KEMAMPUAN BAKTERI HALOFILIK UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PEMINDANGAN IKAN (Ability Halophilic Bacteria to Treatment Waste Water from Salt Boiled Fish Processing Industrial) Nilawati, Marihati, Susdawanita, dan Nanik Indah Setianingsih Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jln. Ki Mangun Sarkoro no 6 Semarang 50136 E-mail :
[email protected] ABSTRAK Industri pemindangan ikan dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah cair. Limbah tersebut langsung dibuang ke sungai, hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama bau yang dikeluarkan akibat dari pembusukan protein. Kapasitasnya 150 m3 perhari untuk 1 industri. Limbah cair rebusan ikan pindang masih mengandung beban cemaran yang cukup tinggi, dengan nilai permanganat 15.073 ppm , BOD 5.280 ppm. Pengolahan limbah cair dalam penelitian ini menggunakan sistem batch dan kontinyu kemudian pengamatan selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 hari. Hasil penelitian diperoleh Nilai permanganat terjadi penurunan sampai hari ke- 7 paling optimal yaitu mencapai 4.266 ppm atau penurunannya sebesar 10.807 ppm , atau 72,88 persen untuk sistem batch. Sistem kontinyu penurunan optimal pada hari ke-4 yaitu 6.468 ppm, hari ke-3 sampai ke-8 terjadi kenaikan hingga 10.968 ppm sedangkan di sisten batch hari ke-8 sebesar 4.550 ppm. Jadi sistem batch lebih efektif daripada sistem kontinyu pada pengolahan limbah pindang dengan bakteri halofilik. Nilai BOD terjadi penurunan yang signifikan, untuk pengolahan dengan sistem batch secara keseluruhan nilai BOD sistem batch lebih rendah daripada sistem kontinyu. Nilai awal untuk batch sebesar 5.380 ppm setelah diolah selama waktu tinggal 8 hari terjadi penurunan hingga menjadi 1.026 ppm, namun penurunan yang optimal pada hari ke-7 menjadi 496 ppm terjadi penurunan sebesar 4.884 ppm atau 90,78 persen, sedangkan sistem kontinyu nilai BOD terjadi penurunan dari 5.909 ppm menjadi 3.883 ppm pada hari ke-8 dengan penurunannya 2.026 ppm atau sebesar 34,28 persen. Jadi pengolahan limbah air perebusan ikan pindang yang optimal yaitu 7 hari dengan sistem batch dengan penurunan 90,78 persen. Kata kunci : bakteri halofilik, pengolahan , limbah pindang ABSTRACT Salt boiled fish industry process generates liquid waste. The sewage directly discharged into the river, it can cause environmental pollution, especially smell incurred as a result of the decay of protein. The capacity is 150 m3 per day for 1 industry. Boiled fish stew wastewater still contains fairly high contaminant load, with a value of permanganate 15,073 ppm, 5,280 ppm BOD. Wastewater treatment in this study using batch and continuous systems then observation for 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 days. The results obtained by permanganate value decreased to day 7 the most optimal, reaching 4,266 ppm or decline amounted to 10 807 ppm, or 72.88 per cent of the batch system. System optimal continuous decline on day 4 that is 6,468 ppm, the 3rd until the 8th there was an increase of up to 10 968 ppm, while in the systems of the 8th batch of 4,550 ppm. So the batch system is more effective than continuous 1
system at the wastewater treatment boiled with halophilic bacteria. BOD values decrease significantly, for processing by the system as a whole batch batch system BOD value is lower than the continuous system. The initial value for a batch of 5,380 ppm after treatment for a residence time of 8 days decreased to be 1,026 ppm, but the optimal reduction at day-7 to 496 ppm of a decline of 4,884 ppm or 90.78 percent, while the continuous system BOD value occurs a decrease from 5909 ppm to 3883 ppm on day 8 with a decline of 2,026 ppm or 34.28 percent. So boiling water sewage treatment pindang optimal ie 7 days with a batch system with a 90.78 percent decline. Keywords: halophilic bacteria, processing, waste pindang 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan pangan sumber protein yang