NILAI-NILAI MODAL SOSIAL YANG TERKANDUNG DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA (STUDI KOTA SOLO)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Disusun oleh : ARIFIN FAFAN KUSUMA NIM. C2B009022
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015
PERSETUJUAN SKRIPSI Nama Penyusun
: Arifin Fafan Kusuma
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B009022
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Judul Skripsi
: NILAI-NILAI
MODAL
TERKANDUNG
DALAM
SOSIAL
YANG
PERKEMBANGAN
PARIWISATA (STUDI KOTA SOLO ) Dosen Pembimbing
: Darwanto, SE., MSi
Semarang, 26 Februari 2015 Dosen Pembimbing,
(Darwanto, SE., MSi) NIP. 197808112008121002
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa
: Arifin Fafan Kusuma
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B009022
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/ IESP
Judul Skripsi
: NILAI-NILAI
MODAL
SOSIAL
YANG
TERKANDUNG DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA (STUDI KOTA SOLO )
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 5 Maret 2015 Tim Penguji : 1. Darwanto, SE., M.Si
(….....................................)
2. Prof.Dr.H.Purbayu Budi Santosa, MS
(.........................................)
3. Evi Yulia Purwanti, SE,M.Si
(.........................................)
Mengetahui, Pembantu Dekan I,
Anis Chariri, SE, M.Com.,Ph.D, Akt NIP.196708091992031001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Arifin Fafan Kusuma, menyatakan bahwa skripsi dengan judul Nilai-Nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (studi : Kota Solo), adalah tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan universitas batal saya terima.
Semarang, 26 Februari 2015 Yang Membuat Pernyataan,
Arifin Fafan Kusuma NIM. C2B009022
iv
ABSTRACT The purpose of this study was to explore the role and value of social capital in the development of Community-based tourism in Solo City. This study applies the concept of social capital to create an understanding of how Community opinion so as to establish or build and participate in the development of tourism. This study used a qualitative research methodology by conducting semi-structured interviews, focus Group Discussion and observations made in the field. This study shows that the mechanism of social capital in Community participation Solo awoke from expectations that lead to cooperative behavior as seen from the cognitive aspects such as the notion that society considers that the development of tourism has a positive impact (what the people feel) in the economic recovery. Expectations will be a better quality of life through the development of tourism can encourage people in the form of tourism in a way to express and organize through the container form to facilitate Community participation in tourism development. This container serves as the activity contributes to the development of tourism that can be linked (what the people do), it is part of the structural aspects of social capital. Cognitive aspects and structural aspects of social capital are able to bring people together with the government to cooperate in the legal framework in the form Calendar of events in the development of tourism in the city of Solo. Keywords: Community participation, social capital, tourism development
v
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi peran dan nilai modal sosial dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Kota Solo. Penelitian ini menerapkan konsep modal sosial untuk menciptakan pemahaman tentang bagaimana anggapan masyarakat sehingga mampu membentuk atau membangun dan berpartisipasi dalam perkembangan pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara semi-terstruktur, focus group discusion dan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme modal sosial dalam partisipasi masyarakat Kota Solo terbangun dari ekspektasi yang mengarah pada perilaku kerjasama hal ini terlihat dari aspek kognitif berupa anggapan masyarakat yang menilai bahwa perkembangan pariwisata mempunyai dampak positif (what the people feel ) dalam perbaikan ekonomi. Ekpektasi akan kualitas hidup yang lebih baik melalui perkembangan pariwisata mampu mendorong masyarakat dalam membentuk pariwisata dengan cara mengekspresikan dan mengorganisasikan melalui wadah berupa komunitas untuk memfasilitasi partisipasinya dalam perkembangan pariwisata. Wadah ini berfungsi sebagai aktivitas dalam berperan untuk perkembangan pariwisata sehingga dapat tersalurkan (what the people do), hal tersebut merupakan bagian dari aspek struktural dalam modal sosial. Aspek kognitif dan aspek stuktural dalam modal sosial tersebut mampu membawa masyarakat bersama pemerintah bekerja sama dalam kerangka kerja legal berupa Calender of event dalam mengembangkan pariwisata di Kota Solo. Kata kunci: Partisipasi masyarakat, Modal Sosial, Perkembangan pariwisata
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
karunia,
rahmat
serta
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (Studi : Kota Solo)” . Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan, bantuan dan dorongan tersebut sangat berarti dalam penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terima kasih kepada : 1.
Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis.
2.
Dr. Suharnomo, M,Si selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
3.
Drs. Bagio Mudakir, MSP, selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis dan memberikan motivasi kepada penulis selama belajar di Fakultas Ekonomika da Bisnis Universitas Diponegoro.
4.
Darwanto, SE., M. Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan segala kemudahan, nasihat, penuh kesabaran dalam membimbing, dan saran yang tulus, dan pengarahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
5.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis khususnya jurusan IESP yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
6.
Orang tua tercinta, Bapak (Ahmad Fauzi) dan Ibu (Eni Sulistyani) yang senantiasa memberikan yang terbaik. Do’a yang tulus, kasih sayang dan cinta yang melimpah, bimbingan, dorongan serta perhatian yang sangat mendalam.
7.
Saudaraku tercinta ( Gian Prayogo dan Anggi Fani S.) yang selalu memberikan dorongan dan motivasi.
8.
Kakakku tercinta mas Thesa dan mbak Lia yang selalu memberikanku semangat serta ponakan kecilku yang membanggakan Satria Aliv Eka.
9.
Seluruh pegawai di lingkungan FEB Universitas Diponegoro, seluruh informan di Kota Solo, BPS Propinsi Jawa Tengah,
serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata dan dinas terkait lainnya. 10. Untuk Marchelia Putri S.pi, terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi, dan sarannya kepada saya. 11. Untuk sahabatku (Osi, Lukman, Chencen, Bagus, Beny, Ahmad dan Oki ) terimakasih buat motivasi dan sarannya, sudah ada ketika aku lagi butuh kalian, Bangga punya sobat dan saudara seperti kalian.
12. Buat Teman-teman jurusan IESP 2009, Dinar, Aji, Tony, Galang, Eka, Rudi, Nissan, Agung beserta anak Kontrakan
dan semua yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, terima kasih untuk semua kisah dan pengalaman bersama kalian semua.
viii
13. Buat teman-teman Kos BJ 25, Andre, mas Amin, Anding, Hanung, Aji, Kosim Jati terima kasih atas kebersamaanya selama ini, suka duka bersama kalian sangatlah indah.
14. Buat teman-teman kantor KJPP GEAR, Andro, Tihas, mas Indra, Om han, Om Azis, Agus, Mas Dika, Kharisun terima kasih telah memberikan banyak pembelajaran hidup buat saya.
15. Buat teman-teman pendaki petualang Kemping Ceria (Riza, Rima, Daus, Dimas, Meike, Laras, Panggih) dan Komunitas Bijipala (Ochan, Ceper, Azis, Sugeng, Zari,dll) terima kasih atas petualanganya selama ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa mendatang. Akhir kata, mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semarang, 26 Februari 2015 Penulis,
Arifin Fafan Kusuma NIM. C2B009022
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... PERSETUJUAN SKRIPSI ......................................................................... PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN..................................................... PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................. ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT.................................................................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR TABEL....................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 1.4 Sistematika Penulisan ..................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2.1 Landasan Teori................................................................................ 2.1.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata ........................................ 2.1.1.1 Jenis- Jenis Pariwisata................................................... 2.1.1.2 Wisata Budaya .............................................................. 2.1.1.3 Warisan Budaya ............................................................ 2.1.1.4 Atraksi Wisata............................................................... 2.1.2 Teori Kelembagaan dengan pendekatan Modal Sosial.......... 2.1.3 Konsep Partisipasi Masyarakat melalui Modal Sosial........... 2.1.4 Kaitan Teori Kelembagaan dengan Pariwisata ...................... 2.1.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata ..... 2.1.6 Konsep Modal Sosial dalam Penelitian Ini............................ 2.2 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 2.3 Kerangka Pemikiran........................................................................ BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 3.1 Desain Penelitian............................................................................. 3.1.1 Pemilihan Desain Penelitian .................................................. 3.1.2 Pendekatan Penelitian ............................................................ 3.1.3 Reabilitas dan Validitas Data................................................. 3.1.4 Studi Kasus ............................................................................ 3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 3.2.1 Informan Penelitian................................................................
x
i ii iii iv vi v vii xii xiii xiv 1 1 10 12 13 14 14 14 16 18 19 20 22 23 25 26 27 30 36 38 38 39 40 40 41 43 44
3.2.2 Setting Penelitian ................................................................... 3.2.3 Batasan Permasalahan............................................................ 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 3.3.1 Wawancara............................................................................. 3.3.2 Observasi ............................................................................... 3.4 Metode Analisis Data...................................................................... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI..................................... 4.1 Deskripsi Objek Penelitian.............................................................. 4.2 Analisis Data ................................................................................... 4.2.1 Peran Kelembagaan dan Stakeholder terhadap Perkembangan Pariwisata ...................................................... 4.2.1.1 Peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo..... 4.2.1.2 Peran Stakeholder.......................................................... 4.2.2 Nilai–Nilai Modal Sosial dalam Perkembangan Pariwisata............................................................................... 4.2.2.1 Anggapan Masyarakat Mengenai Pariwisata ................ 4.2.2.2 Masyarakat Membentuk Perkembangan Pariwisata ..... 4.2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Perkembangan Pariwisata ...................................................................... 4.3 Nilai Modal Sosial dalam Partisipasi Masyarakat ......................... 4.4 Modal Sosial yang menjebatani (bridging Social Capital) di Kota Solo....................................................................................... 4.5 Diskusi ............................................................................................ 4.5.1 Nilai Modal Sosial dalam Partisipasi Masyarakat ................. 4.5.2 Mekanisme Peran Modal Sosial dalam Perkembangan Pariwisata............................................................................... BAB V Kesimpulan dan Saran ................................................................ 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran................................................................................................ 5.3 Keterbatasan.................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN................................................................................................
