OKSIDASI DENDENG GILING KERING OVEN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI MURNIE PRIRAHAYU HANDOYO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN MURNIE PRIRAHAYU HANDOYO. D14050398. 2010. Oksidasi Dendeng Giling Kering Oven Selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Dendeng merupakan salah satu produk diversifikasi olahan daging yang telah banyak dikenal masyarakat dalam bentuk lumat atau iris. Penurunan mutu dendeng salah satunya disebabkan oleh adanya proses oksidasi yang terjadi akibat reaksi antara oksigen dan asam lemak pada daging. Oksidasi asam lemak membatasi lama penyimpanan atau kondisi alami daging yang dipengaruhi kadar oksigen. Hasil dari oksidasi asam lemak adanya senyawa peroksida yang membentuk senyawa aldehida yang menyebabkan off-flavors dan bau yang biasanya menggambarkan ketengikan serta kerusakan mutu lainnya. Pengetahuan laju oksidasi diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk keamanan dan peningkatan kualitas bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari laju oksidasi pada dendeng giling dikeringkan dengan oven selama 5 jam dengan penyimpanan sampai minggu keempat. Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu mulai dari tanggal 5 Oktober sampai 6 Nopember 2009 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Analisis Makanan Departemen Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Balai Pasca Panen Bogor. Penelitian ini menggunakan sampel dendeng giling kering oven yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pengujian setiap minggunya. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAK (rancangan acak kelompok). Waktu penyimpanan selama 4 minggu menjadi faktor perlakuan dan kelompoknya adalah periode ulangan. Penelitian dilakukan dengan menguji dendeng mentah terhadap bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan TBA dan kadar air, aktivitas air. Kadar air pada produk olahan sebagai indikasi keawetan makanan Pengujian kadar air pada sampel dendeng menggunakan metode oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Hasil pengujian selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan bahwa bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan produk dendeng. Hal ini menunjukkan bahwa lama penyimpanan dendeng kering oven memberikan pengaruh yang sama terhadap peubah oksidasi asam lemak namun oksidasi tetap berlangsung dan tergolong rendah. kadar air dendeng kering oven dipengaruhi lama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan penyimpanan yang terbaik untuk dendeng kering oven selama 2 minggu. Dendeng tersebut belum mengalami kerusakan kimia yang diakibatkan oleh oksidasi, namun tidak layak konsumsi mulai minggu ketiga karena terindikasi adanya pertumbuhan kapang. Kata-kata kunci : dendeng, bilangan asam, bilangan peroksida, kadar air, TBA.
viii
ABSTRACT Lipid Oxidation in Oven-Dried Dendeng During Storage Tested in Uncooked Condition M. P.Handoyo., T. Suryati, Z. Wulandari The aim of the experiment was to study lipid oxidation of oven-dried dendeng during 4 weeks storage tested in uncooked condition. The different of sample storage was using the major factor test and the repetition block period. The variables test were acid number, peroxide number, TBA (2-thobarbituric acid) number, water activity and moisture. The result shows that acid number increase significantly since the first week until the fouths week during storage. The duration of storage did not influence the acid number. The peroxide number increase from the first week up to the third week but decrease in the fouth week during storage. Duration of storage does not influence the TBA number. The moisture of uncooked dendeng was influenced by the duration of storage (P<0,05) and the water activity of the sample is 0,71 and 0,87. It is conclused that the last storage period oven-dried dendeng is 2 week. Keywords: oven-dried dendeng, acid number, peroxide number, moisture, TBA number.
viii
OKSIDASI DENDENG GILING KERING OVEN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh MURNIE PRIRAHAYU HANDOYO D14050398
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi : Oksidasi Dendeng Giling Kering Oven Selama Penyimpanan Nama
: Murnie Prirahayu Handoyo
NIM
: D14050398
Menyetujui :
Pembimbing Utama
Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 19720516 199702 2 001
Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. NIP. 19750207 199802 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 14 Januari 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamekasan, Madura Jawa Timur pada tanggal 11 Maret 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Wahyudi Sarwono dan Suhartatik (Alm). Penulis mengenyam pendidikan dasar pada tahun 1993-1999 di SD Negeri Bugih 3 Pamekasan, pendidikan lanjutan menengah pertama pada tahun 1999-2002 di SLTP Negeri 4 Pamekasan, dan pendidikan menengah utama pada tahun 2002-2005 di SMU Negeri 2 Pamekasan. Penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005 dan tahun 2006 diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Madura (GASISMA) pada 2005-2007, aktif di FAMM AlAn’am periode 2006-2007, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan Kabinet BLOKA-D periode 2006-2007, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan Kabinet Reborn pada periode 2007-2008 dan Bahan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada 2008-2009. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009 serta menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas (2008/2009).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat, hidayah, dan atas limpahan nikmat yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Oksidasi Dendeng Giling Kering Oven Selama Penyimpanan”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data untuk menyusun skripsi ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan selama 5 minggu di laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan laboratorium Ilmu Gizi Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pengujian terhadap produk dilakukan tiga hari setiap minggunya sehingga mampu memberikan data yang kemudian diolah untuk menyempurnakan hasilnya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi untuk menggugah kreativitas pihak-pihak yang terkait khususnya mahasiswa fakultas peternakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan skripsi sangat penulis harapkan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN . ......................................................................................
i
ABSTRACT . .........................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................
vi
DAFTAR ISI .........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xi
PENDAHULUAN .................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................... Tujuan .......................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
3
Daging Sapi. ............................................................................... Dendeng. .................................................................................... Bumbu. ....................................................................................... Garam ............................................................................. Bawang Putih (Allium sativum L) .................................. Gula Merah ..................................................................... Ketumbar (Coriandrum sativum) ................................... Lengkuas (Alpina galanga Linn) .................................... Oksidasi ...................................................................................... Bilangan Asam ............................................................... Bilangan Peroksida ......................................................... Bilangan TBA ................................................................. Kadar Air .................................................................................... Aktivitas Air ............................................................................... METODE PENELITIAN .......................................................................
3 5 8 8 8 8 9 9 9 12 13 14 15 16 18
Waktu dan Tempat ..................................................................... Bahan dan Alat ........................................................................... Metode ....................................................................................... Rancangan Percobaan . .............................................................. Peubah yang Diamati ................................................................ Bilangan Asam ............................................................... Bilangan Peroksida......................................................... Bilangan TBA ................................................................ Kadar Air ........................................................................ Aktivitas Air ................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN . ............................................................
18 18 19 20 21 21 22 23 23 24 25
viii
Oksidasi Dendeng Kering Oven ................................................ Bilangan Asam ............................................................... Bilangan Peroksida......................................................... Bilangan TBA ................................................................ Kadar Air .................................................................................... Aktivitas Air . ............................................................................. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
26 29 30 31 33 36 37
Kesimpulan . .............................................................................. Saran . ........................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................
37 37 38
DAFTAR PUSTAKA . ..........................................................................
39
LAMPIRAN ........................................................................................
43
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Daging Sapi Segar dan Dendeng Sapi. ....................
3
2.
Rata-rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB).
4
3.
Komposisi Bahan Pembuatan Dendeng .....................................
6
4.
Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng .....................................
6
5.
Komposisi Kimia Dendeng yang Dibuat dengan Pengeringan Menggunakan Sinar Matahari dan Pengeringan Oven. ..............
7
6.
Formulasi Adonan Dendeng Giling ...........................................
19
7.
Bobot Cuplikan Berdasarkan Perkiraan Nilai Peroksida Contoh ........................................................................................
22
8.
Peubah Oksidasi pada Dendeng selama Penyimpanan ..............
26
9.
Kadar Air Dendeng Kering Oven selama Penyimpanan ............
33
10. Aktivitas Air Dendeng Kering Oven selama Penyimpanan .......
36
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Tahapan Reaksi Autooksidasi Lemak. .......................................
10
2.
Grafik Bilangan Peroksida pada Minyak atau Lemak................
13
3.
Grafik Isoterm Sorpsi Air pada Bahan Makanan .......................
15
4.
Hubungan Aktivitas Air dengan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Pangan .............................................................................
17
5.
Diagram Alir Pembuatan Dendeng Giling ................................
20
6.
Grafik Peubah Oksidasi Dendeng Giling Kering Oven. ............
28
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Analisis Ragam Bilangan Asam. ...............................................
44
2.
Analisis Ragam Bilangan Peroksida ..........................................
44
3.
Analisis Ragam Bilangan TBA ..................................................
44
4.
Analisis Ragam Kadar Air ........................................................
45
5.
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Kadar Air. .................................
45
PENDAHULUAN Latar Belakang Dendeng sebagai produk diversifikasi olahan daging tergolong pangan semi basah dengan kadar air 25% dan memiliki rasa yang manis, berwarna coklat gelap serta memiliki bau yang khas yang ditimbulkan oleh reaksi dari kombinasi gula, garam dan bumbu. Selama pembumbuan dan pengeringan dendeng terjadi pembentukan rasa sehingga menambah rasa dan aroma dendeng. Pembuatan dendeng sangat memperhatikan pembumbuan karena akan berpengaruh terhadap rasa maupun penampilan fisik dendeng. Dendeng yang dikenal di masyarakat terdapat dalam bentuk lumat dan iris. Dendeng juga mengalami proses pengeringan, baik matahari, ataupun oven yang selanjutnya mengalami proses penggorengan. Dendeng mudah diperoleh di pasaran, baik di toko atau pasar tradisional. Dendeng relatif lebih awet daripada daging segar, namun dapat mengalami kerusakan akibat oksidasi. Penurunan mutu dendeng salah satunya disebabkan oleh adanya proses oksidasi yang terjadi akibat reaksi antara oksigen dan asam lemak daging sebagai bahan baku dendeng. Proses oksidasi lemak pada produk olahan memberikan perubahan warna, bau, rasa, tekstur dan beberapa kandungan nutrisinya. Hal ini akan mempengaruhi keamanan dan kelayakan pangan tersebut untuk dikonsumsi oleh manusia. Oksidasi lemak pada pangan mampu membatasi lama penyimpanan. Penyebab ketengikan atau oksidasi pada bahan pangan adalah terhidrolisisnya asam lemak tidak jenuh. Oksidasi dipicu oleh adanya pemanasan, cahaya dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dalam proses pemilihan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan sehingga mampu meminimalisir oksidasi asam lemak tidak jenuh yang terhidrolisis pada produk olahan khususnya pada olahan daging yaitu dendeng. Ketengikan disebabkan oleh proses oksidasi atau peroksidasi lipida. Hasil dari oksidasi asam lemak adanya senyawa peroksida yang membentuk senyawa aldehida yang menyebabkan off-flavors dan bau yang biasanya menggambarkan ketengikan serta kerusakan mutu lainnya. Adanya off-flavors ini semakin
bertambah dengan pertambahan waktu untuk penyimpanan produk olahan daging. Oksidasi minyak/lemak pada prinsipnya adalah penurunan nilai energi minyak/lemak. Penurunan nilai energi minyak/lemak kemudian mengurangi jumlah hidrogen dari asam-asam lemak tidak jenuh sehingga mempercepat pembentukan radikal bebas. Pengetahuan perkembangan oksidasi diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk keamanan dan peningkatan kualitas bahan pangan. Pengawasan terhadap perkembangan oksidasi yang terjadi pada olahan pangan akan memberikan informasi tentang keamanan pangan tersebut. Pembentukan radikal bebas pada oksidasi lemak atau minyak perlu diperhatikan khususnya untuk keamanan pangan sehingga konsumen tidak perlu takut untuk mengkonsumsi pangan olahan daging. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari laju oksidasi yang terjadi pada dendeng giling kering oven selama penyimpanan 4 minggu.
