NERACA HARA N, P, K PADA BEBERAPA POLA TUMPANGSARI SAYURAN ORGANIK D. Setyorini dan W. Hartatik Balai Penelitian Tanah, Bogor
PENDAHULUAN Dewasa ini penggunaan input kimia dari pupuk dan pestisida kimia pada tanaman sayuran dataran tinggi di Asia cenderung berlebihan sehingga berpotensi untuk menimbulkan polusi lingkungan dan akhirnya berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat. Sebaliknya, cara budidaya secara organik dapat mereduksi pengaruh buruk yang diakibatkan oleh cara budidaya konvensional dengan input tinggi (www.qlif.org). Penilaian yang dilakukan Alfoeldi et al. (2002) menyatakan bahwa sistem pertanian organik unggul dalam berbagai kondisi lingkungan: mencegah penurunan sumberdaya (air, energi, dan hara), berkontribusi meningkatkan stok karbon dalam tanah, berkontribusi positif dalam pengurangan GRK dan meningkatkan biodiversitas pada tingkat yang lebih luas. Senada dengan hal tersebut, Moeskops et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada budidaya sayuran konvensional sangat nyata menurunkan aktivitas mikrobia di dalam tanah yang ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas enzim. Pada daerah tropis beriklim basah seperti di Jawa Barat, budidaya pertanian organik dapat memperbaiki fungsi biologis (keragaman dan aktivitas mikrobia) di dalam tanah dalam waktu sekitar dua tahun. Bending (2002) menunjukkan bahwa terjadi kontras yang sangat nyata antara sistem pertanian organik dan konvensional dalam penilaian kualitas tanah (sifat fisik, kimia dan biologi). Kualitas biologi tanah kebun sayuran organik sangat nyata lebih baik dibandingkan tanah di kebun konvensional, namun hanya terdapat sedikit perbedaan untuk kualitas sifat kimia tanahnya. Dalam sistem budidaya pertanian organik dimana penggunaan input kimia sintetis tidak diperbolehkan, sangatlah penting untuk mengetahui neraca hara (input dan output) agar dapat dinilai tingkat keberlanjutan produktivitas dalam upaya menjaga (maintaining) kesuburan tanah dalam jangka panjang. Hasil analisis neraca hara di 88 kebun organik di sembilan negara sub tropik menunjukkan bahwa telah terjadi surplus N dengan rata-rata 83,2 kgN/tahun dan nilai efisiensi (output/input) penggunaan N sebesar 0,2-0,9. Untuk fosfor (P) dan 17
D. Setyorini dan W. Hartatik
kalium (K) diperoleh neraca positif (3,6 kg P/ha/tahun dan 14,2 kg K/ha/tahun) pada pertanaman hortikultura (Berry et al., 2003). Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat pengelolaan di kebun-kebun organik sangat bervariasi oleh karena itu diperoleh nilai neraca hara yang beragam. Neraca dan hara dan analisa tanah merupakan alat yang baik dalam melakukan penilaian keberlanjutan sistem pertanian organik. Neraca N, P, K di kebun sayuran organik pada tanah Eutric Hapludand Little Farm Cisarua, Lembang menunjukkan neraca positif dan meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanahnya. Pupuk organik yang direkomendasikan adalah kotoran sapi, kambing, kuda takaran 25 t/ha atau kotoran ayam takaran ≥ 20 t/ha atau ditambah dengan hijauan tithonia atau sisa tanaman (Fahmuddin et al., 2009). Sejalan dengan prinsip pemupukan, sumber