4
~
H. 00.!28/oa..ss~0~ ::. c
6! - s-~~
O.J.E!
wIJ' ~
STUDITENTANG BIAYA PENYELENGGARA AN PELAY ANAN KESEHA TAN KASUS : PUSKESMAS PEMBINA JATINEGARA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan Dan Keb.ijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMJ UNIVERSITAS INDONESIA
2002
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Tesis :
Studi Tentang Biaya Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan (Kasus: Puskesmas Pembina Jatinegara)
Tesis ini telah disetujui dan dipertahankan pada Sidang Tim Penguji Program Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Menyetujui :
~ --~
( RH. Achmadi, SE, MSoc.Sc )
Mengetahui :
"" ~~rencanaan Dan Kebijakan Publik Program Studi)Aagister Fakriltas Ekonom'i Uni ersitas Indonesia ; , Ketiia, ~
\
~
~
.
I
<
~ 0
'
I ~. (Dr. RobertA Simanjuntak)
-
ii
ABSTRAK
MAGISTER PERENCANAAN !JAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI Tesis, April 2002
Janti Wijayatl Studi Tentang Biaya Pcnyclenggaraan Pelayanan Kcsehatan Kasus : Puskesmas Pembina Jatinegara xv + 102 halaman, 5 tabel, 3 gam bar, 15 lampiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyelenggaraan pelayanan keschatan d1 Puskesmas Pembina Jatinegara. Secara khusus hal-hal yang diidentit1kasi adalah struktur dan alokasl biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, besamya biaya satuan, dan tingkat kemampuan pembiayaan Puskesmas, serta gambaran mengenai kinetja (etlsiensi) pusat biaya produksi (yang menjadi penyelenggara pelayanan klinik dalam gedung) di Puskesmas Pembina Jatinegara sebagai bahan masukan untuk pengambil keputusan dalam mengembangkan Puskesmas Swadana. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan des"-Tiptif analitik. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi kesiapan Puskesmas sehubungan dengan dilakukannya analisa biaya, disamping itu dilakukan pula survey sampel selama 2 minggu (Oktober 200 1) untuk mendapatkan rata-rata waktu pelayanan pasien di klinik sebagai dasar bagi penghitungan kapasitas output Puskesmas. Data biaya menggunakan data historis dari penge1uaran selama Januari - Juni
2001. Ana lisa biaya yang d1lakukan disesuaikan dengan
kondisi Puskesmas Pembina Jatinegara, terutama dalam hal ketersediaan informasi yang dibutuhkan. Distribusi biaya dari pusat biaya penunjang ke pusat biay3 produksi menggunakan
step down method. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kondisi sistem pencatatan di Puskesmas belum dipersiapkan untuk dilakukan analisa biaya. Struktur biaya menunjukkan, bahwa tJ4,56% total biaya digunakan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, dan dari jumlah tersebut biaya tenaga menyerap 71,tJO% (terdiri dari gaji : 61,90% dan insentit': W%) serta biaya obat dan
ill
pusat-pusat biaya. Alokasi biaya menggambarkan, bahwa pusat biaya penunjang memperoleh a1okasi 3~,24%, kelompok k1inik pe1ayanan kesehatan dasar mempero1eh 30,44%, ke1ompok k1inik petayanan kesehatan semi spesiatis/spesia1is memperoleh 7 ,MM%, ke1ompok penunjang diagnostik mem~ro1eh M,07%, dan rumah bersalin 1M,36%. bidapatkan biaya satuan tanpa investasi untuk kelompok klinik pelayanan dasar antara Rp 6.536,00- Rp 29.199,00 per output; untuk klinik pelayanan semi spesialis/spesialis antara Rp 10.031 ,00 - Rp M4.663,00 per output; pelayanan penunjang diagnostik Rp 30.M95,00- Rp 32.7M7,00 per output; serta RB sebesar Rp 247.1 M1,00 per output per hari. Komponen biaya yang dominan dalam membentuk biaya satuan
ini pada umumnya adalah biaya tenaga (temtama gaji). Tingkat kemampuan pembiayaan Puskesmas terhadap total biaya pelayanan sebesar 1M,31 %; dan apabila biaya investasi tidak diperhitungkan maka biaya operasional dan pemeliharaan yang dapat dibiayai adalah 19,36%. Kinerja pusat biaya produksi berdasarkan pencapaian output dibandingkan kapasitasnya menunjukkan, bahwa hanya BPU, BPG, klinik 24 jam, klinik kulitlkelamin dan klinik pam yang cukup efisien, sedangkan pusat biaya tainnya cendemng masih belum et1sien. IJengan hasil tersebut, maka saran yang dapat diajukan untuk Puskesmas adalah : Puskesmas hams mulai memperbaiki sistem pencatatan yang ada untuk mendukung proses anatisa biaya; mempertahankan selumh klinik pelayanan kesehatan dasar, RB, dan pelayanan penunjang diagnostik walaupun ada yang belum efisien; meninjau kembali keberadaan klinik pelayanan semi spesiatis/spesialis yang belum cfisien; dan apabila Puskcsmas masih merasa pcrlu mempertahankan ktinik yang belum et1sien, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan et1siensi adalah meningkatkan utilitas atau memantbatkan sumberdaya yang telah ada, salah satunya dengan melakukan share tenaga dengan t'asilitas kesehatan pemerintah lainnya, dalam rangka kesinambungan penyelenggaraan swadana. Saran yang dapat diajukan untuk Oinas Kesehatan adalah : agar menyiapkan suatu sistem int'ormasi yang re/iahle di Puskesmas khususnya dan fasilitas kesehatan pemerintah umumnya untuk mendukung analisa biaya; menyiapkan standar pelayanan yang lengkap agar dapat dilakukan penghitungan biaya normatif; meninjau kembali kebijakan tentang Puskesmas Pembina; serta mengoptimalkan sistem rujukan yang ada.
Daftar Pustaka: 52 (19M1-2001)
iv
Untuk scmuanya yang aku kasihi Orang tuaku, Saudara-saudaraku, Keluargaku : .I Punvanto dan Fajrin Prame.fi>tiningrum
v
KATAPENGANTAR
Puji syukur yang dalam penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sebab hanya atas rahmat dan karunia-Nyalah tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang beijudul "Studi tentang Biaya Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan (Kasus : Puskesmas Pembina Jatinegara)" ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universit:as Indonesia. Pada kescmpatan yang berharga ini pcnulis mcnyampaikan tcrima kasih yang tak Lcrhingga kepada:
1. Bapak RH Achmadi, SE, MSoc.Sc. selaku pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun tesis 2.
Overseas Training Office- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( OTO-Bappenas)
RI, yang Lelah memberikan dukungan finansial sehingga penulis dapat mengikuti jenjang pendidikan magister
3. Dr. Robert A. Simanjuntak, selaku Ketua Program Studi Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, yang Lelah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi pada program yang beliau pimpin 4.
Seluruh staf pengajar Program Studi Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama pcnulis mengikuti pendidikan
5. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti jenjang pendidikan magister 6. Ibu dr. Hj. Sjofui Idris dan Ibu dr. Hj. Ruhul Allah, MKM, yang Lelah memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan magister
7. Ibu dr. Ristiyani selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Jatinegara, yang Lelah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Puskesmas Jatinegara
vi
8.
Bap&k Chaidir AP, S.Sos dan seluruh informan di Puskesmas Kecamalan Jalinegara, yang Lelah memberikan informasi di lapangan sehubungan dengan lopik yang penulis kaji
9.
Seluruh star sekretariat Program Studi Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik
10. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 1999 dan kawan-kawan sebimbingan : Pak Wayan, Pak Safrudin, Pak Amir, yang senantiasa memberikan masukan da1am penulisan tesis 11. S.uami, anak, orang tua serta saudara, yang tak bisa penulis balas alas segala doa, pengorbanan, dorongan dan dukungan yang selalu diberikan 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per salu yang Lelah memberikan bantuan dan dukungannya. Penulis menyadari, bahwa tesis ini juga memiliki keterbalasan-keterbatasan, oleh karena ilu segala saran dan kritik membangun akan penulis terima dengan senang hati, demi kesempumaan
penelili~,m
serupa di masa yang akan dalang. Walaupun demikian, penulis
berharap lesis ini dapal bermanfaal unluk menambah wacana mengenai kebijakan publik, khususnya yang menyangkut ekonomi kesehalan.
Jakarta,
Juni 2002
Penulis, Janti Wijayati
Vll
DAFfAR lSI
Halaman
Kala Penganlar Dafiar lsi
0
0
0
0
0
Dafiat Ga.nbat
0
0
0
0
0
0
0 0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
Dafia.o La.npira.1 Dafia.o Si.ngkata.:t
BAB II
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0 0
0
0
\'1
00 0
\'111
OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOoOOOoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooOooOooooooooooooo
Dafiar Tabel
BABI
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
00 0
0
00 0
00 0
00 0
0
00 0
00 0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
00 0
0 0
0
0
0
0
0
0
Oo 0
0 0
0
0
0
00 0
.. 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
0
0
X
0 0
0
.\.1 00
00 00 0
00 0
000 0
000 0
00 0
00 0
Oo 0
0
000 000 0
00 oooo 00 0
0
000 00 0
0
000 00 0
000 0
00 0
00 0
0
00 0
00 0
0
00 0
00 0
00 0
0
0
0
0
00
0
0
000 00 0
00 0
0
00 0
00 0
xu
0
.\.111
oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooOoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
PENDAHlJI..UA.!"'J ...................................................................................... 1.1
Lalat Belakang Masalah
1.20
Penounusa.n fvlasalah
1.30
Perta.:tyaa.n Penelitia.n
1.40
Tuju&l Penelitia..n
1.50
Lingkup PeHelitiatl
1.60
Metodologi Penelitia.n
1.70
Mat:tfaat Penelitiatl
1.80
Kerangka Berpikir
0
00 0
0
-..
00 0
00 0
0
00 0
0
0
0
0
0 0
00 0
0
000 ooo ooo 0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
ooo 0000 00000 00000 00000 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0 0
0 0
0
0
0 0
0
0
0
0
000 00 00000 00 0
0
0
00 0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
00 00 00 0
0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
Oo 0
0
00 0
00 0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
00 0
0
00 0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
Oo 0
0
0
0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
00 0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
00 0
Oo 0
0
0
0
Oo 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0 0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
00 0
0
0
00 0
00 0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0 0
0
0
00 0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
00 0
6
0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Konsep Analisa Biaya
2.20
La.:tgkah La.ngka.h Analisa Biaya
2.30
Metoda D.isl..ribusi B.iaya
2.40
Pusat B.ia.ya
2.50
Komponen Komponen B.iaya
0000000000 000 0
20501. B.iaya Investas.i
0
00 0
00 0
00 0
0
00 ooo 0
0
00 0
00 0
00 00 000 00
000000 00 ooo 000 0
0
0
0
00 0
00 0
00
00 0
0
0
0
0
000 0
0
Oo
00
0
0
0
00
0
00 0
0
0
0
00 0
0
0
00
0
0
0
0
0
0
0
00 0
0
00 0
00 0
0
00
00
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
00 ooooo 00 0
0
000 00 0
00 0
0000 00 0
000 000000 000 0
0
Oo 0
00 00 00 0
000000 0
00 0
00 0
00 0
00 0
0
00 0
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
0
00 0
00 0
oo 0
00 0
0
Oo 0
000 0
00 0
00
000 0
0
0
00 0
00 0
00 0
00 0
0
0
00 0
00
00 0
ooooooooooooooooooooooooooo
205020
Biaya
2.5030
Biaya Pemeliharaan Datl Biaya Utilities
2060
Alokasi Biaya
20601.
Alokasi Biaya Pada Pusal Pusal Biaya
206020
Dislribusi Biaya Dari Unit Penunjang Ke Unit Ptoduksi
2070
Pengukuratl Kinetja
Operasionalooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
0
00 0
00 0
0
00000 0
0
Vlll
Oo 0
00 0
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
0000 000 000 000 0
00 0
0
00
0
00 0
Oo 0
0
00 0
00 0
0
00 0
ooooooooo
0
00
0
0
0
0
oooooo
00 0
0
00
6
7
9 9
0
00 0
6
8
0
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ .
201.
5
5
00 00 00 000 00 00
oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
0
.)
12 15 16 18 19
22 25 26 27 33 34
BAB III
BAB IV
BAB V
2.8.
Pengendalian Biaya ........................................................................
35
2.9.
Konsep Pusal Kesehal.all Masyarakal (Puskesmas) ........................
38
HASIL PENGAMATAN DAN APLIKASI METODA ..........................
40
3.I.
Hasil Pengamalail ... ...... .... ... ..... .. ..... .. ... .... ... .... ... ... ....... .... ....... ... ... .
40
3.1.1.
Gambaran Umwn Kecamalan Jalinegara .......................................
40
3.1.2.
Gambaran Umwn Puskesmas Kecamalan Jalinegara ...... .......... .....
40
3.1.3.
Pengelolaan Keuangan Puskesmas Swadana .................................
42
3.1.4.
ProdukPuskesmas..........................................................................
43
3.1.5.
SumberDana ..................................................................................
44
3.1.6.
KarakLerislik Biaya Inpul Inpul ............... .......................................
45
3.2.
Penerapan Meloda Analisa Biaya ...................................................
51
3.2.1.
Perioda Penelilian ...........................................................................
51
3.2.2.
Pusal Biaya .....................................................................................
51
3.2.3.
Dislribusi Biaya .................................. ............................................
55
3.2.5.
Penghilungan Biaya Saluan Pelayanan Dan Kinerja Puskesmas ...
62
HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN ....•...................
64
4.1.
KeLerbaLasan Dalam Penelilian ...................... .............. ................ ...
64
4.2.
Pembahasan Hasil Penelilian ..........................................................
66
4.2.1.
Slruklur Biaya Asli Puskesmas ...... ...... ........ ................ ........ .... .. .....
66
4.2.2.
Alokasi Biaya Pada Pusal Pusal Biaya ...........................................
69
4.2.3.
Biaya SaLuan Pada Pusal Biaya ......................................................
76
4.2.4.
Jam Kerja akwal vs Jam Kerja Normalif ................ .............. ..........
89
4.2.5.
Pembiayaan Puskesmas .............................................................. ....
92
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
· 94
5.1.
Kesimpulan .. ..... .. .... ... ... .... ... ... .... .... ... .... ... ... .... ... ... .... ... ... .... ... .. ... .. .
94
5.2.
Saran...............................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
ix
DAFTARTABEL Halaman
3.1.
Hubungan Fungsional AnLara PusaL Biaya Penunjang Dan Pusat Biaya Produksi .................................................................................... .
3.2.
Dasar Alokasi Pada DisLribusi Komponen Biaya Ke Pusat Pusat Biaya ......................................................................................... .
3.3.
62
SLruklur Biaya Asli Puskesmas Pembina Jalinegara, Januari-Juni 200 1 ......................................................................................... .
4.2.
60
Dasar Alokasi Pada DisLribusi PusaL Biaya Penunjang Ke Pusat Biaya Produksi .................................................................................... .
4.1.
54
67
Biaya Gaji Menurul Jam Kerja NormalifDan Aklual Puskesmas Pembina Jalinegara .................................................................... .
X
90
DAfiTAR GAMBAR
Halaman
4.1.
Struktur Biaya Asli Pusat Biaya Produksi, Pusat Biaya Penunjang Dan Total Biaya Puskesmas Pembina Jatinegara, Januari-Juni 2001 ................................................................................... .
4.2.
Alokasi Biaya Ke Pusat Pusat Biaya Puskesmas Pembina Jatinegara, Januari-Juni 200 I ...............................................
4.3.
66
0
......
o ..
0
0
....................
0
..
0
70
0
Biaya Satuan (Rupiah/output) Pada Pusat Pusat biaya Puskesmas Pembina Jatinegara, Januari-Juni 2002 ...............................
xi
0
77
DAFT AR LAMPTRAN
Lampi ran
Pengelompokan Puskesmas Di DKT Jakarta
lamp iran
2
Organogram Puskesmas Jatinegara
Lampi ran
3
Jenis Jenis Pelayanan
Lampiran
4
Prosedur Pelayanan
Lampiran
5
Perbandingan Antara Keadaan Yang Seharusnya Dan Keadaan Di Puskesmas Pembina Jatinegara
Lampi ran
6
Output Puskesmas Jatinegara, Januari-Juni 200 I
Lampi ran
7
Distribusi Biaya Ke Pusat Pusat Biaya
Lampiran
8
Struktur Biaya Asli Puskesmas Pembina Jatinegara
Lampi ran
9
Struktur Biaya Asli Pusat Pusat Biaya
Lampi ran
10
Alokasi Biaya Ke Pusat Pusat Biaya
Lamp iran
11
Alokasi Komponen Biaya Pada Pusat Pusat Biaya
Lampi ran
12
Step-Down Process (biaya total)
Lampi ran
13
Step-Down Process (tanpa biaya investasi)
Lampi ran
14
Step-Down Process (tanpa biaya investasi dan gaji)
Lampiran
15
Biaya Satuan Pusat Biaya
lamp iran
16
Perbandingan Biaya Satuan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Jatinegara Dengan Hasil Penelitian Di Puskesmas Lainnya
Xll
DAFfAR SINGKATAN
Singkatan
Kepanjangan
AIC
Annualized Investment Cost
Alkes
Alat kesehatan
ALOS
Average Length of Stay
APBD APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Askes
Asuransi kesehatan
ATK
Alat Tulis Kantor
Balita
Bawah lima tahun
BBM
Bahan Bakar Minyak
BBWI
Bagian Barat Waktu Indonesia
BiayaO&P
Biaya Operasional dan Pemeliharaan
Binkesga
Pembinaan Kesehatan Keluarga
BOR
Bed Occupancy Rate
BP4 Paru
Balai Pencegahan, Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru
BPG
Balai Pengobatan Gigi
BPOM
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
BPU
Balai Pengobatan Umum
CR
Consumer Relation
Dati I
Daerah Tingkat I
Dati ll
Daerah Tingkat H
Depkes
Departemen Kesehatan
Ditjen
Direktorat Jendral
DKI
Daerah Khusus Ibukota
DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DRK
Daft:ar Rencana Kegiatan
DUKM
Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
EKG
Elektro Kardio Gram
ER
Employment Relation
GKM
Gugus Kendali Mutu
IHK
Indeks Harga Konsumen Xlll
nc
Initialized Investment Cost
Jnpres
Jnstruksi Presiden
Jamsostek
Jaminan Sosial Tenaga KeTja
JPKM
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
JPSBK
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan
KB
Keluarga Berencana
Keppres
Keputusan Presiden
Kesling
Kesehatan lingkungan
KJA
Kesehatan Tbu dan Anak
KLB
Kejadian Luar Biasa
LP-LPO
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Mendagri
Menteri Dalam Negeri
(m2)
Meter persegi
MTBS
Metoda Terapi Balita Sakit
PAD
Pendapatan Asli Daerah
P3A
Panitia Perencanaan dan Pengendalian Anggaran
P.BM
Puskesmas Bali Mester
P.BCl
Puskesmas Bidara Cina 1
P.BC2
Puskesmas Bidara Cina 2
P.BC3
Puskesmas Bidara Cina 3
P.CBSl
Puskesmas Cipinang Besar Selatan 1
P.CBS2
Puskesmas Cipinang Besar Selatan 2
P.CBU
Puskesmas Cipinang Besar Utara
P.CC
Puskesmas Cipinang Cempedak
P.CM
Puskesmas Cipinang Muara
Pemda
Pemerintah Daerah
PKM
Penyuluhan Kesehatan
P.KM
Puskesmas Kampung Melayu
P2P
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat
Puslitbang
Pusat Penelitian dan Pengembangan
PNS
Pegawai Negeri sipil
P.RB
Puskesmas Rawa Bunga
P3UD
Panitia Pengadaan dan Pengendalian Unit Daerah
xiv
QA
Quality Assurance
RB
Rumah Bersalin
Ro
Rontgen
RS
Rumah Sakit
RT
Rukun Tetangga
RW
RukunWarga
RVU
Relative Value Unit
Satker
Satuan Ketja
SK
Surat Keputusan
SLTP
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SPP
Surat Permintaan Pembayaran
Sudinkes
Suku Dinas Kesehatan
T.A.L
Telepon Air Listrik
TBC
Tuberculosis
TU
Tata Usaha
UGD
Unit Gawat Darurat
UKGS
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
UKS
Usaha Kesehatan Sekolah
UNICEF
United Nation Children
Ur. Kepeg.
Urusan Kepegawaian
Ur.RT
Urusan Rumah Tangga
USG
Ultra Sono Grafi
WHO
Wordl Health Organization
Yanke I
Pelayanan Keluarga
Yankessar
Pelayanan Kesehatan Dasar
Yanmas
Pelayanan Masyarakat
Yanmed
Pelayanan Medis
XV
BABI PENDAHULUAN
Salah satu tugas pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Tugas ini merupakan prinsip desentralisasi, dimana sebagian tanggung jawab dan atau wewenang pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah. Tujuan utama yang hendak dicapai
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
penyelenggaraan urusan yang lebih baik. Demikian halnya dengan Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan, mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan menjadi motor pembangunan kesehatan di daerah kerjanya. Kendala yang sering dihadapi Puskesmas adalah masalah pembiayaan, karena berdasarkan Keppres no.29 tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN - yang menyebutka!l bahwa "penerimaan departemen/lembaga adalah penerimaan anggaran, oleh karena itu tidak dapat digunakan secara langsung untuk pengeluaran, akan tetapi harus disetor sepenuhnya kepada kas negara" - maka Puskesmas membutuhkan waktu untuk mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk membiayai aktivitasnya. Padahal pelayanan kesehatan seringkali bersifat mendesak dan selalu menuntut kesiapan, baik tenaga maupun sarana yang setiap saat dibutuhkan. Apabila tenaga dan sarana yang dibutuhkan tidak segera tersedia, maka hal tersebut
akan
menyebabkan
pelayanan
yang
seadanya,
yang
pada
akhimya
akan
mengecewakan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, melalui Keppres no.30 tahun 1991, Pemerintah telah menetapkan kebijakan tentang Unit Swadana Dan Tata Cara Pcngelolaan Kcuangannya. Dcngan status sebagai unit swadana maka sebuah departemen/lcmbaga pemerintah mcmpunyai wewcnang untuk mengelola penerimaan fungsionalnya secara langsung. Kebijakan tersebut ditetapkan dalam rangka peningkatan dan kelancaran pelaksanaan tugas serta fungsi satuan kerja instansi Pemerintah dalam melayani kepentingan masyarakat dan atau instansi Pemerintah lainnya. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini juga disemangati dengan tulisan Osborn dan Gaebler (Reinventing Govem1ent, 1995) yang mengemukakan isu tentang transformasi kewirausahaan dalam sektor publik. Sejak tanggal 1 April 1999, lima buah Puskesmas di DKI Jakarta telah ditetapkan menjadi Unit Swadana Daerah. Tujuan pokok dari penyelenggaraan Puskesmas Swadana adalah untuk
2
meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan melalui pembiayaan fungsional, meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dan
profesionalisme staf serta
meningkatkan manajemen Puskesmas termasuk keuangan. Diharapkan Puskesmas swadana juga dapat membiayai kegiatan operasionalnya melalui penggalian potensi pembiayaan masyarakat. Penetapan unit swadana sangat tepat dan sejalan dengan era otonomi daerah sekarang ini yang mengacu pada Undang Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang No.25 tahun 1999 ten tang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat ·.Dan Daerah, dimana pembiayaan kesehatan sangat bergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan concern pemerintah daerah terhadap bidang kesehatan. Status swadana memberikan otonomi penuh bagi Puskesmas untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dan bukannya tidak mungkin pada akhimya Puskesmas mempunyai kemandirian dalam pembiayaan, paling tidak pembiayaan operasionalnya, sehingga tidak selalu tergantung pada subsidi dari pemerintah .. Masalah yang muncul dalam upaya kemandirian Puskesmas adalah kebijakan tarif yang tidak rasional lagi, karena dirasa tcrlalu kecil hila dibandingkan dengan biaya pcnyelenggaraan pelayanan kesehatan selama ini. Tarif ini dirasakan sudah tidak sesuai lagi, terutama untuk Puskesmas swadana yang dituntut untuk dapat menanggapi preferensi masyarakat di wilayah kerjanya. Menanggapi hal tersebut maka dirasakan perlu untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan tarifbagi Puskesmas swadana. Dalam bidang kesehatan penetapan tarif harus dilakukan secara hati-hati, mengingat pelayanan kesehatan sangat kental dengan aspek kemanusiaan, karena seringkali menyangkut pelayanan kepada orang sakit yang tidak sedikit dari golongan masyarakat ekonomi lemah, seperti yang diutarakan oleh Gani ( 1997):
" ... pelayanan kesehatan sudah sejak lama dikenal sebagai komoditas sosial. Oleh karena itu tarif yang dibebankan kepada pasien selalu dilakukan secara hati-hati dan llllllllllll)'a diikuti dengan pertimbangan kemanusiaan, tujuannya tidak lain adalah agar semua orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan mampu menjangkau secm·a jinansial .... Masalah pokok dalam penentuan tarif adalah tersedianya informasi tentang berapa sebetulnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah per satu satuan pelayanan... Informasi ini sangat diperlukan untuk para pengambil keputusan, khususnya para anggota DPRD dan pemerintah daerah setempat ". Tarif yang didasarkan oleh informasi biaya satuan saja tidaklah adil, tanpa mengetahui apakah proses penyediaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas· sudah efisien. Karena
3
bukannya tidak mungkin bahwa selama ini alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan sudah cukup besar, hanya pemanfaatann ya yang belum efisien. Inefisiensi ini sudah menjadi masalah klasik sejak belum ditetapkannya Puskesmas Swadana, seperti basil studi Puspita (2000) dimana salah satu informan mengatakan, bahwa kelemahan dari proses perencanaan sebelum menjadi Puskesmas Swadana antara lain : tidak sesuai dengan kebutuhan Puskesmas; tidak ada penghitungan unit cost secara detil;
tidak terlalu
memperhatikan efisiensi, tetapi keseragaman antar Puskesmas; dan kegiatan bersifat sentralistik. Dalam pelayanan kesehatan, semua pihak - baik konsumen maupun provider - mempunyai kewajiban. Konsumen punya kewajiban membayar sesuai tarif. Sedangkan provider juga berkewajiban menyediakan pelayanan yang sebaik-baiknya, dimana proses penyediaan pelayanan tersebut juga harus efisien, agar beban tarif yang dipikul konsumen sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Apalagi dalam era reformasi ini seluruh jajaran pemerintahan termasuk Puskesmas - harus mempunyai akuntabilitas publik dalam menjalankan tugas dan urusannya. Jadi apabila akan dilakukan penyesuaian tarif (yang seringkali berarti tarif meningkat), maka informasi yang pertama diperlukan adalah apakah biaya penyediaan pelayanan kesehatan selama ini sudah efisien. Tentu saja melakukan kegiatan layanan dengan biaya efisien bukan berarti mengganggu efektivitas serta kualitas layanannya. Sehubungan dengan masalah penyesuaian tarif yang memerlukan informasi biaya satuan dan mengetahui gambaran kinerja Puskesmas, maka isu pokok yang muncul adalah bagaimana melakukan
prose~
analisa biaya Puskesmas. Hasil dari analisa biaya ini penting sebagai bahan
pertimbangan bagi para pengambil keputusan yang harus berhati-hati dalam menetapkan suatu kebijakan. Sebagaimana yang ditulis oleh Webster, A Merriam dalam Webster's New Collegiate Dictionary ( 1981 ), bahwa :policy diartikankan sebagai :
1. a: prudence or wisdom in the management of affairs: SAGACITY b: management or procedure based primarily on material interest 2.. a : a definite course or methode of action selected from among alternatives and .. ".. 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu Puskesmas yang ditetapkan sebagai unit swadana daerah adalah Puskesmas Pembina Jatinegara (pengelompok an Puskesmas di DKI Jakarta disajikan pada lampiran I). Sebagai Puskesmas Pembina yang ditingkatkan menjadi swadana berarti Puskesmas Pembina Jatinegara
4
JUga mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri dan wewenang untuk mengelola pendapatan fungsionalnya sendiri, sekaligus juga berkewajiban menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas dengan pelayanan Puskesmas Pembina Jatinegara maka mereka akan enggan untuk mengunjungi Puskesmas, yang berakibat akan menurunkan utilitas dan pendapatan Puskesmas, yang akhimya berpengaruh terhadap kelangsungan penyelenggaraan swadana di Puskesmas Pembina Jatinegara. Kelangsungan pcnyclcnggaraan swadana tidak hanya tcrgantung pada tarif dan utilitas masyarakat terhadap Puskesmas, tetapi yang terutama justru tergantung pada Puskcsmas itu sendiri, yaitu dalam hal bagaimana Puskesmas dikelola dan proses pcnyclcnggaraan pelayanaan kesehatannya. Apabila Puskesmas tidak pandai memanfaatkan sumbcr-sumber pembiayaannya, maka biaya penyelenggaraan pclayanan kcsehatan akan mcningkat, dan sccara kumulatif akan berpengaruh terhadap kelangsungan swadana. Selain tentang biaya penyelenggaraan, informasi penting yang dibutuhkan oleh Puskesmas Jatinegara adalah bagaimana performance unit-unit dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Yang menarik pada Puskesmas Pembina adalah adanya beban ganda dalam al'okasi anggaran, karena selain harus menyediakan pelayanan kesehatan dasar (karena masih prevalens-nya penyakit-penyakit infeksi), Puskesmas Pembina juga harus menyediakan
pelayanan semi spesialis/spesialis untuk mengatasi masih belum optimalnya sistem rujukan. Bagi Puskesmas Pembina, analisa biaya bukanlah hal yang sederhana, karena banyaknya jenis pelayanan kesehatan yang disediakan, mulai dari pelayanan klinik dasar, semi spesialis/ spesialis sampai pelayanan penunjang diagnosa. Disamping itu sistem pelayanan Puskesmas adalah sistem pelayanan tcrpadu, di mana pelayanan pengobatan, penccgahan, pcningkatan dan pemulihan dilakukan dalam satu sistem, baik dalam gcdung maupun di luar gcdung. Sebagaimana diketahui, bahwa Puskesmas scbagai sarana pclayanan publik, maka scgala kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaannya secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penyediaan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Dengan demikian studi tentang biaya penyclenggaraan pelayanan keschatan di Puskcsmas Pembina Jatinegara ini menarik untuk dilakukan, karena setelah menjadi unit swadana akan terjadi perubahan mendasar pada Puskesmas (Puspita, 2000), yaitu:
5
1. Dimi1ikinya
wewenang
untuk
mengelo1a
secara
langsung
se1uruh
penerimaan
fungsionalnya. 2. Peningkatan kemandirian berarti Puskesmas dapat mengembangkan diri sebagai publicprivate mix sector. Proses analisa biaya sebagai dasar kebijakan juga perlu dilakukan secara hati-hati, dengan metoda yang tepat. Misalkan dalam nienentukan apakah suatu komponen biaya perlu dibebankan pada biaya satuan pelayanan, dan apa dasamya komponen biaya dibebankan kepada biaya satuan pelayanan, metoda apa yang tepat dipakai dalam melakukan distribusi biaya, dan lain sebagainya. Proses analisa biaya yang benar akan menghasilkan gambaran performance Puskesmas yang sesungguhnya sebagai informasi bagi pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan pengembangan Puskesmas sesuai tujuan norrnatif pembangunan kesehatan, yaitu pemerataan, mutu yang baik, efisiensi serta kesinambungan (sustainability).
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan Jatar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang dapat diajukan adalah : " Belum diketahuinya biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara".
1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah : 1. Bagaimana struktur biaya pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara? 2. Bagaimana alokasi biaya pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara? 3. Berapa besamya biaya satuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara? 4.
Seberapa besar kemampuan Puskesmas Jatinegara dalam membiayai penyelenggaraan pelayanannya ?
6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan
p~ne1itian
ini ada1ah :
1. Diketahuinya struktur biaya pada penye1enggaraan pe1ayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara. 2.
Diketahuinya a1okasi biaya pada penye1enggaraan pe1ayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara.
3. Diketahuinya biaya satuan penye1enggaraan pe1ayanan kesehatan di Puskesmas Pembina Jatinegara. 4.
Dikctahuinya tingkat kcmampuan Puskcsmas Pembina Jatincgara dalam mcmbiayai pe1ayanan kesehatan dengan dana swadananya.
1.5. Lingkup Penelitian Karena adanya keterbatasan-keterbatasan da1am sumber daya pene1itian, maka dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut : 1. Lingkup 1okasi : dibatasi pada penyelenggaraan pe1ayanan kesehatan di da1am gedung Puskesmas Pembina Jatinegara, khususnya untuk pelayanan k1inik dasar, klinik spesialis/semi spesia1is dan penunjang diagnosa. 2.
Lingkup waktu : dibatasi pada penge1uaran Puskesmas se1ama Januari- Juni 2001.
3.
Lingkup analisis biaya satuan : hanya dibatasi pada biaya rata-rata pada pusat biaya.
1.6. Metodologi Penelitian a.
Studi kepustakaan dengan mernpelajari karangan-karangan ilrniah dan buku-buku yang bcrkaitan dengan masalah yang ditcliti, tcrutama untuk mcndapatkan mctodc analisa yang ideal.
b.
Penelitian lapangan di1akukan sebagai berikut : pengumpulan data primer, rnelalui observasi sasaran dan wawancara dengan staf Puskesrnas untuk mendapatkan data kualitatif dan waktu pclayanan pasicn. Pengurnpulan data sekunder, berupa data pengeluaran dan data-data lain yang terkait dengan analisa penelitian.
c. Analisa biaya dilakukan dengan rnendistribusikan biaya pada pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi dengan mempertimbangkan basil observasi lapangan.
7
1. 7. Manfaat Penelitian
1. Manfaat aplikatif: a.
Bagi instansi kesehatan di DKI Jakarta, informasi mengenai proses analisa biaya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian serupa, mengingat dalam struktur Dinas Kesehatan, penghitungan biaya satuan pelayanan termasuk dalam tugas pokoknya.
b. Diperolehnya gambaran tentang struktur dan alokasi biaya, akan bermanfaat bagi Puskesmas Pembina Jatinegara dalam melakukan perencanaan, pengawasan dan pengendalian serta menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkcnaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. c.
Menjadi bahan masukan
bagi pengambil keputusan di tingkat Propinsi dan
Kotamadya untuk pcngembangan
konsep mcngcnai Puskcsmas Pembina dan
Puskesmas Swadana. 2. Manfaat keilmuan: a.
Menambah wawasan mengenai pelaksanaan dan gambaran pcmbiayaan pelayanan kesehatan pada Puskesmas Pembina yang ditctapkan scbagai unit swadana dacrah.
b. Bagi peneliti, pcnelitian ini akan menambah pengctahuan dan kctrampilan tentang analisa biaya satuan di Puskesmas, dan pcncrapan metoda yang tcpat. c.
Bagi program studi dan pcminat kcbijakan tcntang ckonomi kcschatan, pcnclitian ini sebagai penambah wawasan mcngcnai pclaksanaan dan pcmbiayaan pclayanan keschatan pada Puskcsmas Pembina yang sckaligus scbagai unit swadana dacrah.
kondisi Puskesmas
belum diketahui: - struktur dan alokasi biaya - biaya satuan - tingkat kemampuan pembiayaan Puskesmas
metoda yang sesuai
biaya satuan
Ia ngkah-langka h untuk kelangsungan swadana
tingkat efisie1si Puskesmas
~
BABII TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menghasilkan suatu produk (output) diperlukan sejumlah input. Output atau produk dapat berupa jasa pelayanan atau barang. Dalam bidang kesehatan produk yang dihasilkan adalah jasa pelayarian kesehatan, misalnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) output-nya adalah pelayanan di Balai Pengobatan Umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), klinik Kesehatan lbu dan Anak {KIA), klinik Keluarga Berencana (KB), imunisasi, apotik, dan lain-lain; sedangkan di Rumah sakit (RS) adalah pelayanan rawat jalan, rawat inap, radiologi, dan lain-lain. Sedangkan unit output adalah pasien yang dilayani. Agar dapat menghasilkan pelayanan kesehatan, Puskesmas maupun RS memerlukan sejumlah sumber-sumber atau input, antara lain fasilitas gedung, alat, kendaraan, tenaga kesehatan, listrik, air, dan lain-lain yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai dari sumber-sumber yang digunakan untuk memproduksi sesuatu, termasuk pelayanan kesehatan tertentu atau satu rangkaian pelayanan (sebagaimana dalam program kesehatan) itulah yang disebut biaya (Creese & Parker, 1994). Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa biaya adalah nilai pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu (Gani, -b). Timbulnya kesadaran dari para manajer utamanya di bidang kesehatan mengenai pentingnya perencanaan dalam pengelolaan penyediaan pelayanan kesehatan membuka wacana baru tentang perlunya dilakukan analisa biaya. Isu yang timbul kemudian adalah bagaimana menggunakan analisa biaya sebagai alat untuk mencapai pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik dari sumber-sumber (input).
2.1. Konsep Analisa Biaya Analisa biaya secara umum dapat diartikan sebagai
suatu upaya untuk melakukan
pengumpulan dan pengolahan data/informasi biaya dan kemudian melakukan interprestasi terhadap basil pengolahan tersebut. Adakalanya analisa biaya juga diartikan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Seperti halnya yang diutarakan oleh Gani, -b, bahwa dalam bidang kesehatan, analisa biaya
Puskesmas/RS adalah suatu kegiatan menghitung biaya untuk
berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun per-unit/per-pasien,
10
dengan
cara
menghitung
seluruh
biaya
pada
seluruh
unit/pusat
biaya
serta
mendistribusikannya ke unit-unit produksi yang kemudian dibayar oleh pasien. Howard JB & Lewis EW, 1989 (dalam Suherrnan, 1994) mengartikan analisa biaya sebagai pendistribusiah sejumlah biaya dari unit penunjang ke unit produksi yang akan menjadi beban biaya pelayanan untuk/kepada pasien. Lewis, 1996, lebih memperluas lagi pengertian tentang analisa biaya, yaitu tidak hanya menghasilkan struktur biaya, biaya total maupun per unit, tetapi juga penilaian terhadap biaya dibandingkan dengan keberhasilanloutcomes program. Analisa biaya dipecah menjadi analisa pusat biaya dan analisa efektivitas (cost-
effectiveness analysis). Sarna pentingnya dengan inforrnasi total biaya adalah biaya satuan (unit cost), karena informasi
mengenai biaya total saja tidak akan membantu dalam membandingkan
penampilan pusat-pusat biaya yang berbeda atau dalam merencanakan suatu kegiatan barn, karena banyaknya populasi (output) dan jumlah pelayanan yang dicover dapat berbeda. Homgren & Foster, 1991, mendefinisikan unit cost sebagai biaya rata-rata (average cost) yang didapat dari basil membandingkan antara biaya total dan jumlah output. Unit cost ini harus diinterprestasikan secara hati-hati, dalam arti untuk pengambilan keputusan, biaya tetap per unit harus dibedakan dari biaya variabel per unit, karena perubahan volume akan mempengaruhi biaya variabel total, tetapi tidak dengan biaya tetap. Untuk kepentingan aplikatif, banyak manfaat yang akan didapatkan dari analisa biaya di bidang kesehatan, di antaranya ( 1) sebagai dasar perhitungan/penentuan tarif- seperti halnya yang disyaratkan dalam undang-undang pajak, bahwa prinsip penetapan tarif retribusi jasa umum hams mempertimbangkan salah satunya adalah biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, (2) sebagai dasar penentuan anggaran, baik anggaran yang harus disediakan pada fasilitas tersebut maupun anggaran pemerintah dalam hubungannya dcngan subsidi yang harus disediakan, (3) untuk peningkatan efisiensi, dalam hal ini diperlukan standart operasional, baik tindakan maupun biaya, karcna dengan membandingkan antara basil analisa biaya dengan standar tersebut akan diketahui efisien tidaknya proses penyediaan pelayanan, (4) bahan pertimbangan untuk negosiasi dengan pihak ketiga (seperti Askes, perusahaan, kelompok dana sehat/DUKM, dll) untuk kepentingan penentuan besamya pembayaran pada Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam rangka pembayaran biaya kesehatan sistem praupaya, serta (5) sebagai bahan hubungan masyarakat/ public relation dalam menjelaskan mutu layanan di instansinya atau untuk menjelaskan hak dan kewajiban antara konsumcn (penerima pelayanan) dan provider (pemberi pelayanan).
