PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA BINTAN BUYU KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN DALAM KEIKUTSERTAAN SEBAGAI CALON ANGGOTA BADAN PEMUSYAWARATAN DESA (BPD) TAHUN 2014
` NASKAH PUBLIKASI
Oleh : SARLI ANDELA NIM: 110565201009
PROGRAM ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POILITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI AHAJI TANJUNGPINANG 2016
Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dalam Keikutsertaan sebagai Calon Anggota Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014
Oleh Sarli Andela
ABSTRAK
Pada tingkat desa, partisipasi politik dapat dilaksanakan atau disalurkan melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD), salah satunya adalah dengan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Dimana menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan suatu hal yang dianggap penting dan mampu menjadi salah satu wadah yang bermanfaat bagi pengembangan kegiatan politik masyarakat yang ada di desa. Akan tetapi, tidak semua masyarakat desa khususnya Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan melihat keterlibatannya dalam keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan hal yang penting, ini terlihat dari rendahnya Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dalam Keikutsertaan sebagai Calon Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggali faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik masyarakat untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada tahun tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.Adapun konsep teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik.Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Adapun Hasil penelitian menunjukkan, rendahnya partisipasi politik masyarakat desa Bintan Buyu dalam keikutsertaan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah dipengaruhi oleh faktor kehidupan ekonomi, faktor peluang resmi dan faktor penilaian dan apresiasi terhadap pelaksanaan pemerintahan.
Kata Kunci : partisipasi politik, badan pemusyawaratan desa (BPD)
Political Participation of Society’s Bintan Buyu Village Teluk Bintan District Bintan Regency in Participation as Candidate of Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) in 2014
by Sarli Andela
ABSTRACT
On the village level, political participation can be held or channeling by the village Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Which is become a member of the Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Where is be a member of the Badan Permusyawaratan Desa (BPD) is an important thing and be able to become one of the village. However, not all society especially in Bintan Buyu Village Teluk Bintan District Bintan Regency form in by member Badan Permusyawaratan Desa (BPD) is important that can see of the low political participation society Bintan Buyu Village.Teluk Bintan District Bintan Regency in participation as a candidate Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 2014. Due to in this research want to explore the factors that effect the low political participation of the society to become a member Badan Permusyawaratan Desa (BPD) . This research use descriptive qualitative method. Concept theory that use in this research is use theory of factory than effect low of participation political. Collecting data with use interview and documentation. The result of research showing of low political participation society in Bintan Buyu village in participation become a member Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Influences by life factor of economy, factor of legal opportunity and factor of value and appreciation to government do.
Keywords : Political Participation, Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dalam Keikutsertaan sebagai Calon Anggota Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014
