PEMBERIAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK PADA BUDIDAYA TUMPANGSARI TANAMAN BROKOLI (Brassica oleracea) DAN PETSAI (Brassica pekinensis) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN Cu DAN Zn
AINUN NIKMAH A 24103025
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AINUN NIKMAH. Pemberian Beberapa Bahan Organik Pada Budidaya Tumpangsari Tanaman Brokoli (Brassica oleracea) dan Petsai (Brassica pekinensis) serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Serapan Cu dan Zn. Dibimbing oleh LILIK TRI INDRIYATI dan WIWIK HARTATIK. Pertanian organik semakin mendapatkan perhatian yang serius sejalan dengan banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Teknologi pengelolaan hara pada pertanian organik antara lain dilakukan melalui daur ulang hara secara alami, yaitu dengan memberikan bahan organik ke dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Unsur hara makro dan mikro yang terangkut panen dikembalikan ke lahan dengan menambahkan bahan organik seperti kotoran ternak yang telah dikomposkan dan hijauan Tithonia diversifolia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kotoran kambing dan ayam serta kombinasinya dengan pestisida hayati dan kompos Tithonia diversifolia terhadap ketersediaan Cu dan Zn dalam tanah, serapannya oleh tanaman, dan juga produksi tanaman brokoli dan petsai pada budidaya tumpangsari. Penelitian dilaksanakan di Permata Hati Farm, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Metode penelitian di lapang menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan, yaitu K (kotoran kambing + abu sekam), A (kotoran ayam + abu sekam), KP (kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati), AP (kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati), KPT (kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati + kompos Tithonia diversifolia), dan APT (kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati + kompos Tithonia diversifolia). Masing-masing perlakuan dilakukan dalam tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap semua perameter yang diamati, kecuali tinggi tanaman brokoli pada umur 8 MST. Hal ini karena dosis bahan organik yang diberikan sama (25 ton/ha) dan sumbangan hara N, P, K, Cu, dan Zn dalam kotoran ayam atau kotoran kambing dengan kombinasinya relatif sama dalam 25
ton/ha bahan organik yang diberikan. Sumbangan Cu dan Zn akibat pemberian bahan organik sebesar 25 ton/ha masing - masing berkisar 1,33 – 7,51 kg Cu/ha, dan 1,62 – 6,08 kg Zn/ha.
Secara umum, perlakuan kotoran ayam dan
kombinasinya terhadap semua parameter yang diamati lebih baik dibandingkan dengan kotoran kambing.
SUMMARY AINUN NIKMAH. Application of Several Organic Materials in the Intercropping of Broccoli (Brassica oleracea) and Petsai (Brassica pekinensis) and their Effects on the Growth and Absorption of Cu and Zn. Under Academic supervision of LILIK TRI INDRIYATI and WIWIK HARTATIK. Organic farming gets progressively greater serious attention in line with the great amount of impacts created by the use of chemical fertilizers and pesticides. Nutrient management technology in organic farming is applied among other things by natural recycling of nutrients, namely by giving organic materials to the soil for improving the physical, chemical and biological properties. Macroand micronutrients removed during harvest, are returned to farmland by adding organic materials such as composted animal dung, and green manure of Tithonia diversifolia. The objective of this research was to observe the effect of application of goat and chicken manure and their combinations with biological pesticide and composted Tithonia diversifolia, on the availability of Cu and Zn in the soil, their absorption by crops, and the production of broccoli and petsai in intercropping culture. The research was conducted in Permata Hati Farm, Tugu Utara village, Cisarua subdistrict, Bogor regency (district). Field research was designed as Block Randomized Experimental Design with six treatments, namely K (goat manure + rice husk ash), A (chicken manure + rice husk ash), KP (goat manure + rice husk ash + biological pesticide), AP (chicken manure + rice husk ash + biological pesticide), KPT (goat manure + rice husk ash + biological pesticide + compost of Tithonia diversifolia), and APT (chicken manure + rice husk ash + biological pesticide + compost of Tithonia diversifolia). Each treatment was applied in three replications. The results showed that application of organic materials did not have significant effect on all parameters observed, except height of broccoli crop at age of 8 weeks after planting. This was because the dosages of organic materials applied were similar (25 tons/ha) and their contribution of nutrients N, P, K, Cu
and Zn in chicken manure or goat manure and their combination were relatively similar in the 25 tons/ha of applied organic materials. Contributions of Cu and Zn due to application of organic materials as much as 25 tons/ha were respectively 1,33 – 7,51 kg Cu/ha and 1,62 – 6,08 kg Zn/ha. In general, the treatment of chicken manure and its combination were better than those of goat manure in terms of their effect on all parameters observed.
PEMBERIAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK PADA BUDIDAYA TUMPANGSARI TANAMAN BROKOLI (Brassica oleracea) DAN PETSAI (Brassica pekinensis) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN Cu DAN Zn
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Ainun Nikmah A24103025
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PEMBERIAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK PADA BUDIDAYA TUMPANGSARI TANAMAN BROKOLI (Brassica oleracea) DAN PETSAI (Brassica pekinensis) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN Cu DAN Zn
Nama Mahasiswa : Ainun Nikmah Nomor Pokok
: A24103025
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc. NIP 131 950 989
Dr. Ir. Wiwik Hartatik, M.Si. NIP 080 079 850
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada 23 Maret 1985 di Kabupaten Pati. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Juwarto dan Ibu Rofiatun. Penulis telah menempuh pendidikan dasar di SDN Pati Wetan 01 pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 3 Pati pada tahun 1997, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Pati, kemudian pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberian Beberapa Bahan Organik Pada Budidaya Tumpangsari Tanaman Brokoli (Brassica oleracea) dan Petsai (Brassica pekinensis) serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Serapan Cu dan Zn” ini dengan baik.
Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Wiwik Hartatik, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah dengan sabar membimbing
dan
memberi
masukan
kepada
penulis
demi
terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc selaku dosen penguji skripsi ini. 3. Ibu Dyah Retno Panuju selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis dari tingkat awal hingga akhir. 4. Bapak Asep Miswan. Terima kasih atas bimbingan dan pengarahannya selama di lapang. 5. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendukung dari belakang. Terima kasih banyak atas dukungan moral dan materil selama ini. Terima kasih juga telah mendidik penulis dengan sangat baik hingga bisa seperti ini. Kasih sayang yang tulus dari bapak dan ibu mungkin tak akan bisa terbalaskan, tapi akan selalu kuingat sepanjang hidupku. 6. Adikku tersayang yang telah menyemangatiku dan terus mendoakanku. 7. Semua Keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bantuannya. 8. Mudya Surya Wirawan. Terima kasih atas semangat, dukungan, perhatian, kasih sayang, cinta dan semuanya.
9. Pak Dedi, Pak Narya, Bu Isni, Pak Mangku, Pak Iwan, Mba Puji, Lita, dan para laboran lainnya yang telah membantu selama menganalisis di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Sindang Barang. 10. Nanda, Diah, Dewi, dan Rizaldy yang telah bekerjasama dengan baik. 11. Rekan-rekan mahasiswa Ilmu Tanah. 12. Farida, Roha, Isna, Dian, Listya, Ratna, Septi, dan semua rekan-rekan di Wisma Blobo semuanya. Terima kasih atas semangat dan kebesamaannya selama ini. 13. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Bogor,
Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1 1.2. Tujuan............................................................................................... 2 1.3. Hipotesis ........................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1. Tanah Andisol.................................................................................. 3 2.2. Pertanian Organik ............................................................................ 3 2.3. Unsur Tembaga (Cu)........................................................................ 4 2.4. Unsur Seng (Zn)............................................................................... 5 2.5. Pupuk Kandang................................................................................ 6 2.6. Kompos Tithonia diversifolia .......................................................... 7 2.7. Abu Sekam....................................................................................... 8 2.8. Petsai (Brassica pekinensis)............................................................. 8 2.9. Brokoli (Brassica oleracea)............................................................. 9 III. BAHAN DAN METODE ....................................................................... 10 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 10 3.2. Bahan ............................................................................................. 11 3.3. Metode ........................................................................................... 11 3.3.1. Pengomposan ...................................................................... 11 3.3.2. Persiapan Lahan.................................................................. 12 3.3.3. Aplikasi Perlakuan Pemupukan .......................................... 13 3.3.4. Persiapan Tanam dan Penanaman....................................... 14 3.3.5. Pemeliharaan....................................................................... 16 3.3.6. Pemanenan .......................................................................... 16 3.4. Pengambilan Contoh Tanah ........................................................... 17 3.5. Pengambilan Contoh Tanaman ...................................................... 17 3.6. Rancangan Percobaan .................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 19 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian................................................. 19 4.2. Konsentrasi Hara dalam Bahan Organik........................................ 20 4.3. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Brokoli dan Petsai.............. 22 4.3.1. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Petsai....................... 22 4.3.2. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Brokoli .................... 23 4.4. Nilai pH Tanah............................................................................... 25 4.5. Konsentrasi Cu dan Zn Tersedia dalam Tanah .............................. 25 4.5.1. Konsentrasi Cu Tersedia dalam Tanah ............................... 25 4.5.2. Konsentrasi Zn Tersedia dalam Tanah ............................... 27 4.6. Serapan Hara Cu dan Zn pada Tanaman Brokoli dan Petsai ......... 28 4.7. Pembahasan Umum ....................................................................... 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 33 5.1. Kesimpulan .................................................................................... 33 5.2. Saran .............................................................................................. 33 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 34 LAMPIRAN..............................................................................................38
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks 1. Konsentrasi Hara dari Beberapa Sumber Pupuk Kandang ....................... 6 2. Kombinasi Bahan Organik dan Dosis Pada Petak Percobaan................... 13 3. Sifat Kimia Tanah Andisol di Permata Hati Farm.................................... 19 4. Sifat Kimia Bahan Organik yang Digunakan Dalam Penelitian............... 20 5. Tinggi dan Produksi Tanaman Petsai........................................................ 22 6. Tinggi dan Produksi Tanaman Brokoli ..................................................... 24 7. Serapan Cu dan Zn Pada Tanaman Brokoli dan Petsai............................. 29 8. Persentase Serangan Hama Pada Tanaman Brokoli dan Petsai ................ 31
Lampiran 1. Analisis Cu dan Zn Tersedia Tanah (ekstrak DTPA) ............................... 39 2. Analisis Cu dan Zn Total Tanaman (ekstrak HNO3 dan HClO4).............. 40 3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983) ............... 41 4. Tinggi Tanaman Brokoli 2, 4, 6, 8 MST................................................... 42 5. Tinggi Tanaman Petsai 2, 4, 6 MST ......................................................... 43 6. Populasi dan Produksi Brokoli.................................................................. 44 7. Populasi dan Produksi Petsai ................................................................... 45 8. Konsentrasi Cu, Bobot Kering, dan Serapan Cu Brokoli ......................... 46 9. Konsentrasi Zn, Bobot Kering, dan Serapan Zn Brokoli .......................... 47 10. Konsentrasi Cu, Bobot Kering, dan Serapan Cu Petsai ............................ 48 11. Konsentrasi Zn, Bobot Kering, dan Serapan Zn Petsai............................. 49 12. Neraca Hara Cu ......................................................................................... 50 13. Neraca Hara Zn ......................................................................................... 50 14. Analisis Statistik Semua Parameter .......................................................... 51
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks 1. Tata Letak dari Petak Percobaan................................................................ 10 2. Tempat Pengomposan ................................................................................ 11 3. Tithonia diversifolia. .................................................................................. 11 4. Kotoran ayam + Abu Sekam...................................................................... 12 5. Mucuna sp .................................................................................................. 12 6. Pestisida Hayati (NPS)............................................................................... 14 7. Penyemprotan Pestisida Hayati.................................................................. 14 8. Tempat Penyemaian ................................................................................... 15 9. Tempat Pembibitan .................................................................................... 15 10. Tata Letak Penanaman Tumpangsari Brokoli dan Petsai .......................... 15 11. Petsai Siap Panen ....................................................................................... 16 12. Brokoli Siap Panen..................................................................................... 16 13. Brokoli Telat Panen ................................................................................... 16 14. pH Tanah Sebelum Perlakuan dan Satu Bulan Setelah Perlakuan (30 HST) .................................................................................................... 25 15. Konsentrasi Cu Tersedia dalam Tanah Sebelum Perlakuan dan 30 HST .. 26 16. Konsentrasi Zn Tersedia dalam Tanah Sebelum Perlakuan dan 30 HST .. 27
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pertanian organik mulai mendapatkan perhatian yang serius sejalan dengan semakin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh sistem pertanian modern sebagai akibat dari penggunaan pupuk kimia, pestisida serta bahan-bahan kimia lainnya dalam jumlah berlebih. Pertanian modern menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada bahan-bahan alami tanpa pemberian pupuk dan pestisida kimia menyebabkan rendahnya tingkat produksi pertanian jauh di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal yang dilematis ini telah membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan pupuk dan pestisida
kimia,
namun
tidak
membahayakan
kehidupan
manusia
dan
lingkungannya. Sebagai alternatif untuk mengurangi dampak pertanian modern, maka diterapkan sistem pertanian organik. Manfaat budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Ketentuan yang disyaratkan dalam sistem budidaya pertanian organik menurut International Federation Organic Movement (IFOAM) (2002) antara lain adalah memilih lahan yang bebas dari pencemaran bahan agrokimia (pupuk dan pestisida kimia), menghindari benih atau bibit hasil dari rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism (GMO), pengelolaan tanaman dengan rotasi dan tumpangsari, aplikasi pestisida nabati dan agensia hayati untuk perlindungan tanaman, serta peningkatan kesuburan tanah secara alami melalui penambahan bahan organik. Pemanfaatan pupuk organik mempunyai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang telah melalui proses dekomposisi, dapat berbentuk padat dan cair yang digunakan untuk menambah bahan organik ke dalam tanah. Penambahan bahan organik ini dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme, serta menyediakan unsur hara makro maupun mikro.
