KAJIAN KELAYAKAN USAHA PENDEDERAN DAN PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU MACAN DI BALAI BUDIDAYA LAUT (BBL) PULAU SEMAK DAUN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA
Oleh : DEWI HERLINA A 141 036 66
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA DENGAN JUDUL KAJIAN KELAYAKAN USAHA PENDEDERAN DAN PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU MACAN DI BALAI BUDIDAYA LAUT (BBL) PULAU SEMAK DAUN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA, BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Dewi Herlina A 1 4103666
RINGKASAN DEWI HERLINA. Kajian Kelayakan Usaha Pendederan Dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan di Balai Budidaya Laut (BBL) Pulau Semak Daun, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. ( Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI ).
Penurunan produksi ikan kerapu nasional terjadi akibat adanya kelebihan tangkap (over fishing) di beberapa wilayah perairan tangkap di Indonesia. Sementara itu, perairan Kepulauan Seribu memiliki potensi untuk pengembangan ikan kerapu macan dan permintaan sangat tinggi untuk komoditas tersebut, terutama untuk pasar internasional. Kegiatan budidaya ikan kerapu macan di Balai Budidaya Laut (BBL) Pulau Semak Daun merupakan salah satu upaya memenuhi permintaan tersebut. Namun mengingat usaha tersebut masih baru dan statusnya sebagai pilot project yang umumnya tidak bersifat profit oriented, maka analisis kelayakan usaha perlu dilakukan untuk melihat apakah usaha tersebut layak atau tidak secara finansial. Namun demikian, aspek-aspek yang dianalisis dalam penelitian ini tidak hanya aspek finansial, aspek aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen, yang saling terkait satu sama lain dalam menentukan kelayakan usaha. Kerangka pemikiran berisi teori-teori yang berkaitan erat dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan merupakan acuan untuk menjawab permasalahan tersebut. Adapun teori-teori yang dianggap berkaitan erat dan menjadi solusi untuk permasalahan dalam penelitian ini meliputi; teori analisis proyek, yang mengkaji unsure-unsur kelayakan suatu usaha; teori biaya dan manfaat; proyeksi cash flow; pengukuran kemanfaatan proyek; inflasi; konsep nilai waktu dari uang dan terakhir adalah identifikasi terhadap factorfaktor yang mempengaruhi kelayakan usaha pendederan dan penggelondongan ikan kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun. Penelitian dilakukan di Pulau Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan sengaja (purposive). Pulau Semak Daun dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa : 1) Usaha budidaya ikan kerapu di Pulau Semak Daun ini merupakan usaha yang masih baru didirikan 2) Status Pulau Semak Daun yang dikategorikan pemerintah kedalam program percontohan (Pilot Programme) dan lokasi percontohan (Pilot Location). Penelitian ke lokasi berlangsung pada Bulan Mei 2006 sampai dengan Bulan Juni 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berdasarkan hasil pengamatan di lapang dan wawancara tidak terstruktur yang diajukan kepada enam orang responden, terdiri dari; ketua tim proyek budidaya laut di Kepulauan Seribu dari PKSPL IPB selaku pengelola usaha, pengusaha ikan kerapu macan di Pulau Semak Daun (petani pemilik), pekerja yang terlibat dalam usaha dan staf pada pemerintahan setempat. Data sekunder berasal dari beberapa sumber diantaranya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Suku Dinas Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan literatur lain yang ada di perpustakaan LSI IPB, perpustakaan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta buku-buku referensi yang relevan dengan penelitian ini.
Analisis deskriptif digunakan untuk dalam menganalisis kelayakan aspek non fianansial (aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen). Dalam aspek finansial usaha, analisis yang dilakukan meliputi analisis investasi usaha dan analisis pendapatan usaha, dengan menggunakan berbagai kriteria sebagai dasar untuk menentukan kelayakan suatu usaha secara finansial. Adapun krieteria-kriteria yang akan digunakan dalam analisis investasi usaha antara lain; Net Present Value ( NPV), analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek; Net Benefit Cost |Ratio (Net B/C), analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek; Internal Rate of Return (IRR), yang digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan; Payback Periods (PP), yang dilakukan untuk melihat waktu pengembalian investasi dengan membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Selain itu dilakukan analisis pendapatan usaha tani, untuk melihat tingkat cost per unit output dan tingkat keuntungan usaha dalam waktu satu tahun. Untuk mengetahui kepekaan suatu usaha terhadap perubahan yang mungkin terjadi maka digunakan juga analisis switching value dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha budidaya kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun, layak dari segi spek pasar, karena peluang pasara yang dapat dimasuki masih sangat besar dan strategi pemasaran yang digunakan juga sesuai untuk kondisi pasar yang dihadapi. Sedangkan dilihat dari aspek teknis usaha ini juga layak. Kriteria yang digunakan dalam menentukan kelayakan aspek ini antara lain; kriteria kesesuaian lahan dan teknologi budidaya yang digunakan. Dilihat dari faktor kesesuaian lahan, lokasi budidaya ini sangat memenuhi syarat kesesuaian lahan. Sedangkan dilihat dari kelayakan teknik budidaya, maka teknik yang dilakukan di BBL Pulau Semak Daun ini dikatakan layak, hal ini terbukti dengan tinggi tingkat produksi yang ditentukan oleh tingkat kelangsungan hidup (SR) dari benih yang diproduksi. Namun, usaha ini tidak layak secara finansial, hal ini terkait dengan tingkat harga di bawah biaya per unit output yang ditetapkan sebagai harga subsidi bagi petani pembesar. Usaha tersebut akan layak dikembangkan pada tingkat harga minimal sama dengan biaya per unit output atau sama dengan harga pasaran. Agar BBL Pulau Semak Daun dapat terus melaksanakan kegiatannya dalam mengusahakan benih ikan kerapu macan, maka Pemda Kepulauan Seribu harus tetap mempertahankan subsidi yang ada. Sedangkan bagi calon investor, seluruh aspek usaha pada BBL Pulau Semak Daun dapat diterapkan, kecuali aspek finansial. Agar layak diusahakan maka harga jual yang ditetapkan sebaiknya mengikuti harga pasaran yakni Rp 15.000,00 per ekor benih.
JUDUL
:
KAJIAN
KELAYAKAN
USAHA
PENDEDERAN
DAN
PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU MACAN DI BALAI BUDIDAYA LAUT (BBL) PULAU SEMAK DAUN, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA NAMA
:
DEWI HERLINA
NRP
:
A 14103666
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 131415082
Mengetahui Dekan Fakutas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
KAJIAN KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN PADA KARAMBA JARING APUNG DI BALAI BUDIDAYA LAUT PULAU SEMAK DAUN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA
Oleh : DEWI HERLINA A 141 036 66
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1982 di Baturaja, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Jakfar Siregar dan Ibu Asmaboty. Pendidikan formal yang dilalui penulis antara lain : Sekolah Dasar Xaverius II Baturaja lulus tahun 1994, SMP Negeri II Baturaja lulus tahun 1997, SMU Negeri I Baturaja lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Program Studi Manajemen Bisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Kelayakan
Usaha
Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan di Balai Budidaya Laut (BBL) Pulau Semak Daun, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta”.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
juga,
Penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ayah, Ibu dan adik-adik, atas doa dan motivasi yang selalu mengalir memenuhi hari-hari Penulis. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji pada sidang hasil penelitian. 4. Prof. Dr. Tridoyo Kusumastanto, MS dan rekan-rekan PKSPL IPB, atas bantuan dan motivasi yang tak ternilai harganya. 5. Seluruh sahabat Penulis, baik di kampus maupun di kost-an. Akhir kata Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Kelayakan Usaha Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan Pada Karamba Jaring Apung di Balai Budidaya Laut (BBL) Pulau Semak Daun, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan bagi Pemerintah Daerah dan calon investor dalam merencanakan pendirian usaha budidaya ikan kerapu macan, baik di Perairan Kepulauan Seribu maupun perairan lainnya. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan para stake holder sumberdaya perikanan kerapu.
Bogor,
Agustus 2006
Penulis
Dewi Herlina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ...............................................................................
1 1 5 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perikanan Laut di Indonesia ................................................................... 8 2.2. Gambaran Peluang Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia............ 9 2.3. Perkembangan Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA ............................... 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 17 3.1. Analisis Proyek ........................................................................................ 17 3.1.1. Kelayakan Aspek Pasar .............................................................. 19 3.1.2. Kelayakan Aspek Teknis ............................................................. 19 3.1.3. Kelayakan Aspek Manajemen .................................................... 21 3.1.4. Kelayakan Aspek Finansial ......................................................... 22 3.2. Teori Biaya dan Manfaat ......................................................................... 24 3.3. Proyeksi Cash Flow ................................................................................ 25 3.4. Pengukuran Kemanfaatan Proyek .......................................................... 26 3.5. Inflasi ....................................................................................................... 28 3.6. Konsep Nilai Waktu dari Uang ................................................................ 29 3.7. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan ......................................................................................... 31 IV. METODE PENELITIAN ............................................................................. 35 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 35 4.2. Jenis dan Sumber Data........................................................................... 35 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 37 4.3.1. Analisis Kelayakan Aspek Pasar.................................................37 4.3.2. Analisis Kelayakan Aspek Teknis................................................38 4.3.3. Analisis Kelayakan Aspek Manajemen........................................39 4.3.4. Analisis Kelayakan Aspek Finansial............................................40 4.3.4.1. Analisis Investasi Usaha...............................................40 4.3.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani....................................42 4.3.5. Analisis Switching Value.............................................................. 4.3.6. Analisis Sensitivitas.....................................................................44 4.3.7. Penarikan Kesimpulan.................................................................44 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................ 46 5.1. Lokasi dan Kondisi Wilayah .................................................................... 46 5.2. Gambaran Usaha .................................................................................... 47 5.3. Sarana dan Prasarana Budidaya Ikan Kerapu Macan ........................... 49
VI. ANALISIS KELAYAKAN USAHA............................................................ 51 6.1. Analisis Aspek Pasar .............................................................................. 51 6.1.1. Potensi Permintaan dan Penawaran pasar ................................ 51 6.1.2. Strategi Pemasaran .................................................................... 54 6.1.3. Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Pasar...................... 55 6.2. Analisis Aspek teknis .............................................................................. 56 6.2.1. Lokasi Usaha............................................................................... 56 6.2.2. Teknik Budidaya .......................................................................... 57 6.2.2.1. Teknik Budidaya di BBL ............................................... 57 6.2.2.2. Teknik Budidaya Ikan Kerapu Macan Pada Usaha Milik Petani Anggota Kelompok ................................... 62 6.2.3. Keputusan Kelayakan Usaha BBL Pulau Semak Daun Berdasarkan Aspek Teknis ......................................................... 63 6.3. Analisis Aspek Manajemen ..................................................................... 64 6.3.1. Bentuk Usaha dan Struktur Organisasi ...................................... 65 6.3.2. Komposisi Tenaga Kerja dan Deskripsi Pekerjaan .................... 66 6.3.3. Kebutuhan Gaji dan Upah Tenaga Kerja.................................... 67 6.3.4. Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Manajemen ............ 67 6.4. Analisis Aspek Finansial ......................................................................... 68 6.4.1. Identifikasi Biaya dan Manfaat .................................................... 68 6.4.1.1. Biaya............................................................................. 68 6.4.1.2. Manfaat......................................................................... 71 6.4.2. Proyeksi Cash Flow .................................................................... 72 6.4.2.1. Komponen-komponen Initial Cash Flow...................... 72 6.4.2.2. Komponen-komponen Operational Cash Flow ........... 73 6.4.2.3. Komponen-komponen Terminal Cash Flow ................ 73 6.4.3. Kriteria Kelayakan Usaha ........................................................... 73 6.4.3.1. Asumsi-Asumsi yang Digunakan dalam Analisis Finansial..........................................................74 6.4.3.2. Analisis Kelayakan Investasi Usaha……………………75 6.4.3.3. Analisis Pendapatan Usaha …………………………….76 6.4.4. Analisis Switching Value.............................................................77 6.4.5. Analisis Sensitivitas.....................................................................77 6.4.6. Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Finansial ................ 79 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan............................................................................................... 81 7.2. Saran ........................................................................................................ 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Matriks Kesesuian untuk Cage Culture (Karamba Jaring Apung)……....39 2. Perkembangan Ekspor Nasional Ikan Kerapu 1997-2004.......................52 3. Jumlah Produksi Ikan Kerapu di Perairan Kepulauan Seribu..................52 4. Jumlah Benih Ikan Kerapu Macan pada BBL Pulau Semak Daun..........58 5. Jenis dan Proyeksi Jumlah Penggunaan Pakan Ikan Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun..........................................................60 6. Investasi Usaha Ikan Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun…........68 7. Komponen Biaya Variabel Usaha budidaya Ikan Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun…………………………………………….........70 8. Komponen Biaya Variabel Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Macan......................................................................................................71 9. Nilai Kiteria Investasi Pada Harga Jual Subsidi dan Harga Normal.....................................................................................................76 10. Nilai Kriteria Investasi Masing-Masing Ilustrasi.......................................78
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan……………………………………………34 2. Metode Analisis Data……………………………………………………...45 3. Peta Lokasi Pemanfaatan Pulau Semak Daun………………….……..47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Penyusutan Investasi Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun…………………………………………..…………….….83 2. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun dengan Harga Jual Subsidi (Rp 10.000 per ekor)……………….………...84 3. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun dengan Harga Jual Normal (Rp 15.000 per ekor)………..…………….....85 4. Taksiran Rugi Laba Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Milik Petani Kelompok dengan Benih dari BBL…………………………………….…....86 5. Taksiran Rugi Laba Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Milik Petani Kelompok dengan Benih dari Luar BBL………………………………….....87 6. Cash Flow Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL (dengan Harga Jual Subsidi)…………………………………………….….88 7. Cash Flow Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL (dengan Asumsi Harga Jual Normal)…………………………………….…90 8. Analisis Sensitivitas dengan Asumsi Terjadi Penurunan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Kerapu Macan Menjadi 65%..........................91 9. Analisis Sensitivitas dengan Asumsi Terjadi Peningkatan Biaya Variabel Sebesar 10%..............................................................................93 10. Analisis Switching Value (60.807%) dengan Asumsi Terjadi Penurunan Tingkat SR Kerapu Macan (Harga Rp 15.000,-)………........95 11. Analisis Switching Value (9.9602%) dengan Asumsi Terjadi Penurunan Biaya Variabel………………….....………………………....…97
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan suatu potensi yang dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi kepada masyarakat.
Dewasa ini
sumberdaya perikanan dan kelautan dijadikan sebagai salah satu sektor tumpuan dalam upaya memulihkan kondisi ekonomi bangsa yang sedang dalam krisis. Beberapa alasan yang memungkinkan sektor ini dapat membangkitkan perekonomian antara lain; pertama Indonesia merupakan negara maritim dengan perairan laut yang luas dan potensi sumberdaya hayati yang melimpah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sari (2006), bahwa wilayah perairan laut Indonesia yang luasnya sekitar 5,8 juta km 2 dengan lebih dari 17.508 pulau serta garis pantai sejauh 81.000 km ini, memiliki pantai berkarang yang menyimpan beragam flora dan fauna sekitar 3.124.747 ha. Alasan kedua bahwa sumberdaya yang dimiliki beraneka ragam dan besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Subiyanto (2003), dari keseluruhan perairan pantai berkarang yang sudah tergarap baru sekitar satu %. Alasan ketiga bahwa adanya pertambahan penduduk menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sedangkan potensi sumberdaya alam daratan cenderung makin menurun, sehingga permintaan akan berkembang ke barang dan jasa kelautan, selain itu terjadi juga perubahan pola makan masyarakat ke arah jenis hidangan laut. Alasan keempat bahwa peningkatan pengetahuan dan penguasaan teknologi dibidang perikanan dan kelautan dapat mendorong pengoptimalan pemanfaatan sektor ini. Salah satu sumberdaya perikanan yang telah dimanfaatkan dalam jumlah besar adalah komoditas perikanan karang, seperti ikan kerapu. Ikan kerapu banyak terdapat di daerah karang kawasan Asia Pasifik, dimana sebagian
2 besarnya terdapat di pulau-pulau kecil.
Menurut Departemen Kelautan dan
Perikanan (2000) dalam Subiyanto (2003), pada tahun 1997, kawasan ini memasok sekitar 90% dari total produksi ikan kerapu dunia.