mudah rusak sehingga perlu dilakukan pengawetan, salah satunya adalah dengan proses pemindangan. Masih banyak lagi proses pengawetan ikan agar masa simpannya lebih panjang seperti pembuatan ikan asn, ikan kering, presto, ikan asap. Dalam proses pengolahan pemindangan ikan menghasilkan limbah cair. Limbah tersebut langsung dibuang ke sungai, hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama bau yang dikeluarkan akibat dari pembusukan protein. Hasil uji limbah cair air rebusan adalah TSS 580 mg/l, sulfida 1,589 mg/l, minyak lemak 90,0 mg/l, COD 16.800 mg/l, Nilai Permanganat 15.073 dan BOD 5.380 mg/l. Industri kecil perikanan di Jawa Tengah yang mengolah pemindangan terdapat dibeberapa daerah seperti Kabupaten Batang, Tegal, Cilacap dan Rembang. Sebagian besar mereka belum menangani dan mengolah air limbah. Hal ini disebabkan karena SDM di industri keterbatasan pengetahuan dan biaya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Nasuka, dkk (1995) menggunakan bakteri anaerob terjadi penurunan bahan organik 47,46% dan dengan lumpur aktif penurunan bahan organik 50,39%. Hasil penelitian tersebut juga dikatakan bahwa terhambatnya pertumbuhan mikroba karena kandungan NaCl air limbah tinggi sehingga mikrobanya mati. Namun pada penelitian ini dipilih bakteri halofilik yang digunakan untuk pengolahan air limbah sisa rebusan pemindangan ikan karena bakteri ini tahan terhadap garam tinggi sehingga dapat mendegradasi bahan bahan organik yang ada pada limbah, dengan demikian diharapkan BOD, COD (nilai permanganat) dapat turun beban cemarannya. Pendekatan secara bioteknologi dengan menggunakan bakteri merupakan alternatif yang dapat dilakukan, sebab secara teknis dan ekonomis sangat menguntungkan (Malik, 2004)
2
Bakteri halofilik memiliki daya resistensi dan toleransi terhadap zat pencemar yang ada disekitarnya. Mikroorganisme halofilik tergolong arkaea (biasa dinamakan halofilik arkaea atau haloarkaea), termasuk famili Halobacteriacea. Perbedaan mikroba halotoleran dengan halofilik adalah kemampuan hidup pada rentang konsentrasi garam 0 – 20% NaCl dan dapat hidup tanpa garam. Sedangkan mikroba halofilik ekstrem hanya dapat hidup pada rentang konsentrasi garam sempit (misal halofilik jenis sedang hanya dapat hidup pada rentang 5 –10% NaCl) dan tidak dapat hidup tanpa garam. Pengelompokan mikroba halotoleran dibedakan berdasarkan toleransinya terhadap konsentrasi garam yaitu halotoleran rendah (sekitar 1% w/v NaCl), sedang (6 – 18% NaCl) dan tinggi/ekstrem (18 –30% (jenuh) NaCl) (Larsen, 1986). Saat ini para peneliti juga melihat potensi sangat besar dari bakteri halofilik moderat dan halotoleran dalam aplikasinya sebagai pendegradasi polutan organik. Penelitian yang dilakukan oleh Gauthier dkk. (1992) berhasil membuktikan kemampuan bakteri halofilik moderat Marinobacter hydrocarbonoclasticus dalam mendegradasi beberapa senyawa hidrokarbon alifatik dan aromatik. Perbedaan kemampuan hidup pada lingkungan kadar garam yang berbeda antara hidrofilik ekstrem, moderat dan halotoleran menunjukkan adanya cara beradaptasi yang berbeda pula. Bakteri holofilik moderat dan halotoleran memiliki kemampuan hidup untuk menyeimbangkan tekanan osmotik agar terhindar dari pengaruh denaturasi oleh garam lingkungan yaitu dengan cara mengakumulasi garam dan osmolit (molekul organik) di dalam sitoplasmanya (Oren, 2003; Dassarma, 2001). Sedangkan arkaea dan bakteri hidrofilik ekstrem beradaptasi hanya melalui akumulasi konsentrasi garam tinggi (terutama KCI) dalam sitoplasmanya (Perez-Fillol dan Rodriguez- Valera, 1986; Oren, 2003). Menurut Oren dan Valera, 2001 ada dua jenis mikroorganisme yang menyebabkan warna merah tersebut Arkaea halofilik famili Halobacteriaceae dan Dunaliella salina, hal ini dikarenakan mikroorganisme tersebut mengandung karotenoid. Pigmen utama pada Halobacteriaceae adalah C-50 karotenoid, terutama K- bacterioruberin dan turunannya. Peneltian ini bertujuan untuk mendapatkan data sampai sejauh mana bakteri halofilik mampu mendegradasi limbah cair rebusan ikan pada industri pemindangan ikan.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi, Laboratorium Air dan Laboratorium Makanan dan Minuman di Balai Besar Teknologi Pencgahan Pencemaran Industri Semarang pada tahun 2014. 3
