NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER BERBASIS POLLARD YANG DITAMBAHKAN ENZIM XILANASE DAN DIPROSES DENGAN MESIN PELLETER
SKRIPSI DITA ELVINA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DITA ELVINA. D24102003. 2008. Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Berbasis Pollard yang Ditambahkan Enzim Xilanase dan Diproses dengan Mesin Pelleter. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS. Penggunaan pollard dalam ransum ayam broiler sebagai pakan alternatif dibatasi oleh tingginya kandungan polisakarida non pati dan rendahnya energi. Penambahan enzim xilanase dan perlakuan pelleting diharapkan mampu mengubah polisakarida non pati menjadi bentuk yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh unggas dan meningkatkan metabolisme energi dalam tubuh unggas. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari nilai energi metabolis ransum ayam broiler berbasis pollard yang ditambahkan ekstrak kasar enzim xilanase dan kemudian diolah dengan mesin pelleter. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari sampai Agustus 2007. Dua belas ekor ayam broiler berumur 5 minggu dibagi menjadi 4 kelompok dan diberikan secara acak salah satu dari 4 perlakuan ransum yaitu R1 (ransum dasar + 0% xilanase, ransum bentuk mash), R2 (ransum dasar + 1% xilanase, ransum bentuk mash), R3 (ransum dasar + 0% xilanase, ransum dibentuk pellet), dan R4 (ransum dasar + 1% xilanase, ransum dibentuk pellet). Ayam yang telah dipuasakan selama 24 jam kemudian diberikan pakan sebanyak 30 g/ekor secara paksa dan air minum ad libitum. Peubah yang diukur adalah Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), Energi Metabolis Murni (EMM), dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn). Sebanyak tiga ekor ayam dengan umur yang sama telah digunakan secara bersamaan untuk mengukur energi dan nitrogen endogenus. Data yang diperoleh dari RAL faktorial (2x2) dianalisa dengan ANOVA dan hasilnya dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara bentuk ransum dengan level enzim dan pemberian ekstrak kasar enzim xilanase tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan energi metabolis. Ransum bentuk mash berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn. Nilai EMSn untuk ransum perlakuan R1 dan R2 adalah sebesar 2361,55 dan 2270,48 kkal/kg, sedangkan nilai EMSn untuk ransum perlakuan R3 dan R4 adalah sebesar 1930,99 dan 2077,03 kkal/kg. Kata-kata kunci : ayam broiler, energi metabolis, enzim xilanase, pelleting, pollard.
ABSTRACT
Metabolizable Energy Value of Broilers Wheat Bran-Based Diets which was Added Xylanase Enzyme and Processed by Pelleter Machine D. Elvina, D. M. Suci, and L. Herawati This experiment was conducted to study the metabolizable energy value of broiler wheat bran-based diets which was added xylanase enzyme and processed by pelleter machine. Twelve broilers were divided into 4 treatments. The treatments were R1 (mash diet without xylanase), R2 (mash diet with 1% xylanase), R3 (pellet diet without xylanase), and R4 (pellet diet with 1% xylanase). The variables that measured were apparent metabolizable energy (AME), apparent metabolizable energy corrected nitrogen retained (AMEn), true metabolizable energy (TME), and true metabolizable energy corrected nitrogen retained (TMEn). This experiment was designed by Factorial Completely Randomize with two factors and three replications. The first factor was differences of diet forms (mash and pellet), and the second factor was levels of xylanase enzyme (0 and 1%). The data were analyzed by using ANOVA (Analysis of Variance) and significant differences among treatments were examined by Duncan’s Range Test. The result showed that interaction between the diet forms with the enzyme levels and levels of xylanase enzyme were not significant for increasing metabolizable energy. The mash form of diet was significant for increasing AME, AMEn, TME and TMEn values. AMEn values for R1; R2; R3; and R4 were 2361.55; 2270.48; 1930.99; and 2077.03 kkal/kg, respectively. Keywords : broiler, metabolizable energy, pelleting, pollard, xylanase enzyme.
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER BERBASIS POLLARD YANG DITAMBAHKAN ENZIM XILANASE DAN DIPROSES DENGAN MESIN PELLETER
DITA ELVINA D24102003
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER BERBASIS POLLARD YANG DITAMBAHKAN ENZIM XILANASE DAN DIPROSES DENGAN MESIN PELLETER
Oleh DITA ELVINA D24102003
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Dwi Margi Suci, MS. NIP. 131 671 592
Ir. Lidy Herawati, MS. NIP. 131 671 600
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1984. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Achyar dan Ibu Maryatin. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Pekayon - Jakarta Timur pada tahun 1996, lalu melanjutkan pendidikan di SLTPN 91 Jakarta Timur. Tahun 1999 penulis lulus dari SLTPN 91, kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Jakarta Timur dan lulus tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa program Sarjana strata 1 Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002. Selama menjalankan pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan intra kampus, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB (2004-2005), dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (2005-2006). Pengalaman kerja yang pernah dilakukan penulis yaitu magang di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, bulan Oktober-November 2003 dan magang di bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB, bulan Juli-Agustus 2004. Tahun 2005 penulis lulus seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-P) yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Tinggi. Penulis juga turut berpartisipasi dalam program Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LP2SDM) IPB sebagai konsultan Unit Kegiatan Masyarakat (UKM) Lingkar Kampus IPB pada tahun 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Berbasis Pollard yang Ditambahkan Enzim Xilanase dan Diproses dengan Mesin Pelleter” dengan bimbingan Ir. Dwi Margi Suci, MS. dan Ir. Lidy Herawati, MS. Pollard merupakan salah satu bahan pakan ternak yang populer. Meskipun demikian, nilai energinya yang rendah dan kandungan polisakarida non pati yang tinggi membatasi penggunaannya karena ternak unggas kurang mampu mencerna polisakarida non pati dalam pakan. Perlu dilakukan suatu upaya untuk membantu proses metabolisme polisakarida non pati tersebut, salah satunya dengan penambahan enzim xilanase. Skripsi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian ekstrak kasar enzim xilanase yang berasal dari isolat tongkol jagung busuk terhadap kecernaan xilan dalam ransum berbasis pollard dengan melihat nilai energi metabolis yang dihasilkan. Karya yang penulis persembahkan ini belumlah sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam lingkup peternakan umumnya dan mahasiswa peternakan khususnya. Anak tangga yang masih harus didaki tidaklah sedikit. Seluruh semesta masih perlu digali. Lebih dari sejuta jawab masih harus dicari. Karya ini ibarat setitik air dibanding lautan, meski sendiri belum dapat menyuburkan, namun masih mampu menampung kehidupan, dan dari gabungan titik-titik itulah lautan terbentang. Harapan penulis agar pengetahuan yang telah ‘dikaligrafi’ tak henti sampai di sini dan dapat diteruskan dengan semangat yang tinggi.
Depok, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan .................................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
4
Penggunaan Pollard pada Ternak Unggas .......................................... Pengaruh Xilan dalam Ransum terhadap Performans Unggas ........... Mekanisme Kerja Enzim Xilanase yang Diaplikasikan pada Ternak Unggas ................................................................................................ Pengaruh Panas terhadap Aktivitas Enzim Xilanase .......................... Energi Metabolis .................................................................................
4 5 7 9 11
METODE ........................................................................................................
16
Lokasi dan Waktu ............................................................................... Materi Penelitian ................................................................................. Ternak ..................................................................................... Ransum ................................................................................... Bahan Kimia ........................................................................... Kandang dan Peralatan ........................................................... Rancangan ........................................................................................... Peubah yang Diukur ............................................................................ Prosedur .............................................................................................. Pembuatan Isolat Enzim Xilanase (Setyawati, 2006) ............. Analisis Aktivitas Enzim Xilanase ......................................... Penentuan Kadar Protein Enzim Xilanase .............................. Pembuatan Ransum Bentuk Mash dan Pellet ......................... Pengukuran Energi Metabolis .................................................
16 16 16 16 16 17 18 18 20 20 21 22 23 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
26
Aktivitas Enzim Xilanase ................................................................... Ekskresi Energi ................................................................................... Energi Metabolis Ransum.................................................................... Rasio EMS/EM ...................................................................................
26 26 27 30
KESIMPULAN ...............................................................................................
32
Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
32 32
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
34
LAMPIRAN ....................................................................................................
39
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perbandingan Suhu Optimum Aktivitas Beberapa Bakteri Penghasil Enzim Xilanase ...................................................................
10
2. Beberapa Perbandingan Nilai Energi Metabolis Semu (EMS) dengan Energi Metabolis (EM) Ransum dengan Kandungan Serat Kasar (SK) Ransum yang Tinggi ...........................................................................
13
3. Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Perlakuan ...............
17
4. Komposisi Media Pertumbuhan Xilanase ...........................................
21
5. Rataan Nilai Konsumsi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan .......
27
6. Rataan Nilai EMS Ransum Perlakuan (kkal/kg) ................................
28
7. Rataan Nilai EMSn Ransum Perlakuan (kkal/kg) ..............................
28
8. Rataan Nilai EMM Ransum Perlakuan (kkal/kg) ...............................
28
9. Rataan Nilai EMMn Ransum Perlakuan (kkal/kg) .............................
28
10. Rataan Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan (gram) ................
30
11. Nilai Rasio dan Persentase EMS/EB Perlakuan .................................
31
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur Xilan Tumbuhan (Beg et al., 2001) ......................................
6
2. Alur Pembuatan Ransum ....................................................................
24
3. Alur Pengukuran Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen .................
25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Ekskresi Energi (kkal/kg) .........................................
39
2. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (kkal/kg) .............................
39
3. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (kkal/kg)
39
4. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (kkal/kg).............................
