43
3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI PENDAHULUAN Asam lemak yang terkandung dalam susu sapi terdiri atas asam lemak essensial dan nonessensial. Asam lemak essensial merupakan asam lemak yang tidak dapat disintesa oleh ternak seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6). Sebaliknya asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), miristat (14:0), dan palmitat (16:0). dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari sapi laktasi. Asam lemak atau karboksilat hasil perombakan garam karboksilat atau metil ester diabsorbsi oleh sel intestial melalui mikrovilli lalu diesterifikasi kembali menjadi lipid dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya kedua lipoprotein ini masuk ke aliran darah, untuk membawa lemak ke jaringan lain. Setelah lipid dihidrolisis oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah, asam lemak diabsorbsi dan diesterifikasi menjadi lemak dalam sel mamari. Komposisi dan konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu dapat dimodifikasi oleh asam lemak essensial dalam ransum (Baer et al. 2001). Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) mengandung asam lemak essensial seperti EPA dan DHA diharapkan dapat terinkorporasi dalam lemak susu sapi. Hasil evaluasi in vitro menunjukkan konsentrat dengan CGKK atau CMEK (level CGKK 45gkg-1 atau CMEK 45gkg-1) layak diberikan ke ternak ruminansia berdasarkan persentase degradasi. Karena itu, penelitian dilanjutkan untuk membuktikan asam lemak essensial yang terkandung dalam konsentrat dapat diinkorporasi dalam susu sapi dan tidak menurunkan konsentrasi asam lemak de novo dalam susu sapi.
43
MATERI DAN METODE Materi Penelitian Sembilan ekor sapi laktasi dengan produksi susu 8 sampai 10 Lhr-1 dalam periode lewat puncak produksi atau pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4) dan bobot badan 320 sampai 350 kg. Kadar lemak total mulai meningkat dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Peningkatan kadar lemak total berindikasi biosintesa lemak meningkat dalam sel mamari. CGKK dan CMEK diharapkan sebagai sumber asam lemak yang dapat teerinkorporasi dalam lemak susu. Menurut Lake et al. (2007), asam lemak yang berasal dari perombakan cadangan lemak di jaringan adiposa dapat terkandung dalam susu sapi berlangsung dari awal laktasi (hari ke-1 postpartum) sampai pertengahan laktasi (hari ke-65 postpartum). Asam lemak essensial dalam susu sapi diharapkan berasal dari asam lemak essensial ransum, sehingga sapi laktasi yang digunakan adalah sapi laktasi periode pertengahan laktasi. Konsentrat dengan kadar protein kasar PK 14% dan TDN 64% termasuk kategori konsentrat sumber energi. Perbandingan antara hijauan dengan konsentrat 80:20 dalam ransum yang digunakan untuk penelitian. Komposisi ransum komplit yang digunakan untuk ransum penelitian terdiri atas ampas tahu, konsentrat dengan CGKK atau CMEK (Tabel 8). Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien Pakan Kulit jagung Ampas tahu K-0,M-0 K-45 M-45 Nutrien Air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar
RKM-0
RK-45
RM-45
% Bahan Kering
64,90 6,50 28,51 -
64,92 6,50 28,48 -
64,92 6,50 28,58
9,60 9,30 5,33 22,71
9,60 8,93 5,33 22,69
9,60 8,93 5,33 22,69
43
Metode Penelitian Cara Perhitungan Konsentrasi Asam Lemak dalam Susu Sapi Data yang diperlukan untuk menentukan konsentrasi asam lemak dalam susu sapi: kadar lemak total dalam susu, produksi susu harian, dan konsentrasi asam lemak berdasarkan bobot asam lemak total. Tahapan perhitungan konsentrasi asam lemak dalam susu sapi sebagai berikut: 1. Perhitungan produksi lemak total harian (PLT, ghr-1), data yang diperlukan: o Kadar lemak total dalam susu sapi (%) = A o Produksi susu sapi harian (kghr-1,Lhr-1) = B Berat jenis susu sapi pada umumnya 1,02 sehingga produksi susu harian dalam bobot sama dengan volume (kghr-1= Lhr-1) PLT (ghr-1) = A X B X 10 2.
