LAPORAN HASIL PENELITIAN PERLINDUNGAN HUKUM 'TERHADAP NARAPIDANA WANITA DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN KELAS II WANITA (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Bulu Semarang)
PELAKSANA:
Dr. Suparmin, SH., M.Hum/ NPP :09.06.1.0174
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2013
ABSTRAK Perlindungan hukum narapidana wanita dengan sistem pemasyarakatan dalam peraturan perundang-undangan belum diatur. Padahal secara kodrati ada hal-ha1 khusus yang mestinya mendapat perhatian terhadap narapidana wanita. Oleh karena itu permasalahan yang muncul adalah, bagaimana perlindungan hukum terhadap narapidana wanita dalam peraturan perundang-undangan tentang lernbaga pemasyarakatan, dan apakah pelaksanaan perlindungan tersebut sudah sesuai dengan sistem pernasyarakatan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah : 1). Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap narapidana wanita dalam system pemasarakatan ?, 2). Apakah perlindungan narapidana wanita sudah sesuai dengan system pemasyarakatan ?. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap narapidana wanita dalam system pemasarakatan dan untuk mengetahui perlindungan narapidana wanita dalam system pemasyarakatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang ditunjang dengan penelitian hukum empiris, dan menggunakan pendekatan undang-undang sebagai bahan hukum primer. Di sarnping itu juga menggunakan bahan hukum sekunder yang bersumber dari buku-buku, artikel, rancangan undang-undang, bahan dari internet, serta secara empiris dilakukan penelitiar, di lapangan yaitu di lembaga pemasyarakatan Kelas I1 A Semarang. Selanjutnya dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasymkatan, temyata masalah perlindungan hukurn terhadap narapidana wanita belum diatur. Karena dalarn undang-undang tersebut hanya disebutkan narapidana, tidak dibedakan antara laki-laki maupun wanita. Dernikian pula dalam kenyataannya narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I1 A Semarang belum diperlakukan secara memadai, sehingga ke depan diperlukan peraturan yang mengatur secara khusus narapidana wanita serta penempatan arealnya.
Kata Kunci :Perlindungan hukum, Narapidana wanita, Sistem pemasyarakatan.
DAFTAR IS1 HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN .................................................. ........................................ 1.1. KATA PENGANTAR ............................................................................... ...:....... ............ iv ABSTRAK
............................................................................................................. v
A . Latar Belakang ............................................................................... B. PennasaIahan .................................................................................. C. Tujuan Penelitian ............................................................................ D . Manfaat Penelitian .......................................................................... E. Sistematika Penulisan...................................................................... BAI3 I1 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ; A. Ruang Lingkup Tindak Pidana Korupsi ........................................... B. Pengertian -Graiiftkasidan Pengaturannya ....................................... C. Asas Pembalikan Beban Pembuktian Tidak Pidana Gratifikasi D. Tata Cara Pelaporan dan Penentuan Status Gratiftkasi .....................
......
BAI3 111 METODE P E N E L W .............................................................. A. Metode Pendekatan ......................................................................... B. Spesifikasi Penelitian ..................................................................... C. Sumber Data D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. E. Metode Analisa Data .......................................................................
...................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... A . Dugaan Kasus Korupsi di KPU ....................................................... B . Kronologis Kasus Korupsi di KPU .................................................. C. Kasus Pengelolaan Dana Taktis KPU .............................................. D. Tanggapan Resmi dan Klarifikasi KPU ...........................................
'
BAB 111
BAB lV
METODE PENELITI ............................................................
32
A.
Metode pendekatan masalah data.......................................-32
B.
Spesipikasi penelitian .......................................,,............,....32
B.
Lokasi penelitIan... .....................,..... ............ ........................32
C.
Sumber data...........................................................................3 3
D.
Metode pengumpulan data ....................................................33
E.
Nara sumber ...............,............................,............................-34
F
Metode analisis data
..
.............................................................34
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A.
Pelaksanaan Peran Pendamping Dan Bantuan Hukurn Dilingkungan Polri Dalam sidang disiplin Anggota Polri
....................................................................................... 1.
Pemberian Pendamping dan bantuan hukum Anggota Polri Dalam Sidang Disiplin Di Polda Jateng ....
2..
40
Data pelanggaran yang dilakukan anggota Polri Polda Jateng ...............................................................
4..
35
Tahapan / mekanisme permintaan bantuan hukum dan pendamping.. ........,........................:......................
3.
35.
44
Pemberian Bantuan hukurn dan Pendarnping yang dilakukan b i d k u . dalarn pelaksanaan dan penyelesaian
.. .
pelanggaran Qsiplin.........,....................... ...... ....
45
dengan pengorbanannya. Kedudukan wanita dalarn sistem sosial, budaya, politik, hingga hukum pun seringkali tidak sepadan dan tidak setara dengan laki-laki.' Menurut Charlote Bunch seorang aktivis HAM perempuan, menyatakan bahwa sebetulnya selama ini hak-hak perempuan telah dilanggar dengan berbagai cara. Dalam kondisi politik tertentu sebenamya baik perempuan maupun laki-laki mengalami atau menjadi korban kekerasan, namun karena aktor-aktor politik selama ini didominasi oleh laki-laki, masalah perempuan sebagai korban kekerasan yang terlanggar HAM-nya berkaitan dengan keperempuanannya menjadi tidak kelihatan
Kesetaraan wanita dan laki-laki di Indonesia selalu menjadi pertanyaan yang tak habis-habisnya diajukan. Karena secara sosial dan budaya, telah berpuluh tahun larnanya, bahkan sebelum Indonesia merdeka, wanita Indonesia menjadi obyek
diskriminasi dan ketidak adilan. Ketidak adilan ini adalah apabila dibandingkan dengan kedudukan dan perlakuan yang diterima oleh laki-laki. Sejarah ketidakadilan yang dialami wanita Indonesia ini tentunya harus diakbiri. Konstitusi UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan peraturan perundangundangan sudah menjamin kesetaraan dan hak-hak wanita. Namun tak dipungkiri ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap wanita. Jurnal Legislasi Indonesia, 2010, Kedudukan Hukum Perempuan di Indonesia, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI, CV. Ami Global Lndonesia, hd. 212. 4 Sapasinah Sadli, 2000, Hak Asasi Perempuan adalah Hak Asasi Manusia, dalarn Pemahamcm Bentuk-bentuk Tin&& kekerasan Terhadap Perempuan dun Afternatif Pemecahannya, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 1
-
Kedudukan wanita dalam hukum Indonesia sudah dijelaskan secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 27 UUD RI Tahun 1945 telah ditentukan bahwa semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan bahwa setiap warganegara berhak atas pekejaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tetapi sebenarnya kaum wanita masih banyak tertinggal dalam berbagai bidang yang perlu mendapat perhatian serius. Di bidang pendidikan, wanita terbelakang dengan pria. Di kantor-kantor pemerintah, perusahaan dan industri, wanita biasanya menduduki posisi lebih rendah dan jarang sekali mendapat posisi pimpinan. Pasal 28 D Ayat 1 W D RI Tahun 1945 menyebutkan bahwa : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Kesetaraan kedudukan wanita ini dipertegas lagi dalam Pasal 3 Undang.-
Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan sebagai berikut : (1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat rnanusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai aka1 dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalarn semangat persaudaraan. (2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan
hukurn .
5
hlm.63.
.
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, 1983, Anak data Wanita dalam Hukum, LP 3 ES, Jakarta,
(3)
Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia tanpa diskriminasi. Sementara ini telah hadir produk hukum lain yang secara jelas melindungi
kedudukan wanita dan merupakan buah perjuangan dari gerakan-gerakan wanita Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT).~ Dewasa ini peluang wanita dalam hal mensejajarkan dirinya deng'an laki-laki sudah terbuka. Diharapkan wanita mampu meraih kesempatan dan menunjukkan kemarnpuannya. Dengan adanya peluang wanita mensejajarkan diri dengan laki-laki menyebabkan besarnya peluang wanita melakukan kejahatan. Kriminalitas dilakukan kaum wanita dengan segala aspek yang melingkupi antara lain kondisi yang memaksa untuk melakukan kriminalitas dan faktor ekonomi yang tidak dapat dihindarinya. Di
mata hukum yang berbuat krirninal dianggap bersalah dan harus dipidana sesuai dengan tingkat kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan, sehingga harus menjalani proses h u h di suatu tempat khusus yaitu Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam sistem peradilan pidana merupakan lembaga yang tidak mempersoalkan apakah seseorang yang hendak direhabilitasi ini adalah seseorang yang benar-benar terbukti bersalah atau tidak. Tujuan lembaga pernasyarakatan adalah pembinaan pelanggar hukum, jadi tidak semata-mata melakukan pembalasan melainkan untuk pemasyarakatan dengan berupaya memperbaiki . (merehabilitasi) dan mengembalikan .(mengintegrasiltan) Ibid, hal. 215.
narapidana ke dalarn masyarakat ini merupakan landasan filosofi dari sistem pemasyarakatan. Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat ( 1 ) yang dimaksud dengan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk rnelakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalarn tata peradilan pidana. Maksud yang terkandung dalarn sistem 'pemasyarakatan itu adalah bahwa pembinaan narapidana itu berorientasi pada tindakan-tindakan yang lebih manusiawi dan disesuaikan dengan kondisi narapidana itu serta hak-hak narapidana. Secara umum hak-hak narapidana ini telah tertuang dalarn Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yaitu : 1.
melakukan ibadah sesuai dengan agarna atau kepercayaannya
2.
mendapat perawatan baik rohani rnaupun jasman
3.
mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4.
mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5.
rnenyampaikan keluhan
6.
mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang
7.
mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
8.
menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertenk lainnya
9.
mendapatkan pengurangan masa pidana'
10. mendapatkan kesempatan berasidasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga 1 1. mendapatkan pembebasan bersyarat 12. mendapatkan cuti menjelang bebas 13
mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundangundangan yang b e r l a k ~ . ~ Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No. 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalarn Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999 Pasal20, memuat perlindungan terhadap narapidana wanita yaitu : (I)
narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.