40
5. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (kkal/kg) 40
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dedak gandum atau pollard adalah salah satu hasil ikutan dari proses penggilingan gandum yang hampir seluruhnya terdiri atas lapisan luar biji gandum yang kasar serta merupakan salah satu bahan makanan ternak populer. Pakan yang berasal dari hasil sampingan ini memiliki nilai energi yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai energi gandumnya sendiri. Dedak gandum mengandung beberapa polisakarida non pati, salah satunya adalah xilan. Hampir semua tanaman mengandung xilan, terutama hasil sampingan seperti pollard, tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dan biji kapas. Xilan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa pada tanaman yang kandungannya mencapai 30-35% berat kering total dari tanaman tersebut. Dedak gandum mengandung xilan sebesar 26,8% berat kering total. Kandungan polisakarida non pati yang tinggi dalam ransum unggas dapat meningkatkan viskositas saluran pencernaan, sehingga mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan, meningkatkan konversi pakan, dan merekatkan feses. Mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kecernaan polisakarida non pati dalam ransum yang mengandung pollard tinggi, sehingga dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan. Salah satu cara adalah dengan penambahan enzim yang mampu menghidrolisa polisakarida non pati tersebut, yaitu enzim xilanase. Enzim xilanase merupakan enzim yang dapat mengurai xilan menjadi xilosa. Xilanase akan mengurangi viskositas cairan lambung pada usus halus sehingga memperlancar saluran pencernaan dan meningkatkan penyerapan nutrisi serta meningkatkan difusi enzim pankreas saluran pencernaan. Pemanfaatan
enzim
xilanase
komersil
untuk
pakan
ternak
telah
dikembangkan baik pada ternak ruminansia maupun pada ternak monogastrik, dalam hal ini adalah unggas. Penambahan xilanase pada ternak unggas dapat memacu kecepatan pertumbuhan dengan meningkatkan kecernaan, yang juga meningkatkan kualitas limbah ternak, terutama pada pakan ternak yang berbasis pollard, gandum, dan butiran lainnya. Umumnya enzim yang digunakan merupakan enzim komersil yang diimpor dari luar negeri, produksi enzim terutama xilanase belum ada di Indonesia. Padahal menurut pakar negara maju bahwa negara yang kaya akan
keanekaragaman hayati, seperti Indonesia merupakan sumber mikroorganisme maupun tanaman yang potensial untuk bioproses menghasilkan enzim. Xilan yang merupakan substrat bagi enzim xilanase banyak dijumpai pada tanaman-tanaman tahunan dan khususnya hasil sampingan dari produk pertanian seperti tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dedak gandum, dan biji kapas. Kandungan xilan dalam tongkol jagung adalah yang tertinggi di antara hasil sampingan produk pertanian lainnya, yaitu dapat mencapai 31,3%. Tingginya kadar xilan dalam tongkol jagung tersebut berpotensi untuk mendapatkan strain mikroorganisme penghasil enzim xilanase dari tongkol jagung busuk. Potensi pemanfaatan tongkol jagung untuk bioproses industri enzim juga didukung oleh semakin banyaknya tongkol jagung yang dihasilkan akibat penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan meningkat. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 12,44 juta ton dengan luas lahan sekitar 3,6 juta Ha. Produksi tongkol jagung diperkirakan sebanyak 1 ton/Ha. Jadi, dengan luas lahan 3,6 juta Ha, akan diperoleh 3,6 juta ton tongkol jagung. Tingginya produksi tongkol jagung ini mendorong adanya pemanfaatan tongkol jagung secara intensif untuk meningkatkan nilai ekonomisnya dan tidak terbuang begitu saja sebagai limbah. Pakan ternak unggas pada umumnya berbentuk tepung (mash), butiran pellet ataupun butiran pecah (crumble). Pellet merupakan pakan yang dipadatkan dan dikompakkan melalui proses mekanik. Beberapa keuntungan dari pembuatan pakan bentuk pellet di antaranya : memudahkan dalam penanganan, mengurangi ruang penyimpanan, meningkatkan kepadatan pakan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi, mengurangi pengambilan pakan secara selektif oleh unggas sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, memperbaiki nilai gizi, meningkatkan kecepatan pertumbuhan, dan meningkatkan performans ternak. Proses pelleting juga dapat menimbulkan pengaruh yang negatif, terutama ketika mengalami pemanasan yang berlebihan. Panas yang terlalu tinggi selama proses pelleting dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur bagian luar dari protein dan serat, peningkatan viskositas saluran pencernaan, inaktivasi vitamin serta enzim endogenous. Enzim merupakan protein yang mempunyai sifat merugikan yaitu ketidakstabilannya yang mudah terdenaturasi, salah satunya oleh perubahan suhu. Mengingat pentingnya peranan enzim xilanase dalam campuran pakan ternak yang mengandung serat, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kestabilan enzim xilanase tersebut setelah mengalami proses pelleting ransum.
Perumusan Masalah Enzim pada dasarnya merupakan protein yang harus mendapatkan penanganan yang tepat karena sifat ketidakstabilannya terutama dalam kondisi suhu dan pH tertentu. Enzim xilanase diharapkan mampu tetap aktif pada kondisi suhu yang cukup tinggi, yaitu sekitar 60ºC atau bahkan lebih. Ketahanan enzim xilanase terhadap panas ini diperlukan apabila enzim ditambahkan ke dalam pakan ternak unggas yang diolah melalui proses pelleting, sehingga enzim xilanase tersebut tidak rusak dan dapat bekerja secara optimal. Ransum unggas pada umumnya berbentuk pellet atau crumble karena akan lebih menguntungkan dan lebih disukai ternak. Pakan crumble merupakan pakan yang diolah melalui proses pelleting untuk membentuk pakan pellet yang kemudian dipecah. Pakan akan tercampur secara homogen melalui proses pelleting dan dapat mengurangi kemungkinan tidak termakannya bahan pakan tertentu, terutama bahan yang diujikan. Bahan pakan yang melalui proses ini akan mengalami pemanasan sekitar 65ºC atau bahkan lebih. Suhu ini dapat berpengaruh pada aktivitas enzim ditinjau dari sifatnya yang mudah terdenaturasi oleh panas. Permasalahan tersebut mendorong perlunya dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui ketahanan enzim xilanase yang mengalami pemanasan pada proses pengolahan pakan.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian ekstrak kasar enzim xilanase yang berasal dari isolat tongkol jagung busuk terhadap kecernaan xilan dalam ransum berbasis pollard dengan melihat nilai energi metabolis yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Pollard pada Ternak Unggas Dedak gandum atau pollard adalah salah satu hasil ikutan dari proses penggilingan gandum yang hampir seluruhnya terdiri dari lapisan luar biji gandum yang kasar, sehingga bersifat amba, kaya akan serat serta rendah kandungan energi metabolisnya. Pollard mengandung polisakarida non pati yang bersifat tidak larut seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa tipe D-xilan dengan tambahan Larabinofuranosa dan D-asam glukuronat (Blanshard, 1979). Menurut Parajo et al. (2004), dedak gandum mengandung xilan sebesar 26,8% dari total bahan kering. Puls et al. (1985) menyebutkan bahwa proses hidrotermal pada bahan kaya xilan akan menghasilkan 41% polisakarida non pati, 14% protein dan 20% pati. Proporsi polisakarida non pati yang tinggi dalam ransum unggas dapat mengakibatkan peningkatan viskositas saluran pencernaan. Tingginya viskositas pada saluran pencernaan dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan, meningkatkan konversi, dan merekatkan feses (Choct dan Annison, 1990; Annison dan Choct, 1991; Amrullah, 2002). Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa batas toleransi penggunaan pollard dalam ransum ayam muda tipe petelur maksimal 8%, breeding ayam petelur maksimal 15%, breeding ayam pedaging maksimal 10% dan ayam pedaging umur 4-8 minggu maksimal 20%. Pencernaan polisakarida non pati secara enzimatik dapat memperbaiki performans dan meningkatkan ketersediaan nutrien untuk tubuh ternak (Bedford, 1996; Bedford dan Morgan, 1996). Dinata (2003) melaporkan penggunaan 100% dedak gandum sebagai ransum ayam broiler memiliki nilai EMSn, EMMn, ekskresi nitrogen dan retensi nitrogen yang nyata lebih rendah bila dibandingkan ransum dedak gandum dengan penambahan enzim yang diproduksi oleh jamur Aspergillus niger ataupun Trichoderma viride. Yussliprawira (2004) melaporkan bahwa pakan berbahan baku wheat pollard (sebesar 35% dalam ransum) pada ayam broiler umur 21-28 hari berpengaruh nyata dalam menurunkan angka konversi pakan dengan penambahan enzim cairan rumen 620 U/kg. Penambahan enzim cairan rumen tersebut (620 dan 1240 U/kg) juga dapat menurunkan bobot limpa, rempela, panjang usus halus dan seka ayam broiler (Chaerudin, 2004). Menurut Wardani (2004), pakan
broiler berbasis wheat pollard yang ditambahkan enzim cairan rumen tersebut tidak dapat meningkatkan nilai EMS, EMSn, EMM, EMMn, dan RN pada ayam broiler. Rozalina (2004) melaporkan bahwa penggunaan enzim xilanase dan ßglukanase sampai dengan 0,02% dalam pakan yang mengandung pollard 30-50% tidak memperbaiki performans itik Mandalung. Level pollard sampai dengan 40% dapat dipakai dalam ransum, tetapi penggunaan pollard 50% menurunkan bobot badan itik Mandalung.
