Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan…. Nurhaedah M.
OPTIMALISASI LAHAN MASYARAKAT DENGAN PENERAPAN POLA USAHATANI TERPADU (Studi Kasus Bapak Sukri di Desa Mata Allo, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan)
Nurhaedah M. Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl.Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)554049, fax. (0411) 554058, e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Produkvitas lahan sangat ditentukan oleh pemilik lahan. Umumnya lahan di Kabupaten Enrekang subur dengan kondisi iklim yang mendukung. Namun, belum semua lahan dimanfaatkan secara optimal. Sukri adalah salah seorang petani yang berusaha memanfaatkan lahan secara optimal dengan pola usahatani terpadu. Pertimbangannya adalah mengusahakan komoditi yang dapat tumbuh secara optimal, bernilai ekonomi, dan komoditinya dapat dipadukan dengan komoditi lain. Informasi ini diharapkan bermanfaat baik bagi petani di lokasi tersebut maupun di tempat lain, sehingga timbul motivasi untuk memanfaatkan lahan lahan tertinggal dengan komoditi yang memberikan hasil optimal, berkesinambungan, dan lestari. Pola usaha tani terpadu dapat menambah pendapatan dengan memaksimalkan penggunaan sumberdaya. Selain itu, juga memiliki banyak pengalaman dalam memanfaatkan waktu, menangani komoditi yang berbeda, serta menjalin ikatan sosial dengan lingkungan. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu
I. PENDAHULUAN Produktivitas lahan sangat ditentukan oleh pemilik lahan, baik fisik maupun managerialnya. Lahan kering mempunyai peran yang sangat vital, baik sebagai unsur produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam lingkungannya (Ginting dan Amas, 1991). Pada umumnya lahan di Kabupaten Enrekang merupakan lahan subur dengan kondisi iklim yang mendukung, tetapi meskipun demikian belum semua lahan yang ada dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Sebagian masih merupakan lahan kosong yang 107
Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 107 - 116
belum ditanami. Oleh karena itu, masyarakat dapat menambah pendapatan dengan memanfaatkan lahan yang ada dengan berbagai usaha. Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan lahannya dengan tujuan untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992). Selanjutnya, Shinta (2011) dari beberapa pengertian usaha tani dapat disimpulkan, bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Usahatani yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan sekaligus memberi penghasilan tambahan merupakan keinginan setiap pengguna lahan. Pengelolaan lahan dengan usaha intensifikasi dan diversifikasi merupakan salah satu cara untuk mencapai hal tersebut. Pola usahatani terpadu yang dilakukan oleh Bapak Sukri di Kabupaten Enrekang kemungkinan juga telah dilakukan oleh petani di tempat lain dengan memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Hal tersebut dilakukan dengan beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Jenis tanaman yang dapat tumbuh secara optimal di daerah tersebut. 2. Jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi dan pemasaran yang baik. 3. Jenis komoditi yang mudah ditangani dan dapat dipadukan dengan komoditi lain. Informasi ini diharapkan bermanfaat, baik bagi para petani di wilayah tersebut maupun di tempat lain, sehingga memiliki ide-ide baru yang serupa tentang bagaimana mengusahakan lahan dan komoditi yang memberikan produksi optimal, berkesinambungan, dan lestari. II. KONDISI LOKASI A. Letak dan Luas Desa Mata Allo Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang memiliki luas wilayah 4,15 km2 dengan ketinggian tempat antara 1000-1500m di atas permukaan laut. Jarak Desa Mata Allo dari ibukota kecamatan 108
Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan…. Nurhaedah M.
