1
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MELALUI PENDEKATAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK (PENELITIAN TERHADAP PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 8 TASIKMALAYA TAHUN PELAJARAN 2012/2013)
Nina Anggraeni e-mail:
[email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan pada langkah manakah peserta didik mengalami kesulitan paling besar dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian yaitu metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 8 Tasikmalaya tahun pelajaran 2012/2013. Sampel diambil dua kelas, satu kelas untuk kelas eksperimen yaitu kelas X-4 menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri, satu kelas lagi untuk kelas kontrol yaitu kelas X-2 menggunakan model pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan tingkat kesulitan terbesar dalam tes pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen dan kontrol yaitu sama-sama pada langkah keempat memeriksa kembali hasil. Persentase kesulitan terbesar dalam tes pemecahan masalah kelas eksperimen sebesar 53,26% sedangkan kelas kontrol sebesar 63,71%.
Kata kunci: kemampuan pemecahan masalah matematik, model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri
1
2
ABSTRACT The aims of the research is to know the influence of using the model of problem basis learning through inquiry approach on the problem solving mathematics students’ ability and know the most difficult measure on students to finish the questions of problem solving. The research method is experimental method. The population in this research is all the students at the tenth grade of SMA Negeri 8 Tasikmalaya academic year 2012/2013. The sample is obtained two classes, one class for experiment class is class X-4 using the model of problem basis learning through inquiry approach, and the second class is class X-2 using direct learning. The technique of analysis the data used differentiation test two averages. The conclusion of this research based on the analysis of the data and hypothesis test is there is a positive influence of using the model of problem basis learning through inquiry approach on the problem solving mathematics students’ ability. In addition, the most difficult measure on the test of the problem solving mathematics ability at experimental and control class are equal on checking the result in the forth level. The highest difficulty in percentage of problems solving test experimental class is 53, 26%, whereas control class is 63, 71%. Key words: problem solving mathematics ability, the model of problem basis learning through inquiry approach.
3
PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu, dimana dalam proses pembelajaran tersebut terkandung multiperan guru. Dalam setiap pembelajaran matematika pasti ada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pembelajaran tersebut dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan guru dalam mengajar dan sejauh mana peserta didik dapat menyerap materi pelajaran matematika yang diberikan oleh guru. Wardani, Sri (2010:36) mengemukakan bahwa di negara kita, mengembangkan
kemampuan
pemecahan
masalah
adalah
salah
satu
tujuan
pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, maka arah atau orientasi dari pembelajaran matematika salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Pada pembelajaran matematika, pemecahan masalah dapat berupa soal cerita yang tidak rutin, yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang mendalam. Hal ini jelas merupakan tuntutan sangat tinggi yang tidak mungkin bisa dicapai hanya melalui hafalan,
melainkan peserta didik harus bisa
memahami dan menguasai konsep matematika dan terbiasa menyelesaikan soal yang tidak rutin. Mencermati hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nazmudin, Rizki (2011) menyatakan bahwa dari 44 peserta didik kelas VIII SMP Negeri 13 Tasikmalaya yang diteliti pada tes kemampuan pemecahan masalah matematik dengan menggunakan model pembelajaran langsung, diperoleh hasil bahwa hanya 8 orang atau 18,18 % peserta didik yang mendapat skor 35 keatas. Artinya, jika ketuntasan belajar minimal pada kemampuan pemecahan masalah ditetapkan sebesar 35 setara dengan 70 pada hasil belajar, maka terdapat 36 orang atau 81,81% peserta didik tidak dapat memenuhi ketuntasan belajar minimal pada mata pelajaran matematika. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik masih tergolong rendah. Selain itu, berdasarkan observasi awal dengan guru