2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah limbah perebusan ikan pindang diperoleh dari industri ikan pindang TPI -2 Desa Bayumulyo, Kabupa ten Pati, , NaOH, bakteri halofilik, bahan kimia untuk analisa kimia. Alat yang digunakan adalah beker glass, erlemeyer, jar test, gelas ukur, hot plate, pH meter dan alat-alat untuk analisa kimia
2.2 Metode 2.2.1 Cara Penelitian Limbah air rebusan pindang ikan berasal dari proses perebusan ikan.
Berikut proses
pembuatan ikan pindang, dan pengolahan limbah pindang dengan bakteri halofilik a. Proses pembuatan ikan pindang yaitu pertama-tama ikan dicuci dengan air sungai yang sebelumnya sudah diendapkan dengan tawas. Setelah dicuci maka ikan-ikan tersebut disusun dalam keranjang yang berisi 2-4 ekor ikan kemudian keranjang yang berisikan ikan direbus dengan air mendidih yang sudah ditambahkan garam krosok dengan perbandingan air dan garam 3:1 selama 15 menit pada suhu 1000C. kemudian pendinginan dan penirisan. Air rebusan ini merupakan limbah cairnya, didinginkan 1 malam kemudian dibuang ke sungai. b. Pengolahan Limbah pindang dengan bakteri halofilik, pertama-tama lumpur aktif ditambah air dan bakteri halofilik sebanyak 10 persen dari volume cairan kemudian diaerasi, hari kedua ditambahkan limbah pindang secara kontinyu dan batch kemudian dianalisa nilai permanganat dan BOD setiap hari. Untuk nutrisi bakteri halofilik diberkan larutan Luria Berthani (LB) dengan komposisi Tripton 50 gram, yeast extract 25 gram dilarutkan dalam 1 liter aquades kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 0C hingga larut namun tidak perlu mendidih. Penggunaan nutrisi LB sebanyak 1 persen.
2.2.2. Analisa Data Penelitian ini menggunakan variabel waktu pengamatan terdiri dari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 hari dengan sistem batch dan kontinyu.
Parameter yang dianalisa yaitu nilai
permanganat dengan metode titimetri (SNI 06-69809-22-2004) dan BOD dengan metode Winkler. 4
Alasan menggunakan analisa nilai permanganat karena limbah pindang
mengandung Cl tinggi , analisa lebih cepat dan limbah bahan kimia hasil analisa cemarannya lebih aman daripada menggunakan oksidator bicromat. Sedangkan nilai permanganat dengan oksidator KMnO4.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Air Limbah Pindang Limbah cair rebusan ikan pindang ini banyak mengandung senyawa-senyawa organik. Senyawa organik ini merupakan senyawa kimia dengan unsur utama atom C yang berikatan membentuk molekul. Untuk mengetahui senyawa organik tersebut dapat dilakukan dengan pengujian nilai permanganat dan BOD. Hasil pengujian air limbah rebusan ikan pindang yang diambil dari industri pemindangan ikan di TPI-2 Bayumulyo - Pati beban cemarannya masih sangat tinggi. Hasil analisanya tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 : Hasil Analisa Air Limbah Rebusan Pemindangan Ikan No
Parameter
COD Nilai permanganat BOD TSS H2S ClpH Minyak lemak Protein
Satuan
Hasil analisa
ppm ppm
16 800 15 073
ppm ppm ppm ppm
5380 580 1,589 113 569 5,5 90,0 1,60
mg/l %
Baku Mutu Air Limbah Perikanan kegiatan Pengolahan (Permen LH 2007 200 100 100 1 6-9 15 -
3.2 Hasil Pengolahan Limbah Cair Rebusan Industri Pemindangan Ikan dengan Bakteri Halofilik Hasil percobaan pengolahan limbah pindang dengan menggunakan bakteri halofilik yang mampu beradaptasi dengan larutan limbah pindang dengan kandungan Cl tinggi sebesar 113. 569 ppm ternyata dapat beradaptasi didalam limbah pindang sehingga dapat mendegradasi senyawa organik , hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan Nilai 5
Permanganat dan BOD. Secara keseluruhan terjadi penurunan yang signifikan, hasil analisanya tersaji pada Tabel 2 dan Gambar 1.
