HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT SEDERHANA DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 WANITA USIA 45-55 TAHUN DI KELURAHAN GEDAWANG KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG Nina Listiana, Indri Mulyasari, Meilita Dwi Paundrianagari* E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Asupan karbohidrat sederhana sesuai dengan kebutuhan penderita diabetes mellitus dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah dalam batas normal. Aktivitas fisik merupakan salah satu pilar penatalaksaan diabetes mellitus, aktivitas fisik memberikan manfaat bagi tubuh karena dapat meningkatkan kontrol glukosa darah. Tujuan: Mengetahui hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun. Metode: Rancangan penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 486 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling, dengan jumlah sampel 46. Cara pengukuran menggunakan glucometer, FFQ semi kuantitatif, dan PAL aktivitas fisik. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji spearman rho dengan α=0,05. Hasil: Responden sebagian besar mempunyai asupan karbohidrat sederhana lebih sebanyak 60,90% (n=28), 18 responden(39,10%) cukup. Responden yang mempunyai aktivitas fisik kategori ringan sebanyak 47,80% (n=22), 15 responden (32,60%) kategori sedang dan 9 responden (19,60%) kategori berat. seluruh responden mempunyai kadar glukosa darah sewaktu termasuk tinggi (≥200mg/dl) sebanyak 100% (n=46). Ada hubungan asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah (p=0,0001, r=0,670) dan ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah (p=0,005,r=-403). Simpulan: Ada hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang, Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.
Kata kunci: Asupan karbohidrat sederhana, Aktivitas fisik, Kadar Glukosa Darah *Program Studi Gizi STIkes Ngudi Waluyo 1
THE CORRELATION BETWEEN SIMPLE CARBOHYDRATE INTAKE AND PHYSICAL ACTIVITIES WITH BLOOD GLUCOSE LEVELS OF PATIENT WITH DIABETES MELLITUS TYPE 2 IN 45-55 YEARS OLD WOMEN AT GEDAWANG, BANYUMANIK, SEMARANG Nina Listiana, Indri Mulyasari, Meilita Dwi Paundrianagari* E-mail :
[email protected] ABSTRACT Background: Diabetes mellitus is a metabolic disease characterized by the onset of hyperglycemia due to impaired insulin secretion. Simple carbohydrate intake according to the needs of people with diabetes can help control blood glucose levels within normal limits. Physical activities is one of the cornerstones of diabetes mellitus containment procedures, physical activities benefits the body because it can improve blood glucose control. Objective: To know the correlation between simple carbohydrate and physical activities with blood glucose levels of patients with diabetes mellitus type 2 in 4555 years old women at Gedawang, Banyumanik, Semarang. Method: The design of this study was a correlational study with cross sectional approach. The population in this study was 486 women age 45-55 years old in Gedawang, Banyumanik, Semarang. Sampling technique used proportional with the samples of 46 people, the measurements used a glucometer, semi-quantitative FFQ, and physical activities. Data analysis technique used Spearman rho test with α = 0.05. Result: Most of the respondents had excessive simple carbohydrate intake as many as 60.90% (n = 28), 18 respondents (39.10%) had sufficient intake. The respondents of mild physical activities category were 47.80% (n = 22), 15 respondents (32.60%) in sufficient category and 9 respondents (19.60%) were in severe category. All respondents had high blood glucose levels (≥200mg / dl) as many as 100% (n = 46). The results of data analysis showed an association between the intake of simple carbohydrates and blood glucose levels (p = 0.0001, r = 0.670) and an association between physical activities with blood glucose levels (p = 0.005, r = -403). Conclusion: There is a correlation between simple carbohydrate and physical activities with blood glucose levels of patients with diabetes mellitus type 2 in 4555 years old women at Gedawang, Banyumanik, Semarang.
