
keterampilan berpikir kompleks. Kegiatan yang paling digemari dalam proses pembelajaran adalah latihan soal dengan jenis soal yang sama secara terus menerus. Soal olimpiade lebih menekankan pada kemampuan menghapal dan seberapa sering siswa berlatih dengan soal tersebut. Jadi, tidak mengherankan jika indonesia sering memenangkan olimpiade namun kerap kalah dengan permasalahan yang bersifat kontekstual. Keterampilan
pemecahan
masalah
seharusnya
mulai
dilatih
dan
dikembangkan sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan meyelipkan permasalahan-permasalahan yang bersifat kontekstual dalam pembelajaran. Sementra itu, siswa secara
mandiri berusaha memecahkan permasalahan
tersebut dengan bantuan materi yang diajarkan. Materi dalam pelajaran sains terutama kimia sangat baik untuk dikembangkan menjadi masalah-masalah yang
bersifat kontekstual, ini dikarenakan kimia tidak pernah terlepas dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satu
model
pembelajaran
yang
proses
pembelajarannya
berdasarkan pada masalah yang bersifat kontekstual adalah model pembelajaran berbasis masalah. Sesuai dengan namanya, pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait dengan KD (Kompetensi Dasar) yang dipelajari siswa [1]. Pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan [2]. Kurikulum PBM (Pembelajaran Berbasis Masalah) membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan yang lain [3]. Selain daripada itu, PBM menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan diawal pembelajaran. Seperti halnya model pembelajaran lainnya, PBM juga memiliki tahapan pada penggunaanya dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah model pembalajaran berbasis masalah disajikan dalam Tabel 1. [4] Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase 1
Tahapan Orientasi siswa pada masalah
2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
3
Membimbing pengalaman individual/kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
4
5
Menganalisis dan mengevaluasi
Tingkah Laku Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotifasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka.
Melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan siswa
dapat
terampil
dalam
memecahkan
permasalahan.
Keterampilan
pemecahan masalah adalah suatu bentuk keterampilan berpikir tingkat tinggi yang tentunya memerlukan pemikiran untuk digunakan dan dihubungkan dengan berbagai aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. [5] Siswa yang terampil dalam memecahkan masalah tentunya memenuhi indikator keterampilan pemecahan masalah. Adapun indikator keterampilan pemecahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan masalah; (3) melaksanakan pemecahan masalah; dan (4) mengevaluasi hasil pemecahan maslah [6]. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Mutmainna
(2011)
telah
membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada pelajaran fisika [7]. Penelitian lain oleh Suardani, dkk. (2014) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan pemecahan masalah antara kelompok siswa kelas X yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada pelajaran biologi [8]. Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti mengangkat suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Pemecahan Masalah Kimia Materi Larutan Penyangga Pada siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi.” METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalen control group design dengan pemberian tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi yang terdistribusi dalam 2 kelas, dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak 20 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi, dimana teknik pengambilan sampel seperti ini dinamakan teknik sampling jenuh. Adapun kelas XI IPA 1 dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
meliputi data hasil uji coba instrumen dan data hasil keterampilan pemecahan masalah siswa pada materi larutan penyangga. Jenis instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa tes uraian yang menuntut siswa dalam menjawab melalui tahapan pemecahan masalah yakni memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Sebelum instrumen digunakan, instrumen diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan validitas ahli yang dikonsultasikan dengan rumus Aiken’s V dan uji reliabilitas menggunakan rumus Alfa Cronbach. Variabel terikat yang diteliti adalah keterampilan pemecahan masalah dan variabel bebasnya adalah model pembelajaran berbasis masalah untuk kelas eksperimen dan model konvensional (ceramah dan latihan soal) untuk kelas kontrol. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji anacova dengan syarat data terdistribusi normal dan homogen. Uji normalitas data menggunakan Uji Chi Kuadrat dan untuk uji homogenitas data menggunakan Uji-F. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data hasil uji coba instrumen dan data hasil tes keterampilan pemecahan masalah siswa pada materi larutan penyangga. Data Hasil Uji Coba Instrumen Instrumen yang digunakan sebelumnya melalui tahapan uji validitas dan uji reliabilitas. Berdasarkan hasil perhitungan validitas ahli, didapatkan Nilai koefisien Aiken’s V berkisar antara 0,83-1, ini menunjukkan bahwa instrumen soal yang digunakan memiliki validitas yang sangat valid. Uji reliabilitas didapatkan nilai r-hitung sebesar 0,672 dan r tabel pada taraf signifikan (α) 0,05 dan N = 40 adalah 0,312, sehingga diperoleh r hitung > r tabel, ini menyatakan bahwa instrumen keterampilan pemecahan masalah baik atau dapat dipercayai. Data Hasil Tes Keterampilan Pemecahan Masalah Berdasarkan hasil tes keterampilan pemecahan masalah untuk pre-test (data sebelum diberikan perlakuan), pada kelas eksperimen diperoleh rentang nilai 3-56 dengan nilai rata-rata 25, sedangkan pada kelas kotrol diperoleh rentang nilai 3-36 dengan nilai rata-rata 18. Sementara itu, hasil keterampilan
pemecahan masalah siswa pada kedua kelas setelah seluruh proses pembelajaran dilakukan dapat dilihat pada Grafik 1.