2
TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging sapi mengandung air 68%-80%, protein 16%-22%, lemak 1,5%13%, mineral 2,5%, serta karbohidrat 1%. Daging sapi digunakan sebagai bahan dasar beberapa produk olahan seperti bakso, dendeng, meat loaf, sosis, dan kornet serta yang lainnya. Soeparno (2005) menuliskan bahwa kandungan protein dan kadar air pada daging segar lebih tinggi tetapi kadar lemak dan mineralnya lebih rendah daripada daging olahan. Penurunan kadar air pada dendeng sapi juga menyebabkan peningkatan kadar protein dan karbohidrat. Pengolahan daging sapi menjadi dendeng mengalami peningkatan kandungan kalsium, fosfor dan zat besi, namun terjadi kerusakan vitamin A (Nuraini, 1996). Komposisi daging sapi segar dan dendeng sapi tertuang pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Komposisi Daging Sapi Segar dan Dendeng Sapi Komposisi (per 100 g bahan basah)
Daging Sapi Segar
Dendeng Sapi
Kalori (kal)
207
433
Protein (g)
18,8
55
Lemak (g)
14
9
Karbohidrat (g)
0
1,5
Kalsium (mg)
11
30
Fosfor (mg)
170
370
Zat besi (mg)
2,8
5,1
Vitamin A (IU)
30
0
Vitamin B (mg)
0,08
0,1
Vitamin C (mg)
0
0
Air (%)
66
25
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1981).
Kandungan lemak dan protein pada daging semakin menurun dengan adanya proses oksidasi yang kemudian akan mempengaruhi rasa, tekstur dan warna yang ditunjukkan pada produk daging. Pigmen dan oksidasi lemak pada daging dan produk daging saling berkaitan yaitu reaksi antara mioglobin dengan
oksigen menghasilkan oksimioglobin (Lopez et al., 2004). Daging memiliki warna yang menjadi faktor penting yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Penyebab utama perubahan warna dan ketengikan oksidatif atau kehilangan bau (off-odors) pada daging merah adalah oksidasi mioglobin dan autooksidasi lemak. Zat besi pada jaringan otot daging digunakan sebagai katalisator oksidasi lemak pada daging (Balentine et al., 2006). Lemak pada daging sapi mengandung asam trigliserida dan fosfolipida. Fosfolipida sebanyak 44% terdiri dari banyak asam lemak tidak jenuh dan berpeluang mengalami oksidasi lemak. Asam lemak pada daging sapi mudah mengalami perubahan struktur yang diakibatkan oleh kehilangan air, reaksi oksidasi serta reaksi pencoklatan. Pemanasan daging melalui proses pemasakan mampu merubah komposisi asam lemak pada daging, namun asam lemak dengan jumlah ikatan karbon yang tinggi akan cenderung lebih stabil (Saghir et al., 2005). Asam lemak yang berasal dari lemak hewan disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Rata-rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB) No
Asam Lemak
Lemak
Lemak
Lemak
Lemak
Sapi
Domba
Babi
Kambing
1
Asam laurat
00,00
00,50
00,0
00,00
2
Asam miristat
03,00
02,00
02,0
00,50
3
Asam miristoleat
00,50
00,50
00,5
00,00
4
Asam palmitat
26,00
21,00
24,0
21,00
5
Asam palmitoleat
03,50
03,00
04,0
02,50
6
Asam stearat
19,50
28,00
14,0
06,50
7
Asam oleat
40,00
37,00
43,0
00,58
8
Asam linoleat
04,50
04,00
09,0
09,50
9
Asam linolenat
00,00
00,00
01,0
02,00
10
Asam arasidat
00,00
00,50
00,5
00,00
11
Asam erusit
00,00
00,50
02,0
00,00
12
Lain-lain
03,00
03,00
00,0
00,00
Sumber: H. D. Belitz dan W. Grosch, 1999
4
Menurut Ketaren (2005) asam lemak bebas mengakibatkan rasa tidak lezat meskipun terdapat dalam jumlah yang kecil. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom C lebih besar dari 14. Asam-asam lemak yang ditemukan di alam biasanya merupakan asamasam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya (Winarno, 1992). Dendeng Dendeng merupakan produk tradisional Indonesia yang dapat dibuat dari daging sapi, kambing, babi atau ayam, namun yang banyak dijumpai di pasaran adalah dendeng daging sapi. Dendeng merupakan produk diversifikasi olahan daging yang dapat digolongkan sebagai pangan semi basah karena memiliki kadar air sekitar 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran bahan pangan yang umumnya mengalami penambahan bahan pengikat air yang dapat menurunkan aw (water activity) produk, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Purnomo, 1996). Legowo et al. (2002) menyatakan bahwa dendeng memiliki cita rasa spesifik karena melalui proses pembumbuan. Dendeng menurut Purnomo (1996) merupakan salah satu produk olahan daging yang memiliki rasa yang manis, berwarna coklat gelap dan memiliki bau yang khas yang ditimbulkan oleh kombinasi gula, garam dan bumbu. Hadiwiyoto (1994) menuliskan bahwa dendeng dalam pembuatannya memiliki komposisi daging, gula merah, garam, ketumbar, bawang putih, sendawa, lengkuas dan jinten. Pembuatan dendeng biasa dengan cara mengiris daging dengan tebal 3 mm dan perendaman ke dalam bumbu selama 1-6 jam. Dendeng yang telah dibumbui kemudian dikeringkan atau didinginkan dan dikemas untuk dijual. Komposisi bahan pembuatan dendeng menurut Haryanto (2000) disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.
5
Tabel 3. Komposisi Bahan Pembuatan Dendeng Bahan
Jumlah (%)
Daging Sapi
60
Gula merah
30
Garam
5
Ketumbar
2
Bawang putih
2
Lengkuas
1
Total
100 Sumber : Haryanto (2000)
Spesifikasi persyaratan mutu dendeng harus terpenuhi untuk menghasilkan dendeng yang bermutu baik, sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan lebih ekonomis. Mutu dendeng yang baik ditentukan oleh parameter sensori hingga hasil pengujian kimia. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng berdasarkan Badan Standardisasi Nasional (1992) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng No 1.
Persyaratan
Jenis Warna dan Aroma
Mutu I
Mutu II
Khas dendeng
Khas dendeng
sapi
sapi
2.
Kadar air (berat/berat)
Maks. 12%
Maks. 12%
3.
Kadar protein (berat/berat kering)
Min. 30%
Min. 25%
4.
Abu tidak larut asam (berat/berat
Maks. 1%
Maks 1%
Maks 1%
Maks. 1%
Tidak nampak
Tidak nampak
kering 5.
Benda Asing (berat/berat kering)
6.
Kapang dan Serangga
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).
Proses lain yang cukup penting pada pembuatan dendeng adalah pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan matahari maupun dengan alat pengering atau oven. Selama proses pengeringan terutama dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan penurunan fungsi protein. Reaksi Maillard atau reaksi
6
pencoklatan akan semakin efektif dengan bertambahnya suhu. Lemak yang masih terkandung dalam produk olahan daging dapat mengalami oksidasi oleh oksigen dari udara selama waktu pengeringan dan penyimpanan (Hadiwiyoto, 1994). Menurut Bailey (1998) dendeng memiliki warna coklat disebabkan oleh reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino secara non enzimatis yang menyebabkan pigmen melanoidin. Melanoidin merupakan produk akhir dari reaksi Maillard yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Peningkatan laju reaksi pencoklatan ini juga dapat disebabkan oleh peningkatan suhu, pH dan penurunan aktivitas air sehingga dendeng akan terlihat berwarna coklat kehitaman. Dendeng yang dikeringkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu 5 hari dan dengan pengeringan oven 40oC memerlukan waktu yang cepat yaitu 4,5 jam. Pengeringan oven 55oC memerlukan waktu 3,5 jam dan pengeringan oven pada suhu 70 oC dilakukan selama 3 jam. Perbedaan lama pengeringan dendeng ini menyebabkan angka malonaldehidanya lebih tinggi pada pengeringan oven 40oC dibandingkan dengan pengeringan matahari, oven 55oC dan 70 oC (Tabel 5). Malonaldehida merupakan parameter kerusakan lemak yang disebabkan oleh oksidasi. Proses oksidasi lemak pada dendeng akan menghasilkan peroksida, yang akan terurai menjadi bentuk keton dan aldehida. Tabel 5. Komposisi Kimia Dendeng yang Dibuat dengan Pengeringan Menggunakan Sinar Matahari dan Pengeringan Oven Oven Parameter
Matahari
40 oC
55 oC
70 oC
(4,5 jam)
(3,5 jam)
(3 jam)
Kadar air (%)
16,47
20,93
24,29
18,23
Kadar gula (%)
36,58
35,18
34,29
39,67
Kadar NaCl (%)
8,61
8,89
8,35
8,85
246,26
289,17
243,86
206,43
Malonaldehida (mg/kg)
Sumber : Hadiwiyoto (1994)
Menurut Soeparno (2005) bau pada dendeng menurut dapat disebabkan oleh penambahan bumbu dan pemanasan. Gula merah juga mampu memperbaiki aroma dan bawang putih juga dapat menguatkan aroma produk olahan daging. Minyak atsiri pada lengkuas berupa kamfer, galangi, galangol, dan eugenol dan
7
