STUDI PERFORMANSI BASIC PROCESS CONTROL SYSTEM (BPCS) DAN SAFETY INSTRUMENTED SYSTEM (SIS) PADA AMMONIA STORAGE TANK DI PT. PETROKIMIA GRESIK - INDONESIA Nukman Haris, Imam Abadi, ST., MT. Jurusan Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111 ABSTRAK Ammonia storage tank merupakan tangki yang berfungsi untuk menampung ammonia liquid sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea di PT. Petrokimia Gresik. Operator dilapangan seringkali melakukan manual control untuk menjaga kestabilan proses karena performance control system dan safety instrumented system yang kurang baik. Agar dinamisasi proses yang terjadi pada ammonia storage tank dapat berjalan stabil maka perlu diperhatikan kehandalan instrument pada control system dan safety instrumented system. Pada penelitian ini dilakukan simulasi dan pengujian pada existing control system dan existing safety instrumented system berdasarkan data real plant proses dan dengan metode fault tree analisys. Untuk meningkatkan performance dari existing control system dan safety instrumented system maka dilakukan desain retrofit sehingga proses dapat berjalan stabil terhadap dinamisasi proses. Dari desain retrofit yang dilakukan telah didapatkan nilai performansi terbaik dari control system dengan self – tuning parameter adalah Kp = 88.5, Ti = 100 dan Td = 42.5 dan menghasilkan Mp = 33.3%, Ess = 0.011, dan Ts = 480 menit, sedangkan untuk safety Instrumented system dihasilkan nilai PFD 0.001218 dan nilai RRF sebesar 820.9. Sesuai dengan ANSI/ISA 1984 dapat dikategorikan SIL 2. Kata kunci : Ammonia storage tank, existing control system, existing safety instrumented system, desain retrofit, Mp, Ess, Ts, PFD, dan RRF. BAB I 1.1 Pendahuluan
Ammonia storage tank pada pabrik unit 2 di PT. Petrokimia Gresik merupakan suatu tangki yang digunakan untuk penyimpanan amoniak cair (NH3) yang berasal dari suplai produksi amoniak pabrik unit 1 dan suplai amoniak melalui kapal tangker. Pada ammonia storage tank tersebut terdapat very low level alarm dan very high level alarm yang berfungsi sebagai safety instrumented system. Ketika terjadi trip alarm pada very low level alarm maka level indicator controller akan mengirimkan sinyal untuk memerintahkan transfer pump agar berhenti sehingga menghentikan proses transfer amoniak yang diambil dari ammonia storage tank. Very low level alarm pada ammonia storage tank didesain dengan ketinggian 120 cm dari dasar tangki, hal ini bertujuan agar tidak terjadi vacuum ammonia pada tangki yang dapat menyebabkan menyusutnya ammonia storage tank tersebut ketika pompa belum berhenti untuk mendistribusikan amoniak dari ammonia storage tank. Sedangkan untuk high level alarm ketika terjadi trip alarm akan mengirimkan sinyal pada transfer pump yang mendistribusikan ammonia liquid menuju amomnia storage tank
untuk berhenti dan juga menutup control valve pada pipa distribusi amoniak yang menuju pada ammonia storage tank. Pada proses pengendalian level yang terjadi di ammonia storage tank ini juga dipengaruhi oleh variabel pressure, sehingga pada ammonia storage tank ini juga dipasang pressure indicator low dan pressure indicator high. Setting pressure pada kondisi normal proses adalah pada range 20gr/cm2 – 70gr/cm2, dan sistem kontrol pressure pada tangki adalah ketika variabel pressure mencapai 45gr/cm2 maka akan mengaktifkan kompresor 1 secara otomatis, kemudian ketika pressure mencapai 60gr/cm2 akan mengaktifkan kompressor 2 dan ketika tekanan mencapai 75gr/cm2 akan secara otomatis mengaktifkan kompressor 3. Pada sistem kontrol proses di ammonia storage tank ini terdapat 3 kompressor yang bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai pressure apabila terjadi fluktuasi nilai pressure. Apabila nilai pressure masih terus naik sampai pada 90gr/cm2 maka ammonia vapor akan dibakar oleh ammonia incenerator agar pressure ammonia bisa turun sampai proses kembali menjadi stabil.