II
Analisa biaya ini mensyaratkan informasi yang rinci tentang fungsi fasilitas pelayanan (termasuk pelayanan yang disediakan, staf yang bertugas), sumber-sumber keuangan (anggaran, anggaran tambahan, transfer) dan pola pengeluaran untuk semua pembelian (termasuk obat, bahan, listrik, dan lain-lain). Dalam melakukan analisa biaya di sektor publik seperti Puskesmas tidaklah mudah, karena sistem akuntansi dan informasi yang belum menunjang. Sistem akuntansi dan informasi yang menjadi hambatan ini menyebabkan perlunya usaha yang lebih hati-hati untuk memilih alat, metoda dan melakukan ana lisa biaya. Sebagaimana yang diutarakan oleh Crecsc & 'Parker, 1994, bahwa kelangsungan jasa pelayanan kesehatan dalam jangka panjang juga tergantung dari aplikasi yang menyeluruh dari alat dan metoda analisa biaya dan cost-effectiveness. Beberapa karakteristik sistem akuntansi yang kemungkinan akan didapati (Gani, -a) adalah: 1. sistem akuntansi yang dipakai di fasilitas kesehatan pemerintah biasanya sistem basis, yang tidak mencatat seluruh informasi transaksi-transaksi keuangan, sehingga hasil analisa biaya yang dilakukan dapat "underestimate" 2.
biasanya biaya yang dipakai di RS atau Puskesmas belum tentu menggambarkan biaya yang sebenamya, karena biaya yang terpakai adalah biaya yang dialokasikan, sesuai anggaran yang tersedia. Jadi. perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan lebih menggambarkan "actual cost" dibanding "normative cost" yang betul-betul dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan yang sesuai standar.
3.
Pelayan~n
kesehatan umumnya menghasilkan berbagai produk, yang menyebabkan biaya
satuan menjadi rumit, karena masing-masing jenis pelayanan perlu diberi bobot tertentu/yang sesuai. 4.
Sistem informasi belum dirancang untuk mendukung analisa biaya.
5. Adanya beberapa jenis sumber anggaran (fragmented budgeting system) menyebabkan semakin rumitnya pengumpulan data yang dilakukan. Hambatan-hambatan tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil survey Lewis, 1996, yang memberi kesan : ketiadaan sistem informasi sama sekali, pencatatan pasien yang tidak teratur, akuntansi yang sangat terbatas, akuntansi keuangan yang tidak lengkap dan pencatatan penerimaan barang yang tidak ada.
12
2.2. Langkah Langkah Analisa Biaya
Homgrcn & Foster, 1991, mcmbcrikan tiga langkah alokasi biaya pada pcmsahaan manufaktur, sbb : I.
Menentukan biaya langsung obyek biaya. Obyek biaya m1 adalah area kegiatan, departemen, divisi, teritori atau produk.
2.
Mengalokasikan kembali biaya tcrscbut dari satu obyck biaya kc obyck biaya lainnya, kecuali ke obyek biaya produksi.
3. Mengalokasikan biaya tidak langsung ke produk (service).
Secara sistematis, langkah-langkah tersebut digambarkan dalam bentuk contoh perusahaan manufaktur (televisi) sebagai berikut:
gaji supervisor perawatan tanaman Langkah I Menetapkan biaya langsung ke sasaran biaya
}
j l
departemen perawatan tanaman Langkah II Alokasi biaya dari satu obyek biaya
dasar alokasi biaya
ke obyek biaya lainnya, kecuali
~
obyek biaya produk
departemen pruksi asembly Langkah III Alokasi atau aplikasi
} dasar alokasi biaya
l
biaya tidak langsung ke produk
biaya produksj tidak laniSUDi
Produk
biaya produksi langsung
(seperangkat TV)
Langk~l
Menetapkan biaya langsung ke obyek biaya
}
r r
bahan-bahan langsung
tenaga
langsung
13
Gani, et al,- mengajukan tujuh langkah dalam analisa biaya Puskesmas, sebagaimana yang telah digunakan Prabayanti, 2000, dalam studinya di Puskesmas Tebet, yaitu : Langkah I :
Menentukan satuan waktu untuk penghitungan biaya, biasanya dari tahun anggaran yang telah berjalan (data historis) yang datanya tersedia dan lengkap. Kemudian menentukan batasan unit penelitian. Sebaiknya periode waktu tidak kurang dari satu tahun, karena untuk menghindari distorsi yang ditimbulkan oleh 'efek atau pengaruh musim, dan sesuai dengan sebagian besar pencatatan ·data yang rei evan (data tahunan). Peri ode waktu sebaiknya yang terbaru, karena hila terlalu jauh dikhawatirkan ada informasi penting yang sudah hilang.
Langkah 2 :
Mengidentifikasi pusat pelayanan (produksi) dan pusat biaya pendukung, yaitu unit-unit dalam Puskesmas yang menyediakan pelayanan, misalnya unit BP, KIA a tau yang menyediakan pendukung pelayanan, misalnya TU.
Langkah 3 :
Mengidentifikasi komponen biaya investasi dan biaya operasional dari pusat biaya Puskesmas. Ada dua pendekatan penghitungan biaya Puskesmas, yaitu: penghitunganfu/l cost dengan menghitung seluruh komponen biaya tetap dan varia bel penghitungan direct cost dengan menghitung komponen biaya tanpa biaya tetap dan gaji PNS (tetapi honor, insentif, jasa medik tetap dibebankan).
Langkah 4 :
Mengalokasikan biaya tetap dan biaya operasional dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya penunjang lainnya dan pusat biaya produksi dengan menggunakan dasar pembobotan tertentu.
Langkah 5 :
Mengalokasikan biaya dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi dengan menggunakan dasar pembobotan tertentu.
Langkah 6:
Mengumpulkan informasi biaya-biaya untuk tiap unit produksi/pelayanan Puskesmas, dengan cara menjumlahkan biaya asli dan biaya basil distribusi dari unit penunjang, sehingga diperoleh data biaya total pusat biaya.
Langkah 7 :
Menghitung biaya satuan, melalui pembagian biaya total tiap pusat biaya oleh besaran output yang sesuai.
14
Langkah-langkah di atas secara umum tidak berbeda dengan tujuh tahapan penghitungan biaya satuan yang digunakan UNICEF untuk menganalisa biaya pelayanan dan pembiayaan kesehatan daerah (Hanson & Gilson, 1996 dalam Shepard, et al, 2000), sebagai berikut : I.
Menentukan produk akhir dari analisa biaya, yaitu pelayanan departemen yang akan dihitung unit cost-nya, kemudian menentukan unit outputnya dan periode data yang akan dipakai, tergantung pada organisasi data yang tersedia dan tujuan analisa. Apabila tujuannya
untuk
mengetahui
kecepatan
perubahan
biaya,
maka
dipakai
data
bulanan/tribulanan, hila tujuannya untuk membandingkan biaya antar fasilitas pelayanan, maka dapat dipakai data jangka panjang atau tahunan. Data historis lebih mudah untuk dilakukan perhitungan, walaupun untuk data-data tertentu kadangkala sulit untuk dilacak. 2.
Menentukan pusat-pusat biaya, baik pusat biaya produksi maupun pusat biaya penunjang. Langkah ini untuk mengetahui biaya langsung maupun tidak langsung yang akan diteliti. Biaya langsung misalnya gaji, bahan habis pakai, dll. Biaya tidak langsung termasuk juga depresiasi dan alokasi biaya untuk departemen lainnya.
3.
Mengidentifikasi biaya keseluruhan untuk masing-masing input, karcna data biaya yang selengkap mungkin sangat penting untuk menghitung biaya satuan. Ada dua isu yang muncul, yaitu penentuan yang mana pengeluaran dapat dihitung sebagai dasar biaya secara ekonomi, dan bagaimana pengukuran dari biaya yang sebenarnya dengan menggunakan data yang tersedia, yang kemungkinan kurang lengkap dan kurang dapat dipercaya. Berbagai studi mengatasi hal tersebut dengan menggunakan line item (pedoman kerja), seperti gaji, tambahan tunjangan, sumbangan-sumbangan, pengeluaran kesehatan, obat, bahan bakar, pemeliharaan, penundaan pembayaran, dll.
4.
menetapkan/mendistribusikan
input-input
(waktu
staf,
aktivitas-aktivitas
yang
menyertainya) untuk pusat biaya (menetapkan biaya dari masing-masing line item ke pusat biaya yang relevan). mengalokasikan semua biaya (langsung dan tidak langsung) kepada pusat-pusat biaya 5.
menghitung biaya satuan untuk masing-masing pusat biaya akhir (produksi)
6.
melaporkan hasil.
15
2.3. Metoda Distribusi Biaya Secara teoritis ada beberapa metoda distribusi biaya dari unit penunjang ke unit produksi, sebagai berikut : 1).
Direct Apportionment atau simple distribution, adalah cara langsung membagi habis biaya di unit-unit penunjang ke unit produksi berdasarkan bobot tertentu,
yaitu
pengeluaran obat, jumlah pegawai, dll. Cara ini paling sederhana dan mudah namun dianggap kurang akurat basil pembagiannya di unit produksi dan tidak mengakomodir hubungan antara unit penunjang yang seringkali terjadi. 2). Step down method, sebagaimana yang dipakai oleh Barnum &
Kut~in,
1993; Mills, et al,
1989; Russel, et al, 1988; Raymond, et al, 1986 (semua dalam Lewis, 1996) serta Shepard, 2000, adalah cara membagi biaya dari unit produksi melalui 2 tahap, dimana mula-mula dilakukan alokasi antar unit penunjang (mulai dari unit penunjang yang paling banyak memberikan pelayanan - misalkan administrasi - ke unit penunjang di ,•
bawahnya - misalnya unit kebersihan, dst) digabung dengan biaya asli unit penunjang kebersihan tersebut, baru dialokasikan ke unit produksi dengan dasar pembobotan yang sama dengan metoda I di atas. Step down methode ini juga relatif mudah dan berusaha mengakomodir adanya hubungan antara unit penunjang, tetapi juga masih kurang akurat, karena hubungan tersebut hanya satu arah, padahal kadangkala ada hubungan timbal balik antara dua unit penunjang, misalkan unit administrasi melayani unit kebersihan, dan unit
kebersihan juga melayani
unit administrasi
(membersihkan
ruangan
administrasi). 3).
Double distribution method, adalah cara membagi biaya dari unit pcnunjang ke unit produksi melalui 2 tahap, dimana mula-mula dilakukan alokasi antar unit penunjang (saling membagi 2 arah berdasarkan hubungan fungsional, tidak I arah seperti metoda 2 di atas). Cara ini dianggap cukup akurat dibandingkan metoda 1 dan 2 di atas, dan relatif lebih mudah dibandingkan metoda 4. Metoda ini juga dipakai dalam studi yang dilakukan oleh Chalidyato, 1999 dan Prabayanti, 2000.
4). Multiple distribution atau cara aljabar, adalah cara membagi biaya dari unit penunjang ke unit produksi dalam beberapa tahap, dimana dilakukan pendistribusian biaya antar unit penunjang dan antar unit produksi, sebelum akhimya biaya total di unit-unit penunjang
16
dibagi habis ke unit-unit produksi. Cara ini lebih rumit dibanding metoda-metoda sebelumnya, tetapi tentu saja lebih akurat.
2.4. Pusat Biaya Pusat biaya adalah suatu area yang memberikan batas yang jelas an tara satu a tau sckclompok kegiatan yang akan dilakukan analisa biaya. Homgren & Foster, 1991, menyebut pusat biaya ini sebagai sasaran biaya (cost object/cost objective), yaitu sebuah aktivitas atau item yang memberikan pemisahan pada pengukuran biaya yang diinginkan Biasanya di Puskesmas maupun RS terdapat pusat biaya, yang biasanya dibedakan menjadi: (a) pusat biaya yang menyediakan pelayanan pasien langsung, (b) pusat biaya yang tidak langsung berhubungan dengan pasien (pusat biaya pendukung/ penunjang). Sebagaimana yang diutarakan oleh Cooper & Kaplan, 1999, dalain mengelompokkan departemen-departemen
di
RS
St.Chaterine-Alexandria,
bahwa
direct
department
(departemen pelayanan langsung) adalah yang memberikan pelayanan dan prosedur (pembayaran) tertentu pada pasien serta yang menghasilkan revenue (contohnya radiologi, patologi), sedangkan indirect departments adalah yang memberikan pelayanan yang tidak spesifik pada masing-masing pasien, serta tidak menghasilkan revenue (contohnya bagian catatan medik, rumah tangga, administrasi). Untuk fokus tujuan mengetahui efisien atau tidaknya penyelenggaraan pelayanan, pengelompokan ini lebih bermanfaat, karena dapat diketahui biaya untuk setiap pusat biaya produksi/pusat biaya akhir yang berhubungan dcngan pelayanan langsung pasicn. Gani, -a, mengelompokkan pusat biaya berdasarkan fungsi penghasil dan pcngguna biaya, yaitu: a.
Pusat pendapatan (pusat biaya produksi), yaitu unit-unit pada Puskesmas atau departemen-departemen
dalam
RS
yang
menyediakan
pelayanan/kegiatan
pokoklprogram dan menghasilkan pendapatan. b. Pusat pengeluaran (pusat biaya penunjang), yaitu yang mendukung pelayanan dan tidak menghasikan pendapatan.
17
Shepard, 2000, mengemukakan bahwa untuk menentukan pusat biaya harus dilihat dahulu struktur organisasi. Dalam analisa biaya Rumah Sakit, Shepard, 2000, mengelompokkan pusat biaya menjadi tiga kelompok :
(a) patientcare, yaitu pelayanan pasien langsung (di bangsal, unit rawat inap, ambulans). (b) intermedite, yaitu pelayanan tambahan untuk mendukung unit pelayanan pasien, tapi diorganisir sebagai departemen tersendiri (laboratorium, farmasi, radiologi).
(c) overhead, yaitu pelayanan pendukung tambahan untuk pusat biaya pelayanan pasien maupun tingkat menengah (keamanan, konsumsi, keuangan). Puglisi R & Bicknell WJ, 1990 (dalam Shepard, et al, 2000) bahkan mengelompokkan pusat biaya ke dalam empat kelompok, yaitu :
(a) direct patient care (perawatanlpelayanan yang langsung berhubungan dengan pasien), misalnya perawatan medik dewasa (umum), kebidanan, anak, bedah, gigi, dll.
(b) ancillary clinical services (pelayanan klinik penunjang), seperti apotik, laboratorium dan bank darah, radiologi, dll.
(c) support service (pelayanan pembantu/pedukung), seperti perawatan ,keamanan, dapur, laundry, 'kamar mayat, dll.
(d) adminstration (administrasi), misalkan pencatatan medik, keuangan, registrasi, dll. Pengelompokkan ini sangat rinci dan akan memberikan basil perhitungan yang akurat, akan tetapi membutuhkan dukungan sistem pencatatan yang bagus dan teliti, yang sangat jarang ditemui di pelayanan pemerintah seperti Puskesmas. Dengan membuat pusat biaya dan menetapkan biayanya, serta mengalokasikan kepada departemen yang memberikan pelayanan langsung, maka direktur RS dan staf keuangan dapat mempelajari kuantitas penggunaan sumber-sumber untuk memproduksi masing-masing pelayanan. Ada beberapa keuntungan mempunyai infonnasi ini, yaitu dapat memperbaiki manajemen,
meningkatkan
akuntabilitas
keuangan
dan
untuk
mengctahui
tingkat
perkembangan penampilan departemen (Shepard, et al, 2000). Keakuratan dalam analisa biaya juga dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan pusatpusat biaya Puskesmas, sebagaimana yang diutarakan oleh Devas, et al, 1989, bahwa data biaya untuk suatu layanan tertentu hendaknya disiapkan dalam rincian yang lebih cermat, lebih banyak menggunakan "pusat biaya" dan lebih cermat menggolongkan bcrbagai biaya tetap. Misalkan unit kebersihan, hila digabungkan ke dalam unit administrasi maka akan dialokasikan ke unit lain (pusat biaya lainnya) berdasarkan jumlah tenaga - sebagaimana
18
biaya administrasi Iainnya. Tetapi apabila unit kebersihan sebagai pusat biaya tersendiri, maka dasar alokasinya dapat berbeda dengan unit administrasi, misalkan berdasarkan Iuas lantai. Akan tetapi dapat tidaknya pusat biaya diperinci secara lengkap juga tergantung pada kelengkapan pencatatan di institusi pelayanan. Chalidyanto, 1999, memasukkan biaya Kepala Puskesmas secara khusus sebagai pusat biaya penunjang. Hal ini bisa dilakukan, hila ada pencatatan yang tersendiri untuk hal-hal yang berhubungan
dengan
biaya
Kepala
Puskesmas.
Sedangkan
Prabayanti,
2001,
mengelompokkan biaya Kepala Puskesmas, TU, dan biaya lain-lain di Iuar loket dan apotik sebagai biaya administrasi. Setehih diketahuinya pusat-pusat biaya maka perlu diketahui pula hubungan fungsional di antara pusat biaya tersebut, baik di antara pusat biaya penunjang, maupun antara pusat biaya penunjang dan pusat biaya produksi. Hubungan fungsional dapat diketahui dengan mengkaji alur pelayanan pasien. Mengetahui hubungan fungsional ini dapat bem1anfaat untuk melakukan pendistribusian biaya nantinya.
2.5. Komponen Komponen Biaya Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, Puskesmas didukung oleh berbagai komponen biaya, yang dikelompokkan menjadi komponen biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan. Informasi biaya harus berasal dari besamya pengeluaran aktual dan bukan besamya anggaran yang disediakan. Biaya berdasarkan anggaran kurang akurat digunakan, karena dalam kenyataannya pengalihan anggaran seringkali perlu dilakukan karena adanya kepentingan tertentu. Penentuan biaya harus dibarengi dcngan kehati-hatian, dan perlu dipastikan bahwa perhitungan tersebut Iengkap, tidak ada biaya yang dilewati dan tidak ada pcrhitungan ganda. Oleh karena yang penting untuk mengklasifikasikan komponen-kompon en biaya adalah harus relevan dengan situasi yang diteliti, tidak boleh overlapping, dan pemilihan katagori harus meliputi seluruh kemungkinan (Creese & Parker, 1994).
19
2.5.1. Biaya Investasi
Biaya investasi atau disebut juga biaya tetap atau capital cost adalah biaya pembelian alatlbarang-barang yang umur ekonomisnya (waktu pakai) lama -dan tidak tiap tahun diadakan. Atau biaya dari alat/barang yang umurnya lebih dari satu tahun (Sawert, 1996). Yang termasuk dalam investasi adalah gedung, alat medis dan non medis, kendaraan roda dua maupun roda empat. Adakalanya pendidikan dan pelatihan tenaga serta kegiatan promosi juga dimasukkan dalam kelompok biaya ini seperti yang diutarakan oleh Creese & Parker, 1994, dan Sawert, 1996, hanya saja pelatihan yang sifatnya sering/berulang tidak dimasukkan
dalam biaya investasi ini. Batasan Jain yang dipakai untuk barang investasi ini adalah berdasarkan harga belinya. Prabayanti, 2001, membatasi barang investasi adalah yang mempunyai harga beli di atas Rp 200.000 sedangkan Chalidyanto, 1999, di atas Rp 50.000. ldealnya apabila batasan ini akan dipakai, maka harus disesuaikan dengan kondisi keuangan penyedia pelayanan, sampa1 batasan berapa kemampuan untuk pengadaan barang secara Jangsung dibiayakan. Seringkali perioda penelitian tidak lebih dari satu tahun, sehingga pembelian alat
d~ngan
biaya besar pada satu atau dua tahun sebelumnya tidak akan tercakup dalam penelitian. Oleh karena itu dalam penghitungan biaya investasi yang dihitung bukan harga saat pembelian, tapi biaya penyusutan/depresiasi (biaya yang timbul karena berkurangnya nilai barang sebagai akibat penggunaannya dalam proses produksi). Perhitungan biaya tetap yang "disetahunkan"
mempertimbangkan harga beli, masa pakai dan umur barang tersebut,
dengan rumus : IIC (1 + i)' AIC
= L
Dimana: AIC
=
Annualized Investment Cost (biaya investasi tahunan)
IIC
=
Innitilized Investment Cost (biaya investasi awal)
=
Inflasi rata-rata
= =
Masa pakai
t
L
Perkiraan masa pakai (umur ekonomis)
20
Idealnya informasi-informasi ini tersedia pada fasilitas kesehatan bersangkutan, atau apabila barang tersebut merupakan subsidi atau sumbangan, maka informasi dapat pula diperoleh dari pemberi subsidi. Informasi lain yang diperlukan adalah tingkat inflasi. Tingkat inflasi ini sebaiknya juga disesuaikan dengan tingkat inflasi rata-rata yang terjadi. Chalidyanto, 1999, memakai asumsi laju inflasi 20%; sedangkan Prabayanti, 200 I, menetapkan I 0%. Shepard menyatakan, bahwa secara umum yang dianjurkan adalah 3%, karena nilai ini sering didapatkan pada berbagai negara membangun dan negara industri. Tingkat inflasi ini juga yang digunakan dalam penyusunan studi cost-effectiveness menyeluruh untuk sektor kesehatan (Jamison DT, et all, 1993 dalam Shepard, et al, 2000) yang membuat perhbiayaan RS dapat konsisten secara intemasional. Dalam hal tidak adanya data yang lengkap yang diperlukan untuk mengetahui biaya depresiasi, maka dapat dibuat asumsi-asumsi tertentu. Umur ekonomis seharusnya ditetapkan berdasarkan kondisi atau kualitas barang pada saat diterima, misalkan sepcrti gcdung umur ekonomisnya bisa ditetapkan 20, 25 atau 30 tahun berdasarkan kualitas bangunannya. Kendaraan bermotor umur ekonomisnya dapat 5 tahun, alat-alat medis bisa 5-l 0 tahun, dan sebagainya. Asumsi lainnya yang dipakai dalam penghitungan biaya depresiasi ini misalnya seperti yang dipakai oleh Prabayanti, 200 I, dan Chalidyanto, 1999, yaitu untuk alat-alat yang diketahui usianya sudah melampaui perkiraan masa gunanya dianggap tidak memberi beban biaya investasi lagi (zero investment cost), sehingga untuk alat semacam ini hanya dihitung biaya operasionalnya saja. Dalam hal keterbatasan data sehingga tidak dapat dihitung biaya depresiasi metoda estimasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya sewa gedung, atau kendaraan sesuai harga pasar. Tetapi dalam pendekatan ini gedung dan kendaraan lebih diperlakukan sebagai
reccurent cost daripada capital cost (Creese & Parker, 1994; Sawert, 1996; Reproductive Health and Research WHO, 1999). Dalam analisa biaya terutama pada fasilitas pemerintah, penghitungan biaya investasi diper1ukan untuk mengetahui sampai seberapa besar tingkat kemampuan fasilitas tersebut dapat membiayai penyelenggaraan pelayanannya dari pendapatan yang mereka peroleh. Oi•amping itu biA)'R invellhllli j\liA dApAt memborikan jambornn seberapa besor investasi yang telah ditanamkan dapat efektif (berdampak) terhadap program-program yang dijalankan. Studi Ojo K, et al, 1995 (dalam Shepard, et a!, 2000) mendapatkan, bahwa analisa biaya satuan dengan memasukkan investasi akan meningkatkan biaya satuan, terutama pada unit rawat inap sebesar 30-50%. Bahkan Mills, et al, 1993, mendapatkan bahwa ada proporsi
21
tinggi pada nilai tahunan modal (46-57%), dimana basil tersebut sangat signifikan untuk gedung dan peralatan. Beberapa studi
tentang analisa
biaya
tidak
memasukkan
biaya
investasi,
karena
mengasumsikan bahwa subsidi investasi yang diterima dari pemerintah sudah lama terjadi, sehingga tidak dapat dilakukan intervensi agar lebih efisien dan efektif seperti yang diutarakan oleh Malik, et al, 1995. Shepard (2000) tidak memasukkan biaya investasi, karena berasumsi, bahwa aset fisik sekarang akan tersedia tiap waktu, padahal kenyataannya kegunaan aset akan menurun dan merupakan biaya depresiasi. Walaupun demikian ia menambahkan, bahwa untuk tujuan yang bukan memperkirakan opportunity cost, maka biaya depresiasi tidak perlu sebagai biaya aktual.
Biaya gedung Yang termasuk data biaya gedung adalah biaya tanah, konstruksi, jasa arsitek, dll yang punya kontribusi terhadap pembangunan gedung. Apabila total biaya gedung tidak tersedia maka
dapa~
diperkirakan dengan biaya per unit area (misalkan per satuan m2) untuk katagori
bangunan tersebut. Asumsi yang dipakai untuk masa guna gedung menurut standar akuntansi adalah 25-40 th. akan tetapi beberapa studi menggunakan standar yang berbeda, misalnya Mills, et al, 1993 dan Shepard, et al, 2000, memperkirakan masa gedung 30 tahun, sedangkan Prabayanti, 2001, memperkirakan 20 tahun. Tetapi sebagaimana diungkapkan di muka, idealnya perkiraan masa guna disesuaikan dengan kondisi bangunan yang ada. Adakalanya biaya perabotan dan peralatan gedung dimasukkan dalam biaya gedung. tapi adakalanya pula biaya perabotan dan peralatan gedung dikelompokkan scndiri scbagai biaya peralatan non medis.
Biaya kendaraan Yang termasuk kendaraan adalah seluruh alat transportasi yang dipunyai, baik kendaraan bermotor (roda dua, roda empat, kapal, dll) maupun yang bukan kendaraan bermotor (sepeda). Biaya kendaraan bukan hanya harga pembelian, tapi juga biaya-biaya lain yang menyertai, misalnya ongkos pengiriman, pajak pembelian, dll. Infom1asi harga ini bila tidak
22
didapatkan pada fasilitas bersangkutan, bisa didapat dari distributor Iokal, kantor pusat atau donor yang membelinya. Penentuan umur ekonomis harus berdasarkan jenis kendaraan tcrscbut, kcadaan gcografi (kondisi Iapangan), maupun perawatannya. Mills, et al, I993, mengasumsikan umur ekonomis mobil 6 th, sepeda motor 4 th dan ambulans I 0 th; sedangkan Prabayanti, 2000, mengasumsikan umur ekonomis kendaraan bermotor rata-rata 5 tahun.
Biaya peralatan Jenis-jenis peraiatan sumber datanya berasal dari data inventaris Puskesmas. Seperti halnya dengan penghitungan biaya kendaraan, biaya penghitungan peralatan (tahun dan harga pembelian) seringkali memerlukan usaha yang lebih untuk melacaknya.
Pengumpulan
informasi ini bagi fasilitas pelayanan milik pemerintah terutama Puskesmas, kemungkinan besar tidak mudah, karena seringkali disamping pengarsipan dan penc.atatan yang kurang sempuma, juga karena barang-barang tersebut didapat dari dropping. Untuk barang dropping ini hila data tidak tersedia dapat dilacak ke donor yang memberi maupun dealer pejualan lokal. Biaya alat meliputi seluruh biaya-biaya pada saat pembelian (pajak, proses tender, pengangkutan dll) dan tidak hanya harga beli mumi. Peralatan terdiri dari alat medis dan non medis. Alat medis besar biasanya diasumsikan masa gunanya I0 th dan alat medis kecil 5 th. Untuk perabotan adakalanya dimasukkan dalam biaya gedung, karena dianggap sebagai kelengkapan gedung. Apabila biaya perabotan tidak tersedia maka dapat dipertimbangkan dengan menambahkan I 0% dari total biaya gedung (Creese & Parker, 1994). Perabotan non jati diasumsikan masa gunanya 5 th dan yang berbahan jati 10 th. Peralatan pendingin atau pemanas ruangan biasanya dikatagorikan sebagai alat lux, yang masa gunanya 5 th.
2.5.2. Biaya Operasional Biaya-biaya yang dimasukkan dalam biaya operasional adalah biaya pegawai/tenaga, biaya obat, biaya bahan habis pakai baik medis maupun non medis, biaya utilities (listrik, telepon, air), biaya perjalanan dan biaya lain-lainnya. Di antara biaya-biaya tersebut, biasanya biaya pegawai dan obat punya kontribusi yang besar dan relatif lebih mudah dikontrol (Taryn Vian, ed., 2001).
23
Biaya
Pe~:awaiiPekeda
Biaya pegawai/pekerja terdiri dari gajilhonor dan segala macam insentif/tunjangan yang diterima oleh pegawai/pekerja, haik pegawai tetap, honorer, full time maupun part time. Seharusnya hiaya gaji adalah yang sehenamya telah dikeluarkan oleh fasilitas kesehatan. Oleh karena itu dalam menerapkan hiaya gaji harus dilakukan secara hati-hati. Sehagai contoh, hila pajak pendapatan dihayar oleh instansi (seperti dalam sistem penggajian PNS di Indonesia) maka data gaji yang diamhil adalah gaji kotor sehelum ada pemotongan pajak (jadi hukan gaji aktual yang diterima oleh pegawai). Bila pajak dihayar oleh pegawai, maka data gaji yang diamhil adalah gaji aktual yang diterima oleh pegawai yang hersangkutan, seperti halnya yang disarankan oleh Shepard, et al, 2000 dan ditamhah dengan herhagai tunjangan lainya seperti yang diaplikasikan oleh Creese & Parker, 1994. Chalidyanto, 1999, memperhitungkan gaji pegawai herdasarkan take home pay aktual yang dihayarkan. Akan tetapi penggunaan take home pay ini sehenamya underestimate, karena helum termasuk pajak dan potongan-potongan lainnya. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah seperti Puskesmas, hiasanya hesamya gaji staf adalah tetap tiap hulannya, tidak terpengaruh oleh hanyak sedikitnya output yang dihasilkan.
Sehagaimana
yang
diterapkan
oleh
Ellwein
LB,
et
al,
1998,
yang
mengelompokkan hiaya tenaga kerja sehagai hiaya tetap karena tidak beruhah dengan adanya fluktuasi tingkat produksi yang normal. Selain gajilhonor hiaya pegawai juga termasuk hiaya insentif/tunjangan, karena pada prinsipnya tunjangan tamhahan diterima oleh pegawai sehagai hagian dari pekerjaan mereka, jadi sehagai hagian dari hiaya gaji total. Lain halnya dengan hiaya gaji yang hiasanya dikelompokkan dalam hiaya tetap, hiaya insentif hiasanya dikelompokkan dalam hiaya variahel, karena hesarnya dipengaruhi oleh faktor tertentu. Ciri yang khas dalam pembiayaan (operasional) pelayanan kesehatan adalah lebih berat ke arah biaya personil (karena labor intensive). Apalagi dengan herkemhangnya pelayanan spesialistis yang lebih hanyak membutuhkan tenaga dengan keahlian tertentu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan hasil studi yang dilakukan oleh Lewis, 1996, di Rep. Dominika • sobagat aalab aatu ncgara bcrkcmbang, dtmana obat dan alat-alat sebagian besar berasal dart impor - hiaya non personil memperlihatkan prosentasi yang lehih tinggi pada hiaya total. Ini dapat dihenarkan hila hiaya tenaga kerja rendah dan pasokannya hanyak. Salah satu akihatnya adalah pengangguran dokter yang relatifhesar (30%).
24
Sumber data yang akurat untuk mendapatkan biaya gaji dan insentif/tunjangan staf Puskesmas adalah dengan melihat daftar (tanda terima) gaji atau insenstif yang dibayarkan, seperti yang telah dilakukan oleh Prabayanti, 2001. Akan tetapi bila ini sui it didapatkan maka dapat dilakukan wawancara dengan staf yang bersangkutan atau kepala Puskesmas. Akan tetapi seringkali penggalian data biaya gaji dan insentif sulit untuk dilakukan dengan wawancara, karena keengganan da1am mengungkapkan jumlahnya yang dianggap sebagai sesuatu yang sifatnya pribadi.
Seringkali gaji tenaga kerja tidak diketahui, karena yang
membayar bukan instansi yang bersangkutan. Sehingga untuk biaya gaji menggunakan perkiraan-perkiraan dengan metoda : 1.
Pendekatan midpoint rangelskala gaji dari tiap level staf (staf senior dan staf yunior) seperti yang dilakukan oleh Mills AJ, 1991 (dalam Shepard et al, 2000) dengan asumsi bahwa biaya total upah setara dengan biaya upah sebenamya di RS. Pada studi lain yang dilakukan oleh Wong H, 1989 (dalam Shepard, et al, 2000), memperlihatkan pendekatan ini menimbulkan inkonsistensi di antara RS yang besamya lebih dari 30%.
2. Pendekatan rata-rata gaji untuk masing-masing penge1ompokan job/tenaga. Pendekatan ini sama dengan yang diutarakan oleh Taryn Vi an, 2001. Pendekatan midpoint dan rata-rata gaji ini
masih kurang akurat, karena kurang
mencerminkan gaji aktual yang sebenamya. Pendekatan lain yang digunakan apabila data biaya tunjangan tidak tersedia adalah dengan melakukan estimasi dengan perhitungan biaya gaji tahunan ditambah 10% dari pensiun staf seperti yang dilakukan oleh (Mills et al, 1993) atau 12% dari gaji (Creese & Parker, 1994). Akan tetapi pendekatan ini memerlukan perkiraan yang cermat sehingga hasilnya valid untuk digunakan.
Biaya Obat dan Bahan Habis Pakai Biasanya biaya obat menduduki nomor dua tertinggi setelah biaya gaji pada pengeluaran operasional. Hasil studi Mills, et al, 1993, mendapatkan bahwa biaya obat menyerap 25-38% dari total biaya operasional setelah biaya gaji dan upah (27-39%). Biaya obat di sini termasuk bahan medis habis pakai, seperti sediaan atau reagen yang digunakan dalam pe1ayanan. Sedangkan bahan non medis habis pakai termasuk juga alat tulis kantor dan bahan cetakan untuk keperluan administrasi. ldealnya biaya-biaya tersebut juga termasuk biaya transport, pajak, biaya tender, dll.
25
Bahan habis pakai sebenamya juga tennasuk bahan kebersihan, bahan bakar kendaraan bennotor, dll. Akan tetapi ada kalanya bahan kebersihan dan bahan bakar diperlakukan sebagai bagian dalam biaya pemeliharaan. Bahan bakar seharusnya dimasukkan bahan habis pakai, karena biaya ini sebenamya sebagai kelengkapan untuk operasional kendaraan, dan bukan untuk pemeliharaannya. Sedangkan bahan kebersihan harus dilihat penggunaan berdasarkan jenisnya, apakah untuk kegiatan kebersihan (secara rutin tiap hari), atau untuk melakukan suatu perawatan yang frekuensinya lebih jarang. Biaya obat dan bahan habis pakai idealnya berasal dari banyaknya obat dan bahan habis pakai yang secara aktual digunakan. Oleh karena itu infonnasi yang harus dikumpulkan adalah seberapa banyak obat dan bahan habis pakai yang digunakan oleh masing-masing pusat biaya (tennasuk adanya kehilangan dan pemborosan) karena jumlah tersebut merefleksikan biaya yang telah dikeluarkan untuk obat dan bahan habis pakai tersebut. Jadi untuk obat dan bahan habis pakai yang didistribusikan untuk disimpan tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan. Seringkali sangat sulit untuk mengetahui gambaran yang sesungguhnya dari penggunaan obat dan bahan habis pakai, oleh karena itu Mills et al, 1993, mengatasinya dengan melakukan
cross check antara dua buku yang digunakan oleh bangsal pengguna (user) dan oleh apotik. Selain banyaknya obat dan bahan habis pakai, infonnasi harga juga diperlukan. Dan apabila infonnasi ini tidak ditemukan pada fasilitas pelayanan (karena tidak diadakan sendiri), maka seharusnya didapatkan dari instansi atau donor yang mengadakan.
2.5.3. Biaya Pemeliharaan Dan Biaya Utilities Yang tennasuk biaya pemeliharaan adalah biaya pemeliharaan gedung, pemeliharaan alat-alat medis dan non medis dan biaya pemeliharaan kendaraan. Biaya ini meliputi perbaikan, perawatan (tennasuk sparepart) serta biaya registrasi dari barang-barang invcstasi. Adakalanya, seperti yang telah diutarakan di atas, biaya bahan bakar dan bahan kebersihan dimasukkan pula dalam biaya ini. Infonnasi tentang biaya pemeliharaan bisa didapatkan pada fasilitas kesehatan yang bersangkutan. Biaya utilities (biasanya juga diistilahkan sebagai biaya operasional) termasuk listrik, air, telepon (TAL). Biaya ini seharusnya juga didapatkan pada fasilitas bersangkutan, atau pada instansi pembayar. Bila biaya ini sulit didapat, maka dapat dilakukan pendekatan sederhana
26
untuk menghasilkan estimasi menyeluruh untuk total operasional dim pemeliharaan sebagai proporsi dari biaya modal tahunan. Reproductive Health and Research WHO, 1999 mengestimasi biaya pemeliharaan gedung sebesar 2%, biaya utilities (operasional) sebesar 1%, dan biaya perawatan kendaraan 10% dari total biaya investasi/modal masing-masing.
2.6. A1okasi Biaya Alokasi biaya adalah istilah umum yang digunakan untuk mengidentifikasi pengumpulan biaya pada obyek biaya, berupa departemen, divisi atau produk (Horngren & Foster, 1991). Untuk biaya yang sudah jelas penggunaannya pada pusat biaya, maka tidak ada masalah dalam alokasi biaya. Sebagai contoh biaya reagen dapat langsung dialokasikan ke laboratorium atau biaya obat langsung dibebankan ke pusat-pusat biaya pemakainya. Akan tetapi seringkali karena sesuatu hal (misalkan adanya keterbatasan dalam pencatatan), biaya tidak
dapat
dialokasikan
langsung,
karena
tidak
ada
informasi
tentang
(bobot)
penggunaannya pada pusat biaya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pendekatan agar alokasi biaya dapat menjamin adanya keadilan bagi pusat-pusat biaya. Menurut Horngren &
Foster,
1991, idealnya untuk keputusan yang menyangkut
kebijaksanaan ekonomi, alokasi biaya harus berprinsip pada cost driver, yaitu faktor perubah yang menyebabkan berubahnya total biaya dari obyek biayalpusat biaya. Kadangkala suatu biaya/kelompok biaya dapat mempunyai beberapa cost driver, sebagai contoh biaya utilities, cost drivernya dapat luas ruangan, dapat jumlah tenaga, dapat pula jumlah output. Untuk memperkirakan alokasi yang adil antara departemen-departemen atau unit-unit, maka dibuat prosedur sebagai berikut :
1. Menentukan pengeluaran berdasarkan "line item" dan dikelompokkan ke dalam katagorikatagori yang lebih kecil, misalkan untuk gaji, tunjangan dan seragam dikelompokkan ke dalam katagori biaya pegawai. 2.
Biaya-biaya langsung dialokasikan ke pusat-pusat biaya penunjang maupun pusat-pusat biaya produksi.
3.
