Potensi Pemanfaatan Limbah Peternakan Sapi Potong Melalui Teknologi Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif Rakyat Pedesaan di Lahan Marginal “Studi Kasus di Desa Bandung Kabupaten Gunungkidul” Andi Febrisiantosa, Satriyo Krido Wahono, Putut Irwan Pudjiono Staff Peneliti UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – LIPI Desa Gading Kecamatan Playen Kab. Gunungkidul – Yogyakarta E-mail :
[email protected] Telp/Fax : (0274) 392570
Abstrak Upaya pemanfaatan teknologi dan pencarian sumber energi alternatif terbarukan sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi semakin menipisnya persediaan minyak bumi. Salah satu teknologi yang dapat dikembangkan adalah teknologi pemanfaatan biogas khususnya skala rakyat pedesaan. Penelitian tentang produksi biogas dari kotoran sapi telah banyak dilakukan namun usaha untuk pemanfaatannya sebagai sumber energi keluarga di pedesaan masih perlu diupayakan. Pada kegiatan penelitian ini telah diusahakan untuk mengembangkan sistem penyediaaan energi keluarga melalui usaha beternak. Biogas diproduksi menggunakan pencerna (digester) berkapasitas 4,84 m3 dengan kotoran yang berasal dari 2 ekor sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencerna tersebut telah menghasilkan sumber energi biogas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi keluarga dengan 2 anak untuk keperluan memasak. Proses pembentukan biogas tersebut juga menghasilkan produk samping berupa pupuk cair dan padat yang lebih sesuai untuk digunakan di lahan marginal daripada pupuk kimia buatan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kotoran sapi melalui teknologi biogas berpotensi diterapkan untuk membantu penyediaan energi alternatif terbarukan bagi masyarakat pedesaan khususnya di daerah marginal, sebagai contoh seperti yang diterapkan di peternak Desa Bandung Kabupaten Gunungkidul. Kata Kunci : Kotoran Sapi, Biogas, Energi, Lahan marginal I.
Pendahuluan Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki banyak sumber daya yang berasal dari
sektor agraris yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Salah satu yang sudah dapat diimplementasikan di masyarakat adalah pemanfaatan teknologi pembuatan biogas untuk bahan bakar. Pembuatan biogas ini sudah umum dikenal berasal dari kotoran ternak sapi. Pemanfaatannya di masyarakat masih terus dikembangkan untuk dilakukan khususnya di masyarakat pedesaan. Pemanfaatan biogas untuk bahan bakar dapat dilakukan oleh peternak sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak tanah bagi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
1
Contoh pengembangan unit biogas skala pedesaan di negara berkembang adalah seperti yang dilakukan di India. Negara tersebut mengenal Teknologi pembuatan biogas sebagai salah satu penerapan teknologi biomass (Hall, 1993). Untuk menyebarluaskan teknologi tersebut ke masyarakat, maka dibuat unit-unit biogas skala kecil di pedesaan. Secara teori, teknologi ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Secara praktis, penerapan teknologi ini merubah pola hidup dan kebiasaan masyarakat sehari-hari sehingga menimbulkan respon positif maupun negatif dari masyarakat. Pada awalnya pemerintah India mencanangkan program penyebarluasan teknologi biogas untuk skala pedesaan dengan memasang 200.000 unit pembuatan biogas. Setelah itu, manfaatnya mulai terasa dan penerapan teknologi tersebut terus berkembang. Sampai saat ini telah terpasang lebih dari 2,6 juta unit pembuatan biogas di seluruh India. Unit biogas dengan skala besar pertama dibangun tahun 1975 melalui All India Co-Ordinated Biogas Programme (AICBP). Energi gasbio sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena teknologi pembuatannya relatif sederhana dan menghasilkan energi yang murah dan bersih serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, hasil ikutannya adalah berupa pupuk organik yang tinggi mutunya. Sedangkan keuntungan lainnya antara lain berupa pemeliharaan lingkungan, kesehatan masyarakat, penggunaan sumber daya lokal, pemanfaatan kembali limbah, serta merupakan salah satu alternatif pengembangan sumber daya energi yang dapat diperbaharui. Penelitian tentang pembuatan biogas serta optimasinya dari kotoran sapi sudah banyak dilakukan. Implementasi pemanfaatan limbah ternak tersebut di peternakan lahan marginal perlu pula dilakukan. Limbah ternak sapi sebagai bahan dasar pembuatan biogas mudah didapat terlebih lagi di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya memiliki ternak sapi peliharaan. Maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana potensi pemanfaatan limbah ternak sapi khususnya di peternak rakyat di lahan marginal sebagai sumber energi alternatif keluarga dengan teknologi model pembuatan biogas.
Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
2
II.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan di desa Bandung Gunungkidul Yogyakarta. Diterapkan suatu
model percontohan instalasi biogas di peternak skala rakyat. Selanjutnya dilakukan uji pemanfaatan biogas untuk sumber pengganti bahan bakar minyak yaitu uji memasak oleh keluarga peternak tersebut. Tahap pertama dilakukan survey pada salah satu peternak rakyat di desa Bandung Playen Gunungkidul yang memiliki ternak sapi peliharaan 2-6 ekor. Kemudian dilakukan wawancara untuk mengetahui data keluarga serta kebutuhan pemakaian minyak tanah sebagai bahan bakar memasak sehari-hari. Setelah itu dilakukan survey lahan pemeliharaan ternak sapi milik keluarga tersebut serta pengamatan jumlah produksi kotoran sapi yang dipelihara. Tahap selanjutnya adalah perancangan model instalasi biogas serta pembangunan model instalasi tersebut. Model tersebut dibuat berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak, jumlah kotoran yang dihasilkan dari ternak sapi, dan luas lahan yang dimiliki oleh peternak tersebut. Digester biogas yang dibuat berkapasitas 4,84 m3 menggunakan type tangki terapung. Kotoran yang berasal dari kandang ternak sapi dialirkan ke tangki pencerna. Pengujian pemanfaatan biogas dilakukan dengan pengujian memasak sehari-hari.
III.
Hasil dan Pembahasan A. Potensi Kotoran Sapi di Peternak Rakyat untuk Biogas di lahan marginal Lahan Marginal / lahan kering marginal adalah Lahan kering yang kondisi fisik
dan kimianya tidak mendukung untuk diusahakan bagi budidaya tanaman, terutama tanaman pangan tanpa perlakuan. Biasanya penduduk di lahan marginal banyak mengalihkan mata pencahariannya ke sektor peternakan seperti yang terjadi di Gunungkidul. Penduduk di lahan marginal khususnya di Gunungkidul sangat gemar memelihara ternak. Jenis ternak yang biasa dipelihara adalah sapi potong. Data tahun 2002 menunjukkan bahwa populasi ternak sapi potong di kabupaten Gunungkidul DIY berjumlah 102.212 ekor, yaitu 50% jumlah populasi ternak sapi potong di propinsi DIY. Jika setiap ekor ternak berbobot rata-rata 400 kg mengeluarkan kotoran sebanyak 5% dari berat tubuhnya yaitu 20 kg/hari/ekor maka kotoran yang dihasilkan setiap harinya adalah 2.044.240 kg. Hasil studi lapangan diambil satu keluarga peternak dengan data sebagai berikut : Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
3
Tabel.1. Data Sampel Keluarga Peternak di Desa Bandung Playen Gunungkidul No.
Keterangan
1.
Nama KK
Mugiman
Usia
43
Alamat
Desa Bandung Kec Playen Kab Gunungkidul
2.
Jumlah anggota keluarga
4 orang
3.
Jumlah kepemilikan ternak sapi
4 ekor
4.
Berat rata-rata ternak sapi
5.
Luas kepemilikan lahan pekarangan
6.