Ketidakstabilan dari sistem kontrol pada ammonia storage tank adalah menjadi permasalahan bagaimana menjaga level ammonia liquid yang dipengaruhi oleh variable pressure tersebut tetap stabil sehingga seringkali automatic system control harus diubah menjadi manual control. Pada setiap pengisian ammonia liquid yang berasal dari kapal (unloading kapal) yang dilakukan setiap minggu sekali (dalam satu minggu pengisian berlangsung selama 4- 5 hari) hampir selalu terjadi fluktuasi pressure pada ammonia storage tank, fluktuasi pressure ini juga diikuti dengan kenaikan nilai temperatur sehingga apabila control system dilakukan secara otomatis maka dipastikan akan menghentikan proses pengisian ammonia liquid pada ammonia storage tank. Hal ini dikarenankan secara otomatis flow control valve akan menutup apabila nilai pressure dan temperatur dari ammonia liquid pada ammonia storage tank melebihi batas toleransi, sedangkan level ammonia liquid pada ammonia storage tank masih rendah atau proses distribusi belum sepenuhnya selesai. Oleh karena itu operator seringkali menggunakan manual control pada waktu proses pengisian ammonia liquid dari kapal menuju ke ammonia storage tank. Hal lain yang menyebabkan keadaan berbahaya pada ammonia storage tank adalah ketika sumber listrik dari PLN mati sehingga memungkinkan distribusi ammonia liquid menuju ammonia storage tank masih terus berjalan sehingga dapat mencapai high level alarm. Sedangkan UPS yang digunakan sebagai electric power backup baru dapat aktif dalam waktu 15 menit yang digunakan untuk menutup control valve dan menghentikan transfer pump yang mendistribusikan amoniak menuju ammonia storage tank . Untuk mencegah terjadinya over volume pada ammonia storage tank maka Control valve dieksekusi secara manual sehingga proses transfer ammonia liquid berhenti sedangkan ammonia vapor dengan pressure yang tinggi akan dibakar melalui ammonia incinerator untuk mencegah terjadinya keadaan berbahaya pada tangki dikarenakan sudah melewati batas very high level dan very high pressure. Kondisi ini apabila terjadi berulang – ulang akan menyebabkan perusahaan menanggung kerugian yang tidak sedikit dikarenakan banyaknya ammonia yang hilang tetapi bukan
digunakan untuk produksi dalam proses yang berlangsung. Salah satu tool yang digunakan untuk menilai performansi keamanan sistem kontrol adalah Safety Integrity Level (SIL) dari tiap – tiap safety instrumented function. SIL merupakan nilai ukur dari performansi Safety Instrumented System (SIS) yang dihubungkan dengan device yang berkonfigurasi dengan SIS dalam rangka untuk mereduksi suatu resiko yang terjadi. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa kesalahan yang terjadi pada ammonia storage tank, maka pada penelitian ini akan menggunakan metode fault tree ananlysis (FTA). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka akan timbul beberapa permasalahan sebagai berikut : • Dinamika proses distribusi ammonia liquid menuju dan keluar ammonia storage tank. • Pemodelan sistem interlock pada safety instrumented system yang melengkapi desain control system di ammonia storage tank. • Pengujian desain retrofit terhadap basic process control system serta safety instrumented systemnya pada ammonia storage tank 1.3 Batasan Masalah Pendekatan masalah dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah : • Study kasus dalam tugas akhir ini adalah ammonia storage tank di PT. Petrokimia Gresik • Pengambilan data dilakukan ketika normal operation. • Basic process control system (BPCS) di ammonia storage tank berorientasi pada pengendalian level yang dipengaruhi oleh variabel pressure pada normal operation. • Safety instrumented system (SIS) pada ammonia storage tank berorientasi pada keadaan overlevel dan overpressure. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : • Melakukan desain retrofit pada existing control system dan safety instrumented system berdasarkan evaluasi yang
dilakukan untuk mencapai tingkat safety integrity level (SIL) yang sesuai dengan dinamisasi proses yang berlangsung pada ammonia storage tank. BAB II Teori Penunjang 2.1Aksi pengendalian PID Aksi pengendalian yang dipakai dalam sistem pengendalian dapat ditentukan dari respon sistem pada saat diberi masukan. Dalam pengendalian ada banyak aksi pengendalian diantaranya pengendali proporsional (P), integral (I), dan differensial (D), atau gabungan dari ketiga pengendalian tersebut. Controller PID merupakan algoritma control konvensional yang banyak digunakan dalam berbagai unit pengendalian proses karena mempunyai struktur yang relatif sederhana dan performansi yang baik pada daerah operasi yang luas.