dan jenis pupuk organik yang ditambahkan dapat berasal dari berbagai sumber dengan jumlah yang mencukupi, namun tidak berlebihan untuk setiap unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Oleh karena itu, perhitungan neraca hara penting untuk dilakukan sebagai salah satu penilaian kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan hara dalam jangka panjang dalam sistem pertanian organik (Dalgaard et al., 2006). Tujuan percobaan ini adalah menghitung neraca hara N, P, K pada empat pola tumpangsari sayuran organik. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di lahan pertanian organik di Permata Hati Farm, Cisarua pada Musim Tanam 2007-2008 dengan empat jenis tumpangsari yang merupakan kombinasi dari sayuran umbi/buah/bunga dengan sayuran daun, yaitu tanaman sayuran brokoli+sawi putih, bit+selada, bawang daun+kembang kol dan wortel+caisim. Sayuran ditanam pada bedengan berukuran 16,8 m2 (2,4 x 7 m) di Permata Hati Farm dengan perlakuan berbagai jenis pupuk organik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas kombinasi antara berbagai sumber pupuk organik (kotoran ayam, sapi, kambing) yang diperkaya dengan bahan alami (P-alam, abu sekam) dan pupuk hayati (MTM). Pada tahun 2007 takaran pupuk organik 25 t/ha/musim dengan bahan pengkaya P-alam 0,1% (20 kg/ha) dan abu sekam 0,25% (25 kg/ha) diberikan pada waktu proses pengomposan. Selama proses pengomposan digunakan Biodec kecuali kontrol. Pupuk hayati (PH) mikroflora tanah multiguna (MTM) takaran 10 kg/ha
18
Neraca Hara N, P, K pada Beberapa Pola Tumpangsari Sayuran Organik
dan biofosfat 200 g/ha diberikan disekitar lubang tanam. Tanaman yang ditanam adalah brokoli dan sawi putih serta bit dan selada head. Pada tahun 2008, perlakuan yang diberikan adalah kombinasi pupuk organik dari kotoran ayam dan hijauan (sisa tanaman, tithonia, batang pisang) dan arang sekam masing-masing dengan takaran 10t/ha dan hijauan tithonia 5 t/ha, batang pisang 1 t/ha, arang sekam 500 kg/ha. Tanaman yang ditumpangsarikan adalah bawang daun dan kembang kol serta wortel dan caisim. Neraca hara sederhana dihitung berdasarkan unsur hara yang hilang (nutrient loss) dan unsur yang ditambahkan (nutrient gain). Unsur hara yang hilang merupakan hara yang terangkut tanaman lewat hasil panen, dihitung dari produksi bahan kering saat panen dikalikan kadar unsur hara dalam biomassa. Sedangkan hara yang masuk (input) berasal dari pupuk organik yang ditambahkan. Neraca hara yang diamati adalah unsur hara N, P, dan K. HASIL DAN PEMBAHASAN Kombinasi tanaman brokoli+sawi putih menyerap hara N, P, K sekitar 1.5-2 kali lebih besar dibanding kombinasi bit+selada, sehingga dengan pemberian pupuk dalam jumlah yang sama pada pola tumpangsari brokoli dan sawi putih akan memberikan sisa hara lebih sedikit. Kombinasi pupuk organik (pukan kambing atau ayam diperkaya abu sekam, tithonia. dan pupuk hayati), memberikan neraca N dan K negatif untuk tumpangsari brokoli+sawi, dan neraca K negatif pada tumpangsari bit+selada head (Tabel 1 dan 2). Hal ini disebabkan produksi biomassa brokoli dan sawi putih jauh lebih tinggi dibandingkan bit dan selada head. Neraca