Pengaruh Xilan dalam Ransum terhadap Performans Unggas Xilan adalah polisakarida non pati yang menghasilkan monomer gula sederhana berupa xilooligosakarida, xilobiosa, dan xilosa selama proses hidrolisis oleh enzim xilanase (Rahman, 2005). Richana (2002) menyatakan bahwa xilan dengan aktivitas xilanase yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan terhidrolisis menjadi xilosa. C5H8O4 + H2O Xilan
C5H10O5 Xilosa
Xilan ditemukan dalam fraksi hemiselulosa pada tumbuhan bersama dengan araban, galaktan, manan dan asam uronat (Leeson dan Summers, 2001). Xilan terikat pada selulosa, pektin, lignin dan polisakarida lainnya dalam angiosperma untuk membentuk dinding sel tanaman. Xilan dengan rantai utama homopolimer unit β-Dxilopiranosil
yang
terikat
melalui
ikatan
(1→4)-β-
glikosidik
merupakan
heteropolimer yang dihubungkan dengan rantai samping dari gula yang lain, umumnya rantai tunggal dari (4-O-metil)-α-D-asam glukuronat (pada dikotil dan gimnosperma) atau pada 1 atau lebih α-L-arabinofuranosil (pada rumput) (Singleton dan Sainsbury, 2001). Struktur xilan ditunjukkan pada Gambar 1. Rantai xilan bercabang dan strukturnya tidak terbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibandingkan dengan selulosa (Richana, 2002). Xilan terdapat hampir pada semua tanaman, kebanyakan dijumpai pada tanaman tahunan dan limbah-hasil sampingan seperti tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dedak gandum, dan biji kapas (Subramaniyan dan Prema, 2002). Xilan sebagai komponen utama penyusun polisakarida hemiselulosa pada tanaman
kandungannya mencapai sekitar 30-35% berat kering totalnya. Xilan kayu keras dari golongan Angiospermae kandungannya lebih tinggi daripada kayu lunak dari golongan Gymnospermae dengan jumlah secara berturut-turut sekitar 15-30% dan 712% dari berat kering total (Beg et al., 2001). Ikatan ß-1,4-D-xilopiranosa
O
H
H
H H
ß-XILOSIDASE
O
H
H
O
O H
H O
H O
H
H
O
H O
O
H
H
H
O
O
OAc
H
OH
H
OH
H
O
H
OH
H
H
OH
H
O
H
OH
H
OH
H
OAc
ENDOXILANASE
ASETIL-XILAN-ESTERASE
O
Ikatan asam α-1,2-4-O-metil-D-glukuronat
H
CH2O
COOH H
CH3O
O
O α-GLUKURONIDASE
H
H H
Ikatan α-1,3-L-arabinofuranosida
H
OH α-L-ARABINOFURANOSIDASE
OH
H
H
OH FERULIL DAN Ρ-KUMAROIL ESTERASE
O C
O
R
CH Ac = gugus asetil R-H = asam ρ-kumarat R-OCH3 = asam ferulat
HC
OH
Gambar 1. Struktur Xilan Tumbuhan (Beg et al., 2001) Polisakarida non pati yang melalui saluran pencernaan unggas sebagian besar tidak dicerna kecuali jika terdapat enzim yang membantu menghidrolisa polisakarida non pati tersebut. Xilan merupakan salah satu polisakarida non pati yang terdapat dalam barley, gandum dan pollard yang bersifat antinutritif. Pengaruh dari antinutrisi polisakarida non pati tersebut di antaranya: mengikat beberapa zat nutrisi, seperti energi, protein, dan lemak ransum untuk dibawa keluar bersama feses, sehingga ketersediaan zat-zat gizi tersebut berkurang. Polisakarida non pati juga dapat
meningkatkan viskositas saluran pencernaan sehingga menimbulkan efek yang kurang baik pada efisiensi pencernaan (Williams, 1997), menurunkan kecepatan pertumbuhan dan meningkatkan konversi pakan (Silversides dan Bedford, 1999).
Mekanisme Kerja Enzim Xilanase yang Diaplikasikan pada Ternak Unggas Enzim merupakan senyawa protein dapat larut yang diproduksi oleh organisme hidup (Jacobs et al., 1965; Singleton dan Sainsbury, 2001). Enzim berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawasenyawa organik yang komplek menjadi sederhana. Katalisator akan ikut serta dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, tetapi akan kembali kekeadaan semula bila reaksi telah selesai (Harper et al., 1979). Enzim juga dapat didefinisikan sebagai molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel (Richana, 2002). Tubuh makhluk hidup dapat memproduksi enzim sendiri sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi penambahan enzim pada ransum terkadang masih dibutuhkan. Penambahan enzim ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya antinutrisi pada
bahan
pakan,
rendahnya
efesiensi
kecernaan
bahan
pakan,
dan
ketidaktersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak. Xilanase dan ß-glucanase adalah contoh enzim yang digunakan untuk meningkatkan daya cerna pakan pada ternak monogastrik (Samadi, 2004). Xilanase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan 1,4-β yang terdapat pada hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer dari xilosa dan xilooligosakarida (Riyanto et al., 2001; Richana, 2002). Menurut Singleton dan Sainsbury (2001) xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis dan produk akhirnya, yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase. Hughes
(2003)
menyatakan
bahwa
xilanase
mampu
memecahkan
polisakarida non pati yang tidak dapat larut dalam gandum, yaitu xilan. Menurut Williams (1997), enzim xilanase yang ditambahkan ke dalam ransum ternak unggas berbasis barley atau gandum atau pollard berhasil menurunkan efek antinutrisi dari
polisakarida non pati. Enzim xilanase akan mengurangi viskositas cairan lambung pada usus halus, sehingga memperlancar saluran pencernaan dan meningkatkan penyerapan nutrisi. Zat nutrisi yang awalnya terjerat dalam dinding sel hemiselulosa akan dilepaskan dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak berkat peran serta dari enzim xilanase. Enzim xilanase juga mengubah hemiselulosa menjadi gula sederhana. Gula tersebut dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak, sehingga ternak akan mendapatkan energi yang cukup dari makanan dengan jumlah yang lebih sedikit. Reaksi kimia tersebut sangat mendukung pemanfaatan enzim xilanase terutama untuk pakan ternak yang berasal dari tumbuhan, baik dalam bentuk segar maupun hasil sampingan dari produk pertanian untuk meningkatkan daya cerna polisakarida non pati dalam pakan. Bedford dan Classen (1992) melaporkan bahwa campuran pakan ayam broiler dengan enzim xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi konversi ransum. Demikian juga dengan yang dilaporkan oleh Silversides dan Bedford (1999), penambahan enzim xilanase (2626-2860 U/g xilanase + 643-940 U/g protease) ke dalam ransum yang mengandung 56-64% gandum (2,5% serat kasar dalam ransum) memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Dusel et al. (1998) juga melaporkan bahwa enzim (6000 IU/g xilanase + 2000 IU/g protease) yang ditambahkan ke dalam pakan dengan kandungan gandum sebesar 73% (2,5% serat kasar dalam ransum) dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan, meningkatkan EMSn dan pencernaan bahan organik serta lemak kasar. Lázaro et al. (2003) juga melaporkan bahwa penambahan enzim (864 IU xilanase dan 858 IU β-glukanase) ke dalam ransum broiler yang mengandung 50% gandum dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan, mempercepat waktu transit ransum dalam saluran pencernaan dan meningkatkan performans ayam broiler. Pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diberi ransum basal pollard sebanyak 30% dengan suplementasi enzim xilanase 0,01% cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh ransum lain. Suplementasi enzim ke dalam ransum basal pollard mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya suplementasi enzim ke dalam ransum basal dedak padi tidak
mampu memperbaiki efisiensi penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila digunakan pada pollard, yang diketahui mengandung lebih banyak xilan/pentosan atau glukan dibanding dedak. Peningkatan penampilan ayam pedaging yang diberi ransum basal pollard dengan suplementasi enzim xilanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan polisakarida non pati (Poultry Indonesia, 2006). Pemanfaatan enzim xilanase juga telah dilakukan pada ayam petelur. Enzim xilanase dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kualitas telur, meskipun tidak mempengaruhi produksi telurnya. Penggunaan enzim xilanase (2000 U/kg; Avizyme 2300) dalam ransum ayam petelur berbasis gandum (75-77% berat kering total) dapat meningkatkan bobot telur dan putih telur serta meningkatkan kandungan putih telur (Silversides et al., 2006).
Pengaruh Panas terhadap Aktivitas Enzim Xilanase Enzim sebagai katalisator sejati dengan nyata meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik yang bila tanpa enzim akan berlangsung lebih lambat. Aktivitas katalitik dari suatu enzim bergantung pada intergritas strukturnya sebagai protein (Marbun, 2003) yang dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi enzim, senyawa penghambat, konsentrasi substrat (Dixon dan Webb, 1964). Enzim bekerja paling aktif pada suhu optimal yang sesuai dengan suhu lingkungan tempat enzim bekerja. Reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu, oleh karena itu reaksi yang dikatalis oleh enzim juga peka terhadap suhu. Kenaikan suhu akan diikuti dengan kenaikan aktivitas enzim sebelum mencapai suhu optimum, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum aktivitas enzim akan turun dengan cepat. Enzim juga akan terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan hilangnya aktivitas dari enzim (Marbun, 2003). Xilanase umumnya merupakan protein kecil dengan berat molekul antara 15000-30000 Dalton, aktif pada suhu 55°C dan lebih stabil pada pH normal (Richana, 2002), akan tetapi ada beberapa bakteri penghasil xilanase yang memiliki suhu aktivitas optimum lebih dari 60ºC, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Suhu Optimum Aktivitas Beberapa Bakteri Penghasil Enzim Xilanase No.
Bakteri termofil penghasil xilanase
Suhu aktivitas optimum (ºC)
1
Isolat RT 3*)
70
2
Isolat TR 1.8*)
60
3
80
4
Bacillus acidocaldaricus Bacillus stearothermophilus T-6
5
Bacillus stearothermophilus No. 21
60
6
Bacillus thermoalkalophilus
7
50
8
Clostridium acetobutylicum ATCC 824 Clostridium stercorarium HX-1
9
Clostridium stercorarium F-9
75
10
Clostridium thermolacticum (TC 21)
80
11
Dictyoglomus thermophilum galur B1
80
12
Microtetraspora flexuosa S II X
52
13
Termofil bacillus galur XE
75
14
Bakteri termofil ITI 283, ITI 236
78
15
Thermoanaerobacterium sp. JW/S1-YS485
80
16 17
Thermotoga sp. (Fjss 3-B.1) Thermotoga maritima (MSB 8)
18
Thermotoga thermarum
80
19
Thermomonospora curvata
75
20
Thermomonospora chromogena MT814
75
21
Thermonospora fusca BD21
65
22
Thermonospora fusca YX
70
23
Cellulomonas sp. N. C. I. M. 2353
55
24
Bacillus sp. Galur BP-23
50
25
Thermobacillus xylanilyticus
90
26
Dictyoglomus thermophilum strain B1
Sumber
65 60-70 75
105-110 92
70-90
: Rahmanta (2003); Kulkarni et al. (1999); Chaudhary dan Deobagkar (1997); Blanco et al. (1995); Debeche et al. (2000).
Keterangan : *) = Isolat RT 3 dan TR 1.8 merupakan isolat bakteri yang diperoleh dari sumber air panas Teluk Ratai di Lampung, yang diisolasi untuk mendapatkan enzim xilanase.