(2) . makanan tarnbahan juga diberikan kepada narapidana y a g melakukan jenis pekerjaan tertentu
(3)
anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalam LAPAS ataupun yang lahir di LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai beruinur 2 (dua) tahun.
'
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pernasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan T e m g Pemasyarakatan, Jakarta, 2003,hlrn .247.
(4)
dalarn ha1 anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur 2 (dua) tahun, hams diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara.
(5) untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana di maksud dalam ayat 3 berdasarkan pertimbangan.8 Pengaturan mengenai perlindungan terhadap narapidana secara umum telah tertuang dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995, sedangkan secara khusus perlindungan terhadap narapidana wanita terbatas hanya tertuang dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999. Narapidana wanita dibina dan dididik untuk menjadi warga negara yang baik dalam Lembaga Pemasyarakatan, di mana mereka juga mempunyai hak-hak sebagai narapidana dalam kmbaga Pemasyarakatan yang hak-haknya hams dipenuhi oleh Lembaga Pemasyarakatan, yang pada akhirnya mereka akan dikembalikan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh kondisi Lembaga Pemasyarakatan, penulis mengambil bahan hukum di Lembaga Pemasyarakatan Klas I1 A Semarang.dan mengangkatnya dalam skripsi dengan judul : "Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Wanita Dalam Sistem
Pemasyarakatan Kelas I1 Wanita"
* lbid, hlm .597
\
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka terdapat dua pennasalahan pokok yang akan dibahas yaitu : 1.
Bagaimanakan gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I1 Wanita Semarang ?
2.
Bagaimanakah perlindungan hukurn terhadap narapidana wanita dalam sistem pemasyarakatan ?
3. Apakah perlindungan narapidana wanita sudah sesuai dengan sistem
pemasyarakatan ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Mengetahui dan menganalisis masalah perlindungan hukurn terhadap narapidana wanita dalam Sistem Pemasyarakatan. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui garnbaran umurn Lembaga Pemasyarakatan Klas I1 A Wanita Semarang,
2. Mengetahui, rnengkaji dan menganalisis perlindungan yang diberikan narapidana wanita dalam sistem pemasyarakatan.
3. Mengetahui, mengkaji dan menganalisis perlindungan narapidana wanita sudah sesuai dengan sistim Pemasyarakatan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi dan memperluas khasanah teori di bidang hukum pidana yang mencakup pemahaman secara mendalarn terhadap sistem pemasyarakatan dan perlindungan hukurn terhadap narapidana wanita. 2. Manfaat Khusus
Diharapkan dapat memberikan bentuk pola perlindungan bagi pembentuk undang-undang, akademisi, hakim, polisi, jaksa, advokat dan masyarakat luas. Sehingga buah pikiran skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam rndindungi narapidana wanita dalarn sistem pemasyarakatan.
1.5. Landasan Teoritis Pengkajian mengenai perlindungan hukum terhadap narapidana wanita di dalam lembaga pernasyarakatan, ada beberapa konsep atau teori yang nanti digunakan sebagai landasan teoritis dalam mengkaji dan menganalisis masalah ini. As&-. asas perlindungan h u h bersurnber dari Pancasila sebagai landasan
Idiil, UUD 1945 sebagai asas konstitusional (struktural), dan Undang-Undang sebagai asas 6perasional. . . Dalam Pancasila konsep perlindungan hukum mernpunyai landasan idiil (filosofis) hukumnya pada sila ke -5 yaitu
Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat IndonesiaO. Pengertian keadilan bagi selunrh rakyat Indonesia di
dalamnya terkandung suatu hak seluruh rakyat Indonesia untuk diperlakukan sama di depan hukum. Perlindungan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat terdiri dari dua bagian besar yaitu9: a. perlindunggm hukum aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar b. perlindungan hukum pasif yang dimaksudkan mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha mewujudkan perlindungan hukum ini termasuk di dalamnya adalah : 1. mewujudkan ketertiban dan ketentraman
2. mewujudkan kedarnaian sejati 3. mewujudkan keadilan bagi seluruh warga masyarakat
4. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Kedamaian sejati dapat tenvujud apabila warga masyarakat telah merasakan baik lahir maupun batin penerapan perlindungan hukum yang berkeadilan sosial. Begitu juga dengan ketentraman dianggap sudah ada jika warga masyarakat merasa yakin bahwa kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik belaka. lo Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep perlindungan hukum mempunyai makna yaitu Segala daya upaya yang
Abdul Manan, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, Prenede Media, hal. 23. Dudu Dusuna, Mahjudin, 2000, Pengantar nmu Hukum, Sebuah Sketsa, B andung, Renika Aditama, hlm .26-27. 10
.
.
menjamin adanya kepastian hukurn dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat
''
tanpa kecuali 0.
M. Yahya Harahap menulis bahwa setiap manusia, apakah itu tersangka atau terdakwa harm diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai harkat martabat dan harga diri. Mereka bukan barang dagangan yang dapat diperas dan dieksploitasi untuk 3
memperkaya dan mencari keuntungan bagi pejabat penegak hukum. Mereka hams diperlakukan bukan binatang dan bukan sampah masyarakat yang dapat diperlakukan dengan kasar, kejarn dan bengis.12 Mereka adalah manusia yang harus diakui dan dihargai : 1. sebagai manusia yang mempunyai derajat yang sama dengan manusia
selebihny
i
2. mempunyai hak perlindungan hukum yang sama dengan manusia selebihnya; 3. mempunyai hak sama dihadapan hukurn, serta perlakuan keadilan yang sama
di bawah hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan Hukum adalah "Memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapatmenikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum". l3
II
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-faktor yang Mempengaruhi PenegaRan Hukum, Jakarta, Rajawali Grafindo Persada, hlm. 23. (Selanjutnya disebut Soerjono I) 12 M. Yahya Harahap, 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan XUHP Penyidikan dun Penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm .122-123. l 3 Satjipto Rahardjq 2007, Penyelenggaraan Keadilan dalarn mlrsyarakat yang sedang Berubah (Masalah-MasolahHukum) Nomor :16.
Sejalan
dengan
pendapat
Satjipto Rahardjo
yang
menghubungkan
perlindungan terhadap hak asasi manusia menurut Adnan Buyung Nasution, perlindungan hukum adalah "melindungi harkat dan martabat manusia dari pemerkosaan yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar aturan norma hukurn dan ~ n d a n ~ - u n d a n ~ " . ' ~
Dari pendapat tersebut di atas, perlindungan hukum terhadap wanita yang penulis maksudkan dalam tulisan ini adalah melindungi harkat dan martabat wanita yang berbeda secara psikologis dengan laki-laki yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar aturan norma hukum dan undang-undang serta memberikan perlindungan kepada wanita agar dapat menikrnati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
\
Perlindungan hukum pada wanita seyogyanya berangkat dari analisis gender,
diskriminasi gender, dan ketidakadilan gender. Apalagi, menurut Tapi Omas Ihromi, telah banyak sekali rumusan dalam Undang-Undang kita yang sudah adil dari segi gender, namun dalarn kenyataan masih belum terwujud. Masyarakat masih tertinggal dalarn sikap, dalam pernikiran, dalam konsep gender'5. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan -
-
-
~dnan Buyung Nasution, 1996, Hukum dun Keadilan, Nomor 1. Tapi Omas Ihromi, 1997, Mengupayakan Kepekaan Jender Dalam Hukum : Contohcontoh dari Berbagai Kelompok Masyarakat dalam Perempuan dan Pemberdayaan, Obor, Jakarta, hlm . 191. l4
terutama terhadap kaum wanita. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yakni : diskriminasi, proses pemiskinan ekonomi, anggapan tidak penting dalam keputusan politik, kekerasan, beban kerja lebih ganjang dan lebih banyak serta sosialisasi ideologi nilai peran gender16.Sistem nilai seperti itu perlu diperbaiki agar masyarakat baik laki-laki maupun wanita, dapat menjadi pelaku aktif pembangunan di segala bidang kehidupan demi kesejahteraan manusia. Terutama karena padakenyataannya masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan hukum dan kebijakaan yang memberi peluang tejadinya ketimpangan gender (terutama ketimpangan wanita).
,
Untuk menghindari agar kaurn marginal tidak menjadi korban hukum, termasuk dalam ha1 ini adalah narapidana wanita, maka h g s i pemberdayaan masyarakat sipil, grup penekan dan mass media merupakan faktor yang sangat menentukan
l7
Tujuan dari pidana penjara menurut Sahardjo : "Di sarnping
menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbin'g terpidana agar bertoht, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosial Indonesia yang berguna."