xi
46 47 48 48 49 51 54 54 55 55 56 57 61 61 69 75 79 83 84 85 85 93 93 94 95 96 101
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2
: Banyaknya Pengunjung Daya Tarik Wisata Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2012...................................... 5 : Penelitian Terdahulu.................................................................. 34 : Kerangka Pemikiran.................................................................. 38 : Informan Penelitian................................................................... 45 : Anggapan Masyarakat dalam Berpartisipasi untuk perkembangan Pariwisata.................................................................................. 68 : Nilai-nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam perkembangan Pariwisata.................................................................................. 92
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 4.1 : Identifikasi Masyarakat dalam membentuk Pariwisata............. 74 Gambar 4.2 : Identifikasi Masyarakat untuk berpartisipasi dan Menjalin kerjasama dalam Perkembangan Pariwisata.............................. 78 Gambar 4.3 : Mekanisme Pola Modal Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Kota Solo................................................................................... 82
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Surat Rekomendasi Survey……………………………….... Lampiran B : Dokumentasi Foto………………………………………….. Lampiran C : Observasi......……………………………………….............
xiv
102 103 105
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan dalam
proses pembangunan wilayah dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan suatu daerah maupun masyarakat. Pariwisata mempunyai peranan penting dalam mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan perluasan kesempatan kerja. Peran tersebut, antara lain ditunjukan oleh konstribusi kepariwisataan dalam penerimaan devisa Negara yang dihasilkan oleh kunjungan wisatawan, nilai tambah PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut telah dinyatakan dalam Peraturan Presiden Repubik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) 2010-2014 Sektor pariwisata mempunyai pengaruh terhadap perekonomian nasional. Dalam hal ini pariwisata mempunyai efek pengganda yang ditimbulkan dari aktivitas pariwisata baik yang sifatnya langsung berupa penyerapan tenaga kerja disektor pariwisata maupun dampak tidak langsung berupa berkembangnya kegiatan ekonomi pendukung pariwisata seperti penginapan, rumah makan, jasa penukaran uang, pemandu wisata (guide) , tour operator, artshop , transportation dan lain-lain. Sektor pariwisata mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap sistem perekonomian daerah tujuan wisata sehingga roda ekonomi akan berputar
1
2
seiring dengan aktivitas industri yang mampu menggerakan sektor-sektor ekonomi daerah. Pariwisata juga menawarkan jenis produk dan wisata yang cukup beragam, mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah , wisata buatan, hingga beragam wisata khusus. Salah Wahab (2003) dalam bukunya “Tourism Management” pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, standart hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi industry-industri klasik yang sebenarnya sebagai industry kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri. Spilane
(1987)
menyatakan
bahwa
peranan
pariwisata
dalam
pembangunan negara pada garis besarnya berintikan tiga segi, yaitu segi ekonomis (sumber devisa pajak-pajak), segi sosial ( penciptaan lapangan pekerjaan), dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawa-wisatawan asing). Dalam segi ekonomis pariwisata dapat bermanfaat sebagai sumber devisa pajak melalui hotel-hotel yang dibangun, tumbuhnya perekonomian yakni melalui usaha-usaha yang mendukung pariwisata. Dari segi sosial dapat dilihat melalui pertukaran nilai-nilai sosial yang masuk. Sedangkan dalam segi budaya mempunyai pengaruh yaitu memperkenalkan budaya kepada wisatawan asing agar dikenal secara internasional serta transfer kebudayaan sehingga mampu mengembangkan sektor pariwisata di daerah tersebut. Secara nasional Indonesia dibagi dalam 3 ( tiga ) wilayah pengembangan pariwisata. Wilayah barat meliputi kawasan Sumatera dan Jawa barat, Wilayah
3
Tengah ( Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali) dan Wilayah timur yang meliputi daerah Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara dan Kepulauan Halmahera oleh Ditjen Pariwisata pada tahun 1991. Prioritas pengembangan pariwisata ditetapkan di 10 ( sepuluh ) daerah tujuan wisata nasional yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan oleh Ditjen Pariwisata pada tahun 1999. Penetapan
kebijakan
pemerintah
dalam
pembangunan
pariwisata
didasarkan atas 2 pokok pikiran : 1. Tersedianya parasarana sarana dan fasilitas-fasilitas lainnya serta besarnya potensi kepariwisataan di daerah yang bersangkutan. 2. Asas pemerataan pembangunan sehingga pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan serempak tanpa mengabaikan potensi sumber-sumber yang dimiliki tiap daerah. Kebijakan ini memperlihatkan bahwa pulau Jawa dan Bali menjadi daerah tujuan wisata yang utama, selain wilayah di luar Jawa yang tersebut di atas. Pulau Jawa dan Bali memang diuntungkan karena menjadi pintu masuk wisatawan asing melalui kota-kota utama di wilayah tersebut seperti Jakarta, Yogyakarta, Denpasar. Banyaknya kota dan jaringan infrastruktur di pulau Jawa dan Bali menyebabkan wilayah ini memiliki nilai pelayanan kepariwisataan yang lebih baik dibanding wilayah sekitarnya seperti sarana dan prasarana transportasi, komunikasi, fasilitas pelayanan dan akomodasi.
4
Pemusatan kepariwisataan juga tidak lepas dari banyaknya potensi dan obyek kepariwisataan di pulau Jawa dan Bali sendiri. Obyek wisata itu dapat berupa potensi alam seperti pegunungan, laut, sungai hutan dan perkebunan; potensi iklim seperti suasan sejuk dan panas, udara yang segar; potensi peninggalan purbakala seperti candi, bangunan-bangunan tradisional misalnya istana, keraton serta warisan budaya seperti kesenian, kerajinan traditional dan budaya. Belum termasuk dalam hal ini berbagai sarana hiburan dan rekreasi modern yang melimpah di Jawa dan Bali. Jawa tengah merupakan salah satu propinsi di Pulau Jawa yang terletak pada jalur perlintasan antara Jawa Barat dengan Jawa Timur, sehingga banyak wisatawan lebih sering melewatkan Jawa Tengah karena hanya sebagai daerah perlintasan. Apabila para wisatawan bisa ditarik untuk menghabiskan waktu di Jawa Tengah meski dalam waktu yang singkat, Sudah memiliki dampak positif untuk pengembangan bisnis wisata. Dengan demikian, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk dikembangkan. Sehingga perlu adanya kebijakan dari kelembagaan yang dapat menunjang berkembangnya sektor pariwisata di Jawa Tengah.
5
Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung Daya Tarik Wisata Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten Kota/Regency City (1) Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. PeKalaungan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Solo Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jumlah Total 2012 2011 2010 2009 2008
Jumlah Total Pengunjung (orang) Guest (person) (2) 495.316 952.042 1.452.137 749.695 807,770 209.879 412.736 1.125.948 282.274 283.041 67.455 378.367 1.026.365 549.839 284.535 97.952 391.512 845.478 743.210 1.296.846 1.487.339 1.216.426 365.198 190.826 407.450 206.307 408.038 551.533 160.596 3.309.065 2.133.848 136.639 1.745.709 236.812 394.974 25.603.157 22.219.865 22.592.951 21.819.117 16.556.084
Sumber : BPS Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2012
6
Tabel 1.1 menunjukan bahwa jumlah kunjungan wisatawan asing dan wisatawan nusantara tahun 2012 dapat dilihat bahwa Kota Solo mempunyai total kunjungan tertinggi no 2 dengan kunjungan 2.133.848 wisatawan setelah kota Magelang di Jawa Tengah. Hal ini menunjukan bahwa Kota Solo mempunyai potensi pariwisata yang cukup bagus untuk mewujudkan visit Jawa Tengah. Kota Solo memiliki banyak potensi pariwisata ini bisa dilihat dari banyaknya obyek wisata yang terdapat di Kota Solo terutama wisata budaya. Di kota ini berdiri 2 (dua) Kerajaan Mataram yaitu Keraton Kasunanan Solo Hadiningrat dan Istana Mangkunegaran. Selain itu, kota ini juga memiliki obyek wisata Taman Sriwedari yang di dalamnya terdapat Museum Radya Pustaka, Pasar Antik Triwindu, Kampung Batik Laweyan dan Kebon Binatang Satwataru Jurug. Belum lagi wisata belanja karena sebagai kota penghasil batik yang cukup disegani banyak sekali dijumpai di sudut-sudut kota butik-butik
batik dan
kerajinan traditional dengan Pasar Klewernya sebagai sentra perdagangan tekstil terbesar di Jawa Tengah. Suasana malam Kota Solo diramaikan dengan berbagai makanan khasnya seperti nasi liwet, Tengkleng, serabi dan lain-lainnya. Solo juga mendapat julukan sebagai kota yang tidak pernah sepi untuk dikunjungi baik siang maupun malam karena roda kehidupan yang terus berputar dengan segala aktivitasnya Lingkungan Kota Solo yang ramah terlebih karena kebanyakan masyarakatnya masih memegang tradisi dan warisan budaya sehingga banyak atraksi wisata budaya bisa disaksikan di kota ini misalnya Kirab pusaka 1 suro, sekaten, grebeg sudiro, grebeg mulud, tinggalan dalem jumenengan, grebeg pasa,
7
syawalan, grebeg besar. Pemerintah Kota Solo juga melakukan upaya-upaya demi meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik dengan cara untuk terus mengadakan event-event yang bertaraf Internasional, seperti: Solo Batik Carnival, SIPA, dsb. Upaya yang dilakukan pemerintah Kota Solo pada tahun 2008-2012 dapat dinilai berhasil dalam meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung untuk berpariwisata di Kota Solo. Kota Solo merupakan kota yang memiliki banyak obyek wisata sekaligus digemari oleh wisatawan asing dan wisatawan lokal karena mayoritas obyek wisata yang berada di Kota Solo merupakan obyek wisata yang memiliki unsur sejarah dan seni budaya, sehingga bagi wisatawan asing maupun wisatawan lokal yang ingin mengenal budaya Indonesia khususnya budaya Jawa akan mengunjungi Kota Solo. Peraturan Daerah Solo, nomor 2 (2010) menyebutkan Kota Solo memiliki 15 buah obyek dan daya tarik wisata diantaranya wisata Sejarah seperti, Karaton Kasunanan Solo, Pura Mangkunegaran, Musium Radyapustaka; Wisata Kuliner seperti jajanan khas Solo; Wisata belanja seperti Pasar Klewer, Pasar Antik Triwindu ; Wisata Alam seperti Taman Satwaru Jurug, Taman Balekambang, Taman Sriwedari dan didukung kemudahan fasilitas seperti hotel, transportasi, dan biro perjalanan. Kemajuan pariwisata di Kota Solo juga didukung dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mencakup sampai tingkat Kelurahan. Tiap-tiap Kelurahan memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang berusaha melakukan sosialisasi dan mengembangkan kegiatan seni budaya yang dapat mendukung kegiatan pariwisata di Kota Solo.