Indonesia
merupakan produsen terbesar dunia urutan kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7% per tahun. Produksi ikan kerapu di Indonesia sebagian besar berasal dari kegiatan penangkapan di laut. Posisi produksi ikan kerapu budidaya terhadap penangkapan dilaporkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (2002) bahwa dari sekitar 58.905 ton produksi ikan kerapu di Indonesia pada tahun 2001, hanya sekitar 7.500 ton (sekitar 13%) yang berasal dari budidaya. Perdagangan ikan kerapu di Indonesia berkembang dengan cepat pada pertengahan tahun 1990-an dengan jumlah ekspor sebesar 300 ton pada tahun 1989 menjadi 3.800 ton pada tahun 1995. Besarnya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang terutama ikan kerapu disebabkan adanya permintaan pasar luar negeri terhadap ikan karang hidup konsumsi yang juga dikenal dengan sebutan Live Reef Fish for Food (LRFF). Adapun negara-negara tujuan ekspor untuk ikan kerapu di Indonesia meliputi Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina dan Jepang. Hongkong merupakan pengimpor utama ikan karang hidup untuk konsumsi dari Indonesia. Permintaan untuk ikan kerapu di Hongkong meningkat tajam dari tahun 1960-an. Diketahui pada tahun 2000, dari total kebutuhan impor ikan kerapu hidup di Hongkong sebesar 14.000 ton, Indonesia mampu memasok sebanyak 9,39% atau sekitar 1.314,6 ton (Subiyanto, 2003). Besarnya peluang ekspor ini disadari oleh pemerintah khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan, hingga akhirnya pemerintah membuat kebijakan memasukkan kerapu sebagai salah satu dari empat komoditas unggulan nasional disamping udang, tuna dan rumput laut. Selain dari luar negeri, permintaan ikan kerapu untuk domestik juga cukup tinggi, rasa yang lezat dan kandungan gizi yang tinggi
3 merupakan penyebab ikan kerapu sangat digemari oleh sejumlah kalangan atas di Indonesia. Salah satu wilayah yang memilki kontribusi dalam produksi ikan kerapu nasional adalah perairan Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang (coral reef), rumput laut, serta mangrove. Ikan konsumsi yang paling banyak atau paling disukai untuk ditangkap oleh nelayan di perairan Kepulauan Seribu adalah ikan karang jenis ikan kerapu (famili Serranidae), salah satunya ikan kerapu macan. Menurut Sari (2006), rata-rata jumlah produksi ikan kerapu di Perairan Kepulauan Seribu sejak tahun 1994 sampai dengan 2004 adalah sebesar 50,50 ton per tahun yang berasal dari kegiatan penangkapan, dan pada tahun 2004 dicapai angka 90,54 ton, namun ada kecenderungan menurun. Kecenderungan penurunan produksi ikan kerapu hasil tangkapan diduga terjadi akibat adanya kelebihan tangkap (over fishing). Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa alternatif produksi harus dialihkan pada usaha budidaya. Peluang usaha budidaya ikan kerapu di Kepulauan Seribu cukup besar karena pulau ini memiliki potensi sumber hayati dan pantai berkarang yang luas, dimana pantai seperti ini merupakan habitat paling baik bagi ikan kerapu. Berdasarkan penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB (2002), potensi budidaya ikan kerapu di Kepulauan Seribu yaitu 359,49 ha yang terdapat di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau Panggang yang di dalamnya terdapat Pulau Semak Daun, tempat penelitian ini dilakukan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Soebagio (2004), dari penelitiannya diketahui bahwa kondisi fisik pulau ini sangat cocok untuk membudidayakan berbagai jenis ikan
4 karang, salah satunya adalah ikan kerapu macan terutama dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA). Kesadaran akan besarnya potensi alam Pulau Semak Daun, merupakan alasan utama pemerintah setempat khususnya Suku Dinas (Sudin) Perikanan dan Kelautan Daerah Administrasi Kepulauan Seribu, untuk mulai melibatkan masyarakat setempat dalam memanfaatkan lahan yang ada. Pemanfaatan lahan ini diharapkan dapat menjadi alternatif mata pencaharian masyarakat Kepulauan Seribu yang notabene adalah nelayan dan dianggap memiliki pengetahuan serta pengalaman mengenai cara budidaya ikan laut termasuk ikan kerapu macan. Pada akhir tahun 2004, Sudin Perikanan dan Kelautan Daerah Administrasi Kepulauan Seribu yang bekerjasama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB), suatu Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) di Institut Pertanian Bogor, mulai mendirikan sebuah Balai Budidaya Laut (BBL) di Pulau Semak Daun. BBL tesebut mulai beroperasi pada awal tahun 2006 dan mengusahakan benih ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Keberadaan balai ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan usaha budidaya kerapu khususnya kerapu macan di wilayah Kepulauan Seribu. Umumnya sebuah kegiatan Pilot Project, BBL ini membutuhkan biaya yang tinggi untuk penggunaan teknologi budidaya, namun dalam usahanya tidak bertujuan komersil. BBL ini memiliki misi untuk membantu petani pembesaran ikan kerapu macan di daerah setempat, dengan cara menyediakan benih bermutu dengan harga yang terkangkau. Harga benih yang ditetapkan oleh BBL lebih rendah daripada harga di pasaran. Dengan kondisi usaha seperti ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk melihat apakah usaha budidaya kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun ini layak dan dapat berkembang, bahkan dapat direplikasi dalam bentuk usaha komersial. Dalam penelitian ini, analisis kelayakan usaha akan dilakukan terhadap aspek finansial dan aspek non
5 finansial yang meliputi; aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen, yang saling terkait satu sama lain dalam menentukan keberhasilan usaha. 1.2. Perumusan Masalah BBL di Pulau Semak Daun, didirikan akhir tahun 2004 dan mulai beroperasi pada awal tahun 2006. Dengan demikian usaha ini termasuk usaha yang masih relatif baru. Umumnya suatu Pilot Project, BBL ini membutuhkan biaya yang relatif tinggi dalam kegiatannya. Biaya yang tinggi dikeluarkan untuk menerapkan teknologi budidaya yang ideal dalam rangka menyediakan benih yang berkualitas tinggi bagi petani pembesar. Namun, BBL Pulau Semak Daun ini tidak bertujuan mencari keuntungan, sehingga benih yang dijual harganya sangat terjangkau bagi petani pembesaran kerapu. Harga jual yang ditetapkan oleh BBL ini lebih rendah dari harga pasaran. Harga ini merupakan bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah setempat kepada petani pembesaran ikan kerapu macan yang ada di sekitar Kepulauan Seribu khususnya petani anggota kelompok. Berdasarkan gambaran kondisi usaha di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah BBL Pulau Semak Daun ini layak atau tidak jika dilihat dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Hal ini penting mengingat status BBL sebagai balai percontohan bagi petani ikan yang ingin mereplikasi usaha ini kedalam bentuk usaha komersil. Aspek finansial menjadi aspek yang paling penting dalam penelitian ini karena seperti yang diungkapkan di atas, BBL menetapkan harga jual yang jauh dibawah harga pasaran. Dengan kondisi tersebut, maka perlu dianalisis apakah usaha kerapu macan di BBL ini masih layak secara finansial. Selanjutnya analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen juga penting dilakukan. Analisis kelayakan aspek pasar dalam usaha dilakukan karena
6 keberhasilan usaha sangat ditentukan oleh keberhasilan memasarkan produk yang dihasilkan. Apalagi usaha kerapu macan pada BBL Pulau Semak Daun ini masih relatif baru, sehingga perlu diketahui apakah aspek pasar pada BBL ini sudah layak untuk tujuan pengembangan kedepan?. Dalam analisis aspek pasar perlu diketahui tingkat permintaan dan penawaran ikan kerapu macan di pasaran, sehingga diketahui berapa besar peluang pasar yang dapat diraih? Selain itu fasilitas-fasilitas apa saja yang menunjang kegiatan pemasaran kerapu macan?. Bagaimana strategi bauran pemasaran yang dapat diterapkan di BBL Pulau Semak Daun? Kelayakan dalam aspek teknis juga sangat penting karena, jika aspek ini tidak layak maka sudah dapat dipastikan bahwa keseluruhan kegiatan usaha tidak akan berhasil. Dalam penelitian ini permasalahan teknis yang diidentifikasi terdapat pada usaha kerapu macan di BBL meliputi masalah pemilihan lokasi usaha dan teknologi budidaya yang digunakan. Dalam penentuan lokasi usaha perlu diperhatikan apakah lokasi tersebut mendukung dari segi kondisi alamnya dan ketersediaan input yang digunakan dalam usaha?.
Begitu juga dengan
teknologi budidaya yang digunakan saat ini apakah sudah berhasil bila dilihat dari tingkat volume produksi yang dapat dicapai? Aspek lain yang penting untuk dianalisis kelayakannya adalah aspek manajemen, sebab kelayakan aspek pasar dan aspek teknis tidak akan berguna jika tidak dapat dikelola dengan baik. Dalam penelitian ini, analisis terhadap aspek manajemen dikaitkan dengan status BBL sebagai Pilot Project yang melibatkan dua institusi yang bertindak sebagai pendana dan pengelola dalam kegiatan usaha. Identifikasi masalah dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat masalah manajemen dalam BBL tersebut, untuk selanjutnya dianalisis apakah aspek manajemen usaha pembenihan dan penggelodongan benih ikan kerapu macan di BBL saat ini sudah cukup layak.
7 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha budidaya kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun, ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Pemerintah Daerah Administrasi Kepulauan Seribu khususnya Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Administrasi Kepulauan Seribu, sebagai bahan pertimbangan dalam rencana mereplikasi usaha budidaya kerapu macan di pulau-pulau lainnya di wilayah Kepulauan Seribu. 2. Calon investor/pengusaha, sebagai informasi dan pertimbangan sebelum menanamkan modal pada usaha budidaya ikan kerapu macan. 3. Peneliti kelayakan usaha berikutnya, khususnya mengenai budidaya ikan kerapu macan.
8 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perikanan Laut di Indonesia Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya ikan. Menurut Sari (2006), secara garis besar perikanan terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya, baik darat maupun laut. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang melakukan penangkapan terhadap hewan air dan tumbuhan air. Sedangkan perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan manusia dalam membudidayakan hewan dan tumbuhan air. Kemudian sesuai dengan Undang-Undang Perikanan no 9 tahun 1995, yang disebut sumberdaya ikan adalah semua jenis biota yang hidup di air, mulai dari ikan samapai rumput laut.
Sumberdaya perikanan yang terdapat di perairan
Indonesia ada beribu jenis dan jika dikelompokkan berdasarkan habitat dan sifatnya maka terdiri atas: 1) sumberdaya ikan demersal (hidup di dasar perairan); 2) sumberdaya ikan pelagis kecil (hidup di permukaan perairan); 3) sumberdaya ikan pelagis besar; 4) sumberdaya ikan lainnya, seperti mollusca dan crustacea. Sumberdaya perikanan di Indonesia menyebar di seluruh perairan Indonesia dan seakan terbagi menjadi dua wilayah perairan. Pertama di bagian Indonesia Barat, meliputi perairan: Selat Malaka, Timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan Timur Kalimantan. Kedua, bagian Indonesia Timur yang meliputi perairan: Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara dan Laut Banda. Perairan Indonesia bagian barat ditandai dengan perairan yang subur, dangkal dengan sumberdaya ikan yang dominan adalah ikan demersal dan pelagis kecil, sedangkan pelagis besar hanya di Barat Sumatera, Selatan Jawa dan Selat Makassar.
Di bagian Indonesia Timur, disamping ikan pelagis kecil dan
demersal, maka ikan pelagis besar sangat banyak. Namun jumlah penduduk
9 yang sangat besar di bagian Indonesia Barat telah mengakibatkan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan yang sangat besar di indonesia Barat jika dibandingkan di Indonesia Timur. Beberapa perairan yang telah mengalami over eksploitasi seperti Utara Jawa, Selat Malaka dan Selat Bali. Sedangkan perairan Indonesia Timur yang kaya sumberdaya ikan, masih sangat rendah tingkat eksploitasinya, kecuali terhadap sumberdaya udang di Laut Arafura dan Teritorial Irian Jaya (Sari, 2006). 2.2. Gambaran Peluang Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Indonesia Budidaya laut merupakan wujud dari campur tangan manusia dalam membudidayakan suatu organisme. Seperti yang diungkapkan oleh Soebagio (2004), budidaya laut atau marikultur adalah suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik laut dalam wadah dan perairan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan.
Budidaya laut merupakan bagian dari kegiatan
budidaya perikanan (akuakultur), sebagai suatu bentuk intervensi manusia dalam proses produksi organisme akuatik untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan sosial. Ada terdapat beberapa macam sistem budidaya laut antara lain; sistem Pen Culture (sistem kandang), Cage Culture (Karamba Jaring Apung) dan sistem longline (tali panjang). Terdapat dua sistem yang paling sering diterapkan oleh petani ikan di Indonesia yakni; sistem Pen Culture dan Cage Culture. Pen Culutre merupakan metode budidaya yang membatasi areal di laut dengan luasan tertentu dengan menggunakan kurungan tancap atau kurungan pagar. Selain pada pembudidayaan ikan laut, kedua sistem ini juga dapat diterapkan untuk pembudidayaan ikan air tawar dan air payau. Dibandingkan pada penerapannya dalam budidaya air tawar dan air payau, keberhasilan kedua sistem ini dalam kegiatan budidaya laut masih lebih rendah.
10 Beberapa komoditas laut yang selama ini sudah dapat dibudidayakan di Indonesia antara lain teripang, rumput laut, kerang, beberapa jenis ikan karang seperti ikan kerapu serta beberapa dari golongan krustasea seperti udang dan lobster.
Pembudidayaan teripang selama ini hanya dilakukan pada perairan
pantai yang merupakan tempat habitat asalnya saja. Pembudidayaan teripang diluar habitat asalnya masih dianggap riskan, karena selama ini diketahui bahwa produktivitas teripang masih sangat tergantung pada alam. Di Indonesia, baru sedikit daerah yang berhasil membudidayakan teripang, salah satu wilayah yang cukup berhasil dalam pembudidayaan teripang adalah Desa Pasipadangan dan Desa Bangko, Kabupaten Muna. Di daerah ini, teripang dibudidayakan pada periran pantai di kawasan pasang surut. Dari gambaran diatas diketahui bahwa kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya teripang adalah sulitnya memperluas lokasi budidaya karena sifat komoditas yang masih sangat tergantung pada habitat asalnya. Selanjutnya untuk budidaya rumput laut agak lebih mudah bila dibandingkan dengan teripang karena dapat dilakukan pada habiat yang bukan habitat asalnya. Selama ini budidaya rumput laut berhasil dilakukan pada daerah pasang surut dengan dasar perairan berupa substrat karang. Di Indonesia, daerah-daerah yang menjadi basis budidaya rumput laut antara lain; Kabupaten Dompu (NTB), Kabupaten Bantaeng (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Muna (Sulawesi Tenggara).
Saat ini usaha budidaya rumput laut dapat dikatakan
berprospek cerah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bappenas (2005), bahwa permintaan terhadap rumput laut dari berbagai industri pengolahan semakin
meningkat
dari
waktu
pembudidayaannya bisa diupayakan.
ke
waktu,
sementara
lokasi
untuk
Namun demikian usaha ini memilki
kendala teknis yaitu jika hanya diusahakan pada lahan yang tidak terlalu luas maka usaha ini kurang dapat memberikan penghasilan yang memadai.
11 Selanjutnya mengenai budidaya komoditas kerang, terdapat beberapa jenis kerang yang berhasil dibudidayakan di perairan Indonesia, antara lain; tiram mutiara, kerang hijau, kerang dara dan abalon. Kerang merupakan salah satu komoditas laut yang juga memilki prospek cerah untuk dibudidayakan di Indonesia, karena keluarga kerang merupakan sumberdaya hayati yang banyak tersedia di perairan Indonesia (Bappenas, 2005). Kelebihan dari usaha budidaya kerang ini ialah dalam proses budidayanya tidak memerlukan pakan dan bersifat sangat ramah lingkungan.
Namun untuk budidaya jenis kerang tertentu
diperlukan penguasaan teknologi yang spesifik, misalnya jenis kerang mutiara. Di Indonesia, daerah yang berhasil dan menjadi pusat budidaya kerang adalah Desa Bottot Kabupaten Tapanuli Tengah dan beberapa daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian mengenai budidaya kerang mutiara dilakukan oleh Purnama (1997) yang merupakan hasil studi kasus pada PT. Bima Sakti Mutiara, Bima-NTB. Hasil penelitian Purnama menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan
oleh
dikembangkan.
perusahaan Gambaran
tersebut
cukup
berhasil
mengenai
usaha
budidaya
dan
layak
kerang
di
untuk atas
menunjukkan bahwa sampai saat ini budidaya kerang baru bisa diusahakan pada skala besar dan dengan teknologi tinggi. Selanjutnya mengenai budidaya ikan karang khususnya ikan kerapu. Jenis ikan kerapu yang ada di perairan Indonesia diklasifikasikan dalam 7 genus yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Ephinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari ketujuh genus tersebut umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus dan Ephinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional, seperti ikan kerapu bebek (Cheilinus undulatus), ikan kerapu sunu (genus Plectropomus), ikan kerapu lumpur dan ikan kerapu macan (genus Ephinephelus). Di Indonesia, produksi ikan kerapu yang bisa dicapai masih relatif rendah, sehingga harganya jualnya pun jadi relatif
12 tinggi. Harga jual ikan kerapu dalam kondisi hidup jauh lebih tinggi dari pada ikan dalam keadaan mati (segar). Harga ikan kerapu bebek hidup ditingkat produsen atau pembudidaya jaring apung mencapai Rp 350.000 per kilogram, dan kerapu macan Rp 90.000 per kilogram. Rendahnya produksi ikan kerapu disebabkan masih sangat tergantungnya pada kegiatan penangkapan yang hanya bisa menggunakan alat tangkap berupa kail (hand line dan long line). Sebagaimana diketahui, jenis alat tangkap ini hanya bisa menangkap ikan secara satu per satu, sehingga produksinya menjadi sangat terbatas. Tidak seperti ikan permukaan misalnya
kembung,
cakalang,
sardin
dan
sebagainya
yang
hidupnya
bergerombol, sehingga mudah ditangkap dengan jaring dalam jumlah besar. Selain itu penangkapan dengan alat kail hanya dapat menghasilkan ikan dalam keadaan mati (segar) bukan ikan dalam keadaan hidup. Sementara itu pada dasarnya, kegiatan pembudidayaan ikan kerapu memiliki
peluang
keberhasilan
yang
relatif
tinggi.
Sebagaimana
yang
diungkapkan Nugroho, dkk (1989), bahwa usaha kerapu relatif lebih mudah dari pada budidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan SDM umumnya tidak jadi masalah. Sedangkan diantara jenis ikan kerapu yang ada, ikan kerapu macan merupakan ikan yang paling mudah dibudidayakan. Namun demikian, syarat teknis yang menjadi penentu keberhasilan usaha budidaya kerapu harus terpenuhi, misalnya harus tersedia benih secara kontinyu.