I*
Secara singkat menurut
pandangan Sahardjo tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan. Selanjutnya Komariah Emong mengemukakan bahwa pokok-pokok pikiran Sahardjo tersebut, Jumal Legislasi Indonesia, Op. Cii., hlm .227-229. Penny Green and Tony Ward, 2004, "State Crime, Governments, Violence and Corruption", Pluto Press, First Published, London, hlm. 85 Sejarah Pembentukan UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarukaton, 1997, Direktorat Jenderal Hukum dan perundang-Undangan Departemen Kehakiman, Jakarta, hlm.51. l6
l7
'*
dijadikan prinsip-prinsip pokok dari konsepsi pemasyarakatan, sehingga bukan lagi semata-mata sebagai tujuan dari pidana penjara, melainkan merupakan sistem pembinaan narapidanaI9 Secara konseptual pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan berdasarkan sistem kepenjaraan berbeda dengan perlakuan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan. Di dalam sistem pemasyarakatan, terdapat proses pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu proses sejak seseorang narapidana atau anak didik masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ke tengahtengah masyarakat. Sistem Pemasyarakatan menurut Barnbang Poernomo adalah sebagai berikut : "Suatu elemen yang berinterakpi yang membentuk satu kesatuan yang integral, berbentuk konsepsi tentang perlakuan terhadap orang yang melanggar hukurn pidana di atas dasar pemikiran rehabilitasi, resosialisasi yang berisi unsur edukatif, korelatif, defensif yang beraspek pada individu dan s o ~ i a l " . ~ ~ Sistern pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan terpidana yang didasarkan atas asas Pancasila yaitu memandang terpidana sebagai makhluk Tuhan, individu, dan sekaligus sebagai anggota masyarakat dansistem pemasyarakaat ini tetap mengedepankan hak-hak narapidana dan anak didik pemasyarakatan.21
l9 R.Achmad S. Soemadipraja dan Romli Atmasasmita, 1979, Sistem Pemasyarakatan di fndonesia, Bandung, Bina Cipta hal. 13. 20 Bambang Poemomo, 1986, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta; Liberty, hlm.183. (Selanjutnya disebut Bambang I) " Sejarah Pembentukan UU No. 12 Tahun 1995, Clp.Cit, hlm.5 1.
Sistem Pemasyarakatan (narapidana) itu sendiri dilaksanakan berdasarkan asas : 1. Pengayoman,
2. persamaan perlakuan dan pelayanan, 3. Pendidikan, 4. Pembimbingan,
5. penghonnatan harkat dan martabat manusia, 6. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, 7. tejaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang
tertentu. Pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang, meliputi pendidikan agama, pendidikan umum, kursus ketrarnpilan, rekreasi, olah raga, kesenian, kepramukaan, latihan kerja asimilasi,
sedangkan pembinaan diluar lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti menjelang bebas. Ketujuh asas pembinaan tersebut pada prinsipnya mencakup tiga pokok pikiran pemasyarakatan, yaitu sebagai tujuan, proses dan rnet~de.~' Sebagai tujuan dimaksudkan bahwa, dengan pembinaan dan birnbingan pemasyarakatan diharapkan narapidana dapat menyadari perbuatannya dan kembali menjadi warga yang patuh dan taat pada hukum yang berlaku. Sebagai proses adalah berbagai kegiatan yang hams dilakukan selama pembinaan dan birnbingan
22 Romli Atmasasmita, 1996, Beberapa Catatan Isi Naskah RUU Pemasymakatan, Rineka, Bandung, hal. 12.( (Selanjutnya disebut Romli 11)
berlangsung, dan sebagai metode merupakan cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan pembinaan dan bimbingan dengan sistem pemasyarakatan. Pembinaan
terhadap narapidana
di dalarn
lembaga pemasyarakatan
merupakan suatu rangkaian proses dalam upaya mempersiapkan narapidana kembali atau berintegrasi ke dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan ha1 ini Djisman Samosir rnengatakan : Seluruh proses pembinaan Narapidana d6ngan sistem pemasyarakatan merupakan suatu kesatuan yang integral untuk mengembalikan Narapidana kepada masyarakat dengan bekal kemampuan (mental, pisik, keahlian, keterampilan, sedapat mungkin pula finansial dan materiil) yang dibutuhkan untuk menjadi warga yang baik dan berguna.23 Berdasar+an pemikiran Djisman Sarnosir diatas dapat diketahui bahwa tujuan pembinaan dan bimbingan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah disamping untuk memperbaiki, juga untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Ini b e d bahwa,
sistem pemasyarakatan disamping mengandung prinsip-prinsip
pembinaan, juga mengandung unsur-unsur perlindungan masyarakat. Kebijakan berupa perlakuan yang lebih baik terhadap narapidana merupakan pernikiran yang lebih jauh ke depan, karena dengan perlakuan yang lebih baik itu yang bersangkutan diharapkan dapat menyadari kekeliruannya dan sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat.
23 Djisman Samosir, 1982, Fungsi Pidana Penjaia Dalam Sistern Pembinaan Narapidana di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm . 13.
Dalam hubungannya dengan ha1 ini maka, kebijakan tersebut hams memperhatikan hal-ha1 sebagai berikut : 1. melindungi masyarakat terhadap kejahatan;
2. memperoleh efek untuk membuat seseorang tidak melakukan kejahatan lagi dengan cara memperbaiki atau mendidiknya; 3. berusaha mencegah dan
menyembuhkan pelanggar
hukum dengan
menekankan sistem resosialisasi; 4. melindungi hak asasi manusia termasuk si pelaku kejahatan, 5. pandangan hukum menghadapi kejahatan dan penjahat ditempuh berdasarkan
falsafat yang mengakui manusia sebagai mahluk individu dan ~ o s i a l . ~ ~ K,ebijakan diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda) yang secara umum dapat diartikan sebagai p~sip-prinsipumum yang berfimgsi untuk .-
mengarahkan pemerintah (dalam arti luas temasuk pula aparat penegak hukum) dalam mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan mengaplikasikan hukum/peraturan, dengan suatu tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kernakrnuran masyarakat (warga negara).25 Berdasarkan pada kedua istilah asing ini, maka istilah "kebijakan Hukurn Pidana" dapat pula disebut dengan istilah "Politik Hukum Pidana". Dalam kepustakaan asing istilah "Politik Hukum Pidana" tersebut sering dikenal dengan Bambang I, Op.Cii., hlm .177. Black, Henry Camphell, et.al., 1979, BlacR's Law Dictionary, Fith Edition, St. Paulminn West Publishing C.O., h. 1041. 24
25
berbagai
istilah,
stuafrechgolitiek.
antara 26
lain
penal
policy,
criminal
law policy,
atau
Selanjutnya politik hukum (law policy/rechtpolitiek) dapat
diartikan sebagai : 1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 2. Kebijakan dari negara
melalui badan-badan yang benvenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakar~.~~ Menurut A.
Mulder, strafrechtpolitiek adalah garis-garis kebijakan untuk
~enentukan:
a In welk opzich de bestaande strafbepalingen herzien dienen te worden (Seberapajauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diperbaharui); b. Wat gedaan kin worden om strafrehtelijk gedrad te voorkomen (Apa yang dapat diperbaharui untuk mencegah terjadinya tindak pidana); c. Hoe de upspring, vewolging, berechting en tenuitvoerlegging van strafen
dient te verlopen (Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana hams dilak~anakan).~~
26
Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakon Hukurn Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 24 (Selanjutnya disebut Barda I). 27 Sudarto, 1987, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 159 dan Sudarto, 1977, H u b dun Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Jakarta, h. 20. (Selanjut disebut Sudarto I). Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rantpai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Balctyi, Bandung, h. 28-29. (Selanjutnya disebut Barda 11)
Dengan demikian kebijakan Hukum Pidana dapat didefinisikan sebagai "usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang0. Kata sesuai dalam pengertian tersebut mengandung makna baik" dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya Ruang lingkup kebijakan Hukum Pidana sebenarnya lebih luas daripada pembaharuan Hukum Pidana. Hal ini disebabkan karena kebijakan Hukum Pidana dilaksanakan melalui tahap-tahap konkretisasi~oprasionaWfungsionalisasi Hukum Pidana yang terdiri dari : 1. Tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum in abstract0 untuk badan
pembuat undang-undang. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan legislatif
2. Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan yudikatif 3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan Hukum Pidana becara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau ad~ninistratif.~~ Kebijakan untuk membuat hukum pidana yang baik pada hakekatnya tidak
lepas dari tujuan penanggulangan kejahatan. Dengan dernikian kebijakan hukum
*' Ibid, h.28. 'O Muladi, 1995, Kapita SeleRta Sistem Peradilan Pidana, Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Semarang, h. 13.
pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.31Dalarn praktek selarna ini menunjukkan bahwa penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan (politik hukum) yang diatur di Indonesia. Selanjutnya kebijakan Hukum Pidana dapat dikaitkan dengan tindakantindakan : 1. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan Hukum
Pidana 2. Bagaimana merumuskan Hukum Pidana agar sesuai dengan kondisi
masyarakat 3. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan Hukum
Pidana 4. Bagaimana mengenakan Hukum P i d e a untuk mengatur masyarakat dalam rangka rnencapai tujuan yang lebih b e ~ a r . ~ ~ Menegakkan keadilan untuk menciptakan ketertiban merupakan tujuan dari setiap peraturan, karena dalam menciptakan dan mempertahankan kktertiban tersebut hukum harus secara seimbang melindungi kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat.