Keywords
: simple carbohydrate intake, physical activities, blood glucose levels
* Nutrition Study Program, Ngudi Waluyo School Of Health 2
PENDAHULUAN Pada era globalisasi terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin (Bustan, 2011). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa diabetes mellitus semakin berkembang dan menjadi ancaman masyarakat dunia (WHO, 2011). Sebesar 90% penderita diabetes mellitus di dunia termasuk dalam klasifikasi diabetes mellitus tipe 2. Prevalensi penderita diabetes mellitus tipe 2 di seluruh dunia sebesar 285 juta (6.4%) pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 439 juta (7.7%) pada tahun 2030. WHO juga memastikan bahwa peningkatan penderita diabetes mellitus tipe 2 paling banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia menempati urutan ke-4 tertinggi di dunia setelah India, Cina dan Amerika serikat (Suyono, 2011). Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan bahwa dari tahun 2008 sampai dengan 2012, prevalensi diabetes mellitus tipe 1 di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Prevalensi kasus diabetes melitus tipe 2, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun
2012 penderita (Profil Dinkes Jateng, 2012). Penyakit diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas kerja dan penurunan kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia, penyakit diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu penyebab utama kematian penyakit tidak menular yaitu sekitar 2,1% dari seluruh kemati. Diabetes mellitus tipe 2 banyak ditemukan (>90%) dibandingkan diabetes mellitus tipe 1. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 meningkat disebabkan oleh berbagai hal seperti kegemukan, kurang gerak dan pola makan yang tidak baik (Darmono, 2007). Diabetes mellitus tipe 2 cenderung muncul pada usia di atas 30 sampai 40 tahunan, dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada wanita lebih tinggi dibanding laki-laki, yaitu 39,1% terjadi pada laki-laki dan 52,3% terjadi pada wanita (Wuardani, 2007). Sindroma siklus bulanan (premastrual- syndrome) membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi, akibat dari proses hormonal tersebut sehingga wanita lebih berisiko menderita diabetes mellitus (Soewondo, 2006). Penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus agar terkendalinya glukosa darah dengan pengaturan konsumsi karbohidrat. Konsumsi karbohidrat sederhana yang rendah
3
direkomendasikan karena berpengaruh terhadap kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan. Perkeni tahun 2011 merekomendasikan asupan karbohidrat 45-65 % dari total energi. Selain jumlah, perlu diperhatikan juga jenis karbohidrat yang dikonsumsi, karena jenis karbohidrat akan mempengaruhi kadar glukosa darah (Pradana, 2008). Karbohidrat sederhana merupakan jenis karbohidrat yang mudah diubah menjadi glukosa, sehingga karbohidrat ini sangat cepat meningkatkan kadar glukosa darah (Soewondo, 2007). Secara umum karbohidrat sederhana dikenal sebagai zat gula, dan sebagai sumbernya antara lain gula, tebu, permen, minuman manis dan beberapa jenis produk bakery. Produk pangan seperti itu disebut sebagai empty calorie, karena hanya memberikan energi (kalori) bagi tubuh tetapi tidak mensuplai vitamin maupun mineral. Di dalam tubuh, karbohidrat sederhana diubah menjadi gula sederhana atau glukosa yang larut dalam aliran darah, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan turun dengan cepat. Keadaan ini berbahaya bagi penderita diabetes mellitus tipe 2 (Maulana, 2010). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2008, bahwa dari 14 juta orang yang menderita diabetes mellitus, 50% diantaranya menyadari telah mengidap diabetes mellitus (30% diantaranya yang patuh menjalankan pola diet yang dianjurkan dan 70% lainnya belum menjalankan pola diet yang dianjurkan), selebihnya 50% tidak menyadari dirinya menderita