Beberapa isolat bakteri penghasil enzim xilanase juga telah ditemukan dari daerah lokal Indonesia. Rahmanta (2003) memperoleh isolat enzim xilanase dari sumber air panas Teluk Ratai di Lampung dengan aktivitas enzim yang optimum pada suhu 60°C untuk isolat TR1.8 dan 70°C untuk isolat RT3. Siahaan (2003) juga menemukan isolat bakteri penghasil enzim xilanase yang diperoleh dari sumber air panas Ciseeng, aktivitasnya optimum pada suhu 50°C tetapi masih aktif sampai dengan suhu 100°C meski aktivitasnya semakin berkurang. Aktivitas enzim xilanase Bacillus licheniformis AQ1 optimum pada suhu 50°C dan aktivitasnya berkurang menjadi setengahnya pada suhu 90°C (Nareswari, 2007). Sama halnya dengan enzim xilanase yang berasal dari ekstrak kasar Streptomyces sp. 45I-3 yang optimum pada suhu 50°C dan masih dapat bertahan sampai dengan suhu 80°C dengan aktivitas yang semakin rendah (Meryandini, 2005). Silversides dan Bedford (1999) melaporkan bahwa penambahan enzim xilanase dalam ransum broiler yang diberi perlakuan panas terlebih dahulu (80-85°C) menghasilkan pertambahan bobot badan dan konversi ransum yang lebih baik dibandingkan ransum tanpa perlakuan panas. Viskositas saluran pencernaan juga tetap rendah dengan penambahan enzim xilanase yang mendapat perlakuan panas tinggi (90°C).
Energi Metabolis Istilah energi merupakan kombinasi dari dua kata Yunani, yaitu en, yang berarti “dalam” dan ergon, yang berarti “kerja” (Leeson dan Summers, 2001). Metabolisme merupakan keseluruhan proses perubahan kimiawi yang dikendalikan oleh enzim yang terjadi dalam sel, organ atau organisme yang bertujuan mensintesis makromolekul dalam bahan makanan untuk melaksanakan suatu fungsi tertentu dalam sel (Rifai et al., 1990), untuk produksi energi, kemudian sebagian disimpan dan sisanya dibuang sebagai limbah kotoran (Stauffer, 1989) Kemampuan suatu bahan makanan dalam menyediakan energi memegang peran penting dalam menentukan nilai gizi bahan pakan (Anggorodi, 1985). Bahan pakan mengandung senyawa kimia berupa bahan organik yang mengandung energi kimia. Proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh ternak akan mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi energi yang
tersedia, yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk hidup pokok, aktivitas maupun untuk menghasilkan produk (Amrullah, 2002). Menurut Wahju (1997), nilai energi bahan pakan dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto. Nilai energi metabolis dari bahan makanan penggunaannya paling aplikasi dalam ilmu nutrisi ternak unggas, karena pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan, dan produksi telur. Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaan. Gas yang dihasilkan oleh ternak unggas biasanya diabaikan sehingga energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses dan urin (NRC, 1994). Banyaknya feses tergantung pada kuantitas bahan yang tidak tercerna seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Anggorodi, 1985). Menurut Wolynetz dan Sibbald (1984), energi metabolis dapat dinyatakan dengan empat peubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), energi metabolis murni (EMM), dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). Salah satu faktor lain yang mempengaruhi nilai energi metabolis selain kandungan energi bruto dalam ransum adalah kandungan polisakarida non pati yang termasuk ke dalam fraksi serat kasar, hal ini dapat dilihat pada penelitian Maria (2003) yang melakukan pengukuran energi metabolis terhadap ayam broiler yang diberi ransum daun talas. Pengujian ini dilakukan karena kandungan energi bruto daun talas yang tinggi yaitu 3966 kkal/kg dan protein kasar sebesar 16,48%. Kandungan energi bruto yang tinggi ini dapat memenuhi kebutuhan energi pada ayam broiler, akan tetapi tingginya kandungan serat kasar pada daun talas yaitu 17,33% dapat memberikan dampak yang negatif terhadap metabolisme energi dalam tubuh ayam broiler. Hasilnya diperoleh nilai retensi nitrogen yang negatif, yaitu 0,22 gram, dan nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn berturut-turut adalah 2393; 2455; 3042; dan 3104 kkal/kg. Penelitian lain yang dilakukan untuk mengukur energi metabolis suatu bahan pakan dilakukan oleh Kurniasari (2003) terhadap ayam kampung. Ransum mengandung
bungkil
inti
sawit
dengan
kandungan
serat
kasar
14,04%
mengakibatkan penurunan nilai RN, EMS, EMSn, EMM, dan EMMn meskipun tidak
berbeda nyata. Beberapa perbandingan nilai energi metabolis semu ekskreta dengan energi metabolis pada ransum yang kandungan serat kasarnya tinggi diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2.
Beberapa Perbandingan Nilai Energi Metabolis Semu (EMS) dengan Energi Metabolis (EM) Ransum dengan Kandungan Serat Kasar (SK) Ransum yang Tinggi *
Dinata (2003)
)
SK (%)
EMS (kkal/kg)
EM (kkal/kg)
EMS/EM
R1
11,17
2223,52
3812
0,5833
R2
9,51
2419,32
3999
0,6050
R3
10,25
2414,20
3948
0,6115
R4
11,13
2276,73
3912
0,5820
Rata-rata = 0,5954 ± 0,0150 Wardani (2004)
P1
6,67
2214
3845
0,5758
P2
6,67
2690
3842
0,7002
P3
6,67
2768
3905
0,7088
P4
6,67
2815
3842
0,7327
P5
6,67
2660
3739
0,7114
P6
6,67
2415
3648
0,6620
P7
6,67
2628
3904
0,6732
P8
6,67
2736
3845
0,7116
P9
6,67
2349
3832
0,6130
Rata-rata = 0,6765 ± 0,0520 Maria (2003) Kurniasari (2003)
17,33
2393
4561,77
0,5246
R1
7,31
3360,06
4395,47
0,7644
R2
7,32
3613,94
4395,47
0,8222
R3
14,04
3024,62
4377,57
0,6909
R4
14,05
2670,69
4377,57
0,6101
Rata-rata = 0,7219 ± 0,0919 Suardi (2002)
R1
6,07
2755,30
3867
0,7125
R2
6,12
2817,66
3806
0,7403
R3
6,39
2967,78
3801
0,7808
R4
6,59
2870,48
3788
0,7578
Rata-rata = 0,7479 ± 0,0288
Keterangan : * ) = Perlakuan : Dinata (2003)
= R1 (Dedak gandum tanpa penambahan enzim), R2 (Dedak gandum dengan penambahan enzim yang diproduksi oleh Aspergillus niger), R3 (Dedak gandum dengan penambahan enzim yang diproduksi oleh Trichoderma viride), dan R4 (Dedak gandum dengan penambahan enzim komersil). Wardani (2004) = P1 (Pakan dengan hasil olahan dengan 0 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 60°C), P2 (Pakan dengan hasil olahan dengan 0 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 80°C), P3 (Pakan dengan hasil olahan dengan 0 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 100°C), P4 (Pakan dengan hasil olahan dengan 620 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 60°C), P5 (Pakan dengan hasil olahan dengan 620 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 80°C), P6 (Pakan dengan hasil olahan dengan 620 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 100°C), P7 (Pakan dengan hasil olahan dengan 1240 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 60°C), P8 (Pakan dengan hasil olahan dengan 1240 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 80°C), dan P9 (Pakan dengan hasil olahan dengan 1240 U/kg enzim dan suhu steam pelleting 100°C). Maria (2003) = Perlakuan hanya 1 ransum menggunakan daun talas. Kurniasari (2003) = R1 (ransum kontrol), R2 (R1 + enzim 0,1%), R3 (ransum kontrol yang mengandung bungkil inti sawit 25%), dan R4 (R3 + enzim 0,1%). Suardi (2002) = R1 (ransum yang mengandung 10% gaplek), R2 (R1 + 1% probiotik starbio), R3 (ransum yang mengandung gaplek yang telah dicampur dengan cairan rumen (w/v = 1/1)), dan R4 (ransum yang mengandung gaplek fermentasi (tape)).
Jika polisakarida non pati dalam serat kasar dapat dicerna, maka akan meningkatkan ketersediaan energi dalam ransum dan meningkatkan energi metabolis ransum. Pencernaan polisakarida non pati dapat terjadi dengan bantuan enzim penghidrolisa polisakarida non pati. Dapat dilihat pada penelitian Dinata (2003) yang melakukan pengukuran energi metabolis dan retensi nitrogen terhadap ayam broiler yang diberi pakan dedak gandum hasil olahan enzim yang diproduksi jamur Aspergillus niger dan Trichoderma viride. Nilai EMSn dan EMMn perlakuan dedak gandum dengan penambahan enzim yang diproduksi A. Niger (serat kasar 9,51%) dan perlakuan dedak gandum dengan penambahan enzim yang diproduksi T. viride (serat kasar 10,25%) sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dedak gandum (serat kasar 11,17%) dan perlakuan dedak gandum dengan penambahan enzim komersial (serat kasar 11,13%). Dusel et al. (1998) melaporkan bahwa nilai EMSn ransum broiler semakin meningkat pada ransum yang mengandung pollard (2,5% serat kasar dalam ransum) dengan penambahan enzim xilanase (6000 IU/g xilanase + 2000 IU/g protease) dan dapat meningkatkan kecernaan nutrien. Wardani (2004) melaporkan bahwa nilai EMS, EMSn, EMM, EMMn dan RN tidak dapat ditingkatkan pada ransum yang mengandung wheat pollard 35% (6,67% serat kasar dalam pakan) dengan
penambahan dosis enzim cairan rumen (620 dan 1240 U/kg) atau steam pelleting (60, 80 dan 100°C), tetapi nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn dapat meningkat pada kombinasi perlakuan dosis enzim 620 U/kg dan steam pelleting 60°C dengan nilai berturut-turut 2815; 2810; 3181; dan 3175 kkal/kg.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB pada kegiatan pemberian ransum perlakuan terhadap ternak percobaan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kimia Pangan, Pusat Antar Studi Universitas (PAU) IPB untuk pembuatan isolat, menguji aktivitas dan kadar protein ekstrak kasar enzim xilanase. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Januari sampai bulan Agustus 2007.