Bagi petani pembesaran kerapu, masalah ini merupakan masalah
yang paling sering dihadapi. Benih kerapu biasa di peroleh petani dari kegiatan penangkapan di alam, dan ada juga yang dari hatchery. Namun mengingat jenis ikan kerapu yang dapat dibudidayakan secara massal masih sangat terbatas, maka selama ini petani masih sangat tergantung pada hasil tangkapan di alam. Penelitian mengenai interaksi optimal perikanan tangkap dan budidaya kerapu dilakukan oleh Sari (2006), penelitian ini merupakan studi kasus
13 perikanan kerapu di Perairan Kepulauan Seribu. Dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu hasil tangkapan di perairan Kepulauan Seribu telah melebihi tingkat pemanfaatan optimal yang disarankan. Produksi penangkapan dan produksi budidaya ikan kerapu pada interaksi optimal penangkapan dan budidaya adalah 32.798 kilogram/tahun untuk penangkapan dan 28.348 kilogram/tahun untuk budidaya. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa adanya kegiatan alih profesi dari nelayan menjadi pembudidaya menyebabkan peningkatan Net Present Value (NPV). Berdasarkan gambaran usaha budidaya laut diatas dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh usaha budidaya laut yang sudah ada saat ini terutama budidaya ikan kerapu macan memilki peluang yang besar untuk dikembangkan, asal saja kendala teknis yang umumnya merupakan permasalahan utama usaha, dapat diatasi. Oleh sebab itu, sebelum memulai suatu usaha budidaya laut, analisis kelayakan usaha perlu dilakukan terutama kelayakan teknis usaha tersebut. 2.3. Perkembangan Budidaya Ikan Kerapu Sistem KJA Budidaya jenis ikan laut umumnya menggunakan sistem budidaya KJA (Cage Culture), walaupun ada juga yang menggunakan sistem jaring tancap (Pen Culture). Penggunaan KJA sudah dimulai sejak tahun 1954 di Jepang, kemudian menyebar sampai ke Malaysia pada tahun 1973 dan pada saat itu mulai dibudidayakan ikan kerapu jenis E.salmoides. Di Indonesia teknik KJA sudah dimulai sejak tahun 1976 di Daerah Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten teknik KJA dimulai pada tahun 1979. Pembesaran ikan dengan metode KJA adalah salah satu di antara sistem akuakultur yang paling produktif dan sudah diterapkan baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang.
Salah satu kelebihan budidaya
14 sistem KJA bila dibandingkan dengan sistem budidaya lainnya adalah bahwa dengan KJA ikan dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi tanpa khawatir akan kekurangan oksigen. Agar usaha budidaya ikan kerapu dengan KJA dapat berjalan dengan baik, maka lokasi KJA ditempatkan harus benar-benar layak. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi KJA antara lain; gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan lalu lintas kapal dan kondisi hidrografi. Konstruksi KJA terdiri atas komponen; rakit apung, kurungan, pelampung dan jangkar. Pada awal perkembangan usaha budidaya ikan kerapu dengan KJA, benih ikan kerapu yang akan dibudidayakan berasal dari alam. Hal ini terjadi karena pada saat itu teknologi penyediaan benih secara modern dengan teknologi rekayasa belum berhasil dikembangkan, sehingga para nelayan yang ingin memenuhi trend pasar, mencari alternatif dengan cara memperoleh benih dari alam. Namun beberapa tahun terakhir, pengadaan benih ikan kerapu secara modern telah berhasil dikembangkan.
Menurut Bappenas (2005), berkat
kontribusi pakar perikanan dalam negeri, pengadaan benih beberapa jenis ikan kerapu secara modern telah berhasil dikembangkan. Adapun jenis ikan kerapu tersebut antara lain; ikan kerapu lumpur, ikan kerapu sunu, ikan kerapu macan dan ikan kerapu napoleon. Keberhasilan pengembangan dan sosialisasi teknologi budidaya ikan kerapu oleh pemerintah, menyebabkan peningkatan jumlah pengusaha yang masuk dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun pembesaran. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya luas areal budidaya pembesaran kerapu dengan karamba jaring apung (KJA) dari 15 hektar tahun 1994 menjadi 51 hektar tahun 2000, atau naik dengan rata-rata 53% per tahun (Sunaryanto dkk, 2001). Pada periode yang sama, produksi ikan hasil budidaya
15 meningkat dari sekitar 30 ribu ton menjadi 60 ribu ton, atau naik rata-rata 35% per tahun. Kenaikan paling pesat terjadi di kawasan Lampung, yaitu dari satu pengusaha yang mengelola 8 unit KJA tahun 1999 menjadi 36 pembudidaya yang secara keseluruhan mengelola 267 unit KJA tahun 2002 (Sunaryanto dkk, 2001). Di Indonesia, terdapat beberapa daerah lainnya yang sudah berhasil mengembangkan budidaya kerapu, terutama dengan sistem KJA antara lain di daerah Kabupaten Muna, Bali, Kepulauan Riau dan Bangka. Untuk budidaya pembenihan kerapu, kenaikan paling signifikan terjadi di kawasan Bali khususnya di daerah Gondol. Pada tahun 1997, hanya satu orang petani yang mencoba menjadi pembenih skala rumah tangga dengan produksi sekitar 8500 ekor per tahun, dan pada tahun 2001, jumlahnya meningkat menjadi sekitar 1500 pembenih skala rumah tangga dengan volume produksi sekitar 1,5 juta ekor setahun (Sunaryanto dkk, 2001). Saat ini, umumnya para petani telah mampu mengaplikasikan teknologi pembenihan ikan kerapu khususnya untuk jenis kerapu macan, bebek, dan lumpur, dengan capaian tingkat kelolosan hidup (survival rate = SR) antara 40% - 60%. Untuk menghasilkan benih ukuran 5 - 7 cm, diperlukan waktu sekitar 2 - 4 bulan (tergantung jenisnya). Perkembangan teknologi pasca panen juga telah memungkinkan untuk mengangkut benih kerapu tersebut ke berbagai wilayah di Indonesia. Dengan pertimbangan untuk meningkatkan nilai tambah budidaya kerapu nasional, pemerintah telah mengambil kebijaksanaan untuk tidak mengekspor ikan kerapu dalam bentuk benih, melainkan dalam bentuk ikan ukuran konsumsi (0,5 - 1,0 kilogram). Melihat gambaran perkembangan usaha budidaya kerapu saat ini, dapat diduga bahwa usaha ini akan layak dikembangkan jika setiap aspek yang ada didalamnya sudah layak.
16 Penelitian yang berkenaan dengan kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dilakukan oleh Sitorus (2004), yang merupakan kegiatan studi kasus di salah satu perusahaan budidaya laut di Sumatera Utara.
Dalam penelitiannya,
diketahui bahwa usaha budidaya kerapu yang dilakukan perusahaan tersebut cukup berhasil dan layak diteruskan, hanya saja perusahaan perlu berhati-hati terhadap kemungkinan penurunan harga jual kerapu, sebab pada tingkat penurunan 11% usaha tersebut akan menjadi tidak layak.
17 III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran berisi teori-teori yang berkaitan erat dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan merupakan acuan untuk menjawab permasalahan tersebut. 3.1. Analisis Proyek Proyek menurut Gittinger (1986), sebuah proyek pertanian merupakan suatu kegiatan investasi di bidang pertanian yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa waktu tertentu. Pemilihan diantara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya perlu dilakukan karena sumber-sumber tersebut sifatnya terbatas. Tujuan diadakannya analisis proyek adalah untuk melihat apakah suatu proyek yang dilaksanakan menghasilkan keuntungan atau tidak.
Menurut
Gittinger (1986), analisis proyek bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai
melalui investasi dalam suatu proyek, menghindari
pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi.
Adapun alasan dilakukannya analisis
terhadap suatu proyek pada dasarnya adalah mencoba untuk menentukan atau menilai biaya-biaya dan manfaat yang timbul dengan adanya proyek dan membandingkannya dalam situasi tanpa proyek, sehingga dari analisis proyek juga dapat diketahui apakah proyek tersebut layak untuk dilaksanakan atau dipertahankan kelangsungan hidupnya.
18 Dalam melaksanakan analisis proyek terdapat aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tertentu.
Gittinger (1986), mengatakan bahwa
aspek-aspek ini harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaan. Menurut Husnan dan Suwarsono (1999), beberapa aspek yang mempengaruhi kelayakan suatu proyek sebut antara lain: aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek hukum, aspek finansial, dan aspek ekonomi negara. Menurut Gittinger (1986), aspek pasar yaitu hal-hal yang berkenaan dengan rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek. Sedangkan aspek teknis, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan penyediaan input dan output berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Analisis secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang diusulkan, misalkan keadaan tanah, iklim dan teknologi yang digunakan. Selanjutnya Husnan dan Suwarsono (1999) berpendapat bahwa aspek manajemen, yaitu hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai atau tidaknya proyek dengan susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat juga berkenaan dengan kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk menangani proyek. Aspek finansial, yaitu semua yang berkenaan dengan pengaruh-pengaruh finansial proyek terhadap peserta proyek. Kelayakan aspek-aspek di atas akan menentukan apakah suatu usaha yang sedang dianalisis layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam hal ini layak berarti memberikan manfaat bagi pengusaha yang bersangkutan.
Adapun
aspek-aspek yang dianalisis kelayakannya dalam penelitian ini meliputi aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi; aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen.
19 3.1.1. Kelayakan Aspek Pasar Dalam aspek pasar, analisis kelayakan usaha dilakukan terhadap kegiatankegiatan yang berhubungan dengan rencana pemasaran produk dan rencana penyediaan input produksi (Gittinger, 1986).
Kelayakan aspek pasar akan
sangat berkaitan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dalam usaha, karena aspek ini akan menentukan besarnya penekanan biaya pemasaran dan peningkatan
nilai
jual
output
yang
dapat
diupayakan.
Kotler
(1993)
mendefenisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Dalam memasarkan suatu produk hendaknya manajer pemasaran menerapkan strategi bauran pemasaran yang meliputi empat komponen yaitu; produk, harga, saluran distribusi dan promosi. 3.1.2. Kelayakan Aspek Teknis Menilai kelayakan aspek teknis merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan untuk memulai atau mengembangkan usaha. Apabila dari segi teknis saja suatu usaha sudah tidak layak maka tidak mungkin usaha tersebut dapat berjalan dengan baik dan dikatakan layak untuk dikembangkan.
Menurut Husnan dan Suwarsono (1999), aspek teknis
merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa.
Aspek-aspek lain dalam analisis proyek hanya akan berjalan bila
analisis secara teknis dapat dilakukan. Analisis aspek teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek pertanian yang diusulkan: keadaan tanah di daerah proyek dan potensinya bagi pembangunan
20 pertanian; ketersediaan air; pH air; salinitas air; suhu udara; kecepatan arus; kandungan oksigen terlarut; pengadaan input produksi; potensi dan keinginanan untuk mengadakan mekanisasi; pemupukan; dan alat-alat kontrol yang diperlukan. Dalam suatu usaha, khususnya bidang pertanian hubungan-hubungan teknis di atas sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing komponen dalam aspek teknis ini saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan salah satu komponen akan mengganggu proses produksi usaha secara keseluruhan. Misalkan jika salah satu input usaha tidak tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai maka hal ini akan menggangu atau bahkan menghambat jalannya proses produksi.
Atau jika
lingkungan fisik yang ada secara teknis tidak memenuhi syarat habitat yang sesuai dengan makhluk hidup yang dibudidayakan, maka usaha ini juga tidak akan berhasil.
Mengenai metode atau cara-cara pembudidayaan yang
dilakukan, maka perlu dikaji apakah secara teknis cara-cara yang dilakukan oleh tenaga kerja sudah optimal dan mencapai tingkat produksi yang relatif tinggi. Mengingat output yang diusahakan merupakan makluk hidup yang terkait dengan sifat biologis, maka dalam produksi kerapu perlu diperhatikan apakah kebutuhan gizi dari pakan yang diberikan sudah terpenuhi agar dapat tercapai pertumbuhan yang baik. Selain fasilitas produksi, kelayakan teknis fasilitas pemasaran juga harus dipenuhi karena akan menentukan keberhasilan pemasaran output, khususnya dalam upaya menekan biaya pemasaran dan mempertahankan kualitas output yang dihasilkan untuk mencapai nilai jual yang paling tinggi.
Sebagaimana
diketahui bahwa output usaha perikanan termasuk barang yang mudah rusak (highly perishable) sehingga membutuhkan fasilitas dan penanganan yang baik dalam upaya pemasarannya.
21 Menurut Gittinger (1986), bila analisis secara teknis telah dilakukan, analisis teknis harus terus menerus memastikan bahwa pekerjaan secara teknis tersebut berjalan lancar dan memang tepat untuk dilakukan, dan bahwa perkiraan-perkiraan secara teknis cocok dengan kondisi sebenarnya, dan bahwa petani-petani yang menggunakan teknologi yang diusulkan pada lahan mereka dapat mewujudkan hasil-hasil seperti yang diperkirakan. Walaupun berdasarkan evaluasi teknis yang telah dilakukan terhadap suatu usaha menyatakan bahwa secara teknis usaha tersebut layak, namun menurut Husnan dan Suwarsono (1999), analis tetap harus memperhatikan pengalaman pada proyek lain yang serupa di lokasi lain yang menggunakan teknik dan teknologi serupa. Hal ini penting untuk membantu dalam pengambilan keputusan akhir apakah usaha tersebut akan dikembangkan atau tidak. 3.1.3. Kelayakan Aspek Manajemen Aspek manajemen merupakan aspek yang penting untuk dianalisis dalam suatu usaha, karena walaupun semua aspek yang lain sudah baik, namun jika tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola maka kegiatan usaha tersebut tidak akan efisien.
Kelayakan pada aspek manajemen pada
suatu usaha khususnya usaha budidaya ikan sangat penting, mengingat usaha ini memiliki karakter yang khas, yang berbeda dengan usaha pertanian lainya yang diupayakan di lahan daratan.
Apabila pada lahan di darat masalah
penguasaan lahan sangat jelas berdasarkan ukuran-ukuran standar dan kepemilikan akte lahan, maka lain halnya dengan lahan budidaya perikanan yang umumnya masalah penguasaan lahannya tidak begitu jelas. Selain itu bentuk usaha apakah berupa usaha komersial atau non komersial (proyek) juga akan membutuhkan pengkajian manajemen yang berbeda. Menurut Gittinger (1986), masalah-masalah dalam persiapan proyek berkisar diantara aspek-aspek institusional, organisasi dan manajerial yang
22 tumpang tindih (overlapping), yang secara jelas mempunyai pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek. Untuk dapat dilaksanakan, suatu proyek harus dihubungkan secara tepat dengan struktur kelembagaan di suatu negara atau daerah. Secara ringkas, Kadariah (1988) menjelaskan bahwa dalam aspek organisasi perhatian utama ditujukan pada hubungan antara administrasi proyek dan bagian administrasi pemerintah lainnya untuk melihat apakah hubungan antara masing-masing wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) dapat diketahui dengan jelas. Sedangkan aspek manajerial menyangkut kemampuan staf proyek untuk menjalankan administrasi kegiatan dalam ukuran besar (large scale activities).
Keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi
secara subyektif; namun kalau hal ini tidak mendapat perhatian khusus, maka banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang baik dalam proyek yang direncanakan. 3.1.4. Kelayakan Aspek Finansial Maksud analisis dari suatu kegiatan adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi, karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan ialah terbatas, maka perlu sekali diadakan pemilihan antar berbagai macam kegiatan. Dalam analisis pengembangan usaha melalui evaluasi proyek, ada dua macam analisis yang bisa dilakukan yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek, sedangkan analisis ekonomi proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan (Kadariah, 1988). Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis ekonomi, melainkan dibatasi pada analisis finansial saja.
Menurut Kadariah (1988), analisis finansial ini
penting artinya dalam memperhitungkan rangsangan (incentive) bagi mereka
23 yang turut serta dalam mensukseskan proyek, sebab tidak ada gunanya melaksanakan proyek yang menguntungkan dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan, jika mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaannya. Selain itu dalam analisis finansial yang perlu diperhatikan adalah waktu diperoleh penerimaan (returns) untuk menentukan apakah individu atau perusahaan tersebut mampu atau tertarik untuk menanamkan modalnya dalam kegiatan proyek. Hal ini penting karena bagi pengusaha, dalam jangka waktu tertentu bila tidak diperoleh return yang memadai maka kemungkinan mereka akan kehabisan modal.
Lain halnya dengan analisis ekonomi, yang perlu
diperhatikan adalah besarnya manfaat bersih tambahan yang diperoleh dari semua sumber yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut (Kadariah, 1988). Untuk membuat suatu analisis finansial usaha, diperlukan data mengenai arus penerimaan yang terdiri atas produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa dan nilai sisa.
Selain itu diperlukan juga data mengenai arus
pengeluaran yang terdiri atas biaya investasi, biaya produksi, pengembalian pinjaman dan bunga, pemeliharaan peralatan dan bangunan serta biaya lain seperti pajak, kontribusi dan biaya pemasaran. Selanjutnya kriteria yang digunakan dalam analisis finansial usaha berupa kriteria kelayakan investasi. Analisis ini ditekankan pada penilaian kelayakan investasi karena investasi merupakan unsur yang bersifat jangka panjang dan akan mengalami perubahan nilai sepanjang tahun. Karena sifatnya yang jangka panjang ini, maka keputusan penanaman dan penarikan investasi tidak dapat dilakukan dengan mudah atau tanpa perhitungan, sebab apabila terjadi kesalahan dalam keputusan investasi maka pengusaha tersebut akan mengalami
24 kerugian yang biasanya berjumlah relatif besar. Dengan diadakannya analisis kelayakan investasi ini, maka resiko kegagalan investasi dapat dikurangi. 3.2. Teori Biaya dan Manfaat Gittinger (1986) memberikan definisi tentang biaya dan manfaat. Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan dan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan.
Biaya-biaya yang dimasukan
dalam perhitungan analisis usaha pertanian umumnya adalah biaya-biaya yang dapat dikuantifikasi atau yang berpengaruh langsung seperti biaya investasi, biaya operasional dan biaya lain-lain. Menurut Kadariah (1988), yang dimaksud dengan biaya investasi ialah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barangbarang fisik yang akan digunakan dalam usaha untuk jangka waktu yang relatif lama (umumnya lebih dari 1 tahun). Sedangkan biaya operasional adalah biaya tahunan untuk keperluan rutin selama umur ekonomis proyek. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu tetap total dan biaya variabel total. Biaya tetap total adalah biaya yang tidak berubah meskipun outputnya berubah, biaya ini sering disebut biaya overhead atau biaya yang tidak dapat dihindarkan. Biaya variabel merupakan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi. Selanjutnya menurut Kadariah (1988), penurunan biaya dapat berupa; keuntungan dari mekanisasi (penggunaan alat atau teknologi yang dapat menyebabkan
turunnya
biaya
per
unit
produk),
penurunanan
biaya
pengangkutan (karena adanya alat pengangkutan yang lebih baik untuk mengangkut produk dari daerah produksi ke daerah pasar), penurunan atau penghindaran kerugian (misalnya proyek pengawetan tanah untuk menghindari erosi tanah dan pergudangan untuk menghindari kerusakan barang).