Unsur hara mikro memiliki peranan yang penting bagi tanaman. Sebagai contoh, unsur Cu berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim, yang meliputi tyrosinase, lactase, oksidase asam askorbat, photosynthetic electron transport, dan secara tidak langsung berperan di dalam pembentukan nodul dalam tanaman legum, sedangkan fungsi Zn dalam tanaman meliputi metabolism auxin, dehydrogenase enzim, mendorong pembentukan sitokrom dan menstabilkan fraksi ribosom (Leiwakabessy et al., 2003).
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kotoran kambing dan ayam serta kombinasinya dengan pestisida hayati dan kompos Tithonia diversifolia terhadap kandungan Cu dan Zn dalam tanah, serapannya oleh tanaman, dan juga produksi tanaman brokoli dan petsai pada budidaya tumpangsari.
1.3. Hipotesis Pemberian beberapa bahan organik mampu meningkatkan kandungan Cu dan Zn dalam tanah, serapannya oleh tanaman, dan juga produksi tanaman brokoli dan petsai dalam sistem budidaya tumpangsari brokoli dan petsai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Andisol Hardjowigeno (1993) menyatakan bahwa Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan volkanik seperti abu vulkan, tuff, lava dan bahan vulkanistik (gelas-gelas vulkanik) yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral alofan, imogolit, ferihidrit, atau kompleks Al-humus. Tanah Andisol biasanya ditemukan di wilayah volkan, terbentuk dari bahan volkan yaitu abu volkan atau batuan basaltik atau batuan andesitik, serta horison-horisan tanahnya memenuhi sifat Andik menurut ”Taksonomi Tanah” (Soil Survey Staff, 1990). Tanah Andisol sangat potensial untuk pengembangan pertanian, terutama sayuran, hortikultura, dan tanaman industri (Hikmatullah et al., 1999). Andisol adalah tanah dengan epipedon molik atau umbrik atau ochrik dan horison kambik serta mempunyai bulk density (bobot jenis) kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari bahan vulkanik, vitrik, cinder atau piroklastik vitrik yang lain dan tanah ini umumnya berwarna gelap (Hardjowigeno, 2003). Sifat fisik-kimia Andisol adalah reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 5,5 - 6,5), KB 20 - 40%, KTK 20 - 30 me/100g dan kandungan bahan organik pada lapisan atas 5 - 20% (Dudal dan Soepraptohardjo, 1961). Tan (1993) menyatakan bahwa kehadiran alofan memberi sifat-sifat khas pada tanah Andisol. Mineral ini bersifat amfoter dan dilaporkan dapat mengikat fosfat dalam jumlah yang banyak. Minardi et al. (2007) menyatakan bahwa rendahnya ketersediaan fosfat dan tingginya jerapan fosfat pada Andisol dianggap sebagai satu faktor pembatas terpenting bagi produksi tanaman. Karena itu upaya untuk memperbaiki ketersediaan P tanaman merupakan masalah yang sangat penting bagi pengelolaan Andisol.
2.2. Pertanian Organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk di dalamnya keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah (Standar
Nasional Indonesia, 2002). Tujuan utama dari pertanian organik menurut Standar Nasional Indonesia (2002) adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas komunitas interdependent dari kehidupan di tanah, tumbuhan, hewan, dan manusia, sedangkan menurut Agriculture, Food and Rural Revitalization (2002) tujuan utama pertanian organik adalah mengembangkan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan, serta harmonis dengan lingkungan. Komponen pertanian organik yang dapat dipandang sebagai peluang dan prospek pengembangan pertanian organik menurut Altieri (1995) yaitu: (1) adanya peningkatan biomassa, (2) kompos, (3) pupuk hayati, (4) pestisida hayati, dan (5) pengetahuan/teknologi tradisional. Pada prinsipnya pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah (lowinput-technology) dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Menurut Altieri (1995) penerapan pertanian merupakan perwujudan prinsip ekologi sebab dilandaskan pada : (1) memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah, (2) optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara melalui fiksasi nitrogen dan penyerapan hara, (3) membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan perlakuan preventif dan (4) pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergis.
2.3. Unsur Tembaga (Cu) Rata-rata Cu dalam litosfer sekitar 10 ppm, tetapi yang berada dalam tanah antara 2 sampai 100 ppm (Tisdale dan Nelson, 1975).
Batuan beku basalt
mengandung Cu yang tinggi sekitar 100 ppm. Kerak bumi mengandung kira-kira 55 ppm Cu, sedangkan batuan endapan hanya mengandung 30 ppm Cu. Perilaku Cu dalam tanah relatif lebih kompleks dibandingkan dengan Zn. Hal ini disebabkan Cu mempunyai 2 macam valensi (Krauskopf, 1972). Stevenson, Fitch, dan Brar (1993) menyatakan bahwa ketersediaan Cu dalam tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, pH, oksida Fe dan Al, serta mineral liat. Jerapan Cu meningkat dengan meningkatnya pH (Choi, Masanori, dan Noriko, 1999). Arnesen dan Singh (1999) mengatakan bahwa
kelarutan Cu meningkat dengan meningkatnya bahan organik. Krauskopf (1972) menjelaskan bahwa defisiensi Cu lebih sering muncul pada tanah bertekstur pasir dibandingkan pada tanah bertekstur lempung dan liat. Unsur tembaga terdapat di seluruh jaringan tumbuh-tumbuhan, terutama dalam daun-daun hijau dan biji (Soepardi, 1987). Tanaman menyerap Cu dalam jumlah yang sedikit, sekitar 2-20 ppm. Kadar Cu tinggi dijumpai dalam kloroplas yakni sekitar 70 persen dari seluruh Cu daun (Soepardi, 1987). Leiwakabessy, Wahyudin, dan Suwarno (2003) menyatakan bahwa gejala defisiensi muncul apabila kadarnya lebih kecil dari 4 ppm dalam bahan kering. Gejala defisiensi Cu untuk tiap jenis tanaman berbeda. Pada tanaman sayuran yang kekurangan Cu memperlihatkan tanda layu, kemudian timbul bercak-bercak hijau kebiruan, menjadi klorotik, mengeriting, dan bunga-bunga tidak terbentuk (Leiwakabessy, Wahyudin, dan Suwarno, 2003).
2.4. Unsur Seng (Zn) Konsentrasi total Zn di dalam tanah berkisar 10 sampai 300 ppm (Tisdale dan Nelson, 1975). Brady (1990) menambahkan bahwa rata-rata kandungan Zn dalam tanah pertanian normal adalah 50 ppm. Jerapan Cd, Cu, Ni, dan Zn pada tanah bervariasi antara satu tanah dengan tanah yang lain, dan dipengaruhi oleh pH, kandungan bahan organik, KTK, serta kandungan liat (McBride, 1989). Hasil penelitian Karaca (2004) menunjukkan bahwa ketersediaan Zn (ekstrak DTPA) meningkat dengan penambahan semua jenis bahan organik pada tanah. Karaca (2004) juga menjelaskan bahwa pH tanah mengalami penurunan akibat pemberian berbagai jenis kompos karena adanya dekomposisi bahan organik sehingga ketersediaan Zn dalam tanah meningkat. Lindsay (1972) mengemukakan beberapa faktor yang mendukung terjadinya kekahatan Zn, antara lain tanah berkadar Zn rendah, tanah dengan zone akar terbatas, tanah berkapur, tanah organik, varietas atau spesies tanaman, tanah bertekstur kasar, serta tanah yang lapisan atasnya telah hilang sehingga timbul lapisan bawah yang miskin bahan organik. Leiwakabessy , Wahyudin, dan Suwarno (2003) menjelaskan bahwa Zn diambil tanaman dalam bentuk Zn2+. Tanaman akan kekurangan Zn jika kadar Zn
dalam tanaman kurang dari 25 ppm, sedangkan jika kadar Zn lebih dari 400 ppm akan menyebabkan keracunan pada tanaman. Salah satu gejala defisiensi Zn adalah terlihat bintik nekrotik yang meluas pada daun tanaman padi (Obata et al., 1999). Selain itu, gejala umum defisiensi Zn yang terjadi pada tanaman adalah timbulnya daerah-daerah berwarna hijau muda, kuning, atau putih di antara tulang-tulang daun, ruas-ruas tanaman atau batang memendek sehingga daunnya berbentuk roset, daun-daun lebih cepat gugur, pertumbuhan tertekan, dan bentuk buah seringkali tidak sempurna dan kecil, atau tidak berbuah sama sekali (Leiwakabessy , Wahyudin, dan Suwarno, 2003).