diabetes mellitus. Keadaan ini mencerminkan bahwa pemahaman masyarakat tentang penyakit diabetes mellitus dan upaya kepatuhan untuk sembuh masih rendah. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu edukasi, terapi gizi medis, intervensi farmakologis serta latihan jasmani/aktivitas fisik. Menurut Yunir dan Soebadri (2009) aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun sosial dan tampak sehat. Bagi penderita diabetes mellitus, meningkatnya aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kejadian kardiovaskular. Peningkatan aktivitas fisik memberikan manfaat bagi tubuh karena dapat menurunkan tekanan darah, menjaga berat badan, meningkatkan kekuatan tubuh dan meningkatkan kontrol glukosa darah (Boroludin, 2007). Peningkatan aktivitas fisik seperti latihan jasmani (aerobik, bersepeda santai, jogging, berenang, dan senam diabetes) yang teratur menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Pada sebuah penelitian, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang aktif melakukan aktivitas fisik, kontrol glukosa darahnya lebih stabil daripada pasien yang tidak melakukan aktivitas fisik (Bweir, 2009). Aktivitas fisik bukan hanya olahraga tetapi juga aktivitas seharihari. Kadar glukosa darah maupun berat badan normal penderita diabetes mellitus dapat
4
dipertahankan dalam batas normal melalui aktivitas fisik, tetapi lebih dari 50% tidak melaksanakannya (Syahbudin, 2007). Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 yang semakin meningkat diperkirakan dua sampai empat kali lebih tinggi pada individu dengan aktivitas fisik rendah (Sujaya, 2009 & Indriati, 2010). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Asupan Karbohidrat Sederhana dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Wanita Usia 45-55 Tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Manfaat Penelitian ini adalah bagi masyarakat dan tenaga kesehatan memberikan informasi mengenai dampak asupan karbohidrat dan aktivitas fisik yang berhubungan dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Sebagai refrensi atau sumber informasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian studi korelasi, yang bertujuan mengetahui hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 486 wanita usia 45-55 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling dengan jumlah sampel 46. Pengukuran aktivitas fisik dan asupan karbohidrat sederhana dilakukan dengan FFQ semi kuantitatif, dan kuesioner, sedangkan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glucometer. Kriteria inklusi dalam peneletian ini adalah warga Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang yang didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 dan wanita usia 45-55 tahun. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi penyakit (ginjal, jantung) dan mempunyai riwayat genetik menderita diabetes mellitus (Riwayat ayah, Riwayat ibu). Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan program SPSS. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan asupan karbohidrat sederhana, aktivitas fisik dan kadar glukosa darah yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, sedangkan analisis bivariat hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah menggunakan
5
uji statistik korelasi spearman rho dengan α = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Usia Responden Tabel 1 Usia responden di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Usia
Frekuensi
45-49 50-55 Total
27 19 46
Presentasi % 58,70 41,30 100
Pada Tabel 1 diketahui dari 46 responden sebagian besar responden dengan usia 45-49 tahun sebanyak 58,70%, dan usia 50-55 tahun sebanyak 41,30%. Status Gizi Responden Tabel 2 Status gizi responden di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Status gizi Lebih Normal Kurang Total
Frekuensi 31 10 5 46
Presentasi % 67,39 21,73 10,86 100
Sisanya 5 (10,90%) responden sebagai wirausaha serta yang paling kecil yaitu PNS sebesar 3 (6,50%) responden. Tabel 3 Pekerjaan responden di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Pekerjaan
Frekuensi
Wirausaha PNS Swasta IRT Total
5 3 6 32 46
Kadar Glukosa Darah Sewaktu Tabel 4 Kadar glukosa darah sewaktu di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang GDS
Frekuensi
Rendah (<
0 0 46
Presentasi % 0 0 0
46
100
140 mg/dl)
Normal (140-199 mg/dl)
Tinggi (.≥200 mg/dl)
Total
Berdasarkan Tabel 2 diketahui dari 46 responden sebagian besar memiliki status gizi lebih sebanyak 67,39% (n=31), sebanyak 21,73% (n=10) status gizi normal dan sebesar 10,86% (n=5) status gizi kurang. Pekerjaan Responden Pada Tabel 3 diketahui bahwa dari 46 responden sebagian besar bekerja sebagai IRT yaitu 32 (69,60%) responden. Selanjutnya swasta 6 (13,00%) responden.