adalah 6,0 km sedangkan jarak dari ibukota kabupaten adalah 36,0 km. Desa Allo memiliki 3 dusun dan 7 rukun tetangga (Badan Pusat Statistik, 2009). Luas areal lahan kering yang dimiliki Bapak Sukri adalah kurang lebih 3 Ha yang dikelola secara swadaya bersama keluarganya. Kemudian Bapak Sukri memperluas areal tanamannya, dan keluarga yang merupakan tetangga kebun juga banyak yang mencontoh usahatani yang dilakukan. Bahkan, beberapa waktu kemudian desa kecil itu sudah menyerupai sebuah perkampungan sutera dari kejauhan. B. Topografi Desa Mata Allo yang merupakan areal usaha Bapak Sukri secara umum adalah daerah yang berbatu dan berbukit dengan ketinggian sekitar 1000 m di atas permukaan laut (Badan Pusat Statistik, 2009). C. Iklim Rata-rata curah hujan di daerah ini adalah 1.097mm pertahun, dengan suhu rata-rata harian berkisar 23-26 o C serta kelembaban harian berkisar 69-97%. D. Pengetahuan Lahan Pola usahatani terpadu ini dimulai pada tahun 2000 an. Sebelum tahun 2000, pada lahan tersebut diusahakan tanaman semusim, seperti sayur-sayuran sebagai tanaman pokok dan sebagian lagi merupakan lahan kosong. Usahatani yang dilaksanakan pada waktu itu menggunakan cara monokultur dengan pengetahuan bertani konvensional. Pada umumnya tanaman yang diusahakan adalah: kentang, wortel, kubis, dan bawang prey. Seiring dengan perkembangan waktu dan pengalaman, tanaman sayuran tersebut hanya sebagai usaha sampingan, sedangkan tanaman lain yang diusahakan adalah murbei yang diperuntukkan sebagai pakan ulat sutera, tanaman kopi, dan rumput gajah untuk pakan ternak.
109
Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 107 - 116
III. POLA DAN TUJUAN USAHATANI TERPADU Usahatani yang dilakukan oleh Bapak Sukri sesuai dengan prinsip pada pola dan tujuan usahatani yaitu: A. Gotong Royong Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara gotong royong dengan kerabat dekat yang juga merupakan tetangga kebun. Biasanya pekerjaan dibagi atas petak lahan sesuai pemiliknya, dan selanjutnya diatur sesuai dengan kebutuhan. Pelaksanaan usahatani dilakukan secara intensif. Terdapat pengaturan waktu penanganan lahan dan juga komoditi yang diusahakan. Khusus untuk budidaya ulat sutera, waktu pemeliharaan biasanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan petani lain, sehingga prinsip gotong royong sangat dirasakan saat pengokonan ulat dan panen kokon. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartodirjo (1987) bahwa gotong royong bukan hanya khas Indonesia tetapi merupakan salah satu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris. B. Terpadu Pelaksanaan usaha dilakukan secara terpadu, yaitu dengan memilih jenis tanaman dan komoditi yang sesuai untuk lahan mereka dan dapat tumbuh secara bersamaan tetapi tidak saling mengganggu dan memberikan pendapatan secara berkelanjutan. C. Dorongan Ekonomi Dorongan ekonomi adalah dorongan atau alasan seseorang melakukan tindakan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (Legawa, 2011). Demikian pula usaha yang dilakukan oleh Bapak Sukri, semua komoditi yang diusahakan diharapkan memberikan kontribusi ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan pemiliknya. Usaha-usaha yang dilakukan di atas ditempuh dengan pelaksanaan teknik pengelolaan usaha yang terdiri dari : 1. Budidaya: Penanaman tanaman kehutanan (kayu-kayuan dan murbei sebagai pakan ulat sutera, tanaman pertanian (kopi, kakao dan sayur-sayuran) buah-buahan (pisang, pepaya) dan rumput gajah. 2. Pascapanen: Pengolahan kokon hasil budidaya ulat sutera menjadi benang melalui pemintalan dengan alat tradisional. Hal ini 110
Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan…. Nurhaedah M.
