NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN
SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN JULIAN ADITYA PRATAMA. D24104071. 2008. Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Periode Finisher yang Disuplementasi dengan DLMetionin. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar berasal dari bahan nabati. Bahan makanan nabati umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin dan tryptofan) lebih rendah daripada bahan makanan hewani. Oleh karena itu, dalam formulasi ransum yang berbasis bahan pakan nabati perlu ditambahkan asam amino pembatas sintetis untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai optimal ransum yang menggunakan berbagai taraf penambahan DLMetionin pada ayam broiler periode finisher terhadap energi metabolis. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Ternak yang digunakan adalah 25 ekor strain Ross berumur enam minggu. Ransum basal broiler periode finisher dengan protein kasar 20,32%, energi metabolis 3101,29 kkal/kg dan kandungan metionin dalam ransum sebesar 0,25% tersusun dari jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, garam, vitamin dan mineral (premiks). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangannya menggunakan 1 ekor ayam sebagai unit percobaan. Taraf penambahan DL-Metionin adalah 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30%. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi dan ekskresi energi, retensi nitrogen, Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) dan konversi EMSn terhadap energi bruto. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA), jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam amino DL-Metionin berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap ekskresi energi. Penambahan DLMetionin 0,20% sangat nyata menurunkan ekskresi energi dibandingkan perlakuan yang lain. Penambahan DL-Metionin sebanyak 0,15 ; 0,20 ; 0,25 ; 0,30% dengan nilai energi metabolis 3101,29, 3367,28, 3600,08, 3344,14, 3133,03 kkal/kg tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi, retensi nitrogen, EMS, EMM, EMSn dan EMMn. Secara numerik penambahan 0,20% DL-Metionin (kandungan DLMetionin dalam ransum sebesar 0,37%) menunjukan hasil yang optimal. Hasil ini sesuai dengan dengan NRC (1994) bahwa kebutuhan metionin pada ransum ayam periode finisher adalah 0,38%. Dapat disimpulkan, nilai optimal penambahan DLMetionin dalam ransum ayam broiler finisher adalah sebesar 0,20% (kandungan metionin ransum sebesar 0,37%). Kata-kata kunci : DL-Metionin, energi metabolis, retensi nitrogen
ABSTRACT Metabolizable Energy Value of Broiler Finisher Corn-Soy Based Diet with Supplementation DL-Methionine J. A. Pratama, Sumiati, and M. Ridla Poultry diet consisting on 80% of plant materials is deficient in methionine. Therefore, synthetic methionine supplementation in such diet would necessary to meet requirement of that amino acid. The objective of this study was to examined the effect of DL-Methionine supplementation in broiler finisher diet on metabolizable energy value. Twenty five broilers of 42 days old with average body weight of 1800 g were used in this experiment. Twenty broilers were fed the experiment diets, while another five broilers were unfed to measure endogenous energy. The treatment diets were : F0 (basal diet), F1 (F0 + 0.15% DL-Methionine), F2 (F0 + 0.20% DLMethionine), F3 (F0 + 0.25% DL-Methionine) and F4 (F0 + 0.30% DL-Methionine). This experiment used completely randomized design, with five treatments and four replications. The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA), and differences among treatments were further tested using Duncan multiple range test. There was no significant effects of dietary treatments on Apparent Metabolizable Energy (AME), True Metabolizable Energy (TME), Nitrogen Corrected Apparent Metabolizable Energy (AMEn) as well as Nitrogen Corrected True Metabolizable Energy (TMEn). Key words : DL-Methionine, metabolizable energy, nitrogen retention
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN
JULIAN ADITYA PRATAMA D24104071
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN
Oleh : JULIAN ADITYA PRATAMA D24104071
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 September 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. NIP. 131 624 182
Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr. NIP. 131 849 384
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juli 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Roesdi Trijadhi dan Ibu Marlina Indrayani. Pendidikan penulis dimulai dengan memasuki pendidikan di Taman Kanakkanak Dian Cempala pada tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Ciampea 01 hingga tahun 1999, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Ciampea dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 9 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan (periode 2005-2006) dan Mahasiswa Pendamping Posdaya (2007-2008).
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rosullullah SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang istiqomah di jalan Islam hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul ”Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Periode Finisher yang Disuplementasi dengan DL-Metionin”. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama tiga bulan dimulai dari bulan April sampai Juni 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai optimal ransum yang menggunakan berbagai taraf DL-Metionin pada ayam broiler periode finisher terhadap energi metabolis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Terakhir kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat, baik untuk kalangan akademis maupun peternak ayam broiler yang ingin menggunakan DL-Metionin sebagai suplementasi untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik.
Bogor, 4 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan .................................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler ...................................................................................... Asam Amino Metionin ....................................................................... Retensi Nitrogen ................................................................................. Energi Metabolis .................................................................................
3 4 8 9
METODE Waktu dan Tempat ............................................................................... Materi .................................................................................................. Rancangan Percobaan ......................................................................... Prosedur ............................................................................................... Tahapan Persiapan Kandang Metabolis ................................... Masa Istirahat Ayam ................................................................ Pemuasaan Ayam ..................................................................... Tahapan Pelaksanaan Percobaan ............................................. Analisis Ekskreta ......................................................................
12 12 14 16 16 16 16 16 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Energi, Protein dan Asam Amino untuk Ayam................. Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi ............................................... Retensi Nitrogen ................................................................................. Energi Metabolis ................................................................................ Konversi EMSn terhadap Energi Bruto ...............................................
19 20 21 23 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
28 28
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
30
LAMPIRAN ...................................................................................................
33
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Finisher (3-6 Minggu) ................
4
2. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Penelitian ...........................................................................................
13
3. Kandungan DL-Metionin Ransum Perlakuan ....................................
14
4. Kandungan Bahan kering, Protein Kasar, Energi Bruto Energi Metabolis, dan Metionin Ransum Perlakuan Umur 6 Minggu dalam As fed .......................................................................... 19 5. Rataan Nilai Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan .............................................................................
20
6. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan .............................................................................
22
7. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam 100% BK ..................................................................................
24
8. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam As fed ........................................................................................
24
9. Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Ransum Perlakuan dalam As fed .........................................................
27
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007) ......................................................
5
2. Struktur DL-Metionin dan Mehtionine Hydroxy Analoque (Leeson dan Summers, 2005) .............................................................
6
3. Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001) ......................
8
4. Definisi dan Hubungan dari Sistem Pengukuran Energi (Leeson dan Summers, 2001) .............................................................