A. Latar Belakang Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi seperti halnya Indonesia, partisipasi aktif dari masyarakatnya merupakan sesuatu hal yang sangat penting.Hal ini dikarenakan, dengan adanya partisipasi politik masyarakat dalam suatu negara adalah merupakan suatu bentuk adanya kesadaran individu maupun kelompok masyarakat untuk ikut serta terlibat dalam kehidupan berpolitik yang ada di negara tersebut. Kegiatan partisipasi politik tidak hanya berbicara mengenai penggunaan hak suara di dalam suatu pemilihan, akan tetapi lebih tinggi lagi levelnya, partisipasi politik dapat juga dilakukan dengan keikutsertaan warga negara untuk mencalonkan diri menjadi kontestan di dalam suatu pemilihan tertentu. Menurut Yosef Keladu Koten (2010:3), “kesadaran berpartisipasi dalam politik sangat bergantung pada pemahaman orang akan makna atau nilai yang diperoleh dari keterlibatan dalam aktivitas politik. Atau dengan kata lain, pemaknaan orang atas term politik mnjadi kunci utama partisipasi dalam politik”. Dalam konteks lokal seperti halnya di desa, partisipasi politik masyarakat dapat dilaksanakan atau disalurkan melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan salah satu perwujudan dari demokrasi yang ada di desa. Berdasarkan Pasal 55 Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi sebagai berikut: a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa Adapun hak dari BPD menurut Pasal 61 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai hak: a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Berdasarkan hal tersebut diatas, sudah jelas dapat dikatakan bahwa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan jabatan strategis untuk mengontrol secara langsung penyelenggaraan pemerintah di tingkat desa.Melalui keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), setidaknya masyarakat berkesempatan untuk dapat mempengaruhi dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah yang dijalankan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa.Akan tetapi, meskipun demikian tidak semua masyarakat desa melihat keterlibatannya menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan suatu hal yang dianggap
penting dan mampu menjadi salah satu wadah yang bermanfaat bagi pengembangan kegiatan politiknya. Hal tersebut dapat dilihat di Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan, dimana keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) oleh masyarakat bisa dikatakan masih kurang mendapat perhatian.Sehingga lingkup partisipasi politik masyarakat Desa Bintan Buyu selama ini hanya terfokus pada kegiatan politik diluar kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tersebut.Kemudian masih adanya masyarakat yang belum mampu untuk memahami secara jelas fungsi dan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam roda pemerintahan desa. Pemahaman masyarakat desa Bintan Buyu akan kegiatan politik di tingkat desa seperti dikatakan diatas hanyalah terfokus pada kegiatan partisipasi politik dalam lingkup pemilihan kepala desa saja, dimana baik itu dari segi pencalonan maupun dari segi memilih calon kepala desa itu sendiri. Padahal jika masyarakat Desa Bintan Buyu mau lebih memahami, bahwa kegiatan politik tidak hanya melingkupi lembaga eksekutif desa saja akan tetapi juga lembaga legislatif desa atau lebih tepatnya dapat dilakukan melalui lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD), salah satunya kerterlibatan secara langsung masyarakat sebagai calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Bintan Buyu tersebut. Pemilihan calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan telah dilaksanakan
selama tiga periode yaitu periode 2004-2008, periode 2008-2014 serta terakhir periode 2014-2020. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Jumlah Masyarakat Yang Mendaftar sebagai Calon Anggota BPD No
Periode Pemilihan
Masyarakat yang mendaftar
1 Periode 2004-2008 2 Periode 2008-2014 3 Periode 2014-2020 Sumber : Data olahan peneliti tahun 2015
9 Orang 7 Orang 5 Orang
Berdasarkan data tersebut diatas, terlihat bahwa partisipasi masyarakat Desa
Bintan
Buyu
dalam
mengajukan
diri
sebagai
anggota
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) yang baru setiap periodenya mengalami penurunan, terutama terjadi pada Periode 2014-2020 dimana masyarakat yang mengajukan diri adalah sebanyak 5 orang saja. Terlihat disini bahwa keinginan masyarakat Desa Bintan Buyu untuk melibatkan diri dalam kegiatan politik masih kurang terutama untuk melibatkan dirinya dalam keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemilihan calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan periode 2014-2020 pelaksanaannya masih mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Badan Permusyawaratan Desa dan Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa.