8
Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009
tentang kepariwisataan
dijelaskan bahwa kepariwisataan adalah kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan, pemerintah daerah dan pengusaha. Wardiyanta (2006:49-50) juga mengemukakan bahwa kepariwisataan memiliki dua aspek yang cukup penting yaitu aspek kelembagaan dan aspek substansial. Aspek
substansial
berupa
sebuah
aktivitas
manusia
sedangkan
sisi
kelembagaannya, pariwisata merupakan lembaga yang dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan rekreatifnya. Fungsi kepariwisataan sebagai sebuah lembaga dapat dilihat dari sisi manajemennya. yaitu perkembangannya melalui proses perencanaan, pengelolaan hingga pemasaran kepada wisatawan. Tingginya jumlah wisatawan yang ada di Kota Solo tidak lepas dari jargon wisata yang diusung kota ini yakni Spirit of Java untuk kepentingan pemasaran pariwisata. Slogan Spirit of Java (jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa slogan ini dapat menjadi acuan modal sosial untuk meningkatkan pariwisata di Kota Solo. Porthest (1998) dalam Yustika (2006) mengatakan bahwa melalui modal sosial, aktor dapat meraih akses langsung terhadap sumberdaya ekonomi (pinjaman bersubsidi, saran-saran investasi, pasar yang terlindungi); mereka dapat meningkatkan modal budaya (cultural capital) lewat kontak dengan ahli-ahli atau individu yang beradab ( yang melekat pada modal budaya), atau alternatifnya mereka dapat berafiliasi dengan institusi yang membahas nilai-nilai terpercaya atau value credential (pelembagaan modal budaya).
9
Konsep modal sosial mempunyai dimensi yang multispektrum, setidaknya terdapat empat cara pandang terhadap modal sosial. Salah satu cara pandang modal sosial yang dikemukakan oleh Woolcock dan Narayan dalam Yustika (2006:200) adalah pandangan sinergi (synergi view) pandangan ini kurang lebih berupaya untuk mengintegrasikan konsep jaringan (network) dan kelembagaan (institusional). Evans dalam Yustika (2006:206) menyimpulkan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat/warga Negara (citizen) didasarkan atas dasar prinsip komplementarist dan kelekatan (complementarity and embeddedness). Merujuk pada hubungan yang saling menguntungkan antara aktor publik dengan privat yang diwujudkan dalam kerangka kerja legal yang melindungi hak-hak asosiasi dapat diartikan bahwa spirit of Java yang diusung sebagai slogan Kota Solo yang menciri khaskan sifat keramah-tamahan serta sikap gotong-royong (trust) ini sebagai modal dalam penguatan modal budaya yang diusung. Sehingga melalui modal ini dimungkinkan dapat menguatkan modal budaya yang diusung sebagai branding pariwisata yang ada di Solo. Branding yang diusung tersebut perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat, Sehingga mampu bersama-sama dalam mengembangkan pariwisata di Kota Solo. Penelitian yang dilakukan oleh Petra Claiborne (2010) studi kasus di Bocas del Toro, Panama menunjukan bahwa nilai modal sosial yang tinggi di dalam partisipasi masyarakat dapat meningkatkan perkembangan pariwisata di lokasi tersebut. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat di sana berangkat dari anggapan masyarakat yang menganggap pariwisata mampu memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Anggapan tersebut mampu membawa masyarakat yang
10
mengarah kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan, Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencoba
mengkaji nilai modal sosial yang
terkandung dalam partisipasi masyarakat untuk mewujudkan perkembangan pariwisata di Kota Solo. Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam membangun perkembangan pariwisata. Nilai modal sosial yang terkandung dalam partisipasi masyarakat merupakan salah satu yang membentuk pengembangan pariwisata, selain itu perlu adanya peran kelembagaan yang sebagai payung aturan demi kepentingan bersama. Tindakan bersama dari partisipasi masyarakat dan kelembagaan bisa sebagai katalisator penggerak sektor pariwisata sehingga dapat berkembang secara terus-menerus agar dapat merangsang tumbuhnya perekonomian di Kota Solo. Dari uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana modal sosial dapat berperan dalam pengembangan pariwisata di Kota Solo dalam mewujudkan visit Jawa Tengah. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Nilai-Nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (Studi Kota Solo)”. 1.2
Rumusan Masalah Kota Solo merupakan salah satu wilayah yang merupakan pengembangan
pariwisata di Jawa Tengah. Slogan visit Jawa Tengah Kota Solo harus mampu menarik wisatawan asing maupun domestik untuk berkunjung di kota ini. Kota Solo memiliki potensi pariwisata yang sangat baik dengan pariwisata berbasis pelestarian budaya dan kesenian. Selain itu julukan sebagai kota budaya serta kota the spirit of Java memang layak disandang kota ini dikarenakan sifat keramah-
11
tamahan masyarakat serta masih menjunjung tinggi budaya Jawa yang adi luhur. Sektor pariwisata di Kota Solo merupakan salah satu kota yang bisa dikatakan berhasil untuk memajukan pariwisata di Jawa tengah hal ini bisa ditunjukan pada Tabel 1.2 yang menggambarkan dalam waktu lima tahun terakhir jumlah wisatawan memiliki peningkatan setiap tahunnya meskipun pada tahun 2012 wisatawan mancanegara mengalami penurunan. Hal ini tentunya ditunjang dengan adanya peran pemerintah maupun lembaga yang turut berperan aktif dalam peningkatan sektor pariwisata di kota ini. Partisipasi masyarakat tidak bisa terpisahkan dari ekonomi pariwisata. Nilai modal sosial yang tertanam merupakan salah satu yang membentuk pengembangan pariwisata, selain itu perlu adanya peran
kelembagan yang
sebagai payung aturan demi kepentingan bersama. Tindakan bersama dari partisipasi masyarakat dan kelembagaan bisa
sebagai katalisator penggerak
sektor pariwisata dapat berkembang secara terus-menerus agar dapat merangsang tumbuhnya perekonomian di Kota Solo. Dari uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah : 1. Bagaimana
modal
sosial
di
masyarakat
berperan
dalam
pengembangan pariwisata di Kota Solo? Untuk dapat menggali pertanyaan tersebut terdapat tiga sub bab pertanyaan yang sudah ditetapkan, yakni : 1) Bagaimana anggapan masyarakat mengenai perkembangan pariwisata? 2) Bagaimana masyarakat membentuk perkembangan pariwisata?
12
3) Bagaimana masyarakat berpartisipasi dan bekerjasama dalam pengembangan pariwisata? 1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui anggapan masyarakat dalam perkembangan pariwisata sebagai basis tindakan 2. Mengetahui
serta
mengidentifikasi
dalam
membentuk
serta
membangun pariwisata di Kota Solo 3. Mengidentifikasi masyarakat dalam berpartisipasi dan menjalin kerjasama dalam pengembangan pariwisata. 4. Mengidentifikasi peran modal sosial dalam pariwisata Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi kelembagaan yang bersangkutan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penyusun kebijakan sebagai bahan masukan bagi pengembangan kepariwisataan di Kota Solo. 2. Bagi Pemerintah, diharapkan dapat berperan serta dalam mendukung serta mengembangkan sektor pariwisata di Kota Solo ke depannya 3. Bagi peneliti lain dan akademik, sebagai tambahan informasi dan disiplin ilmu, menambah khazanah ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang yang sama.
13
1.4
Sistematika penulisan Untuk mencapai maksud dan tujuan penulisan studi ini, secara keseluruhan
pembahasan dibagi menjadi 5 (lima) Bab sebagai berikut; Bab I. adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang mengenai Nilainilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata , dilanjutkan dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan Pustaka. Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan judul penelitian mengenai kepariwisataan, partisipasi masyarakat, modal sosial, peran kelembagaan. Bab III. adalah Metode Penelitian. Bab ini menjabarkan mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, unit analisis penelitian, data penelitian dan teknik analisis data. Selain itu, tentang bagaimana menguji validitas data dalam penelitian kualitatif. Bab IV. adalah Hasil dan Pembahasan. Bab ini menguraikan tentang peran modal sosial dalam masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata yang ada di Kota Solo serta mengidentifikasi dampak yang terjadi terhadap ekonomi lokal melalui perkembangan pariwisata di Kota Solo, strategi yang tepat dalam mengembangkan sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo Bab V adalah Penutup. Sebagai bab terakhir, bab ini menguraikan secara singkat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran-saran bagi pihak yang berkepentingan dan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengertian pariwisata secara luas dapat dilihat dari beberapa definisi sebagai berikut:
A.J. Burkart dan S. Medlik, pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut (Soekadijo, 2000:3).
Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara (Soekadijo, 2000:12).
World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar xlvii lingkungannya
14
15
yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya.