Pusat-pusat biaya (penunjang) diturunkan ke departemen (pusat biaya produksi) yang menyediakan pelayanan pasien, misalkan biaya administrasi dialokasikan ke bangsal anak.
28
bahwa pembebanan biaya tersebut harus akurat dan basil perhitungan biaya satuan nantinya juga mencerminkan prinsip keadilan bagi yang dikenai biaya satuan.
Biaya Investasi Biaya gedung dialokasikan berdasarkan m2 luas setiap ruang pelayanan, selasar, serambi, dll (Gani, et al, -). Dengan demikian informasi yang diperlukan adalah luas ruangan, selasar atau serambi yang digunakan oleh masing-masing pusat biaya. Pendekatan ini cukup akurat, karena berarti semakin luas ruangan, maka semakin besar biaya investasi gedungnya. Pada umumnya studi-studi terdahulu memakai pendekatan ini. Biaya alat, baik medis maupun non medis, idealnya dialokasikan langsung pada pusat biaya pengguna, sesuai catatan inventaris. Misalkan dental unit langsung dialokasikan berdasarkan pusat biaya pengguna, atau apabila alat dipakai bersama untuk beberapa kegiatan maka harus diperhitungkan bobot penggunaan a! at tersebut oleh masing-masing pusat biaya. Oleh karen a itu diperlukan pencatatan tentang penggunaan alat ini. Pendekatan ini mengartikan bahwa pusat biaya yang banyak memanfaatkan alat akan semakin besar biaya investasi alatnya. Kendaraan dialokasikan sesuai penggunaan aktual (perkiraan), misalnya waktu atau frekuensi penggunaan mobil dinas 100% untuk administrasi, mobil ambulans 60% untuk BP dan 40% untuk lain-lain (KIA, KB, dll). Dengan demikian harus ada jadwal penggunaan kendaraan. Dengan pendekatan ini berarti semakin sering suatu pusat pelayanan menggunakan kendaraan, maka semakin besar biaya investasi yang dibebankan kepadanya. Dasar pengalokasian ini digunakan pada studi Huff-Rousselle M, 1992a, 1992b; Mills AJ, 1991 (dalam Shepard, eta!, 2000). Puglisi R & Bicknell WJ, 1990 (dalam Shepard, et a!, 2000) melakukan alokasi berdasar biaya personal. Metoda ini kurang akurat, karena belum tentu pusat biaya dengan biaya personal besar akan lebih banyak menggunakan kendaraan. Studi oleh Kutzin J, 1989; Zaman S, 1993; Telyukov A, 1995, (seluruhnya dalam Shepard, eta!, 2000) bahkan menggolongkan investasi kendaraan ke dalam biaya langsung. Ini bisa dilakukan, hila masing-masing pusat biaya punya investasi kendaraan secara terpisah, tidak ada pemakaian bersama. 0
29
Biaya Tenaga Biaya tenaga (gaji/honor dan insentif) dialokasikan
menurut waktu produktif yang
dihabiskan oleh staf untuk berbagai kegiatan di Puskesmas. Misalkan seorang dokter, 70% pelayanan di BP, 20% kegiatan pokok lainnya, dan 10% untuk administrasi (rapat, dll). Dengan demikian BP hanya mendapat a1okasi gaji dokter tersebut sebesar 70% dari total biaya gajinya. Alokasi ini menghasilkan perhitungan, dimana unit pelayanan yang banyak pegawainya atau yang lebih banyak menggunakan waktu pegawai akan dibebani biaya pegawai yang lebih tinggi. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang penggunaan waktu staf. ldealnya informasi penggunaan waktu produktif staf didapatkan dari hasil pengamatan terhadap kegiatan staf sehari-hari. Akan tetapi cara ini akan banyak memakan waktu dan tenaga, apalagi untuk fasilitas yang relatif besar. Oleh karena itu dapat dilakukan dengan pengisian daily log oleh masing-masing staf, yang kadangkala dilengkapi pula dengan wawancara terhadap yang bersangkutan seperti yang dilakukan oleh Puslitbang Depkes, 1992. Cara lain yang dapat digunakan adalah wawancara terhadap pimpinan instansi tentang bagaimana pembagian waktu masing-masing staf berdasarkan daftar tugas, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Chalidyanto, 1999, dan Prabayanti, 2000. Pendekatan ini relatif cepat dan mudah, karena informasi berasal dari seorang expert di Puskesmas. Shepard, et al, 2000, mengelompokkan cara pengukuran waktu staf menjadi 2, yaitu : 1.
Meneliti data administrasi, metoda ini sederhana, tetapi hanya mengidentifikasi pusat biaya mana yang menggunakan waktu staf tersebut. Cara ini cocok untuk menguji job
discription bagi staf, alokasi waktu dan gaji/tunjangan. 2.
direct measurement, yaitu dengan pengamatan dan pengukuran langsung tcrhadap kegiatan staf dan waktu yang mereka sediakan dalam melayani pasien secara sampel. Dengan metoda ini langsung dapat diketahui, apakah staf benar-benar produktif dalam menggunakan waktunya. Dengan demikian dapat menghasilkan informasi langsung tentang sumber-sumber yang inefisien, seperti studi yang dilakukan oleh Lewis MA, 1996, dimana diketahui, bahwa dokter hanya bekerja 12% dari waktu yang dibayar, atau dengan kata lain Rumah Sakit membayar untuk tenaga kerja yang tidak menghasilkan.
30
Biaya Obat Dan Bahan Habjs Pakai Idealnya biaya obat dan bahan habis pakai langsung dialokasikan ke pusat biaya pengguna, karena biaya ini adalah biaya langsung bagi pusat biaya. Akan tetapi cara ini memerlukan pencatatan yang teliti tentang obat dan bahan habis pakai yang telah digunakan oleh masingmasing pusat biaya. Dan seringkali informasi ini sulit diperoleh, karena lemahnya sistem pencatatan yang ada. Oleh karena itu perlu ditentukan cost driver dalam pengalokasiannya.
Cost driver yang tepat bagi biaya ini adalah jumlah output, dengan asumsi semakin banyak output yang dilayani oleh suatu pusat biaya, maka semakin banyak biaya obat dan bahan habis pakai yang digunakan. Shepard, et al, 2000, mengungkapkan, ada dua pendekatan untuk memperlakukan biaya obat dan bahan medis habis pakai, yaitu: 1. Apotik sebagai pusat biaya penunjang tersendiri, yang akan didistribusikan ke pusat biaya akhir/produksi pada saat proses alokasi, seperti yang dilakukan oleh Mills, et al, 1993. Metoda ini lebih mudah, karena biaya obat dan bahan medis langsung dialokasikan ke apotik. Tetapi pendekatan ini kurang akurat, karena akan menimbulkan overestimate pada biaya asli pusat biaya apotik. 2. Biaya obat dimasukkan ke pusat-pusat biaya (produksi maupun penunjang) sebelum proses alokasi. Metoda ini cukup akurat, tetapi akan bermanfaat hanya bila tersedia data pengeluaran obatlbiaya obat untuk masing-masing pusat biaya secara lengkap. Dan yang seharusnya biaya obat sebisa mungkin dibebankan langsung ke pusat biaya, karena obat adalah biaya langsung. Shepard, et al, 2000, menyatakan bahwa bagaimanapun perlu dipertimbangkan untuk memperlakukan apotik sebagai pusat biaya tersendiri, karena biasanya
tcru~ama
untuk di RS,
apotik mempunyai sistem manajemen tersendiri. Di Puskesmas, karena biasanya tidak ada pencatatan penggunaan obat sesuai unit, maka untuk memperoleh data tersebut diperlukan sampel mengenai
obat apa saja yang biasa
digunakan dan berapa output pelayanan sesuai unit. Dasar alokasi biaya obat adalah rupiah obat yang terbagi di masing-masing unit, seperti yang telah dilakukan oleh Prabayanti, 2001. Chalidyanto, 1999, mengalokasikan biaya obat pada apotik berdasarkan jumlah kunjtmaan pasien.
31
Biaya Pemeliharaan Karena biaya peme1iharaan terdiri dari peme1iharaan gedung, kendaraan dan a1at, dimana cost
driver masing-masing berbeda, maka idea1nya di1akukan per1akuan yang berbeda pula. Sebaiknya biaya peme1iharaan ini juga dia1okasikan seperti biaya investasi, yaitu dialokasikan ke masing-masing pusat biaya berdasarkan bobot penggunaannya. ·Jadi peme1iharaan gedung berdasarkan luas lantai yang digunakan, biaya peme1iharaan kendaraan berdasarkan bobot penggunaan, biay~ pemeliharaan a1at juga berdasarkan alat yang digunakan o1eh masing-masing pusat biaya. Pendekatan ini seperti yang te1ah dilakukan pada studi Zaman S, 1993; Kutzin J, 1989; John Snow, Inc, 1990 (ketiganya dalam Shepard, et al, 2000) yang mengelompokkan biaya pemeliharaan ke dalam biaya langsung, tetapi ini sulit bila tidak ada pencatatan biaya pemeliharaan di masing-masing pusat biaya. Karena itu, seperti halnya biaya investasi, maka diperlukan catatan yang lengkap tentang penggunaan barang-barang investasi tersebut, terutama untuk kendaraan. Prabayanti, 200 I, mengalokasikan langsung biaya pemeliharaan ke dalam pusat biaya administrasi, yang nantinya akan dialokasikan ke pusat biaya produksi berdasarkan biaya pegawai, k!lrena biaya pemeliharaan sulit diidentifikasi outputnya sehingga sulit juga untuk dijadikan pusat biaya tersendiri. Studi yang dilakukan o1eh Huff-Rousselle M, 1992a; Gill L, 1994; Lewis M, et al, 1996; Gambia Ministry of Health/WHO, 1995; Mills AJ, 1991; Gill C & Percy A, 1994; Telyukov A, 1995; Ojo K, et al, 1995; Russell S, et al, 1988 (seluruhnya
dalam Shepard, et al, 2000), mengalokasikan biaya pemeliharaan berdasarkan luas lantai. Pendekatan ini sebenarnya kurang tepat, karena biaya pemeliharaan tidak hanya pemeliharaan gedung, tetapi juga pemeliharaan alat dan kendaraan - yang tidak mungkin cost
drivemya adalah luas lantai. Demikian pula dengan studi yang dilakukan olch Djclloul B, no date; LaForgia G & Balarezo M, 1993 (keduanya dalam Shepard, et al, 2000) yang mengalokasikan biaya pemeliharaan bcrdasarkan jumlah personil atau bcrdasarkan biaya personil sepcrti studi yang dilakukan olch Puglisi R & Bicknell WJ, 1990 (dalam Shepard, ct al, 2000), karena dasar tersebut tidak relevan dengan kegiatan pemeliharaan.
Biaya Utilities Biaya telepon, air, listrik (TAL) adakalanya dijadikan satu menjadi biaya umum seperti yang dilakukan oleh Prabayanti, 2001,
karena sulitnya mengidentifikasi output biaya-biaya
tersebut. Metoda ini kurang akurat, karena masing-masing biaya tidak dialokasikan dcngan
32
dasar yang relevan. Metoda yang lebih akurat, bila biaya-biaya tersebut dialokasikan sendirisendiri dengan dasar alokasi yang berbeda. Misalkan untuk biaya air dan listrik pada studi Gambia Ministry of Health/WHO, 1995 (dalam Shepard, et al, 2000) dialokasikan sctara dengan luas lantai. Sedangkan studi Wong H, 1989 (dalam Shepard, et at, 2000) mengalokasikan berdasarkan jumlah unit AC. Kedua jenis alokasi ini cukup akurat, karena berarti pusat biaya yang banyak menggunakan AC, akan semakin banyak pula penggunaan air dan Iistrik untuk keperluan AC tersebut, atau semakin luas lantai, maka diasumsikan semakin banyak listrik yang dibutuhkan untuk penerangan, serta air untuk membersihkan lantai dan AC (diasumsikan semakin luas lantai semakin banyak membutuhkan unit AC).
Biaya Lain Lain Biaya lain-lain ini adalah biaya yang relatif sulit untuk dikelompokkan dengan komponen biaya lainnya, oleh karena itu perlu pertimbangan tertentu untuk mengelompokkannya. Biaya rumah tangga dan kebersihan sebenamya bisa masuk ke biaya administrasi seperti yang dilakukan oleh Prabayanti, 2001, karena outputnya yang sulit diidentifikasi, sehingga dasar alokasinya dapat disamakan dengan biaya administrasi, yaitu berdasar jumlah personil. Tetapi beberapa studi mencoba menjadikannya sebagai pusat biaya sendiri. Studi yang dilakukan oleh Huff-Rousselle M, 1992a, 1992b; Mills AJ, et al, 1991; Gill P & Percy A, 1994; Russell S, et al, 1988 (seluruhnya dalam Shepard, et al, 2000) menga1okasikan biaya rumah tangga berdasar luas lantai, demikian pula untuk alokasi biaya kebersihan pada studi Lewis M, et al, 1995; John Snow, Inc, 1990; Telyukov A, 1995 (dalam Shepard, et al, 2000). Metoda ini justru kurang akurat, karena banyaknya kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangga dan kebersihan (alat, ruangan, dll) menjadikannya tidak dapat dialokasikan secara spesifik. Rangkuman tentang informasi apa yang seharusnya ada untuk mempersiapkan suatu analisa biaya, dan bagaimana metoda alokasi biaya yang seharusnya dilakukan disajikan pada lampiran 5.
33
2.6.2. Distribusi Biaya Dari Unit Penunjang Ke Unit Produksi Biaya Administrasi/Tata Usaha Biaya Tata Usaha/Administrasi biasanya dialokasikan berdasar jumlah personil atau. biaya personil, seperti halnya studi yang dilakukan oleh Prabayanti, 200 I, maupun yang dilakukan oleh Djelloul B, no date; Huff-Rousselle, 1992a, 1992b; Gill L, 1994; LaForgia G & Balarezo M, 1993; Gambia Ministry of Health/WHO, 1995; Puglisi R & Bickwell WJ, 1990; Gill I & Percy A, 1994; Wong H, 1989; Telyukov A, 1995; Wong H, 1993 (seluruhnya dalam Shepard, et al, 2000).
Apotik Karena biaya obat yang ideal sudah dialokasikan langsung ke pusat biaya pcmakai berdasarkan rupiah obat yang dipakai, maka biaya apotik ( di luar obat) sebaiknya dialokasikan berdasarkan jumlah resep dari masing-masing pusat biaya yang dilayani. Metoda ini cukup rasional karena diasumsikan bahwa tiap resep dibebankan biaya apotik yang sama untuk pelayanan yang relatif sama (menyiapkan obat dan membagikan).
Laboratorjum Pada rumah sakit, laboratorium diperlakukan sebagai pusat biaya penunjang. Idealnya biaya laboratorium dialokasikan berdasarkan jumlah dan jenis test yang dilakukan pada seorang pasien, karena kadangkala untuk satu orang pasien diperlukan spengambilan sediaan Jebih dari satu jenis (bisa darah, air seni, dahak). Akan tetapi sangat sulit untuk mencrapkan metoda yang demikian, karena perlu ada pencatatan yang sangat rinci. Olch karena itu pengalokasian berdasarkan jumlah output lebih mudah dilakukan dan dianggap cukup akural. Metoda lain adalah alokasi dengan memperkirakan waktu antara pasi·en rawat jalan scrta waktu pasien rawat inap (Mills et al, 1993). Metoda ini kurang adil karena berarti untuk tiap pasien rawat inap dengan kelompok penyakit yang berbeda diasumsikan memerlukan jenis test yang sama. Demikian pula untuk rawat ja1an.
34
2.7. Pengukuran Kinerja Dalam melakukan pengukuran kinerja, indikator yang biasanya dipakai adalah efisiensi dan efektifitas. Efisiensi Jebih sering digunakan, karena pengukurannya relatif Jebih mudah, sebab biasanya menyangkut hasil yang didapatkan dalam waktu dekat (output), dibanding efektifitas, yang biasanya berhubungan dengan basil dalam waktu lama (impact/dampak). Horngren & Foster, 1991, menyatakan babwa peiformance (penampilan) dapat dalam bentuk efektif dan efisien, tetapi dapat juga suatu kondisi banya mempunyai salab satunya dari keduanya, yaitu efektivitas saja atau efisiensi saja. Menurutnya efektivitas adalab tingkatan untuk menetapkan sasaran atau target yang dicari, sedangkan efisiensi adalah hubungan antara input-input yang digunakan dengan output yang dicapai. Dan fokus pada pengukuran
performance adalab peningkatan dalam pengurangan biaya total dari perusahaan secara keseluruhan. Osborn & Gaebler, 1995, mendefinisikan efisiensi sebagai ukuran berapa banyak biaya untuk masing-masing unit output. Dalam mengukur efisiensi akan diketabui berapa banyak biaya yang ditanggung untuk mencapai suatu output tertentu. sedangkan efektivitas dinyatakan sebagai ukuran kualitas output itu, untuk mencapai outcome yang dibarapkan. Contobnya pengukuran efisiensi di bidang kesebatan adalab berapa banyak pasien yang dilayani dan berapa banyak biaya yang dibutubkan; sedangkan pengukuran efektivitas adalab berapa banyak pasien yang kondisi kesebatannya meningkat/dapat disembubkan. Dalam mengukur efektifitas akan diketabui apakab investasi ada gunanya. Wignyosoebroto, 1992, mengatakan, babwa produkstivitas seringkali diidentifikasikan dengan efisiensi. Bila input da1am keadaan konstan dan output bertambah maka menunjukkan babwa sumber-sumber produksi (input) telab dimanfaatkan dan dikelola sccara efisien. Atau dengan kata lain suatu kenaikan produktivitas dengan nilai masukan konstan atau lebib kecil maka menunjukkan babwa pekerja telab melaksanakan tugas dengan lebib efisien. Menurut Creese & Parker, 1994, penyampaian/penyediaan layanan atau program kesebatan akan lobih cfiaien kctika providfJr lcbih banyak mendapatkan kcuntungan dari pcnggunaan sumber-sumber yang ada. Efisiensi dapat diukur dari basil penyajian data yang sederbana dalam bentuk nilai absolut maupun prosentase dari biaya total. Dua macam pendekatan yang dapat dipakai adalab :
35
I. memfokuskan pembahasan lebih lanjut pada penampilan biaya· yang paling tinggi di an tara komponen-komponen biaya yang ada. Komponen biaya yang tinggi perlu diberikan perhatian yang lebih, karena punya potensi untuk dilakukan penghematan. Sebagai contoh apabila biaya tenaga punya prosentase yang paling besar (misalkan 40%), maka ada kemungkinan bahwa penghematan komponen biaya tersebut (misalkan 10%) akan menyebabkan pengurangan biaya total sebesar 4% (10% dari 40%), yang mana lebih bermakna dibandingkan apabila menghemat I 0% biaya bahan non medis habis pakai (misalkan 20%), yang dapat menyebabkan pengurangan biaya total hanya sebesar 2%
( 10% dari 20%). Upaya
pengendalian biaya harus dilakukan secm·a hati-hati, dalam hal.
menentukan apakah dapat dilakukan perubahan pada komponen biaya tersebut. Sebagai contoh, biaya gaji adalah input yang penting, tetapi seringkali penggunaannya tidak optimal, dan mengubah komposisi tenaga dalam jangka waktu pendek adalah sangat sulit. Oleh karena itu berbagai pertimbangan harus dipikirkan untuk melakukan efisiensi. Tetapi yang penting, menentukan input-input utama adalah berguna dalam melakukan penggalian efisiensi program. 2. membandingkan penampilan pada unit-unit yang sejenis. Dapat diasumsikan bahwa unitunit yang sejenis mempunyai penampilan biaya yang sejenis pula. Misalkan dapat dibandingkan antara beberapa unit pelayanan kesehatan dasar, atau dibandingkan antara satu unit pelayanan tertentu di antara beberapa fasilitas kesehatan. Dalam hubungannya dengan biaya satuan, efisiensi dapat dipakai sebagai patokan, apakah biaya satuan sudah optimal atau belum. Misalkan apabila didapatkan bahwa output yang dihasilkan masih di bawah kapasitas output, maka dapat dikatakan, bahwa biaya satuan yang didapat belumlah optimal, dan seharusnya masih dapat ditekan, hila kapasitas output terpenuhi. Salah satu upaya melakukan kegiatan efisiensi (dalam fasilitas kesehatan) dapat dimulai dengan mengaitkan antara unit cost yang didapat dengan kinerja seperti BOR (Bed
Occupancy Rate) dan ALOS (Average Length ofStay) (Suherman, 1994).
2.8. Pengendallan Blaya Pengendalian biaya biasanya dihubungkan dengan upaya-upaya untuk peningkatan efisicnsi. Oleh karena itu sebelumnya harus diketahui penyebab inefisiensi, agar upaya yang dilakukan
36
ada gunanya. Gani, 1998, mengungkapkan beberapa hal yang dapat menjadi penyebab inefisiensi, yaitu : 1. A/locative inefficiency, ialah ketidakseimbangan alokasi antara biaya kegiatan pelayanan dan biaya kegiatan penunjang, atau an tara biaya investasi (biaya tetap) dengan biaya operasional (biaya variabel). Sjaaf, 1994, berpendapat, bahwa persentase dari biaya tetap dan tidak tetap inilah yang penting untuk diamati proporsinya, karena akan tetap tergambar setelah biaya dialokasikan ke biaya layanan per penderita. Dan yang paling penting tentunya adalah persentase dari biaya tidak langsung dalam biaya per penderita yang diharapkan lebih kecil dari biaya langsungnya. Sjaaf juga mengungkapkan, bahwa sekitar 25%-30% biaya RS diserap pada komponen biaya tetap, di mana sekitar 20% dari jumlah tersebut digunakan untuk pos biaya administrasi umum. 2. Economic inefficiency, karena penggunaan input pelayanan yang mahal, misalnya pemberian obat yang tidak rasional (paling sering adalah penggunaan antibiotika yang tidak perlu). 3. Scale inefficiency, yaitu karena kapasitas fasilitas pelayanan jauh melebihi kinerjanya (utilitas rendah). Dengan demikian yang harus dikembangkan adalah suatu standar, baik standar kualitas layanan maupun standar kapasitas. Seperti halnya yang diutarakan oleh Sjaaf, 1994, bahwa kegiatan pokok yang paling penting dalam menentukan biaya layanan per penderita adalah standar layanan per penderita. Dalam standar ini ditetapkan tindakan-tindakan apa saja yang harus dilakukan, berapa lama waktunya, siapa pelaksananya, obatlbahan apa yang digunakan, berapa banyak penggunaannya, dll. Dari standar inilah maka standar biaya dapat terefleksikan. Sebenamya tidak hanya keadaan yang inefisien saja yang perlu dilakukan pengendalian biaya, akan tetapi secara umum seringkali adanya inflasi biaya juga memerlukan upayaupaya pengendalian. Adanya inefisiensi dalam proses penyediaan pelayanan dapat menyebabkan inflasi biaya kesehatan, tetapi inflasi biaya belum tentu disebabkan karena adanya inefisiensi dalam proses penyediaan pelayanan kesehatan. Beberapa faktor yang menyebabkan inflasi biaya kesehatan (Gani, 1996), ialah : 1. Pelayanan kesehatan adalah industri padat karya, dimana semakin maju teknologi pelayanan kesehatan, semakin banyak orang terlibat (akibat spesialisasi). Keadaan ini
37
menyebabkan biaya kesehatan sangat sensitif terhadap perubahan gaji. Walaupun gaji PNS relatif tidak sering mengalami kenaikan tetapi semakin banyak jenis keahlian yang terlibat untuk menangani kasus tertentu. 2. Seperti halnya spesialisasi, perkembangan teknologi kedokteran menghasilkan alat-alat canggih, yang aplikasinya belum tentu "cost effective". Tidak jarang keputusan investasi alat canggih tidak didasarkan pada pertimbangan ekonomis, akan tetapi didasarkan pada pertimbangan "selera profesi" dan keinginan untuk memperoleh citra sebagai RS modem. 3. Tindakan yang tidak perlu (misalnya : pelayanan penunjang diagnostik) adalah sebab lain tcrjadinya inflasi. 4.
Dokter spesialis yang relatif jumlahnya terbatas, telah diketahui secara umum bahwa mereka bekerja di lebih dari satu RS. Banyak RS swasta yang tidak mampu merekrut spesialis secara full-time. Keadaan ini menyebabkan dokter spesialis mempunyai posisi
bargain yang cukup kuat, yakni dalam menentukan tarif, standar pelayanan dan waktu pelayanan. 5. Adanya transisi epidemiologis, dimana penyakit-penyaki akibat infeksi masih cukup banyak, sedangkan penyakit non-infeksi yang memerlukan alat canggih yang mahal serta kemampuan spesialistis untuk menanganinya juga semakin marak. Beberapa teknik pengendalian biaya yang diutarakan oleh Gani, 1996, di antaranya adalah : 1. Peningkatan efisiensi, yang dapat dilakukan dengan cara : menggunakan kombinasi input yang optimal, misalkan investasi alat canggih harus disertai dengan tenaga yang mampu mengoperasikan; selesainya pembangunan RS harus dibarengi dengan kesiapan fasilitas lainnya; juru imunisasi dan vaksin harus dilengkapi dengan cold chain system (sistem pendingin) yang baik. Menggunakan input dengan biaya terkecil. Ini bisa dilakukan terhadap ketenagaan (misalnya pendelegasian wewenang kepada tenaga dari jenjang pendidikan rendah); terhadap obatlbahan (misalkan obat generik), dll. 2. Mengupayakan strategi khusus, misalnya pengendalian biaya operasional. Obat dan gaji adalah komponen terbesar dalam biaya operasional pelayanan kesehatan. Dalam pengendillian biaya obat, standarisasl jenia obat patut dlpertimbangkan. 3. Pengendalian biaya investasi.
38
2.9. Konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pelayanan kesehatan dasar merupakan inti dari sistem kesehatan dengan ujung tombaknya adalah pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Draft Pedoman Kerja Puskesmas (Depkes RI, 1999) menyebutkan, bahwa Puskesmas adalah satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyelunih, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran aktif masyarakat dan menggunakan basil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Dengan demikian tugas pokok Puskesmas adalah : a.
memberi pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau, cakupannya luas dan sesum dengan kebutuhan masyarakat.
b.
Membina peran serta masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan.
c.
Mengembangkan usaha-usaha inovatif agar terjamin pcmcrataan pelayanan dan tergalinya potensi masyarakat.
Tugas pokok ini dijabarkan dalam upaya pokok Puskesmas, yang berupa program-program kesehatan. Dalam rangka menanggapi tuntutan pelayanan kesehatan yang
lebih baik,
maka
dikembangkanlah konsep Puskesmas Pembina di DKI Jakarta pada tahun 1991. Dalam SK Gubemur DKI Jakarta no.3229 tahun 1999 tentang Standarisasi Pelayanan Kesehatan pada Puskesmas Di DKI Jakarta disebutkan, bahwa Puskesmas Pembina adalah Puskesmas tingkat kecamatan yang mempunyai persyaratan sebagai berikut : 1. melaksanakan 18-20 upaya pokok Puskesmas 2.
melaksanakan pelayanan semi spesialis maupun spesialis minimal 4 jenis
3. mempunyai unit perawatan untuk persalinan dan merupakan pusat rujukan antara 4;
kecenaaaan minimal 96 orana
5. mempunyai kegiatan penunjang diagnostik, minimal laboratorium lengkap. Lebih meningkat lagi dalam rangka penyelenggaraan pelayanan yang lebih baik, maka ditetapkanlah status swadana bagi beberapa Puskesmas Pembina. Pengertian Puskesmas
39
Swadana adalah Puskcsrnas yang dibcri wewenang dapat mcngclola scndiri pcncnrnaan fungsionalnya sccara langsung untuk keperluan operasionai dan rnengoptimalkan mobilisasi potcnsi pcmbiayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kcschatan (Ditjen Binkesmas Depkes RI, 1998). Yang dimaksud pcnerimaan fungsional adalah penerimaan yang diperoleh sebagai imbalan atas pclayanan, baik bcrupa barang dan atau jasa yang diberikan oleh satuan kerja daerah dalam
mcnjalankan
fungsinya
melayani
kepentingan
masyarakat
dan
atau
dinas/lcmbaga/satuan kc1ja dacrah lainnya. Tujuan Puskcsmas swadana adalah : (I) mcningkatkan mutu pclayanan kcschatan Puskcsmas melalui
pemanfaatan penerimaan
fungsionalnya
secara
langsung;
(2)
meningkatkan
jangkauan pelayanan, baik bagi masyarakat mampu maupun berpenghasilan rendah; (3) meningkatkan pengembangan sumber daya man usia dan profesionalisme staf Puskesmas, (4) meningkatkan manajemen Puskesmas, termasuk keuangan. Karena beratnya beban yang harus dipikul oleh Puskesmas swadana, maka ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu : a.
Puskesmas dengan atau tanpa tempat tidur.
b.
Mempunyai penerimaan fungsional yang memadai (sekitar minimal 40% dari total kebutuhan di luar gaji pegawai,belanja investasi dan obat inprcs).
c.
Mempunyai tenaga yang memadai.
d.
Masyarakat di wilayah kerjanya mempunyai kemampuan ekonomi yang baik Uumlah penduduk mampu >50%).
e.
Mempunyai manajemen Puskesmas yang baik.
f.
Sudah melaksanakan tcrtib "tata usaha" keuangan.
g.
Akan melaksanakan program jaminan muhi pelayanan kcsehatan.
h.
Akan merintis Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPKM).
Setelah Puskesmas menjadi unit swadana, bukan berarti APBD Dati I dan II yang menunjang pembiayaan Puskesmas selama ini ditiadakan. Sumber-sumber tersebut tetap diberikan dan diarahkan terutama untuk memperkuat upaya peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan. Dengan demikian subsidi yang diberikan merupakan salah satu wujud dari komitmen pcmerintah untuk tetap memberikan pelayanan yang bersifat public sector.
BABIII
HASIL PENGAMATAN DAN APLIKASI METODA
3.1. Hasil Pengamatan 3.1.2. Gambaran Umum Kecamatan Jatinegara Kecamatan Jatinegara yang ter1etak di wi1ayah Kotamadya Jakarta Timur, mempunyai 1uas wi1ayah kerja 1.115,32 Ha, dan terdiri dari 8 ke1urahan, 90 RW dan 1.154 RT. Data yarig didapat tahun 1999/2000 menunjukkan, jum1ah penduduk kecamatan sebanyak 289.898 jiwa dengan kepadatan 27.359 jiwa per km2. Struktur penduduk menunjukkan penduduk usia muda, dengan usia produktif 15-44 tahun sebanyak 50,01%. Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar tamatan SLTP dan SLT A (47,18%). Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai karyawan swasta/PNS/ABRI (28,31 %) dan pedagang (13,47%), akan tetapi yang termasuk da1am fakir miskin dan pengangguran justru 1ebih banyak 1agi, yaitu 50,17%. Wilayah Kecamatan Jatinegara mempunyai RW kurnub scbanyak 16 buah, dan RW yang diidentifikasi sebagai rawan banjir sebanyak 30 buah.
3.1.2. Gambaran Umum Puskesmas Pembina Jatinegara Puskesmas Pembina Jatinegara yang merupakan puskesmas tingkat Kecamatan terletak di Kelurahan Balimester, pada 1okasi yang termasuk berumur tua dan strategis, di tengah-tengah pusat kegiatan ekonomi, sosia1 dan pemukiman yang padat. Untuk melayani se1uruh wilayah kecamatan yang luas, Puskcsmas Kecamatan mempunyai perpanjangan tangan, yaitu Puskesmas Kelurahan, yang jumlahnya ada II buah, terscbar di scluruh kclurahan. Wa1aupun di masing-masing ke1urahan sudah ada Puskesmas Kclurahan, akan tctapi scringkali penduduk lebih senang memanfaatkan Puskesmas Kecamatan, yang lebih lengkap fasilitasnya. Menanggapi adanya peningkatan kebutuhan pelayanan di masyarakat dan masih belum berjalan baiknya sistem rujukan yang ada, maka ditetapkanlah Puskesmas Kecamatan Jutineanra sebagai salah satu dari 10 Puskesmas Pembina di DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubemur no.l537 tgl.l Oktober 1992 ten tang Penunjukan Dan Penetapan 10 Puskesmas Kecamatan Menjadi Puskesmas Pembina Di Wilayah DKI Jakarta. Dengan statusnya sebagai Puskesmas Pembina
41
maka Puskesmas Kecamatan Jatinegara tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan dasar saja, tetapi juga pelayanan semi spesialis dan spesialis. Salah satu prestasi yang pemah diraih Puskesmas Pembina Jatinegara adalah diterimanya penghargaan Adi Satya Bhakti dari Presiden RI pada th. 1995 sebagai penghargaan bagi instansi/lembaga pemerintah yang dinilai baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kelebihan lainnya dari Puskesmas Pembina Jatinegara adalah lokasinya yang strategis di pinggir jalan besar sehingga transportasi mudah, di dekat pasar, dan letaknya yang berdampingan dengan Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur menyebabkan Puskesmas Pembina Jatinegara punya kesempatan untuk mendapatkan informasi-informasi yang penuh dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur sebagai pembina langsung. Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan sumber daya manusia, maka status Puskesmas Kecamatan Jatinegara telah ditingkatkan menjadi unit swadana daerah, berdasarkan SK Gubemur no.34 th.2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Administrasi Puskesmas Unit Swadana Daerah. Dengan statusnya sebagai unit swadana daerah maka Puskesmas Jatinegara diberi tanggungjawab untuk mengelola
se~diri
pendapatan fungsionalnya. Swadana
Puskesmas Kecamatan berarti meliputi seluruh Puskesmas yang ada pada kecamatan tersebut sebagai satu jaringan kerja. Dalam sistem pembinaan Puskesmas, maka Puskesmas Kecamatan bertanggungjawab pula membina Puskesmas Kelurahan, walaupun Puskesmas Kelurahan juga mempunyai kewenangan yang besar dalam mengelola Puskesmasnya sendiri. Dalam struktur organisasi kesehatan, Puskesmas adalah unit terkecil, dan tidak mempunyai struktur organisasi. Sehingga untuk alat bantu manajemen digunakan organogram sebagai pengganti struktur organisasi. Di dalam organogram Puskesmas Jatinegara (lampiran 1) terlihat, bahwa dalam mcnjalankan tugasnya, Kepala Puskesmas dibantu olch : I.
kepala sekretariat, yang membawahi : bagian satuan kerja (satker) untuk urusan pencatatan/pelaporan dan perencanaan umum urusan kepegawaian untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan pegawai arsiparis untuk tugas pengarsipan urusan rumah tangga untuk tugas yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.
2. kepala P3A, yang membawahi : bendahara barang bendahara swadana/pengeluaran bendahara penerima
42
P3 U pemeriksaan P3 UD pengadaan 3. kepala seksi pelayanan medik (yanmed) untuk tugas-tugas di klinik (kuratif dan rehabilitatif) 4.
kepala seksi pelayanan masyarakat untuk pengelolaan keseluruhan program-program kesehatan dan yang lebih mengarah ke kegiatan promotif dan preventif.
5.
Kepala seksi pelayanan keluarga (yankel) yang mengurusi program kesehatan yang berhubungan dengan pihak ketiga, seperti Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), Dana Usaha Kesehatan Masyarakat (DUKM), institusi pendidikan, dll.
6.
Kcpala scksi pcnunjang untuk kegiatan yang bcrhubungan dcngan kegiatan yang mendukung tugas-tugas Puskesmas, yang terdiri dari employment relation (ER) dan
customer relation (CR), seperti misalnya gugus kendali mutu (GKM) atau quality assurance (QA). Bagian pelayanan medik jenis kegiatannya lebih banyak kepada pelayanan teknis medis, sedangkan bagian lainnya lebih banyak kegiatan administratif. Disamping itu untuk mengelola Puskesmas Kelurahan, Kepala Puskesmas Kecamatan telah mendelegasikan wewenangnya kepada Kepala Puskesmas Kelurahan. Dengan demikian untuk urusan rumah tangga Puskesmas Kelurahan, pimpinan Puskesmas Kelurahan berhak mengatur sendiri, termasuk dalam masalah keuangan, sepanjang mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan.
3.1.3. Pengelolaan Keuangan Puskesmas Swadana Dalam rangka mengelola penerimaan fungsionalnya, setiap Puskesmas (kecamatan dan kelurahan) mempunyai seorang kasir untuk menerima penerimaan fungsional Puskesmas. Sesuai ketentuan, setiap hari, paling lambat pukul 13.00 BBWI kasir harus menyetor penerimaannya melalui Bank ke Rekening Puskesmas Kecamatan. Rekening Bank Puskesmas Kecamatan dibuka atas nama Kepala Puskesmas Kecamatan dan Bendahara Pengeluaran. Sistem inilah yang disebut sebagai penerimaan dan pengeluaran keuangan satu pintu. Setiap Puskesmas dapat mengajukan kebutuhan operasional setiap saat asal tidak menyimpang dari Daftar Rencana Kegiatan (DRK.). Tiap Puskesmas mempunyai DRK. Walaupun begitu, jenis kegiatan yang dibiayai dapat menyesuaikan dengan kebutuhan riil lapangan, tidak kaku
43
berdasarkan DRK yang disiapkan sebelumnya. Kebutuhan yang melewati besamya penerimaan dari Puskesmas sampai batas tertentu, sepanjang pertimbangannya tepat, dapat diberikan sebagai bentuk subsidi silang. Puskesmas menerima kebutuhan operasionalnya sebagian dalam bentuk uang dan sebagian lagi dalam bentuk barang. Uang kontan yang diterima digunakan untuk keperluan sehari-hari yang lebih efektif, cepat dan mudah dilakukan oleh masing-masing Puskesmas. (dirangkum dari Ristiani & Surono, -)
3.1.4. Produk Puskesmas Pembina Jatinegara Berbeda dengan perusahaan manufaktur yang pada umumnya mempunyai produk yang sifatnya homogen, produk Puskesmas sifatnya heterogen, menurut jenis pelayanan yang disediakan. Berdasarkan
tujuan
pelayanannya,
produk
Puskesmas
dapat
berupa
pelayanan
promotif/preventif dan kuratif/rehabilitatif. Berdasarkan jenisnya produk puskesmas dapat berupa jasa/pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan semi spesialis dan spesialis, serta pelayanan penunjang diagnosa seperti yang disajikan pada lampiran 3. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Puskesmas telah membuat alur pelayanan, yang dimulai dari pendaftaran pasien. Seluruh pengunjung Puskesmas yang memerlukan pelayanan harus mendaftar dan membayar karcis dahulu di loket pendaftaran lantai 1, kecuali untuk klinik BPG dan penunjang pelayanan medik, yang pendaftaran dan pembayaran karcis di loket 12 lantai 2. Setelah dari loket pendaftaran lantai 1, pasien BPU, klinik kulit, akupuntur dan mata ke loket kartu di lantai 2 untuk mengambil kartu status setelah itu baru menunggu untuk mendapatkan giliran dilayani pada klinik-klinik tujuan. Sedangkan pasien tujuan klinik lain, setelah dari loket 1 langsung ke ruang pelayanan, karena kartu status disimpan di sana. Pasien BPG, setelah mendaftar dan mengambil kartu dari loket 12 kemudian menuju ruang klinik BPG, sedangkan pengunjung yang memerlukan pelayanan penunjang diagnostik, setelah dari loket 12 dapat menuju ke ruang pelayanan penunjang diagnostik. Prosedur di atas tidak berlaku untuk RB dan klinik 24 jam. Kedua pelayanan ini mempunyai prosedur, dimana pendaftaran, pembayaran dan pelayanan dilayani di klinik. Untuk lebih memperjelas alur pelayanan ini dapat dilihat pada lampiran 4. Dalam penelusuran data jumlah output, ditemui beberapa ketidakcocokan, baik dalam total jumlah maupun dalam sumber data yang berbeda. Misalnya: ( 1) pada pencatatan jumlah output tahun 2000, maka ada ketidakcocokan antara total output dengan output per bulan, sehingga
44
harus
dilakukan
penghitungan
ulang,
(2)
data
output . di
bagian
satuan
kerja
(pencatatan/pelaporan) beberapa klinik mempunyai jumlah yang berbeda dengan data pasien di klinik. Apabila dilihat data kunjungan Puskesmas Jatinegara, maka pada periode 1994 sampai 1999 jumlah output meningkat sebesar 20%. Pada tahun 2000 jumlah output sebanyak 156.10 1 kunjungan atau menurun sebesar 54,27% dibanding tahun 1999 dan apabila dilihat jumlah penduduk, temyatajuga menurun sebesar 9,74%. Akan tetapi pada tahun 2001 sampai dengan Juni terlihat bahwa output sudah mencapai 92.091 kunjungan, atau mencapai separuh lebih dari jumlah tahun sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2001 output sudah mulai meningkat lagi. Output Januari-Juni 2001 ini terbesar berasal dari klinik BPU sebesar 44.9% dan klinik 24 jam sebesar 21 ,5%. Dari data pola penyakit utama di Puskesmas Jatinegara tahun 1999 maka terlihat bahwa penyakit infeksi masih mendominasi kasus-kasus kunjungan Puskesmas. Penyakit infeksi yang banyak ditemui adalah penyakit infeksi akut pada saluran nafas (29,46%), penyakit kulit infeksi (7,87%), diare (4,66%) dan penyakit usus lainnya (3,31%). Sedangkan untuk pola penyakit penyebab kematian (yang melapor ke Puskesmas), maka terlihat bahwa dominasi justru pada penyakit non-infeksi, seperti asthma bronchiale (21,29%), arteriosclerosis (16,92%), penyakit jantung (8,75%), stroke (7,03%), diabetes mellitus (5,51 %), serta penyakit non-infeksi lainnya (25,41 %). Dalam memberikan pelayanan, tidak semua klinik sudah mempunyai standar operasional. Dari tingkat Dinas Kesehatanpun, Standarisasi Pelayanan Puskesmas Di DKI Jakarta (lampiran SK Gubemur no.3229 tahun 1999) yang didapatkan tidak cukup lengkap.