Bagan 1.1 Bagan Mekanisme Pemilihan Anggota BPD Kepala Desa mengumumkan kesetiap RT mengenai telah berakhirnya masa jabatan anggota BPD dan akan dilaksanakan pencalonan anggota BPD yang baru
Pembentukan Panitia Seleksi Pencalonan BPD oleh Camat
Anggota BPD menjalankan tugas dan fungsinya selama 6 tahun
Anggota BPD yang disahkan oleh SK Bupati
Masyarakat mendaftarkan diri di tingkat RW
terpilih Musyawarah di tingkat dusun menentukan calon yang akan diajukan menjadi anggota BPD yang baru dari dusun tersebut
Kepala Desa mengundang Kepala Dusun, RW, RT dan masyarakat (golongan profesi, tokoh masyarakat, pemuka agama, pemangku adat) ke Balai Pertemuan untuk dilakukan musyawarah penetapan calon anggota BPD yang baru
Panitia menyeleksi berkas administrasi calon anggota BPD yang masuk dari setiap dusun
Panitia mengirimkan surat Panitia mengumumkan ke kepada setiap calon mengenai masyarakat, calon-calon yang akan lolos atau tidaknya calon secara mengikuti seleksi selanjutnya administrasi Sumber dari Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 17 Tahun 2007 Masalah Permusyawaratan
partisipasi Desa
masyarakat
(BPD)
sangat
dalam penting
keanggotaan untuk
Badan
dikaji.Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dikatakan merupakan lembaga legislatif di
tingkat desa yang selain merupakan perwujudan dari demokrasi yang ada di desa juga merupakan wadah bagi perkembangan demokrasi yang ada di desa. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka adapun gejala penelitian adalah sebagai berikut: 1. Masih
kurangnya
perhatian
masyarakat
Desa
Bintan
Buyu
dalam
kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ini terlihat dari masih adanya masyarakat yang tidak mengetahui tugas dan fungsi BPD secara jelas. 2. Adanya penambahan masa jabatan dari anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2008-2014 dimana seharusnya masa jabatannya berakhir pada Januari 2014 kemudian diperpanjang sampai pada April 2014 3. Adanya calon Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terpilih pada periode pemilihan 2014-2020 bukan merupakan inisiatif sendiri dari calon tersebut melainkan dipilih oleh Pemerintah Desa untuk memenuhi syarat jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Bintan Buyu. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah tersebut dengan judul: “Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan Dalam Keikutsertaan Sebagai Calon Anggota Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014”.
Agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan penelitian, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Adapun berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Faktor-faktor apa yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dalam Keikutsertaan sebagai Calon Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014?
B. Konsep Teori 1. Partisipasi Politik Menurut Inu Kencana (2002:132) Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama. Mirriam Budiardjo (2008:367) mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Menurut Damsar (2010:179), partisipasi politik adalah ambil bagian, ikut serta atau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
kekuasaan (power), kewenangan (authory), kehidupan politik (public life), pemerintahan (government), negara (state), konflik dan resolusi konflik (conflict dan conflict resolution), kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Menurut Rafael Raga Maran (2007:147), partisipasi politik adalah sebagai keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Rafael kemudian juga menambahkan, partisipasi politik juga dapat dijelaskan sebagai usaha terorganisir oleh warga negara untuk memilih pemimpinpemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijakan umum, di mana usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara. Kegiatan partisipasi politik yang aktif dan/atau yang pasif dikembangkan oleh Milbrath dan Goel menjadi beberapa kategori yang lebih spesifik (dalam Agustino 2007:61),yaitu: a. Partisipan apatis, orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. b. Partisipan spektator, orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. c. Partisipasi gladiator adalah mereka-mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni misalnya:komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat. d. Pengkritik, yakni dalam bentuk partisipasi tak konvensional.