Keperluan minyak tanah untuk memasak
370,32 kg 700 m2 1 liter/hari
Tumpukan kotoran tersebut sangat potensial menjadi energi yang berguna bagi kehidupan jika dimanfaatkan dengan cara yang tepat. Setiap harinya hewan ternak sapi potong mengeluarkan kotoran segar sebanyak 5-8% dari berat tubuhnya. Kotoran dalam bentuk bahan kering yang dihasilkan setiap harinya 0,6 sampai 1,7% dari berat tubuh (Bewick, 1980). Berdasarkan teori tersebut, dapat diasumsikan perhitungan jumlah kotoran yang dihasilkan ternak sapi milik Pak Mugiman adalah 4 ekor X 370,32 kg X 7% = 104 kg/hari
Tabel 2. Karakteristik kotoran ternak sapi potong Variabel
Unit Pengukuran (Kg/hari/1000Kg) 75-90 85% 1,0-1,6
Jumlah Kadar air BOD Padatan total volatile suspended Nitrogen Total Ammonia Phospor pH (sumber : Merkel, 1991) Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
7-12 5,9-10,2 0,26-0,40 0,11 0,18 7,3
4
Selama ini kotoran sapi potong tersebut hanya dibuang atau dialirkan ke kolam penampungan terbuka atau menggunakannya sebagai pupuk kandang dengan cara disebar begitu saja di lahan milik peternak. Jika kotoran sapi menumpuk maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap, pencemaran air tanah oleh nitrogen dan membantu penyebaran penyakit. Proses pembuatan biogas memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah menghasilkan energi terbarukan, menghasilkan produk sampingan pupuk yang berkuailtas, ramah lingkungan, mengurangi jumlah karbondioksida dan metan yang terserap dalam air tanah. Konversi 300 kg kotoran ternak dapat menghasilkan 170 m3 biogas dalam waktu 60 hari. Maka dengan jumlah sapi 4 ekor, berpotensi menghasilkan biogas sejumlah 2,26 m3 dengan retensi waktu yang lebih singkat. Kotoran sapi yang semula dibuang dapat termanfaatkan secara maksimal.
B. Pemanfaatan Kotoran Sapi Potong Untuk Produksi Biogas Hal penting yang perlu diperhatikan jika akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas untuk rumah tangga selain ketersediaan kotoran sapi yang cukup adalah syarat teknis pembuatan dan manajemen pengaturan kotoran yang akan diolah. Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan kotoran ke dalam digester serta selang waktu proses menjadi biogas sampai bisa dimanfaatkan untuk memasak perlu pula diperhitungkan. Sebuah contoh estimasi yang didasarkan pada perhitungan volume digester menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengisi digester dengan volume 1m3 adalah 7-10 menit (Van Buren 1979, United Nation 1984). Semakin besar volume digester semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk proses pengisiannya. Banyaknya jumlah ternak sapi yang dibutuhkan untuk membuat sebuah instalasi biogas dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu banyaknya kotoran yang dikeluarkan oleh ternak sapi dan banyaknya jumlah kotoran yang dapat dikumpulkan (Motavalli et al. 1994). Jika sebuah keluarga peternak memiliki 4 ekor sapi yang menghasilkan kotoran sebanyak 100 kg maka setiap pengisian bahan memerlukan waktu 3 menit. Hal tersebut dapat dilakukan tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Berikut ditampilkan rancangan digester biogas.
Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
5
selang bening
50 Cm Pressure gauge
200 cm
setop kran
180 Cm 60 cm 15 Cm 1,22 m
4" 404 Cm
1,32 m
.