4
matematika di SMA Negeri 8 Tasikmalaya bahwa model pembelajaran langsung melalui metode ekspositori dan pemberian tugas yang digunakan dalam proses kegiatan pembelajaran
belum
dapat
memperbaiki
kemampuan
peserta
didik
dalam
menyelesaikan masalah matematika dengan langkah-langkah pemecahan masalah karena dengan model pembelajaran langsung guru menjadikan peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan model pembelajaran langsung hanya penyampaian informasi yang lebih mengaktifkan guru. Sehingga peserta didik kurang memahami bagaimana langkah-langkah pemecahan masalah matematik. Berdasarkan kondisi tersebut, maka hendaknya diadakan usaha untuk memperbaikinya. Salah satu solusi yang dapat diberikan yaitu dengan memilih model maupun pendekatan yang dapat mengaktifkan peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dengan hanya mendengarkan informasi dari guru secara terus menerus yang mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah matematik tidak berkembang. Model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri dapat dijadikan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Menurut Ward, et.al (Dasna, I Wayan dan Sutrisno, 2007:1) “PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah”. Sedangkan menurut Sagala, Syaiful (2007:196) “Pendekatan inkuiri merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakan dasar dan cara berpikir ilmiah, pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam pemecahan masalah”. Model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri yang menggunakan masalah sebagai konteks bagi peserta didik dalam belajar mendorong timbulnya keingintahuan
peserta
didik
untuk
melakukan
penyelidikan
sehingga
dapat
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah untuk membangun pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. Menurut Rusman (2012:232) belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut. a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar. b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
5
c. Permasalahan membutuhkan persepektif ganda (multiple persepective). d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan. i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah untuk dikembangkan dalam memahami konsep dan prinsip dari suatu materi melalui penyelidikan secara autentik, dan pemecahan masalah dengan mengintegrasikan pengetahuan yang telah dipahami sebelumnya. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, berpusat kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis serta mampu menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang kepada peserta didik untuk menguasai konsep dan mengembangkan kemampuan berpikir khususnya dalam pemecahan masalah. Penelitian tentang model pembelajaran berbasis masalah dilaporkan oleh Andriatna, Riki (2012) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan perlakuan menulis matematika dalam pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran tanpa menulis matematika dalam pembelajaran berbasis masalah serta sikap peserta didik terhadap menulis matematika dalam pembelajaran berbasis masalah menunjukkan sikap positif. Selain itu, penelitian tentang pendekatan inkuiri di laporkan oleh Noorzanah, Dina (2012), diperoleh pengaruh positif penggunaan pendekatan inkuiri terhadap kemampuan pemahaman matematik peserta didik. Penelitian lain tentang pembelajaran berbasis masalah dilaporkan oleh Tasdikin (2012), didapatkan simpulan bahwa pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam hal meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis peserta didik dibanding dengan pembelajaranzkonvensional.
6