berosilasi, sedangkan Kp yang besar akan meninggaakan offset yang besar juga. • Ti bermanfaat untuk menghilangkan offset tetapi juga cenderung membawa sistem menjadi lebih sensitf dan lebih mudah berosilasi • Td yang besar akan membawa unsur D menjadi lebih menonjol sehingga respon sistem kontrol cenderung cepat, sedangkan Td yang kecil kurang memberi nilai ekstra pada saat – saat awal. Konsep dasar SIL (Safety integrity level) SIL (Safety integrity level) merupakan standart minimal persyaratan safety untuk mencapai tingkat keamanan atau tingkat pengurangan resiko suatu plant ketika terjadi failure pada waktu proses sedang berlangsung. SIL diimplementasikan pada Safety Instrumented System yang digunakan untuk menentukan sejauh mana sistem pada suatu proses dapat tetap beroperasi atau memutuskan untuk shutdown ketika terjadi failure. Keputusan tersebut adalah berdasarkan dari probability of failure on demand yang dihasilkan oleh majority voting apabila desain dari safety instrumented yang dipakai adalah 2oo3 / TMR atau 2oo4 / QMR. Berikut ini salah satu metode kuantitatif untuk menentukan PFD dari sebuah SIF :
Gambar 1 Diagram blok pengendali PID Keluaran kontroller PID merupakan penjumlahan dari keluaran kontroller proporsional, kontroller integral dan kontroller differensial. Gambar di atas menunjukkan hubungan input dan output pada mode control PID. Karakteristik kontroller PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penngaturan nilai konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetting lebih menonjol dibanding yang lain sehingga konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi lebih dominan pada respon sistem secara keseluruhan [Frans Gunterus: Falsafah dasar pengendalian proses]. Pengaruh nilai Kp, Ti dan Td pada respon sistem adalah : • Kp yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung membawa loop
PFD AVG _ element = RRF =
λelement × Ti element 2
............(1)
1 .............................................(2) PFD
Dimana : λ = laju kegagalan (failure rate) suatu peralatan Ti = Test interval (Ti) RRF = Risk Reduction Factor 2.2 Konsep reliability Reliability dapat dimaknai sebagai kehandalan atau kemampuan dari suatu komponen atau sistem untuk bekerja sesuai dengan standart normal operation, dan dalam arti luas dapat dihubungkan dengan sistem yang andal, berjalan dengan baik, dan sistem yang tidak mengalami kerusakan/kegagalan. Kualitas suatu produk akan dinilai jika dapat melakukan fungsinya dengan memuaskan sesuai dengan yang dikehendaki. Faktor yang memberi kontribusi terhadap tingginya harga suatu produk adalah kesesuaian, mudah
penggunaan, keamanan, estetika dan kehandalan (reliability). Salah satu aspek yang mempengaruhi keberhasilan pada proses produksi adalah kehandalan dari komponen, sub-sistem, atau sistem produksi untuk tidak mengalami kegagalan dalam jangka waktu tertentu. Penerapan teori kehandalan dapat membantu untuk memperkirakan peluang dari suatu komponen, sub-sistem, atau sistem untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam jangka waktu tertentu pada kondisi tertentu. Konsep fundamental kehandalan adalah fungsi laju bahaya (hazard rate functions), λ(t). fungsi laju bahaya memberikan cara alternatif dalam menjelaskan distribusi kegagalan. Kehandalan menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi biaya pemeliharaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan maksimal dalam suatu periode tertentu. Reliability (kehandalan) dapat didefinisikan sebagai probabilitas atau kemampuan dari sebuah sistem untuk menjalankan fungsinya dalam suatu periode waktu t. Untuk menunjukkan hubungan ini secara matematis maka dapat ditentukan bahwa T (continous random variable) sebagai waktu dari sebuah sistem (komponen) untuk melakukan kegagalan, dimana T ≥ 0. Maka nilai reliability (keandalan) dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 2 Kurva hubungan laju kegagalan dan waktu Sebuah hazard rate yang partikuler dapat menentukan fungsi keandalan yang unik, sebagai berikut :
λ (t ) =
− dR(t ) 1 ⋅ ...............................(5) dt R(t )
Atau
λ (t )dt =
− dR(t ) ......................................(6) R(t )
BAB III Metodologi Penelitian 3.1 Model Matematis Ammonia storage tank Secara skematis, proses yang terjadi pada ammonia storage tank dapat digambarkan seperti dibawah ini :
R (t ) = Pr{T ≥ t} .........................................(3) Dengan R(t) ≥ 0, R(0) = 1, dan lim t →∞ R(t ) = 0 . Untuk sebuah nilai t, R(t) adalah probabilitas bahwa time to failure lebih besar atau sama dengan t. Jika dapat ditentukan
F (t ) = 1 − R (t ) = Pr{T < t} ......................(4) 2.3 Konsep laju kegagalan (Failure rate) Dimana λ(t) diketahui sebagai instantaneous hazard rate atau failure rate function. Failure rate function λ(t) memberikan alternatif dalam menentukan distribusi kegagalan. Dalam beberapa kasus failure rate dapat memiliki tiga karakteristik yaitu IFR, DFR, dan CFR tergantung dari keadaan λ(t) itu sendiri.
Gambar 3 Skema proses pada ammonia storage tank Penurunan model proses pada ammonia storage tank dilakukan dengan beberapa asumsi : Menggunakan hukum kekekalan energi, dalam tangki tidak ada energi yang dihasilkan, temperatur dan tekanan di dalam drum dianggap homogen, dan bentuk dari ammonia storage tank berupa gabungan antara setengah bola dan sebuah
tabung dengan diameter sama yang di dalamnya berupa ruang kosong. Berdasarkan asumsi pertama diperoleh : d d d d (Estorage) = (Einput ) + (Egenerated) − (Eoutput) dt dt dt dt (1) Dengan mengunakan asumsi kedua, dan menurunkan persamaan 1 maka diperoleh:
ρcT
d d (Vtotal ) = {ρlq hlq − ρvp hvp } (Vlq ) dt dt
(2) • • • • • d 1 (Vlq)= {mfahfa +mfhhfh −mst hst −mthhth −mfphfp} ρlqhlq −ρvphvp dt
Gambar 5 Model level transmitter pada simulink matlab Demikian juga untuk pressure transmitter prinsip pemodelannya hampir sama dengan level transmitter sehingga transfer function adalah : Po KP P 0 .1 (s) = dan o = Pi τ P s +1 Pi 0.57 s + 1
(3) 3.3 Pemodelan Control valve Untuk mengontrol laju ammonia • • • • • liquid yang masuk ke dalam ammonia storage d 1 (Vlq) = {mfa hfa +mfh hfh −mst hst −mth hth −mfp hfp} tank digunakan control valve yang dt ρlqhlq −ρvphvp memanipulasi laju aliran yang masuk. Dari asumsi keempat diperoleh :
3.2 Pemodelan Sensor Untuk mengukur level fluida dalam ammonia storage tank maka digunakan suatu sensor yang disebut level transmitter yang bertipe DP level transmitter (LT – 856) yang mengukur level fluida dengan memanfaatkan perbedaan tekanan dan mentransmisikannya dalam bentuk sinyal elektrik yang besarnya 420 mA.