Undang-undang No. 9 Tahun 1990, kepariwisataan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa pariwisata, serta usaha-usaha lain yang terkait. Pengunjung dapat dikatagorikan menjadi 2 katagori yaitu wisatawan dan
ekskursionis. Norval mengatakan bahwa
wisatawan ialah setiap orang yang
datang dari suatu negara asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat (Soekadijo, 2000:13). Komisi Ekonomi Liga Bangsa-bangsa tahun 1973 menyebutkan motifmotif yang menyebabkan orang asing dapat disebut wisatawan. Mereka yang termasuk wisatawan adalah : Orang yang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang (pleasure),karena alasan keluarga, kesehatan dan sebagainya. Orang yang mengadakan perjalanan untuk mengunjungi pertemuanpertemuan atau sebagai utusan (ilmiah, administratif, diplomatik,keagamaan, atletik dan sebagainya). Orang yang mengadakan perjalanan bisnis. Orang yang datang dalam rangka pelayaran pesiar (sea cruise), Kalau ia tinggal kurang dari 24 jam.
16
Akan tetapi istilah wisatawan tidak meliputi orang-orang berikut: Orang yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha disuatu negara. Orang yang datang untuk menetap. Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu,akan tetapi bekerja di negara tetangganya. Pelajar, mahasiswa dan kaum muda di tempat-tempat pemondokan dan di sekolahsekolah. Orang yang dalam perjalanan melalui sebuah negara tanpa berhenti di situ, meskipun di negara itu lebih dari 24 jam. Ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang dikunjunginya, tanpa bermalam. Hal tersebut juga meliputi orang-orang yang mengadakan pelayaran pesiar (cruise passanger). Di dalamnya tidak termasuk orangorang yang secara legal tidak memasuki sesuatu negara asing, seperti misalnya orang yang dalam perjalanan menunggu di daerah transit di pelabuhan udara. 2.1.1.1 Jenis-jenis Pariwisata Pendit (1999:42) mengatakan bahwa wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: 1. Wisata Alam, yang terdiri dari: a. Wisata Pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.
17
b. Wisata Etnik (Etnik tourism), merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang menarik. c. Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang (margasatwa) yang langka, serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain. d. Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. e. Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana wisata rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya. 2. Wisata Sosial-Budaya, yang terdiri dari:
a. Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya seperti tempat bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya tarik wisata utama di banyak negara. b. Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau daerah tertentu. Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada temanya,antara lain museum arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam,
18
seni dan kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan temakhusus lainnya. 2.1.1.2 Wisata Budaya
Nuryanti (1997) mengatakan bahwa Secara fungsional pengertian wisata budaya merupakan suatu area atau wadah yang dipergunakan sebagai ajang untuk mengelola wujud dari keanekaragaman kebudayaan yang berkembang pada suatu tempat atau daerah, dimana mencakup wujud abstrak, aktifitas dan benda dengan misi pengembangan kebudayaan. Wisata budaya berfungsi sebagai pusat segala kegiatan hiburan budaya yang mengandung nilai-nilai hidup, khususnya melalui kegiatan-kegiatan yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan seni dan budaya. Sebagai wadah pengembangan pariwisata dan peningkatan pengembangan kesenian yang terdapat di daerah-daerah, kebutuhan Taman Budaya harus selalu disesuaikan dengan kondisi serta situasi potensi budaya di daerah itu tanpa mengurangin pengembangan untuk waktu-waktu yang akan datang (Nuryanti, 1997:61). Warisan (heritage) didefinisikan sebagai sesuatu yang berharga yang diberikan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Dalam kontek pariwisata,warisan berarti segala produk yang dapat menjadi subyek untuk promosipariwisata. Hal ini termasuk pemandangan alam, sejarah, tradisi dan manifestasi budaya, tempat-tempat arkeologi, artifak, arsitektur, bangunanbangunan artistik dan sebagainya yang semua itu patut dilindungi sebagai suatu potensi nasional,regional dan lokal. Jadi warisan mengandung nilai-nilai sejarah
19
dari masa lalu dan dipandang sebagai bagian dari tradisi kebudayaan suatu masyarakat (Nuryanti, 1997:61). 2.1.1.3 Warisan Budaya
Selain bersifat ekspansi yang elastis dan musiman, permintaan wisata juga dipengaruhi oleh beragamnya tipologi yang menggambarkan banyaknya motifasi wisatawan dan berbagai manfaat yang mereka peroleh dari perjalanan mereka, karena kurangnya penelitian yang memadai mengenai motivasi wisata,permintaan dapat diartikan dalam perilaku dan kecenderungan wisatawan (Nuryanti, 1997:63) Pearce (1989:57) telah membagi pengaruh-pengaruh terhadap pilihan budaya sebagai faktor pendorong dan penarik. Dalam tinjauannya atas literatur terdahulu mengenai motivasi wisata, Pearce menjelaskan ‘keinginan untuk bepergian’ sebagai suatu faktor penarik. Implikasi selanjutnya mengabaikan semua daya tarik lain dari sebuah tempat wisata dan bukan merupakan wisata warisan budaya kecuali jika diasumsikan bahwa semua motivasi adalah bermacam faktor pendorong. Kebutuhan untuk melepaskan diri dari kebosanan dengan bermacam unsur warisan budaya, institusi, masakan dan ide bahwa perjalanan harus menjadi bagian penting dari sebuah kunjungan. Faktor pendorong lainnya mencakup pelepasan dari gaya hidup yang monoton atau dari suasana hidup yang datar, penjelajahan tempat-tempat baru,penyegaran energi yang terbuang, relaksasi, gengsi, interaksi sosial dan mempererat rasa persaudaraan dan persahabatan. Oleh sebab itu warisan budaya menjadi bagian penting dari perjalanan wisata.
20
2.1.1.4 Atraksi wisata
Hadinoto (1996:18) menjelaskan atraksi wisata adalah atraksi yang telah diidentifikasikan dalam suatu penelitian dan telah dikembangkan menjadi atraksi wisata berkualitas dan memiliki keterjangkuan baik. Menurut Gunn (1988:107) atraksi yang berada di daerah tujuan wisata tidak hanya disediakan bagi wisatawan untuk melihat, menikmatinya dan dapat terlibat di dalamnya,tetapi juga menawarkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya. Atraksi wisata yang baik akan dapat mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, menahan wisatawan di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan memberikan kepuasan kepada wisatawan yang datang berkunjung. Soekadijo (1997: 97) untuk mencapai hasil seperti itu, beberapa syarat harus dipenuhi yaitu: 1) Kegiatan (act) dan obyek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan baik; 2) Atraksi wisata harus disajikan dihadapan wisatawan, maka penyajiannya harus tepat; 3) Atraksi wisata merupakan terminal dari suatu sistem pariwisata, oleh karena itu terintegrasi dengan akomodasi, transportasi, dan promosi serta pemasaran: 4) Keadaan ditempat atraksi harus dapat menahan wisatawan cukup lama; 5) Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi harus diusahakan supaya bertahan selama mungkin. Atraksi wisata selain menarik dan baik juga harus memiliki cirri khas atau berbeda dari tempat asal wisatawan, mengingat wisatawan berkunjung ke suatu tempat tujuan wisata ingin melihat sesuatu yang belum pernah dia ketahui atau
21
yang tidak ada di tempat asalnya. Pada dasarnya wisatawan ingin mendapat pengalaman atau pengetahuan baru dari perjalanannya. Cara lain untuk menahan wisatawan supaya tinggal lebih lama dalam satu obyek maupun atraksi wisata adalah dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk menghayati atau mencoba melakukan pekerjaan yang peristiwanya telah mereka saksikan. Cara lain untuk membuat atraksi wisata yang baik adalah melalui pelestarian kesan. Semakin lama seorang wisatawan menikmati suatu obyek wisata akan semakin baik; oleh karena itu perlu diusahakan agar kesan yang diperoleh wisatawan dari obyek wisata itu dapat bertahan selama mungkin. Apabila wisatawan tersebut telah kembali ke tempat asalnya, kesan itu hendaknya tetap dapat bertahan, sehingga dalam angan-angan dapat merasakan lagi pesona obyek ataupun atraksi wisata yang pernah ia saksikan. Cara pelestarian kesan tersebut menurut Soekadijo (1997:73) yaitu mengikatkan kesan itu pada obyek yang tidak cepat rusak dan dapat dibawa pulang, sehingga setiap kali ia (wisatawan) melihat benda itu, ia akan teringat kembali kepada apa yang pernah disaksikannya. Berdasarkan uraian tentang obyek dan atraksi wisata tersebut di atas, kedua komponen tersebut merupakan komponen penting dalam kegiatan pariwisata, tanpa keduanya pariwisata tidak akan terjadi. Atraksi wisata merupakan faktor yang paling menentukan yang akan menarik wisatawan. Atraksi merupakan penyebab pertumbuhan. Atraksi merupakan yang pertama kali menarik pengunjung ke suatu objek wisata, sehingga pembangunannya cenderung
dikembangkan
terlebih
dahulu.