dilakukan untuk meningkatkan nilai jual dari komoditi tersebut, di samping itu, untuk mencegah supaya tidak rusak bila pembeli terlambat datang, mengingat komoditi kokon memiliki jangka waktu simpan yang singkat. 3. Budidaya dan pascapanen: Pemeliharaan sapi perah sebagai penghasil susu yang selanjutnya diolah menjadi ”dangke”(produk tradisional berbahan dasar susu) Beberapa aspek yang mendorong kegiatan usahatani terpadu antara lain : 1. Ekonomi : Memberikan pendapatan yang berkesinambungan bagi pemilik dan keluarga. 2. Ekologis : Memanfaatkan lahan yang kosong yang diharapkan : dapat menciptakan kondisi lingkungan yang lestari. 3. Sosial : Membina usahatani yang saling menguntungkan. III. KEGIATAN USAHATANI TERPADU Menurut Prajitno (2009), sistem usahatani terpadu adalah suatu sistem usahatani yang didasarkan pada konsep daur ulang biologis, yaitu usaha pertanaman, perikanan, dan peternakan. Usahatani berbasis tanaman memberikan hasil samping berupa pakan bagi usahatani peternakan. Sedangkan usaha peternakan menghasilkan pupuk dan pakan untuk perikanan. Kegiatan usahatani yang dilaksanakan oleh Pak Sukri seiring dengan hal di atas. Selain itu, juga memiliki beberapa hal yang menarik antara lain : A. Pola Usahatani Sesuai dengan kondisi lahan yang dimiliki, yang pada umumnya merupakan wilayah berbukit dan mudah terjadi erosi, maka pada lahan tersebut terlebih dahulu dibuat teras-teras yang ditanami murbei sebagai pakan ulat sutera. Sedangkan pada bagian yang datar ditanami kopi, kakao dan tanaman buah-buahan. Pinggir kebun ditanam kayu-kayuan sebagai tanaman batas lahan dan juga untuk mencegah erosi serta ditanami pula rumput gajah untuk pakan ternak. Pola tanam terpadu yang diusahakan terdiri dari tanaman pokok murbei sebagai pakan ulat sutera, tanaman pertanian seperti kopi, kakao sebagai usaha sampingan, tanaman buah-buahan 111
Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 107 - 116
sebagai tanaman sela, dan kayu-kayuan sebagai tanaman pagar dan pembatas serta pelindung tanaman kopi. Bapak Sukri juga mengusahakan sapi perah yang menghasilkan susu. Selain diolah menjadi “dangke,” juga dijual dalam bentuk susu segar. Dangke adalah sejenis makanan khas Kabupaten Enrekang yang terbuat dari susu sapi yang dibentuk menyerupai tahu dengan memasak susu segar yang ditambahkan getah daun pepaya.
Gambar 1. Kombinasi tanaman yang diusahakan pada lahan Bapak Sukri di Desa Mata Allo Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang.
Pada awalnya tanaman sayur-sayuran merupakan usaha pokok yang dilakukan, karena pada umumnya masyarakat di daerah tersebut memang berprofesi sebagai petani sayur dengan jenis tanaman kentang, wortel, kubis dan bawang. Wilayah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil sayur-sayuran yang terkenal di Sulawesi Selatan. Namun, dalam menjalankan usahanya beliau seringkali mengalami kerugian, di mana pada musim panen sayur yang serentak produksi melimpah, sedangkan harga sangat anjlok dan terkadang tidak ada pembeli. Sementara komoditi tersebut memiliki jangka waktu simpan sangat pendek dan bila terlambat diangkut akan membusuk. Bila mereka mengusahakan pengangkutan sendiri biaya yang harus dikeluarkan cukup mahal, sehingga terkadang tidak sesuai dengan pendapatan yang diterima. Usaha budidaya murbei dan ulat sutera yang dilakukan ternyata lebih menguntungkan dari segi waktu usaha yang singkat dapat menghasilkan kokon, diikuti usaha pemintalan keluarga yang dapat menambah nilai jual kokon dan jika belum terjual dapat disimpan 112
Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan…. Nurhaedah M.