Materi Penelitian Ternak Penelitian ini menggunakan ayam broiler strain Ross berumur 5 minggu sebanyak 16 ekor dengan rataan bobot badan 1,63 ± 0,14 kg. Dua belas ekor ayam digunakan untuk pengukuran energi metabolis dan 3 ekor ayam digunakan untuk pengukuran energi endogenous.
Ransum Bahan pakan yang digunakan untuk membuat ransum dalam penelitian ini adalah jagung kuning, pollard, tepung ikan, bungkil kedelai, crude palm oil (CPO) dan CaCO3. Ransum disusun berdasarkan nilai nutrisi yang umumnya digunakan dalam ransum komersil, dengan kandungan energi 2900 kkal/kg dan protein kasar sebesar 21%. Komposisi dan kandungan zat nutrisi ransum perlakuan ditampilkan pada Tabel 3.
Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan untuk analisis aktivitas enzim xilanase antara lain oat spelt xylan, bufer tris-HCl, 3,5-dinitro salycilic acid (DNS), NaOH, Na-K tartrat, xilosa, dan aquades. Analisis kadar protein enzim xilanase menggunakan
bahan kimia, yaitu coomassie briliant blue G-250 (CBB), bovine serum albumine (BSA), dan aquades. Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Perlakuan Bentuk Ransum
Mash
Enzim Xilanase
Pellet
0%
1%
0%
1%
Jagung
35,6
35,6
35,6
35,6
Pollard
30
30
30
30
Tepung ikan
12
12
12
12
Bungkil kedele
14
14
14
14
Minyak/CPO
7,8
7,8
7,8
7,8
CaCO3
0,6
0,6
0,6
0,6
100
100
100
100
81,884
81,884
86,38*
85,48*
2904
2904
2904
2904
Protein Kasar (%)
21,102
21,102
20,43*
20,51*
Lemak Kasar (%)
11,293
11,293
9,71*
8,76*
Serat Kasar (%)
5,147
5,147
6,69*
6,49*
Ca (%)
0,931
0,931
0,931
0,931
Ptersedia (%)
0,502
0,502
0,502
0,502
Komposisi Ransum Perlakuan
Jumlah =
Kandungan Zat Nutrisi Ransum Perlakuan Bahan Kering (%) Energi Metabolis (kkal/kg)
Keterangan : *) Hasil analisis Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.
Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan selama penelitian adalah kandang metabolis berukuran 52 x 25 x 45 cm sebanyak 16 buah. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum serta plastik penampung ekskreta. Peralatan lain yang digunakan antara lain: mesin pellet kering, timbangan, mortar, freezer, spoit, kalorimeter bomb, oven 60ºC, oven 105ºC, spektrofotometer, pH meter, sentrifuse, labu erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, sprayer, vortex, pengaduk stirer, pipet volumetrik, pipet mikro, bulp, dan alat penunjang lainnya.
Rancangan Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama terdiri atas 2 bentuk pakan (mash dan
pellet), faktor kedua terdiri atas 2 level enzim (0% dan 1%). Masing-masing ulangan terdiri atas 1 ekor ayam. Enzim xilanase yang digunakan adalah ekstrak kasar enzim xilanase yang diperoleh dari isolat tongkol jagung busuk. Perlakuan dalam penelitian adalah sebagai berikut : R1 = ransum + 0% xilanase bentuk mash (tepung) R2 = ransum + 1% xilanase bentuk mash (tepung) R3 = ransum + 0% xilanase bentuk pellet R4 = ransum + 1% xilanase bentuk pellet Model matematik dari rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993) :
Yijk = μ + α i + β j + (αβ )ij + ε ijk Keterangan : Yij
= respon percobaan dari perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j
μ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh perlakuan ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan ke-i dengan perlakuan ke-j εijk
= pengaruh eror (galat) perlakuan Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (analyses of
variance/ANOVA) dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
Peubah yang Diukur 1. Berat Ekskreta (gram) Berat ekskreta diperoleh setelah ekskreta dikeringkan dalam oven 60ºC. 2. Energi Bruto Ransum dan Ekskreta/EB (kkal/kg) Energi bruto ransum dan ekskreta diperoleh dari analisis energi menggunakan bomb kalorimeter.
3. Konsumsi Energi/KE (g) Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah pakan perlakuan yang dikonsumsi dengan kandungan energi bruto pakan. 4. Ekskresi Energi/EE (kkal) Ekskresi energi diperoleh dari perkalian berat ekskreta (BE) dengan energi bruto ekskreta (EB). EE (kkal) = BE x EB 5. Konsumsi Nitrogen/KN (gram) Konsumsi nitrogen merupakan hasil perkalian dari jumlah ransum yang dikonsumsi (K) dengan kandungan nitrogen ransum (N). KN (gram) = K x N 6. Nitrogen Ekskreta/Ne (gram) Nitrogen ekskreta diperoleh dari analisis nitrogen dengan metode Kjeldahl. 7. Ekskresi Nitrogen/EN (gram) Nilai ekskresi nitrogen merupakan hasil perkalian berat ekskreta (E) dengan kandungan nitrogen ekskreta (Ne). EN (gram) = E x Ne 8. Retensi Nitrogen/RN (gram) Retensi nitrogen menunjukkan nilai nitrogen yang digunakan oleh tubuh ternak. Nilai ini dapat diperoleh dari selisih antara nilai konsumsi nitrogen (KN) dengan nilai nitrogen yang diekskresikan (EN) setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous (ENE). RN (gram) = KN – (EN – ENE) 9. Rasio EMS/EB Rasio EMS/EB menunjukkan besarnya energi bruto yang dapat dimetabolis. Nilai persentasenya diperoleh setelah mengalikan rasio EMS/EB dengan 100%. Berdasarkan peubah di atas, maka energi metabolis dapat dihitung menggunakan rumus (Wolynetz dan Sibbald, 1984) : a. Energi Metabolis Semu/EMS (kkal/kg)
EMS =
(EB × X ) − (EBe × Y ) X
b. Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen/EMSn (kkal/kg) EMSn =
(EB × X ) − [(EBe × Y ) + (8,22 × RN )] X
c. Energi Metabolis Murni/EMM (kkal/kg) EMM =
(EB × X ) − [(EBe × Y ) − (EBk × Z )] X
d. Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen /EMMn (kkal/kg) EMMn =
(EB × X ) − [(EBe × Y ) − (EBk × Z ) + (8,22 × RN )] X
Keterangan : EB = Energi bruto ransum (kkal/kg) EBe = Energi bruto ekskreta (kkal/kg) EBk = Energi bruto endogenous (kkal/kg) X
= Konsumsi ransum (g)
Y
= Berat ekskreta ayam yang diberi ransum perlakuan (g)
Z
= Berat ekskreta ayam yang dipuasakan (g)
RN = Retensi nitrogen 8,22 = Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/kg) (Sibbald, 1980)
Prosedur Pembuatan Isolat Enzim Xilanase (Setyawati, 2006)
Isolasi mikroba dilakukan dari tongkol jagung busuk. Tongkol jagung tersebut dihancurkan dan dimasukkan ke dalam air aquades steril. Sebanyak 1,0 ml suspensi mikroba diinokulasi ke dalam 25 ml media cair oat spelt xylan 0,7% dan diinkubasi menggunakan sheaker selama satu hari. Hasil kultivasi disebarkan ke media padat sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan spreader dan diinkubasi selama dua hari. Seleksi koloni dilakukan secara bertahap sampai diperoleh isolat murni berdasarkan zona bening yang dihasilkan di sekeliling koloni. Galur-galur yang mempunyai kemampuan menghasilkan xilanase ditumbuhkan pada media agar miring, kemudian diawetkan dalam gliserol 50% dan disimpan pada suhu -20°C.
Komposisi media yang digunakan untuk mengisolasi mikroba penghasil xilanase dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Media Pertumbuhan Xilanase Substrat
Komposisi Media (% b/v)
Yeast extract
0,2
K2HPO4
1,5
MgSO4.7H2O
0,025
Oat spelt xylan
0,7
NaCl
0,25
NH4Cl
0,5
Na2HPO4
0,5
pH
7,0
Sumber : Dung et al. (1993) dalam Setyawati (2006)
Seleksi isolat penghasil xilanase terbaik dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim ekstrak kasar (supernatan). Ekstrak kasar enzim untuk pengujian aktivitas xilanase diperoleh dari hasil sentrifuse inokulum masing-masing isolat. Metode inokulasi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara memasukkan sebanyak satu ose masing-masing isolat ke dalam 25 ml media cair oat spelt xylan 0,7% dalam erlenmeyer 100 ml dan dengan cara memasukkan 10% inokulum starter masingmasing isolat yang memiliki OD 0,600 ke dalam 10 ml media cair oat spelt xylan 0,7% dalam tabung reaksi. Media inokulum starter yang digunakan adalah Luria Broth yang terdiri atas tryptone 1%, yeast extract 1%, dan NaCl 1%. Inkubasi dilakukan di dalam penangas air bergoyang selama 18 jam pada suhu 37°C. Isolat yang memiliki aktivitas enzim yang paling tinggi dipilih untuk digunakan dalam penelitian lebih lanjut.