Gambar 4 Diagram Blok Control Valve Adapun transfer functionnya dapat didekati dengan persamaan :
CVo GCV (s) = CVi τ CV + 1
Gambar 5 Diagram Blok Control Valve Gambar 4 Diagram Blok Level transmitter LT – 859 Secara umum, transfer function dari level transmitter dapat didekati dengan menggunakan sistem orde 1 sebagaimana persamaan berikut ini :
Maka transfer function dari control valve adalah :
CVo 0.0625 (s) = CVi 1.79s + 1 Sehingga model simulinknya sebagai berikut :
Lo K LT 0.941 (s) = = Li τ T s + 1 0.76 s + 1 Maka jika dimodelkan dalam bentuk simulink akan didapatkan seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 6 Model control valve pada simulink matlab
3.4 Pemodelan Pompa Pada desain sistem kontrol di ammonia storage tank dipasang 2 buah pompa yaitu transfer pump yang berfungsi untuk mendistribusikan ammonia liquid menuju ammonia storage tank dan suction pump yang berfungsi untuk mendistribusikan ammonia liquid dari ammonia storage tank menuju production plant untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk.
Adapun untuk transfer functionnya dapat didekati dengan persamaan dibawah ini :
Gambar 7 Diagram blok pompa
Gambar 10 Model Compressor pada simulink matlab
Po Kc (s) = Pi τ cs +1 Dari persamaan tersebut, jika dimodelkan dalam bentuk simulink maka akan didapatkan seperti berikut ini :
maka transfer function dari pompa adalah :
Fo 0.0625 ( s) = Fi 7s + 1 Dari persamaan tersebut, jika dimodelkan dalam bentuk simulink maka akan didapatkan seperti berikut ini :
3.6 Pemodelan Logic solver Logic Solver berfungsi untuk memproses sinyal masukan dari transmitter dan mengeluarkan sinyal listrik 4 mA dan 20 mA untuk mengaktifkan alarm kemudian mematikan pompa dan menutup 100% final element. Pada ammonia storage tank akan dipasang desain logic solver berdasarkan level yang dicapai oleh ammonia liquid didalam tangki.
Gambar 8 Model pompa pada simulink matlab 3.5 Pemodelan Compressor Compressor pada desain sistem kontrol di ammonia storage tank berfungsi untuk menstabilkan nilai pressure ammonia didalam tangki yaitu pada kisaran 20 – 70 gr/cm2. Compressor berada pada desain circulating process yang artinya bahwa ammonia vapor masuk menuju compressor untuk kemudian dikompres sehingga ammonia liquid yang terpisah dari vapor akan dikondensasikan dan dikembalikan pada tangki melalui economizer.
Gambar 9 Diagram blok Compressor
Gambar 11 Model blok logic solver pada simulink BAB IV Pengujian dan Analisa Simulasi Untuk mengetahui performansi model yang telah dibuat maka akan dilakukan beberapa pengujian. 4.1 Uji Open Loop ammonia storage tank Uji open loop ini dilakukan untuk melihat karakteristik dari proses dengan melihat respon perubahan output level ammonia liquid terhadap perubahan laju aliran ammonia liquid dimulai dari start-up proses sampai ammonia vapor didalam ammonia
storage tank sudah mulai dihasilkan tanpa terpasangnya controller. Hasil pengujian open loop dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.
Hasil pengujian existing system ammonia storage tank dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 16
12
Level Ammonia Liquid (m)
14
Level Ammonia Liquid (m)
10
8
6
4
10 8 6 4
Sinyal output Open loop system
2
0
12
0 0
200
400
600
800 1000 1200 Waktu (menit)
1400
1600
1800
Gambar 12 Grafik respon output Open Loop system 4.2 Uji Existing system ammonia storage tank Setelah diketahui nilai normal ammonia level pada ammonia storage tank melalui desain open loop pada simulink matlab diatas dimana nilai level output yang didinginkan masih belum tercapai maka selanjutnya dilakukan pemodelan closed loop system dengan memasang controller pada system untuk mengetahui respon sinyal output terhadap kondisi normal ammonia level tersebut. Pemodelan closed loop system ini disesuaikan dengan desain existing control system di perusahaan.