11
5. Kandang Metabolis dan Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian ...........................................................................................
12
6. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis.....................................
18
7. Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan ...............................
23
8. Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen Ransum Perlakuan ...............................................................................
24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Retensi Nitrogen ......................................................
34
2. Analisis Ragam Ekskresi Energi ........................................................
34
3. Uji Jarak Duncan Ekskresi Energi .....................................................
34
4. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS) ................................
34
5. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM) ..............................
34
6. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) ...............................................................................................
34
7. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) ..............................................................................................
35
8. Analisis Ragam Konversi EMSn terhadap Energi Bruto.....................
35
PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk keberhasilan usaha peternakan khususnya ayam pedaging dibutuhkan tata laksana, bibit dan pakan yang berkualitas baik. Masalah yang menjadi prioritas utama adalah masalah mutu pakan. Ransum yang memiliki kandungan nutrisi dalam jumlah yang seimbang dapat mengoptimalkan produksi ternak. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar berasal dari bahan nabati (Sutardi, 1980). Bahan makanan nabati umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin dan tryptofan) lebih rendah daripada bahan makanan hewani (Leeson dan Summers, 2001). Penambahan DL-Metionin mampu menurunkan jumlah energi yang dibuang melalui ekskreta, sehingga energi yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Metionin merupakan asam amino esensial kritis yang mengandung sulfur yang dibutuhkan oleh sistem metabolisme guna memperoleh zat sulfurnya. Metionin mempunyai beberapa peranan sangat penting bagi unggas (ayam) antara lain (1) sebagai donor gugusan metil dalam pembentukan kholin, (2) sebagai bahan pembentuk bulu, (3) sebagai penetral racun tubuh dan (4) sebagai pembentuk taurin yang diperlukan untuk penyusunan garam empedu (Anggorodi, 1995). Menurut Sutardi (1980), metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Didalam alat pencernaan asam amino L-AA mengalami deaminasi oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam keto alfa dapat diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D-AA. Bentuk L-AA dan D-AA dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-Metionin. Metionin dapat disintesis dalam bentuk DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque (Ishibashi et al., 2001). Perumusan Masalah Ransum ayam broiler yang mengandung biji-bijian (Jagung dan bungkil kedelai) sebesar 80%, maka ransum tersebut akan kekurangan asam amino esensial terutama asam amino metionin, sehingga perlu ada upaya untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Penambahan atau penggunaan sumber protein hewani dapat membantu mencukupi kebutuhan, tetapi penggunaan yang terlalu tinggi membuat
ransum tidak ekonomis. Upaya lain diantaranya yaitu penambahan asam amino sintetis dalam ransum yang sering dilakukan untuk mencukupi kebutuhan asam amino salah satunya metionin. Penambahan metionin ke dalam ransum unggas penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimum. Menurut NRC (1994) kebutuhan metionin ransum ayam broiler periode finisher adalah sebesar 0,38%. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai optimal pengaruh penambahan DL-Metionin dalam ransum ayam broiler finisher yang berbasis jagung dan bungkil kedelai terhadap nilai energi metabolis.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler termasuk kedalam ordo Galliformes, famili Phasianidae dan spesies Gallus domesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil. Ayam broiler ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 6-7 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari tingkah laku makannya yang sangat lahap. Nilai konversi makan ayam broiler sewaktu dipanen sekarang ini mencapai nilai dibawah 2 (Amrullah, 2003). Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007). Menurut Cibadak Indah Sari Farm (2005), bobot badan standar strain Ross (jumbo) umur 42 hari
yaitu 2.432 g/ekor dengan konversi
ransum adalah 1,72. Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrisi broiler periode finisher dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Finisher (Umur 3-6 Minggu) Zat pakan
NRC (1994)
Leeson dan Summers (2005)
20,00 3.200 0,90 0,35 0,32 0,74 1,10 0,38 0,72 0,82 0,65 0,73 1,09 1,00
18,00 3.150 0,89 0,38 0,28 0,55 1,10 0,38 0,75 0,56 0,60 0,55 0,90 1,00
Protein Kasar (%) Energi Metabolis (kkal/kg) Ca (%) P (%) Histidin (%) Threonin (%) Arginin (%) Metionin (%) Metionin+sistin (%) Valin (%) Phenilalanin (%) Isoleusin (%) Leusin (%) Lysin (%)
Banyaknya strain ayam yang terdapat di Indonesia, temperatur lingkungan yang berbeda-beda dan penyedian bahan-bahan makanan dengan nilai gizi yang berubah-ubah merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan ransum (Wahju, 2004). Tabel-tabel yang dikemukakan Leeson dan Summers (2005) dan NRC (1994) dapat dijadikan titik tolak pemikiran penyusunan formulasi ransum unggas yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Asam Amino Metionin Anggorodi (1995) menyatakan bahwa metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan essensial (undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik sehingga metionin harus tersedia di dalam ransum ternak. Menurut Cheeke (2005), asam amino dapat
dibedakan menjadi dua yaitu asam amino
esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus ada di dalam bahan pakan, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial yaitu asam amino yang dapat disintesis guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal. Sigit (1995) menyatakan bahwa asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Prawirokusumo et al. (1987) menyatakan metionin
4
juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan dan salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan. Metionin merupakan donor sulfur bagi sistein dan sistin. Sistein (asam amino non essensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin. Apabila sistein dan sistin kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al., 1984). Metionin juga menjadi donor metil untuk pembentukan kholin melalui transmetilasi. Kholin dapat mendonorkan metilnya pada homosistein, sehingga kekurangan kholin juga dapat memperbesar kebutuhan metionin (Maynard et al., 1997). Proses transmetilasi disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007)
5