3.1.5. Sumber Dana Sejak menjadi Puskesmas swadana, diberlakukan keuangan satu pintu antara Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan. Di Puskesmas Kecamatan ada bendahara uang masuk dan uang keluar (karena konsep swadana diterapkan pada keseluruhan satu wilayah kecamatan). Ada dua sumber dana untuk pembiayaan operasional Puskesmas, yaitu : a.
anggaran swadana yang berasal dari pendapatan fungsional Puskesmas
b. anggaran subsidi yang berasal dari anggaran rutin APBD Dati I kedua anggaran tersebut dikelola oleh P3A (Panitia Perencanaan dan Pengendalian Anggaran).
45
Penggunaan uang penerimaan dari masyarakat (fungsional) dan subsidi saling memperkuat. Dalam prakteknya ada pengaturan dalam pemakaian kedua sumber anggaran tersebut. Prinsipnya, untuk kegiatan-kegiatan yang rutin dan memerlukan birokrasi yang lebih ketat menggunakan anggaran subsidi, sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang praktis dan inovatif menggunakan penerimaan fungsional (swadana), misalkan untuk penyediaan tenaga yang diperlukan bagi Puskesmas, tetapi tidak tersedia, sehingga Puskesmas dapat mengangkatnya sebagai tenaga honorer. Tahun anggaran 1999/2000 (saat uji coba swadana dimulai), untuk membiayai kegiatan operasional Puskesmas, 27% menggunakan anggaran swadana sedangkan sisanya (73%) menggunakan anggaran subsidi. Sedangkan pada tahun anggaran 2000 (April s/d Desember 2000) proporsi anggaran swadana 33,27% dan subsidi 66,73%. Dan tahun anggaran 2001 sampai dengan Juni 2001 pembiayaan dari swadana mumi sebesar 61,46%
dan subsidi
38,54%. Diharapkan, secara bertahap Puskesmas Jatinegara dapat meningkatkan anggaran swadananya, sehingga dapat mengurangi anggaran subsidi. Sebenamya anggaran operasional Puskesmas tidak hanya berasal dari kedua sumber di atas, tetapi juga ada dari sumber yang lain, yang diperoleh tidak dalam bentuk dana, yaitu belanja pegawai dari anggaran pusat dan daerah (yang pada era otonomi daerah seluruhnya menjadi tanggungan daerah), obat-obatan dari ASKES dan Jamsostek, serta
pembayaran rekening
telepon, air, listrik, dan jasa kebersihan dari Dati II. Selain anggaran-anggaran di atas, Puskesmas
Jatinegara juga memperoleh anggaran
pembangunan Dati II untuk menunjang kegiatan-kegiatan promotif dan preventif di luar gedung Puskesmas (berupa proyek-proyek). Anggaran ini dikelola oleh pengelola program bersangkutan dan sebagian besar jatuh ke Puskesmas Kelurahan.
3.1.6. Karakterjstjk Bjaya Input Input Biaya Investasj Gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dibangun th. 1950, tennasuk dalam tipe Puskesmas denaan luas banpnan k\lrana lobih I.SOO 1112, yan1 bordiri dt ata• tanah aeluRa 1.360 m2 dan terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama sebagian besar untuk RB, dan klinik KIA dan kebidanan,
Jokct, dan fasilitas umum Jainnyu. Luntai kcdua scluruhnya untuk kcgiatun pclayanan (klinik}, dun Jantai ketiga sebagian besar untuk ruang administrasi. Puskesmas mempunyai kendaraan operasional berupa 3 buah kendaraan roda empat dan 7 buah kendaraan roda dua. Satu buah kendaraan roda empat yang dipero1eh pada tahun 1997,
disamping scbagai mobil dinus
kcpalu Puskcsmas, juga untuk opcrusional tugas-tugas
keadministrasian (rapat-rapat, dll), sedangkan dua buah kendaraan roda empat 1ainnya yang dipero1eh tahun 1984 dan 1985 1ebih banyak untuk tugas promotif-preventif, misa1kan untuk kegiatan fogging, penyu1uhan, Posyandu, dll. Kendaraan roda dua yang dipero1eh sejak tahun 1993 sampai 1997, selain digunakan untuk kendaraan dinas beberapa staf Puskesmas, juga untuk operasiona1 keadministrasian. Data jum1ah, jenis, dan tahun perolehan kendaraan bermotor tersedia, hanya harga pembelian yang tidak tersedia. Disamping itu jadwa1 penggunaan kendaraan bermotor untuk operasiona1 juga tidak ada, sehingga sulit untuk mengidentifikasi secara tepat pemanfaatan kendaraan tersebut. Hasil wawancara dengan beberapa petugas menunjukkan, bahwa pada umumnya, walaupun alat kesehatan sudah banyak yang melampaui umur ekonomisnya, tetapi rata-rata masih beroperasi dengan baik. Sejak menjadi Puskesmas Pembina, karena me1ayani pe1ayanan semi spesia1is, maka Puskesmas Jatinegara dilengkapi dengan beberapa alat kesehatan penunjang diagnosa, seperti alat rontgen, EKG dan USG, serta peralatan 1aboratorium yang memadai seperti QBC. Pencatatan tentang penerimaan dan pendistribusian alat-alat kesehatan yang didapat adalah sejak tahun 1997 sampai sekarang. Beberapa kelemahan dari pencatatan terse but adalah ( 1) tidak tersedia harga pembe1ian, (2) kadangkala dalam pencatatan distribusi a1at medis sebagai inventaris didapatkan pula alat medis yang habis pakai (misa1kan kasa gu1ung, benang catgut, jelly USG, dll), (3) ada alat yang temyata 1okasinya tidak sesuai dengan lokasi pendistribusian, hal ini dikarenakan bermacam-macamnya sumber pengadaan alat-alat
tersebut, yang
kadangkala datangldidrop langsung dari distributor tanpa didampingi oleh penyandang dana, dengan disertai informasi yang minim tentang alat tersebut. Kondisi ini menyulitkan petugas penerima barang, karena kadangkala mereka tidak tahu siapa sebetulnya user alat tersebut (misalkan alat descartex/penghancur jarum suntik untuk program imunisasi anak sekolah, yang dalam pencatatan didistribu&ikan ke baaian rontaen, padahal adanya di
l&~boratorium).
Disamping alat kesehatan, alat non kesehatan juga re1atif cukup, baik itu berupa perabot rumah tangga, alat pendingin ruangan, komputer, dll.
47
Selama ini biaya depresiasi tidak pemah dianggarkan oieh Puskesmas, karena investasi selalu didapat dari instansi di tingkat atas, sehingga Puskesmas merasa tidak perlu memikirkan biaya depresiasi.
Biaya Gaji Dan Insentif Jumlah tenaga keseluruhan Puskesmas Pembina Jatinegara 120 orang, terdiri dari 104 orang tenaga dengan status pegawai negeri, tenaga 8 orang honorer, ditambah dengan 7 orang tenaga kebersihan, serta tenaga klinik 24 jam dan pembaca rontgen. Ada kalanya untuk tenaga langka Puskesmas "meminjam" dari sarana kesehatan lain, misalnya dokter spesialis mata, dipinjam dari Puskesmas Kecamatan Matraman, pembaca hasil rontgen berasal dari RS Mitra Keluarga. Komposisi tenaga PNS adalah sebagai berikut : golongan I sebanyak 3 orang, golongan II sebanyak 39 orang, golongan III sebanyak 50 orang dan golongan IV sebanyak 12 orang. Dengan demikian golongan III dan IV lebih banyak dibandingkan dengan golongan I dan II. Menurut jenis pekerjaannya, ada 2 jenis staf, yaitu yang langsung melayani masyarakat (bagian klinik dan kegiatan promotif dan preventif) dan yang tidak Iangsung melayani masyarakat (ketatausahaan, kebersihan, keamanan, dll). Kadangkaia seorang staf mempunyai tidak hanya satu tugas pokok ; misalnya staf di klinik juga merangkap di bagian administrasi program. Khusus untuk di RB, petugas dibagi menjadi 3 shift dan tidak mempunyai tugas pokok di lain bagian (kecuali dokter spesiaiis kandungan: di klinik kebidanan dan RB). Tenaga PNS selain menerima gaji yang berdasarkan sistem pengganjian PNS, setiap bulannya juga mendapat insentif dari pemerintah daerah DKI Jakarta, yang besamya Rp 350.000. Sedangkan tenaga honor menerima honor bulanan dari Puskesmas yang besamya bervariasi. Termasuk dalam kelompok penerima honor adalah : (I) Tenaga kebersihan. Tenaga kebersihan sebenamya adalah tenaga yang dipekerjakan pada Puskesmas oleh sebuah jasa kebersihan yang dikontrak oleh Dati II (sudah termasuk bahan dan alat kebersihannya), tetapi atas kebijaksanaan Kepala Puskesmas, tenaga ini juga diberi honor bulanan dari Puskesmas, disamping honor dari perusahaan jasa kebersihannya, (2) Tenaga di klirtik 24 jam. Tofiaaa iili daiam bontuk tim,
)'IDI
tordiri dari l doktor umum dan
4 perawat, yang setiap harinya bertugas I dokter dan I perawat secara bergantian. Honor (subsidi Dati I) dibayarkan berdasarkan hari kerja, bukan jumlah anggota tim, (3) Tenaga rumah tangga, tukang kebun dan seorang sopir (anggaran swadana mumi).
48
Disamping itu, Puskesmas juga memberikan insentif yang sumber dananya berasal dari anggaran swadana murni, berupa : (I) insentif jasa medik yang diterima tiap bulan; (2) insentif uang sekolab yang diterima pada tengab tabun; (3) insentiftunjangan bari raya yang diterima pada akhir tahun.
Dalam menentukan besarnya insentif ada 3 kriteria yang dipakai, yaitu : (a) besarnya beban transportasi (diperlakukan sama); (b) besarnya tanggungjawab yang ekuivalen dengan pengelompokan dokter/non dokter, sarjana/non sarjana, serta jenjang kepangkatan; (c) beban dan risiko kerja masing-masing petugas (misalkan di bagian rontgen, paru, laboratorium punya risiko terpapar zat radioaktif, bibit penyakit atau zat kimia). (d) Disamping kriteria di atas, sejak bulan September juga diperhitungkan kriteria kerajinan, yang diukur dari bukti absensi setiap barinya. Insentif lainnya adalah : untuk petugas klinik 24 jam dengan perhitungan insentif : 25% dari tarif per pasiennya, serta untuk pembaca basil rontgen dengan perbitungan insentif : Rp 2.500 per basil foto.
Bjaya Obat Dan Reagen Obat di Puskesmas Jatinegara berasal dari beberapa sumber, yaitu dari swadana murni, subsidi Dati I, Askes dan Jamsostek. Khusus untuk obat dari Jamsostek, banya digunakan oleb peserta Jamsostek, sedangkan untuk obat Askes, kadangkala apabila terpaksa diberikan pula untuk pasien umum. Walaupun sumbernya bermacam-macam, tetapi sistem pencatatan penerimaan obat di Puskesmas Jatinegara tetap satu pintu, dan menggunakan form pencatatan dan pelaporan yang baku secara Nasional, yaitu Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat (LP-LPO). Kelemaban dari sistem ini adalab karena yang diperbatikan adalah stok obat bulanan, maka perbatian petugas hanya pada jumlah (kemasan) obat yang digunakan dalam satu gedung Puskesmas, tanpa memperbatikan siapa pemakainya dan berapa jumlab resep yang dilayani. Akibatnya tidak ada catatan permintaan dan penggunaan obat, sebingga sulit untuk mengetabui secara tepat berapa obat yang telah digunakan oleh masing-masing klinik (kecuali dl BPO, R.B, kllnlk paru dan UOD yang mempunyai form pemakaian obat sendiri). Informasi barga obat juga tidak tersedia lengkap, karena tidak semua obat diadakan oleb Puskesmas.
49
Obat di Puskesmas pada umumnya obat generik atau obat esensial/sangat esensial, dan hanya beberapa obat paten yang tersedia, sehingga apabila pasien membutuhkan obat paten yang tidak tersedia di Puskesmas, akan diberikan resep obat luar. Sebagaimana
dengan obat, catatan tentang reagen yang ada adalah jumlah yang
didistribusikan, sedangkan banyaknya yang digunakan oleh laboratorium setiap bulannya tidak tersedia. Baik obat maupun reagen sistem pendistribusiannya tidak mempunyai pola tertentu (mingguan, bulanan, atau yang lainnya), karena permintaan berdasarkan ketersediaan stok di unit pemakai.
Biaya Bahan Habjs Pakaj (Medis Dan Non Medjs) Seperti halnya dengan obat dan reagen, pencatatan penggunaan bahan habis pakai per bulan untuk tiap-tiap klinik juga tidak ada pencatatannya. Yang ada adalah catatan permintaan yang tidak mempunyai pola tertentu. Distribusi bahan habis pakai medis (sarung tangan, disposible syringe) tidak melalui satu pintu. Bahan habis pakai yang sumber anggarannya berasal dari swadana, distribusinya melalui bagian administrasi, sedangkan bahan yang berasal dari droping melalui bagian apotik. Pencatatan bahan medis ini (seperti benang dan kasa) juga tidak konsisten, karena kadangkala ada yang masuk di form LP-LPO (catatan obat), kadangkala di bagian alat kesehatan. Distribusi bahan habis pakai yang non medis (ATK, bahan cetakan seperti kartu status, kartu kunjungan, tindakan medis,
dll) melalui satu pintu. Catatan distribusi yang teratur hanya
tersedia sampai Mei 2001, sedangkan untuk bulan-bulan selanjutnya tidak didapatkan. Biaya pengeluaran untuk BBM, bahan kebersihan dan alat elektronik didapatkan dari laporan realisasi anggaran. Sedangkan biaya bahan gizi diperoleh dari catatan lengkap per hari yang ada di RB
Biaya Pemelibaraan Dan Utilities Sehima periode penelitian, Puskesmas telah mengadakan perawatan dan pemeliharaan untuk kendaraan, service alat pendingin ruangan, alat pembangkit listrik, dan pompa air, serta perbaikan gudang obat dan beberapa ruangan klinik. Biaya pemeliharaan secara jelas sudah terangkum dalam laporan realisasi anggaran, baik pemeliharaan gedung maupun kendaraan.
so Akan tetapi secara terinci bagian ruangan atau kendaraan yang mana yang memakai biaya pemeliharaan tidak ada catatannya. Puskesmas Jatinegara mempunyai sambungan telepon 2 line, yang dipakai untuk Puskesmas sendiri dan untuk RB. Pesawat telepon hanya ada di ruang administrasi dan RB, sehingga untuk staf Puskesmas yang perlu memakai telepon harus ke ruang administrasi, sedangkan telepon RB lebih banyak dipakai untuk staf RB sendiri. Listrik mempunyai daya 41.500 watt dan air berasal dari PAM. Sebagaimana telah disebutkan di atas, biaya telepon, air dan listrik dibayar oleh Kantor Walikotamadya Jakarta Timur.
Biaya Lain Lain Selain biaya-biaya di atas, ada juga biaya lain yang perlu diidentifikasi, yaitu : Biaya rapat panitera, berupa pengeluaran untuk konsumsi dll, yang informasinya didapat dari laporan realisasi anggaran swadana. Biaya komputerisasi, yaitu pengeluaran untuk pemasangan jaringan komputer, yang informasinya juga didapatkan dari laporan realisasi anggaran. Puskesmas juga menggunakan sebuah ruangan di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur sebagai gudang obat. Gudang obat ini menyuplai tidak hanya Puskesmas Jatinegara, tapi juga Puskesmas kelurahannya yang berjumlah 11 buah. Walaupun gudang obat ini sifatnya pinjaman tetapi perlu diperhitungkan biaya sewanya yang harus ditanggung oleh 12 Puskesmas yang menggunakan. Untuk itu informasi harga sewa diperoleh dari staf Puskesmas, berdasarkan harga sewa di pasaran setempat. Biaya jasa kebersihan (kontrak cleaning service) dijadikan komponen biaya tersendiri, sedangkan sebagaimana telah diuraikan pada biaya tenaga, biaya honor tambahan petugas jasa kebersihan yang diperoleh dari dana swadana dikelompokkan ke dalam komponen biaya tenaga
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa berdasarkan karakteristik biaya input-inputnya maka terlihat bahwa kelemahan yang dipunyai oleh Puskesmas Jatinegara adalah ketiadaan sistem infohriasi/data yang kurang mendukuna dalam pelaksanaan analisa biaya. tennasuk di dalamnya akuntansi yang sangat terbatas, khususnya akuntansi keuangan, pencatatan penerimaan barang, serta pencatatan pasien yang kurang teratur.
51
Kelemahan dalam sistem informasi/data ini menjadikan gap/kesenjangan untuk menerapkan metoda analisa yang ideal. Oleh karena itu metoda analisa yang dilakukanpun pada akhimya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di Puskesmas Pembina Jatinegara (disajikan pada lampiran 5).
3.2. Penerapan Metoda Analisa Biaya 3.2.1. Perioda Penelitian Idealnya, periode penelitian adalah satu tahun, karena diduga segala kemungkinankemungkinan yang akan terjadi dapat terangkum dan terlihat polanya
dalam satu tahun
pengamatan. Akan tetapi karena segala keterbatasan yang ada maka periode penelitian diambil selama 6 bulan (Januari-Juni 2001) dan tidak 1 tahun, karena : ( 1) adanya keterbatasan sumber daya penelitian; (2) apabila diambil 1 tahun pada tahun yang sama, tidak memungkinkan karena tahun anggaran masih berjalan; (3) apabila diambil 1 tahun pada tahun sebelumnya dikhawatirkan informasi yang didapat kurang relevan, juga karena pada tahun 2000 tahun anggaran tidak 1 tahun, tapi 9 bulan (April-Desember 2000). Periode Januari-Juni 2001 diasumsikan terhindar dari distorsi yang ditimbulkan pengaruh musim, karena pada periode ini peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau sudah tercakup (diperkirakan polanya sama dengan peralihan dari musim kemarau ke penghujan).
3.2.2. Pusat Biaya Berdasarkan organogram, maka dapat diidentifikasi pusat biaya sebagai berikut : a.
Pusat biaya produksi, yaitu semua bagian yang langsung melayani masyarakat dan menghasilkan revenue bagi Puskesmas, yang terdiri dari : 1. Balai Pengobatan Umum (BPU), termasuk di dalam pusat biaya ini, adalah : klinik BPtJ sondiri, yana melayani pclayanan keaohatan daaar yang umum aclama 5 hari kerja, baik bagi peserta umum, askes, maupunjamsostek, Unit Gawat Darurat (UGD), yang melayani kasus-kasus kegawatdaruratan, Pelayanan surat keterangan sehat/sakit untuk umum maupun PNS Pelayanan EKG, yang merupakan penunjang diagnostik.
52
Pelayanan tersebut masuk ke pusat biaya BPU, karena (i) walaupun berbeda tempatnya (kamar periksa) dan waktunya, tetapi tidak ada pemisahan sumber daya yang tegas, (sehinggajoin cost sulit diidentifikasi), (ii) untuk UGD dan EKG, pasien terlalu sedikit, disamping itu biaya EKG yang diperhitungkan hanyalah operasionalnya saja, karena biaya depresiasi sudah tidak ada. 2.
Balai Pengobatan Gigi (BPG), memberikan pelayanan kesehatan gigi mulai tindakan ringan sampai berat (semi spesialis).
3.
Kesehatan lbu dan Anak, termasuk di dalam pusat biaya ini adalah: klinik KIA sendiri, yang memberikan pelayanan bagi ibu hamil dan bayi, klinik MTBS (Metoda Terpadu Balita Sakit), yang memberikan pelayanan khusus untuk Balita yang sakit. Klinik MTBS dimasukkan ke pusat biaya KIA, karena klinik ini baru didirikan pada bulan Juni 2001, dan merupakan pemisahan dari klinik KIA (tujuannya untuk memisahkan pelayanan antara Balita yang sakit dan yang sehat). Sehingga apabila klinik ini dijadikan pusat biaya tersendiri, menjadi tidak akurat, karena usianya baru 1 bulan.
4. Klinik Keluarga Berencana (KB), yang memberikan pelayanan konsultasi dan alat kontrasepsi. 5. Klinik 24 jam, memberikan pelayanan kesehatan dasar di luar waktu pelayanan klinik pagi. 6. Balai Pencegahan
Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4), melayani
khusus untuk penyakit paru 7. Klinik j iwa, yang memberikan pelayanan konsultasi kesehatan j iwa selama 2 hari kerja 8. Klinik gizi, memberikan pelayanan konsultasi gizi selama 5 hari kerja 9. Klinik spesialis anak, memberikan pelayanan spesialis kesehatan anak selama 2 hari kerja 10. Klinik spesialis mata, yang memberikan pelayanan spesialis kesehatan mata selama 3 hari kerja oleh dokter spesialis mata 11. Klinik spesialis akupunktur, memberikan pelayanan pengobatan tradisional akupunktur selama 5 hari kerja oleh dokter ahli akupunktur 12. Klinik spesialis kulitlkelamin, menyediakan pelayanan kesehatan kulit/kelamin oleh ltokter spesialis selama 2 hari kerja 13. Klinik spesialis kebidanan, termasuk di dalamnya : klinik spesialis kebidanan sendiri, yang memberikan pelayanan kesehatan kebidanan dan kandungan selama 4 hari kerja
53
pelayanan USG, karena pelayanan USG dilakukan pada tempat dan oleh tenaga yang sama dengan klinik spesialis kebidanan 14. Laboratorium, yang merupakan pelayanan penunjang diagnostik 15. Rontgen, juga merupakan peiayanan penunjang diagnostik I6. Rumah Bersaiin (RB), memberikan peiayanan pertoiongan persaiinan, dan masaiahmasaiah kandungan dan kebidanan Iainnya. Kiinik sanitasi dan epilepsi tidak dimasukkan sebagai pusat biaya maupun kegiatan, karena sampai saat ini klinik sanitasi masih diberikan secara cuma-cuma. Kegiatan klinik sanitasi misalnya hila ada penderita yang sakit, yang faktor penyebabnya erat berhubungan dengan masalah sanitasi, maka petugas meneliti faktor sanitasi tersebut dan bekerjasama dengan penderita, keluarga dan masyarakat untuk mengatasinya. Jadi kegiatan klinik ini sifatnya insidentil, dan sumber dayanya juga tidak dapat diidentifikasi secara jelas. Sedangkan pelayanan klinik epilepsi selain diberikan secam cuma-cuma pada hari Sabtu, bekerja sama dengan Yayasan Epilepsi, Puskesmas hanya menyediakan tempat, sedang sumber daya lainnya dari Yayasan Epilepsi.
b. Pusat biaya penunjang : semua bagian yang tidak menghasilkan revenue : I. Apotik, diperlakukan pusat
biaya
1m
s~bagai
pusat biaya penunjang karena "saat ini" di Puskesmas,
bukan
sebagai
penghasil
revenue.
Disamping
apotik
melayani/membagikan obat secara langsung kepada pasien, apotik juga melayani seluruh pusat biaya produksi, karena obat dan bahan medis habis pakai yang dipakai oleh pusat biaya produksi dikelola dan didistribusikan oleh petugas apotik. 2.
Loket I lantai I, adalah loket pendaftaran dan pembayaran karcis, yang melayani pasien pada klinik BPU, KIA, spesialis kulit, akupunktur, spesialis anak, kebidanan, mata, klinik j iwa, paru dan gizi.
3. Loket 2 lantai 2, adalah loket penyimpanan kartu status pasien pada klinik BPU, spesialis kulit, akupunktur dan spesialis mata. 4.
Loket I2 lantai 2, adalah loket khusus untuk klinik BPG dan pembayaran karcis untuk tindakan tertentu di klinik KB, serta karcis untuk laboratorium dan rontgen.
5. Dapur RB, yang hanya melayani pasien dan petugas RB. 6.
Laundry RB, yang juga hanya melayani pasien RB.
7. Administrasi, termasuk di dalamnya: kepala Puskesmas beserta bagian sekretariat dan P3A,
54
seksi pelayanan masyarakat, pelayanan keluarga dan penunjang, karena bagian ini tidak langsung berhubungan dengan pasien, dan lebih banyak kegiatan yang sifatnya administratrif, bagian kebersihan, keamanan, dan rumah tangga Puskesmas, bagian ini bukan pusat biaya tersendiri, karena masih di bawah koordinasi urusan rumah tangga. Pusat biaya administrasi adalah motor dari seluruh kegiatan Puskesmas, sehingga pusat biaya administrasi melayani seluruh pusat biaya penunjang lainnya, karena seluruh kegiatan dalam pusat biaya administrasi pada dasarnya adalah menyangkut semua kegiatan Puskesinas
Untuk lebih jelasnya
hubungan fungsional antara pusat biaya penunjang dan pusat biaya
produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel3.1: HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA PUSAT BIAYA PENUNJANG DAN PUSAT BIAYA PRODUKSI PUSKESMAS PEMBINA JATINEGARA Pusat Biaya Penunjang
Pusat Biaya Produksi Apotik
Lok.l
Lok.2
v
v
Spesialis jiwa
v v v v v v v v v v v
BP4 paru
v
v
Klinik gizi
v
Rontgen
v v v
RB
v
BPU Klinik 24 jam BPG KIA
KB Spesialis kulit Spesialis akupunktur Spesialis anak Spesialis kebidanan Spesialis mata
Laboratorium
Lok.l2
Dapur
Laundry
v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v
Admin
v v
v
v v
v v
v v
Keterangan : I)
pendaftaran, pembayaran karcis dan kartu menyatu dengan klinik
2)
pendaftaran dan kartu di lokct 12
3)
kartu di ruang pelayanan
Ket
I)
2) 3) 2)
3) 3)
3) 3) 3)
v
v
v
v
I)
55
3.2.3. Distribusi Biaya Infonnasi tentang biaya seharusnya didapatkan berdasarkan input-input yang telah digunakan oleh masing-masing pusat biaya. Tetapi karena keterbatasan-keterbatasan infonnasi yang ada, maka seringkali harus dilakukan pendekatan-pendekatan tertentu yang sesuai kondisi" di Puskesmas Jatinegara yang diharapkan dapat mendekati yang seharusnya. Dalam melakukan distribusi biaya ini prinsipnya adalah ( 1) mendistribusikan biaya langsung
(direct cost) ke pusat-pusat biaya, (2) mendistribusikan biaya berdasarkan cost driver yang log is.
3.2.3.1. Distribusi Komponen Biaya Ke Pusat Pusat Biaya Biaya lnyestasj Dalam periode penelitian, Puskesmas tidak melakukan investasi, sehingga hiaya investasi yang dihitung adalah biaya depresiasi dari inventaris yang ada dan biaya sewa gudang obat, yang selama ini menumpang di kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Gedung sudah tidak ada biaya depresiasinya, karena masa gunanya sudah melewati umur ekonomis. Sedangkan kendaraan, yang dapat dihitung biaya depresiasinya hanya satu buah kendaraan roda empat dan dua buah kendaraan roda dua. Untuk alat medis dan non medis, karena tidak diketahui secara pasti kapan tahun perolehannya, maka yang diperhitungkan adalah yang diperkirakan umumya = 4 th. Sedangkan gudang obat, karena menyuplai tidak hanya Puskesmas Kecamatan, tetapi
juga 11 Puskesmas Kelurahan lainnya, maka biaya sewa dibagi rata ke 12 Puskesmas tersebut. Infonnasi tentang harga kendaraan roda empat diperoleh dari sebuah instansi pemerintah yang melakukan pengadaan kendaraan sejenis pada tahun yang sama, sedangkan harga kendaraan roda dua diperoleh dari dealer kendaraan sesuai harga tahun perolehan. Harga alat non kesehatan diperoleh dari petugas Puskesmas yang menangani pengadaan, sedangkan harga alat medis diperoleh dari sebuah distributor alat-alat kesehatan. lnfonnasi harga sewa gudang obat berasal dari petugas Puskesmas berdasarkan perkiraan harga sewa pasaran bangunan dengan luas serupa pada lokasi yang sama. Tingkat inflasi tahunan diperkirakan sebesar 10%. Biaya depresiasi gedung dialokasikankan berdasarkan luas lantai, dengan asumsi semakin luas ruangan sebuah pusat biaya maka semakin besar biaya depresiasi yang dibebankan. Luas lantai masing-masing pusat biaya didapat dari basil pengamatan langsung. ldealnya alokasi biaya
56
depresiasi gedung ke pusat-pusat biaya juga termasuk luas selasar atau ruang tunggu dari pusat biaya, tetapi karena ruang-ruang seperti ini tidak dapat dipisahkan antara pusat-pusat biaya, maka alokasinya dibebankan kepada pusat biaya administrasi. Kecuali untuk klinik anak, karena waktu pelayanannya hanya 2 hari dalam seminggu - itupun tidak lebih dari 2 jam - dan tempatnya menggunakan sebagian dari ruang KIA, maka tidak dibebani biaya depresiasi, karena terlalu kecil untuk diperhitungkan. Depresiasi kendaraan dan alat non medis seharusnya dibebankan kepada pusat-pusat biaya berdasarkan bobot penggunaannya, tetapi karena untuk kendaraan tidak ada pencatatan penggunaan dan untuk alat non medis juga penggunaannya tidak dapat diperhitungkan bobotnya, maka biaya dibebankan pada pusat biaya administrasi. Untuk alat medis karena ada catatan tentang user maka dibebankan langsung pada pusat biaya pengguna.
Biaya Tenaga Keda Biaya tenaga kelja terdiri dari gajilhonor dan insentif. Biaya insentif dari pemda DKI Jakarta dimasukkan dalam biaya gaji (biaya tetap) karena diterima setiap bulan sebagaimana halnya gaji dan besamya sama untuk semua PNS. Sedangkan biaya insentif lainnya yang besamya berdasarkan besaran-besaran tertentu dimasukkan dalam biaya insentif (biaya variabel). Informasi besamya gaji PNS diperoleh dari daftar gaji yang diperoleh ·dari Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan informasi biaya honor dan insentif berasal dari staf Puskesmas. Biaya gaji dan insentif yang diperhitungkan adalah biaya kotor sebelum dikenai pajak dan potongan-potongan lainnya. Data gaji diambil bulan Agustus, dengan demikian kenaikan gaji PNS th.200 1 telah diperhitungkan. Biaya gaji dan insentif dialokasikan langsung kepada pusat biaya-pusat biaya tempat tenaga tersebut ditugaskan. Untuk staf yang mempunyai tugas rangkap, maka biaya gaji dan insentif dialokasikan berdasakan waktu yang disediakan tenaga kerja pada pusat-pusat biaya tersebut. Seperti misalnya seorang staf yang selain bertugas di klinik BPU juga bertugas di pusat biaya administrasi, maka biaya gaji sebagian dibebankan pada pusat biaya BPU dan sebagian pada pusat biaya administrasi, berdasarkan perkiraan waktu yang disediakan oleh staf itu pada kedua pusat biaya tersebut. Atau misalnya seorang staf yang menyediakan 3 hari kelja di klinik Puakcamaa Jatlncgara dan 2 harl kcrja di fasilltas kesehatan lain, maka biaya gaji yang dialokasikan pada klinik tersebut adalah 60% dari jumlah gaji yang diterimanya. Informasi mengenai tugas-tugas staf diperoleh dari koordinator pelayanan klinik.
~-,
Uulum mcn~hitung biuyu ini diusumsikun tenugu kcrja bekcrja sesuui nonnu wuktu kerja yang bcrlaku (S hari kcrju, pukul 08.00-16.00 UBWI, kccuuli untuk stuf RU dun klinik 24 jum,
karena mempunyai jam kerja tertentu). Tetapi sebagai pembanding dihitung juga waktu kerja riil dari tenaga kerja berdasarkan data absensi (pagi dan siang) bulan September 2001, dimana mulai bulan September diujicobakan perhitungan insentifberdasarkan jam kehadiran pegawai.
Biaya Obat Dan Bahan Habjs Pakai Informasi tentang harga obat dan bahan medis babis pakai berdasarkan SK Menkes Dan Kesejahteraan Sosial RI no.442 tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengadaan Obat Pelayanan Kesehatan Dasar Tahun 200 I, SK Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI no.OSO 17 tahun 200 I ten tang Harga Jual Obat Generik Tahun 2001. Apabila ada obat yang tidak tercantum di kedua SK tersebut, maka biasanya berupa obat paten yang biasanya diadakan oleh Puskesmas, sehingga informasi harga diminta dari staf Puskesmas. Sete1ah jumlah obat dan bahan medis habis pakai di laporan LP-LPO dan jumlah bahan non medis habis pakai di catatan distribusi dikonversikan ke dalam biaya yang telah dikeluarkan, temyata ada perbedaan/selisih total biaya tersebut dengan catatan realisasi anggaran pada bagian P3A {laporan realisasi anggaran di P3A - terutama untuk obat - lebih kecil dibanding total biaya riil pada LP-LPO dan catatan distribusi). Hal ini memungkinkan karena adanya obat dan bahan habis pakai yang berasal dari sumber lain (Askes dan Jamsostek). Karena dalam studi biaya ini tujuannya untuk mengetahui besamya biaya yang telah dipakai dalam menghasilkan pelayanan kesehatan, maka untuk kasus obat dan bahan habis pakai ini yang digunakan adalah biaya berdasarkan obat dan bahan habis pakai yang telah digunakan (dari LPLPO). Obat langsung dialokasikan ke pusat biaya produksi berdasarkan jumlah outpu, karena tidak ada pencatatan pcmakaian untuk masing-masing klinik. Biaya obat ini langsung dibebankan ke pusat biaya produksi karena obat adalah biaya langsung. Bahan medis habis pakai sebenamya juga tidak ada catatan mengenai penggunaan masing-masing klinik, yang ada banya catatan jumlah yang didistribusikan. Oleb karena itu untuk baban medis habis pakai dialokasikan langsung ke pusat biaya pengguna, berdasarkan catatan distribusi, dengan asumsi babwa yang didistribusikan itulab yang telah dipakai. Sedangkan alokasi biaya bahan non medis habis pakai diterapkan perlakuan sebagai berikut : (I) Biaya alat tulis kantor, bahan bakar, bahan kebersiban dan e1ektronik dibebankan langsung ke pusat biaya administrasi, karena tidak ada catatan distribusi/pemakaian yang jetas.
(2) Binyu hnhnn cclnknn dun hnhun gi:t.i
dihchnnkun lungsung kc pusnl hinyn pcmukni
bcrdasarkan catatan distribusi.
Biaya Utilities Sebagaimana biaya-biaya lainnya, biaya utilities seharusnya dialokasikan berdasarkan cost
drivemya. Akan hal ini sulit diterapkan pada biaya utilities, karena tidak ada cost driver yang khusus pada biaya tersebat. Misalkan untuk listrik, belum tentu cost drivemya hanya titik-titik lampu, karena ada alat-alat kesehatan (rontgent, dental unit, dll) yang juga menggunakan tenaga listrik. Untuk memudahkan pengalokasian maka biaya listrik tersebut dialokasikan berdasarkan luas lantai, dengan asumsi semakin luas lantai semakin banyak penerangan yang dibutuhkan. Pemakaian air untuk masing-masing klinik juga sulit diperkirakan, karena air tidak hanya digunakan untuk membersihkan lantai, tetapi juga untuk keperluan pelayanan, misalnya di klinik gigi. Dan untuk memudahkan pengalokasian, maka biaya air dialokasikan berdasarkan luas lantai, dengan asumsi semakin luas lantai yang dipakai semakin banyak air yang dibutuhkan untuk membersihkan lantai tersebut. Sedangkan telepon yang seharusnya dialokasikan berdasarkan ketersediaan pesawat di masingmasing pusat biaya, tetapi karena tidak semua pusat biaya tersedia pesawat telepon, maka dialokasikan berdasarkan banyaknya waktu staf yang disediakan pada suatu pusat biaya, dengan asumsi, bahwa masing-masing staf mempunyai bobot penggunaan telepon yang sama, sehingga pusat biaya yang mempunyai waktu staf banyak akan banyak pula memakai telepon.
Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan, terdiri dari pemeliharaan gedung, kendaraan roda empat, roda dua, alat kesehatan dan non kesehatan. Karena tidak ada informasi yang jelas tentang pusat biaya yang menggunakan biaya pemeliharaan ini, maka alokasinya dilakukan seperti biaya investasi.
Biaya pemeliharaan gedung dialokasikan berdasarkan luas lantai, dengan asumsi semakin luas lantai suatu pusat biaya, maka semakin besar biaya pemeliharaan yang dibutuhkan. Biaya pemeliharaan kendaraan - sebagaimana biaya investasi - dialokasikan ke pusat biaya administrasi, karena tidak ada data tentang bobot pemakaiannya. Biaya pemeliharaan alat, yang ada hanya alat non medis, sehingga biayanya dibebanlan kangsung ke pusat biaya administrasi.
59
Biaya Lain Lain Biaya rapat panitera dialokasikan langsung ke dalam pusat biaya administrasi, karena biaya ini sepenuhnya digunakan untuk kegiatan administrasi. Biaya komputerisasi juga dialokasikan langsung ke dalam pusat biaya administrasi, karena ~pemasangan
jaringan komputer terutama untuk kelancaran tugas bagian administrasi. Dan
untuk mempermudah proses distribusi biaya ke pusat biaya produksi nantinya biaya ini diperlakukan sebagai komponen biaya investasi, karena pemasangan jaringan komputer untuk penggunaan jangka panjang. Biaya sewa gudang obat dialokasikan langsung kepada pusat biaya apotik, dan untuk memudahkan pelaksanaan proses distribusi biaya ke pusat biaya produksi nantinya biaya ini diperlakukan sebagai komponen biaya investasi. Biaya kontrak clening service atau jasa kebersihan sebesar biaya yang dikeluarkan oleh Kantor Walikota Jakarta Timur dialokasikan ke seluruh pusat biaya berdasarkan luas ruangan, dengan asumsi bahwa semakin luas ruangan pusat biaya maka semakin besar biaya yang dibutuhkan untuk jasa kebersihan. Dan dalam proses distribusi biaya ke pusat biaya administrasi biaya jasa kebersihan diperlakukan sebagai komponen biaya tersendiri.