mampu menghasilkan aroma yang khas. Aroma khas pada ketumbar disebabkan oleh kandungan minyak d-linalol, stironelol serta adanya ester, keton dan aldehid (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Bumbu Bahan utama pembuatan dendeng adalah daging sapi dan menggunakan bumbu seperti ketumbar, garam, gula merah, bawang putih, lengkuas. Penggunaan bumbu berguna untuk penambahan aroma, rasa, memperpanjang daya awet dan beberapa jenis rempah dapat menjadi bahan anti mikroba. Garam Garam merupakan salah satu bahan yang ditambahkan pada masakan dan produk olahan daging. Pandisurya (1983) menyatakan bahwa tekstur dan kekenyalan daging dipengaruhi oleh penambahan garam. Pemberian garam selain sebagai pencita rasa dan sebagai pelarut protein juga mampu mempengaruhi daya awet produk karena garam mampu meningkatkan daya mengikat air protein otot sehingga mampu menahan air bebas dan membentuk tekstur produk. Garam akan mempengaruhi keseimbangan tekanan osmosis karena garam meresap ke dalam jaringan daging. Bawang Putih (Allium sativum L) Penambahan bumbu pada dendeng ditujukan untuk peningkatan rasa dan aroma. Bumbu yang ditambahkan berupa bawang putih menurut Palungkun dan Budiarti (1995) berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Aroma bawang putih yang dibentuk oleh zat allicin merupakan zat aktif bersifat antibakteri. Bawang putih juga mengandung scordinin yaitu senyawa kompleks thioglisidin yang bersifat antioksidan dan ditambahkan sebanyak 3%. Gula Merah Gula merah mampu memperbaiki aroma dan dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri. Kadar gula yang tinggi akan keluar menembus membran dan terjadi osmosis sehingga menyebabkan mikroba plasmolisis. Fungsi gula
8
sebagai preservatif karena terbentuknya asam laktat di dalam produk, sehingga pH produk menurun dan produk menjadi agak kering selama proses pematangan (Soeparno, 2005). Ketumbar (Coriandrum sativum) Aroma khas pada ketumbar disebabkan oleh kandungan minyak d-linalol, stironelol dan ester, keton dan aldehid (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Ketumbar digunakan dalam masakan karena menimbulkan aroma yang khas yang disebabkan oleh zat volatil yang dikandungnya. Ketumbar digunakan untuk bumbu masak dan menimbulkan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26 % lemak, 17% protein, 10% pati dan 20% gula (Purnomo, 1997). Lengkuas (Alpina galanga Linn) Lengkuas mengandung minyak atsiri, senyawa flavonoid, fenol, dan terpenoi. Minyak atsiri pada lengkuas berupa kamfer, galangi, galangol, dan eugenol mampu menghasilkan aroma yang khas. Flavonoid merupakan salah satu komponen antioksidan alami. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E .coli dan bakteri S. aureus (Parwata dan Dewi, 2008). Oksidasi Proses oksidasi menghasilkan kerusakan minyak atau lemak yang disebabkan adanya oksigen sehingga muncul senyawa baru yang menimbulkan rasa baru dan bau yang tengik. Senyawa baru tersebut akibat adanya reaksi autooksidasi dari radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam lemak atau minyak. Senyawa yang mengakibatkan ketengikan ini adalah peroksida dan asam lemak bebas pada bahan pangan. Proses oksidasi pada lemak dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu cahaya, pengemasan, penyimpanan dan faktor lainnya. Proses oksidasi yang terjadi pada bahan pangan diawali dengan pengikatan oksigen oleh lemak atau minyak secara perlahan-lahan. Oksidasi tersebut sebagian besar dikatalisis oleh cahaya sehingga faktor pengemasan dan metode simpan memiliki peranan yang cukup penting (John, 1999). Proses oksidasi pada bahan pangan yang mengandung lemak atau minyak dapat dihambat oleh beberapa faktor yaitu pengolahan, metode simpan dan
9
pengemasan. Pengemasan yang kurang baik, atau pemilihan bahan pengemasan yang tidak tepat akan menyebabkan perpindahan oksigen, perpindahan uap air, meningkatkan laju perubahan kimiawi dan enzimatis serta kehilangan kerenyahan. Perpindahan oksigen akibat pengemasan dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan mutu produk serta penyimpangan rasa (John, 1999). Menurut Balentine et al. (2006) penyimpanan produk olahan daging menurut mampu mempengaruhi warna. Oksidasi lemak pada dendeng menghasilkan senyawa keton dan aldehida, khususnya aldehida yang menyebabkan rasa yang menyimpang dan ketengikan. Oksidasi lemak pada sistem otot yang diawali di tingkat membran pada fraksi fosfolipida sebagai sebuah rantai. Mekanisme autokatalistis radikal bebas sebagai interaksi prooksidan dengan asam lemak tidak jenuh menghasilkan radikal bebas yang baru dan perkembangan rantai oksidatif (Campo et al., 2005). Mekanisme oksidasi kimiawi secara prinsip sama dengan mekanisme autooksidasi dengan rata-rata suhunya lebih tinggi (Choe dan Min, 2007). Autooksidasi lemak memiliki tahapan reaksi seperti di bawah ini : RH
(Asam Lemak tidak Jenuh) cahaya, oksigen, enzim, peroksida, ion logam polivalen
R ROO+ ROOH+ RO+ + +OH
RR
Asam lemak radikal bebas
(Radikal peroksida bebas) RH Hidroperoksida + R+
oksigen
RCO+
Aldehida (penyebab off-flavor) RH R+ AH (Antioksidan)
RH + A
Gambar 1. Tahapan Reaksi Autooksidasi Lemak Sumber : Wong (1989)
Oksidasi lemak terjadi diawali dengan perubahan asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak radikal bebas. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cahaya, oksigen, enzim, senyawa peroksida, radiasi ion, dan ion logam polivalen. Asam lemak radikal bebas tersebut kemudian bereaksi dengan oksigen
10
sehingga membentuk senyawa peroksida bebas yang radikal. Senyawa peroksida ini kemudian berikatan dengan hidrogen yang berasal dari bahan pangan ataupun uap air. Ikatan tersebut membentuk hidroperoksida yang mengandung logam polivalen. Senyawa hidroperoksida tersebut membentuk senyawa aldehida (RCOH) yang menyebabkan produk olahan makanan menjadi off-flavor (Wong,1989). Warna merah pada daging salah satunya dipengaruhi oleh kandungan besi yang berikatan dengan oksigen. Peningkatan proses oksidasi lemak terjadi akibat tingginya kandungan besi sehingga minimalisasi reaksi oksidasi lemak adalah penurunan warna daging sehingga reaksinya tidak saling terikat (Balentine et al., 2006). Ulu (2004) menyatakan bahwa selama pengolahan dan penyimpanan salah satu hal yang harus diperhatikan adalah terjadinya ketengikan yang kemudian memberikan perubahan warna, bau, rasa, tekstur dan perubahan beberapa kandungan nutrisi. Perubahan kandungan nutrisi tersebut diakibatkan oleh pembentukan senyawa-senyawa baru yang bersifat radikal. Pengawasan oksidasi lemak selama pengolahan daging atau penyimpanan penting dilakukan untuk mengingkatkan kualitas produk olahan daging sehingga permintaan konsumen pun akan meningkat khususnya pada industri rumah tangga hingga makanan cepat saji. Selama proses oksidasi lemak, asam lemak tidak jenuh menghasilkan malonaldehida yang reaktif dan sisanya terkandung dalam makanan dalam jumlah terbatas. Sisa malonaldehida yang terkandung dalam makanan akan mudah terlepas dengan pemberian perlakuan pemanasan dan penambahan asam. Alfawaz et al. (1994) menuliskan oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas daging dan olahan daging yang secara langsung mempengaruhi rasa, warna, tekstur dan nilai nutrisi. Olahan daging lebih mudah mengalami oksidasi lemak dibandingkan dengan daging yang mentah, disebabkan tingginya asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipida yang menjadi penyebab utama. Hal ini terjadi karena asam lemak tidak jenuh pada olahan daging mengalami hidrolisis saat pengolahan dibandingkan dengan daging mentah. Pemicu lainnya adalah pengaruh oksigen, cahaya dan pemanasan terhadap denaturasi protein daging dan mempertinggi jumlah zat besi dan asam lemak tidak jenuh. Perkembangan ketengikan oksidatif pada olahan daging kini
11
menjadi isu utama di rumah makan, makanan cepat saji dan industri pangan serta pasar. Menurut Kuo dan Chu (2002) oksidasi lemak pada daging segar dan olahan daging menjadi penyebab utama menghasilkan kerusakan produk berupa off-flavor. Oksidasi lemak (bilangan TBA) dan rendahnya pH memiliki hubungan yaitu jika telah terbentuk bilangan TBA dan jumlahnya menurun maka terjadi kenaikan nilai pH pada daging dan olahan daging. Oksidasi lemak juga disebabkan oleh pH, komposisi lemak, kekuatan ion, suhu, potensi reduksi, adanya cahaya dan kandungan ion. Menurut Valencia et al. (2005) asam lemak pada sosis akan mengalami perubahan struktur setelah 2 dan 5 bulan penyimpanan terutama kandungan asam linoleat dan α-linoleat. Menurut Serensen (1995) pengujian 2-thiobarbituric acid (TBA) dapat secara ekstensif digunakan dengan metode kimia untuk mengukur oksidasi lemak pada makanan secara semi-kuantitatif. Metode ini didasarkan pada ukuran spektrometrik berwarna merah yang dibentuk dari reaksi TBA dengan hasil keduanya dari oksidasi lemak adalah asam lemak tidak jenuh, dengan malonaldehida yang digunakan sebagai standar kalibrasi. Bilangan Asam Bilangan asam ditentukan untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas pada minyak atau lemak yang dinyatakan dalam mg basa setiap 1 gram minyak. Asam lemak bebas sebagai indikasi untuk bilangan asam diakibatkan oleh reaksi hidrolisis seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis. Penentuan bilangan asam menggunakan metode titrasi asam basa sehingga terjadi reaksi netralisasi asam lemak bebas akibat dari penambahan basa. Simpen (2008) menuliskan bahwa semakin tinggi bilangan asam, maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis. Asam lemak terbagi atas dua golongan yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak menurut Winarno (1992) memiliki perbedaan yaitu asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, sedangkan asam lemak jenuh berbeda dalam bentuk molekul keseluruhannya.