Tabel 2 : Pengaruh Penambahan Bakteri Halofilik terhadap Nilai Permanganat dan BOD dengan sistem Batch dan kontinyu Waktu Tinggal (hari)
Nilai Permanganat
Batch 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Limbah pindang
BOD
Batch
3379 6667 7678 7678 6114 5673 5261 4266 4550
Kontin yu 3235 6825 8155 6749 5906 6468 7031 7593 10968
15073
15073
pH
Batch
3291 1699 1405 1380 1198 1026 1310 496 1026
Kontin yu 3291 1689 3340 4061 3909 4099 6793 6148 3883
5380
5380
Sludge Volume (%) Batch
Kontinyu
9,4 8,7 6,2 7,3 8,1 8,4 8,6 8,7 8,7
Kontin yu 7,4 7,4 8,1 8,2 8,0 8,1 7,6 7,6 7,7
25 25 20 20 20 12 12 11 10
25 25 23 20 20 15 15 10 7
5,5
5,5
0
0
Nilai permanganat : Larutan bittern : 474 ppm Larutan stater bakteri halofilik : 3318 ppm Larutan stater bakteri halofilik dan lumpur aktif : 2995 ppm 1.2.1.
Penurunan Nilai Permanganat dengan Bakteri Halofilik
Hasil pengolahan limbah rebusan ikan pindang dengan menggunakan bakteri halofilik menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai permanganat dan BOD air limbah, hal ini terbukti bahwa bakteri halofilik dapat beradaptasi dan mendegradasi senyawa-senyawa yang ada di dalam limbah air rebusan pindang yang mana limbah tersebut mengandung protein sebesar 1,60 persen sehingga sumber protein tersebut menjadikan nutrisi bagi perumbuhan bakteri halofilik. Bakteri holofilik moderat dan halotoleran memiliki kemampuan hidup untuk menyeimbangkan tekanan osmotik agar terhindar dari pengaruh denaturasi oleh garam lingkungan yaitu dengan cara mengakumulasi garam dan osmolit (molekul organik) di dalam sitoplasmanya (Oren, 2003; Dassarma, 2001).
6
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain: suplai nutrisi (karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya), suhu, pH dan ketersediaan oksigen. Hari ke-0 nilai permanganatnya masih 3.379 ppm , ini kondisi belum ditambahkan limbah pindang, masih pengadaptasian lumpur aktif dan bakteri halofilik dengan MLSS 1200 ppm dimana lumpur dan air sebanyak 850 ml dan stater bakteri halofilik 100 ml dan nutrisi LB 50 ml, kemudian hari ke-1 ditambahkan limbah pindang hingga mencapai 7 liter kemudian diukur nilai permanganat menjadi 6.667 ppm . Hari 7 terjadi penurunan nilai permanganat paling optimal yaitu mencapai 4.266 ppm (awalnya 15.073 ppm) atau penurunannya sebesar 10.867 ppm atau 72,88 persen namun hari ke-8 terjadi kenaikan lagi hingga 4.550 ppm Untuk sistem kontinyu nilainya lebih tinggi daripada menggunakan sistem batch, hal ini karena pada sistem batch bakteri beradaptasi dengan lingkungan didalam larutan lebih lama . Dengan sistem kontinyu penurunan optimal pada hari ke-4 yaitu 5.906 ppm, hari ke-3 sampai ke-8 terjadi kenaikan hingga 10.968 ppm sedangkan di sistem batch hari ke-8 sebesar 4.550 ppm. Jadi sistem batch lebih efektif daripada sistem kontinyu pada pengolahan limbah pindang untuk skala laboratorium.
