Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA BAWEN KECAMATAN BAWEN TAHUN 2016
Evita Februiyan Kusuma Ningrum* Indri Mulyasari, S.Gz., M.Gizi** Dian Oktianti S. Farm, M.Sc, Apt**
*Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ** Program Studi Gizi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ** Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Produksi ASI pada hari pertama dan kedua sangat sedikit tetapi akan meningkat menjadi ± 500 mL pada hari ke-5, 600 sampai 690 mL pada minggu kedua, dan kurang lebih 750 mL pada bulan ke-3 sampai ke-5. Masalah yang terjadi pada ibu menyusui adalah produksi ASI yang tidak maksimal, sehingga banyak bayi yang kebutuhan gizinya kurang karena ibu tidak dapat memberikan ASI maksimal yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Tujuan penelitian mengetahui hubungan tingkat kecukupan energi dan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi semua ibu menyusui umur 0-6 bulan di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 sebanyak 68 ibu. Metode pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Sampel didapatkan 32 responden. Alat yang digunakan kuesioner kuesioner food frekuency record semi kuantitatif dan pengukuran produksi ASI. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji korelasi kendall tau. Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 dengan nilai p 0,002 < =0,05. Ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 dengan nilai p 0,000 < =0,05. Responden yang kecukupan energi dan proteinnya masih
kurang diharapkan
menambah asupan makanan yang mengandung energi dan protein sehingga produksi ASI nya lebih dan mencukupi bagi bayi. Kata kunci
: Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Produksi ASI
Kepustakaan
: 35 pustaka (2004 – 2014) 1
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui The Correlation between Adequacy Levels of Energy and Protein and Breast Milk Production in Lactating Mothers at Bawen Village Sub-distric in 2016 Evita Februiyan Kusuma Ningrum* Indri Mulyasari, S.Gz., M.Gizi** Dian Oktianti S. Farm, M.Sc, Apt** Diploma IV of Midwifery Study Program Ngudi Waluyo School of Health
ABSTRACT
Milk production on the first day and the second very little but will increase to ± 500 mL on day 5, 600 to 690 mL in the second week, and approximately 750 mL in 3rd to 5th. Problems that occur in nursing mothers is breast milk production is not maximized, so many babies that their nutritional needs are less because the mother can not breast feed maximum in accordance with the needs of the baby. This study aimed relation sufficiency level of energy and protein in milk production in nursing mothers in the village of the District Bawen Bawen 2016 Correlational research design with cross sectional approach. The population of all breastfeeding mothers aged 0-6 months in the village of the District Bawen Bawen 2016 were 68 mothers. The sampling method with a purposive sampling. Samples were obtained 32 respondents. The tools used food questionnaires frekuency record questionnaires and semiquantitative measurement of milk production. Data were analyzed with correlation kendall tau. The results showed There is a relationship between the degree of energy sufficiency in milk production in nursing mothers in the village of the District Bawen Bawen 2016 with a value of 0.002 p <= 0.05. There is a relationship between the level of adequacy of protein with milk production in nursing mothers in the village of the District Bawen Bawen 2016 with a value of 0,000 p <= 0.05. Respondents were adequate energy and protein intake is still not expected to add foods containing protein and energy so that more of its milk production and sufficient for the baby. Keywords: Energy Sufficiency Level, Protein, milk production Bibliography: 35 references (2004-2014)
2