dalam jangka waktu lama. Demikian pula apabila harga merosot, kokon dapat disimpan sambil menunggu harga normal kembali. Untuk menunjang kelancaran usahanya, Pak Sukri juga mendirikan kelompok tani bersama yang diketuai langsung, dimana kelompok tani tersebut juga aktif dalam usaha simpan pinjam yang berfungsi untuk menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan ulat serta menampung produk hasil usaha. Selanjutnya, komoditi dijual secara kolektif ke pengusaha, dan umumnya bila produk sudah terkumpul, pengusaha sendiri yang datang ke tempat beliau. Beberapa alasan Pak Sukri memilih komoditi sutera sebagai komoditi utama, antara lain: 1) Modal usaha tidak terlalu besar 2) Jangka waktu usaha singkat 3) Merupakan usaha padat karya 4) Penanganan mudah sehingga dapat dilakukan oleh kaum wanita. 5) Bila hasil panen kokon tidak terjual dapat diolah menjadi benang dengan alat yang sederhana sehingga produknya dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama. B. Peningkatan Usahatani Peningkatan usahatani yang dilakukan Pak Sukri dilakukan melalui beberapa upaya baik secara intensifikasi maupun diversifikasi. Intensifikasi adalah usaha meningkatkan hasil produksi dengan cara meningkatkan kemampuan atau memaksimalkan produktivitas faktorfaktor produksi yang telah ada (Rizal, 2013). Sedangkan diversifikasi usaha menurut Bettis dan Mahajan dalam Verawati (2012) adalah keanekaragaman jenis usaha baik yang saling berkaitan maupun yang tidak saling berkaitan. 1. Intensifikasi Tanaman Usaha intensifikasi yang dilakukan adalah dengan menerapkan Panca Usaha Tani, yaitu: a. Penggunaan varietas unggul untuk tanaman murbei. b. Teknik bercocok tanam yang baik melalui penerapan cara pengolahan tanah, dan kombinasi tanaman. c. Pemupukan yang disesuaikan dengan jenis dan kebutuhan tanaman. Kotoran hasil pemeliharaan ulat sutera dimanfaatkan sebagai pupuk organik. d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan sesuai kondisi. 113
Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 107 - 116
2. Diversifikasi Tanaman Di areal Pak Sukri, diusahakan beberapa jenis tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan dengan menerapkan pola tanam tumpang sari. Pada lahan utama yang sudah dibuat teras ditanami murbei sebagai pakan ulat sutera, sedangkan di lahan yang agak datar di samping lahan murbei ditanam jenis pohon-pohonan yang ditumpangsarikan dengan tanaman kopi dan kakao. Khusus tanaman murbei tidak ditumpangsarikan karena tanaman murbei merupakan jenis tanaman yang sensitif naungan (Atmosoedarjo et al., 2000). Di pinggiran lahan murbei ditanami rumput gajah sebagai pakan ternak. Penganekaragaman jenis tanaman dilakukan, selain untuk menaikkan produksi persatuan luas dan menjaga penutupan tanah, juga untuk memanfaatkan waktu luang. Pada usaha budidaya murbei dan ulat sutera terdapat waktu-waktu tertentu, di mana ulat sutera mengalami masa istirahat tidur. Pada Periode tersebut tidak ada aktivitas penanganan, sehingga waktu tersebut digunakan untuk menangani komoditi lain seperti panen kopi, panen kakao atau mengupas kulit buah kopi dan kakao yang sudah dipanen. Waktu penanganan dari komoditi-komoditi yang diusahakan tersebut agak berbeda karena pada tanaman murbei atau budidaya ulat sutera dilakukan secara intensif, di mana satu periode pemeliharaan membutuhkan waktu kurang lebih sebulan. Pak Sukri melakukan usaha budidaya ulat sutera beberapa periode dalam setahun. Jumlah box telur yang dipelihara juga tidak menentu pada setiap periode pemeliharaan, umumnya disesuaikan dengan kondisi tanaman murbei yang dimiliki. Penggunaan fasilitas rumah ulat dilakukan secara bergilir yang bertujuan untuk mengurangi prevalensi penyakit. Demikian pula daun murbei yang digunakan untuk pakan ulat sutera diambil dari lahan yang bergilir agar perawatan kebun dapat dilakukan secara bergilir pula. C. Modal Usaha Menurut Hernanto (1989) modal adalah barang atau uang yang bersama dengan faktor produksi lain, tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah : tanah, bangunan-bangunan, peralatan dan bahan, piutang di bank dan uang tunai. Modal usaha yang dimiliki Pak Sukri untuk budidaya ulat sutera dan tanaman pertanian terdiri dari lahan seluas kurang lebih 3 ha yang 114
Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan…. Nurhaedah M.