Atraksi
wisata
dikembangkan,
22
direncanakan dan dikelola untuk kepentingan aktivitas dan kesenangan pengunjung. Gunn (1994:89) menyatakan atraksi mempunyai dua fungsi utama; Pertama: atraksi memberikan daya tarik (entice), memikat (lure) dan merangsang (stimulate) keinginan untuk mengadakan perjalanan. Wisatawan di daerah asalnya akan mempelajari tentang atraksi dari suatu tujuan wisata, sehingga pada akhirnya membuat keputusan pada yang paling menarik; Kedua: atraksi memberikan kepuasan kepada pengunjung, sebagai imbalan dari perjalanan. 2.1.2 Teori Ekonomi Kelembagaan dengan Pendekatan Modal Sosial Yustika (2006:37) memaparkan bahwa, sampai saat ini terdapat berbagai variasi tentang definisi kelembagaan (institutions). Definisi yang bermacammacam makna tersebut diperbolehkan sejauh konsep definisi kelembagaan tidak saling menegasi satu sama lain. Pengertian tersebut mencakup seluruh isi definisi kelembagaan sebagai aturan main (rules of the game) dalam masyarakat. Adapun karakteristik kelembagaan yang dipaparkan oleh North (1990) dalam Yustika (2006:43) mengatakan bahwa di dalam kelembagaan terdapat larangan-larangan (prohibitions) dan persyaratan-persyaratan (conditional permission). Ilmu kelembagaan bersifat pragmatis, dimana kajian ilmu kelembagaan harus sesuai realita yang dibangun pada kondisi masyarakat. Pada kenyataannya kondisi dan permasalahan yang terjadi bersifat majemuk, sehingga terdapat kajian multidisiplin di dalam teori kelembagaan. Karena itu, teori kelembagaan melihat dulu fenomena yang terjadi, baru setelah itu dikaji. Dengan kata lain, seperti apa
23
yang dipaparkan oleh Yustika (2006:46), bahwa ekonomi kelembagaan berkecenderungan untuk memilih pendekatan induktif. Yustika (2006:217) menyatakan bahwa modal sosial dalam kegiatan transaksi dapat menjadi basis sumber daya ekonomi (Economic resources). Dalam pengertian yang paling luas, modal sosial dapat menjadi alternatif yang paling mungkin untuk mengalokasikan kegiatan ekonomi secara efisien bila pasar (market) tidak sanggup mengerjakannya. Putnam dalam Yustika (2006:218) menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan sarana bagi individu yang akan mengerjakan kerjasama secara sukarela untuk mengurusi barang publik/bersama. 2.1.3 Konsep Partisipasi Masyarakat melalui Modal Sosial (Social Capital) Pierre Bourdieu dalam Yustika (2006;192) mendefinisikan modal sosial sebagai agregate sumber daya aktual ataupun potensial yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet(durable) sehingga menginstitusionalisasi-kan hubungan persahabatan
(acquaintance) yang saling menguntungkan. Melalui
pemaknaan tersebut Bourdieu berkeyakinan bahwa jaringan sosial (Social network) tidaklah alami (natural given). Kedua hal tersebut dikonstruksi melalui strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan kelompok (group relation) yang dapat dipakai sebagai sumber terpercaya untuk mencapai keuntungan(benefit). Coleman
dalam Yustika (2006:192) mengatakan bahwa modal sosial
bukanlah entitas tunggal (single entity), tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen: (i) modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial; dan(ii) modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor)-baik individu
24
maupun perusahaan- di dalam struktur tersebut (within the structure). Dari perspektif ini sama halnya dengan modal lainnya, modal sosial juga bersifat produktif, yakni membuat pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin diraih bila keberadaanya tidak eksis. Yustika (2006:191) mngemukakan bahwa modal sosial baru eksis bila ia berinteraksi dengan struktur sosial. Coleman
dalam
Yustika
(2006:199)
mengatakan
bahwa
dalam
operasionalisasinya modal sosial yang dilihat menurut fungsinya memiliki aspek struktur dan aspek kognisi(cognitive). Jika dipilah dalam tiga penampakan maka akan didapatkan sebuah operasionalisasi modal sosial sebagai berikut. Pertama, menurut sumber dan pengejewantahanya, secara struktur modal sosial terdiri atas peran dan aturan (roles and rules), jaringan dan hubungan interpersonal dengan pihak lain, serta procedur dan kejadian (procedures and precendent). Sedangkan aspek kognisinya terdiri atas norma, nilai, perilaku, dan keyakinan. Kedua, menurut cakupannya (domains), struktur modal sosial terbentuk dari organisasi sosial dan aspek kognisinya mewujud dalam budaya sipil (civic culture). Budaya sipil dapat dimaknai sebagai kemampuan warga Negara/ masyarakat untuk mengekspresikan dan mengorganisasikan kepentingan melalui saluran-saluran yang tersedia. Ketiga, menurut elemen-elemen umum (common element) struktur modal sosial terbangun berdasarkan ekspektasi yang mengarah kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan sedangkan kognisi dari elemen umum ini tidak dapat di identifikasi secara jelas karena sangat tergantung kepada kesepakatan anggota yang terlibat dalam hubungan kerjasama tersebut.
25
Terdapat banyak definisi modal sosial yang mengaburkan konsep tersebut. Menurut National Statistik dalam Hamka (2010) antara lain: energy sosial (sosial bond ), jiwa komunitas (Community spirit), kewajiban-kewajiban sosial (sosial bonds), (civic virtue), jejaring komunitas (Community networks),”selubung”sosial (social ozone), persahabatan jangka panjang (extended friendship), kehidupan komunitas (Community life), sumber sosial (sosial resources), jejaring informal dan formal (informal and formal networks), (good neighbourliness), perekat sosial (social glue). Dan konsep-konsep tersebut masih terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pragmatisnya. 2.1.4 Kaitan Teori Kelembagaan dengan Pariwisata Aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek yang penting dalam membangun industri pariwisata yang sukses. Wibowo (2007) beragumentasi bahwa kelembagaan lokal yang berangkat dari kemampuan masyarakat melalui kontribusi nilai-nilai modal
sosial tersebut lahir dari budaya lokal dan
dikembangkan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Nurhidayati (2012) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan modal sosial, antara lain,adalah kekuatan internal. Kekuatan internal ini yang berwujud motivasi, kepedulian tokoh masyarakat/agama, dan peran pemerintah dalam menyediakan kelembagaan yang mengakomodasi kepentingan bersama wilayah-wilayah yang mengembangkan agrowisata. Choirunissa (2010) mengatakan bahwa kehadiran organisasi pariwisata sektor publik (GTO) merupakan bentuk keterlibatan pemerintah dalam pengembangan pariwisata suatu Negara. GTO dibentuk pemerintah sebagai suatu
26
badan yang bertanggung jawab menjalankan fungsi perencanaan, pengembangan, pemasaran, dan pembinaan kepariwisataan secara umum. Foster dalam Choirunissa (2010) mengklasifikasikan GTO adalah suatu Negara menurut hierarki wewenang, yaitu National Tourist Organization (NTO), regional tourist board (RTB), dan Local tourist organization (LTO). Organisasi dalam penelitian ini berperan sebagai NTO di Indonesia adalah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar), Sedangkan RTB dan LTO dipegang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Solo. Mill
dalam Choirunnisa (2010) Kecakapan suatu Goverment Tourism
Organization (GTO) dapa dilihat melalui beberapa indicator. Pertama, otoritas memiliki kewenangan mengambil inisiatif melakukan perubahan. Kedua, dukungan
penuh
dari
pemerintah
bersama-sama
dengan
kemampuan
mempengaruhi beragam departemen pemerintah yang mempunyai pengaruh pariwisata. Ketiga, dukungan dari pelaku bisnis swasta yang mempunyai kegiatan dalam bidang pariwisata. Keempat, anggaran yang cukup untuk melaksanakan tugas yang diembannya. Kelima, organisasi dijalankan oleh pegawai-pegawai yang berpengalaman. 2.1.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Suwantoro (2004:34) mengemukakan bahwa peran serta masyarakat dapat ditumbuhkan dan digerakan melalui usaha-usaha penerangan serta pengembangan komunikasi sosial yang sehat, yang dilakukan melalui dialog yang luas dan bersifat terbuka, terarah, jujur, bebas dan bertanggung jawab: baik antara
27
pemerintah dan masyarakat maupun antar golongan-golongan masyarakat itu sendiri. Dialog yang demikian akan melahirkan gagasan serta pandangan yang kuata agar pembangunan tetap memiliki gerak maju ke depan. Sebagai contoh: masyarakat di daerah tujuan wisata sangat mengharapkan terbinanya kelestarian usaha yang terkait dengan objek wisata dan kehidupan alam budaya mereka tidak menjadi rusak. Untuk itu pembangunan dan pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat setempat dan sekitarnya secara langsung. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas ekonomi penting yang jika
dikembangkan
dengan
tepat
dapat
mengatasi
sejumlah
tantangan
pembangunan, termasuk pengurangan kemiskinan, pengembangan ekonomi lokal, perdamaian dan keselarasan masyarakat, dan manajemen sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan (Damanik, 2006:46). Hausler dan Strasdas dalam Purnamasari (2011) mengatakan bahwa Community based tourism merupakan salah satu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal baik yang terlibat langsung pada industri pariwisata. Hal ini dilakukan dengan bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang lebih demokratis termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. 2.1.6 Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital) Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut
28
didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Prinsip
kemajemukan
dan
humanitarian,
bahwasanya
nilai-nilai
kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan,
29
kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal. Mengikuti Colemen (1999), tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi fight for (berjuang untuk). Yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts
yang
bersifat
memberi
perlawanan
terhadap
ancaman
berupa
kemungkinan runtuhnya simbul-simbul dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar sense of solidarity (solidarity making). Pada dimensi kemajemukan terbangun suatu kesadaran yang kuat bahwa hidup yang berwarna warni, dengan beragam suku, warna kulit dan cara hidup merupakan bagian dari kekayaan manusia. Pada spektrum ini kebencian terhadap suku, ras, budaya, dan cara berpikir yang berbeda berada pada titik yang minimal. Kelompok ini memiliki sikap dan pandangan yang terbuka dan senantiasa
30
mengikuti perkembangan dunia di luar kelompok masyarakatnya (outward looking). Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging capital social) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di banyak dimensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkatkan dan bangsa menjadi jauh lebih kuat. Persoalannya menurut Hasbullah (2006), fakta yang ada di negara-negara berkembang menunjukkan kecenderungan bahwa dampak positif modal sosial dari mekanisme outward looking tidak berjalan seperti yang diidealkan. Walaupun asosiasi yang dibangun oleh masyarakat dengan keaggotaannya yang hiterogen dan dibentuk dengan fokus dan jiwa untuk mengatasi problem sosial ekonomi masyarakat (problem solving oriented), akan tetapi tidak mampu bekerja secara optimal. 2.2
Penelitian Terdahulu Maria Jose Zapata, (2014) mengemukakan dalam penelitianya bahwa
bagaimana bottom-up Community Based Tourism dapat menjadi kendaraan untuk menginduksi Pengembangan pariwisata ketika (i) modus pengorganisasian pariwisata berasal dari masyarakat (entrepreneurship lokal dan kepemilikan); (ii) alokasi yang dikonsumsi dapat diakses ke tempat-tempat di mana pengunjung
31
potensial berwisata; (iii) di sana ada elemen yang diperlukan untuk menerjemahkan ide global ke dalam konteks budaya lokal, melalui modal sosial dan budaya; (iv) masyarakat menanggung risiko investasi ekonomi sendiri serta modal untuk mewujudkan ide menjadi benda-benda fisik dan fasilitas; (v) pengembangan produk berorientasi pada aset lokal yang ada dan masyarakat tidak hanya bersifat pasif sebagai konsumen pariwisata, tetapi juga sebagai produsen, manajer, dan pemasar; dan (vi) proyek perumusan dan pengembangan dibuat dalam hal jaringan masyarakat lokal, dengan kecenderungan alami untuk fokus pada pasar lokal sebagai mode terdekatnya. Wen Jun Li (2006) Di dalam penelitian ini survey yang dilakukan menunjukan bahwa penduduk lokal merasa mereka menerima manfaat dari pariwisata dan percaya bahwa lingkungan menjadi lebih baik. Dari perspektif ini, ekowisata JBR bisa dikatakan sukses meskipun partisipasi lokal ternyata lemah dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini bertentangan dengan pemahaman akademis saat ini partisipasi masyarakat yang telah menyarankan bahwa jika penduduk setempat ingin meraih keuntungan dari pariwisata mereka harus diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan. Peran sentral yang diberikan dalam dalam pengelolaan sumber daya alam hanya diberikan melalui administrasi cagar alam di JBR sehingga hanya sebatas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dalam yang melibatkan masyarakat. Untuk pengembangan berkelanjutan perlu adanya peran masyarakat dalam pengambilan keputusan mengingat banyak kegagalan dalam menyeimbangkan konservasi sumber daya alam dan pembangunan lokal pada Negara berkembang
32
Samantha Jones (2005) mengemukakan bahwa dalam penelitian ini merupakan salah satu bukti yang mendukung hipotesis mengenai tingginya tingkat modal sosial khususnya dalam mewujudkan komitmen masyarakat dalam melakukan tindakan bersama pembangunan desa berperan sangat penting dalam pengembangan Kamp Ekowisata di Tumani, paling tidak sebagai wujud perlindungan hutan dengan menarik dana dari Badan Lingkungan Hidup Nasional, yang difasilitasi melalui pembangunan kamp. Lebih lanjut dukungan juga disediakan oleh Dinas Peternakan sebagai wujud atas kesatuan desa. Komponen modal sosial berdampak positif setidakanya tampak melalui modal sosial structural yang meningkat akibat dampak dari ekowisata kamp. Hal tersebut dapat dilihat melalui proyek yang terus di galakan yang membutuhkan kontribusi tenaga kerja serta anggota organisasi yang semakin meningkat. Kannapa mengemukakan
Pongponrat
(2012)
dalam
bahwa
Pulau
Samui,
Di
penelitianya orang
yang
berjudul
berpartisipasi
dalam
pengembangan pariwisata melalui proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan monitoring dan Evaluasi yang difasilitasi oleh pemimpin dan komite kelompok.