Analisis Aktivitas Enzim Xilanase
Analisis aktivitas enzim xilanase dilakukan terhadap ekstrak kasar enzim xilanase sebelum enzim dicampurkan ke dalam ransum, terhadap ransum mash yang telah ditambahkan ekstrak kasar enzim xilanase, dan terhadap ransum pellet yang telah ditambahkan ekstrak kasar enzim xilanase. Pengukuran aktivitas ekstrak kasar
enzim xilanase dalam ransum yang telah berbentuk mash dan pellet dilakukan dengan cara melarutkan ransum ke dalam larutan bufer tris-HCl. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sentrifuse lalu diambil supernatannya untuk analisa aktivitas enzim xilanase. Pengujian aktivitas enzim xilanase dilakukan dengan metode Miller (1959) yang telah dimodifikasi. Modifikasi dilakukan pada perbandingan antara substrat, bufer dan enzim pada larutan reaksi, serta jumlah pereaksi. Aktivitas xilanase ditentukan dengan mengukur gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis 0,5 ml oat spelt xylan (0,5% dalam 50 mM bufer tris-HCl pH 7,5) oleh 0,05 ml enzim pada suhu 70°C selama 30 menit. Banyaknya gula pereduksi diukur dengan menggunakan metode DNS secara spektrofotometri (λ = 550 nm). Satu unit aktivitas enzim xilanase menunjukkan μmol xilosa yang dihasilkan per menit untuk setiap ml enzim atau mg protein. Standar xilosa dibuat pada kisaran 0-1 mg xilosa/ml dari stok 1000 ppm. Sebanyak 0,5 ml masing-masing larutan standar dicampur dengan 0,5 ml aquades, kemudian ditambah 1 ml pereaksi DNS. Tabung dimasukkan dalam penangas air mendidih selama 15 menit, kemudian didinginkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Rumus aktivitas enzim adalah : Aktivitas enzim (U/ml) = (Cs − Ck ) × 1000 BMxilosa × T × VE Keterangan : Cs
= konsentrasi xilosa sampel (mg/ml)
Ck
= konsentrasi xilosa kontrol (mg/ml)
BM xilosa
= 150,3 mg/mmol
T
= waktu inkubasi reaksi enzim (menit)
VE
= volume enzim yang ditambahkan (ml)
Penentuan Kadar Protein Enzim Xilanase
Penentuan kadar protein dilakukan terhadap enzim xilanase sebelum enzim ditambahkan ke dalam ransum. Pengujian kadar protein enzim xilanase dilakukan dengan metode Bradford (1976). Sebanyak 100 μl enzim direaksikan dengan 2,5 ml
pereaksi coomassie briliant blue G-250 (CBB), kemudian dicampur hingga homogen dan didiamkan selama 5 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan 2,5 ml pereaksi CBB. Standar protein menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran 0-350 μl protein/μl dari stok BSA 1000 μl.
Pembuatan Ransum Bentuk Mash dan Pellet
Seluruh bahan pakan yang digunakan, kecuali CPO, digiling terlebih dahulu menjadi bentuk mash. Ransum perlakuan mash tanpa enzim xilanase dibuat dengan cara mencampur semua bahan pakan hingga homogen. Sebagian ransum mash tanpa enzim tersebut lalu dimasukkan ke dalam mesin pellet sehingga diperoleh ransum pellet tanpa enzim. Ransum mash yang mendapat perlakuan enzim xilanase dibuat dengan cara menambahkan enzim xilanase ke dalam pollard terlebih dahulu dengan cara disemprot, kemudian dicampur hingga homogen. Semua bahan pakan, termasuk pollard yang telah ditambahkan enzim kemudian dicampur hingga homogen sehingga diperoleh ransum mash yang mengandung enzim xilanase. Sebagian ransum mash dengan enzim tersebut lalu dimasukkan ke dalam mesin pellet kering sehingga diperoleh ransum pellet yang mengandung enzim xilanase. Alur pembuatan ransum penelitian ditampilkan pada Gambar 2.
Pengukuran Energi Metabolis
Energi metabolis pakan diukur dengan menggunakan metode Wolynetz dan Sibbald (1984). Ayam berumur 5 minggu diadaptasikan dahulu dengan pakan perlakuan selama empat hari. Ayam tersebut dipuasakan selama 24 jam untuk mengosongkan isi saluran pencernaan sebelum diberi perlakuan, sehingga ekskreta yang dihasilkan pada saat koleksi seluruhnya berasal dari ransum yang diberikan setelah pemuasaan. Pakan perlakuan diberikan sebanyak 30 gram dengan metode force feeding (dicekok). Pengukuran energi metabolis feses dan urin endogenous dilakukan pada 4 ekor ayam dengan tetap dipuasakan selama 24 jam tetapi air minum diberikan ad libitum. Ayam ditempatkan dalam kandang metabolis yang dilengkapi dengan alat penampung ekskreta. Setiap ayam yang diberi pakan perlakuan dan yang dipuasakan dikumpulkan ekskretanya selama 24 jam.
Ekskreta yang terkumpul ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam. Selanjutnya ekskreta dibiarkan dalam suhu ruang sampai mencair lalu ditimbang dan dikeringkan pada suhu 60ºC selama 48 jam. Ekskreta kemudian dihaluskan dan dibersihkan dari bulu, lalu dilakukan analisis kadar air, analisis energi bruto menggunakan bomb kalorimeter dan analisis protein menggunakan metode Kjeldahl. Alur pelaksanaan penelitian ditampilkan pada Gambar 3.
Dicampur hingga homogen
Jagung Tepung ikan Bk. Kedele CPO CaCO3 Pollard Enzim xilanase
Dicampur hingga homogen Campuran pollard + enzim
Dimasukkan ke dalam mesin pellet
Diperoleh pakan mash tanpa enzim
Diperoleh pakan pellet tanpa enzim
Dicampur hingga homogen
Dimasukkan ke dalam mesin pellet
Diperoleh pakan pellet + enzim
Gambar 2. Alur Pembuatan Ransum
Diperoleh pakan mash + enzim
20 ekor ayam broiler Adaptasi (4 hari) Pemuasaan (24 jam)
4 ekor ayam tetap dipuasakan (24 jam)
16 ekor ayam dicekok pakan perlakuan (@ 30 g)
Biarkan selama 24 jam
Ekskreta
Dikumpulkan dan ditimbang Dibekukan selama 24 jam Dicairkan pada suhu ruang Dioven 600 C selama 24 jam Dihaluskan Dibersihkan dari kotoran dan bulu Analisa kadar air, energi bruto dan protein kasar Perhitungan energi metabolis
Gambar 3. Alur Pengukuran Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Enzim Xilanase
Ekstrak kasar enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini memiliki aktivitas sebesar 24,6901 U/ml dan kadar proteinnya sebesar 0,2187 mg/ml, sehingga aktivitas relatif enzim xilanase tersebut sebesar 112,8944 U/mg protein. Ransum dengan tambahan 1% enzim xilanase tanpa melalui proses pelleting menunjukkan aktivitas enzim xilanase yang sangat kecil. Hasil pengukuran aktivitas ekstrak kasar enzim xilanase pada ransum mash yang telah ditambahkan 1% enzim xilanase sebesar 0,4785 U/ml, sedangkan pada ransum pellet yang ditambahkan 1% enzim xilanase bernilai 0,9836 U/ml. Dalam beberapa hal, penambahan xilanase ke dalam pakan ternak bekerja sebelum pakan dikonsumsi oleh ternak. Enzim xilanase langsung bekerja menghidrolisa xilan setelah dicampurkan ke dalam ransum, sehingga kadar enzim xilanase akan semakin berkurang sejalan dengan kinerjanya. Artinya, semakin banyak enzim xilanase yang digunakan untuk menghidrolisa xilan, maka ketersediaan enzim tersebut akan semakin berkurang. Hal ini diketahui dengan menurunnya aktivitas enzim xilanase yang diukur dalam ransum, baik pada ransum mash maupun ransum pellet. Ransum mash memiliki kadar air lebih tinggi (14,48%) dibandingkan ransum pellet (12,28%), karena proses pelleting pada ransum pellet mengakibatkan penurunan kadar air dalam ransum. Enzim xilanase bekerja menghidrolisa xilan dengan bantuan air, jadi semakin tinggi kadar air ransum maka enzim xilanase akan bekerja lebih baik. Berdasarkan nilai kadar air kedua bentuk ransum, dapat diketahui bahwa enzim xilanase bekerja lebih baik pada ransum bentuk mash.
Ekskresi Energi
Banyaknya energi yang dicerna oleh tubuh ternak dapat diketahui dengan menghitung jumlah konsumsi energi yang berasal dari ransum yang diberikan dengan jumlah energi yang dikeluarkan. Rataan besarnya konsumsi energi dan ekskresi energi ransum perlakuan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Nilai Konsumsi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan Bentuk Ransum
Enzim Xilanase (%)
Konsumsi Energi (kkal/kg)
Ekskresi Energi (kkal/kg)
Mash
0
129,93
37,81 ± 4,04
Mash
1
129,93
40,94 ± 7,82
Pellet
0
116,76
48,28 ± 11,57
Pellet
1
119,23
43,33 ± 6,34
Berdasarkan analisis statistik, maka diperoleh bahwa perlakuan bentuk ransum, pemberian ekstrak kasar enzim xilanase, dan interaksi antara kedua perlakuan tidak nyata (P>0,05) menurunkan besarnya energi yang diekskresikan. Dengan demikian pemberian ekstrak kasar enzim xilanase baik pada ransum bentuk mash maupun ransum pellet tidak mempengaruhi nilai ekskresi energi secara nyata. Nilai ekskresi energi ransum perlakuan bentuk pellet tidak berbeda dengan nilai ekskresi energi pada ransum perlakuan bentuk mash, berarti bahwa proses pelleting ransum tidak dapat meningkatkan penggunaan energi ransum, meskipun dengan penambahan ekstrak kasar enzim xilanase. Enzim xilanase yang ditambahkan ke dalam ransum perlakuan tidak mampu meningkatkan degradasi polisakarida non pati, yaitu xilan yang ada di dalam ransum, sehingga ketersediaan energi dalam ransum untuk dicerna oleh tubuh ternak tidak bertambah, dan kandungan energi dalam ekskreta tidak berkurang. Ini dapat terjadi karena kurang optimalnya kinerja dari enzim xilanase yang ditambahkan ke dalam ransum.