Grafik 1. Hasil Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa XI IPA 1 (Eksperimen) 58
XI IPA 2 (Kontrol)
67 33 14
Nilai tertinggi
37
8
Nilai Terendah
Nilai Rata-rata
Berdasarkan Grafik 1 terlihat bahwa nilai tertinggi untuk kelas eksperimen adalah 58 sedangkan nilai terendah adalah 14. Sementara itu, untuk kelas kontrol nilai tertinggi adalah 67 dan nilai terendah 8. Tambahan pula, untuk nilai rata-rata kelas eksperimen mendapatkan nilai 33 dan untuk kelas kontrol mendapatkan nilai 37. Berdasarkan hasil ini, terlihat bahwa kelas kontrol memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen dalam hal keterampilan pemecahan masalah. Akan tetapi apakah perbedaan rata-rata ini signifikan atau tidak, dilihat berdasarkan uji signifikansi melalui uji anacova. Uji anacova merupakan salah satu uji parametris dengan syarat data yang dianalisis haruslah data yang terdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, didapatkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen. Uji signifikansi (uji anacova) dilakukan dengan jalan membandingkan antara harga F hitung dengan F tabel yang terdapat pada tabel nilai-nilai F. Dengan ketentuan apabila Fhitung > Ftabel dan x eksperimen x kontrol maka Ha diterima dan sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel atau x eksperimen x kontrol maka Ha ditolak dan H0 diterima. Dengan menggunakan db = 1 dan 37 didapatkan harga F tabel 4,11 pada taraf 5% dan F hitung sebesar 6,760 (hasil ini sama dengan perhitungan dengan menggunakan program pengolah data SPSS). Oleh karenanya, diperoleh Fhitung > Ftabel dengan x eksperimen x kontrol , ini menunjukkan bahwa setelah dikendalikan oleh kovariabel pre-test, terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Namun dengan memper-
timbangkan nilai rata-rata kedua kelas, maka Ha ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap keterampilan pemecahan masalah kimia materi larutan penyangga pada siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutmainna (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada pelajaran fisika; Suardani, dkk. (2014) menemukan bahwa terdapat perbedaan keterampilan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan konvensional dalam pembelajaran. Siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah memiliki keterampilan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Sehubungan
dengan
itu,
tentunya
ada
alasan
mendasar
yang
menyebabkan model yang diterapkan ini tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap keterampilan pemecahan masalah siswa. Oleh karenanya, peneliti melakukan analisis jawaban siswa terhadap tiap indikator keterampilan pemecahan masalah untuk mengetahui penyebab tersebut. Hasil post test siswa terhadap tiap indikator keterampilan pemecahan masalah dapat dilihat pada Grafik 2. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa untuk indikator pertama yakni memahami masalah, kelas eksperimen memiliki rata-rata yang lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sementara itu, untuk ketiga indikator lainnya yakni merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah, rata-rata kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Selain itu, dari keempat indikator, indikator memahami masalah memiliki rata-rata yang lebih tinggi daripada ketiga indikator lainnya untuk kedua kelas.
Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan analisis kovarian (Anacova) untuk melihat perbedaan tiap indikator keterampilan pemecahan masalah antara kedua kelas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan program SPSS didapatkan nilai F hitung sebesar 0,129 dan harga F tabel 4,11 pada taraf 5% sehingga diperoleh Fhitung < Ftabel, ini menunjukkan bahwa setelah dikendalikan oleh kovariabel pre-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Grafik 2 Hasil Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Tiap Indikator
Chart Title
Rata-rata kelas eksperimen 15,35
rata-rata kelas kontrol
13,9 7,3
Memahami masalah
9,3 5,85
7,7
5
Merencanakan pemecahan Melaksanakan pemecahan masalah masalah
6,05
Mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap indikator yang kedua yakni merencanakan pemecahan masalah. Berdasarkan analisis menggunakan program SPSS didapatkan nilai F hitung sebesar 4,751 dan harga F tabel 4,11 pada
taraf
5%
sehingga
diperoleh
Fhitung
>
Ftabel
dengan
x eksperimen (7,3) x kontrol (9,3), ini menunjukkan bahwa setelah dikendalikan oleh kovariabel pre-test, terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Namun dengan mempertimbangkan nilai rata-rata kedua kelas, maka dalam merencanakan pemecahan masalah kelas kontrol lebih baik daripada kelas eksperimen. Indikator melaksanakan pemecahan masalah dan mengevaluasi hasil pemecahan
masalah
memberikan
hasil
yang
sama
seperti
indikator
merencanakan pemecahan masalah, yakni terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Namun dengan mempertimbangkan nilai rata-rata kedua kelas, maka dalam melaksanakan dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah kelas kontrol lebih baik daripada kelas eksperimen, dimana untuk indikator melaksanakan pemecahan masalah ini, didapatkan nilai F hitung sebesar 9,692 dan harga F tabel 4,11 pada taraf 5%
sehingga diperoleh Fhitung > Ftabel dengan x eksperimen (5,85) x kontrol (7,7), dan untuk indikator mengevaluasi hasil pemecahan masalah didapatkan nilai F hitung sebesar 4,339 dan harga F tabel 4,11 pada taraf 5% sehingga diperoleh Fhitung > Ftabel dengan x eksperimen (5) x kontrol (6,05). Setelah peneliti melakukan analisis jawaban siswa untuk tiap indikator, peneliti mencoba menyimpulkan penyebab tidak sesuainya hasil penelitian ini dengan hipotesis yang diharapkan. Berdasarkan hasil analisis terhadap keempat indikator keterampilan pemecahan masalah didapatkan bahwa indikator pertama dinyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan, dan untuk ketiga indikator lainnya
dinyatakan
ada
perbedaan
yang
signifikan
tetapi
dengan
mempertimbangkan nilai rata-rata didapatkan bahwa untuk ketiga indikator, kelas kontrol lebih baik dan mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen tidak lebih baik dari kelas kontrol dalam keterampilan memecahkan masalah. Sebenarnya, peneliti telah mencoba memunculkan tiap indikator dalam proses pembelajaran dan itu dibuktikan dari hasil pada lembar kerja siswa. Selain itu, berdasarkan lembar observasi keterlaksanaan model, peneliti telah melaksanakan seluruh syntak dalam model pembelajaran berbasis masalah dengan cukup baik. Maka dari itu seharusnya penyebab utamanya terletak pada instrumen yang digunakan peneliti dalam mengukur keterampilan pemecahan masalah. Instrumen yang digunakan peneliti dalam mengukur keterampilan pemecahan masalah berupa masalah yang dibuat dalam bentuk soal uraian, yang diharapkan siswa dapat menjawabnya dengan empat tahapan keterampilan pemecahan masalah. Siswa akan mendapatkan skor maksimal ketika mampu menjawab
soal
dengan
mengikuti
tahapan
yang
benar/runtut
dalam
memecahkan masalah. Akan tetapi, tanpa mengikuti tahapan itupun siswa mampu memecahkan masalah/menjawab soal dengan benar. Oleh kerena itu, instrumen yang digunakan peneliti kurang tepat digunakan untuk mengukur “keterampilan” siswa yang berupa kemampuan bertindak, apalagi indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan memecahkan masalah berupa tahapantahapan yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Seharusnya perlu dilakukan penilaian yang mengarah pada tingkah laku siswa dalam memecahkan maslah.
Penilaian dapat dilakukan melalui pengamatan langsung oleh beberapa observer ketika siswa pada aktivitas memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, keterampilan pemecahan masalah kimia siswa kelas XI IPA SMAN 2 Labuapi yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah tidak lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model konvensional pada materi larutan penyangga. DAFTAR PUSTAKA [1] Kosasih. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum
2013. Bandung: Yrama Widya. [2] Boud, D. and G. Feletti. 1997. The Challenge of Problem Based Learning: London: Kogan Page. [3] Margetson, D. 1994. Current Educational Reform and the Significance of Problem-Based Learning. Stud. Higher Educ.; 19:5-19. [4] Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. [5] Tawil dan Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Universitas Negeri Makasar press. [6] Polya, G. 1973. How To Solve It. Princention. NJ: Princention University
Press. [7] Mutmainna. 2011. Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Keterampilan Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas VIII SMP egeri 26 Makassar. Skripsi. FMIPA UNM. Tidak Diterbitkan. [8] Suardani, N.N., Swasta, I.J., Widiyanti, dan Manik, N.L.P. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Pemecahan Masalah Dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Tesis Pendidikan IPA Universitas Ganesha Indonesia, Singaraja: Tidak diterbitkan.