penelitian
ini
menemukan
bahwa
komponen
modal
sosial
menyebabkan partisipasi diinduksi 'dari masyarakat lokal yang memiliki rasa yang kuat akan kepemilikan kampung halaman mereka, dan dengan saling menghormati satu sama lain, sehingga memungkinkan mereka bekerja untuk pengembangan pariwisata daerah. Modal sosial muncul secara signifikan sebagai Mekanisme utama yang mendorong dan menarik orang untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Kedua analisis kuantitatif dan kualitatif menegaskan
33
bahwa faktor yang terkait dengan partisipasi masyarakat termasuk pengetahuan dan kepemimpinan dipercaya masyarakat lokal, norma-norma dan sosial jaringan antara masyarakat. Thomas Lopez Guzman (2011) Di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jenis pariwisata dinilai oleh masyarakat setempat dengan cara yang sangat positif, karena dianggap sebagai cara untuk menghasilkan manfaat ekonomi dan, pada saat yang sama, menciptakan lapangan kerja baru. Dalam hal ini, penting untuk menyoroti peran perempuan dan orang-orang muda sebagai aktor yang penting dalam perencanaan dan pengembangan kegiatan wisata, serta dalam pengelolaan calon bisnis. Demikian pula, pengembangan pariwisata akan berdampak terhadap penciptaan sumber daya (seperti layanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur) bagi masyarakat itu sendiri.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1.
2.
3.
Nama Etsuko Okazaki (2008)
Judul A CommunityBased Tourism Model:Its Conception and Use
Metode Telaah literatur, wawancara semiterstruktur, Analisis data deskriptif kualitatif dengan pendekatan parsitipatif Douglas Community Telaah literatur, data D.Perkins, Psychology sekunder wawancara. Joseph Perspectives on Analisis deskriptif Hughey, dan Social Capital Dengan pendekatan Paul Theory and action Research W.Speer(200 Community 2) Development Practice Khusnul Studi Telaah literatur, Ashar dan Pengembangan wawancara. Supartono Ekonomi metode penelitian (2009) Kerakyatan Di kualitatif dengan Kawasan wisata pendekatan Analisis Jawa Timur melalui domain Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal
Hasil Temuan menunjukan bagaimana satu desa dengan jaringan sosial yang kuat dan kerjasama yang saling menguntungkan untuk perkembangan pariwisata yang berbasis masyarakat. Dengan demikian masyarakat dengan modal sosial yang tinggi bersamasama dengan agen mampu untuk menginduksi pembangunan. Faktor psikologis dan perilaku menunjukan faktor-faktor yang memotivasi individu untuk terlibat dalam membangun modal sosial dan metode ini mampu mempertahankan serta meningkatkan keterlibatan dalam pengembangan masyarakat. Penelitian ini membahas bahwa jaringan merupakan jembatan(bridging) dalam meningkatkan askses untuk memberdayakan masyarakat.
Kesimpulan Pada umumnya usaha kecil masih memerlukan tambahan modal, namun mereka enggan memenuhi lewat lembaga keuangan formal seperti Bank, Koperasi. Peranan lembaga lokal formal seperti Koperasi dan Bank relative kecil modal sosial dipupuk dan menjadi andalan keluarga kurang mampu di daerah penelitian
34
No 4.
Nama Giuseppe Attanasi,Fort una Casoria, Samuele Centorrino, Giulia Urso (2011)
Judul Culturar investment, local development and instantaneous social capital: a case of a gathering festival in south of Italy
Metode Metode telaah literatur, kuesioner, and sampling method Analisis kualitatif dan kuantitatif
5.
Petra Claiborne (2010)
Community Participation in Toursm Development and the Value of Social Capital ( the case of bastimentos, Bocas del Toro, Panama)
Metode survei lapangan, wawancara semi-struktur dengan focus group Analisis kualitatif dengan pendekatan narrative analysis
Hasil Investasi budaya melalui festival di south italy menunjukan bahwa investasi awal yang dikeluarkan menghasilkan return yang lebih tinggi 2 kali lipat dalam jangka pendek dan berpengaruh positive terhadap pendapatan jangka pendek dalam edisi berikutnya. Modal sosial yang dibentuk di klaim dapat mengatasi pembiayaan dan mengorganisir acara budaya terkait dengan sejarah dan tradisi dari masyarakat sehingga dapat mengarah pada pengembangan sosial ekonomi dalam komunitas ini Peran modal sosial dalam pengembangan pariwisata masyarakat; Identifikasi: Struktur ( assosiasi, network, aktivitas ) Pemahaman ( nilai-nilai, kepercayaan, timbal balik) Variabel-variabel penting: hubungan kepercayaan→timbal balik dan pertukaran→aturan dan norma-norma umum→keterhubungan dalam jaringan dan kelompok(di luar maupun di dalam) Potensi yang dihasilkan; peningkatan aturan dan inisiatif untuk partisipasi golongan bawah, tindakan yang diambil lebih terpadu dan saling terlibat, meningkatkan ketertarikan dan kesadaran antar anggota,menjadikan interaksi sosial yang lebih baik di segala arah(kerjasama yang lebih baik)
35
36
2.3
Kerangka Pemikiran Dalam menunjang proses penelitian agar tetap terarah pada fokus
penelitian maka disusun suatu kerangka dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian identifikasi kasus yang bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata modal sosial. Nilai-nilai yang terkandung inilah sebagai basis tindakan yang berkaitan dengan tindakan bersama dalam perkembangan pariwisata di Kota Solo dalam rangka
memberikan
rekomendasi
untuk
pengambilan
kebijakan
pengembangannya. Tahap awal penelitian dilakukan dengan mengumpulkan sumber data sekunder seperti daftar lokasi wisata, kegiatan yang menunjang pariwisata dan golongan masyarakat yang berpartisipasi dalam perkembangan pariwisata di Kota Solo, kemudian dilakukan survey lapangan untuk mengetahui gambaran umum nilai-nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata di Kota Solo. Survey lapangan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis data kualitatif Miles dan Huberman. Terakhir, selain itu peneliti juga melakukan wawancara kepada para ahli serta pelaku yang menjadi penunjang dalam pengembangan pariwisata di Kota Solo sehingga nantinya dapat mengeksplorasi nilai-nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata
37
Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran Apa
Kegiatan bersama untuk mencapai kepentingan bersama Kerjasama dan keinginan sebagai kesatuan, interaksi masyarakat
Identifikasi
Struktur : asosiasi, jaringan, aktivitas – basis tindakan Kognisi:norma, nilai, kepercayaan, timbal balik, anggapan
Bagaimana
Ikatan, menghubungkan keterkaitan jaringan di dalam dan diluar kelompok/komunitas
Variabel penting
Hubungan
kepercayaan→timbal
balik
dan
pertukaran→aturan umum dan norma→keterkaitan jaringan dan kelompok
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini mempunyai arti bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang alami tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat tidak dibenarkan untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong, 2005). Denzin dan Lincoln (1994) menganggap metodologi kualitatif mampu menggali pemahaman yang mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan dalam rangka memahami
partisipasi
masyarakat
dengan
nilai
modal
sosial
terhadap
perkembangan pariwisata Kota Solo secara mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya intervensi atau manipulasi baik dari penulis sendiri maupun dari pihak lain.