Sinyal output Existing system Setpoint Existing system
2
2000
0
500
1000
1500
2000 2500 3000 Waktu (menit)
3500
4000
4500
Gambar 14 Grafik respon output existing closed loop system Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa respon output dari existing closed loop system menunjukkan nilai settling time = 800 menit yang berarti untuk menuju pada kondisi steady state dengan level set point adalah 12,2 m (Normal ammonia level). Respon level output dari existing closed loop system ini berdasarkan persamaan 2.28 memiliki Maximum Overshoot (Mp)sebesar 51,25 % dan berdasarkan persamaan 2.31 memiliki Error steady state (Ess) = 0,012. Dengan demikian setelah dipasang controller pada sistem kontrol menunjukkan respon output yang semakin mendekati setpoint dan menunjukkan sensitifitas respon sistem kontrol yang lebih baik. 4.3 Uji tracking set point existing system Tujuan dari uji tracking set point pada existing closed loop system ini adalah untuk mengetahui sinyal respon output dari process varible desain closed loop system yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan memberikan set point 12,2 m pada controller sehingga akan tampak respon level outputnya selama rentang waktu tertentu.
Gambar 13 Model existing closed loop system pada simulink matlab
5000
Tabel 1 Nilai failure rate yang diberikan pada sensor
14
No
Failure Rate (Per jam)
Reliability
Output Pada t=0
Output Pada t=86400 jam
10
1
Dianggap tidak ada Failure Rate
1
20 mA
20mA
8
2
0,62x10-6
0,95
20 mA
18.96mA
3
-6
0,90
20 mA
17.97 mA
6
Sinyal output tracking setpoint pada Existing system Tracking setpoint pada Existing system
2
0 0
1000
2000
3000
4000 5000 6000 Waktu (menit)
7000
8000
20
9000 10000
Gambar 15 Grafik respon uji tracking set point existing system Pada grafik uji tracking set point di atas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan respon output level ketika dinaikkan nilai setpointnya. Pengujian tracking set point level output ini dilakukan dengan memberikan level input 10 m pada waktu awal, kemudian diberikan set point 12 m pada menit ke – 4000, dan set point 8 m pada menit ke – 7000. Pengujian tracking set point level output ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas output dari sistem kontrol sesuai dengan setpoint yang berikan pada controller. Sensitifitas respon output pada existing closed loop system diatas berguna sebagai rekomendasi untuk sistem proteksi dalam menjaga dinamisasi proses pada ammonia storage tank. 4.4 Uji failure rate terhadap respon sensor Pada sub bab ini akan dilihat pengaruh output sensor (Pressure, level, dan flow transmitter) jika waktu penggunaanya adalah tetap tetapi diberikan nilai failure rate semakin besar. Pada kondisi awal ketika reliability masih 1 maka output sensor adalah 20 mA, kemudian di berikan nilai failure rate yang besarnya berbeda-beda seperti ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini :
1,24x10
Gambar 16 di bawah ini menunjukkan respon sensor ketika nilai failure rate yang dibobotkan semakin besar
4
Sinyal Output Pressure Transmitter (mA)
Level Amm onia Liquid (m )
12
18 16 14 12 10 8
Sinyal Output PT tanpa failure rate Sinyal Output Uji failure rate1 pada PT
6
Sinyal Output Uji failure rate2 pada PT
4
0
1
2
3
4 5 Waktu (jam)
6
7
8
Gambar 16 Grafik respon output sensor saat diberikan failure rate. Dari grafik di atas menunjukkan respon output pressure transmitter tersebut ketika dibobotkan failure rate pada output pressure transmitter. Sample time pengujian yang dilakukan adalah t = 86400 jam yang setara dengan pemakaian selama rentang waktu 10 tahun dan diberikan nilai failure rate yang berbeda – beda seperti tercantum pada tabel 1 sehingga dapat diketahui bahwa performance dari transmittter telah mengalami penurunan yang terlihat dari turunnya nilai reliabilitynya 4.5 Uji failure rate terhadap respon control valve Pada subbab ini akan dilakukan pengujian respon output dari control valve dengan menggunakan sinyal input step, dengan diberikan nilai failure rate yang berbeda-beda. Pada uji respon output control valve ini failure rate akan dibobotkan pada
9 4
x 10
output dari control valve sehingga dapat diketahui performance dari control valve tersebut. Tabel 2 Nilai failure rate yang diberikan pada control valve No
Failure Rate (Per jam)
Reliability
1
Dianggap tidak punya Failure Rate
1
17.36 kg/s
17.36 kg/s
0,77
17.36 kg/s
13.41 kg/s
0,60
17.36 kg/s
3x10-6
2
6x10-6
3
Output Pada t=0
akan menggunakan sinyal input step, dengan diberikan nilai failure rate yang berbeda-beda. Pada uji respon output pompa ini nilai failure rate akan dibobotkan pada output dari output sehingga dapat diketahui performance dari pompa tersebut.