Energi Metabolis Ransum
Nilai energi metabolis semu (EMS) dan energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) ransum perlakuan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7, sedangkan nilai energi metabolis murni (EMM) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) ransum perlakuan disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 6. Rataan Nilai EMS Ransum Perlakuan (kkal/kg) Bentuk Ransum
Rata-rata
Enzim Xilanase 0%
1%
Mash
2514,57 ± 110,25
2429,04 ± 213,39
2471,805 a
Pellet
1971,62 ± 333,09
2162,67 ± 180,74
2067,145 b
2243,095
2295,855
2269,475
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 7. Rataan Nilai EMSn Ransum Perlakuan (kkal/kg) Bentuk Ransum
Rata-rata
Enzim Xilanase 0%
1%
Mash
2361,55 ± 77,44
2270,48 ± 165,97
2316,015 a
Pellet
1930,99 ± 266,90
2077,03 ± 149,00
2004,01 b
2146,27
2173,755
2160,0125
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 8. Rataan Nilai EMM Ransum Perlakuan (kkal/kg) Bentuk Ransum
Rata-rata
Enzim Xilanase 0%
1%
Mash
2861,22 ± 110,25
2775,68 ± 213,39
2818,45 a
Pellet
2337,29 ± 333,09
2524,53 ± 180,74
2430,91 b
2599,255
2650,105
2624,68
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 9. Rataan Nilai EMMn Ransum Perlakuan (kkal/kg) Bentuk Ransum
Rata-rata
Enzim Xilanase 0%
1%
Mash
2604,98 ± 77,44
2513,91 ± 165,97
2559,445 a
Pellet
2187,79 ± 266,90
2331,16 ± 149,00
2259,475 b
2396,385
2422,535
2409,46
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Berdasarkan analisis statistik, diperoleh bahwa interaksi antara perlakuan bentuk ransum dengan pemberian ekstrak kasar enzim xilanase tidak nyata mempengaruhi nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn. Pemberian ekstrak kasar enzim xilanase sebanyak 1% pada ransum bentuk mash dan pellet tidak dapat mendegradasi polisakarida non pati dalam ransum secara optimal untuk meningkatkan nilai energi metabolisnya. Berbeda dengan percobaan yang dilakukan oleh Silversides dan Bedford (1999) yang menunjukkan bahwa 2.626 U/g enzim xilanase, baik dalam bentuk cairan atau serbuk kering yang ditambahkan ke dalam ransum broiler berbasis pollard sebelum ataupun setelah proses pelleting secara nyata memperbaiki viskositas saluran pencernaan, sehingga meningkatkan efektivitas penggunaan ransum. Aktivitas ekstrak kasar enzim xilanase sebesar 24,6901 U/ml
yang digunakan dalam penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan aktivitas enzim yang digunakan oleh Silversides dan Bedford (1999). Bahkan setelah melalui proses pelleting ransum, aktivitas ekstrak kasar enzim xilanase semakin menurun hingga mencapai nilai 0,9836 U/ml. Nilai aktivitas ekstrak kasar enzim xilanase yang rendah ini tidak optimal untuk memecah xilan sehingga tidak menambah ketersediaan energi bagi ternak. Aktivitasnya yang tidak optimal ini menyebabkan penambahan ekstrak kasar enzim xilanase baik pada ransum mash maupun pada ransum yang diolah dengan mesin pelleter tidak berbeda nyata terhadap nilai energi metabolisnya dibandingkan tanpa pemberian enzim. Rataan nilai EMS, EMSn, EMM dan EMMn ransum bentuk mash nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan ransum bentuk pellet, hal ini terkait dengan proses pelleting yang dilakukan pada ransum bentuk pellet. Pengolahan ransum melalui proses pelleting tidak mempunyai pengaruh terhadap efisiensi penggunaan energi oleh ternak. Ini dapat terjadi akibat suhu pada proses pelleting yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan beberapa zat nutrisi dalam pakan di antaranya kerusakan pada struktur bagian luar dari protein dan karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam ransum, sehingga apabila karbohidrat tersebut mengalami kerusakan maka ketersediaan energi dalam ransum akan berkurang. Selain itu, rendahnya aktivitas ekstrak kasar enzim xilanase menyebabkan tidak optimalnya kinerja dari enzim tersebut, sehingga tidak ada perbedaan nilai energi metabolis antara perlakuan ransum tanpa enzim dengan ransum yang ditambahkan enzim xilanase.
Nilai EMM yang lebih besar dari EMS disebabkan oleh energi endogenous yang diperhitungkan sebagai faktor koreksi pada EMM (Sibbald, 1980). Energi endogenous terdiri dari metabolic faecal dan endogenous urinary yang berasal dari katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan sebagian berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen. EMS tidak memperhitungkan metabolic faecal dan endogenous urinary. Nilai EMSn dan EMMn merupakan nilai energi metabolis yang dikoreksi dengan nilai retensi nitrogen, sehingga nilainya lebih kecil dari EMS dan EMM (Wolynetz dan Sibbald, 1984). Nilai EMSn dan EMMn yang lebih rendah dari EMS dan EMM ransum uji disebabkan oleh adanya faktor koreksi nitrogen yang diretensi tubuh. Rataaan nilai retensi nitrogen ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan (gram) Bentuk Ransum
Enzim Xilanase (%)
RN endogenus
RN
Mash
0
1,36 ± 0,05
0,90 ± 0,05
Mash
1
1,17 ± 0,21
0,71 ± 0,21
Pellet
0
0,63 ± 0,28
0,17 ± 0,28
Pellet
1
0,83 ± 0,14
0,37 ± 0,14
Menurut McDonald et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein kasar sangat bervariasi, tergantung pada jenis ternak, umur, dan faktor genetik (NRC, 1994), bahan pakan (Wahju, 1997), serta kualitas protein dari bahan pakan (Dinata, 2003).
Rasio EMS/EM
Persentase energi bruto yang dimetabolis oleh tubuh ternak dapat diketahui dengan membandingkan nilai EMS dengan energi metabolis (EM) ransum. Nilai rasio EMS/EM penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Rasio dan Persentase EMS/EMPerlakuan Bentuk Ransum
Enzim EMS Xilanase (%) (kkal/kg)
EM (kkal/kg) (% bk)
Rasio EMS/EM
Persentase EMS/EM (%)
Mash
0
2514,57
3546,48
0,7090
70,90
Mash
1
2429,04
3546,48
0,6849
68,49
Pellet
0
1971,62
3361,89
0,5865
58,65
Pellet
1
2162,67
3397,29
0,6366
63,66
Besarnya energi bruto ransum yang dimetabolis oleh ayam broiler pada penelitian ini berkisar antara 58-70%. Rasio EMS/EM ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Wardani (2004) yang nilainya berkisar antara 57-73%, dan lebih besar jika dibandingkan dengan rasio EMS/EM pada penelitian yang dilaporkan oleh Dinata (2003) yang nilainya 58-61%, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan Kurniasari (2003) dan Suardi (2002) yang nilainya berturut-turut berkisar antara 6182% dan 71-78% (Tabel 2.). Dengan demikian, jumlah ransum yang dapat dimetabolis oleh tubuh ternak pada penelitian ini hampir sama banyaknya dengan ransum berbasis wheat pollard yang mendapat penambahan enzim cairan rumen + perlakuan steam pelleting. Padahal pada penelitian ini hanya menggunakan enzim tunggal, yaitu enzim xilanase, sedangkan pada Wardani (2004) menggunakan enzim cairan rumen yang di dalamnya terdapat berbagai macam enzim seperti amilase, glukanase, hemiselulase, selulase, glukosidase dan xilanase (McDonald et al., 2002), sehingga dapat menghidrolisa polisakarida non pati dalam pakan lebih banyak dibandingkan dengan hanya menggunakan enzim xilanase saja. Selain itu, enzim cairan rumen juga mengandung mikroba pendegradasi serat, yaitu R. flavecaciens, R. albus, dan P. ruminocola (Chesson dan Forsberg, 1997), yang akan ikut membantu mendegradasi serat sehingga dapat menambah ketersediaan energi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Interaksi antara perlakuan ransum bentuk mash maupun bentuk pellet dengan penambahan ekstrak kasar enzim xilanase sebanyak 1% ke dalam ransum tidak mempengaruhi nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn. 2. Penambahan ekstrak kasar enzim xilanase sebanyak 1% ke dalam ransum bentuk mash tidak mempengaruhi nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn. 3. Penambahan ekstrak kasar enzim xilanase sebanyak 1% ke dalam ransum yang mendapat perlakuan proses pelleting dengan suhu mesin pelleter sebesar 65ºC tidak mempengaruhi nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn. 4. Perlakuan ransum bentuk mash mampu meningkatkan nilai EMS, EMSn, EMM, dan EMMn dibandingkan dengan ransum bentuk pellet.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dalam upaya memperoleh sumber enzim xilanase lain yang lebih tahan terhadap panas pada proses pelleting pakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillaahi robbil’alamiin. Puji syukur kepada Allah SWT., penguasa segala cipta, yang senantiasa melimpahkan rahmat, rizqi dan ridho-Nya, serta telah menuntun dan memudahkan penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu terlimpah pada teladan akhlaq mulia, Rasulullah SAW. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah atas dukungan moral maupun materi, atas perjuangan dalam merawat, mendidik, memberikan doa, nasihat dan motivasi, serta senantiasa sabar dan sayang kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing skripsi, Ir. Dwi Margi Suci, MS. dan Ir. Lidy Herawati, MS. atas segala bantuan, waktu, kesabaran, motivasi, bimbingan dan arahan yang diberikan mulai dari penyusunan proposal, seminar, penelitian sampai dengan penyusunan skripsi. Terima kasih penulis sampaikan kepada Indah Wijayanti, S.TP. atas asupan ilmu, bimbingan dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian dan kepada Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr. atas pemikiran dan perbaikan yang dikemukakan pada saat seminar. Terima kasih kepada Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. dan Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. selaku dosen penguji sidang yang banyak memberikan perbaikan, menambah pengetahuan dan pemahaman penulis berkaitan dengan skripsi ini. Terima kasih kepada dosen pembimbing akademik, Ir. Rr. Sri Harini, MS. atas arahan dan motivasi selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan IPB serta kepada seluruh staf pengajar dan laboran khususnya di Fakultas Peternakan IPB atas sumbangsih ilmu yang tak ternilai pada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Swisci atas bantuannya dalam mengolah data. Terima kasih kepada Suri, Risma, Ucup, Gilang, Supra, Nandar, dan kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Amin. Depok, Mei 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. K. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Anggorodi, A. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Annison, G., and M. Choct. 1991. Anti-nutritive activities of cereal non-starch polysaccharides in broiler diets and strategies minimazing their effects. World’s Poult. Sci. J. 47 : 232-242. Bedford, M. R. 1996. Interaction between ingested feed and the digestive system in poultry. J. Appl. Poult. Res. 5: 86-95. Bedford, M. R., and A. J. Morgan. 1996. The use of enzymes in poultry diets. World’s Poult. Sci. J. 52: 61-68. Bedford, M. R., and H. L. Classen. 1992. The influence of dietary xylanase on intestinal viscosity and moleculer weight distribution of carbohydrates in reyfed broiler chick. In: Visser (Ed). Xylans and Xylanases. Elsevier, Amsterdam. P. 361-370. Beg, Q. K., M. Kapoor, L. Mahajan, and G. S. Hoondal. 2001. Microbial xylanases and their industrial applications: A review. Appl. Microbiol. Biotechnol. 56: 326-338. Blanco, A., T. Vidal, J. F. Colom, and F. I. J. Pastor. 1995. Purification and properties of xylanase A from alkali-tolerant Bacillus sp. Strain BP-23. Appl. Environ. Microbiol. 61: 4468-4470. Blanshard, J. M. V. 1979. Polysaccharides in Food. Butterworths, London. Bradford, M. M. 1976. A rapid and sensitive methode for the quantitation of microgram quantities of protein dye binding. Anal. Biochem. 72: 248-254. Chaerudin, I. 2004. Efek enzim cairan rumen pada wheat pollard dan pengolahan ransum steam pelleting terhadap persentase karkas dan organ dalam ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Chaudhary, P., and D. N. Deobagkar. 1997. Purification and characterization of xylanases from Cellulomonas sp. N. C. I. M. 2353. Biotech. Appl. Biochem. 25: 127-133. Chesson, A. and C. W. Forsberg. 1997. The Rumen Microbial Ecosystem. 2nd Ed. Blackie Academic & Profesional. London.