25 Menurut Kadariah (1988), manfaat proyek dapat dibagi dalam (1) manfaat langsung, (2) manfaat tidak langsung, dan (3) manfaat yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas (intangible). Manfaat langsung dapat berupa; kenaikan dalam nilai hasil (output) dan penurunan biaya. Kenaikan dalam nilai output dapat disebabkan oleh; kenaikan dalam produk fisik, perbaikan mutu produk (quality improvement), perubahan dalam lokasi dan waktu penjualan, perubahan dalam bentuk (grading and Processing). Manfaat yang digunakan dalam analisis kelayakan finansial ini merupakan manfaat langsung, dimana manfaat dapat dinilai dengan uang. Manfaat tidak langsung atau manfaat sekunder proyek adalah manfaat yang timbul atau dirasakan diluar proyek karena adanya realisasi sesuatu proyek.
Sedangkan
manfaat yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas
(intangible benefits) sesuatu proyek adalah manfaat yang sulit dinilai dengan uang, seperti; perbaikan lingkungan hidup, perbaikan pemandangan karena adanya taman yang indah, perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional, pertahanan nasional dan lain sebagainya (Kadariah, 1988). 3.3. Proyeksi Cash Flow Dalam analisis finansial, selain analisis rugi laba diperlukan juga proyeksi aliran kas (cash flow). Proyeksi cash flow memilki arti penting bahwa dengan kas investor bisa melakukan investasi dan membayar kewajiban finansial (terutama bila proyek dibiayai dengan modal pinjaman), sedangkan laba tidak dapat digunakan sebagai alat memenuhi berbagai keperluan kas tersebut. Arti penting proyeksi aliran kas ini sangat terkait dengan nilai waktu dari uang yang menyatakan bahwa nilai uang saat ini lebih berharga daripada nanti (Husnan dan Suwarsono, 1999). Terutama untuk proyek budidaya ikan kerapu macan ini, dimana investasi dilakukan pada saat sekarang (awal tahun), sedangkan
26 hasilnya baru diterima setelah tahun berikutnya. Dalam penelitian ini aliran kas yang berhubungan dengan proyek budidaya ikan kerapu dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu ; aliran kas permulaan (Initial Cash Flow), aliran kas operasional (Operational Cash Flow) dan aliran kas terminal (Terminal Cash Flow). Menurut Husnan dan Suwarsono (1999), initial cash flow merupakan pengeluaran untuk investasi pada awal periode, sedangkan aliran kas yang timbul selama operasi proyek disebut sebagai operasional cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek berakhir disebut terminal cash flow. Initial cash flow umumnya bernilai negatif, operational dan terminal cash flow umumnya bernilai positif. Aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak. Pada initial cash flow, bukan hanya biaya investasi yang dimasukkan, tetapi juga biaya-biaya pendahuluan dan sebelum operasi misalnya biaya eksplorasi potensi lokasi usaha. 3.4. Pengukuran Kemanfaatan Proyek Menurut Gittinger (1986), bila biaya dan manfaat proyek sudah diidentifikasi, dihitung dan dinilai, maka analisis sudah dapat menentukan proyek mana yang akan diterima atau ditolak dari berbagai proyek yang diusulkan. Dalam mengukur kemanfaatan proyek dapat digunakan metode perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Namun analisis akan menghadapi dua masalah yakni harus memperoleh cara agar dapat mengevaluasi proyek-proyek yang membutuhkan waktu pelaksanaan yang lama dan proyek-proyek yang mempunyai arus biaya dan manfaat yang berbeda-beda pada masa yang akan datang.
Metode yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah
peramalan melalui perhitungan diskonto yang sesuai untuk diaplikasikan kepada proyek-proyek pertanian antara lain; Manfaat sekarang netto (net present value), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return), perbandingan manfaat
27 dan biaya (benefit-cost ratio) dan perbandingan manfaat-investasi netto (net benefit-investment ratio). Menurut Kadariah (1988), terdapat beberapa macam kriteria investasi yang umum digunakan dalam analisis finansial yaitu; Net Present Value (nilai bersih sekarang), Internal Rate of Return (tingkat hasil internal) dan Net Benefit Cost Ratio (rasio manfaat biaya neto). Ketiga alat analisis ini merupakan alat analisis yang memperhatikan konsep nilai waktu dari uang, sehingga menggunakan faktor diskonto (discount factor) dalam perhitungannya. Mengenai konsep nilai waktu dari uang, Gittinger (1986) mengatakan bahwa nilai sekarang (present values) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang, dan hasil yang diperoleh lebih dulu adalah lebih baik daripada yang diperoleh kemudian. Hal ini terkait dengan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan inflasi setiap tahun. Dengan adanya faktor diskonto maka masalah nilai waktu dari uang ini dapat diatasi. Menurut Gittinger (1986), diskonto adalah proses memperoleh nilai sekarang dari suatu nilai yang akan datang, sehingga diskonto merupakan suatu teknik dan dengan teknik tersebut orang dapat “menurunkan” manfaat yang akan diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi “nilai biaya pada masa sekarang”. Penggunaan discount factor ini penting karena kegiatan investasi dilakukan dimasa sekarang sedangkan hasilnya akan diperoleh dimasa mendatang. Menurut Kadariah (1988), Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Net B/C merupakan perbandingan antara jumlah nilai saat ini (Present Value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif.
Kedua alat analisis ini memiliki
kelemahan yang sama yakni kesulitan dalam menentukan tingkat discount rate yang akan digunakan.
Mengingat proyek-proyek umumnya diitujukan untuk
28 kepentingan masyarakat dalam arti luas, maka yang dipakai adalah the opportunity cost of capital ialah manfaat yang hilang karena modal dipakai untuk suatu proyek dan nilai ini memilki relativitas yang tinggi. Sedangkan Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. IRR memilki kelebihan antara lain; terhindar dari kesulitan pemilihan discount rate yang sesuai dan bagi calon investor lebih mudah dibaca karena bentuknya berupa rate of return mempermudah untuk dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku. Dengan analisis ini, suatu proyek dikatakan layak untuk dikembangkan bila dalam perhitungannya diperoleh nilai NPV>0, IRR>discount rate, net B/C. Ada satu lagi alat analisis yang biasa digunakan untuk melihat waktu pengembalian investasi yakni Payback Periods, yang merupakan metode analisis yang
dilakukan
untuk
melihat
waktu
pengembalian
investasi
dengan
membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Alat analisis ini cukup sederhana namun memilki kelemahan yakni tidak memperhatikan konsep nilai waktu dari uang (time value of money) dan juga tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback. 3.5. Inflasi Manfaat dan biaya proyek dinyatakan dalam ukuran uang, kalau terjadi inflasi, biasanya kenaikan harga hasil/manfaat proyek lebih cepat dari pada kenaikan harga input/biayanya, sehingga inflasi menyebabkan manfaat netto proyek kelihatan makin besar jika diukur berdasarkan harga konstan pada tahun pengambilan keputusan tentang dilaksanakan atau tidaknya suatu proyek. Hanya jika diperkirakan ada unsur manfaat atau biaya yang perkembangan harganya akan menyimpang dari laju perkembangan harga pada umumnya, maka hal ini perlu diperhitungkan (Kadariah, 1988).
29 Menurut Gittinger (1986), dalam menganalisis proyek pendekatan yang dapat digunakan adalah menganalisis proyek dengan harga konstan/tetap. Dengan cara ini dianggap bahwa hanya satu harga (atau beberapa harga yang akan datang) yang selalu digunakan dalam perhitungan. Hal ini diasumsikan bahwa inflasi akan mempengaruhi harga pada tingkat yang hampir sama sehingga perbandingan antar harga barang-barang masih akan tetap sama. Jadi, analis hanya memerlukan
harga yang akan datang untuk mengetahui
perubahan relatif, bukan setiap perubahan harga komoditi. 3.6. Konsep Nilai Waktu dari Uang (Time Value of Money) Mengenai konsep nilai waktu dari uang, Gittinger (1986) mengatakan bahwa nilai sekarang (present values) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang, dan hasil yang diperoleh lebih dulu adalah lebih baik daripada yang diperoleh kemudian. Hal ini terkait dengan adanya kemungkinan terjadinya inflasi sepanjang
tahun.
Dalam evaluasi kelayakan
investasi, dimensi waktu harus dimasukkan dalam perhitungannya, untuk itu masalah nilai waktu dari uang ini dapat diatasi dengan menggunakan faktor diskonto. Diskonto adalah proses memperoleh nilai sekarang dari suatu nilai yang akan datang, sehingga diskonto merupakan suatu teknik dan dengan teknik tersebut orang dapat “menurunkan” manfaat yang akan diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi “nilai biaya pada masa sekarang”. Penggunaan discount rate ini penting karena kegiatan investasi dilakukan dimasa sekarang sedangkan hasilnya akan diperoleh dimasa mendatang. 3.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Secara konseptual, penelitian ini dibangun dari tujuan untuk melihat prospek (kelayakan) pengembangan usaha budidaya ikan kerapu macan di BBL
30 Pulau Semak Daun. Mengingat usaha budidaya kerapu macan ini berada pada lingkungan bisnis yang selalu berubah sedangkan investasi yang ditanamkan pada usaha relatif besar dan bersifat jangka panjang, maka analisis kelayakan perlu dilakukan terhadap usaha tersebut.
Adapun aspek-aspek yang
menentukan kelayakan usaha budidaya kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun terdiri atas aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen) serta aspek finansial. Aspek pasar menentukan keberhasilan suatu usaha sebab aspek ini terkait dengan kemampuan memasarkan produk yang dihasilkan. Sehingga aspek ini secara langsung berdampak terhadap besarnya tingkat pendapatan usaha. Dalam aspek pasar, usaha budidaya Ikan kerapu macan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor; atribut produk yang diinginkan pasar dalam hal ini berupa ukuran, kualitas, kuantitas dan lainnya. Ikan kerapu macan yang dihasilkan oleh balai merupakan ikan hasil kegiatan penggelondongan, dengan ukuran ikan 13-15 cm. Ikan kerapu ukuran ini merupakan benih (input) bagi petani pembesar ikan kerapu yang berada di Pulau Semak Daun. Aspek-aspek teknis penting dianalisis, karena apabila dari segi teknis saja suatu usaha sudah tidak layak maka sudah dapat dipastikan bahwa usaha tersebut tidak akan berhasil. Keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu macan ini, sangat ditentukan oleh aspek-aspek teknisnya yang meliputi faktor lingkungan fisik dan faktor lain yang disebut sebagai input usaha. Input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu macan antara lain; benih, pakan, peralatan dan obat-obatan dan bangunan (wadah budidaya). Secara bersamasama input-input yang digunakan dalam usaha budidaya ikan ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas usaha. Misalnya dalam pemberian pakan, ikan memerlukan kandungan protein yang berbeda dalam ransumnya untuk tiap fase pertumbuhannya.
Selain itu jenis pakan yang kan diberikan pada ikan
31 kerapu macan juga dapat dipilih yakni pakan alami berupa ikan rucah dan pakan buatan yang disebut pelet. Dalam pemilihan jenis pakan yang akan digunakan dalam usaha ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor; harga, kemudahan dicerna dan komposisi kimiawi yang memacu pertumbuhan.
Pemilihan secara tepat
mengenai jenis pakan yang akan diberikan ini akan turut menentukan tingkat produktivitas usaha. Selanjutnya input lain yang ikut menentukan produktivitas usaha adalah benih ikan kerapu. Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar usaha budidaya ikan kerapu pada KJA dapat berkembang dengan baik ialah harus tersedia bibit ikan secara kontiyu dalam kualitas dan kuantitas yang memadai. Pengadaan benih ikan kerapu macan dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu berasal dari penangkapan di alam atau hasil pembenihan secara modern. Namun pembenihan secara modern memerlukan teknologi yang memadai dan biaya inventasi juga cukup mahal.
Pemilihan yang paling tepat mengenai cara
pengadaan benih ini sangat penting karena turut menentukan produktivitas usaha. Begitu juga dengan input-input lainnya seperti obat-obatan, peralatan dan bangunan
juga
secara
signifikan
mempengaruhi
produktivitas
usaha.
Ketidaklayakan salah satu komponen tersebut akan mengganggu kegiatan produksi yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas usaha. Demikian halnya dengan syarat-syarat teknis lingkungan fisik usaha budidaya juga sangat menentukkan keberhasilan kegiatan produksi. Dalam menilai kelayakan teknis lingkungan fisik usaha budidaya ikan kerapu macan pada KJA, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya; pH, salinitas, kecepatan arus, suhu, kandungan O2 dan beberapa kemungkinan syarat teknis lainnya. Agar usaha budidaya ikan kerapu dengan KJA dapat berjalan dengan baik, maka lokasi pembesaran ikan dimana KJA ditempatkan, harus benar-benar sesuai
32 dengan habitat ikan kerapu macan. Apabila terjadi ketidaksesuaian pada salah satu saja dari syarat teknis lingkungan fisik budidaya maka hal ini akan mengganggu produktivitas ikan yang akhirnya berdampak pada menurunnya produktivitas usaha. Selain aspek-aspek teknis di atas, tingkat produktivitas usaha juga dipengaruhi oleh aspek manajemen yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam melaksanakan kegiatan usaha baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya keseluruhan aspek yang menentukan tingkat produktivitas usaha ini akan menentukan tingkat produksi total output yang akan menghasilkan penerimaan usaha. Kegiatan penjualan ikan kerapu macan kepada petani pembesar akan menghasilkan arus masuk bagi balai berupa penerimaan usaha, sedangkan kegiataan input produksi akan menyebabkan arus keluar berupa biaya. Dari selisih antara penerimaan dan biaya inilah akan diketahui tingkat keuntungan usaha. Mengingat harga jual kerapu macan di balai ini berada dibawah harga pasar, maka dalam penelitian akan dilakukan analisis kelayakan usaha tersebut yang akan dibandingkan dengan penjualan pada tingkat harga normal. Secara diagram, keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi usaha budidaya kerapu macan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
33
Aspek Teknis
Kondisi Geofisik : - pH - Salinitas - Kecepatan arus - Suhu Kandungan O2 terlarut
Aspek Pasar Teknik Budidaya : - Teknologi - Proses : Pemilihan benih, penebaran benih, Pemberian pakan, Pemeliharaan, Pemanenan.
Harga Input : - Benih ukuran 5-7 cm - Pakan - Obat-obatan - Peralatan - TK
Harga Output : - Benih ukuran 13-15 cm
Produktivitas Usaha Aspek Manajemen : Deskripsi kerja Kebutuhan TK Aspek Finansial : Biaya Penerimaan Keuntungan
Kelayakan Usaha
Keterangan : : Hubungan Mempengaruhi : Dalam Satu Aspek Gambar 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu M acan
34 IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan sengaja (purposive). Pulau Semak Daun dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa : 1) Usaha budidaya ikan kerapu di Pulau Semak Daun ini merupakan usaha yang masih baru didirikan 2) Status Pulau Semak Daun yang dikategorikan pemerintah kedalam program percontohan (Pilot Programme) dan lokasi percontohan (Pilot Location).
Penelitian ke lapang berlangsung pada Bulan Mei 2006 sampai
dengan Bulan Juni 2006. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil pengamatan lapangan dan melalui wawancara tidak terstruktur terhadap responden.
Dalam penelitian ini, jumlah responden yang diwawancarai
sebanyak enam orang yang terdiri atas; ketua tim proyek budidaya laut di Kepulauan Seribu dari PKSPL IPB selaku pengelola usaha, pengusaha ikan kerapu macan di Pulau Semak Daun (petani pemilik), tiga orang pekerja yang terlibat dalam usaha dan seorag staf pada pemerintahan setempat. Data sekunder berasal dari beberapa sumber diantaranya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Suku Dinas Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan literatur lain yang ada di perpustakaan LSI IPB, perpustakaan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta buku-buku referensi yang relevan dengan penelitian ini.
35 Berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dalam kajian kelayakan usaha ini, jenis data yang diperlukan meliputi : 1. Aspek Pasar Dalam aspek pasar data yang diperlukan meliputi; jumlah dan harga input yang digunakan; permintaan dalam dan luar negeri terhadap produk yang dihasilkan: ukuran dan standar mutu produk; harga produk dan sistem pemasaran produk yang dilakukan. 2. Aspek Teknis Dalam aspek teknis data yang diperlukan meliputi; kondisi Geofisik lokasi budidaya ikan kerapu macan; lokasi usaha terhadap lokasi pasar input dan pasar output; cara pengadaan bahan baku (benih, pakan dan obat-obatan); fasilitas usaha, termasuk sarana dan prasarana produksi dan pemasaran dalam usaha; teknik budidaya (teknologi yang digunakan). 3. Aspek Manajemen Dalam aspek manajemen data yang diperlukan meliputi; bentuk usaha dan struktur organisasi usaha; jumlah dan tingkat pendidikan tenaga kerja serta deskripsi pekerjaan masing-masing berikur pembagian wewenang dan tanggung jawab; tingkat gaji dan upah tenaga kerja. 4. Aspek Finansial Dalam aspek finansial data yang diperlukan meliputi; Jumlah penjualan; nilai sisa pada akhir tahun; biaya investasi (meliputi ; biaya bangunan tempat usaha; pembelian peralatan produksi dan pemasaran; dan lain-lain); biaya operasional (meliputi ; biaya bahan baku berupa; benih, pakan; gaji; biaya bahan bakar; biaya komunikasi; biaya transportasi, dan lain-lain); biaya lainnya (meliputi ; biaya reinvestasi; biaya pemeliharaan; biaya administrasi dan umum; beban pajak, dan lain-lain)
36 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung tersebut kemudian diolah dengan bantuan microsoft excell dan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisis data yang termasuk dalam aspek non finansial yakni aspek pasar, aspek teknis dan aspek manajemen. Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan untuk aspek finansial. Analisis deskriptif digunakan agar memperoleh gambaran
secara
sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar aspek-aspek yang diamati tersebut. Dengan analisis deskriptif ini, kondisi yang ditemukan di lapangan akan dibandingkan dengan literatur-literatur yang relevan. Secara lebih jelas, jenis-jenis analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 4.3.1. Analisis Kelayakan Aspek Pasar Dalam penelitian ini, data yang berhubungan dengan aspek pasar meliputi; data permintaan dan penawaran ikan kerapu macan hasil usaha budidaya. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Tujuan analisis kelayakan
aspek pasar ialah untuk melihat apakah kondisi pasar kerapu macan yang ada saat ini memungkinkan untuk dimasuki, serta bagaimana peluang pasar usaha tersebut kedepan. Hasil analisis aspek pasar akan membawa pada kesimpulan bahwa jika terdapat permintaan pada suatu harga yang menguntungkan maka usaha tersebut dapat dikatakan layak ditinjau dari aspek pasar. 4.3.2. Analisis Kelayakan Aspek Teknis Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek-aspek lain dalam analisis proyek hanya akan berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan. Analisis secara teknis dilakukan untuk melihat hubungan-hubungan teknis yang mungkin terjadi misalnya; keadaan geofisik lokasi budidaya,
37 kecepatan arus air; pH air; salinitas air; suhu udara, kandungan oksigen terlarut; pengadaan input produksi; teknologi budidaya (pemberian pakan, pemeliharaan dan penggunaan peralatan budidaya).