Metionin dapat aktif dengan ATP menjadi S-adenoshylmethionine, dari gabungan tersebut kemudian melepaskan grup metil untuk memperlebar akseptor. Hasil dari gabungan tersebut dihidrolisis menjadi homosistin dan adenosin. Homosistin adalah penengah karena dapat mendonorkan metil untuk membentuk metionin kembali atau dapat mengkondensasi dengan serin untuk menjadi sistein dan sistin (D’Mello, 2005). Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yang dapat ditambahkan, pertama dalam bentuk tepung metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu Methionine Hydroxy Analogue (MHA) (Vázquez-Añón et al., 2006). Kandungan metionin sebesar 0,32%, 0,36% dan 0,40% dalam ransum broiler memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot badan akhir dan komponen karkas (Hafsah, 1999). Wiradisastra (2001) menyatakan bahwa tingkat metionin 0,392% dan 0,432% dalam ransum broiler sangat nyata menyebabkan efisiensi penggunaan protein lebih tinggi daripada tingkat metionin 0,312% dan 0,352% dalam ransum yang kandungan proteinnya 18%. Attia et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan anak ayam pada perlakuan penambahan metionin 0,05% dan 0,10% dalam ransum basal yang mengandung metionin sebesar 0,32%. Struktur DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque dapat dilihat pada Gambar 2. NH2 │ CH3 – S – CH2 – CH2 – C – COOH │ H
OH │ CH3 – S – CH2 – CH2 –– C– COOH │ H
DL-Metionin
Methionine Hydroxyl Analoque
Gambar 2. Struktur DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque (Leeson and Summers, 2005) Bentuk metionin adalah L-metionin dan D-metionin, tetapi penggunaan yang paling baik adalah DL-Metionin, karena bentuk L-metionin dan D-metionin tidak efisien jika level protein dan asam amino rendah (Leeson dan Summers, 2001). Pesti et al. (2005) menyatakan bahwa metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan, asam amino L (L-AA)
6
mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa dan asam keto alfa dapat diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D-AA. Pada umumnya metionin dibuat sintetisnya dan ditambahkan ke dalam ransum dalam bentuk DL-Metionin. Ishibashi et al. (2001) menyatakan metionin dapat disentesis dalam bentuk DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque. DLMetionin merupakan penengah antara bentuk D dan L (Anggorodi, 1995). Penggunaan DL-Metionin pada unggas dapat menurunkan jumlah energi yang dibuang melalui ekskreta sehingga energi yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Hal ini dikarenakan metionin adalah asam amino bersifat glikogenik yang dapat meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen. Metionin dapat dikonversi menjadi energi pada saat masukan karbohidrat atau simpanannya berkurang, maka protein tubuh dan asam-asam amino akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Sejumlah energi yang sama dapat diperoleh dari protein seperti halnya karbohidrat. Protein yang tidak dapat digunakan segera, akan dimatabolisir. Dalam proses ini asam-asam amino ini dideaminasi untuk menghasilkan kerangka karbon sehingga protein tubuh dan asam-asam amino akan digunakan untuk memenuhi energi. (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Proses Glukoneogenesis disajikan pada Gambar 3.
7
Arginin Glutamat Histidn Prolin
Isoleusin Metionin Valin
α-Ketoglutarat
Propionil koenzim A CO2 Suksinat
Malat
Aspartat
Fenilalanin Tirosin
Oksaloasetat
Piruvat
CO2 Fosfopiruvat
Karbohidrat
Treonin Alanin Serin Sistein (Sistin) Triptofan
Gambar 3. Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001) Retensi Nitrogen Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Nitrogen endogenous adalah nitrogen dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan pakan yaitu peluruhan sel mukosa usus, empedu dan saluran pencernaan (Sibbald, 1980). Energi endogenous terdiri dari metabolic faecal dan endogenous urinary yang berasal dari katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984).
8
Menurut Wahju (2004), tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis ransum tidak selalu diikuti oleh peningkatan retensi nitrogen. Meningkatnya konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen tetapi tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Menurut McDonald et al. (2002), dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein kasar sangat bervariasi. Farrell (1978) menyatakan pengukuran retensi nitrogen dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan metode koleksi total ekskreta dan pemberian pakannya dengan cara tanpa paksa/tanpa pencekokan sesuai dengan metode Farrell. Menurut Wahju (2004), protein didalam tubuh yang berasal dari ransum setelah masuk ke dalam saluran pencernaan mengalami perombakan. Menurut Piliang (2006), protein dalam jaringan tubuh secara terus menerus dipecah menjadi asam-asam amino. Untuk mempertahankan jaringan-jaringan tubuh, diperlukan suplai asam-asam amino. Jika masukan protein melebihi jumlah protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam feses akan meningkat, sedangkan jika masukan protein menurun, maka jumlah nitrogen dalam feses juga menurun. Energi Metabolis Istilah energi menurut Scott et al. (1982), berasal dari 2 suku kata dalam bahasa Yunani yaitu en yang berarti di dalam dan ergon yang berarti kerja sehingga energi berarti kemampuan melakukan suatu kerja. Untuk setiap bahan pakan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energy), energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi neto (Wahju, 2004). Nilai energi bahan pakan atau ransum dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto (NRC, 1994). Selanjutnya menurut NRC (1994), energi bruto adalah jumlah panas yang dilepaskan jika suatu zat mengalami oksidasi sempurna menjadi karbondioksida dan air dalam bomb calorimeter dengan tekanan 25-30 atmosfer oksigen, energi tercerna adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses. Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan
9
selama proses pencernaan, tetapi pada unggas gas yang dihasilkan biasanya diabaikan sehingga energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta. Nilai energi metabolis dari bahanbahan pakan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi yang praktis dalam ilmu nutrisi ternak unggas, karena penggunaan energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur. Energi yang berlebihan akan disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dikeluarkan oleh tubuh hewan. Oleh karena itu, paling efisien dalam pemberian pakan pada ayam adalah membuat ransum seimbang antara tingkat energi dan zat – zat pakan yang lainnya (Wahju, 2004). Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985), energi metabolis dapat dinyatakan dengan empat perubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). EMS merupakan perbedaan antara energi pakan dengan energi feses dan urin, dimana pada unggas feses dan urin bercampur menjadi satu dan disebut ekskreta. EMSn biasanya paling banyak digunakan untuk memperkirakan nilai energi metabolis. EMM merupakan EMS yang dikoreksi dengan energi endogenous. EMMn memiliki hubungan yang sama dengan EMM seperti halnya EMSn terhadap EMS.