Gambar 1. Rancangan Digester Biogas Kapasitas tampung digester yang diinstalkan adalah 4,84 m3, didasarkan pada jumlah kotoran yang dihasilkan oleh ternak sapi yang dimiliki peternak yaitu 104 kg per hari. Kotoran sapi yang berasal dari kandang langsung dialirkan melalui parit ke bak pengadukan, setelah bahan merata, campuran dimasukkan ke dalam tangki pencerna melalui pipa masukan bahan. Terbentuknya gasbio terutama gas metana, sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme. Model yang dilakukan pada penelitian ini tidak menambahkan starter, artinya proses dibiarkan alami pada bakteri endegenous yang terdapat dalam campuran kotoran. Pada sistem biologis, mikroorganisme memanfaatkan limbah untuk mensintesis bahan selular baru dan menyediakan energi untuk sintesis. Proses pembentukan gasbio meliputi tiga tahap. Pada tahap pertama, terjadi proses hidrolisis enzimatis terhadap polimer sehingga terbentuk monomer terlarut. Proses ini melibatkan berbagai macam bakteri yang menghasilkan enzim selulolitik, lipolitik, dan enzim proteolitik. Substrat di dalam digester yang terdiri atas karbohidrat, protein, lipida, dan bahan anorganik dipecah menjadi monomer terlarut. Pada tahap kedua, monomer hasil proses hidrolisis akan menjadi substrat pada proses pembentukan asam, produk utama yang dihasilkan adalah berupa asam asetat, asam propionat, dan asam laktat. Produk lainnya berupa gas hidrogen, karbondioksida, dan alkohol sederhana. Pada tahap ketiga bakteri metanogenik mengubah asam asetat, CO2, dan gas H2 menjadi gas metana. Asam formiat juga bisa diubah menjadi metana, tetapi asam formiat tidak selalu
Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
6
dihasilkan pada proses fermentasi anaerob. Bakteri metanogenik terbatas kemampuannya dalam mengubah substrat. Satu spesies bakteri hanya bisa mengubah asam asetat menjadi metana, sedangkan spesies lainnya hanya bisa memproduksi metana dari H2 dan CO2. Metana juga dapat dihasilkan dari reduksi metanol, yang merupakan hasil samping dari penguraian karbohidrat. Asam asetat merupakan substrat utama bagi bakteri metanogenik, 70% dari gas metana yang dihasilkan (NAS, 1977).
Gambar 2. Model Tangki Pencerna (Digester) Unit Pembuatan Biogas
Proses pembentukan gasbio dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi anaerob, substrat, pH, suhu, pengadukan, kadar air, konsentrasi padatan, nisbah C/N, bahan beracun, dan lama masa fermentasi substrat dalam digester (Bughiarello, 1981). Pada pembuatan gasbio bakteri anaerob bekerja optimal pada pH antara 7,0 sampai 7,2, dan suhu optimal pada kisaran 150-350C (mesophilic range). Mikroorganisme penghasil gasbio memerlukan substrat dengan kadar air 90 % dan kadar padatan 8-10 % serta nisbah C/N pada kisaran 20-30. Berdasarkan hal tersebut, kondisi lingkungan di gunungkidul sudah sangat mendukung untuk pembuatan biogas, ini dibuktikan dengan sudah terbentuknya gas pada hari ke-3 pengisian tangki pencerna. Pengadukan dilakukan dengan cara memasuk keluarkan bambu melalui pipa masukan bahan. Tujuan pengadukan ini adalah untuk menghilangkan scum di permukaan, menjadikan suhu Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
7
digester merata, melepaskan CO2 dari substrat sehingga dapat menurunkan pH, serta meningkatkan kontak antara mikroorganisme dengan substrat. (House, 1981). Dinding tangki pencerna biogas terbuat dari bahan beton. Penampung gas terbuat dari bahan plat besi dengan tebal 2 mm, tujuannya adalah agar terdapat tekanan dari terhadap gas yang dihasilkan dan agar waktu penggunaannya lebih lama. Bahan tersebut dipilih dengan pertimbangan keamanan dan usia pemakaian. Tangki pencerna dan penampung gas dibuat dalam satu tempat agar menghemat biaya dan efisiensi penggunaan lahan. Gas yang dihasilkan langsung dihubungkan dengan kompor melalui selang plastik. Hasil sampingan yang didapat dari proses pembuatan biogas ini bahan berbentuk cair dan padat sisa pembentukan biogas. Bahan tersebut keluar dari tangki pencerna dan ditampung dalam bak pengeluaran berukuran 2 m3. Bahan tersebut memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada unit biogas penelitian ini, sisa hasil pembuatan biogas yang berbentuk cair, setiap harinya sebanyak 25 liter disiramkan ke pekarangan untuk menyirami tanaman hias. Hal ini dirasakan bermanfaat oleh peternak yang bersangkutan karena tanaman peliharaannya menjadi lebih subur. Pupuk cair yang dihasilkan sangat cocok untuk lahan seperti di daerah Gunungkidul.