12
Bilangan Peroksida Peroksida merupakan hasil pertama pada reaksi autooksidasi. Proses ketengikan pada produk yang mengandung lemak atau minyak merupakan kerusakan utama yaitu timbulnya bau tengik. Proses ketengikan pada lemak atau minyak sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat
terjadinya
oksidasi,
sedangkan
antioksidan
akan
menghambatnya (Winarno 1992). Bilangan peroksida digunakan sebagai indikator terhadap tingkat oksidasi pada lemak atau minyak. Adanya bilangan peroksida sebagai petunjuk adanya kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan dengan besarnya jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan kalium iodida (KI). Pembentukan peroksida dan hidroperoksida merupakan awal proses oksidasi dan selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Hubungan antara pembentukan bilangan peroksida dan penguraian menjadi aldehida dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Ketengikan terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Peningkatan jumlah bilangan peroksida sebagai indikator dan peringatan bahwa minyak atau lemak akan mengalami ketengikan (Ketaren, 2008). Aldehida
Bil.Peroksida
Waktu Gambar 2. Grafik Bilangan Peroksida pada Minyak atau Lemak Sumber : Ketaren (2005)
Peroksida dan hidroperoksida dari minyak atau lemak merupakan indikator mutlak dalam penurunan flavor. Indikator tersebut disebabkan ketidakstabiilan antara peroksida dan hidroperoksida pada penyimpanan suhu kamar sehingga menghasilkan off flavor. Ketidakstabilan peroksida dan hidroperoksida juga 13
mengakibatkan terbentuknya molekul-molekul kecil khususnya gugus karbonil. Indikasi kerusakan flavor juga akan berbanding lurus dengan kenaikan temperatur atau adanya proses pemanasan akan mengakibatkan penurunan kualitas pada lemak atau minyak. Penurunan kualitas minyak atau lemak dapat mengakibatkan penurunan bilangan peroksida. Bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) Johnston et al. (2005) menjelaskan bahwa oksidasi lemak menghasilkan malonaldehida dan setelah bereaksi dengan hidrogen menghasilkan TBA atau disebut juga thiobarbutiric acid (asam thiobarbutirat). Menurut Lee et al., (2005) prosedur TBA digunakan untuk mengukur oksidasi lemak dan dilaporkan sebagai bahan reaktif TBA (TBARS). Metode bahan rekatif TBA menggunakan campuran fosfat, EDTA, trichloroacetic acid, dan TBA (Balentine et al., 2006). Rasa pada daging dapat dideteksi dengan TBA yaitu pada TBARS. Analisis bilangan TBA merupakan metode untuk mendeteksi oksidasi lemak yang berkaitan dengan kadar aldehida dalam lemak atau minyak. Pengujiannya yaitu reaksi
thiobarbituric acid dengan malonaldehida sehingga membentuk
warna merah yang diukur dengan spektrofotometer. Warna merah tersebut kemungkinan hasil dari thiobarbituric acid yang berikatan dengan aldehida selain malonaldehida. Warna merah juga dapat disebabkan oleh oksidasi protein (Rossel,1983). Senyawa malonaldehida dapat dihasilkan dari pembentukan diperoksida pada gugus pentadiena dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida (Ketaren, 2005). Menurut Ulu (2004) metode 2-thiobarbituric acid (TBA) adalah uji yang berbeda dan paling tepat digunakan untuk mengukur tingkat oksidasi lemak pada makanan. Pengujian TBA ini adalah teknik pewarnaan yang menggunakan absorbansi kromogen merah yang terbentuk antara TBA dan malonaldehida. Analisis TBA dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemanasan langsung pada makanan dengan TBA serta melakukan ekstraksi pewarnaan, sebagian sampel dipanaskan dan kemudian didestilasi, melakukan ekstraksi sampel dengan menggunakan air atau asam, serta ekstraksi lemak dari sampel. Metode pengujian
14
TBA ini menunjukkan reaksi yang berbeda dipengaruhi oleh waktu dan suhu saat reaksi antara TBA dengan malonaldehida. Kadar Air Kadar air digunakan sebagai salah satu penentu daya awet bahan makanan, karena mampu mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan juga akan menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam bahan menyebabkan daya tahan bahan rendah sehingga kemudian dilakukan penghilangan sebagian air untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan dengan berbagai cara tergantung dari jenis bahan makanannya (Winarno 1992). Kadar air dan aktivitas air (aw) memiliki hubungan yang erat. Hubungan antara aktivitas air dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan dapat dilihat melalui grafik isoterm sorpsi air pada Gambar 3. Grafik tersebut menunjukkan bahan-bahan yang bersifat isoterm sorpsi air akan dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 1992).
Kadar air
0
aw
1
Gambar 3. Grafik Isoterm Sorpsi Air pada Bahan Makanan Sumber : Nelson dan Labuza (1992)
Bahan makanan dengan kadar air diantara 60-95% menurut Grafik isoterm sorpsi air tersebut memiliki aktivitas air mendekati 1. Bahan pangan yang memiliki aktivitas air tinggi akan mengalami degradasi yang disebabkan oleh kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami (Nelson dan Labuza, 1992).
15
Aktivitas Air Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas air juga digunakan untuk mengontrol tingkat oksidasi lemak dalam proses lanjut pengolahan pangan sehingga dapat menggambarkan hubungan yang erat antara kandungan air dan oksidasi lemak. Kandungan air dan tingkat oksidasi lemak sebagai indikasi umur simpan dan menentukan kualitas produk pangan (Nelson dan Labuza, 1992). Kenaikan aw akan menyebabkan kerusakan pangan terutama mengakibatkan mikroba mudah tumbuh, sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan yang mempunyai aw rendah akan kehilangan air sehingga menjadi kering pada permukaannya. Metode penyimpanan yang baik terutama untuk produk-produk kering (aw rendah) dengan pengaturan penyimpanan bahan pangan yaitu di dalam ruangan yang kering (RH rendah) atau membungkusnya di dalam kemasan yang kedap uap air (Fardiaz, 1992). Kebutuhan air untuk pertumbuhan mikroba adalah berbeda-beda. Mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak jika berada di bawah nilai aw minimal. Salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Bahan makanan seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di atas 0,95. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba. Purnomo (1996) menyatakan bahwa peningkatan suhu pengeringan dapat menurunkan aktivitas air. Pengeringan dendeng dengan suhu yang berbeda yaitu 35oC dan 70oC mampu menurunkan aktivitas air. Pengeringan dengan suhu 35oC menunjukkan aktivitas airnya 0,60 sedangkan pengeringan dengan suhu 70oC aw dendengnya 0,57.
16
Gambar 4. Hubungan Aktivitas Air dengan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Pangan Sumber : Winarno (1992)
Nelson dan Labuza (1992) menyatakan bahwa reaksi pencoklatan nonenzimatis pada bahan pangan akan menyebabkan aktivitas air menurun kurang dari 1. Penyerapan air akan meningkat dan maksimum melalui reaksi tersebut pada aktivitas air diantara 0,6-0,8. Selanjutnya reaksi tersebut menurun dan aktvitas air juga akan menurun hingga mendekati nilai 0. Hubungan kecepatan reaksi dengan aw dalam bahan makanan dapat dilihat pada Gambar 4. Laju reaksi relatif dipengaruhi oleh aktivitas air dan kadar air, laju reaksi relatif oksidasi lipida mengalami kenaikan pada bahan pangan yang mempunyai aw 0,4-0,8. Kenaikan laju reaksi relatif oksidasi lipida tersebut terjadi pada daerah II. Reaksi oksidasi lipida, disertai dengan reaksi hidrolisis sehingga aktivitas air bertambah tinggi, dan menstimulasi pertumbuhan kapang (a w 0,7), dengan bertambah tingginya aktivitas air, maka laju reaksi relatif oksidasi lipida mengalami titik kestabilan (Nelson dan Labuza, 1992). Daerah I menunjukkan derajat pengikatan air tinggi sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak teratur. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air (Winarno, 1992).
17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan bulan Oktober sampai Nopember 2009 di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium Analisis Makanan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor dan Balai Pasca Panen Bogor. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi dari bagian paha belakang (knuckle). Sapi berasal dari bangsa sapi Brahman Cross yang dipotong pada umur 2,5 tahun dengan bobot sekitar 600 kg. Daging sapi yang digunakan sebanyak 5 kg. Bumbu terdiri atas gula merah, garam, bawang putih, lengkuas, ketumbar. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain: 1. pengujian bilangan asam dan derajat asam digunakan 50 ml alkohol 95%, NaOH 0,0682 N, indikator fenolftalin 1%; 2. pengujian bilangan peroksida digunakan 1 ml KI jenuh, 25 ml asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 1: 1, 25 ml akuades, 3 tetes larutan kanji/amilum 1%, natrium tiosulfat 0,0821 N sebagai pentitrasi; 3. pengujian TBA (thiobarbituric acid) digunakan akuades, 1,5 ml HCl, reagen TBA (0,02 M thiobarbituric acid dalam 90% asam asetat glasial). Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan dendeng adalah food processor, loyang, baskom, oven dan peralatan dapur. Alat untuk mengekstrak lemak adalah evaporator. Alat yang digunakan pada pengujian kimia meliputi : 1. pengujian bilangan asam menggunakan labu erlenmeyer, penangas air, buret, dan gelas ukur; 2. pengujian bilangan peroksida menggunakan labu erlenmeyer, pipet, buret, dan gelas ukur; 3. pengujian TBA menggunakan waring blender, labu destilasi, labu erlenmeyer, destilator dan spektrofotometrik dengan panjang gelombang 528 nm;
18
4. pengujian kadar air menggunakan oven, cawan aluminium, timbangan digital dan desikator. 5. pengujian Aktivitas air menggunakan alat Aw meter Shibura WA-360. Metode Pembuatan dendeng pada penelitian ini adalah dengan cara digiling. Daging sebanyak 5 kg dipisahkan lemaknya kemudian ditimbang masing-masing 1 kg untuk 3 ulangan dan bumbu-bumbu ditimbang dengan jumlah sesuai dengan Tabel 6 di bawah ini. Daging yang telah dipisahkan dari lemak kemudian digiling menggunakan food processor. Bumbu berupa gula merah, ketumbar, bawang putih, lengkuas serta garam dihaluskan. Bumbu yang telah dihaluskan kemudian dicampur dengan daging dan digiling kembali hingga lembut dan tercampur rata semua adonan. Adonan yang telah digiling kemudian dicetak dalam loyang yang telah diolesi minyak goreng. Ketebalan dendeng adalah 2 mm dari dasar loyang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 69oC selama 5 jam. Dendeng kering oven dikemas dalam plastik PP (Polipropilen) dan disimpan dalam lemari di suhu ruang. Sampel dendeng diamati untuk peubah bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan TBA, dan kadar air pada 0, 1, 2, 3 dan 4 minggu penyimpanan. Aktivitas air diamati pada minggu ke-0 dan minggu ke-4 penyimpanan. Tabel 6. Formulasi Adonan Dendeng Giling Bahan Daging sapi Gula merah Garam Bawang putih Lengkuas Ketumbar Total
Jumlah (%)* 60 30 5 2 2 1 100
Keterangan :
* **
Jumlah (g)* 1000 500 83,33 33,33 33,33 16,67 1666,66
Jumlah (%)** 70,52 17,62 3,53 1,06 0,22 7,05 100
Jumlah (g)** 1000 250 50 15 3 100 1418
: Formulasi Haryanto (2000) : Formulasi pada penelitian ini.
Modifikasi yang dilakukan yaitu jumlah bahan adonan dendeng, penggilingan bumbu yang terpisah serta pencetakan dendeng. Formulasi dendeng pada Haryanto (2000) menggunakan jumlah bumbu yang tidak sama, yaitu penggunaan bumbu-bumbunya lebih banyak. Selain itu pencetakan dendeng diubah dari 3 mm menjadi 2 mm, dan pengeringan oven dengan suhu 50oC-69oC
19
selama 4-5 jam diubah menjadi pengeringan oven dengan suhu 69oC selama 5 jam, sehingga formulasi yang digunakan seperti pada Tabel 6 di atas. Bumbu
yang
dihaluskan
sebelumnya
juga
memudahkan
dalam
pencampuran sehingga setiap bumbu tercampur rata dengan daging, Hal ini berbeda dengan metode sebelumnya sehingga metode tersebut mengalami perubahan. Diagram pada Gambar 5 di bawah ini menunjukkan adanya proses penggilingan bumbu yang terpisah dengan bahan utama sehingga membedakan dengan proses sebelumnya.