10
Definisi dan hubungan dari sistem pengukuran energi
disajikan pada
Gambar 4
Energi bruto
Energi dapat dicerna
Energi dalam feses
Energi dalam Urin
Panas dari metabolisme (heat increament)
Energi metabolis semu
EMM
Kehilangan energi Metabolis dan endogenous Energi neto (produksi)
Untuk hidup pokok - Metabolisme basal - Aktivitas - Mengatur panas tubuh
Untuk produksi - Telur - Pertumbuhan - Bulu
Gambar 4. Definisi dan Hubungan dari Sistem Pengukuran Energi (Leeson dan Summers, 2001)
11
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Juni 2007 bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, dan Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam broiler berumur 42 hari, dengan bobot badan rata-rata sebesar 1800 g/ekor yang diambil secara acak dari 1000 ekor ayam yang sebelumnya dipelihara mulai DOC sampai umur 42 hari. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang metabolis berukuran 50 x 30 x 56 cm sebanyak 25 buah dengan bagian bawah kandang dilengkapi plastik tempat penampungan ekskreta, tempat pakan, dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan adalah wadah plastik sebagai tempat makan dan air minum, plastik penampung ekskreta, timbangan, freezer, aluminium foil, label, oven dengan suhu 60oC, mortar, kertas tissue, spidol, sendok, loyang, panci berkapasitas 5 kg, saringan, plastik tahan panas, kantong plastik, plastik klip, dan rak penyimpanan. Peralatan yang digunakan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Kandang Metabolis dan Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
Ransum Ransum basal disusun berdasarkan NRC (1994) dengan energi metabolis 3.200 kkal/kg dan kandungan protein 20%. Ransum basal yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berbasis jagung dan bungkil kedelai, selain itu juga terdiri dari dedak padi, corn gluten meal (CGM), meat bone meal (MBM), minyak kelapa garam, premix.. Komposisi dan kandungan zat makanan ransum basal disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Penelitian Bahan makanan
Komposisi (%)
Jagung kuning
51,64
Dedak padi
12,48
Corn Gluten Meal (CGM)
3,06
Minyak kelapa
5,00
Bungkil kedelai
19,26
Meat Bone Meal (MBM)
8,09
Garam
0,22
Premix
0,25
Total
100
Kandungan zat makanan ransum* : Energi Bruto (kkal/kg)
4356
Protein Kasar (%)
20,32
Serat Kasar (%)
4,10
Ca (%)
0,87
P (%)
0,65
Metionin (%)**
0,25
Lysin (%)**
0,86
Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 ** Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007
13
Ransum perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu : F0 : Ransum basal F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin DL-Metionin yang diberikan adalah produksi Sumitomo Chemical Co., Ltd. Jumlah penambahan DL-Metionin dan kandungan metionin dalam ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan DL-Metionin Ransum Perlakuan Perlakuan
Penambahan DL-Metionin (%)
Metionin dalam ransum* (%)
S0
0,00
0,25
S1
0,15
0,35
S2
0,20
0,37
S3
0,25
0,40
S4
0,30
0,42
Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007 F0: Ransum basal; F1: F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan dengan setiap ekor ayam sebagai unit percoban. Model matematika dari rancangan ini adalah : Yij = µ + δi + εij Keterangan : Yij
= Nilai respon dari perlakuan i dengan ulangan j
µ
= Nilai rata-rata
δi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
14
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Selanjutnya, jika berbeda nyata dilakukan uji jarak duncan. Peubah yang diamati 1. Konsumsi energi dan ekskresi energi (kkal/kg) 2. Konversi EMSn terhadap energi bruto (kkal/kg) 3. Retensi nitrogen (gram) Retensi nitrogen (RN) adalah selisih antara konsumsi nitrogen dengan nitrogen yang diekskresikan melalui feses dan urin setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous. Retensi Nitrogen (g) = Konsumsi N – (Ekskresi N – N endogenous) Retensi Nitrogen (%) = Konsumsi N – (Ekskresi N – N endogenous) x 100% Konsumsi N 4. Energi metabolis (kkal/kg) Energi metabolis adalah selisih antara kandungan energi bruto bahan pakan dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) energi metabolis dinyatakan dengan : a. Energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg) EMS
= (EB x K) – (EBe x E) x 1000 K
b. Energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg) EMM
= (EB x K) – [(EBe x E) – (EBk x EE)] x 1000 K
c. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg) AMSn
= (EB x K) – [(EBe x E) + (8,22 x RN)] x 1000 K
d. Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg) AMMn = (EB x K) – [(EBe x E) – (EBk x EE) + (8,22 x RN)] x 1000 K
15
Keterangan : EB
= Energi bruto bahan makanan (kkal/kg)
EBe
= Energi bruto ekskreta (kkal/g)
EBk
= Energi bruto ekskreta endogenous (kkal/g)
K
= Konsumsi ransum (gram)
E
= Berat ekskreta bahan uji (gram)
EE
= Berat ekskreta endogenous (gram)
RN
= Retensi nitrogen (gram)
8,22
= Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/g RN) Prosedur
Tahapan Persiapan Kandang Metabolis Kandang metabolis sebelum digunakan dan peralatan pendukung lainnya dibersihkan dan disterilisasikan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan. Hal ini dimaksudkan agar ayam tidak terkena bibit penyakit dari lingkungan sebelumnya. Lampu penerangan juga dipersiapkan. Lampu yang digunakan sebesar 100 watt. Lampu dinyalakan hanya pada malam hari. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Masa Istirahat Ayam Sebelum ayam ditempatkan pada kandang metabolis, terlebih dahulu ayam percobaan ditimbang bobot badannya untuk melihat performa sebelum perlakuan. Ayam kemudian dipelihara seperti biasa pada kandang metabolis selama 24 jam untuk proses adaptasi lingkungan. Pemuasaan Ayam Pemuasaan ayam yaitu penghentian pemberian pakan tanpa menghentikan pemberian air minum yang bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan dari sisa-sisa pakan sebelumnya. Pemuasaan ini dilakukan selama 24 jam. Tahap Pelaksanaan Percobaan Ayam ditimbang untuk mengetahui bobot ayam setelah pemuasaan. Sebanyak 20 ekor ayam diberi pakan sebanyak 120 gram/ekor/hari selama 4 hari
16
masa perlakuan. Pengumpulan ekskreta dilakukan setiap 24 jam sekali selama 5 hari masa perlakuan. Sisanya, 5 ekor ayam dipuasakan kembali selama 24 jam untuk mengukur energi dan nitrogen endogenous, tetapi air minum diberikan ad libitum. Pengumpulan ekskreta endogenous dilakukan satu kali setelah dipuasakan selama 48 jam. Selama koleksi, ekskreta disemprot dengan H2S04 konsentrasi rendah (0,01 N) agar nitrogen terikat dan tidak menguap. Sampel ekskreta yang diperoleh disimpan dalam freezer selama 24 jam untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme. Analisis ekskreta Ekskreta yang terkumpul dikeluarkan dari freezer dan dilakukan proses pelumeran. Ekskreta yang sudah dilumerkan kemudian dimasukkan ke dalam oven 600C selam 24 jam (Farrell, 1978). Ekskreta yang sudah di oven digunakan untuk mendapatkan sampel kering untuk analisis energi bruto, protein kasar, nitrogen dan bahan kering. Skema metode pengukuran energi metabolis dapat dilihat pada Gambar 6.