Output Pada t=86400 jam
Tabel 3 Nilai failure rate yang dibobotkan pada pompa dengan No
Failure Rate (Per jam)
Reliability
Output Pada t=0
Output Pada t=86400 jam
1
Dianggap tidak punya Failure Rate
1
205.04 kg/s
205.04 kg/s
2
2,52x10-6
0,81
205.04 kg/s
164.59 kg/s
3
5,04 x10-6
0,65
205.04 kg/s
132,7 kg/s
10.34 kg/s
Gambar di bawah ini menunjukkan respon output control valve ketika dibobotkan nilai failure rate yang semakin besar 18
Pada ammonia storage tank terdapat 2 buah pompa yaitu transfer pump dan suction pump yang mempunyai karakteristik sama dengan nilai output flowrate maksimum sebesar 205,04 kg/s ketika reliabilitynya 1. Namun, ketika dibobotkan nilai failure ratenya maka akan cenderung turun sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3 dan gambar 15.
14 12 10 8 6 4
Sinyal Output CV tanpa failure rate Sinyal Output Uji failure rate1 pada CV
220
2
Sinyal Output Uji failure rate2 pada CV
200 180
0
0
1
2
3
4 5 Waktu (jam)
6
7
8
9
Sinyal Output Pompa (kg/s)
Sinyal Output Control Valve (kg/s)
16
4
160
x 10
Gambar 17 Grafik respon output control valve saat diberikan failure rate. Berdasarkan grafik diatas didapatkan hasil bahwa semakin besar nilai failure rate yang dibobotkan pada control valve maka akan menyebabkan penurunan performance output control valve. Dari gambar grafik diatas terjadi penurunan performansi yang cukup signifikan pada control valve ketika proses berjalan selama 10 tahun, hal ini menjadi rekomendasi bagi penelitian ini untuk melakukan retrofit control system pada ammonia storage tank. 4.6 Uji failure rate terhadap respon pompa Pada subbab ini akan dilakukan pengujian respon output dari pompa dimana
140 120 100 80 60 40
SInyal Output Pompa tanpa failure rate Sinyal Output Uji failure rate1 pada Pompa
20
Sinyal Output Uji failure rate2 pada Pompa
0
0
1
2
3
4 5 Waktu (jam)
6
7
8
9 4
x 10
Gambar 18 Grafik respon output pompa saat diberikan failure rate. Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui pula bahwa performance dari respon output pompa dengan semakin besar nilai failure rate yang dibobotkan pada pompa
maka akan menyebabkan penurunan performance output dan reliability pompa. Selama rentang waktu operasional proses 10 tahun telah tarjadi penurunan reliability dari pompa sehingga akan berpengaruh terhadap stabilitas proses pada ammonia storage tank. Tetapi penurunan ini tidak sesignifikan yang terjadi pada performansi control valve.
Dari gambar grafik 19 di atas menunjukkan respon output compressor ketika dibobotkan failure rate pada output compressor. Sample time pengujian yang dilakukan adalah 86400 jam atau yang setara dengan rentang waktu pemakaian 10 tahun dan diberikan nilai failure rate yang berbeda – beda seperti tercantum pada tabel 4 sehingga dapat diketahui performance dari compressor tersebut. Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa performance dari respon output compressor selama rentang waktu 10 tahun proses operasional tersebut semakin besar nilai failure rate yang dibobotkan pada pompa maka akan menyebabkan penurunan performance output compressor.
4.7 Uji failure rate terhadap respon compressor Pada subbab ini akan dilakukan pengujian respon output dari compressor dimana akan menggunakan sinyal input step, dengan diberikan nilai failure rate yang berbeda-beda. Pada uji respon output compressor ini nilai failure rate akan dibobotkan pada output dari output sehingga dapat diketahui performance dari compressor tersebut.
4.8 Desain retrofit closed loop system pada ammonia storage tank.
Tabel 4 Nilai failure rate yang diberikan pada compressor Failure Rate (Per jam) Dianggap tidak punya Failure Rate
No
1
Reliability
Output Pada t=0
Output Pada t=86400 jam
1
458 kg/s
458 kg/s
2
1,66x10-6
0,87
458 kg/s
396. 8 kg/s
3
-6
0,75
458 kg/s
343.8 kg/s
3,32x10
Salah satu metode untuk meningkatkan performance system dari suatu control system adalah dengan melakukan retrofit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja sistem dengan cara memodifikasi, menambah, atau mengganti dari beberapa instrument pada existing system.
Gambar berikut ini menunjukkan respon output dari compressor ketika dibobotkan nilai failure rate yang semakin besar 450
Sinyal Output Compressor (kg/cm2)
400 350 300 250
Gambar 20 Model retrofit closed loop system pada simulink matlab
200 150 100
Sinyal Output Compressor tanpa failure rate Sinyal Output Uji failure rate1 pada Compressor
50
Sinyal Output Uji failure rate2 pada Compressor
0
0
1
2
3
4 5 Waktu (jam)
6
7
8
Gambar 19 Grafik respon output compressor saat diberikan failure rate.
9 4
x 10
Modifikasi yang dilakukan adalah dengan merubah controller dari single – element control menjadi three – element control, kemudian merubah desain dari control valve yang diintegrasi dengan sistem by – pass valve. Dengan modifikasi yang telah dilakukan diatas diharapkan dapat terjadi peningkatan
performansi sistem pada pengujian performansi dari retrofit closed loop system yang akan dilakukan berikut ini.