Menurut Glasser et al .(2007), kandungan asam lemak total dalam susu susu sapi 93,3% atau 0,933 kali dari kandungan lemak total susu sapi. C = 0,933
3. Perhitungan produksi asam lemak total harian (PALT, ghr-1) PALT (ghr-1) = PLT X 0,933 4. Konsentrasi asam lemak individu dalam 100 g asam lemak total berdasarkan hasil analisis konsentrasi asam lemak (KALi, mg/100g asam lemak total) 5. Perhitungan produksi asam lemak individu harian (PALi, mghr-1) PALi (mghr-1) = PALT X (KALi X 100) 6. Perhitungan konsentrasi asam lemak individu (KALi, mgkg-1) KALi (mgkg-1) = PALi/B
Peubah Peubah yang diukur yaitu kadar lemak total dalam susu (metode Gerber), konsentrasi asam-asam lemak dalam asam lemak total susu sapi (metode khromatografi gas), dan produksi susu harian (metode volumetri).
43
Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan lengkap terdiri atas 3 jenis ransum dan 3 ulangan. Penggunaan rancangan ini karena unit percobaan relatif sama seperti sapi diperah lebih dari 8 minggu (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4) dan bobot badan 320-350 kg. Model Model yang digunakan untuk penelitian yaitu model tetap Y ij = μ + T i + ε ij ,Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, µ = rataan umum, Ti = pengaruh perlakuan ke-i, dan ε ij = pengaruh galat dari perlakuan. Teknik Pemberian Makanan Pemberian makanan dilakukan 2 kali setiap hari 3,9 kg BK ransum pada pagi hari dan 3,9 kg BK ransum pada sore hari. RKM-0= 0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung, RK-45=0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 45 g CGKK dan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung. dan RM-45=0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 45 g CMEK dan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung. Kulit jagung diberikan setelah konsentrat dan ampas tahu habis dimakan oleh sapi. Air minum tersedia sepanjang hari dan diberikan setelah konsentrat habis dimakan oleh sapi. Jumlah konsentrat yang diberikan mengikuti cara pemberian makanan pada peternakan sapi perah rakyat. Di samping itu, hasil penelitian pendahuluan selama 7 hari, pemberian 0,9 kg BK konsentrat dengan protein kasar 14% dan TDN 64% dengan 0,8 kg BK ampas tahu, dan 45 g BK CGKK atau 45 g BK CMEK, habis dimakan oleh sapi. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data serta Cara Penafsiran Data Sampel susu berasal dari susu hasil pemerahan sapi pada pagi dan sore hari, yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45 selama 21 hari. Sembilan sampel susu terdiri atas 3 berasal dari sapi dengan RKM-0, 3 berasal dari sapi dengan RK-45, dan 3 berasal dari sapi dengan RM-45 masing-masing 100 mL dimasukkan ke dalam kantong polietilen lalu disimpan dalam termos susu. Selanjutnya sampel susu dibawa ke laboratorium lalu disimpan dalam refrigerator dengan suhu 40C sampai dianalisis konsentrasi asam
43
lemaknya. Pengumpulan sampel susu bersamaan dengan pencatatan produksi susu sapi pagi dan sore. Sidik ragam digunakan untuk mengevaluasi efek ransum terhadap konsentrasi asam lemak dalam susu sapi. Uji kontras ortogonal digunakan untuk membandingkan efek antara perlakuan RKM-0 vs RK-45, RM-45, dan RK-45 vs RM-45. Selanjutnya hasil uji kontras ortogonal dipaparkan sesuai dengan tujuan penelitian.