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui PENDAHULUAN Setiap ibu menyusui berharap dapat menyusui bayinya sebanyak dan selama mungkin, dalam hal ini gizi memegang peranan penting untuk menunjang produksi ASI yang maksimal. Beberapa zat gizi mempunyai sifat saling mempengaruhi yang sangat menguntungkan. Ibu menyusui dapat makan apa saja dan tidak ada pantangan. Ibu menyusui umumnya makan 6 kali sehari sesuai dengan frekuensi menyusui bayinya, karena setiap habis menyusui ibu akan merasa lapar. Selain cukup makan, ibu menyusui dianjurkan pula banyak minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui dan mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari (Wiknjosastro, dkk. 2006) Produksi ASI akan meningkat segera setelah lahir sampai usia 4 sampai 6 minggu dan setelah itu produksinya akan menetap. Produksi ASI pada hari pertama dan kedua sangat sedikit tetapi akan meningkat menjadi ± 500 mL pada hari ke-5, 600 sampai 690 mL pada minggu kedua, dan kurang lebih 750 mL pada bulan ke-3 sampai ke-5. Produksi ASI ini akan menyesuaikan kebutuhan bayi (on demand) (Waryana, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ASI adalah gizi ibu menyusui, perawatan payudara, frekuensi penyusuan, berat badan bayi, umur kehamilan saat melahirkan, umur ibu, stress pada ibu, merokok, alkohol dan pil kontrasepsi (Kodrat, 2010). Bulan pertama menyusui asupan energi ibu perlu ditambah 330kkal/hari. Pada 6 bulan berikutnya tambahan asupan energi ibu menyusui sebanyak 300 kkal/hari (AKG, 2013). Apabila konsumsi asupan energi ibu menyusui rendah, berakibat cadangan lemak ibu menyusui rendah sehingga akan berpengaruh terhadap produksi air susu ibu. Pada keadaan ini asupan energi perlu ditingkatkan agar produksi ASI tetap berada pada taraf normal (Vikawati, 2014). Kebutuhan protein ibu menyusui perlu ditambah sebanyak 20 gr/hari, khususnya protein yang mempunyai nilai biologi tinggi. Kandungan protein dan lemak ASI hanya sedikit berbeda bila dikaitkan dengan makanan ibu, tetapi jenis lemak yang ada dapat sangat bervariasi tergantung asupan protein ibu. Bila ibu menyusui banyak mengkonsumsi protein nabati daripada protein hewani maka ASI yang diproduksi banyak mengandung lemak tidak jenuh sehingga menjadi sumber protein yang sehat untuk mendukung produksi ASI (Nurheti, 2010). Masalah yang terjadi pada ibu menyusui adalah produksi ASI yang tidak maksimal, sehingga banyak bayi yang kebutuhan gizinya kurang karena ibu tidak dapat memberikan ASI maksimal yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Salah satu penyebab produksi ASI tidak maksimal disebabkan karena asupan zat gizi ibu yang kurang baik, menu makanan yang 3
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui tidak seimbang dan juga mengkonsumsi makanan yang kurang teratur sehingga produksi ASI tidak mencukupi untuk diberikan pada bayi. Dengan demikian bayi yang tidak mendapatkan ASI yang optimal akan mudah jatuh sakit karena antibodi di dalam tubuh bayi yang belum terbentuk dengan sempurna dan optimal (Waryana, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Erlinda Permatasari tahun 2016 dengan judul hubungan asupan gizi dengan produksi asi pada ibu yang menyusui bayi umur 0-6 bulan di Puskesmas Sewon I Bantul Yogyakarta yang hasilnya asupan gizi pada ibu yang menyusui bayi umur 0-6 bulan, sebanyak 48 ibu didapatkan asupan gizi dalam kategori baik sebanyak 23 responden (47,9%). Produksi ASI pada ibu yang menyusui bayi umur 0-6 bulan dalam kategori baik sebanyak 33 responden (68,8%). Hasil uji kendall tau diperoleh p value 0,000 dengan koefisien korelasi 0,469 yang bersifat sedang. Dengan demikian, penting diteliti seberapa besar pengaruh asupan gizi ibu pada saat menyusui karena berhubungan dengan produksi ASI. Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Bawen Kecamatan Bawen cakupan ASI eksklusif masih 48% angka ini masih belum mencapai harapan yaitu 80%. Wawancara pada 5 ibu bekerja tentang makanan yang dikonsumsi 2 mengatakan cukup mengkomsumsi energi dan protein, dimana 1 ibu mengkonsumsi 2780 Kkal, 72 gram protein dan produksi ASInya 660 cc. 1 ibu mengkonsumsi 2850 Kkal, 63 gram perhari dan produksi 600 cc. 3 ibu mengatakan kurang mengkomsumsi energy dan protein dimana 1 ibu mengkonsumsi 2100 Kkal, 59 gram protein dan produksi ASInya 660 cc. 1 ibu mengkonsumsi 2150 Kkal, 56 gram dan produksi ASInya 150 cc. 1 ibu mengkonsumsi 2020 Kkal, 42 gram protein dan produksi ASInya 200 cc. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kecukupan energi dan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui umur 0-6 bulan di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 sebanyak 68 ibu. Metode pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Sampel 32 ibu. Instrumen penelitian menggunakan formulir metode frekuensi makanan (frequency food semi kuantitatif), dan gelas ukur untuk mengukur produksi ASI. Uji statistik menggunakan uji kendall tau (α=0,05).