Daging Sapi Bumbu
Dicuci
Dihaluskan
Digiling
Dicampur Dicetak setebal 2 mm dan dimasukkan loyang yang diolesi minyak minyak setebal Dimasukkan dalam oven 69oC (5 jam) Dendeng kering oven dikemas plastik PP Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Dendeng Giling (modifikasi Haryanto, 2000). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktor tunggal dengan waktu penyimpanan sebagai perlakuan yaitu 0, 1, 2, 3 dan 4 minggu penyimpanan. Kelompoknya adalah periode ulangan yaitu U1, U2 dan U3. Persamaan model adalah: Yij = µ + Bi + Pj + € ij
20
Keterangan : Yij
: fungsi rataan
µ
: nilai tengah umum
Bi
: pengaruh penyimpanan minggu ke-i
Pj
: pengaruh kelompok hari ke-j
€ ij
: pengaruh galat percobaan selama penyimpanan perlakuan hari ke-i
i
: 0, 1, 2, 3, dan 4
j
: 1, 2, 3 Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analysis of
varian (ANOVA), jika hasil pengujian berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan pengujian beda nyata terkecil untuk membandingkan nilai tengah (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi sifat biologis yaitu kadar air, bilangan TBA, bilangan asam, bilangan peroksida, dan aktivitas air. Bilangan Asam (Apriyantono et al., 1989) Sampel dendeng 35 g dilumatkan kemudian dilakukan pemisahan lemak dengan menambahkan heksan dan aseton. Campuran tersebut kemudian disaring dan dilakukan pemekatan untuk memperoleh ekstrak minyak dari dendeng. Minyak yang telah diperoleh dari pemekatan, kemudian disiapkan untuk melalui pengujian berikutnya yaitu pengujian bilangan asam dan pengujian bilangan peroksida. Setelah itu, minyak diambil untuk penentuan lebih lanjut. Penentuan angka asam dilakukan dengan mengambil sampel minyak sebanyak 1-2 gram di dalam labu Erlenmeyer 200 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititar dengan NaOH 0,0682 N dengan indikator larutan phenolphtalein 1% di dalam alkohol sampai tepat terlihat warna merah jambu.
21
Angka asam = Jumlah ml NaOH untuk titrasi x Normalitas NaOH x 56,1 Berat (g) minyak yang digunakan Derajat asam = 100 x Jumlah ml NaOH untuk titrasi x Normalitas NaOH Berat (g) minyak yang digunakan
Bilangan Peroksida (AOAC, 1997) Sampel dendeng 35 gram dilumatkan kemudian dilakukan pemisahan lemak dengan menambahkan hexan dan aceton. Campuran tersebut kemudian disaring dan dilakukan pemekatan untuk memperoleh ekstrak minyak dari dendeng. Minyak yang telah diperoleh dari pemekatan, kemudian disiapkan untuk melalui pengujian berikutnya yaitu pengujian bilangan asam dan pengujian bilangan peroksida. Setelah itu, minyak diambil untuk penentuan lebih lanjut. Sampel ditimbang ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml sebanyak 1-2 gram dan ditambahkan 25 ml campuran larutan dari asal asetat dan kloroform dengan perbandingan (1 : 1). Larutan kemudian diaduk hingga terlarut sempurna, lalu ditambahkan 1 ml KI (Kalium Iodida) kemudian didiamkan satu menit dan ditambahkan 25 ml akuades. Air suling bebas CO2 kemudian ditambahkan ke dalamnya sebanyak 50 ml. contoh yang telah ditambahkan pereaksi selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,0821 N dengan larutan kanji sebagai indikator dan dilakukan penetapan blanko. Bilangan peroksida dihitung dalam contoh seperti pada Tabel 5. Tabel 7. Bobot Cuplikan Berdasarkan Perkiraan Nilai Peroksida Contoh Perkiraan nilai peroksida (mg ekivalen oksigen/kg)
Bobot cuplikan (g)
0-12
5-2
12-20
2-1,2
20-30
1,2-8
30-50
0,8-0,5
50-90
0,5-0,3
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992)
22
Bilangan peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen dari oksigen aktif per kg yang dihitung sampai dua desimal contoh dengan menggunakan rumus : ml Na2S2O3 x N thiosulfat Bilangan Peroksida (mg/kg) =
x 1000 Berat sampel (gram)
Bilangan TBA (Tarlagdis et al., 1960) Ketengikan pada produk yang mengandung lemak atau minyak salah satunya dilakukan pengukuran bilangan TBA melalui pengukuran kadar malonaldehida yang terbentuk. Sampel dendeng ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam Waring blender. Larutan sampel dendeng kemudian dipindahkan ke labu destilasi 1000 ml sambil dicuci menggunakan 48,5 ml akuades kemudian ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol) sampai pH menjadi 1,5, lalu ditambahkan batu didih dan sedikit bahan pencegah buih (antifoam) ke dalam labu destilasi. Destilasi sampel dendeng dilakukan dengan pemanasan selama 10 menit hingga diperoleh destilasi 50 ml. Hasil destilasi disaring kemudian diambil sebanyak 5 ml lalu dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml. Sampel kemudian ditambahkan 5 ml reagen TBA lalu ditutup (reagen TBA terdiri dari 0,02 M thiobarbituric-acid dalam 90% asam asetat glacial). Tabung ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih lalu didinginkan. Absorbansi destilat diukur pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 5 ml air suling ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA kemudian dihitung dengan rumus: Bilangan TBA (mg malonaldehida/kg) = 7,8 x Absorbansi Kadar Air (AOAC, 1995) Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 1995). Pengujian terhadap kadar air dilakukan pada dendeng mentah yang dikeringkan dengan oven vacuum. Sampel dendeng sebanyak sepuluh gram ditimbang dalam cawan alumunium dengan mengetahui berat cawan sebelumnya. Sampel dan cawan dipanaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Sampel yang telah dipanaskan kemudian didiamkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan di bawah ini.
23
Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1992) Aktivitas air (aw) diukur dengan menggunakan aw-meter Shibura WA-360. Alat ini sebelum digunakan harus dikalibrasi dengan larutan NaCl jenuh. Larutan NaCl jenuh dimasukkan ke dalam chamber pengukuran, alat kemudian dinyalakan dengan menekan tombol start dan ditunggu sampai aw terbaca 0,750-0,752. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam chamber sampel, tombol start ditekan dan sampel akan terukur dan terbaca oleh alat.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Dendeng pada penelitian ini merupakan dendeng giling yang dikeringkan dengan oven dan dikemas dengan plastik PP (Polipropilen). Dendeng kering oven disimpan dalam lemari di suhu ruang. Suhu lingkungan pada saat penelitian menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2009) minimum 24oC dan maksimum 33oC. Kelembaban lingkungan pada bulan Oktober 2009 berkisar pada 70-74%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dendeng yang disimpan selama 4 minggu penyimpanan pada suhu ruang mengalami oksidasi terlihat dari hasil bilangan asam, peroksida dan TBA sebagai peubah oksidasi lemak. Dendeng mentah yang dikeringkan dengan oven dalam masa penyimpanannya mengalami beberapa perubahan yaitu pada kadar air yang kemudian mempengaruhi tampilan fisik dendeng. Dendeng selama penyimpanan 0 sampai 4 minggu mengalami perubahan mutu yaitu bau dan teksturnya serta tampak adanya kapang atau mikroorganisme pada bahan makanan pada minggu ketiga. Aroma dendeng setelah minggu ketiga penyimpanan sesuai dengan pengamatan yang dilakukan menjadi tengik dan teksturnya lebih lembek. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (1992) menyatakan bahwa dendeng akan masuk mutu 1 dan mutu 2 ketika kapang dan serangga tidak tampak. Perubahan yang terlihat adalah semakin lama penyimpanan maka dendeng terlihat semakin basah. Peningkatan kadar air juga diikuti peningkatan aktivitas air pada dendeng sehingga memungkinkan mikroorganisme seperti kapang melakukan aktivitasnya selama penyimpanan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanannya. Data statistik untuk peubah oksidasi tersebut menunjukkan hasil tidak nyata, namun secara teori reaksi oksidasi akan terus berlangsung seiring waktu. Aragao et al. (2008) menyatakan bahwa oksidasi lemak pada bahan pangan bereaksi secara simultan pada kondisi waktu yang berbeda. Kadar air berdasarkan hasil sidik ragam dipengaruhi oleh lama penyimpanannya (P<0,05). Sensitivitas peubah oksidasi juga mempengaruhi hasil sidik ragam yaitu pada nilai galat yang tinggi. Galat ini disebabkan oleh suhu penyimpanan, pengolahan, pengemasan, dan kelembaban.