postitif untuk P disebabkan senyawa P di dalam tanah (dalam bentuk orthofosfat) tidak mudah tercuci sehingga karena terfiksasi cukup kuat dengan Al, Fe, Mn atau asam-asam organik. Input pukan ayam dan kambing 25t/ha diperkaya dengan abu sekam 300 kg/ha belum mencukupi kebutuhan N dan K tanaman brokoli dan sawi putih yang ditanam secara tumpangsari, namun untuk bit dan selada sudah sesuai. Tanaman bawang daun dan kembang kol menyerap hara N, P, K lebih banyak dibandingkan wortel dan caisim, hal ini disebabkan karena produktivitasnya yang tinggi (Tabel 3 dan 4). Proporsi antara bunga dan biomassa daun dan batang pada tanaman kembang kol sekitar 1:3, oleh karena itu unsur N dan terserap lebih banyak dibandingkan P. Hal serupa juga dialami tanaman wortel yang menghasilkan biomassa tanaman lebih banyak dibandingkan umbi wortelnya. Mengingat sisa daun tanaman wortel mengandung
19
D. Setyorini dan W. Hartatik
hara yang cukup tinggi, maka sebaiknya dikembalikan lagi ke lahan sebagai kompos sisa tanaman. Serapan hara N, P, K terendah dicapai tanaman caisim karena hanya terdiri atas biomassa saja tanpa buah/bunga/umbi. Kombinasi pupuk organik dari kotoran ayam dan kambing dengan sisa tanaman, tithonia dan arang sekam dengan takaran 10-13 t/ha (diturunkan setengah dari tahun 2007) tidak dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh perhitungan neraca negatif untuk N dan K dalam jumlah yang cukup tinggi. Untuk kombinasi pertanaman seperti ini, takaran pupuk organik hendaknya ditingkatkan menjadi sekitar 15-20 t/ha agar tidak terjadi penurunan produktivitas. Hasil penelitian Wong et al. (1999) memperlihatkan bahwa penambahan 25 t/ha kompos kotoran hewan dapat memberikan hasil kol tertinggi 0,75 t/ha bahan kering. Hasil serupa ditunjukkan oleh Andriest-Rangel et al. (2006) dalam Agus et al. (2009) yang menyatakan bahwa lahan yang dibudidayakan secara konvesional dan pertanian organik selama 18 tahun mengalami neraca K negatif sebesar -21 hingga -60 kg K/ha/tahun pada sistem pertanian konvensional dan -22 sampai -75 kg K/ha/tahun di bawah sistem pertanian organik. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengelolaan hara K sangat dibutuhkan dalam semua sistem pertanian. Sebaliknya, Khai et al. (2007) menunjukkan bahwa sistem pertanian di Hanoi memberikan neraca N positif sebesar 85 sampai 882 kg/ha/ tahun, dan untuk P dan K mengalami surplus P 109-196 kg/ha/tahun dan surplus K 20-306 kg/ha/tahun. Surplus N, P, K ini berbahaya bagi lingkungan karena akan terakumulasikan di badan-badan air yang berisiko terhadap rantai makanan. Neraca hara negatif untuk N dan K memberikan arti bahwa hara yang terangkut keluar lebih tinggi dibandingkan input yang ditambahkan ke lahan. Dalam jangka panjang kondisi ini dapat menguras hara tanah yang berakibat pada penurunan kesuburan tanah. Hara N yang sangat dibutuhkan tanaman, khususnya tanaman sayuran berdaun harus ditambahkan kembali agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Strategi penambahan N dapat melalui rotasi dengan tanaman legum yang mempunyai kemampuan fiksasi N2 udara atau memberikan pupuk hijau dari tanaman legum.