C. Peran Biogas Sebagai Energi Alternatif Rumah Tangga Keluarga Pak Mugiman dengan anggota 4 orang memerlukan minyak tanah sebagai bahan bakar memasak sebanyak 1 liter setiap harinya. Dalam satu bulannya keluarga tersebut mengeluarkan biaya sebanyak Rp. 90.000,- untuk bahan bakar minyak. Hasil pengamatan terhadap uji pemanfaatan hasil biogas untuk memasak adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Pemanfaatan Biogas dari Kotoran Sapi Untuk Memasak Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
8
Tabel 3. Hasil Penggunaan Biogas di Keluarga Peternak Waktu pengujian Hari/tanggal Kamis / 9 Maret 2006
Lama Uji Memasak (menit) 105 menit
Senin / 13 Maret 2006
135 menit
Selasa / 21 Maret 2006
110 menit
Senin / 3 April 2006
150 menit
Keterangan air 4 liter nasi 0,5 liter air 4 liter nasi 0,5 liter sayur 1 liter menggoreng krupuk, tahu,tempe air 4 liter nasi 0,5 liter menggoreng krupuk, tempe nasi 0,5 liter air 4 liter menggoreng tahu memasak sayur
Data di atas menunjukkan bahwa biogas yang dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak sapi di rumah keluarga tersebut sudah dapat termanfaatkan. Terlihat bahwa waktu regenerasi biogas yang dihasilkan untuk dapat digunakan kembali rata-rata adalah 10 hari. Pemanfaatan biogas yang dihasilkan belum dapat dilakukan setiap hari karena terbatasnya volume penampungan gas. Berdasarkan hasil pengujian, pada saat volume penampung gas penuh sampai gas habis, kompor dapat menyala selama 240 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan gas kembali sampai penampung gas penuh adalah 10 hari. Namun secara praktis, setiap 3 hari sekali, biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak tanpa harus menunggu tangki penampung gas penuh. Artinya jika keluarga tersebut ingin memanfaatkan biogas untuk keperluan memasak setiap hari maka dibutuhkan 3 buah penampung biogas. Sedangkan jumlah ternak yang dimiliki sebanyak 4 ekor sudah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku kotoran sapi untuk pembuatan biogas.
IV.
Kesimpulan 1. Biogas dapat diimplementasikan sebagai alternatif sumber energi skala rumah tangga di peternakan rakyat khususnya di lahan marginal.
Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
9
2. Sistem penyediaan energi rumah tangga dari biogas dapat diterapkan untuk keluarga dengan jumlah anggota 4 orang dan kepemilikan sapi 4 ekor. 3. Upaya optimasi penerapan sistem penyediaan energi alternatif biogas untuk rumah tangga peternak di lahan marginal masih perlu ditingkatkan. Daftar Pustaka Bewick, M.W.M. 1980. Handbook Of Organic Waste Conversion. Van Nostrand Reinhold. New York. Bughiarello, George., Harrison Brown, Fletcher L. Byrom. 1981. Energy For Rural Development (Renewable Resource and Alternative Technologies for Developing Countries). National Academy Press. Washington D. C. Hall, D.O. 1993. Biomass Energy. Renewable Energy : Prospects For Implementation. T. Jackson Stockholm, Stockholm Environmental Institute (SEI) House, D. 1981. Biogas Handbook. Peace Press Inc. Culver City. California. Motavalli, P.P., R. P. Singh and M. M. Anders. 1994. Perception and Management of Farmyard Manure in the Semi Arid Tropics of India. Agricultural Systems (46) National Academy 0f Science. 1977. Methane Generation From Human, Animal, and Agriculture Waste. National Academy Press, Washington D.C. United Nations. 1984. Updated Guidebook On Biogas Development. New York. United Nations. Van Buren, A., Ed. 1979. A Chinese Manual, Popularising, Technology in The Countryside. London. Intermediate Technology Publications
Seminar Call For Paper – Temu Nasional V FAM-PII Yogyakarta, 5-7 Mei 2006, ISBN : 979-25-8870-1
10