Secara singkat dasar alokasi di atas dapat ditampilkan pada tabel berikut :
60
Tubcl 3.2: DASAR ALOJ{ASI PADA DISTRIBUSI KOMPONEN BIAYA KE PUSAT PUSAT BIAYA
KOMPONEN BIA YA
PUSAT BIA YA TUJUAN
DASAR ALOKASI
DISTRIBUSI Biaya investasi - gedung (gudang obat)
Apotik
Biaya langsung
- kendaraan
Administrasi
Biaya langsung
- alat medis
Pusat biaya produksi
Biayalangsung
- alat non medis
Administrasi
Biaya langsung
Semua pusat biaya
Penyediaan waktu staf
- obat
Pusat biaya produksi
Jumlah output
- reagen
Laboratorium
Biaya langsung
Pusat biaya produksi
Biayalangsung
Administrasi
Biaya langsung
Semua pusat biaya
Biaya langsung
Administrasi
Biaya langsung
DapurRB
Biaya langsung
Administrasi
Biaya langsung
- gedung
Semua pusat biaya
Luas lantai
- kendaraan dan alat non medis
Adminstrasi
Biaya langsung
- telepon
Semua pusat biaya
Jumlah tenaga
- air dan listrik
Scmua pusat biaya
Luas lantai
Biaya tenaga - gaji dan insentif Obat dan reagen
Biaya bahan habis pakai - bahan medis - bahan non medis
* alat tulis kantor * bahan cetakan - bahan lainnya
* bahan bakar minyak (BBM) * bahan gizi * bahan kebersihan dan alat elektronik Biaya pemeliharaan
Biaya utilities
61
3.2.3.2. Distribusi Biaya Dari Pusat Biaya Penunjang Ke Pusat Biaya Produksi Dalam melakukan distribusi biaya ini biaya dari pusat biaya penunjang didistribusikan ke pusat biaya produksi sesuai hubungan fungsionalnya (lihat tabel hubungan fungsional antara pusat biaya penunjang dan pusat biaya produksi). Proses pendistribusian ini menggunakan step-down method, yaitu (seperti halnya yang telah diuraikan pada bab II) membagi biaya dari unit
penunjang ke unit produksi melalui 2 tahap, dimana mula-mula dilakukan alokasi antar unit penunjang (disusun mulai dari unit dengan biaya tertinggi sebagai unit yang memberi biaya ke unit penunjang lainnya, kemudian biaya yang diterima unit penunjang di bawahnya (misalkan unit penunjang 2) digabung dengan biaya asli unit penunjang 2, baru dialokasikan ke unit produkasi. Dalam penelitian ini, maka biaya pada pusat biaya administrasi (pusat biaya penunjang yang paling besar biayanya) dialokasikan kepada pusat biaya penunjang lainnya dan pusat biaya produksi. Tetapi, karena pusat biaya di bawah administrasi tidak saling melayani, maka biayanya dapat langsung dialokasikan ke pusat biaya produksi. Step-down method dianggap cukup akurat, karena dalam analisa biaya ini tidak ada hubungan
fungsional timbal balik di antara pusat biaya penunjang, sehingga tidak perlu menggunakan metode double distribution ataupun multiple distribution. Dasar alokasi yang digunakan dalam distribusi biaya adalah sebagai berikut : Pusat biaya administrasi didistribusikan ke pusat biaya produksi berdasarkan total biaya asli dari masing-masing pusat biaya, karena perubahan biaya administrasi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja (misalkan perubahan output saja atau perubahan jumlah tenaga saja), tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya biaya administrasi. Dengan demikian asumsi yang digunakan adalah
(1) total biaya asli ekuivalen dengan sumber daya yang
digunakan, (2) semakin besar total biaya asli yang dikeluarkan oleh suatu pusat biaya maka semakin berat beban administrasi untuk mengelola seluruh sumber daya pusat biaya tersebut. Pusat biaya apotik didistribusikan ke pusat biaya produksi berdasarkan jumlah output dan bukan jumlah resep yang dilayani, karena tidak adanya catatan jumlah resep pada pusat biaya produksi yang dilayani, sehingga diasumsikan semua output (pasien yang dilayani) Puskesmas membutuhkan pelayanan apotlk.
62
l'usal hiaya lukcl didislrihusikan kcpada pusal hiuyu pruduksi yung diluyuni hcnlusurkun jnml:ll1 oulpul. I kngan d~·111ikian s~·makin han yak jumlah uulpul yung dihusilkan olch sualu
pusat biaya maka scmakin bcsar biaya loket dibebankan.
Uiaya dapur dan laundry RU langsung dibl:bankan kl: RU bl:rdasarkan jumlah pasil:n rawal inap, karcna dapur dan laudry ini hanya mclayani RB. Secara singkat dasar alokasi dapat diperlihatkan pada tabel berikut :
Tabcl3.3: DASAR ALOKASI PADA DISTRIBUSI PUSA T BIA Y A PENUNJANG KE PUSAT BIA Y A PRODUKSI
PUSAT BIAYA PRODUKSI
PUSAT BIAYA
DASAR ALOKASI
PENUNJANG Administrasi
Semua pusat biaya produksi
Total biaya asli
Apotik
Semua pusat biaya produksi
Jumlah output
Loket 1 lt.1
BPU, KIA, klinik kulit/kelamin, akupunktur,
Jumlah ·output
anak, kebidanan, mata, jiwa, paru, gizi Loket 2 lt.2
BPU, klinik kulit/kelamin, akupunktur, mata
Jumlah output
Loket 12 lt.2
BPG, KB, laboratorium, rontgen
Jumlah output
DapurRB
RB
Biaya langsung
Laundry RB
RB
Biaya langsung
3.2.5. Penghitungan Biaya Satuan Pelayanan Dan Kinerja Puskesmas Besamya biaya satuan pelayanan didapatkan dari membandingkan antara total biaya dengan output yang dihasilkan. ldealnya biaya satuan dapat didasarkan pada Relative Value Unit (RVU) dari jenis-jenis pelayanan atau jenjang pelayanan di pusat pusat biaya. Penentuan RVU memerlukan adanya standar pelayanan yang lengkap dari masing-masing jenis/jenjang pelayanan di pusat biaya. Standarisasi pelayanan kesehatan Puskesmas di DKI Jakarta belum daplit monyediakan 11uatu standar pelayanan yana lenakap, aopcrti berapa lama wakt\1 yan11 disediakan petugas untuk memberikan satu jenis/jenjang pelayanan kesehatan tertentu kepada pasien, obat jenis apa yang harus diberikan pada pasien dan seberapa banyak jumlahnya (selama ini pemberian obat hanya berdasarkan kebiasaan dokter yang bersangkutan), dll,
63
karena standar seperti itu memang sangat sulit dan barns dilakukan secara bati-bati agar tidak mengabaikan kualitas pelayanan. Dengan pertimbangan kondisi di atas, maka pengbitungan biaya satuan tidak memperbitungkan RVU. Dengan demikian biaya satuan yang dibasilkan adalah biaya satuan rata-rata per pusat biaya, bukan biaya satuan berdasarkan jenis atau jenjang pelayanan, dan diasumsikan, babwa dalam satu pusat biaya perlakuan terbadap pasien adalab sama. Dalam mengukur kinerja Puskesmas, indikator yang digunakan adalab efisiensi, sedangkan efektivitas tidak diukur, karena (1) pengukuran efektifitas memerlukan waktu untuk mengetabui
dampak (impact) basil pelayanan, (2) barus ada pengukuran tentang kualitas
pelayanan, (3) ada keterbatasan waktu dan tenaga dalam penelitian. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan antara output yang dibasilkan dengan kapasitas output yang sebarusnya. ldealnya kapasitas output Puskesmas dapat dibitung berdasarkan standar waktu pelayanan berdasarkan kualitas pelayanan terientu. Akan tetapi standarisasi pelayanan Puskesmas di DKI Jakarta tidak dapat digunakan, karena ( 1) tidak ada konsistensi waktu pelayanan di antara klinik-klinik di Puskesmas. Misalnya pada pelayanan pengobatan disebutkan babwa waktu pelayanan pukul 07.30 BBWI sampai selesai, di klinik paru waktu pelayanan pukul 09.00- 12.00 BBWI, di klinik mata pukul 08.30- 12.00 BBWI sedangkan klinik lainnya banya disebutkan sesuai jam kerja; (2) sebagaimana yang diperlukan untuk penentuan RVU, tidak ada standar waktu yang barus disediakan oleb petugas untuk memberikan pelayanan tertentu dengan kualitas tertentu kepada seorang pasien. Karena adanya keterbatasan pada standar pelayanan di atas, maka standar waktu yang disediakan petugas untuk memberikan pelayanan kepada seorang pasien didapatkan dari basil pengamatan secara sampel selama 2 minggu, sedangkan waktu pelayanan Puskesmas ditetapkan pukul 08.00-13.00 BBWI, dengan pertimbangan babwa kasir Puskesmas barus menyetor penerimaannya paling lambat pukul 13.00 BBWI.
·- ........
BABIV HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
5.4. Keterbatasan Dalam Penelitian Beberapa keterbatasan yang ada dalam proses analisa biaya ini adalah : Pertama, penelitian hanya mencakup data selama 6 bulan (idealnya 1 tahun), sehingga
memungkinkan adanya biaya - yang pengeluarannya di luar po1a yang ada - tidak ikut dihitung (misalkan ada kejadian luar biasa karena penyakit atau bencana alam). Disamping itu data yang digunakan adalah data biaya aktual sehingga informasi yang diperoleh juga hanya biaya satuan pelayanan yang aktual sedangkan biaya satuan normatif tidak didapatkan karena banyak memerlukan asumsi-asumsi ke depan atas output dan investasi yang akan dilakukan, sehingga unsur ketidakpastian (uncertainty) harus sudah diperhitungkan. Kedua, penelitian hanya dilakukan di satu Puskesmas, sehingga variasi yang luas ke
Puskesmas lain menyebabkan upaya generalisasi harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kesamaan situasi dan kondisi Puskesmas lain tersebut. Ketiga, pengumpulan data sekunder sangat tergantung pada pencatatan yang dilakukan
Puskesmas. Ketidakdisiplinan dan ketidakrapian dalam pencatatan akan memungkinkan terjadinya bias dalam perhitungan. Misalkan (1) dalam menghitung biaya bahan habis pakai seharusnya yang dihitung adalah biaya bahan yang telah digunakan. Tetapi karena data pemakaian tidak lengkap maka digunakan catatan distribusi. Padahal belum tentu yang didistribusikan akan langsung dipakai, tapi masih sebagai stock pada pusat biaya penerima. Oleh karena itu ada kemungkinan biaya tersebut menjadi overestimate. (2) dalam menghitung biaya obat, data pemakaian obat juga tidak tersedia di beberapa pusat biaya. Padahal obat adalah biaya langsung yang harus dibebankan oleh pusat biaya pemakai. Oleh karena itu dipakai asumsi setiap output memerlukan biaya obat yang sama, walaupun pemakaian obat untuk masing-masing pasien pada masing-masing pusat biaya tidak sama. Keempat, adanya jenis-jenis kegiatan pelayanan yang seharusnya dapat menjadi pusat biaya tor•ondlrl, tllpi karonll
nrn dlln l&Jln hal harua digabung donglln puallt blaya lalnnyll.
miaalkan
( 1) klinik MTBS dijadikan satu dengan klinik KIA dalam pusat biaya KIA, karena klinik MTBS yang baru berumur satu bulan tadinya bergabung dengan klinik KIA sebelum menjadi klinik sendiri sejak bulan Mei 2001; (2) dalam klinik BP juga tercakup pelayanan EKG,
65
HtUUilHkun dulum klinik ktbldunun juHu h.wcukup pcluyunun
memisahkan sumber-sumber pada kedua jenis pelayanan
USG, kunmu Hulltnyu
ini.
Keterbatasan inipun
menyebabkan kurang tajamnya hasil yang didapat dalam penghitungan biayu satuan.
Ke/ima, perhitungan biaya satuan yang tidak memperhitungkan relative value unit (RVU) menyebabkan hasil perhitungan biaya satuan kurang tajam untuk pusat biaya yang terdiri dari beberapa jenis kegiatan pelayanan, misalkan di klinik BPG dan di laboratorium.
Keenam, Banyaknya alat yang tidak dihitung biaya investasinya karena sudah melebihi umur ekonomisnya atau sulit dilacak data pengadaannya. Hal yang terakhir ini disebabkan selama ini data inventaris bukan menjadi perhatian, karena selama ini investasi lebih banyak didapat dari dropping. Keterbatasan dalam penelitian ini pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan sumber daya penelitian dan keterbatasan pada obyek penelitian. Kendala yang dihadapi pada obyek penelitian terutama adalah adanya keterbatasan data yang tersedia. Selama ini sistem pencatatan di Puskesmas belum disiapkan untuk dilakukan analisa biaya (sebagai contoh tidak pemah ada penghitungan biaya depresiasi, karena selama ini investasi lebih banyak didapat dari instansi tingkat atas atau donor). Sistem pencatatan ini meliputi tenaga pelaksana, sarana dan cara pengelolaan data, mulai dari pengumpulan (termasuk format pencatatan), pengolahan, sampai penyajian. Tenaga pelaksana di tiap tahap pengelolaan data harus memahami data yang dicatatnya dan mempunyai persepsi bahwa data adalah informasi awal yang sangat berguna dalam setiap pengambilan keputusan. Misalkan petugas penerima barang harus dapat membedakan yang mana barang inventaris dan yang mana yang bukan, serta siapa usemya. Pencatatan harus dilakukan dengan cermat dan teliti, serta sekali waktu harus dilakukan cross check terhadap sumber data yang berbcda untuk menghindari inkonsistensi data. Pencatatan data dasar (misalnya : jenis dan jumlah tenaga, output, dll) serta data yang menyangkut setiap komponen biaya (obat dan bahan habis pakai, alat medis, dll) harus dilakukan mulai dari pusat biaya yang bersangkutan. Sebagai contoh pencatatan pemakaian obat harus ada di tiaptiap pusat biaya (klinik), tidak hanya ada di apotik sebagai distributor obat. Berdasarkan uraian di atas, maka apabila analisa biaya akan dijadikan kegiatan yang rutin, Puskesmas harus menyiapkan tenaga dan suatu sistem pencatatan yang dapat mendukung pelaksanaan analisa biaya.
66
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.1. Struktur Biaya Asli Puskesmas Bagian bahasan ini menguraikan tentang bagaimana persentase komponen-komponen biaya terhadap total biaya Puskesmas, dan bagaimana juga persentase biaya-biaya tersebut pada pusat-pusat biaya. Gambar 4.1 : STRUKTUR BIA YA ASLI PUSAT BIAYA PRODUKSI, PUSAT BIAYA PENUNJANG DAN TOTAL BIAYA PUSKESMAS JATINEGARA JANUARI - JUNI 2001
100% 90% 80% 70% 60% 50%
1!1 biaya O&P
o biaya in\estasi
40% 30%
20% 10%
0%
+-~----L--,--~--~----~~~~_,
pusat biaya produksi
pusat biaya penunjang
total biaya puskesmas
Dari basil penelusuran biaya pengeluaran Puskesmas bulan Januari - Juni 2001 diketahui bahwa total biaya Puskesmas sebesar Rp 1.589.158.120. Gambar 4 .1. memperlihatkan bahwa dari total biaya Puskesmas tersebut sebagian besar digunakan untuk biaya operasional dan pemeliharaan sebesar 94,56%, sedangkan sisanya sebesar 5,44% digunakan untuk biaya investasi. Struktur ini konsisten dengan struktur biaya pada pusat biaya penunjang dan pusat biaya produksi. Pada pusat biaya penunjang persentase biaya operasional dan pemeliharaan mencapai 95,6%, sedangkan pada pusat biaya produksi, biaya operasional dan pemeliharaan mencapai 93%.
67
Struktur biaya asli Puskesmas digambarkan pada tabel 4.1., sebagai berikut :
Tabel4.1 : STRUKTUR BIA YA ASLI PUSKESMAS JATINEGARA JANUARI- JUNI 2001 NO
KOMPONEN BIAYA
JUMLAH BIAYA
PROSENTASE
(Rp)
(%)
1 Biaya investasi gedung
375,000
0.02
7,008,000
0.44
2
Biaya investasi kendaraan
3
Biaya investasi alat medis/non medis
79,177,847
4.98
SUB TOTAL BIAYA INVESTAS!
86,560,847
5.44
4
Biaya gaji
983,632,279
61.90
5
Biaya insentif
160,982,072
10.13
6
Biaya obat dan bahan medis habis pakai
210,432,030
13.24
7
Biaya bahan non medis habis pakai
70,166,398
4.42
8
Biaya pemeliharaan gedung
25,642,502
1.61
9
Biaya pemeliharaan kendaraan
12,824,000
0.81
3,886,000
0.24
10
Biaya pemeliharaan alat
II
Biaya utilities
11,353,039
0.71
12
Biaya jasa kebersihan
23,678,952
1.49
SUB TOTAL BIAYA 0 & P
1,502,597,272
94.56
TOTALBIAYA
1,589, 158,120
100
Biaya investasi yang relatif rendah pada struktur biaya asli Puskesmas ini dikarenakan barang investasi yang dapat dihitung biaya depresiasinya tidak banyak. Sebagaimana diuraikan pada bah 3 bahwa biaya gedung Puskesmas sudah tidak diperhitungkan karcna sudah melebihi umur ekonomisnya; kendaraan yang bisa dikenai biaya depresiasi hanya satu buah kendaraan roda empat dan tiga buah kendaraan roda dua, karena kendaraan yang lain sudah melewati umur ekonomisnya; sedangkan alat medis dan non medis, disamping sebagian besar sudah moloweni umur ckonoml•nya, juga kcmma ko1ulitcm dAlAm
polAce~kem
data pcngC!dtllln.
Dari 94,56% biaya operasional dan pemeliharaan, sebagian besar digunakan untuk biaya gaji serta biaya obat dan bahan medis habis pakai. Hal ini tidak berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang pada umumnya menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar untuk
6M
pcmbiayaun pcluyunan kcschatan adalah untuk biaya gaji dan obat. Biaya gaji pcrsentasenya mcncupai 61,90%. Salah satu penyebab besamya biaya gaji adalah
banyaknya jenis
pcluyunan yang discdiakan (bcrmacam-macum pcluyunun dusur, semi spcsiulis dun spcsiulis serta pelayanan. penunjang diagnostik) menyebabkan semakin bervariasi spesifikasi bidang keahlian, sehingga semakin banyak pula jumlah tenaga yang dibutuhkan. Sebagaimana diketahui, bahwa semakin banyak jenis barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu industri maka sifat industri tersebut akan semakin ke arah padat karya. Disamping jumlah tenaga yang banyak, biaya gaji yang besar juga dikarenakan komposisi jenjang kepangkatan tehaga pegawai negeri sipil (PNS) di Puskesmas Pembina Jatinegara, yang sebagian besar golongan III dan IV dan mempunyai masa kerja yang cukup lama (lebih dari 15 tahun). Dari penelusuran biaya gaji, apabila dibandingkan antara total biaya gaji pada struktur· biaya dengan gaji yang diterima sesuai pada daftar gaji, maka biaya gaji pada struktur biaya Puskesmas akan lebih kecil daripada gaji pada daftar gaji. Hal ini dikarenakan biaya gaji pada struktur biaya Puskesmas dihitung berdasarkan persentase waktu pegawai yang disediakan untuk memberikan pelayanan di Puskesmas Pembina Jatinegara, sedangkan biaya gaji pada daftar gaji adalah gaji yang diterima dengan sesungguhnya sebagai pegawai (PNS). Setelah biaya gaji, komponen biaya yang mempunyai persentase yang relatifbesar berikutnya adalah biaya obat dan bahan medis habis pakai, yang persentasenya 13,24% dari total biaya asli Puskesmas. Lebih dari 250 jenis obat, yang sebagian besar obat generik, digunakan di Puskesmas Pembina Jatinegara. Hanya saja ada kemungkinan biaya obat ini secara nominal nilainya overestimate, karena data obat yang digunakan adalah obat yang didistribusikan ke pusat biaya, sedangkan jumlah obat yang telah didistribusikan bukan hanya obat yang telah habis digunakan atau rusak dalam penyimpanan, tapi juga obat yang masih sebagai stock di pusat biaya. Biaya insentif yang mempunyai persentase 10,13% adalah komponen biaya ketiga terbesar setelah biaya gaji serta biaya obat dan bahan medis habis pakai. Serupa dengan biaya gaji, biaya insentif cukup besar dikarenakan biaya ini juga berhubungan dengan jumlah tenaga di Puskesmas Pembina Jatinegara yang relatif besar serta komposisi jenjang kepangkatan PNS. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu kriteria penentuan besamya insentif adalah tanggungJawab pekerjaan yang ekulvalen dengan jenls golongan (dokter atau non dokter, sarjana atau non sarjana, tim swadana atau bukan tim swadana serta golongan III/IV atau golongan 1111).
69
'
Urutan selanjutnya adalah biaya bahan non medis habis pakai yang besamya 4,42% meliputi biaya cetakan dan ATK, bahan gizi, BBM dll. Komponen biaya berikutnya adalah biaya pemeliharaan, yang termasuk mempunyai porsi kecil, yaitu tidak lebih dari 3%. Biaya pemeliharaan ini diperlukan untuk perawatan dan perbaikan barang-barang investasi yang sebagian besar sudah melebihi umur ekonomisnya dan masih dioperasikan (gedung, kendaraan, alat medis/non medis). Biaya jasa kebersihan dan biaya utilities mempunyai persentase yang paling kecil, masingmasing 1,49% dan 0, 71%. Walaupun porsinya relatif kecil, biaya jasa kebersihan ada baiknya ditegaskan batas-batas pembiayaannya pada saat pembuatan kontrak. Karena batas pembiayaan yang tidak jelas akan dapat menimbulkan kemungkinan duplikasi biaya bahan kebersihan pada biaya bahan non medis habis pakai. Di dalam biaya jasa kebersihan, sudah termasuk bahan dan alat kebersihan. Sedangkan dalam biaya bahan non medis habis pakai terdapat juga pembelian bahan kebersihan. Lampiran 9
memberikan gambaran bagaimana struktur biaya pada pusat-pusat biaya.
Terlihat, bahwa struktur biaya pada rata-rata pusat biaya tidak berbeda jauh dengan struktur biaya asli Puskesmas, dimana biaya gaji, insentif serta obat dan bahan habis pakai cukup dominan. Pacta klinik-klinik pelayanan dasar - kecuali klinik 24 jam - biaya gaji juga mempunyai porsi besar, bahkan untuk BPU dan KIA porsinya cukup menyolok, yaitu lebih dari 75% dari total biaya asli pusat biaya. Untuk klinik 24 jam komponen biaya yang dominan justru biaya insentif, yang besamya lebih dari 50% dari total biaya klinik 24 jam. Besamya insentif klinik 24 jam ini di karenakan pembayaran insentif sebesar 25% dari tarif klinik.
4.2.2. Alokasi Biaya Pada Pusat Pusat Biaya Bagian ini menjelaskan bagaimana alokasi biaya total Puskesmas pada pusat-pusat biaya dan alokasi masing-masing komponen biaya pada pusat-pusat biaya Puskesmas. Balzasan pertama tcntang alokasi total biaya Puskesmas ditunjukkan oleh gambar 4.2. yang
penjelasannya secara rinci pacta lamp iran 10. Diperlihatkan bahwa 64,76% dari total biaya Puskesmas yang benar-benar digunakan untuk memproduksi pelayanan keschatan. Sedangkan sisanya (35,24%) digunakan untuk kegiatan penunJang.
70
Gambar 4.2. :
ALOKASI BIAYA KE PUSAT PUSAT BIAYA PUSKESMAS PEMBINA JATINEGARA JANUARI- JUNI 2001
pusatbiaya prcxluksi RB 18.36% pusatbiaya prcxluksi penunjang diagnootik 8.071/o pusatbiaya prcxluksi
pelayanan s_p::sialis 7.88%
pusatbiaya
pusatbiaya
prOOuksi pelayanan dasar 30.44%
Bagian terbesar biaya penunjang dialokasikan pada pusat biaya administrasi, yang menyerap 25,68% total biaya Puskesmas. Pusat biaya administrasi menyerap biaya besar, karena di dalam pusat biaya ini terdapat berbagai jenis kegiatan manajemen dan administrasi sehingga sumber daya yang digunakan juga relatif banyak. Selanjutnya pusat biaya kedua yang mendapat alokasi biaya penunjang adalah apotik, yaitu sebesar 3,23%. Biaya yang diserap apotik sebagian besar digunakan untuk biaya gaji. Berikutnya adalah pusat biaya penunjang dapur RB, yang menyerap biaya 2,01 %, dikarenakan adanya pengeluaran untuk bahan gizi yang cukup besar. Pusat biaya loket dan laundry relatif kecil dalam mendapatkan alokasi biaya Puskesmas, karena sumber daya yang mereka gunakan juga relatif tidak banyak. Bagian terbesar biaya produksi digunakan untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar, yaitu sebesar 30,44%. Dari 5 buah pusat biaya produksi pelayanan kesehatan dasar, 3 buah klinik- yaitu klinik BPU, klinik 24 jam dan klinik KIA- mempunyai penyerapan biaya yang tidak jauh berbeda. Yang paling banyak menyerap biaya adalah klinik BPU, sebesar S,~7%;
kemudian klinik 24 jam eebeaar 7,S6%i 1olanjutnya klinik KIA aobeaar 7,43%. Kctlsa
klinik yang melayani kesehatan dasar umum ini menyerap biaya besar, karena sumber daya yang digunakan juga besar. berikutnya klinik BPG menyerap biaya 5,51 %. Klinik KB menyerap biaya paling kecil di antara klinik pelayanan kesehatan dasar, yaitu sebesar 0,97%.
71
Kclnmpok pusnt hinya produksi pclnynnnn kcschutun spcsinli.s/scmi spcsinlis sccurn totul mcnycrap hiaya schcsar 7 ,HH'Y.•. Mnsing-masing klinik hunyn mcndupnl nlokusi hi nyu untnru 0,37% - 2,97%•. Kclompok klinik pclayanan kcschatan spcsialis/scmi spcsialis ini pada unmmnya mcnycrap hiaya yang rclntif kccil, knrcnn sumbcr dnyn tcnngn ynng digunukun juga sedikit, pada umumnya hanya dilayani 1-2 orang tenaga, dismnping jumlah output yang dihasilkan juga tidak sebanyak klinik pclayanan kesehatan dasar. Kelompok pusat biaya produksi pcnunjang diagnostik menycrap biaya scbcsar 8,07%, yang dibagi antara laboratorium dan rontgen, masing-masing sebesar 5,98% dan 2,09%. Selanjutnya pusat biaya RB menyerap 18,36% dari total biaya Puskesmas. Biaya yang diserap RB · ini relatif besar, dan paling besar di antara seluruh pusat biaya produksi. Penyerapan biaya yang besar ini dikarenakan RB paling banyak memakai sumber daya, baik tenaga maupun sarana.
Berikut Bahasan kedua mengenai alokasi masing-masing komponen biaya pada pusat-pusat biaya, yang secara rinci disajikan pada lampiran 11.
Biaya Investasi Sebagaimana telah diuraikan di muka, biaya investasi mempunyai porsi yang kecil pada struktur biaya asli Puskesmas. Kecilnya persentase ini disebabkan banyaknya barang investasi yang telah melebihi umur ekonomisnya. Biaya investasi sebagian besar diserap untuk alat medis dan non medis. Akan tetapi persentase ini bisa jadi underestimate, karena yang dihitung biaya depresiasinya adalah alat yang usianya "diperkirakan" tidak lebih dari 4 th, padahal banyak alat-alat kesehatan yang umur ekonomisnya lebih dari 4 tahun dan kemungkinan masa pakainya belum melebihi umur ekonomisnya. Keadaan ini terjadi karena tidak tersedianya data investasi yang lengkap untuk keperluan menghitung biaya depresiasi yang seharusnya selalu diperhitungkan dalam pembiayaan. Biaya investasi gedung seluruhnya diserap oleh apotik, karena biaya investasi gedung yang hanya terdiri dari biaya sewa gudang obat seluruhnya dibebankan ke apotik. Biaya investasi kendaraan seluruhnya diserap oleh bagian administrasi, karena bagian inilah yang paling banyak menggunakan untuk kegiatan manajerial dan kegiatan lapangan Puskesmas. Seharusnya kendaraan operasional ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengangkut pasien,
72
lcnalama untuk nK·najuk pasicn RB yang punyn mnsnlnh risiko linggi. Schngnimnnn tclnh diuraik:m pada hagiun tcnlahulu, hahwn pnsicn RU ynng nknn dirujuk dibawn mcnggunnknn angkutun tuksi, scmcnturu Puskcsmus mcmpunyai 3 buah kcndaraan opcrasional dcngan 3
orang sopir. Pusat biaya yang juga banyak menyerap biaya investasi alat adalah BPG, yaitu sebesar 30,2%. BPG menyerap biaya investasi banyak karena banyaknya alat-alat medis yang digunakan untuk menyediakan berbagai jenis pelayanan tindakan ringan sampai . berat. Setelah BPG, pusat biaya yang menyerap biaya investasi alat relatif besar adalah RB, yaitu sebesar 28,4%. Selain alat medis, RB juga banyak dilengkapi dengan alat non medis sebagai pelengkap pelayanan kepada pasien rawat inap.
Biaya Gaji Seperti telah diketahui, bahwa biaya gaji menduduki urutan pertama dalam struktur biaya asli Puskesmas. Disamping banyaknya jenis pelayanan, penyebab lain besamya biaya gaji adalah Puskesmas Jatinegara mempunyai jumlah staf yang relatif banyak dengan masa kerja yang sebagian besar lebih dari 10 tahun .. Tingginya biaya gaji juga dikarenakan komposisi staf, dimana staf golongan III dan IV porsinya lebih banyak dibanding golongan I dan II. Pusat biaya yang paling banyak menyerap biaya gaji adalah administrasi, sebesar 27,7%. Pusat biaya administrasi merupakan pusat biaya dimana waktu staf ban yak disediakan di sini, karena selain jumlah staf administrasi sendiri yang banyak, beberapa staf di bagian klinik juga mendapatkan tugas tambahan pada pusat biaya administrasi. Misalkan seorang staf di klinik BPU merangkap di seksi Yanmed, staf di klinik MTBS merangkap di seksi Yankel, dll. Oleh karena itu pusat biaya ini paling banyak menyerap komponen biaya gaji. Pusat biaya yang kedua terbanyak menyerap biaya gaji adalah RB, yaitu sebesar 23,7%. Jumlah staf RB sebanyak 27 orang (termasuk dokter spesialis kebidanan sebagai penanggungjawab), cukup banyak di antara pusat biaya lainnya. Selain komposisi golongan III dan golongan IV yang Jebih banyak, staf di RB juga tidak mempunyai tugas rangkap, kecuali spesialis kebidanan dan seorang staf/bidan untuk membantu klinik kebidanan. Dengan demiklan biaya gaji mereka sepenuhnya diserap untuk RB. Selanjutnya pusat biaya yang juga besar menggunakan biaya gaji adalah KIA dan BPU, masing-masing 8,6% dan 7,1 %. Dari segi jumlah staf, kedua pusat biaya ini mempunyai
73
jumlah yang sama, hanya saja di BPU sebagian besar petugas mempunyai tugas rangkap di bagian administrasi. Kedua pusat biaya ini juga mempunyai komposisi staf lebih banyak yang senior dan mempunyai go Iongan III dan IV. Klinik-klinik pelayanan spesialis/semi spesialis pada umumnya menyerap biaya gaji yang kecil, yaitu rata-rata di bawah I%, kecuali untuk klinik paru. Hal ini dikarenakan klinikklinik spesialis/semi spesialis ini hanya dilayani oleh satu atau dua orang tenaga. Biaya ini hanya memperhitungkan waktu yang benar-benar disediakan oleh tenaga spesialis/semi spesialis (hari pelayanan spesialis biasanya tidak penuh satu minggu). Biaya satuan gaji pada pelayanan spesialis besamya bervariasi. Misalkan untuk klinik jiwa, gizi dan akupunktur tergolong besar, disebabkan output yang dihasilkan tidak banyak dibanding waktu pelayanan yang disediakan.
Biaya Obat Dan Bahan Medjs Habjs Pakaj Kurang lebih sejumlah 13,60% biaya asli Puskesmas dipakai untuk biaya obat dan bahan medis habis pakai. Komponen biaya ini adalah biaya variabel yang besar kecilnya tergantung dari jumlah output yang dihasilkan Puskesmas. Pada umumnya untuk pusat biaya produksi pelayanan kesehatan dasar, biaya bahan medis habis pakai terutama obat mempunyai porsi besar, karena besamya kebutuhan bahan-bahan ini. Pusat biaya yang memakai biaya obat dan bahan medis paling besar adalah laboratorium, yaitu sebesar 26,9%. Laboratorium mendapat alokasi biaya obat dan bahan medis habis pakai paling besar, ·karena pada pusat biaya ini ada pemakaian reagen untuk pengujian sediaan, yang biayanya juga besar. Pusat biaya kedua yang banyak menyerap biaya obat dan bahan medis habis pakai adalah klinik BPU, yaitu sebesar 25,4%. Sebagaimana diketahui, BPU menghasilkan output yang paling banyak, yaitu sebesar
44,9% dari seluruh output
Puskesmas, sedangkan obat dan bahan medis habis pakai penggunaannya tergantung pada jumlah output yang dilayani.
Selanjutnya adalah klinik 24 jam, yang menyerap biaya obat dan bahan medis habis pakai sebesar 13,2%. Serupa dengan klinik BPU, klinik ·24 jam menghasilkan output nomor dua terbanyak setelah klinik BPU, yaitu sebesar 21 ,5%. Dengan demikian di antara pusat biaya
74
produksi lainnya, klinik 24 jam menduduki urutan kedua pusat biaya yang menyerap biaya obat dan bahan habis pakai relatifbesar. Klinik KIA menyerap biaya obat dan bahan medis habis pakai sebesar 10,4%, yang lebih besar dari pada yang diserap oleh klinik BPG sebesar 7 ,6%. Padahal prosentase output yang dihasilkan KIA adalah 6,1 %, lebih kecil dibandingkan dengan klinik BPG yang 8, 7%. Biaya obat dan bahan medis habis pakai di KIA lebih besar, dikarenakan KIA banyak menggunakan bahan medis habis pakai seperti disposible syringe untuk imunisasi. Pusat biaya produksi lainnya hanya menyerap biaya obat dan bahan medis habis pakai tidak lebih dari 5%, yaitu an tara 3,6% - 0,1 %. Hal ini terjadi pada sebagian besar klinik-klinik pelayanan spesialis/semi spesialis, yang outputnya pada umumnya relatif rendah. Pada klinikklinik pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis, biaya obat dan bahan medis habis pakai yang paling besar ada di klinik akupunktur, karena klinik ini banyak menggunakan jarum
disposible.
Biaya lnsentjf Seperti yang telah disebutkan di muka, komponen biaya yang punya kontribusi cukup besar berikutnya setelah biaya gaji serta biaya obat dan bahan medis habis pakai adalah biaya insentif. Sebagaimana biaya obat, biaya ini porsinya besar juga salah satunya disebabkan oleh jumlah dan komposisi pegawai. Akan tetapi berlainan dengan biaya gaji, biaya insentif digolongkan biaya variabel. Salah satu unsur biaya insentif ini adalah insentif jasa medik. Sesuai namanya, maka insentif ini juga mempertimbangkan jumlah dan jenis pelayanan yang dihasilkan. Misalkan untuk petugas yang di bagian klinik paru, rontgen, laboratorium dipertimbangkan risiko yang dihadapinya (kemungkinan terpapar oleh penyakit pasien atau zat radioaktif). Lain halnya dengan biaya gaji yang didominasi oleh pusat biaya administrasi, biaya insentif paling banyak diserap oleh klinik 24 jam, sebesar 30,8%. Setiap harinya tim pelayanan klinik 24 jam hanya terdiri dari seorang dokter dan seorang perawat. Penyerapan biaya insentif yang b~&ar
dikarenakan petuaas klinik 24 jam mondapat insentif 25% dari biaya yana dibayarkan
pasien. Hal inilah yang seringkali memicu adanya rasa tidak puas di antara staf Puskesmas, karena petugas klinik 24 jam adalah tenaga lepas/honorer. Insentif yang relatif besar ini kemungkinan sebagai salah satu penyebab produktifitas yang relatif tinggi pada klinik 24
75
jam, sehingga output yang dihasilkanpun Iebih dari 20%, output kedua terbanyak setelah BPU. Ketidakpuasan di antara staf Puskesmas dapat dihindari, apabila mereka diberikan kesempatan pertama untuk tugas di klinik ini asalkan tidak mengganggu tugas utamanya di klinik pagi. Pusat biaya kedua yang banyak menyerap biaya insentif adalah bagian administrasi yang besamya I 7% dari total biaya insentif. Besamya biaya insentif di bagian administrasi disamping karena jumlah dan komposisi staf, juga karena bagian ini relatif mempunyai kinerja yang baik hila dilihat dari ''jam kerja rata-rata" mereka, yang ditunjukkan dengan bukti absensi. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu kriteria dalam menentukan besamya insentif adalah jam kerja staf. Tidak berbeda jauh dari biaya insentif administrasi adalah biaya insentif RB yang menyerap 14,6% dari total biaya insentif Puskesmas. Biaya insentif di RB relatif besar, karena jumlah tcnaga banyak dan komposisi staf golongan III dan IV juga banyak. Disamping itu pada RB diberlakukan adanya tugas shift siang dan malam. Dalam penentuan besamya insentif, tenaga yang melewati jam kerja siang dan malam mendapatkan persentase insentif yang lebih besar, dibandingkan jam kerja pagi.
Biaya Bahan Non Medis Habjs Pakaj Biaya bahan non medis habis pakai menyerap 4,28% dari total biaya operasional dan pemeliharaan Puskesmas. Ada kemungkinan hasil perhitungan ini termasuk yang kurang tepat, karena keterbatasan dalam pencatatan bahan non medis habis pakai yang telah digunakan oleh masing-masing pusat biaya. Yang agak menyolok dalam penyerapan biaya ini adalah pusat biaya dapur RB dan pusat biaya administrasi, dimana keduanya termasuk pusat biaya penunjang. Dapur RB menyerap 33,3% dari total biaya bahan non medis habis pakai, karena adanya beban biaya bahan gizi/makan untuk pasien rawat inap sekaligus juga keperluan makan untuk petugas jaga malam. Pusat blaya yang kedua terbanyak menyerap blaya bahan non medts habis pakal adalah administrasi. Administrasi menyerap 31,29% biaya bahan non medis, karena administrasi banyak memakai ATK dan bahan-bahan cetakan, serta di dalamnya juga dibebankan secara
76
langsung biaya pcmbclian bnhan bnknr kcndnruun, biaya bnhun kcbcrsihun dun biuyu ulat clcktronik, scrta biaya rapat panitcra.