Presentasi % 10,90 6,50 13,00 69,60 100
Pada Tabel 4 diketahui bahwa dari 46 responden seluruhnya 100% mempunyai kadar glukosa darah sewaktu tinggi. Pada penelitian ini kadar glukosa darah yang diukur adalah kadar glukosa darah sewaktu dengan alasan meminimalkan bias responden. Berdasarkan hasil penelitian pada 46 responden penderita diabetes mellitus tipe 2 seluruhnya mempunyai kadar glukosa darah sewaktu dengan kategori tinggi. Hasil pengukuran kadar glukosa
6
darah sewaktu pada responden mempunyai kadar glukosa darah ≥200 mg/dl. 20 responden yang mempunyai kadar glukosa darah sewaktu tinggi menyatakan bahwa mereka selalu rutin memeriksakan kadar glukosa darah mereka. Berdasarkan hasil wawancara 6 responden rutin melakukan kontrol glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa, dan glukosa darah 2 PP. 14 responden melakukan kontrol glukosa darah sewaktu secara rutin dan 26 responden lainnya melakukan kontrol glukosa darah secara tidak rutin. 20 responden yang rutin melakukan kontrol glukosa darah berdasarkan hasil wawancara menyatakan kurang mematuhi diet diabetes mellitus sehingga glukosa darah tetap tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa glukosa darah pada seseorang yang menderita diabetes mellitus akan tinggi dikarenakan oleh organ pankreas yang berfungsi untuk mengendalikan glukosa darah mengalami gangguan, sehingga kadar glukosa dalam darah menjadi tidak terkendali (Darmono,2007).
besar mempunyai asupan karbohidrat sederhana lebih yaitu sebesar 60,90% dan sisanya 39,10% mempunyai asupan karbohidrat sederhana lebih. Berdasarkan hasil penelitian pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar 60,90% (n=28) responden memiliki asupan karbohidrat sederhana dalam kategori lebih dan sisanya 39,10% (n=18) responden memiliki asupan karbohidrat sederhana kategori cukup. Responden yang mempunyai asupan karbohidrat sederhana dalam kategori lebih sebesar 60,90% (n=28) menyatakan bahwa asupan makan mereka tidak banyak yang berubah selama didiagnosa menderita diabetes mellitus tipe 2, berdasarkan hasil wawancara responden mengkonsumsi asupan karbohidrat sederhana berupa teh manis dan kopi manis sebelum mereka bekerja ataupun melakukan aktivitas dan sudah menjadi suatu kebiasaan setiap harinya. 15 Responden mengkonsumsi teh manis, kopi manis tiga kali sehari, hal tersebut Asupan Karbohidrat Sederhana Tabel 5 Asupan karbohidrat dikarenakan responden tidak mau sedehana di Kelurahan Gedawang minum apabila tidak terasa manis. 10 Kecamatan Banyumanik Kota Responden mengkonsumsi teh manis Semarang dua kali sehari. Hasil wawancara Asupan Frekuensi Presentasi % menggunakan (FFQ) semi karbohidrat kuantitatif yaitu jenis karbohidrat sederhana yang dikonsumsi seperti teh manis, Cukup (<5% 18 39,10 kopi manis, kolak, es jeruk, es dawet AKG) 28 60,90 ayu, susu kental manis, permen, kue Lebih (≥5%) bandung, getuk goreng, mendut, AKG Total 46 100 klepon, pukis, nagasari dan responden juga mengkonsumsi Pada Tabel 5 diketahui makanan tahu dan tempe yang bahwa dari 46 responden sebagian diolah (memasak) dengan cara di
7
bacem yang pemasakannya menggunakan bahan gula. Responden yang memiliki asupan karbohidrat sederhana dalam kategori cukup sebesar 39,10% (n=18) menyatakan bahwa responden mengkonsumsi asupan karbohidrat sederhana dalam jumlah yang terbatas. 12 Responden mengkonsumsi teh manis satu kali sehari dan 6 Responden lainya sama sekali tidak mengkonsumsi teh manis karena menganggap minuman merupakan pantangan bagi penderita diabetes mellitus. Hasil wawancara kepada responden yang memiliki kategori cukup mengkonsumsi karbohidrat sederhana seperti teh manis, es jeruk, es dawet ayu, permen, makanan manis seperti bubur kacang hijau, agar-agar, kue lapis, getuk goreng, Gethuk lindri dan bacem tempe tahu. Aktivitas Fisik Tabel 6 Aktivitas fisik di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Aktivitas Fisik Berat (2.002.40 PAL) Sedang (1.70-1.99 PAL Ringan (1.40-1.69 PAL) Total