43
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Asam Lemak Essensial dalam Susu Sapi Asam lemak essensial dalam susu sapi berasal dari asam lemak dalam ransum, yang diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi lipid. Fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya lipoprotein ini bersama dengan apolipoprotein, membawa lipid hasil sintesa dalam sel intestinal ke target jaringan seperti jaringan mamari. Setelah lipoprotein sampai di kapiler darah, asam lemak dilepaskan dari lipid oleh lipase lipoprotein. Selanjutnya asam lemak bebas diabsorbsi oleh sel epithelial alveolar jaringan mamari dan diesterifikasi menjadi triasilgliserol. Lemak ini bergabung dengan air susu dalam saluran susu alveolar jaringan mamari sehingga diperoleh lemak susu. Konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), dan asam linolenat (18:3) dalam susu tidak signifikan dipengaruhi oleh pemberian RKM-0, RK-45, dan RM-45. Sebaliknya konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon lebih dari 18 seperti EPA (20:5) dan DHA (22:6) signifikan (P<0,05) dipengaruhi oleh pemberian RKM-0, RK-45, dan RM-45 (Tabel 9). Hal ini menunjukkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa campuran CGKK dan CMEK sama dengan pemberian ransum dengan CGKK, dan ransum dengan CMEK. Seperti halnya EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK45) sama dengan ransum dengan CMEK (RM-45). Fenomena ini menunjukkan penambahan asam lemak essensial seperti asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam ransum tidak signifikan meningkatkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Hal ini berimplikasi enzim acyltransferase kurang sensitif terhadap asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam alveolar jaringan mamari sapi periode pertengahan laktasi sehingga konsentrasi asam-asam lemak ini tidak meningkat dalam susu sapi. Konsentrasi DHA lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi EPA dalam susu sapi dengan pemberian RK-45 atau RM-45. Fenomena ini sebagai
43
akibat dari posisi spesifik dominan DHA diduga sama dengan EPA dalam susu sapi sehingga terjadi persaingan untuk menempati posisi spesifik tersebut. Di samping itu, konsentrasi EPA dan DHA lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensial lainnya dalam susu sapi. Hal ini berindikasi posisi spesifik dominan EPA dan DHA sama dengan asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam lemak susu sapi. Tabel 9 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi Asam lemak RKM-0 RK-45 RM-45 ………………mg kg-1……………….. Stearat (18:0)
36,6
38,9
45,4
Oleat (18:1)
55,3
64,2
78,2
Linoleat (18:2)
10,1
12,8
11,3
Linolenat (18:3)
0,0
2,7
0,9
EPA (20:5)
0,0b
219,1a
143,8a
DHA (22:6)
0,0b
4,5a
4,1a
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji kontras ortogonal) Keterangan: RKM-0 = Kulit Jagung + Konsentrat, RK-45= Kulit Jagung + K-45, RM- 45 = kulit jagung + M-45
Rendahnya konsentrasi DHA dalam susu sapi berindikasi pertama konsentrasi DHA rendah yang dapat diabsorbsi dan diinkorporasi lipid dalam sel intestinal sehingga konsentrasi DHA rendah yang dapat dibawa oleh lipoprotein ke jaringan mamari. Kedua, sensitifitas enzim lipase lipoprotein rendah terhadap DHA sehingga ketersediaan DHA rendah untuk diabsorbsi oleh sel mamari. Ketiga, sensitifitas enzim acyltransferase rendah terhadap DHA dalam sel mamari sehingga konsentrasi DHA rendah yang terinkorporasi dalam lemak susu sapi. DHA diduga digunakan untuk sintesa lipid struktural membran sel epithelial alveolar jaringan mamari sapi periode pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-3 sampai ke-4). Indikasi ini berimplikasi pemulihan kondisi jaringan mamari dimulai pada pertengahan laktasi, tidak hanya pada periode akhir laktasi atau periode kering pada saat sapi tidak diperah.