2.5. Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat air seni, amparan, dan sisa makanan ternak. Susunan kimia dari pupuk kandang berbeda-beda dari tempat ke tempat lainnya, tergantung dari; (1) spesies ternak, (2) umur dan keadaan ternak, (3) sifat dan jumlah amparan, (4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai (Soepardi, 1983). Thorne (1979) menyatakan bahwa pupuk kandang dapat meningkatkan humus, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, serta dapat menurunkan Al-dd. Pupuk kandang ayam mengandung bahan organik, nitrogen dan fosfor tersedia lebih yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain (Thorne, 1979). Menurut Tan (1993), konsentrasi hara N, P, Mg, dan Fe pada pupuk kandang unggas lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang lainnya. Konsentrasi hara N, P, Mg, dan Fe pada kotoran unggas secara berturut-turut adalah sebesar 1,50%, 0,77%, 0,88%, dan 0,10% (Tabel 1). Tabel 1. Konsentrasi Hara dari Beberapa Sumber Pupuk Kandang
Sapi perah
N P K Ca Mg S Fe ....................................................%.................................................... 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004
Sapi daging
0,65
0,15
0,30
0,12
0,10
0,09
0,004
Kuda
0,70
0,10
0,58
0,79
0,14
0,07
0,010
Unggas
1,50
0,77
0,89
0,30
0,88
0,00
0,100
Domba
1,28
0,19
0,93
0,59
0,19
0,09
0,020
Sumber Pupuk Kandang
Sumber : Tan (1993)
Berdasarkan Hartatik, Setyorini, dan Widati (2006), konsentrasi Cu dan Zn tersedia dalam tanah pada perlakuan kotoran ayam yang dikombinasikan dengan sekam, fosfat alam, dan pupuk hayati lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing yang dikombinasikan dengan sekam, fosfat alam, serta pupuk hayati. Pada perlakuan kotoran ayam yang dikombinasikan dengan sekam, fosfat alam, dan pupuk hayati memiliki konsentrasi Cu tersedia dalam tanah sebesar 14 ppm dan Zn tersedia dalam tanah sebesar 11,67 ppm, sedangkan pada perlakuan kotoran kambing yang dikombinasikan dengan sekam, fosfat alam, serta pupuk hayati memiliki konsentrasi Cu dan Zn tersedia dalam tanah sebesar 7,67 ppm.
2.6. Kompos Tithonia diversifolia Tithonia diversifolia adalah tanaman perdu yang tumbuh dengan tinggi 1-3 meter, bunga berwarna kuning, berbunga pada akhir musim hujan dan produksi biomassa daun cukup banyak serta tahan kekeringan, kandungan N tanaman berkisar antara 3,1-5,5 %, K sebesar 2,5 - 5,5 %, dan P sebesar 0,2 – 0,55% (Hakim, 2001). Barrios et al. (2005) mengemukakan bahwa produksi biomassa tertinggi sebesar 16,4 ton per hektar per tahun dihasilkan oleh perlakuan Tithonia diversifolia. Hal ini kerena tanaman Tithonia diversifolia cepat tumbuh, dan mampu membentuk semak setiap tiga bulan. Hartatik (2006) menyatakan bahwa perlakuan Tithonia diversifolia dapat menurunkan produksi selada. Hal ini karena Tithonia diversifolia mempunyai efek negatif bersifat allelopathic terhadap tanaman melalui pelepasan senyawa phytotoxic ke dalam tanah. Menurut Machado (2007), allelopathy (alelopati) adalah kemampuan tanaman untuk menghambat perkecambahan tanaman lain. Odum (1971) mengemukakan bahwa alelopati adalah suatu individu tumbuhan yang menghasilkan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lain yang ada atau merupakan saingan bagi tumbuhan tersebut. Pengaruh senyawa kimia ini berasal dari bagian atas tanaman yang rontok ke tanah atau bagian yang ada di bawah tanah seperti eksudat atau bagian yang mati dari akar (Whittaker, 1970). Selain itu, senyawa-senyawa penyebab alelopati dapat terbentuk setelah sisa-sisa tanaman mengalami perombakan oleh mikroorganisme tanah (Borner, 1960). Senyawa kimia penyebab alelopati disebut
sebagai alelokimia. Pangaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis tanaman tertentu namun tidak terhadap tanaman lain (Weston, 1996).
2.7. Abu Sekam Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Sekam padi yang merupakan salah satu produk sampingan dari proses penggilingan padi selama ini lebih sering digunakan sebagai bahan pembakar bata merah atau dibuang begitu saja, padahal dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa abu sekam padi banyak mengandung silika. Kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 %.
Kandungan silika yang mendekati atau di bawah 90 % disebabkan oleh
sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain sehingga kandungan silikanya rendah (Harsono, 2002).
2.8. Petsai (Brassica pekinensis) Petsai merupakan satu keluarga dengan kubis krop, kubis bunga, brokoli, dan lobak yakni family Brassicaceae. Oleh karena itu, sifat morfologis tanamannya hampir sama terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah, maupun bijinya. Pada umumnya petsai memiliki daun yang lebar dan berlekuk – lekuk, kasar, berkerut-kerut, mudah rapuh, berbulu tajam sampai halus, dan membentuk krop bulat, bulat memanjang atau variasi bentuk lainnya yang umumnya padat atau kompak (Rukmana, 1994). Petsai memiliki syarat tumbuh berupa suhu malam hari 15,6o C dan siang harinya 21,1o C serta penyinaran matahari antara 10 - 13 jam per hari. Pada umumnya petsai ini dibudidayakan di dataran tinggi (ketinggian lebih dari 1000 m dpl) dengan kondisi iklim sejuk dan lembab. Petsai dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik pada Andisol. Syarat tanah yang ideal untuk tanaman petsai adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), pH tanah antara 6-7 (Rukmana, 1994).
Benton dan Wolf (1991)
menyatakan bahwa konsentrasi Cu tanaman yang cukup untuk tanaman yang masih satu family dengan petsai seperti Brassica rapa adalah sebesar 5 - 15 ppm, sedangkan konsentrasi Zn adalah sebesar 20 - 200 ppm.
2.9. Brokoli (Brassica oleracea) Brokoli merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae (jenis kol dengan bunga hijau) berupa tumbuhan berbatang lunak diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus, Italia Selatan dan Mediterania 2000 tahun yang lalu (Rukmana, 1995). Brokoli dapat tumbuh baik pada tanah yang relative subur, kapasitas menahan air tinggi, drainase baik, dan pH antara 6-7 (Nakagawa, 1957). Menurut Rukmana (1995), pada pH di bawah 5 pertumbuhan brokoli tidak normal karena kekurangan Mg, Mo, dan B.
Ketinggian yang cocok untuk
bertanam brokoli adalah antara 1000 - 2000 m dpl. Brokoli memiliki syarat tumbuh dengan curah hujan yang cukup tinggi (1000-1500 mm per tahun). Kemiringan lereng optimal yang digunakan untuk bertanam brokoli adalah antara 0 - 20%. Pada kemiringan lereng lebih dari 20% harus dibuat terasering. Benton dan Wolf (1991) menyatakan bahwa konsentrasi Cu tanaman yang cukup untuk brokoli adalah sebesar 5 - 15 ppm, sedangkan konsentrasi Zn adalah sebesar 35 200 ppm.
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian lapang dilaksanakan di lahan sayuran organik Permata Hati Farm, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah Sindang Barang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007. Tata letak dari petak percobaan dapat dilihat seperti pada Gambar 1 sebagai berikut :
U KP
APT
KPT
K
AP
A
0,3 m
S
2,4 m A
AP
APT
7m
K
KPT
KP
II
0,5 m APT
K
KPT
AP
A
KP
0,5 m
III 0,3 m
Gambar 1. Tata Letak dari Petak Percobaan
I
3.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan di dalam penelitian lapang adalah contoh tanah Andisol, kotoran ayam dan kambing, kompos Tithonia diversifolia, abu sekam, benih brokoli dan petsai, serta pestisida hayati berupa NPS (Nematoda Patogen Serangga).
Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung
mikroba tertentu baik berupa jamur maupun bakteri yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun bagi hama penyebab penyakit tanaman (Balai Besar Bioteknologi). laboratorium adalah
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis di
larutan standar Cu dan Zn 1000 ppm, HNO3, HClO4,
pengekstrak DTPA, dan aquades.
3.3. Metode 3.3.1. Pengomposan Kegiatan pengomposan dilakukan dalam bak kayu berukuran panjang 100 cm, tinggi 50 cm dan lebar 50 cm (Gambar 2). Bahan kompos yang digunakan adalah Tithonia diversifolia (Gambar 3) serta kotoran kambing dan ayam. Kotoran kambing dikomposkan selama 14 hari, sedangkan kotoran ayam dikomposkan selama 21 hari. Kemudian kotoran ayam dan kambing dicampur dengan abu sekam sebesar 1,2 % dari dosis kotoran (Gambar 4).
Gambar 2. Tempat Pengomposan
Gambar 3. Tithonia diversifolia
Pengomposan Tithonia diversifolia diawali dengan mencacah tanaman Tithonia diversifolia dengan ukuran kurang lebih lima sampai sepuluh cm, kemudian ditumpuk dan ditutup dengan plastik agar terhindar dari air hujan. Proses pengomposan Tithonia diversifolia berlangsung selama 21 hari. Selama masa pengomposan, dilakukan pembalikan secara berkala untuk memberikan aerasi yang cukup. Kompos yang telah matang memiliki kriteria antara lain tidak berbau, warna berubah menjadi kehitaman dan tekstur lebih halus. Untuk mempercepat proses dekomposisi digunakan mikroba perombak bahan organik (M-dec) dengan dosis 0,5 ℓ untuk 1 ton/ha bahan yang akan dikomposkan.
Cara penggunaan M-dec yaitu dengan menyemprotkan secara
merata ke bahan yang akan dikomposkan dan diaduk. Setelah menjadi kompos, contoh kompos diambil untuk dianalisis kandungan unsur makro dan mikro (Fe, Mn, Cu dan Zn total), pH, serta C-organik di laboratorium.
3.3.2. Persiapan Lahan Lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan yang telah diusahakan untuk pertanian organik selama 8 tahun. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 2,4 m x 7 m sebanyak 18 petak dengan jarak antar petak 0,3 m. Sebelum diberikan perlakuan, petak percobaan ditanami tanaman penutup tanah Mucuna sp (Gambar 5) dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm.
Gambar 4. Kotoran ayam + abu sekam
Gambar 5. Mucuna sp.
Setelah dua bulan, tanaman tersebut dipanen kemudian dipotong – potong dan dikomposkan selama satu bulan pada pinggir petakan. Purnomo et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa tanaman legum seperti Mucuna sp. dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan bahan hijauan segar 5,02 – 7,95 ton/ha. Setelah itu, Mucuna sp. disebar kembali pada masing-masing petak percobaan dan dicampur dengan tanah, kemudian diinkubasi selama dua minggu. Selanjutnya dilakukan pemberian perlakuan pupuk organik dan tiga hari kemudian lahan ditanami dengan bibit brokoli dan petsai.
Sebelum dilakukan pembenaman
Mucuna sp., terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh tanah untuk analisa sifat kimianya, yang diambil secara komposit dari kedalaman 0 – 20 cm dari setiap petakan.
3.3.3. Aplikasi Perlakuan Bahan Organik Bahan organik yang digunakan adalah kotoran ayam dan kambing yang telah dicampur dengan abu sekam, serta kompos Tithonia diversifolia. Bahan organik diberikan pada lubang tanam untuk tanaman brokoli dan pada larikan untuk petsai. Kombinasi bahan organik dan dosis yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kombinasi Bahan Organik dan Dosis Pada Petak Percobaan Kode Perlakuan K A KP
Perlakuan
Dosis kotoran + abu sekam (ton/ha)
Kotoran kambing + abu sekam 25 + 0,3 Kotoran ayam * + abu sekam 25 + 0,3 Kotoran kambing +abu sekam + 25 + 0,3 pestisida hayati AP Kotoran ayam* + abu sekam + 25 + 0,3 pestisida hayati 25 + 0,3 KPT Kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati 25 + 0,3 APT Kotoran ayam* + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati * Kotoran ayam bercampur dengan sekam padi sebagai alas
Dosis kompos Tithonia diversifolia (ton/ha) 3 3
Pestisida hayati diberikan pada petak yang mendapat perlakuan pestisida hayati dengan cara menyemprotkannya ke seluruh bagian tanaman. Penyemprotan pestisida hayati dilakukan tiga kali, yaitu saat tanaman berumur 2, 4, dan 5 MST. Sebelum disemprotkan ke tanaman, pestisida hayati yang berupa NPS (Nematoda Patogen Serangga) dan dikemas dalam spon yang mengandung 105 NPS direndam dalam 1 liter air terlebih dahulu, kemudian spon ditekan-tekan dengan menggunakan pinset agar NPS tersebut keluar dari media spon (Gambar 6). Selanjutnya, air yang mengandung NPS tersebut disemprotkan pada tanaman untuk luasan satu petak, yaitu 16,8 m2 (Gambar 7).