Keseluruhan input ini nantinya akan
mempengaruhi produktivitas usaha, yang ditunjukan oleh tingkat kelangsungan hidup ( SR ) yang bisa dicapai. Mengenai
lokasi
budidaya,
secara
teknis
lokasi
akan
dianalisis
berdasarkan referensi berupa buku-buku teknik budidaya dan publikasi hasil penelitian dari lembaga
penelitian yang ahli dibidang budidaya ikan kerapu
macan. Salah satu penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam aspek teknis khususnya mengenai kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk usaha budidadaya laut adalah penelitian Soebagio (2004). Menurut Soebagio (2004) kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk usaha budidadaya laut meliputi ; 1. Daerah pantai dengan dasar perairan berpasir atau berkarang dan lokasi terlindung dari pengaruh angin serta gelombang besar. 2. Lokasi mudah dicapai, dekat dengan sentra-sentra pengadaan pakan, sarana pembenihan dan pemasaran, tersedia fasilitas listrik dan komunikasi. 3. Lokasi tidak menggangu alur pelayaran. 4. Lokasi relatif dekat dengan lokasi pemukiman penduduk namun jauh dari sumber pencemar karena terutama untuk kegiatan pembenihan sangat membutuhkan kualitas air yang baik. Khusus untuk budidaya kerapu macan dengan sistem KJA, kriteria-kriteria kesesuaian lahannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Matriks Kesesuian untuk Cage Culture (Karamba Jaring Apung) No
Parameter
Kriteria Kesesuaian
1
Keterlindungan
Sangat terlindung
2
Kedalaman perairan
5-15 meter
3
Subsrat dasar perairan
Karang berpasir
38 Lanjutan Tabel 1 4
Arus
0,15-0,35 m/detik
5
Kecerahan
= 60
6
Salinitas (ppt)
29-31
7
Suhu
28-320C
8
DO (mg/l)
=2
9
pH
6,5-8,5
Sumber : Soebagio, 2004 Dalam analisis ini, kondisi yang ditemukan di lapangan akan dibandingkan dengan kriteria-kriteria yang terdapat pada literatur-literatur berupa hasil-hasil penelitian dari pihak lembaga penelitian yang terlibat dalam proyek pemerintah ini dan dari data yang dimiliki di instansi pemerintahan setempat. 4.3.3. Analisis Kelayakan Aspek Manajemen Analisis kelayakan pada aspek manajemen dilakukan terhadap informasi atau data yang berkenaan dengan manajemen usaha. Analisis secara dekriptif pada aspek ini akan dilakukan untuk menggambarkan kondisi yang ditemukan di lapang yakni khususnya mengenai gambaran pekerjaan dari setiap tenaga kerja yang terlibat dalam usaha. Selanjutnya dari analisis secara deskriptif ini akan diturunkan kedalam bentuk analisis kuantitatif, untuk menentukan besarnya tingkat upah tenaga kerja yang akan digunakan dalam perhitungan pada analisis finansial. Hasil akhir dari analisis kelayakan terhadap aspek manajerial ini adalah berupa informasi mengenai layak tidaknya usaha dari segi penataan manajemen usaha yang berimplikasi pada kelayakan secara finansial.
39 4.3.4. Analisis Kelayakan Aspek Finansial Dalam aspek finansial usaha, analisis yang dilakukan meliputi analisis investasi usaha dan analisis pendapatan usaha, dengan menggunakan berbagai kriteria sebagai dasar untuk menentukan kelayakan suatu usaha secara finansial. 4.3.4.1. Analisis Investasi Usaha Titik awal dari analisis kelayakan finansial suatu usaha, umumnya adalah beberapa analisis investasi mengenai pola atau model usaha yang didasarkan pada anggaran biaya usaha tersebut. Pola anggaran usaha pertanian ini dihadapkan pada perbandingan antara keadaan dengan adanya proyek dengan kemungkinan tanpa proyek selama kurun waktu proyek seandainya terlaksana. Hal ini memungkinkan terbentuknya suatu penilaian sementara mengenai manfaat yang diperoleh petani serta insentif mereka dari penyertaannya dalam proyek/usaha. Adapun krieteria-kriteria yang akan digunakan dalam analisis ini antara lain; 1. Net Present Value (NPV) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. Net Present Value merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus (Kadariah, 1988) n NPV = ? Bt – Ct t = 0 ( 1 + I )t Keterangan : Bt =
Pendapatan kotor unit usaha pada tahun t
Ct =
Biaya kotor unit usaha pada tahun t
n
=
Umur ekonomis
i
=
Tingkat bunga
t
=
0,1,2,3,....,n
40 Kriteria : NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, berarti usaha tidak layak/rugi 2. Net Benefit Cost Ration ( Net B/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt - Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt - Ct < 0), dengan rumus (Kadariah et al,1978) : n ? Bt - Ct ( untuk Bt - Ct > 0) t =0 (1 + i)t Net B/C = n ? Ct - Bt ( untuk Bt - Ct < 0) t =0 (1 +i)t Kriteria : Net B/C >1, berarti usaha layak /menguntungkan Net B/C =1, berarti usaha pulang pokok Net B/C <1, berarti usaha tidak layak/rugi 3. Internal Rate of Return (IRR) Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return adalah tingkat suku bunga suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol, dinyatakkan dengan rumus (Kadairah et al, 1978): IRR = i’ + (
NPV’ ) x (i”- i’) NPV’- NPV”
Keterangan : i’
=
Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
i”
=
Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
41 NPV’
=
NPV pada tingkat bunga i’
NPV”
=
NPV pada tingkat bunga i”
Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto ( discount rate) yang berlaku, maka dari aspek finansial usaha layak untuk dilaksanakan. 4. Payback Periods Analisis ini dilakukan untuk melihat waktu pengembalian investasi dengan membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : PP = Investasi /keuntungan 4.3.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam waktu satu tahun. Tujuannya dalah membantu perbaikan pengolahan usaha pertanian. Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya cukup lama. Penggunaan barang yang bukan tunai seperti produksi yang dikonsumsi sendiri di rumah dan pengeluaran diluar usaha pertanian dikeluarkan dari perhitungan, karena analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui hanya perkembangan usaha pertanian saja. Analisis ini memerlukan suatu perkiraan pengembalian modal investasi dan tenaga petani, dan kemudian dibandingkan dengan pengambilan pola pilihan tanaman lain atau pilihan diluar usaha pertanian. Kriteria-kriteria yang umumnya digunakan dalam analisis ini antara lain; 1. Analisis Keuntungan Total penerimaan merupakan fungsi dari output budidaya (Q) dan harga output (P) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : TR=f (P,Q)
42 Total penerimaan merupakan penerimaan langsung dari kegiatan budidaya laut selama 1 tahun yang digunakan sebagai dasar analisis. Untuk biaya produksi (TC) yang merupakan keseluruhan dari biaya produksi per tahun dapat diuraikan ke dalam komponen biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : TC=TFC + TVC Keuntungan (p ) berusaha merupakan hasil pengurangan dari penerimaan selama satu tahun dikurangi biaya produksi selama satu tahun, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : p =TR – TC
2. R/C ratio Analisis ini digunakan untuk melihat layak tidaknya suatu usaha yang dijalankan, dalam hal ini kegiatan budidaya laut
dengan membandingkan penerimaan
selama satu tahun dengan biaya produksi selama satu tahun. Analisis ini perlu dilakukan sebagai gambaran keuntungan usaha dalam jangka pendek. R/C Ratio = Revenue/Cost
Kriteria :
R/C Ratio <1 ; usaha tidak layak R/C Ratio =1 ; usaha impas R/C Ratio >1 ; usaha layak
4.3.5. Analisis Switching Value ( Nilai Pengganti) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kepekaan suatu usaha terhadap perubahan yang mungkin terjadi. Variabel yang akan dianalisis dengan switching value merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam usaha. Analisis ini merupakan variasi dari analisis sensitivitas. Adapun variabel-variabel yang dimaksud antara lain SR ikan kerapu dan biaya variabel. Sehingga dengan
43 analisis ini akan dicari tingkat SR minimum dan peningkatan biaya variabel maksimum, agar usaha masih dapat dikatakan layak. 4.3.6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan akibat dari adanya unsur ketidakpastian dalam kegiatan proyeksi, sehingga proyeksi tersebut perlu diuji dengan berbagai alternatif perubahan yang mungkin terjadi. Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruhpengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Analisis ini merupakan salah satu cara memecahkan masalah analisis proyek yaitu selalu menghadapi ketidaktentuan yang dapat saja terjadi pada keadaan yang diperkirakan sebelumnya. Pada bidang pertanian, umumnya sensitivitas usaha dipengaruhi oleh empat hal yaitu; harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan kekeliruan perkiraan hasil. Menurut Kadariah (1986), analisis sensitivitas membantu menemukan unsur yang sangat menentukan hasil proyek.
Analisis ini dapat membantu
mengalihkan perhatian orang pada variabel-variabel yang penting untuk memperbaiki perkiraaan-perkiraan dan memperkecil bidang ketidakpastian. Analisis sensitivitas ini dapat juga digunakan untuk membantu pengelola proyek dengan menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan dan menguntungkan perekonomian. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah-ubah variabel yang sangat signifikan dalam usaha yakni SR ikan kerapu dan biaya variabel usaha. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan karena angka-angka yang digunakan dalam perhitungan bersifat angka perkiraan (deterministik), sehingga terdapat kemungkinan perubahan, yang akan menyebabkan hasil
44 analisis
kelayakan
berubah.
Untuk
itu
dilakukan
proyeksi
terhadap
ketidaktentuan, yang pada penelitian ini dilakukan pada keadaan yang telah diramalkan atau perkirakan. Pada penelitian ini, ketidaktentuan yang mungkin muncul dan mempengaruhi usaha diproyeksikan berasal dari SR kerapu macan dan kenaikan harga input. 4.3.7. Penarikan Kesimpulan dan Saran Penarikan kesimpulan dilakukan setelah analisis terhadap masing-masing aspek yang mempengaruhi usaha (pasar, teknis, manajemen dan finansial) dilakukan. Analisis dilakukan dengan cara menilai/membandingkan kondisi riil usaha dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan literatur-literatur yang relevan.
Setelah dilakukan penilaian, selanjutnya
disimpulkan tentang kelayakan aspek-aspek dalam usaha tersebut.
Apabila
kesimpulan sudah diperoleh maka tahap selanjutnya adalah pemberian saran yang sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh.
Secara skematis, metode
analisis data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
45
Analisis Kelayakan Usaha
Aspek Finansial : - NPV - Net B/C Ratio - IRR - Keuntungan - R/C Ratio - Payback Periods
Aspek Non-Finansial : - Aspek Pasar - Aspek Teknis - Aspek Manajemen
Analisis Sensitivitas
Interpretasi hasil analisis
Layak
Saran Pengembangan
Tidak Layak
Evaluasi dan Saran Perbaikan
Gambar 2. Metode Analisis Data
46 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Lokasi dan Kondisi Wilayah Pulau Semak Daun merupakan pulau dengan kawasan perairan laut dangkal terlindung (perairan karang dalam) yang relatif luas.
Berdasarkan
prinsip keterlindungan saja, perairan laut dangkal di sekitar pulau tersebut diperkirakan menyimpan potensi yang tinggi sebagai lokasi budidaya laut. Pulau Semak Daun terletak di sebelah utara Pulau Panggang dan Pulau Karya, dan sebelah selatan Pulau Karang Bongkok. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barrier reef) sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong) seluas 315 ha.
Karang
penghalang ini sebagian besar terlihat atau muncul ke permukaan air laut ketika surut dan masyarakat menyebutnya sebagai gudus, namun sebagian kecil tetap di bawah permukaan air laut saat surut sekalipun. Bagian ini merupakan “pintu” keluar masuk air laut ke kawasan perairan laut dangkal dan menjadi pintu pula untuk keluar masuk perahu nelayan berukuran kecil. Menurut Pusat Kajian Sumberempat 4 goba yang diperkirakan memiliki luas total 33,3 ha pada saat pasang. Goba merupakan cerukan (kolom perairan yang lebih dalam dibandingkan dengan sekitarnya) yang berada di dalam wilayah perairan karang dalam (gosong). Goba biasanya digunakan sebagai tepat usaha budidaya laut baik dengan sistem bagan tancap (Pen Culture) maupun sistem KJA, karena kondisinya yang terlindung dan memilki bentuk berupa cerukan. Adapun goba-goba tersebut antara lain; Goba Tipis (sebelah utara kawasan), Goba Nawi dan Goba Blencong (sebelah selatan) serta Goba Sempit (sebelah barat daya). Diantara keempat goba tersebut, Goba Tipis merupakan tempat yang dipilih sebagai lokasi membudidayakan ikan kerapu macan dengan sistem
47 KJA.
Alasan utama dipilihnya Goba Tipis sebagai lokasi budidaya karena
berdasarkan kriteria secara geofisik, goba ini memenuhi kriteria yang paling tepat sebagai lokasi budidaya kerapu macan sistem KJA. Mengenai peta lokasi BBL kerapu macan di Pulau Semak Daun dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Lokasi Pemanfaatan Pulau Semak Daun
5.2. Gambaran Usaha Usaha budidaya ikan kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun ini merupakan salah satu model pegembangan (pilot project) bagi Pemda Kepulauan Seribu yang bekerjasama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), salah satu Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) di IPB. Usaha ini merupakan salah satu dari beberapa kegiatan perikanan yang secara keseluruhan disebut oleh PKSPL IPB sebagai program Sea Farming.
Secara garis besar Sea
Farming merupakan salah satu kegiatan perikanan yang terdiri dari kegiatan produksi benih ikan (seed production), budidaya yang berorientasi ekonomi, pelepasan benih ke laut lepas (restocking), dan penangkapan ikan (recapturing). Menurut Prof. Dr. Tridoyo Kususmastanto, selaku Kepala PKSPL-LPPM IPB,
48 tujuan dari program Sea Farming adalah untuk memacu produksi perikanan masyarakat Kepulauan Seribu khususnya kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Karya dengan cara peningkatan produksi perikanan yang dilakukan melalui aktivitas peningkatan stok ikan dan budidaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penambahan pendapatan dan kegiatan ekonomi lokal. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membuka suatu balai budidaya ikan yang melibatkan masyarakat sekitar. Pada tahap awal usaha budidaya kerapu macan ini, pemda setempat menyerahkan pengelolaannya kepada PKSPL-LLPM IPB, yang bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan proyek ini. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat setempat tentang budidaya ikan, PKSPL-LPPM IPB melakukan kegiatan pelatihan dan penyuluhan tentang teknik budidaya ikan kerapu macan, serta memberikan bantuan berupa pinjaman benih kepada masyarakat di sekitar pulau yang tergabung dalam suatu kelompok tani pembudidayakan ikan kerapu macan. Usaha budidaya kerapu macan yang sedang diupayakan ini merupakan usaha pembesaran tahap pendederan II dan tahap penggelondongan. Tahap pendederan II ialah tahapan pembesaran benih ikan kerapu macan, mulai benih ukuran 5-7 cm dipelihara sampai mencapai ikan ukuran 10 cm. Adapun tahap penggelondongan adalah kegiatan memelihara benih ikan ukuran 10 cm mencapai ukuran yang dapat digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran (ukuran 13-15 cm atau bobot mulai 15-25 gr). Ukuran konsumsi yang dimaksud adalah ukuran yang diinginkan oleh pasar untuk konsumen akhir yaitu ukuran 500-1000 gram per ekor. Selama ini, usaha pembenihan dan pengelondongan ikan kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun yang merupakan proyek pemerintah ini telah merangkul tiga petani ikan kerapu macan yang ada di Pulau Semak Daun kedalam suatu wadah yakni kelompok petani pembesaran kerapu macan. Petani-petani yang
49 termasuk anggota kelompok tersebut adalah Bapak Suradi (memiliki 2 kotak Karamba), Bapak Farudin (memilki satu kotak Karamba) dan Bapak Ruslan (memiliki enam kotak Karamba). Ketiga petani ini mengusahakan pembesaran ikan kerapu macan untuk mencapai ukuran konsumsi, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga petani tersebut merupakan konsumen ikan kerapu macan yang dihasilkan oleh balai budidaya ini. Ada satu lagi petani yang juga merupakan konsumen ikan kerapu macan hasil pendederan balai ini, namun petani ini bukan merupakan anggota kelompok yaitu Bapak Badrun (memilki sepuluh kotak Karamba). 5.3. Sarana dan Prasarana Budidaya Ikan Kerapu Macan Sarana dan prasarana yang digunakan dalam usaha budidaya kerapu macan ini antara lain; 1. Rakit Konstruksi wadah budidaya ikan kerapu macan di balai budidaya ini merupakan konstruksi berupa rakit. Rakit adalah bingkai yang dilengkapi dengan pelampung untuk tempat melekatkan atau mengikat jaring.