" Soetoprawiro Korniatma, 1999, Hukum Kewarganegaraan dun Keimigrasian, Gramedia, Jakaria, h. 83. Wisnubroto, Al., 1999, Kebijukan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penpaiahgunaan Komputer, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta, h.12.
Keadilan menurut Ulpianus adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadihaknya. Ini berarti bahwa keadilan hams senantiasa mempertimbangkan kepentingan yang terlibat didalamnya. Keadilan dalarn ha1 ini hams didasarkan ketentuan hukum yang berlaku bukan keadilan diluar ketentuan hukum. 33 Ada beberapa Teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dm kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakrnuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalarn bukunya nicornachean ethics dm teori keadilan sosial John Raw1 dalarn bukunya a theory ofiustice.
a. Teori keadilan Aristoteles Panclangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita Ppatkm dalarn karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan
filsafat m u m Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukurnnya, "karena h u h hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan".34
Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif Yang pertama berlaku dalarn hukum publik, yang kedua dalarn hukum perdata dan pidana. Keadilan distributif dan korektif sarna-sarna rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipaharni dalarn kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 59-60. Cad Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dm Nusamedia,Id 25. 33
34
imbalan yang sama rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan pembuktianU matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, ~;nakakeadilankorektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya "kesetaraan" yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilau sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.35 b.. Keadilan sosial ala John Rawls
Dalam bukunya a Theory of Justice, John Rawls menj elaskan teori keadilan sosial sebagai the dzflerence principle dan the principle of fair equality of opportunity. -
35
Ibid, hlm.,. 26-27
Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis hams diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksarnaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang hams diberi perlindungan khusus. h i berarti keadilan sosial hams dipejuangkan untuk dua ha1 : Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialarni kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedtia,
setiap aturan
hams
I
memposisikan
diri
sebagai pemandu
untuk
mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialarni
kaum lemah. Prinsip yang dianut oleh KUHP, pada saat ini masih sangat relevan untuk menjamin tegaknya hukum pidana, kepastian hukurn dan kkdilan. yang diingdcan setiap pihak yang terkait. Keadilan yang diinginkan oleh kelompok wanita untuk penerapan suatu pengaturan atas tindakan yang berdampak kepadanya, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan kepastian hukum. Mengenai rasa keadilan wanita ini, Boediono mengatakan bahwa rasa keadilan tidak sama bagi
setiap orang dan senantiasa relatif sifatnya. 36 Karena relatif tersebut maka rasa keadilan tidak dapat diterapkan dan diberlakukan secara umum, dan setiap orang memiliki perasaan subjektif yang membedakan adil dan tidak adil. Dibutuhkan adanya suatu media untuk mewujudkan pengertian tentang rasa keadilan yang diterima secara objektif oleh setiap orang. Agar kepastian hukum dapat benvujud sebagai suatu tertib hukum, maka keadilan hams dapat dirasakan oleh setiap kelompok masyarakat. Lebih lanjut menurut Boediono, mengatakan:
"... keadilan niscaya juga mengimplikasikan tertib hukum, jika ketertiban umum harus merupakan tertib hukum, ketertiban umum itu haruslah merupakan suatu keadaan tertib yang adil. Jadi keadilan adalab, substansi dari tertib hukum maupun, ketertiban umum, sehingga h g s i utama dari hukum pada akhimya adalah untuk menegakkan keadilar~."~~ Jadi dalarn ha1 ini yang perlu dicari adalah adanya keseimbangan bagi kelornpok yang selarna ini telah tersubordinasi untuk mewujudkan rasa keadilan yang objektif, tanpa merenggut keadilan pihak lain melallii pengorbanan atas adanya kepastian hukum. Dengan demikian, keadilan yang diharapkan dipenuhi oleh putusan hakim dapat dijalankan dengan menerapkan rumusan yang memenuhi kepastian hukum, namun juga berkeadilan tersebut
36 Boediono Kusurnohamidjojo, , 2004, Filsafat Hukum, Problernatik Ketertiban yang Adil, Grasindo ,Jakarta, hlm. 196. 37 Ibid., hlrn. 171.
1.6. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang ditunjang oleh bahan hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah merupakan penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan dan implementasinya. Penelitian hukum normatif sering juga disebut penelitian hukum dogrnatik atau penelitian hukum teoritis (dogmatic or theoretical law ve~e6irch).38
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian hukum normatif karena meneliti ketentuan mengenai perlindungan hukum
-
terhadap narapidana wanita, disarnping itu .penelitian ini ditunjang pula dengan penelitian hukum empiris.
2. Metode Pendekatan Terdapat beberapa metode pendekatan dalarn penelitian hukum normatif, yaitu : Pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analisis, pendekatan perbandingan, pendekatan historis, pendekatan filsafat, dan pendekatan k a s ~ s Metode . ~ ~ pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
38
hlm
Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dun Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
. 101. 39
93-137.
Peter Mahmud Marzuki,
2005, Penelitian Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, hlm.,
a. Pendekatan Perundang-Undangan yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dengan mengadakan inventarisasi peraturan
perundang-
undangan yang berkaitan dengan mengadakan inventarisasi peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap narapidana wanita di dalarn Lembaga pemasyarakatan. b. Pendekatan analisis konsep yang konstektual antara peraturan perundangundangan
tentang perlindungan
hukum
narapidana wanita
dalam
sistem
pemasyarakatan. 3. Sumber Bahan hukum
Sesuai dengan jenisnya yang normatif maka penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum primer Faupun sekunder. Bahanhukurn Primer yaitu bahanbahan hukum yang mengikat dalarn bentuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, cartatan- catatan resmi atau risalah dalarn pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan haki~n.~' Dalam hal ini Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (W HAM), Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor : 3 2 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
40
Amindin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 1 18.
Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan s e t e r ~ s n ~ a Bahan-bahan .~' hukum sekunder dalam penelitian ini diambil atau diperoleh dari buku-buku
(text
book), artikel, hasil-hasil
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknis Pengumpulan Bahan Hukum Metode pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan adalah metode sistematis dimana menggunakan kartu sebagai alat pencatat secara rinci dan sistimatis terhadap hal-ha1 yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalarn penelitian. Dengan pengklasifikasian tersebut diharapkan dapat memudahkaq melakukan analisis terhadap pernasalah?
yang menjadi obyek penelitian.
42
Sebagai penunjang
dipergunakan juga penellitian hukum empiris dengan lokasi penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I1 A Semarang.
5. Tehnis Analisis Bahan-bahan yang telah disusun secara sitematis, selanjutnya dianalisis dengan tehnis-tehnis sebagai berikut : a. Deskriptif, yaitu uraian-uraian ditulis dengan apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi hukum atau non hukum.
b. Interpretatif, yaitu dengan cara menjelaskan penggunaan penafsiran dalam ilmu
hukum terhadap norma yang ada baik sekarang maupun diberlakukan dimasa 41 Soerjono Soekanto dan Sri mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm . 13. (Selanjutnya disebut Soerjono 11) 42 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum,UI-Press, Jakarta, hlm .,205-236.
mendatang. Metode interpretatif yang digunakan diantaranya adalah gramatical interpretatie yaitu penafsiran menurut arti kata dan sistematische interpretatie yaitu penafsiran dengan mencari penjelasan pasa-pasal dalarn undang-undang
.
c. Evaluatif yaitu melakukan penilaian terhadap suatu pandangan, pernyataan rumusan norma dalam hukum primer maupun sekunder. d. Argumentatif yaitu penelitian yang didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum, ha1 ini tidak dapat dilepaskan dari tehnis evaluatif. Dalam permasalahan-permasalahan hukum makin dalam argumennya berarti makin
dalam penalaran hukumnya.
1.7. Sistematika Penulisan BAB I : PEN3AHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, nunusan masalah, -
tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I1 : TINJAUAN UMUM
Dalam bab ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap narapidana wanita, pembinaan narapidana dan konsep sistem pemasyarakatan
BAB I11 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan tentang hak narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan, dan upaya-upaya perlindungan yang telah dilakukan.