Gambar 6. Pestisida hayati (NPS)
Gambar 7. Penyemprotan Pestisida Hayati
3.3.4. Persiapan Tanam dan Penanaman Persemaian benih brokoli dan petsai dilakukan 15 hari sebelum tanam. Benih brokoli dan petsai disemaikan pada tempat persemaian dengan media persemaian berupa campuran tanah dan kompos kotoran ayam dengan perbandingan 1 : 2 (Gambar 8). Setelah lima hari, bibit dipindahkan ke tempat yang terbuat dari daun pisang dengan media tanam yang sama dan dipelihara selama sepuluh hari (Gambar 9). Setelah itu, bibit brokoli dan petsai dipindahtanamkan ke lapang.
Gambar 8. Tempat Penyemaian
Gambar 9. Tempat Pembibitan
Penanaman bibit brokoli dan petsai dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5 cm kemudian ditutup tanah.
Jarak tanam brokoli yaitu 60 cm x 40 cm,
sedangkan petsai ditanam dalam larikan, yaitu diantara barisan brokoli dengan jarak tanam antar petsai adalah 40 cm. Tata letak penanaman tumpangsari tanaman brokoli dengan petsai dapat dilihat pada Gambar 10. 40 cm
60 cm
Keterangan : : Brokoli : Petsai
30 cm 30 cm
Gambar 10. Tata Letak Penanaman Tumpangsari Brokoli dan Petsai Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali pada lima tanaman contoh yang dipilih secara acak dari setiap petak percobaan. Pengamatan tinggi tanaman petsai dilakukan saat tanaman berumur 2, 4, dan 6 MST, sedangkan pengamatan tinggi tanaman brokoli dilakukan saat tanaman berumur 2, 4, 6, dan 8 MST
3.3.5. Pemeliharaan Pemeliharaan
tanaman
meliputi
penyiraman,
penyiangan,
serta
pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan beberapa metode tergantung pada tingkat serangan seperti menangkap hama secara langsung, membuang bagian tanaman yang terkena penyakit, serta menanam tanaman penghalau hama seperti kemangi dan kenikir di sekitar petak percobaan.
3.3.6. Pemanenan Pemanenan dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis dan kesiapan tanaman untuk dipanen. Pemanenan petsai dilakukan ketika sudah terbentuk krop berukuran besar, padat, dan kompak (Gambar 11), sedangkan pemanenan brokoli dilakukan bila massa bunga (curd) mencapai ukuran maksimal dan padat (kompak) tetapi kuncup bunganya belum mekar (Gambar12). Sayuran daun seperti petsai dipanen saat berumur 40 - 60 HST, sedangkan sayuran bunga seperti brokoli dipanen saat berumur 60 - 80 HST. Brokoli yang dipanen lebih dari 80 HST memiliki bentuk bunga yang tidak beraturan (Gambar 13).
Gambar 11.Petsai siap panen Gambar 12.Brokoli siap panen Gambar 13.Brokoli telat panen
Dari masing-masing petak percobaan yang memiliki luas petakan sebesar 16,8 m2, hanya 7 m2 yang dihitung produksinya. Populasi brokoli dan petsai pada luasan 7 m2 dari masing-masing petak percobaan disajikan pada Lampiran 6 dan 7, sedangkan populasi brokoli dan petsai dari masing-masing petak percobaan (ukuran 16,8 m2) adalah sebanyak 68 dan 51 tanaman.
3.4. Pengambilan contoh tanah Contoh tanah awal diambil satu bulan sebelum pemberian Mucuna sp. dan pemberian perlakuan pupuk organik, yang diambil secara komposit dari kedalaman 0-20 cm. Pengambilan contoh tanah kedua dilakukan saat 30 hari setelah tanam dengan cara yang sama. Contoh tanah tersebut dikeringudarakan selama kurang lebih tiga hari, dihaluskan dan diayak dengan ayakan 2 mm untuk selanjutnya dilakukan analisis konsentrasi Cu dan Zn tersedia dalam tanah dengan metode DTPA dan penetapan pH tanah.
3.5. Pengambilan contoh tanaman Contoh tanaman diambil sebanyak dua atau tiga tanaman dari masingmasing petak percobaan untuk dianalisis kadar hara tanaman di laboratorium. Tanaman yang dianalisis diambil secara acak dari masing-masing petak. Bagian tanaman yang dianalisis adalah bunga untuk brokoli dan daun untuk petsai. Sebelum dilakukan analisis tanaman, daun petsai dan bunga brokoli dijemur di dalam rumah kaca kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 24 jam, digiling halus, disimpan dalam kantong berlabel untuk dianalisa konsentrasi hara Cu dan Zn total dengan menggunakan metode pengabuan basah (didestruksi menggunakan HNO3 dan HClO4).
3.6. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Jenis perlakuan yang diberikan adalah kombinasi bahan organik. Penggunaan Rancangan Acak Kelompok didasarkan oleh adanya perbedaan kemiringan lereng pada masing-masing blok (kelompok).
Model matematika Rancangan Acak
Kelompok dapat dirumuskan sebagai berikut Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij
= Pengaruh serapan hara pada tanaman dan produksi sayuran petsai dan brokoli akibat pengaruh τ ke-i dan β ke-j
µ
= Nilai tengah umum
τi
= Pengaruh kelompok ke-i (1, 2, 3)
βj
= Pengaruh perlakuan ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6)
εij
= Galat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Permata Hati Farm, terletak 7 km di sebelah timur Cisarua dan 31 km di sebelah timur Bogor. Secara administratif kebun organik Permata Hati Farm terletak di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, berada pada ketinggian sekitar 984 m di atas permukaan laut. Keadaan topografi Desa Tugu Utara adalah bergelombang sampai berbukit.
Lokasi penelitian ini mempunyai bentuk lahan landai hingga agak
landai dengan kemiringan lereng berkisar antara 3-8%. Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah Andisol. Sifat kimia Andisol di Permata Hati Farm ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat Kimia Andisol di Permata Hati Farm Sifat Tanah pH H2O (1:2,5) pH KCl (1:2,5) C-organik (%) N-total (%) C/N (%) P2O5 Olsen (ppm) P2O5 HCl 25% (mg/100g) K2O HCl 25% (mg/100g) Kandungan basa-basa (me/100g) Ca Mg K Na KTK (me/100g) KB (%) Unsur-unsur mikro DTPA (ppm) Fe Mn Cu Zn * Pusat Penelitian Tanah (1983)
Nilai 6,1 5,0 3,76 0,52 7,33 188,28 158,2 76,44
Kriteria * Agak masam Tinggi Tinggi Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi
7,84 1,36 1,46 0,05 28,49 37,61
Sedang Sedang Sangat tinggi Sangat rendah Tinggi Sedang
19,78 36,83 2,86 3,28
Andisol di Permata Hati Farm memiliki pH yang agak masam yaitu sebesar 6,1. Tanah ini memiliki pH H2O yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH KCl. Hal ini menunjukkan bahwa tanah ini memiliki muatan negatif, yang berarti tanah tersebut masih memiliki kemampuan menukarkan kation-kation (Tan, 1993). Selain itu, Andisol juga dicirikan oleh tingginya konsentrasi C-
organik dan KTK tanah. Konsentrasi C-organik yang tinggi disebabkan oleh tempat terbentuknya Andisol di daerah dingin yang memungkinkan dekomposisi bahan organik berjalan lambat.
Selain itu, setiap musim tanam tanah
mendapatkan tambahan bahan organik (lahan telah digunakan untuk pertanian organik selama delapan tahun).
Tingginya KTK Andisol disebabkan oleh
kandungan bahan organik yang tinggi dan banyaknya kandungan mineral alofan yang bersifat amorf. Andisol di Permata Hati Farm memiliki KB sebesar 37,61 % dan KTK sebesar 28,49 me/100g. Hal ini sesuai dengan sifat kimia Andisol yang ditandai dengan KB sekitar 20 – 40 % dan KTK sekitar 20 – 30 me /100g (Dudal dan Soepraptohardjo, 1960). Konsentrasi Fe, Mn, Cu, Zn secara berturut-turut sebesar 19,78 ppm, 36,83 ppm, 2,86 ppm, dan 3,28 ppm.
4.2. Konsentrasi Hara dalam Bahan Organik Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran kambing atau ayam yang dicampur dengan abu sekam, serta kompos Tithonia diversifolia. Konsentrasi hara dalam masing-masing bahan organik disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat Kimia Bahan Organik yang Digunakan dalam Penelitian Sifat Kimia No
Bahan Organik
1 2
Kotoran ayam Kotoran kambing Kompos Tithonia diversifolia Kotoran ayam + abu sekam Kotoran kambing + abu sekam
3 4 5
C/N
...........................%......................... .....ppm..... 6,8 19,78 1,86 1,85 2,03 239,15 235,07 23,0 8,92 1,19 0,92 1,58 49,27 54,74
pH H2O
10,63 7,50
7,7 8,7
6,3
8,42
1,46
1,30
1,82
80,50
5,77
7,3
5,9
18,80
2,02
3,01
2,44 310,75 247,95
9,31
7,3
4,3
9,91
1,34
1,21
1,63
7,40
8,3
KA
C
N
P2O5
K2O
Cu
61,72
55,49
Zn
67,62
Konsentrasi N pada kotoran ayam baik tunggal maupun kombinasinya lebih tinggi dibandingkan kotoran kambing. Thorne (1979) menjelaskan bahwa kotoran ayam mengandung bahan organik, nitrogen dan fosfor tersedia lebih yang
lebih besar dibandingkan dengan kotoran yang lain.
Setyorini (2005) juga
menyatakan bahwa dari berbagai jenis kotoran ternak, umumnya petani lebih menyukai kotoran ayam karena kandungan nitrogennya lebih tinggi dibandingkan kotoran ternak lain. Konsentrasi C pada kotoran ayam (19,76%) lebih tinggi dibandingkan kotoran kambing (8,92%). Hal ini disebabkan kotoran ayam yang digunakan telah tercampur dengan sekam yang digunakan sebagai alas kotorannya. Secara umum konsentrasi unsur hara (N, P, K, Cu, dan Zn) dalam kotoran ayam lebih tinggi daripada kotoran kambing baik tunggal maupun kombinasi dengan abu sekam. Manan (1992) menyatakan bahwa kotoran ayam mengandung N, P, K, dan unsur hara penting lainnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran lainnya. Hasil penelitian Manan (1992) menunjukkan bahwa kotoran ayam mengandung 65,8 kg N/ton, 13,7 kg P/ton dan 12,8 kg K/ton, sedangkan kotoran ayam yang digunakan di dalam penelitian ini mengandung 19,07 kg N/ton, 6,21 kg P/ton, dan 9,56 kg K/ton. Setyorini (2005) menjelaskan bahwa kotoran ternak ayam, sapi, kerbau,dan kambing mempunyai komposisi hara yang bervariasi, bergantung pada jumlah dan jenis pakan yang diberikan. Kotoran ayam dan kambing yang ditambah dengan abu sekam memiliki konsentrasi hara (N, P, K, Cu, dan Zn) lebih tinggi dibandingkan kotoran ayam dan kambing tanpa penambahan abu sekam. Dari hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa pemberian abu sekam berpotensi di dalam meningkatkan konsentrasi hara (N, P, K, Cu, dan Zn) dalam bahan organik.