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik serta untuk mengetahui pada langkah manakah peserta didik mengalami kesulitan paling besar dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 8 Tasikmalaya tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah peserta didik 319 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu secara random. Caranya dengan menuliskan nama masing-masing kelas populasi pada kertas kecil, lalu digulung dan dimasukan pada suatu tempat kemudian dikocok dengan baik dan diambil dua gulungan kertas, nama kelas yang tertera dalam gulungan inilah yang kemudian dijadikan sampel. Gulungan kertas yang pertama keluar dijadikan kelas eksperimen dan gulungan kertas yang kedua keluar dijadikan kelas kontrol. Setiap kelas memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian, karena setiap kelas memiliki karakteristik yang sama, yaitu terdiri dari peserta didik kelompok tinggi, sedang, dan rendah, serta ratarata kemampuan peserta didik tiap kelas pada populasi tersebut relatif sama. Ternyata pada pengambilan pertama terpilih kelas X-4 yang terdiri dari 31 peserta didik ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri dan pada pengambilan kedua terpilih kelas X-2 yang terdiri dari 31 peserta didik ditetapkan sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara melaksanakan tes. Data yang diperoleh dari penelitian, yakni skor tes kemampuan pemecahan masalah matematik dikelompokan berdasarkan kelompok pembelajaran. Teknik analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis yang diperlukan sebagai dasar pengujian hipotesis antara lain uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya untuk mengetahui persentase kesulitan pada tiap langkah pemecahan masalah matematik yang dilaksanakan di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dilakukan analisis skor pada tiap langkah pemecahan masalah.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri yang telah dilaksanakan memberikan suasana baru pada waktu kegiatan pembelajaran, karena dalam pelaksanaannya peserta didik diberi kesempatan untuk terlibat aktif secara mental selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga terjadi proses kerja sama antar teman, tumbuhnya rasa tanggung jawab peserta didik dalam menyelesaikan masalah, dan meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengungkapkan pendapatnya. Dalam pelaksanaannya, masih terdapat kendala dalam pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri, yaitu penggunaan waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada pertemuan pertama dan kedua, peserta didik tampak bingung pada saat mengikuti pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri. Peserta didik belum terbiasa menemukan konsep secara mandiri melalui bahan ajar maupun menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang terdapat pada LKPD, sehingga waktu yang diperlukan terasa kurang. Selain itu, pada pertemuan pertama dan kedua peserta didik belum terbiasa atau berani untuk mengemukakan pendapat. Namun, pada pertemuan ketiga dan seterusnya, peserta didik mulai terbiasa dengan pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri, hal ini terlihat dengan terdapatnya beberapa peserta didik yang berani mempresentasikan bahan ajar maupun LKPD tanpa ditunjuk oleh guru, tidak takut lagi mengemukakan pendapat, dan diskusi kelompok menjadi lebih hidup. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung yang diberikan pada peserta didik kelas kontrol atau pembanding, yaitu kelas X-2 SMA Negeri 8 Tasikmalaya dengan jumlah peserta didik 31 orang. Pada saat pembelajaran, peserta didik belajar secara klasikal. Penyajian materi dilakukan melalui metode ekspositori, guru mendemonstrasikan materi secara langsung. Dalam model pembelajaran langsung terdapat lima fase, yaitu fase menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, fase mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, fase pelatihan terbimbing, fase umpan balik, serta fase latihan dan penerapan konsep. Pada pembelajaran langsung peserta didik hanya menerima pengetahuan tanpa mengetahui darimana pengetahuan itu diperoleh, konsep diberikan dan dijelaskan langsung oleh guru. Kemudian contoh soal diberikan untuk melengkapi penjelasan materi, dilanjutkan dengan pemberian LKPD untuk diselesaikan peserta didik dengan
8
bimbingan dari guru. Kemudian di akhir pembelajaran peserta didik diberikan pekerjaan rumah. Dari hasil pengamatan di kelas ini tampak peserta didik kurang aktif, kurang terlihat adanya interaksi diantara mereka, bahkan tidak sedikit peserta didik yang hanya menulis kembali hasil pekerjaan temannya yang menyelesaikan masalah di papan tulis. Mereka kurang berusaha menemukan sendiri dalam memecahkan masalah yang diberikan guru. Akibatnya saat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah, tidak sedikit peserta didik yang mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan peserta didik kurang
terbiasa
menyelesaikan
soal-soal
pemecahan
masalah.