NILAI PERMANGANAT
12000 10000
ppm
8000 6000
Batch
4000
Kontinyu
2000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
waktu tinggal
Gambar 3 : Pengaruh Penggunaan Bakteri Halofilik terhadap Nilai Permanganat Limbah Cair Rebusan Ikan Pindang
4.2.2
Penurunan BOD dengan Bakteri Halofilik
Nilai BOD terjadi penurunan yang signifikan, untuk pengolahan dengan sistem batch secara keseluruhan nilai BOD lebiih rendah daripada sistem kontinyu. Nilai awal untuk batch 7
sebesar 5.380 ppm setelah diolah selama waktu tinggal 8 hari terjadi penurunan hingga menjadi 1.026 ppm, namun penurunan yang optimal pada hari ke-7 menjadi 496 ppm terjadi penurunan sebesar 4.884 ppm atau 90,78 persen, sedangkan sistem kontinyu nilai BOD terjadi penurunan dari 5.380 ppm menjadi 3.883 ppm pada hari ke-8 dengan penurunannya 2.026 ppm atau sebesar 34,28 persen. Jadi pengolahan limbah air perebusan ikan pindang yang optimal yaitu waktu tinggal 7 hari dengm sistem batch dengan penurunan 90,78 persen.
BOD 8000 7000 6000
ppm
5000
Batch
4000
Kontinyu
3000 2000 1000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
waktu tinggal
Gambar 4 : Pengaruh Penggunaan Bakteri Halofilik terhadap BOD Limbah Cair Rebusan Ikan Pindang UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Ir. Sartamtomo, Saudari Viara dan Agis yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
4. KESIMPULAN Limbah cair rebusan ikan pindang masih mengandung beban cemaran yang cukup tinggi, dengan nilai permanganat 15.073 ppm , BOD 5.280 ppm, maka pada penelitian ini dengan menggunakan bakteri halofilik menghasilkan kondisi proses : 1.
Nilai permanganat terjadi penurunan sampai waktu tinggal hari ke- 7 paling optimal yaitu mencapai 4.266 ppm atau penurunannya sebesar 10.867 ppm , atau 72,88 persen untuk sistem batch.Untuk sistem kontinyu nilainya lebih tinggi daripada menggunakan
8
sistem batch.Dengan sistem kontinyu penurunan optimal pada hari ke-4 yaitu 6.468 ppm, hari ke-3 sampai ke-8 terjadi kenaikan hingga 10.968 ppm sedangkan di sisten batch hari ke-8 sebesar 4.550 ppm. Jadi sistem batch lebih efektif daripada sistem kontinyu pada pengolahan limbah pindang untuk skala laboratorium. 2.
Nilai BOD terjadi penurunan yang signifikan, untuk pengolahan dengan sistem batch secara keseluruhan nilai BOD sistem batch lebih rendah daripada sistem kontinyu. Nilai awal untuk batch sebesar 5.380 ppm setelah diolah selama waktu tinggal 8 hari terjadi penurunan hingga menjadi 1.026 ppm, namun penurunan yang optimal pada hari ke-7 menjadi 496 ppm terjadi penurunan sebesar 4.884 ppm atau 90,78 persen, sedangkan sistem kontinyu nilai BOD terjadi penurunan dari 5.909 ppm menjadi 3.883 ppm pada hari ke-8 dengan penurunannya 2.026 ppm atau sebesar 34,28 persen. Jadi pengolahan limbah air perebusan ikan pindang yang optimal yaitu waktu tinggal 7 hari dengan sistem batch dengan penurunan 90,78 persen.