Frekuensi 9 15 22
Persentase (%) 19,60 32,60 47,80
46
100
Pada Tabel 6 diketahui bahwa dari 46 responden paling banyak mempunyai aktivitas fisik ringan yaitu sebesar 47,80%, selanjutnya aktivitas fisik sedang 32,60% dan sisanya 19,60% mempunyai aktivitas fisik berat.
Aktivitas fisik diperoleh dari hasil wawancara responden dengan menggunakan kuesioner PAL (physical activity level). Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak responden dengan aktivitas fisik ringan sebanyak 47,80 (n=22), aktivitas fisik sedang sebanyak 32,60% (n=15), aktivitas fisik berat sebesar 19,60% (n=9). Responden yang mempunyai aktivitas fisik berat sebanyak 5 responden yang bekerja sebagai pegawai swasta berdasarkan hasil wawancara setiap hari responden bekerja menjahit di pabrik dengan lama waktu kerja selama 10 jam. Responden yang mempunyai aktivitas sedang sebanyak 5 responden bekerja sebagai wiraswasta, 3 responden mereka mempunyai usaha sendiri seperti warung makan yang menjual makanan siap saji. 2 responden berjualan di pasar yang mempunyai lapak sendiri dan mempunyai tambahan kerja lain berjualan baju di daerahnya. Responden yang mempunyai aktivitas fisik ringan sebanyak 22 responden adalah IRT dan PNS berdasarkan hasil wawancara menyatakan bahwa biasanya responden mengerjakan pekerjaan rumah dengan bantuan alat dan teknologi, 9 responden menggunakan jasa tenaga pekerja rumah tangga. 5 responden melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri dan 8 responden menyatakan bahwa pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh anaknya responden tidak mempunyai tambahan aktivitas fisik lain serta kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes mellitus selalu tinggi.
8
Hubungan asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tabel 7 Tabulasi silang asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Kategori karbohidrat sederhana Cukup Lebih Total
Kategori GDS tinggi n %
p value
18 28 46
0,0001
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rho, didapatkan p value = 0,0001, jika dibandingkan dengan α = 0,05 maka p ≤ 0,05 dapat diinterpretasikan ada hubungan asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, sedangkan berdasarkan nilai Spearman Rho diperoleh r = 0,670 yang menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat yang artinya asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun memiliki hubungan yang kuat, dan semakin tinggi asupan karbohidrat sederhana pada penderita diabetes mellitus tipe 2 maka kadar glukosa darah sewaktu semakin tinggi. Hasil penelitian yang menunjukkan responden yang memiliki asupan karbohidrat sederhana lebih dengan kadar
39,10 60,90 100
glukosa darah tinggi, menunjukkan bahwa sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Basuki tahun 2004 bahwa penderita diabetes mellitus dianjurkan memiliki pola makan seimbang, akan tetapi dari hasil penelitian terhadap penderita diabetes mellitus ternyata 75% tidak mengikuti pola makan atau diet yang dianjurkan. Pemberian diet pada penderita diabetes mellitus bertujuan untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal. Penderita diabetes mellitus harus benar-benar memperhatikan bahan makanan dan jumlah kalori yang dikonsumsi serta waktu makannya. Menurut Rimbawan tahun 2004 tidak terkendalinya kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang asupan karbohidrat sederhananya melebihi kebutuhan disebabkan karena tingginya pembentukan glukosa yang bersumber dari karbohidrat dan rendahnya eskresi insulin. Menurut Perkeni 2011 penatalaksaan diet pada
9