17
Ayam broiler (25 ekor) Dipuasakan 24 jam 20 ekor ayam diberi pakan perlakuan
5 ekor ayam dipuasakan lagi
(120 gram/ekor/hari selama 4 hari)
selama 24 jam untuk mengukur nitrogen dan energi endogenous
Pengumpulan ekskreta (selama 5 hari)
Pengumpulan ekskreta 24 jam
Penimbangan ekskreta Pembekuan ekskreta Pelumeran ekskreta Pengeringan dalam oven 60oC ± 24 jam Penimbangan ekskreta Dihaluskan Analisis à
Energi bruto
à
Protein kasar
à
Bahan kering
Perhitungan Energi metabolis Gambar 6. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Energi, Protein dan Asam Amino untuk Ayam Pemberian ransum dengan kandungan energi dan protein yang rendah dapat memberikan efek negatif pada unggas yaitu adanya kanibalisme dan dapat menghambat pertumbuhan (absorbsi). Menurut Pilliang (2006), kebutuhan tubuh akan asam-asam amino esensial dan nitrogen memerlukan protein dalam makanan dengan jumlah cukup dan kualitas protein optimal. Oleh karena itu, keseimbangan kandungan nutrisi dalam ransum dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Kandungan protein kasar, energi metabolis dan metionin ransum perlakuan dalam asfed dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar, Energi Bruto, Energi Metabolis dan Metionin Ransum Perlakuan Umur 6 Minggu dalam As fed Zat makanan
F0
BK (%)* Protein Kasar (%)* Energi Bruto (kkal/kg)* Energi Metabolis (kkal/kg)** Metionin (%)***
85,48 20,32 4356 3101,29 0,25
F1
F2
F3
85,60 87,28 85,20 20,57 20,79 20,75 4396 4382 4272 3367,28 3600,08 3344,14 0,35 0,37 0,40
F4 86,30 20,14 4309 3133,03 0,42
Keterangan : *
Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 ** Hasil pengukuran dari penelitian *** Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007 F0: Ransum basal; F1: F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
Ransum perlakuan disusun berdasarkan NRC (1994). Ransum perlakuan ini disusun dengan kandungan metionin yang kekurangan, seimbang dan berlebihan. Hal ini untuk melihat efektifitas dari metionin tersebut. Ransum perlakuan yang mengandung metionin hampir sesuai standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994) adalah ransum perlakuan F2 yaitu sebesar 0,37%. Ransum perlakuan F0 dan F1, kandungan metioninnya kurang dari standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994). Ransum perlakuan F3 dan F4, kandungan metioninnya diatas standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994).
Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ekskresi energi merupakan acuan jumlah pakan yang dapat dicerna atau kemampuan ternak dalam mencerna pakan. Semakin banyak jumlah pakan yang tidak dapat dicerna, maka semakin banyak pula ekskresi energinya. Banyaknya energi yang dimetabolis oleh tubuh ayam dapat diketahui dengan cara mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang dikeluarkan melalui ekskreta. Tingkat energi dalam ransum merupakan faktor yang menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh ternak, karena ayam mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Data rataan konsumsi energi dan ekskresi energi ransum perlakuan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Nilai Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan Konsumsi ransum
Konsumsi energi
Berat ekskreta
Ekskresi energi
(g/ekor)
(kkal/ekor)
(g/ekor)
(kkal/ekor)
F0
416±6,98
2480±41,59
150,01±7,1
663,46±56,87 C
F1
449,50±30
2696,74±181,08
123,81±27
546,81±134,15BC
F2
447,33±34
2573,20±195,9
85,22±35,4
352,98±135,92A
F3
377,50±31
2221,62±182,44
91,95±12,1
417,52±63,97AB
F4
426±12,49
2464,70±72,26
143,89±9,9
619,62±85,68 C
Perlakuan
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01); F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
Menurut Pesti et al. (2005), konsumsi ransum dipengaruhi oleh fisiologi ternak dan kebutuhan asam-amino. Hasil penelitian menunjukan konsumsi ransum ayam umur enam minggu adalah 120 gram/ekor/hari dengan konsumsi energi adalah 640 kkal/ekor/hari. Data tersebut lebih rendah/tinggi dari konsumsi ransum dan konsumsi energi menurut NRC (1994) yaitu 163 gram/ekor/hari dan 522 kkal/ekor/hari. Hal ini dikarenakan perbedaan bobot badan dan kandungan nutrisi bahan pakan yang dipakai dalam penelitian. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ekskresi energi ransum perlakuan. Suplementasi metionin 0,20% dalam ransum merupakan taraf optimum untuk menurunkan ekskresi energi. Pada kontrol dan penambahan metionin 0,30% sangat nyata (P<0,01) meningkatkan ekskresi energi jika
20
dibandingkan
dengan
penambahan
0,20%
metionin.
Hal
ini
disebabkan
keseimbangan asam amino dalam ransum dapat mempengaruhi daya cerna pakan. Apabila asam amino yang terdapat dalam pakan berlebih, maka dapat meningkatkan jumlah energi yang diekskresikan oleh tubuh. Kelebihan nitrogen dari asam amino tidak mampu lagi diserap atau diretensi oleh tubuh sehingga banyak nitrogen yang diekskresikan melalui ekskreta. Sebelum nitrogen dikeluarkan oleh tubuh, kelebihan nitrogen tersebut diubah menjadi asam urat yang dalam prosesnya membutuhkan energi sehingga banyak energi yang terbuang melalui asam urat (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Penambahan metionin 0,25% dalam ransum memiliki ekskresi energi yang tidak berbeda nyata dengan penambahan metionin 0,15% dan 0,20%. Retensi Nitrogen Retensi nitrogen adalah selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenus. Meningkatnya konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen, tetapi tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Peningkatan retensi nitrogen berarti semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Bila terjadi peningkatan retensi nitrogen, berarti semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Keseragaman retensi nitrogen dikarenakan kemampuan tubuh dalam menyerap asam amino yang dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ternak dan keseimbangan asam amino yang dikonsumsi ternak tersebut. Retensi nitrogen bernilai positif artinya bahwa tubuh ayam mampu menyerap nitrogen sehingga ayam tersebut mendapatkan pertambahan bobot badan karena tenunan ototnya bertambah. Jika jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam ekskreta meningkat. Penambahan DL-Metionin diharapkan mampu meningkatkan nitrogen yang diserap. Dari hasil analisis dan perhitungan terhadap ransum dan ekskreta
dapat disajikan nilai konsumsi,
ekskresi dan retensi nitrogen pada Tabel 6.