4
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat kecukupan energi pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Tabel 1. Distribusi frekuensi tingkat kecukupan energi pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Kecukupan energi Frekuensi Persentase (%) Defisit 3 9,4 Kurang 5 15,6 Baik 6 18,8 Lebih 18 56,2 Total 32 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi responden lebih sebanyak 18 responden (56,2%) dan baik sebanyak 6 responden (18,8%). Menurut Kemenkes No 75 tahun 2013 Angka kecukupan Gizi AKG angka kecukupan energi ibu menyusui 6 bulan pertama membutuhkan tambahan 330 kkal dan ibu menyusui 6 bulan kedua membutuhkan tambahan 400 kkal. Sebagian besar kecukupan energi lebih karena ibu menyusui memperhatikan makanannya. Selain kecukupan energi ibu baik disebabkan ibu menyusui dalam memenuhi zat gizinya disarankan oleh keluarga terutama dalam kecukupan energinya. Kebutuhan energi ibu perhari harus terdiri atas 60-70 % karbohidrat, 10-20 % protein, dan 20-30 % lemak. Energi ini didapat dari makanan yang dikonsumsi ibu dalam sehari. Di masa menyusui, kebutuhan ini bertambah sebanyak 500 energi dari keadaan normal. Jadi, bila ibu biasa makan sehari 3 kali, maka sekarang harus jadi 4 kali (Aiyeyeh, dkk, 2011). Hasil penelitian didapatkan kecukupan energi responden pada kategori kurang sebanyak 5 responden (15,6%) dan defisit sebanyak 3 responden (9,4%). Kekurangan energi ini disebabkan ibu hanya makan makanan yang disukainya yang tidak memenuhi kebutuhan menyusui. Jika berat badan ibu kurang dan hanya menyimpan sedikit cadangan lemak selama ibu hamil, maka ibu membutuhkan tambahan energi sebanyak 500 energi setiap harinya. Terlepas dari berapapun berat badan ibu, ibu bisa menemukan bahwa ibu masih membutuhkan tambahan energi ketika bayi tumbuh dan menuntut lebih banyak susu. Ibu bisa menentukan hal ini dengan menimbang berat badan. Jika ibu mulai kehilangan berat badan bebrapa kilogram dengan cepat, tambahkan konsumsi gizi harian (Aiyeyeh, dkk, 2011).
5
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui 2. Tingkat kecukupan protein pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Tabel 2 Distribusi frekuensi tingkat kecukupan protein pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Kecukupan energi Frekuensi Persentase (%) Kurang 8 25,0 Baik 10 31,2 Lebih 14 43,8 Total 32 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kecukupan protein responden lebih sebanyak 14 responden (43,8%), baik sebanyak 10 responden (31,2%). Menurut AKG 2013 angka kecukupan protein ibu menyusui 6 bulan pertama membutuhkan tambahan 20 gram dan ibu menyusui 6 bulan kedua membutuhkan tambahan 20 gram. Sebagian besar kecukupan protein responden lebih dan baik disebabkan responden dalam menu makanannya tersedia protein yang cukup dimana dalam setiap makan ada lauk yang tersedia. Hasil penelitian didapatkan masih ada responden yang kurang kecukupan proteinnya sebanyak 8 responden (25,0%). Hal ini disebabkan budaya ibu dimana saat menyusui ada mitos bahwa ibu tidak diperbolehkan makan protein seperti daging dan telur, juga ibu yang tidak begitu suka lauk yang dianggap amis. Bila ibu menyusui tak menambah asupan protein, maka selama produksi ASI berlangsung kebutuhan tambahan protein itu akan diambil dari protein ibu yang ada di ototnya. Akibatnya, ibu menjadi kurus. Secara alamiah, ibu memang akan merasa lapar setelah menyusui bayinya (Aiyeyeh, dkk, 2011). 3. Produksi ASI ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Tabel 3 Distribusi frekuensi produksi ASI ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016 Produksi ASI Frekuensi Persentase (%) Kurang 2 6,2 Cukup 8 25,0 Lebih 22 68,8 Total 32 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar produksi ASI responden lebih sebanyak 22 responden (68,8%). Produksi ASI yang lebih disebabkan banyaknya faktor yang membantu responden untuk produksi ASI yang lebih seperti nutrisi dan kasih sayang ibu ke bayinya. Kecukupan volume ASI dapat dilihat dari keadaan bayi. Jika bayi disusui kurang dari delapan kali dalam waktu 24 jam, berkemih sehingga hanya membasahi hanya beberapa 6
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui popok saja, mengeluarkan air kemih yang tampak mengandung “debu batu bata” bewarna kemerahan, atau buang air besar kurang dari satu kali dalam sehari sesudah menyusu, ada kecenderungan lebih besar bahwa mengalami masalah dehidrasi atau masalah kenaikan berat badan. Disamping itu, ada beberapa tanda lain yaitu bayi tampak terus-menerus lapar dan jarang terlihat puas sehabis menyusu. Bayi lemas dan tidak berminat menyusu sama sekali, selaput lendir mulut yang kering, kulit tegang, dan mata, muka, serta perutnya bewarna kuning (Simkin, dkk., 2007). Hasil penelitian didapatkan masih ada produksi ASI ibu yang cukup sebanyak 8 responden (25,0%) dan kurang sebanyak 2 responden (6,2%). Produksi yang hanya cukup dan kurang disebabkan banyak faktor seperti ketentraman jiwa ibu dan nutrisi yang yang cukup. Menurut Sitti, 2009, produksi air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya (Hapsari, 2009). 4. Hubungan tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Tabel 4 Hubungan tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Kecukupan Produksi ASI ז p energi Kurang Cukup Lebih Total f % f % f % f % Defisit 2 66,7 0 0 1 33,3 3 100,0 0,510 0,002 Kurang 0 0 3 60,0 2 40,0 5 100,0 Baik 0 0 3 50,0 3 50,0 6 100,0 Lebih 0 0 2 11,1 16 88,9 18 100,0 Jumlah 2 6,2 8 25,0 22 68,8 32 100,0 Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Nilai ז didapatkan 0,510 yang artinya arah hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang. Hal ini dapat dilihat dari responden yang kecukupan energi defisit kecukupan energinya sebagian besar produksi ASInya kurang sebanyak 2 responden (66,7%), kecukupan energinya kurang sebagian besar produksi ASInya cukup sebanyak 3 responden (60,0%), kecukupan energinya baik sebagian besar produksi ASInya lebih sebanyak 3 responden (50,0%) dan kecukupan energinya lebih sebagian besar produksi ASInya lebih sebanyak 22 responden (68,8%). Menurut Haryani, 2011, faktor yang mempengaruhi pola makan adalah sebagai berikut Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan 7
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. 5. Hubungan tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Tabel 5 Hubungan tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Kecukupan Produksi ASI ז p protein Kurang Cukup Lebih Total f % f % f % f % Kurang 1 12,5 5 62,5 2 25,0 8 100,0 0,593 0,000 Baik 1 10,0 3 30,0 6 60,0 10 100,0 Lebih 0 0 0 0 14 100,0 14 100,0 Jumlah 2 6,2 8 25,0 22 68,8 32 100,0 Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen Kecamatan Bawen Tahun 2016. Nilai ז didapatkan 0,593 yang artinya arah hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang. Hal ini dapat dilihat dari responden yang kecukupan proteinnya kurang sebagian besar produksi ASInya cukup sebanyak 5 responden (62,5%), kecukupan proteinnya baik sebagian besar produksi ASInya lebih sebanyak 6 responden (60,0%) dan kecukupan proteinnya lebih sebagian besar produksi ASInya lebih sebanyak 14 responden (100,0%), Protein sangat diperlukan untuk peningkatan produksi air susu.Ibu
menyusui
membutuhkan tiga porsi protein per hari selama menyusui. Perubahan diit ibu yang buruk akan berpengaruh pada kadar protein ASI. Ibu akan kehilangan protein tubuh maupun cadangan zat-zat gizi lain dari dalam tubuhnya. Dengan adanya tambahan protein ini diharapkan ASI yang dihasilkan mengandung protein berkualitas. Bila ibu menyusui tak menambah asupan protein, maka selama produksi ASI berlangsung kebutuhan tambahan protein itu akan diambil dari protein ibu yang ada di ototnya. Akibatnya, ibu menjadi kurus. Secara alamiah, ibu memang akan merasa membutuhkan makan setelah menyusui bayinya. Hal ini dikarenakan kebutuhan ibu seperti protein dari tubuh ibu sudah disintesa sebagai protein pengganti dalam ASI. Pada seorang ibu yang hamil dikenal dua refleks yang masing- masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu. Refleks prolaktin memegang peranan penting dalam proses pembuatan kolostrum, namun jumlah kolostrumnya masih terbatas, karena aktivitas prolaktin di hambat oleh estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi.
8
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui Hormone ini meransang sel- sel alveoli yang fungsinya untuk memebuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan normal kembali setelah tiga bulan melahirkan sampai penyapihan anak.setelah anak di sapih maka tidak akan ada peningkatan prolaktin (Sitti, 2009). Faktor lingkungan cukup besar mempengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkunga keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Keterbatasan penelitian ini untuk faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI seperti kecukupan lemak, vitamin, air dan ketentraman jiwa ibu tidak diteliti.
SIMPULAN Ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Desa Bawen, Kecamatan Bawen Tahun 2016.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ai Yeyeh Rukiyah, Lia Yulianti, Lilik Sulitiawati. (2011). Asuhan Kebidanan/Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media. 2. Angka Kecukupan Gizi (AKG). (2013). Jakarta Byrd-Bredbenner C. Wardlaw's perspective in nutrition. 3. Hapsari. (2014). Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Alkautsar Group. 4. Kodrat. (2010). Dahsyatnya ASI & Laktasi, Yogyakarta: Media Baca. 5. Nurheti, (2010). Keajaiban ASI-Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan Kelincahan Si 6. Sitti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika. 7. Vikawati. (2014). Status Gizi Bumil dan Berat Bayi Lhir Pada Kelompok Vegetarian. Mekar sari jurnal. 8. Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama. 9. Wiknjosastro, dkk. (2006). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
9