38
39
3.1.1 Pemilihan Desain Penelitian Penelian ini mengacu pada pendapat Denzin dan Lincoln (1998) yang mengatakan bahwa desain penelitian meliputi lima langkah yang saling berurutan, yaitu: 1.
Menempatkan menggunakan
bidang
penelitian
pendekatan
(Field
of
inquiry)
dengan
kualitatif/interpretative
atau
kuantitatif/verifikasional. 2.
Pemilihan paradigma teoritis penelitian yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian.
3.
Menghubungkan paradigm penelitian yang dipilih dengan dunia empiris lewat metodologi.
4.
Pemilihan metode pengumpulan data.
5.
Pemilihan metode analisis data.
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan menempatkan bidang penelitian dengan
menggunakan
pendekatan
kualitatif.
Langkah
selanjutnya
yaitu
mengidentifikasi paradigma penelitian, yakni paradigma interpretatif yang dipilih sebagai panduan, dan kemudian dihubungkan dengan metode studi kasus yang dipilih sebagai metode penelitian. Data kemudian dianalisis dalam perspektif tafsir (hermeneutik) atas makna yang muncul dari dalam. Langkah terakhir yaitu berkaitan dengan metode pengumpulan data dan analisis data. Adapun metode yang dipilih berupa metode wawancara, analisis dokumen, dan observasi
40
3.1.2 Pendekatan Penelitian Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan nilai nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata. Denzin dan Lincoln (2009) penelitian kualitatif merupakan fokus perhatian dengan beragam metode yang mencakup pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap subjek kajiannya. Penelitian kualitatif mencakup penggunaan subjek yang dikaji dan kumpulan berbagai data empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, perjalanan hidup, wawancara, teks-teks hasil pengamatan historis, interaksional, dan visual, yang menggambarkan saat-saat dan makna keseharian dan problematic dalam kehidupan seseorang. Pendekatan kualitatif dinilai tepat dalam penelitian ini karena penelitian ini dikembangkan dengan mengkaji berbagai aspek, seperti nilai, budaya, struktur organisasi serta aspek-aspek lainnya yang mempengaruhi perkembangan pariwisata di Kota Solo serta dampaknya bagi ekonomi lokal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam perspekttif interpretatif. 3.1.3 Reabilitas dan Validitas Data Bryman dalam Petra (2010) mengemukakan bahwa reabilitas mengacu kepada apakah peneliti telah menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam mengukur kekonsistenan dengan temuan yang telah dikategorikan. Hasilnya stabil ataukah tidak. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian yang dapat di percaya dan reliable. Rekaman-rekaman yang dilakukan oleh interview tersebut. Peneliti menyalin semua kata demi kata dalam wujud verbatim wawancara serta
41
mempelajari secara berulang-ulang sehingga menjadikan penelitian ini dapat dipercaya dan representable mungkin. Semua data empiris akan peneliti cantumkan sebagai lampiran dalam penelitian ini. Bryman dalam Petra (2010) Validitas adalah kriteria lain yang perlu dipertimbangkan dalam keabsahan penelitian. Validitas berfokus pada integritas dan kebenaran dalam membentuk kesimpulan. Di dalam studi kasus ini peneliti mencoba menggali apakah modal social mampu berperan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Namun, di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan desain eksplorasi untuk menemukan jawaban dalam pertanyaan penelitian ini. Kesimpulan ditarik dalam penelitian ini melalui pendekatan eksplorasi karena faktor-faktor lain dapat mempengaruhi hasil dari variabel dependent. Bryman dalam Petra (2010) mengatakan bahwa validitas mengacu pada apakah hasil penelitan dapat digeneralisasikan dan diterapkan pada konteks lain. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pendekatan eksplorasi penelitian ini memberikan lebih pemahaman umum dari masalah ini dan karena itu dapat sebagai acuan dalam penelitian lain dalam konteks masyarakat yang serupa. Selain itu proses dalam wawancara berlangsung secara alami tanpa campur tangan peneliti. 3.1.4 Studi Kasus Yin (1996) mengatakan bahwa studi kasus ini lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan “how” (Bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan “what”
42
(apa/apakah), dalam kegiatan penelitian. Dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan aspek partisipasi masyarakat dengan nilai modal sosial terhadap perkembangan pariwisata. maka diperlukan analisis yang mendalam untuk menelaah masalah atau fenomena yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata. Atas dasar tersebut, metode studi kasus digunakan dalam penelitian ini untuk menggali mengapa Kota Solo merupakan kota dengan tingkat wisatawan tertinggi no dua di Jawa Tengah walaupun tidak mempunyai wisata alam yang diunggulkan. Studi kasus ini merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini dalam rangka mengungkapkan fenomena dan permasalahan yang terkait dengan penelitian tersebut. Creswell (1998) dalam Herdiansyah (2009) menyatakan bahwa studi kasus (case study) adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system) pada suatu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai penggalian yang mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Studi kasus merupakan suatu model penelitian kualitatif tentang individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu. Secara lebih dalam, studi kasus merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena kontemporer (berbatas waktu). Terdapat beberapa bentuk studi kasus yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan metodologi yang mendasarinya. Stake (1995) dalam Herdiansyah (2012:79-80) mengemukakan tiga bentuk studi kasus.
43
1. Studi Kasus Intrinsik (Intrinsic Case Study) Studi kasus ini dilakukan untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang suatu kasus tertentu. Studi atas kasus di lakukan karena alasan peneliti untuk mengetahui secara intrinsic suatu fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus. Bukan untuk alasan ekternal lainnya. 2. Studi Kasus Instrumental (Intrumental Case Study) Studi kasus instrumental merupakan studi atas kasus untuk alasan ekternal, bukan karena ingin mengetahui hakikat kasus tersebut. Kasus hanya dijadikan sebagai sarana untuk memahami hal lain di luar kasus seperti untuk membuktikan suatu teori yang sebelumnya sudah ada. 3. Studi Kasus Kolektif (Collective Case Study) Studi kasus ini dilakukan untuk menarik kesimpulan atau generalisasi atas fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Studi kasus kolektif ingin membentuk suatu teori atas dasar persamaan dan keteraturan yang diperoleh setiap kasus. 3.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Hanke dan Reitsch (1998) menyebutkan data primer diperoleh melalui survey lapangan dengan menggunakan semua metode pengumpulan data orisinal. Kuncoro (2009) mendefinisikan data primer sebagai data yang dikumpulkan dari sumber-sumber asli. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dengan masyarakat seni, budaya, ekonomi,
44
dan masyarakat sadar wisata di Kota Solo selain itu wawancara juga dilakukan oleh, dinas terkait (dinas pariwisata dan kebudayaan), pihak akademisi pengamat pariwisata (dosen ISI, UNS, & Universitas Pariwisata),
aktor budaya yang
berperan dalam pariwisata berbasis budaya, komunitas pariwisata, Pokdarwis . dan berbagai pihak yang telah dipilih menjadi informan. Pengertian data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan ke masyarakat pengguna. Kuncoro (2009) menambahkan data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur, publikasi ilmiah yang berkaitan dengan pariwisata serta dari instansi terkait seperti dinas kepariwisataan dan kebudayaan, Pemerintah Kota Solo, serta Badan Pusat Statistik (BPS). 3.2.1 Informan Penelitian Penulis menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan sampel pada penelitian ini. Teknik ini mempunyai arti yaitu dengan memilih subjek penelitian dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk mempelajari atau memahami permasalahan pokok yang akan diteliti (Herdiansyah, 2009). Sampel dalam penelitian ini bukan dikatakan sebagai responden, melainkan lebih tepatnya sebagai narasumber, partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Informan atau narasumber adalah orang-orang yang bisa memberikan informasiinformasi utama yang dibutuhkan dalam penelitian. Informan dalam penelitian ini yaitu golongan masyarakat seni, golongan masyarakat budaya, kelompok masyarakat sadar budaya yang berperan dan tinggal di di Kota Solo, dinas terkait
45
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata),
pihak akademisi pengamat pariwisata
(Dosen, UNS, Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Sahid). Informan diambil berdasarkan strategi sampling bola salju (snowball sampling). Hal ini dikarenakan fenomena yang diteliti dapat berkembang menjadi lebih dalam dan lebih luas dari yang ditentukan sebelumnya sehingga disesuaikan dengan kebutuhan data yang telah diperoleh. Tabel 3.1 Informan Penelitian No
Aktor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Nama Gembong Hadi Wibowo
2
UPTD kawasan Solo
Endang
3
Keraton Solo
KGPH Puger BA
4
Mangkunegaran
Joko
5
Yayasan Solo batik
Ian
6
SIPA Community
Wisnu Adi Nugraha
7
Kelurahan Sondakan
8
Pokdarwis Sondakan
9
Pelaku Seni
Aris Suprapto
10
PHRI
Doni Prasetyanto
1
Bp Dardji Bp Andrea Albisyah Hamsyah
Pekerjaan/Aktivitas Bag Kasi Kerjasama Kepala UPTD/mengelola kawasan Balekambang Pengageng Musium dan Keraton Solo staf pariwisata pura mangkunegaran, pengawasan bidang purbakala wartawan, ketua 2 yayasan Solo Batik Carnival Fotografer, Bagian produksi, koordinator produksi ketua Sipa Community Lurah Sondakan Pengusaha,Ketua Pokdarwis Sondakan Berdagang/Ketua Sanggar Tari pincuk sekretariat PHRI
46
Lanjutan Tabel 3.1 11
ASSITA
Vera Kristin
12
Pihak Akademisi/Dosen UNS
KP.Bambang Ary Wibowo.SH
14
Pihak Akademisi/Dosen STIP SAHID Masyarakat Lokal
15
Masyarakat lokal
Widiyana
16
Masyarakat lokal
Hernat Sarwani
17
Masyarakat Lokal
Hari Lusanto
18
Masyarakat Lokal
Suharni
19
BPPIS
Intan Permata
13
DR.Budi Purnomo,M Hum Azizah
sekretaris eksekutif DPC assita Solo konsultan pariwisata, praktisi pariwisata, dosen DIII usaha perjalanan wisata Universitas Sebelas Maret, anggota Badan Promosi Pariwisata Kota Solo Pimpinan Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Solo / Rektor Sekolah Tinggi Pariwisata Solo Pengusaha batik Pengusaha kain Perca, anggota kelompok usaha kain perca Pengrajin Wayang Pengrajin blankon, Ketua Paguyuban pengrajin blankon Anggota Solo Batik Carnival, pengrajin baju karnaval sekretaris eksekutif badan promosi pariwisata Indonesia Solo
Sumber : Data Primer 3.2.2 Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Solo. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling, dimana Kota Solo adalah salah satu kota yang berada pada segitiga emas Jawa Tengah JogloSemar (jogja Solo Semarang) sehingga merupakan salah satu magnet perekonomian Jawa Tengah dan memiliki potensi pariwisata dengan basis seni dan budayanya. Namun, apakah partisipasi masyarakat di Kota Solo dianggap sudah mampu memaksimalkan perkembangan pariwisata. Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi di Kota Solo yaitu Keraton Solo, Mangkunegaran, Taman balekambang, kesekretariatan Solo Batik Carnival, kesekretariatan SIPA, Pokdarwis Kelurahan Sondakan, Kelurahan Serengan.