20
Tabel 1. Serapan hara N, P, dan K tanaman brokoli, sawi putih, bit, dan selada head pada percobaan pengelolaan hara pada sayuran organik di Kebun Permata Hati Farm, MT 2007
N
P
Serapan hara sawi putih
K
N
P
Serapan hara selada heed
Serapan hara bit
K
N
P
K
N
P
K
…....…………………………………… kg/ha ……...…………………………….…… 44 6 37 21 3 24 36 4 33 8 2 7 79 13 58 24 6 33 44 7 43 14 3 14 53 7 37 15 3 17 41 4 44 9 2 12 60 11 51 17 6 25 46 6 42 12 2 10 88 9 45 27 4 29 43 4 36 9 2 9 78 12 57 18 6 20 60 9 50 15 4 17
Pukan kambing + abu sekam + PH Pukan ayam + abu sekam + PH Pukan kambing + abu sekam + Tithonia + PH Pukan ayam + sekam + Tithonia + PH Pukan kambing + abu sekam Pukan ayam + abu sekam
Tabel 2. Neraca hara N, P, dan K pada pertanaman brokoli, sawi putih, bit, dan selada head pada percobaan pengelolaan hara pada sayuran organik di Kebun Permata Hati Farm, MT 2007 Perlakuan
Serapan brokoli + sawi N
Pukan kambing + abu sekam + PH Pukan ayam + abu sekam + PH Pukan kambing + abu sekam + Tithonia + PH Pukan ayam + sekam + Tithonia + PH Pukan kambing +abu sekam Pukan ayam + abu sekam
P
K
Serapan bit + selada heed N
P
K
Input pupuk N
P
K
Neraca hara brokoli + sawi N
P
K
Neraca bit + salada heed N
P
K
……………..……………………………… kg/ha ……………..……………………………… 65 9 61 43 5 40 57 29 42 -8 19 -19 14 23 2 103 18 91 57 9 57 60 34 47 -43 16 -44 2 25 -10 68 10 54 50 6 65 60 31 46 -8 21 -8 10 25 -10 77 114 105
17 14 18
76 74 77
58 52 75
8 6 13
52 45 67
62 57 60
37 29 34
50 42 47
-14 -57 -46
20 15 17
-26 -31 -30
5 5 -15
29 23 22
-2 -2 -20
Neraca Hara N, P, K pada Beberapa Pola Tumpangsari Sayuran Organik
Serapan hara brokoli
Perlakuan
21
22
Tabel 3. Serapan hara N, P, dan K tanaman bawang daun, kembang kol, wortel, dan caisim pada percobaan pengelolaan hara pada sayuran organik di Kebun Permata Hati Farm, MT 2008 Serapan bawang daun
Perlakuan
N
P
K
N
P
K
Serapan wortel
Serapan ceisim
N
N
P
K
P
K
…………….….……………………… kg/ha ……………….……………….……… 19 3 31 126 41 175 17 8 40 11 2 13 22 3 31 143 43 169 0 11 55 14 2 11 16 2 23 160 35 173 13 6 33 10 2 12 15 2 25 131 38 170 18 8 41 13 2 11 27 4 35 155 45 195 18 8 46 14 2 10 23 3 30 128 41 153 24 9 34 14 2 11 22 3 29 145 44 161 20 9 36 10 1 8 21 3 23 137 41 173 27 11 45 14 2 11
Tabel 4. Neraca hara N, P, dan K pada pertanaman bawang daun+kembang kol dan wortel+caisim pada percobaan pengelolaan hara pada sayuran organik di Kebun Permata Hati Farm, MT 2008 Perlakuan
Serapan bw daun + kemb. kol N
Pukan ayam + arang sekam Pukan ayam + abu sekam + kirinyu Pukan ayam + Tithonia + sisa tanaman Pukan ayam + Tithonia + bt. piang Pukan ayam Tithonia Pukan ayam Pukan kambing + arang sekam Petani
P
K
Serapan wortel + ceisim N
P
K
Input pupuk N
P
K
Neraca bawang daun kemb. kol
Neraca wortel + ceisim
N
N
P
K
P
K
………………………………….……… kg/ha ……………..……………………………… 134 40 177 28 11 53 96 81 108 -39 41 -69 -67 31 -122 152 42 170 35 13 66 108 82 117 -45 40 -54 -79 27 -120 162 34 157 24 8 45 118 95 125 -44 60 -32 -67 52 -77 135 169 139 154 147
36 45 40 43 40
157 185 156 160 156
31 32 38 29 42
10 10 11 10 13
52 56 44 44 56
115 112 93 83 174
83 82 81 32 58
115 107 104 54 221
-20 -57 -47 -71 27
47 37 41 -11 18
-43 -78 -51 -106 66
-51 36 -95 -89 26 -134 -85 30 -96 -101 -21 -151 -14 4 10
D. Setyorini dan W. Hartatik