Rakit
dibuat secara satu
kesatuan yang terdiri dari beberapa jaring yang dibagi kedalam beberapa kotakan. Rakit ini dibuat dari bambu dengan ukuran bingkai rakit 8 x 8 meter yang terbagi menjadi empat kotak dengan ukuran 3,5 x 3,5 meter per kotak. Jumlah rakit yang terdapat di balai budidaya ini ada lima rakit yang terbagi menjadi dua unit KJA. Terdapat satu unit KJA yang terdiri dari tiga rakit atau dua belas kotakan, dan satu unit KJA yang lain terdiri dari dua rakit atau delapan kotak.
Adapun biaya total untuk pembuatan dua puluh unit konstruksi KJA
sebesar Rp 30.000.000,00
50 2. Waring Waring adalah kantong yang terbuat dari jaring digunakan untkuk pemeliharaan ikan. Waring sering disebut juga sebagai hapa atau jaring bagan. Pada tahap penggelondongan, jaring yang digunakan berukuran 1 x 1 x 2 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) 0,5 inchi. Sedangkan untuk jaring pembesaran ikan konsumsi, jaring yang digunakan berukuran 3,5 x 3,5 x 3,5 meter dengan ukuran mata jaring 1-2 inchi.
Waring yang digunakan di balai budidaya ini
menggunakan dua macam ukuran tersebut. Terdapat 18 waring dengan ukuran untuk penggelondongan, dan dua waring dengan ukuran untuk pembesaran yang digunakan untuk memelihara ikan untuk tujuan indukan. 3. Perahu Perahu merupakan sarana transportasi bagi pegawai balai budidaya ini. Perahu tidak hanya digunakan untuk mengangkut benih, pakan dan peralatan budidaya lainnya, tetapi juga digunakan sebagai alat transportasi antar pulau dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup pegawai dan urusan administrasi usaha dengan instansi atau lembaga lain di luar Pulau Semak Daun. Jumlah perahu yang dimiliki balai budidaya ini ada satu dengan biaya pembelian sebesar Rp 5.000.000,00 untuk badan perahu dan Rp 2.500.000,00 untuk mesin perahu kekuatan 5 PK.
51 VI. ANALISIS KELAYAKAN USAHA
6.1. Analisis Aspek Pasar Analisis terhadap aspek pasar usaha budidaya ikan kerapu macan dilakukan dengan melihat potensi permintaan dan penawaran ikan kerapu macan di pasaran, serta menganalisis strategi pemasaran yang dilakukan dalam rangka memasarkan ikan kerapu macan yang diproduksi. 6.1.1. Potensi Permintaan dan Penawaran Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam memutuskan untuk membuka atau tidak suatu usaha. Kelangsungan usaha tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memasarkan produk yang dihasilkan, sedangkan keberhasilan memasarkan produk, salah satunya ditentukan oleh seberapa besar peluang pasar yang bisa dimasuki. Diantara jenis ikan laut budidaya, kerapu macan merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai peluang pasar cukup tinggi.
Hal ini disebabkan laju pertumbuhan produksi
perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukan trend yang baik, terutama dengan semakin meningkatnya konsumsi dunia yang sejalan dengan peningkatan populasi dan tingkat pendapatan penduduk dunia. Selain itu, semakin membaiknya perekonomian negara-negara tujuan ekspor seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Cina dan Jepang juga akan berdampak positif berupa peningkatan permintaan ikan kerapu untuk ekspor ke negara-negara tersebut. Namun demikian, peningkatan permintaan ikan kerapu dari negara-negara tujuan ekspor ini, tidak diiringi dengan peningkatan kemampuan ekspor nasional. Gambaran mengenai kondisi ekspor ikan kerapu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
52 Tabel 2. Perkembangan Ekspor Nasional Ikan Kerapu 1997-2004 Tahun Volume (ton) Pertumbuhan (%) 1997
338,58
-
1998
349,84
3,25
1999
395,80
13,13
2000
252,60
-36,17
2001
195,00
-22,80
2002
185,50
-5,02
2003
205,20
10,61
2004
215,00
4,78
Rata-rata 267,19 Sumber : Sari, 2006
-4,60
Menurut Sari (2006), penurunan kemampuan ekspor ini seiring dengan penurunan produksi akibat adanya kondisi over fishing di sebagian besar wilayah penangkapan ikan kerapu di Indonesia. Sedangkan, seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa sebagian besar produksi ikan kerapu di Indonesia berasal dari kegiatan penangkapan. Kepulauan Seribu merupakan wilayah yang berperan dalam produksi ikan kerapu nasional. Jumlah produksi ikan kerapu yang dihasilkan di perairan Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Produksi Ikan Kerapu di Perairan Kepulauan Seribu Tahun Jumlah Produksi (kilogram) Pertumbuhan 1994
27.856,40
1995
19.246,24
-30.90%
1996
21.494,10
11.67%
1997
23.726,50
10.38%
1998
29.141,90
22.82%
1999
62.491,46
114.43%
2000
63.075,86
0.93%
2001
36.466,34
-42.18%
2002
119.100,00
226.60%
2003
62.410,00
-72.78%
53 Lanjutan Tabel 3. 2004 Rata-rata
90.540,00
45.07%
50.504,44
15.671%
Sumber : Sari (2006) Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan produksi ikan kerapu di Kepulauan Seribu menunjukkan nilai yang positif. Namun demikian, menurut hasil wawancara dengan petani pembesar ikan kerapu macan di Pulau Semak Daun, mereka menghadapi beberapa kendala sehubungan dengan produksi ikan kerapu macan. Kendala yang umumnya dihadapi petani budidaya ikan kerapu macan adalah sulitnya memperoleh benih dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.
Rendahnya supply benih ini disebabkan masih
sedikitnya jumlah pembenih yang berhasil membudidayakan ikan kerapu macan. Rendahnya keberhasilan pembenihan ikan kerapu macan ini terkait dengan sifat kanibalisme ikan tersebut selama masa pendederan sehingga diperlukan penanganan yang benar dalam pemeliharaannya. Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya bahwa kegiatan yang dilakukan oleh balai budidaya milik Pemda Kepulauan Seribu saat ini meliputi kegiatan pendederan II (pemeliharaan mulai ukuran 5-7 cm hingga 10 cm) dan penggelondongan (pemeliharaan mulai ukuran 10 hingga 13-15 cm). Untuk daerah Kepulauan Seribu sendiri, permintaan benih ukuran 13-15 cm ini cukup tinggi, mengingat jumlah petani pembesar yang lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah petani pembenih. Salah satu pembenih ikan kerapu macan yang sudah cukup besar yang ada di Kepulauan Seribu adalah Nuansa Ayu Karamba milik Bapak Hendrik, namun benih yang dihasilkan hanya sampai ukuran larva, setelah itu benih dilepas kepada petani pendeder berikutnya.
Rendahnya supply benih ikan
kerapu macan ini menyebabkan petani pendeder dan pembesar di Kepulauan
54 Seribu membeli benih dari luar daerah yakni dari Gondol (Bali) dan Situbondo. Termasuk juga balai budidaya tempat penelitian ini dilakukan, kebutuhan akan benih ukuran 5-7 cm didatangkan dari daerah Gondol dan Situbondo. Benih kerapu macan tersebut dibeli dengan harga Rp 4000,00 sampai Rp 5.100,00 per ekor. Sedangkan untuk benih berukuran 13-15 cm yang digunakan sebagai input oleh petani pembesar belum ada yang memproduksi. Keengganan petani memproduksi benih ukuran tersebut diduga karena jauhnya perbedaan harga antara benih ukuran tersebut dengan ikan kerapu ukuran konsumsi. Harga ikan kerapu ukuran 13-15 cm
adalah Rp 15.000,00 per ekor sedangkan ukuran
konsumsi (500-1000 gram) seharga Rp 90.000,00 per kilogram. Dari gambaran di atas, maka dapat diduga bahwa peluang usaha untuk budidaya ikan kerapu macan baik di tingkat pembenihan, pendederan maupun pembesaran masih terbuka lebar. 6.1.2. Strategi Pemasaran Berdasarkan gambaran peluang pasar yang ada, maka BBL ini mengusahakan benih ikan ukuran 13-15 cm. Benih ini dikonsumsi oleh petani pembesar yang ada di Kepulauan Seribu. Sementara waktu, BBL kerapu macan ini baru mampu mensupply benih untuk tiga orang anggota kelompok tani pembesar dan satu petani bukan anggota kelompok.
Namun ini saja masih
belum mampu memenuhi kebutuhan keempat petani tersebut. Benih yang dihasilkan oleh balai budidaya ini merupakan benih yang berkualitas tinggi, karena mulai dari proses pemilihan benih hingga proses pemanenan dilakukan dengan baik. Benih yng dihasilkan menunjukkan ciri-ciri benih yang sehat antara lain; gerakan lincah, warna cerah, tidak ada cacat serta responsif terhadap makanan. Ukuran benih yang dijual kepada petani kelompok merupakan benih ukuran 13-15 cm, yang akan digunakan sebagai input untuk
55 kegiatan pembesaran ukuran konsumsi. Benih ikan kerapu macan tersebut dijual dengan harga Rp 10.000,00 per ekor. Harga benih ini ditentukan oleh Pemda sebagai harga subsidi bagi petani pembesar di Kepulauan Seribu. Dalam kondisi normal harga ikan kerapu ukuran 13-15 cm adalah Rp 15.000,00 per ekor. Benih kerapu tersebut diambil sendiri oleh pembeli ke lokasi balai, sehingga resiko kematian ikan selama pemanenan dan pengangkutan menjadi tanggung jawab pembeli. Dalam memasarkan benih kerapu macannya, balai budidaya ini belum memerlukan strategi promosi khusus, karena untuk saat ini, yang secara aktif mencari benih kerapu macan adalah masih pihak konsumen (petani pembesar). 6.1.3. Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Pasar Berdasarkan gambaran di atas, yaitu mengenai permintaan dan penawaran ikan kerapu macan nasional dan di Kepulauan Seribu, dapat disimpulkan bahwa peluang usaha untuk budidaya ikan kerapu macan di Pulau Semak Daun masih terbuka lebar dan layak untuk dimasuki. Peluang usaha yang ada, tidak hanya pada usaha pembenihan dan pembesaran saja, tetapi juga pada tingkat pendederan seperti yang sedang diupayakan di balai budidaya laut, tempat penelitian ini dilakukan. Ditinjau dari strategi produk, ikan kerapu macan yang dihasilkan oleh balai merupakan ikan kerapu yang berkualitas baik dan dapat bersaing dipasaran. Namun dilihat dari strategi harga, harga yang ditetapkan oleh balai berada jauh dibawah harga standar di pasaran. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah untuk membantu petani pembesar dengan cara memberikan harga yang telah disubsidi. Mengingat tingginya permintaan terhadap ikan kerapu ukuran 13-15 cm seperti yang dihasilkan oleh balai ini, maka untuk saat ini strategi pemasaran yang dilakukan oleh balai masih cukup efektif dan layak. Dengan strategi pemasaran berupa penerimaan pesanan dari petani pembesar, menyebabkan
56 adanya kepastian terjualnya ikan kerapu yang diproduksi.
Sedangkan untuk
sistem penyerahan barang yang dilakukan dilokasi budidaya (FOB Shipping Point), bagi balai hal ini telah mengurangi resiko kematian ikan selama proses pemanenan dan pemindahan.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa secara aspek pasar, usaha budidaya ikan kerapu macan di BBL Pulau Semak Daun ini layak. 6.2. Analisis Aspek Teknis Analisis terhadap aspek teknis dilakukan terhadap; lokasi dan teknik budidaya dan juga kegiatan-kegiatan yang bersifat teknis, yang berkenaan dengan pengadaan input dan penjualan output. 6.2.1. Lokasi Usaha Dari ke-empat goba yang terdapat di Gosong Semak Daun, Goba Tipis merupakan lokasi yang dipilih sebagai tempat usaha budidaya ikan kerapu macan. Luas kawasan potensial KJA di Goba Tipis adalah 0,70 ha. Perairan Goba Tipis dinilai oleh PKSPL-IPB sebagai lokasi yang paling cocok untuk budidaya kerapu macan karena kesesuain lokasi ini dengan beberapa kriteria kesesuaian lahan budidaya kerapu macan sistem KJA yakni; 1. Perairan di Goba Tipis terlindung dari angin dan gelombang besar 2. Kedalaman perairan di Goba Tipis yakni 5-15 m sangat sesuai untuk budidaya kerapu macan sistem KJA. 3. Dasar perairan di Goba Tipis yang berkarang dan berpasir putih merupakan dasar perairan yang paling ideal bagi ikan kerapu. 4. Lokasi Goba Tipis jauh dari limbah buangan rumah tangga maupun industri. 5. Letak Goba Tipis yang tidak menggangu alur pelayaran. 6. Relatif dekat dengan sumber pakan. 7. Tersedia sarana dan prasarana transportasi.
57 8. Relatif aman dari tindakan pencurian. 9. Goba Tipis memiliki kualitas air yang sesuai untuk budidaya kerapu macan, yakni memiliki kriteria-kriteria antara lain; a. Kecepatan arus 0,20-0,35 m/detik b. Suhu 29-300C c. Kecerahan 60 cm d. Salinitas 26-33% e. DO = 3 mg/l f.
pH 7,5-8,5
6.2.2. Teknik Budidaya Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai teknik budidaya kerapu macan di balai budidaya yaitu teknik pendederan II dan penggelondongan, yang akan dilanjutkan dengan pengakajian mengenai kelayakan teknik budidaya tersebut. Namun, untuk melihat besarnya pengaruh harga yang lebih murah dari ikan kerapu macan yang dihasilkan oleh balai, terhadap pendapatan petani pembesar (anggota kelompok), maka sebelumnya perlu diidentifikasi manfaat dan biaya yang dikeluarkan oleh petani pembesar tersebut. Mengingat manfaat dan biaya yang timbul berasal dari aktivitas-aktivitas budidaya, maka perlu ditinjau terlebih dahulu jenis-jenis aktivitas/teknik budidaya apa saja yang dilakukan oleh petani tersebut. 6.2.2.1. Teknik Budidaya di BBL Pulau Semak Daun Kegiatan-kegiatan budidaya yang dilakukan pada usaha budidaya kerapu macan dengan sistem KJA di BBL ini meliputi kegiatan; pemilihan benih, penebaran benih, pemberian pakan, pemeliharaan dan pemanenan.
58 1. Pemilihan Benih Benih yang selama ini digunakan dalam usaha, merupakan benih dari hasil budidaya (hatchery) petani pembenih dari daerah Gondol (Bali) dan Situbondo. Benih dari alam tidak digunakan dalam usaha ini karena dinilai kurang baik bila dibandingkan dengan hasil budidaya, benih hasil penangkapan di alam keseragamanya sulit dicapai karena umumnya ukuran benih sangat bervariasi. Sementara itu, terkait dengan sifat kanibalisme ikan kerapu macan maka faktor keseragaman benih dalam suatu wadah budidaya sangatlah penting. Apabila dalam suatu jaring terdapat benih ikan yang ukurannya lebih besar, maka benih tersebut akan memakan ikan lainnya yang lebih kecil. Selain faktor keseragaman, balai ini juga memperhatikan kriteria lainnya dalam pemilihan benih yang digunakan. Balai ini mengupayakan untuk selalu menggunakan benih yang sehat.
Benih yang sehat memiliki ciri-ciri yaitu
gerakan lincah, warna cerah, tidak ada cacat serta responsif terhadap makanan. Ukuran benih yang digunakan adalah antara 5-7 cm. Adapun benih ikan kerapu macan yang sementara waktu ini sudah digunakan oleh BBL Pulau Semak Daun ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Benih Ikan Kerapu Macan pada BBL Pulau Semak Daun Tanggal
Jumlah (ekor)
Harga/ ekor
24 Jan 06
3.100
-
4 Maret 06
1.000
4.000
4.000.000
Laode (Gondol – Bali)
5 - 6 cm
6 Maret 06
2.000
4.000
8.000.000
Suko Ismi (Gondol – Bali)
5 - 6 cm
27 April 06
5.600
5.100
28.000.000
Sapril (Situbondo)
6 - 7 cm
18 Mei 06
4.000
5.100
20.400.000
Sapril (Situbondo)
6 - 7 cm
15 Juni 06
4.000
4.500
18.000.000
Suko Ismi (Gondol–Bali)
Total
19.700
Biaya (Rp)
Asal
Ukuran
Dinas Perikanan DKI
81.400.000
Sumber : BBL Pulau Semak Daun (Juni, 2006)
7 cm
59 2. Penebaran Benih Penebaran benih kerapu macan di balai ini dilakukan pada pagi hari atau sore hari atau pada saat suhu udara tidak terlalu ekstrim. Karena benih kerapu macan yang dibeli ini berasal dari pembenih yang lokasinya jauh dan pengepakannya menggunakan kantong plastik maka benih tersebut perlu diaklimatisasi sebelum ditebar ke dalam jaring. Aklimatisasi ialah proses pengadaptasian benih dengan lingkungan barunya.
Proses aklimatisasi
dilakukan dengan cara kantong plastik dibuka lalu dimasukkan kedalamnya sebagian air laut dari karamba sedikit demi sedikit, sambil membiarkan benih keluar dari kantong dengan sendirinya. Jumlah benih kerapu macan yang ditebar kedalam jaring pemeliharaan disesuaikan dengan ukurannya. Padat tebar benih ikan kerapu ukuran 5 cm adalah 1000 ekor per jaring yang berukuran 3,5 m x 3,5 m x 3,5 m, sedangkan untuk benih ukuran 10-12 cm, kepadatannya 500 ekor per jaring. 3. Pemberian Pakan Pada balai budidaya ini, pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar dan pakan buatan (pelet). Pakan berupa ikan rucah segar yang diberikan biasanya terdiri dari jenis-jenis ikan ekonomis rendah seperti ikan; selar, petek, japuh, kembung, cendro, dan ikan teri. Untuk ikan-ikan rucah selain ikan teri, sebelum diberikan, daging ikan harus dipisahkan dari sisik dan tulang keras kemudian dicincang.