penderita diabetes mellitus agar terkendalinya glukosa darah dengan pengaturan konsumsi karbohidrat sederhana. Mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan bersifat manis akan cepat meningkatkan kadar glukosa darah seseorang, sehingga perlu membatasi konsumsi makanan yang bersifat manis. Pada prinsip diet penyakit diabetes mellitus asupan karbohidrat disesuaikan dengan prinsip diet yang ada. Konsumsi karbohidrat sederhana yang diperbolehkan hanya sebanyak <5% dari total kebutuhan kalori. Responden yang memiliki asupan karbohidrat sederhana dalam kategori cukup dengan kadar glukosa darah sewaktu tinggi sebanyak 18 responden. Berdasarkan hasil penimbangan berat badan responden
sebanyak 58,69% (n=27) mempunyai berat badan berlebih dan sebanyak 41,30% (n=19) mempunyai berat badan normal. Diabetes mellitus tipe 2 cenderung muncul di usia di atas 40 tahunan dan angka kejadianya meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena disebabkan oleh semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang (Khatip, 2008). Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu asupan karbohidrat sederhana yang tinggi, asupan serat yang rendah, obesitas, dan aktivitas fisik atau kebiasaan olah raga (Waspadji,2005).
Hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tabel 8 Tabulasi silang aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Kategori aktivitas Kategori GDS tinggi p value fisik n % Berat 9 19,60 0,005 Sedang 15 32,60 Ringan 22 47,80 Total 46 100 Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rho didapatkan nilai p = 0,005 (p ≤ 0,05) maka dapat diinterpretasikan ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.
Responden yang mempunyai aktivitas fisik dengan kategori berat dan mempunyai kadar glukosa darah sewaktu tinggi sebanyak 9 responden 19,60%. Hal ini menunjukan aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa darah. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aktivitas fisik dalam intensitas yang berat maka terjadi peningkatan
10
katekolamin yang memicu peningkatan produksi glukosa 3-4 kali lebih banyak dari biasanya bersamaan dengan itu terjadi peningkatan glukagon yang meyebabkan hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 (Perkeni, 2011). Hasil wawancara dari 4 orang dengan aktivitas fisik berat dengan kadar glukosa darah sewaktu tinggi menyatakan bahwa selain responden bekerja selama dirumah juga kurang istirahat karena harus mengurus anaknya setelah pulang kerja dan sebelum berangkat bekerja biasanya mengkonsumsi teh manis karena sudah menjadi kebiasaan. Sedangkan 5 orang responden untuk yang aktivitas fisik berat menyatakan bahwa sebelum berangkat kerja biasanya harus mengkonsumsi teh manis dan siangnya mengkonsumsi kopi manis selama bekerja agar tidak mengantuk. Responden dengan kategori aktivitas fisik sedang dan kadar glukosa darah sewaktu tinggi sebanyak 15 (32,60%) responden. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aktivitas fisik dapat mengontrol glukosa darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik akan mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar glukosa dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang melakukan aktivitas fisik, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka menyebabkan
meningkatnya kadar glukosa darah (Perkeni, 2011). Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh faktor aktivitas fisik yang kurang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi rekrutmen GLUT-4 ke dalam sel untuk tidak melakukan fungsinya dengan baik sehingga pemasukan glukosa ke dalam sel target terganggu (Robbins dan Cotran’s,2009). Penelitian lain menyatakan bahwa populasi diabetes melitus tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologis diperkirakan adalah kurangnya aktifitas fisik (Sudoyo,2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah responden pada kejadian diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak pada penderita yang tidak rutin aktifitas fisik. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 dan juga menurut Perkeni tahun 2011 yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko DM tipe 2 adalah kurangnya aktifitas fisik. Aktivitas fisik selain untuk menjaga kebugaran tubuh juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Aktivitas fisik secara langsung dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin sehingga reseptor insulin menjadi lebih aktif yang akan berpengaruh pada penurunan kadar glukosa darah