Bawang daun Pukan ayam + arang sekam Pukan ayam + arang sekam + kirinyu Pukan ayam +Tithonia + sisa tanaman Pukan ayam + Tithonia + batang pisang Pukan ayam +Tithonia Pukan ayam Pukan kambing + arang sekam Petani
Serapan kembang kol
Neraca Hara N, P, K pada Beberapa Pola Tumpangsari Sayuran Organik
KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan neraca hara N, P, K untuk kombinasi tanaman brokoli + sawi putih, bit + selada head, kembang kol+bawang daun, serta wortel+caisim, dapat disimpulkan bahwa : 1. Tanaman kembang kol dan brokoli dapat digolongkan tanaman yang membutuhkan hara tinggi, bit, wortel, dan sawi putih membutuhkan hara sedang, selada head dan caisim merupakan tanaman yang membutuhkan hara sedikit. Pemilihan jenis tanaman tumpangsari harus mempertimbangkan kebutuhan hara tanaman ini. 2. Kotoran ayam dan kambing yang tidak maupun yang diperkaya dengan abu sekam, fosfat alam, tithonia dapat digunakan sebagai salah satu sumber pupuk organik dalam budidaya pertanian organik apabila takarannya 25 t/ha, apabila takarannya diturunkan menjadi 10-15 t/ha maka memberikan neraca hara N, K negatif. 3. Pada keempat pola tumpangsari, hara P memberikan neraca positif sedangkan N dan K negatif. Perlu dilakukan pengayaan dengan tanaman legum (sumber N) atau abu mineral, sekam (sumber K) agar kebutuhan tanaman tercukupi. DAFTAR PUSTAKA Alfoeldi, T., F. Andreas, G. Uwe, K. Lukas, N. Urs, P. Lukas, S. Matthias, and W. Olga. 2002. Organic agriculture and the environment. In El-hage Scialabba, Nadia, and Caroline, Hattam (Eds.). Organic Agriculture, Environment and Food Security, Food and Agriculture Organization of the United Nation (FAO), Rome, chapter 2. Andrist-Rangel, Y., A.C. Edwards, S. Hillier, and I.S. Öborn. 2007. Long-term K dynamics in organic and conventional mixed cropping systems as related to management and soil properties. Agriculture, Ecosystems & Environment 122(4):413-426. Bending, G. 2002. Changes to soil quality indicators following conversion to organic vegetable production (OF0401). www.defra.gov.uk. Berry, P.M., E.A. Stockdale, R. Sylvester-Bradley, L. Philipps, K.A. Smith, E.I. Lord, C.A. Watson, and S. Fortune. 2003. N, P, K budgets for crop rotations on nine organic farms in teh UK. Soil Use and Management, 19(2):112-118.
23
D. Setyorini dan W. Hartatik
Dalgaard, R., N. Halberg, I.S. Kristensen, and I. Larsen. 2006. Modelling representative and coherent Danish farm types based on farm accountancy data for use in environmental assessments. Agriculture Ecosystem and Environment 117:223-237. Fahmuddin, A., D. Setyorini, W. Hartatik, Sang-Min Lee, Jwa-Kyung Sung, and Jae-Hoon Shin. 2009. Nutrient balance and vegetable crop production as affected by different sources of organic fertilizers. Korean J. Soil Sci. Fert. 42(1):1-13. Khai, M.N., P.Q. Ha, and I. Öborn. 2007. Nutrient flows in small-scale peri-urban vegetable farming systems in Southeast Asia-A case study in Hanoi. Agriculture, Ecosystems and Environment 122:192–202. Moeskops, B., Sukristiyonubowo, L. Herawaty, L. Anggria, E. Husen, R. Saraswati, D. Buchan, and S. De Neve. 2009. Effect of organic and conventional farming on soil microbiological and N dynamics in Java, Indonesia. Dep. of Soil Management, Ghent Univ., Belgium. Wong, J.W.C., K.K. Ma, K.M. Fang, and C. Cheung. 1999. Utilization of a manure compost for organic farming in Hongkong. Bioresource Technology 67:4346.
24