21
Tabel 6. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Perlakuan
Konsumsi N (g/ekor)
Ekskresi N (g/ekor)
Retensi N (g/ekor)
Retensi N (%)
F0
18,51
12,35 ± 1,43
6,61 ± 1,67
35,64 ± 8,44
F1
20,37
10,05 ± 2,71
10,76 ± 2,52
52,94 ± 13,04
F2
19,53
7,25 ± 3,11
12,73 ± 0,54
64,68 ± 2,89
F3
17,27
9,21 ± 1,83
8,50 ± 1,16
49,47 ± 7,94
F4
18,43
12,14 ± 1,09
6,74 ± 1,37
36,36 ± 6,86
Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
Menurut Wahju (2004), efisiensi protein yang diretensi oleh ayam broiler adalah 67%, Nilai ini mendekati nilai hasil retensi nitrogen penelitian adalah sebesar 64,68% (F2). Hal ini dikarenakan adanya keseimbangan asam amino, sehingga ayam mampu menyerap nitrogen dengan baik. Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi DL-Metionin tidak berpengaruh nyata terhadap retensi nitrogen. Jika dilihat secara biologis penambahan DL-Metionin 0,20% (F2) menunjukan nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain dan dapat meningkatakan produktifitas ternak. Menurut Hani’ah (2007), pada periode finisher pemberian DL-Metionin nyata meningkatkan pertambahan bobot badan dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan kandungan asam amino metionin dalam ransum F2 (penambahan DL-Metionin 0,20%) mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan yang baik. Retensi nitrogen ransum perlakuan F2 meningkat sebesar 29,04% dibandingkan dengan ransum basal. Hal ini karena kandungan metionin dalam ransum seimbang maka penyerapan nitrogen akan optimal, dan ekskresi nitrogen yang keluar pun sedikit. Semakin tinggi level penambahan DL-Metionin maka semakin tinggi pula nitrogen yang dapat diretensi oleh tubuh ayam (sampai level penambahan DL-Metionin 0,20%). Apabila level penambahan DL-Metionin melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh maka tubuh tidak mampu lagi menyerap nitrogen yang terkandung dalam DL-Metionin. Nitrogen yang tidak terserap tersebut akan keluar melalui ekskreta dalam bentuk asam urat. Jika jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen ekskreta meningkat.
22
Grafik nilai retensi nitrogen ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Retensi Nitrogen (%)
70
64.68
60 52.94
50 40
49.47 36.46
35.64
30 20 10 0 0
0,15
0,20
0,25
0,30
Le ve l Pe nam bahan DL-Me tionin (%)
Gambar 7. Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Energi Metabolis Energi metabolis adalah perbedaan antara kandungan energi bruto pakan atau ransum dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980). Dari hasil analisis dan perhitungan energi metabolis yang telah dilakukan, dihasilkan nilai Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn). Nilai EMSn dan EMMn dalam perhitungan lebih rendah daripada nilai EMS dan EMM disebabkan EMSn dan EMMn memperhitungkan adanya konversi energi (faktor koreksi) yang berasal dari nitrogen komponen karbohirat sebesar 8,22 Kkal/g yang keluar sebagai asam urat jika dioksidasi secara sempurna (Sibbald, 1980). Penambahan DL-Metionin diharapkan mampu menurunkan jumlah energi bruto yang dibuang melalui ekskreta sehingga energi bruto yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Berdasarkan grafik dengan penambahan DL-Metionin maka nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn semakin meningkat tetapi jika penambahan DL-Metionin berlebihan maka nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn menurun karena tidak mampu lagi diserap. Grafik nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) ransum perlakuan disajikan pada Gambar 8.
23
3700
EMSn (Kkal/Kg)
3600
3600.08
3500 3400
3367.28
3344.14
3300 3200
3133.03
3101.29
3100 3000 2900 2800 0
0,15
0,20
0,25
0,30
Le ve l Pe nam bahan DL-M e tionin (%)
Gambar 8. Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen Ransum Perlakuan Penambahan DL-Metionin 0,15, 0,20, 0,25, 0,30% tidak mempengaruhi nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn pada ransum broiler terhadap penelitian ini. Nilai energi metabolis disajikan pada Tabel 7 (100% BK) dan Tabel 8 (As fed). Tabel 7. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam 100% BK EMS
EMM
EMSn
EMMn
(kkal/kg)
(kkal/kg)
(kkal/kg)
(kkal/kg)
F0
3731,99±122,50
3761,74±122,35
3628,09±113,55
3570,35±99,38
F1
4095,52±252,33
4123,18±252,59
3933,74± 212,38
3954,39±212,56
F2
4320,18±309,50
4348,53±307,91
4124,75±256,36
4145,89±254,16
F3
4075,20±72,35
4108,02±74,29
3925,05±50,99
3949,55±52,61
F4
3734,86±200,07
3764,20±199,48
3630,40±179,70
3652,30±179,25
Perlakuan
Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
Tabel 8. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam As fed EMS
EMM
EMSn
EMMn
(kkal/kg)
(kkal/kg)
(kkal/kg)
(kkal/kg)
F0
3190,10±104,72
3215,53±104.59
3101,29±97,06
3051,94±85,34
F1
3505,77±215,99
3529,44±216,22
3367,28±181,80
3384,96±181,95
F2
3770,66±270,13
3795,40±268,75
3600,08±222,88
3618,53±221,83
F3
3472,07±61,64
3500,04±63,29
3344,14±43,44
3365,02±43,83
F4
3223,18±172,66
3248,51±172,15
3133,03±156,08
3151,94±154,69
Perlakuan
Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin
24
Nilai perhitungan energi metabolis dalam ransum berdasarkan standar NRC (1994) dihitung dalam As fed sedangkan energi metabolis hasil penelitian dihitung dalam 100% BK. Hal ini dikarenakan, untuk meminimalisasikan kadar air dalam feses yang bervariasi. Dalam penelitian ini, dihasilkan nilai EMM lebih tinggi daripada nilai EMS. Perbedaan nilai tersebut menurut Sibbald (1980) disebabkan dalam perhitungan EMM mengikutkan nilai energi endogenus, sedangkan EMS tidak memperhitungkan nilai energi endogenus. Pengaruh yang tidak nyata menunjukkan bahwa perlakuan tidak dapat meningkatkan atau menurunkan nilai EMM, EMS, EMSn dan EMMn. Dalam penentuan kebutuhan energi metabolis, nilai EMSn lebih banyak digunakan dibandingkan daripada nilai EMMn. Hal ini disebabkan adanya faktor koreksi energi endogenous pada perhitungan EMM. Energi endogenous sampai saat ini belum dapat diketahui secara tepat karena pada proses pengukurannya, pemuasaan ayam selama 24 jam belum dapat mengosongkan saluran pencernaan ayam tersebut dan masih terdapat sisa-sisa pakan sebelumnya. Sisa percernaan beberapa bahan seperti tepung ikan dan tepung daging membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk keluar dari saluran pencernaan secara keseluruhan. Apabila pemuasaan dilakukan lebih dari 24 jam, maka akan semakin banyak lemak dan jaringan protein tubuh yang luruh dan keluar melalui ekskreta sehingga pengukuran nilai energi endogenous menjadi kurang tepat. Nilai EMSn ransum F2 adalah sebesar 3600,08 kkal/kg. Nilai tersebut lebih tinggi daripada hasil perhitungan EMSn dalam ransum berdasarkan NRC (1994). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kualitas bahan baku yang dijadikan standar NRC (1994) dengan bahan baku yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian dan juga disebabkan oleh kandungan energi bruto ransum yang tinggi yaitu 4356 kkal/kg. Pada ransum F1, F2, F3 dengan kandungan metionin dalam ransum sebesar 0,35%, 037%, 0,40% nilai energi metabolis tercukupi, karena kandungan metionin dalam ransum F1, F2, F3 mendekati standar kebutuhan metionin dalam NRC (1994) yaitu 0,38%. Akan tetapi pada ransum F1 dengan kandungan metionin ransum sebesar 0,25%, energi metabolis tidak tercukupi karena ketidakseimbangan zat-zat makanan dalam ransum maka akan dibutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan metionin. Begitu pula dengan ransum F4 dengan kandungan metionin ransum sebesar 0,42%.
25
Hal ini dikarenakan semakin banyak metionin dalam pakan maka energi yang dimetabolis oleh ayam semakin rendah karena tidak mampu lagi diserap oleh tubuh ayam sehingga perlu energi untuk mengeluarkannya melalui ekskreta. Kehilangan energi akan lebih besar pada bahan pakan dengan zat-zat makanan yang tidak seimbang terutama bila kandungan protein pakan lebih rendah atau pakan defisiensi asam amino. Kelebihan asam amino juga dapat menyebabkan penurunan jumlah energi metabolis. Hal ini disebabkan kelebihan nitrogen dari asam amino tidak mampu lagi diserap atau diretensi oleh tubuh sehingga banyak nitrogen yang diekskresikan melalui ekskreta. Proses pengeluaran nitrogen melalui ekskreta membutuhkan energi sehingga dapat menyebabkan penurunan energi metabolis (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Menurut Piliang (2006), adanya faktor-faktor keturunan (genetik), perbedaan dalam umur, jenis kelamin, status kesehatan, dan kemungkinan faktor iklim menyebabkan kebutuhan asam amino berbeda untuk setiap individu. Dengan meningkatnya umur maka kebutuhan akan asam amino esensial menurun. Menurut Anggorodi (1995), umur, laju pertumbuhan, reproduksi, iklim, kandungan energi, penyakit, bangsa dan galur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein dan asam amino aneka ternak unggas. Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB pakan merupakan indikator efisiensi penggunaan energi atau besarnya energi yang dimanfaatkan tubuh. Daya cerna energi bukan ditentukan oleh nilai EMSn atau energi metabolis, akan tetapi ditentukan oleh konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB pakan. Semakin tinggi nilai konversi EMSn terhadap energi bruto maka semakin tinggi energi yang dimetabolis atau yang dimanfaatkan tubuh, sehingga efisiensi penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis semakin baik. Nilai konversi EMSn terhadap energi bruto ransum perlakuan disajikan pada Tabel 9.
26
Tabel 9. Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Ransum Perlakuan dalam As fed Ulangan
Perlakuan F0
F1
F2
F3
F4
1
0,71
0,78
0,84
0,78
0,75
2
0,74
0,71
0,76
0,79
0,76
3
0,71
0,77
0,86
0,79
0,73
4
0,68
0,81
*
0,77
0,68
Rataan
0,71±0,02
0,76±0,04
0,82±0.05
0,78±0,01
0,73±0,04
Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin * Data pencilan (out lier) sehingga dihilangkan
Rasio EM/EB pakan pada penelitian ini adalah berkisar antara 0,68 – 0,86. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin tidak berpengaruh terhadap konversi EMSn terhadap energi bruto. Namun jika dilihat dari nilai rataan, terdapat peningkatan dengan penambahan 0,20% DL-Metionin dengan nilai 0,82. Hal ini dikarenakan keseimbangan metionin dalam ransum sehingga dapat meningkatkan energi yang diserap. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (2004) kandungan metionin yang seimbang dapat meningkatkan energi yang diserap.