47
3.2.3 Batasan Permasalahan Modal sosial
mempunyai bermacam-macam definisi, namun dalam
penelitian ini inti modal sosial terletak bagaimana kemampuan masyarakat melalui komunitasnya bekerja sama membangun jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut terbangun berdasarkan ekspektasi yang mengarah kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan antar komunitas. Ekspektasi ini merupakan aspek kognisi yang mewujud dalam budaya sipil (civic culture). Sedangkan aspek kognisinya terdiri atas norma, nilai, perilaku, dan keyakinan. Budaya sipil disini dapat dimaknai sebagai kemampuan warga negara / masyarakat untuk mengekpresikan dan mengorganisasikan kepentingan melalui saluran-saluran yang tersedia. (Coleman dalam Yustika, 2006). Penelitian ini menggali sinergi antara pemerintah dan masyarakat berdasarkan prinsip komplementarist dan kelekatan (complementarity and embeddedness) yang merujuk pada hubungan yang saling menguntungkan antara aktor publik dan aktor privat yang diwujudkan dalam kerangka kerja legal yang melindungi hak-hak asosiasi
yang disampaikan oleh Evan dalam Yustika
(2006:206). Penelitian ini mengacu dari Hasbullah (2006) yang mengatakan bahwa bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilainilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri).
48
3.3
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan
data
dalam
sebuah
penelitian
dimaksudkan
untuk
memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya (Basrowi dan Suwandi, 2008). Ada beberapa metode pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif, yaitu wawancara, analisis dokumen, archival record, dan observasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara, analisis dokumen, dan observasi. 3.3.1 Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewer) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaaan itu (basrowi dan Suwandi 2008). Adapun maksud dan tujuan diadakan wawancara antara lain untuk mengonstruksikan perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi);dan memverifikasi mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.(Lincoln dan Guba, 1994). Penelitian ini menggunakan gabungan metode wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur untuk mendapatkan seluruh informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek partisipasi masyarakat dengan nilai modal sosial dalam perkembangan pariwisata serta dampaknya bagi ekonomi lokal. Subyek yang diwawancarai ialah masyarakat yang tergabung dalam komunitas yang
49
mendukung perkembangan pariwisata, stakeholder yang berperan dalam perkembangan pariwisata, akedemisi, serta penduduk lokal yang mendapat dampak ekonomi dari perkembangan pariwisata. Wawancara terbuka dilakukan secara individu antara pewawancara dan informan dengan durasi antara lima menit sampai dengan dua jam. Hasil wawancara disimpan menggunakan tape recorder dan handycam dan sebagian dari hasil wawancara tersebut dicatat di dalam buku catatan untuk pertanyaanpertanyaan singkat. Adapun pertanyaan yang dikemukakan dalam wawancara ini adalah seputar bagaimana partisipasi masyarakat serta jalinan kerjasama yang dibuat, peran terhadap perkembangan pariwisata, serta apa dampaknya bagi ekonomi lokal. Lebih lanjut, wawancara ini juga dilakukan untuk mengetahui anggapan informan mengenai pariwisata serta membentuk perkembangan pariwisata melalui wadah yang berupa komunitas. 3.3.2 Observasi Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data di mana peneliti melihat dan mengamati objek secara visual sehingga validitas data juga tergantung pada kemampuan observer dalam melakukan pengamatan. Obervasi dilakukan dengan melibatkan diri secara aktif dengan aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengetahui langsung aktivitas dan interaksi masyarakat dalam hal yang diteliti (Basrowi dan Suwandi, 2008). Melalui observasi ini, peneliti dapat mengamati secara langsung segala bentuk perilaku dan kondisi yang ada, serta memperoleh gambaran mengenai
50
permasalahan yang ingin diteliti sehingga segala bentuk fenomena yang ada bukan hanya sebatas persepsi peneliti. Dalam penelitian ini, observer berperan terjun langsung
ke
lingkungan
dan
turut
sebagai partisipan. Peneliti
berpartisipasi
dalam kegiatan
keseharian sekaligus mengamati segala bentuk aktivitas lingkungannya. Objek observasi akan difokuskan pada aktivitas yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam bentuk even, di mana hal tersebut berhubungan langsung dengan partisipasi yang terjadi untuk perkembangan pariwisata, dan bagaimana proses pengambilan keputusan dan tindakan atas aktivitas yang terjadi. Aktivitas observasi ini merujuk pada pendapat yang diungkapkan oleh Basrowi dan Suwandi (2008), di mana kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati secara garis besar hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti, lalu mengidentifikasi aspek-aspek penting yang
menjadi
pusat perhatian, dan dilanjutkan dengan membatasi objek
pengamatan serta melakukan pencatatan selama kegiatan observasi dilakukan. Selama proses observasi, setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk gambar atau foto menggunakan perangkat audiovisual. Selain bertujuan untukmeningkatkan kredibilitas penelitian, dokumentasi ini juga bertujuan untuk mempermudah proses penyampaian informasi dan menjadi bukti fisik yang mendukung hasil penelitian. Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu (Herdiansyah, 2009). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara
51
mendalam dan dokumentasi. Sebelum melakukan wawancara mendalam, penulis terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan agar terstruktur sedemikian rupa. 3.4
Metode Analisis Data Pemilihan alat analisis data menjadi kendala yang dihadapi dalam
penelitian kualitatif. Pada dasarnya, menganalisis data dilakukan selama proses pengumpulan data dilakukan. Mengacu kepada teknik analisis data kualitatif milik Miles dan Huberman (1992), teknik analisis data kualitatif pada penelitian ini mencakup tiga langkah, yaitu tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Reduksi
data
berfungsi
menggolongkan, mengarahkan, membuang data
untuk
menajamkan,
yang tidak perlu, dan
mengorganisasi, sehingga interpretasi dapat ditarik (Basrowi dan Suwandi 2008). Pada tahap reduksi data dalam penelitian ini, data hasil wawancara ditranskripkan dan disusun secara sistematis yang diikuti dengan pembuatan kode (coding) atas tema-tema yang muncul secara konsisten ketika analisis hasil wawancara dilakukan. Proses pembuatan kode (coding) dilakukan terhadap elemen kunci dari analisis hasil wawancara yang tertuang dalam transkrip wawancara. Dalam tahap ini pula, transkrip wawancara, observasi, maupun analisis dokumen, diberi kode sesuai tema yang telah ditetapkan dalam tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang disusun oleh peneliti. Berkaitan dengan tahap penyajian data, dalam penelitian
ini data
disajikan dalam bentuk naratif atas fenomena yang terjadi dan disertai dengan kutipan wawancara sesuai dengan tema-tema tertentu yang diangkat
52
dalam penelitian. Tahap penyajian data ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam membaca dan menarik kesimpulan. Dari uraian di atas, peneliti menyusun langkah analisis yang akan dilakukan, yakni: 1. Dari data
hasil
wawancara,
kemudian diorganisir
observasi,
persamaan
dan
dan
dokumentasi
perbedaannya
sesuai
dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan. 2. Menentukan tema dan memberi kode untuk setiap tema dari datadata yang telah diorganisir. 3. Mencari keterkaitan antar tema. 4. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema dengan menggunakan teori yang relevan. 5. Hasil interpretasi data dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual yang dituangkan dalam Bab IV dan Bab V. Berkaitan dengan hal validitas data penelitian, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi
yang
beragam
untuk
mengklarifikasi
makna,
memverifikasi
kemungkinan pengulangan dari suatu observasi ataupun interpelasi, namun harus dengan prinsip bahwa tidak ada observasi atau interpretasi yang 100% dapat diulang (Denzin dan Lincoln, 2009). Bungin (2010) menjelaskan bahwa teknik triangulasi lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, triangulasi
53
dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan yaitu: 1.
Membuat
dan
menghimpun
catatan
harian
wawancara
serta
catatan harian observasi. 2.
Lakukan uji silang terhadap materi catatan-catatan harian tersebut untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dengan catatan harian observasi.
Uji kembali hasil konfirmasi terhadap informasi-informasi sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan karena bisa saja kemungkinan terjadi pertentangan antara hasil konfirmasi dengan informasi yang telah dihimpun sebelumnya. Apabila terjadi pertentangan, peneliti terus menelusuri perbedaan-perbedaan itu sampai peneliti menemukan sumber perbedaan dan materi perbedaannya, kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan dan sumber-sumber lain. Setelah langkah-langkah tersebut dilakukan dan data-data tersebut telah dianalisis, kemudian ditarik sebuah kesimpulan dan dilakukan uji pemahaman. Uji pemahaman dapat dilakukan di akhir penelitian ketika semua informasi sudah dipresentasikan
dalam
draf
laporan
dan
kemudian
dipublikasikan.