Berdasarkan hasil analisis di
laboratorium, abu sekam yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air (5,8%), konsentrasi C-organik (6,18%), N (0,58%), P (0,13%), K (0,52%), Ca (0,23%), Mg (0,11%), Cu (7,7 ppm), dan Zn (153 ppm). Dengan pemberian dosis abu sekam sebesar 300 kg/ha, abu sekam mampu menyumbangkan1,64 kg N/ha, 0,37 kg P/ha, 1,47 kg K/ha, 0,65 kg Ca/ha, 0,31 kg Mg/ha, 0,002 kg Cu/ha, dan 0,043 kg Zn/ha. Kompos Tithonia diversifolia memiliki C/N rasio yang lebih rendah
dibandingkan
dengan
bahan
organik
lainnya,
terdekomposisi (Hartatik, Setyorini, dan Widati, 2006).
sehingga
mudah
4.3. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Brokoli dan Petsai 4.3.1. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Petsai Penelitian yang dilakukan tidak menggunakan kontrol karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi bahan organik yang paling baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman brokoli dan petsai serta untuk mengetahui pengaruh pemberian pestisida hayati terhadap serangan hama dan penyakit pada tanaman brokoli dan petsai. Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter visual yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan tanaman petsai. Pengukuran tinggi tanaman petsai dilakukan saat tanaman berumur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam (MST). Tinggi tanaman petsai disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Tinggi dan Produksi Tanaman Petsai Kode Perlakuan K A KP AP KPT APT
Perlakuan Kotoran kambing + abu sekam Kotoran ayam + abu sekam Kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati Kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + kompos Tithonia diversifolia + pestisida hayati
Waktu Pengamatan 2 MST 4 MST 6 MST .......................cm....................... 15,53 27,37 36,53 20,27 34,17 35,40 14,13 23,80 34,00
Produksi (kg/petak) 22,55 44,79 49,36
22,40
34,90
38,07
35,87
16,67
28,73
34,93
44,80
18,87
31,93
38,93
40,35
Pemberian perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman petsai pada umur 2, 4, dan 6 MST (Tabel Lampiran 14). Tinggi tanaman petsai pada umur 6 MST berkisar 34 - 38,93 cm. Tinggi tanaman petsai tertinggi sebesar 38,93 cm terdapat pada perlakuan APT yaitu kotoran ayam yang dikombinasikan dengan abu sekam, kompos Tithonia diversifolia, serta pestisida hayati. Tinggi tanaman petsai terendah sebesar 34 cm terdapat pada perlakuan KP yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam dan pestisida hayati. Dari hasil pengukuran tinggi tanaman, secara umum tinggi tanaman petsai pada perlakuan kotoran ayam lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing. Hal ini didukung oleh data konsentrasi hara bahan organik pada Tabel 4 yang
menunjukkan bahwa sumbangan N, P, K, Cu, dan Zn dari kotoran ayam lebih tinggi daripada kotoran kambing. Tanaman petsai dipanen saat berumur 40 - 60 HST. Pemberian perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman petsai (Tabel Lampiran 14). Produksi tanaman petsai berkisar 22,55 – 49,36 kg/petak, dengan populasi tanaman petsai sebanyak 51 tanaman pada masing-masing petak percobaan. Produksi petsai tertinggi sebesar 49,36 kg/petak terdapat pada perlakuan KP yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam serta pestisida hayati, sedangkan produksi petsai terendah sebesar 22,55 kg/petak terdapat pada perlakuan K yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam.
4.3.2. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Brokoli Tinggi tanaman brokoli diukur saat tanaman berumur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST). Hasil analisis statistik pada Tabel Lampiran 14 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman brokoli pada umur 8 MST. Tinggi tanaman brokoli pada umur 8 MST berkisar 51,87 – 62,13 cm. Tinggi tanaman brokoli tertinggi sebesar 62,13 cm terdapat pada perlakuan AP (kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati). Tinggi tanaman brokoli terendah sebesar 51,87 cm terdapat pada perlakuan KP (kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati). Tinggi tanaman brokoli disajikan pada Tabel 6. Pada saat tanaman berumur 8 MST, tinggi tanaman brokoli pada perlakuan A berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan K, begitu juga dengan perlakuan KP jika dibandingkan dengan perlakuan AP. Pada saat tanaman berumur 4 MST tinggi tanaman pada perlakuan K lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KPT, namun saat tanaman berumur 8 MST tinggi tanaman pada perlakuan K lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan KPT. Hal ini karena adanya serangan hama dan penyakit pada perlakuan K saat tanaman berumur 8 MST.
Tabel 6. Tinggi dan Produksi Tanaman Brokoli Kode Perlakuan K
Perlakuan
Waktu Pengamatan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST ..................................cm................................. 16,53 ab 29,47 ab 38,20 a 52,33 a
Produksi (kg/petak)
Kotoran 18,42 kambing + abu sekam A Kotoran ayam + 19,40 bc 38,47 c 46,13 ab 60,73 bc 18,52 abu sekam 15,40 a 26,83 a 38,47 a 51,87 a 12,91 KP Kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati 21,00 c 40,20 c 48,47 b 62,13 c 16,06 AP Kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati 17,80 abc 29,40 ab 42,80 ab 53,20 ab 13,55 KPT Kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati APT Kotoran ayam + 19,47 bc 35,73 bc 48,33 b 59,67 abc 15,72 abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati Keterangan : Angka dalam kolom pada peubah yang sama, yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (P<0,05)
Panen brokoli dilakukan saat tanaman berumur 60 – 80 HST. Pemberian perlakuan bahan organik tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap
produksi tanaman brokoli (Tabel Lampiran 14). Produksi brokoli berkisar 12,91 – 18,52 kg/petak, dengan populasi tanaman brokoli sebanyak 68 tanaman pada masing-masing petak percobaan. Secara kuantitatif, produksi brokoli tertinggi sebesar 18,52 kg/petak terdapat pada perlakuan A (kotoran ayam + abu sekam), sedangkan produksi brokoli terendah sebesar 12,91 kg/petak terdapat pada perlakuan KP (kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati). Perlakuan AP mampu menghasilkan brokoli lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KP. Hal yang sama juga terdapat pada perlakuan APT, yang memiliki produksi brokoli lebih tinggi daripada perlakuan KPT. Secara umum, tinggi tanaman brokoli dan produksi brokoli lebih baik pada perlakuan kotoran ayam daripada perlakuan kotoran kambing.
Hal ini
dikarenakan kotoran ayam mampu memberikan sumbangan hara N, P, K, Cu, dan Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing (Tabel 4). Selain itu,
konsentrasi Cu dan Zn trsedia di dalam tanah saat 30 hari setelah tanam pada perlakuan kotoran ayam cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara brokoli selama pertumbuhan dan produksi tanaman mulai umur 4 MST.
4.4. Nilai pH Tanah Nilai pH tanah setelah perlakuan pupuk organik (5,8 - 6) cenderung sedikit lebih rendah daripada sebelum perlakuan pupuk organik (5,9 – 6,2). Nilai pH tanah sebelum dan setelah perlakuan pupuk organik disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. pH Tanah Sebelum Perlakuan dan Satu Bulan Setelah Perlakuan (30 HST). 4.5. Konsentrasi Cu dan Zn Tersedia dalam Tanah 4.5.1. Konsentrasi Cu Tersedia dalam Tanah Hasil analisis statistik pada Tabel Lampiran 14 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi Cu tersedia di dalam tanah. Namun terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi Cu tersedia dalam tanah setelah pemberian perlakuan bahan organik (30 HST). Konsentrasi Cu tersedia di dalam tanah sebelum diberi perlakuan bervariasi dari 1,33 ppm hingga 5 ppm.
Konsentrasi Cu tersedia dalam tanah cenderung
meningkat (5 - 13,33 ppm) pada umur 30 HST. Peningkatan konsentrasi Cu berkisar 153,33 - 284,16%.
Dengan demikian, pemberian perlakuan bahan
organik mampu meningkatkan konsentrasi Cu tersedia dalam tanah. Konsentrasi
Cu tersedia dalam tanah tersebut masih jauh di bawah ambang batas. Konsentrasi Cu total dalam tanah memiliki ambang batas yaitu sebesar 60-125 ppm (Alloway, 1995). Konsentrasi Cu tersedia dalam tanah sebelum diberi perlakuan dan satu bulan setelah diberi perlakuan (30 HST) disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Konsentrasi Cu Tersedia dalam Tanah Sebelum Perlakuan dan Satu Bulan Setelah Perlakuan (30 HST). Konsentrasi Cu tertinggi setelah diberi perlakuan bahan organik terdapat pada perlakuan AP (kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati) yaitu sebesar 13,33 ppm, sedangkan konsentrasi Cu terendah terdapat pada perlakuan KP (kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati) yaitu sebesar 5 ppm. Konsentrasi Cu pada perlakuan AP lebih tinggi daripada perlakuan KP. Begitu juga dengan perlakuan APT, lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan KPT. Secara umum perlakuan kotoran ayam memiliki konsentrasi Cu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing. Hal ini sesuai data pada Tabel 4 dimana sumbangan Cu dari kotoran ayam lebih tinggi daripada kotoran kambing. Dengan pemberian bahan organik sebesar 25 ton/ha, perlakuan A dan AP menyumbangkan 7,34 kg Cu/ha, sedangkan perlakuan APT menyumbangkan 7,51 kg Cu/ha.
Perlakuan K dan KP menyumbangkan 1,33 kg Cu/ha, sedangkan
perlakuan KPT mampu menyumbangkan 1,50 kg Cu/ha.
Perlakuan yang
menggunakan kompos Tithonia diversifolia mampu menyumbangkan Cu yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan kompos Tithonia diversifolia. Ketersediaan Cu di dalam tanah dipengaruhi oleh pH dan kandungan bahan organik. Ketersediaan Cu setelah perlakuan pupuk organik (30 HST) lebih tinggi daripada sebelum perlakuan pupuk organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Arnesen dan Singh (1999) bahwa kelarutan Cu meningkat dengan penambahan bahan organik. 4.5.2. Konsentrasi Zn Tersedia dalam Tanah Perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi Zn tersedia di dalam tanah setelah pemberian perlakuan bahan organik (Tabel Lampiran 13), namun terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi Zn setelah pemberian perlakuan bahan organik (30 HST). Konsentrasi Zn tersedia dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Konsentrasi Zn Tersedia dalam Tanah Sebelum Perlakuan dan Satu Bulan Setelah Perlakuan (30 HST). Konsentrasi Zn tersedia dalam tanah sebelum pemberian bahan organik berkisar dari 1,33 ppm hingga 6,67 ppm.
Saat tanaman berumur 30 HST,
ketersediaan Zn dalam tanah meningkat menjadi 3 ppm hingga 7,67 ppm. Peningkatan konsentrasi Zn berkisar 6,06 - 153,33%. Konsentrasi Zn tersedia dalam tanah tersebut masih jauh di bawah ambang batas. Konsentrasi Zn total dalam tanah memiliki ambang batas yaitu sebesar 70 - 400 ppm (Alloway, 1995).