Perbedaan penanganan pakan rucah ikan teri dengan ikan jenis
lainnya menyebabkan perbedaan pula dari segi harga ikan tersebut. Harga pakan berupa ikan teri lebih mahal dibandingkan dengan harga ikan lainnya. Harga ikan teri sekitar Rp 7.000,00 per kilogram, sedangkan harga ikan lainnya sekitar Rp 3.000,00 - Rp 6.000,00 per kilogram. Pemberian pakan berupa ikan rucah dilakukan terhadap benih ikan ukuran 5-10 cm dengan frekuensi pemberian pakan 4-6 kali sehari, tergantung ukuran
60 benih yang dipelihara. Rasio pemberian pakan berupa ikan rucah adalah 5 - 7,5 % dari bobot ikan. Menurut tenaga kerja yang bertugas memberi pakan ikan kerapu di balai budidaya ini, untuk ikan sejumlah 4000 ekor dengan ukuran 8-10 cm, pakan rucah yang dihabiskan adalah sekitar 12 kilogram per hari atau ratarata 3 gram per ekor. Selain pakan berupa ikan rucah, benih kerapu macan ini juga diberi pakan pelet. Pakan ikan rucah ditambah pakan pelet diberikan pada benih yang berukuran 4-10 cm. Pada saat benih kerapu mencapai ukuran 10-15 cm pakan yang diberikan hanya berupa pakan pelet.
Menurut data yang
diperoleh, jumlah pakan pelet yang dihabiskan untuk sekitar 5000 ekor ikan kerapu ukuran 10-15 cm adalah sebanyak 2 kilogram per hari atau rata-rata 0,4 gram per ekor per hari. Frekuensi pemberian pakan pelet dilakukan 4 kali sehari. Jenis pakan pelet yang diberikan pada ikan kerapu disesuaikan dengan ukuran ikan tersebut, yakni dengan mempertimbangkan ukuran bukaan mulut dan kemampuan pencernaannya. Mengenai jenis dan prediksi jumlah pakan alami dan pelet yang digunakan di balai budidaya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis dan Proyeksi Jumlah Penggunaan Pakan Ikan Kerapu Macan di BBL Pulau Semak Daun Tahun
Jumlah Pakan Rucah (Kilogram)
Jumlah Pakan Pelet (Kilogram)
Total Biaya Kebutuhan Pakan (Rp)
1
29880
3984
131,472,000
2
67500
9000
297,000,000
3
67500
9000
297,000,000
4
67500
9000
297,000,000
5
67500
9000
297,000,000
Sumber : BBL Pulau Semak Daun, 2006 Harga ketiga jenis pakan pelet, jenis P1, P2 dan P3 sama yakni Rp 10.500,00 per kilogram dengan ukuran setiap kemasan pembelian adalah 1 sak berisi 15 kilogram.
Untuk pakan ikan rucah, diperoleh dari hasil tangkapan
nelayan yang dijual di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di Pulau Panggang dan
61 Pulau Karya, sedangkan pakan pelet diperoleh dari suplier pakan dari Jakarta yang menjual pakan di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. 4. Pemeliharaan Selama masa pemeliharaan ikan kerapu macan, kegiatan yang dilakukan antara lain; pemilihan ukuran (grading) dan penanganan penyakit. Pemeliharaan kerapu dari ukuran 5 cm mencapai ukuran 13-15 cm memerlukan waktu 2 bulan. Grading dilakukan terkait dengan sifat kanibalisme ikan kerapu macan. Ikan kerapu macan memiliki sifat kanibalisme yang muncul pada umur lebih dari 40 hari (ukuran 3-5 cm) sampai ukuran gelondongan (ukuran 15 cm). Sifat kanibalisme ini menimbulkan kerugian karena akan menyebabkan kematian benih kerapu macan terutama pada saat pendederan, apabila dalam satu jaring terdapat benih yang ukurannya lebih besar dibandingkan yang lainnya. Untuk mengatasi kanibalisme tersebut, balai budidaya kerapu ini melakukan pemilahan ukuran yang dilakukan minimal satu kali setiap satu minggu. Sedangkan kegiatan penanganan penyakit dilakukan apabila terdapat benih ikan yang tekena penyakit, yang umumnya diakibatkan serangan jamur atau bakteri. Ciri-ciri ikan yang terkena penyakit adalah mata ikan buta dan terdapat luka-luka di badan.
Diduga penyakit ini terjadi akibat kondisi air
keruh/kotor, sehingga timbul bibit penyakit berupa bakteri, jamur atau cacing. Usaha yang dilakukan untuk mengurangi kematian ikan tesebut ialah dengan rutin membersihkan jaring dari kotoran dan organisme yang menempel. 5. Pemanenan Umumnya waktu pemanenan ikan ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Untuk balai budidaya ini, ikan kerapu macan dibesarkan sampai ukuran 15 cm untuk kemudian dijual kepada petani yang termasuk anggota kelompok. Benih kerapu ukuran 15 cm tersebut, menjadi input dalam usaha milik para petani anggota yang membesarkan ikan kerapu macan sampai mencapai ukuran
62 konsumsi ( ukuran super) yakni berukuran 500 gram – 1000 gram/ekor. Ukuran super ini merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tertinggi. Pemanenan ikan kerapu macan dilakukan di KJA yang sebelumnya ikan dipuasakan selama 24 jam. Dengan menggunakan scoop net, ikan diambil dari jaring dan ditampung dalam bak penampungan tersebut. Dalam satu bak penampungan dapat berisi 100 ekor ikan. 6.2.2.2.
Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Macan pada Usaha Milik Petani Anggota Kelompok
Budidaya ikan kerapu yang dikembangkan oleh petani di Pulau Semak Daun merupakan pembesaran ikan kerapu dengan menggunakan KJA. Dalam satu unit KJA terdiri atas 4 kantong/jaring. Adapun teknis budidaya pembesaran kerapu macan tersebut antara lain: 1. Persiapan Wadah Media yang digunakan pada pembesaran kerapu berupa jaring dengan mesh size 2 inci, terbuat dari bahan polyethylen. Sebelum digunakan jaring harus bersih dari kotoran dan organisme pengganggu yang menempel pada jaring, karena selain menghambat aliran air, dapat juga melukai ikan yang dipelihara. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan jaring dari kebocoran/sobekan. Ukuran jaring yang digunakan oleh petani adalah 4 x 4 x 4 meter, dengan bentuk empat persegi. 2. Pengadaan dan Penebaran Benih Benih ikan yang dibudidayakan oleh petani tidak hanya berasal dari balai budidaya saja bahkan kebanyakkan masih didatangkan dari Situbondo. Benih yang digunakan adalah benih ukuran 13-15 cm dengan padat tebar 200 ekor per jaring. Sebelum ditebar, benih diberi perlakuan berupa aklimatisasi dan adaptasi lingkungan, dengan direndam dalam larutan formalin dosis 15-25 ppm (± 1 sendok makan per 250-400 liter air) selama 30 menit sampai 1 jam.
63 3. Pemberian Pakan Pakan yang diberikan berupa pakan buatan/pelet dan ikan rucah.
Pemberian
pakan buatan dilakukan satu kali sehari pada pagi hari dengan jumlah rata-rata selama periode budidaya adalah 5 kilogram/hari per KJA. Ikan rucah diberikan pada sore hari dengan rata-rata pemberian 15 kilogram/hari. 4. Pemantauan Pertumbuhan Pemantauan pertumbuhan ikan dilakukan dengan pengambilan sampel yang dilakukan setiap minggu. Pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. 5. Seleksi, Sortasi dan Penjarangan Pada budidaya kerapu dengan KJA dilakukan seleksi, sortasi dan penjarangan dengan tujuan untuk mendapatkan ikan ukuran seragam dalam satu waring. Penjarangan dilakukan setelah ikan dipelihara beberapa minggu dalam jaring apung. Ikan-ikan yang awalnya ditebar dalam 4 jaring dipindah menjadi 6 jaring sehingga kepadatannya menjadi lebih rendah. 6. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah ikan yang dibudidayakan mencapai ukuran pasar yaitu lebih dari 500 gram per ekor. Waktu pemeliharan yang umumnya dilakukan oleh petani pembesar adalah empat bulan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari pada saat suhu udara masih sejuk. 6.2.3. Keputusan Kelayakan Usaha di BBL Pulau Semak Daun Berdasarkan Aspek Teknis Dilihat dari segi aspek teknis, lokasi balai budidaya laut yang ada di Pulau Semak Daun ini dinyatakan layak karena memenuhi kriteria kesesuaian lahan budidaya, seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Adapaun kriteria-kriteria
tersebut antara lain; lokasi budidaya terlindung dari angin dan gelombang besar, kedalaman perairan yang sesuai untuk budidaya kerapu macan sistem KJA,
64 dasar perairan yang berkarang dan berpasir putih, jauh dari limbah buangan rumah tangga maupun industri, tidak menggangu alur pelayaran, relatif dekat dengan sumber pakan, tersedia sarana dan prasarana transportasi, relatif aman dari tindakan pencurian dan kualitas air yang sesuai untuk budidaya kerapu macan. Sedangkan dari segi teknik budidaya, balai ini telah menerapkan teknik yang sesuai atau layak untuk budidaya ikan kerapu macan, hal ini dibuktikan dengan relatif tingginya Survival Rate (SR) yang dicapai. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan tenaga kerja dan observasi di balai budidaya tersebut, diketahui SR ikan kerapu macan mencapai angka sekitar 80% sampai 85%. Angka ini relatif tinggi, jika dibandingkan dengan nilai SR yang umumnya dicapai petani ikan kerapu macan di tempat lain di wilayah Kepulauan Seribu yakni sekitar 50% sampai 65%. Tingginya SR yang mampu dicapai oleh balai budidaya ini mengindikasikan tingkat produksi ikan kerapu macan di balai tersebut. 6.3. Analisis Aspek Manajemen Aspek manajemen merupakan aspek yang penting untuk dianalisis dalam suatu usaha, karena walaupun semua aspek yang lain sudah baik, namun jika tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pengelola maka kegiatan usaha tersebut tidak akan efisien. Beberapa komponen yang perlu dianalisis dalam aspek manajemen usaha di BBL Pulau Semak Daun antara lain; bentuk usaha dan struktur organisasi; deskripsi pekerjaan; komposisi tenaga kerja; serta tingkat gaji dan upah tenaga kerja.
Secara lebih lengkap, pembahasan
mengenai komponen-komponen dalam aspek manajemen tersebut adalah sebagai berikut :
65 6.3.1. Bentuk Usaha dan Struktur Organisasi Usaha ikan kerapu macan tempat penelitian ini dilakukan, berbentuk Balai Budidaya Laut (BBL) yang didanai oleh Pemerintah Daerah Administrasi Kepulauan Seribu, yang dalam hal ini ditangani secara langsung oleh Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Administrasi Kepulauan Seribu (Sudin Perikanan). Pembentukan BBL ini merupakan usulan dari salah satu Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB) yakni PKSPL IPB, yang diberi mandat oleh pihak Sudin Perikanan dalam pembuatan program yang melibatkan masyarakat dalam upaya meningkatkan pemanfaatan Pulau Semak
Daun.
Dalam
pelaksanaannya,
pengelolaannya pada pihak PKSPL IPB.
Sudin
Perikanan
menyerahkan
Menurut PKSPL (2004), usaha ini
merupakan salah salah satu model pengembangan dari beberapa program PKSPL IPB yang secara utuh disebut sebagai kegiatan Sea Farming. Sebagai model pengembangan, tentu saja usaha ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi masyarakat khususnya petani ikan dan calon investor yang tertarik pada budidaya kerapu macan. Selain itu, kehadiran balai budidaya ini juga diharapkan dapat membantu petani kerapu macan yang ada di sekitar Kepulauan Seribu khususnya yang tergabung dalam kelompok petani, dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan masalah teknis dan manajemen usaha. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa pengelolaan balai budidaya ini untuk sementara waktu diserahkan kepada pihak PKSPL IPB. Belum diketahui bagaimana pengelolaan balai budidaya ini dimasa mendatang sebab sampai saat ini, belum ada Memorandum of Understanding (MoU) mengenai pengelolaan usaha di BBL tersebut. Namun demikian, saat ini PKSPL IPB tetap harus memberikan laporan perkembangan usaha secara rutin kepada Sudin Kepulauan Seribu.
66 6.3.2. Komposisi Tenaga Kerja dan Deskripsi Pekerjaan Peran manajer dalam usaha ini dipegang oleh seorang ahli perikanan dari Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa tugas-tugas yang dilakukan meliputi; 1. Penyusunan rencana penyelesaian pekerjaan 2. Menaksir kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan usaha 3. Menaksir kebutuhan tenaga kerja untuk setiap kegiatan usaha Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan teknis budidaya, BBL Pulau Semak Daun ini melibatkan dua orang tenaga kerja. Kedua orang tenaga kerja ini merupakan penduduk asli Kepulauan Seribu dan juga alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Latar belakang ketiga tenaga kerja ini diharapkan dapat membantu dalam upaya komunikasi atau sebagai penghubung antara pihak pemerintah, IPB dan masyarakat. Secara lebih rinci tugas-tugas kedua tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut; 1.
Sosialisasi kegiatan yang berhubungan dengan sea farming
2.
Mencatat dan menyampaikan keluhan dan masukan dari masyarakat kepada ketua tim proyek sea farming
3.
Melaksanakan kegiatan pemeliharaan sehari-hari misalnya pemberian pakan, sortasi, pemeriksaan jaring dan fasilitas budidaya lainnya.
4.
Bertanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan teknis budidaya di balai
5.
Membantu memecahkan masalah jika ada masyarakat (khususnya anggota kelompok) yang meminta bantuan pada saat mengalami kesulitan dalam hal teknis budidaya.
67 6.3.3. Kebutuhan Gaji dan Upah Tenaga Kerja Insentif berupa gaji yang diberikan kepada tenaga kerja dalam balai budidaya ini disesuaikan berdasarkan jabatan, beban kerja dan tingkat pendidikan.
Gaji yang diberikan kepada manajer usaha sebesar Rp
2.500.000,00 per bulan, sedangkan gaji kedua orang tenaga kerja yang terlibat sebesar Rp 1.000.000,00 per orang per bulan. 6.3.4. Keputusan Kelayakan Berdasarkan Aspek Manajemen Belum adanya MoU antara Pemda Kepulauan Seribu dengan PKSPL IPB selaku pihak pengelola usaha mengenai status kepemilikan BBL ini dimasa mendatang menyebabkan sulitnya menentukan struktur organisasi yang tepat untuk BBL ini. Akibatnya setiap keputusan baik yang bersifat strategis maupun teknis tidak dapat diambil secara cepat karena harus menunggu kesepakatan pihak Sudin Perikanan Kepulauan Seribu dan pihak PKSPL IPB. Namun bila dilihat dari komposisi tenaga kerja dan deskripsi pekerjaan, maka kedua aspek tersebut sudah cukup layak. Kedua pekerja yang terlibat langsung dalam proses budidaya kerapu macan ini memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis tentang budidaya ikan kerapu macan, sehingga keduanya tidak mengalami kesulitan dalam penerapan teknik budidaya yang ideal. Bila ditinjau segi insentif, besarnya gaji yang diberikan kepada kedua tenaga kerja tersebut sudah cukup layak bila dibandingkan dengan standar gaji yang berlaku di daerah setempat. 6.4. Analisis Aspek Finansial Dalam analisis terhadap aspek
elative , hal yang pertama kali dilakukan
adalah mengidentifikasi komponen-komponen yang digolongkan sebagai biaya dan manfaat. Selanjutnya menyusun dan menganalisis aliran manfaat dan biaya tersebut dan terakhir adalah menganalisis kelayakan investasi berdasarkan pada elative investasi yang digunakan.