43
Hasil penelitian ini tidak memperkuat simpulan AbuGhazaleh dan Holmes (2007), konsentrasi asam lemak dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu sapi tidak nyata dipengaruhi oleh ransum. Perbedaan ini mengindikasikan pertama, ransum dengan CGKK dan ransum dengan CMEK dapat meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi. Kedua, kadar protein kasar tinggi dalam ransum (PK 23%) tidak meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi (Abu Ghazaleh & Holmes, 2007). Konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, komposisi asam lemak ransum (Loor et al. 2003), ketersediaan energi atau balans energi, ketersediaan asam lemak yang dihasilkan oleh perombakan cadangan lemak (Eknaes et al. 2006). Periode laktasi atau hari laktasi, juga mempengaruhi konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi (Lake et al. 2007). Hasil penelitian tidak memperkuat Moate et al. (2007), pemberian ransum dengan minyak ikan meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA tetapi menurunkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat dalam susu sapi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dan tidak menghambat konsentrasi asam lemak lainnya dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi metabolisme asam lemak dalam minyak ikan berbeda dengan asam lemak dalam hasil pengolahan minyak ikan pada sapi laktasi. Hal ini diduga akibat konsentrasi asam lemak berasal dari minyak ikan berbeda dengan kosentrasi asam lemak berasal dari hasil pengolahan minyak ikan yang dapat diabsorbsi oleh sel mamari. Dugaan lain, sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak dengan jumlah karbon 18 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah karbon lebih dari 18 dalam lipid mikroba rumen. Dugaan ini berimplikasi absorbsii asam lemak yang berasal dari ransum oleh sel intestinal bergantung pada posisi spesifik asam lemak dalam lipid mikroba ruminal dan sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak tersebut. Sebaliknya perombakan garam karboksilat (GK) dan metil ester (ME) tidak bergantung pada lipase pancreas, tetapi bergantung pada kondisi asam dalam rumen dan abomasal. Karena itu ketersediaan asam-asam lemak yang
43
berasal dari kedua sumber asam lemak ini berbeda dalam plasma yang dapat diabsorbsi oleh sel mamari. Hasil penelitian memperkuat simpulan Nelson dan Martini (2009), konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium. Sebaliknya konsentrasi asam lemak essensial lainnya tidak dapat ditingkatkan dalam susu sapi. Persamaan hasil-hasil penelitian berindikasi pertama, ransum dengan penambahan minyak ikan dan hasil pengolahan minyak ikan dapat menghasilkan susu sapi dengan kandungan EPA dan DHA lebih tinggi dibandingkan dengan ransum kontrol. Kedua, ransum dengan kadar protein kasar PK 23% (Abu Ghazaleh & Holmes. 2007), kadar protein sedang PK 17,7% (Nelson & Martini. 2009), dan kadar protein rendah PK 14% dengan penambahan minyak ikan atau produk pengolahannya dapat menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan DHA. Ketiga, perbandingan antara sumber serat dengan konsentrat 60%:40% (AbuGhazaleh & Holmes. 2007), 57%:43% (Nelson dan Martini. 2009), dan 80:20 dalam ransum dengan minyak ikan atau hasil pengolahannya dapat menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan DHA. Efek Ransum terhadap Konsentrasi Asam Lemak Nonessensial dalam Susu Sapi Asam lemak non essensial dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil sintesa de novo
yang dihasilkan oleh sel mamari. Konsentrasi asam lemak
nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu tidak dipengaruhi oleh sapi dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45 (Tabel 10). Artinya konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum tanpa CGKK dan CMEK sama dengan ransum dengan CGKK, dan ransum dengan CMEK. Seperti halnya konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh ransum dengan CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Fenomena ini menunjukkan inkorporasi EPA dan DHA tidak menghambat sintesa de novo asam lemak dan inkorporasinya dalam susu sapi pada pertengahan laktasi.
43
Tabel 10 Pengaruh ransum dengan CGKK dan CMEK terhadap konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi Asam lemak
RKM-0
Kadar Lemak Total%
RK-45
RM-45
4,1
4,7