Pada
akhir
pengembangan kompetensi, peserta didik dari kelas kontrol dan eksperimen diberikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang terdiri dari 4 butir soal berbentuk uraian dengan penyelesaian menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata, namun sebelum melakukan analisis tersebut, harus dipenuhi persyaratan pengujian analisisnya yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians. Statistik deskriptif data kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Statistik Deskriptif Kedua Kelompok Sampel Ukuran Statistik Banyak data Skor terbesar Skor terkecil Rentang (r) Rata-rata ( x ) Median (me) Modus (mo) Standar deviasi ( δn - 1)
Kelompok Eksperimen 31 40 19 21 34,56 35,66 36,5 5,35
Kelompok Kontrol 31 40 8 32 28,69 27,5 20,11 8,12
Hasil uji normalitas dengan Chi-Kuadrat pada taraf nyata pengujian 1% menunjukan bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematik pada kedua kelompok sampel berdistribusi normal dan hasil uji homogenitas menunjukan data kemampuan pemecahan masalah matematik pada kedua kelompok sampel bervarians homogen. Setelah persyaratan pengujian analisis dipenuhi maka uji hipotesis dilakukan melalui uji perbedaan dua rata-rata. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui
9
pendekatan ekatan inkuiri terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai thitung lebih besar atau sama dengan tdaftar, sebaliknya terima H0 jika nilai thitung lebih kecil dari tdaftar. Hasil perhitungan menunjukan bahwa thitung=3,35 3,35 lebih besar dari tdaftar = 2,39, sehingga H0 ditolak berarti kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini dikarenakan peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri terlibat aktif dalam proses pembelajaran, peserta erta didik dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuannya dengan sebuah masalah yang disajikan pada bahan ajar dan LKPD sehingga belajar menjadi lebih bermakna. Berikut disajikan pada Gambar 1 rata-rata rata perolehan skor pemecahan masalah peserta didik yang belajar b dengan model pembelajaran berbasis masalah
Skor Rata-rata
melalui pendekatan inkuiri dan model pembelajaran langsung. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Model Pembelajaran Berbasis Masalah melalui Pendekatan Inkuiri
Gambar 1. 1 Rata-rata rata Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kedua Kelompok Sampel. Rata-rata rata skor
yang
diperoleh
peserta didik
kelas
eksperimen
yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri sebesar 34,56 dan rata-rata rata skor kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran mbelajaran langsung sebesar 28,69.. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung.
10
Berdasarkan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) kemampuan pemecahan masalah matematik pada materi trigonometri yaitu 28 setara dengan 70 pada hasil belajar, dapat dilihat kelebihan dari peserta didik yang menggunakan model pembelajaran berbasis melalui pendekatan inkuiri dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung, yaitu dengan melihat perbandingan perolehan skor peserta didik yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri yang mencapai atau melebihi KKM sebanyak 27 orang atau dalam persentase 87,1% dan perolehan skor peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung yang mencapai atau melebihi KKM hanya sebanyak 15 orang atau dalam persentase 48,38%. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (Rusman, 2012:2004) mengemukakan “Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang bermakna”. Setelah diadakan tes pada kelas sampel yaitu kelas eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri dan pada kelas kontrol dengan model pembelajaran langsung, peneliti menemukan peserta didik yang masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dengan menggunakan langkah Polya. Berdasarkan analisis soal maka rata-rata persentase kesulitan peserta didik dalam menyelesaikan soal trigonometri pada tiap langkah pemecahan matematik
kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Persentase Kesulitan Peserta Didik pada Langkah Pemecahan Masalah Matematik Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol Analisis Data
Tahapan Polya
Tes Pemecahan Masalah Eksperimen 9,68%
Kontrol 25%
Peserta Didik yang
1. Memahami Masalah
Mengalami
2. Merencanakan Penyelesaian
10,48%
27,42%
Kesulitan
3. Melakukan perhitungan
25,81%
37,10%
4. Memeriksa kembali hasil
53,26%
63,71%
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa rata-rata persentase kesulitan peserta didik pada langkah pertama yaitu memahami masalah di kelas eksperimen sebesar 9,68% yang mengalami kesulitan sedangkan di kelas kontrol sebesar 25% yang mengalami
11