Choct, M., and G. Annison. 1990. Anti-nutritive activity of wheat pentosans in poultry diets. Br. Poult. Sci. 31: 809-819. Debeche, T., N. Cummings, I. Connerton, P. Debeire, and M. J. O’Donohue. 2000. Genetic and biochemical characterization of a highly thermostable α-Larabinofuranosidase from Thermobacillus xylanilyticus. Appl. Environ. Microbiol 66: 1734-1736. Dinata, D. G. 2003. Energi metabolis dan retensi nitrogen dedak gandum hasil olahan enzim yang diproduksi jamur Aspergillus niger dan Trichoderma viride pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dixon, M. and E. C. Webb. 1964. Enzymes. 2nd Ed. Academic Press Inc., Publishers New York. Dusel, G., H. Kluge, and H. Jeroch. 1998. Xylanase supplementation of wheat-based rations for broiler: influence of wheat characteristics. J. Appl. Poultry Res. 7: 119-131. Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia. Review of Physiological Chemistry. 17th Ed. Terjemahan: M. Muliawan. Lange Medical Publications. Los Altos, California. Hughes, R. J. 2003. Energy Metabolism of Chickens : Physiological Limitations. Rural Industries Research and Development Corporation, Australia. Jacobs, M. B., M. J. Gerstein, and W. G. Walter. 1965. Dictionary of Microbiology. D. Van Nostrand Company, Inc., New York. Kulkarni, N., A. Shendye, and M. Rao. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanases. FEMS Microbiol Rev. 23: 411-456. Kurniasari, P. 2003. Nilai EM ransum yang mengandung bungkil inti sawit (BIS) dan enzim pada ayam kampung umur 9 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lázaro, R., M. García, P. Medel, and G. G. Mateos. 2003. Influence of enzymes on performance and digestive parameters of broilers fed rye-based diets. Poultry Science. 82: 132-140. Leeson, S. and J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Books. Guelph, Ontario, Canada. Marbun, P. A. 2003. Preservasi xilanase Bacillus pumilus (PU-4-2) dengan teknik imobilisasi pada pollard dan penambahan kation. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maria, L. 2003. Nilai energi metabolis daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) pada ayam broiler berdasarkan metode Sibbald dan Wolynetz (1985). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition 6th Ed. Longmann Scientific and Technical. New York. Meryandini, A. 2005. Karakterisasi xilanase Actinomycetes asal Indonesia dalam upaya menggali mikro penghasil enzim komersial. Laporan Hibah Bersaing Institut Pertanian Bogor, Bogor. Miller, L. G. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31: 426-428. Nareswari, A. 2007. Enzim xilanase Bacillus licheniformis AQ1: pemekatan, studi termostabilitas dan zimogram. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Ed. National Academy Press, Washington D.C. Parajo, J. C., G. Garrote, J. M. Cruz, and H. Doninguez. 2004. Production of xylooligosaccharides by autohydrolysis of lignocellulosic materials. Elsevier, Trends. in Food Sci. Technol. 15: 115-120. Poultry Indonesia. 2006. Tingkatkan performa ayam dengan enzim xilanase. http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&si d=190. [11 April 2006]. Puls, J., K. Pountanen, H. U. Komer and L. Viikari. 1985. Biotechnical utilization of wood carbohidrates after steaming pretreatment. Appl. Microbio. Biotechnol. 22: 416-423. Rahman, T. 2005. Karakterisasi xilanase dari bakteri termofilik isolat lokal dan Bacillus stearothermophilus DSM 22. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahmanta, A. 2003. Isolasi bakteri termofil penghasil xilanase dan karakterisasi xilanase isolat RT3 dan TR1.8. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Richana, N. 2002. Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di Indonesia. Buletin AgroBio 5 (1): 29-36. Rifai, M. A., N. Sugiri, dan S. Sunitiyono. 1990. Kamus Biologi Fisiologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Riyanto, J., Miswar dan Julinda. 2001. Karakter xilanase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger pada dedak padi. Dalam: Ringkasan Hasil Penelitian Dasar 1998-2000. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. (Abstr.). Rozalina, Y. 2004. Efek suplementasi enzim xilanase dan β-glukanase ke dalam ransum berbasis pollard terhadap performans itik mandalung. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Samadi. 2004. Feed Quality for Food Safety, Kapankah di Indonesia?. Inovasi. Vol. 2/XVI/ November 2004. Setyawati, I. 2006. Produksi dan karakterisasi xilanase mikroba yang diisolasi dari tongkol jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siahaan, H. M. 2003. Karakterisasi xilanase termostabil dari isolat Bacillus sp. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sibbald, I. R. 1980. Metabolic plus endogenous energy and nitrogen losses of adult cockerels : The correction used in bioassay for true metabolizable energy. Poultry Science. 60: 805-811. Silversides, F. G., T. A. Scott, D. R. Korver, M. Afsharmanesh, and M. Hruby§. 2006. A Study on the interaction of xylanase and phytase enzymes in wheatbased diets fed to commercial white and brown egg laying hens. Poultry Science 85: 297–305. Silversides, F. G. and Bedford, M. R. 1999. Effect of pelleting temperature on the recovery and efficacy of a xylanase enzyme in wheat-based diets. Poultry Sci. 78: 1184-1190. Singleton, P. and D. Sainsbury. 2001. Dictionary of Microbilogy and Molecular Biology. 3rd Ed. John Wiley and Sons, New York. Stauffer, C. E. 1989. Enzyme Assays for Food Scientists. An AVI Book. Van Nostrand Reinhold, New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi 2. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suardi, K. 2002. Sifat kimia dan kandungan energi metabolis ransum broiler berbahan baku gaplek yang mendapat perlakuan cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Subramaniyan, S. and P. Prema. 2002. Biotechnology of microbial xylanase: enzymology, molecular biology, and application. Crit. Rev. In Biotechnol. 22(1): 33-64. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Wardani, W. W. 2004. Ketersediaan energi ransum mengandung wheat pollard hasil olahan enzim cairan rumen yang di proses secara steam pelleting pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Williams, P. E. V. 1997. Poultry production and science: future directions in nutrition. World’s Poultry Sci. J. 53: 33-48. Wolynetz, M. S. and I. R. Sibbald. 1984. Relationships between apparent and true metabolizable energy and the effects of a nitrogen correction. Poultry Science. 63: 1386–1399. Yussliprawira, A. S. 2004. Performan ayam broiler yang diberi pakan bentuk pellet berbahan baku wheat pollard hasil olahan enzim cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Ekskresi Energi (kkal/kg) SK
db
JK
Perlakuan Faktor : Bentuk Pakan Enzim Interaksi 2 faktor Eror
3
175,75
1 1 1 8
124,20 2,49 49,06 503,01
Total
11
678,76
KT
F
F,05
F,01
58,58
0,93
4,07
7,59
124,20 2,49 49,06 62,88
1,98 0,04 0,78
5,32 5,32 5,32
11,26 11,26 11,26
Lampiran 2. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (kkal/kg) SK
db
JK
Perlakuan Faktor : Bentuk Pakan Enzim Interaksi 2 faktor Eror
3
556986,23
1 1 1 8
491261,25 8350,71 57374,26 402618,29
Total
11
959604,52
KT
F
F,05
F,01
185662,08
3,69
4,07
7,59
491261,25 8350,71 57374,26 50327,29
9,76* 0,17 1,14
5,32 5,32 5,32
11,26 11,26 11,26
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 3. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (kkal/kg) SK
db
JK
Perlakuan Faktor : Bentuk Pakan Enzim Interaksi 2 faktor Eror
3
336465,86
1 1 1 8
292034,93 2266,17 42164,77 253957,13
Total
11
590422,99
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05)
KT
F
F,05
F,01
112155,29
3,53
4,07
7,59
292034,93 2266,17 42164,77 31744,64
9,20* 0,07 1,33
5,32 5,32 5,32
11,26 11,26 11,26
Lampiran 4. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (kkal/kg) SK
db
JK
Perlakuan Faktor : Bentuk Pakan Enzim Interaksi 2 faktor Eror
3
514117,62
1 1 1 8
450554,59 7758,56 55804,47 402618,29
Total
11
916735,91
KT
F
F,05
F,01
171372,54
3,41
4,07
7,59
450554,59 7758,56 55804,47 50327,29
8,95* 0,15 1,11
5,32 5,32 5,32
11,26 11,26 11,26
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 5. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (kkal/kg) SK
db
JK
Perlakuan Faktor : Bentuk Pakan Enzim Interaksi 2 faktor Eror
3
313220,98
1 1 1 8
269951,54 2050,92 41218,52 253957,13
Total
11
567178,11
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05)
KT
F
F,05
F,01
104406,99
3,29
4,07
7,59
269951,54 2050,92 41218,52 31744,64
8,50* 0,06 1,30
5,32 5,32 5,32
11,26 11,26 11,26