11
pada penderita diabetes mellitus (Ilyas, 2007). Keterbatasan Penelitian Pengukuran kadar glukosa darah sewaktu responden di ukur tanpa memperhatikan waktu makan terakhir responden. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan asupan karbohidrat sederhana dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah wanita usia 4555 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang disimpulkan bahwa sebagai berikut: 1. Asupan karbohidrat sederhana responden sebagian besar dalam kategori lebih sebanyak 28 responden (60,90%). 2. Aktivitas fisik responden paling banyak dalam kategori ringan sebanyak 22 responden (47,80%). 3. Kadar glukosa darah responden seluruhnya dalam kategori tinggi sebanyak 46 responden (100%). 4. Ada hubungan asupan karbohidrat sederhana dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. 5. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 wanita usia 45-55 tahun di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.
Saran 1. Bagi Penelitian Selanjutnya
Perlu adanya penelitian selanjutnya tentang asupan lemak dengan kadar glukosa darah pada penderita mellitus tipe 2. 2. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang agar meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya memperhatikan asupan makanan dan menu seimbang kepada penderita diabetes mellitus tipe 2 untuk mencegah peningkatan kadar glukosa darah serta memberikan penyuluhan tentang aktivitas fisik yang seimbang dan teratur untuk menjaga kebugaran tubuh. 3. Bagi Masyarakat Sebaiknya menerapkan pola makan 3 J (Jenis, Jumlah, dan Jadwal) dan juga melakukan aktivitas fisik (olah raga) yang teratur untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA Boroludin, K. 2007. Physical Activity, Fitness, Abdominal Obesity, and Cardiovasculer Risk Factors In Finnish Men and Women The National FINRISK 2007 Study. National Public Health Institute Helsinski and University of Helsinsk ; 135 ; 168. Bustan M.N, DR 2011. Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta : Rineke Cipta. Bweir S, Al-Jarrah M, Almatly AM, el al. 2009. Resistance Exersice Training Lowers Hba1C More Than Aerobic Training In Adults With
12
Type 2 Diabetes. Diabetes Metab Syndrom ; 2009 ; 12 ; 27. Darmono. 2007. Diebetes Mellitus pada Lanjut Usia. Abstrak Temu Ilmiah I dan Konferensi Kerja III. Perhimpunan Gerotologi Medik Indonesia (Pergemi). Undip Semarang. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2012. Semarang : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Indriati. 2010. Antropometri Untuk kedokteran, keperawatan, Gizi dan Olahraga. Klaten. Maulana, M. 2010. Diabetes Melitus, Jogjakarta : Kata hati. Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : Perkeni. Pradana, S. 2008. Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus. Dalam Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSCM – FKUI. Soewondo, P. 2007. Hidup Sehat dengan Diabetes. Jakarta : Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. Sujaya. 2009. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali Sebagai Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Tabanan. Jurnal Skala Husada, 6 (1): 75-81. http://www.pdii.lipi.go.id. Diakses : 14 Maret 2014. Suyono. 2011. Kesenderungan Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes. Jakarta : Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. Waspadji, S. 2005. Diabetes Mellitus Mekanisme Dasar dan Pengelolaanya yang Rasional dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Pusat Diabetes dan Lipid RSCM-FKUI. World Health Organization. 2011. Penanganan Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Kecil dan Berkembang. Jakarta : EGC.
13