kesulitan. Faktor penyebab terjadinya kesulitan yang dialami peserta didik yaitu karena peserta didik tidak memahami soal dengan baik, selain itu kurang teliti dalam membaca soal sehingga data yang diketahui dan ditanyakan tidak dituliskan secara lengkap. Pada langkah kedua yaitu merencanakan penyelesaian terlihat bahwa rata-rata persentase kesulitan peserta didik di kelas eksperimen sebesar 10,48% yang mengalami kesulitan sedangkan di kelas kontrol sebesar 27,42% yang mengalami kesulitan. Faktor penyebab terjadinya kesulitan yang dialami peserta didik yaitu karena peserta didik tidak mengetahui rumus-rumus yang harus digunakan untuk menghitung dan peserta didik tidak bisa menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajarinya sehingga peserta didik tidak dapat menuliskan rumus yang harus digunakan, selain itu ada peserta didik yang menuliskan rumus namun kurang relevan. Pada langkah ketiga yaitu melakukan perhitungan terlihat bahwa rata-rata persentase kesulitan peserta didik di kelas eksperimen sebesar 25,81% yang mengalami kesulitan sedangkan di kelas kontrol sebesar 37,10% yang mengalami kesulitan. Faktor penyebab terjadinya kesulitan yang dialami peserta didik yaitu karena peserta didik kurang teliti dalam mengerjakan soal sehingga terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam melakukan perhitungan. Pada langkah keempat yaitu memeriksa kembali hasil terlihat bahwa rata-rata persentase kesulitan peserta didik di kelas eksperimen sebesar 53,26% yang mengalami kesulitan sedangkan di kelas kontrol sebesar 63,71% yang mengalami kesulitan. Faktor penyebab terjadinya kesulitan yang dialami peserta didik yaitu karena peserta didik merasakan kebingungan untuk menerapkan konsep lain atau hanya memindahkan hasil dengan mensubstitusi ke dalam rumus saja. Padahal pada awal pertemuan sudah dijelaskan jika tidak bisa untuk menerapkan konsep lain pada langkah terakhir, maka diperbolehkan untuk mensubstitusikan hasil ke dalam rumus yang direncanakan. Selain itu faktor yang sangat berpengaruh adalah keterbatasan waktu yang tersedia, sebagian besar peserta didik mengemukakan bahwa mereka hanya terbiasa dalam menyelesaikan perhitungan berakhir pada hasil yang diperoleh hingga menyimpulkan saja dan berpendapat bahwa mungkin jika hasilnya benar skor yang diperoleh akan maksimal. Hal ini menyebabkan sebagian besar peserta didik mengosongkan atau seperlunya saja dalam mengisi tahap pemeriksaan kembali hasil yang diperoleh.
12
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. 2. Peserta didik pada kelas ekperimen dan kontrol mengalami kesulitan paling besar dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematik yaitu pada langkah memeriksa kembali hasil, dengan persentase kesulitan paling besar dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematik kelas eksperimen sebesar 53,26% sedangkan persentase kesulitan kelas kontrol sebesar 63,71%. Berdasarkan simpulan tersebut, terdapat beberapa saran sebagai berikut. 1. Model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Oleh karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan dan dijadikan sebagai alternatif pilihan guru dalam menentukan model pembelajaran matematika yang membuat peserta didik lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. Dalam mengimplementasikan pembelajaran ini dengan tujuan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik, guru perlu mempersiapkan semua komponen pendukungnya dengan sebaik-baiknya, antara lain bahan ajar dan lembar kerja peserta didik yang disusun agar peserta didik banyak melakukan aktivitas pemecahan masalah. 2. Peserta didik pada kelas ekperimen dan kontrol mengalami kesulitan paling besar dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematik yaitu pada langkah memeriksa kembali hasil. Oleh karena itu hendaknya guru berupaya lebih meningkatkan lagi dalam melatih dan membiasakan peserta didik menyelesaikan soal-soal tidak rutin. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik menerapkan model pembelajaran berbasis masalah melalui pendekatan inkuiri hendaknya meneliti pada materi yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula.
13
DAFTAR PUSTAKA
Andriatna, Riki. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Menulis Matematika Dalam Pembelajaran BerbasisMasalah.[Online].Tersedia:http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no _skripsi=13220.[9 Desember 2012] Dasna, I Wayan dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah (ProblemBasedLearning).[Online].Tersedia:http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19 /pembelajaran-berbasis-masalah/.[9 Desember 2012] Nazmudin, Rizqi. (2011). Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan. Noorzanah, Dina. (2012). Pengaruh Penggunaan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 8 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2011/2012). Skripsi Universitas Siliwangi. Tidak Diterbitkan. Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: RajaGrapindo Persada. Sagala, Syaiful. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:Alfabeta. Tasdikin. (2012). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP(Penelitian terhadap Siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Sukalarang Sukabumi). [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=1. [9 Desember 2012] Wardani, Sri. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kreativitas Matematik, Dan Kemandirian Belajar Peserta Didik Melalui Pembelajaran Multimedia Interaktif. Makalah Pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika.