ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI
SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Ratih Puspa Hapsari. D24102049. Energi Metabolis dan Efisiensi Penggunaan Energi Ransum yang Mengandung Limbah Restoran sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi. Nutrisi Dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, MSc. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi. Rendahnya ketersediaan dedak padi saat kemarau menyebabkan harga bahan baku tersebut melambung tinggi. Hal ini tentu saja mengakibatkan kerugian bagi peternak maupun industri peternakan. Dedak padi merupakan salah satu bahan baku yang sering digunakan sebagai bahan penyusun ransum ayam broiler. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan penggunaan bahan baku yang memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama dibandingkan dengan dedak padi. Limbah restoran merupakan produk yang dihasilkan dari sisa-sisa makanan seperti sayuran, tulang ayam, daging dan buah-buahan baik dari rumah makan padang, warung tegal (warteg), hotel dan kantin-kantin di perkantoran, kampus-kampus maupun sekolahsekolah. Tingginya jumlah limbah restoran ini jika tidak dimanfaatkan akan mengakibatkan pencemaran di lingkungan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai energi metabolis dan efisiensi penggunaan energi dari ransum ayam broiler yang mengandung limbah restoran. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2006, bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 ekor ayam broiler umur 35 hari strain Cobb yang diambil dari 120 ekor yang sebelumnya telah dipelihara sejak DOC. Pengukuran energi metabolis menggunakan metode Sibbald (1976) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 perlakuan dan 4 ulangan, dimana setiap ulangannya menggunakan 2 ekor ayam broiler. Tiga ekor ayam broiler digunakan untuk mendapatkan ekskreta endogenous. Peubah yang diamati meliputi konsumsi energi (kkal/kg), energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg), energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg) dan efisiensi penggunaan energi ransum (EPE) (%). Perlakuan pada penelitian ini yaitu ransum yang mengandung 13% dedak padi + 0% limbah restoran (P1), ransum dengan komposisi 6,2% dedak padi + 6,2% limbah restoran (P2) dan ransum dengan 0% dedak padi + 12% limbah restoran (P3). Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa rataan konsumsi energi dan ekskresi energi perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing adalah 1-9,80 kkal/ekor, 109,64 kkal/ekor, 105 kkal/ekor dan 26,06 kkal/ekor, 31,36 kkal/ekor, 26,34 kkal/ekor. Sedangkan rataan energi metabolis semu (EMS) dan energi metabolis murni (EMM) pada P1, P2 dan P3 adalah 3.610,93 kkal/kg, 3.344,08 kkal/kg, 3.424,87 kkal/kg dan 4.143,92 kkal/kg, 3.872,06 kkal/kg, 3.958,55 kkal/kg. Rataan energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) hasil penelitian pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing yaitu 3.445,22 kkal/kg, 3.192,22 kkal/kg, 3.269,69 kkal/kg dan 3.875,41 kkal/kg, 3.618,37 kkal/kg, 3.700,34
ii
kkal/kg. Rataan efisiensi penggunaan energi yang dihasilkan pada penelitian ini perlakuan P1, P2, P3 berturut-turut yaitu 79%, 71,25% dan 75%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan limbah restoran belum mampu menggantikan dedak padi dalam ransum ayam broiler. Kata-kata kunci : ayam broiler, dedak padi, limbah restoran, energi metabolis
iii
ABSTRACT Metabolizable Energy and Efficiency of Energy Utilization of Broilers Diets Contained Restaurant Waste As Substitution of Rice Bran R. P. Hapsari, Sumiati and W Hermana The objective of this experiment was to study the matabolizable energy value of restaurant waste to replace rice bran in the broiler diets. Twenty seven broilers (35 days of age) strain Cobb were divided inti 3 treatments and 4 replications, each replication consisted of 2 broilers. The treatments diets were: 1) diet with 13% rice bran without restaurant waste (P1, control), 2) diet with 6.2% rice bran and 6.2% restaurant waste (P2), 3) diet with 12% restaurant waste (P3). The metabolizable energy value was measured by method of Sibbald (1976). The experiment used Completely Randomized Design. The result showed that the treatments significantly (P<0.05) affected AME, TME, highly significantly (P<0.01) affected AMEn, TMEn. Howefer, the treatments did not affect the energy intake, energy excretion and efficiency of energy utilization. It was concluded that P1 (control, 13% rice bran) had the highest metabolizable energy value. Key words : broiler, rice bran, restaurant waste, metabolizable energy
iv
ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI
RATIH PUSPA HAPSARI D24102049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
v
ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI
Oleh : Ratih Puspa Hapsari D24102049
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Agustus 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, MSc. NIP. 131 624 182
Ir. Widya Hermana, MSi. NIP. 131 999 586
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRurSc. NIP. 131 624 188
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1985 di Cilacap, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Makmuruddin dan ibu Sri Endang Pudji Astuti. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Muhammadiyah Cimanggu,
pendidikan menengah pertama di SMP Muhammadiyah Cimanggu
diselesaikan pada tahun 1999 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Majenang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2002-2004 dan 2004-2005 sebagai staf Divisi Ilmu Pengetahuan dan Keprofesian dan Ketua Departemen Pengembangan Sumberdayam Manusia serta pernah mengikuti beberapa kepanitiaan kegiatan kampus.
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Energi Metabolis dan Efisiensi Penggunaan Energi Ransum Ayam Broiler yang Mengandung Limbah Restoran Sebagai Pengganti Dedak Padi” disusun berdasarkan penelitian penulis yang dilakukan selama bulan Februari sampai dengan Mare 2006 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Kelangkaan bahan baku penyusun ransum ayam broiler seperti dedak padi pada saat musim kemarau menghambat usaha pengembangan ayam broiler. Solusi dari masalah tersebut adalah mencari bahan yang mempunyai kandungan nutrisi hampir sama dengan dedak padi. Limbah restoran merupakan bahan baku yang ketersediannya tidak bergantung pada musim yang memiliki kandungan protein kasar 12,69%, lemak kasar 6,42% serat kasar 7,54% kadar kalsium 1,35% dan fosfor 0,58%. Penelitian ini menggunakan limbah restoran yang berasal dari Hotel Sahid Jaya Jakarta yang diharapkan mampu menggantikan dedak padi sebagai bahan penyusun ransum ayam broiler dan mampu meningkatkan produktivitas ayam broiler. Limbah restoran ini murah harganya, ketersediaanya terjamin, mudah didapat dan tidak bersaing dengan manusia sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk banyak pihak, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang Gizi buruk merupakan wabah penyakit yang banyak dialami oleh anak-anak Indonesia. Menurut laporan sampai dengan bulan Mei 2006 sebanyak 3,81 juta jiwa balita Indonesia mengalami gizi buruk dan dimungkinkan jumlahnya akan terus bertambah (Wijayadi, 2006). Hal ini terjadi karena mereka tidak mendapatkan gizi yang cukup. Tidak sedikit dari anak-anak tersebut dapat bertahan hidup. Perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu langkah yang ditempuh pemerintah sebagai upaya mengurangi tingkat gizi buruk pada masyarakat. Perbaikan gizi ini tentu saja memerlukan bahan makanan yang bermutu tinggi, sehingga meningkatkan permintaan bahan makanan yang berkualitas, salah satunya adalah sumber protein hewani. Dengan adanya peningkatan kebutuhan masyarakat, memicu peternak dan industri perunggasan untuk menghasilkan daging ayam yang berkualitas. Ayam broiler merupakan unggas tipe pedaging yang sering dibudidayakan karena memiliki keunggulan seperti masa panen pendek dan pemeliharaannya mudah, sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat dipasarkan. Tentu saja dalam pemeliharaannya ayam broiler membutuhkan makanan yang berkualitas untuk menopang pertumbuhan yang cepat. Namun pada kenyataannya dunia peternakan masih dihadapkan pada permasalahan penyediaan pakan bermutu serta harganya yang mahal. Dedak padi merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam ransum unggas, yang diperoleh dari hasil penggilingan beras (Sofyan et al., 2000). Bagi bangsa Indonesia yang menggunakan beras sebagai bahan utama untuk penopang kebutuhan hidup, tentulah tidak terlalu sulit untuk mendapatkan dedak padi. Permasalahan terjadi ketika dedak padi menjadi bahan yang langka di pasaran pada saat ketersediaannya menurun pada musim paceklik atau musim kemarau dan adanya pemalsuan terhadap dedak padi, dimana dedak padi dicampur dengan sekam (kulit gabah) sehingga dapat menurunkan kualitas dari dedak padi. Harga pun melonjak dengan cepat. Untuk itu perlu dicari suatu solusi yang tepat untuk memecahkan masalah ini. Penggunaan limbah restoran sebagai bahan alternatif dirasa mampu mengatasi masalah karena selain ketersediaanya terjamin harganya pun relatif murah, mudah didapat sehingga dengan mudah dapat dijangkau oleh
1
peternak dan merupakan bahan baku yang tidak bersaing dengan bahan yang digunakan manusia sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidupnya. Limbah restoran berasal dari sisa makanan seperti nasi, sayuran, tulangtulang ayam, daging, buah-buahan dari restoran baik rumah makan padang, warung tegal (warteg), hotel dan kantin-kantin baik perkantoran, pertokoan, kampus maupun sekolah-sekolah. Selama ini limbah restoran belum banyak dimanfaatkan, sementara dari pengkajian IP2TP ( Instalasi Pertanian dan Pengkajian Teknologi Pertanian) Jakarta menyatakan bahwa limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak yang termurah (Yanis et al., 2000). Diharapkan dengan menggunakan limbah restoran sebagai salah satu bahan penyusun ransum ayam broiler mampu meningkatkan produktivitas ayam broiler tersebut. Perumusan Masalah Ketersediaan dedak padi sebagai bahan baku penyusun ransum unggas menurun pada saat musim paceklik atau musim kemarau, sehingga harga bahan baku tersebut melambung tinggi. Hal ini tentu saja merugikan para peternak atau industri peternakan. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian bahan baku yang mempunyai kandungan nutrisi yang sama atau lebih baik dibandingkan dengan dedak padi. Meningkatnya jumlah limbah restoran seringkali menimbulkan pencemaran di lingkungan sekitarnya dan menyebabkan keresahan bagi masyarakat. Untuk mengatasinya, limbah restoran tersebut dicoba untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif ransum unggas. Limbah restoran memiliki keunggulan diantaranya ketersediaannya terjamin, harganya murah, mudah didapat dan merupakan bahan baku yang tidak bersaing dengan manusia. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai energi metabolis dan efisiensi penggunaan energi dari ransum ayam broiler yang mengandung limbah restoran sebagai pengganti dedak padi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Menurut Amrullah (2004), ayam broiler adalah ayam yang mempunyai ciriciri khas yaitu tingkat pertumbuhannya yang cepat sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat dipasarkan kepada konsumen. Pada umur empat minggu ayam sudah dapat dipasarkan dengan bobot badan kira-kira 0,8-1,0 kg, bahkan terkadang bobot ayam tersebut lebih dari itu. Ayam broiler enam minggu memiliki besar yang sama dengan ayam kampung dewasa yang berumur delapan minggu. Keunggulankeunggulan dari ayam broiler tersebut dipengaruhi oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan sekitar, yang termasuk didalamnya yaitu pakan, temperatur lingkungan dan cara pemeliharaan atau manajemen. Energi Metabolis Energi merupakan bahan bakar bagi pengendali suhu badan, pergerakan badan, pencernaan dan penggunaan makanan. Selain itu energi juga mempengaruhi proses fisiologis hewan seperti kerja, pernapasan, peredaran darah, penyerapan, ekskresi, urat saraf dan hormon (Anggorodi, 1995). Menurut Parakkasi (1990) energi merupakan komponen yang dibutuhkan dalam proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh ternak. Kemampuan suatu bahan makanan dalam menyediakan energi memegang peran penting dalam menentukan nilai gizi bahan pakan. Energi bahan pakan atau ransum diserap oleh tubuh ayam, tetapi energi bahan yang tidak dapat digunakan oleh tubuh ayam akan dibuang melalui feses dan urin. Nilai energi bahan pakan atau ransum dapat dinyatakan dalam energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto (NRC, 1994). Energi metabolis pada ayam broiler dapat diketahui dengan menggunakan cara dimana energi bruto bahan pakan atau ransum yang dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaan, tetapi pada unggas energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta karena feses dan urin pada unggas menyatu (NRC, 1994). Menurut Wahju (1997) nilai energi metabolis dari bahan makanan penggunaannya paling aplikatif dalam ilmu nutrisi ternak unggas karena pengukuran energi ini tersedia
3
untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur. Distribusi dan penggunaan energi dalam tubuh unggas disajikan dalam Gambar 1.
Energi Bruto
Energi Feses
Energi Urin
Panas Tubuh Energi Neto untuk Hidup Pokok
• Metabolisme Basal • Regulasi Suhu Tubuh • Aktifitas Normal
Energi Dapat dicerna
Energi Metabolis
Energi Neto Energi Neto Produksi
• Bulu • Pertumbuhan • Telur
Gambar 1. Distribusi dan Penggunaan Energi dalam Tubuh Unggas (Leeson dan Summer, 2001) Konsumsi energi didefinisikan sebagai jumlah energi yang tersedia dalam suatu bahan pakan yang masuk ke dalam sistem pencernaan (Wahju, 1997). Kebutuhan energi sangat bervariasi tergantung dari beberapa faktor seperti umur, ukuran tubuh, status fisologis, temperatur lingkungan dan kandungan serat dalam ransum (NRC, 1994). Energi metabolis dinyatakan dalam energi metabolis semu/EMS (Apparent metabolizable Energy/AME) dan energi metabolis murni/EMM (True Metabolizable Energy/TME). Nilai AME dan TME tersebut sangat tergantung pada energi bruto yang dikonsumsi dan energi bruto yang diekskresikan melalui ekskreta. Menurut
4
Ensminger (1991) tidak semua energi yang terkandung dalam ransum dapat dipergunakan oleh ternak, sebagian akan terbuang melalui feses dan urin. Ketersediaan energi tergantung pada jumlah yang hilang selama pencernaan dan metabolisme. Energi tercerna (digestible energy/DE) merupakan selisih antara energi bruto (gross energy) makanan dengan energi yang dikeluarkan tubuh melalui feses, dimana sebenarnya bukan jumlah energi yang diserap melalui tubuh namun energi tersebut hilang berupa gas metan, CO2 dan panas jadi masih merupakan energi tercerna semu. Berbeda dengan energi metabolis semu pada energi metabolis murni nilainya dipengaruhi oleh energi endogenus. Energi endogenus merupakan energi bruto yang diekskresikan oleh ayam tanpa dipengaruhi konsumsi ransum (Sibbald, 1980). Menurut McDonald et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein pakan sangat bervariasi. Perubahan dalam tingkat protein ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan jumlah protein yang diretensi sehingga menghasilkan perbedaan dalam nilai energi metabolis. Koreksi terhadap nitrogen dilakukan guna menentukan variasi nilai energi metabolis semu (EMS) dan energi metabolis murni (EMM), hal ini diasumsikan kondisi nitrogen dalam keadaan seimbang dimana nitrogen sama dengan nol yaitu nitrogen yang diretensi sama dengan nitrogen yang dikeluarkan dari dalam tubuh ternak (Wolynetz dan Sibbald, 1984). Menurut Hill dan Anderson dalam NRC(1994) bahwa nitrogen yang tidak diretensi akan berubah menjadi asam urat, maka setiap gram nitrogen yang diretensi unggas setara dengan 8,22 kkal. Nilai retensi nitrogen yang berbeda dipengaruhi oleh umur dan spesies (NRC, 1994). Retensi Nitrogen Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenus (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Scott et al. (1982) menyatakan kualitas protein dapat diukur melalui retensi nitrogen, rasio efisiensi protein dan neraca nitrogen. Menurut Wahju (1972) tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis
5
ransum tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Pada tingkat protein yang sama, pertambahan bobot badan meningkat dengan semakin tingginya energi dalam ransum. Nilai retensi nitrogen yang bervariasi untuk masing-masing unggas, tergantung dari kemampuan unggas untuk menahan nitrogen dalam tubuh unggas dan tidak dikeluarkan sebagai nitrogen dalam urin (Sibbald, 1980). Selain itu menurut NRC (1994) retensi nitrogen berbeda untuk setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik yang berbeda. Wahju (1997) menyatakan bahwa tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diretensi, tetapi tergantung kepada faktor genetik dan umur. Selain itu, kandungan protein dalam bahan makanan juga merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan besarnya yang dapat diretensi oleh tubuh. Retensi nitrogen yang menurun dengan meningkatnya protein ransum mungkin disebabkan sebagian kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi (Ewing, 1963). Hal ini menunjukan pentingnya energi yang cukup jika ayam digunakan untuk mengevaluasi kualiatas protein yang baik, tetapi jika kandungan energinya kurang akan memperlihatkan retensi nitrogen yang menurun. Pengukuran retensi nitrogen dapat dilakukan dengan metode koleksi ekskreta total dan pencekokan makanan sesuai dengan modifikasi Sibbald dan Wolynetz (1985). Dedak Padi Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Menurut Busro (2005) produksi dedak padi di Indonesia mencapai 3,5 ton per tahun. Dedak padi cukup disenangi ternak tetapi pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya hanya sampai 15% dari campuran konsentrat karena dedak padi memiliki zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat (Amrullah, 2004). Inhibitor tripsin dapat menghambat katabolisme protein, karena beberapa proteosa dan pepton dihancurkan oleh tripsin menjadi peptida sehingga apabila terganggu maka ketersediaan asam amino menjadi menurun (NRC, 1994). Asam fitat dapat menyebabkan ketersediaan fosfor menjadi rendah sehingga pertumbuhan tertunda dan efisiensi pakan menurun (Sutardi, 1980). Asam fitat atau
6
phytin pada dedak mencapai 89,9% yang membentuk ikatan kompleks dengan beberapa mineral seperti seng, kalsium, zat besi dan magnesium (Houston, 1972). Pembatasan ini dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Selain itu, pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan ransum tersebut mudah mengalami ketengikan oksidatif selama penyimpanan. Winarno (1997) menyatakan bahwa ketengikan oksidatif disebabkan oleh auto oksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Auto oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas, lalu radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek (asam lemak, aldehida, keton) yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak. Secara kualitatif, kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337,2 – 350,7 g/l (Sofyan et al., 2000). Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji sekam (flouroglusinol) dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dedak padi yang baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami kerusakan. Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein ratarata dalam bahan kering adalah 12,9%, lemak 13% dan serat kasar 11,4% (NRC, 1994). Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin. Limbah Restoran Limbah pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia dan tidak atau belum memiliki nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif (Murthado dan Sai’d, 1988). Bahan akan dikatakan memiliki nilai ekonomis yang negatif apabila bahan atau limbah
memasuki
lingkungan
dan
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan, maka bahan atau limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan dan terjadilah apa yang dinamakan pencemaran lingkungan.
7
Limbah restoran termasuk dalam jenis limbah padat. Limbah restoran berasal dari sisa makanan seperti sayuran, tulang-tulang ayam, daging, buah-buahan dari restoran baik rumah makan padang, warung tegal (warteg), hotel dan kantin-kantin di perkantoran, pertokoan, kampus maupun sekolah - sekolah. Selama tahun 2004 pemerintah Jakarta Pusat mencatat jumlah hotel berbintang adalah sebanyak 180 hotel dan 109 hotel non berbintang. Selain itu terdapat 266 diskotek serta 153 restoran dan kafe. Hotel Sahid merupakan salah satu hotel berbintang lima di Jakarta. Limbah yang diproduksi setiap harinya oleh Hotel Sahid adalah berkisar 40 ton per hari. Selama ini limbah restoran belum banyak dimanfaatkan, berdasarkan pengkajian IP2TP (Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian) Jakarta yang melakukan penelitian menggunakan limbah restoran sebagai bahan pakan bagi ayam buras didapatkan bahwa penggunaan limbah restoran dapat digunakan maksimal 75% dari jumlah keseluruhan bahan penyusun ransum ayam buras (Yanis et al., 2000). Adapun limbah restoran yang digunakan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Limbah Restoran Hotel Sahid
Berdasarkan klasifikasi limbah padat menurut sumbernya, limbah restoran termasuk ke dalam kelompok sampah komersial, yaitu limbah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial, baik warung, toko maupun pasar dan berdasarkan dari istilahnya limbah restoran termasuk pada kelompok sampah organik mudah busuk, yaitu limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan, misalnya sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Limbah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai
8
rantai kimia yang relatif pendek (Murthado dan Sa’id, 1988). Kandungan Nutrisi dari limbah restoran dan dedak padi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Limbah Restoran dan Dedak Padi Nama Komponen
Limbah Restoran1
Dedak Padi2
Bahan Kering (%)
100
100
Abu (%)
8,88
13,85
Protein Kasar (%)
15,29
14,17
Serat Kasar (%)
8,97
12,53
Lemak Kasar (%)
7,73
14,29
Beta-N (%)
59,12
50,22
Ca (%)
1,63
0,08
P tersedia (%)
0,70
0,24
Na (%)
0,20
0,08
Cl (%)
0,33
0,08
Energi Bruto (kkal/kg)
2.760
-
Energi Metabolis (kkal/kg)
1.7803
2.980
Keterangan: 1Hasil analisa Laboratorium Teknologi Pakan, Fapet IPB (2006) 2 NRC (1994) 3 Yanis et al. (2000)
Pembuatan limbah restoran di Hotel Sahid yaitu limbah restoran segar dikumpulkan lalu dipisahkan berdasarkan sifat bahannya, organik atau anorganik. Bahan anorganik meliputi plastik, tusuk gigi, logam, kerikil dan tali rafia. Limbah organik hasil sortiran lalu dimasukkan ke dalam alat pengolah limbah menjadi kompos melalui sistem Environmental Recycling System (ERS) yang di dalamnya terdapat alat penggiling dan pencampur sambil dialiri udara panas bersuhu 36-37oC, lalu masuk ke dalam alat pengering bersuhu 70-80oC. Hasil yang diperoleh berupa limbah restoran kering yang berwarna coklat dan berbau amis. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali proses pengolahan adalah 2 jam. Alat pengolah limbah dengan sistem ERS disajikan pada Gambar 5.
9
Gambar 5. Alat Pengolah Limbah dengan Sistem Environmental Recycling System (ERS).
10
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2006. Bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 27 ekor ayam broiler jantan strain Cobb umur 35 hari. yang dibagi menjadi 12 satuan percobaan masing-masing 2 ekor ayam dan 3 ekor ayam umtuk mendapatkan ekskreta endogenus. Ransum Ransum perlakuan disusun berdasarkan NRC (1994) dengan kandungan Energi Metabolis 3.200 kkal/kg dan protein kasar 23% dengan bentuk ransum tepung (mash). Susunan dan kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2. Ransum perlakuan menggunakan bahan baku jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daging, limbah restoran, dedak padi, CPO (crude palm oil) dan premiks. Ransum penelitian yang digunakan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Ransum Penelitian
11
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Bahan Makanan
Ransum Perlakuan (%) P1
P2
P3
Jagung Kuning
46,9
46,9
46,9
Dedak Padi
13
6,2
0
Limbah Restoran
0
6,2
12
Tepung Ikan
10
10
10
Tepung Daging
10
10
10
Bungkil Kedelai
14,3
14,3
14,3
CPO
5,7
6,3
6,7
Premiks
0,1
0,1
0,1
Jumlah
100
100
100
Harga (Rp)
2.958
2.947
2.932
4.085
4.002
3.940
Energi Metabolis (kkal/kg)1 3.200,65
3.200,40
3.200,30
Protein kasar (%)1
23,00
22,90
22,80
2
23,28
21,94
22,93
Lemak Kasar (%)
1
9,9
10,09
10,06
Lemak Kasar (%)
2
5,01
4,66
4,24
Serat Kasar (%)1
4,00
3,70
3,40
Serat Kasar (%)2
4,22
4,37
3,38
Kalsium (%)1
1,50
1,60
1,70
Fosfor tersedia (%)1
1,00
0,90
0,90
1
0,40
0,40
0,40
Kandungan zat makanan Energi Bruto (kkal/kg)2
Protein kasar (%)
NaCl (%)
Keterangan : 1. Berdasarkan perhitungan NRC (1994) 2. Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2006) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
12
Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang metabolis yang dilengkapi dengan plastik penampung dan tempat air minum. Peralatan yang dipakai adalah alat pencekok, kantong plastik, kertas aluminium foil, label, freezer, timbangan digital, oven 600 C, H2SO4 0,01 %, mortar, tisu, tabung sprayer, termometer, spidol, ember, sendok plastik. Adapun kandang metabolis dan perlengkapan yang digunakan disajikan pada Gambar 4.
(1)
(2)
(4)
(3)
(5)
(4)
(5)
Keterangan : (1) Kandang metabolis yang dilengkapi dengan plastik penampung feses dan tempat minum; (2) Timbangan Digital; (3) Ember kecil, sprayer, tisu, mortar, larutan H2SO4 0,01%,aluminium foil, alat pencekok, label, sendok plastik,plastik, spidol dan label.; (4) Frezeer ; (5) Oven 60 0 C
Gambar 4. Kandang Metabolis dan Perlengkapan Penelitian Prosedur Pelaksanaan Kandang dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan sebelum penelitian dimulai. Ayam yang digunakan sebanyak 27 ekor ayam yang berumur 35 hari. Ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam untuk mengosongkan saluran pencernaan. Setelah dipuasakan selama 24 jam, 24 ekor ayam diberi ransum sebanyak 20 gram dengan cara dicekok sedikit demi sedikit menggunakan alat bantu berupa corong.
13
Kemudian ayam dimasukkan ke dalam kandang metabolis sambil ditampung ekskretanya selama 24 jam. Air minum tetap diberikan selama 24 jam tersebut. Setelah 24 jam ekskreta dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam freezer. Untuk memperoleh ekskreta endogenus, tiga ayam dipuasakan selama 48 jam, kemudian ekskreta dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam freezer. Ekskreta yang telah beku tersebut dicairkan dan kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 60oC selama 48 jam. Setelah 48 jam, ekskreta digiling dan dikomposit setiap ulangannya, kemudian dianalisa kandungan energi bruto menggunakan bomb calorimeter. Kadar air dan protein kasar ekskreta dianalisis dengan menggunakan analisa kadar air dan analisa protein dengan metode Kjedhal. Rancangan Perlakuan Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dengan 4 ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 2 ekor ayam broiler. Perlakuan yang diberikan adalah: P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12% Model Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 2 ekor yam broiler umur 35 hari. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij
= Respon percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
i
= Perlakuan terhadap komposisi dedak padi dan limbah restoran
j
= Banyaknya ulangan (j = 1,2,3...)
14
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang diamati : Peubah yang diamati adalah : 1. Konsumsi energi (kkal/ekor) Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah ransum yang diberikan (g) dengan kandungan energinya (kkal/g) setiap 1 ekor ayam broiler. 2. Ekskresi energi (kkal/ekor) Ekskresi energi adalah hasil perkalian dari berat ekskreta (g) dengan kandungan energinya (kkal/g) pada setiap 1 ekor ayam broiler. 3. Energi metabolis (kkal/kg) Energi metabolis adalah selisih antara kandungan enrgi bruto ransum dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan Wolynezt (1985) pengukuran energi metabolis dapat dihitung berdasarkan: a. Energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg) EMS = (EB x X) – (EBe x Y) x 1000 X b. Energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg) EMM =
(EB x X) – {(EBe x Y) – (EBk x Z)} x 1000 X
c. Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg) EMSn =
(EB x X) – [(EBe x Y) + (8,22 x RN)] x 1000 X
d. Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg) EMMn = (EB x X) – [(EBe x Y) – (EBk x Z) + (8,22 x RN)] x 1000 X Keterangan : EB
= Energi bruto ransum (kkal/kg)
EBe
= Energi bruto ekskreta (kkal/kg)
EBk
= Energi bruto ekskreta endogenus (kkal/kg)
15
X
= Konsumsi ransum (gram)
Y
= Berat ekskreta (gram)
Z
= Berat ekskreta endogenus (gram)
RN
= Retensi Nitrogen (gram)
8,22
= Nilai nitrogen saat teroksidasi dengan sempurna dalam urin
e. Efisiensi Penggunaan Energi (EPE) Nilai efisiensi penggunaan ransum diperoleh dengan menghitung rasio antara konsumsi energi dengan ekskresi energi yang dikoreksi dan ekskresi energi endogenus. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi penggunaan energi adalah sebagai berikut : EPE = EI – (EE – EEe) x 100 % EI Keterangan : EPE = Efisiensi penggunaan energi (%) EI
= Konsumsi energi (kkal/ekor)
EE = Ekskresi energi (kkal/ekor) EEe = Ekskresi energi endogenus (kkal/ekor) 4. Konsumsi Nitrogen (gram) Konsumsi Nitrogen diperoleh dengan cara mengalikan jumlah konsumsi bahan pakan dengan kandungan nitrogen bahan pakan perlakuan. Konsumsi N (g) = Konsumsi Bahan Pakan (g) x Kandungan N Pakan (%) 5, Ekskresi Nitrogen (gram) Nilai ini diperoleh dengan mengalikan jumlah ekskreta dengan kandungan nitrogen pada ekskreta. Ekskresi nitrogen dikoreksi dengan N endogenus yang diperoleh dari koleksi tiga ekskreta ekor ayam yamg tetap dipuasakan (tidak diberi bahan pakan uji). Ekskresi Nitrogen (g) = Jumlah ekskreta (gram) x Kandungan N ekskreta(%) 6. Retensi Nitrogen (gram) Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai nitrogen endogenus. Retensi Nitrogen (g) = Konsumsi N – (Ekskresi N – N Endogenus)
16
Adapun prosedur pengukuran energi metabolis disajikan pada Gambar 6. 27 ekor ayam broiler
Adaptasi (1 hari)
Dipuasakan 24 jam
24 ekor ayam dicekok ransum
3 ekor ayam tetap
perlakuan (20 gram)
dipuasakan
Pengumpulan Ekskreta (setelah 24 jam) kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam frezeer
Dicairkan
Pengeringan dengan oven 60 0 C (selama 24 jam)
Penggilingan dan penyortiran bulu
Analisa energi bruto, protein dan kadar air feses
Gambar 6. Bagan Prosedur Pengukuran Energi Metabolis
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Mengacu pada Tabel 2 (halaman 10), kandungan nutrisi ransum penelitian hasil analisa berbeda dengan hasil perhitungan yang disusun berdasarkan NRC (1994). Kandungan protein kasar ransum P1 lebih tinggi 1,2%, serat kasar 5,21% dari perhitungan menggunakan NRC (1994), sedangkan kandungan
fosfor dan
lemak kasar P1 lebih rendah 1,1% dan 49,39% dibandingkan dengan perhitungan NRC (1994). Pada ransum P2 kandungan serat kasar lebih tinggi 15,33%, dan fosfor 1,1% dibandingkan dengan perhitungan NRC (1994), namun kandungan protein kasar, lemak kasar dan kalsium P2 lebih rendah sebesar 4,19%, 53,82% dan 1,25% dibandingkan dengan perhitungan menurut NRC (1994). Ransum P3 mengandung protein kasar 0,56% dan fosfor 3,22% lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan NRC (1994). Kandungan lemak kasar, serat kasar dan kalsium ransum P3 masing-masing lebih rendah 57,85%, 0,59% dan 2,94% dibandingkan dengan perhitungan NRC (1994). Hal ini disebabkan adanya perbedaan varietas bahan baku yang digunakan. Nilai energi bruto ransum yang mengandung dedak padi 13% (P1) adalah sebesar 4.085 kkal/kg. Ransum tersebut mempunyai nilai energi bruto lebih tinggi dibandingkan dengan ransum yang mengandung limbah restoran yaitu sebesar 4.002 kkal/kg (P2) dan 3.940 kkal/kg (P3). Besarnya energi bruto ransum dapat disebabkan oleh komposisi energi bruto masing-masing bahan yang digunakan. Serat kasar ransum penelitian berkisar antara 3,38-4,37%. Nilai serat kasar tersebut masih dapat ditolerir oleh ayam broiler. Menurut Leeson dan Summers (2001) serat kasar yang masih mampu ditolerir oleh ayam adalah berkisar antara 4-10%. Kandungan Ca ransum penelitian hasil analisa adalah berkisar antara 1,51,65%. Kebutuhan Ca pada ayam broiler untuk pertumbuhan optimum adalah 1% untuk umur 0-3 minggu, 0,9% untuk umur 3-6 minggu dan 0,8% untuk umur 6-8 minggu. Kadar Ca dalam pakan berpengaruh terhadap bobot badan ayam (D’Mello, 2000), karena kadar Ca yang lebih tinggi dari 1% dapat menurunkan efisiensi penggunaan makanan (feed utilization) dan menghambat pertumbuhan (Pilliang, 2004). Kamal (1981) menyatakan bahwa kalsium yang berlebih dapat menurunkan bobot badan ternak, karena dapat mengikat mineral lain bervalensi dua yang berguna
18
dalam transpor asam amino ke dalam darah dan merupakan pemborosan energi karena kalsium berlebih akan bergabung dengan fosfor membentuk trikalsiumfosfat yang tidak dapat larut dan keluar melalui ekskreta yang menyebabkan defisiensi unsur fosfor (Anggorodi, 1979). Kandungan fosfor tersedia ransum penelitian adalah berkisar antara 0,89-0,9%. Rekomendasi NRC (1994) tentang fosfor tersedia adalah untuk umur 0-3 minggu sebesar 0,45%, umur 3-6 minggu 0,35% dan umur 6-8 minggu sebesar 0,3%. Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa fosfor berperan dalam metabolisme karbohidrat dan lemak. Pilliang (2004) menyatakan bahwa fosfor berperan dalam beberapa fungsi metabolik diantaranya utilisasi energi, pembentukan fosfolipid, metabolisme asam-asam amino dan proses pembentukan protein, merupakan komponen dan aktifator enzim serta penting untuk efisiensi penggunaan ransum. Dalam penyusunan ransum hendaknya memperhatikan perbandingan antara Ca dan P agar proses penyerapan nutrisi dapat maksimal. Perbandingan antara Ca dan P ransum penelitian adalah 1,69:1 (P1), 1,74:1 (P2) dan 1,77:1 (P3). Perbandingan Ca dan P yang direkomendasikan oleh McDowell (1992) adalah 1:1 sampai 2:1. Menurut NRC (1994) perbandingan Ca dan P yang baik adalah 2:1. Perbandingan Ca dan P ransum penelitian sudah sesuai dengan McDowell (1992). Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi dan Ekskresi Energi Banyaknya energi yang dimetabolis oleh tubuh ayam dapat diketahui dengan mengurangi konsumsi energi yang diberikan dengan jumlah energi yang dikeluarkan melalui ekskreta. Menurut Wahju (1997) tingkat energi dalam ransum merupakan faktor yang menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh ternak, karena ayam mengkonsumsi makanan untuk memenuhi energinya. Konsumsi energi berpengaruh terhadap kontrol pertumbuhan (Leeson dan Summers, 2001). Data rataan konsumsi dan ekskresi energi disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
19
Tabel 3. Rataan Jumlah Penelitian
Konsumsi Energi Bruto (kkal/ekor) Ransum
Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
109,80
109,64
105,66
2
109,80
109,64
105,66
3
109,80
109,64
105,66
4
109,80
109,64
105,66
Rataan
109,80
109,64
105,66
Keterangan : Konsumsi ransum 20 g/ekor (P1), 20 g/ekor (P2), 20 g/ekor(P3) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
Tabel 4. Rataan Jumlah Ekskresi Energi (kkal/ekor) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
25,44
30,73
28,48
2
22,53
27,13
25,61
3
29,81
35,04
24,90
4
26,47
32,52
26,37
26,06±3,00
31,36±3,33
26,34±1,55
Rataan
Keterangan : P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
Berdasarkan data pada Tabel 3 dan 4, terlihat bahwa nilai konsumsi energi lebih besar dibandingkan dengan nilai ekskresi energi. Hal ini menandakan bahwa adanya energi yang dimetabolis oleh ayam guna menjalankan fungsi-fungsi tubuh dan untuk memperlancar reaksi-reaksi sintesis dalam tubuh. Zat-zat makanan yang menjadi sumber energi adalah karbohidrat, protein dan lemak (Wahju, 1997). Menurut Parakkasi (1990) energi merupakan komponen yang dibutuhkan dalam proses metabolisme yang terjadi pada tubuh ternak. Rataan ekskresi energi P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 26,06; 31,36 dan 26,34 kkal/ekor. Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukan bahwa penggunaan limbah restoran dalam ransum ayam broiler tidak menunjukan perbedaan yang nyata
20
terhadap nilai ekskresi energi. Nilai ekskresi merupakan acuan dari jumlah pakan yang dapat dicerna atau menunjukan kemampuan ternak dalam mencerna makanan. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna ransum adalah komposisi makanan, daya cerna semu protein kasar, lemak, keseimbangan komposisi zat makanan dalam ransum, cara penyajian ransum, faktor hewan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Semakin banyak jumlah pakan yang tidak dapat dicerna maka ekskresi energinya semakin meningkat (Prasetyo, 2002). Energi bruto yang terkandung dalam pakan tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan ternak, karena zat nutrisi yang terkandung didalamnya tidak dapat seluruhnya dicerna dan diserap oleh tubuh (Pond et al., 1995). Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis Energi Metabolis Semu (EMS) dan Energi Metabolis Murni (EMM) Kandungan energi suatu bahan makanan memegang peranan penting dalam menentukan nilai gizi makanan tersebut. Menurut Pond et al. (1995) energi metabolis digunakan untuk mengevaluasi pakan. Energi metabolis adalah pengurangan energi yang dapat dicerna dengan energi yang hilang dalam urin dan feses (Wahju, 1997). Rataan Energi Metabolis Semu (EMS) dan Energi Metabolis Murni (EMM) hasil penelitian disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Rataan Energi Metabolis Semu (EMS)(kkal/kg) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
3.637,77
3.370,80
3.332,47
2
3.763,26
3.524,56
3.456,39
3
3.449,33
3.186,67
3.487,05
4
3.593,36
3.294,32
3.423,58
Rataan
3.610,93±129,55b
3.344,08±142,06a
3.424,87±66,83a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
21
Tabel 6. Rataan Energi Metabolis Murni (EMM)(kkal/kg) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
4.170,76
3.898,76
3.866,15
2
4.296,25
4.052,54
3.990,07
3
3.982,32
3.714,65
4.020,73
4
4.126,35
3.822,30
3.957,25
Rataan
4.143,92±129,55b
3.872,06±142,06a
3.958,55±66,83a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 rata-rata kandungan EMS dan EMM ransum perlakuan yang mengandung limbah restoran dalam ransum nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan penggunaan dedak padi dalam ransum. Hal ini menandakan bahwa penggunaan limbah restoran belum mampu menggantikan dedak padi dalam ransum. Besarnya kandungan EMS dan EMM pada ransum yang menggunakan dedak padi dalam ransum disebabkan oleh rendahnya ekskresi energi dan tingginya nilai energi bruto dedak padi dibandingkan dengan limbah restoran. Rendahnya kandungan energi yang dimiliki oleh ransum yang mengandung limbah restoran disebabkan kesalahan yang terjadi pada saat pengolahan limbah restoran. Suhu pengolahan limbah restoran adalah berkisar atara 70-80 oC. Menurut Winarno et al. (1980) setiap kenaikan suhu 10 oC pada kisaran suhu 10-38 oC kecepatan reaksi baik itu reaksi enzimatik maupun reaksi non enzimatik rata-rata akan bertambah 2 kali lipat. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada protein (denaturasi), vitamin dan lemak bahan tersebut. Sumber energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak (Tillman et al., 1998). Menurut Apriyantono (2002) bahwa pada suhu di atas 60-90 oC protein mengalami proses yang dikenal sebagai proses denaturasi. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menurunkan sifat-sifat fungsional dari protein menurun, dimana telah diketahui bahwa protein diperlukan untuk pertumbuhan dan merupakan bagian semua enzim dalam tubuh. Enzim merupakan katalis biologis yang dimiliki oleh tubuh yang artinya enzim dapat
22
mempercepat reaksi-reaksi biokomia dalam tubuh. Dengan berkurangnya fungsi dari protein maka akan mengakibatkan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh menjadi lambat dan pada akhirnya pertumbuhan pada unggas terhambat. Tingginya suhu pengolahan limbah restoran juga dapat mengakibatkan terjadi proses pencoklatan atau maillard. Menurut Winarno (1997) maillard merupakan suatu reaksi dimana gula pereduksi dan gugus amina primer berinteraksi yang dapat menurunkan kualitas bahan. Reaksi maillard ini biasanya terjadi pada pengolahan bahan dengan suhu di atas 44 oC (Sapienza dan Bolsen, 1993). Proses maillard menurunkan atau merusak kandungan nutrisi bahan khususnya nilai protein bahan, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap jumlah nutrisi yang diserap (Prasetyo, 2002). Suhu pengolahan pangan yang baik menurut Winarno (1997) sekitar 60 oC. Pada suhu ini bakteri, kapang dan jamur tidak dapat tumbuh serta tidak akan terjadi denaturasi protein Rusaknya komponen zat makanan dari limbah restoran menyebabkan kandungan energi limbah restoran rendah. Jumlah energi yang dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk ke dalam tubuh unggas tergantung komposisi bahan makanan dalam ransum, spesies, faktor genetik. umur unggas dan faktor lingkungan (Amrullah, 2004). Nilai EMM yang diperoleh dari hasil penelitian adalah berkisar antara 3.872,06-4.143,92 kkal/kg. Nilai EMM ini lebih besar dibandingkan nilai EMS hasil penelitian yang berkisar antara 3.344,08-3.610,93 kkal/kg. Hal ini disebabkan pada energi metabolis murni memperhitungkan jumlah energi endogenus yang berasal dari jaringan alat pencernaan yang aus, cairan empedu dan enzim-enzim sisa metabolisme yang dikeluarkan melalui feses (Sibbald, 1980). Metabolic fecal dan endogenous urinary atau energi endogenus berasal dari katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipusakan dan sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984). EMS tidak memperhitungkan metabolic fecal dan endogenous urinary (Sibbald, 1989). Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn). . Perubahan tingkat protein ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan nitrogen yang diretensi sehingga menghasilkan perbedaan dalam nilai energi metabolis. Retensi nitrogen adalah hasil pengurangan antara
23
nitrogen yang dikonsumsi dengan nitrogen yang hilang melalui ekskreta. Nitrogen yang tertinggal dalam tubuh nantinya akan dimanfaatkan dan digunakan oleh tubuh ternak. Adapun rataan retensi nitrogen, Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) hasil penelitian disajikan pada Tabel 7, 8 dan 9. Tabel 7. Rataan Retensi Nitrogen (gram/ekor) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
0,79
0,73
0,70
2
0,82
0.76
0,74
3
0,68
0,65
0.75
4
0.74
0,75
0,72
0,76±0,06
0.72±0,05
0,73±0,02
Rataan
Keterangan : P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : % P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12% Retensi Nitrogen (g) = Konsumsi N – (Ekskresi N – N Endogenus)
Tabel 8. Rataan Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
3.460,54
3.216,28
3.186,95
2
3.575,39
3.359,53
3.296,68
3
3.311,09
3.060,26
3.323,78
4
3.433,85
Rataan
3.132,80 B
3.445,22±108,47
3.270,96 A
3.192,22±128,47
3.269,69±59,16A
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
24
Tabel 9. Rataan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
3.890,74
3.642,43
3.617,70
2
4.005,59
3.785,68
3.727,43
3
3.741,29
3.486,42
3.754,53
4
3.864,04
3.558,95
3.701,71
Rataan
3.875,41±108,47B
3618,37±128,06A
3700,34±59,16A
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
EMSn merupakan penggunaan yang paling umum dalam menyatakan nilai energi metabolis. Standar energi metabolis yang digunakan NRC (1994) adalah EMSn. Nilai EMSn perlakuan berkisar antara 3.192,22-3.445,22 kkal/kg. Nilai EMMn perlakuan berkisar antara 3.618,37-3.875,41 kkal/kg. Menurut McDonald et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak alam memanfaatkan energi bruto sangat bervariasi. Dinata (2003) menyatakan bahwa semakin baik kualitas protein dari suatu pakan maka kemampuan ayam dalam meretensi nitrogen akan semakin tinggi. Sutardi (1981) menyatakan bahwa tidak semua nitrogen yang dikonsumsi dapat diretensi tetapi terbuang melalui feses dan urin. Nilai energi metabolis yang terkoreksi nitrogen menggunakan kondisi retensi nitrogen sama dengan nol, yaitu dengan asumsi bahwa pada saat proses katabolis tubuh, nitrogen dikeluarkan sebagai asam urat yang pembentukannya membutuhkan energi (Sibbald, 1989). Nilai energi metabolis antara lain dipengaruhi oleh : 1. Kandungan energi bahan penyusun ransum. Energi bahan dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat, protein, lemak serta vitamin B komplek. Kerusakan pada komponen nutrien tersebut akan menurunkan kandungan energi bahan tersebut (Batal dan Dale, 2006).
25
2. Jumlah yang dikonsumsi Semakin tinggi konsumsi energinya maka energi metabolis pun semakin tinggi (Storey dan Allen, 1992). 3. Jenis ternak dan umur yang berbeda Semakin besar ukuran tubuh ternak maka energi metabolis yang diretensi oleh tubuh semakin besar. Hal ini juga selaras dengan umur ternak, dimana semakin bertambah umur ternak tersebut maka energi metabolisnya semakin tinggi (NRC, 1994). 4. Kemampuan ternak untuk memetabolis ransum di dalam tubuhnya. Faktor ini dipengaruhi oleh sifat fisik pakan, pH, enzim-enzim saluran pencernaan, komposisi zat makanan, suhu lingkungan, dan fisiologis ternak (Sibbald, 1989). Pengaruh Perlakuan Terhadap Efisiensi Penggunaan Energi Ransum Potensi energi tidak semua dapat dimanfaatkan oleh ternak. Pada kenyataannya sebagian energi memang digunakan oleh ternak namun ada sebagian yang terbuang. Perbandingan antara input dan output energi disebut dengan efisiensi penggunaan energi (Ballo, 1997). Rataan efisiensi penggunaan energi ransum hasil penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Efisiensi Penggunaan Energi Ransum (EPE) (%) Ransum Penelitian Ulangan
Perlakuan P1
P2
P3
1
88
72
73
2
79
75
76
3
73
68
76
4
76
70
75
79±6,59
71,40±3,03
75,07±1,47
Rataan
Keterangan : P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%
26
Rataan nilai efisiensi penggunaan energi P1, P2 dan P3 adalah 79%, 71,25% dan 75%. Semakin besar nilai efisiensi penggunaan energi ransum atau bahan makanan maka ransum atau bahan makanan tersebut semakin efisien penggunaannya dalam tubuh ternak. Menurut Scott et al. (1982) efisiensi penggunaan energi untuk ternak adalah sebesar 82% dimana dalam ransum semua komponen makanan seimbang dan pada lingkungan dengan temperatur optimal yaitu sekitar 70 oF atau 21,1 oC (Dale dan Fuller dalam Natawihardja, 1991). Ransum dikatakan seimbang jika terdiri dari 20% protein, 5% lemak dan 65% karbohidrat (Scott et al., 1982). Kandungan zat makanan ransum yang digunakan pada penelitian adalah ransum P1 mengandung 23,28% protein, 5,01% lemak dan 52,09% karbohidrat; ransum P2 mengandung 21,94%, protein, 4,66% lemak dan 52,85% karbohidrat; ransum P3 mengandung 22,93% protein, 4,24% lemak dan 52,99% karbohidrat. Perbedaan kandungan zat makanan ini menyebabkan efisiensi ransum penelitian lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi ransum seimbang menurut Scott et al. (1982).
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nilai energi metabolis ransum ayam broiler yang mengandung limbah restoran nyata lebih rendah dibandingkan nilai energi metabolis ransum yang mengandung dedak padi bila dilihat dari energi metabolis semu (EMS) dan energi metabolis murni (EMM) serta sangat nyata lebih rendah bila dilihat dari energi metabolis terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). Saran Sebaiknya dilakukan pengukuran energi metabolis terhadap limbah restoran hotel sahid sendiri (tidak dalam campuran ransum) supaya bisa dibandingkan dengan kandungan energi metabolis dedak padi..
28
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulilahirabbil’alamin segala puji hanya milik Allah SWT yang tidak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sumiati, MSc. dan Ir. Widya Hermana, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan tuntunan, arahan serta nasehat selama penulis melakukan penelitian hingga menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada Dr. Ir Dwierra Evvyernie A, MS,MSc. sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan dorongannya dan kepada Dr. Ir. Nahrowi, MSc. selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Asep Sudarman, M.RurSc. dan Ir. Suhut Simamora, MS. dosen penguji sidang atas saran dan masukannya. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Persatuan Hotel Seluruh Indonesia dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atas kesempatan yang telah diberikan. Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada ibu dan bapak yang telah mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan tanpa batas, dorongan dan do’a yang tak henti-hentinya, Mas Agung dan Mba Arum atas indahnya jalinan persaudaraan selama ini, adik kecil Aisha atas keceriaan yang diberikan kepada penulis, mbah putri atas do’anya serta keluarga besar di Cilacap atas kasih sayang, do’a dan dorongannya. Sobat kecil keti atas kesediaanya menemani. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Gunadi Setiawan yang telah memberi semangat, nasehat dan perhatiannya pada penulis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada keluarga besar Jaika 90 @ atas kehangatan, keceriaan dan kebersamaan selama ini, rekan penelitian Gun, Supra dan Rendi atas kerja samanya. Kepada Ria, Erisya, Titi, Herdi atas kebersamaannya, Risma, Widi. Bu Lanjar, teman-teman di Laboratorium Lapang atas bantuannya selama penelitian, terima kasih kepada keluarga besar INMT ’39 atas kenangan yang terindahnya. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis selama penelitian dan penulisan tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2006 Penulis
29
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Apriyantono, A. 2002. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Seminar on-line Kharisma ke-2. http://www.google.com/seacrhwww.kharisma.com [28 Juli 2006] Ballo, V. J. 1997. Studi metabolisme energi dan protein pada ayam kampung dan hasil persilangannya dengan ayam ras pedaging pada periode pertumbuhan . Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Batal, A. B. and N. M., Dale. 2006. True metabolizble energy and amino acid of distiller dried grains with soluables. Applied Poultry Research (15): 89-93. Busro, M. R. 2005. Efektifitas stabilisasi dedak padi dengan metode pemasakan ekstrusif. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Bandung. http://abstraksita.fti.itb.ac.id/?abstraksi=1&details=1&id=744&tahun=200 [12 Agustus 2006]. Dinata, D. G. 2003. Energi metabolis dan retensi nitrogen dedak gandum hasil olahan enzim yang diproduksi jamur Aspergillus niger dan Trichoderma viride pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. D’Mello, J. P. F. 2000. Farm Animal Metabolism and Nutrition. CABI Publishing, Cambridge. Ensminger, K. 1991. Animal Science. 11th Edition. Interstate Publisher, USA.. Ewing, R. W. 1963. Poultry Nutrition. The 5th Edition. The Ray Ewing Company. California. Houston, R. 1972. Chemistry and Technology American Association of Cereal Chemists, Inc. Vol. IV, St. Paul Minnesota. Kamal, M. 1981. Pengaruh kadar mangan dan kalsium/fosfor dalam ransum terhadap performans ayam pedaging di daerah tropik. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. 23-26 Maret 1981. Bogor. Leeson, S., J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Edition. Guelph, Ontario, Canada.. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Ltd., Gosport. McDowell, L. R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press Inc, Harcourt Brace Jovanovich Publishers, California.
30
Murthado, D., E. G. Said. 1988. Penangan dan Pemanfaatan Limbah Padat. Mediyatama Sarana Perkasa.Jakarta. Natawihardja, D. 1991. Efisiensi penggunaan energi dan kebutuhan untuk hidup pokok pada ayam Broiler dan ayam tipe petelur serta hubungannya dengan pembentukan lemak tubuh. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1994. Nutrient Requiment of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington D. C. Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. PT. Angkasa. Bandung. Pilliang, W. G. 2004. Nutrisi Mineral. Edisi ke-7. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pond, W. G., D. C. Church, K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. Canada, USA. Prasetyo, E. B. 2002. Nilai energi metabolis dan retensi nitrogen ransum dengan air minum mengandung suspensi teh fermentasi kombucha pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sapienza, D. A dan Bolsen, K. K. 1993. Teknologi Silase. Terjemahan Matoyoedo, RBS. Piondr-Hi-Berd. Internasional, Inc. Kansas State University. Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. The 3rd Edition. Published by M. L. Scott and Associated. Ithaca, New York. Sibbald, I. R. 1976. A Bioassay for true metabolizable energy in feedingstuffs. Poultry Sci. (55):303-308. Sibbald, I. R. 1980. Metabolic plus endogenus energy and nitrogen losses of adult cockerels: The Correction Used in Bioassay for true metabolizble Energy. Internasional Develompment Research Center, Canada. Sibbald, I. R. 1989. Metabolizable energy evaluation of poultry diets. In: Cole, D. J. A. and W. Haresign (ed). Recent Development in Poultry Nutrition. University of Nottingham School of Agriculture. Butter Worths. London. Sibbald, I. R. And M. S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavilable energy made with adults cockerels and chicks. Effects of feed intake and nitrogen retention. Poultry Sci. 64:127-138. Steel, R. G. D.dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: M. Syah. P.T. Gramedia, Jakarta. Sofyan, L. A., L. Aboenawan, E. B. Laconi, A. Jamil, Nahrowi, M. Ridla, A. Darobin. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Sutardi, T. 1981. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
31
Storey, M. L. and N. K. Allen. 1982. Apparent and true metabolizable energy of Feeding stuffs for manure, non laying female ambden geese. Poultry Sci (60): 79-747. Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 1972. Feed formulation pattern for growing chicks based on nitrogen retention, nitrogen consumsed and metabolizable energy. Dissertation. Bogor Agricultural University, Bogor.. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wijayadi. 2006. 3,81 juta jiwa balita di Indonesia derita gizi buruk. http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=86421 [08 Agustus 2006] Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno. F. G., Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wolynetz, M. S. and I. R. Sibbald. 1984. Relationship between apperent and true metabolizable energy and the effect of a nitrogen correction. Poultry Sci 63:1386-1399. Yanis, M. Desmayanti, Z. R. Wahyu, S. Mei, R. D. 2000. Pemanfaatan limbah restoran untuk ayam buras. http://www.google.com/search:www..pustakadeptan,go.id/agritech [19 Februari 2006]
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS)(kkal/kg) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
149803,84
74901,92
Galat
9
124286,95
13809,66
Total
11
274090,79
F hitung 5,42*
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
F 0,05
F0,01
Ket : ** = berbeda nyata pada taraf P< 0,05
Lampiran 2. Hasil Analisa Uji Lanjut Kontras Ortogonal EMS SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
149803,84
74901,92
5,42*
4,26
8,02
P2,P3 vs P1 P2 vs P3
1
136750,85
136750,85
9,90*
5,12
10,56
1
13053,00
13053,00
0,94
Galat
9
124286,95
13809,66
Total
11
274090,79
Nilai Rataan :
P1 b
143.610,93
P2 3.344,08a
F hitung
P3 3.424,87a
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
134453,37
67226,69
Galat
9
95316,43
10590,71
Total
11
229769,81
F hitung 6,35*
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
Ket : ** = berbeda nyata pada taraf P< 0,05
34
Lampiran 4. Hasil Analisa Uji Lanjut Kontras Ortogonal EMSn SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
134453,37
67226,69
P2,P3 vs P1 P2 vs P3
1
122479,59
1
Galat Total
F 0,05
F0,01
6,35*
4,26
8,02
122479,59
11,56**
5,12
10,56
11973,78
11973,78
1,13
9
95316,43
10590,71
11
229769,81
Nilai Rataan :
P1 3.445,22B
P2 3.192,22A
F hitung
P3 3.269,69A
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM)(kkal/kg) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
154330,7636
77165,38
Galat
9
124286,9452
13809,66
Total
11
278617,7088
F hitung 5,59*
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
F 0,05
F0,01
Ket : ** = berbeda nyata pada taraf P< 0,05
Lampiran 6. Hasil Analisa Uji Lanjut Kontras Ortogonal EMM SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
154330,7636
77165,38
5,59*
4,26
8,02
P2,P3 vs P1 P2 vs P3
1
139371,11
139371,11
10,09*
5,12
10,56
1
14959,66
14959,66
1,08
Galat
9
124286,9452
13809,66
Total
11
278617,7088
Nilai Rataan :
P1 4.143,92b
P2 3.872,06a
F hitung
P3 3.958,55a
35
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
137920,98
68960,49
Galat
9
95316,35
10590,71
Total
11
233237,32
F hitung
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
5,12
10,56
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
6,51*
Ket : ** = berbeda nyata pada taraf P< 0,05
Lampiran 8. Hasil Analisa Uji Lanjut Kontras Ortogonal EMMn SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
137920,98
68960,49
P2,P3 vs P1 P2 vs P3
1
124481,8595 124481,8595 11,75**
1
13439,11585 13439,11585 1,269
Galat
9
95316,35
Total
11
233237,32
Nilai Rataan :
P1 3.875,41B
F hitung 6,51*
10590,71
P2 3618,37A
P3 3700,34A
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Retensi Nitrogen SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
0,00287
0,00144
Galat
9
0,02022
0,00225
Total
11
0,02309
F hitung 0,63872
36
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Efisiensi Penggunaan Energi (EPE) (%) SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
120,16667
60,08334
Galat
9
158,75000
17,63889
Total
11
278,91667
F hitung 3,40630
F 0,05
F0,01
4,26
8,02
37