Konsentrasi Zn tertinggi setelah pemberian perlakuan bahan organik terdapat pada perlakuan A yaitu kotoran ayam yang dikombinasikan dengan abu sekam (7,67 ppm), sedangkan konsentrasi Zn tanah terendah terdapat pada perlakuan KP yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam dan pestisida hayati (3 ppm). Dengan dosis pemberian bahan organik sebesar 25 ton/ha, perlakuan A dan AP menyumbangkan 5,85 kg Zn/ha, sedangkan perlakuan APT menyumbangkan 6,08 kg Zn/ha.
Sumbangan Zn yang diberikan dari
perlakuan K dan KP adalah sebesar 1,62 kg Zn/ha, sedangkan perlakuan KPT mampu memberikan sumbangan Zn lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing lainnya (1,85 kg Zn/ha). Pemberian berbagai macam bahan organik cenderung menurunkan pH tanah (Gambar 14), namun meningkatkan ketersediaan Zn dalam tanah (Gambar 16).
Karaca (2004) menjelaskan bahwa pH tanah
mengalami penurunan akibat pemberian berbagai jenis kompos karena adanya dekomposisi bahan organik sehingga ketersediaan Zn dalam tanah meningkat.
4.6. Serapan Hara Cu dan Zn pada Tanaman Brokoli dan Petsai Perlakuan bahan organik yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap serapan Cu dan Zn pada tanaman petsai dan brokoli (Tabel Lampiran 14). Berdasarkan Tabel 7, serapan Cu tertinggi pada tanaman petsai (0,348 mg/tanaman) dan brokoli (0,177 mg/tanaman) terdapat pada perlakuan A yaitu kotoran ayam yang dikombinasikan dengan abu sekam. Serapan Cu terendah pada tanaman petsai (0,130 mg/tanaman) terdapat pada perlakuan K yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam, sedangkan serapan Cu terendah pada tanaman brokoli (0,090 mg/tanaman) terdapat pada perlakuan KP yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam dan pestisida hayati. Serapan Zn tertinggi pada tanaman petsai sebesar 1,924 mg/tanaman terdapat pada perlakuan KP yaitu kotoran kambing yang dikombinasikan dengan abu sekam dan pestisida hayati. Serapan Zn tertinggi pada tanaman brokoli sebesar 1,101 mg/tanaman terdapat pada perlakuan A yaitu kotoran ayam yang dikombinasikan dengan abu sekam. Serapan Zn terendah pada tanaman petsai
terdapat pada perlakuan K (0,862 mg/tanaman), sedangkan serapan Zn terendah pada tanaman brokoli terdapat pada perlakuan KP (0,487 mg/tanaman). Tabel 7. Serapan Cu dan Zn Pada Tanaman Brokoli dan Petsai Kode Perlakuan K A KP AP KPT APT
Perlakuan Kotoran kambing + abu sekam Kotoran ayam + abu sekam Kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati Kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati
Petsai Brokoli Cu Zn Cu Zn ............................(mg/tanaman)...................... 0,130 0,862 0,112 0,778 0,348 1,755 0,177 1,101 0,294 1,924 0,090 0,487 0,330
1,434
0,106
0,604
0,265
1,684
0,116
0,724
0,260
1,493
0,098
0,541
Secara umum, perlakuan yang menggunakan kotoran ayam cenderung memiliki serapan Cu dan Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran kambing. Hal ini sesuai dengan dengan data pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa konsentrasi Cu dan Zn total dalam kotoran ayam lebih tinggi dibandingkan kotoran kambing. Demikian juga konsentrasi Cu dan Zn tersedia dalam tanah pada perlakuan kotoran ayam cenderung lebih tinggi daripada kotoran kambing (Gambar 15 dan 16). Konsentrasi Cu dan Zn pada tanaman brokoli dan petsai tergolong cukup dan penampakan visual di lapangan tidak menunjukkan adanya gejala defisiensi Cu dan Zn . Hal ini sesuai dengan pernyataan Benton (1991) bahwa konsentrasi Cu pada petsai dan brokoli dikatakan cukup apabila berada pada kisaran 5 - 15 ppm. Konsentrasi Zn dalam brokoli dikatakan cukup apabila berkisar 35 - 200 ppm, sedangkan konsentrasi Zn pada tanaman petsai dikatakan cukup apabila berkisar 20 - 200 ppm. Data selengkapnya konsentrasi Cu dan Zn pada tanaman brokoli dan petsai dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 - 11.
4.7. Pembahasan Umum Pemberian perlakuan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap semua perameter yang diamati, kecuali tinggi tanaman brokoli pada umur 8 MST. Hal ini karena kandungan bahan organik tanah di lahan Permata Hati Farm sudah tinggi yaitu sebesar 6,48 %. Selain itu, sumbangan hara N, P, K, Cu, dan Zn dalam pupuk kandang ayam dan kombinasinya atau pupuk kandang kambing dan kombinasinya relatif hampir sama dalam 25 ton/ha yang diberikan. Sumbangan N, P, K, Cu, dan Zn akibat pemberian perlakuan bahan organik sebesar 25 ton/ha masing-masing sebesar 321,19 – 518,07 kg N/ha, 63,32 – 163,14 kg P/ha, 162,10 – 260,30 kg K/ha, 1,33 – 7,51 kg Cu/ha, dan 1,62 – 6,08 kg Zn/ha. Neraca hara Cu atau Zn dihitung dari konsentrasi Cu atau Zn yang terdapat pada tanah saat 30 HST, dikurangi dengan konsentrasi Cu atau Zn pada tanah sebelum pemberian perlakuan, kemudian dikurangi lagi dengan serapan hara Cu atau Zn pada tanaman brokoli dan petsai. Keseluruhan nilai neraca hara Cu dan Zn bernilai positif, kecuali neraca hara Zn pada perlakuan AP. Neraca hara yang bernilai positif mengandung arti bahwa bahan organik mampu menyumbangkan Cu dan Zn tersedia dalam tanah lebih tinggi dibandingkan dengan serapan Cu dan Zn pada tanaman brokoli dan petsai, sehingga tanah tersebut masih mampu menyediakan unsur hara Cu dan Zn untuk tanaman. Neraca hara yang bernilai negatif mencerminkan adanya serapan Cu dan Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumbangan Cu dan Zn dari bahan organik, sehingga masih diperlukan adanya penambahan unsur hara. Nilai neraca hara Cu berkisar 9,350 – 21,277 g/petak, sedangkan nilai neraca hara Zn berkisar -1,169 – 8,750 g/petak. Pestisida hayati yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPS (Nematoda Patogen Serangga) yang mempunyai dua genus yaitu Steinernema dan Heterorhabditis. Mekanisme patogenisitas NPS terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus untuk Steinernema dan Photorhabdus untuk Heterorhabditis. Infeksi NPS dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) yang terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. NPS sendiri
juga mampu menghasilkan toksin yang mematikan.
Dua faktor ini yang
menyebabkan NPS mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi NPS dapat mati dalam waktu 24 - 48 jam setelah infeksi (Balit Biogen, 2004). Pemberian pestisida hayati berpengaruh terhadap jumlah serangan hama petsai dan brokoli. Secara umum perlakuan yang menggunakan pestisida hayati mampu mengurangi tingkat serangan hama pada tanaman petsai dan brokoli. Jumlah serangan hama pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 9. Tabel 8. Persentase Serangan Hama pada Tanaman Brokoli dan Petsai Kode Perlakuan K A KP AP KPT APT
Perlakuan Kotoran kambing + abu sekam Kotoran ayam + abu sekam Kotoran kambing + abu sekam + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + pestisida hayati Kotoran kambing + abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati Kotoran ayam + abu sekam + kompos Tithonia diversivolia + pestisida hayati
Serangan Hama Petsai Brokoli ....................%.................... 1,23 0,53 1,05 0,51 1,10 0,49 0,99
0,62
0,88
0,45
0,82
0,44
Produksi petsai pada perlakuan yang menggunakan kompos Tithonia diversifolia lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan kompos Tithonia diversifolia. Hal ini karena Tithonia diversifolia mempunyai efek negatif bersifat allelopathic terhadap tanaman melalui pelepasan senyawa phytotoxic ke dalam tanah (Hartatik, 2006). Gatti et al. (2004) menyatakan bahwa ekstrak daun, batang, dan akar tanaman Tithonia diversifolia akan menghambat perkecambahan selada karena Tithonia diversifolia mengeluarkan senyawa yang bersifat racun (Allelophaty). Berbeda dengan produksi petsai, produksi tanaman brokoli cenderung mengalami peningkatan akibat penambahan kompos Tithonia diversifolia. Weston (1996) menyatakan bahwa pangaruh allelopathic bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis tanaman tertentu namun tidak terhadap tanaman lain.
Produksi brokoli dalam penelitian ini berkisar 12,91 – 18,42 kg/petak, sedangkan produksi petsai berkisar 22,55 – 49,36 kg/petak. Berdasarkan wawancara dengan petani di Permata Hati Farm, produksi tanaman brokoli dan petsai secara organik rata-rata 10 kg/petak untuk brokoli dan 37,5 kg/petak untuk tanaman petsai.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Pemberian perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman petsai, produksi tanaman brokoli dan petsai, pH tanah, konsentrasi Cu dan Zn tersedia dalam tanah pada 30 HST, serta serapannya oleh tanaman brokoli dan petsai, namun berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman brokoli. Secara umum pupuk kandang ayam baik diberikan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pestisida hayati dan kompos Tithonia diversifolia cenderung memberikan pengaruh yang lebih baik daripada kompos pupuk kandang kambing terhadap semua parameter yang diamati.
5.2.
Saran Pemberian pupuk kandang ayam lebih disarankan kepada petani dalam
budidaya pertanian organik daripada kompos pupuk kandang kambing. Namun diharapkan agar kotoran ayam yang digunakan sebagai pupuk organik tidak berasal dari ayam pedaging, hal ini disebabkan oleh adanya pernyataan dari Standar Nasional Indonesia tentang pangan organik bahwa pupuk kandang dari kotoran ayam pedaging tidak memenuhi syarat pupuk kandang yang diperbolehkan dalam budidaya pertanian organik karena pada ayam pedaging masih terdapat penyuntikan hormon agar daging yang dihasilkan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Agriculture Notes, 2002. Organic Farming (Internet access). Farm diversification service and Sue Titcumb. (23 April 2007). Alloway, B. J. 1995. Heavy Metal in Soils. Second edition. Blackie Academic and Professional. London - Glasgow - Weinheim - New York - Tokyo – Melbourne – Madras. Altieri, 1995. Agroecology : The Science of Sustainability Agriculture, Westview Press, Colorado. Arnesen, A. K. M., and B. R. Singh. 1999. Plant uptake and DTPA – extractability of Cd, Cu, Ni, and Zn in a Norwegian alum sahale soil as affected by previous addition of dairy and pig manures and peat. Can. J. Soil Sci., 531-539. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 2004. Nematoda Patogen Serangga (NPS) Biopestisida Unggulan. Bogor. Barrios, E., J. G. Cobo, I. M. Rao, R. J. Thomas, E. Amezquita, J. J. Jimenez, and M. A. Rondon. 2005. Follow management for soil fertility recovery in tropical Andean agroecosystems in Columbia. Agee. J. 110: 29-42. Benton, J. and B. Wolf. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro-Macromedia Inc. America. Borner, H. 1960. Liberation of organic substances from higher plants and their role in the soil sickness problem. Bot. Rev. 26: 393-424. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Tenth Edition. Maxwell Mac Millan International Edition. Choi, I. S., O. Masanori, and U. Y. Noriko. 1999. Relationship between Cu (II) sorption and active H+ sorption sites of soils. Soil Sci. Plant Nutr., 43(3): 527-535. Dudal, R. and R. Soepraptohardjo. 1961. Some consideration on the genetic relationship between Latosols and Andosols in Java (Indonesia). Trans of 7th Int. Cong. Of Soil Sci. IV, Madison, Winconsin, USA. Gatti, A. B., S. C. Perez., and M. I. S. Lima. 2004. Allelophatic activity of aqueous extracts of Aristolochia esperanzae O. Kuntze in the germination and Growth of Lactuca sativa L. and Raphanus sativus L. Acta Bot. Bras. 18 (3) : 459 – 472.