14
12
Level Ammonia Liquid (m)
16 14
Level Ammonia Liquid (m)
12 10
10
8
6
4
8 2
Sinyal output tracking setpoint pada Retrofit system Tracking setpoint pada Retrofit system
6 0 0
4 Sinyal output pada Retrofit system Setpoint pada Retrofit system
2 0
0
500
1000
1500
2000 2500 3000 Waktu (menit)
3500
4000
4500
Gambar 21 Grafik respon output pada desain retrofit ammonia storage tank Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa respon output dari retrofit closed loop system dengan level set point 12,2 m menunjukkan nilai settling time sebesar 480 menit. Respon level output dari retrofit closed loop system ini memiliki Maximum Overshoot (Mp) = 33,3 % dan Ess = 0,011. Hal ini berarti menunjukkan bahwa desain retrofit closed loop system memiliki tingkat akurasi respon output yang lebih baik daripada respon output existing closed loop system. 4.9 Uji tracking set point retrofit system Tujuan dari uji tracking set point pada retrofit closed loop system ini adalah untuk mengetahui sinyal respon output dari process varible desain retrofit closed loop system yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan memberikan set point 12,2 m pada selective controller sehingga akan tampak respon level outputnya selama rentang waktu tertentu
5000
1000
2000
3000
4000 5000 6000 Waktu (menit)
7000
8000
9000
Gambar 22 Grafik respon uji tracking set point desain retrofit ammonia storage tank Pada gambar grafik uji tracking set point di atas juga dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan respon output level ketika dinaikkan nilai setpointnya dalam rentang waktu 10000 menit sample time pengujian. Pengujian tracking set point level output ini dilakukan dengan memberikan input level 10 m pada waktu awal, kemudian diberikan set point 12 m pada menit ke – 4000, dan set point 8 m pada menit ke – 7000. Uji tracking set point ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas output dari sistem kontrol sesuai dengan setpoint yang berikan pada controller. 4.10 Uji respon sistem proteksi Setelah proses pengendalian berjalan sesuai dengan kondisi plant yang diinginkan, maka perlu dirancang sebuah sistem proteksi yang bekerja saat terjadi kondisi ekstrim. Sistem proteksi merupakan suatu sistem yang terpasang pada ammonia storage tank yang akan berfungsi jika sistem control yang terpasang sudah tidak mampu lagi untuk menangani dinamika perubahan level yang berlangsung. Disinilah letak perbedaan fundamental antara control system dengan safety system. Control system adalah suatu sistem yang dinamis yaitu tentang bagaimana proses bisa berjalan normal sedangkan safety system adalah sistem yang statis dengan failure variable sebagai inputnya Melalui model logic solver seperti pada gambar 10 dapat dilihat sejauh mana sistem control sudah tidak mampu lagi untuk menangani dinamika level yang terjadi pada ammonia storage tank sehingga sistem proteksi yang telah terpasang akan bekerja.
10000
Dalam melakukan pekerjaannya, sistem proteksi mempunyai logika kerja yang didasarkan atas nilai level yang dipengaruhi oleh variabel pressure yang dibaca dari level dan pressure transmitter. Parameter varibel pada sistem logic solver di atas adalah berdasarkan existing logic solver system di lapangan. Meskipun sistem control yang terpasang sudah benar-benar handal menangani perubahan load, sistem proteksi harus tetap terpasang untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya over / under level yang mungkin ditimbulkan oleh hal yang tidak terduga ataupun karena sistem control mengalami masalah (error). 4.11 Perhitungan Safety Integrity Level (SIL) dengan Fault Tree Analysis (FTA)
Gambar 24 Tampilan total FTA untuk existing ammonia storage tank pada simulink Dari hasil perhitungan, dengan menggunakan pendekatan metode Fault Tree Analysis (FTA) diperoleh bahwa nilai PFD dari existing ammonia storage tank adalah sebesar 0,002302 yang berarti bahwa dalam satu tahun beroperasi maka kemungkinan untuk mengalami kegagalan adalah sebesar 0,002302 Disamping itu, nilai PFD ekivalen dengan nilai RRF (Risk Reduction Factor) yang pada kasus ini bernilai 434,4 yang berarti bahwa dalam satu tahun beroperasi, sistem proteksi memiliki kemampuan mengurangi resiko sebesar 434,4. Jika dikonversikan dalam nilai SIL, maka nilai PFD tersebut dapat dikategorikan dalam tingkatan SIL 2.