4,4
Asam kaprilat (8:0) gkg-1
9,7
6,6
8,3
-1
4,4
4,9
4,2
Asam laurat (12:0) gkg
11,8
9,8
9,0
Asam miristat (14:0) gkg-1
35,4
31,7
30,0
Asam palmitat (16:0) gkg-1
95,0
97,0
93,0
Asam kaprat (10:0) gkg
-1
Keterangan: RKM-0 = Kulit Jagung + Konsentrat, RK-45= Kulit Jagung + K-45, RM45 = kulit jagung + M-45
Fenomena ini berarti penambahan asam lemak dari CGKK dan CMEK tidak signifikan mempengaruhi sintesa de novo asam lemak dalam sel epitelial alveolar jaringan mamari. Hal ini berindikasi ketersediaan asetat hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen sapi dengan pemberian ransum dengan campuran garam karboksilat kering sama dengan tanpa campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering untuk sintesa asam lemak dalam sel mamari. Walaupun konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh ransum dengan CGKK dan CMEK lebih rendah dibandingkan dengan kosentrasi VFA pada umumnya. Indikasi ini berimplikasi kontribusi konsentrat terhadap konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk produksi susu 8-10 Lhr-1 sapi dalam periode pertengahan laktasi lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA . Asetat merupakan bahan dasar atau substrat awal untuk sintesa de novo asam lemak nonessensial. Asetat berasal dari fermentasi karbohidrat dalam rumen, yang dilepaskan melalui dinding rumen, lalu diabsorbsi oleh sel hepatik. Asetat dioksidasi untuk menghasilkan energi. Sebagian asetat akan dibawa ke jaringan mamari untuk sintesa asam lemak. Asetat diaktifkan menjadi asetil-KoA oleh enzim CoA synthetase. AsetilKoA dikonversi menjadi malonil-KoA oleh enzim acetyl-CoA carboxylase, dan atau dikonfersi menjadi asetil-FAS (FAS, fatty acid synthase). Selanjutnya malonil-KoA bergabung dengan asetil-FAS, dan dikonversi menjadi asetoasetilFAS oleh enzim β-ketoacyl synthase. Asetoasetil-FAS dikonversi menjadi D(-)-β-
43
hidroksiasil-FAS oleh enzim β-ketoacyl reductase, lalu dikonversi menjadi transα, β-asil tak jenuh-FAS oleh enzim hydratase. Trans-α, β-asil tak jenuh-FAS dikonversi menjadi butiril-FAS oleh enzim α, β-unsaturated acyl reductase (Beitz, 1993). Tahapan reaksi ini berulang dua kali untuk menghasilkan asam kaprilat (8:0), tiga kali untuk asam kaprat (10:0), empat kali untuk asam laurat (12:0), lima kali untuk asam miristat (14:0), dan enam kali untuk asam palmitat (16:0). Substrat terakhir untuk sintesa de novo, kaprilil-FAS untuk asam kaprilat, kaprilFAS untuk asam kaprat, lauril-FAS untuk asam laurat, miristil-FAS untuk asam miristat, dan palmitil-FAS untuk asam palmitat. Konsentrasi asam lemak de novo dalam susu sapi bergantung pada sensitifitas enzim caprylyl-transferase untuk inkorporasi asam kaprilat, capryl transferase untuk inkorporasi asam kaprat dalam lemak susu. Selanjutnya sensitifitas enzim lauryl transferase untuk inkorporasi asam laurat, dan miristyl transferase untuk inkorporasi asam miristat, dan palmityl transferase untuk inkorporasi asam palmitat dalam lemak yang dihasilkan oleh sel mamari. Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Abu Ghazaleh dan Holmes (2007), ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji bunga matahari dengan protein kasar 23% menurunkan konsentrasi asam kaprilat (8: 0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu sapi. Seperti halnya Baer et al (2001), ransum dengan minyak ikan, dan rasio hijauan dan konsentrat 50:50 menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi. Hasil penelitian menunjukkan ransum dengan CGKK atau CMEK serta rasio hijauan dengan konsentrat 80:20 (kategori ransum berdasarkan kadar serat kasar) tidak menurunkan konsentrasi konsentrasi asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu sapi. Perbedaan ini berindikasi pertama, ransum dengan CGKK atau CMEK tidak menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi dibandingkan dengan ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji bunga matahari. Kedua, kadar protein kasar tinggi dalam ransum PK 23% menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu. Sebaliknya kadar
43