Hakim, N. 2001. Penelitian penggunaan Tithonia terhadap beberapa komoditas pada lahan kering. Universitas Andalas. Sumatera Barat. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Cetakan Kelima. Akademika Pressindo, Jakarta. Hartatik, W, D. Setyorini, dan S. Widati. 2006. Laporan penelitian teknologi pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Harsono, H. 2002. Pembuatan silika amorf dari limbah sekam padi. Jurnal Ilmu Dasar 3(2): 98-103. Hikmatullah, H. Subagjo, Sukarman. dan B. H. Prasetyo. 1999. Karakteristik Andisol berkembang dari abu volkanik di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Tanah dan Iklim 17: 1-13. IFOAM (International Federation Organic Movement). 2002. Organic Agriculture Worldwide: Statistic and Future Prospects. The World Organic Trade Fair Numberg. BIO-FACH. Karaca, A. 2004. Effect of organic wastes on the extractability of cadmium, copper, nickel, and zinc in soil. J. Geoderma 122: 297-303. Krauskopf, K. B. 1972. Geochemistry of Micronutrient. In J. J. Mortvedt, P. M. Giordano, W. L. Lindsay. Ed. Micronutrients in Agriculture. Soil science of Amer. Inc. Wiscosin, USA. p. 7-17. Leiwakabessy, U. M. Wahyudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan tanah. Diktat Kuliah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lindsay, W. L. 1972. Inorganic phase equilibria of micronutriens in soils. In J. J. Mortvedt, P. M. Giordano, and W. L. Lindsay (eds). Micronutrients in Agriculture. Soil Sci. Soc. Am. Inc., Madison, Wisconsin. USA. p. 4147 Lotty, I. 2007. Pengaruh varietas, dosis pupuk kandang ayam secara alur dan tata letak tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi (Glicyne max (L) Merr). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Manan, A. 1992. Pengaruh pemberian kapur dan pupuk kandang terhadap hasil kedelai (Glicyne max (L) Merr) varietas Orba dan Wilis pada tanah Podsolik Merah Kuning. Prosiding. Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Kasus. Hal 389-401.
Machado, S. 2007. Allelopathic potential of various plant species on downy brome: implications for weed controlin wheat production. Agron. J. 99: 127-132. McBride, M. B. 1989. Reactions controlling heavy metal solubility in soils. Adv. Soil Sci. 10: 1-56. Minardi, Suntoro, Syekhfani, dan E. Handayanto. 2007. Peran asam humat dan fulvat dari bahan organik dalam melepaskan P terjerap pada Andisol. Agrivita. 29:1. Nakagawa, Y. 1957. Broccoli in Hawaii. University of Hawaii. 375 p. Obata, H., S. Kawamura, K. Senoo, and A. Tanaka. 1999. Changes in the level of protein and activity of Cu/Zn-superoxide dismutase in zinc deficient rice plant, Oriza sativa L. Soil Sci. Plant Nutr. 45(4): 891-896. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W. E. Saunders Company, London. Patterson, D. T. 1986. Research Methods in Weed. Weed Science: Allelopathy. 3rd ed. Shoutern Weed Science. Soc. P. 111-134. Purnomo, J. Mulyadi, I. Amin, dan Suwardjo. 1992. Pengaruh berbagai bahan hijauan tanaman kacang-kacangan terhadap produktivitas tanah yang rusak. Jurnal Pemberitaan Tanah dan Pupuk X: 61-64. Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 1995. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Kanisius. Yogyakarta. Setyorini, D. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi pertanian. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27:6.
Warta
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Jurusan Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepardi, G. 1987. Pengembangan dan penerapan hara mikro untuk tanaman pertanian. Disampaikan dalam Pertemuan Teknis Evaluasi Penelitian Pengujian dan Alih Teknologi Pemupukan Berimbang. Puncak-Bogor. 16-18 Februari 1987. Soil Survey Staff, 1990. Keys to Soil Taxonomy. SMSS, Technical Monograph No 19, USDA, USA. Standar Nasional Indonesia. 2002. Sistem Pertanian Organik. No 01-6729. Badan Standarisasi Nasional.
Stevenson, F. J., A. Fitch, and M. S. Brar. 1993. Stability constant Cu (II) humate complexes: Comparison of selected models. Soil Sci. 155: 77-91. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta Tan, K. H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker, Inc. New York. Thorne, D. W. 1979. Soil organic matter, microorganism and crop production. In K. R. Krishna. Soil Water Crop Production AVI Publishing. Co. Inc. Westport-Connecticut. Tisdale, S. L. and W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Weston, L. A. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in agrosystem. Agron. J. 88(6): 860-866. Whittaker, R. H. 1975. Communities and Ecosystem. Second Edition. Mac Millan Publishing Co. Inc. New York.
Lampiran 1. Analisis Cu dan Zn Tersedia Tanah (ekstrak DTPA) 10 g contoh tanah
Dilarutkan pada 20 ml DTPA
Dikocok selama 2 jam
Filtrat disaring
Analisis AAS
Lampiran 2. Analisis Cu dan Zn Total Tanaman (ekstrak HNO3 dan HClO4) 0.5 0,5ggcontoh contohtanah tanaman atauatau 1 g contoh 0,25 g kompos tanaman 5 ml HNO3 pekat dan 1.5 1 ml mlHClO HClO4 4 Inkubasi 24 jam
Destruksi
Ekstrak ditera hingga volume tepat 25 ml
Dikocok sampai homogen
Ukur dengan AAS
Tabel Lampiran 3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983) Sifat Tanah C (%) N (%) C/N P2O5 HCl 25% (mg/100g) P2O5 Bray 1 (ppm) P2O5 Olsen (ppm) K2O HCl 25% (mg/100g) KTK (me/100 g tanah) Susunan kation Ca (me/100 g tnh) Mg (me/100 g tnh) Na (me/100 g tnh) K (me/100 g tnh) Kejenuhan Basa (%)
Sangat Rendah < 1,00 < 0,10 <5 < 10
Rendah
Sedang
Tinggi
1,00 – 2,00 0,10 – 0,20 5 – 10 10 – 20
2,01 – 3,00 0,21 – 0,50 11 – 15 21 – 40
3,01 –5,00 0,51 –0,75 16 – 25 41 – 60
Sangat Tinggi > 5,00 > 0,75 > 25 > 60
< 10 < 10 < 10
10 - 15 10 - 25 10 - 20
15 - 25 26 - 45 21 - 40
26 - 35 45 - 60 41 - 60
> 35 > 60 > 60
<5
5 – 16
17 – 24
25 – 40
> 40
<2 < 0,4 < 0,1 < 0,1 < 20
2–5 0,4 – 1,0 0,1 – 0,3 0,1 – 0,2 20 - 35
6 – 10 1,1 – 2,0 0,4 – 0,7 0,3 – 0,5 36 - 50
11 – 20 2,1 – 8,0 0,8 – 1,0 0,6 – 1,0 51 - 70
> 20 > 8,0 > 1,0 > 1,0 > 70
Netral
Agak Alkalis 7,6 – 8,5
Alkalis
Masam pH ( H2O )
4,5 – 5,5
Agak Masam 5,6 – 6,5
6,6 – 7,5
>8,5
Tabel Lampiran 4. Tinggi Tanaman Brokoli 2, 4, 6, 8 MST Tinggi Tanaman Brokoli 2 MST Perlakuan
I II III ..............................(cm)............................
Rerata
K
17,40
15,20
17,00
16,53
A
23,40
18,80
16,00
19,40
KP
15,80
14,00
16,40
15,40
AP
20,80
20,80
21,40
21,00
KPT
17,20
17,80
18,40
17,80
APT
21,80 17,80 18,80 Tinggi Tanaman Brokoli 4 MST
19,47
Perlakuan
I II III .............................(cm)............................
Rerata
K
25,80
32,90
29,60
29,43
A
39,40
45,00
31,00
38,47
KP
21,70
30,60
28,20
26,83
AP
40,60
39,40
40,60
40,20
KPT
30,40
27,40
30,20
29,33
APT
41,60 31,60 34,00 Tinggi Tanaman Brokoli 6 MST
35,73
Perlakuan
I II III .............................(cm)............................
Rerata
K
37,40
37,40
39,80
38,20
A
46,00
50,40
42,20
46,13
KP
40,40
37,00
38,00
38,47
AP
51,80
49,60
44,00
48,47
KPT
41,80
43,80
42,80
42,80
APT
56,80 39,40 49,80 Tinggi Tanaman Brokoli 8 MST
48,33
Perlakuan
I II III .............................(cm)............................
Rerata
51,8
52,33
K
53,80
51,40
A
63,20
59,60
59,40
60,73
KP
46,00
58,80
50,40
51,87
AP
61,20
65,60
59,60
62,13
KPT
51,00
57,60
51,00
53,20
APT
65,00
54,00
60,00
59,67
Tabel Lampiran 5. Tinggi Tanaman Petsai 2, 4, 6 MST Tinggi Tanaman Petsai 2 MST Perlakuan
I II III ..............................(cm)............................
Rerata
K
15,40
15,80
15,40
20,27
A
22,40
18,80
19,60
15,53
KP
13,00
15,00
14,00
14,13
AP
20,00
27,00
24,00
22,40
KPT
17,00
18,00
16,00
16,67
APT
19,00
16,00 22,00 Tinggi Tanaman Petsai 4 MST
18,87
Perlakuan
I II III ..............................(cm)............................
Rerata
K
73,70
26,00
29,00
27,37
A
35,80
33,50
33,20
34,17
KP
22,40
21,80
27,20
23,80
AP
33,90
38,60
32,20
34,90
KPT
31,00
29,00
24,20
28,73
APT
32,60
30,20 33,00 Tinggi Tanaman Petsai 6 MST
31,93
Perlakuan K
I II III ..............................(cm)............................ 37,00
37,00
35,60
Rerata 36,53
A
34,40
37,60
34,20
35,40
KP
34,80
33,60
33,60
34,00
AP
42,20
36,60
35,40
38,07
KPT
34,40
38,20
32,20
34,93
APT
40,60
36,80
39,40
38,93
Tabel Lampiran 6. Populasi dan Produksi Brokoli Perlakuan
K
Ulangan
I
15
5,08
21,59
9638,39
II III
14 14 14,33
3,60 4,43 4,37
13,60 20,06 18,42
6071,43 8955,36 8221,73
I II III
15 13 7 11,67
5,59 4,90 4,69 5,06
21,12 18,51 15,95 18,52
9427,58 8263,89 7118,75 8270,07
I II III
15 10 9
3,83 3,70 3,15
15,30 13,24 10,20
6830,36 5911,65 4553,57
Rerata A
Rerata KP
Rerata AP
11,33
3,56
12,91
5765,19
I
15
6,00
22,67
10119,05
II III
12 10 12,33
3,38 3,94 4,44
12,75 12,76 16,06
5691,96 5695,58 7168,86
I II III
13 11 5 9,67
3,05 3,28 4,76 3,70
10,37 14,87 15,41 13,55
4629,46 6638,10 6880,95 6049,50
I II III
12 12 13
5,47 3,37 4,90
14,31 14,34 18,51
6386,68 6401,56 8263,89
12,33
4,58
15,72
7017,38
Rerata KPT
Rerata APT
Rerata
Populasi Produksi Produksi per petak Produksi per (7 m2) (7 m2) (16,8 m2) hektar .....................................................kg........................................