LAMPIRAN
Lampiran 1. No 1 2 3 4 5 6
Penyusutan Investasi Usaha Budidaya Kerapu Macan di BalaiBudidaya Pulau Semak Daun Uraian
Konstruksi KJA Rumah Jaga Perahu Mesin 5 PK Peralatan Budidaya Lampu Petromak Total Biaya Penyusutan
Nilai Awal 30.000.000 10.000.000 5.000.000 2.500.000 1.000.000 200.000
Umur Ekonomis (thn) 10 10 5 5 1 2
Nilai Sisa (Rp) 3.000.000 1.000.000 500.000 250.000 100.000 20.000 4.870.000
Penyusutan/tahun (Rp) 2.700.000 900.000 900.000 450.000 900.000 90.000 5.940.000
Lampiran 2. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan Di BBL dengan Harga Jual Subsidi (Rp 10.000 per ekor) No A
B I a
b
II
C
D E F
Uraian PENERIMAAN Penjualan ikan kerapu (13-15 cm) Jumlah Penerimaan BIAYA Biaya Tunai Biaya Variabel Benih ukuran 5-7 cm Konsumsi TK ( 3 kali x 26 Hr ) BBM (solar) 5 liter per hari BBM (bensin) 5 liter per hari Pakan (rucah ) Pakan (pelet) Minyak tanah 2 liter per hari Komunikasi Total Biaya Variabel Biaya Tetap Gaji Tenaga kerja (3 orang) Biaya Pemeliharaan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Penyusutan KJA Penyusutan rumah jaga Penyusutan perahu Penyusutan petromak Penyusutan Mesin 5 PK Peralatan Budidaya Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak (15%) KEUNTUNGAN BERSIH R/C Cost per unit (C : 60000 ekor)
Satuan
Jumlah Satuan
Harga Satuan(Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
ekor
60,000
10,000
600,000,000 600,000,000
ekor liter liter liter kg kg
75,000 2 1,800 1,500 67,500 9,000 300 1
4,550 5,000 4,500 5,500 4,000 10,500 3,000 100,000
341,250,000 9,360,000 8,100,000 8,250,000 270,000,000 94,500,000 900,000 1,200,000 733,560,000
12 12
100,000
bulan bulan
54,000,000 1,200,000 55,200,000 788,760,000 2,700,000 900,000 900,000 450,000 900,000 90,000 5,940,000.00 794,700,000.00 194,700,000.00 0 -194,700,000 0.76 13,245.00
Lampiran 3. Analisis Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL dengan Harga Jual Normal (Rp 15.000 per ekor) No A
B I a
b
II
C D E F
Uraian PENERIMAAN Penjualan ikan kerapu (13-15 cm) Jumlah Penerimaan BIAYA Biaya Tunai Biaya Variabel Benih ukuran 5-7 cm Konsumsi TK ( 3 kali x 26 Hr ) BBM (solar) 5 liter per hari BBM (bensin) 5 liter per hari Pakan (rucah ) Pakan (pelet) Minyak tanah 2 liter per hari Komunikasi Total Biaya Variabel Biaya Tetap Gaji Tenaga kerja (3 orang) Biaya Pemeliharaan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Penyusutan KJA Penyusutan rumah jaga Penyusutan perahu Penyusutan petromak Penyusutan Mesin 5 PK Peralatan Budidaya Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak (15%) KEUNTUNGAN BERSIH R/C Cost per unit (C : 60000 ekor)
Satuan
Jumlah Satuan
Harga Satuan(Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
ekor
60,000
15,000
900,000,000 900,000,000
ekor liter liter liter kg kg
75,000 2 1,800 1,500 67,500 9,000 300 1
4,550 5,000 4,500 5,500 4,000 10,500 3,000 100,000
341,250,000 9,360,000 8,100,000 8,250,000 270,000,000 94,500,000 900,000 1,200,000 733,560,000
12 12
100,000
bulan bulan
54,000,000 1,200,000 55,200,000 788,760,000 2,700,000 900,000 900,000 450,000 900,000 90,000 5,940,000.00 794,700,000.00 105,300,000.00 15,795,000 89,505,000 1.13 13,245.00
Lampiran 4. Taksiran Rugi Laba Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Milik Petani Kelompok dengan Benih dari BBL No A
B
C
D E F
Komponen Penerimaan Tunai Penjualan Ikan kerapu Total penerimaan tunai Biaya I. Biaya Tunai a. Biaya Variabel Pakan Buatan/pelet Pakan alami Benih Kerapu (13-15 cm) Uang makan (2 orang) Solar Total biaya variabel b. Biaya Tetap TK Biaya perawatan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai II. Biaya Tidak Tunai Penyusutan KJA Penyusutan rumah jaga Penyusutan perahu Penyusutan petromak Penyusutan Mesin 5 PK Peralatan Budidaya Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak Penghasilan (10% ) KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK R/C Cost per unit
Satuan kg
kg kg ekor hari liter
orang
Jumlah Fisik
Harga Satuan Rp)
Nilai (Rp)
910
90,000
81,900,000 81,900,000
1440 2400 2000 360 570
10,500 3,000 10,000 10,000 5,000
15,120,000 7,200,000 20,000,000 7,200,000 2,850,000 52,370,000
1
500,000
2,000,000 400,000 2,400,000 54,770,000 2,700,000 900,000 900,000 90,000 450,000 90,000 5,130,000.00 59,900,000.00 22,000,000.00 2,200,000.00 19,800,000.00 1.37 65,824.18
Lampiran 5. Taksiran Rugi Laba Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Milik Petani Kelompok dengan Benih dari Luar Balai No A
B
C
D E F
Komponen Penerimaan Tunai Penjualan Ikan kerapu Total penerimaan tunai Biaya I. Biaya Tunai a. Biaya Variabel Pakan Buatan/pelet Pakan alami Benih Kerapu (ukuran 13-15 cm) Uang makan (2 orang) Solar Total biaya variabel b. Biaya Tetap TK Biaya perawatan Total Biaya Tetap Tunai Total Biaya Tunai II. Biaya Tidak Tunai Penyusutan KJA Pen yusutan rumah jaga Penyusutan perahu Penyusutan petromak Penyusutan Mesin 5 PK Peralatan Budidaya Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA PRODUKSI KEUNTUNGAN SEBELUM PAJAK Pajak Penghasilan (10% ) KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK R/C Cost per unit
Satuan kg
kg kg ekor hari liter
orang
Jumlah Fisik
Harga Satuan Rp)
Nilai (Rp)
910
90,000
81,900,000 81,900,000
1440 2400 2000 360 570
10,500 3,000 15,000 10,000 5,000
15,120,000 7,200,000 30,000,000 7,200,000 2,850,000 62,370,000
1
500,000
2,000,000 400,000 2,400,000 64,770,000 2,700,000 900,000 900,000 90,000 450,000 90,000 5,130,000.00 69,900,000.00 12,000,000.00 1,200,000.00 10,800,000.00 1.17 76,813.19
Lampiran 6. Cash Flow Usaha Budidaya Kerapu Macan di Balai Budidaya (dengan Harga Jual Subsidi) Tahun No
Keterangan 0
A
1
3
4
5
6
7
8
9
10
Inflow Hasil Penjualan Nilai Sisa Total Inflow
B
2
265,600,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
600,000,000
0
-
-
20,000
-
20,000
750,000
20,000
-
20,000
-
0
265,600,000
600,000,000
600,020,000
600,000,000
600,020,000
600,750,000
600,020,000
600,000,000
600,020,000
600,000,000
OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (10 thn)
30,000,000
Rumah Jaga (10 thn)
10,000,000
Perahu (5 thn)
5,000,000
Mesin 5 PK (5 thn)
2,500,000
Peralatan Produksi (2 thn)
1,000,000
Lampu Petromak (2 thn)
200,000
Total Biaya Investasi
48,700,000
2. Studi Pendahuluan
25,000,000
-
3. Biaya Reinvestasi
-
-
-
-
-
-
-
-
1,000,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
340,222,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
Pemeliharaan
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Gaji tk
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
54000000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
73,700,000
395,422,000
789,760,000
789,960,000
789,760,000
789,960,000
797,260,000
788,760,000
789,760,000
788,760,000
789,760,000
(73,700,000)
(129,822,000)
(189,760,000)
(189,940,000)
(189,760,000)
(189,940,000)
(196,510,000)
(188,740,000)
(189,760,000)
(188,740,000)
(189,760,000)
(73,700,000)
(129,822,000)
(189,760,000)
(189,940,000)
(189,760,000 )
(189,940,000)
(196,510,000)
(188,740,000)
(189,760,000)
(188,740,000)
(189,760,000)
4. Total Biaya Variabel 5. Biaya Tetap
Sub Total TOTAL OUTFLOW C
BENEFIT
D
PAJAK (10%/TAHUN)
E
NET BENEFIT
88
G
DISCOUNT FACTOR 8.5% PRESENT VALUE
H
NET PRESENT VALUE
1
0.921658986
0.849455287
0.782908098
0.721574284
0.665045423
0.612945091
0.564926351
0.520669448
0.479879675
0.442285415
(73,700,000)
(119,651,613)
(161,192,635)
(148,705,564)
(136,925,936)
(126,318,728)
(120,449,840)
(106,624,199)
(98,802,234)
(90,572,490)
(83,928,080)
(993,568,515)
89
Lampiran 7. Cash Flow Usaha Budidaya Kerapu Macan di BBL (dengan Asumsi Harga Jual Normal) No
Keterangan
A
Inflow
B
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hasil Penjualan
0
398,400,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
Nilai Sisa
0
0
0
20,000
0
20,000
750,000
20,000
0
20,000
900,000,000 0
Total Inflow
0
398,400,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,750,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
-
-
-
-
OUTFLOW 1. Biaya Investasi Konstruksi KJA (10 thn)
30,000,000
Rumah Jaga (10 thn)
10,000,000
Perahu (5 thn)
5,000,000
Mesin 5 PK (5 thn)
2,500,000
Peralatan Produksi (2 thn)
1,000,000
Lampu Petromak (2 thn)
200,000
Total Biaya Investasi
48,700,000
2. Studi Pendahuluan
25,000,000
3. Biaya Reinvestasi 4. Total Biaya Variabel
-
-
-
-
0
1,000,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
340,222,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
733,560,000
5. Biaya Tetap Pemeliharaan Gaji tk Sub Total TOTAL OUTFLOW C
BENEFIT
D
PAJAK (15%/TAHUN)
E
NET BENEFIT
G
DISCOUNT FACTOR 8.5% PRESENT VALUE
H
NET PRESENT VALUE
I
IRR
J
NET BENEFIT / COST
K
PP
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
73,700,000
395,422,000
788,760,000
789,960,000
788,760,000
789,960,000
788,760,000
788,760,000
789,760,000
788,760,000
789,760,000
(73,700,000)
2,978,000
111,240,000
110,060,000
111,240,000
110,060,000
111,990,000
111,260,000
110,240,000
111,260,000
110,240,000
16,686,000
16,509,000
16,686,000
16,509,000
16,798,500
16,689,000
16,536,000
16,689,000
16,536,000
(73,700,000)
2,978,000
94,554,000
93,551,000
94,554,000
93,551,000
95,191,500
94,571,000
93,704,000
94,571,000
93,704,000
1
0.921658986
0.849455 287
0.782908098
0.721574284
0.665045423
0.612945091
0.564926351
0.520669448
0.479879675
0.442285415
(73,700,000)
2,744,700
80,319,395
73,241,836
68,227,735
62,215,664
58,347,163
53,425,650
48,788,810
45,382,701
41,443,913
324,822,143 72.90% 3.89 7 thn 6 bln
90
Lampiran 8. Analisis Sensitivitas dengan Asumsi Terjadi Penurunan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Kerapu Macan Menjadi 65% Tahun No
Keterangan
A
INFLOW
0
1
Hasil Penjualan
3
4
5
6
7
8
9
10
323,700,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
731,250,000
0
0
0
20000
0
20000
750000
20000
0
20000
0
0
323,700,000
731,250,000
731,270,000
731,250,000
731,270,000
732,000,000
731,270,000
731,250,000
731,270,000
731,250,000
OUTFLOW
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Biaya Investasi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Konstruksi KJA (10 thn)
30,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Rumah Jaga (10 thn)
10,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Perahu (5 thn)
5,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mesin 5 PK (5 thn)
2,500,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Peralatan Produksi (1 thn)
1,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Total Biaya Investasi 2. Biaya Studi Pendahuluan
48,700,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
25,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Biaya Reinvestasi
-
-
1,000,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
4. Total Biaya Variabel
-
283,748,800
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
605,985,000
5. Biaya Tetap
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemeliharaan
-
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Gaji tk
-
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
Sub Total
-
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
73,700,000
338,948,800
662,185,000
662,385,000
662,185,000
662,385,000
661,185,000
662,385,000
662,185,000
662,385,000
662,185,000
Nilai Sisa Total Inflow B
2
Lampu Petromak (2 thn)
TOTAL OUTFLOW
91
C
BENEFIT
D
PAJAK (10%/TAHUN)
E
NET BENEFIT
G
DF 8.5% PRESENT VALUE
H
NET PRESENT VALUE
I
IRR
J
NET BENEFIT / COST
K
PP
(73,700,000)
(15,248,800)
69,065,000
68,885,000
69,065,000
68,885,000
70,815,000
68,885,000
69,065,000
68,885,000
69,065,000
-
-
6,906,500
6,888,500
6,906,500
6,888,500
7,081,500
6,888,500
6,906,500
6,888,500
6,906,500
(73,700,000)
(15,248,800)
62,158,500
61,996,500
62,158,500
61,996,500
63,733,500
61,996,500
62,158,500
61,996,500
62,158,500
1
0.921658986
0.849455287
0.782908098
0.721574284
0.665045423
0.612945091
0.564926351
0.520669448
0.479879675
0.442285415
(73,700,000)
(14,054,194)
52,800,866
48,537,562
44,851,975
41,230,489
39,065,136
35,023,457
32,364,032
29,750,860
27,491,798
99,666,699
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
38.55%
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.791605958
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 thn 10 bln
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
92
Lampiran 9. Analisis Sensitivitas dengan Asumsi Terjadi Penurunan Biaya Variabel Sebesar 10% Tahun No A
B
Keterangan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
NFLOW Hasil Penjualan
0
398,400,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
Nilai Sisa
0
0
0
20,000
0
20,000
750,000
20,000
0
20,000
0
Total Inflow
0
398,400,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,750,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
Konstruksi KJA
30,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rumah Jaga
10,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Perahu
5,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Mesin 5 PK
2,500,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Peralatan Produksi
1,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
200,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total Biaya Investasi 2. Biaya Studi Pendahuluan
48,700,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3. Biaya Reinvestasi
0
0
1,000,000
1,200, 000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
4. Total Biaya Variabel
0
374,244,200
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
806,916,000
0
0
OUTFLOW 1. Biaya Investasi
Lampu Petromak
5. Biaya Tetap Pemeliharaan
0
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Gaji tk
0
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
Sub Total
0
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
73,700,000
429,444,200
862,116,000
863,316,000
862,116,000
863,316,000
862,116,000
862,116,000
863,116,000
862,116,000
863,116,000
TOTAL OUTFLOW
93
C
BENEFIT
D
PAJAK (10%/TAHUN)
E
NET BENEFIT
G
DISCOUNT FACTOR 8.5% PRESENT VALUE
H
NET PRESENT VALUE
I
IRR
J
NET BENEFIT / COST
K
PP
(73,700,000)
(31,044,200)
37,884,000
36,704,000
37,884,000
36,704,000
38,634,000
37,904,000
36,884,000
37,904,000
36,884,000
0
0
3,788,400
3,670,400
3,788,400
3,670,400
3,863,400
3,790,400
3,688,400
3,790,400
3,688,400
(73,700,000)
(31,044,200)
34,095,600
33,033,600
34,095,600
33,033,600
34,770,600
34,113,600
33,195,600
34,113,600
33,195,600
1
0.921658986
0.849455287
0.782908098
0.721574284
0.665045423
0.612945091
0.564926351
0.520669448
0.479879675
0.442285415
(73,700,000)
(28,612,166)
28,962,688
25,862,273
24,602,508
21,968,844
21,312,469
19,271,672
17,283,935
16,370,423
14,681,930
(915,853) 18.01% 0.99 Lebih dr 10 thn
94
Lampiran 10. Analisis Switching Value (60.807%) dengan Asumsi Terjadi Penurunan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Kerapu Macan Tahun No
Keterangan
A
INFLOW
0
1
Hasil Penjualan
3
4
5
6
7
8
9
10
302,818,860
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
684,078,750
0
0
0
20000
0
20000
750000
20000
0
20000
0
0
302,818,860
684,078,750
684,098,750
684,078,750
684,098,750
684,828,750
684,098,750
684,078,750
684,098,750
684,078,750
OUTFLOW
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1. Biaya Investasi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Konstruksi KJA (10 thn)
30,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Rumah Jaga (10 thn)
10,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Perahu (5 thn)
5,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mesin 5 PK (5 thn)
2,500,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Peralatan Produksi (1 thn)
1,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Total Biaya Investasi
48,700,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2. Biaya Studi Pendahuluan
25,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Biaya Reinvestasi
-
-
1,000,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
4. Total Biaya Variabel
-
276,983,311
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
590,701,515
5. Biaya Tetap
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pemeliharaan
-
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Gaji tk
-
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
54,000,000
Sub Total
-
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
55,200,000
73,700,000
332,183,311
646,901,515
647,101,515
646,901,515
647,101,515
645,901,515
647,101,515
646,901,515
647,101,515
646,901,515
Nilai Sisa Total Inflow B
2
Lampu Petromak (2 thn)
TOTAL OUTFLOW
95
C
BENEFIT
D
PAJAK (10%/TAHUN)
E
NET BENEFIT
G
DF 8.5% PRESENT VALUE
H
NPV
I
IRR
J
NET B/C
K
PP
(73,700,000)
(29,364,451)
37,177,235
36,997,235
37,177,235
36,997,235
38,927,235
36,997,235
37,177,235
36,997,235
37,177,235
-
-
3,717,724
3,699,724
3,717,724
3,699,724
3,892,724
3,699,724
3,717,724
3,699,724
3,717,724
(73,700,000)
(29,364,451)
33,459,512
33,297,512
33,459,512
33,297,512
35,034,512
33,297,512
33,459,512
33,297,512
33,459,512
1
0.921658986
0.849455287
0.782908098
0.721574284
0.665045423
0.612945091
0.564926351
0.520669448
0.479879675
0.442285415
(73,700,000)
(27,064,010)
28,422,359
26,068,891
24,143,523
22,144,358
21,474,232
18,810,642
17,421,345
15,978,799
14,798,654
0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8.5%
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10 thn
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
96
Lampiran 11. Analisis Switching Value (9.9602%) dengan Asumsi Terjadi Penurunan Biaya Variabel Tahun
No
Keterangan
A
NFLOW Hasil Penjualan
0
398,400,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
900,000,000
Nilai Sisa
0
0
0
20,000
0
20,000
750,000
20,000
0
20,000
0
0
398,400,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,750,000
900,020,000
900,000,000
900,020,000
900,000,000
30,000,000 10,000,000
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
Perahu
5,000,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Mesin 5 PK Peralatan Produksi
2,500,000 1,000,000
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
200,000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
48,700,000 25,000,000
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
B
Total Inflow OUTFLOW
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1. Biaya Investasi Konstruksi KJA Rumah Jaga
Lampu Petromak Total Biaya Investasi 2. Biaya Studi Pendahuluan 3. Biaya Reinvestasi
0
0
1,000,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
8,500,000
1,200,000
1,000,000
1,200,000
1,000,000
4. Total Biaya Variabel 5. Biaya Tetap
0
374,108,792
806,624,043
806,624,043
806,624,043
806,624,043
806,624,043
806,624,043
806,624,043
806,624,043 0
806,624,043 0
Pemeliharaan
0
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Gaji tk Sub Total
0 0
54,000,000 55,200, 000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
54,000,000 55,200,000
73,700,000
429,308,792
861,824,043
863,024,043
861,824,043
863,024,043
861,824,043
861,824,043
862,824,043
861,824,043
862,824,043
C D
TOTAL OUTFLOW BENEFIT PAJAK (10%/TAHUN)
(73,700,000) 0
(30,908,792) 0
38,175,957 3,817,596
36,995,957 3,699,596
38,175,957 3,817,596
36,995,957 3,699,596
38,925,957 3,892,596
38,195,957 3,819,596
37,175,957 3,717,596
38,195,957 3,819,596
37,175,957 3,717,596
E
NET BENEFIT
(73,700,000)
(30,908,792)
34,358,361
33,296,361
34,358,361
33,296,361
35,033,361
34,376,361
33,458,361
34,376,361
33,458,361
G
DF 8.5% PRESENT VALUE
1 (73,700,000)
0.921658986 (28,487,366)
0.849455287 29,185,892
0.782908098 26,067,991
0.721574284 24,792,110
0.665045423 22,143,593
0.612945091 21,473,527
0.564926351 19,420,112
0.520669448 17,420,746
0.479879675 16,496,517
0.442285415 14,798,145
H
NPV
I J
IRR NET B/C
K
PP
0 8.5% 1.00 10 thn
97