protein kasar PK 14% tidak menurunkan konsentrasi asam lemak non essensial dalam susu sapi. Ketiga, rumput sebagai hijauan dalam ransum mengandung minyak ikan dan minyak biji bunga matahari menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu. Keempat, rasio hijauan dan konsentrat yang mengandung minyak ikan 50:50 menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu. Sebaliknya rasio hijauan dan konsentrat 80:20 tidak menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi. Hasil penelitian mendukung Moate et al. (2007) penelitian berdasarkan data sekunder, inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo (asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat) tidak dihambat oleh inkorporasi EPA dan DHA yang berasal dari tepung ikan atau minyak ikan dalam susu sapi. Inkorporasi asam lemak de novo saling berkorelasi positif satu sama lainnya sehingga tidak menghambat sintesa dan inkorporasinya dalam susu sapi. Begitu juga simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo tidak dihambat oleh inkorporasi EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan campuran minyak ikan dengan minyak kedelai, campuran minyak ikan dengan algae. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan inkorporasi EPA dan DHA tidak menghambat sintesa de novo dan inkorporasinya dalam susu sapi. Hal ini diduga akibat posisi spesifik asam lemak de novo tidak sama dengan EPA dan DHA. Kadar Lemak Total dalam Susu Sapi Kadar lemak total dalam susu merupakan salah satu kriteria mutu susu sapi yang dapat dipasarkan ke konsumen. Penambahan campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering dalam ransum diharapkan sebagai penambahan asam lemak essensial dalam ransum. Karena itu penambahan campuran garam karboksilat dan campuran metil ester kering dalam ransum diharapkan tidak menurunkan kadar lemak total dalam susu sapi. Kadar lemak total dalam susu sapi tidak signifikan dipengaruhi oleh ransum dengan atau tanpa campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering. Fenomena ini berarti penambahan asam lemak essensial berasal dari hasil pengolahan minyak ikan seperti campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering tidak signifikan meningkatkan kadar lemak total
43
dalam susu sapi. Selanjutnya fenomena ini berarti penambahan asam lemak essensial seperti EPA dan DHA dalam konsentrat dengan PK 14% dan TDN 64% tidak signifikan mempengaruhi kadar lemak total susu sapi dengan produksi susu harian 8-10 Lhr-1 dalam periode lewat puncak produksi susu atau periode pertengahan laktasi. Fenomena di atas akibat konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), dan asam miristat (14:0) tidak meningkat sedangkan EPA dan DHA meningkat dalam susu sapi dengan ransum CGKK atau CMEK. Menurut Moate et al .(2007), kadar lemak total susu berkorelasi positif dengan konsentrasi asam lemak de novo kecuali palmitat yang berkorelasi negatif dengan kadar lemak total susu. Sebaliknya konsentrasi EPA dan DHA berkorelasi negatif dengan kadar lemak total susu.. Fenomena ini juga berindikasi campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering sebagai produk pengolahan minyak ikan tidak menghasilkan produk biohidrogenasi intermediet asam lemak linoleat dalam rumen yang berpotensi sebagai penghambat sintesa lemak dalam sel mamari. Produk biohidrogenasi intermediet utama yang berpotensi sebagai penghambat sintesa lemak yaitu trans-10, cis-12 18:2 (Baumgard et al. 2000), cis-10, trans-12 18:2 (Saebo et al. 2005), dan trans-9, cis-11 18:2 (Perfield et al. 2007). Sebaliknya asam lemak terkonyugasi (conjugated linoleic acid, CLA) sebagai hasil biohidrogenasi tidak lengkap linoleat (18:2) oleh mikroba rumen seperti cis9, trans-11 18:2 CLA tidak menghambat biosintesa lemak dalam sel mamari (OrRashid et al. 2007). Biosintesa lemak susu sapi dalam sel mamari sapi laktasi tidak hanya bergantung pada ketersediaan asam lemak, ketersediaan glukosa juga ikut berperan. Glukosa dalam sel mamari berasal dari glukosa dalam plasma, sedangkan glukosa dalam plasma berasal dari karbohidrat dalam ransum yang diabsorbsi oleh sel intestinal dan glukosa hasil glukoneogenesis dalam sel hepatik. Selanjutnya glukosa ini dibawa oleh darah ke jaringan mamari. Propionat termasuk salah satu VFA sebagai bahan dasar glukoneogenesis, berasal dari hasil fermentasi karbohidrat ransum oleh mikroba rumen. Propionat
43
diaktifkan menjadi propionil-KoA dalam sel hepatik. Selanjutnya propionil-KoA dikonversi
menjadi
oksaloasetat
lalu
menjadi
fosfoenolpiruvat