Gambar 23 FTA sistem proteksi ammonia storage tank Pada gambar di atas dapat dilihat diagram FTA (fault tree analysis) pada ammonia storage tank. Pada top event failure adalah terjadinya ammonia strage tank failed. Kemudian di break – down untuk mengetahui penyebab – penyebab terjadinya failure pada top event. Ada 7 basic event yang dapat menyebabkan terjadinya top event – failed yaitu sensor, logic solver, compressor, control valve, transfer pump, suction pump, dan alarm. Gambar 25 Tampilan total FTA untuk retrofit ammonia storage tank pada simulink
Setelah dilakukan proses retrofit pada existing ammonia storage tank yaitu dengan memodifikasi desain sensor, pompa, dan compressor menjadi sistem redundant 2oo3 pada pada hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan metode Fault Tree Analysis (FTA) diperoleh bahwa nilai PFD dari ammonia storage tank adalah sebesar 0,001218 yang berarti bahwa dalam satu tahun beroperasi maka kemungkinan untuk mengalami kegagalan adalah sebesar 0,001218. Dan nilai PFD tersebut ekivalen dengan nilai RRF (Risk Reduction Factor) sebesar 820,9 yang berarti bahwa dalam satu tahun beroperasi, sistem proteksi memiliki kemampuan mengurangi resiko sebesar 820,9. Jika dikonversikan dalam nilai SIL, maka nilai PFD tersebut dapat dikategorikan dalam tingkatan SIL 2 yang sesuai dengan kebutuhan industri Petrochemical [ANSI/ISA 1984]. Dengan demikian terjadi peningkatan nilai RRF (Risk Reduction Factor) yang sangat penting untuk menjaga dinamisasi proses pada ammonia storage tank berjalan stabil.
Tabel 5 Perbandingan hasil uji respon SIS pada ammonia storage tank No
Karakteristik respon safety instrumented system
Perbandingan hasil Uji respon SIS
2
Existing Retrofit SIS SIS Probability of Failure 0,00230 0,00121 2 8 on Demand 434,4 820,9 Risk Reduction Factor
3
Safety Integrity Level
1
2
BAB V Kesimpulan dan Saran Pada bagian akhir dari tugas akhir ini adalah penarikan kesimpulan berdasarkan metodologi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Dari serangkaian metodologi dan pengujian yang telah dilakukan pada pengerjaan Tugas Akhir ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pemodelan dan simulasi Sistem kontrol dan Sistem Proteksi dilakukan pada ammonia storage tank PT. Petrokimia Gresik. Berdasarkan hasil simulasi didapatkan nilai performansi terbaik untuk self –
2
tuning parameter Kp = 88.5, Ti = 100 dan Td = 42.5 menghasilkan Maximum overshoot (Mp) = 33.3 %, Ess = 0.011, dan Ts = 480 menit. Berdasarkan hasil analisa dari FTA pada ammonia storage tank maka didapatkan nilai PFD sebesar 0.001218 dan nilai RRF (Risk Reduction Factor) sebesar 820.9 sehingga termasuk dalam range SIL 2. Dari uji failure rate instrument yang dilakukan pada penelitian ini dapat diketahui bahwa pada control valve terjadi penurunan performance yang paling ekstrim. Pada penelitian tugas akhir ini ditemukan fenomena reset wind up yang dikarenakan tidak sesuainya desain pompa dengan control valve yang terpasang pada proses.
5.2 Saran Dari hasil tugas akhir ini dapat diberikan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya antara lain : Nilai SIL dipengaruhi oleh performansi SIS. Nilai PFD ammonia storage tank dapat dinaikkan dengan cara meningkatkan performansi SIS antara lain sering dilakukan testing (memperpendek range test interval), dan meretrofit desain redundant komponen SIS Untuk memperkecil nilai failure rate dapat dengan kalibrasi dan maintenance yang berkala dan rutin dengan sistem manajemen yang baik sesuai dengan standart yang ada. Sistem proteksi harus terus terpasang meskipun jarang dipakai atau pada kondisi load yang tidak terlalu ekstrim, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian yang memungkinkan sistem control sudah tidak mampu menangani. Saran untuk tugas akhir berikutnya adalah menentukan desain pompa dan control valve yang sesuai dengan proses yang dibutuhkan pada ammonia storage tank.
DAFTAR PUSTAKA ANSI / ISA – S84.01 – 1996 Aplication of Safety Instrumented System for the Process Industries, Research Triangle Park, NC, 1997
Battelle Columbus Division, Guidelines for Hazard Evaluation Procedures, American Institute of Chemical Engineers, New York, 1985.
Yokogawa Electric Corporation, Practical Implementation of IEC 61508, Tokyo, 2003
BIODATA PENULIS Nama : Nukman Haris TTL : Surabaya, 14 Mei 1985 Alamat : Jl. Kapten Dulasim 2E/19 Gresik Email :
[email protected]
Ebeling, Charles E. 1997. An Introduction to Reliability and Maintainability Engineering. New york : Mc Graw-Hill Companies Inc. Gruhn, Paul and Cheddie, Harry. XXX. Safety Instrumented System : Design, Analysis, and Justification 2nd Edition. North Carolina : ISA Gunterus Frans, Falsafah dasar sistem pengendalian proses, PT Elex Media Komputindo. Incropera, Frank. 1990. Fundamental of Heat and Mass Transfer 3nd Edition. USA : John Willy & Sons, Inc.
Riwayat Pendidikan : LJ S1 T.Fisika – ITS Surabaya
2007 – Skrg
D3 T. Instrumentasi – ITS Surabaya SMAN 1 Gresik SMPN 1 Gresik SDN Sidomoro III Gresik
2003 – 2007 2000 – 2003 1997 – 2000 1991 – 1997