25
Oksidasi Dendeng Kering Oven Lama penyimpanan terhadap beberapa peubah seperti bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA terlihat dalam Tabel 8. Oksidasi pada dendeng kering oven ini terjadi pada awal penyimpanan terlihat dari hasil perhitungan bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA (Tabel 8). Oksidasi ini menghasilkan aldehida yang menyebabkan rasa yang menyimpang dan ketengikan pada produk tersebut. Bilangan asam mengalami peningkatan begitu juga dengan peubah lainnya namun pada dua minggu terakhir penyimpanan terjadi penurunan pada bilang TBA dan bilangan peroksida. Lama penyimpanan berdasarkan analisis ragam tidak mempengaruhi ketiga peubah oksidasi. Tabel 8. Peubah Reaksi Oksidasi pada Dendeng selama Penyimpanan 0 Bilangan Asam (mg NaOH/gram) Bilangan Peroksida (mg O2/100 gram) Bilangan TBA(ppm MDA)
Lama Penyimpanan (Minggu) 1 2 3
4
0,36 ± 0,11
0,62 ± 0,09
0,29 ± 0,13
0,35 ± 0,04
0,67 ± 0,29
1,37 ± 1,17
1,20 ± 0,04
1,93 ± 0,03
3,10 ± 0,79
2,61 ± 1,50
1,49 ± 0,69
1,79 ± 0,36
1,44 ± 0,46
1,43 ± 0,43
1,38 ± 0,19
Ketiga peubah di atas memiliki pengaruh satu sama lainnya. Bilangan TBA pada minggu ke-1 penyimpanan mengalami penurunan dan seiring dengan terjadinya peningkatan kadar air. Ketiga peubah menunjukkan hasil yang sama terhadap lama penyimpanan dendeng. Bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA sejak minggu ke-0 penyimpanan telah menunjukkan adanya laju oksidasi sehingga lama penyimpanan tidak berpengaruh. Peubah oksidasi tersebut kemungkinan dipicu oleh faktor oksidasi, bahan dan alat, proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanannya. Faktor oksidasi antara lain suhu, cahaya, pH, dan kelembaban. Suhu lingkungan saat penyimpanan dendeng berpengaruh terhadap laju oksidasi. Mekanisme oksidasi pada dendeng dalam penelitian ini terjadi mulai dari daging sebagai bahan baku pembuatan dendeng. Daging yang digunakan adalah
26
daging beku yang mudah teroksidasi karena sel-selnya telah mengalami kerusakan akibat pembekuan (Akoh, 2006). Penambahan bumbu juga berpengaruh terhadap laju oksidasi karena beberapa bumbu memiliki peran sebagai antioksidan alami seperti bawang putih dan lengkuas. Antioksidan alami ini jumlahnya cukup kecil sehingga kurang berpengaruh terhadap laju oksidasi yang terjadi mulai awal penyimpanan. Penghambat laju oksidasi yang lainnya adalah pengemasan menggunakan pengemas vacuum dan penyimpanan dilakukan pada ruangan yang tidak tembus cahaya serta dapat dilakukan penyimpanan pada suhu dingin. Proses oksidasi lemak mampu menghasilkan perubahan warna, bau, rasa, tekstur dan beberapa kandungan nutrisi makanan. Oksidasi lemak mampu mempengaruhi kandungan nutrisi sehingga menurunkan daya cerna makanan. Reaksi oksidasi pada lemak menghasilkan senyawa radikal peroksida yang bersifat labil. Senyawa ini mudah bereaksi dengan senyawa lainnya untuk memperoleh atom hidrogen. Senyawa radikal peroksida jika bereaksi dengan senyawa radikal peroksida lainnya akan mengahsilkan cross linked atau senyawa yang tidak radikal. Senyawa hasil reaksi ini mampu menurunkan daya cerna makanan (Akoh, 2006). Perubahan kimia akibat reaksi oksidasi memiliki sifat yang lebih sensitif sehingga banyak faktor yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan laju oksidasi ini. Faktor lain yang dapat berpengaruh baik terhadap laju oksidasi manupun terhadap karakteristiknya adalah luasan permukaan dan ketebalan dendeng yang disimpan. Dendeng yang akan diamati disimpan tanpa mempengaruhi luas permukaan sehingga karakteristiknya berbeda satu sama lain. Grafik di bawah ini adalah gambaran dari ketiga peubah reaksi oksidasi dendeng selama 4 minggu penyimpanan. Penyimpanan pada minggu ke-2 terlihat bahwa bilangan asam dan bilangan TBA mengalami penurunan. Hal ini juga terjadi pada kadar air yang mengalami penurunan pada minggu ke-2. Penurunan ketiga peubah reaksi oksidasi kemungkinan karena malonaldehida menguap saat proses destilasi. Malonaldehida adalah senyawa larut dalam air sehingga mudah menguap yang menyebabkan senyawa ini tidak terdeteksi. Hasil penelitian juga menunjukkan pada minggu ke-3 terjadi peningkatan kadar air seiring dengan peningkatan bilangan asam dan bilangan TBA. Pengikatan air yang tinggi
27
menurut Winarno (1992) mengakibatkan reaksi-reaksi yang diakibatkan proses ini menjadi tidak teratur. Bilangan TBA turun setelah minggu kedua karena katalis oksidasi lemak meningkat seiring dengan peningkatan penyerapan air pada bahan makanan. 3.5 3,1 3 2,61
Konsentrasi
2.5 1,93
2
1.5
1,79 1,49
1,43 1,2
1,37
1,38
1,44
1
0,67
0,62 0.5
0,29 0,36
0,35
0 0
1
2
3
4
Waktu (Minggu) Asam (mg KOH/g)
Peroksida (meq/1000g)
TBA (mg malonaldehida/kg)
Gambar 6. Grafik Perubahan Bilangan Asam, Peroksida dan TBA Dendeng Giling Kering Oven Selama Penyimpanan Data statistik untuk peubah oksidasi menunjukkan hasil yang tidak nyata, namun laju oksidasi berlangsung seiring dengan waktu penyimpanan. Nilai untuk bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi. Peubah oksidasi secara statistik menunjukkan tidak berbeda nyata namun secara teori reaksi oksidasi terus berlangsung secara simultan setelah terbentuk senyawa peroksida. Hasil statistik yang tidak berbeda nyata disebabkan oleh galat yang tinggi. Galat pada pengujian ini disebabkan oleh faktor luar yang tidak dapat dikondisikan selama penelitian. Faktor luar tersebut adalah suhu penyimpanan, kelembaban lingkungan, pengemasan dendeng, luas permukaan dendeng dan ketelitian alat untuk mengukur dendeng.
28
Bilangan Asam Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan mulai dari 0 minggu hingga 4 minggu secara statistik tidak berbeda. Pengujian menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak mempengaruhi jumlah bilangan asam. Bilangan asam pada minggu pertama telah terbentuk yang diakibatkan telah terjadi hidrolisis asam lemak bebas pada saat pengolahan. Namun demikian berdasarkan kurva pola reaksi, selama penyimpanan dendeng telah mengalami oksidasi lemak yang ditunjukkan dengan hasil bilangan asam yang cukup signifikan selama 4 minggu penyimpanan. Bilangan asam yang semakin tinggi diukur melalui titrasi NaOH maka semakin banyak pula lemak/minyak yang terhidrolisis (Simpen, 2008). Hidrolisis ini juga disebabkan oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme yaitu lipase dan lipoksigenase sehingga pada minggu berikutnya bilangan asam meningkat karena semakin banyak hidrolisis yang terjadi. Hasil pengamatan pada minggu ke-2 menunjukkan terjadi penurunan bilangan asam dan peningkatan kadar air, hal ini disebabkan oleh jumlah asam lemak bebas yang terdegradasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme menurut Ketaren (2005) dapat memecah rantai asam lemak bebas pada bahan pangan menjadi senyawa yang berat molekulnya lebih rendah yang selanjutnya dioksidasi menghasilkan gas karbondioksida dan air. Bilangan asam mengalami penurunan namun tetap berkembang yang dipengaruhi oleh kandungan asam lemak pada sampel yang diuji. Organisme yang tumbuh dalam keadaan anaerob pada media yang mengandung asam lemak mampu mengubah asam lemak tersebut menjadi karbondioksida. Mikroorganisme juga mampu mendegradasi protein dalam bahan pangan yang kemudian akan membentuk senyawa amoniak sehingga menurunkan bilangan asam yang tertitrasi dengan NaOH. Amoniak tersebut akan larut dalam cairan yang bersifat basa sehingga menurunkan bilangan asam yang terbentuk. Kadar lemak pada dendeng mentah ini sekitar 7,47% yang dipengaruhi oleh pemindahan air dalam daging selama pengeringan. Bilangan asam juga dipengaruhi oleh kadar lemak yang mampu mempengaruhi ketengikan. Lemak mengandung asam lemak dan trigliserida. Asam lemak mudah mengalami perubahan karena ikatannya bebas sedangkan trigliserida lebih stabil. Menurut Suyasa (2006) lemak dan minyak merupakan senyawa ester dari turunan alkohol
29
yang tersusun dari atom karbon, hidrogen dan oksigen. Degradasi lemak oleh mikroba mampu membentuk senyawa lain yang bersifat basa sehingga mengakibatkan bilangan asam menurun. Semakin banyak senyawa basa yang terbentuk maka semakin sedikit NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak. Bilangan asam setelah penyimpanan minggu ke-2 mengalami peningkatan yang diindikasikan adanya asam lemak bebas yang terbentuk kembali sebagai hasil dari oksidasi. Trilaksani (2006) yang menyatakan bahwa tahap akhir reaksi oksidasi hidroperoksida bersifat sangat tidak stabil. Ketidakstabilan reaksi ini memecah hidroperoksida menjadi senyawa berantai pendek seperti aldehida, keton, alkohol dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terbentuk kembali kemudian dinetralkan dengan NaOH sehingga bilangan asam meningkat. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi laju oksidasi lemak pada makanan dipengaruhi oleh munculnya senyawa peroksida akibat reaksi antara asam lemak bebas dengan oksigen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan peroksida pada dendeng kering oven hasilnya meningkat setiap minggu penyimpanan dan menurun pada minggu terakhir penyimpanan (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa lama penyimpanan dendeng tidak
mempengaruhi
bilangan
peroksida
yang
terbentuk.