BAB IV : PENUTUP
Dalarn bab ini berisi kesirnpulan dari seluruh pembahasan dan saran-saran yang diperlukan. DAFTAR PUSTAKAN
LAMPIRAN
BAB 11 TINJAUAN UMUM
2.1. Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Wanita Perlindungan terhadap wanita merupakan perwujudan keadilan masyarakat, dengan demikian perlindungan wanita diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Terkait dengan perlindungan hukum, Philipus M. Hadjon menyatakan sarana perlindungan hukum ada dua, yaitu : sarana perlindungan hukum preventif dan sarana perlindungan hukum represif. Sarana perlindungan hukum preventif terutama erat kaitannya dengan asas freis ermasen sebagai bentuk
, perlindungan hukum secara urnum. Sedangkan sarana perlindungan hukurn represif di Indonesia ditangani oleh badan-badan : Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
-
umum, Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi dan badan-badan khusus. 43 Sarana perlindungan hukurn represif ya@ dilakukan oleh pengadilan dalam bentuk penjatuhan pidana kepada pelaku. Salah satu tujuan "
penjatuhan pidana menurut Andi Harnzah dan Sumangelipu adalah perlindungan terhadap ~ r n u r n . ~ ~ Pendapat Wirjono Prodjodikoro, bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan, untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik dengan menakut-nakuti orang banyak, maupun secara menakut-nakuti Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum BagiRakyat, Bina Ihu, Surabaya, h.lQ. Andi Harnzah dan Sumangelipu, 1985, Hukum Pidana Mafi di Indonesia, di Masa lalu, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 15. 43
44
orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi, atau untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi m a ~ ~ a r a k a t . ~ ~ Jika dilihat dari tujuan hukum pidana menurut pendapat para ahli pada intinya adalah bersifat pengayoman pada masyarakat dan mengembalikan (menyembuhkan pelaku pelanggaran atau penjahat) pada jalan yang benar (tidak bertentangan dengan hukurn yang berlaku). Sejarah perlindungan hukurn wanita bermula sejak tahun 1967, di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita yaitu CEDAW (convention on Elintination of Discrimination of All Form Against Women) atau Konvensi Diskrirninasi terhadap
wanita dalam segala bentuknya, karena ketentuan konvensi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945. Atas dasar itu Republik Indonesia menandatangani konvensi tersebut. Ratifikasi CEDAW dimaksudkan menghapuskan diskrirninasi terhadap wanita dan melindungi hak wanita. Pasal 1 CEDAW menegaskan istilah "diskrirninasi" berarti setiap perbedaan, pengecualian atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin yang rnempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi dan menghapuskan pengakuan, penilanatan atau penggunaan HAM dibidang apapun berdasarkan persamaan antara pria dan wanita, -
-
-
45 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan terhadap Korban Kekmasan Seksual (Advokasi atas Hak Asosi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, h. 99.
Narnun demikian, Pasal 4 menetapkan "diskriminasi" tersebut dianggap tidak terjadi dengan peraturan khusus sementara untuk mencapai persarnaan antara pria dan wanita. Selanjutnya Pasal 2 CEDAW memuat ketentuan umum yang akan dilaksanakan oleh Negara-negara peserta CEDAW. Pasal 2 butir a menetapkan kaidah persarnaan wanita dengan pria wajib dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan negara-negara peserta, kecuali kalau itu sudah dilaksanakan. Pasal 2 butir b menyebutkan undang-undang dan peraturan perundangan lain yang melarang diskriminasi terhadap wanita akan diundangkan. Jika dianggap perly peraturan perundang-undangan tersebut akan menetapkan hukuman untuk diskriminasi terhadap wanita. Selain itu, pasal 2 butir e menyebutkan negara-negara peserta untuk menjamin diskriminasi terhadap wanita tidak dilakukan oleh seorang, badan hukum perdata atau sekelompok dimanapun. Dengan demikian perlindungan merupakan segala upaya yang ditujukan untuk rnemberikan rasa aman dan jarninan terhadap hak wanita dalam segala aspek kehidupan. Secara Nasiond Perlinduigan h u m terhadap wanita telah diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 28 D menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak atas pengakuan, jarninan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita.
3. Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal 3 yaitu : Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
a.
sarna dan sederajat serta dikaruniai aka1 dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, bdangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan. 1
b.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jarninan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.
c.
Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mauusia tanpa diskrirninasi.
-
Muatan perlindungau hak-hak tersebut antara lain : Pasal45 hak wanita adalah bagian dari HAM ; Pasal 46 pengakuan hak politik wanita ; Pasal 47 hak wanita atas kewarganegaraan; Pasal 48 hak wanita atas pendidikan dan pengajaran; Pasal 49 hak wanita atas pekerjaan; Pasal 49 hak wanita atas kesehatan reproduksi; Pasal 50 h a . wanita atas perbuatan hukurn yang mandiri; Pasal 51 hak wanita dalam perkawinan, perceraian dan pengasuhan
4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rurnah Tanggn (UUPKDRT). UU PKDRT .hitidak secara spesifik
mengatur wanita saja, karena sejatinya KDRT bisa terjadi juga pada laki-laki (suarni atau anak) ataupun orang lain yang tinggal ataupun bekerja dalam
rumah tangga tersebut, Narnun, kasus- kasus selama ini menunjukkan bahwa wanita, utama para istri, memang lebih banyak menjadi korban kekerasan dalarn rumah tangga. Apakah kekerasan fisik, seksual, psikis maupun ekonomi.
5. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan
protokol
untuk
mencegah, menindak
dan
- menghukum
Perdagangan Orang, terutama wanita dan Anak-Anak.
Di sarnping adanya produk hukum yang memberi perlindungan terhadap wanita ada juga produk hukum yang dianggap diskriminatif terhadap wanita. Beberapa peraturan perundang-undangan yang sering dikritisi oleh aktifis dan gerakan wanita antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal3 ;(1) Pada Azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami; (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suarni untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan; Pasal 4; (1) Dalarn ha1 seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalarn pasal 3 ayat 2 Undang-Undang ini, maka iawajib mengajukan permohonan
kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya; (2) Pengadilan dimaksud pada ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suarni yang akan beristri lebih dari seorang apabila : a.
istri tidak dapat mcnjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c.
istri tidak dapat melahirkan kehuunan.
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
juga
dianggap
telah
mengkriminalisasikan dan mem-viktimisasi seorang ibu yang rnnghilangkan nyawa bayi nya dan juga wanita pelaku aborsi, namun luput untuk juga menjangkau sang ayah dari bayi. Pasal 341 yaitu Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat melahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Pasal342 yaitu seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut &an ketahuan bahwa ia akan melahirkan an& pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancarn karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, -denganpidana penjara paling lama . . sembilan tahun. Pasal 346 yaitu Secjrang wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau mayuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pada banyak kasus pihak laki-laki ataupun ayah dari jabang bayi yang kqnudi& dibunuh atau diaborsi seringkali lepas
dari pertanggungjawaban pidana. Apalagi ketika ia tidak turut serta rnelakukan pembunuhan dan aborsi tersebut. Padahal, sebagaian besar kasus pembunuhan anak dan aborsi tejadi akibat hubungan seksual diluar pemikahan.4" Perlindungan hukum pada wanita pun seyogyanya berangkat dari analisis gender, diskriminasi gender, dan ketidakadilan gender. Apalagi menurut Tapi Omas Ihromi telah banyak sekali rumusan dalarn undang-undang kita yang sudah adil dari segi gender, narnun dalam kenyataan masih belurn tenvujud. Masyarakat masih tertinggal dalam sikap, dan pernikiran, tentang konsep gender.47 Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-l& maupun wanita yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa wanita itu dikenal sebagai lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan, sementara laki-lalu dianggap hat, rasional, jantan dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu kewaktu dan dari tempat ketempat yang lain. Juga, perubahan bisa tejadi dari kelas kekelas masyarakat yang berbeda. Semua ha1 yang dapat dipertukarkan antara sifat wanita dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu kewaktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainn~a,~~rnaupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain itulah yang dikenal dengan konsep gender.48Dapat dikatakan Gender .
.
adalah perbedaan peran, fhgsi dantanggung jawab antara wanita dan lalu-laki yang merupakan hasil konstsuksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan Jumal Legislasi Indonesia,Op.Cit., hlrn. 232 Tapi Omas Ihromi, 1997, Mengupayakan Kepekaan Jender Dalam Hukum, Penerbit Obor, Jakarta, hal. 191. 48 Mansour Fakih, 1996, Analisis Gender dan Transpormasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 8-9. 46
47
perkembangan jarnan. Kontruksi sosial dalam kaitan dengan ini adalah status dan peran dalam suatu sistem sosial yang terstruktur sehingga dapat berjalan dalam suatu keharm~nisan.~~ Permasalahan
atau
ketidakadilan
gender
menyebabkan
gender
sering
dipermasalahkan antara lain : Wanita hanya diberi peran dalam rumah tangga dan tidak diberi kesempatan serta peluang untuk menjadi produktif. Laki-laki dibebani pekejaan dan tanggung jawab yang berat dan dituntut lebih mampu dan kuat dalam banyak hal. Anak wanita tidak mendapat pendidikan formal yang sarna tingginya dengan anak laki-laki dengan bermacam alasan, terutama karena faktor kerniskinan. Perempuan menjadi sangat tergantung kepada suarni sehingga tidak memiliki ketrampilan dan pengalaman yang sebanding dengan laki-laki. Dalam keluarga yang kurang mampu, wanita melakukan pekerjaan ganda mengurus rumah tangganya dan mencari nafkah, dengan ketrampilan dan pengetahuan yang terbatas. Potensi dan bakat yang dimiliki wanita kurang mendapatkan wadahnya. Menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi baik terhadap wanita, kesetaraan dan keadilan gender.
49 Munir Fuady, 201 1, Teori-temi Dalam Sosiologi Hukum, Kencana Prenada MediaGroup, Jakarta, hal.202.
Masih mendapat kebijakan perangkat h u h dan peraturan perundangundangan yang bias gender.50 Kondisi di atas telah menimbulkan diskriminasi baik terhadap wanita dan laki-laki sehingga mengakibatkan terjadinyan pembakuan peran gender di dalam masyarakat serta terjadinya ketidakadilan yang berbentuk : Marjinalisasi, subordinasi, kekerasan dan beban kerja yang dialami wanita dan laki-I&. Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender meliputi : a. Marjinalisasi (pemiskinan ekonomi) wanita Proses
marjinalisasi (pemiskinan
ekonomi) yang
mengakibatkan
kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang seperti penggusuran dari karnpung halamannya, eksploitasi dan lain sebagainya.
\
Sebagai contoh, banyak pekerja wanita tersingkir dan menjadi rniskin akibat program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya mernfdruskan pada petani laki-laki. Wanita dipinggirkan dari bebeepa jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan ketrampilan yang biasanya lebih b'anyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan telcnologi telah menyebabkan apa yang ada semula dikerjakan secara manual oleh wanita diambil oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Contoh-contoh marjinalisasi : a
Pemupukan hama dengan teknologi baru yang dikerjakan laki-laki.
a
Pernotongan padi dengan peralatan mesin yang membutuhkan tenaga dan ketrampilan laki-laki, menggantikan tangan-tangan wanita.
a
Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak diberikan kepada wanita.
b.
Subordinasi Subornisasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utarna dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran wanita lebih rendah dari pada laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran keadaan maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum wanita pada tataran subordinate. Kondisi semacam itu telah menempatkan w a ~ i t apada ., posisi yang tidak penting sehingga jika karena kemampuan ia bisa menempatkan posisi penting sebagai pimpinan, bawahannya yang beljenis lelaki seringkali merasa tertekan. Menjadi bawahan seorang wanita yang ada pola pikirnya merupakan mahluk lemah dan lebih rendah membuat laki-laki merasa kurang laki-laki. Inilah bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh wanita namun yang dampaknya mengenai laki-laki.
%-
c.
Kekerasan Berbagai kekerasan terhadap wanita sebagai akibat perbedaan peran muncul dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan yang merupakan terjemahan dari violence artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan. Peinukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik seperti pelecehan seksual, ancaman dan paksaan sehingga secara emosional wanita atau laki-laki yang mengalarninya akan merasa terusik batinnya.
d. Beban Kerja Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki. Dan beberapa yang dilakukan oleh wanita. Berbagai observasi menunjukan wanita mengerjakan harnpir 90 % (sembilan puluh perseratus) dari pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja diluar rumah, selain
bekerja di wilayah publik mereka juga ,masih harus mengerjakan pekerjaan domestik Contohnya seorang ibu dan anak wanitanya mempunyai tugas untuk menyiapkan makanan d m menyediakannya diatas meja, kemudian merapihkan kembali sarnpai mencuci piring-piring yang kotor. Seorang bapak d m an&-anak lelakinya, setelah selesai makan yang sudah tersedia mereka akan meninggalkan meja makan tanpa merasa berkewajiban untuk mengangkat piring kotor bekas mereka pakai. Seorang isteri walaupun bekerja membantu mencari nafkah keluarga, ia tetap menjalankan tugas pelayanan yang dianggap sebagai kewajibannya. Beban kerja semacam itu juga menirnpa laki-laki, misalnya saja
sepulang dari kantor pada petang hari pada malam harinya ia masih hams siskamling untuk mernenuhi tugasnya sebagai warga masyarakat s e t e ~ n ~ a t . ~ ' Kesetaraan gender diperjuangkan bukan oleh wanita terhadap laki-laki, melainkan oleh wanita dan laki-laki terhadap sistem masyarakat dengan tradisi yang memberi pengaturan dan nilai-nilai gender yang timpang. Sistem nilai seperti itu perlu diperbailu agar masyarakat baik laki-laki maupun wanita, dapat menjadi pelaku aktif pembangunan di segala bidang kehidupan demi kesejahteraan manusia. Terutama karena pada kenyataannya masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan hukum dan kebijakan yang memberi peluang terjadinya ketimpangan gender (terutama ketimpangan wanita). Berbagai ketentuan peraturan yang memuat perlindungan hukum terhadap wanita merupakan salah s a y indikasi telah adanya perlindungan perbedaan perlakuan terhadap seseorang atas dasar perbedaan jenis kelamin. Dengan adanya ketentuan tersebut, artinya wanita secara khusus diberikan jaminan perlindungan hak dalarn berbagai hal.52 Sudah menjadi kodrat wanita mengalami siklus menstruasi, harnil, melahirkan dan menyusui yang tidak dipunyai oleh narapidana lain, sehingga sudah menjadi suatu kewajaran bahwa narapidana wanita mempunyai hak-hak khusus dibandingkan dengan narapidana lain.
51
Ibid, hal. 5 5 . 74 Departernen Hukum. dan HAM FU Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2005, Suplemea Modul Hak Perempuan ditinjau dad Instrumen HAM Internasiond, Direktorat Jenderal Perlinduugm HAM, Jakarta. Hlm. 2. 52
-
2.2. Pembinaan Narapidana dan Konsep Sistem Pemasyarakatan a. Pembinaan Narapidana Dengan lahimya Sistem pemasyarakatan, maka proses pembinaan narapidana dan anak didik tidak lagi dilakukan di dalam rumah-rumah penjara, akan tetapi di dalam lembaga-lembaga pemasyarakatan. Begitu pula perlakuan terhadap narapidana dan anak didik dalarn sistem kepenjaraan lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung tercapainya tujuan agar narapidana dan anak didik benar-benar jera, sehingga tidak mengulangi melakukan tindak pidana. Sedangkan perlakuan
terhadap
narapidana
dan
anak
didik
dalam
sistem
pemasyarakatan lebih menekankan pada piogram pembinaan, pendidikan, dan pelatihan sehingga narapidana dan anak didik yang telah selesai
-
menjalani pidana dalam lembaga pemasyarakatan dapat benar-benar sadar dan insyaf untuk kemudian dapat berintegrasi kembali dalam masyarakat sebagai warga negara dan warga masyarakat yang berguna dan bertanggungjawab, taat hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral clan sosial demi tercapainya kehidupan masyarakat yang aman dan t e n t r a ~ n . ~ ~ b. Konsep Sistem Pemasyarakatan Perlakuan terhadap narapidana merupakan hal yang sangat penting melakukan pembinaan terhadap seseorang. Situasi (lingkungan sekitar) . .
'3 A. Widiana Gunakarya S.A, 1988, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung, ha1.25.
rnenjadi
faktor penentu keberhasilan.
54
Secara akademis sistem
pemasyarakatan lahir dari gagasan Sahardjo, Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tahun 1960-an, Gagasan ini secara ilmiah tertuang dalarn orasi ilmiahnya pada waktu menerima penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia di Istana Negara Jakarta, tanggal 5 Juli 1963, dengan judul "Pohon Beringin Pengayoman". Khusus
mengenai perlakuan
terhadap narapidana, Sahardjo
menghendaki agar di bawah Pohon Beringin Pengayoman, tidak saja masyarakat diayomi dari pengulangan perbuatan jahat oleh terpidana tetapi juga agar orang yang telah ,tersesat tersebut juga mendapatkan pengayoman melalui pembinaan dan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, sehingga dapat kembali ke masyarakat sebagai warga masyarakat yang berguna dan bertanggungjawab bagi masyarakat dan negara. Berdasarkan gagasan tersebut kemudian dinunuskan menjadi prinsip pemasyarakatan yaitu : 1.
Pemberian,.'pengayoman kepada warga binaan agar mereka kembali ke masyarakat menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.
2.
Pemberian bimbingan agar mereka bertobat dan bertakwa.
54 Edwin Sutherland - On Analyzing CrimeO, 1973, The University of Chicago Press, Ltd. London, hlm. 160.
3.
Penjatuhan pidana bukan balas dendm oleh negara.
4.
Negara tidak boleh membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana
5.
Selma kehilangan kemerdekaan, mereka tidak dijauhkan dan dikesarnpingkan dari pergaulan dan kegiatan masyarakat.
6. '
7.
Pekerjaan yang diberikan kepada mereka tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. Perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan yang diberikan kepada mereka harus berdasarkan Pancasila.
8.
Sebagai manusia yang tersesat, mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
9.
\
Satu-satu derita yang dialami adalah dijatuhi pidana hilangnya kemerdekaan, dalam arti kepada narapidana yang bersangkutan tidak boleh dikenakan penderitaan tambahan, misalnya penyiksaan fisik.
10. Penyediaan sarana untuk dapat mend ukung fungsi preventif, kuratif,
rehabflitatif dan edukatif." Konsep sistem pemas yarakatan sebagaimana dikemukakan di atas sejalan pula dengan pandangan yang diajukan oleh Frank E. Hagan yang tidak mencanhunkan lagi pendekatan pembalasan terhadap narapidana sebagai
55 Ditjen Pemasyarakatan, 2002, Bunga Rampai Pemasyorakatan, Kumpulan Tulisan Bahrudin Surjobroto, Mantan Dkektorat Pemasyarakatan,Jakarta, hal. 45.
tujuan pemidanaan, tetapi sebaliknya mengutamakan rehabilitas dan perlindungan terhadap ~ n a s ~ a r a k a t ~ ~ . c.