Biaya Pemeliharaan. Utilities Dan Jasa Kebersjban Biaya pemeliharaan, utilities, dan jasa kebersihan yang berturut-turut sebesar 2,66%, 0, 71% dan 1,49%, alokasinya didominasi oleh pusat biaya administrasi. Pusat biaya administrasi ini mendapat alokasi biaya pemeliharaan sebesar 91 ,9% karen a sebagian besar biaya pemeliharaan ini untuk perawatan dan perbaikan alat non medis yang adanya di bagian administrasi. A1okasi dari biaya utilities sebesar 71,9% dan dari biaya jasa kebersihan sebesar 75,7%, karena kedua biaya ini mempunyai cost driver jumlah tenaga dan luas ruangan, dimana untuk kedua cost driver ini pusat biaya administrasi mempunyai porsi yang besar.
4.2.3. Biaya Satuan Pada Pusat Biaya Besarnya biaya satuan pada pusat-pusat biaya tidak banyak berbeda dengan atau tanpa memperhitungkan biaya investasi, kecuali pada pelayanan RB, KB dan BPG, karena pada ketiga pelayanan ini biaya investasinya relatif besar dibandingkan pusat biaya lainnya. Akan tetapi bila dibandingkan dengan biaya satuan tanpa biaya investasi dan gaji, maka perbedaan besarnya biaya tersebut akan menjadi lebih berrnakna, seperti yang disajikan pada gambar 4.3. Nilai nominal biaya satuan secara rinci disajikan pad a lamp iran 15. Optimal atau tidaknya biaya satuan aktual ini salah satunya ditentukan oleh efisien atau tidaknya pusat biaya. Dan salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi adalah perbandingan antara output yang dihasilkan (output aktual) dengan kapasitas output yang sebenarnya (output normatif). Output Puskesmas adalah pelayanan, sedangkan unit output adalah pasien yang dilayani. Karena standar pelayanan yang didapat tidak lengkap, maka kapasitas output diperoleh dengan membandingkan antara penyediaan waktu pelayanan di Puskesmas (pukul 08.00-13.00 BBWI) dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melayani seorang pasien (didapatkan dari hasil pengamatan secara sampel). Pembandingan dengan hasil penelitian pada Puskesmas 1ainnya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran apakah biaya satuan di Puskesmas Pembina ini lebih murah atau lebih mahal. Hanya saja, penelitian pembanding hanya menghitung biaya satuan pada pelayanan kesehatan dasar, rawat inap dan laboratorium, maka pusat biaya pelayanan kesehatan semi
77
spesialis/spesialis serta rontgen tidak dapat dibandingkan. Secara ringkas basil perbandingan (angka dibulatkan) dapat dilihat pada lampiran 16, dengan dilengkapi biaya satuan Puskesmas pembanding yang sudah disesuaikan dengan nilai tahun 2001. Penyesuaian nilai ke tahun 200 1 dengan memperhitungkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kelompok kesehatan. IHK kelompok kesehatan dianggap lebih tepat dipakai dibanding IHK umum, karena IHK kelompok kesehatan meliputi jasa kesehatan dan obat-obatan serta petawatan jasmani, sehingga cukup mewakili kenaikan biaya-biaya utama dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Gambar 4.3 .: BIAYA SATUAN (rupiah/output) PADA PUSAT BIAYA PUSKESMAS PEMBINA JATINEGARA JANUARI- JUNI 2001
90000 ,------------------------------------, 80000 +---------------70000 +----------------60000 +---------------llr~--~~ 0Series3 50000 +---------------·--~--~~ . 1!1 Series2 40000 +---------------mr.~~~~ ~-----~ tlJSeries1
30000+-----~--------~~--~~
20000 10000 0
t~~=~~~~lr~~~~-=~rll~~~~ ~m~~~ t ~~~~~~~~~~~~~~~r=~~~
1
2
3
4
5
6
7 8
9 10 11 12 13 14 15
Keterangan : Series I : biaya satuan tanpa investasi dan gaji Series 2 : biaya satuan tanpa investasi Series 3 : biaya satuan total I. BPU 2.BPG 3. KIA 4. KB
5. Klinik 24 jam 6. Klinik paru 7. Klinikjiwa 8. Klinik gizi
9. Klinik anak I 0. Klinik mata II . Klinik akupunktur 12. Klinik kulit/kelamin
13. Klinik kebidanan 14. Laboratorium 15. Rontgen
RB mempunyai biaya satuan sebesar Rp 247.181,00 per pasien per hari. Komponen biaya yang paling besar membentuk biaya satuan RB adalah biaya gaji dan insentif, karena kedua
7K
jcnis biaya ini mcmpunyai porsi yang besar, disebabkan oleh jumlah dan struktur tenaganya yang ban yak dcngan go Iongan Jll dan 1V. Biaya satuan di RB Puskcsmas Pembina Jatincgara ini lcbih rendah dibandingkan dcngan hasil penelitian Reniati, 2001, yang mendapatkan biaya satuan pelayanan perawatan di salah satu Puskesmas Tangerang yang besamya Rp 440.982,00 per output per hari; juga lebih murah dibandingkan hasil penelitian Naili, 2001, di dua Puskesmas di Kota Padang, yang mendapatkan biaya satuan tanpa investasi di RB sebesar Rp 310.333,00- Rp 342.390,00 per output per hari. Dengan demikian bila dibandingkan dengan hasil penelitian Reniati dan Naili yang sudah dikoreksi dengan nilai inflasi (masing-masing Rp 480.318,00 dan Rp 338.015 Rp 372.931 ,00), hasil ini akan tetap sama, dan lebih kelihatan, bahwa biaya satuan di Puskesmas Pembina Jatinegara lebih murah dibandingkan hasil kedua penelitian tersebut. Dengan jumlah tempat tidur sebanyak 16 buah, maka selama Januari-Juni 2001 RB mempunyai kapasitas hari inap 2.896 hari. Pada periode tersebut jumlah pasien RB adalah 562 pasien, atau sebanyak 1.686 hari inap pasien. Jadi berarti selama 6 bulan tersebut utilitasi RB sebesar 58,22% dari kapasitasnya. Utilitas ini lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1998 utilitas RB sebesar 78,20%. Tahun berikutnya menurun, menjadi 66,99%. Dan pada perioda Januari-Juni 2000 utilitasnya sebesar 66,55%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa RB masih belum efisien, dan biaya satuan aktual yang didapat belum optimal. Kecenderungan utilitas yang menurun memungkinkan adanya potensi peningkatan inefisiensi. Walaupun utilitas RB belum optimal, tetapi pelayanan ini merupakan mata rantai dari program kesehatan ibu dan anak, yang masih menjadi program prioritas di bidang kesehatan. Oleh karena itu keberadaan pelayanan ini masih diperlukan untuk mendukung program kesehatan ibu dan anak. Untuk meningkatkan efisiensi RB, maka usaha yang dapat dilakukan adalah
mengupayakan pcningkatan utilitas dan melakukan penghematan atas komponen
biaya utama, yaitu biaya gaji.
Klinik Kesehatan lbu dan Anak (KIA) Di antara pusat biaya produksi pelayanan dasar, maka klinik KIA mempunyai biaya satuan yang paling besar, yaitu sebesar Rp 29.199,00 per output. Biaya satuan ini jauh di atas hasilhasil yang didapat oleh (1) Prabayanti, 2001, di Puskesmas Tebet sebesar Rp 6.713,00 per
79
output (a tau Rp 7.312,00 apabila nilai dikoreksi/disesuaikan tahun 200 I); (2) Reniati, 200 I, pada 4 Puskesmas di Kabupaten Tangerang yang besamya antara Rp 1.169,00- Rp. 9.990,00 per output (a tau Rp 1.273,00 - Rp 10.881,00 bila nilai dikoreksi); (3) Hadisunjoto, 2000, di dua Puskesmas Kabupaten Karawang, yang besamya Rp 5.958,50- Rp 10.377,60 (atau Rp 6.875,00 - Rp 11.974,00 bila nilai dikoreksi); (4) Naili, 2001, di dua Puskesmas Kota Padang, yang besamya Rp 6.359,00- Rp 9.465,00 ( atau Rp 6.926- Rp 10.309,00 bila nilai dikoreksi); (5) Chalidyanto, 1999, di satu Puskesmas Surabaya yang besamya Rp 1.511,35 (atau Rp 1.744,00 bila nilai dikoreksi); serta (6) Hidajat, 1997, di 12 Puskesmas Kabupaten Bandung yang besamya Rp 1.288,00- Rp 13.463,00 (atau Rp 2.757,00- Rp 28.830,00 bila nilai dikoreksi). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa biaya satuan KIA Puskesmas Pembina Jatinegara adalah mahal. Biaya satuan yang cenderung tinggi pada klinik KIA didominasi oleh biaya gaj i, karen a jumlah dan komposisi staf klinik KIA - yang digabung dengan klinik MTBS- banyak tcrdiri dari staf golongan III dan IV. Dengan diasumsikan bahwa pemeriksaan dilakukan oleh dokter, maka rata-rata per harinya output KIA sebanyak 22-23 pasien yang dilayani. Bila waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan pasien rata-rata 5 menit, berarti kapasitas yang sebenamya dari klinik KIA adalah 60 orang per hari. Jadi dapat dikatakan bahwa utilitas klinik ini masih kurang, karena output yang dihasilkan kurang lebih 38% dari kapasitasnya. Pusat biaya ini akan terlihat kurang efisien, terutama bila dilihat bahwa pada kegiatan pelayanan KIA banyak tenaga bidan, dimana tenaga bidan adalah profesi mandiri yang sebenamya juga dapat melakukan pemeriksaan kepada pasien biasa. Walaupun klinik KIA biaya satuannya cenderung mahal dan masih belum efisien karena output yang belum optimal, tetapi keberadaan klinik ini harus tetap dipertahankan, dengan pcrtimbangan : ( 1). Tugas pokok Puskesmas adalah menyelcnggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk klinik KIA; (2) klinik KIA merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari program kcsehatan ibu dan anak yang merupakan program prioritas dalam rangka akselerasi penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Untuk meningkutk:m efiaiensi, salah satu upaya yamg dlpcrluknn adulah mcngUIIUhllkan
peningkatan utilitas, agar biaya satuan dapat lebih optimal. Puskesmas sebenamya berpotensi meningkatkan utilitas klinik ini, hila dilihat kelompok balita dan kelompok wanita termasuk yang usia subur mempunyai prosentase besar dalam struktur penduduk.
80
Klinjk Keluarea Berencana (KB) Klinik KB mempunyai biaya satuan pelayanan yang besamya nomor dua setelah KIA pada kelompok pusat biaya produksi pelayanan kesehatan dasar, yaitu sebesar Rp 17.547,00. Hasil ini relatiftidak mahal bila dibandingkan dengan yang didapatkan o1eh Prabayanti, 2001, yaitu Rp 22.852,00 (atau Rp 24.890,00 bi1a biaya satuan disesuaikan dengan tahun 2001); dan Reniati, 2001, yang besarnya antara Rp 11.901,00- Rp 35.554,00 (atau Rp 12.963,00- Rp 38.725,00 bila nilai dikoreksi). Biaya satuan di Puskesmas Pembina Jatinegara ini relatif besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian Hadisunjoto, 2000, yang besarnya antara Rp 5.958,50- Rp 10.337,60 (atau Rp 6.875,00- Rp 11.928,00 bila ni1ai dikoreksi); serta Cha1idyanto, 1999, yang besarnya Rp 1.511,35 (atau Rp 1.744,00 bila nilai dikoreksi). Yang agak berbeda ada1ah pembandingan dengan hasil Hidajat, 1997. Apabi1a dibandingkan dengan hasi1 yang didapat saat pene1itian Hidayat (tahun 1977) yang besarnya antara Rp 1.288,00 - Rp 13.463 maka biaya satuan di Puskesmas Jatinegara dapat dikatakan 1ebih maha1; tetapi apabi1a hasil Hidayat dikoreksi dengan inflasi dan disesuaikan dengan tahun 200 I, maka biaya satuan Puskesmas Jatinegara menjadi tidak lebih mahal. Dengan demikian dapat dikatakan hasil pembandingan biaya satuan k1inik KB Puskesmas Jatinegara dengan Puskesmas lainnya secara umum menunjukkan bahwa biaya satuan di Puskesmas Jatinegara cenderung lebih mahal. Rata-rata per harinya pasien yang dilayani k1inik KB adalah 7-8 orang. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata waktu pelayanan pasien adalah 10 menit, atau kapasitas output per harinya dapat dilayani 30 orang. Jadi hanya 36% kapasitas output yang dapat dipcnuhi. Output yang sangat kccil ini mcnunjukkan rcndahnya utilitas klinik KB. Dan hal inipun disadari oleh petugas. Dengan demikian dapat dikatakan, walaupun utilitas output cendcrung rcndah, tctapi klinik ini bukan bcrarti kurang efisien, karcna tcnaga yang melayani klinik ini hanya satu orang. Klinik ini merupakan salah satu pe1ayanan kesehatan dasar yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka sebaiknya k1inik ini tetap dipertahankan, dan dengan upaya-upaya peningkatan utilitas, sumber daya yang tersedia dapat 1ebih diberdayakan, sehingga biaya satuan pe1ayanan klinik ini dapat lebih dioptimalkan. Sebagaimana dengan KIA, klinik KB juga berpotensi untuk meningkatkan utilitas hila dilihat besarnya kelompok
81
wanita dan hesamya kelompok usia suhur dalam struktur kependudukan Kecamatan Jatinegara.
Balai Pengobatan Gigi (BPG) BPG mempunyai hiaya satuan operasional dan pemelibaraan sehesar Rp 12.778,00 per output. Biaya ini cenderung sesuai dengan basil yang diperoleb Prahayanti, 200 I,
yang
mendapatkan hiaya satuan mulai pelayanan pemeriksaan sampai tindakan herat antara Rp 6.158,00- Rp 61.854,00 per output (atau Rp 6.707,00- Rp 67.371,00 hila nilai dikoreksi); Hidajat, 1997 yang mendapatkan hiaya satuan antara Rp 1.732,00- Rp 36.667,00 (atau Rp 3. 709,00 - Rp 78.661,00 hila nilai disesuaikan tabun 2001 ); serta Reniati, 2001 yang besamya antara Rp 6.923,00- Rp 361.186,00 (atau Rp 7.541,00- Rp 393.404,00 hila nilai dikoreksi). Sedangkan range yang terlalu jaub dari basil penelitian Reniati ini kemungkinan discbabkan olch pcmakaian sumhcr daya yang tidak sesuai dengan output yang dihasilkan pacta Puskesmas dengan hiaya satuan yang cenderung ekstrim. Biaya satuan BPG Jatinegara cenderung rendab hila dihandingkan dengan basil yang didapat Hadisunjoto, 2000, yang hesamya antara Rp 14.386,30- Rp 19.980,10 (atau Rp 16.598,00Rp 23.053,00 hila nilai dikoreksi); akan tetapi lehih tinggi hila dihandingkan hasi1 Naili, 2001, yang hesarnya Rp 7.462,00- Rp 9.990,00 (atau Rp 8.128,00- Rp 10.881,00 hila nilai dikoreksi) dan Cbalidyanto, 1999, yang hesarnya Rp 2.658,10 (atau Rp 3.067 hila nilai dikoreksi). Rata-rata per harinya klinik BPG melayani 22-23 orang untuk setiap dokter. Berdasarkan pengamatan, rata-rata waktu pelayanan untuk satu orang pasien adalah 13-14 mcnit. Waktu pelayanan ini cukup lama karcna BPG memherikan pelayanan mulai tindakan ringan sampai hcrat yang memhutuhkan waktu pelayanan relatif lama. Dengan demikian kapasitas BPG (21-23 orang per hari) sehenarnya memang kurang lehih
sama dcngan output yang
dihasilkan sekarang. Jadi hisa dikatakan hahwa BPG cukup efisien dengan jumlah output yang dihasilkan sekarang ini. Apalagi untuk 3 orang dokter gigi hanya dihantu oleh seorang perawat gigi dengan sarana dental unit yang tersedia sehanyak 2 huab, sebingga barns dipakai bergantian. Jadi
dapat dikatakan bahwa BPG sudab efisien, karena sudah dimanfaatkan
masyarakat sehagaimana mestinya, sebingga hiaya satuan pacta pusat hiaya BPG-pun sudab cukup optimal, dan klinik ini patut dipertabankan.
82
Klinik 24 Jam Klinik 24 jam adalab pelayanan kesebatan dasar umum yang diselenggarakan mulai sore bari (pukul 16.00 BBWI) sampai pagi bari sebelum dimulainya pelayanan pagi (pukul 07.00 BBWI). Klinik 24 jam mempunyai biaya satuan sebesar Rp 8.905,00 per output untuk biaya satuan total, Rp 8.775,00 untuk biaya satuan tanpa investasi serta Rp 5.372,00 untuk biaya satuan tanpa investasi dan gaji. Bila dibandingkan dengan tarifyang dikenakan kepada pasien sebesar Rp l 0.000,00 maka terlibat babwa klinik ini cukup menguntungkan. Selama 6 bulan klinik ini melayani 110 orang pasien per barinya, dan output yang dibasilkan oleb klinik 24 jam adalab nomor dua terbanyak sete1ab k1inik BPU (lampiran 6). Apabi1a dipakai patokan dari standar pelayanan Puskesmas, bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melayani pasien di pengobatan umum adalab 5 menit, maka kapasitas klinik 24 jam adalab dilayaninya 180 orang pasien (900 menit : 5 menit). Jadi utilitas klinik ini adalab 61,11%. Dengan demikian terlibat, babwa bila diperbitungkan output aktual dibanding kapasitas output, klinik ini kurang efisien; akan tetapi bila dilibat babwa klinik ini
tarifnya
melebibi biaya satuannya, maka klinik ini cenderung menguntungkan. Oleb karena itu klinik 24 jam masib dapat dipertahankan, karena keberadaan klinik ini memang ditujukan untuk memberikan dukungan finansial bagi penyelenggaraan swadana.
Balai Pengobatan Umum (BPU) Di antara pusat biaya produksi pelayanan kesehatan dasar,
yang paling rendah biaya
satuannya adalab BPU, yaitu sebesar Rp 6.536,00 per output untuk biaya satuan tanpa investasi. Hasil ini cenderung lebih tinggi dibanding hasil penelitian Prabayanti, 2001, yang besarnya Rp 5.006,00 (a tau Rp 5.453 hila nilai dikoreksi); basil pcnclitian Naili, 200 I, yang besarnya antara Rp 5.213,00 - Rp 6.103,00 (atau Rp 5.678,00 - Rp 6.647,00); serta penelitian Chalidyanto, 1999, yang besarnya Rp 1.668,26 (atau Rp 1.925,00 bila nilai dikoreksi). Biaya satuan Puskesmas Jatinegara juga sesuai dengan basil penelitian Reniati, 2001, yang besarnya an tara Rp 3.105,00 - Rp 8.679,00 (atau Rp 3.382,00 - Rp 9.453,00 hila nilai dikoreksi); Hadisunjoto, 2000, yang besarnya an tara Rp 4.885,10 - Rp 13.650,40 (a tau Rp 5.637,00- Rp 15.749,00 bila nilai dikoreksi); dan Hidajat, 1997, yang besarnya antara Rp 1.501,00- Rp 7.343,00 (atau Rp 3.214,00- Rp 15.724,00 bila nilai dikoreksi). Dengan
83
demikian dapat dikatakan, bahwa biaya satuan BPU di Puskesmas Pembina Jatinegara ini relatif tidak mahal, mengingat kesesuaian dengan beberapa penelitian. BPU mempunyai biaya satuan yang relatif kecil, karena output yang dihasilkan besar, yaitu hampir 50% dari keseluruhan output pasien yang Puskesmas (lampiran 6). Setiap harinya rata-rata terlayani 314 pasien atau setiap orang dokter melayani 78 orang. Hasil pengamatan tentang waktu pelayanan rata-rata pasien didapatkan bahwa rata-rata setiap pasien mendapatkan waktu pelayanan selama 4,4 menit atau kurang lebih 68 pasien per hari. Dengan demikian output BPU dapat melebihi kapasitasnya. Dan bila dibandingkan dengan kapasitas berdasarkan standarisasi pelayanan Puskesmas di DKI Jakarta, dimana tiap dokter di BPU dapat melayani pasien sampai 60 orang per hari, maka output BPU sudah jauh melampaui. Dengan perhitungan tersebut, terlihat bahwa pusat biaya ini dapat dikatakan efisien, karena output yang dihasilkan melebihi kapasitasnya, sehingga biaya satuan yang dihasilkan juga menjadi kecil. Hanya saja, yang perlu diperhatikan sekarang adalah mutu pelayanannya, yang seharusnya tidak dilalaikan.
Dari basil pembahasan tentang penampilan klinik-klinik pelayanan kesehatan dasar, berdasarkan utilitasnya, temyata ada klinik yang sudah efisien, tapi ada juga yang cenderung masih kurang efisien, sehingga biaya satuannyapun sebenamya belum optimal. Akan tetapi, oleh karena tugas utama Puskesmas adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara merata, maka keberadaan klinik pelayanan kesehatan dasar ini harus tetap dipertahankan, dalam rangka pemerataan pelayanan.
Klinik Gizi Klinik gizi mcmpunyai biaya satuan yang paling tinggi di antara pusat biaya produksi pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis, yaitu sebesar Rp 84.663,00 per output untuk biaya satuan operasiponal dan pemeliharaan. Terlihat, bahwa biaya gaji menyumbang nilai sangat tinggi pada biaya satuan klinik gizi ini. Biaya satuan yang tinggi pada klinik gizi disebabkan output yang dihasilkan tidak sebanding dengan sumber daya yang disediakan. Selama periode enam bulan output klinik gizi sebanyak 165 pasien yang dilayani atau ratarata jumlah pasien per hari hanyalah 2-3 orang. Pengamatan terhadap waktu pelayanan pasien menunjukkan rata-rata waktu tatap muka pasien dengan petugas selama 16 menit. Dengan
84
demikian kapasitas klinik gizi adalah 18-19 orang per hari, yang herarti utilitas klinik ini kurang lehih hanya 13% dari kapasitasnya. Dapat dikatakan klinik ini cenderung kurang efisien, karena utilitasnya yang rendah. Walaupun dihanding tahun 1998 (229 pasien yang dilayani) dan tahun 1999 (199 pasien yang dilayani) output Januari-Juni 2001 cenderung meningkat, tapi hila dihanding periode yang sama pada tahun sehelumnya output klinik ini mengalami penurunan (Januari-Juni 2000 output-nya 277 pasien yang dilayani). Selama. tiga tahun utilitas klinik gizi tidak lehih dari 20%. Oleh karena itu keheradaan klinik ini perlu ditinjau kcmbali, dcngan pcrtimhangan kurang herpotensi untuk dilakukan pengurangan inefisiensi, karena utilitas yang cenderung sulit ditingkatkan, dan selanjutnya perlu diketahui minat dan kehutuhan masyarakat akan klinik ini, karena kemungkinan hentuk konsultasi gizi yang lebih cocok adalah bukan di klinik tersendiri, tapi terintegrasi dengan pelayanan lainnya.
Klinik Akupunktur
Klinik akupunktur mempunyai hiaya satuan nomor dua di antara pusat hiaya produksi pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis, yaitu sehesar Rp 74.453,00 per output untuk hiaya satuan operasional dan pemeliharaan. Biaya satuan klinik akupunktur sehagian hesar disumhang oleh hiaya gaji. Output klinik akupunktur selama Januari-Juni 2001 sehanyak 397 pasien dilayani atau ratarata per harinya klinik ini melayani 4 orang pasien. Padahal, dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pasien, rata-rata seorang pasien memerlukan waktu pelayanan selama kurang lehih 20 menit. Dengan demikian berarti klinik akupunktur mempunyai kapasitas melayani pasien sehanyak 15 orang per hari. Jadi utilitas klinik ini kurang lehih 20% dari kapasitasnya. Utilitas klinik ini memang sedikit lebih hanyak dihanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanyaknya 390 orang; tetapi hila dihandingkan dengan tahun 1998 ( 1.173 pasien yang dilayani) dan tahun 1999 ( 1.253 pasien yang dilayani) utilitas klinik akupunktur justru mengalami penurunan. Sehingga dapat dikatakan, hahwa dilihat dari utilitasnya, klinik ini cenderung kurang efisien. Dengan demikian keheradaan klinik ini seharusnya dipertimhangkan kembali, karena jika diperhatikan utilitasnya selama tiaa tahun, inetlslensi cenderung sulit untuk dikurangi. Walaupun demikian perlu diketahui juga minat dan kebutuhan masyarakat akan klinik ini.
1\llulk Jlma
Klinik kunsullasi jiwa lcrmasuk yuug IIICIIIJHIIIYlli biuyu yuilu schcsar
l~p 62.501),00
NUIUUII
pcluyuuuu ccmlcrung tinggi,
per output untuk biaya satuan opcrasional dan pcmcliharaan.
Tingginya biaya satuan ini juga disumbang oleh komponen biaya gaji. Seperti halnya dengan klinik akupunktur dan gizi, hal ini dikarcnakan olch rcndahnya output. Rata-rata per hari klinik ini melayani 2-3 orang pasien. Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan bahwa rata-rata waktu konsultasi pasien selama 19 menit, berarti kapasitas output per hari dari klinik ini kurang lebih melayani 15-16 orang. Jumlah output aktual per hari ini menunjukkan bahwa utilitas klinik konsultasi jiwa sangatlah rendah, yaitu tidak lebih dari 20% dari kapasitas, sehingga penyelenggaraannya cenderung kurang efisien, yang menyebabkan biaya satuannyapun tidak optimal. Oleh karena itu keberadaan klinik ini juga perlu dipertimbangkan kembali.
Klinjk Anak Selanjutnya klinik anak menduduki urutan keempat di antara kelompok pusat biaya produksi pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis. Biaya satuan klinik anak sebesar Rp 20.681 ,00 per output untuk biaya satuan operasional dan pemeliharaan. Terlihat, bahwa biaya satuan klinik anak banyak disumbang oleh komponen gaji. Selama Januari-Juni 2001 output klinik anak sebanyak 409 pasien dilayani, sehingga ratarata per hari output yang dihasilkan oleh klinik anak adalah pelayanan kepada 8-9 pasien. Dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melayani seorang pasien selama 5 menit, maka seharusnya secara normatif kapasitas klinik ini adalah kurang lebih 60 pasien per hari. Dengan demikian utilitas klinik ini kurang lebih 15% dari kapasitasnya. Utilitas ini tidakjauh berbeda dengan periode yang sama tahun 2000 (477 pasien yang dilayani), dengan utilitas tahun 1999 (935 pasien yang dilayani) dan tahun 1998 (921 pasien
y~ng
dilayani). Terlihat
bahwa klinik anak cenderung tidak efisien, yang berarti sebenamya biaya satuan klinik ini belum optimal. Oleh karena itu, klinik inipun keberadaannya perlu ditinjau kembali, apalagi sudah ada klinik KIA dan MTBS.
Klluils Mala
Klinik rnata rncmpunyai biaya satuan total scbcsar Rp 17.853,00 per output, scdangkan untuk biaya satuan tanpa investasi dan biaya satuan tanpa investasi dan gaji masing-masing Rp 17.460,00 dan Rp 3.604,00. Sebagaimana klinik lainnya, biaya satuan k1inik mata juga banyak disumbang o1eh biaya gaji. Da1am bulan Januari-Juni 2001 pasien yang dilayani sebanyak 1.106 orang atau rata-rata perhari pasien yang dilayani antara 15-16 orang. Dan berdasarkan pengamatan, rata-rata sctiap pasien mcmbutuhkan waktu 8 menit untuk di1ayani. Dengan demikian kapasitas k1inik ini kurang 1ebih 37 orang per hari. Jadi tingkat utilitasnya adalah 47%. Utilitas ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2000 (581 pasien yang di1ayani) dan utilitas tahun 1999 dan 1998 yang outputnya pelayanan kepada 759 orang dan 565 orang setahun (atau rata-rata pasien per hari 4 orang). Bisa dikatakan, bahwa sebenamya masih kurang efisien, tapi bi1a dilihat peningkatan output yang besar, maka ada potensi untuk dapat menurunkan inefisiensinya.
Jadi, walaupun utilitas klinik ini masih di bawah 50%, tapi
keberadaanya masih dapat dipertahankan, dengan disertai upaya peningkatan utilitas. Untuk lebih memberdayakan tenaga yang ada, dapat juga dilakukan share tenaga spesialis, yaitu satu tenaga dipakai untuk dua atau tiga fasilitas pelayanan pemerintah lainnya secara bergiliran.
Klinik Kebidanan Berikutnya klinik kebidanan, yang mempunyai biaya satuan sebesar Rp 13.908,00 per output untuk biaya satuan operasional dan pemeliharaan. Sebagaimana pusat biaya sebelumnya, biaya gaji' juga mempunyai andil besar dalam menyumbang biaya satuan pada klinik kebidanan ini. Dengan jumlah output sebanyak 1.134 pasien yang dilayani selama Januari-Juni 2001, maka rata-rata per hari pada klinik kebidanan dilayani sebanyak 12 orang pasien. Berdasarkan pengamatan, rata-rata seorang pasien mendapatkan waktu pelayanan kurang lebih 10 menit. Dengan demikian kapasitas klinik ini sebenamya 30 orang pasien per hari. Jadi output yang dihasilkan selama ini masih di bawah kapasitasnya, yaitu hanya 40% dari kapasitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa klinik kebidanan cenderung masih belum efisien. Utilitas ini lebih
87
rendah, hila dibandingkan tahun 2000 periode yang sama (1.69I pasien yang dilayani) dan tahun I999 (2. 777 pasien yang dilayani). Jadi dibandingkan waktu sebelumnya ada penurunan efisiensi, karena output yang lebih rendah. Apabila klinik ini akan tetap dipertahankan - dalam rangka mendukung program prioritas kesehatan ibu dan anak - maka perlu ditelusuri lebih lanjut, mengapa utilitas klinik ini semakin menurun, dan apakah memang klinik ini diperlukan oleh masyarakat.
Klinik Paru
Klinik paru mempunyai biaya satuan operasional dan pemeliharaan sebesar Rp 13.20 I ,00 per output. Juga terlihat, bahwa biaya gaji mempunyai porsi yang besar dalam membentuk biaya satuan. Rata-rata output yang dihasilkan adalah 42-43 orang per hari. Hasil ini menunjukkan setiap pasien klinik paru mendapatkan waktu pelayanan rata-rata 6,7 menit, sehingga sebenamya per harinya dapat dilayani kurang lebih 44 orang. Jadi dengan output aktual selama ini dapat dikatakan bahwa klinik paru sudah cukup efisien, karena utilitasnya lebih dari 95%, sehingga biaya satuannyapun cukup optimal. Kcbcradaan klinik paru ini sangat mcndukung upaya pcmbcrantasan pcnyakit TBC paru, yang saat ini kasusnya meningkat, terutama pada kondisi krisis ekonomi seperti sekarang. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam pengobatan TBC paru memerlukan obat-obatan yang relatif mahal dalam jangka panjang, dan kasus ini sering dijumpai pada masyarakat go Iongan ekonomi lcmah. Sehingga keberadaan klinik ini mcmang sangat dibutuhkan.
Klinik Kulit/Kclamin
Klinik pelayanan spesialis yang mempunyai biaya satuan paling kecil adalah klinik kulit/kelamin. Biaya satuan klinik kulitlkelamin sebesar Rp I 0.03I ,00 per output untuk biaya satuan operasional dan pemeliharaan. Sebagaimana klinik-klinik sebelumnya, biaya satuan
g1:1ji juga dominnn pllda klinik kulit/kelamin ini. Rata-rata perharinya klinik kulit/kelamin menghasilkan output pelayanan kepada 37 pasien. Rata-rata seorang pasien mendapat waktu pelayanan selama 7 menit, dengan demikian per
88
harinya klinik kulitlkelamin sebenarnya dapat melayani pasien sebanyak 42-43 orang. Jadi tingkat utilitas klinik ini lebih dari 88%. Dengan demikian keberadaan klinik ini dapat dipertahankan, karena cenderung efisien, tetapi tetap
harus
disertai
dengan
upaya
meningkatkan
efisiennyanya,
misalkan · dengan
meningkatkan utilitas, atau mempertahankan tenaga yang sudah ada dengan melakukan share dengan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah lainnya.
Dari basil pembahasan tentang penampilan klinik-klinik pelayanan semi spesialis/spesialis, terlihat bahwa rata-rata utilitasnya masih kurang, cenderung kurang efisien, sehingga biaya satuan yang dihasilkanpun kurang optimal. Pada umumnya pada struktur biayanya, biaya gaji menyumbang biaya satuan yang besar. pengurangan biaya gaji dengan merubah struktur tenaga dalam satu lingkungan Puskesmas sangatlah sulit, karena tenaga dari suatu klinik dengan spesifikasi keahlian tertentu belum tentu cocok dengan bagian lainnya. Dengan demikian perubahan struktur tenaga harus dilakukan pada scope yang lebih luas, dan harus mengikutsertakan pengambil keputusan di tingkat lebih atas. Keberadaan pelayanan semi spesialis/spesialis di Puskesmas pada umumnya perlu ditinjau kembali, termasuk kebijakan penetapan Puskesmas Pembina dan upaya optimalisasi sistem rujukan pasien, dalam rangka kelangsungan swadana.
Laboratorium Pada kelompok pelayanan penunjang diagnostik yang terdiri dari laboratorium dan kamar rontgen, kedua jenis pelayanan ini biaya satuannya tidak banyak bcrbeda. Pada laboratorium biaya satuan sebesar Rp 32.787 ,00. Biaya obat dan bahan habis pakai menjadi penyumbang terbesar pada biaya satuan laboratorium di Puskesmas Pembina Jatinegara ini. Biaya laboratorium Jatinegara ini sesuai denagn basil yang didapat Hadisunjoto, 2000, yang besarnya antara Rp 4.869,80 - Rp 39.874,30, tapi cenderung lebih tinggi hila dibandingkan dengan basil yang didapat Hidajat, 1997, yang besarnya antara Rp 1.778,00- Rp 28.915,00. Output laboratorium sclama Januari-Juni 2001 scbanyak 3.963 pasien yana dilayani. Jumlah ini cenderung turun, bila dibandingkan dengan pencapaian output tahun 2000 pada periode sama, yang banyaknya 9.019 pasien yang dilayani. Dengan demikian utilitas laboratorium ini menurun drastis pada tahun 2001. Agak sulit menentukan kapasitas laboratorium, karena
89
pelayanannya tidak selesai sampai selesainya waktu tatap muka dengan pasien. Walaupun demikian keberadaan pelayanan ini perlu tetap dipertahankan, terutama untuk laboratorium dasar, karena pelayanan ini menjadi pendukung dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas.
Rontgen Pelayanan rontgen mempunyai biaya satuan Rp 30.895,00 untuk biaya satuan operasional dan pemeliharaan. Terlihat, bahwa komponen biaya yang mempunyai sumbangan besar adalah biaya gaji, walaupun petugas di bagian rontgen ini hanya terdiri dari 2 orang, yaitu seorang tenaga terlatih dan seorang pekarya. Seperti halnya laboratorium, agak sulit untuk menentukan apakah pusat biaya ini .sudah efisien atau belum, karena sulitnya mendapatkan kapasitas pelayanan dan minimnya data pendukung lainnya. Walaupun sulit untuk mengetahui efisien atau tidaknya pusat biaya ini, tapi yang pasti investasi yang sudah ada tidak boleh diabaikan begitu saja. Dengan demikian upaya yang lebih penting adalah meningkatkan pemanfaatan alat dan tenaga yang sudah ada, agar diperoleh biaya satuan yang lebih optimal.
Oleh karena itu perlu diusahakan
peningkatan utilitas pelayanan rontgen, apalagi hanya sedikit Puskesmas yang mempunyai pelayanan ini.
4.2.4. Jam Kerja Aktual Vs Jam Kerja Normatif Komponen biaya gaji yang sangat menyolok dibandingkan dengan komponen biaya lainnya seharusnya sebanding dengan kinerja tenaga. Akan tetapi tidak mudah untuk mengukur kinerja tenaga, oleh karena itu indikator yang dipakai untuk mengetahui apakah biaya gaji sudah optimal, digunakan perbandingan antara jam kerja aktual dan jam kerja normatif. Jam kerja aktual didapatkan dari basil pengamatan absensi pegawai pada bulan September 2001. Sedangkan jam kerja normatif ditetapkan berdasarkan jam kerja yang berlaku di lingkungan Pemda DK.I Jakarta, yaitu mulai pukul 07.30-16.00 BBWI. Khusus untuk RB (termasuk dapur dan laundry) serta klinik 24 jam perbandingan tidak dilakukan, karena RB mempunyai jam kerja sendiri, yang dibagi menjadi 3 shift pagi, siang dan malam; jadwal kerja dapur dan laundry sating bertukar tiap tiga bulan; sedangkan klinik 24 jam karena insentifnya yang cukup besar maka diasumsikan petugas relatif memenuhi
90
waktu kerjanya. Perbandingan ini hanya sebagai suatu gambaran kasar. Idealnya harus diperhatikan juga hasil dan kualitas kerja, karena belum tentu yang mempunyai jam kerja aktual yang tinggi akan memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Tabel4.2: BIA Y A GAJI MENURUT JAM KERJA NORMATIF DAN AKTUAL PUSKESMAS PEMBINA JATINEGARA
NO
PUSAT BIAYA
GAJI DENGAN JAM KERJA NORMATIF (Rp)
PROSENTASE JAM KERJA AKTUAL DARI JAM KERJA NORMATIF
GAJI DENGAN JAM KERJA AKTUAL (Rp)
(%)
I 2 3 4 5
Administrasi Apotik Lokct I lt.l Loket2lt.2 Lokct 12 lt.2 Rata-rata pusat biaya penunjang
272,599,937 44,993,358 18,675,984 22,067,250 13,308,310
0.81 0.67 0.70 0.67 0.75 0.72
219,688,289 30,010,570 13,131,084 14,857,879 9,981,233
6 7 8 9
BPU BPG KIA KB Rata-rata klinik pelayanan dasar
70,053,433 39,944,393 84,370,624 6,542,130 28,117,794
0.67 0.64 0.68 0.81 0.70
47,187,992 25,388,656 57,312,965 5,299,125 17,773,258
10 II 12 13 14 15 16 17
Klinik paru Klinikjiwa Klinik gizi Klinik anak Klinik mata Klinik akupunktur Klinik kulit/kelamin Klinik kebidanan Rata-rata klinik spesialis
28,117,794 5,364,876 8,899,768 4,571,568 9,796,370 12,521,190 4,929,346 6,177,405
0.63 0.56 0.68 0.13 0.56 0.54 0.50 0.75 0.54
17,773,258 3,017,743 6,024,253 571,446 5,510,458 6,777,720 2,464,673 4,633,054
18 19
Laboratorium Rontgen Rata-rata pelayanan penunjang
24,978,270 21,089,964
0.58 0.72 0.65
14,477,405 15,264,916
Rata-rata Puskesmas
0.68
91
Pada umumnya jam kerja normatif belum dipenuhi di Puskesmas ·Jatinegara. Dilihat dari absensi, sebagian besar tenaga masih memulai jam kerja setelah pukul 07.30 BBWI dan mcngakhirinya sebelum pukul 16.00 BBWI. Disamping itu beberapa tenaga memanfaatkan waktu kerja untuk memberikan pelayanan kesehatan di beberapa fasilitas lain (non pemerintah). Rata-rata pusat biaya penunJang mempunyai jam kerja aktual 72% dari yang normatif. Bagian administrasi mempunyai jam kerja aktual yang cukup tinggi, yaitu 81%. Jam kerja aktual yang cukup tinggi inilah sebagai salah satu penyebab besamya biaya insentif yang diserap oleh administrasi. Sebagaimana diketahui, salah satu kriteria penentuan besamya insentif adalah jam kerja staf. Kelompok klinik pelayanan kesehatan dasar rata-rata mempunyai jam kerja aktual sebesar
74% dari jam kerja normatif. Klinik tertinggi adalah klinik KB dengan jam kerja aktual 81%. Walaupun klinik KB mempunyai jam kerja aktual yang tinggi, akan tetapi output yang dihasilkan adalah pelayanan kepada rata-rata 7-8 pasien per hari. Padahal pasien yang perlu tindakan yang agak berat dan perlu waktu pelayanan agak lama (pasanglbuka kontrasepsi IUD dan susuk) tidak lebih dari 30% dari kunjungan keseluruhan. Hal ini berarti bahwa banyaknya waktu yang disediakan petugas kurang diimbangi dengan utilitas klinik KB oleh masyarakat. KIA, BPU dan BPG berturut-turut mempunyai jam keija aktual 68%, 67% dan 64% dari normatif. Di atas pukul 12.00 BBWI biasanya pasien sudah mulai jarang. Sebagian besar petugas yang tidak punya tugas pokok lain akan banyak mempunyai waktu luang pada siang hari yang mengesankan adanya inefisiensi. Kelompok klinik pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis mempunyai jam kerja aktual rata-rata 53% dari jam kerja normatif. Hasil ini akan menjadi lebih kecil lagi hila diperhitungkan waktu pelayanan beberapa klinik yang tidak penuh selama 5 hari kerja. Klinik yang mempunyai jam kerja aktual tertinggi adalah klinik kebidanan, dengan jam kerja aktual
75% dari normatif. Walaupun jam kerja aktualnya cukup tinggi tetapi output klinik kebidanan relatif tidak terlalu tinggi. Klinik konsultasi gizi mempunyai jam kerja aktual 68% dari .
normatif walaupun jam kerjanya rclatif Gukup, output klinik
ai~i
per hRrinya ann&Atlnh kooll.