Faktor
yang
mempengaruhi bilangan peroksida karena hidrolisis minyak, adanya oksigen selama proses pengolahan hingga pengemasannya sehingga saat pengukuran bilangan peroksida telah terbentuk (Winarno, 1992). Oksidasi lemak pada dendeng terjadi pada ikatan tidak jenuh pada asam lemak (kadar lemak 7,47%) yang akan meningkat perlahan namun kemudian mengalami penurunan dan terjadi reaksi lanjutan yaitu penguraian peroksida secara hidrolitik. Kandungan lemak atau minyak pada dendeng mentah mempengaruhi pembentukan bilangan peroksida. Lemak atau minyak akan mengikat oksigen perlahan-lahan saat proses pengolahan sehingga terbentuk peroksida. Penguraian senyawa peroksida ini kemudian menghasilkan senyawa aldehida, keton asam hidroksi dan asam lemak bebas. Namun semua faktor tersebut berdasarkan penelitian tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanannya 30
namun dipengaruhi oleh proses pengolahan, bahan-bahan yang dipengaruhi (daging dan beberapa bumbu). Bumbu seperti ketumbar mengandung minyak dlinalol, stironelol serta ester, keton dan aldehid sehingga mempengaruhi terbentuknya senyawa peroksida (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Aragao et al. (2008) menyatakan bahwa oksidasi lemak relatif terjadi pada suhu tinggi, konsentrasi peroksida sering terjadi pada suhu rendah secara perlahan. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan dan pendegradasian terjadi secara simultan dan kondisi waktu yang berbeda. Bilangan peroksida merupakan pengontrol oksidasi lemak melalui bilangan TBA yang juga dipengaruhi oleh suhu selama proses pengolahan. Peroksida ini ikatan kimianya tidak stabil sehingga menghasilkan senyawa yang bersifat radikal bebas yang kemudian berintegrasi dengan bentuk setelah kenaikan suhu. Degradasi peroksida juga terjadi pada waktu yang sama saat kenaikan suhu seiring dengan laju pembentukannya sehingga bersaing antara pembentukan dan pendegradasian. Kerusakan oksidatif pada bahan makanan ditunjukkan oleh adanya bilangan peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak yang ditentukan dengan jumlah iodin pada KI jenuh sebagai pereaksi. Indikasi terjadinya off-flavor pada pangan disebabkan oleh ketidakstabilan peroksida dan hidroperoksida yang membentuk gugus karbonil. Kenaikan temperatur akan berbanding lurus dengan kerusakan flavor atau terjadinya pemanasan yang kemudian menurunkan kualitas lemak/minyak. Bilangan TBA Bilangan TBA yang terbentuk selama pengujian terlihat hasilnya signifikan setiap minggu (Tabel 6). Hasil oksidasi lemak adalah terbentuknya senyawa malonaldehida yang kemudian digunakan sebagai penentu bilangan TBA. Bilangan TBA sampel hasilnya tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan sampel. Bilangan TBA yang telah terbentuk pada awal penyimpanan dipengaruhi oleh proses yang terjadi selama pengolahan dan terjadinya pendegradasian senyawa peroksida. Kadar air sebagai salah satu faktor oksidasi lemak mengalami peningkatan pada minggu ketiga hal ini dimungkinkan telah terjadi petumbuhan mikroorganisme
yang
kemudian
menghidrolisis
enzim
lipase
sehingga
mempengaruhi bilangan asam dendeng tersebut. Mikroorganisme tersebut juga 31
mampu mempengaruhi proses pendegradasian malonaldehida menjadi aldehida. Nelson dan Labuza (1992) menyatakan bahan pangan dengan aw tinggi mengalami pendegradasian yang disebabkan oleh kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami. Aldehida inilah yang mempengaruhi nilai bilangan TBA. Kadar air yag meningkat kemudian mempercepat pendegradasian malonaldehida menjadi aldehida dan menyebabkan timbulnya mikroorganisme dan ketengikan pada dendeng. Kandungan lemak pada dendeng menjadi faktor pemicu dihasilkannya senyawa peroksida tersebut. Lemak pada dendeng dapat berasal dari bumbu, lemak daging dan minyak sebagai pelapis loyang. Lemak inilah yang mengalami reaksi langsung dengan oksigen pada proses pengolahan sehingga nilai bilangan TBA telah muncul pada minggu pertama. Reaksi lemak atau minyak dengan oksigen akan berlangsung perlahan dan terus menerus hingga mencapai maksimum dan menyebabkan terbentuknya senyawa peroksida, sedangkan hasil penelitian menunjukkan angka yang cukup tinggi pada minggu pertama (1,49 ppm MDA). Hasil ini dipengaruhi oleh labilnya senyawa peroksida melalui proses oksidasi, namun tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan dendeng, karena penyimpanan dendeng telah cukup baik. Bilangan TBA dapat muncul pada awal penyimpanan dan bertahan selama waktu penyimpanan dendeng karena selama penyimpanan terjadi pembentukan dan pendegradasian senyawa peroksida. Pembentukan senyawa peroksida sebagai hasil dari oksidasi lemak lebih dipengaruhi oleh adanya cahaya, oksigen serta suhu. Senyawa peroksida yang dihasilkan oleh oksidasi lemak ini memiliki sifat yang labil sehingga senyawa peroksida tersebut akan dengan mudah melepaskan dua atom hidrogen yang kemudian mengakibatkan pembentukan ikatan baru senyawa aldehida. Senyawa aldehida inilah yang mengakibatkan peningkatan jumlah malonaldehida pada dendeng mentah selama penyimpanan (Aragao et al.,2008). Bilangan TBA (thiobarbituric acid) menjadi salah satu hal yang penting dipelajari dalam ketengikan khususnya pada produk olahan daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan dendeng selama 4 minggu tidak berpengaruh terhadap bilangan TBA. Hasil penelitian menunjukkan bilangan
32
TBA menurun setelah minggu kedua.
Bilangan TBA ini dihasilkan dari
absorbansi warna yang terbentuk dari reaksi antara pereaksi TBA dengan malonaldehida dalam bahan pangan (Ulu, 2004). Munculnya bilangan TBA sejak awal penyimpanan mengindikasikan bahwa dendeng ini telah mengalami oksidasi di awal yaitu lemak atau minyak telah terhidrolisis selama pengolahan baik pemasakan ataupun saat pengeringan. Kadar Air Penerimaan konsumen terhadap sebuah produk khususnya makanan ditentukan juga oleh kandungan kadar air pada makanan tersebut. Hasil pengukuran kadar air dendeng kering oven yang diuji dalam keadaan mentah dengan penyimpanan selama 4 minggu berada pada kisaran 16,60% hingga 20,25%. Lama penyimpanan dendeng berpengaruh terhadap kadar air. Kadar air ini dipengaruhi proses pengeringan yang kurang optimal. Pengemasan yang dilakukan saat dendeng masih hangat sehingga terdapat uap air yang terkondensasi pada produk. Kadar air pada dendeng kering oven disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Kadar Air Dendeng Kering Oven selama Penyimpanan Lama Simpan (minggu)
Kadar Air (%)
0
16,60 ± 1,9951a
1
17,91 ± 2,4759b
2
19,49 ± 2,7152c
3
20,01 ± 2,3835c
4
20,25 ± 2,4031c
Keterangan : Huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05).
Suhu pengeringan juga berpengaruh terhadap jumlah kadar air produk karena berdasarkan Hadiwiyoto (1994) dendeng yang dikeringkan dengan matahari memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan oven. Suhu pengeringan yang digunakan hendaknya jangan terlalu tinggi, karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada pangan. Panas yang berlebihan saat pengeringan dapat menyebabkan case hardening, yaitu kondisi pada permukaan pangan menjadi keriput dan keras sedangkan air 33
terperangkap di dalamnya atau bagian dalam masih basah. Cara untuk mencegah case hardening ini dengan membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi (Winarno, 1997). Pengeringan dengan suhu yang lebih rendah memberikan kestabilan dalam pengeluaran air dari produk, namun membutuhkan waktu yang lebih lama. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1992) kadar air dendeng daging sapi maksimal 12% dan menurut Hadiwiyoto (1994) kadar air dendeng dengan pengeringan 70oC adalah 18,23%. Kadar air dendeng hasil penelitian tidak sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional. Suhu pengeringan yang digunakan saat penelitian adalah 69oC selama 5 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan dendeng mempengaruhi kadar airnya (P<0,05). Kadar air mengalami peningkatan selama penyimpanan hal ini dipengaruhi salah satunya proses pengeringan yang kurang optimal. Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh waktu dan suhu yang digunakan. Suhu yang lebih rendah dengan waktu pengeringan yang lebih lama akan menghasilkan dendeng dengan kadar air yang lebih stabil (Hadiwiyoto, 1994). Dendeng dikeringkan dengan suhu tinggi dan waktu yang relatif cepat sehingga masih banyak uap air yang terkandung di dalam dendeng. Winarno (1992) menjelaskan bahwa kadar air dalam bahan makanan menjadi salah satu penentu kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut. Kadar air pada minggu ketiga penyimpanan mengalami peningkatan. Kadar air yang semakin meningkat mampu meningkatkan reaksi hidrolisis dan aktivitas enzim. Kadar air mengalami peningkatan seiring dengan lama penyimpanan. Peningkatan kadar air disebabkan oleh terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan. Penyerapan uap air ini terjadi karena adanya permeabilitas pada kemasan dan luas permukaan dendeng untuk dapat menangkap uap air. Laju penyerapan air pada produk olahan daging dipengaruhi oleh kesetimbangan dengan kondisi lingkungan sehingga kadar air tersebut meningkat selama penyimpanan. Kadar air ini juga mempengaruhi proses oksidasi lemak. Ketaren (2008) menyatakan bahwa uap air pada jenis makanan berminyak akan mempercepat terjadinya proses perubahan minyak atau lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang kemudian menimbulkan ketengikan pada produk.
34
Lama penyimpanan dendeng selama 4 minggu mempengaruhi kadar airnya (P<0,05). Pengeringan selama pengolahan mempengaruhi kadar air dendeng yang didasari akibat perbedaan kandungan uap air antara udara dan dendeng yang dikeringkan. Muchtadi (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu udara semakin banyak uap air yang ditampung sebelum terjadi kejenuhan. Suhu ruang dan kelembaban mempengaruhi laju oksidasi selama penyimpanan dendeng. Suhu lingkungan pada saat penelitian menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2009) minimum 24oC dan maksimum 33oC. Kelembaban lingkungan pada bulan Oktober 2009 berkisar pada 70-74%. Pengaruh meningkatnya kadar air juga dipengaruhi kesetimbangan dengan lingkungan saat pengolahan sehingga terjadi perubahan jumlah kadar airnya selama penyimpanan. Kadar air akan mempengaruhi hidrolisis lemak selama pengolahan dan penyimpanan sehingga mempercepat proses oksidasi dengan menghasilkan senyawa peroksida. Kadar air meningkat mulai dari minggu pertama penyimpanan dan mulai minggu ketiga peningkatannya cenderung sedikit. Minggu ke-2 penyimpanan, saat kadar air meningkat juga terjadi penurunan bilangan asam hal ini dimungkinkan karena adanya pertumbuhan mikroorganisme. Kadar air juga mampu mempengaruhi kualitas mikrobiologis pada produk olahan daging. Setelah minggu ke-3 penyimpanan pada dendeng terlihat adanya kapang hal ini dipengaruhi oleh kadar air yang tinggi. Selain penerimaan konsumen kadar air juga mempengaruhi kesegaran dan daya tahan makanan karena mempengaruhi kualitas mikrobiologis (Winarno, 1992). Peningkatan kadar air pada dendeng kering oven selama penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut akan menggunakan sumber karbohidrat yang terkandung dalam dendeng sebagai energinya. Karbohidrat akan dipecah oleh mikroorganisme menjadi karbondiokasida, air dan energi. Air sebagai hasil pemecahan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan kenaikan kadar air pada dendeng tersebut. Lunggani (2007) menyatakan
bahwa
bakteri
asam
laktat
homofermentatif
maupun
heterofermentatif mampu memanfaatkan substrat yang tersedia dengan hasil akhir berupa energi, asam laktat, asam asetat karbondioksida dan air. Yanti et al. (2008)
35
menyatakan bahwa hasil metabolisme bakteri antara lain adalah air yang dapat meningkatkan kadar air daging. Tingginya total koloni pada daging maka semakin tinggi kadar airnya. Penelitian ini menggunakan metode penyimpanan pada kemasan tertutup, kedap udara, gelap pada suhu ruang. Winarno (1992) menyatakan ketengikan dapat dihambat dengan penyimpanan bahan pangan yang baik pada tempat dingin, gelap dan tertutup. Aktivitas Air Aktivitas air hasil penelitian pada awal penyimpanan adalah 0,71 dan setelah 5 minggu penyimpanan adalah 0,87 seperti yang disajikan pada Tabel 10 di bawah ini. Winarno (1984) menyatakan bahwa produk pangan yang memiliki aw 0,7 telah dianggap cukup baik dan tahan lama penyimpanan. Prinsip pengeringan yang dilakukan saat pengolahan adalah mengurangi aktivitas air bahan dan menurunkan kadar air bahan sehingga dendeng akan lebih awet. Suhu pengeringan yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas air. Menurut Purnomo (1996) aktivitas air dendeng dengan suhu pengeringan 35oC adalah 0,60 dan pengeringan pada suhu 70oC adalah 0,57. Aktivitas air dari hasil pengujian selama penelitian memungkinkan terjadi pertumbuhan mirkroorganisme. Tabel 10. Aktivitas Air Dendeng Kering Oven selama Penyimpanan Lama Simpan (minggu)
Aktivitas air
0
0,71
4
0,87
Menurut Nelson dan Labuza (1992) bahan pangan yang memiliki aktivitas air tinggi akan mengalami degradasi yang disebabkan kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami. Aktivitas air juga mempengaruhi reaksi enzimatis dan reaksi kimia dalam bahan pangan. Aktivitas air yang cukup dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme antara 0,7-0,8, namun kondisi ini tidak cukup toleran terhadap reaksi kimia seperti reaksi hidrolisis atau reaksi enzimatis yang mempengaruhi pembentukan senyawa peroksida (Ketaren, 2008).