disertai rumah ulat sebanyak 1 unit untuk ulat kecil dan 3 unit untuk ulat besar, alat pengokonan bambu sebanyak 2 unit, serta peralatan kebun berupa: cangkul, sabit, linggis, parang, dan sprayer. Selain itu juga peralatan pascapanen berupa alat pemintalan kokon tradisional 1 unit dan alat pengupas kulit kopi 1 unit serta tenaga kerja. Jenis tanaman monokultur: terdiri dari tanaman murbei (budidaya ulat sutera) dan usaha tani terpadu: kopi, coklat, buah-buahan, dan ternak. D. Hasil yang Diperoleh Dalam pengelolaan usahatani terpadu tersebut semua komoditi yang diusahakan ditata pembagian waktu penanganannya menurut jenis, waktu tanam, pangkas dan panen, sehingga dapat memperoleh hasil secara berkesinambungan yaitu: kokon dan benang dari budidaya ulat sutera, kopi, kakao, pisang, pepaya dan sayur-sayuran serta susu dari ternak sapi perah. Pelaksanaan usaha tani terpadu yang dilakukan sama halnya dengan usaha tani lain pada umumnya. Besarnya penghasilan yang diperoleh sangat tergantung pada beberapa faktor, jika komoditi yang diusahakan tidak mengalami gangguan akan memperoleh hasil yang baik, namun jika terdapat gangguan terkadang hasil yang diperoleh sangat minim. Penerapan pola usahatani terpadu yang dilakukan dapat menjadi solusi jika salah satu komoditi mengalami kegagalan, maka terdapat komoditi lain yang dapat memberikan penghasilan alternatif. IV. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: pengelolaan usaha tani sutera alam dapat dipadukan dengan usaha tani lain. Pola usaha tani terpadu dapat memberikan penghasilan secara berkesinambungan, keberhasilan pola usaha sangat tergantung pada kemauan, keterampilan, hubungan sosial dan kemauan menerima inovasi baru. Petani dengan sumberdaya alam yang mendukung, antara lain lahan milik yang belum tergarap dapat menerapkan pola usahatani terpadu. Di samping meningkatkan pendapatan, juga menambah banyak pengalaman dalam memanfaatkan waktu luang, menangani komoditi yang berbeda, serta menjalin ikatan sosial dalam lingkungan. 115
Info Teknis EBONI Vol. 10 No. 2, Desember 2013 : 107 - 116
DAFTAR PUSTAKA Atmosoedarjo, S., J. Kartasubrata, M.Kaomini, W. Saleh dan W. Murdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Adiwilaga A, 1992. Ilmu Usaha Tani. Cetakan ke-III. Bandung: Penerbit Alumni. Badan Pusat Statistik, 2009. Kabupaten Enrekang dalam Angka. Enrekang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang. Ginting A. dan K. Amas., 1991. Peningkatan Pendapatan Petani dari Sistem Usaha Tani Terpadu. Studi Kasus Usaha Tani H.Usup di Desa Pamulihan Kecamatan Rancakalong, Sumedang. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Hernanto P, 1989. Ilmu Usahatani. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kartodirjo, 1987. Gotong royong saling menolong dalam pembangunan masyarakat Indonesia dalam Nat J.Callette dan Umar Kayam (ed) kelembagaan dan pembangunan sebuah pendekatan terhadap antropologi terapan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor. Legawa W.I., 2011. Tindakan, Motif dan Prinsif Ekonomi. http://www.crayonpedia.org. Diunduh 20 Agustus 2013. Prajitno D, 2009. Sistem usahatani terpadu sebagai modal pembangunan pertanian berkelanjutan di tingkat petani. Pidato penyuluhan jabatan guru besar pada Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta Rizal M, 2013. Pengertian Intensifikasi. www.winapedia.org. Diakses 12 Agustus 2013. Shinta A, 2011. Ilmu Usahatani cetakan pertama. Malang: Universitas Brawijaya Press. Verawati D, 2012. Pengaruh diversifikasi operasi, diversifikasi geografis, laverage dan struktur kepemilikan terhadap manajemen laba (Skripsi). Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro.
116