Ramlan Surbakti (2010:142) mengelompokkan partisipasi politik kedalam dua tipologi, yaitu: a. Partispasi Aktif, ialah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. b. Partisipasi Pasif, merupakan kegiatan berorientasi pada proses output (kegiatan yang menaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah). Michael Rush dan Philip Altoff (Rush dan Altoff, 2008:122), membagi hierarki partispasi politik sebagai berikut: 1. Menduduki jabatan politik atau administratif 2. Mencari jabatan politik atau administratif 3. Keanggotaan aktif dalam suatu organisasi politik 4. Keanggotaan pasif dalam suatu organisasi politik 5. Keanggotaan aktif dalam suatu organisasi semi-politik 6. Keanggotaan pasif dalam suatu organisasi semi-politik 7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya 8. Partisipasi dalam diskusi politik informal 9. Voting (pemberian suara)
Tinggi-rendahnya partisipasi politik di negara-negara berkembang menurut Nazaruddin
Sjamsuddin, Zulkifli Hamid, dan Toto Pribadi (dalam Efriza,
2012:193), sangat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: 1. Faktor Tingkat Pendidikan, yaitu dimana jika melihat dari fungsi pendidikan yaitu untuk memberi atau membentuk tahap-tahap kecerdasan politik anggota masyarakat, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka tingkat kesadaran politiknya pun semakin tinggi. 2. Faktor Tingkat Kehidupan Ekonomi, yaitu dimana tingkat kehidupan ekonomi dapat mempengaruhi partisipasi politik ini dapat dilihat dimana masyarakat dengan kehidupan ekonomi rendah dipaksa oleh keadaan untuk memberikan perhatian yang lebih pada usaha mencukupi kebutuhan ekonomi sehingga tidak mampu atau berkesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan diluar bidang ekonomi. 3. Faktor fasilitas-fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya partisipasi politik, yaitu salah satu fasilitas yang memungkinkan fasilitas politik adalah adanya suatu sistem komunikasi yang lancar dalam masyarakat dan sistem politik. Sedangkan menurut Nimmo (dalam Zaenal Mukarom, 2005:260) keterlibatan seseorang dalam partisipasi politik dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1. Peluang Resmi, artinya ada kesempatan seseorang terlibat dalam partisipasi politik karena didukung kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara.
2. Sumber Daya Sosial, artinya partisipasi politik ditentukan oleh kelas sosial dan perbedaan geografis. Dalam kenyataannya tidak semua orang memiliki peluang yang sama berkenaan dengan sumber daya sosial dan sumber daya ekonomi untuk terlibat dalam partisipasi politik. Berkaitan dengan dengan perbedaan geografis, terdapat juga perbedaan dalam partisipasi seperti usia, jenis kelamin, suku, tempat tinggal, agama, dll. 3. Motivasi Personal, artinya motif yang mendasari kegiatan berpolitik sangat bervariasi. Motif ini bisa sengaja atau tidak disengaja, rasional atau tidak rasional, diilhami psikologis atau sosial, diarahkan dari dalam diri sendiri atau dari luar, dan dipikirkan atau tidak dipikirkan. Dimana menurut Max Weber (dalam Sudijono Sastroadmojo 201:84), menyatakan bahwa ada beberapa jenis motivasi seseorang melakukan aktivas politik salah satunya yaitu motif yang efektual-emosional. Dimana motif ini muncul karena adanya kebencian tertentu individu dalam menilai gagasan, organisasi atau individu lainnya. Dorongan ini yang kemudian menyebabkan apatisme politik. Ramlan Surbakti (Efriza 2012:194), menyebutkan bahwa adanya dua variabel yang mempengaruhi tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang, yaitu: 1. Aspek kesadaran seseorang yang meliputi kesadaran terhadap hal dan kewajiban sebagai warga negara, misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapatkan perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial dan
kewajiban-kewajban, seperti kewajiban dalam sistem politik, kewajiban sosial dan kewajiban lainnya. 2. Penilaian dan apresiasi terhadap pemerintah, baik terhadap-kebijakan pemerintahan dan pelaksanaan pemerintahannya.
2. Masyarakat Desa Koentjaradiningrat
(2002:144)
mendefinisikan
masyarakat
adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Hal tersebut dipertegas lagi oleh Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006:22), yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Desa secara umum dapat diartikan sebagai daerah pemukiman dengan wilayah yang tidak begitu luas yang dihuni oleh sejumlah orang dengan adat istiadat tertentu. Ini dipertegas lagi oleh Bintaro (dalam Sadu, 2006:8) yang mendefinisikan Desa sebagai suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya, dimana hasil perpaduan itu ialah suatu wujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomi, politis dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubunngannya dengan daerah lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa adalah sekumpulan orang yang tinggal disuatu wilayah yang tidak begitu luas yang hidup dengan adat istiadat tertentu.
