“Itu Kios Ria. Aduh, ada mobil polisi disana. Berhenti disini saja.” Prima berhenti dipinggir jalan sekitar 200 meter dari kios. Suara decitan ban mobilnya menunjukkan betapa rem mobilnya bekerja keras saat itu. Bladug membuka pintu dan berlari mati-matian kearah kios. Beruntunglah, karena Bladug punya kemampuan berlari cepat. Dia bisa menempuh jarak 100 meter hanya dalam waktu 11 detik. Cukup cepat untuk ukuran bukan atlet. Penjaga kios terperangah saat Bladug mengaduk-aduk tong sampah di depannya. Bladug menenmukan stopwatchnya, dan setelah membuang stopwatch satunya, dia minta maaf pada penjaga kios itu dan berlari kembali ke mobil yang menghampirinya dengan merayap. Bladug memandang sekilas kearah warung nasi sebelah kios dan melihat dua polisi sedang makan siang disana. Dia sedikit kesal mengingat dia harus berlari cukup jauh hanya untuk menghindari polisi yang sedang makan siang dengan santai. Dengan wajah masam dia masuk ke dalam mobil. “Next, Marjoram. Tong sampah di lapangan basket. 6 menit.”
“Kita masuk dari pintu utara saja.”kata Prima. Matanya menatap tajam ke depan. Mobilnya sedang berpacu melawan waktu. Prima melajukan mobilnya masuk lewat pintu utara Marjoram, pintu yang harusnya merupakan pintu keluar. dia menghentikan mobil disamping lapangan basket , dan sekali lagi Bladug harus berlari untuk mengaduk tong sampah. Sebelum masuk ke mobil lagi, sambil berlari di tempat, dia masih sempat mengeluarkan uang untuk membeli air minum di kantin. “Haus juga lari-lari terus,’katanya.’Next, pom bensin Hayam wuruk. Tong sampah. 4 menit.” “Empat menit. Gila!” Prima menginjak pedal gas mobilnya dan keluar dari area kampus lewat pintu barat, pintu masuk kampus. Dia harus melindas semak-semak pinggir jalan, untuk menghindari sebuah Vespa dengan spion tinggi yang ingin masuk kampus. Lalu lintas Hayam wuruk kali ini tidak terlalu mendukung. Hampir empat menit ketika mereka sampai di pom bensin. Prima masuk ke pom, tapi lalu langsung menuju pintu keluar karena tong sampahnya ada disana. Bladug melakukan
2
tugasnya dengan cepat dan berhasil mematikan stopwatch diangka 0.2 detik. Dia bersiul melepas ketegangan. “Berikutnya, lapangan renon. Ambil paksa stopwatch dari seorang guru olahraga di dekat lapangan basket. Enam menit. Gila!” “Memang sudah gila sejak awal.”kata Prima. Dia membawa mobilnya masuk kembali ke jalan dengan cepat. “Apa bisa seperti itu? Pakai stopwatch orang lain?”tanya Bladug. “Tanya sama Master Sagu saja.
Menurutku apa saja
mungkin dengan teknologi.”jawab Prima tanpa menoleh. Mereka meluncur dengan cepat. “Cepatlah Prim, bukan hanya untuk game ini, tapi juga untuk nyawa kita.”kata Bladug tegang. Dia menunjuk ke spion, dan disana terlihat sebuah van merah mendekat dengan cepat. “Van merah itu lagi. Aku akan mengalahkannya kali ini.” Prima menginjak pedal gas sampai maksimal, yang menyebabkan dashboard mobilnya yang kuncinya rusak, bergetar keras. “MISIL, ARAH JAM 6!!” teriak Bladug. Dia melompat untuk membanting setir mobil kearah kanan karena Prima
3
tampak bingung. Misil itu akhirnya hanya sempat mengenai bagian samping kiri mobil. Untung tadi lalu lintas dikanan sedang kosong. “Kenapa kau tidak gerakan mobilnya?”Bladug berteriak kesal pada Prima. “Jangan pakai istilah arah jarum jam. Aku agak lama meloading-nya. Pakai kanan-kiri saja. Lagipula jamku kan digital.”Prima masih sempat bercanda dalam kondisi seperti itu. Mereka sekarang ada dijalan Puputan renon, jalan satu arah yang cukup lebar. Lapangan renon sudah tampak di depan. Tempat yang biasa digunakan olahraga dan refresing itu, seperti biasa tampak ramai. Prima berhenti di kanan jalan, di pinggir lapangan, sementara van merah itu berhenti di kiri jalan agak dibelakang. “Yang mana orangnya?”tanya Prima. “Itu. Yang pakai baju hijau. Wah, badannya besar sekali. Apa kau yakin aku harus menghadapinya sendiri?”tanya Bladug “Sudah cepat KELUAR! Kau menghabiskan waktu!”Prima mendorong Bladug dengan kakinya. Dia memandang mobil van merah yang tampaknya penuh berisi orang dan senjata
4
itu. Saat dia mengalihkan pandangannya kearah Bladug, temannya itu terlihat bergumul di tanah dalam usahanya merebut stopwatch yang tergantung di leher sang guru olahraga. Terjangan lutut Bladug kearah dagu lawannya akhirnya menyudahi ronde pendek itu. Dia segera berlari menghindari
massa
yang
berusaha
menangkapnya
,
menerjang beberapa diantaranya bak pemain ruqby. Begitu Bladug masuk ke mobil, Prima menjalankan mobilnya, diikuti van merah itu.
5