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan DL-Metionin dengan taraf 0,20% (kandungan dalam ransum sebesar 0,37%) merupakan taraf optimal untuk memenuhi kebutuhan metionin pada periode finisher. Saran Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan komposisi dan bahan pakan yang berbeda.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik atas segala bimbingannya selama menempuh kuliah, penelitian hingga penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS sebagai dosen penguji seminar, Ir. Anita Sardiana Tjakrawidjaja, M.Rur.Sc dan Ir. Sri Darwati M.Si sebagai dosen penguji tugas akhir atas saran dan masukannya. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Bapak Roesdi Trijadhi dan Ibu Marlina Indrayani atas curahan kasih sayang yang tidak ternilai, serta Satrio Adiwira Pamungkas adikku yang paling setia menemani aku. Keluarga besar Ki Soepardjan, Mimi Sukarmi (Kakek dan Nenek), Alm Imam Prayugo, Alm L. Victoria Klreks( Opa dan Oma) dan (Ai, Ian, Iil, Tiw, Teh eka, Uwi) Bogor atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian dan dukungannya hingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabatku (Suhel, Rangga, Riko, Tefi, Endes, Ucup, Arif, Ipul, Masmul, Jurida, Edo, Aan, Akra, Joko S, Mas Joko dan om rud) yang telah menemaniku dalam suka maupun duka dan terima kasih atas persahabatan, persaudaraan dan ukhuwah kita selama ini, Nutrisi 41(tim “sembung”, tim “katuk”, tim “kromium” dan tim-tim lainnya) 42, 43 terimakasih atas bantuan dan sarannya. Pak Albert, Bu Lanjarsih, dan Mba Risma terima kasih atas bantuannya di lapangan, Mbak Laela dan Pak Arya terima kasih atas bantuannya di Laboratorium. Teman satu tim penelitian (Hani, Zinu, Galih) terima kasih atas kerjasama, pengertian dan kebersamaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, 4 September 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, L. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Attia, Y.A., R.A. Hassan, M.H. Shehatta and B. Slawa. Abd El-Hady. 2005. Growth, carcass quality and serum constituents of slow growing chicks as affected by betaine addition to diets containing 2 different levels of methionine. International J. of Poultry Sci. 4 (11): 856-865. http://www.pjbs.org/ijps/ab463.html [1 Oktober 2007] Aviagen. 2007. Ross 308 Broiler Performance Objectives. http://www.aviagen.com/. [13 November 2007]. Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition Feed and Feeding. 3rd Edition. Pearson Education, Inc., New Jersey. Cibadak Indah Sari Farm. 2005. Standar Broiler Jumbo. http://www.cibadak.com/ [11 Februari 2008]. D’ Mello, J. P. F. Amino Acid in Animal Nutrition. 2nd Edition. Formerly of The Scottish Agricultural College. Edinburgh. Farrell, D. J. 1978. Rapid determination of metabolizale energy of foods using cockerels. J. Poultry Sci., 19:303-308. Hafsah. 1999. Respon ayam broiler pada penggunaan DL-Metionin sebagai salah satu campuran bahan pakan dalam ransum. J. Agroland (Indonesia). http://www.fao.org/agris/search/display.html [1 Oktober 2007]. Hani’ah. 2007. Performa ayam broiler yang diberi ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai dengan suplementasi DL-Metionin. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ishibashi, T., K. Koide and C. Yonemochi. 2001. Possibility and Limitation of Amino Acid Nutrition in Poultry. J. Anim. Sci.,14 : 164-175. Leeson, S. and J. D. Summers. 2001. University of Books, Canada.
Nutrition of the Chicken. 4th Edition.
Leeson, S. dan J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University of Books, Canada. Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1997. Animal Nutrition. 8th Edition. Tata McGrawHill Publishing, Ltd. Bombay. McDonald, P., R.A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Longmann Singapore Publishers (Pte) Ltd., Singapore. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academic Press, Washington.
Pesti, G. M., R. I. Bakalli, J. P. Driver, A. Atencio, and E. H.Foster. 2005. Poultry Nutrition and Feeding. The University of Georgia. Department of Poultry Science. Athens Georgia. Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. Percetakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pond, W.G., D.C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons, New York. Prawirokusumo, S., Nasrudin dan Umiyeni. 1987. Suplementasi methionin pada ransum ayam pedaging berkadar cassava tinggi. Proceeding Seminar Penelitian Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Sanchez, W.K., P.R. Cheeke and N.M. Patton. 1984. Influence of diatery of soybean meal, methionin and lysine on the performance of weaning rabbits fed high alfalfa diets. J. Appl. Rabbit Res. 7: 109-116. Scott, M.L, M.C.Nesheim, and R.J.Young. 1982. Nutrition of Chicken.3rd Edition. M.L, Scott and Associates. Ithaca, NewYork. Sibbald, I. R. 1980. Metabolic plus endogenous energy and nitrogen losses of adult cockerels : the correction used in the bioassay true metabolizable energy. J. Poultry. Sci., : 60 : 805-811. Sibbald, I. R. and M. S. Wolynetz. 1984. Relation between apparent and true metabolizable energy and the effects of a nitrogen correction. J. Poultry. Sci., 63:1386-1399. Sibbald, I.R., and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen retention. J. Poultry. Sci., 64: 127-138 Sigit, N. 1995. Penggunaan zeolit beramonium dan analog hidroksi methionin dalam ransum sapi perah laktasi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sofie. 2007. Methionine Biochemical Pathway. http://www.metionin.navajo.com/. [11 Februari 2008]. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2 Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Vázquez-Añón, M., D. Kratzer, R. Gonza´lez-Esquerra, I. G. Yi, and C. D. Knight. 2006. A multiple regression model approach to contrast the performance of 2hydroxy-4-methylthio butanoic acid and DL-Methionine supplementation tested in broiler experiments and reported in the literature. J. Poultry Sci., 85: 693-705. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
31
Wiradisastra, D.H. 2001. Pengaruh tingkat metionin dalam ransum terhadap retensi nitrogen dan efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler umur 4-6 minggu. J. Ilmu Ternak, 1 (1): 7-10.
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Retensi Nitrogen SK Perlakuan Galat Total
db
JK
4 51,38 14 190,70 18 242,07 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KT 12,84 13,62
F 0,94 tn
F 0,05 3,11
F 0,01 5,04
F
F 0,05
F 0,01
6,46**
3,11
5,04
Lampiran 2. Analisis Ragam Ekskresi Energi SK Perlakuan Galat Total
db 4 14 18
JK
KT
421371,00 105342,75 228387,58 16313,40 649758,58 Keterangan : ** = berbeda sangat nyata (p<0,01)
Lampiran 3. Uji Jarak Duncan Ekskresi Energi Perlakuan Rata-rata Sx P JNS JNT
F2 352,98
F3 417,52
F1 546,81
F4 619,62
F0 663,46
2 3,03
3 3,18
4 3,27
5 3,33
193,50
203,08
208,83
212,66
63,86
Lampiran 4. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS) SK
db
JK
KT
Perlakuan
4
1929570,33
482392,58
Galat
14
14561366,44
1040097,60
F 0,46
tn
F 0,05
F 0,01
3,11
5,04
Total
18 16490936,76 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Lampiran 5. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM) SK Perlakuan Galat Total
db
JK
KT
4
1968374,94
492093,74
14
14744147,72
1053153,41
F 0,47
tn
F 0,05
F 0,01
3,11
5,04
18 16712522,66 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Lampiran 6. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) SK Perlakuan Galat Total
db
JK
KT
4
1865383,01
466345,75
14
13169236,32
940659,74
F 0,49
tn
F 0,05
F 0,01
3,11
5,04
18 15034619,33 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
34
Lampiran 7. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) SK Perlakuan Galat Total
db
JK
KT
4
1886066,67
471516,67
14
13195479,97
942534,28
F 0,50
F 0,05
F 0,01
3,11
5,04
18 15081546,63 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Lampiran 8. Analisis Ragam Konversi EMSn terhadap Energi Bruto SK Perlakuan Galat Total
db 4 14 18
JK
0,07 0,52 0,59 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KT
F
F 0,05
F 0,01
0,02 0,04
0,48
3,11
5,04
35