Klinik mata dan kulit/kelamin walaupun jam kerja aktualnya tidak terlalu tinggi, tetapi mempunyai output yang relatif baik. Dengan mengabaikan pengukuran segi kualitas, maka klinik ini dapat dikatakan cukup produktif, apalagi dengan biaya satuan yang dihasilkan
92
cukup rendah. Klinik jiwa dan akupunktur, apalagi klinik anak, mengesankan kurang efisien, karena selain output yang rendah, jam kerja aktual juga rendah. Dari uraian di alas, terlihat bahwa pengeluaran gaji belum optimal, karena jam kerja normatif belum dipenuhi. Berturut-turut yang mempunyai jam kerja aktual mulai yang tertinggi adalah pusat biaya penunjang, pusat biaya produksi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan penunjang diagnostik, dan yang paling rendah adalah pelayanan kesehatan spesialis/semi spesialis. Secara rata-rata jam kerja petugas di Puskesmas Jatinegara baru 68% dari waktu kerja normatif. Ini berarti bahwa biaya gaji yang sekarang ini sebenarnya lebih besar (32%) dibandingkan dengan waktu kerja aktual.
4.2.5. Pembiayaan Puskesmas Konsekuensi dalam pelaksanaan swadana adalah Puskesmas dapat langsung mengelola penerimaan fungsionalnya dan memobilisasi potensi pembiayaan masyarakat untuk mencapai tujuan swadana, di antaranya peningkatan mutu pelayanan, efisiensi dan efektivitas sumber daya. Pemerintah punya komitmen, bahwa pelaksanaan swadana bukan berarti Puskesmas harus mandiri secara total dalam aspek pembiayaan. Puskesmas tidak bisa mandiri secara penuh dalam pembiayaan, karena tidak semua pelayanan dikenai tarif dan terdapat golongan masyarakat miskin yang memerlukan pembebasan biaya. SK
Mendagri
no.92
tahun
1993
tentang
Penetapan
dan
Penatausahaan
serta
Pertanggungjawaban Keuangan Unit Swadana Daerah menjelaskan bahwa dana unit swadana daerah untuk pembiayaan investasi prasarana dan sarana di unit swadana daerah yang bersangkutan harus mendapat persctujuan Mcndagri dan Gubernur. Sedangkan SK Mcndagri no.900-11 01 tahun 1997 ten tang Petunjuk Teknis Pengusulan, Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan Keuangan Unit Swadana Daerah mengatakan, bahwa peningkatan pcnerimaan dana swadana adalah untuk biaya operasional dan pemeliharaan di Juar belanja pegawai dan investasi. Dari kedua dasar hukum tersebut, tersirat, bahwa dana swadana tidak diprioritaskan untuk belanja pegawai, apalagi untuk kegiatan investasi. Sebagaimana dikemukakan di muka selama bulan Januari - Juni 2001 Puskesmas Pembina Jatinegara menghabiskan biaya sebesar Rp 1.589.158.120. Dari jumlah tersebut, Rp 1.502.597.272 diserap untuk membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan. Apabila biaya gaji dikeluarkan, maka biaya operasional dan pemeliharaan Puskesmas adalah sejumlah
93
Rp 518.964.993. Scdangkan dalam peri ode yang sa rna, pengeluaran ·yang dibiayai dari dana swadana mumi adalah sebesar Rp 290.943.950. Dengan demikian selama Januari-Juni 2001 Puskesmas dapat membiayai 19,36% biaya operasional dan pemeliharaannya apabila biaya gaji dimasukkan, dan 56,06% apabila biaya gaji dikeluarkan. Dengan tingkat kemampuan pembiayaan operasional dan pemeliharaan sebesar 19,36%, maka tcrlihat sangat sulit bagi Puskesmas untuk dituntut mandiri dalam hal pembiayaan seluruh bi'aya operasional dan pemeliharaannya. Jadi kebijakan kemandirian Puskesmas dengan
sasaran
meningkatkan
kemampuan
pembiayaan
terbatas
pada
pembiayaan
operasional dan pcmeliharaan di luar gaji adalah cukup tepat, dengan asumsi Puskesmas dapat mcnyclcnggarakan pclayanan yang efisien, agar secara kumulati f meningkatkan kemampuan tingkat pembiayannya dalam rangka kelangsungan swadana.
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan. Dari basil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, tentang proses analisa biaya. Proses analisa biaya di Puskesmas Jatinegara tidak didukung oleh informasi yang lengkap dan akurat, karena selama ini sistem pencatatan tidak dipersiapkan untuk pelaksanaan analisa biaya.
Kedua, struktur biaya Puskesmas Jatinegara menggambarkan, bahwa 94,55% total biaya digunakan untuk biaya operasional dan pemeliharaan, dan dari jumlah tersebut sebagian besar diserap untuk gaji (61,90%), obat dan bahan medis habis pakai (13,24%), serta insentif (10,13%). Urutan komponen biaya utama ini pada umumnya konsisten pada pusat-pusat biaya.
Ketiga, alokasi biaya ke pusat-pusat biaya menggambarkan, bahwa sebagian besar biaya diserap oleh pusat biaya produksi (63,76%) dan sisanya untuk pusat biaya penunjang (35,24%). Pada pusat biaya produksi, biaya dibagi kepada kelompok klinik pelayanan kesehatan dasar (30,44%), kelompok klinik pelayanan spesialis/semi spesialis (7,88%), kelompok pelayanan penunjang diagnostik (8,07%) serta RB (18,36%).
Keempat, besamya biaya satuan total dengan biaya satuan tanpa investasi pada umumnya tidak jauh berbeda, akan tetapi hila dibandingkan dengan biaya satuan tanpa investasi dan gaji maka perbedaannya cukup bermakna, karena pada umumnya biaya gaji menyumbang porsi yang besar pada biaya satuan.
Kelima, berdasarkan pencapaian kapasitas output, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : ( 1) RB cenderung masih kurang efisien; (2) Pada kelompok pusat biaya pelayanan kesehatan dasar, klinik-klinik yang sudah cukup efisien adalah BPU, BPG dan klinik 24 jam, sedangkan klinik KIA dan KB cenderung masih belum efisien; (3) Pada kelompok pusat biaya pelayanan kesehatan semi spesialis/spesialis, hanya klinik paru dan klinik kulit/kelamin yang cukup efisien, sedangkan klinik-klinik lainnya cenderung masih belum efisien; (4) Sedangkan untuk pusat biaya pelayanan kesehatan penunjang dlagnostlk, etislensi sulit ditentukan, karena sulit menentukan kapasitasnya.
95
Kee11am, karena jam kerja aktual rata-rata staf Puskesmas adalah 68% darijam kerja normatif, maka biaya gaji aktual yang didapat, sebenarnya lebih besar dibandingkan biaya gaji yang seharusnya.
Kee11am, selarria Januari - Juni 200 I, tingkat kemampuan Puskesmas untuk
membi~yai
penyelenggaraan pelayanannya dari dana swadana adalah sebesar 19,36% dari seluruh biaya operasional dan pemeliharaan atau 56,06% dari seluruh biaya operasional dan pemeliharaan di luar gaji.
5.2. Saran Dari adanya masalah-masalah yang ditemui dalam proses analisa biaya dan masih kurang efisiennya beberapa pusat biaya, maka saran yang dapat dikemukakan adalah : Bagi Puskesmas :
Pertama, Puskesmas Pembina Jatinegara disarankan untuk memperbaiki sistem pencatatan yang dapat mendukung pelaksanaan proses analisa biaya, yang meliputi kesiapan petugas, proses pengumpulan sampai pengolahan data, serta sarana yang mendukung.
Kedua, untuk pusat-pusat biaya KIA, KB, dan RB, walaupun cenderung kurang efisien, perlu tetap dipertahankan, karena klinik ini menyediakan pelayanan kesehatan dasar yang masih dibutuhkan oleh masyarakat. Dan salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensinya maka perlu diusahakankan peningkatan utilitasnya.
Ketiga, untuk pusat biaya pelayanan kesehatan semi spesialis/spesialis yang cenderung belum efisien (klinik gizi, akupunktur, jiwa), maka Puskcsmas disarankan untuk meninjau kembali keberadaanya, dengan : ( 1) mempertimbangkan minat dan kebutuhan masyarakat; (2) mempertimbangkan keuntungan dan kerugian apabila klinik-klinik ini tetap dipertahankan atau memperbaiki sistem rujukan; dan (3) mempertimbangkan fungsi utama Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan dasar.
Keempat, untuk pusat biaya pelayanan kesehatan semi spesialis/spesialis yang berpotensi untuk meningkatkan efisiensi (yaitu klinik mata) atau masih diperlukan untuk mendukung program prioritas kesehatan (yaitu klinik kebidanan), selain memerlukan upaya peningkatan output, peningkatan efisiensi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, misalkan dengan melakukan share tenaga dengan fasilitas kesehatan pemei"intah lainnya. Untuk
96
itu pengambil keputusan di tingkat atas (Sudin Kesehatan atau Dinas Kesehatan) perlu dilibatkan.
Kelima, pelayanan laboratorium (terutama dasar) masih perlu dipertahankan, terutama untuk menunjang program pemberantasan dan pengobatan penyakit TBC; sedangkan pelayanan rontgen juga sebaiknya tetap dipertahankan untuk memanfaatkan investasi yang telah ada, dengan disertai upaya peningkatan utilitas.
Keenam, berkenaan dengan jam kerja yang belum dipenuhi, maka disarankan untuk lebih mengoptimalkan sistem reward dan punishment yang ada (misalkan melalui sistem perhitungan insentif)
Ba2i Djnas Kesebatan Walaupun penelitian ini hanya kasus pada satu Puskesmas, akan tetapi bukannya tidak mungkin kondisi dan pengelolaannya mempunyai kemiripan dengan Puskesmas lainnya di DKI Jakarta, untuk itu disarankan kepada Dinas Kesehatan :
Pertama, agar menyiapkan suatu sistem informasi yang reliable untuk mendukung dilakukannya analisa biaya, mengingat saat ini penghitungan unit cost menjadi salah satu tugas pokok kesehatan.
Kedua, meninjau kembali kebijakan tentang Puskesmas Pembina (terutama kaitannya dengan status swadana), di antaranya dengan menyesuaikan jumlah dan jenis pelayanan semi spesialis/spesialis dengan kondisi wilayah Puskesmas setempat (misalkan pola penyakit), sehingga memungkinkan perubahan jenis pelayanan sesuai perubahan pola penyakit. Saran ini berkaitan dengan pengaturan penugasan tenaga spesialis.
Ketiga, mengoptimalkan sistem rujukan yang ada, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan spesialis yang tidak disediakan di Puskesmas.
97
DAFTAR PUSTAKA
Barnum H & -Kutzin J. 1993
Public Hospitals in Developing Countries, Resource Use, Cost Financing. Baltimore : John Hopkins University Press. Chalidyanto, Djazuly, et al. 1999
Ana/isis Biaya Satuan Sebagai Dasar Penetapan Tarif Pelayanan Puskesmas (Studi Kasus Perhitungan Biaya Satuan Pelayanan Kuratif Di Puskesmas Gading Kotamadya Surabaya). Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Cooper, Robin & Kaplan, Robert S. 1999
The Design of Cost Management Systems, 7111 edition, New Jersey: Prentice Hall Inc. Creese, Andrew & Parker, David, ed. 1994
Cost Analysis In Primary Health Care : A Training Manual For Programme Managers, Geneva: WHO, UNICEF, Aga Khan Foundation. Devas? Nick, et al. 1989
Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, terj. Masri Maris, Jakarta: UI Press. Djelloul B. no date
Hopital Specialise en Maladies lnfectieuses d'El- Kettar (Alger), Algiers : Ministere de Ia Sante et des Affaires Sociales. Ditjen Binkesmas Depkes Rl. 1998
Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Unit Swadana, Buku 1, Jakarta : Depkes Rl. Ellwein LB, et al. 1998 "Estimating Cost Of Programme Service And Product Using Information Provided In Standard Financial Statements", Bulletin of the World Health Organization, vol 76, Geneva : WHO, hal. 459-467. Gani, Ascobat, et al. -
Mobi/isasi Dana Kesehatan, Modul, Jakarta : FKM UI- ICDC Project.
98
Gani, Ascobat. -a
Pe/atihan Perhitungan Unit Cost Rumah Sakit, Modul2, Jakarta: Bagian Program Dan Informasi Ditjen Pelayanan Medik Depkes RI. _____ .-b
Pelatihan Perhitungan Unit Cost Rumah Sakit, Modul 3, Jakarta : Bagian Program Dan Informasi Ditjen Pe1ayanan Medik Depkes RI. _ _ _ _ .1996
Perkembangan Biaya Dan Beberapa
Teknik Pengendalian Biaya Pelayanan
Kesehatan, maka1ah disajikan pada Seminar Sehari PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Jakarta : FKM UI. _ _ _ _ .1998
Peluang Mengembangkan Puskesmas Swadana, maka1ah disajikan pada Seminar Konsep Puskesmas Swadana Direktorat Binkesmas, Ciloto: FKM UI. Gambia Ministry of Health/WHO. 1995
Cost Analysis of The Health Care Sector in The Gambia, Geneva : WHO (unpublished document; available on request from Department of Health in Sustainable Development, WHO, 1211 Geneva 27, Switzerland). Gill L. 1994
Hospital Costing study : Princess Margaret Hospital, Boston, MA : John Snow Inc (Project Report, No. 10). Gill L & Percy A. 1994
Hospital Costing Study: Glendon Hospital- Monsterrat, Boston, MA :John snow Inc (Project report, No.15). Homgren, Charles T; Foster, George. 1991
Cost Accounting: A managerial Emphasis, 71h edition, New Jersey: Prentice Hall. Huff-Rousselle M. 1992a
Dzongkhag Costing Study for Tashigang Dzongkhag, Thimphu : Department of Health Services, Bhutan Ministry of Social Services.
99
Huff-Rousselle M. I992b
Financial Study of Thimphu General Hospital : Recurrent Cost Analysis and Selected Options for Privatization and User Fees, Thimphu : Departement of Health Services; Bhutan Ministry of Social Services. Jamison DT, et al, eds. 1993
Disease Control Priorities in Developing Countries, New York : Oxford University Press for The World Bank. John Snow Inc. I990
Papua New Guinea : Health Seector Financing Study Project: Final Report, vol. II Hospital Cost Study, Boston, MA: John Snow Inc. Kutzin J. I989
Jamaican Hospital Restoration Project : Final Report, Bethesda, MD : Project HOPE. LaForgia G, Balarezo M. I993
Cost Recovery in Public Sector Hospitals in Equador, Bethesda, MD : Abt associates (Health Financing and Sustainability Technical Note, No.28). Lewis, Maureen A. I996
Measuring Public Hospital Cost : Empirical Evidence From The Dominican Republic, LASCH Paper series no.6, : Human And Social Development Group (Latin America And The Caribbean Region, World Bank: 30 hi~. Mills A; Njoloma J; Chisimbi S. I989
The. Role of The Hospital in The District Health Sector : The Pattern of Resource Allocation and Unit Cost in a Sample of Malawian District, Paper Presented at World Bank Workshop on Resource Use, Washington DC. Mills AJ. 1991
The Cost of The District Hospital : a Case Study from Malawi, Washington DC : World Bank. Mills AJ; Kapalamula J; Chisimbi S . 1993 "The Cost Of The Distric Hospital : A Case Study In Malawi", Bulletin Of WHO, Vol.71, Geneva: WHO, hal. 329-339.
100
Ojo K, et al. 1995
Cost Analysis of Health Services in Sierra Leone, Annex III : a Case Study of Connaught Hospital and Waterloo Community Health Centre, Geneva : WHO (unpublised document; available on request from Department of Health in Sustainable Development, WHO, 1211 Geneva 2711 Switzerland). Pemda DKI Jakarta. 1999
Standarisasi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Di DKI Jakarta, Jakarta
Dinas
Kesehatan DKI Jakarta. Prabayanti, Wahyuni. 2000
Studi Pentarifan Puskesmas Swadana Di Puskesmas Kecamatan Tebet Tahun 2000, Tesis, Jakarta: FK.M Ul. Puglisi R & Bicknell WJ. 1990
Functional Expenditure Analysis : Final Report for Queen Elizabeth II Hospital, Maseru, Lesotho, Boston, MA: Health Policy Institute, Booston University. Puskesmas Jatinegara.
Laporan Kegiatan Puskesmas Pembina Kecamatan Jatinegara Tahun 199912000, Jakarta : Puskesmas Pembina Jatinegara. Puslitbang Depkes RI. 1992
Ana/isis Biaya Operasional Dan Pemeliharaan Puskesmas, Jakarta : Bagian Proyek Pengkajian Sumber Daya Kesehatan Puslitbang Depkes Rl. Puspita, Widya A. 200 1
Transformasi Puskesmas Swadana Tahun 2000 : Kajian pada Proses Perencanaan Pengelolaan Penerimaan Fungsional Dampak Keswadanaan dan Konsep Puskesmas Swadana, Tesis, Jakarta: FK.M Ul. Raymond SU, et al. 1986
Financing and Cost of Health Services in Belize, HCFILAC Research Reports, New York : SUNY Stony Brook.
101
Reniati. 200 1
Penyesuaian Tarif Puskesmas Berdasarkan Perhitungan Biaya Satuan Pelayanan Dan Kemampuan Membayar Masyarakat Di Kabupaten Tangerang Tahun I 99912000, Tesis, Jakarta : FKM Ul. Ristiyani dan Surono.
Puskesmas Swadana, makalah, Jakarta: Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Russell S; Gwynne G; Trisolini M. 1988
Health Care Financing in St. Lucia and Costs of Victoria Hospital, HCF/LAC Research Reports, New York: SUNY, Stony Brook. Sawert, Holger. 1996 Cost Analysis And Cost Containment In Tuberculosis Control Programmes : The Case Of Malawi, WHO task force On Health Economics : vi + 61. Shepard, Donald S, et al. 2000
Analysis Of Hospital Cost
A Manual For Manager, Geneva
World Health
Organization. Sjaaf, Amal A. 1994 "Pengawasan Biaya Di Rumah Sakit : Keputusan Manajerial Dalam Lingkup Akuntansi Biaya", Jurnal Administrasi Rumah Sakit No.3 Vo/.1, hal. 18-31. Suherman. 1994
Perhitungan Biaya Satuan Persa/inan Di Unit Kebidanan/Kandzmgan RSU Subang Tahun 1993 Kaitannya Dengan Tersedianya Anggaran Pengganti Bila Diber/akukan SK Gubernur Jawa Barat No.2} Talnm 1993, Tesis, Jakarta : FKM Ul. Tclyukov A. 1995
A Guide to Methodology : Integrated System of Cost Accounting and Analysis for Inpatient Care Providers, Developed and Implemented at The Tomsk Oblast Teaching Hospital, Bethesda, MD : Abt Associates Inc. Vian, Taryn, ed. 2001
Analyzing Cost For Management Decisions, Management Sciences For Health.
102
Way, Jeffrey C; Culham, Beverly A. 1996 "Establish And Cost Analysis Of an Office Surgical Suite", Canadian Journal of
Surgery, Vol.39, hal. 379-383. Webster, A Merriam. 1981 Webster's New Collegiate Dictionary, Massachusetts: G & C Merriam Company
Wignjosoebroto. 1992 Teknik Tata Cara Dan Pengukuran Kinerja, ed.2, Surabaya : ITS Wong H. 1989
Cost Analysis of Niamey Hospital, Bethesda, MD: Abt Associates (Niger). _ _ _ _ .1993
Health Financing in Tuvalu, Bethesda, MD : Abt Associates (Health Financing and Sustainability Project Technical Report, No.1 I). Zaman S. 1993
Cost Analysis for Hospital Care : The Case of Embaba Hospital, Cairo, Egypt, Bethesda, MD : Abt Associates (Health Financing and Sustainability Project Technical Note, No.32).
Lampiran 1 PENGGOLONGAN PUSKESMAS DI DKI JAKARTA BERDASARKAN JENIS PELA YAN AN KLINIK
KATEGORI
Puskesmas
FASILITAS PELAYANAN KLINIK
LOKASI
Tingkat Kelurahan Kecamatan
dan I -
-
KETERANG_.!;.~
Pelayanan kesehatan dasar, minimal : Balai Pengobatan Umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) + imunisasi, Keluarga Berencana (KB) Pelayanan penunjang diagnosa (minimallaboratorium sedcrhana)
Puskesmas Pembina
Tingkat Kecamatan
Pelayanan kesehatan dasar Pelayanan semi spcsialis/spesialis (minimal4 jenis) Pelayanan penunjang diagnosa (minimallaboratorium Iengkap) Pelayanan perawatan untuk persalinan danlatau penderita ga-wat darurat sebelum dapat dibawa ke RS
Tujuan utama dibentuk Puskes~mi Pembina untuk mengatasi masm:t sistem rujukan pasien yang beiu:::t optimal
Puskesmas Keliling
Daerah yang sulit dijangkau · oleh pelayanan kcsehatan
pelayanan kesehatan dasar (BPU, KIA/imunisasi, KB)
Sebagai papanJang:at tangan Puskesmas Wltuk melaksanaki-, kegiatannya Dapat berupa kendarazn be:rill01cr" roda 4 atau perahu bennotor.
Lampiran 2 ORGANOGRAM PUSKESMAS JATINEGARA
Kepala Puskesmas
•
l:!:~l [BPG-~
rt(.paru
Binkesga
-1
IK.anak · I IKB .
-H,
IRB
..-
1
~J~J>[Matra-1
IK.kebid
IIIII
1
_.[[86/R0-1
I.Af?otik-J
Yankessar
Askes
[JPSBK--]
I
~
I
•IDUKM
·
• [Pendi
ER
I [CR
I
Lampiran 3 :
JENIS-JENIS PELA YANAN KLINIK BPU BPG
PRODUK Pelayanan kesehatan dasar wnum Pelayanan kesehatan dasar dan semi spesialis gigi
UNIT OUTPUT (kunjungan) pasien (kunjungan) pasien (kunjungan) pasien
KB
Pelayanan kesehatan dasar untuk ibu (hamil) dan bll)'i (imunisasi) Pe1ayanan kesehatan dasar khusus untuk anak yang sakit Pelayanan KB
UNITGAWAT DARURAT (UGD)
Pelayanan kesehatan dasar umum
(kunjungan) pasien
KLINIK 24 JAM
Pelayanan kesehatan dasar wnum
(kunjungan) pasien
KLINIKPARU
Pelayanan kesehatan dasar khusus penderita penyakit paru (TB) Pelayanan konsultasi kesehatan jiwa dan
(kunjungan) pasien
KIA
MTBS
KLINIKJIWA
(kunjungan) pasien (kunjungan) pasien
(kunjungan) pasien
JADWAL Senin s/djumat Dilayani oleh 2 orang dokter urnum dan 2 orang perawat Senin s/djumat, Khusus untuk tamballaser hari selasa Dilayani oleh 3 orang dokter gigi dan 1 orang perawat gigi Pelayanan ibu: senin, rabu,jumat, Pelayanan bayi : selasa, kamis Dila~yani oleh 1 orang dokter urnum dan 5 orang bidan Senin s/djumat Dilayani oleh 1 orang dokter urnum dan 2 orang perawat Senin s/djwnat Dilayani oleh 1 orang bidan Senin s/d jumat Pk.14.30- 15.00 BBWI (setelah pelayanan pagi dan sebelum pe1ayanan klinik 24 jam) Dilayani oleh petugas puskesmas yang piket (bergiliran seminggu sekali) Senin s/djumat pk.16.00 s/d 08.00 BBWl dan hari libur Dilayani oleh tenaga honorer 1 orang dokter umum dan l orang perawat Senin s/d jumat Dilayani oleh seorang dokter umum dan 2 orang paramedis .Selasa dan kamis dilll)'·ani oleh seorang psikolog dibantu l orang perawat
Lanjutan lampilan 3 :
KLINIKGfZI
penyakit psikosomatis Pelayanan konsultasi gizi
KLINIK SPESIALJS ANAK KLINIK SPESIALti MATA
Pelayanan spesialis untuk kesehatan anak Pelayanan spesialis untuk kesehatan mata
(kunjungan) pasien
KLINIK SPESIALIS AKUPUNKTUR SPESIALIS KULITIKELAMIN KLINIK SPESIALIS KEBIDANAN LABORATORIUM
Pelayanan spesialis akupunktur
(l'Ulljungan) pasien
Pelayanan spesialis penyakit kulit dan kelamin Pelayanan spesialis untuk masalah kebidanan dan kandungan Pelayanan penunjang ·ian spesimen Pelayanan penunjang rontgen
(kunjungan) pasien
RONTGEN
EKG
Pelayanan penunjang EKG
USG
Pelayanan penunjang USG
APOTIK (kamar obat)
Pelayanan pengambilan obat
RUMAH BERSALIN (RB)
Pelayanan rawat inap untuk persalinan
(kunjungan) pasien
(kunjungan) pasien
(kunjungan) pasien
yang tugasnva merangkap di klinik mata Senin s/d jwnat Dilayani oleh tenaga ahli gizi Senin dan kamis (mulai pk.l5.30 BBWI) Dilayani oleh spesialis anak Senin,rabu dan jumat dilayani oleh 1 orang doktcr spcsialis mata dan I orang perawat yang tugasnya merangkap di klinik iiwa Senin s/d jumat Dilayani oleh dokter ahli akupunktur Senin dan kamis Dilavani oelh seoang doktcr spesialis kulit dan kelamin Senin s/d kamis Dilayani oleh dokter spesialis kebidanan dibantu oleh bidan
RB Senin s/d jumat Hasil test lab Dilltyani oleh tenaga ahli laboratorium Senin s/d jumat Hasil foto rontgen (pasien) Dilayani oleh seorang alui madya rontgen dibantu oleh tanaga pekmva Hasil EKG (pasien) Senin s/d jwnat Dilayani oleh oerawat ahli di BPU Senin s/d kamis Dilayani oleh dokter spesialis kebidanan di klinik kebidanan (jwnlah) resep yang Senin s/d jumat Dilayani oleh 3 orang asisten apoteker, I orang perawat dan dilayani seorang pekarya (jumlah) persalinan Setiap hari dengan lama inap 3 Dilayani oleh bidan Bila ada kasus risiko tinggi saat ada dokter kandungan akan hari dilayani dokter kandungan, bila tidak ada dokter kandungan · dirujuk ke RS men~unakan anclcutan taksi I
Lampiran 4 : PROSEDUR PELAYANAN LOKASI
KEGIATAN
LOKET PENDAFTARAN
~~--------------
LOKETKARTU
KAMAR
PERIKSA per1u tindakan/rujukan
semi sp I spesialis di Puskesmas a/tidak tidak
tidak
LampiranS: PERB~GAN ANTARA
KEADAAN YANG SEHARUSNYA DAN KEADAAN DI PUSKESMAS PEMBINA JATINI.GARA
JENIS BIAYA
YANG SEHARUSNYA INFORMASI YANG DIPERLUKAN
ALOKASIKE
DI PUSKESMAS PEMBINA DASAR ALOKASI
INFORMASIYANG ADA
ALOKASI KE
DASAR ALOKASI
INVEST ASI
I
JATINEGARA
'
I
I KETIRANGAN
I
I
' I
PW!kesma." ti:.& pt."'llah mat{lhi~ inve-1asild.-p:';.'SIB.
! I
i '
gedung
Biaya depresiasi/ sewa
SellD1Jh pusat biaya
Luas lantai (m2)
th. Dibangun Harga bangunan per
( -)
(-)
(-)
(v) (-)
Gedung Pusl~" sudah melcb!tli um.r ekonomis 1------- -- -- -- --
m2
(v) (-)
Luas banll:UIUUl Luas tiap ruang Kendaraan
biaya depresiasi
Pusat biaya pemakai
Bobot pemakaian
Jenis & jumlah
(-)
PentZamatan I administrasi
Alokasi langsm1g
Roda4 (v) Roda2 (v) Roda4 (v) Roda2 (v) Roda 4 (-)
Th. Dibeli Harga beli
Info dari instmsi pt."'Ilerintah la:n y~~ mengadakm Jcoi5 dan poda th yang :'arr.a Info dari dealer (1cms dan th sama) Info petuga : bany& dipakai kegill80 admin
Roda 2 (-) (-)
Jadwal penggunaan (oemakai & lamanva) Alatmedis
Biaya depresiasi
Pusat biaya pemakai
Bobot pemakaian (hila dipakai beberapa pusat biaya)
(-)
Pusatbiaya pemakai
Alokasi langsm1g
Diasumsikan pusa biaya ~ ada1lh pt."JDakai
! --
Lanjutan l~iran 5
Alatnon medis
TENAGA
Jenis & jwnlah
(v)
Spesifikasi & umur ekonomis Th. Dibeli
(v) Tidak lcngkap (\") scbagian
Harga beli
H
Jadwal rx--n.ggtmaan (pemakai & lamanya)
( -)
Biaya deprcsiasi
Pusatbiaya
Bobot pemakaian
( -)
Jenis & jumlah Th. Dibeli
(-)
Harga beli Bobot penggunaan
(-) ( -)
Biaya gaji Biaya insentif Nama pegawai, pangkat/got, pendidikan, status kepegawaian Tugas pokok & tugas tarnbahan Waktu kehadiran & pulang Waktu yang disediakan pada suatu tugas pokok
Kadangkala bercampl.D" dcngan yg bukan barang invest.asi ,}·~ :..' l l ' .
Diperkirakan alat medis vg umumya s 4 th. I Info dari distributor alat-alat kesehatan Data yg ada adalah distribusi ke pu.,.at biaya pcncrima adrninistrasi
Alokasi langsung
(v)
Sel\.D"Uh pusat biaya
Diperkirakan alat yg wnumya S 4 th (inth dari petugas) PerkiraiUl dari _Qetllgas
Wak"tUyang disediakan staf
Info dari sudinkes
Pusat biaya penggtma
Waktuyg disediakan staf
Wak1uyang disediakan staf
(v)
Pusatbiaya
Waktuyang disediakan staf
Tennasuk insentif dari pt.'lllda DKI yang
sifatnya biaya tetap Scl\.D"Uh pusat biaya
nenoonna
(v) tidak kngkap
I
II
( -)
(v) (-)
Info dari koordinator pelavanan I
' Perkiraan !
Lanjutan llmpiran 5 HABIS
Sebaiknya ada data harian dan bulanm
PAKAI obat
Biayaobat
Pusat biaya pemakai
Biaya langsung
(v)
Biaya bahan laboratorium Jenis & jumlah Harga beli Jenis & jumlah test
Laboratoriurn
Biaya bahan medis
Pusat biaya pemakai
Biaya langsw1g
Biaya bahan non medis
(v)
laboratorium
Biaya langmmg
Pusat biaya pemakai (produksi)
Jumlah pasien
(v)
(v) (v) Biaya langsw1g
Jenis & jumlah yg dipakai di pusat biaya Bahan non rnedis
Tennasuk dari Askes, Jamsostek Yang lengkap data distribusi ke pusat biaya Info harga dari SK Ka Balm POM tentang hargaobat
(v) hanya di BPG,RB& BP4 (v) Hanyayg dibeli Puskesrnas/sudin
Harga beli
Bahan me~
Jumlah pasien
(produk..c;;i)
Jenis & jumlah di Puskesmas Jenis & jumlah yg dipakai di pusat biaya
Bahan laboratorium
Pusat biaya pemakai
(v)
(-)
Yg ada data distribusi yg kurang lengkap
Pusat biaya pemakai
Biaya langsw1g
( -)
ATK&ce-
takan,BBM, bhnkeber-
Biaya langmmg
'
I I
sihan&
elektronik : adm.inistrasi Blut gizi • RB
Harga beli Jenis danjumlah yg dipakai pusat biaya
(v) (-), kecuali untukbahan gizi
Biaya langmmg_ Yang ada data dilribusi
Lanjutaalampiran 5 PEMEUH, ARAAK
Gedung
Kendaram
Biaya perbaikan/renovasi Biaya kebersihan
Pusat biaya yg direnovasi Seluruh pusat biaya
Luac; lantai (m2)
(v) k-urang terinci
Luac; lantai (m2)
(-)
Biaya perawatan,
Pusatbiaya
Bobot penggunaan
(v) tidak lenld
Pusatbiaya pengguna
Bobot penggunaan
11W)£CIUtll).l
Alatnoo
Biaya perav.·atan
medis UTILI11ES
Seluruh pusat biava Seluruh pusat biava administrasi
Luas '
Luas lantai
, Info dar. untor ' walik
Biaya langswuz Sebum: ~-=nula r~=litian ti.:l!l\. mdlb~_...::::: pcraweur: llat Puskesr.&L'"' tic.ak
Biaya utilities
JX.'Tllah :::t::lgailfcz-'~
Telepon
Biaya telepon
SelWllh pusat biaya
Bobot pemakaian
Biaya pemakaian air
Seluruh pusat biaya
Bobot pemakaian
Biaya li&trik Jwnlah titik-titik lampu, data alat yang menggunakan daya listrik lebih banyak
Jwnlah JX.TSOnil
Info bi::vt .ia.-i kc:e-. rwaliko:.:;
(-)
Seluruh pusat biava
Luas lantai
Seluruh pusat biava
Luas lantai
Info dan i:.:.mtor walikot..:
;
(-)
Data alat/pusat biaya yang perlu air lebih banyak. Listrik
Seluruh pusat biava
(-)
Catatan pemakaian (pemakai & lamanya)
Air
{-)
Seluruh pusat biaya
Bobot pemakaian
(-)
Info da.'l Wn.tor waliko·~
(-) :
Lamplran 6:
OUTPUT PUSKESMAS JATINEGARA JANUARI - JUNI 2001 NO
JENIS PELAYANAN
1 BPU (+ pusling) Gawat darurat Keurumum Keur PNS EKG 2 Klinik 24 jam 3 BPG Semi spesialis gigi 4 KIA MTBS 5 KB 6 S1>esialis kulit 7 Spesialis akupunktur 8 Spesialis anak 9 Spesialis mata 10 Spesialis jiwa 11 Spesialis kebidanan USG 12 BP4 paru 13 Klinik gizi 14 Laboratorium 15 RB 16 Rontgen JUMLAH
OUTPUT
OUTPUT PER PUSATBIAYA
(pasien dilayani)
(pasien dilayani)
PROPORSI
40.116 49 570 558 83 19.817 4.645 3.359 5.275 299 925 1.706 397 409 1.106 142 766 368 5.265 165 3.963 562 1;546
41.376
0,449
19.817 8.004
0,215 0,087
5.574
0,061
925 1.706 397 409 1.106 142 1.134
0,010 0,019 0,004 0,004 0,012 0,002 0,012
5.265 165 3.963 562 1.546
0,057 0,002 0,043 0,006 0,017
92.091
92.091
1,000
Lampiran 7: DISTRIBUSI BIAY'A KE PUSAT-PUSATBIAYA
NO KOMPONEN BIAY'A
KETERANGAI luas ruanaan
DASAR TOTAL pembulatan) ALOKASI 1.50000 luas ruangan 1,00
BPU
BPG
KB
KIA
KL.INIK 24JAM
KLINIK PARU
s &1(\JP
30000 0020
23000 0015
22000 0015
8,750 0.006
6500 0004
KLINIK KLINIK SANAK JIWA GIZI 8,750 4375 4375 0,000 0,006 0003 0,000 0003
6,9 0,058
37 0031
8.2 0069
1 0,008
2 0017
25 0.021
08 0007
17 0014
04 0.003
09 0008
68.572.933 0071
39.093.893 0,041
82.462.624 0086
6.227.130 0,006
36.200.000 0038
27.330.294 0.028
4.733.844 0005
8.899.768 0009
4 445 568 0.005
6 537 733 0.007
'12061;l:
41.376 0,449
8.004 0087
5.574 0,061
925 0,010
19.817 0,215
5265 0,057
142 0002
165 0002
409 0.004
1 106 0012
J;" 00:>£
SMAT~
375 0.003 4
.
S l(l.liT
I I
:;~~
e·s:i
00~
0~1 I
119,40 'ml staf 100
·umlah star
lil3il output
I
Ill
4.234.000 00 2.774.00000
b biava non alkes
6. 927.
b1ava tenaaa
bahan habisoakai a obat b. bahan medis
o.ni • 7()!,
OC,i' I
i
1oo:-oo 4.756.330
1.541.651
270.100
983.632.279,00 waktu oroduktif 160.982.072 00 biaya langsung
70.053.433 5.952.350
39.944.393 4.602.950
84.370.624 7.164.200
6.542.130 821.500
36.200.000 49.542.500
28.117.794 10.893.822
5.364.876 704.400
8.899.768 911.200
4.571568 782 800
9 796370 1189 800
12 521 1;( 84151:
.. 929 :w.
in&entif
- obat
112.950.000,00 aJ)otik
50.747.839
9.816.940
6.836.535
1 134.516
24.305.634
6.457.545
174.164
202.373
501.640
1 356 514
486 gz;:
2 (112 41E
2.400.000
6.520.000
15.550.000
1.600.000
4.150.000
7.3200X
1 04000:
8.571.847
1.658.185
1.154.763
191.632
4.105.479
1.090.748
29.418
34.183
84 732
229130
82 :l-4!
353 4J•
512.850
393.185
376.090
149.581
111.118
149.581
74.791
74.791
0
7t. 791
74 7;r'
149 sa·
rcan
- alkes & hb&•kai - bhn laborataium - kertas EKG . - ielly USG
47.137.500 00 53.397.030 00 1.700.000 00 1.000.000 00
biaya langsuna laboratorium BPU sp kebidanan
292 365
1.44170::
1.700.000
5.135.100 00 ad min 19.078.450,00 output
-BBM - bahan cizi
6.645.100,00 23.381.600 00 5.268.500,00 1.855.148,00
ad min RB ad min ad min
oemeliharaan a cedunc
25.642.500,00 luas lantai
b Kendaraan
12.824.000,00 ad min
utilitieS
o o·~
2.102.109
-bhnke~
v
'
Hl33¥.]