(phosphoenolpiruvat, PEP) dalam mitokondria. PEP dalam sitosol berasal dari PEP dalam mitokondria dan hasil konversi oksaloasetat menjadi PEP dalam sitosol. Oksaloasetat berasal dari aspartat dalam mitokondria Fosfoenol piruvat (PEP) dikonversi menjadi 2-fosfogliserat lalu menjadi 3gliserat. 1,3-bifosfogliserat produk antara 3-fosfogliserat dengan gliseraldehid-3fosfat dengan dihidroksiasetonfosfat(DHAP) menjadi fruktosa 1,1- fosfat, lalu menjadi fruktosa 6 fosfat. Glukosa 6 fosfat merupakan hasil konversi fruktosa 6 fosfat menjadi glukosa 6 fosfat. Glukosa dihasilkan dari konversi glukosa 6 fosfat menjadi glukosa (Harris 1999). Ketersediaan asam lemak untuk biosintesa lemak dalam jaringan mamari berasal dari dari ampas tahu, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering. Lemak dalam ampas tahu dihidrolisis menjadi asam lemak dalam rumen dan dalam abomasal. Begitu juga CGKK dirombak menjadi pati dan garam karboksilat, dan CMEK dirombak menjadi pati dan metil ester dalam rumen. Selanjutnya garam karboksilat dan metil ester diduga dihirolisis parsial dalam rumen dan dalam abomasal. Garam karboksilat terionisasi menjadi karboksilat dan kalium, dan metil ester terionisasi menjadi karboksilat dan metil. Karboksilat terinkorporasi dalam fosfolipid mikroba rumen. Selanjutnya fosfolipid mikroba dihidrolisis oleh lipase pankreas. Asam lemak dan lisofosfolipid disintesa kembali menjadi fosfolipid dalam sel intestinal. Fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein). Khilomikron dan VLDL bersama dengan apolipoprotein B100 dan B-48 (McGarry 1999) yang dihasilkan oleh sel intestinal membawa asam lemak dalam fosfolipid melalui limfa. Setelah lipoprotein berada dalam vena cava apolipoprotein B-100, B-48 digantikan oleh apolipoprotein C-II yang dihasilkan oleh sel hepatiki. Setelah lipoprotein sampai di kapiler darah apolipoprotein C-II kembali ke hati, dan lipid dalam lipoprotein dihidrolisis oleh lipase lipoprotein menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak diabsorbsi oleh sel mamari, dan terakumulasi dalam pool fatty acyl-CoA dalam sel mamari (McGarry 1999).
43
Fatty acyl-CoA diinkorporasi dalam asildihidroksiasetonfosfat( ADHAP), lalu menjadi asam fosfatidat. Pelepasan fosfat dari asam fosfatidat menghasilkan diasilgliserol(DAG). Inkorporasi fatty acyl-CoA dalam DAG menghasilkan triasilgliserol (McGarry 1999). Lemak susu merupakan triasilgliserol yang terkandung dalam susu sapi. Pelepasan lemak yang disintesa dalam sel mamari dari epitelial ke lumen sangat bergantung pada fluiditas lemak. Fluiditas lemak ditunjukkan oleh indeks desaturasi yang mengindikasikan aktivitas enzim Δ9 desaturase dalam di jaringan mamari. Meskipun penurunan indeks desaturasi (ID) mengindikasikan penurunan kadar lemak susu, ID bukan sebagai petunjuk penurunan kadar lemak susu jika penurunan kadar lemak susu lebih rendah dari 20-25%. ID ialah perbandingan antara konsentrasi asam lemak produk aktivitas Δ9 desaturase (18:1) dengan jumlah konsentrasi asam lemak substrat dan produk aktivitas Δ9 desaturase (18:0 dan 18:1). Stearoyl CoA desaturase (SCD) termasuk enzim Δ9 desaturase yang mengkonversi 18:0 menjadi 18:1 (Baumgard et al. 2001). Aktifitas SCD dapat menghambat sintesa lemak dalam sel mamari (Soyeurt et al. 2008). Selain indeks desaturasi, kadar lemak juga bergantung pada konsentrasi enzim xanthine oxidase yang dihasilakan oleh organel sel retikulum endoplasma. Ketidakcukupan enzim ini dapat menghambat pelepasan droplet lemak dari apikal membran epithelial sel mamari ke lumen alveolar sehingga kadar lemak susu berkurang. Enzim ini menyelimuti dan memperlancar pelepasan droplet lemak (Vorbach et al 2002). Kadar lemak total tidak berkurang dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK berindikasi ketersediaan enzim xanthine oxidase dalam sel mamari cukup untuk melepaskan lemak dari sel mamari ke lumen alveolar dan bergabung dengan air susu sapi.
43
SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan sapi dengan pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan total nutrien tercerna 64% dengan campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metil ester kering (CMEK) dalam ransum dengan H:K 80:20 dapat menghasilkan EPA dan DHA tanpa menurunkan konsentrasi asam lemak essensial lainnya dan konsentrasi asam lemak de novo, dan kadar lemak total dalam susu sapi pada pertengahan laktasi.