3. Pemerintahan Desa Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa selaku lembaga eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selaku lembaga legislatif di tingkat desa, dimana didalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa. Hal ini sejalan dengan definisi pemerintahan desa berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dikatakan bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah suatu badan yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa, yang berfungsi menetapkan peraturan desa, bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (Abdullah 2007:179). Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dikatakan bahwa:
“Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis”. Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa yaitu sebagai berikut: 1. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. 2. Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau Pemuka Masyarakat lainnya. Persyaratan untuk menjadi calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berdasarkan Pasal 5 Ayat (7) Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa yaitu sebagai berikut: 1. Memiliki ijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat dengan dibuktikan ijazah asli dan atau salinan ijazah yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang untuk itu; 2. Surat keterangan kesehatan jasmani dan rohani dari dokter puskesmas setempat; 3. Surat pernyataan tidak sedang menjalani hukuman atau terdakwa; 4. Surat pernyataan kesediaan menjadi calon; 5. Bukti diri (KTP dan KK) yang dikeluarkan oleh Camat setempat.
Adapun prosedur penetapan calon anggota BPD berdasarkan Pasal 10 Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Badan Permusyawaratan Desa, adalah sebagai berikut: 1) Calon anggota BPD ditetapkan secara musyawarah dan mufakat 2) Mekanisme musyawarah dan mufakat adalah: a. Calon anggota BPD diusulkan oleh Dusun/wilayah masing-masing b. Jumlah calon anggota BPD disesuaikan dengan jumlah penduduk Dusun/wilayah 3) Peserta musyawarah adalah Ketua Rukun Tetangga, Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya serta anggota lembaga kemasyarakatan yang ada didesa. 4) Yang dapat dipilih menjadi calon anggota BPD adalah peserta musyawarah. 5) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa, dengan ketentuan: a. Jumlah penduduk sampai dengan 3.000 jiwa, diwakili oleh 5 orang anggota; b. Jumlah penduduk 3.001 sampai dengan 4.500 jiwa, diwakili oleh 7 orang anggota; c. Jumlah penduduk lebih dari 4.501, diwakili oleh 9 orang anggota
C . Hasil Penelitian A. Fenomena Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bintan Buyu dalam Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, sehingga dapat dikatakan bahwa partisipasi politik masyarakat Desa Bintan Buyu dalam pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) disini yaitu untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) masih tergolong rendah dan setiap periodenya mengalami penurunan. Disini terlihat bahwa, masyarakat Desa Bintan Buyu belum mampu untuk melihat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wadah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan dan pembangunan desa, dimana didalam demokrasi desa sendiri, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan pilar penopang demokrasi desa yaitu dapat dilihat melalui pemberian legitimasi atas pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah desa sebagai bagian kinerja pemerintah desa.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya Partisipasi politik Masyarakat Desa Bintan Buyu dalam keikutsertaan sebagai calon anggota Badan Permusyawaratn Desa (BPD) Tahun 2014 Berdasarkan hasil temuan peneliti dilapangan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik masyarakat Desa Bintan Buyu dalam keikutsertaan sebagai calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2014-2020 adalah sebagai berikut:
1. Faktor Tingkat Kehidupan Ekonomi Berdasarkan jawaban informan, mengambarkan bahwa tingkat kehidupan ekonomi masyarakat Desa Bintan Buyu dilihat dari pekerjaan dan pendapatannya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik masyarakat Desa Bintan Buyu untuk mencalonkan diri menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dimana masih banyaknya masyarakat Desa Bintan Buyu yang bekerja sebagai buruh yang harus bekerja diluar desa Bintan Buyu maupun menjadi nelayan, dimana pekerja-pekerjaan ini merupakan pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang kecil dan tidak tentu, sehingga sebagian masyarakat Desa Bintan Buyu tersebut tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya seperti kegiatan politik dalam hal ini yaitu mencalonkan diri menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena telah disibukan oleh kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya melalui pekerjaan-pekerjaan tersebut. 2. Faktor Peluang Resmi Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, peluang resmi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya keikutsertaan masyarakat Desa Bintan Buyu dalam keikutsertaan menjadi calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2014-2020, dimana adanya masyarakat Desa Bintan Buyu yang tidak memenuhi syarat tingkat pendidikan yang telah ditetapkan berdasarkan aturan yang ada.