Landasan Hukum Sistem Pemasyarakatan Sistern dan upaya pemasyarakatan untuk mengembalikan narapidana sebagai warga masyarakat yang baik, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terutarna sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai landasan
hukum untuk melakukan pembinaan narapidana adalah Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan-Pemerintah Nornor : 32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak \
Warga Binaan Pemasyarakatan, P.P. Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan NarapidanafTahanan. Dari peraturan-peraturan tersebut lebih banyak mengatur mengenai perlindungan hukum narapidana secara keseluruhan secara umum, sedangkan ketentuan yang mengatur perlindungan hukum terhadap narapidana wanita secara khusus terbatas hanya memuat beberapa pasal saja.
56 Herbert L. Packet, 1969, The Limits of The Criminal Sanction,Stanford University Press, California, hlm.62.
BAB 111 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Perlindungan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas XI Semarang, dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak seperti dituangkan dalarn pasal 14 ayat 1 Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah sebagai berikut : a.
'
Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.
b.
Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
c.
Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d.
Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. i
e.
Menyarnpaikan keluhan
f.
Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti-siaran media massa lainnya yang tidak dilarang
g.
Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya.
h.
~ e n d a ~ a t k penguranw an masa pidana (remisi)
i.
Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
j.
Mendapat pembebasan bersyarat.
k.
Mendapat cuti menjelang bebas
1.
Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak-hak tersebut tidak diperoleh secara otomatis tapi dengan syarat atau kriteria tertentu seperti halnya untuk mendapatkan remisi, asimilasi hams memenuhi syarat yang sudah dapat ditentukan.
Narapidana Wanita dan Jenis Kejahatannya No.
Jenis Tindak
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Pidana
2008
2009
20 10
201 1
2012
1.
Pencurian
2.
Narkotikaharkoba
3.
2
8
4
7
3
25
75
47
47
121
Korupsi
3
2
3
4
8
4,
Perdagangan orang
3
9
8
7
5.
Perarnpokan
2
4
3
7
7
-
6.
Penggelapan
10
9
6
16
8
7.
Penipuan
11
10
12
9
13
8.
Perjudian
2
1
1
1
9.
W Perlind.anak
4
8
9
14
7
10.
Pembunhan
13
16
5
10
8
TOTAL
75
124
95
123
183
Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas I1 A Semarang
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa, jumlah narapidana wanita dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 bervariasi, mulai tahun 2008 terjadi peningkatan dan p e n m a n , narnun pada tahun terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan.
Tabel TI Jumlah Peserta Kegiatan Agama di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Smarang
'
Islam
1.
I I I I I \ /
Baca tulis Al-Qur'an,
Napi
Tahanan
P
W
P
W
-
147
-
28
Penceramah
'
Instansi
Ridwan,
Kemenag Kota
Sholat Tasbih,
M.Rizaq,
Smg,
Wudhu, Taubat,
Sofi, Muklis, LPM Unisula, Qolbu
Puryanto, Rosyid,
IArN,
Mufihah.
Wisata
Salim Haji
Cendana Mat 2.1 -2,Luk 2.15, Wahyu 1,18,Pet 2,2 1,
1 Yer
I
31.16-17,
43 -
11
I Pernbacaan
I Suci,
Jumlah
Alfa Omega
6
Martin,
Gereja Katedral
Bambang,
GPDI Ungaran
Daru Eko
YPPII Semarang
Parita
-
2
-
-
I Wayan S
Lapas
-
3
Satiawan,
Vihara
Pembabaran
I tentang Dharma I I
Youkhe,
Yes -
Budha
-
3
Sudjono C, Putih Mei-Mei
-
203
-
38
Tanah
Sumber : Seksi Pembinaan Narapidana per Tanggal 15 Desember 2012 Dilihat dari tabel peserta kegiatan agarna di tersebut, dapat dijelaskan bahwa
WBP yang beragama Islam diberikan mata pelajaran Baca tulis Al-Qur'an, Sholat Tasbih, Wudhu, Taubat, Yassin-Tahlil, dll, yang diikuti oleh 147 orang narapidana dan 28 tahanan yang diberikan oleh Ridwan, M.Rizaq, Sofi, Muklis, Puryanto, Rosyid, Mufihah sebagai pencerarnah yang berasal dari Kemenag Kota Smg, LPM Unisula, Qolbu Salim IAIN, Wisata Haji Cendana. Untuk WBP yang beragama Kristen dan Katolik diberikan pelajaran Mat 2.1-2,Luk 2.15, Wahyu 1,l &Pet 2,21, Yer 31.16- 17, Yes 43.1-7, Luk 1,35 yang diikuti oleh 54 orang narapidana dan 9 orang tahanan yang diberikan oleh Youkhe, Martin, Barnbang, Daru Eko sebagai \
pencerarnah yang berasal dari Alfa Omega Gereja Katedral GPDI Ungaran YPPII Semarang Sedangkan untuk Agama Budha yang diikuti oleh 2 orang narapidana dan 3 orang tahanan diberikan pelajaran Pembacaan Parita Suci, Pernbabaran tentang Dharma yang diberikan oleh pencerarnah yang berasal dari Vihara Tanah Putih. .
Tabel 111 .
Peserta Kegiatan Olah raga dan Seni di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Semarang Narapidana
Tahanan Cegiatan
Hari
Dewasa
L
Pemuda
Anak
W L W
L
W
L
W
-
-
-
-
-
Jml
Alat Yang digunakan
Waktu
lah Raga
Senam
Setiap hari
30
53
83
Tape,
06.00
Szirnber: Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik 15 Desember 20 12
Untuk bola volly dilaksanakan setiap hari yang diikuti oleh 35 orang, adapun peralatan yang digunakan antara lain berupa bola volley dan net yang dilaksanakan dari pukul 15.00 wib sampai dengan 16.00 wib. Untuk senam pagi dilaksanakan pada .setiap hari rabu sampai jurnat yang
diikuti oleh 83 orang narapidana wanita, adapun peralatan yang dipergunakan adalah tape dan kaset yang dilakranakan pada pukul06.00 sampai pukul07.00 wib. Sedangkan dalam bidang music band dan seni tabuh menyesuaikan, maksudnya adalah pada saat &an ada acara seperti acara 17 agustus band music band dan seni tabuh dilatih kembali oleh pihak petugas lapas, adapun alat-alat yang
disediakan yaitu untuk kesenian music band diberikan 1 set alat music band dan
untuk seni tabuh diberikan 1 set garnbelan. Untuk pemberian makanan yang layak kepada narapidana ini mengacu
kepada Surat Edaran Sekretariat Jenderal Departernen Kehakiman Nomor. M. 02. UM. 01.08 Tahun 1989. untuk makanan yang diberikan kepada WBP setiap harinya sebesar 2250 kalori, dengan menu yang bervariasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan dirnasak oleh tamping dapur, kemudian Kalapas dan dokter lapas diberikan sampel untuk diperiksa kelayakan dm kesehatan dari makanan tersebut. Adapun menu makanan bagi penghuni adalah sebagai berikut : Tabel IV Dafiar Menu Makanan 10 Hari Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I1 A Semarang
'
1
-
Makan Pagi -
Snack
Siang
Snack Sore
Hari KeI
(
'
Hari Ke I1 Hari Ke UI Hari ~e Nl - Nasi - Nasi - Nasi - Nasi Osng Tahu Telor rebus Tempe grg - Tempe grg - Tumis Kcg - Tumis - Tumis - Oseng Sawi putih taoge buncis pnj g - Air putih - Air putih - Air putih - Air putih -
Waktu
Makan
I
-
I
BUbr,
-
Hari Ke V Nasi Tempe bmb kuning Turnis labu Sien Kcg Panjang - Air putih
Bubur Bubur mi rebus' Kacang Kacan I.o Ijo - Nasi Nasi - Nasi - Nasi Telur - Ikan seger - Daging grg - Telw bmb - Daging goreng semw rendang gepuk - Sayur asem - Pecel sayur - Sup - S ayur - Sayur asem - Pisang - Air putih sayuran lodeh - Pisang - Air putih - Pisang - Air putih - Air putih - Air putih Kacan 1'0
I
Ubi rebus
-
Ubi rebus
1 Nasi
- Nasi
I
mirebus
1Nasi
1 1 Nasi
-
1 -/
Ubi rebus Nasi
Makan Sore
- Tahu bcm - Urap sayuran - Air putih
Waktu Makan
Hari Ke W Nasi - .Tahu bcm - Tumis Kangkung - Air putih -
Makan Pagi
Snack
Makan Siang
Snack Sore Makan Sore
- Ikan asin goreng - Sayur kare - Air putih
- Tempe grg - Kacang tnh - Oseng tahu balado - SUP tepung - Tumis - Asem sayuran buncis - Air putih kangkung - Air putih - Air putih
1
Hari Ke Hari Ke IX Hari Ke X VII MI1 - Nasi Nasi - Nasi - Nasi - Tempe bcb - Tempe grg - Telor asin - Oseng - Cah wortel - Oseng sawi tempe - Tumis + kol - Air putih - Tumis buncis - Air putih terong - Air putih - Air putih Hari K e
Bubur Bubur Ubi rebus Ubi rebus Kacang 1.0 Kacan I.o - Nasi - Nasi . - Nasi - Nasi - Nasi - Telur asin - Ikan seger - Sup Daging - Ikan asin - Telur bmb - Sayur kare goreng - Cap cay goreng bali - Air putih - Sayur sawikol + - Turnis - Urap sayur bening wortel kangkung - Air putih bayam + - Air putih - Pisang - Air putih jagung - Pisang - Air putih Ubi rebus
- Nasi - Ikan asin goreng - Urap sayuran - Air putih
Ubi rebus
- Nasi -
-
-
- Nasi Tempe - Pecel balado sayuran Sayur asem - Air putih Air putih
Ubi rebus
- Nasi - Oseng tempe lodeh
- Air putih
- Nasi - Tempe I3-g - Gulai daun singkong - Air putih
Sumber :Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan d m Perawatan, 15 Desember 201 0
Dilihat dari tabel menu makanan di atas, dapat dijelaskan bahwa narapidana setiap paginya diberikan makanan berupa nasi putih, lauk pauk, dan air putih yang diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan Untuk menu makanan pada saat siang hari, setiay harinya berfariasi sesuai dengan yang ditetapkan pada jadwal diatas yaitu nasi putih, sayur, daging, ikan asin, telor, dan air putih. Untuk sore hari narapidana setiap harinya diberikan makanan yang berfariasi pula sesuai dengan yang ditetapkan pada jadwal diatas yaitu berupa nasi putih, sayur, tempe, ikan asin, dan air putih. Narapidana dan tahanan diberikan kesempatan untuk mendapatkan kunjungan baik keluarga, teman, maupun penasihat hukumnya. Jadwal kunjungan tahanan dan narapidana sarna yaitu setiap hari, untuk jadwal tahap pertama dan pukul09.00 WIB sarnpai dengan 12.00 WIB. Berikut ini dafiar jumlah pengunjung yang mengunjungi narapidana maupun tahanan : Tabel VI Jurnlah Kunjungan Untuk Narapidana dan Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Semarang
NO
STATUS TAHANAN
KUNJUNGAN KELUARGA
1.