36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyimpanan dendeng selama 4 minggu tidak menimbulkan kerusakan oksidatif secara nyata. Namun demikian dendeng tidak layak konsumsi mulai minggu ketiga akibat adanya pertumbuhan jamur yang disebabkan kadar air yang tinggi.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memperbaiki cara pengeringan sehingga didapatkan dendeng dengan kadar air yang sesuai dengan SNI. Penelitian laju oksidasi dilakukan dengan memperhatikan dan mengendalikan faktor-faktor luar yang berpangaruh terhadap nilai-nilai laju oksidasi tersebut, yaitu suhu dan RH ruang penyimpanan, pengemasan dan cara penyimpanan.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta hanya pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada penguji sidang Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. dan Hj. Ir. Komariah M.Si. serta kepada Ir. Dwi Joko Setiyono, M.Si. sebagai pembimbing akademik. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Bapak Wahyudi Sarwono dan Mama Suhartatik (Alm) serta Ibu Suti’ah atas ketulusan hati, kasih sayang dan pengorbanan baik materi, doa, motivasi dan perhatian yang tiada henti diberikan. Penulis juga berterima kasih kepada Pak Mashudi selaku laboran di laboratorium Ilmu Gizi. Penulis ucapkan terima kasih kepada Erven Hamida dan Eka Kurniawati sebagai teman seperjuangan atas semangat, kebersamaan, suka duka dan kerjasamanya selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih kepada pihak yang mendukung penulisan skripsi ini. Keluarga Ceria, fl42h, BEM KM IPB Gemilang 2009 dan semua staf terima kasih atas kebersamaanya yang telah memberi dukungan dan kenangannya. Temanteman IPTP 42 dan WH terimakasih atas motivasinya. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
38
DAFTAR PUSTAKA Akoh, C. C. 2006. Handbook of Functional Lipids. Taylor & Francis Group, LLC, Boca Raton. Alfawaz, M., J.S. Smith and I. J.Jeon. 1994. Mailard reaction products as antioxidants in precooked ground beef. Journal of Food Chemistry. 51:311 Apriyantono, A., D. Fardiaz., N. L. Puspitasari., Sedanmawati., dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Aragao, G. M. F., M. G. Corradini and M. Peleg. 2008. A Phenomenological model of the peroxide value’s rise and fall during lipid oxidation. Journal of American Oil Chemists Society. 85: 1143-1153. Association of Official Analytical Chemistry (AOAC). 1995. Offical Method of moisture in Meat. The Association of Analytical Chemists Inc., Arlington, Virginia, USA. Association of Official Analytical Chemistry (AOAC). 1997. Offical Method of Peroxide Value of Oils and Fats. The Association of Analytical Chemists Inc., Arlington, Virginia, USA. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2009. Data suhu udara JABODETABEK. Kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta. [http://iklim.bmg.go.id/prakiraanmusim.asp]. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2009. Data suhu kota Bogor. Kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bogor. [http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=1118&Itemid=148]. Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Lemak dan Minyak. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bailey, M. E. 1998. Mailard reactions and meat flavour development. Dalam : F. Shahidi (Ed). Flavour of Meat Product and Seafood.2nd Ed. Blackie Academic and Profesional, New York. Balentine, C.W., P.G. Crandall., C.A.O’Bryan., D.Q. Duong and F.W. Pohlman. 2006. The pre-and post-grinding application of rosemary and its effects on lipid oxidation and color during storage of ground beef. Journal of Meat Sci. 73:413-421. Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jakarta. Campo, M. M., G. R. Nute., S.I. Hughes., Enser., J.D. Wood and R.I. Richardson. 2005. Flavour perception of oxidation in beef. Journal of Meat Sci. 72: 303-311. 39
Choe, E and D.B Min. 2007. Chemistry of deep-fat frying oils. Jounal of Food Science. 72 : 77-88. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengering rumah tangga. Buletin Peternakan. 18: 119-126. Haryanto, E. 2000. Dendeng Giling. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.[www.aagos.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Dendeng% 201.pdf]. Johnston, J.E., H.A. Sepe., C.L. Miano., R.g. Brannan and A.L. Alderton. 2005. Honey inhibits lipid oxidation in ready-to-eat ground beef patties. Journal of Meat Science. 70: 627-631. John M.de Man. 1999. Principles of Food Chemistry (3rd), Kluwer Academic, New York. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Kuo, C.C and C. Y. Chu. 2002. Quality characteristics of Chinese sausages made from PSE pork. Journal of Meat Science. 64 : 441-449. Lee, S., E.A. Decker., C. Faustman and R.A. Mancini. 2005. The effects of antioxidant combinations on color and lipid oxidation in n-3 oil fortified ground beef patties. Journal of Meat Science. 70: 683-689. Legowo, A.M., Soepardie., R. Miranda., I. S.N. Anisa dan Y. Rohadiyah. 2002. Pengaruh perendaman daging pra curing dalam jus daun sirih terhadap ketengikan dan sifat organoleptik dendeng sapi selama penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13: 64-69. Lopez, J.F., N. Zhi., L. A. Carbonell., J.A. P. Alvarez and V. Kuri. 2005. Antioxidant and antibacterial activities of natural extracts: application in beef meatballs. Journal of Meat Science. 69: 371-380. Lunggani, A. T. 2007. Kemampuan bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan dan produksi alfatoksin B2 Aspergillus flavus. Journal of Meat Science. 64: 441-449. Muchtadi, T.R dan Sugiyono.1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nelson, K. A., and T. P. Labuza. 1992. Relationship between water and lipid oxidation rates Dalam A. J. St.Angelo (Edit). Lipid Oxidation in Food. American Chemical Society, Washington. Nuraini, H. 1996. Pengaruh sendawa (Kalium Nitrat) dan asam askorbat terhadap residu nitrit dan pembentukan N-Nitrosamin pada dendeng.
40
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1995. Bawang Putih Dataran Rendah. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Parwata, I. M. O. A dan P. F. S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia. 2(2):100-104. Pandisurya, C. 1983. Pengaruh jenis barang dan penambahan tepung terhadap mutu bakso. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purnomo, H. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang. Rossell, J. B. 1983. Measurement of rancidity. Dalam J.C. Allen dan R. J. Hamilton (Edit). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London and New York. Saghir, S., K. H. Wagner., and I. Elmadfa. 2005. Lipid oxidation of beef fillets during braising with different cooking oils. Journal of Meat Science. 71: 440-445. Serensen, G and S. S. Jergensen. 1995. A critical examination of some experimental variables in the 2-thiobarbituric acid (TBA) test for lipid oxidation in meat products. Journal of Z Lebensm Unters Forsch. 202:205-210. Simpen, I. N. 2008. Isolasi cashew nut shell liquid dari kulit biji jambu mente (Anacardium occidentale L) dan kajian beberapa sifat fisikokimianya. Jurnal Kimia. 2(2):71-76. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Steel, R.G.D. dan J.H Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemah: B. Soemantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suyasa, I. W. B. 2006. Isolasi bakteri pendegradasi minyak/lemak dari beberapa sedimen perairan tercemar dan bak penampung limbah. Jurnal Kimia. [ejournal.unud.ac.id/abstract/s.pdf]. Syarief, R dan H Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Makanan. Arcan Press, Jakarta. Tarlagdis, B.G.B.M., Watts, M.T. Younathan and L.R. Duggan. 1960. A. destilation method for the quantitative determination of malonaldhyde in rancid foods. Journal of American Oil Chemists Society. 37:44-48. Trilaksani, W. 2003. Jenis, sumber, mekanisme kerja antioksidan dan peeran terhadap kesehatan. Term Paper Introductory Science Philosophy (PPS702). Istitut Pertanian Bogor, Bogor. 41
Ulu, H. 2004. Evaluation of three 2-thiobarbituric acid methods for the measurement of lipid oxidation in various meat and meat products. Journal of Meat Science. 67 :683-687. Valencia, I., D. Ansorena and I. Astiasaran. Stability of linseed oil and antioxidants containing dry fermented sausages: A study of the lipid during different storage conditions. Journal of Meat Science. 73: 269-277. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wong, C. G. 1989. Food Chemistry and Mechanisms. Marcel Dekker, New York. Yanti, H., Hidayati., dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE dan plastik PP di pasar Arengka kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 5(1) :22-27.
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Analisis Ragam Bilangan Asam Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji pada Keadaan Mentah. Sumber Keragaman Perlakuan Kelompok
db
JK
KT
F Hit
P
4 3
0,33 0,11
0,08 0,05
4 2,5
0,1488
Error 8 0,13 Total 14 0,57 Keterangan : P>0,05 = Tidak Nyata
0,02
Lampiran 2. Analisis Ragam Bilangan Peroksida Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji pada Keadaan Mentah. Sumber Keragaman Perlakuan
db
JK
KT
F Hit
P
4
9,23
2,31
1,02
0,1769
Kelompok
2
0,65
0,33
0,15
Error 8 18,12 Total 14 8,24 Keterangan : P>0,05 = Tidak Nyata
2,27
Lampiran 3. Analisis Ragam Bilangan TBA Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji pada Keadaan Mentah. Lama Penyimpanan Perlakuan
db
JK
KT
F Hit
P
4
0,32
0,08
1
0,4831
Kelompok
2
1,44
0,72
9
Error 8 0,63 Total 14 2,39 Keterangan : P>0,05 = Tidak Nyata
0,08
44
Lampiran 4. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji pada Keadaan Mentah. Sumber Keragaman Perlakuan Kelompok
db
JK
KT
F Hit
P
4 2
29,05 51,92
7,26 25,96
90,75 324,5
0,00
Error 8 0,67 Total 14 81,64 Keterangan : P<0,05 = Nyata
0,08
Lampiran 5. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Kadar Air Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji pada Keadaan Mentah. Lama Penyimpanan (Minggu) 0
Rataan
Group Kesamaan
16,60 ± 1,9951
a
1
17,91 ± 2,4759
b
2 3 4
19,49 ± 2,7152 20,01 ± 2,3835 20,25 ± 2,4031
c c c
Keterangan : Huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05).
45
46