3. Faktor Penilaian dan Apresiasinya Terhadap Pelaksanaan Pemerintahan Berdasarkan jawaban informan-informan diatas yang telah dianalisa, maka faktor Penilaian dan apresiasi terhadap pelaksanaan pemerintahan seperti telah dijelaskan sebelumnya, mempengaruhi keikutsertaan masyarakat Desa Bintan Buyu sebagai calon anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 20142020. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa latar belakang dan hasil penelitian penulis yaitu melalui berbagai literature dan hasil wawancara dengan informan yang terdiri atas masyarakat Desa Bintan Buyu, Mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Desa
Bintan
Buyu
periode
2008-2014,
calon
Anggota
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2014-2020 serta Sekretaris Desa, maka penulis menarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik Masyarakat Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan dalam Keikutsertaan sebagai Calon Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tahun 2014 adalah pertama faktor kehidupan ekonomi, dimana ini berhubungan dengan pendapatan dan pekerjaan masyarakat Desa Bintan Buyu yang masih tergolong rendah sehingga mempengaruhi keikutsertaan masyarakat untuk mencalonkan diri. Kedua, faktor peluang resmi, dimana adanya syarat tingkat pendidikan yang tidak dipenuhi oleh masyarakat
Desa Bintan Buyu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Dan Ketiga, faktor penilaian dan apresiasi terhadap pelaksanaan pemerintahan, dimana kurang berjalannya peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta hubungan antara
Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
dengan
Pemerintah
Desa
mempengaruhi masyarakat Desa Bintan Buyu mencalonkan diri menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2014-2020. B. Saran 1. Pemerintah desa hendaknya membuat sebuat rekomendasi kegiatan yang bermanfaat bagi desa dengan melibatkan semua elemen desa terutama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sehingga akan dapat menambah pendapatan desa sehingga berujung pada kenaikan insentif untuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 2. Pemerintah Desa sebaiknya sering melakukan sosialisasi mengenai pentingnya memiliki pendidikan tinggi, ini bermaksud agar masyarakat Desa Bintan Buyu sadar bahwa berpendidikan tinggi adalah penting sehingga untuk kedepannya banyak masyarakat Desa Bintan Buyu memiliki pendidikan yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hendaknya lebih menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan pemerintah desa dan saling menghargai peran dan fungsi masing-masing. Kemudian Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hendaknya menjalankan tugas dan fungsinya secara aktif seperti aktif
melakukan pertemuan tiap bulan dengan masyarakat untuk menjaring aspirasi masyarakat guna perkembangan pembangunan desa.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Agustino, Leo. 2007. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu Arifin, Anwar. 2014. Perspektif Ilmu Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia Jakarta Budiardjo, Mirriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Efriza, 2012.Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta Huntington, Samuel P. & Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: PT. Rineka Cipta Koentjaraningrat.2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Koten, Yosef Keladu. 2010. Partisipasi Politik (Sebuah Analisis Atas Etika Politik Aristoteles). Maumere Flores: LEDALERO Moleong, Lexy. J. 2011. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Raga Maran, Rafael. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:RinekaCipta Rush, Michael & Phillip Althoff. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Pers
Sadu, Wasistiono. 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung : Fokusmedia Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:Grasido Syafiie, Inu Kencana. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia.Jakarta : PT. Rineka Cipta Tjandra,
W.
Riawan
&
Ninik
Handayani.
2014.
Buku
Pintar:
Badan
Permusyawaratan Desa Dalam Demokrasi Desa. Yogyakarta: Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) Widjaja, Haw. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Sumber Perundang-undangan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Badan Permusyawaratan Desa Peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa.
Jurnal dan Skripsi Nurhami, 2009.Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi perempuan beraktivitas dalam partai politik, Palu: Fisip Universitas Tadulako Mukarom, Zenal. 2005. Perempuan dan Politik : Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan di Legislatif