Tahanan
422
2.
NapiDewasa
354
3.
Napi Muda
4.
Napi Anak-anak
-
JUMLAH
PEMEIUNTAH ORGANISASI 422
d
135
489
-
5.
1 Anak Negara
6.
1I Anak Sipil
I
Jumlah
~ -
-
1
I
-7 I
776
I
-
1 1 3 5 9-
Sumher : Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, Desember 2012
3.2. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Wanita Dilihat Dari Pemasyaraka tan Dalam Sistem Pemasyarakatan Pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Pasal 20 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Perlindungan hak-hak terhadap narapidana wanita di dalarn lembaga pemasyarakatan substansinya terdiri atas penambahan makanan yang mendukung asupan kalori bagi wanita yang sedang megandung dan masa sesudah melahirkan sekaligus terhadap bayi yang dilahirkan. Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 berbunyi sebagai berikut : (1) Narapidana dan an& didik pemasyarakatan yang salut, hamil atau menyusui berhak mendapatkau makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter. (2) Makanan tarnbahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekejaan tertentu.
(3) Anak dari narapidana wanita yang dibawa kedalam LAPAS ataupun yang
11
lahir di LAPAS dapat diben makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai berumur 2 (dua) tahun. (4) Dalam ha1 anak sebagaimana dilnaksud dalam ayat (3) telah mencapai urnur 2 (dua) tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu benta acara.
( 5 ) Untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menetukan makanan
tambahan selain sebagaimana dimaksud
dalarn ayat
(3)
berdasarkan pertimbangan. Pelaksanaan hak-hak lain narapidaha wanita dilaksanakan berdasarkan kebijakan-kebijakan masing-masing lembaga pemasyarakatan, seperti : Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan olah raga;
(I)
(2) Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan kerja bakti; dan s
(3) Memberikan dispensasi terhadap kegiatan-kegiatan yang membahayakan kesehatan si ibu maupun kandungannya. Berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak bagi narapidana wanita di dalam lembaga pemasyarakatan, belurn ada sarana dan prasarana yang mendukung peluang perlindungan hak-haknya seperti mendapatkan rasa aman dari gangguan sesama narapidana, maka perlu ditempatkan dalarn ruangan tersendiri, sacara medis
dan tenaga medis tersedia lengkap di dalarn lembaga pemasyarakatan dan sarana lain seperti :
(1) ruang persalinan
(2) alat perlengkapan mandi, seperti handuk, sabun mandi, dan sikat gigi yang tidak dipakai secara bergantian. (3) closet yang dipergunakan dapat mendukung keamanan bagi perempuan
yang sedang mengandung. (4)
konseling. Berdasarkan ketentuan tersebut, pengaturan hak-hak narapidana wanita pada
lembaga pemasyarakatan belum menunjukkan pengaturan yang lebih mengkhusus sehingga diperlukan Peraturan Menteri yang mengatur secara khusus hak-hak daripada narapidana wanita. Sehingga perlindungan hukum terhadap hak-hak narapidana wanita dapat dituangkan dalarn sebuah kebijakan-kebijakan yang tetap mengacu pada peraturanperaturan atau ketentuan-ketentuan lain yang berlaku, dan seharusnya ketentuan penjelasan pasal 14 huruf m Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi "mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturanperaturan Undang-undang yang berlaku" dihapus atau diubah.
,
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan pemapamn di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ternyata masalah perlindungan hukum terhadap narapidana wanita belum diatur. Karena dalam undang-undang tersebut hanya disebutkan narapidana saja, tidak dibedakan antara narapidana laki-laki maupun wanita. Akan tetapi Pasal 20
PP. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga \
Binaan Pemasyarakatan ada perhatian khusus terhadap narapidana wanita yaitu dalam hal-hal: a. narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, harnil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter. b. makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekej a a n tertentu c. anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalarn LAPAS ataupun
yang lahir di. LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lamasampai berumur 2 (dua) tahun. . .
d, dalam ha1 anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai urnur 2 (dua) tahun, hams diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya d m dibuat dalam satu berita acara. e. untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana di maksud dalarn ayat 3 berdasarkan pertimbangan tertentu atas kepentingan kesehatan.
4.2. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-ha1 sebagai berikut :
\
1. Diharapkan agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan atau untuk sementara agar Menteri Hukurn
dan HAM RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah melalui Dirjen Pemasyarakatan untuk menerbitkan Juklak atau Juknis yang mengatur secara khusus Hak-hak Narapidana wanita.
2. Dalarn upaya perlindungan terhadap narapidana wanita, dihimbau kepada pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM agar memberikan perhatian khusus dalam ha1 biaya demi memenuhi kebutuhan narapidana wanita di dalarn lembaga pemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA Atrnasasmita Romli , 1996, Beberapa Catatan Isi Naskak R UU Pentasyarakatan, Rineka, Bandung. -------------------------- , 1982, Kepenjaraan Dalanz Suatu Bunga Rantpai, Armico, Bandung. Arief , Barda Nawawi, 1996, Bunga Rarnpai Kebijakan Hukunz Pidana, Citra
Aditya Baktyi, Bandung
, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung. --------------------------
7
MasaIah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejalzatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Arnirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar ketode Penelitian Hukum, PT. \
Raja Grafmdo Persada, Jakarta.
Buyung Nasution, 1996, Hukum dan Keadilan, Nomor 1 -
Dusuna, Dudu, Mahjudin, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa, Bandung, Renika Aditama. Eddyono, Sri Wiyanti, 2004, Hak Asasi Perempuan dun Konvensi CEDA W, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta Friedrich, Carl Joachim, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusarnedia
Fakih, Mansour7 1999, Analisis Gender dun Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Green, Penny and Ward,Tony, State Crime, Governments,
Eolence a n d
CorruptionJ', 2004, Pluto Press, First Published, London
Gunakarya S.A , A. Widiana, 1988, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung,.
Garabedien, Peter G., 1970, Social Roles and Processes of Socialization in The Prison Community, Jhon Willey.
Hafnzah , Andi dan Sumangelipu, 1985, Hukum Pidana Mati di Indonesia, di Masa lalu, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Has, Sanusi, 1977, Dasar - Dasar Penologi, Rasanta, Jakarta. Ihromi, Tapi Omas, 1997, Mengupayakan Kepekaan Jender Dalam Hukuin : Contoh-contoh dari Berbagai Kelompok Masyarakat dalant Perempuan dan Pemberdayaan, Obor, Jakarta. Kelsen, Hans Kelsen, 2006, Teon Hukum Murni, Dasar-dasar llntu Hukum Normats Terjemahan Raisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media. Korniatrna, Soetoprawiro, 1999, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian, Gramedia, Jakarta. Manan, Abdul, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, Prenede Media. M,uhamad, Abdul Kadir, 2004, Hukum dun Penelitian Hukum, Citra aditya Bakti, Bandung. Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistern Peradilan Pidana, Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Semarang. Mustofo, Muhammad, 2005, Memikirkan Sistem Pemasyarakatan Yang Pas, Administrasi Direktorat Jenderal Peraturan Perundangundangan Departemen H u h dan HAM fi Jakarta. Marzuki, Peter Mahrnud, 2008, Penelifian Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta. Nasution , AZ. 2002, Hukum Perfindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Diadit Media