Tabel Lampiran 7. Populasi dan Produksi Petsai Perlakuan
Ulangan
K
I II III
Rerata A
15 14
6,50 8,25
22,11 30,06
9870,63 13421,65
14 14,33
4,25 6,33
15,48 22,55
6910,05 10067,44
15 13 7 11,67
11,70 6,00 9,75 9,15
39,79 23,53 71,04 44,79
17765,00 10506,49 31715,63 19995,71
II III
15 10 9 11,33
12,00 10,15 9,80 10,65
40,79 51,77 55,53 49,36
18211,25 23109,38 24791,67 22037,43
I II III
15 12
10,75 10,60
36,56 45,04
16320 20107,81
10 12,33
5,10 8,82
26,03 35,87
11618,44 16015,42
13 11 5 9,67
9,00 8,50 5,85 7,78
35,32 39,40 59,69 44,80
15765,87 17589,2 26647,5 20000,86
12 12 13 12,33
13,00 8,40 7,67 9,69
55,25 35,70 30,10 40,35
24663,28 15937,5 13436,54 18012,44
I II III
Rerata KP
Rerata AP
Rerata KPT
I
I II III
Rerata APT
I II III
Rerata
Populasi Produksi Produksi per petak Produksi per (7 m2) (7 m2) (16,8 m2) hektar .....................................................kg........................................
Tabel Lampiran 8. Konsentrasi Cu, Bobot Kering, dan Serapan Cu Brokoli Perlakuan
Ulangan
Konsentrasi Cu (ppm)
Bobot Kering (kg/tanaman)
Serapan Cu (mg/tanaman)
K
I II III
6,92 5,65 5,50 6,02
0,025 0,010 0,019 0,018
0,17 0,06 0,11 0,11
I II
8,15 6,50 5,84 6,83
0,022 0,041 0,014 0,026
0,18 0,27 0,08 0,18
6,59 7,61
0,014 0,015
0,09 0,11
5,88 6,69
0,011 0,013
0,06 0,09
I II III
6,14 7,92 8,30 7,45
0,022 0,013 0,010 0,015
0,13 0,10 0,08 0,11
I II
6,10 11,78 6,31 8,06
0,012 0,014 0,018 0,015
0,07 0,16 0,11 0,12
5,73 7,66
0,013 0,016
0,08 0,12
5,98 6,46
0,016 0,015
0,10 0,10
Rerata A
III Rerata KP
I II III
Rerata AP
Rerata KPT
III Rerata APT
I II III
Rerata
Tabel Lampiran 9. Konsentrasi Zn, Bobot Kering, dan Serapan Zn Brokoli Perlakuan
Ulangan
Konsentrasi Zn (ppm)
Bobot Kering (kg/tanaman)
Serapan Zn (mg/tanaman)
K
I II III
36,39 41,35
0,025 0,010
0,91 0,41
52,04 43,26
0,019 0,018
1,01 0,78
I
30,06 46,28 50,34 42,23
0,022 0,041 0,014 0,026
0,66 1,92 0,73 1,10
38,38 30,37 43,70
0,014 0,015 0,011
0,53 0,46 0,48
Rerata A
II III Rerata KP
I II III
Rerata AP
37,49
0,013
0,49
I II III
36,91 41,89
0,022 0,013
0,80 0,54
47,03 41,94
0,010 0,015
0,47 0,60
I
43,43 61,21 45,04 49,90
0,012 0,014 0,018 0,015
0,51 0,85 0,81 0,72
31,42 35,82 39,46
0,013 0,016 0,016
0,41 0,56 0,65
35,57
0,015
0,54
Rerata KPT
II III Rerata APT
I II III
Rerata
Tabel Lampiran 10. Konsentrasi Cu, Bobot Kering, dan Serapan Cu Petsai Perlakuan
Ulangan
Konsentrasi Cu (ppm)
Bobot Kering (kg/tanaman)
Serapan Cu (mg/tanaman)
K
I II III
5,04 7,51
0,035 0,022
0,18 0,17
4,17 5,57
0,011 0,023
0,05 0,13
I
8,39 17,59 12,04 12,67
0,030 0,015 0,043 0,030
0,25 0,27 0,52 0,35
6,18 5,71 6,88
0,038 0,047 0,055
0,24 0,27 0,38
Rerata A
II III Rerata KP
I II III
Rerata AP
6,26
0,047
0,29
I II III
10,36 11,32
0,026 0,051
0,27 0,57
7,32 9,66
0,019 0,032
0,14 0,33
I
8,02 4,81 8,26 7,03
0,031 0,039 0,043 0,038
0,25 0,19 0,36 0,26
10,94 6,63 8,15
0,038 0,024 0,025
0,41 0,16 0,20
8,57
0,029
0,26
Rerata KPT
II III Rerata APT
I II III
Rerata
Tabel Lampiran 11. Konsentrasi Zn, Bobot Kering, dan Serapan Zn Petsai Perlakuan
Ulangan
Konsentrasi Zn (ppm)
Bobot Kering (kg/tanaman)
Serapan Zn (mg/tanaman)
K
I II III
36,01 39,94
0,035 0,022
1,26 0,89
39,54 38,50
0,011 0,023
0,44 0,86
I
53,00 47,70 68,15 56,29
0,030 0,015 0,043 0,030
1,58 0,74 2,94 1,75
39,10 35,21 47,67
0,038 0,047 0,055
1,50 1,64 2,63
Rerata A
II III Rerata KP
I II III
Rerata AP
40,66
0,047
1,92
I II III
43,05 43,39
0,026 0,051
1,14 2,20
49,39 45,28
0,019 0,032
0,96 1,43
I
49,74 35,74 48,85 44,78
0,031 0,039 0,043 0,038
1,54 1,39 2,12 1,68
60,84 48,27 40,11
0,038 0,024 0,025
2,30 1,17 1,00
49,74
0,029
1,49
Rerata KPT
II III Rerata APT
I II III
Rerata
Tabel Lampiran 12. Neraca Hara Cu
Perlakuan
Konsentrasi Cu Konsentrasi Cu Tersedia Tanah Tersedia Tanah 30 Awal HST .....................ppm.................
Konsentrasi Cu Tersedia Tanah Awal
Konsentrasi Cu Tanah 30 HST
Serapan Cu Brokoli
Serapan Cu Petsai
Neraca Hara Cu
..............................................................mg/petak.....................................................
K A KP
3,00 3,00 1,33
9,33 8,50 5,00
7660,80 7660,80 3396,29
23825,09 21705,60 12768,00
7,62 12,05 6,10
6,61 17,73 15,01
16150,05 14015,01 9350,60
AP KPT APT
5,00 3,00 3,33
13,30 7,67 11,67
12768,00 7660,80 8503,49
33962,88 19586,11 29800,51
7,21 7,92 6,65
16,84 13,50 13,24
21170,83 11903,90 21277,13
Konsentrasi Zn Tersedia Tanah Awal
Konsentrasi Zn Tanah 30 HST
Serapan Zn Brokoli
Serapan Zn Petsai
Neraca Hara Zn
Tabel Lampiran 13. Neraca Hara Zn
Perlakuan K A KP AP KPT APT
Konsentrasi Zn Konsentrasi Zn Tersedia Tanah 30 Tersedia Tanah HST Awal .....................ppm................. 3,00 3,00 1,33 6,67 2,33 3,33
6,00 7,67 3,00 7,00 4,00 7,33
..............................................................mg/petak..................................................... 7660,80 7660,80 3396,29 17032,51 5949,89 8503,49
15321,60 19586,11 7660,80 17875,20 10214,40 18717,89
1202,92 1972,00 896,24 1100,92 1295,40 1047,20
1562,64 1203,09 1086,81 1361,19 899,13 1250,52
4895,24 8750,22 2281,46 -1619,42 2069,98 7916,68
Tabel Lampiran 14, Analisis Statistik Semua Parameter Parameter
Sumber
Blok Perlakuan Galat Total Cu Tersedia Blok Dalam Tanah Perlakuan Sesudah Galat Perlakuan Total Zn Tersedia Blok Dalam Tanah Perlakuan Sebelum Galat Perlakuan Total Zn Tersedia Blok Dalam Tanah Perlakuan Sesudah Galat Perlakuan Total Blok Serapan Cu Perlakuan Brokoli Galat Total Blok Serapan Cu Perlakuan Petsai Galat Total Blok Serapan Zn Perlakuan Brokoli Galat Total Blok Serapan Zn Perlakuan Petsai Galat Total Blok Perlakuan Produksi Brokoli Galat Total Blok Perlakuan Produksi Petsai Galat Total Blok Tinggi Perlakuan Tanaman Brokoli 2 Galat MST Total Cu Tersedia Dalam Tanah Sebelum Perlakuan
F-Tabel 5% 3,482
F-Tabel 1% 6,057
4,11 2,52
3,482
6,057
11,56 9,788 1,156
10,00 8,46**
3,326
5,636
12,5 11,03 6,63
1,88 1,66
3,326
5,636
0,004 0,003 0,002
1,41 1,20
3,326
5,636
0,15 0,02 0,21
0,06 0,80
3,326
5,636
0,04 0,15 0,13
0,30 1,15
3,326
5,636
0,18 0,41 0,54
0,34 0,76
3,326
5,636
14,23 16,64 12,65
1,12 1,31
3,326
5,636
106,02 272,66 215,48
0,49 1,27
3,326
5,636
6,32 12,98 3,08
2,05 4,20*
3,326
5,636
JK
db
KT
F-Hitung
25,83 24,67 22,73 73,23 84,43 129,35 92,50 306,28 23,11 48,94 11,56 83,61 25,00 55,17 66,33 146,50 0,007 0,015 0,248 0,047 0,0002 0,086 0,2138 0,3 0,077 0,748 1,2945 2,1195 0,3619 2,05 5,393 7,806 28,4689 83,1783 126,56 238,208 106,024 1363,273 2154,754 3624,051 12,640 64,910 30,770 108,320
2 5 9 16 2 5 9 16 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17
12,92 4,93 2,53
5,10 1,95
42,22 25,87 10,28
Tinggi Tanaman Brokoli 4 MST Tinggi Tanaman Brokoli 6 MST Tinggi Tanaman Brokoli 8 MST Tinggi Tanaman Petsai 2 MST Tinggi Tanaman Petsai 4 MST Tinggi Tanaman Petsai 6 MST
Blok Perlakuan Galat Total Blok Perlakuan Galat Total Blok Perlakuan Galat
14,80 458,16 213,26 686,22 34,81 325,65 214,02 574,48 27,75 327,77 184,06
2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10
Total
539,58
17
Blok Perlakuan Galat Total Blok Perlakuan Galat Total Blok Perlakuan Galat Total
12,00 8,50 48,00 68,5 31,44 163,78 181,89 377,11 15,02 54,23 46,85 116,10
2 5 10 17 2 5 10 17 2 5 10 17
7,40 91,63 21,33
0,35 4,30*
3,326
5,636
17,41 65,13 21,41
0,81 3,34*
3,326
5,636
13,88 65,55 18,41
17,05 3,56*
3,326
5,636
6,00 1,70 4,80
1,25 0,35
3,326
5,636
15,72 32,76 18,19
0,86 1,80
3,326
5,636
7,51 10,85 4,69
1,60 2,30
3,326
5,636