DAFTAR PUSTAKA Amoozegar, M. A., Sa´nchez-Porro, C., Rohban,R., Hajighasemi, M., and Ventosa, A., 2009. Piscibacillus halophilus sp. nov., a moderately halophilic bacterium from a hypersaline Iranian lake . International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology (2009), 59, 3095–3099. Teheran. Iran. Blazek, V., 2008. Chemical dan Biochemical Factors that Influence Gelation of Soybean Protein and the Yield of Tofu. A thesis submitted in fulfillment of the requirement for the degree of Doctor Of Philosophy (Agricultural Chemistry) Faculty of Agriculture, Food and Natural Resources. University of Sidney. Australia. August 2008. Dassarma, S dan Arora, P,2001,”Halophiles”, Encylopedia of life sciences, Nature Publishing Group. Direktorat Jendral Perkebunan, 2011, Kebijakan Program Nasional Dalam Rangka Swasembada Gula 2014. G. El Diwani, Sh. El Rafie, 2002. Bitterns as Coagulants for Treatment of Municipal Wastewater. National Research Center. Chemical Engineering and Pilot Plant Lab. USA. Kementerian Lingkungan Hidup, 2005. Pengolahan Limbah Usaha Kecil dan Pemanfaatan Limbah. (http//www.menlh.go.id.usaha kecil/) Kuznetsov V. D., Zaitseva T. A., Vakulenko L. V., Filippova S. N. (1992). Streptomyces albiaxialis sp. nov.: a new petroleum hydrocarbon-degrading species of thermo- and halotolerant Streptomyces. Microbiology 61, 62–67 9
Larsen, H. 1986. Halophilic and halotolerant Microorganism on overview and historical Prespective. TEMS. Microbilogy Letters. Vol 39 Issue 1-2 page 3-7 july 1986 (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1574-6968.1986.tb01835.x/abstract) Marihati, Rahmanto, Muryati, Danny W., Murdiyono, 2011. Pemanfaatan Bakteri Halofilik Untuk Pemurnian NaCl Guna Penerapan Green Industry di Industri Pemakai Garam Rakyat. Semarang McCelland, R.,2001, “Gram’s Stain: The Key to Microbiology”, MLO:, 20-28 Marihati dan E. Hastuti, 2007. Bittern Sebagai Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Bakso Daging Sapi. Bulletin Penelitian dan Pengembangan Industri. ISSN: 0853 0319. Vol. II (1), 2007: 11 - 16. Semarang. Nasuka, Djarwanti, Rifai, Latifatul, Maniaryadi, D., Haryati, S, Ismail, T., 1995. Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Pengolahan Pemindangan/Pengasinan Ikan. Laporan. Penelitian. BPPI. Semarang. Obatolu VA. 2007. Effect of different coagulants on yield and quality of tofu from soymilk. J Eur Food Res and Tech 226: 467-427. http://seafast.ipb.ac.id/publication/journal/jtip-vol-xxiii-no-1-2012-p94-99.pdf Oren, A, Valera, F.R., 2005, the contribution of halophilic Bacteria to the red coloration of saltern crystallizer ponds, FEMS Microbiology Ecology, 36, p.123-130 Permen Lingkungan Hidup, 2007. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan /atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta 8 Mei 2007. Sudibyo, dan I. Susanti, 2006. Study Pemanfaatan Air Bittern sebagai Suplemen dan Pengawetan Produk Pangan. http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=83882&idc=44 Sutiono, 2006. Pemanfaatan Bittern sebagai Koagulan pada Limbah Cair Industri Kertas, Jurnal Teknik Kimia Vol.1, No.1, UPN Veteran Jatim. 1 September 2006. Tokunaga, H. Arakawa, T., and Tokunaga, M., ., 2008. Engineering of halophilic enzymes: Two acidic amino acid residues at the carboxy-terminal region confer halophilic characteristics toHalomonas and Pseudomonas nucleoside diphosphate kinases. US National Library Medicine. National Institut of Health. Protein Science Journal . Vol 17(9) : 1603–1610.Sept 2008. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2525524/ Welasih, T., 2006. Penurunan BOD dan COD Limbah Industri Kertas dengan Air Laut sebagai Koagulan. Jurnal Teknik Kimia Vol.1, No.1, UPN Veteran Jatim. 1 September 2006. Todar,K, 2004,” Stucture and Function of Procarytic Cells”, Todar’s Online Texbook of Bacteriology, Wisconsin Madison
10