23.885.199
- alat elektront.
c Alat non medis
ox:
1.915.374
2 Cetakan
3 Bahan lainnva
00~
62.250.145 00 biava lanasunc
c bahan non medis 1 ATK
IV
92.09100 out put 1,00
investasitoenvusutanT a biaya kendaraan - roda 4 - roda 2
c biava alkes II
960.746.306,00 [gaji 1,00
c 4.
3.886.000,00 admin
!NO
IBIAYA
f\C
• liltftk b 811'/DIIm
c t.lcon VI
OASAR TOTAL ALOKASI I!Dembulatanl 276.03500 lual lenlat 10.030.270 00 lual lenlat 1 046 734 00 liUmlah..,
BPU
KIA
IBPG
l
K8
l
2~JMI
l
!CUt~(
iGIZ1
INVA
s Al(\ll
~IMTA
ISN4N<
~!(\.{IT
5.521
4.233
4.048
Hl10
1188
1810
805
eoe
0
a
Q
200.605
153.7a7
U7.111
58510
43.4el5
58510
2i25!5
2i~
0
lt~
::'1:18
, ·~ ,.,;oo
IIC.~90
32.438
71.888
8 767
17.533
21 917
7 013
1U03
B07
7 800
1~8"1
--xlll1
473.579
36':f077
347.291
138 127
102.809
138 127
119054
eoo&c
0
W084
88084
llllll'
142.593.888
87.574.395
118.124.657
15 402 703
120. 121 185
47 199 786
6 453 786
10238~
5~247
13~11e4
lain-lain
• 1'1011 Dlntlerll • bleYI ICOinDutertllll
·audlna obit • kontr~~k clunlna
3.050.!XX> 00 10.!XX>.!XX> 00 375.!XX> 00 2367895200
admin lldrnin
IDOtlk lunruenaan
IIIVIoe
_BIAYA ASLI PI.JSAT BI.AYA
1 589.158.120 00
11
4)4~
10 2t4
m
DISTRIBUSI BIAYA KE PUSAT-~T BIAYA
~
KOMPONEN BIAYA
KETERANGIII luasruanga
·urnlah
star
gaji
output
I
SKEBID
APOTIK
RB
DAPUR RB
LAUNDRY LOK 1 LOK2 LOK 12 ADMIN JUMLAH RB LT.1 LT.2 LT.2 6000 4000 9380 16,000 5000 1.135.870 1.500 000 0004 0,003 0006 0011 0003 0.757 1 000
12.000 0,008
15000 0010
20000 0,013
10500 0007
141 000 0094
05 0,004
3 0025
2 0 017
5 0042
26 3 0,220
25 0 021
25 0,021
2 0 017
3 O,Q25
17 0 014
41 4 0347
119 4 1000
6019905 0.006
24.663.270 0026
21089.964 0,022
44.048.358 0 046
230 998.371 0,240
7.510.200 0 008
7.510.200 0008
18.360.984 0 019
22 067.250 0,023
13.308.310 0014
263.656.171 0.274
960.7 46.306
1.134 0.012
3.963 0043
1.546 0,017
562 0006
1 000 92.091 1 000
investasi tn~>nv. ,.., ot"'n) . roda 4 a. blava kendaraan . roda 2
4.234.000 2.774 000
4.234.000 2.774.000
b. blava non alkes
6.927.700
6.927.700
c. biava alkes II
RONTGEN
LAB
4.490.340
117.895
379.089
22 499.695
44.993.358 5.055.500
233409.909 23 545.400
62.250.145
gaji insentif
6.177.405 1.434.000
24.978.270 5.878.700
21089.964 6 214.500
a. obat
- obat
1.390.856
4.860.636
1896.176
689.295
112.950.000
b. bahan medis
. Bikes & hili pakai - bhn laborl*lrium - kertas EKG
2805000
5 752.500
47.137.500 53.397.030 1.700.000 1.000.000
biava tenaoa
7.510.200 847.750
7.510.200 847.750
18.675.984 1.872.000
22.067.250 1832.500
13.308.310
988.550
272.599.937 27.410.700
983.632279 160.982.072
Ill bahan habis Jlilkai
- jelly USG
53.397.030 1.000.000
c. bahan non medis 1.ATK
5.135.100 234930
2 Cetakan
3 Bahan lainnya
IV
pemeliharaan a gedung
821.013
320.284
6.645.100
205 140
256.425
341.900
2 410.395
179.498
c. Alat non medis utilities
5.268.500 1.855.148
6.645.100 23.381.600 5.268.500 1.855.148
19.417.698
25.642.500
12.824.000
12.824.000
3.886.000
3.886.000
23.381.600
b. Kendaraan
v
19.078.450
116.429
-BBM - bah an gizi - bhn kebenllan - alat ele ldl1llik
-
5. 135.100
102.570
68.380
160.351
273.520
85.475
:OMPONEN BIAYA 1.
KETERANGAN
listrlk
>.air/pam : telpon ain-lain rapat panitera biaya komputerisasi . sewajludang_obat . kontrak cleaning service 31~YA
ASLI PUSAT BIA YA
SKEBID
LAB
RONTGEN
APOTIK
RB
DAPURRB
LAUNDRY LOK 1 LOK2 LOK 12 ADMIN JUMLAH RB LT.1 LT.2 LT.2 1.104 736 1.726 2.944 920 209.027 276.035
2.208
2.760
3.680
1.932
25.947
80.242
100.303
133.737
70.212
942.845
40.121
26.747
62.723
106.990
33.434
7.595.389
10.030.270
4.383
26.300
1i.533
43.833
230.562
21.917
21.917
17.533
26.300
14.903
362.938
1.046.734
3.050.000 10.000.000
189.432
236.790
315.719
375.000 165.753
2.225.821
94.716
63.144
148.072
252.575
78.930
17.930.807
3.050.000 10.000.000 375.000 23.678.952
10.718 596
95.048.567
33 256.388
51.264.175
291.846.798
31.999.979
8.538.874
20.938.389
24.562.079
14.510.522
408.126.044
1.589.158.120
Lampiran H: STRUKTUR BIAYAASLI
KOMPONEN BIAYA
NO
1 biaya inveslasi gedung 2 biaya inveslasi kendaraan 3 biaya invesblsi alat medislnon medis
PUSAT BIAYA PRODUKSI PUSAT BIAYA PENUNJANC TOTAL BIAYA PUSKESMAS (%) (Rp) (Rp) _1%) (%) (Rp)_
0 0 61.871.058
0,00% 0,00% 3,89%
375.000 7.008.000 17.306.789
0,02% 0,44% 1,09%
375.000 7.008.000 79.177.847
3,89%
24.689.789
1,55%
86.560.847
0,02% 0,44%! 4,98% I
SUB TOTALBIAYA INVESTASI
61.871.058
5,45% '
596.967.040 122.127.322 216.184.530 19.078.450 5.355.010 0 0 2.689.693 4.944.955
37,56% 7,69% 13,60% 1,20% 0,34% 0,00% 0,00% 0,17% 0,31%
386.665.239 38.854.750 0 45.335.448 20.287.492 12.824.000 3.886.000 8.663.346 18.733.997
24,33% 2,44% 0,00% 2,85% 1,28% 0,81% 0,24% 0,55% 1,18%
983.632.279 160.982.072 216.184.530 64.413.898 25.642.502 12.824.000 3.886.000 11.353.039 23.678.952
61,90%1 10,13%1 13,60% 4,05% 1,61 o/o 0,81% 0,24% 0,71% 1,49%
SUB TOTALBIAYA O&P
854.397.000
60,87%
535.250.272
33,68%
1.502.597.272
94,55%
IOTALBIAYA
916.268.058
64_,7_6~
559.940.061
35,24%
1.589.158.119
100,00%
4 biaya gaji
5 biaya insentf 6 biaya obat &bhn medis hbs pakai 7 biaya bah an non medis habis pakai 8 biaya pemeliaraan gedung 9 biaya pemelfaaraan kendaraan 10 biaya pemellaraan alat medis/non medis 11 biaya utilities 12 biaya jasa kebersihan
L___
-
Lampiran 9: STRUKTUR BIAYA ASLI PUSAT BIAYA
I
1 biaya II"NN!Staaa gedung 2 biaya investasl kendaraan 3 blaya investasl elat medisl non medis
;
I I
II I
IBPU
KOMPONEN BIAYA
NO
SUB TOTAL BIAYA INVESTASI 4 5 6 7 8 9 10 11 12
biayagaji biaya insentif biaya obat & bhn medis hbs pekai biaya bhn non medis hbs pekei biaya pemeliharaen gedung biaya pemeliheraan kendaraan biaya pemeliharaan alat medislnon biaya utilities kDnlrak cleaning service
SUB TOTAL BIAYA O&P .
-
KIA
j~t'\j
KLINIK 24 JAM
IKB
KLINIKPARU
KLINIKJIWA
KLINIKGIZI
0 0 1.915.374
0,00% 0,00% 1,34%
0 0 23.885.199
0,00% 0,00% 27,27%
0 0 2.102.109
0,00% 0,00% 1,78%
0 0 4.756.330
0,00% 0,00% 30,88%
0 0 1.541.651
0,00% 0,00% 1,26%
0 0 270.100
0,00% 0,00% 0,57%
0 0 0
0.00% 0 0.00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
1.915.374
1,34%
23.885.199
27 27%
2.102.109
178%
4.756.330
30,88%
1.541.651
1,28%
270 100
057%
0
000%
0
000%
70.053.433
49,13% 4,17% 38,48% 6,01% 0,36% 0,00% 0,00% 0,19".4 0,33%
39.MU83 4.802.850 16.336.1140 1.658.185 393.185 0 0 190.466
84.370.624 7.184.200 22.386.535 1.154.763 376.090 0 0
6.542.130 821.500 2.734.516 191.632 149.581 0 0 68.887 138.127
0 62.194 102.609
30,14% 41,24% 23,69% 3,42% 0,09o/o 0,00% 0,00% 0,05% 0,09%
28.117.7114 10.893.822 6.457.545 1.090748 149 581 0 0 82.037 138.127
58,57%
347.291
71,43% 6,08% 18,15% 098% 0,32% 0,00% 0.00% 0,19% 0,29%
36.200.000 49.542.500 28.455.634 4.105.479 111.118
363.077
45,61% 5,48% 18,65'% 1,89% 0,45% 0,00% 0,00% 0,22% 0,41%
42,4~
5.852.350 54.847.838 8.571.847 512.850 0 0 266.616 473.579
13,68% 2,31% 0,32% 0,00% 0,00% 0,17% 0,29%
5.384.876 704.400 174.184 29.418 74.791 0 0 37.073 69.064
83,13% 10,11% 2,70% 0,46% 1,16% 0,00% 0,00% 0,57% 1,07%
8.898.768 911.200 202.373 34.183 74.791 0 0 44.963 69.064
86,114% 8,10% 1,1fto 0,33% 0,73% 0,00% 0,00% 0,44% 0,67%
14ll.678.514
9866%
63.689.196
72.73%
116.022.549
98,22%
10.646.373
69,12%
118.579.534
98,72%
46.929.654
9943%
6.453.786
100.00%
10.236.342
10000%
.142.~.tltltl
100,00%
87.574395
100,00%
118.124.658
100,00%
15.402.703
100,00%
120.121.185
100,00%
47.199.754
100,00%
6.453.786
100,00%
10.236.342
100,00%
223.~
5,33% 17,75% 1,24% 0,97% 0,00% 0,00% 0,45% 0,90%
0
23,08%
Lanjutan lampiran 9 : STRUKTUR BIAYAASLI PUSAl KOMPONEN BIAYA
NO
RONTGBI
~RB
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 292.365
0.00% 0.00% 2.24%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0.00% 0.00%
0 0 4.490.340
0,00% 0,00% 4,72%
0 0 117.895
0,00% 0,00% 0,35%
0 0 22.499.695
0,00% 0,00% 7,71%
0
0,00%
292.365
2.24%
0
000%
0
000%
0
0.00%
4.490.340
472%
117.895
035%
22.499.895
7.71%
biaya ga1i biaya insentif biaya obat & bhn medis hbs pakai biaya bhn non medis hbs pakai biaya pemeliharaan gedung biaya pemeliharaan kendaraan biaya pemeliharaan alat medislnon biaya utilities kont rak cleaning service
4.571.588 782.800 501.640 84.732 0 0 0 3.507 0
76,91% 13,17% 8,44% 1,43% 0,00% 0,00% 0,00% 0,06% 0,00%
9.796.370 1.189.800 1.358.514 229.130 74.791 0 0 37.950 69.064
75,09% 9,12% 10,40"k 1.76% 0.57% 0.00% 0.00% 0,29% 0,53%
12.521.190 841.500 7.806.922 82.246 74.791 0 0 38.827 69.064
58,42% 3,93% 38,42% 0,38% 0,35% 0,00% 0,00% 0,18% 0,32%
4.929.341 1.447.700 3.132.418 353.431 149.581 0 0 63.627 138.127
48,26%
57,63% 13,38% 22,31% 2.19% 1.91% 0.00% 0.00% 0.81% 1,77%
24.978.270 5.878.700 58.257.888 821.013 256.425 0 0 129.363 236.790
26,28% 6,18% 81,29% 0,86% 0,27% 0,00% 0,00% 0,14% 0,25%
21.08SI.II4 1.214.500 4.701.176 320.284 341.900 0 0 154.950 315.719
83,42% 11,111% 14,14% 0,96% 1,03% 0,00% 0,00% 0,47% 0,95%
~.101
3,46% 1,46% 0,00% 0,00% 0,62% 1,35%
8.177.405 1.434.000 2.390.156 234.930 205.140 0 0 86.833 189.432
1.441.715 116.429 2.<110.395 0 0 1.199.354 2.225.821
71,11% 1,07% 2,21% 0,04% 0,83% 0,00% 0,00% 0,41% 0,76%
SUB TOTAL BIAYA O&P
5.944.247
10000%
12.753.619
97,76%
21.434.540
10000%
10.214.228
10000%
10.718.596
100,00%
90.558.227
9528%
33.138.493
99615%
269.349.103
9229%
I 5.944.247
100,00%
13.045.984
100,00%
21.434.540
100,00'11.
10.214._228 . 1_(l(l,_ OQ'I'
10.718.596
100,00%
95.048.567
100,00%
33.256.388
100,00%
1 biaya investasi gedung 2 biaya investasi kendaraan 3 biaya investasi alat med1sl non medis SUB TOTAL BIAYA INVESTASI
4 5 6 7 8 9 10 11 12
LABORATORIUM
ISPKEBID
SPKULIT
SPAKUP
SPMATA
SPANAK
14,17%
30,67%
23.545.400
291.11'RS.{l:I!S _1_1l0,~
Lanjutan lampiran 9 : STRUKTUR BIAYA ASLI PUSAl KOMPONEN BIAYA
NO
1 ~ayal~asigedung 2 biaya investasi kendaraan 3 biaya i~asi alat rnedisl nonmedis
AlJNnRYRB
IDAPURRB
OK.1LT.1
LOK.Z .1.2
I LOK12LT.2
ADMINIS I KA~ I
375.000 0 379.089
0,73% 0,00% 0,74%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 0 0
0,00% 0,00% 0,00%
0 7.008.000 16.927.700
0.00% 1,72% 4.15%
754.089
147%
0
000%
0
000%
0
000%
0
000%
0
000%
23.935.700
586%
biaya gaji biaya insentif biaya obat & bhn medis hbs pakai biaya bhn non medis hbs pakai biaya pemeliharaan gedung biaya pemeliharaan kendaraan biaya pemeliharaan ala! medislnon biaya utilities konlrak cleaning service
44.193.358 5.055.500 0 0 179.498 0 0 115.977 165.753
87,77% 0,00% 0,00% 0,35% 0,00% 0,00% 0,23% 0,32%
7.510.200 847.750 0 23.381.800 102.570 0 0 63.142 94.716
23,47% 2,65% 0,00% 73,07% 0,32% 0,00% 0,00% 0,20% 0,30%
7.510.200 847.750 0 0 68.380 0 0 49.400 63.144
87,95% 8,93'11. 0,00% 0,00% 0,80% 0,00% 0,00% 0,58% 0,74%
18.815.184 1.812.000 0 0 160.351 0 0 81.982 148.072
89,18% 8,84% 0,00% 0,00% 0,77% 0,00% 0,00% 0,39% 0,71%
22.087.250 1.832.500 0 0 273.520 0 0 136.234 252.575
89,84% 7,48% 0,00% 0,00% 1,11% 0,00% 0,00% 0,55% 1,03%
13.308.310 888.550 0 0 85.475 0 0 49.257 78.930
81,71% 8,81% 0,00% 0,00% 0,59% 0,00% 0,00% 0,34% 0,54%
212.589.837 27A10.700 0 19.417.698 12.824.000 3.886.000 8.167.354 17.930.807
86,78% 6,12% 0,00% 5,38% 4,76% 3,14% 0,95% 2,00% 4,39%
SUB TOTAL BIAYA O&P
50.510.086
9853%
31.999.978
10000%
8.538.874
10000%
20.938.389
10000%
24.562.079
10000%
14.510.522
100 00%
384.190.344
9414%
51.264.175
100,00%
31.999.978
100,00%
8.538.874
100,00%
20.938.389
100,00'111
24.562.079
100,00%
14.510.522
100,00%
0.126.044
100,00".4
SUB TOTAL BIAYA INVESTASI 4 5 6 7 8 9 10 11 12
APOTIK
9.88%
21.853.848
Lampiran 10 : ALOKASI BIAYA KE PUSAT PUSA T BIAYA
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23
PUSAT BIYA
Administrasi Apotik Loket 1 lt. 1 Loket21t.2 Loket 12 lt.2 Dapur RB Laundry RB SUB TOTAL PENUNJANG Klinik BPU Klinik BPG Klinik KIA Klinik KB Klinik 24 jam SUB TOTAL VAN. DASAR Klinik paru Klinik jiwa Klinik gizi Klinik anak Klinik mata Klinik akupunktur Klinik kulit/kelamin Klinik kebidanan SUB TOTAL VAN. SPESIALIS Laboratorium Rontgen SUB TOTAL PENUNJANG DIAGNOSTIK RB SUB TOTAL PRODUKSI TOTAL BIAVA
BESAR ALOKASI BIAYA (Rp) (%) 408.126.044 51.264.175 20.938.389 24.562.079 14.510.522 31.999.979 8.538.874
25,68% 3,23% 1,32% 1,55% 0,91% 2,01% 0,54%
559.940.062
35,24%
142.593.887 87.574.395 118.124.658 15.402.703 120.121.185
8,97% 5,51% 7,43% 0,97% 7,56%
483.816.828
30,44%
47.199.754 6.453.786 10.236.342 5.944.247 13.045.984 21.434.540 10.214.228 10.718.596
2,97% 0,41% 0,64% 0,37% 0,82% 1,35% 0,64% 0,67%
125.247.477
7,88%
95.048.567 33.256.388
5,98% 2,09%
128.304.955
8,07%
291.848.798
18,36%
1.029.218.058 1.589.158.120
64,76% 100,00%
Lampiran 11 : ALOKASI KOMPONEN BIAYA PADA PUSAT PUSAT BIAYA
NO KOMPONEN BIAYA 1 biaya investasi gedung 2 biaya investasi kendaraan 3 biaya investasi alat medis/ non medis 4 biaya gaji 5 biaya insentif 6 biaya obat & bhn medis hbs pakai 7 biaya bahan non med'IS habis pakai 8 biaya pemeliharaan gedung 9 biaya pemeliharaan kendaraan 10 biaya pemeliharaan alat medis/non 11 biaya utilities 12 biaya jasa kebersihCI'l
BPU
BPG
KIA
24JAM
KB
PARU
JJWA
GIZI
ANAK
MATA
AKUPT
KULIT
0,000 0,000 0,024
0,000 0,000 0,302
0,000 0,000 0,027
0,000 0,000 0,065
0,000 0,000 0,019
0,000 0,000 0,003
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,004
0,000 0,000 0,000
O.C<Xl
0,071 0,037 0,254 0,122 0,020 0,000 0,000 0,023 0,020
0,041 0,030 0,076 0,024 0,015 0,000 0,000 0,017 0,015
0,086 0,045 0,104 0,016 0,015 0,000 0,000 0,020 0,015
0,007 0,005 0,013 0,003 0,006 0,000 0,000 0,006 0,006
0,037 0,308 0,132 0,059 0,004 0,000 0,000 0,005 0,004
0,029 0,068 0,030 0,016 0,006 0,000 0,000 0,007 0,006
0,005 0,004 0,001 0,000 0,003 0,000 0,000 0,003 0,003
0,009 0,006 0,001 0,000 0,003 0,000 0,000 0,004 0,003
0,005 0,005 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,010 0,007 0,006 0,003 0,003 0,000 0,000 0,003 0,003
0,013 0,005 0,036 0,001 0,003 0,000 0,000 0,003 0,003
0,005 0,009 0,014 0,005 0,006 0,000 0,000 0,006 0,006
0,000 0,000
Lanjutan lampiran 11 : ALOKASI KOMPONEN BIAYA PADA PUSAT PUSAT BIAYA
NO KOMPONEN BIAYA 1 biaya investasi gedung 2 biaya investasi kendaraan 3 biaya investasi alat medisl non medis 4 biaya gaji 5 biaya insentif 6 biaya obat & bhn medis hbs pakai 7 biaya bahan non medis habis pakai biaya pemeliharaan gec1mg 9 biaya pemeliharaan kendaraan 10 biaya pemeliharaan alalmedislnon 11 biaya utilities 12 biaya jasa kebersihan
a
KEBID
RB
LAB
RO
APOTIK DAPUR
LAUNDRY
LOK 1
LOK2
LOK12
ADMIN
TOTAL
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,284
0,000 0,000 0,057
0,000 0,000 0,001
1,000 0,000 0,005
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000
0,000 1,000 0,214
1,000 1,000 1,005
0,006 0,009 0,011 0,003 0,008 0,000 0,000 0,008 0,008
0,237 0,146 0,030 0,084 0,094 0,000 0,000 0,106 0,094
0,025 0,037 0,269 0,012 0,010 0,000 0,000 0,011 0,010
0,021 0,039 0,022 0,005 0,013 0,000 0,000 0,014 0,013
0,046 0,031 0,000 0,000 0,007 0,000 0,000 0,010 0,007
0,008 0,005 0,000 0,333 0,004 0,000 0,000 0,006 0,004
0,008 0,005 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,004 0,003
0,019 0,012 0,000 0,000 0,006 0,000 0,000 0,007 0,006
0,022 0,011 0,000 0,000 0,011 0,000 0,000 0,012 0,011
0,014 0,006 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,004 0,003
0,277 0,170 0,000 0,313 0,757 1,000 1,000 0,719 0,757
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Limpiran 12: STEP-DOWN PROCESS PUSATBIAYA
BIAYA.ASLI
ADMINISTRASI lctotal biaya asli) lproporsi hasil alokasi A B
APOTIK (output) •proporsi
c
hasn alokasi D
LOKET 1 LANTAI 1 !(output) lproporsi 1asil alokasi E
=
PUSATBIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 2 lt.2 loket 12 lt.2 dapur RB laundry RB
408.126.044 51.264.175 20.938.389 24.562.079 14.510.522 31.999.979 8.538.874
100,00% 4,34% 1,77% 2,08% 1,23% 2,71% 0,72%
408.126.044,00 17.715.221,60 7.235.622,17 8.487.850,87 5.014.361,64 11.058.145,75 2.950.755,48
142.593.887 87.574.395 118.124.658 15.402.703 120.121.185 47.199.754 6.453.786 10.236.342 5.944.247 13.045.984 21.434.540 10.214.228 10.718.596 95.048.567 33.256.388 291.848.798
12,07% 7,42% 10,00% 1,30% 10,17% 4,00% 0,55% 0,87% 0,50% 1,10% 1,81% 0,86% 0,91% 8,05% 2,82% 24,71%
49.275.781,91 30.262.845,62 40.820.016,96 5.322.670,21 41.509.951,36 16.310.690,68 2.230.217,28 3.537.344,88 2.054.137,28 4.508.265,23 7.407.075,72 3.529.703,00 3.703.996,08 32.845.674,92 11.492.319,60 100.853.395,77
44,90% 8,70% 6,10% 1,00% 21,50% 5,70% 0,20% 0,20% 0,40% 1,20% 0,40% 1,90% 1,20% 4,30% 1,70% 0,60%
30.971.749,07 6.001.207,50 4.207.743,19 689.793,97 14.830.570,27 3.931.825,61 137.958,79 137.958,79 275.917,59 827.752,76 275.917,59 1.310.608,54 827.752,76 2.966.114,05 1.172.649,74 413.876,38
72,24%
20.353.526,66
9,73%
2.741.941,16
9,19% 0,25% 0,29% 0,71% 1,93% 0,69% 2,98% 1,98%
2.589.939,04 69.852,11 81.166,18 201.193,75 544.059,37 195.290,75 839.209,12 557.833,02
1.589.158.120
100,00%
408.126.044,00
100,00%
68.979.396,60
100,00%
100,00%
LOKET 2 LANTAI 2 lcoutput) lproporsi hasil alokasi G H
68.979.396,60 100,00%
28.174.011,17 100,00%
33.049.929,87
92,80%
30.671.165,15
2,48% 0,89% 3,83%
819.854,71 294.287,81 1.264.622,19
28.174.011,17 . 100,00%
. 33.049.929,87
PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinikparu klinikjiwa klinikgizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinlk kulitlkelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
keterangan : - proporsi dihitung di luar pusat biaya yang telah dan sedang didistribusikan
Lanjutan lampiran 12 : STEP-DOWN PROC PUSAT BIAYA
LOKET 12 LANTAI2 (outl)llt) .proporsi hasil alokasi J I
DAPURRB :(output) hasil alokasi lproporsi L K
LAUNDRY RB (output) lproporsi alokasi N M
BIAYATOTAL
OUTPUT BIAYA SATUAN
0
p
a
PUSAT BIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 2 lt.2 loket 12 lt.2 dapur RB laundry RB
100,00%
19.524.883,64 100,00%
43.058.124,75 100,00%
11.489.629,48
PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinikjiwa klinik gizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kulit/kelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
55,44%
10.824.017,78
6,41%
1.250.901,60
27,45% 10,71%
5.359.268,17 2.090.696,09
100,00%
19.524.883,64
100,00%
43.058.124,75
100,00%
11.489.629,48
273.868.109,79 134.662.465,90 165.894.359,31 22.666.068,78 176.461.706,63 70.032.209,33 8.891.814,18 13.992.811,85 8.475.495,61 19.745.916,07 29.607.111,87 17.158.370,85 15.808.177,87 136.219.624,15 48.012.053,43 447.663.824,38
100,00%
43.058.124,75
100 00%
11.489.629,48
1.589.158.120, 00
41376 8004 5574 925 19817 5265 142 165 409 1106 397 1706 1134 3963 1546 562 92091
6.619 16.824 29.762 24.504 8.905 13.301 62.618 84.805 20.722 17.853 74.577 10.058 13.940 34.373 31.056 796.555
ounptran ~T: STEP-DOWN PROCESS (tanpa biaya investasi)
PUSAT BIAYA
BIAYA ASLI
ADMINISTRASI !(total biaya asli lproporsi hasil alokasi B A
APOTIK (output) proporsi
c
hasil alokasi
D
LOKET 1 LANTAI 1 (output) proporsi hasil alokasi E F
LOKE 2 LANTt.. 2 outou:) I propers: has I a okas. G H I(
PUSAT BIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 2 lt.2 loket 12 lt.2 dapur RB laundry RB
384.190.344 50.510.086 20.938.389 24.562.079 14.510.522 31.999.978 8.538.874
100,00% 4,52% 1,87% 2,20% 1,30% 2,86% 0,76%
384.190.343,00 17.351.007,77 7.192.665,45 8.437.459,87 4.984.592,19 10.992.494,98 2.933.237,32
140.678.514 63.689.196 116.022.549 10.646.373 118.579.534 46.929.654 6.453.786 10.236.342 5.944.247 12.753.619 21.434.540 10.214.228 10.718.596 90.558.227 33.138.493 269.349.103
12,58% 5,69% 10,37% 0,95% 10,60% 4,20% 0,58% 0,92% 0,53% 1,14% 1,92% 0,91% 0,96% 8,10% 2,96% 24,08%
48.325.278,83 21.878.239,03 39.855.567,64 3.657.196,32 40.733.932, 15 16.121.073,15 2.216.976,84 3.516.344,23 2.041.942,20 4.381.068,41 7.363.101,11 3.508.747,73 3.682.006,05 31.108.173,14 11.383.592,77 92.525.646,84
44,90% 8,70% 6,10% 1,00% 21,50% 5,70% 0,20% 0,20% 0,40% 1,20% 0,40% 1,90% 1,20% 4,30% 1,70% 0,60%
30.469.631 '10 5.903.915,16 4.139.526,72 678.610,94 14.590.135,16 3.868.082,34 135.722,19 135.722,19 271.444,38 814.333,13 271.444,38 1.289.360, 78 814.333,13 2.918.027,03 1.153.638,59 407.166,56
72,24%
20.322.493,78
9,73%
2. 737.760,55
9,19% 0,25% 0,29% 0,71% 1,93% 0,69% 2,98% 1,98%
2.585.990,18 69.745,60 81.042,43 200.886,99 543.229,85 194.992,99 837.929,58 556.982,50
1.502.597.273
100,00%
384.190. 34~ 00
100,00%
67.861.093,17
100,00%
28.131.054,45
100,00%
67.861.093,77 100,00%
28.131.054,45 100,DC~
32
;~
s:.= e"
PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinikjiwa klinik gizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kulitlkelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
keterangan : - proporsi dihitung di luar pusat biaya yang telah dan sedang didistribusikan
92,8c-:fr.,
30 €24 4C ~ Cot
2,48% 0,89% 3,83:,)
e18.&-t. 5; 2'93.839 .• ~ •. ~2 5&4 C3
100,DC%
32 W9.538,6?'
carg ucan aamp u au-rr. STEP-DOWN PROC
PUSATBIAYA
LOKET 12 LANTAI 2 (output) proparsi hasil alokasi J I
DAPUR RB l
LAUNDRY RB lcoutout) lproporsi alokasi M N
BIAYA TOTAL (hasil distribusi)
OUTPUT BIAYA SATUAN
0
p
Q
PUSATBIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 21t.2 loket 12 lt.2 dapur RB laundry RB
100,00%
19.495.114,19 100,00%
42.992.472,98 100,00%
11.472.111,32
PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinikjiwa klinikgizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kulitlkelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
55,44%
10.807.514,47
6,41%
1.248.994,36
27,45% 10,71%
5.351.096,93 2.087.508,42
100,00%
19.495.114,19
100,00%
42.992.472,98
100,00%
11.472.111,32
270.420.318,75 102.278.864,66 162.755.403,91 16.231.174,62 173.903.601,31 69.504.799,68 8.876.230,64 13.969.450,85 8.458.520,56 19.310.855,07 ·29.557.917,59 17.112.960,12 15.771.917,68 129.935.524,10 4 7. 763.232,78 416.746.500,70
10(),00%
42.992.472,98
100,00%
11.472.111,32
1.502.597.273,00
41376 8004 5574 925 19817 5265 142 165 409 1106 397 1706 1134 3963 1546 562 92091
6.536 12.778 29.199 17.547 8.775 13.201 62.509 84.663 20.681 17.460 74.453 10.031 13.908 32.787 30.895 741.542
Lampiran 14 : STEP-DOWN PROCESS (tanpa biaya investasi dan gaji) PUSATBIAYA
PUSATBIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 21t.2 loket 121t.2 dapur RB laundryRB PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinlkjiwa klinik gizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kulit/kelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
BIAYAASLI
ADMINISTRASI (total biaya asli) proporsi hasil alokasi
111.590.407 5.516.728 2.262.405 2.494.829 1.202.212 24.489.778 1.028.674
100,00% 1,35% 0,56% 0,61% 0,30% 6,01% 0,25%
384.190.343,00 1.511.174,09 619.731,08 683.398,01 329.316,88 6.708.381,87 281.780,34
70.625.081 23.744.803 31.651.925 4.104.243 82.379.534 18.811.860 1.088.910 1.336.574 1.372.679 2.957.249 8.913.350 5.284.882 4.541.191 65.579.957 12.048.529 35.939.194
17,34% 5,83% 7,77% 1,01% 20,22% 4,62% 0,27% 0,33% 0,34% 0,73% 2,19% 1,30% 1,11% 16,10% 2,96% 8,82%
19.346.031,35 6.504.314,00 8.670.278,67 1.124.258,02 22.565.879,22 5.153.053,68 298.280,54 366.122,09 376.012,18 810.066,78 2.441.596,47 1.447.665,50 1.243.949,35 17.964.041,76 3.300.402,87 9.844.672,23
APOTIK lcoutcut) IProporsi
100,00%
hasil alokasi
LOKET 1 LANTAI1 (output) proporsi hasil alokasi
7.027.902,09 100,00%
2.882.136,08
3.155.528,04 611.427,48 428.702,03 70.279,02 1.510.998,95 400.590,42 14.055,80 14.055,80 28.111,61 84.334,83 28.111,61 133.530,14 84.334,83 302.199,79 119.474,34 42.167,41
72,24%
2.082.118,63
9,73%
280.494,23
9,19% 0,25% 0,29% 0,71 o/o 1,93% 0,69% 2,98% 1,98%
264.944,77 7.145,71 8.303,11 20.581,65 55.656,01 19.977,79 85.849,15 57.065,03
7.027.902,09 111.590.407,00 100,00% 518.964.994 .100,QO% keterangan : - proporsi dihitung di luar pusat biaya yang telah dan sedang didistribusikan
100,00%
2.882.136,08
44,90% 8,70% 6,10% 1,00% 21,50% 5,70% 0,20% 0,20% 0,40% 1,20% 0,40% 1,90% 1,20% 4,30% 1,70% 0,60%
LOKET 2LANTAI2 ICoutout) !proporsi hasl atokasi
100,00%
3.178.227.01
92,80%
2.949.474,51
2,48% 0,89% 3,83%
28.300.01 121.611.65
100,00%
3.178227,01
78.840,85
Lanjutan 1ampiran 14 :
STEP-DOWN PRe PUSATBIAYA
PUSATBIAYA PENUNJANG administrasi apotik loket 1 lt.1 loket 21t.2 loket 121t.2 dapur RB laundryRB PUSATBIAYA PRODUKSI BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinikjiwa klinik gizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kulitlkelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB
LOKET 12 LANTAI 2 (output) proporsi hasil alokasi
100,00%
DAPURRB l
LAUNDRYRB CoutDut) crocorsi alokasi
31.198.159,87 100,00%
6,41%
27,45% 10,71%
100,00%
OUTFUT 31AYA SAT....AN
1.531.528,88 100,00%
55,44%
BIAYATOTAL (hasil distribusi)
1.310.454,34
100,00%
31.198.159,87
100,00%
1.310.454,34
98.158.233,54 31.709.578,78 41.031.399,93 5.396.900,57 106.456.412,17 24.630.448,86 1.408.392,05 1.725.055,01 1.797.384,45 3.986.147,46 11.431.335,89 7.073.538,43 5.926.540,20 84.266.578,72 15.632.400,08 78.334.64 7,86
100,00%
31.198.159,87 . 100,00%
1.310.454,34
518.964.994,00
849.034,29 98.120,53
420.380,17 163.993,88
1.531.528,88
4'376 8004 5574 925 19817 5265 142 165 409
. 92091
2.372 2.5-o~
7.361 5.834
5.372 L.678 9.918 10.455 L_395
qos
;_604
397 H06 ~ 134 3963 1546
2e.1~
562
L.146 5.226 2~.263
10.112 139.385
I
I .nm1•1.-nu I"'
BIA YA SA TUAN PUSA T BIA YA PUSKESMAS JATINEGARA
NO
PUSAT BIAYA DENGAN BIAYA PENUH (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
BPU BPG KIA KB klinik 24 jam klinik paru klinik jiwa klinik gizi klinik anak klinik mata klinik akupunktur klinik kuliUkelamin klinik kebidanan laboratorium rontgen RB (per hari)
6.619 16.824 29.762 24.504 8.905 13.301 62.618 84.805 20.722 17.853 74.577 10.058 13.940 34.373 31.056 265.518
BIAYA SATUAN TANPA BIAYA TANPA BIAYA INVESTASI INVESTASI & GAJI (Rp)
6.536 12.778 29.199 17.547 8.775 13.201 62.509 84.663 20.681 17.460 74.453 10.031 13.908 32.787 30.895 247.181
(Rp)
2.372 3.962 7.361 5.834 5.372 4.678 9.918 10.455 4.395 3.604 28.794 4.146 5.226 21.263 10.112 46.462
Lampiran 16:
PERBANDINGAN BIAYA SATUAN PELAYANAN KESEHATAN (tanpa investasi) DI PUSKESl\lAS PEMBINA JATINEGARA DENGAN BASIL PENELITIAN DI PUSKESMAS LAINNYA
JENIS LAYA NAN
BPU
PUSK. If.NEG 2001* 6.536
12.778
(Rp per output) KIA (Rp per output)
29.199
KB
17.547
(per output)
4 PUSK. TANGERANG,
2PUSK. KARAWANG,
2000* 5.006
2000* 3.105- 8.679
1999* 4.885- 13.650
(5.453)
(3.382 -- 9.453)
(5.637 -15. 749)
(3.21 4- 15. 724)
(1.925)
(5.678- 6.647)
6.158 (ringan) -61.854 ( berat)
6.923-361.186
14.386- 19.980
1.732- 36.667
2.658
7.462- 9.990
(6. 707- 67.37 1)
(7.541 - 393.404)
(16.598- 23.053)
(3. 709- 78.661)
(3.067)
(8.128-10.881)
6.713
1.169- 9.990
5.959- 10.378
1.288- 13.463
1.511
6.359- 9.465
(7.312)
(1.273- 10.881)
(6.875 -1 1.974)
(2. 757- 28.830)
(1. 744)
(6.926 -10.309)
22.852
11.901-35.554
5.959- 10.338
1.288- 13.463
1.511
(24.890)
(12.963- 38. 725)
(6.875 -11.928)
(2. 757- 28.830)
(1.744)
.ARA,
(Rp per output)
BPG
PUSK. TEBET,
12 PUSK. BANDUNG,
1 PUSK. 2PUSK. SURA PADANG, BAYA, 1997* 1999* 2000* 1.501 - 7.343 1.668 5.213-6.103
-
KET
Normal
Normal
Mahal
Normal
JENIS LAVA NAN
LAB.
PUSK. PUSK. JT.NEG TEBET, ARA, 2001* 2000* 32.787
-
(Rp per output)
RB (Rp per barr)
247.181
-
4PUSK. TANGERANG,
2PUSK. KARAWANG,
2 PUSK. BANDUNG,
2000*
1999* 4.870- 39.874
1997* 1.778-28.915
(5.619- 46.007)
(3.808- 61.919)
-
-
-
440.982
(480.318)
1 PUSK. SURA BAYA, 1999*
-
-
2 PUSK. PADANG,
KET
2000*
-
Normal
310.333- Murah 342.390 (338.015372.931)
Keterangan : • llbun penelitian - An~ dalam. kurung adalah biaya satuan talum 2001 sete1ah rnemperhitwlgkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kelompok kesehatan lliK klompok kesehatan dipilih, karena indeks ini terdiri dari jasa kesehatan dan obat-obatan serta perawatan jasmani, sehingga dinilai lebih tepat rnewlicili kenaikan biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan (diband.ing IHK urnurn). Inflasi lliK kelompok kesehatan (sumber : BPS Pusat) : Tahua 1998: 86,14% Tahua 1999: - 0,2<)0/o Tahua 2000 : 5,93% Tahuo2001 : 8,92%